BAHANA MAHASISWA EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020
1
DAFTAR ISI
LAPORAN UTAMA
MENGAPA AKLAMASI LAGI?
4
SEKAPUR SIRIH
5 10 12 18 19 25
6
REDAKSI STT: Surat Keputusan Menteri Penerangan RI No. 1031/SK/Ditjen PPG/STT/1983. ISSN: 02157667. Penerbit: Lembaga Pers Mahasiswa Bahana Mahasiswa Universitas Riau. Pelindung: Prof. Dr.Ir. H. Aras Mulyadi, DEA (Rektor UNRI), Penasehat: Prof. Dr. Iwantono, M. Phill (Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni UNRI), Pembina: Dr. Awitdrus, M.Si (Wakil Dekan III FMIPA Universitas Riau), Alumni Bahana Mahasiswa UNRI.
AMBAR ALYANADA PEMIMPIN UMUM MEILA DITA SUKMANA PEMIMPIN PERUSAHAAN
SEULAS PINANG JANGAN SEPELEKAN SOSIALISASI LAPORAN UTAMA 56,4 persen Mahasiswa tahu tahapan Pemira dari 172 responden
OPINI PEMIRA UNRI AKLAMASI:
SEMOGA INI YANG TERAKHIR
ILUSTRASI ANEKDOT PERGANTIAN KEKUASAAN VS PENGANTIN KEHAUSAN
DICKY PANGINDRA PEMIMPIN REDAKSI
LAPORAN UTAMA TRADISI 'KEOK' SEBELUM BERTANDING
14
BINCANG-BINCANG BAYANG-BAYANG KERUSAKAN LINGKUNGAN DI OMNIBUS LAW
26
HABY FRISCO PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ANNISA FEBIOLA REDAKTUR PELAKSANA FIRLIA NOURATAMA REDAKTUR REVA DINA ASRI DIREKTUR BAHANA PRODUCTION HOUSE
JENGAH BAGAIMANA MENGEMBANGKAN POTENSI AKADEMIK BAGI MAHASISWA
RAUDATUL ADAWIYAH NASUTION SEKRETARIS/BENDAHARA
MICKYAL MASHYURI VEBIAN LUBIS REDAKTUR VISUAL TEGAR PAMUNGKAS DESAINER
ESAI FOTO
MEREKAM MOMEN BERUNJUK RASA MENOLAK UU CILAKA
16
RIO EZA HANANDA FOTOGRAFER HABY FRISCO LAYOUTER REVA DINA ASRI WAN ECIKA AMALIA STAF IKLAN SALSABILA DIANA PUTRI PUSTAKA DAN DOKUMENTASI MALINI SIRKULASI DAN MEDSOS
KHAZANAH
MERAWAT KEBERSAMAAN LEWAT PANTUN BATOBO
22
REPORTASE
MIMPI TERTUNDA PEMIRA DARING
20
ANNISA FEBIOLA, RAUDATUL ADAWIYAH, REVA DINA ASRI, HABY FRISCO , MICKYAL MASHYURI, FIRLIA NOURATAMA, SALSABILA DIANA PUTRI, RIO EZA HANANDA , MALINI, WAN ECIKA AMALIA, TEGAR PAMUNGKAS
REPORTER Alamat Redaksi/Iklan: Kampus UNRI Binawidya, Arena Panjat Dinding, Jalan HR. Soebrantas, Panam, Pekanbaru. Telepon (0761)47577. Dicetak pada CV. Mitra Irzani. Isi diluar tanggung jawab percetakan. Redaksi menerima tulisan berupa opini dan artikel karya orisinil. Redaksi berhak melakukan penyuntingan tanpa merubah tujuan tulisan. Temukan kami di Facebook: Bahana Riau, Twitter: @ bahana_riau, Email: bahanaur@gmail.com, Instagram: @bahana_unri, website: bahanamahasiswa.co
2
BAHANA MAHASISWA
EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020
REDAKSI YTH
Sistem layanan daftar ulang online mahasiswa baru nya lebih diperbaiki, karna adik saya gagal jadi mahasiswa padahal sudah dinyatakan lulus dan sudah membayar UKT, akhirnya disuruh buat permohonan pengembalian UKT tapi belum sampai hari ini, katanya pertengahan bulan ini mau dikembalikan, Sarannya seperti universitas yang pendaftarannya otomatis pemberitahuan lewat email, jadi si pendaftar bakal di beri tahu untuk melakukan tahap apa selanjutnya dan tidak ada yang terlambat daftar ulang karna sekarang serba online akibat covid. Banyak yang lulus Unri yang gagal jadi mahasiswa, akibat sistem online karna covid, kalau tahun depan masih pakai sistem online lagi, ya diperbaiki saja, kadang link itu di dalam website yang harus kita cari dan teliti, bagi mereka yang tidak teliti, mereka ketinggalan.
Fikri Miftahul Shiddiq, Teknik Kimia 2016
Kapan kuliah offline nih... Online sangat membuat kita menjadi gak tau apa-apa
Monika, Pulp and Paper 2020
Isu yang hangat dibahas di kampus biru langit tercinta ialah tentang pelaksanaan Pemira Tingkat Universitas
Charissa Juwita, Fakultas Ekonomi 2019
Kirimkan keluh kesah, kritik, dan saran kamu menyangkut segala hal tentang UNRI. Kirim ke email redaksi LPM Bahana Mahasiswa: bahanaur@gmail.com atau via dm instagram: bahana_unri.
BAHANA MAHASISWA EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020
3
SEKAPUR SIRIH PANDEMI BUKAN PENGHALANG
Foto: Rio BM Musyawarah Tahunan LPM Bahana Mahasiswa
Y
ang patah tumbuh yang hilang berganti. Ambar Alyanada melanjutkan estafet kepemimpinan Bahana. Ia dibantu Dicky Pangindra sebagai Pemimpin Redaksi dan Meila Dita Sukmana jadi Pemimpin Perusahaan. Terima kasih pengabdian Rizky Ramadhan dan Badru Chaerudin telah menyelesaikan masa abdinya di Bahana. Yang hilang terus berganti. Bahana tambah 7 amunisi kru: Mickyal Lubis, Firlia Nouratama, Malini, Rio Eza, Salsabila Diana, Wan Ecika dan Tegar Pamungkas. Bahana juga kedatangan 14 orang kru magang baru. Selamat berproses! Kami berusaha beradaptasi di tengah pandemi Covid19 yang melanda negeri. Misalnya kegiatan dilaksanakan secara daring, kerja-kerja liputan juga mengurangi aktivitas di luar ruangan. Tapi hal ini tak menyurutkan semangat kami dalam menyajikan majalah ini ke tangan pembaca.
4
BAHANA MAHASISWA
EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020
Foto: Rio BM
Penyerahan kepemimpinan dari Rizky Ramadhan kepada Ambar Alyanada
Pembaca yang budiman, Bahana hadir lagi ke tangan pembaca edisi September-Oktober 2020. Dalam Laporan Utama, kami sajikan tentang Pemilihan Raya Universitas untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden BEM dan anggota DPM yang berujung aklamasi. Hal ini ditenggarai kurangnya sosialisasi dan makin berat di masa pandemi. Ada juga opini Triandi yang inginkan ini aklamasi yang terakhir. Untuk menambah pengetahuan Omnibus Law, kami buat bincang-bincang bersama penggiat lingkungan. Di rubrik Khazanah ada Pantun Batobo khas Kampar. Serta beberapa tulisan ringan lainnya seperti Jengah, dan Anekdot. Salam hangat. Selamat membaca!
SEULAS PINANG JANGAN SEPELEKAN SOSIALISASI
S
eperti pungguk merindukan bulan. Lama berharap Pemira bisa berlangsung tanpa aklamasi dan sistem lebih canggih, pupus sudah. Pasangan Nofrian Fadil Akbar dan Fitrah Agra Nugraha terpilih aklamasi akan memimpin BEM UNRI setahun ke depan. Begitupun dengan anggota dewan mahasiswa turut aklamasi. Sejak lima tahun terakhir hanya satu kali mahasiswa UNRI menyelenggarakan pesta demokrasi langsung. Sisanya terpilih aklamasi. Nasib serupa terulang lagi, tak ada pemilihan untuk ketua dan wakil ketua BEM maupun anggota DPM. Padahal Panitia Pemilihan Raya Universitas (PPRU) sudah siapkan aplikasi bila Pemira dilaksanakan secara daring. Ya, meski nantinya tidak ada pandemi, sistem ini harus dipertahankan sebab mahasiswa tak repot-repot datang ke TPS. Maret sebelum pandemi, tahapan Pemira sudah masuk pendaftaran bakal calon. Namun karena UNRI mulai berlakukan pembelajaran jarak jauh, Pemira pun harus ditangguhkan. Mei, Steering Committee (SC) ambil keputusan Pemira akan dilanjutkan bergantung perkembangan Covid-19.
seadanya dan mahasiswanya saja yang apatis. Bisa jadi, kedua kemungkinan tersebut memang benar adanya. Lantas itu tidak seharusnya menjadi pembenaran tanpa pertimbangkan proses keduanya. Sosialisasi harus maksimal mendorong partisipasi mahasiswa menjadi meningkat. Ini menjadi tugas bersama. Sosialisasi yang lebih kreatif sangat perlu apalagi masa pandemi untuk memastikan penyebaran informasi itu sampai ke tiap mahasiswa. Misalnya web seminar dengan Zoom Cloud Meeting tentang Pemira yang disiarkan melalui seluruh kelembagaan UNRI khususnya tingkat fakultas. Tidak bergantung pada akun BEM dan DPM UNRI atau malah PPRU. Proses peliputan Pemira ini juga terkendala tak kooperatifnya panitia. Misalnya kru kami hendak wawancara ketua panitia Muhammad Untung berungkali tak bisa dengan alasan sibuk. Selain itu, mestinya SC mengambil keputusan langsung saja persiapkan Pemira daring menggunakan sistem E-Vote medio Mei lalu. Bukan malah menunggu perkembangan pandemi Covid-19 berakhir. Lantaran, tidak ada satu pun pihak yang bisa prediksi kapan musim pagebluk ini selesai. Jadinya, ada waktu empat bulan lebih PPRU dan Panwas enggak ngapa-ngapain.
Beberapa bulan tak ada kabar, keluarlah Surat Keputusan PPRU berupa mekanisme pemilihan Ilustrasi: Haby Frisco secara daring yang diunggah di akun Instagram @pemiraunri2020. Lalu tahapan pendaftaran Begitu ketemu bulan September, kadang-kadang bakal calon yang sempat tertunda kembali dilanjutkan. mahasiswa ini juga mirip DPR kolaborasi dengan Pemerintah bahas Omnibus Law. Bahas aturan secepat Sempat ada protes dari beberapa mahasiswa minta kilat tanpa partisipasi masyarakat yang baik. Menggesa Pemira dijadwalkan ulang khususnya sosialisasi lebih Pemira di bulan September dan Oktober tanpa sosialisasi maksimal. Permintaan itu dikabulkan namun hanya yang maksimal. menunda tujuh hari saja tanpa ada penambahan masa sosialisasi dengan sistem yang baru.
Simsalabim Aklamasi!
Komunikasi panitia Pemira kepada publik dominan melalui Instagram @pemiraunri2020 dengan pengikut hanya 1007 akun. Sementara mahasiswa aktif UNRI diperkirakan mencapai 30.000-an. Soal ini, tentunya hanya ada dua persepsi: sosialisasi
BAHANA MAHASISWA EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020
5
LAPORAN UTAMA
Sosialisasi Pemira UNRI 2020 sebelum pandemi
Foto: PPRU 2020
MENGAPA AKLAMASI LAGI? 6
BAHANA MAHASISWA
EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020
Sosialisasi tak maksimal jadi penyebab minimnya partisipasi mahasiswa dalam Pemira UNRI 2020. Apalagi tahapannya sempat terhenti beberapa bulan. Alih-alih langsung buat Pemira daring, penyelenggara justru menunggu pandemi berakhir.
Oleh Tegar Pamungkas
T
IGA hari jelang pendaftaran peserta Pemilihan Raya— Pemira Universitas Riau 2020 dibuka. Beberapa mahasiswa dan perwakilan kelembagaan fakultas mendatangi Sekretariat Badan Eksekutif Mahasiswa. Mereka menuntut Panitia Pemilihan Raya Universitas (PPRU) menunda pendaftaran dan memperpanjang tahapan sosialisasi Pemira. Sebab panitia belum laksanakan sosialisasi dengan sistem baru yaitu Pemira daring. Hal ini merujuk perubahan kedua Undangundang Mahasiswa (UUM) Nomor 3 Tahun 2020 yang baru disahkan 4 September lalu. “Mereka (panitia) masih gunakan UUM Nomor 3 Tahun 2019 (Pemira langsung) sebagai acuan pelaksanan sosialisasi. Tentu tidak sinkron,” kata Muhammad Raihan—Gubernur Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) yang ikut mempertanyakan kejelasan Pemira.
Bahkan ketika akan memasuki tahapan pendaftaran pada 18 September, PPRU belum ada sosialisasikan mekanisme pemilihan daring. Keluhan Raihan ini dibenarkan oleh Muhammad Untung Saputra, Ketua PPRU. “Sosialisasi terkait mekanisme Pemira online memang belum dilaksanakan,” kata Untung.
Sebelumnya Panitia sudah laksanakan tahapan sosialisasi 5 sampai 10 Maret, sebelum perkuliahan diliburkan akibat
*
pandemi. Saat itu sosialisasi dilakukan dengan pemasangan spanduk, pamflet dan mimbar bebas. Namun saat itu masih gunakan pedoman Pemira langsung atau offline. Sosialisasi merupakan salah satu tahapan dalam Pemilihan Umum. Tak terkecuali untuk Pemilihan Raya Universitas. Aturan soal tahapan sosialisasi tertuang dalam UUM No 3/2020 pada pasal 34 dan 34 A. Pasal tersebut terdiri dari empat ayat. Pertama mengatur pelaksanaan sosialisasi paling lambat dilakukan sepuluh hari kerja setelah penentuan struktur kepanitiaan PPRU. Kemudian tertuang dalam ayat dua tentang tempat pelaksanaan sosialisasi, yaitu lokasi yang strategis dan terjangkau oleh seluruh mahasiswa di tiap fakultas se-UNRI.
Ayat tiga, media yang digunakan terdiri dari pamflet, spanduk dan jejaring sosial. Terakhir, materi sosialisasi berisi waktu dan tempat penyelenggaraan Pemira, syarat pendaftaran peserta dan hal-hal yang dianggap perlu demi suksesnya penyelenggaraan Pemira. Sedangkan dalam pasal 34 A, tertulis sosialisasi dilakukan secara daring. Lebih detil yang dimaksud dengan secara daring adalah PPRU sosialisasikan informasi Pemira dengan menggunakan aplikasi. Raihan mengaku tak merasakan adanya demokrasi dalam Pemira kali ini. “Tak sampai ke fakultas kami, bukan demokrasi namanya ini. Target
Pemira adalah mahasiswa, tentu harus disosialisasikan di fakultas, bukan hanya di jalan,” katanya.
Pernyataan yang sama juga disampaikan Rizki Chaniago, mahasiswa Ilmu Kelautan yang mengaku sama sekali tak mendapat sosialisasi mengenai Pemira di fakultasnya. Bahkan ia tak melihat satu pun spanduk terpasang. Rizky juga keberatan, saat PPRU adakan mimbar bebas panitia tidak berkoordinasi dengan kelembagaan di FPK. “Lalu apa materi yang disampaikan saat sosialisasi?,” tanya Indra Lukman mahasiswa Fakultas Hukum.
Tahapan sosialisasi dalam tahapan Pemira seharusnya sudah selesai 10 Maret lalu. Sebelum kampus diliburkan akibat pandemi Covid-19. Untung sangkal perkataan Indra. PPRU sudah kirim informasi tahapan Pemira ke setiap kelembagaan fakultas. Lalu sampaikan syaratsyarat calon peserta Pemira dan ajakan menggunakan hak pilih.
Indra lanjutkan, PPRU seharusnya menjelaskan lebih rinci tentang mekanisme Pemira secara daring. Terlebih acuan yang digunakan sudah berubah. Hal ini menjadi polemik karena bertentangan dengan SK Pencabutan Tahapan Pemira daring itu sendiri. Poin a dan poin b* menyebutkan perlu ada waktu untuk sosialisasi Pemira.
BAHANA MAHASISWA EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020
7
Riset: Dicky Pangindra
8
BAHANA MAHASISWA
EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020
Infografis: Haby Frisco
“Di SK menyebutkan perlu sosialisasi, tapi di timeline tidak ada dibuat. Panitia seolah berdebat dengan dirinya sendiri,” kata Indra.
PPRU mesti memperpanjang masa sosialisasi karena seluruh tahapan pemira belum banyak diketahui mahasiswa. Ia khawatir kesiapan calon peserta yang akan mendaftar tak punya waktu menyiapkan syaratsyarat administrasi. Permintaan itu akhirnya dikabulkan. PPRU keluarkan SK Pencabutan tahapan Pemira daring yang di unggah pada 17 September.
Selang enam hari, Panitia kembali umumkan jadwal tahapan pemilihan minus sosialisasi. Langsung ke tahap pendaftaran yang dibuka selama empat hari yaitu 25 sampai 28 September.
Tak puas dengan jadwal tersebut, mereka kembali datangi Sekretariat BEM, 28 September—hari terakhir pendaftaran Pemira. Tuntutannya masih sama.
jelas Raihan.
Untung pun tetap pada pernyataan bahwa sosialisasi telah dilakukan, yaitu pada 6-10 Maret 2020. “Jadi tahapan selanjutnya adalah pendaftaran.” Perdebatan itu berakhir tanpa kesepakatan.
Mahasiswa lainnya berkomentar soal sosialisasi ini. Misalnya Firdaus, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis merasa sosialisasi masih kurang efektif dilakukan oleh panitia, serta tidak ada perubahan berarti dari tahun sebelumnya. Ia mempertanyakan sebenarnya bagaimana koordinasi yang dilakukan PPRU dengan kelembagaan tingkat fakultas dan jurusan. “Mereka (panitia) seharusnya mendorong antusias hingga maksimal,’’ kata dia.
Hal ini mendapat sanggahan dari Untung. “Sosialisasi tidak memiliki batas waktu. Tahapan tersebut pun sudah dilaksanakan,” ujarnya.
Tidak hanya Firdaus, Putri salah satu mahasiswa Fakultas Kedokteran juga rasakan hal yang sama. Menurutnya lingkungan kampus kedokteran tak antusias adanya Pemira. Banyak dari mereka yang tidak paham tentang sistem dan mekanisme Pemira tahun ini.
“Di dalam UUM juga tertulis, PPRU harus mengikuti tahapan sosialisasi baru ke tahapan selanjutnya. Apabila PPRU tidak memasukkan tahapan sosialisasi ke dalam tahapan yang baru, maka terjadi pengangkangan terhadap tahapan yang sudah diatur,”
Dosen Hukum Tata Negara UNRI, Zainul Ikhwan katakan bahwa sosialisasi secara daring dapat dikatakan memegang peranan yang
Jawaban Untung tak membuat mereka puas.
“Ke depan panitia lebih menggencarkan lagi sosialisasi ke semua fakultas. Sehingga semua mahasiswa bisa antuasias mengikuti Pemira.”
besar dalam Pemira.
tingkat
partisipan
Mengingat keadaan pandemi ini, maka layak untuk dilaksanakan Pemira daring. Sehingga perlu memperkuat sistem keamanan dan jaringan pelaksanaan pemira serta sosialisasi yang harus dipastikan sampai kepada masyarakat.
“Dalam pelaksanaannya ada dua faktor yang seharusnya perlu ditela’ah kembali. Pertama apakah panitia PPRU sudah melakukan sosialisasi secara maksimal, ataukah yang kedua justru dari mahasiswanya sendiri tidak peduli,” tanya Zainul.
Menanggapi hal ini, Suci Widaswara jelaskan panitia telah berusaha semampu mereka. Koordinator Acara Pemira ini sebut bagimana mereka berusaha memaksimalkan sosialisasi.
“Setiap ada informasi kami selalu sampaikan melalui ketua kelembagaan, dengan harapan informasi disebar. Kami bahkan punya 109 kontak kelembagaan dan masing-masing kami PC (Personal Chat) satu persatu.” Untung juga turut menambahkan di dalam UUM tidak ada tertulis jangka waktu sosialisasi pada tahapan Pemira. Selain itu, ia katakan kendala terbesar PPRU adalah memastikan bagaimana informasi sampai kepada mahasiswa. “Kami sudah berusaha semaksimal kami,” tutup Untung.#Raudatul, Ecika
BAHANA MAHASISWA EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020
9
LAPORAN UTAMA
56,4 persen mahasiswa tahu tahapan Pemira Oleh Tegar Pamungkas
Secara umum, dari jajak pendapat tersebut Bahana mendapat hasil bahwa 86,05% dari seluruh responden mengetahui adanya Pemira. Namun, keterbatasan waktu dalam melakukan survei hanya 172 responden yang menanggapi.
B
AHANA Mahasiswa melakukan jajak pendapat melalui google formulir mulai 1 hingga 4 Oktober 2020. Hasilnya jajak pendapat tersebut diisi oleh 179 responden, namun hanya 172 responden sah. Tujuh lagi eror karena pengisian data tidak lengkap. Jajak pendapat ini bertujuan melihat sejauh mana mahasiswa UNRI paham tentang Pemilihan Raya atau Pemira. Mulai dari pengetahuan tentang apa itu Pemira, tahapan, hingga mekanisme pemilihan. Berlatar belakang dari beberapa mahasiswa yang mempertanyakan kelanjutan Pemira di masa pandemi. Selain itu juga melihat seberapa merata penyebaran informasi terkait Pemira daring, mengingat keikutsertaan mahasiswa baru dalam pemilihan.
Secara umum, dari jajak pendapat tersebut Bahana mendapat hasil bahwa 86,05% dari seluruh responden mengetahui adanya Pemira. Lalu 56,40% tahu tahapan Pemira. Sedangkan yang mengetahui tata cara atau mekanisme pemilihan Pemira tahun ini hanya 51,74%. Dapat disimpulkan dari survei singkat ini bahwa kebanyakan mahasiswa hanya mengetahui soal Pemira secara umum saja di UNRI. Namun masih banyak yang tidak mengetahui kelanjutannya; tahapan dan mekanisme pemilihan.
Lebih lanjut, kami membagi jumlah responden tiap angkatan. Mulai dari angkatan 2020 dengan 31 mahasiswa, angkatan 2019 ada 21, kemudian 36 mahasiswa di tahun 2018, 32 dari angkatan 2017, 36 dari 2016, 14 mahasiswa 2015, dua mahasiswa 2014 dan satu mahasiswa angkatan 2013. Sesuai dengan UUM No. 3 Tahun 2020, Daftar Pemilih Tetap Pemira UNRI 2020 merupakan seluruh mahasiswa yang masih bersatus aktif atau dapat dikatakan rentang mahasiswa angkatan 2013-2020 masih dapat mengikuti Pemira tahun ini.
Karena minimnya responden dari Mahasiswa angkatan 2014 dan 2013, maka tidak banyak kesimpulan yang bisa diambil dari kedua angkatan tersebut. Dengan metode penghitungan yang sama, diperoleh persentase tingkat pengetahuan tentang Pemira sebagai berikut: Mahasiswa angkatan 2016 dengan 86,11%. Disusul dengan angkatan 2015, 2017, 2018, dan 2019 secara berurutan dengan angka 76,19%; 71,88%; 65,74%; dan 58,73%. Sementara mahasiswa angkatan 2020 yang notabene merupakan mahasiswa baru memiliki tingkat pengetahuan Pemira yang paling rendah diantara angkatan lainnya yaitu hanya 36,56 %. Artinya, mahasiswa baru dengan 31 responden yang ada, tidak banyak yang paham benar tentang Pemira daring 2020 ini dibandingkan dengan angkatan di atasnya.
10
BAHANA MAHASISWA
EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020
BAHANA MAHASISWA EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020
11
OPINI
PEMIRA UNRI AKLAMASI: Semoga Ini Yang Terakhir
Oleh Triandi Bimankalid S.H, M.H
M
ENDENGAR berita aklamasi, saya tertegun mengapa dalam budaya demokrasi kampus, kita bisa menemui fakta hasil pemilihan presiden mahasiswa harus menang tanpa kontestasi pemilihan. Sehingga membuat saya kembali mengingat bahwa aklamasi sudah bertahun-tahun terjadi di kampus kita, Universitas Riau. Seperti ada sirine kedaruratan soal mahasiswa Universitas Riau yang tidak banyak tertarik dan peduli untuk memperjuangkan napas gerakan, berkorban jiwa dan raga demi kemajuan dan budaya demokrasi kampus yang akan menjadi cikal bakal konfigurasi watak pemimpin bangsa kedepannya. Sejarah Aklamasi Presiden Mahasiswa Universitas Riau
Penulis adalah Alumni Fakultas Hukum Universitas Riau Angkatan 2012. Kini, ia jadi Direktur Utama Independent Democracy (IDE).
Aklamasi sudah bertahun-tahun terjadi di UNRI. Ibarat sebuah pesta, aklamasi adalah pesta yang tidak diiringi penyanyi, musik & pernak-pernik lain. Tetap terlaksana, tapi tidak meriah.
12
BAHANA MAHASISWA
EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020
Setahu saya, budaya aklamasi di UNRI mulai terjadi tahun 2016-2017, yaitu ditetapkannya pasangan Abdul Khoir dan Bayu Kumbara sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Saat itu, saya menjabat sebagai Menteri Hukum dan Advokasi di Badan Eksekutif Mahasiswa Kabinet Sejuta Karya. Sungguh, saya sedikit menyesalkan. Karena bagaimana mungkin setingkat universitas, presiden mahasiswa sebagai
pemimpin gerakan kampus nantinya, akan mampu meyakinkan banyak mahasiswa untuk ikut dalam polapola advokasi sebagai denyut nadi gerakan UNRI? Ditambah lagi, hasil aklamasi yang terjadi di kampus, diikuti oleh beberapa fakultas, termasuk Fakultas Hukum.
Semasa saya aktif di organisasi internal kampus, sifat apatis dan ketidakpedulian mahasiwa menjadi halangan yang harus dihadapi. Berbagai macam usaha seperi sosialisasi, konsolidasi, bahkan mimbar bebas untuk mengetuk hati nurani rekan-rekan mahasiswa sudah kita lakukan. Ada beberapa faktor mengapa tidak terlalu banyak mahasiswa hadir sebagai lumbung suara dalam dukungan teriakan menyambut gerakan mahasiswa. Mulai dari faktor orang tua (keinginan untuk segera lulus), faktor kemalasan (tidak ada manfaat, tidak dapat uang malah mengorbankan uang untuk membantu jalannya roda organisasi) dan faktor berbeda kepentingan.
Faktor terakhir dalam diskursus mahasiswa yang notabene belum jadi sarjana biasa lebih dikenal dengan berbeda ‘ideologi’, walau secara harfiah frasanya tentu tidak sama namun boleh dikatakan mendekati. Faktor terakhir ini saya simpulkan setelah melihat diskursus mahasiswa ketika saya turun ke lapangan menjemput aspirasi dan mengadvokasi masalah, saat masih menjabat menteri di BEM UNRI. Pada saat membawa identitas organisasi mahasiswa eksternal, seharusnya bisa disikapi dengan arif dan bijaksana. Apalagi kalau sudah berkaitan dengan kemajuan kampus—sebagai hakikat gerakan BEM UNRI selama ini. Organisasi eksternal itu sangat bagus untuk pengembangan jati diri kepemimpinan, namun ada oknum tertentu yang salah menanggapi hakikat perbedaan organisasi itu.
Sebagai seorang mahasiswa yang tidak punya latar belakang organisasi eksternal kampus, kadang pemikiran kritis saya terhenti ketika mengadvokasi sistem kaderisasi dan tata organisasi kampus, seperti ada platform lembaga yang berbeda dengan lembaga tingkat universitas, tapi didiamkan, bahkan tidak dianggap masalah. Contohnya masih ada pemimpin lembaga yang tidak aktif dan menjabat lebih dari satu periode tanpa dilaksanakannya Pemira. Masih dijumpai ketika saya duduk dengan mahasiswa untuk merangkul mereka masuk organisasi. Mereka menolak karena alasan berbeda organisasi eksternal dan alasan lain yang tidak proaktif. Sayang sekali, mau tidak mau faktor ini saya masukkan dalam unsur penyebab bisa terjadi aklamasi. Dari faktor-faktor tersebut, hipotesa saya berujung pada hadirnya aklamasi di UNRI. Beruntung, kejadian aklamasi yang ada, seperti masa Abdul Khoir, Rinaldi dan Syafrul Ardi ini BEM tetap amanah dalam memegang jabatan dan memiliki progressnya dalam membangun UNRI. Karena sejatinya, aklamasi bisa memiliki dampak tangung jawab yang kurang terhadap organisasi yang dipimpin.
Dalam periode ini, kita harus jujur mengapresiasi Syafrul Ardi dan kawan-kawan yang tetap melaksanakan kinerja BEM di tengah pandemi Covid-19, ketika cukup banyak rekan seperjuangannya mengambil jalan untuk mengundurkan diri (karena sudah sarjana). Mahasiswa Universitas Riau Harus Belajar Demokrasi Aklamasi adalah proses demokrasi. Namun ibarat sebuah pesta, aklamasi adalah pesta yang tidak diiringi penyanyi, musik dan pernak-pernik lain. Pesta itu tetap
terlaksana tapi tidak meriah.
Semoga ini menjadi yang terakhir terjadinya aklamasi. Karena dampaknya begitu besar, mulai dari marwah kelembagaan, jenjang kaderisasi yang tidak lancar dan mentalitas mahasiswa yang semakin apatis dengan seluk beluk kehidupan kelembagaan karena tidak adanya Pemira. Terutama saat kampanye, yaitu proses mengajak untuk memilih dan memenangkan calon, perdebatan visi-misi dan perkenalan presiden mahasiswa saat berdialog untuk meyakinkan pemilih untuk memilihnya.
Periode Akbar-Agra nanti, mau tidak mau kita harus menerima hasil aklamasi ini. Langkah berpartisipasi untuk merawat akal pikiran kita agar tetap objektif. Dan pejuang demokrasi ialah mengawal jalan BEM periode mereka nanti, dengan ikut memberikan sumbangsih tenaga dan fikiran. Hadir dalam kajian dan aksi yang diselenggarakan, menjadi satu dari ribuah massa aksi untuk turun ke jalan mengadvokasi permasalahan kampus dan negeri ini. Jikalau kita menarik diri, memisahkan diri dalam unsur satu gerakan mahasiswa maka akan terjadi suara-suara liar yang menyusup, sehingga melemahkan semangat juang dan cenderung subjektif demi kepentingan pribadi kita. Maka dalam setiap kesempatan seperti ketika mengisi materi untuk pelatihan organisasi saya sampaikan agar tidak apatis, juga berjuang dan berkorban. Kutipan yang sering saya sampaikan ialah, karena diam tidak akan melihat banyak, bahkan diam membuatmu tidak percaya kepada mereka yang bergerak. Tahun depan, mahasiswa UNRI harus berani ambil nomor urut calon peserta Pemira dan bertarung. Karena ini bukan untuk diri pribadi namun untuk memaksimalkan bibit-bibit kepemimpinan yang lebih terasah untuk Bangsa Indonesia ke depannya.
BAHANA MAHASISWA EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020
13
LAPORAN UTAMA
TRADISI 'KEOK' SEBELUM BERTANDING
Dialog Terbuka Presma, Wapresma, dan DPM Terpilih
Akbar dan Agra terpilih tanpa pemungutan suara. Otomatis, tahapan Pemira tak terealisasikan sepenuhnya. Idealnya, usai tahap verifikasi berkas ada beberapa tahap lagi.
Oleh Mickyal Mashyuri
14
BAHANA MAHASISWA
EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020
S
YAFRUL Ardi dan Abdul Hamid akan mengakhiri jabatan Presiden dan Wakil Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Riau. Hal ini merujuk Musyawarah Mahasiswa yang dijadwalkan pada Jumat 23 Oktober tahun ini. Tradisi 'keok' sebelum bertanding berlanjut. Nofrian Fadil Akbar dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan Fitrah Agra Nugraha mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam sebagai presiden dan wakil presiden mahasiswa setahun mendatang. Keduanya terpilih tanpa pemungutan suara. Lantaran Panitia Pemilihan Raya Universitas (PPRU) UNRI menggugurkan pasangan
Foto: PPRU UNRI 2020
Sarwan dan Tri Akhya yang tidak melengkapi berkas persyaratan.
Sarwan mengaku tak sempat penuhi persyaratan berkas pendaftaran. “Surat keterangan kesehatan, surat aktif kuliah dan surat berkelakuan baik belum siap. Ndak tekejar ngurusnya kemarin,� kata Sarwan.
Panitia pemilihan hanya beri waktu 1x24 jam melengkapi persyaratan. Sarwan dan Tri Akhya tak sanggup. Selang dua hari Panitia Pemilihan Raya (Pemira) umumkan hasil pemilihan melalui siaran langsung akun Instagram @pemiraunri2020. Tak banyak penonton yang menyaksikan. Hanya sekitar 30-an
orang. Jauh dari jumlah mahasiswa UNRI yang sampai tiga puluh ribuan lebih.
Arif Nanda Kusuma Ketua Umum DPM bersama Syafrul dan Hamid memimpin siaran penetapan itu. Di Undang-undang Pemira yang dikeluarkan DPM UNRI, penanggung jawab dan pengambil keputusan tertinggi penyelenggaraan Pemira dipegang Steering Committee (SC).
Menariknya anggota SC ini diisi pentolan BEM dan DPM Universitas yang masih menjabat. Ketua, wakil, sekretaris, bendahara dan ketuaketua komisi dari DPM. Ditambah Presiden dan Wakil Presiden Mahasiswa mewakili BEM.
pemungutan suara memilih presiden mahasiswa dan wakilnya terlaksana. Selebihnya mahasiswa hanya menyaksikan kotak kosong saja. Tepatnya pada 2018 lalu, Randi Andiyana dan Dedy Prianto bertarung dengan pasangan Rusdi Yanson-Iqbal Hagi. Pemilihan dimenangkan Randi dan Dedy yang dapat 7999 suara. Sedangkan Rusdi dan Iqbal dapat 1833 suara sah dari 9896 suara keseluruhan.
Selain itu, SC juga umumkan 21 orang dari 25 pendaftar yang dinyatakan lulus. Mereka berhak duduk sebagai anggota DPM UNRI setahun mendatang.
PEMILIHAN Presiden Mahasiswa secara aklamasi ini kerap terjadi di UNRI. Melihat data lima tahun terakhir saja, hanya satu kali
“Saya cuma menghantarkan diri sebagai bentuk sindiran kepada mahasiswa UNRI untuk mewujudkan demokrasi universitas,” kata Indra Lukman Siregar. Indra sudah tahu tak akan lulus pada tahap administrasi. Sebab ia tidak punya surat pengalaman organisasi yang menjadi persyaratan wajib mendaftar calon Presiden dan Wakil Presiden Mahasiswa UNRI.
Sementara Firman Edi enggan menjawab alasan mundur dari pencalonan itu.
Pesta demokrasi mahasiswa UNRI tahun ini semakin hambar. Pemilihan anggota DPM UNRI yang mestinya bisa dirasakan kalangan mahasiswa juga tak terlaksana. Tak satu pun fakultas yang selenggarakan pemungutan suara. Semua anggota DPM terpilih tanpa kontestasi alias aklamasi.
Secara otomatis, tahapan Pemira juga tak seutuhnya terealisasi. Idealnya, usai tahap verifikasi berkas, ada tahap lanjutan. Meliputi uji kelayakan dan kepatutan calon, pencabutan nomor urut sampai masuk ke tahap kampanye. Di situlah kesempatan para calon membuktikan mereka layak atau tidak duduk mewakili mahasiswa.
Tradisi aklamasi masih berlanjut di tahun 2019 lalu. Syafrul Ardi dan Abdul Hamid menang tanpa lawan. Dua pasang calon: Indra Lukman Siregar-Wais Arfam Utama dan Firman Edi-Anggi Ade Firnandito.
“Tapi kenapa yang mengikuti Training Organization (TO) 1 dan 2 malah tidak ikut (Pemira),” kata Indra. TO menjadi syarat mahasiswa agar dapat surat pengalaman atau surat aktif organisasi.
“Yang empat orang setelah difollow up, ternyata mengundurkan diri,” kata Suci Widaswara Koordinator Acara Pemira.
Aklamasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu pernyataan setuju secara lisan dari seluruh peserta rapat dan sebagainya terhadap suatu usul tanpa melalui pemungutan suara.
Putri Panitia PPRU tahun 2017.
Begitu juga dengan pemilihan anggota DPM di tahun lalu. Sudah aklamasi kouta pun tak terpenuhi. Hanya 28 orang yang ditetapkan dari 35 kursi yang tersedia.
Sisanya tak ada pemilihan langsung lagi. Misalnya tahun 2016, duet Abdul Khair Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dengan Bayu Kumbara dari Fakultas Perikanan dan Kelautan menang aklamasi. Setahun setelah itu di 2017 pun terulang lagi. Rinaldi Parepare dan Algi Irsanul Ikram ditetapkan jadi pemenang tunggal. Padahal saat itu ada dua paslon lain yang sempat daftar.
“Karena yang dua paslon itu tidak melengkapi berkas dalam waktu yang ditentukan oleh PPRU. Jadi kedua paslon tersebut gugur,” kata Melisa
Tradisi aklamasi yang tak berujung kemungkinan besar karena sosialisasi Pemira yang kurang maksimal. Dosen FH UNRI Zainul Ikhwan menjelaskan sosialisasi secara daring memegang peranan besar meningkatkan partisipan Pemira. Mengingat keadaan pandemi ini, maka layak untuk dilaksanakan Pemira daring. Sehingga perlu memperkuat sistem keamanan dan jaringan pelaksanaan Pemira. Sosialisasi harus dipastikan sampai kepada masyarakat.
“Dalam pelaksanaanya ada dua faktor yang seharusnya perlu ditelaah kembali. Pertama apakah panitia PPRU sudah melakukan sosialisasi secara maksimal. Ataukah yang kedua justru dari mahasiswanya sendiri tidak peduli,” jelas Zainul.#WM Hafidz, Malini BAHANA MAHASISWA EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020
15
ESAI FOTO merekam momen berunjuk rasa menolak uu cilaka DPR resmi mengesahkan Undang-undang Cipta kerja yang mengundang polemik dan pertentangan dari berbagai pihak. Berbagai aksi protes terjadi hampir di setiap wilayah Indonesia. Begitu pun di Riau, berbagai elemen seperti masyarakat, pelajar, mahasiswa, buruh, hingga aktivis berkoalisi membentuk gerakan. Berulang kali aksi dilakukan, menuntut UU Cipta Kerja Omnibus Law dibatalkan. Kru Bahana Mahasiswa juga turut mengabadikan momen tersebut, berikut potretnya:
Wakil Gubernur Riau Edy Natar Nasution membacakan tiga tuntutan dari GERAM Riau. Adapun tuntuntannya adalah menolak dengan tegas, menuntut dibatalkan, mendesak Presiden RI menerbitkan Perppu UU Cipta Kerja (Omnibus Law), serta mengecam keras perilaku dan tindakan represif yang telah dilakukan aparat kepolisian. RIO EZA /13-10-20
Seorang massa aksi membawa banner bertuliskan mosi tidak percaya sebagai bentuk kekesalan terhadap DPR. RIO EZA /13-10-20
16
BAHANA MAHASISWA
EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020
Iringan massa aksi berjalan menuju Kantor Gubernur Riau.
RIO EZA /13-10-20
SCAN DISINI. UNTUK MELIHAT CUPLIKAN VIDEO AKSI KOALISI RAKYAT RIAU, 8 OKTOBER 2020 SCAN DISINI. UNTUK MELIHAT CUPLIKAN VIDEO AKSI GERAM RIAU, 13 OKTOBER 2020
Suasana tidak kondusif, siraman air, tembakan gas air mata, dan pagar kawat membuat beberapa massa aksi terluka. MICKYAL /08-10-20
Aparat keamanan telah bersiaga di depan Kantor DPRD Riau lengkap dengan pelindung diri. Di seberangnya, massa aksi terus meneriakan tuntutan. Tak berselang lama, aksi saling lempar terjadi. Kerusuhan pun tak dapat terelakkan. HABY FRISCO /08-10-20
Tuntutan dilantangkan dan nyanyian dilantunkan di depan Kantor Gubernur Riau. RIO EZA /13-10-20
Jeda Asar, kerumunan massa aksi di depan DPRD Riau sejenak mundur. Tak lama, aksi berlanjut hingga kembali terjadi kerusuhan. MICKYAL /08-10-20
BAHANA MAHASISWA EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020
17
ILUSTRASI
Ilustrasi: Aditia Anhar
18
BAHANA MAHASISWA
EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020
ANEKDOT
PERGANTIAN KEKUASAAN VS PENGANTIN KEHAUSAN Oleh Indra Lukman Siregar
Indra Lukman Siregar Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Riau 2015 “Sepenting apakah pergantian kekuasaan itu, sehingga manusia tetap mencari cara untuk keluar dari hambatan yang mempengaruhinya?”
P
ERTANYAAN serampangan itu keluar dari mulut teman lama Si Kunyek, saat keduanya sedang khidmat mengelilingi areal Stadion Mini UNRI yang hari itu sepi dari aktivitas mahasiswa. Sontak pertanyaan itu membuat Si Kunyek tersentak kejut, karena alam bawah sadar Si Kunyek dipicu oleh gangguan informasi selintas yang pernah ia baca pada pamflet. Reaksi refleks memaksa kerapatan frekuensi suara derap terompahnya diturunkan, langkahnya pun berangsur-angsur kian menuju jeda sembari Kunyek mengingat-ingat isi pamflet di mading fakultas yang ia baca entah kapan, ia pun tak ingat.
Alam ingatannya yang payah akhirnya membuat ia terjeda dan otaknya yang resah terus mencari isi pamflet itu. “Apa ya isinya..? Sewa kos-kosan, bukan! Hmm... Ayam Geprek...? Ooo.. itu ya? Bukan! Seminar dapat nasi kotak plus sertifikat plus-plus uang saku? Bukan itu! Apa ya... isi pamflet itu?” Terompahnya kini mengais-ngais kecil di tanah dan Si Kunyek tetap dengan penuh kesungguhan terus memindai informasi menggunakan otak versi IP 3,00 yang baru dia install di semester lalu.
Ingatannya yang bak labirin berisi marka konsumsi itu pun bertemu di simpang-simpang strategis syaraf ingatannya. “Ooo... iya, ‘pengantin kehausan’. Itu isi pamfletnya,” sahut Kunyek dengan gembira seolah ia baru menelan CPH4.
Ingatannya tentang pamflet merantai panjang ke belakang. Itu kan ‘pamflet gelap’ yang ditempel di mading fakultas yang sampai hari ini Penempelnya masih diburu untuk dicalonkan sebagai Duta Bahala. Sialnya, ingatan itu bukan menimbulkan jawaban bagi pertanyaan, malah ingatan Si Kunyek akan pamflet itu melahirkan pertanyaan ragu.
“Apa maksud teman ini menanyakan soal pamflet ‘pengantin kehausan’? Apa dia tahu? Bukankah pamflet itu telah dicopot Si Rohis setelah kami berdua membacanya, karena pamflet itu potensi katanya menimbulkan kegaduhan syahwat?”
Setelah pertanyaan ragu, entah dorongan apa yang membuat Si Kunyek penasaran, sehingga pertanyaan meraba keingintahuannya. Dengan lirih Kunyek berucap, “Kamu tau pamflet itu dari mana?” Pertanyaan balasan Kunyek yang bernuansa interogatif malah mengurung keduanya di jeruji keheningan. Lolongan guk-guk kembali membebaskan keduanya. Terdengar gema suara tak tau dari mana sumbernya. “On, line......line.....line.”
“Nyek kamu dengar itu?” Tanya si teman dengan sungguh.
“Dengar apa?” Langsung disambar Si Kunyek, tapi apa dinyana penyakitnya yang ‘Pura-PuRa dUngu’ kambuh.
Namun, pembicaraan terakhir tatap tertaut di otak Si Kunyek merangkai algoritmik jawaban. ‘Pengantin online’ dengan penuh percaya diri dan bangga ia utarakan. Temannya yang harap maklum terhadap CC otak Si Kunyek yang didominasi muatan kawin-kawin termasuk kawinnya kepentingan dengan kegentingan pandemi CoV-19. “Nyek,” semburan kata itu keluar dari tarikan dalam napas kawannya penuh peringatan. “Segala pemilihan di situasi genting ini cobalah untuk ditunda, termasuk pemilihan jawaban. Arus deras keraguan dan ketidakpastian jangan kau tambah dengan aliran kanal kebodohan,” kata temannya yang berlagak filsuf. Uff.. Uf.... harap dengar para pemirsa yang budiman. Candaan garing si Kunyek.
BAHANA MAHASISWA EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020
19
REPORTASE
MIMPI TERTUNDA PEMIRA DARING Aplikasi e-voting sudah lulus uji. Namun Pemilihan Raya Presiden dan Wakil Presiden BEM serta anggota DPM UNRI hasilnya aklamasi. Pemira daring menggunakan aplikasi ini urung dilaksanakan.
Oleh Firlia Nouratama
Uji Coba Aplikasi E-Voting untuk Pemira UNRI oleh KSL di Puskom. Foto: KSL UNRI
S
EJATINYA aplikasi Electronic Voting (E-voting) sudah siap tempur menghadapi Pemilihan Raya Universitas Riau tahun ini. Tak dinyana peserta Pemira hanya satu pasang saja, otomatis aklamasi.
Aplikasi ini pun urung dipakai. Mimpi Pemira daring jadi tertunda. Pandemi Covid-19 jadi penyebab lahirnya aplikasi e-vote. Lantaran penyebaran virus ini membuat orang mengurangi aktivitas berkerumun. Begitu juga kegiatan civitas
20
BAHANA MAHASISWA
EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020
akademika UNRI memaksa sistem pembelajaran jarak jauh.
Pemungutan Suara (TPS) masingmasing.
Sebelumnya, aplikasi besutan Kelompok Studi Linux (KSL) ini sudah dipakai pada Pemira edisi 2018 tetapi tidak daring. Memang sistem sudah memakai aplikasi berbasis situs web dengan penyimpanan data di Tempat
Dimas Subaktianto, salah satu anggota Komunitas KSL menjelaskan aplikasi ini awalnya digunakan untuk Pemira di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam pada 2016.
Mahasiswa sebagian besar tidak berada di lingkungan kampus. Akibatnya Pemira yang semula dilakukan langsung rencananya beralih ke dalam jaringan (daring).
Mahasiswa harus datang ke TPS untuk memilih peserta Pemira. Setelah pemungutan suara selesai, panitia akan mengumpulkan atau rekapitulasi jumlah pemilih suara tiap TPS dan diketahui pemenangnya.
“Di situlah letak titik integritas suara mahasiswanya. Di sini harus ada akses mahasiswa ke e-mail student, karena diperlukan kode OTP yang dikirimkan oleh sistem,” lanjutnya.
Sejak saat itu, aplikasi ini terus digunakan dan dikembangkan.
Versi terbaru aplikasi ini sudah tersedia daring dengan mengakses situs web pemira.unri.ac.id dengan dukungan UPT Teknologi, Informasi dan Komunikasi UNRI. Sehingga aplikasi bisa diakses kapan pun dan di mana pun selama mahasiswa memiliki akses internet. Pengujian sudah dilakukan oleh Tim Ahli UPT TIK pada 10 September 2020 dan hasilnya dinilai memenuhi standar. Rencananya aplikasi diperkenalkan kepada calon peserta Pemira dan tim, serta kepada mahasiswa umum.
Setelah memasukkan kode, sistem akan mengarahkan mahasiswa ke halaman mengunggah foto selfie sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
Foto ini menentukan apakah suara mahasiswa sah atau tidak. Jika foto sah, maka suaranya terhitung dan kembali ke sistem. Jika foto tidak sah, misalnya gambar tidak jelas atau salah unggah, operator akan bilang ke
Caranya mahasiswa harus masuk ke laman pemira.unri.ac.id dengan mengisi NIM dan surel mahasiswa UNRI. Lalu sistem akan mengirimkan verifikasi ke surel mahasiswa.
“Di situlah letak titik integritas suara mahasiswanya. Di sini harus ada akses mahasiswa ke e-mail student, karena diperlukan kode OTP yang dikirimkan oleh sistem,” lanjutnya.
Benny Putra mantan Ketua KSL yang kini tengah bekerja di bidang Informasi dan Teknologi Rumah Sakit UNRI menjelaskan kemampuan atau resource server akan dinaikkan pada hari pelaksanaan pemilihan. Hal ini diperlukan guna antisipasi downtime atau jaringan terganggu. “Seandainya aplikasi ini dibeli, harga yang ditawarkan berkisar Rp100 juta. Bisa negosiasi lagi dengan beberapa pengembangan ke depannya, kami pun tidak lepas tangan begitu saja,” kata Benny.
Walaupun seluruh mahasiswa UNRI mengakses situs Pemira ini, kata Dimas intensitasnya tidak sepadat saat pengisian Kartu Rencana Studi.
Dimas melanjutkan mahasiswa yang bisa mengakses aplikasi ini adalah mahasiswa aktif yang memiliki Nomor Induk Mahasiswa (NIM) dan surat elektronik (surel) resmi domain student UNRI yang disediakan oleh pihak kampus. “Maka dipastikan satu mahasiswa untuk satu hak suara, mahasiswa yang sudah memilih otomatis tidak bisa memilih lagi,” tutur Dimas.
hanya sebagai penyedia aplikasi, untuk pelaksanaan diserahkan kepada UPT TIK,” jelas Dimas.
mahasiswa untuk mengunggah ulang foto.
Barulah mahasiswa dapat memilih calon peserta Pemira yang diinginkan. Setelah selesai bisa langsung keluar dari aplikasi.
Dimas menjelaskan, PPRU meminta UPT TIK sebagai penyedia penyimpanan data (server).
“Kami tinggal meletakkan aplikasi kami di server tersebut. Jadi KSL
“Apabila servernya high traffic atau permintaannya tinggi, bisa diubah konfigurasi server. Dinaikkan memorinya dan diberi bandwidth yang lebih. Pihak Puskom juga sudah memberi solusi jika server tibatiba down,” terang Dimas.
Menurut pihak UPT TIK, lamanya gangguan jaringan sekitar lima menit. Tidak sampai tiga puluh menit sehingga mumpuni dilaksanakan e-voting.
“KSL akan selalu menjalin kerja sama yang baik dengan PPRU untuk menyelenggarakan Pemira ini,” tutup Dimas.
BAHANA MAHASISWA EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020
21
KHAZANAH
MERAWAT KEBERSAMAAN LEWAT PANTUN BATOBO Oleh Reva Dina Asri
Kobou siapo nan panjang tanduok Talinduong padi den dibueknyo Anak siapo yang panjang obuok Tabedo ati den dibueknyo
22
BAHANA MAHASISWA
EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020
L
ANTUNAN Pantun Batobo ini didendangkan oleh Salman Aziz, seniman dan pemerhati budaya dari Kabupaten Kampar. Batobo diserap dari Bahasa Melayu Kampar Ocu dan Kuantan Singingi. Asal katanya tobo atau toboh yang berarti kelompok. Kemudian ditambah imbuhan ber/ba sehingga menjadi bertoboh dan Batobo. Maka Batobo bermakna berkelompok-kelompok. Tujuannya mengerjakan ladang atau tanah pertanian berkelompok secara
Foto: LAM Riau
bergiliran sesuai anggota toboh. Persebaran tradisi Batobo ini meliputi wilayah Kampar, Kuantan Singingi dan Indragiri Hulu.
disebut toroyong. Diartikan sebagai melakukan suatu kegiatan secara bersama tanpa mengharap balasan upah.
“Terjadi pergeseran makna Batobo sekarang,” kata Salman Aziz. Menurutnya, berbeda makna antara berkelompok dan bergotong royong. Dalam Bahasa Ocu gotong royong
Ada dua jenis pengelompokan dalam Batobo. Pertama, Batobo kampung atau kerap disebut Batobo biasa. Anggota kelompok berasal dari masyarakat kampung yang sama. Batobo ini meminta izin pada kepala
Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Batobo bermakna kegiatan menggarap sawah atau ladang secara gotong royong sambil berpantun.
“Sementara Batobo ada balasannya berupa jasa,” ujarnya. Jasa dibalas jasa, begitulah sistem Batobo.
kampung atau desa.
Kedua, Batobo persukuan atau pasukuan. Kelompok ini anggotanya berasal dari suku yang sama. Untuk pengerjaannya, Batobo Persukuan meminta izin kepada kepala suku atau ninik mamak setempat.
Selain dua pengelompokan itu, dalam Batobo ada juga kelompok berdasarkan jenis kelamin. Toboh Bujang untuk kelompok laki-laki, Toboh Gadih kelompok perempuan dengan usia dan status yang beragam. “Tapi di dalam toboh bujang BAHANA MAHASISWA EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020
23
akan tetap ada perempuan. Begitu sebaliknya,” ujar Aziz.
Sebab pengerjaan sawah tak semuanya bisa dilakukan kaum lakilaki saja. Perlu ada kaum perempuan. Sebaliknya pun begitu. Perlu ada lelaki yang membantu pekerjaan kelompok perempuan.
Taufik Ikram Jamil Sekretaris Umum Lembaga Adat Melayu Riau, katakan adanya kelompok Batobo berdasar jender disebabkan tradisi merantau kaum lelaki. Sehingga berladang biasa dilakukan perempuan. “Umumnya perempuan yang mengerjakan ladang,” kata Taufik.
Batobo biasanya berisi 8 sampai 20 orang. Mereka mengerjakan ladang mulai pagi hari. Jelang siang anggota toboh istirahat menyantap kudapan. Ada nasi dan lauk pauknya serta panganan lain seperti konji atau bubur dan aneka ragam kue. Di sela istirahat itulah, anggota toboh saling berbalas pantun untuk hiburan pengobat letih. Pantun ini yang dikenal sebagai Pantun Batobo. “Pantun ini terjadi karena kegiatan Batobo, ada hubungan sebab-akibat di dalamnya,” ujar Salman Aziz.
Sepemahamannya menganggap ini sebagai pantun di ladang yang timbul karena adanya kegiatan batobo. “Terlalu sempit pemaknaannya jika Pantun Batobo hanya untuk pekerjaan ladang,” tambahnya.
Pantun Batobo memiliki khas pada kata sampiran yang muncul dari benda-benda yang ada di sekitar. Spontanitas merangkai kata menjadi bait-bait. Seperti kerbau, air, lumpur, padi, benih atau peralatan berladang seperti cabak (cangkul). Pantun Batobo juga berisi nasihat, jenaka sindiran dan paling banyak berkisar muda-mudi. “Temanya juga bermacam ragam, umumnya memang berkisar muda-mudi,” jelas Taufik Ikram.
Seperti merayu, menyatakan cinta, ungkapan rindu, menuangkan kekecewaan dan merendahkan
24
BAHANA MAHASISWA
EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020
diri. Seperti pantun ini berisi merendahkan diri bagi muda mudi. Intan intan pulau Anggoda Intan intan pulau anggoda Toluak siantan solok aghu Teluk siantan solok Aghu Acu santan adiok simpola kakak santan adik simpola Manokan omuo bacampu bawu Tidaklah mungkin akan bersatu “Terkadang, Pantun Batobo bisa dijadikan tolok ukur besarnya cinta seseorang,” kata Salman Aziz.
Ini berlaku bagi muda mudi yang saling ‘berjual-beli’ pantun di kelompok toboh masing masing. Penilaiannya dari kemampuan ia merangkai diksi. “Itulah mengapa dibentuk kelompok toboh persukuan, sebab menghindari saudara sesuku dalam adu rayu,” ucap Salman Aziz.
Ini menjadi pantang larang yang fatal jika dilanggar. Mereka yang berasal dari suku yang sama dilarang keras untuk menjalin hubungan asmara atau menikah. Sebab dianggap masih satu darah dan garis keturunan. Terancam Punah Tahun 2017 lalu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menobatkan tradisi Batobo dan sepuluh tradisi di Riau sebagai Warisan Budaya Tak Benda Provinsi Riau. Di antaranya Rumah Lontiok, Silat Perisai, Sijobang Buwong Gasiong, Manongkah, Onduo Rokan, Perahu Beganduang, Tunjuk Ajar Melayu, Selembayung Riau, Zapin Api dan Zapin Meskom. Perlahan pantun batobo ini mulai ditinggalkan. Kepunahan tinggal menungu waktu saja bila tak dilestarikan. Menurut Salman Aziz, tradisi ini terakhir dilantunkan oleh generasi tahun 1980 atau berakhir pada tahun 2000-an. Kini kegiatan Batobo sangat jarang dilakukan. Meskipun ada, jarang yang menggunakan pantun sebagai penghibur pelepas penat
bekerja.
“Perubahan pola bertani dari kelompok menjadi individu juga salah satu faktor Batobo hilang,” tambah Taufik Ikram. Selain itu, pemilik ladang terbiasa mengupah pekerja atau memberikan sawahnya kepada orang lain untuk diolah dengan sistem bagi hasil. Pengupahan ini karena kemajuan teknologi dalam menggarap sawah. Seperti tak lagi butuh kerbau, sebab traktor sudah ditemukan. Waktu yang semakin singkat dan pekerjaan lebih mudah. “Lahan pertanian juga sudah sangat dikit,” ucap Salman Aziz.
Data dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau tahun 2020 memperkirakan lahan pertanian di Riau menyusut hingga 22,4 persen. Dengan luasan tersisa berkisar 5.454 hektar lahan dari 7028 hektar. Penyebabnya masifnya konversi lahan sawah menjadi kebun kelapa sawit. “Sekarang juga lebih banyak lahan yang dikuasai korporasi yang membuka perkebunan sawit,” tambah Taufik Ikram.
Taufik menyayangkan pemerintah daerah belum juga keluarkan peraturan tegas tentang konversi lahan persawahan. Ia contohkan di Kecamatan Bunga Raya Kabupaten Siak yang sudah mengeluarkan larangan untuk ekspansi lahan ini. “Hasilnya, Bunga Raya menjadi kecamatan yang masih memiliki lahan pertanian yang luas,” kata Taufik Ikram.
Untuk mengatasi kepunahan pantun ini, seniman Riau mulai membuka panggung ke panggung untuk melantunkan Pantun Batobo. Meski tak selaras dengan definisi aslinya, berpantun di ladang. Namun ini menjadi cara tersendiri untuk merawat Pantun Batobo. Kini, Pantun juga sedang diajukan sebagai warisan budaya dunia.
“Di masa pandemi ini kami beralih ke virtual sebagai panggung untuk berpantun, agar kebudayaan tetap hidup,” tutup Salman Aziz.
JENGAH
Bagaimana Mengembangkan Potensi Akademik bagi Mahasiswa? Oleh Nurfi Hikma
S
ETIAP mahasiswa pasti mempunyai potensi yang berbeda-beda di dalam dirinya. Salah satunya potensi akademik, kemampuan kognitif atau kecerdasan tentang ilmu pengetahuan. Akan tetapi, ada yang berhasil mengembangkannya dan ada pula yang tidak. Mereka yang berhasil bukanlah karena mendapatkannya secara instan atau keberuntungan semata, tapi ada perjuangan di baliknya. Lalu apa saja tips bagi mahasiswa untuk mengembangkan potensi akademik tersebut?
Pertama, kenali potensi diri. Kita tidak akan bisa bergerak jika kita sendiri tidak paham apa passion yang kita miliki. Buya Hamka pernah berkata, “Salah satu pengkerdilan dalam hidup adalah membiarkan pikiran yang cemerlang menjadi budak bagi tubuh yang malas.� Dengan begitu, merupakan sebuah keharusan bagi kita menemukan jati diri. Jangan sampai kita malas dalam proses pencariannya.
Kedua, tentukan tujuan hidup, ke depannya mau menjadi apa. Hal ini juga terkait dengan cita-cita. Mungkin saja terdengar sepele, tapi banyak dari mahasiswa sekarang ini bingung ketika ditanyai apa cita-cita mereka. Nah, karena itu kita harus menguatkan bangunan mimpi, sehingga inilah yang akan selalu menjadi motivasi dan semangat berkarya.
Ketiga, fokus. Tentu tidak mungkin kita bisa menguasai satu hal dalam waktu bersamaan karena kita adalah manusia dengan keterbatasan. Jadi cukup fokus pada satu hal saja. Tak lupa kita harus berkomitmen. Dalam hal ini kita juga akan belajar bagaimana mendisiplikan diri, paham menajemen waktu ataupun skala prioritas.
Keempat, berani mencoba. Teori tanpa praktik hanyalah omong kosong belaka. Hal itulah yang harus kita terapkan pada potensi yang kita miliki. Ikuti berbagai pelatihan untuk mendapatkan pengetahuan dan berbagai perlombaan. Inilah yang akan menciptakan jiwa kompetitif dan sikap kooperatif.
Terakhir, yang paling penting dari segalanya adalah doa dan restu dari orang tua. Kita bisa bekerja keras, tapi Allah yang menentukan. Tangan tuhan akan selalu ada dalam setiap kesuksesan. Raih rida orang tua dan insyaAllah, Allah juga akan meridai setiap pekerjaan yang kita lakukan.
Nurfi Hikma, Mahasiswa Fisika UNRI 2017 Finalis Pemilihan Mahasiswa Berprestasi (Pilmapres) Nasional
BAHANA MAHASISWA EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020
25
BINCANG-BINCANG
BAYANG-BAYANG Kerusakan Lingkungan di Omnibus Law
Foto: Rio BM
Hasil kajian Jikalahari mencatat enam poin krusial terkait pasal lingkungan di Omnibus Law. Di antaranya menguntungkan korporasi, membuat korporasi kebal terhadap hukum, memudahkan korporasi dalam merampok hutan alam, makin garangnya kriminalisasi petani, meningkatkan risiko menyuap pemerintah dan mempercepat rusaknya hutan alam. Oleh Raudatul Adawiyah Nasution
26
BAHANA MAHASISWA
EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020
S
EJAK Undang-undang Cipta Kerja disahkan DPR pada 5 Oktober lalu, gelombang aksi penolakan terus bergulir di berbagai daerah. Di Riau, berkali-kali massa aksi mendatangi Kantor DPRD Provinsi Riau.
Seperti aksi 7 Oktober yang dilakukan mahasiswa Universitas Islam Riau. Kemudian sehari setelahnya disambung Koalisi Rakyat Riau yang terdiri atas mahasiswa, buruh, masyarakat sipil berunjuk rasa meminta dewan di Riau ikut bersama menolak Omnibus Law.
barulah seluruh massa yang ditahan dibebaskan dengan syarat ada penjamin masing-masing satu orang.
Sehari berikutnya giliran massa Kelompok Cipayung juga menuntut yang sama. Omnibus Law dibatalkan.
Merespon tuntutan massa, Pimpinan DPRD Riau akhirnya berkirim surat ke istana. Isinya menyampaikan tuntutan mahasiswa dan masyarakat Riau menolak Undang-undang Cipta Kerja, pada Senin 12 Oktober.
menempatkan masyarakat setara secara hukum dalam berpartisipasi menetapkan Amdal. Maria juga khawatir tim uji Amdal bentukan pemerintah bisa abai terhadap keadaan wilayah tertentu. Tidak cukup jika hanya mengandalkan peta secara teknologi. Ada banyak fakta-fakta di lapangan yang perlu diperhatikan. Karena pemanfaatan lingkungan berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. “Partisipasi masyarakat itu yang saya
Maria Maya Lestari, Dosen Fakultas Hukum Universitas Riau berpendapat Omnibus Law akan memperparah kerusakan lingkungan. Analisis Dampak Lingkungan atau Amdal yang sebelumnya dipakai untuk memperoleh izin lingkungan telah dihapuskan. Kini, Amdal hanya dipakai untuk memperoleh izin usaha saja. Kericuhan pun tak bisa dihindarkan. Aparat kepolisian menembaki massa dengan gas air mata. Massa berlarian kocar-kacir. Banyak korban berjatuhan. Ada yang pingsan, terinjak peserta yang lari, sesak napas bahkan ada yang mengalami patah kaki dan harus ditandu oleh rekan-rekannya. Polisi juga menangkap sembilan mahasiswa dan satu orang masyarakat sipil lalu dibawa ke Kantor Polda Riau. Lembaga Bantuan Hukum Pekanbaru mendampingi sepuluh orang yang ditangkap aparat kepolisian. Noval Setiawan, Pengacara Publik LBH Pekanbaru menjelaskan penangkapan ini tidak tepat, sebab saat keributan pecah, para korban berada di posisi paling depan. Sementara lemparan batu dari arah belakang. “Mereka masuk ke Pos jaga depan DPRD, di situ ditangkap,” kata Noval.
Selain massa, satu unit mobil ambulans juga ditahan karena lalu lalang di tengah massa aksi. Polisi curigai ada selubungan dana dari luar. Setelah pukul 12 tengah malam
Di hari yang sama Syamsuar— Gubernur Riau juga mengirim surat serupa. Surat itu dikeluarkan setelah mengadakan dialog bersama perwakilan tiga kelompok besar serikat buruh dan mahasiswa.
Maria Maya Lestari Dosen Fakultas Hukum Universitas Riau berpendapat Omnibus Law akan memperparah kerusakan lingkungan. Analisis Dampak Lingkungan atau Amdal yang sebelumnya dipakai untuk memperoleh izin lingkungan telah dihapuskan. Amdal hanya dipakai untuk memperoleh izin usaha saja. Masyarakat juga dirugikan lantaran tak dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen Amdal. Padahal sebelumnya di UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ada akses masyarakat lewat pengadilan.
“Masa kita harus demo-demo terus. Dikasih akses saja kadang gak didengar,” kata Maria. Kurangnya
ruang
yang
pikirkan,” ujar Maria.
Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) juga kaji Omnibus Law ini. Mereka menemukan enam poin krusial. Pertama, menguntungkan korporasi membakar hutan dan lahan seluasluasnya. Kedua, makin garang mengkriminalisasi petani, masyarakat adat dan pejuang lingkungan hidup. Ketiga mempercepat menebang hutan alam, merusak gambut dan menggunduli hutan alam tersisa. Poin keempat korporasi kebal hukum. Kelima makin mudah menyuap pemerintah dan pemerintah makin mudah korupsi. Terakhir, korporasi kian mudah merampok hutan alam Indonesia, tidak bayar pajak lalu uangnya disimpan di negeri surga pajak di luar negeri. Untuk membahas isu lingkungan pada UU Omnibus Law khususnya di Riau, Raudatul Adawiyah Nasution, Reporter Bahana bincang-bincang bersama Okto Yugo Setiyo Wakil Koordinator Jikalahari. Berikut hasil petikannya : BAHANA MAHASISWA EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020
27
Bagaimana gambaran dampak lingkungan akibat disahkannya Omnibus Law?
Okto Yugo Setiyo
Poin secara umum Omnibus Law ini menguntungkan korporasi. Misalnya dalam pasal kebakaran hutan dan lahan, didahulukan sanksi administrasi. Hal itu akan membuat pengusaha lebih senang. Artinya mengedepankan sanksi administrasi dapat jadi lampu hijau bagi perusahaan yang doyan merusak lingkungan.
Wakil Koordinator Jikalahari
Intinya ada dua poin dampak Omnibus Law paling fatal bagi penegakan kejahatan lingkungan. Pertama hanya akan menciptakan kriminalisasi masyarakat adat dan tempatan terus-menerus. Sebab menanam di dalam kawasan hutan yang sesungguhnya wilayah adat mereka. sedangkan untuk menebus sanksi administrasi tidak sanggup. Yang paling berbahaya adalah malah melegalkan kejahatan korporasi.
Sesuai dengan draf yang diserahkan ke DPR RI. Naskah akademiknya terus berubah. Ada 79 Undang-undang yang direvisi. Jikalahari tidak analisis semua, setidaknya ada empat UU yang telah dianalisis dan hasilnya dipublis. Yaitu UU Penataan Ruang, UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), UU Kehutanan dan UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H). Keempat Undang-undang tersebut adalah peraturan yang mengikat terkait lingkungan yang diubah oleh Omnibus Law. Bagaimana kira-kira gambaran potensi penegakan hukum terhadap Omnibus Law? Akan sangat bias. Misalnya yang sengaja melakukan perbuatan kerusakan lingkungan akan dikenai sanksi administrasi minimal 3 Miliar dan maksimal 10 Miliar. Sedangkan di pasal selanjutnya ketentuan untuk
28
BAHANA MAHASISWA
EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020
Foto: Istimewa
Apa saja UU terkait lingkungan yang diubah dalam Omnibus Law?
yang lalai dikenai sanksi administrasi paling sedikit 1 Miliar dan paling banyak 3 Miliar. Bukan masalah besar bagi korporasi memenuhi denda administrasi. sekiranya saja kasus korporasi bakar hutan luasnya mencapai seribu hektar akan tetap untung walaupun dikenakan denda. Sangat berbanding terbalik jika perseorangan atau masyarakat yang melakukan pelanggaran. Mereka yang tanamannya masuk dalam kawasan hutan dan sebagainya. Sanksi administrasi yang ditetapkan sama dengan korporasi. Sangat tidak mungkin masyarakat dapat memenuhi sanksi tersebut. maka arahnya ke hukuman pidana. Itu poinnya, jadi untung untuk perusahaan, sedangkan masyarakat arahnya akan ke kriminalisasi.
Beda dengan penegakan hukum sebelumnya. Kalau mengedepankan pidana, prosesnya lebih terbuka. Ada ruang untuk publik bisa ikut memantau proses penegakan hukum. Biasanya pasal 98 hingga 99 dipakai untuk memenjarakan perusahaan pembakar hutan. Namun UU Cipta Kerja telah mengubahnya dengan mendahulukan sanksi administrasi.
Kini Penyidik Polisi dan PPNS KLHK saat terima laporan karhutla tidak dapat memproses secara pidana kecuali tidak menjalanksan sanksi administrasi. Sanksi administrasi rawan potensi korupsi. Sebab sangat sulit dipantau transparansinya. Hanya pemerintah yang berhak memberikan sanksi. Bisa saja disana ada lobi, akan ada banyak fakta yang tidak tergali. Apa saja yang patut dicurigai dalam penetapan sanksi terhadap perusak lingkungan dalam Omnibus Law?
Ada banyak penetapan sanksi yang patut dicurigai. Misalnya terkait UU Pencegahan Perusakan Lingkungan pasal 92 membebani sanksi minimal 1,5 Miliar dan maksimal 5 Miliar bagi perusahaan yang menanam atau membangun dalam kawasan hutan tanpa izin. Walaupun besar dendanya, pasal ini tetap anomali karena pasal
110 A membuat penegakannya pincang. Sebab dalam pasal tersebut diberi waktu selama dua tahun sejak UU ini diundangkan bagi perusahaan untuk memenuhi persyaratan izin berusaha. Otomatis sanksi pada pasal 92 tidak bisa diterapkan. Ada dua kemungkinan permainannya. Sebab terlanjur membuka lahan atau justru sengaja. Artinya mundur dari pasal. Perusahaan hanya diwajibkan menyelesaikan persyaratannya, tanpa dijatuhi hukuman terlebih dahulu. Bagaimana posisi masyarakat adat dalam Omnibus Law? Masyarakat akan sangat dirugikan. Tentu akan sangat mudah dihukum. Sedangkan korporasi melenggang. Bayangkan saja, untuk menebus sanksi administrasi masyarakat adat mana sanggup. Dari mana duit sebanyak miliaran itu bisa didapat masyarakat adat. Lalu jika tidak bayar, masyarakat dipidana penjara maksimal delapan tahun. Hal ini malah mengkriminalisasi masyarakat adat. Sedangkan mereka sudah sejak lama hidup di kawasan hutan yang dulunya wilayah adat nenek moyangnya malah dengan mudah dihukum denda dan penjara. Tentu ini jadi kemenangan bagi korporasi.
Selain itu masyarakat adat yang kawasannya dipakai korporasi untuk kegiatan usaha tidak punya ruang untuk ajukan keberatan terhadap dokumen Amdal, padahal sebelumnya di UU Nomor 32 Tahun 2009 PPLH ada ruangnya. Bagaimana perubahan proses izin pembentukan perusahaan? Dalam prosesnya pengusaha langsung dipermudah pemerintah pusat. Kewajiban pemerintah daerah menyediakan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dalam bentuk digital. Berisi informasi kesesuaian rencana lokasi kegiatan. Lalu pemerintah pusat mengintegrasikan RDTR digital tersebut dalam sistem perizinan
berusaha secara elektronik.
Terkait tata ruang, kini ada selektifitas. Dalam UU Cipta Kerja pasal 15, izin usaha diajukan ke kepala daerah mengikuti kesesuian ruang, mengikuti Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Ketika RDTR belum disusun, maka izin dapat langsung diusulkan ke pemerintah pusat. Intinya kewenangan otoritas penataan ruang yang awalnya ditangan gubernur dan bupati ditarik ke pemerintah pusat. Lalu bagaimana eksistensi Amdal dalam Omnibus Law? Mengenai Amdal, sebelumnya Amdal dipakai untuk memperoleh izin lingkungan. Kini Amdal dipakai dalam proses memperoleh izin usaha, sedangkan izin lingkungan dihapuskan. Namun tidak semua usaha harus pakai Amdal. Oleh Omnibus Law, penyusunan dokumen Amdal dilakukan dengan melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung, tak bisa menggandeng pemerhati lingkungan hidup lagi. Kritikan terhadap Omnibus Law dalam proses pembentukannya? Sebelumnya proses pembentukan maupun perubahan surat ketentuan peraturan perundang-undangan melewati perdebatan yang panjang. Mengikuti asas-asas pembentukan sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011. Kini penggabungan dan perubahan 79 UU yang terdiri atas 15 bab dan 186 pasal bisa selesai dalam waktu singkat. Pengerjaannya sangat terburu-buru, ini jauh dari budaya badan legislasi terdahulu. Mengangkangi pemikiran anggota dewan terdahulu. Selain itu menyulitkan bagi yang ingin menganalisa.
BAHANA MAHASISWA EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020
29
30
BAHANA MAHASISWA
EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020
PERLUAS JANGKAUAN USAHA ANDA
Dengan bermitra bersama Bahana Mahasiswa. Kami menyediakan jasa periklanan (web & majalah), foto, pembuatan video, desain, dan layout.
MINAT? HUBUNGI:
0821-7455-3866 0823-6815-0864
BAHANA MAHASISWA EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020
31
32
BAHANA MAHASISWA
EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2020