
9 minute read
SEULAS PINANG
JANGAN SEPELEKAN SOSIALISASI
Seperti pungguk merindukan bulan. Lama berharap Pemira bisa berlangsung tanpa aklamasi dan sistem lebih canggih, pupus sudah. Pasangan Nofrian Fadil Akbar dan Fitrah Agra Nugraha terpilih aklamasi akan memimpin BEM UNRI setahun ke depan. Begitupun dengan anggota dewan mahasiswa turut aklamasi.
Advertisement
Sejak lima tahun terakhir hanya satu kali mahasiswa UNRI menyelenggarakan pesta demokrasi langsung. Sisanya terpilih aklamasi. Nasib serupa terulang lagi, tak ada pemilihan untuk ketua dan wakil ketua BEM maupun anggota DPM.
Padahal Panitia Pemilihan Raya Universitas (PPRU) sudah siapkan aplikasi bila Pemira dilaksanakan secara daring. Ya, meski nantinya tidak ada pandemi, sistem ini harus dipertahankan sebab mahasiswa tak repot-repot datang ke TPS.
Maret sebelum pandemi, tahapan Pemira sudah masuk pendaftaran bakal calon. Namun karena UNRI mulai berlakukan pembelajaran jarak jauh, Pemira pun harus ditangguhkan.
Mei, Steering Committee (SC) ambil keputusan Pemira akan dilanjutkan bergantung perkembangan Covid-19. seadanya dan mahasiswanya saja yang apatis.
Bisa jadi, kedua kemungkinan tersebut memang benar adanya. Lantas itu tidak seharusnya menjadi pembenaran tanpa pertimbangkan proses keduanya. Sosialisasi harus maksimal mendorong partisipasi mahasiswa menjadi meningkat. Ini menjadi tugas bersama.
Sosialisasi yang lebih kreatif sangat perlu apalagi masa pandemi untuk memastikan penyebaran informasi itu sampai ke tiap mahasiswa. Misalnya web seminar dengan Zoom Cloud Meeting tentang Pemira yang disiarkan melalui seluruh kelembagaan UNRI khususnya tingkat fakultas. Tidak bergantung pada akun BEM dan DPM UNRI atau malah PPRU.
Proses peliputan Pemira ini juga terkendala tak kooperatifnya panitia. Misalnya kru kami hendak wawancara ketua panitia Muhammad Untung berungkali tak bisa dengan alasan sibuk.
Selain itu, mestinya SC mengambil keputusan langsung saja persiapkan Pemira daring menggunakan sistem E-Vote medio Mei lalu. Bukan malah menunggu perkembangan pandemi Covid-19 berakhir. Lantaran, tidak ada satu
Beberapa bulan tak ada kabar, keluarlah Surat Keputusan PPRU berupa mekanisme pemilihan secara daring yang diunggah di akun
Ilustrasi: Haby Frisco pun pihak yang bisa prediksi kapan musim pagebluk ini selesai. Jadinya, ada waktu empat bulan lebih PPRU dan Panwas enggak ngapa-ngapain.
Instagram @pemiraunri2020. Lalu tahapan pendaftaran bakal calon yang sempat tertunda kembali dilanjutkan.
Sempat ada protes dari beberapa mahasiswa minta Pemira dijadwalkan ulang khususnya sosialisasi lebih maksimal. Permintaan itu dikabulkan namun hanya menunda tujuh hari saja tanpa ada penambahan masa sosialisasi dengan sistem yang baru.
Begitu ketemu bulan September, kadang-kadang mahasiswa ini juga mirip DPR kolaborasi dengan Pemerintah bahas Omnibus Law. Bahas aturan secepat kilat tanpa partisipasi masyarakat yang baik. Menggesa Pemira di bulan September dan Oktober tanpa sosialisasi yang maksimal.
Simsalabim Aklamasi!
Komunikasi panitia Pemira kepada publik dominan melalui Instagram @pemiraunri2020 dengan pengikut hanya 1007 akun. Sementara mahasiswa aktif UNRI diperkirakan mencapai 30.000-an.
Soal ini, tentunya hanya ada dua persepsi: sosialisasi
MENGAPA AKLAMASI LAGI?
Sosialisasi Pemira UNRI 2020 sebelum pandemi
Foto: PPRU 2020

Sosialisasi tak maksimal jadi penyebab minimnya partisipasi mahasiswa dalam Pemira UNRI 2020. Apalagi tahapannya sempat terhenti beberapa bulan. Alih-alih langsung buat Pemira daring, penyelenggara justru menunggu pandemi berakhir.
Oleh Tegar Pamungkas
TIGA hari jelang pendaftaran peserta Pemilihan Raya— Pemira Universitas Riau 2020 dibuka. Beberapa mahasiswa dan perwakilan kelembagaan fakultas mendatangi Sekretariat Badan Eksekutif Mahasiswa.
Mereka menuntut Panitia Pemilihan Raya Universitas (PPRU) menunda pendaftaran dan memperpanjang tahapan sosialisasi Pemira. Sebab panitia belum laksanakan sosialisasi dengan sistem baru yaitu Pemira daring. Hal ini merujuk perubahan kedua Undangundang Mahasiswa (UUM) Nomor 3 Tahun 2020 yang baru disahkan 4 September lalu.
“Mereka (panitia) masih gunakan UUM Nomor 3 Tahun 2019 (Pemira langsung) sebagai acuan pelaksanan sosialisasi. Tentu tidak sinkron,” kata Muhammad Raihan—Gubernur Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) yang ikut mempertanyakan kejelasan Pemira.
Bahkan ketika akan memasuki tahapan pendaftaran pada 18 September, PPRU belum ada sosialisasikan mekanisme pemilihan daring. Keluhan Raihan ini dibenarkan oleh Muhammad Untung Saputra, Ketua PPRU.
“Sosialisasi terkait mekanisme Pemira online memang belum dilaksanakan,” kata Untung.
Sebelumnya Panitia sudah laksanakan tahapan sosialisasi 5 sampai 10 Maret, sebelum perkuliahan diliburkan akibat *
pandemi. Saat itu sosialisasi dilakukan dengan pemasangan spanduk, pamflet dan mimbar bebas. Namun saat itu masih gunakan pedoman Pemira langsung atau offline.
Sosialisasi merupakan salah satu tahapan dalam Pemilihan Umum. Tak terkecuali untuk Pemilihan Raya Universitas. Aturan soal tahapan sosialisasi tertuang dalam UUM No 3/2020 pada pasal 34 dan 34 A.
Pasal tersebut terdiri dari empat ayat. Pertama mengatur pelaksanaan sosialisasi paling lambat dilakukan sepuluh hari kerja setelah penentuan struktur kepanitiaan PPRU. Kemudian tertuang dalam ayat dua tentang tempat pelaksanaan sosialisasi, yaitu lokasi yang strategis dan terjangkau oleh seluruh mahasiswa di tiap fakultas se-UNRI.
Ayat tiga, media yang digunakan terdiri dari pamflet, spanduk dan jejaring sosial. Terakhir, materi sosialisasi berisi waktu dan tempat penyelenggaraan Pemira, syarat pendaftaran peserta dan hal-hal yang dianggap perlu demi suksesnya penyelenggaraan Pemira.
Sedangkan dalam pasal 34 A, tertulis sosialisasi dilakukan secara daring. Lebih detil yang dimaksud dengan secara daring adalah PPRU sosialisasikan informasi Pemira dengan menggunakan aplikasi.
Raihan mengaku tak merasakan adanya demokrasi dalam Pemira kali ini. “Tak sampai ke fakultas kami, bukan demokrasi namanya ini. Target

Pemira adalah mahasiswa, tentu harus disosialisasikan di fakultas, bukan hanya di jalan,” katanya.
Pernyataan yang sama juga disampaikan Rizki Chaniago, mahasiswa Ilmu Kelautan yang mengaku sama sekali tak mendapat sosialisasi mengenai Pemira di fakultasnya. Bahkan ia tak melihat satu pun spanduk terpasang.
Rizky juga keberatan, saat PPRU adakan mimbar bebas panitia tidak berkoordinasi dengan kelembagaan di FPK.
“Lalu apa materi yang disampaikan saat sosialisasi?,” tanya Indra Lukman mahasiswa Fakultas Hukum.
Tahapan sosialisasi dalam tahapan Pemira seharusnya sudah selesai 10 Maret lalu. Sebelum kampus diliburkan akibat pandemi Covid-19.
Untung sangkal perkataan Indra. PPRU sudah kirim informasi tahapan Pemira ke setiap kelembagaan fakultas. Lalu sampaikan syaratsyarat calon peserta Pemira dan ajakan menggunakan hak pilih.
Indra lanjutkan, PPRU seharusnya menjelaskan lebih rinci tentang mekanisme Pemira secara daring. Terlebih acuan yang digunakan sudah berubah. Hal ini menjadi polemik karena bertentangan dengan SK Pencabutan Tahapan Pemira daring itu sendiri. Poin a dan poin b* menyebutkan perlu ada waktu untuk sosialisasi Pemira.
Riset: Dicky Pangindra Infografis: Haby Frisco

“Di SK menyebutkan perlu sosialisasi, tapi di timeline tidak ada dibuat. Panitia seolah berdebat dengan dirinya sendiri,” kata Indra.
PPRU mesti memperpanjang masa sosialisasi karena seluruh tahapan pemira belum banyak diketahui mahasiswa. Ia khawatir kesiapan calon peserta yang akan mendaftar tak punya waktu menyiapkan syaratsyarat administrasi.
Permintaan itu akhirnya dikabulkan. PPRU keluarkan SK Pencabutan tahapan Pemira daring yang di unggah pada 17 September.
Selang enam hari, Panitia kembali umumkan jadwal tahapan pemilihan minus sosialisasi. Langsung ke tahap pendaftaran yang dibuka selama empat hari yaitu 25 sampai 28 September.
Tak puas dengan jadwal tersebut, mereka kembali datangi Sekretariat BEM, 28 September—hari terakhir pendaftaran Pemira. Tuntutannya masih sama.
Hal ini mendapat sanggahan dari Untung. “Sosialisasi tidak memiliki batas waktu. Tahapan tersebut pun sudah dilaksanakan,” ujarnya.
Jawaban Untung tak membuat mereka puas.
“Di dalam UUM juga tertulis, PPRU harus mengikuti tahapan sosialisasi baru ke tahapan selanjutnya. Apabila PPRU tidak memasukkan tahapan sosialisasi ke dalam tahapan yang baru, maka terjadi pengangkangan terhadap tahapan yang sudah diatur,” jelas Raihan.
Untung pun tetap pada pernyataan bahwa sosialisasi telah dilakukan, yaitu pada 6-10 Maret 2020. “Jadi tahapan selanjutnya adalah pendaftaran.”
Perdebatan itu berakhir tanpa kesepakatan.
Mahasiswa lainnya berkomentar soal sosialisasi ini. Misalnya Firdaus, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis merasa sosialisasi masih kurang efektif dilakukan oleh panitia, serta tidak ada perubahan berarti dari tahun sebelumnya. Ia mempertanyakan sebenarnya bagaimana koordinasi yang dilakukan PPRU dengan kelembagaan tingkat fakultas dan jurusan.
“Mereka (panitia) seharusnya mendorong antusias hingga maksimal,’’ kata dia.
Tidak hanya Firdaus, Putri salah satu mahasiswa Fakultas Kedokteran juga rasakan hal yang sama. Menurutnya lingkungan kampus kedokteran tak antusias adanya Pemira. Banyak dari mereka yang tidak paham tentang sistem dan mekanisme Pemira tahun ini.
“Ke depan panitia lebih menggencarkan lagi sosialisasi ke semua fakultas. Sehingga semua mahasiswa bisa antuasias mengikuti Pemira.”
Dosen Hukum Tata Negara UNRI, Zainul Ikhwan katakan bahwa sosialisasi secara daring dapat dikatakan memegang peranan yang besar dalam tingkat partisipan Pemira.
Mengingat keadaan pandemi ini, maka layak untuk dilaksanakan Pemira daring. Sehingga perlu memperkuat sistem keamanan dan jaringan pelaksanaan pemira serta sosialisasi yang harus dipastikan sampai kepada masyarakat.
“Dalam pelaksanaannya ada dua faktor yang seharusnya perlu ditela’ah kembali. Pertama apakah panitia PPRU sudah melakukan sosialisasi secara maksimal, ataukah yang kedua justru dari mahasiswanya sendiri tidak peduli,” tanya Zainul.
Menanggapi hal ini, Suci Widaswara jelaskan panitia telah berusaha semampu mereka. Koordinator Acara Pemira ini sebut bagimana mereka berusaha memaksimalkan sosialisasi.
“Setiap ada informasi kami selalu sampaikan melalui ketua kelembagaan, dengan harapan informasi disebar. Kami bahkan punya 109 kontak kelembagaan dan masing-masing kami PC (Personal Chat) satu persatu.”
Untung juga turut menambahkan di dalam UUM tidak ada tertulis jangka waktu sosialisasi pada tahapan Pemira. Selain itu, ia katakan kendala terbesar PPRU adalah memastikan bagaimana informasi sampai kepada mahasiswa.
“Kami sudah berusaha semaksimal kami,” tutup Untung.#Raudatul, Ecika
56,4 persen mahasiswa tahu tahapan Pemira
Oleh Tegar Pamungkas
Secara umum, dari jajak pendapat tersebut Bahana mendapat hasil bahwa 86,05% dari seluruh responden mengetahui adanya Pemira. Namun, keterbatasan waktu dalam melakukan survei hanya 172 responden yang menanggapi.
BAHANA Mahasiswa melakukan jajak pendapat melalui google formulir mulai 1 hingga 4 Oktober 2020. Hasilnya jajak pendapat tersebut diisi oleh 179 responden, namun hanya 172 responden sah. Tujuh lagi eror karena pengisian data tidak lengkap.
Jajak pendapat ini bertujuan melihat sejauh mana mahasiswa UNRI paham tentang Pemilihan Raya atau Pemira. Mulai dari pengetahuan tentang apa itu Pemira, tahapan, hingga mekanisme pemilihan.
Berlatar belakang dari beberapa mahasiswa yang mempertanyakan kelanjutan Pemira di masa pandemi. Selain itu juga melihat seberapa merata penyebaran informasi terkait Pemira daring, mengingat keikutsertaan mahasiswa baru dalam pemilihan.
Secara umum, dari jajak pendapat tersebut Bahana mendapat hasil bahwa 86,05% dari seluruh responden mengetahui adanya Pemira. Lalu 56,40% tahu tahapan Pemira. Sedangkan yang mengetahui tata cara atau mekanisme pemilihan Pemira tahun ini hanya 51,74%.
Dapat disimpulkan dari survei singkat ini bahwa kebanyakan mahasiswa hanya mengetahui soal Pemira secara umum saja di UNRI. Namun masih banyak yang tidak mengetahui kelanjutannya; tahapan dan mekanisme pemilihan.
Lebih lanjut, kami membagi jumlah responden tiap angkatan. Mulai dari angkatan 2020 dengan 31 mahasiswa, angkatan 2019 ada 21, kemudian 36 mahasiswa di tahun 2018, 32 dari angkatan 2017, 36 dari 2016, 14 mahasiswa 2015, dua mahasiswa 2014 dan satu mahasiswa angkatan 2013.
Sesuai dengan UUM No. 3 Tahun 2020, Daftar Pemilih Tetap Pemira UNRI 2020 merupakan seluruh mahasiswa yang masih bersatus aktif atau dapat dikatakan rentang mahasiswa angkatan 2013-2020 masih dapat mengikuti Pemira tahun ini.
Karena minimnya responden dari Mahasiswa angkatan 2014 dan 2013, maka tidak banyak kesimpulan yang bisa diambil dari kedua angkatan tersebut.
Dengan metode penghitungan yang sama, diperoleh persentase tingkat pengetahuan tentang Pemira sebagai berikut: Mahasiswa angkatan 2016 dengan 86,11%. Disusul dengan angkatan 2015, 2017, 2018, dan 2019 secara berurutan dengan angka 76,19%; 71,88%; 65,74%; dan 58,73%. Sementara mahasiswa angkatan 2020 yang notabene merupakan mahasiswa baru memiliki tingkat pengetahuan Pemira yang paling rendah diantara angkatan lainnya yaitu hanya 36,56 %.
Artinya, mahasiswa baru dengan 31 responden yang ada, tidak banyak yang paham benar tentang Pemira daring 2020 ini dibandingkan dengan angkatan di atasnya.
