
22 minute read
BAB I Refleksi Analisis Kebutuhan Diklat Program Bangga Kencana
1BAB I
Refleksi Analisis Kebutuhan Diklat Program Bangga Kencana
Advertisement
Gina Zulfah Nur Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Barat
Abstrak
Analisis Kebutuhan Diklat (AKD) merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh Bidang Pelatihan dan Pengembangan (Latbang) sebagai siklus penjaminan mutu Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Barat. Pelanggan yang beragam dan luasnya wilayah kerja menjadi tantangan bagi bidang Latbang untuk mengidentifikasi dan mendiferensiasi kebutuhan pengembangan kompetensi dari para pelanggannya yaitu Sumber Daya Manusia (SDM) internal dan pihak eksternal yaitu para mitra kerja. Dari laporan AKD 2018-2020 ditemui indikasi bahwa pelatihan yang diselenggarakan oleh Latbang belum mampu menjawab kebutuhan pelatihan sesungguhnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa AKD yang seharusnya dapat menjawab kebutuhan pelatihan itu tidak berjalan efektif. Strategi penulisan yang digunakan dalam artikel ini yaitu telaah laporan AKD 2018-2020 berdasarkan tiga fase AKD yang dikemukakan oleh Barbazette yaitu fase pengumpulan informasi, mengolah informasi/analisis data, dan penyusunan rencana pelatihan. Hasil yang didapatkan yaitu: (1) metode pengumpulan informasi pada AKD 2018-2020 dilakukan secara formal melalui kuesioner, Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara; (2) tipe analisis data yang dilakukan beragam meliputi performance/gap analysis dan contextual analysis; (3) belum tersedia penyusunan rencana pelatihan secara mendetail pada laporan AKD 2018-2020. AKD yang dilakukan oleh bidang Latbang pada kurun waktu 2018-2020 belum dapat dikatakan berjalan secara optimal. Penetapan rujukan standar laporan AKD,
2
kesepakatan tipe analisis yang dilakukan dalam AKD, koordinasi dengan unit kerja terkait, penjajagan dokumen lain sebagai dasar pengembangan kompetensi, penjajagan pengembangan kompetensi non-pelatihan, dan evaluasi menyeluruh proses perencanaan diklat instansi merupakan sejumlah rekomendasi yang diajukan berdasarkan hasil refleksi terhadap dokumen laporan AKD 20182020.
Pendahuluan
Plan-Do-Check-Act, merupakan sebuah metode manajemen kualitas yang luas dikenal dan digunakan pada beragam organisasi. Pada prinsipnya metode tersebut juga digunakan dalam lembaga diklat yang disebut dengan siklus diklat. Pada siklus diklat, yang setara dengan fase plan dikenal dengan analisis kebutuhan diklat. Analisis Kebutuhan Diklat (AKD) merupakan kegiatan siklus tahunan yang dilaksanakan oleh Bidang Latbang sebagai unit kerja Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Barat yang menjalankan tugas melaksanakan pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan. Idealnya AKD menjadi dasar perencanaan kegiatan diklat yang akan diselenggarakan. Hasil dari AKD tidak terbatas pada rekomendasi kebutuhan pelatihan, bisa jadi berupa pengembangan yang sifatnya bukan pelatihan (Barbazete, 2006). Di samping itu, AKD juga dapat dipandang sebagai dasar pengembangan kompetensi aparatur yang diselenggarakan oleh instansi pemerintahan (Sultoni, 2020).
3
Bidang Latbang memiliki pelanggan yang beragam dalam melaksanakan fungsi terkait pelatihan. Pelanggan internal yang terdiri dari para pegawai yang bekerja sebagai service center maupun, para Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) sebagai mission center yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota Jawa Barat. Selain memberikan layanan pelatihan terhadap pegawai internal BKKBN, Bidang Latbang juga memberikan layanan pelatihan kepada pihak eksternal yang dikenal dengan sebutan mitra kerja. Mitra kerja tersebut antara lain tokoh agama, tokoh masyarakat, dan Organisasi Perangkat Daerah Keluarga Berencana (OPD KB) Se-Jawa Barat. Mengingat keberagaman ini, pelaksanaan AKD menjadi tantangan tersendiri bagi Bidang Latbang untuk dapat mengidentifikasi kebutuhan pelatihan yang tepat sesuai dengan kebutuhan masing-masing pelanggan. Luasnya wilayah kerja juga perlu dipertimbangkan secara matang, agar target sasaran AKD dapat menjadi representasi yang valid dan terpercaya. Luasnya wilayah kerja ini juga berimplikasi terhadap jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) yang perlu dijajaki kebutuhannya tidak sebanding dengan jumlah SDM dan sumber daya lainnya dalam pelaksanaan AKD. Dengan demikian perlu dicari strategi agar dengan segala keterbatasan yang ada dapat menghasilkan AKD yang berkualitas dan juga tepat guna dalam pengembangan kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN). Dalam sejumlah laporan AKD yang dilaksanakan oleh Bidang Latbang, dikemukakan indikasi bahwa proses AKD yang dilaksanakan belum optimal. Pertama, terdapat tendensi bahwa
4
kegiatan diklat yang dilaksanakan belum mampu menjawab kebutuhan diklat yang sesungguhnya (Sekarpuri, 2019). Kedua, proses AKD 2014-2017 tidak dilakukan secara konsisten dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dalam merancang proses pelatihan model ADDIE yaitu analyze, design, develop, implement (Sukmawardhani, 2020). Selain itu, penulis juga menemui ketidakkonsistenan sistematika dalam laporan AKD pada periode 2018-2020. Meskipun banyak sistematika yang dapat digunakan dalam menyusun laporan, laporan AKD idealnya mengacu pada sistematika yang berisi pendahuluan, gambaran lokus AKP, hasil analisis data, serta kesimpulan dan rekomendasi (Rahmat, 2016). Berdasarkan paparan di atas, penulis menilai perlu dilakukan refleksi kembali pada kegiatan AKD yang dilakukan pada rentang 2018-2020. Bagaimana proses AKD yang dilakukan pada tahun 2018-2020? Adakah hal-hal lain yang masih perlu dioptimalkan sehingga AKD mampu menjawab rencana kebutuhan pengembangan kompetensi SDM yang ada di Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat? Strategi apa yang dapat dilakukan pada AKD di tahun mendatang?
Strategi Penulisan
Secara singkat ada empat langkah yang dilakukan dalam menulis artikel ini. Pertama, penulis mengumpulkan laporan AKD yang dilaksanakan oleh Bidang Latbang pada kurun waktu 2018 –2020 yaitu laporan Moeis (2018), Sekapuri (2019) dan Sukmawardhani (2020). Kedua, masing-masing hasil laporan AKD
5
tersebut dideskripsikan secara singkat sesuai dengan tahap pelaksanaan AKD. Ketiga, laporan dibandingkan dari sisi tahap pelaksanaan AKD yaitu pengumpulan informasi, analisis data dan rencana pelatihan yang dikemukakan oleh Barbazette (2006). Pembahasan dilakukan secara berurutan mulai dari laporan terdahulu hingga yang terkini. Terakhir, penulis menyusun rekomendasi yang dapat dilakukan sebagai upaya menjawab permasalahan yang ditemui pada saat pelaksanaan AKD maupun sebagai upaya untuk mengoptimalkan hasil AKD yang dilakukan oleh Bidang Latbang Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat.
Hasil
Pada bagian ini ini akan dipaparkan gambaran singkat laporan AKD Bidang Latbang periode 2018-2020. Secara garis besar ada tiga poin utama yang dipaparkan yaitu pengumpulan informasi, analisis data dan rencana pelatihan.
Laporan AKD 2018 (Moeis, 2018)
Pengumpulan informasi pada AKD 2018 dilakukan melalui kuesioner dan FGD. Pada kuesioner yang digunakan, responden diminta menuliskan skor (mulai dari 1-9) yang menggambarkan tingkat kemampuan yang dimiliki oleh responden pada mata pelatihan tertentu. Semakin tinggi skor yang diberikan menggambarkan bahwa responden memiliki kemampuan yang baik. Sebaliknya semakin kecil skor yang diberikan berarti responden
6
belum memiliki kemampuan yang dimaksud pada item dalam kuesioner tersebut.
Pada proses FGD, responden dibagi menjadi tiga kelompok, Masing-masing kelompok FGD, dipimpin oleh seorang fasilitator dan proses FGD dicatat oleh notulis. Pertanyaan yang diajukan dalam FGD yaitu seputar materi pelatihan apa yang diperlukan, saran dan masukan bagi penyelenggaraan pelatihan yang akan datang.
Responden sasaran AKD 2018 meliputi PKB, Tenaga Penggerak Desa (TPD) dan pejabat struktural OPD KB yang berasal dari 4 Kab/Kota (Kabupaten Sumedang, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung, Kabupaten Purwakarta). Data yang diperoleh dari kuesioner dilakukan performance/gap analysis. Secara spesifik, performance/gap analysis yang dilakukan berupa mengidentifikasi kesenjangan skor tingkat kemampuan yang dimiliki dengan skor tingkat kemampuan yang diperlukan pada indikator mata pelatihan. Di sisi lain, data yang diperoleh dari FGD, tidak terlihat dilakukan pengolahan data secara khusus. Dalam laporan hanya ditemui notula FGD. Rencana pelatihan yang disusun dalam laporan AKD 2018 meliputi inventarisasi berbagai metode pelatihan, materi pelatihan, media, dan sasaran peserta pelatihan. Meskipun demikian, belum terlihat secara spesifik sasaran peserta pelatihan yang mana yang direkomendasikan diberikan materi pelatihan tertentu, serta melalui metode dan media apa. Di bawah ini disajikan sejumlah materi
7
pelatihan yang direkomendasikan sebagai kebutuhan pada AKD 2018.
Tabel 1.1 Materi Pelatihan yang Dibutuhkan pada AKD 2020
No. Materi Pelatihan
1 Koordinasi kemitraan Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) 2 Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dan pergerakan. 3 Mengembangkan media advokasi, KIE dan konseling 4 Menginisiasi dan pembentukan bina-bina 5 Melaksanakan pembinaan kelompok 6 Manajerial dan wawasan kebangsaan 7 Karya Tulis Ilmiah (KTI) 8 Public Speaking
Laporan AKD 2019 (Sekarpuri, 2019)
Metode pengumpulan informasi yang digunakan pada AKD 2019 yaitu kuesioner online dan FGD. Kuesioner online memanfaatkan google form yang disebar pada responden. Sedangkan FGD dilakukan pada sebagian responden dan dilakukan dalam dua kali sesi.
Sasaran responden AKD 2019 ada dua kategori yaitu responden manajerial (18 responden) dan responden pelaksana lapangan KKBPK (34 responden). Responden manajerial meliputi pejabat struktural di BKKBN Jawa Barat, Balai Diklat Garut, Cirebon & Bogor, serta OPD KB di Jawa Barat. Sedangkan responden pelaksana lapangan terdiri dari PKB, pengurus kampung KB, dan Kader. Dari sejumah pelatihan yang pernah dilaksanakan di tahun 2018, sebanyak 58,8% responden menyatakan bahwa Pelatihan
8
Pengelolaan KKBPK sangat diperlukan, baik bagi responden manajerial maupun responden pelaksana lapangan. Pelatihan lain yang dinilai sangat diperlukan oleh mayoritas (55,9%) responden adalah pelatihan Kampung KB. Pelatihan Kampung KB dinilai dapat memperlancar pelaksanaan tugas oleh para responden. Selain pelatihan yang telah dilaksanakan pada tahun 2018, para responden juga memberikan usulan terkait pelatihan yang belum pernah dilaksanakan. Ada sejumlah pelatihan baru yang diusulkan seperti yang disebutkan pada tabel berikut ini.
Tabel 1.2 Jenis Pelatihan Baru yang diusulkan pada AKD 2019
No. Jenis Pelatihan
1 Pelatihan Kampung KB bagi TPD 2 Pelatihan Tribina secara spesifik 3 Pelatihan Penyusunan dan Pengembangan Media KIE 4 Advokasi Kampung KB untuk tokoh internah dan eksternal berdasarkan UU/Perda/dasar hukum 5 Pembuatan KTI 6 Pelatihan Kampung KB Lintas Sektor 7 Pelatihan Pengelolaan Kampung KB yang menghadirkan peserta kepala desa, PKB dan ketua kampung KB 8 Perencanaan program, marketing program dan teknik negosiasi 9 Pelatihan KIE/Advokasi bagi TPD 10 Pelatihan yang menghadirkan bersamaan antara PKB dan Kepala Desa terkait KKBPK 11 Pelatihan KIE/Advokasi kepada pemangku jabatan 12 Pelatihan Kampung KB pengelola bersama dengan pemerintahan Desa 13 Pelatihan Information Technology (IT) lanjutan untuk pengelola program KB 14 Pelatihan gizi 15 Pelatihan cara penyusunan Daftar Usulan Penilaian dan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 16 Pelatihan Pembuatan KTI
9
Peserta AKD juga diminta memberikan saran dan masukan terhadap penyelenggara pelatihan yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang. Metode pelatihan yang paling banyak dipilih oleh peserta adalah sistem gabungan (tiga hari kelas dan dua hari praktik lapangan) yaitu sebanyak 64,7%. Preferensi terbesar kedua yaitu metode praktik lapangan atau di luar ruangan sebanyak 20,6%. Untuk durasi pelatihan, 44,1% responden menyatakan 5 hari sebagai durasi pelatihan yang ideal. Secara singkat, informasi atau data yang tergali melaui kuesioner online pada AKD 2019 meliputi karakteristik responden, usulan pelatihan yang dibutuhkan, dan saran masukan penyelenggaraan pelatihan. Analisis data yang dilakukan berupa contextual analysis. Secara operasional, responden diminta memberikan rating pada berbagai jenis pelatihan yang telah dilakukan pada tahun 2018 mulai dari tidak diperlukan hingga sangat diperlukan. Di samping itu responden juga diminta memilih metode pelatihan yang disukai dan durasi pelatihan yang pernah dilaksanakan sebelumnya. Senada dengan data yang diperoleh dari kuesioner, dilakukan contextual analysis terhadap data FGD. Data yang diperoleh melalui FGD diolah menjadi rangkuman usulan materi pelatihan yang diperlukan bagi pengelola program KKBPK dari dua perspektif, yaitu perspektif tenaga manajerial dan perspektif tenaga lapangan program KKBPK. Selain materi pelatihan, diperoleh juga usulan metode pelatihan, kendala yang dihadapi peserta, kondisi seperti apa yang dibutuhkan agar pembelajaran selama pelatihan
10
optimal dan saran pengembangan terhadap penyelenggaraan pelatihan. Berdasarkan analisis data yang dilakukan, dalam rencana pelatihan yang disusun pada AKD 2019 meliputi informasi mengenai jenis pelatihan yang diperlukan, metode, durasi pelatihan yang diperlukan, dan kondisi yang diperlukan agar pembelajaran berjalan optimal.
Laporan AKD 2020 (Sukmawardhani, 2020)
Pengumpulan informasi pada AKD 2020 dilakukan dengan cara wawancara dan studi dokumentasi. AKD 2020 menyasar kepada dua puluh (20) orang PKB Penyelia yang bertugas di Kabupaten Sumedang. Analisis data yang dilakukan pada AKD 2020 yaitu performance/gap analysis. Data yang diperoleh dari hasil wawancara selanjutnya diberi skor 1 sampai dengan 3. Skor 1 berarti responden menunjukan kompetensi yang cukup, skor 2 berarti responden menunjukan kompetensi yang baik, dan skor 3 berarti responden menunjukan kompetensi yang sangat baik. Skor ini kemudian dibandingkan dengan nilai standar kompetensi PKB Penyelia sehingga diperoleh nilai kesenjangan. Nilai kesenjangan yang diperoleh dikategorisasikan kembali menjadi tiga yaitu kesenjangan tinggi, kesenjangan sedang, dan kesenjangan rendah. Masing-masing kategori kesenjangan akan mendapatkan intervensi yang berbeda mulai dari intervensi kedilatan off the job training untuk kesenjangan tinggi, intervensi
11
kedilatan on the job training untuk kesenjangan sedang dan intervensi yang sifatnya pembinaan pegawai untuk kategori kesenjangan rendah. Adapun hasil penilaian pengukuran kompetensi responden terangkum dalam tabel di bawah ini.
Tabel 1.3 Hasil Pengukuran Kompetensi PKB Penyelia dalam AKD 2020
No. Kompetensi
Nilai Kesenjangan Interpretasi
1 Melakukan Pendataan Keluarga 0,90 Rendah 2 Menyusun Peta Keluarga 1,20 Sedang 3 Menyebarluaskan Hasil
Pendataan Keluarga 0,69 Rendah 4 Menyusun Materi KIE,
Konseling dan Advokasi 1,30 Sedang 5 Menyiapkan Alat dan Bahan untuk Pengembangan Media
Advokasi, KIE dan Konseling 1,65 Tinggi 6 Mengembangkan Media
Advokasi, KIE dan Konseling 1,73 Tinggi 7 Melaksanakan Konseling KB 0,75 Rendah 8 Menyiapkan bahan inisiasi dan fasilitasi pembentukan Bina-Bina (BKB, BKR, BKL, PIK-R/M,
UPPKS) 0,69 Rendah 9 Menginisiasi dan memfasilitasi pembentukan Bina-Bina (BKB,
BKR, BKL, PIK-R/M, UPPKS) 1,03 Sedang 10 Pengorganisasian dan
Pengelolaan Kelompok Kegiatan
Bina-Bina 1,41 Sedang 11 Pencatatan dan Pelaporan
Kelompok Kegiatan 1,02 Rendah 12 Menyiapkan Materi Kelompok
Kegiatan Bina-Bina 1,50 Tinggi 13 Menyiapkan Instrumen dan
Evaluasi Program KKBPK 1,11 Sedang 14 Menyusun Materi Evaluasi
Program KKBPK 1,56 Tinggi
12
No. Kompetensi Nilai Kesenjangan Interpretasi
15 Menyiapkan Raker/Rakor
Program KKBPK 1,08 Rendah
Dari kategori nilai kesenjangan kompetensi PKB Penyelia pada tabel 1.3 di atas, selanjutnya diidentifikasi intervensi kebutuhan jenis pelatihan (off the job training) pada kompetensi yang termasuk kesenjangan tinggi. Rekomendasi pelatihan teknis yang diperlukan bagi PKB Penyelia yang menjadi responden adalah sebagai berikut.
Tabel 1.4 Jenis Intervensi berbentuk Pelatihan Bagi Responden AKD 2020
No. Kompetensi
1 Menyiapkan Alat dan Bahan untuk Pengembangan Media Advokasi, KIE dan Konseling 2 Mengembangkan Media Advokasi, KIE dan Konseling 3 Menyiapkan Materi Kelompok Kegiatan Bina-Bina 4 Menyusun Materi Evaluasi Program KKBPK
Jenis Diklat
Diklat Pengembangan Media KIE
Diklat Pengembangan Media KIE Diklat Penguatan Ketahanan Keluarga Diklat Demografi dan Kependudukan
Dari sisi rencana pelatihan, pada AKD 2020 target sasaran peserta pelatihan telah teridentifikasi secara spesifik yaitu PKB Penyelia. Selain itu kompetensi apa yang perlu ditingkatkan dan melalui jenis pelatihan apa telah secara rinci disebutkan. Berdasarkan hasil AKD 2018-2020 di atas, penulis merangkum tiga fase proses AKD (tabel 1.5). Secara umum dapat dikatakan bahwa pengumpulan informasi dilakukan dengan cara
13
formal, diantaranya kuesioner, FGD dan wawancara. Jenis analisis data yang dilakukan cukup beragam yaitu performance gap dan contextual analysis. Terakhir pada fase rencana pelatihan, semua laporan AKD menunjukan rencana pelatihan yang disusun menyertakan jenis diklat yang diperlukan oleh responden target AKD. Pada laporan AKD 2018 dan 2019, selain jenis diklat, masukan terkait teknis pelaksanaan pelatihan juga dituliskan. Di sisi lain, pada laporan AKD 2020 materi diklat pada setiap jenis diklat yang dinilai diperlukan turut diusulkan.
Tabel 1.5 Perbandingan Tiga Fase AKD pada tahun 2018-2020
Fase AKD 2018 2019 2020
Pengumpulkan informasi Kuesioner dan FGD Kuesioner online dan FGD Wawancara dan studi kepustakaan
Analisis data Performance/gap analysis
Rencana pelatihan Jenis pelatihan yang dinilai diperlukan berdasarkan pelatihan sebelumnya yang pernah dilaksanakan, rekomendasi teknis pelaksanaan pelatihan Jenis pelatihan yang dinilai diperlukan berdasarkan pelatihan sebelumnya yang pernah dilaksanakan, rekomendasi teknis pelaksanaan pelatihan Jenis diklat dan materi diklat
Contextual analysis Performance/gap analysis
14
Pembahasan
Need assessment atau penjajagan kebutuhan adalah proses mengumpulkan informasi mengenai kebutuhan organisasi baik yang diekspresikan maupun tersirat yang dapat dipenuhi dengan melaksanakan pelatihan (Barbazete, 2006). Istilah AKD dalam lembaga pelatihan lebih sering digunakan dibandingkan need assessment. AKD terdiri dari tiga fase, yaitu mengumpulkan informasi, menganalisis informasi, dan terakhir menyusun rencana pelatihan (Barbazete, 2006). Pada bagian selanjutnya penulis akan menyajikan perbandingan tiga fase AKD yang dilakukan pada tahun 2018 -2020.
Fase Mengumpulkan Informasi
Fase mengumpulkan informasi dapat berupa proses pengumpulan informasi yang telah ada atau membangun informasi yang baru, dilakukan secara formal maupun informal (Barbazete, 2006). Pengumpulan informasi informal biasanya dilakukan melalui secara verbal melalui sebuah percakapan, sedangkan pengumpulan informasi formal dilakukan melalui survei tertulis, wawancara terhadap para pemangku kepentingan, dan metode terstruktur lainnya (Barbazete, 2006). Pada AKD 2018-2020, informasi yang dikumpulkan semuanya menggunakan informasi yang baru, artinya informasi tersebut didapatkan langsung dari responden/pegawai. Selain itu cara pengumpulan yang dilakukan semuanya secara formal melalui kuesioner, FGD, dan wawancara. Pengumpulan informasi secara formal ini memiliki kekuatan tersendiri karena
15
berdasarkan fakta yang tervalidasi bukan asumsi belaka (Cy Charney & Conway, 2005). Kuesioner atau survei tertulis merupakan salah satu pengambilan data formal yang dapat digunakan dalam AKD (Barbazete, 2006). Survei memiliki kekuatan sebagai alat pengambil data yaitu memungkinkan pengambilan data dengan jumlah responden yang besar (Mertens, 2010). Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penggunaan kuesioner/survei adalah validitas informasi yang dihasilkan tergantung pada kejujuran responden (Mertens, 2010). Elemen terpenting dari perancangan kuesioner adalah kejelasan tujuan kuesioner dan tujuan tersebut sangat terkait erat dengan fokus penelitian (Lowe, 2007). Dalam konteks AKD, kejelasan tujuan kuesioner terkait dengan fokus AKD yang ingin digarap. Kuesioner pada AKD 2018, kuesioner yang disusun dimaksudkan untuk mengidentifikasi tingkat kemampuan saat ini dari para responden dan tingkat kemampuan yang diperlukan dalam menjalankan pekerjaan/tugas. Secara spesifik bentuk pertanyaan yang digunakan merupakan rating scale. Rancangan tersebut dinilai sudah tepat karena rating scale berguna untuk mengidentifikasi pengetahuan, intensitas pendapat atau nilai yang dipegang oleh para responden (Barbazete, 2006). Kuesioner online yang dirancang pada AKD 2019 esensinya serupa dengan Training Departemen’s Annual Review Questionaire. Training Departemen’s Annual Review Questionaire ini dapat mengungkap seberapa baik pelatihan yang telah
16
dilaksanakan sebelumnya, pelatihan tambahan yang bisa jadi dibutuhkan, dan tuntutan dari pegawai terkait pelatihan yang diproyeksigan bagi pelatihan yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat (McConnel, 2003). Rancangan kuesioner seperti ini sudah sesuai dengan tujuan khusus yang disebutkan dalam laporan AKD 2019 yaitu untuk mengetahui tanggapan terhadap diklat terdahulu, masukan jenis diklat yang dibutuhkan dan masukan penyelenggaraan diklat. Metode FGD nampak familiar bagi bidang Latbang, hal ini terlihat dari penggunaan FGD pada AKD tahun 2018 dan 2019. FGD dapat digambarkan sebagai diskusi interaktif antara peserta/partisipan dalam suatu kelompok, dipimpin oleh moderator terlatih dan berfokus pada satu set isu spesifik (Hennink, 2005). Meskipun nampak familiar, ada hal yang luput dalam proses FGD pada AKD 2018. Penulis tidak menemukan lampiran panduan pelaksanaan FGD sehingga kurang mendapatkan gambaran proses FGD yang dilakukan seperti apa. Pertanyaan apa saja yang diajukan oleh moderator pada pelaksanaan FGD juga kurang tergambar, meskipun pada laporan tersebut telah melampirkan notula FGD yang dilakukan pada masing-masing kelompok. Salah satu yang perlu diperhatikan dalam FGD adalah komposisi peserta dalam sebuah kelompok. Peserta yang memiliki kedekatan atau saling mengenal baik umumnya akan saling mendukung atau enggan berbeda pendapat sehingga akan mempengaruhi data (Audifax, 2015). Komposisi peserta FGD pada AKD 2018 dinilai telah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
17
yaitu mengidentifikasi jenis pelatihan dan metode yang beragam dengan menggabungkan peserta dari jabatan yang berbeda. Lain lagi dengan komposisi peserta FGD pada AKD 2019. Pengelompokan peserta FGD berdasarkan pada kelompok jabatan manajerial dan kelompok jabatan lapangan sehingga data yang diperoleh menggambarkan narasi kolektif dari masing-masing kelompok. Wawancara digunakan sebagai pengumpul informasi pada AKD 2020. Wawancara dapat digambarkan sebagai percakapan antara peneliti dengan responden, dengan maksud untuk mencapai informasi tertentu dari responden (Lowe, 2007). Dalam konteks AKD, yang dimaksud dengan peneliti dalam definisi tersebut tentunya tim pelaksana AKD.
Fase Analisis Data
Pada fase analisis data, hal yang dilakukan adalah analisis data, interpretasi dan menarik kesimpulan (Barbazete, 2006). Terdapat enam jenis analisis data yang dapat dilakukan dalam AKD yaitu performance/gap analysis, feasibility analysis, needs versus wants analysis, goal analysis, job/task analysis, target population analysis, dan contextual analysis (Barbazete, 2006). Dalam suatu AKD, bisa jadi analisis yang dilakukan hanya satu jenis atau perpaduan beberapa jenis analisis. Pada laporan AKD 2018, terlihat upaya identifikasi kesenjangan kemampuan dari peserta AKD yang dilakukan dengan self-assessment. Peserta diminta menilai tingkat kemampuan yang
18
dimiliki pada diklat-diklat tertentu dan diminta pula menilai tingkat kemampuan yang sebenarnya diperlukan pada diklat-diklat tersebut. Penetapan kesenjangan kompetensi yang dilakukan mengacu pada kategorisasi skor tingkat kemampuan yang disusun oleh tim AKD. Terlihat upaya penggalian kesenjangan kompetensi. Sayangnya data ini belum didalami lebih jauh melalui FGD yang dilakukan. Data yang diperoleh belum mampu menjelaskan apa yang menyebabkan defisiensi performansi tersebut. Pada prinsipnya, tujuan dilakukannya performance/gap analysis yaitu untuk mengidentifikasi penyebab defisiensi performansi sehingga tindakan korektif yang sesuai dapat terjadi (Barbazete, 2006). Pemanfaatan data berhenti pada presentase besaran kesenjangan, baik pada kemampuan peserta AKD maupun persentase jenis diklat apa yang banyak dibutuhkan. Dari sudut pandang lain, analisis data pada AKD 2018 cenderung pada identifikasi kebutuhan requested training needs dari para pegawai. Kebutuhan pelatihan suatu organisasi secara luas dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu recognize training needs dan requested training needs (McConnel, 2003). Recognize training needs yaitu kebutuhan yang diidentifikasi sebagai sesuatu yang menjadi prasyarat oleh seluruh pegawai, atau seluruh pegawai dalam pekerjaan dan departemen tertentu (McConnel, 2003). Hal tersebut termasuk kebutuhan untuk mengetahui organisasi, strukturnya, kebijakan, prosedur operasional, kebutuhan untuk memikiki pengetahuan dan keterampilan spesifik yang tidak secara umum dimiliki oleh semua pegawai baru. Recognize training needs
19
pada Bidang Latbang BKKBN Jawa Barat misalnya adalah Pelatihan Dasar (Latsar) bagi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), Latihan Dasar Fungsional Umum bagi Calon Penyuluh Keluarga Berencana.
Di sisi lain ada juga requested training needs, yaitu kebutuhan pelatihan yang tidak direncanakan (McConnel, 2003). Kebutuhan tersebut muncul sebagai akibat dari aktivitas seperti kinerja suatu bidang atau unit kerja tertentu, perubahan pekerjaan dan operasional, serta moral pegawai dan organisasi. Hal ini menjadi perhatian ketika terjadi perbedaan dari kebutuhan yang teridentifikasi diawal (McConnel, 2003). Pada paparan di atas, telah disinggung bahwa penetapan kesenjangan kompetensi yang dilakukan pada AKD 2018 mengacu pada kategorisasi skor yang ditetapkan secara mandiri oleh tim pelaksana AKD. Hal ini sah-sah saja namun dengan adanya standar kompetensi ASN, baiknya kesenjangan ini didasarkan pada standar kompetensi yang telah ditetapkan secara nasional (KEMENPANRB, 2017). Berbeda kasusnya, jika memang belum ada standar kompetensinya atau instansi yang bersangkutan memiliki standar kompetensi tersendiri. Pada laporan AKD 2019, analisis data yang dilakukan berbeda dibandingkan tahun sebelumya. Tipe analisis data yang dilakukan yaitu contextual analysis. Contextual analysis dilakukan dengan menanyakan saran dan masukan terkait teknis pelaksanaan pelatihan yang diselenggarakan pada responden.
20
Pengolahan data pada AKD 2019 lebih tepat menggambarkan kepuasan pegawai terhadap pelatihan yang ada. Hal ini mengindikasikan (1) seberapa baik pelatihan yang telah ada dapat memenuhi kebutuhan yang dipersepsi/dipahami oleh manajemen; (2) memberikan informasi yang diperlukan dalam meningkatkan pelatihan yang telah ada; dan (3) menggali kebutuhan pelatihan di waktu yang akan datang.
Pada laporan AKD 2020, analisis data yang dilakukan merupakan gap/performance analysis dimana PKB yang merupakan target sasaran AKD dibandingkan kompetensi yang dimilikinya dengan standar kompetensi Penyuluh Keluarga Berencana. Kesenjangan kompetensi seperti inilah yang sebenarnya dituntut dari suatu AKD. Kompetensi adalah kapasitas yang dapat memberikan hasil atau dampak, dapat diukur dan dapat dikembangkan sepanjang waktu (Cy Charney & Conway, 2005).
Rencana Pelatihan
Rencana pelatihan biasanya disusun sebagai hasil analisis data yang dilakukan dan digunakan untuk memenuhi proyeksi kebutuhan pelatihan dari sekelompok pegawai untuk periode waktu tertentu (Barbazete, 2006). Terdapat sepuluh bagian esensial dalam sebuah rencana pelatihan yaitu issue definition, need identification, contract with supervisors, identify/establish performance standards, trainee identification, establish training objectives and training evaluation criteria and results cost of training, select/develop the
21
training program, scheduling, evaluate the results (Barbazete, 2006). Pada rencana pelatihan AKD 2018, sudah terdapat trainee identification namun demikian belum terlihat diferensiasi sasaran peserta pelatihan yang mana memerlukan pelatihan apa dengan metode apa. Terkait dengan membangun dan mempresentasikan rencana pelatihan pada laporan AKD 2018-2020 belum terlihat rencana pelatihan yang detail sesuai dengan 10 bagian rencana pelatihan (Barbazete, 2006). Dari ketiga laporan AKD tersebut baru sebatas memberikan masukan apa yang perlu dilakukan ke depan agar pelaksanaan AKD lebih baik lagi. Sebagai contoh, dalam laporan AKD 2019 disebutkan saran bahwa AKD yang dilaksanakan secara online bisa menjadi solusi atas keterbatasan anggaran yang dimiliki namun dapat menjangkau target sasaran AKD yang lebih luas. Pada laporan AKD 2018 rekomendasi yang diberikan berupa jenis pelatihan yang diperlukan sesuai dengan yang disebutkan oleh para responden. Dibandingkan dengan laporan AKD dua tahun sebelumnya, laporan AKD 2020 sudah dapat merinci kompetensi teknis, jenis diklat dan materi diklat yang direkomendasikan sebagai hasil gap analysis.
Simpulan
AKD yang dilakukan pada rentang 2018-2020 memang belum dapat dikatakan optimal. Menurut penulis, hal ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, SOP pelaksanaan AKD yang disusun oleh Pusdiklat KKB, baru sebatas mengatur proses AKD, oleh siapa
22
AKD dilaksanakan dan apa tugasnya. Namun demikian dalam SOP tersebut belum ada rujukan dokumen laporan terstandar yang harus dihasilkan dari laporan AKD sehingga luaran kegiatan AKD menjadi tidak spesifik. Luaran yang dihasilkan dari laporan AKD yang ada saat ini tergantung dari ketua tim pelaksana. Menurut hemat penulis perlu ada kesepakatan jenis analisis seperti apa yang harus ada dalam setiap AKD yang dilakukan. Sebagai contoh, dengan adanya penetapan standar kompetensi bagi ASN meliputi kompetensi manajerial, sosiokultural dan teknis; idealnya minimal suatu penjajagan kebutuhan diarahkan pada gap analysis/performance analysis. Dengan demikian, diklat-diklat yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan pemenuhan kesenjangan kompetensi yang teridentifikasi dalam proses AKD. Kedua, tim pelaksana AKD juga sebaiknya mulai membuka kemungkinan rekomendasi hasil AKD yang tidak berbentuk pelatihan, namun pengembangan kompetensi lainnya. Hal ini sejalan dengan peraturan Lembaga Administrasi Negara (LAN) tentang pengembangan kompetensi pegawai negeri sipil yang menyebutkan bahwa pengembangan kompetensi bagi pegawai negeri sipil tidak terbatas pada pelatihan namun juga pada proses pembelajaran praktik kerja ataupun pembelajaran di luar kelas seperti coaching, mentoring, magang, komunitas belajar dan yang lainnya (LAN, 2018). Dengan adanya peraturan tersebut menjadi dasar bagi unit-unit kerja yang bertugas melakukan pengembangan kapasitas SDM untuk mulai merancang kegiatan pengembangan kompetensi yang berbentuk non pelatihan.
23
Ketiga, selanjutnya perlu ada evaluasi proses perencanaan pelatihan yang dilakukan oleh BKKBN pusat. Dalam hal ini apakah laporan AKD oleh bidang Latbang yang tersebar di seluruh provinsi apakah benar-benar telah digunakan sebagai dasar perencanaan program pelatihan pada tahun berikutnya. Jika ditelaah lebih lanjut ditemukan beberapa jenis pelatihan atau materi pelatihan sama yang diusulkan oleh responden AKD baik pada tahun 2018, 2019 maupun 2020. Hal tersebut mengidikasikan usulan kebutuhan pelatihan pada tahun 2018 belum dilaksanakan pada tahun-tahun berikutnya.
Rekomendasi
Berdasarkan telaahan terhadap laporan AKD 2018-2020, hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan hasil pelaksanaan AKD adalah sebagai berikut: 1. Menyusun rujukan dokumen laporan AKD yang terstandar, minimal menyeragamkan sistematika laporan sehingga siapapun pelaksana AKD dapat membuat laporan yang komprehensif dan konsisten dari segi substansi tiap tahunnya; 2. Setidaknya, melakukan gap analysis/performance analysis yang berdasar pada standar kompetensi jabatan ASN yang berlaku; 3. Berkoordinasi dengan Subbidang Kepegawaian dan Hukum untuk menetapkan standar kompetensi pegawai yang belum disusun;
24
4. Mengidentifikasi sumber lain terkait kebutuhan pengembangan kompetensi pegawai yang dapat dilakukan selain melalui AKD seperti penilaian Sasaran Kinerja Pegawai, Penilaian Perilaku Pegawai, dan hasil assessment pegawai; 5. Mulai menjajagi rancangan pengembangan kompetensi yang sifatnya non pelatihan; serta 6. Melakukan evaluasi nasional terkait perencanaan proses Diklat yang dijalankan oleh BKKBN.
Daftar Pustaka
Audifax. (2015). Research: Sebuah Pengantar Untuk Mencari
Ulang Metode Penelitian Dalam Psikologi. Jalasutra. Barbazete, J. (2006). Training Needs Assessment: Methods, Tools and Technique. Pfeiffer. Cy Charney, & Conway, K. (2005). The Trainer’s Tool Kit. In
AMACOM. AMACOM.
Hennink, M. M. (2005). Focus Group Discussion: Understanding
Qualitative Research. Oxford University Press. KEMENPANRB. (2017). Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia
Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi Jabatan
Aparatur Sipil Negara. LAN. (2018). Peraturan Lembaga Administrasi Negara Nomor 10
Tahun 2018 Tentang Pengembangan Kompetensi Pegawai
Negeri Sipil. Lowe, M. (2007). Beginning Research: a guide for foundation degree students. Routledge. McConnel, J. H. (2003). Your Organization’s Training Needs:
25
Practical Guide To Need Analysis. AMACOM. Mertens, D. M. (2010). Research and Evaluation in Education and
Psychology: Integrating Diversity With Quantitative,
Qualitative, and Mixed Methods. SAGE Publications, Inc. Moeis, M. J. (2018). Laporan Analisa Kebutuhan Diklat. Rahmat. (2016). Modul Diklat Kewidyaiswaraan Berjenjang
Tingkat Lanjutan: Analisis Kebutuhan Pelatihan. Lembaga
Administrasi Negara Republik Indonesia. Sekarpuri, A. D. (2019). Laporan Analisa Kebutuhan Diklat. Sukmawardhani, A. (2020). Laporan Analisa Kebutuhan Diklat. Sultoni. (2020). Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia
Melalui Analisis Kebutuhan Diklat Di BPSDM Provinsi Jambi.
Jurnal Ilmu Manajemen Terapan, 1(3), 211–217. https://doi.org/10.31933/JIMT
26