17 minute read

BAB V Pandangan Islam terhadap Kontrasepsi Mantap

5BAB V

Pandangan Islam terhadap Kontrasepsi Mantap

Advertisement

Dadang Suhenda1, Rizky Sahla Tasqiya2, Salma Farida3 , Sulistia Riyanti4

1,2,3,4 Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Barat

Abstrak

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Keadaan ini menuntut setiap program pembangunan agar selaras dengan nilai-nilai keislaman, termasuk dalam upaya pengendalian kependudukan melalui program Keluarga Berencana (KB). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pandangan. Islam terkait program KB Mantap. Metode yang digunakan adalah literature review, menggunakan kata kunci “pandangan islam” dan “program KB” melalui search enginge google scholar. Hasil pencarian dari 13.200 artikel, terdapat 13 artikel yang relevan. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa ajaran Islam membolehkan program KB, sebab konsep perencanaan bukan berarti pembatasan jumlah anggota keluarga. Adanya perkembangan teknologi kedokteran melalui proses rekanalisasi pada akseptor kontrasepsi mantap dijadikan rujukan fatwa MUI yang membolehkan kontrasepsi mantap pada kondisi dan syarat tertentu. Perlu adanya upaya sosialisasi yang gencar terkait fatwa MUI tersebut, serta modifikasi materi advokasi KIE KB ditinjau dari perspektif Islam kepada tokoh agama dan masyarakat.

110

Pendahuluan

Masyarakat Indonesia masih memegang erat nilai-nilai keagamaan. Hal tersebut tentu berdampak pada kebijakan pemerintah dalam mengatur warga negaranya. Setiap keputusan dan program yang dibuat tidak hanya mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi untuk mencapai tujuan pembangunan, namun juga harus ditinjau dari sudut pandang keagamaan. Agama yang paling banyak dianut di Indonesia adalah agama Islam. Berdasarkan sensus (Badan Pusat Statistik [BPS] (2021), jumlah penduduk muslim di Indonesia pada tahun 2020 diproyeksikan mencapai 229 juta jiwa, atau sebanyak 87,2 persen dari total penduduk 273,5 juta jiwa. Indonesia bahkan tercatat sebagai salah satu negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Agama Islam merupakan agama yang dianut oleh lebih dari 60 persen penduduk pada masing-masing provinsi (BPS, 2021). Hal tersebut menunjukkan pentingnya pemerintah sebagai pemangku kebijakan untuk meninjau program pembangunan dari perspektif agama Islam. Keluarga Berencana (KB) adalah salah satu program berskala nasional yang telah lama diterapkan di Indonesia. Program ini bertujuan untuk menekan angka kelahiran dan mengendalikan pertumbuhan jumlah penduduk. Wujud dari program KB adalah dengan pemakaian alat kontrasepsi bagi pasangan suami-istri. Secara umum, penggunaan alat kontrasepsi tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam. Salah satu landasan hukum yang digunakan adalah Keputusan Ulama Terbatas pada tahun 1972 yang memberikan hukum mubah untuk program KB. Pertemuan

111

pimpinan organisasi keagamaan pada tahun 2008 juga menghasilkan kesepakatan bahwa secara umum, program KB tidak bertentangan dengan hukum agama yang ada di Indonesia. Ada berbagai macam alat kontrasepsi yang digunakan dalam program KB. Metode kontrasepsi tradisional mengandalkan pengaturan waktu dan puasa berhubungan seks selama terjadinya ovulasi atau selama masa subur. Sementara itu, alat kontrasepsi adalah setiap obat, alat atau tindakan untuk mencegah kehamilan. Alat kontrasepsi bisa berupa metode hormonal (pil, implan, suntik), maupun metode non hormonal seperti kondom, Intra Uterine Device (IUD), dan Kontrasepsi Mantap (Kontap). Kontrasepsi mantap merupakan suatu metode kontrasepsi yang bertujuan untuk membatasi kelahiran dalam jangka waktu tidak terbatas. Kontap pada pria disebut vasektomi, sementara pada wanita disebut tubektomi.

Dari alat kontrasepsi yang telah disebutkan di atas, telah disepakati oleh ulama bahwa semuanya boleh digunakan dan dimanfaatkan oleh umat Islam kecuali pada kontrasepsi mantap (Ajani, 2013; Nastangin, 2019; Wani & Anjum, 2019). Berbeda dengan alat kontrasepsi lainnya, kontrasepsi mantap memiliki sifat yang permanen. Artinya, jika seseorang telah memilih untuk melakukan vasektomi maupun tubektomi, kemungkinannya sangat kecil atau bahkan tidak ada sama sekali bagi dirinya untuk melahirkan dan memiliki anak secara biologis. Hal tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip pernikahan di dalam Islam yang salah satu tujuannya adalah untuk memiliki keturunan.

112

Meskipun demikian, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terakhir menemukan adanya kemungkinan terjadi rekanalisasi pasca dilakukan operasi vasektomi maupun tubektomi. Hal inilah yang kemudian menghadirkan perubahan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sejak tahun 1979, MUI telah mengeluarkan fatwa sebanyak empat kali terkait vasektomi dan tubektomi. Perkembangan fatwa tersebut awalnya mengharamkan, hingga pada tahun 2012 MUI mengeluarkan fatwa untuk memperbolehkan vasektomi dan tubektomi dengan syarat yang ketat. Syarat-syarat tersebut antara lain: 1) Tujuan yang tidak menyalahi syari’at; 2) Tidak menimbulkan kemandulan permanen; 3) Ada jaminan dapat dilakukan rekanalisasi yang dapat mengembalikan fungsi reproduksi seperti semula; 4) Tidak menimbulkan bahaya (maḍarat) bagi yang bersangkutan; dan 5) Tidak dimasukkan ke dalam program dan metode kontrasepsi mantap.

Strategi Penulisan

Strategi penulisan yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah literature review yaitu sebuah pencarian literatur baik internasional maupun nasional. Pada tahap awal pencarian artikel jurnal, diperoleh sebanyak 13.200 artikel dengan menggunakan kata kunci “pandangan islam” dan “program KB" melalui search enginge google scholar. Selanjutnya, dilakukan eksplorasi relevansinya dengan artikel untuk dikompilasi. Dari jumlah tersebut hanya sekitar 13 artikel yang relevan.

113

Hasil dan Pembahasan

Persepsi Islam Terhadap Program KB

Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia mengambil peran penting atas pandangannya terhadap program keluarga berencana di Indonesia. Pada dasarnya ajaran Islam membenarkan keluarga berencana, bahkan merencanakan untuk memiliki keluarga yang sejahtera hukumnya wajib. Perencanaan tidak sama dengan pembatasan jumlah anggota keluarga. Dalil yang digunakan para ulama yang memperbolehkan KB yaitu pada QS. Annisa ayat 9 yang artinya:

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anakanak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.

Melalui bukunya yang berjudul “Halal dan Haram dalam Islam”, Yusuf Qaradhawi (2005) mengungkapkan alasan yang menjadi pijakan Keluarga Berencana. Pertama, bila terdapat kekhawatiran akan kesehatan ibu jika hamil atau melahirkan setelah penelitian dan pemeriksaan oleh dokter yang dapat dipercaya. Kedua, kekhawatiran munculnya bahaya terhadap urusan dunia yang tidak jarang mempersulit ibadah. Tentu bukan hal yang baik apabila seseorang pada akhirnya mau menerima barang haram atau menjalankan pekerjaan terlarang demi memenuhi kebutuhan anakanaknya. Persoalan kesehatan dan pendidikan juga menjadi faktor

114

yang menjadi pertimbangan bagi keluarga untuk melakukan KB. Rasulullah memerintahkan umatnya berbuat hal yang melahirkan maslahat dan tidak mengizinkan sesuatu yang menimbulkan bahaya.

Islam pun mengizinkan kepada setiap muslim untuk mengatur keturunan apabila didorong oleh alasan kuat. Hal yang masyhur digunakan pada zaman Rasulullah SAW untuk mengatur kelahiran adalah dengan Azl, yaitu mengeluarkan sperma di luar rahim ketika akan keluar sperma. Seperti dalam Hadiṡ Nabi yang artinya: “Kami pernah melakukan azl (yang ketika itu), Nabi mengetahuinya tetapi ia tidak melarang kami.” (HR. Muslim). Keharusan melakukan Azl karena khawatir terhadap keadaan perempuan yang sedang menyusui jika hamil atau melahirkan anak lagi.

Berdasarkan ajaran agama Islam, perencanaan terkait kelahiran harusnya bukan untuk membatasi jumlah anak atau menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, melainkan untuk merencanakan kelahiran dan mempersiapkannya dengan baik (Ajani, 2013). Meskipun demikian, dalam buku Fiqih Sunah, Sayyid Sabiq menjelaskan, dalam keadaan tertentu Islam tidak menghalangi pembatasan kelahiran melalui penggunaan obat pencegah kehamilan atau cara-cara lainnya. “Pembatasan kelahiran diperbolehkan bagi laki-laki yang mempunyai banyak anak dan tidak sanggup lagi menanggung biaya pendidikan anaknya dengan baik,” tambahnya. Demikian pula jika keadaan istri sudah lemah, mudah hamil, serta suaminya dalam kondisi miskin. Dalam keadaan semacam ini, menurut Sabiq, diperbolehkan membatasi kelahiran.

115

Sejumlah ulama menegaskan pembatasan kelahiran tidak sekadar diperbolehkan bahkan dianjurkan.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa keluarga berencana dalam Islam hukumnya mubah (diperbolehkan), yaitu tidak dihukumi apapun, tidak dianjurkan, dan tidak pula dilarang. Alasan kebolehan KB dari hadiṡ Nabi, yaitu: “Sesungguhnya lebih baik dari mu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan daripada meninggalkan mereka menjadi beban tanggungan orang banyak “(H.R. Bukhari, Muslim dari Sa’ad bin

Abi Waqas).

Hadis di atas berarti bahwa dalam suatu keluarga haruslah memiliki perencanaan dalam mengatur jumlah keluarganya tersebut. Dengan demikian, seluruh keluarga dapat lebih terjamin baik kasih sayang maupun materi. Hadis tersebut menekankan bahwa anggota keluarga yang meninggalkan keluarganya sebaiknya dalam keadaan berkecukupan sehingga mereka tidak menjadi beban orang lain.

Selanjutnya, dasar kebolehan KB dilaksanakan dalam Islam, yaitu berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Drs. Muhyiddin: “Adapun dasar dibolehkannya KB dalam Islam menurut dalil Aqli adalah karena pertimbangan kesejahteraan penduduk yang diidam-idamkan oleh

Bangsa dan Negara, sebab kalau pemerintah tidak melaksanakannya, maka keadaan rakyat dimasa mendatang dapat menderita. Oleh karena itu pemerintah menempuh suatu cara untuk mengatasi ledakan penduduk yang tidak seimbang dengan

116

Pertumbuhan Perekonomian Nasional, dengan keadaan KB kamu mencapai kemaslahatan seluruh rakyat”

Kontrasepsi Mantap

Kontrasepsi mantap yang dimaksud dalam program KB adalah sterilisasi. Sterilisasi adalah prosedur operasi yang ditujukan untuk memandulkan laki-laki atau perempuan secara permanen agar tidak menghasilkan keturunan (World Health Organization [WHO], 2015). Dengan demikian, sterilisasi berbeda dengan cara atau kontrasepsi lain yang umumnya hanya bertujuan untuk menghindari atau melarang kehamilan untuk sementara waktu. Sterilisasi yang termasuk dalam kontrasepsi mantap program keluarga berencana, yaitu vasektomi pada laki-laki dan tubektomi pada perempuan. Vasektomi adalah tindakan operasi ringan dengan cara mengikat dan memotong saluran sperma sehingga sperma tidak dapat lewat dan air mani tidak mengandung spermatozoa, dengan demikian tidak terjadi pembuahan. Dengan kata lain, vasektomi bertujuan untuk mencegah pembuahan dan kehamilan karena tertutupnya akses sperma menuju air mani. Operasi ini berlangsung kurang lebih 15 menit dan pasien tak perlu dirawat. Operasi dapat dilakukan di puskesmas maupun tempat pelayanan kesehatan dengan fasilitas dokter ahli bedah. Tindakan vasektomi murah dan ringan, sehingga dapat dilakukan dengan mudah di lapangan (Siswosudarmo, 2001). Vasektomi adalah metode kontrasepsi yang bersifat permanen, akan tetapi tidak memengaruhi kemampuan laki-laki dalam ejakulasi dan orgasme. Vasektomi tidak berpengaruh kepada

117

fungsi seksual pria. Penelitian Fitri, et al. (2013) pada 67 pria yang telah divasektomi menunjukkan bahwa kontrasepsi vasektomi tidak berpengaruh pada fungsi seksual pria. Disfungsi seksual pada pria yang melakukan vasektomi akan terjadi akibat penyakit penyerta, merokok, mengonsumsi alkohol dengan jangka waktu lama dan volume yang berlebihan, penggunaan narkoba, serta pria dengan tingkat stress yang cukup tinggi. Sementara itu, tubektomi adalah tindakan pemotongan dan pengikatan pada kedua saluran telur wanita sehingga mengakibatkan orang tersebut tidak bisa mendapatkan keturunan lagi (Mansjoer, 2001). Sama seperti vasektomi, tubektomi juga bersifat permanen. Perkembangan ilmu pengetahuan menyebutkan bahwa secara teori, seseorang yang pernah disterilisasi baik vasektomi maupun tubektomi dapat melakukan rekanalisasi. Rekanalisasi adalah penyambungan kembali saluran yang sebelumnya diputus, sehingga dapat membuka kembali peluang kelahiran dan memiliki anak secara biologis. Akan tetapi, para ahli kesehatan berpendapat bahwa harapan keberhasilan dari rekanalisasi akan sangat kecil untuk dapat sukses (Ramli et al., 2020).

Perkembangan Fatwa MUI Tentang Vasektomi dan Tubektomi

Pada dasarnya, MUI membolehkan adanya program keluarga berencana di Indonesia. Pada tahun 1979, Komisi Fatwa MUI telah memfatwakan bahwa vasektomi/tubektomi hukumnya haram. Fatwa tersebut menegaskan bahwa: (i) pemandulan dilarang

118

oleh agama; (ii) vasektomi/tubektomi adalah salah satu bentuk pemandulan; dan (iii) di Indonesia belum dapat dibuktikan bahwa vasektomi/tubektomi dapat disambung kembali. Pada tahun 1983, hasil Muzakarah Kependudukan, Kesehatan, dan Pembangunan menyebutkan bahwa pelaksanaan program KB hendaknya menggunakan cara kontrasepsi yang tidak dipaksakan, tidak bertentangan dengan hukum Islam, dan harus disepakati oleh pasangan suami-istri. Dengan kata lain, penggunaan alat kontrasepsi diperbolehkan sejauh tidak menyalahi aturan-aturan dalam agama Islam. MUI juga mengeluarkan fatwa terkait vasektomi/tubektomi, bahwa hukumnya haram kecuali jika dalam keadaan terpaksa yang sifatnya darurat. Pada tahun 2009, ijtima ulama memfatwakan bahwa vasektomi/tubektomi hukumnya haram dengan alasan: (i) karena vasektomi sebagai alat; (ii) kontrasepsi dilakukan dengan memotong; dan (iii) upaya rekanalisasi tidak menjamin pulihnya kesuburan. Rekanalisasi (penyambungan ulang) adalah upaya untuk mengembalikan saluran yang sebelumnya dipotong dalam metode vasektomi/tubektomi. Namun, pada tahun tersebut belum cukup bukti yang menunjukkan bahwa rekanalisasi dapat berlangsung baik dan mengembalikan fungsi reproduksi seperti semula. Seiring dengan perkembangan teknologi, dunia kedokteran menyebutkan bahwa vasektomi/tubektomi dapat dipulihkan kembali pada situasi semula. Menyambung saluran spermatozoa (vas deferen) dapat dilakukan oleh ahli urologi melalui operasi menggunakan mikroskop. Namun demikian, kemampuan untuk

119

dapat mempunyai anak kembali akan sangat menurun tergantung lamanya tindakan vasektomi. Pada tahun 2012, MUI kembali mengeluarkan fatwa terkait vasektomi/tubektomi. Hukum asal dari vasektomi/tubektomi tetap haram, namun diperbolehkan dengan kondisi dan syarat tertentu, antara lain (Majelis Ulama Indonesia [MUI], 2012): a. Untuk tujuan yang tidak menyalahi syari’at b. Tidak menimbulkan kemandulan permanen c. Ada jaminan dapat dilakukan rekanalisasi yang dapat mengembalikan fungsi reproduksi seperti semula d. Tidak menimbulkan bahaya (mudlarat) bagi yang bersangkutan, e. Tidak dimasukkan ke dalam program dan methode kontrasepsi mantap.

Kontrasepsi Mantap dalam Pandangan Islam

Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, kontrasepsi mantap dalam program KB mencakup vasektomi dan tubektomi. Cara pembatasan keturunan dengan sterilisasi permanen seperti vasektomi dan tubektomi pada dasarnya adalah haram dalam agama Islam, dan diperbolehkan dalam keadaan mendesak (darurat) saja. MUI dalam fatwanya menyatakan mengharamkan segala kontrasepsi yang bersifat kemandulan permanen. Kemandulan permanen atau tetap bertentangan dengan tujuan perkawinan, yaitu untuk memperoleh keturunan.

120

Tertuang dalam firman Allah SWT QS An-Nisa ayat 29: “…dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah SWT adalah Maha Penyayang kepadamu”.

Metode kontrasepsi dengan cara sterilisasi dan aborsi adalah dua hal yang tidak diperbolehkan dalam Islam (Wani & Anjum, 2019; Hanasir & Supardin, 2020). Metode kontrasepsi yang telah dipraktikkan sejak dahulu adalah ‘azl, dan ini diperbolehkan. Adapun metode kontrasepsi modern yang dapat diterima dan diperbolehkan secara hukum adalah metode tradisional mengggunakan kalender, metode temperatur, penggunaan kondom, suntik hormon, atau IUD. Salah satu alasan dilarangnya vasektomi dan tubektomi adalah karena bersifat pemandulan permanen yang mengakibatkan perubahan ciptaan Allah. Kembali pada pengertian vasektomi dan tubektomi yang adalah “mengikat dan memotong bagian tertentu agar tak terlewati sel sperma”. Memotong merupakan kegiatan menghilangkan bagian tubuh yang masih berfungsi baik. Hal tersebut sebagaimana dalam firman Allah SWT QS An-Nisa ayat 119:

“Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telingatelinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merubahnya". Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.”

121

Pada proses tubektomi dan vasektomi akan dilakukan tindakan operasi oleh tenaga medis, yang sudah pasti saat tindakannya mereka akan melihat aurat yang seharusnya tidak boleh dilihat oleh orang lain selain suami atau istri. Berdasarkan ajaran Islam, melihat aurat orang lain adalah tidak boleh, baik itu sesama wanita maupun sesama pria. “Rasulullah SAW bersabda, janganlah laki-laki melihat aurat laki-laki dan janganlah bersentuhan seorang laki-laki dengan laki-laki lain di bawah sehelai selimut, dan tidak pula seorang wanita dengan wanita lain di bawah satu kain (selimut)”. (HR Ahmad, Muslim, Abu Daud dan Tirmidzi).

Akan tetapi, jika dalam keadaan terpaksa atau darurat harus dialami oleh suami dan istri yang membutuhkan tenaga medis, tentu saja dalam Islam diperbolehkan. Nastangin (2019) mengungkapkan bahwa kondisi mendesak yang dimaksud yaitu untuk menghindari penurunan penyakit dari bapak/ibu terhadap anak keturunannya yang akan lahir, atau terancamnya jiwa si ibu bila ia mengandung atau melahirkan bayi, maka sterilisasi diperbolehkan. Para ahli fiqih menurut kaidah hukum Islam menyatakan: “Keadaan yang darurat (genting) membolehkan hal-hal yang terlarang”.

Praktik Kontrasepsi Mantap oleh Umat Muslim

Persentase pria yang menggunakan vasektomi sebagai kontrasepsi di Indonesia terbilang rendah. Hanya 0,3 persen pria di Indonesia yang memilih untuk melakukan vasektomi (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional [BKKBN],

122

2018). Hasil penelitian Widoyo, et al. (2011) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mendorong pria untuk melakukan tindakan vasektomi, di antaranya adalah tingkat pengetahuan, status ekonomi, peran petugas penyuluh KB, serta dukungan dari istri. Pengetahuan terhadap manfaat vasektomi mendorong seorang pria untuk melakukan vasektomi, terlebih jika didukung oleh istri. Pria (kepala keluarga) dalam keluarga dengan status ekonomi yang rendah akan lebih mudah untuk mengambil keputusan untuk menjalankan vasektomi. Mereka beranggapan bahwa memiliki banyak anak dalam status ekonomi keluarga yang masih redah akan menyebabkan kesulitan dalam mendapatkan kasih sayang, pendidikan, ketercukupan gizi, akses pada pelayanan kesehatan, serta memungkinkan terciptanya lingkungan dengan sanitasi yang kurang. Sementara itu, wanita yang memilih untuk melakukan tubektomi di Indonesia yaitu sebanyak 3,3% (BKKBN, 2018). Pada umumnya, metode kontrasepsi tubektomi lebih populer dibandingkan vasektomi. Masyarakat lebih mengenal kondom sebagai metode kontrasepsi yang biasa digunakan oleh pria. Banyak pria yang memutuskan vasektomi dengan alasan merasa perlu mengalah kepada istri yang telah menggunakan berbagai macam metode kontrasepsi lain seperti pil, implan, atau IUD. Persentase vasektomi dan tubektomi yang terbilang rendah salah satunya dipengaruhi oleh pemahaman terkait nilai-nilai keagamaan. World Health Organization [WHO] (2014) menyebutkan bahwa kondisi budaya dan nilai-nilai agama yang

123

menentang praktik sterilisasi menjadi salah satu faktor penyebab kurang diminatinya vasektomi dan tubektomi. Hal ini sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Shaikh, et al. (2013), yang menyebutkan bahwa salah satu faktor terkuat yang memengaruhi program keluarga berencana di negara-negara muslim adalah peran pemuka agama serta nilai-nilai keislaman yang ada. Masih ada penolakan terhadap program kontrasepsi mantap yang terjadi di Indonesia. Terdapat perbedaan pandangan terhadap hukum Islam dan anggapan bahwa tubektomi dan vasektomi merupakan aktifitas pemandulan. Sementara itu, di sisi lain adanya perkembangan fatwa terbaru dari MUI juga tidak berpengaruh terhadap peningkatan kesertaan KB pria di Jawa Tengah. Keadaan tersebut dipegaruhi karena belum tersosialisasikan perkembangan fatwa tersebut kepada masyarakat (Muhyiddin, 2014). Perlu dilakukan sedikit inovasi dalam pemberian materi komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) kepada tokoh agama dan masyarakat, yang disesuaikan dengan perspektif islam. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Suhenda dan Hutasoit (2020), diketahui bahwa rendahnya keterlibatan kontrasepsi mantap dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu rendahnya komitmen pemangku kebijakan terhadap program KB, sumber daya pengelola KB ditingkat lini lapangan yang kurang baik dari segi kuantitas dan kualitas, sikap pengelola KB yang kurang mendukung, dan faktor sosial dan budaya yang masih menganut paham “banyak anak banyak rejeki”. Penelitian Salma, et al. (2019) menunjukkan bahwa 93,4 persen perempuan muslim di Amerika percaya Islam membolehkan

124

semua bentuk kontrasepsi apabila sifatnya tidak permanen. Sebanyak 35 persen meyakini bahwa vasektomi dan tubektomi dilarang dalam agama Islam. Sementara itu, di sisi lain sebuah penelitian di Malaysia terhadap mahasiswa kedokteran yang mayoritas (92,4%) muslim menemukan bahwa penerimaan mereka terhadap vasektomi dan tubektomi terbilang baik. Mereka percaya bahwa sterilisasi dapat dilakukan pada kondisi-kondisi tertentu meskipun pada asalnya diharamkan dalam agama (Mar et al., 2019). Pada praktiknya, baik vasektomi maupun tubektomi dalam program keluarga berencana tidak bisa dilakukan tanpa terpenuhinya syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat bagi seorang pria untuk melakukan vasektomi antara lain: 1) Harus dilakukan secara sukarela; 2) Harus mendapat persetujuan istri; 3) Memiliki Jumlah anak yang cukup minimal dua orang, dan anak paling kecil harus sudah berumur diatas dua tahun; 4) Mengetahui akibat tindakan vasektomi; 5) Memiliki umur yang tidak kurang dari 30 tahun; dan 6) Memiliki istri dengan umur yang tidak kurang dari 20 tahun dan tidak lebih dari 45 tahun.

Simpulan

Islam membenarkan program KB, bahkan dihukumi wajib merencanakan untuk memiliki keluarga sejahtera. Konsep perencanaan dimaksud adalah bukan pembatasan terhadap jumlah anggota keluarga. Seiring dengan perkembangan teknologi khususnya dalam bidang kedokteran saat ini, diketahui bahwa dalam praktik kontrasepsi mantap telah dikenal adanya proses

125

rekanalisasi. Berdasarkan fatwa ulama terakhir tahun 2012, asal hukum praktik kontrasepsi mantap adalah haram. Namun demikian, dalam kondisi dan syarat tertentu diperbolehkan. Angka kesertaan terhadap kontrasepsi mantap baik vasektomi maupun tubektomi terbilang rendah di Indonesia. Keadaan tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya yaitu nilai budaya dan agama, sosial ekonomi, peran penyuluh KB, serta kurangnya keterlibatan tokoh agama dan masyarakat dalam sosialisasi program.

Rekomendasi

Pemerintah dalam hal ini BKKBN harus terbuka pada fatwa hukum Islam khususnya terkait kontrasepsi mantap, terutama dalam perjalanannya ke depan terkait program KB. Perlu juga adaptasi metode advokasi dan KIE dalam perspektif Islam yang dikuasai oleh seluruh pengelola program KB. Selanjutnya, untuk memperkuat alasan secara ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan, diperlukan penelitian dan pengembangan lain terkait keberhasilan metode rekanalisasi pada akseptor kontrasepsi mantap.

Daftar Pustaka

Ajani, S. T. (2013). Islamic Perspectives on Birth Control.

American International Journal of Contemporary Research, 3(1), 117–127. www.aijcrnet.com Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional [BKKBN]. (2018). Survei Kinerja dan Program KKBPK (Modul Keluarga). Badan Kependudukan dan Keluarga

126

Berencana Nasional.

Badan Pusat Statistik [BPS]. (2021). Rilis Bersama Hasil Sensus

Penduduk 2020 (SP2020). https://jabar.bps.go.id/news/2021/01/21/317/rilis-bersamahasil-sensus-penduduk-2020--sp2020-.html Fitri, M., Wantouw, B., & Tendean, L. (2013). Pengaruh Vasektomi

Terhadap Fungsi Seksual Pria. Jurnal E-Biomedik, 1(1), 496–502. https://doi.org/10.35790/ebm.1.1.2013.4589 Hanasir, M. N., & Supardin. (2020). Penggunaan Kontrasepsi

Vasektomi dalam Pandangan Hukum Islam. Qadauna: Jurnal

Ilmiah Mahasiswa Hukum Keluarga Islam, 1, 60–71. Majelis Ulama Indonesia [MUI]. (2012). Himpunan Keputusan

Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV Tahun 2012.

Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran 1. In Buku

Kedokteran. EGC.

Mar, S., Ali, O., Sandheep, S., Husayni, Z., & Zuhri, M. (2019).

Attitudes towards vasectomy and its acceptance as a method of contraception among clinical-year medical students in a malaysian private medical college. Singapore Medical Journal, 60(2), 97–103. https://doi.org/10.11622/smedj.2018065 Muhyiddin, M. (2014). Fatwa MUI Tentang Vasektomi: Tanggapan

Ulama dan Dampaknya terhadap Peningkatan Medis Operasi

Pria (MOP). Al-Ahkam, 24(1), 69. https://doi.org/10.21580/ahkam.2014.24.1.134 Nastangin, N. (2019). Vasektomi Dan Tubektomi Perspektif

Maqasid Al-Syari’Ah. Journal of Islamic Family Law, 3(1), 53–67. https://doi.org/10.30762/mh.v3i1.1325 Ramli, R., Ainun, B. N., Fidmatan, M., Israyani, & Jusriyani. (2020). Sterilization Study: Vasektomy and Tubektomi.

Journal La Medihealtico, 01(01), 8–12. Salma, A. S., Joseph, Y. A., Xandre, P., & Nelson, A. L. (2019).

Contraceptive Beliefs and Practices of American Muslim

127

Women. Journal of Women’s Health, 28(7). https://doi.org/10.1089/jwh.2018.7500 Shaikh, B. T., Azmat, S. K., & Mazhar, A. (2013). Family planning and contraception in Islamic countries: a critical review of the literature. The Journal of the Pakistan Medical Association, 63(4 Suppl 3), S67-72. Siswosudarmo. (2001). Teknologi Kontrasepsi. Gadjah Mada

University Press. Suhenda, D., & Hutasoit, E. F. (2020). The Implementation of

Enhancing Male Participation on Family Planning Policy in

Bandung Barat Regency. Journal of Indonesian Health Policy and Administration, 5(1), 20–27. https://journal.fkm.ui.ac.id/ihpa/article/view/3138 Wani, B. A., & Anjum, R. (2019). Islamic Perspective on Birth

Control : Issues and Prospectus. Journal for Islamic Studies, 2(1), 200–208. https://doi.org/10.5281/zenodo.3554193 Widoyo, R., Suryati, & Markolinda, Y. (2011). Faktor yang

Mempengaruhi Pemilihan Vasektomi Sebagai Metode KB Pria

Di Kecamatan Luhak Nan Duo Kabupaten Pasaman Barat. In

Jurnal Kesehatan Masyarakat. Universitas Andalas. World Health Organization [WHO]. (2014). Contraception fact sheet. Human Reproduction Programe. World Health

Organization. http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/112319/1/WHO_RHR _14.07_eng.pdf%0Ahttp://apps.who.int/iris/bitstream/10665/1 12319/1/WHO_RHR_14.07_eng.pdf?ua=1 World Health Organization [WHO]. (2015). Medical eligibility criteria for contraceptive use (5th ed.). World Health

Organization.

128

This article is from: