Epaper Belia 6 September 2016

Page 1

21

SELASA (WAGE) 6 SEPTEMBER 2016 4 ZULHIJAH 1437 H RAYAGUNG 1949

Gold & Silver Winner IYRA 2016 untuk Belia Pikiran Rakyat Terima T erima Kasih Masyarakat Jawa Barat

LEMBARAN KHUSUS REMAJA Facebook: www.facebook.com/beliapr

Twitter: @beliapr

E-mail: belia@pikiran-rakyat.com

Instagram: beliapr

HELLO-PET.COM

WOWKEREN.COM

Suka Duka Jadi Anak Indo DREAM.CO.ID

LIPUTAN6.COM

SEBENERNYA gimana sih rasanya jadi anak yang disebut orang “anak indo” atau “blasteran”? Apa aja tuh suka dukanya? Nih belia rangkumin curhatan dari beberapa sobat Belia yang (katanya sih) “anak blasteran”, check this out! 1. Punya Muka Eksotis Suka: karena rata-rata mereka yang lahir dari ayah ibu beda darah punya wajah yang eksotis a.k.a menarik bin unik, bikin kita punya ciri khas sendiri dan mudah dikenali. Enaknya lagi punya wajah yang unik juga biasanya suka sering ditawarin buat jadi artis atau model, minimal kalau ada pagelaran drama di sekolah pasti kepilih jadi pemainnya :D Duka: sering disangka bukan warga Indonesia! Biasanya orang-orang bakal takjub kalo liat kita fasih ngomong bahasa Indonesia. Terus gara-gara itu juga kalo ke pasar tradisional gitu suka dikasih harga turis padahal kita kan bukan turis huhuhu. Oh ya, muka gini juga bikin kita sering diliatin juga digodain terutama di tempat umum.

ALIAN masih inget kan kasus dwi-kewarganegaraan yang menimpa anggota Paskibraka Gloria Natapradja Hamel? Yep, saat itu Gloria terpaksa kudu rela melepas statusnya sebagai Paskibraka Nasional karena dianggap mempunyai dua kewarganegaraan Indonesia dan Prancis. Walaupun begitu pada akhirnya Gloria tetap diberi kesempatan untuk ikut serta sebagai anggota penurunan bendera. Nah status Gloria inilah yang sehari-hari biasanya kita sebut ‘Orang Indo’ a.k.a. blasteran. Sedikit sejarah nih guys, “Orang Indo” adalah sebutan untuk mereka yang memang berdarah campuran antara etnis Eropa (Belanda, Jerman, Prancis, Belgia) dengan warga lokal Indonesia. “Orang Indo” sendiri berasal dari singkatan bahasa Belanda yang berarti Indo-European, Eropa-Hindia. Khusus perkawinan pribumi dengan Belanda dikenal juga dengan istilah blasteran. Tapi seiring dengan perkembangan zaman istilah “Orang Indo” atau blasteran ini kini mengalami pergeseran arti dan dipakai secara luas untuk menyebutkan semua orang Indonesia yang menikah dengan bangsa lain. Nah, balik lagi nih gara-gara kasus Gloria kemaren, belia jadi penasaran, sebenernya gimana sih kehidupan “anak-anak Indo” di Indonesia ini. Kru belia sempet ngobrol sama beberapa orang nih. Yang pertama namanya Kennisa Morse. Cewek yang satu ini punya ibu berdarah Sunda sementara bapaknya berasal dari Selandia Baru. Meski jadi “anak indo”, tapi Kennisa ngaku kalau dia ngerasa nggak ada bedanya sama anak lainnya karena dia lahir di Indonesia, di Bandung tepatnya, bicara bahasa Indonesia juga, sekolah, tinggal, berinteraksi semuanya persis, yang bedain cuma parasnya doang yang agak “kebule-bulean”. “Ada dua budaya yang beda, tapi nggak yang gimana-gimana banget soalnya bapakku udah Indonesia banget budayanya hehehe. Dia udah ngerasa orang Indonesia dari lahir katanya sih. Tinggal di Indonesianya juga udah lama, dari tahun 1979. Oh ya,

K

udah resmi jadi WNI juga,” tutur alumnus SMAN 2 Bandung ini. Meskipun Kennisa udah ngerasa Indonesia banget tapi kadang masih ada aja hal yang bikin risih terjadi gara-gara parasnya yang beda. “Kadang suka digangguin ya mungkin niatnya nggak gangguin ya, tapi kalau kaya dipanggil bule gitu sama orang yang nggak kenal kan risih juga ya .. Terus kalau ospek atau apa juga jadi lebih diperhatiin gitu, sampai pas ospek saking malesnya ditanya2 tentang rambut (dicat apa nggak) atau apa aku pake kerudung,” curhatnya. Hal yang nggak jauh beda juga dialami sama Akira, cowok blasteran Jepang-Indonesia ini pernah ngalamin hal-hal yang nggak menyenangkan juga gara-gara wajahnya yang jauh banget dari wajah Indonesia kebanyakan. Dulu di sekolah sering diejek “sipit” dan dibilang aneh, bahkan sering jadi sasaran kejahilan teman-temannya. Khawatir anaknya dibully ters-terusan, akhirnya orang tua Akira memilih home schooling sebagai alternatif. Wah, terus gimana dong cara cowok yang fasih bahasa Indonesia, Jepang, dan Mandarin ini nyari temen? “Sekarang walau home schooling tetap punya temen banyak kok, soalnya ikut les dan kegiatan iniitu di luar jadi banyak ketemu temen juga. Sekarang sih syukurnya udah jarang yang isengin. Paling ya kalau lagi jalan-jalan suka disangka orang asing, disangkanya nggak bisa bahasa Indonesia kali padahal kan lancar banget dari orok,” ujarnya sambil ketawa. Satu lagi belia ngobrol dikit sama Lutesha Sadhewa. Kalau yang satu ini bukan Indo yang keturunan langsung dari ayah ibunya tapi dapet gen indo dari buyutnya! Meskipun turun-temurunnya udah jauh banget, tapi paras “indo” warisan eyang buyutnya masih kental sampai ke Lutesha dan saudaranya. Nahh, meskipun pernah juga ngalamin kejadian-kejadian yang mirip sama Kennisa dan Akira, jadi “anak indo” malah disyukuri sama Lutesha karena paras indonya ini jadi salah satu alasan yang bikin dirinya bisa digaet agensi model ternama dan bisa menghasilkan uang sendiri. “Advantagesnya jadi bisa kontrak bareng agensi

“You're different. And i'm different too. different is good. But different is hArd. Believe me, i know.” - Matthew Quick

22> Skul: SMAN 1 Cipatat 23> Ensiklobelia: Blasteran Berprestasi 24> Review:

23> Aksi: - Kabaret Nuansa Lingkungan - Belajar Wirausaha Canggih di SMA BPI Bandung 23> MusicTerritory: Sound Delicious 24> Chat: Aan dan Feriansyah

modelling di dua kota, Jakarta dan Bali. Dan karena jadi model, jadi bisa part time dan ngehasilin duit sendiri. Sekarang karena kerja jadi udah nggak pernah minta dari orangtua lagi,” kata cewek yang mewarisi darah Purwerejo-Pati-Sunda-SumatraMelayu-Belanda-Jerman dari keluarga ayah dan ibunya ini. Well, kalau dipikir-pikir dilahirkan jadi “anak Indo” kayaknya sih enak-enak-nggak. Enaknya, anak blasteran ini bisa kenal dua budaya dan bisa berbicara bahasa lain selain bahasa Indonesia. Penampilan fisik mereka juga bisa dibilang lebih eksotis. Nggak enaknya, anak-anak campuran kewarganegaraan ini juga pasti deh sesekali pernah dicengcengin sama temen-temennya yang asli Indonesia. Hal ini juga diamini oleh Pak Fino yang juga guru Temasek Independent School (TIS). “Kalau hanya sebatas bercanda mungkin ada tapi mereka tidak sampai ke tahap membully anak-anak blasteran,” ujarnya. Lalu gimana ya keseharian “anak indo” atau blasteran ini di sekolah dilihat oleh para guru? Menurut Pak Fino sebenarnya keseharian anak-anak blasteran ini nggak jauh berbeda dengan anak-anak lokal soalnya nih background budaya di rumah mereka yang Indonesia banget. Bahkan ada juga yang “nyunda”. Oh ya, pihak sekolah sendiri nggak membeda-bedakan antara anak lokal atau blasteran, karena di sekolah memang ada muatan ajar karakter yang tujuannya agar siswa memiliki toleransi mengenai etnik, agama, dan kelas sosial. Dalam hal prestasi mereka juga nggak jauh berbeda dengan anak lokal. Tapi nih Pak Fino menuturkan kalau mereka punya karakter yang lebih kuat, lebih rajin, dan punya kebiasaan gemar membaca. “Mereka juga punya kelebihan dalam hal wawasan dan penguasaan bahasa asing di luar bahasa inggris, sesuai dengan asal dari salah satu orangtuanya. Malah kadang-kadang mereka punya tata krama yang lebih baik daripada anak lokal dan yang pasti mereka lebih mandiri,” tutur Pak Fino.***

Menurut Kamu, Anak Blasteran itu Gimana Sih? Yasmin Hana, SMAN 1 Bandung MALAH anak yg kayak gloria itu lebih bermanfaat dari warga lokal kayak awkarin wkwkwk

Mochammad Akbar Selamat, SMAN 4 Bandung NGELIAT Indo blasteran gitu pasti expect pertamanya, dia pasti lancar ngomong Inggris. Idaman pasti, gabungan antara pesona Indonesia dan indahnya luar negeri nyampur di dia, apa lagi kalo dia punya skill tertentu, hm dabest!

Luthfizal Dertha S, SMA PGII 2 HEBAT walaupun dia bukan sepenuhnya keturunan orang indonesia, dia mau mempelajari bahasa kita, kita harusnya patut bangga.*** dwinadag@gmail.com

dhianynadya@gmail.com agniahadini@yahoo.com

2. Lika-liku pergaulan Suka: bisa banyak akrab sama orang asing, terutama yang mirip sama kita. Misalnya kita keturunan Belanda nih, pas ada orang Belanda bertamu ke sekolah gitu biasanya kita yang disuruh nemenin karena disangkanya kita pinter bahasanya dan paham budayanya (padahal sih biasa aja) tapi lumayan nambah networking kan. Duka: Sering diejekin... Dibilang kompeni lah, noni-noni lah, dikatain aneh, dibilang sipit, banyak sebutan lainnya deh. Suka dijauhin bahkan parahnya kadang dibully, kita harus beneran struggle biar bisa membaur gitu. Kadang juga suka diunderestimate gitu kemampuan kita, dibeda-bedain dalam organisasi misalnya. 3. Budaya Macam-macam Suka: lahir dari ortu yang beda negara bikin kita punya dua bahkan lebih budaya di rumah, nah percampuran budaya itu seru karena kita bisa tahu nggak cuma budaya Indonesia misalnya, tapi budaya Jepang juga, atau China, atau Inggris, manapun itu. Belajar budaya biasanya juga sepaket sama bahasanya, jadi nilai plus banget kan kalo bisa macam-macam bahasa. Duka: Percampuran budaya juga nggak selamanya menyenangkan, kadang kita bingung menentukan sebenernya kita orang apa, kalau ada yang nanya juga kadang males jelasin pohon keluarga kita gitu hahaha. Oh ya, kadang budaya kita kan suka jauh berbeda, jadi kalo ketemu sama yang budayanya tok banget gitu suka salah paham juga gitu.. dhianynadya@gmail.com


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.
Epaper Belia 6 September 2016 by cnexus kidz - Issuu