Edisi Juli - Agustus 2016

Page 1

Edisi Juli-Agustus 2016 Bahana Mahasiswa 1


Daftar Isi

2 Bahana Mahasiswa Edisi Juli-Agustus 2016


Redaksi Yth Jawaban Dekan Faperika UR Menanggapi pertanyaan Muhamad Rizky Rinaldi, mahasiswa Ilmu Kelautan, terkait beberapa fasilitas di Fakultas Perikanan yang dimuat di majalah Bahana Mahasiswa Universitas Riau edisi Mei-Juni 2016, berikut kami berikan penjelasan: Prof. Dr. Ir. Bintal Amin, M.Sc

Ruang kuliah di Faperika pada awal pembangunannya sepertinya didesain bukan untuk ruangan ber-AC. Ruangan tersebut berukuran besar dengan plafon cukup tinggi 14x14x5 meter. Dilengkapi jendela dan ventilasi kaca yang lebar sepanjang sisi ruangan di bagian atas. Model ini dibuat agar terjadinya sirkulasi udara dengan baik. Saat ini, hampir seluruh ruangan kuliah sudah terpasang paling tidak enam kipas angin besar, untuk membantu sirkulasi udara dalam ruangan. Dengan kondisi cuaca panas seperti saat ini yang juga terjadi didaerah lain, tentu sedikit banyak akan berpengaruh, terutama pada saat perkuliahan jam 13.00 dan jam 15.00 sore. Keadaan seperti ini juga terjadi di fakultas lain. Pemasangan AC di ruangan perkulihan sudah pernah direncanakan, namun tidak dapat dilakukan keseluruhan dalam waktu segera. Tergantung pada tersedianya dana fakultas. Ketersediaan daya listrik juga menjadi masalah apabila dilakukan pemasangan AC di ruang kuliah. Untuk peralatan laboratorium saja masih dirasa kurang. Pemasangan AC dilakukan pada dua ruang kuliah, namun yang terjadi, ulah oknum mahasiswa yang belum bisa menjaga aset yang ada dengan baik. Remote AC hilang dan tidak ada yang mau matikan AC dan lampu setelah selesai kuliah. Faperika tetap berusaha mencarikan solusi agar suasana akademis termasuk pelaksanaan perkuliahan dapat berjalan dengan baik. Penambahan kipas angin dan AC untuk ruangan tertentu terus dilakukan dengan perencanaan yang sesuai dengan anggaran yang ada setiap tahunnya. Demikian penjelasan ini kami berikan. Penjelasan serupa juga sudah kami sampaikan pada mahasiswa dalam pertemuan perwakilan seluruh organisasi mahasiswa yang ada di Faperika beberapa waktu lalu.

Jawaban Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan Sehubungan dengan surat saudara Nomor: 67/PR/BM-UR/XXXII/VI/2016, dengan ini kami sampaikan bahwa, saat ini belum dapat beroperasi normal secara keseluruhan. Disebabkan adanya kerusakan teknis pada bagian mesin. Prof. Dr. Sujianto, M.Si

Pihak universitas terus mencari solusi terbaik agar alat tersebut dapat difungsikan kembali dalam waktu yang tidak terlalu lama. Bersama ini kami sangat mengapresiasi positif upaya Majalah Bahana Mahasiswa, dalam memfasilitasi keluhan dan saran civitas akademika untuk kemajuan Universitas Riau ke depan. Terimakasih.

Kop Edisi Juli-Agustus 2016 Bahana Mahasiswa 3


Sekapur Sirih

Tiga Puluh Tiga Tahun Bahana Mahasiswa Univers as Riau

J

Foto bersama kru Bahana dan alumni. Foto: Dok. Bahana

JULI lalu, jadi bulan yang sangat menyenangkan bagi kru Bahana. Sebab, selain merayakan idul ďŹ tri, Bahana juga memasuki usia 33 tahun, tepatnya 17 Juli 2016. Meski dalam suasana libur perkuliahan, beberapa kru Bahana kembali berkumpul di sekretariat, guna merancang peringatan milad Bahana. Hasilnya, kami buat acara sederhana. Halal bi halal, ceramah singkat, undang alumni dan potong nasi kuning. Tak ketinggalan, doa sebagai ucapan syukur juga kami panjatkan pada Allah Swt. Semoga Bahana semakin eksis dalam mengembangkan tradisi akademis yang kritis. Terus melahirkan penulis handal dan selalu berbagi informasi kepada seluruh civitas akademika. Pembaca, Edisi kali ini kami menyajikan beberapa liputan, baik dari dalam kampus hingga luar kampus. Laporan utama, kami menyoal rencana dihapusnya perwakilan mahasiswa dari keanggotaan senat. Wacana ini dituangkan dalam rancangan draft statuta Universitas Riau. Sayangnya, draft tersebut belum rampung dibahas setelah rapat senat 21 Maret

lalu, ditunda. Wacana menghilangkan perwakilan mahasiswa dalam keanggotaan senat tidak muncul begitu saja. Sejak diikutsertakan pada tahun 2003, tahun 2011, rencana untuk mengeluarkan perwakilan mahasiswa ini pernah diusul. Untungnya, usulan tersebut tidak disepakati setelah desakan dari kelembagaan mahasiswa. Begitu pula yang terjadi di tahun ini. Di rubrik artikel ilmiah, kami menyajikan cerita seorang dosen pertanian yang memiliki banyak penelitian. Beberapa penelitiannya yang telah diuji coba dibeberapa daerah di Provinsi Riau, sedang diusul dalam Hak Kekayaan Intelektual. Ia FiďŹ Puspita, Kepala Program Studi Agroteknologi. Sebagai penghargaan pada alumni, kami menulis perjalanan singkat Purwanto sejak mahasiswa hingga meniti karir. Ia alumni Teknik Sipil, juga pernah bergelut di Bahana sebagai ilustrator. Di luar kampus, kami ingin berbagi informasi dari perjalanan tiga orang kru Bahana, Agus AlďŹ nanda, Nirma Redisa dan Martha

4 Bahana Mahasiswa Edisi Juli-Agustus 2016

Novia Manullang. Agus mendatangi satu masjid tertua di Koto Pomban, Koto Perambah, Kabupaten Kampar. Masyarakat menyebutnya Masjid Kubro. Masjid ini sudah ada sejak masa Kerjaan Kampar. Lain lagi dengan Nirma Redisa. Ia menulis tata cara pernikahan masyarakat Melayu di Tembilahan. Adat isitiadat tak lekang dari tiap prosesi yang dilalui. Mulai dari meminang sampai ke pelaminan. Martha sendiri, menulis satu feature tentang dua musem yang berdiri bersebelahan di Kota Balige. Museum ini tentu tidak asing lagi terutama bagi masyarakat Batak. Mengunjungi musem ini seperti tinggal dalam sebuah pemukiman orang Batak. Keindahana alam sekitarnya cukup membuat nyaman. Pembaca, Selain beberapa liputan di atas, kami juga menyajikan beberapa rubrik non liputan. Ini cukup menemani waktu senggang anda. Semoga apa yang kami sajikan bermanfaat dan menambah wawasan serta pengetahuan kita bersama. Selamat membaca!


Seulas Pinang

Perwakilan Mahasiswa akan Dikeluarkan dari Senat Universitas MENJELANG berakhirnya masa kepengurusan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Riau periode 2015-2016, Andres Pransiska selaku Ketua BEM beserta menteri-mentrinya, berupaya mempertahankan status keanggotaan perwakilan mahasiswa dalam senat universitas.

dapat dibahas langsung jika ada perwakilannya. Suara yang setuju ini juga menilai, perlu adanya pembatasan kewenangan dari perwakilan mahasiswa tersebut.

Upaya ini juga diikuti oleh beberapa kelembagaan ditingkat fakultas. Mereka mengumpulkan tandatangan sebagai bentuk penolakan wacana tersebut. Hingga melakukan aksi bersamaan dengan rapat paripurna senat universitas di gedung rektorat lantai empat, 21 Maret lalu.

Alasan ini sesuai dengan harapan awal Prof Muchtar Ahmad. Sebab dimasa ia menjabat sebagai Rektor Universitas Riau, perwakilan mahasiswa secara resmi mendapat tempat dalam keanggotaan senat. Ide ini ia kemukan setelah pulang dari Inggris dan melihat salah satu universitas di negeri tersebut melakukan hal itu.

Konon, dalam rapat paripurna ini, kelangsungan status perwakilan mahasiswa dalam keanggotaan senat ditentukan.

Artinya, keikutsertaan perwakilan mahasiswa dalam keanggotaan senat disesuaikan dengan kapasitasnya.

Saat Ashaluddin Jalil menjabat Rektor, ide Muchtar Ahmad sempat tak diikuti lagi. Keberadaan Cover Oleh Rizky Ramadhan perwakilan mahasiswa dalam Kejadian ini bermula ketika keanggotaan senat pernah hendak Andres mengetahui adanya dihapus. Aras Mulyadi—saat itu pembahasan draft statuta universitas Pembantu Rektor I—menjadi Ketua Tim Pembahasan oleh Komisi B yang diketuai Prof Amir Hasan. Komisi ini Draft Statuta Universitas. Beruntung, wacana tersebut dibantu sembilan orang Guru Besar yang dikenal dengan tak jadi dilaksanakan. Tim Taspos. Andres tidak tergabung dalam tim ini. Ia mengetahui informasi terkait dari anggota senat lainnya. Kini, Prof Aras Mulyadi menjadi rektor. Wacana lima Dari situlah berbagai upaya penolakan muncul dari kelembagaan mahasiswa. Hingga akhirnya rapat paripurna senat universitas lalu ditunda alias belum ada keputusan yang bulat.

tahun yang lalu kembali mencuat. Reaksi penolakan dari kelembagaan mahasiswa tidak jauh berbeda. Pada intinya ingin tetap mempertahankan posisi mereka dalam keanggotaan senat.

Menurut Andres, wacana ini juga menuai pro dan kontra dari anggota senat. Yang tidak setuju menilai, perwakilan mahasiswa yang tergabung dalam keanggotaan senat belum layak karena ikut terlibat dalam mengambil kebijakan yang seharusnya tidak boleh diikuti. Misalnya dalam menentukan kenaikan pangkat dosen atau menetapkan guru besar. Juga ikut mewisuda mahasiswa padahal belum wisuda.

Rektor beserta anggota senat lainnya tidak perlu takut atau gerah dengan keberadaan perwakilan mahasiswa di senat. Pasalnya, kehadiran perwakilan mahasiswa tersebut bukanlah sebagai penghalang atau pengacau segala kebijakan di kampus. Keberadaan ini hanya semata memperjuangkan aspirasi mahasiswa yang ramai.

Yang setuju menilai, perwakilan mahasiswa penting berada dalam keanggotan senat agar segala aspirasi mahasiswa dapat disampaikan melalui perwakilannya. Kebijakan yang berhubungan dengan mahasiswa juga

Jika dianggap terlalu jauh mengikuti kewenangan dalam segala hal kebijakan kampus, berikan saja kewenangan tersebut sesuai dengan porsinya. Tidak mesti menyingkirkannya dari keanggotaan senat.*

Edisi Juli-Agustus 2016 Bahana Mahasiswa 5


LAPORAN UTAMA

P

PAGI ITU, 21 Maret 2016, halaman Rektorat Universitas Riau dipadati mahasiswa memakai almamater. Ada yang bawa pengeras suara dan poster bertuliskan, menolak mahasiswa dikeluarkan dari senat universitas. Diantara mereka ada yang memakai topeng menyerupai wajah Prof Aras Mulyadi—Rektor UR—dan Andres Pransiska—Ketua BEM UR kala itu—sambil memegang palu. Suara teriakan berulangkali terdengar dari kerumunan ini. Mereka mahasiswa UR yang tergabung dari berbagai kelembagaan di fakultas termasuk BEM universitas. Pukul 10.00, bersamaan rapat senat universitas mereka sedang berorasi menolak rencana dikeluarkannya perwakilan mahasiswa dari senat universitas.

“Bagian terpenting kampus adalah mahasiswanya. Kampus tanpa mahasiswa bukan kampus namanya. Maka sudah selayaknya mahasiswa menjadi salah satu anggota Senat Universitas,” ucap Faisal Indra Rangkuti, Menteri Sosial Politik Kabinet Sejuta Karya dengan pengeras suara yang dipegang. Lagu mars mahasiswa ikut mengisi orasi hari itu. Sambil berorasi, mahasiswa menunggu rektor beserta anggota senat yang sedang rapat di lantai empat, agar turun menemui mahasiswa. Hal ini tak kunjung terjadi. Alhasil mahasiswa beradu mulut dengan yang berupaya mengamankan pintu masuk gedung. Adu mulut ini tak berlangsug lama, mahasiswa terutama yang laki-laki berhasil masuk ke dalam gedung. Sementara perempuan tertahan di luar. Yang sudah berada di dalam terus menuju lantai dua. Di sini kembali terjadi perdebatan, karena upaya mereka untuk menjumpai anggota senat kembali tertahan. “Kami hanya ingin menyampikan hal baik untuk hasil yang baik,” ujar seorang mahasiswa. “Pak rektor, tolong jumpai anak-

6 Bahana Mahasiswa Edisi Juli-Agustus 2016

anak bapak. Kami ingin bapak turun menjumpai kami dan menyampaikan kabar baik. Mohon jumpai kami pak!” teriak seorang mahasiswa dibarisan paling depan. Permintaan mereka tak kunjung di penuhi. Sambil menyanyikan lagu Pada mu Negeri, mahasiswa terus beranjak ke lantai tiga. Mereka menanggalkan bendera dari kayu yang dibawa dan mengikatnya pada tangan. Di sini mereka duduk sejenak. Selain berorasi hingga ke dalam gedung, mahasiswa juga membagikan selembar kertas. Isinya: Menolak usulan draft Statuta Universitas Riau yang menghapus perwakilan mahasiswa dari anggota senat universitas. Meminta seluruh senat universitas mempertimbangkan, menolak usulan draft Statuta Universitas Riau yang menghapus perwakilan mahasiswa dari anggota senat universitas. Mengajak senat universitas berfikir kritis, bahwa keberadaan mahasiswa dalam Senat Universitas Riau sangat penting. Rapat senat hari itu pun usai. Hasilnya, pembahasan draft Statuta Universitas Riau ditunda. “Karena gerakan kawan-kawan, rapat pem-


LAPORAN UTAMA

Suara Lantang Upaya Penolakan Perwakilan mahasiswa akan dihapus dari keanggotaan senat. Kelembagaan menolak. Oleh Fitri Merga Ayu

Mahasiswa berorasi di depan gedung rektorat. Foto: Eko BM

bahasan statuta di ,” jelas Andres Pransiska pada teman-temannya yang sedang menunggu di luar. Andres juga berujar, peran mahasiswa di senat sangat penting untuk mengontrol kebijakan terkait mahasiswa. Dalam rapat senat yang berakhir hingga tengah hari itu, Andres Pransiska menjadi peserta rapat yang mewakili mahasiswa. Dalam rapat tersebut, nasib perwakilan mahasiswa sebagai anggota senat ditentukan. Pro dan kontra terhadap usulan tersebut juga mewarnai rapat. “Ada juga beberapa anggota senat yang mendukung kita,” ucap Andres. Tidak hanya itu, sebelum rapat paripurna senat siang itu, sudah dilakukan pembahasan berulangkali terkait draft statuta universitas. Hasilnya, tiap rapat tim tidak menemukan kesepakatan. Tim yang bertanggungjawab membahas draft tersebut diserahkan pada Komisi B Senat Universitas. Karena tidak menemukan kesepakatan, Komisi B pun membawa hal ini

dalam rapat paripurna seluruh anggota senat. Menurut andreas, yang menjadi perdebatan dalam rapat hari itu tidak hanya persoalan perwakilan mahasiswa dalam keanggotaan senat. Seingatnya, ada tujuh poin yang menjadi perdebatan. Poin perwakilan mahasiswa dalam keanggotaan senat yang terakhir dibahas. “Karena banyaknya tekanan dari luar oleh mahasiswa yang berdemo saat itu, pembahasan ini tidak dapat dilanjutkan. Hari itu juga langsung dipending,” jelas Andres. Menurutnya, kalau sempat terjadi voting dalam forum, kita pasti kalah meski sebagian ada yang mendukung. Setelah rapat senat dipending, Andres dan Menterinya, dipenghujung masa jabatan terus berupaya mempertahankan status perwakilan mahasiswa dalam keanggotaan senat. Mereka menjumpai Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan serta Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni. “Jawaban mereka normatif saja. Hanya menunggu keputusan Rektor,” kenang Andres. TRIANDI BIMANGKALID, Menteri Hukum dan Advokasi Kabinet Sejuta Karya, setelah mengetahui perwakilan mahasiswa akan dikeluarkan dari senat universitas, aktif melakukan berbagai pertemuan dengan kelembagaan mahasiswa lainnya. Ia meminta tanda tangan tiap Ketua BEM Fakultas yang menolak usulan tersebut. Bahkan mahasiswa Fakultas Hukum ini juga turun langsung ke tiap fakultas dan mengajak mahasiswa yang satu suara agar ikut aksi bersama di depan rektorat. “Senat Universitas Riau adalah suatu wadah untuk

memperjuangkan hak mahasiswa, seperti memperjuangkan UKT,” ujar mahasiswa angkatan 2012 ini. Jumat sore, minggu awal bulan Agustus, Abdul Khair menerima wawancara kru Bahana di taman depan gedung rektorat. Abdul Khair disahkan dalam Musyawarah Mahasiswa sekitar Mei lalu sebagai Presiden Mahasiswa menggantikan Andres Pransiska. Meski sudah membentuk kabinet—istilah lain dari pengurus BEM Universitas Riau—ia mengaku, belum membahas rancangan draft statuta Universitas Riau bersama pengurus lainnya. “Tapi kami tetap menolak perwakilan mahasiswa di keluarkan dari senat universitas,” tegas Presiden Mahasiswa dari Fisika FKIP ini. Terakhir kali anggota senat melaksanakan rapat paripurna Maret lalu. Namun belum menemukan kesepakatan akhir. Meski begitu, Khoir belum mengetahui ada pembahasan lanjutan terkait rancangan draft statuta universitas selama ia menjabat. “Saya masih anggota senat mewakili mahasiswa. Buktinya saat buka bersama anggota senat di Hotel Pangeran ramadhan kemarin, saya masih di undang,” jelas Khair. Menjelang pengurusnya aktif melaksanakan program kerja, Khair aktif berdiskusi dengan beberapa anggota senat terkait hal ini. Ia juga mendatangi beberapa dosen. Menurutnya, mayoritas tidak sepakat jika perwakilan mahasiswa ditiadakan dalam keanggotaan senat. “Hanya saja kewenangannya dibatasi. Tidak mesti semua hal kita diikutkan. Misalnya membahas kenaikan pangkat, itu bukan kewenangan kita,” terangnya.*

Edisi Juli-Agustus 2016 Bahana Mahasiswa 7


LAPORAN UTAMA

Dulu Diajak Sekarang Ditolak Masuknya perwakilan mahasiswa dalam keanggotaan senat universitas dimulai sejak Muchtar Ahmad menjadi Rektor. Ashaluddin Jalil yang menjadi Rektor selanjutnya sempat mengusulkan untuk dihapus. Namun tak jadi. Kini, Aras Mulyadi hendak mengulang wacana tersebut. Oleh Fitri Merga Ayu

U

USULAN memasukkan perwakilan mahasiswa dalam keanggotaan senat universitas bermula pada periode kedua Prof. Muchtar Ahmad menjabat Rektur UR. Ide ini muncul setelah Muchtar Ahmad pulang dari Inggris pada tahun 2000. Muchtar Ahmad dan seluruh rektor di Indonesia bagian barat, diundang oleh mengikuti program kepemimpinan dan mutu pendidikan tinggi. satu organisasi budaya Inggris yang bergerak dibidang pendidikan. Saat mengikuti program tersebut, Muchtar Ahmad mengetahui Universitas Warwick memasukkan perwakilan mahasiswa dalam keanggotaan senat universitas. Alasannya, agar aspirasi mahasiswa bisa disampaikan langsung ke senat. Misalnya, mahasiswa Warwick pernah mengumpulkan tandatangan mahasiswa atas kinerja dosen yang dinilai kurang baik. Tandatangan tersebut dibawa oleh perwakilan mahasiswa ke senat. Sejak itu, tiap semester ada angket yang dibuat. Jika 60 persen mahasiswa tak puas dengan kinerja dosen, senat wa-

jib mengusulkan pergantian dosen tersebut. “Universitas Warwick merasa tertolong dengan adanya perwakilan mahasiswa,” kata Muchtar Ahmad, mengenang perjalanannya ke Inggris 16 tahun lalu. Selain itu, menurutnya, keterlibatan mahasiswa di senat universitas untuk meminta masukan mahasiswa bagaimana baiknya universitas ini, terutama dalam hal akademis. Keterlibatan perwakilan mahasiswa di senat dinilai memberi kesempatan untuk berbicara langsung. Belajar memimpin dan terlibat langsung merumuskan dan mencari jalan keluar tiap persoalan yang dihadapi oleh universitas. Atas penilaian tersebut, mulai tahun itu, Muchtar Ahmad berupaya mengusulkan rencananya pada anggota senat yang lain. Perdebatan antar anggota senat juga muncul saat rencana tersebut diusul. Muchtar Ahmad bahkan diminta untuk mempertimbangkan secara matang usulannya. Singkat cerita, setelah beberapa kali rapat senat, pada tahun 2003 mayoritas anggota senat menyetujui usulan Muchtar Ahmad setelah melakukan voting. Ade Angga Presiden Mahasiswa pertama kala itu menjadi perwakilan mahasiswa di senat. Sejak itu, kebijakan yang berhubungan dengan mahasiswa bisa langsung dibahas di senat dan Presiden Mahasiswa sebagai perwakilan. Misalnya kebijakan soal uang kuliah. Muchtar Ahmad ingat betul, periode pertama ia menjabat Rektor didemo

8 Bahana Mahasiswa Edisi Juli-Agustus 2016

oleh mahasiswa karena kebijakan uang kuliah. “Waktu itu belum ada perwakilan mahasiswa di senat,” kenangnya. Meski sudah memberi kesempatan pada Presiden Mahasiswa untuk terlibat dalam keanggotan senat universitas, Muchtar Ahmad merasa kecewa. Sebab perwakilan mahasiswa jarang hadir pada tiap rapat yang diagendakan. “Saat pemilihan rektor saja hadirnya.” Meski begitu, Muchtar Ahmad tak setuju apabila perwakilan mahasiswa dihapuskan dari keanggotaan senat. Menurutnya, peran perwakilan mahasiswa itu sendiri yang harus diperkuat dalam menyampaikan aspirasi mahasiswa. Ade Angga mengakui, dari enam kali agenda rapat senat tak mengikuti secara penuh selama menjadi perwakilan mahasiswa di senat. “Tapi saya pernah mengusulkan beasiswa bagi pengurus kelembagaan yang aktif. Itu diterima oleh senat.” Ade Angga menambahkan, apa yang diusulkan dirapat senat tergantung kualitas orang yang menjadi perwakilan mahasiswa. DELAPAN tahun kemudian, jabatan Rektor UR berpindah ke tangan Ashaluddin Jalil. Draft Statuta Universitas Riau dibahas. Unsur perwakilan mahasiswa dalam keanggotaan senat mulai diusul untuk dihapus. Aras Mulyadi Pembantu Rektor I kala itu—kini Rekotr UR—jadi Ketua Tim Pembahasan Draft Statuta Universitas dibantu 30 anggota lainnya. Sama halnya kejadian 21 Maret


LAPORAN UTAMA

KRONOLOGIS Universitas Riau satu-satunya universitas di Indonesia yang mengikutsertakan perwakilan mahasiswa dalam keanggotaan senat. Kebijakan ini dimulai sejak Prof Muchtar Ahmad menjabat Rektor. Setelahnya, status perwakilan mahasiswa ini jadi persoalan. 1. Tahun 2000 Muchtar Ahmad pulang dari Inggris setelah mengikuti program kepemimpinan dan mutu pendidikan tinggi. Selama di Inggris, Muchtar Ahmad melihat Universitas Warwick mengikutsertakan perwakilan mahasiswa dalam keanggotaan senat. Menurutnya, universitas tersebut merasa terbantukan dengan keberadaan perwakilan mahasiswa meski haknya dibatasi. Muchtar Ahmad lalu menyampaikan hasil pertemuannya pada AriďŹƒen Mansoer yang menjadi Pembantu Rektor III saat itu. ArifďŹ en setuju perwakilan mahasiswa dimasukkan dalam keanggotaan senat. 2. Tahun 2003 Setelah melalui beberapa kali sidang, akhirnya usulan Muchtar Ahmad disepakati. Ade Angga Ketua BEM Universitas Riau periode 2003-2004, menjadi perwakilan mahasiswa pertama yang duduk dalam keanggotaan senat.

Muchtar Achmad. Foto:

2016, (baca, suara lantang upaya penolakan), upaya menghapus unsur mahasiswa dari anggota senat juga ditentang oleh mahasiswa, baik dari tingkat jurusan, fakultas hingga universitas. Selama dua bulan, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Riau yang dipimpin Adi Hamdani kala itu, aktif berkoordinasi dengan kelembagaan yang ada. Hingga demonstrasi di gedung rektorat juga dilakukan. Nofri Andri Yulan memimpin aksi, pagi 6 April 2011. Ia juga pernah menjadi Presiden Mahasiswa setelah Adi

Hamdani usai masa jabatan. Aksi mahasiswa menolak dihapusnya unsur perwakilan mahasiswa dari keanggotaan senat universitas, terangkum dalam liputan tabloid Bahana Mahasiswa edisi Februari-Maret 2011. Dalam catatan Bahana, debat soal tafsir aturan penyusunan draft statuta universitas mewarnai aksi mahasiswa dengan beberapa senat. Menurut Peraturan Pemerintah No 60 tahun 1999 bab VIII pasal 30 ayat 3, “senat perguruan tinggi terdiri dari atas guru besar, pimpinan perguruan

3. Tahun 2011 Kamis 7 April, senat melaksanakan sidang di rektorat lantai empat. Sidang tersebut membahas draft statuta universitas. Salah satu poin yang dibahas soal status perwakilan mahasiswa dalam anggota senat. Kelembagaan mahasiswa yang dipimpin Adi Hamdani selaku Ketua BEM Universitas Riau melakukan aksi penolakan. Mulai Maret hingga April, kelembagaan rutin berkoordinasi.

Edisi Juli-Agustus 2016 Bahana Mahasiswa 9


LAPORAN UTAMA Tim perumus statuta universitas di Ketuai Prof Aras Mulyadi, Pembantu Rektor I saat itu. Ia dibantu 30 anggota, terdiri atas dekan dan dua dosen ditiap fakultas ditambah perwakilan tiap biro universitas. Ujungnya, perwakilan mahasiswa tetap berada dalam keanggotaan senat. 4. Tahun 2016 Rektor Aras Mulyadi membentuk tim perumus draft statuta universitas. Kewenangan ini diberikan pada Komisi B yang di Ketuai Amir Hasan. Komisi ini dibantu 9 Guru Besar yang dinamai Tim Taspos. 21 Maret seluruh anggota senat menggelar sidang paripurna di rektorat lantai empat. Sidang ini ingin menetapkan draft statuta yang telah dirancang. Lagi-lagi keberadaan perwakilan mahasiswa dalam keanggotaan senat dipersoalkan. Dihari yang sama, kelembagaan mahasiswa di bawah pimpinan Andres Pransiska selaku Ketua BEM Universitas Riau, melakukan aksi penolakan rencana tersebut. Mereka mencoba naik ke atas menjumpai anggota senat yang sedang bersidang. Sidang ditunda. Draft statuta universitas lagi-lagi tak rampung diputuskan. Perwakilan mahasiswa masih sebagai anggota senat.

tinggi, dekan dan wakil dosen.” Bunyi pasal di atas jelas tidak ada menyebutkan unsur mahasiswa dalam keanggotaan senat. Disamping itu, masih dalam PP yang sama, pasal 41 ayat 3 menjelaskan, “senat universitas/institut terdiri atas para guru besar, pimpinan universitas/institut, para dekan, wakil dosen dan unsur lain yang ditetapkan senat.” Poin ini lah yang menjadi dasar Muchtar Ahmad mengusulkan perwakilan mahasiswa dalam keanggotaan senat. Selain mengacu pada pasal 30 ayat 3, tim perumus draft statuta universitas juga berpegang pada Pedoman Penyusunan Statuta dan Organisasi Perguruan Tinggi buatan Biro Hukum dan Organiasi Departemen Pendidikan Nasional tahun 2011. Pedoman ini juga tidak menyertakan perwakilan mahasiswa dalam anggota senat. Adi Hamdani kembali menolak. “Pedoman itu hanya petunjuk teknis. PP lebih tinggi dari petunjuk teknis,” ujarnya kala itu. Berbagai alasan dikemukan oleh beberapa guru besar saat itu. Usman Tang, Guru Besar UR katakan, hanya Universitas Riau yang memasukkan perwakilan mahasiswa dalam anggota senat. “Universitas lain tidak ada.” Lain hal dengan rekannya, Adnan Kasry, ia mengatakan, perwakilan mahasiswa di senat justru ikut terlibat politik praktis saat pemilihan rektor. Menurut Nofri Andri Yulan, mantan Presiden Mahasiswa Universitas Riau, kampus diisi oleh tiga unsur, pegawai, dosen dan mahasiswa. “Tak ada mahasiswa maka tak ada kampus. Jadi mahasiswa berhak memperjuangkan haknya di senat.” Semenjak Yulan jadi Presiden Mahasiswa, dilanjutkan oleh Fadli dan Zulfa, usul dihapusnya perwakilan mahasiswa di senat tak pernah ada. Menjelang akhir jabatan Andres Pransiska, untuk kedua kalinya usulan ini kembali mencuat. RANCANGAN Draft Statuta Universitas Riau dibahas sejak enam bulan yang lalu. Untuk merampungkan pedoman penyelenggaraan kegiatan universitas ini diberi kewenangan pada Komisi B Senat Universitas. Komisi ini beranggotakan 19 orang, di Ketuai oleh Prof Amir Hasan. Kewenangan komisi ini berkaitan

10 Bahana Mahasiswa Edisi Juli-Agustus 2016

dengan, keuangan, kepegawaian dan pembangunan. Untuk membantu merancang draft statuta universitas, komisi B dibantu oleh tim Taspos berjumlah 9 0rang. Isinya para Guru Besar Universitas Riau. Sayangnya, setelah melalui pembahasan berulangkali, tim ini belum berhasil merampungkan tugasnya. Sehingga pembahasan draft statuta universitas dibawa dalam rapat paripurna senat. Salah satu poin yang menjadi perdebatan terkait susunan anggota senat universitas. Dalam hal ini, perwakilan mahasiswa akan dihapus dalam keanggotaan. Pedoman yang dijadikan acuan untuk menentukan susunan keanggotaan senat universitas ini, berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 139 tahun 2014. Pada bab dua yang membahas statuta Perguruan Tinggi Negeri menyebutkan, susunan anggota senat universitas dapat terdiri dari: Pemimpin perguruan tinggi, wakil pemimpin perguruan tinggi, pemimpin unit pelaksana pendidikan (fakultas/jurusan), pemimpin unit pelaksana penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dan pemimpin unit penunjang dan/atau unit pelaksana teknis bidang akademik. Dalam susunan diatas, jelas tidak menyertai mahasiswa dalam keanggotaan senat. Selain itu, unsur guru besar juga tidak disebutkan dalam poin tersebut. Dalam pasal 3o ayat 2 rancangan draft statuta universitas yang dibentuk, tim mengusulkan dua opsi mengenai susunan anggota senat. Opsi pertama, anggota senat terdiri dari: Rektor, Wakil Rektor, Guru Besar, Dekan, pemimpin unit pelaksana penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, pemimpin unit penunjang dan/atau unit pelaksana teknis bidang akademik, perwakilan dosen setiap fakultas sebanyak dua orang, tenaga kependidikan sebanyak satu orang dan mahasiswa sebanyak satu orang. Opsi kedua tidak jauh berbeda. Hanya saja, poin mahasiswa dan tenaga kependidikan ditiadakan. Dua opsi inilah yang menjadi pembahasan panjang sehingga rapat paripurna senat universitas 21 Maret lalu ditunda.*


LAPORAN UTAMA

Suasana Rapat Senat. Foto: Prof. Feliatra (Anggota Senat)

“Mayoritas senat yang hadir mendukung perwakilan mahasiswa tetap berada dalam keanggotaan senat,” ujar Khair. Iwantono, Wakil Dekan III FMIPA sekaligus Ketua Forum Wakil Dekan III se-Universitas Riau, memulai pembahasan ini. “Peran mahasiswa dalam senat universitas sangat perlu dan harus tetap masuk,” kata Khair, meniru ucapan Iwantono ketika itu. Anggota senat lain yang juga ikut mendukung diantaranya, Mardiansyah Wakil Dekan III Faperta, Syafrial Wakil Rektor bidang Kemahasiswaan dan Alumni dan Syafriharto Dekan FISIP. Mereka juga ikut bicara dalam rapat tersebut. Tidak sekedar mendukung keberadaan perwakilan mahasiswa dalam senat, fungsi perwakilan ini perlu ditetapkan ulang. Artinya, tidak semua pengambilan kebijakan melibatkan perwakilan mahasiswa. Seperti menentukan kenaikan pangkat dosen, pengukuhan guru besar dan mewisuda mahasiswa. Hal tersebut sesuai dengan perdebatan yang terjadi sejauh ini. Abdul Khair pun tidak mempersoalkan hal tersebut. “Posisi kita tidak akan jadi penghalang. Hanya saja keluhan mahasiswa harus cepat dipenuhi,” ucap Khair. Setelah mendengar berbagai pendapat dan masukan, Prof Aras Mulyadi, Rektor Universitas Riau yang memimpin langsung rapat akhirnya menetapkan mahasiswa tetap menjadi bagian dari senat. Keputusan ini juga diikuti utusan pegawai sebagai anggota senat. Ketetapan hasil rapat paripurna senat universitas selanjutnya akan dikirim ke Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi atau Kemenristekdikti. Di kementerian ini akan menelaah lagi hasil kesepakatan yang diambil oleh senat.

Tetap Anggota Senat Setelah menunda rapat senat 21 Maret lalu, Rabu 25 Agustus, rapat kembali digelar di ruang DPH rektorat lantai empat. Rapat dimulai pukul 10.00. Sebanyak 54 anggota senat hadir. Rapat yang berlangsung lebih kurang satu jam itu membahas beberapa hal penting. Terutama menyangkut status perwakilan mahasiswa dalam keanggotaan senat yang sempat

menuai aksi dari kelembagaan mahasiswa. Keanggotaan senat tertuang dalam pasal 30 pada draft statuta Universitas Riau. Abdul Khair, Ketua BEM Universitas Riau, yang mewakili mahasiswa dalam rapat saat itu mengatakan, pembahasan tentang status perwakilan mahasiswa ketika itu berjalan dengan lancar. Tak ada lagi perdebatan panjang.

Edisi Juli-Agustus 2016 Bahana Mahasiswa 11


Opini

Menagih Keadilan Bagi Korban Asap RASANYA masih belum hilang dari ingatan apa yang terjadi pertengahan tahun lalu. Dampak kebakaran hutan di lahan gambut telah merenggut 5 nyawa manusia. Tiga diantaranya anak-anak. Lebih kurang 70 ribu rakyat Riau menderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut atau ISPA. Ini akibat dari kualitas udara yang buruk dikarenakan masifnya pembakaran hutan dan lahan di tanah gambut. Hasil telaah dan analisis hotspot Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) sepanjang tahun 2014 dan 2015, menunjukkan, titik hotspot berada di kawasan konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hak Guna Usaha (HGU) berkisar antara 45 hingga 55 persen. Jumlah tersebut sangat signiďŹ kan yang mengakibatkan timbulnya api. Mestinya kejadian asap tahun 2015 lalu cukup untuk membuat banyak pihak terutama pemerintah di berbagai tingkatan, aparat penegak hukum, menyadari bahwa harga sebuah pembiaran dan ketidakseriusan dalam mencegah dan menangani karhutla itu sangatlah mahal. Kepolisian Daerah Riau pada tahun 2015 menyatakan, telah menerima dan menangani 71 laporan Polisi terkait pembakaran hutan dan lahan. Dari laporan tersebut, 53 orang dan 18 korporasi ditetapkan sebagai tersangka. Empat orang tersangka mewakili dua perusahaan yang terlibat membakar lahan telah divonis oleh pengadilan. Frans Katihokang Manager Operasional atau Administratur, PT Langgam Inti Hibrido divonis bebas oleh dua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pelalawan. Satu hakim lagi berbeda pendapat terhadap putusan tersebut. Sementara itu, Iing Joni Priyana Direktur PT PLM dan Edmond John Perera Manager Plantation PT PLM divonis

3 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Rengat. Hanya Nischal Mahendrakumar Cothai Manager Finance yang dibebaskan. Mereka yang dibebaskan dinilai tidak terbukti bersalah atas kebakaran yang terjadi di lahan perusahaan masing-masing. Belum lagi hilang rasa kecewa masyarakat Riau atas putusan bebas terhadap tersangka pelaku pembakar hutan dan lahan, pertengahan Juli lalu, rakyat Riau kembali disuguhkan kenyataan lemahnya penegakan hukum terhadap korporasi penyumbang asap di tahun 2015. Kapolda Riau telah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau SP3 terhadap 15 dari 18 Korporasi yang diduga membakar hutan dan lahan. Beberapa alasan yang dikemukakan atas keluarnya SP3 tersebut dikarenakan kurangnya alat bukti, area yang terbakar bersengketa dengan masyarakat dan perusahaan dianggap sudah melakukan upaya penanggulangan kebakaran di konsesinya. Alasan tersebut menjadi tidak relevan. Mengingat, pemilik izin konsesi baik HTI maupun perkebunan sawit diwajibkan menjaga area konsesinya dari ancaman kebakaran. Sehingga keluarnya SP3 oleh Kapolda Riau menunjukkan bahwa, praktek pelanggaran hukum di Indonesia dilanggengkan oleh penegak hukum sendiri. Catatan penting lainnya dari monitoring penegakan hukum terhadap korporasi di Riau adalah, sulitnya menjerat korporasi HTI maupun perkebunan sawit ke meja hijau. DARI catatan sejarah penegakan hukum di Riau, tercatat belum ada satu perusahaan HTI yang kasus

12 Bahana Mahasiswa Edisi Juli-Agustus 2016

Woro Supartinah Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari). Foto: Gagasanriau.com

pidananya sampai ke Pengadilan. Baik kasus illegal logging yang melibatkan 14 perusahaan HTI di tahun 2006, 20 perusahaan HTI terlibat korupsi perizinan dan yang akhir kasus karhutla. Tentu saja ini meninggalkan tanda tanya besar. Ada apa gerangan dibalik sulitnya membawa korporasi HTI untuk diminta pertanggungjawabannya di depan hukum? Untuk publik sendiri, berita ini tentu mengejutkan sekaligus mengecewakan. Bagaimana tidak, 15 perusahaan yang konsesinya terjadi kebakaran bisa melenggang bebas bahkan sebelum disidangkan. Terlebih lagi keluarnya SP3 ini cenderung ditutup-tutupi dari publik. Polda Riau baru mengeluarkan rilis terkait SP3 15 perusahaan diduga terlibat karhutla beberapa bulan setelah pergantian kepemimpinan di jajaran Kapolda itu sendiri. Rilis SP3 pun baru dikeluarkan ketika ada desakan dari masyarakat sipil. Ironisnya, pihak Kejaksaan juga tidak mengetahui bahkan tidak pernah berkoordinasi terkait SP3 tersebut. Kini, kebijakan Kapolda Riau mengeluarkan SP3 15 perusahaan yang diduga terlibat karhutla menjadi pembicaraan hangat. Tokoh masyarakat, tokoh politik, pejabat publik, masyarakat sipil, publik di tingkat lokal dan nasional telah menyuarakan tanggapan dan tuntutannya. Ini menandakan, keputusan mengeluarkan SP3 melukai hati dan jiwa banyak orang sehingga patut dipertanyakan. Publik masih berjuang tentunya. Menanti apakah keputusan SP3 15 perusahan diduga terlibat karhutla akan dicabut. Jika tidak, maka aparat penegak hukum masih gagal memberi keadilan untuk rakyat Riau terutama keadilan bagi seluruh korban asap di tahun 2015.*


Bedah Buku ladu, Alam Kemanusiaan dan Romantisme Judul Penulis Tebal Terbit Penerbit

: Ladu : Tosca Santoso : v + 322 halaman : 2016 : Kaliandra

SEBUAH novel berjudul Ladu telah di di sebuah cafe jalan Rajawali, Pekanbaru, akhir Mei lalu. Green Radio—media informasi yang fokus mengabarkan tentang lingkungan—sebagai penanggungjawab peluncuran novel tersebut. Novel ini juga telah di dibeberapa tempat di Jakarta hingga Bogor. Ladu dikenal dalam bahasa Jawa. Maknanya, endapan tanah merah. Seperti partikel Tuhan, ia pembentuk zat yang hidup dan tak hidup. Puitisnya, Ladu adalah awal dan akhir sekaligus. Penulisnya Tosca Santoso. Ini adalah novel keduanya setelah Sarongge yang juga pernah diluncurkan di Pekanbaru. Keduanya bercerita tentang alam, kehidupan dan romantisme. Namun, Ladu mengambil cerita dari perjalanan mendaki gunung. Yanis dan Sunarti merupakan sepasang manusia yang menjadi tokoh dalam novel kali ini. Perjumpaan awal mereka pertama kali terjadi di Kaliadem, sebuah perkampungan dekat lereng gunung merapi. Suasana kedatangan mereka untuk yang kedua kalinya sudah jauh berbeda. Kerucut merapi tidak lagi berbentuk sempurna akibat muntahan cairan magma yang baru saja reda dan menenggelamkan pemukiman. Kini, persis tempat mereka berdiri adalah sebuah perkampungan yang dulunya menjadi tempat persinggahan. Dari sini mereka memulai petualangan dari gunung ke gunung. Dari Kaliadem, Liangan, Pelataran Dieng, Gede Pangrango, Kelud, Rinjani, Tambora hingga Lore Lindu. Mereka bermalam disetiap gunung yang disinggahi. Kopi asli yang diperoleh dari penduduk setempat menemani malam mereka.

Dari tiap lereng gunung yang mereka datangi mengalir banyak cerita. Cara masyarakat bertahan dan bergantung hidup dikaki gunung serta memahami tanda-tanda alam, menjadi sebuah pelajaran tersendiri bagi kedua insan ini. Masyarakat tidak hanya semata mengambil hasil alam, tetapi juga menjaganya dan berdoa selalu agar diberi keberuntungan dari sertiap peristiwa yang terjadi. Segala macam ritual dan adat istiadat masih kental dilakukan oleh masyarakat. Ini semua demi menjalin kehidupan damai dengan alam, dan menghormati leluhur terdahulu. Tak jarang, Yanis dan Sunarti menerawang kembali sebuah peradaban yang dulunya pernah berjaya. Ladu tidak hanya bercerita tentang letusan gunung dan hilangnya sebuah pemukiman dan kesuburan tanah. Malam-malam Yanis dan Sunarti dilereng gunung diisi dengan persoalan kemanusiaan, cinta, keyakinan dan keabadian. Dua hal ini menjadi perdebatan tersendiri antara mereka. Meski memiliki keyakinan yang berbeda terhadap ciptaan Tuhan, mereka tidak semata menghujat keyakinan orang kebanyakan. Bagi mereka, keyakinan yang dianut adalah pilihan setiap insan. Adalah tanggungjawab insan tersebut dengan penciptanya atas keyakinan yang dipilih. Mereka juga memprotes orang yang melakukan tindakan kekerasan hanya karena keyakinan yang dianut. Beginilah hari-hari perjalanan mereka. Penuh dengan pertanyaan dalam hati. Mereka hanya bisa berdiskusi dan mencurahkannya satu sama lain. Menghabiskan waktu bersama dilereng gunung. Memahami tiap perisitwa yang terjadi dan mencari tahu kehidupan

sosial masyarakat. Jarang keduanya pulang ke rumah. Yanis adalah seorang pemuda dari wilayah timur Indonesia. Sedangkan Sunarti perempuan Jawa berkerudung yang dulunya taat beribadah. Disatu kesempatan mengunjungi gunung di Pulau Jawa, Sunarti menyempatkan pulang ke rumah bersama Yanis. Ibunya yang sudah lama tak berjumpa merasa senang dan seketika murung saat melihat anaknya. Perubahan telah terjadi pada diri Sunarti. Ia telah keluar dari keyakinannya. Kesedihan bahkan semakin mendera hati perempuan tersebut. Sunarti mengabarkan bahwa ia telah menikah dengan Yanis. Pernikahan ini tanpa sepengetahuan orangtuanya. Bahkan orangtua Yanis pun tidak mengetahuinya. Mereka menikah di Pager Jurang. Meski begitu, ibu Sunarti tidak bisa menghalangi keinginan anaknya. Ia hanya berdoa agar anaknya selalu diberi perlindungan dan keselamatan, yang tentunya dibukakan kembali jalan hidup yang semula. Cerita diatas hanya sepenggelan peristiwa. Jika dibaca lebih jauh, banyak pelajaran yang dapat dimaknai. Terutama bagaimana hidup damai dengan alam, menghargai dan menjaganya. Sisi kemanusiaan yang ditampilkan dalam cerita ini juga dapat menjadi renungan. Cinta dan romantisme hanyalah sebagai jalan tengah dalam alur cerita. Tak ketinggalan, sebagai penikmat kopi, berbagai macam jenis bubuk hitam khas nusantara ini juga diperkenalkan oleh Tosca Santoso

Edisi Juli-Agustus 2016 Bahana Mahasiswa 13


LAPORAN UTAMA

Andres Pransiska: Kita Tidak Masalah Kalau Kewenangan Dibatasi.

LIMA bulan sudah, rapat senat membahas draft statuta universitas ditunda. Salah satu poin yang belum rampung disepakati adalah, terkait penghapusan perwakilan mahasiswa sebagai anggota senat. Sejak enam bulan merancang draft statuta, Komisi B yang diberi kewenangan menyelesaikan tugas tersebut, harus berpikir ulang menyusun tiap-tiap poin agar bisa diterima oleh seluruh anggota senat. Terutama mempertimbangkan wacana menghilangkan perwakilan mahasiswa tadi. Wacana ini tidak sekali muncul. Lima tahun sebelumnya, ketika Rektor Universitas Riau dijabat oleh Ashaluddin Jalil, juga pernah mengusulkan hal serupa. Sama halnya yang terjadi pada 21 Maret 2016 lalu, kelembagaan mahasiswa di bawah Pimpinan Adi Hamadani, juga melakukan aksi penolakan dihari yang bersamaan dengan rapat senat universitas. Andres Pransiska, eks Ketua BEM Universitas Riau periode 20152016, menerima wawancara kru Bahana Mahasiswa, Suryadi dan Jeri Novrizal Torade Sianturi. Masih dalam suasana syawal dan libur semester, di bawah pohon depan sekretariat Hima Sejarah FKIP, Andres menceritakan persoalan yang dihadapi BEM dipenghujung masa jabatannya. Pada saat berlangsung rapat senat universitas, kelembagaan mahasiswa melakukan aksi. Apa yang mau dikritik dari rapat tersebut? Tuntutan kita hanya satu. Perwakilan mahasiswa harus tetap berada dalam keanggotaan senat universitas. Kalau hilang status perwakilan mahasiswa di senat universitas maka hilang pula statusnya di senat fakultas. Saat rapat sedang berlangsung, saya juga membacakan surat pertimbangan kelembagaan mahasiswa terkait usulan dihapusnya perwakilan mahasiswa. Surat itu saya bacakan langsung di hadapan anggota senat dalam forum rapat, bahkan dibaca ulang oleh Sekretaris Senat. Kami memainkan peran hari itu. Saya mencoba berusaha dalam forum rapat, teman-teman yang lain orasi di bawah. Suara teman-teman itu bahkan terdengar sampai ke atas. Usaha teman-teman di bawah itu sa-

Andres Pransiska. Foto:

14 Bahana Mahasiswa Edisi Juli-Agustus 2016


LAPORAN UTAMA lah satu faktor ditundanya pembahasan draft statuta universitas. Setelah kelembagaan melakukan aksi, rapat senat akhirnya ditunda. Apa yang dilakukan setelah itu? Kita lupa tanggalnya. Yang jelas, pasca aksi itu, Kementerian Hukum dan Advokasi melakukan pertemuan dengan Rektor, Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan serta Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni. Dalam pertemuan terpisah itu kita tetap menyampaikan tuntutan kita seperti semula. Apa hasilnya? Rektor hanya menjawab normatif. Dia tidak bisa beri jawaban hari itu. Yang jelas, katanya, mengikuti peraturan saja. Kalau mengikuti peraturan memang tak ada dijelaskan mahasiswa masuk dalam keanggotaan senat. Namun peraturan yang digunakan oleh senat dalam merancang draft statuta itu juga masih rancu bunyinya. Tanggapan wakil rektor? Sama saja. Mereka juga menjawab dengan normatif. Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni memilih mana baiknya saja, masuk dalam senat boleh, tidak masuk juga tak apa-apa. Kalau Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan mengikuti keputusan rektor saja. Dari mana kelembagaan mengetahui adanya rancangan draft statuta universitas yang baru? Draft statuta ini dirancang oleh Komisi B senat universitas. Mereka dibantu Sembilan orang Tim Taspos. Isinya para Guru Besar. Perwakilan mahasiswa tidak terlibat langsung dalam pembahasan tersebut karena berada di Komisi C. Kita dapat informasi terkait hal itu dari anggota senat lainnya. Usulan menghapus perwakilan mahasiswa tidak sekali ini saja. Pengurus BEM sebelum-sebelumnya juga merasakan hal yang sama. Sejauh ini, bagaimana peran perwakilan mahasiswa dalam keanggotaan senat? Banyak aspek yang menjadi pertimbangan kenapa perwakilan ma-

harus berada dalam senat. hasiswa Paling tidak kita bisa ikut terlibat menentukan kebijakan terutama yang berkaitan dengan mahasiswa. Sedangkan kita berada dalam senat itu saja masih banyak kebijakan-kebijakan yang lepas, yang tidak menguntungkan mahasiswa. Apalagi kalau kita keluar. Minimal dengan kita duduk di situ dapatlah informasi. Kalau ada kritikan kita terhadap kebijakan universitas bisa kita sampaikan di situ. Meskipun kadang keputusan yang diambil dalam senat itu dengan voting. Kalau voting kalah kita. Seperti rapat senat kemarin, hampir lagi terjadi voting. Kalau terjadi hilanglah perwakilan mahasiswa dalam senat. Dalam Permendikbud 139 tahun 2014, tidak menyebutkan perwakilan mahasiswa dalam keanggotaan senat. Poin apa yang bisa memperkuat kedudukan perwakilan mahasiswa tersebut? Dalam poin tersebut dijelaskan, anggota senat dapat terdiri dari. Kata dapatnya itu saja masih rancu. Selain itu, mereka memasukkan perwakilan dosen dalam keanggotaan senat. Padahal dalam Permendikbud itu juga tidak mencantumkan perwakilan dosen. Makanya, kemarin kita sampaikan, kalau perwakilan mahasiswa dihapus, hapus juga perwakilan dosen. Sebenarnya universitas punya otonomi sendiri dalam mengatur itu. Kalau kita bagus bisa menjadi contoh juga bagi universitas lain. Tapi, yang dipersoalkan kewenangan perwakilan mahasiswa ketika berada dalam senat sudah melampaui kapasitasnya. Misalnya ikut menentukan kenaikan pangkat bahkan mewisuda mahasiswa. Bagaimana pendapat anda? Secara etika memang tak bagus. Ketika wisuda kita mewisudakan orang. Ketika ada pengukuhan guru besar kita ikut mengukuhkan. Tapi jangan sampai karena alasan itu kita jadi dihilangkan dari senat. Kalau kewenangan kita dibatasi tidak masalah. Seperti dua hal tadi. Tapi ketika menyangkut mahasiswa kita harus dilibatkan.

lain, ketika ada usulan perwakilan mahasiswa dihapuskan? Ada yang sepakat dan ada yang tak sepakat. Yang tak sepakat terutama mereka yang punya kepentingan. Alasan mereka ya soal kewenangan tadi. Kalau yang sepakat terutama mereka dosen-dosen lama. Mereka-mereka ini menganggap tidak masalah juga keberadaan perwakilan mahasiswa di senat. Selain poin perwakilan mahasiswa, poin apa saja yang menjadi perdebatan dalam draft tersebut? Kalau saya tidak salah ada tujuh poin kemarin. Yang jelas, poin perwakilan mahasiswa itu yang terakhir dibahas. Anggota senat lain ada yang menyinggung saat poin tersebut dibahas. Ini panas katanya, tak selesai sehari ini dibahas. Betul, akhirnya ditunda pembahasan hari itu. Ada usulan juga, aspirasi mahasiswa cukup disampaikan pada Wakil Rektor Bidang Kemahasiwaan saja. Apa tanggapan anda? Kita khawatir aspirasi kita tidak akan sampai sepenuhnya. Sedangkan kita berada di dalam saja belum tentu terpenuhi semua aspirasi kita. Yang kita inginkan A belum tentu sampai dalam senat itu A. Itu pun kalau disampaikan, kalau tidak, mau apa lagi kita? Ya, kita hitung-hitung buruk sajalah dulu. Baiknya kita langsung yang menyampaikan. Susah kalau melalui perantara. Misalnya nanti kita berbeda pandangan pula dengan Wakil Rektor. Saat rapat senat kemarin, bagaimana tanggapan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni? Saat rapat penentuan itu Wakil Rektor tak datang. Seingat saya beliau sedang di luar kota menghadiri satu acara. Sempat dipertanyakan juga sama anggota senat yang lain. Setelah anda tidak menjabat lagi sebagai Ketua BEM, apa rencana selanjutnya terkait pembahasan draft tersebut? Sejauh ini belum ada rencana apaapa. Tapi nanti akan kita sampaikan pada pengurus BEM yang sekarang.*

Bagaimana respon anggota senat

Edisi Juli-Agustus 2016 Bahana Mahasiswa 15


Feature

Museum TB Silalahi tampak dari depan. Foto:

Dua Museum di Kota Balige Balige punya dua museum yang letaknya bersebelahan. Mengunjungi museum ini tidak hanya melihat benda-benda peninggalan. Tapi juga akan menyaksikan keindahan panorama alam dan pemukiman orang batak. Oleh Martha Novia Manullang

S

SEBUAH PATUNG dengan pakaian perwira berdiri gagah. Patung harimau sebelah kanannya. Tak jauh dari patung tersebut, ada helikopter dan kendaraan tempur yang seolah siap pakai. Patung ini berdiri di depan muse-

um yang diberi nama Museum TB Silalahi Center. Patung tadi merupakan replika dari orang yang punya nama. Patung tersebut seolah menyambut pengunjung yang hendak masuk ke dalam museum dan mencari jejak langkah siempunya. Museum ini terletak di Jalan Dr. TB Silalahi No. 88 Balige, Toba Samosir, Sumatra Utara. Berdiri pada 7 Agustus 2006 atas prakarsa TB Silalahi sendiri. Saat melewati gerbang museum akan terasa hawa sejuk. Pepohonan dengan daun yang lebat tumbuh di sekitar museum. Bergerak menuju pintu masuk museum, pengunjung akan dipungut biaya Rp. 10 ribu. “Sementara untuk pengunjung dari mancanegara dikenakan biaya lima kali lipat,� ucap Lesmi penjaga pintu masuk.

16 Bahana Mahasiswa Edisi Juli-Agustus 2016

Sisi luar gedung terdapat ukiran khas batak yang disebut Gorga Batak. Pintu masuk gedung juga menyerupai rumah khas orang batak. Bentuk segitiga lancip terdapat di atas pintu masuk. Ada dua pintu utama dengan model seperti ini saat memasuki museum. Saat berada di ruang utama museum, pengunjung akan disambut foto-foto Presiden RI. Mulai dari Soekarno, Soeharto, Habibie, Abdurrrahman Wahid, Megawati, SBY hingga Jokowi. Lengkap dengan proďŹ l singkat masing-masing presiden. Sebelah kanan ruangan terpampang karikatur TB Silalahi memakai pakaian perwira, menunggang kerbau sambil membaca buku. Bagian atas karikatur dijelaskan, penggembala kerbau menjadi Jenderal dan Mentri.


Feature Beranjak ke ruangan selanjutnya, berbagai patung TB Silalahi akan dijumpai. Patung-patung tersebut lengkap dengan pakaian kebanggaannnya saat menjadi perwira TNI. Banyak koleksi pribadi TB Silalahi yang juga dipamerkan di musem ini. Kendaraan pribadi yang sering digunakan, cendera mata, meja dan kursi belajar saat masih sekolah di Sekolah Rendah. Di ujung ruangan tersedia miniatur Museum TB Silalahi Center yang ditutup oleh kaca tembus pandang. Miniatur ini memudahkan pengunjung untuk mengetahui denah kompleks museum. TB SILALAHI—singkatan dari Tiopan Bernhard Silalahi—merupakan putra kelahiran Pematangsiantar, 17 April tujuh puluh delapan tahun silam. Ia lulusan Akademi Militer Nasional pada 1961. Jabatan terakhirnya di militer pada 1988 sebagai Asisten 1 Kepala Staf Angkatan Darat dengan pangkat Mayor Jenderal. Ia pun dipercaya sebagai Sekretaris Jenderal Departemen Pertambangan dan Energi. Dimasa pengabdiannya pada negara dibidang militer, TB Silalahi juga menyempatkan untuk berkuliah dibidang hukum. Ia lulus sebagai Sarjana Muda di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung dan Strata satu pada Sekolah Tinggi Hukum Militer dengan predikat . Atas prestasinya dibidang pemerintahan dan sosial, TB Silalahi peroleh Gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Gregorio Araneta, Manila Filipina. Karir TB Silalahi tidak habis di militer. Pada masa Kabinet Pembangunan VI Pemerintahan Soeharto, ia pernah menjabat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. Pada masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono, TB Silalahi pernah menjadi Penasehat Presiden dan juga pernah diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden bidang pertahanan dan keamanan pada 2007. Atas prakarsanya membangun museum, lima tahun setelah didirikan, tepatnya pada 18 Januari 2011, Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden ke enam RI meresmikannya. TAK HANYA museum TB Silalahi, sebelah kiri terdapat satu museum lagi. Diberi nama Museum Batak. Jarak antar museum sekitar 100 meter. Museum ini dibangun secara modern dan elegan. Bagian depan

museum terdapat patung Raja Batak, lengkap dengan pakaian adat batak serta tongkat yang dipegang erat. Dinding depan museum dibuat relief enam sub suku batak. Diantaranya: Batak Toba, Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Mandailing, Batak Angkola dan Batak Karo. Masing-masing sub suku memiliki ciri khas tersendiri. Baik adat istiadat, pakaian dan bentuk rumah yang dimiliki. Di museum ini dijelaskan perbedaan ciri khas tersebut. Menuju lantai dua museum, pengunjung akan menaiki jalan yang menanjak. Tiba di atas akan disambut oleh Hombung, benda yang terbuat dari kayu nangka, diukir dengan motif Gorga Batara Siang. Hombung merupakan tempat tidur pada zaman dahulu yang dimiliki masyarakat bertaraf hidup cukup mapan. Hombung memiliki bagian untuk menyimpan berbagai barang berharga, seperti emas, perak, ulos dan barang pusaka lainnya. Meninjau sebelah kanan ruangan, pengunjung akan bertemu enam pasang patung laki-laki dan perempuan memakai pakaian adat enam sub suku batak tadi. Pada tiap patung diberi penjelasan mengenai masing-masing sub suku. Batak Mandailing, memiliki pakaian adat yang serba merah. Dibalut perhiasan berupa kuningan pada baju dan kepala. Perempuan Mandailing menggunakan penutup kepala yang disebut Bulang dan Hampu penutup kepala bagi laki-laki. Rumah tradisional Mandailing disebut Bagas Godang. Orang Mandailing pada umumnya berada di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra Utara. Berkembang hingga ke Kabupaten Tapanuli Selatan, Kota Padang Sidimpuan, Labuhan Batu dan beberapa tempat lainnya di Sumatra Utara. Mereka menamakan wilayahnya rura Mandailing yang terbagi menjadi Mandailing Julu dan Mandailing Godang. Orang mandailing memiliki marga khas seperti : Lubis, Nasution, Pulungan, Daulay, Rangkuti dan lain-lain. Sistem perkawinan yang dianut adalah exogami. Kedatangan Islam sebagai kepercayaan baru masyarakat telah menyesuaikan adat dan kebudayaan setempat. Batak Karo, memiliki pakaian adat merah pada perempuan dan hitam pada laki-laki. Juga memakai perhiasan pada leher baik laki-laki dan per-

empuan. Penutup kepala perempuan dan laki-laki disebut tudung. Salah satu penanda orang Karo yang tak bisa ditinggalakn adalah Uis, kain tadisional. Rumah adat tradisional Karo disebut Siwaluh Jabu. Masyarakat Karo umumnya berdomisili di Kabupaten Karo dan berkembang ke Kabupaten Langkat Serdang Bedagai, Binjai, Deli Serdang dan Kuta Cane. Ada lima marga utama di tanah Karo yang dikenal dengan Merga Silima, yakni: Karo-karo, Ginting, Sembiring, Tarigan dan Perangin-angin. Batak Pakpak, ciri khas pakaian adatnya berwarna gelap dan polos dipadu dengan ulos. Juga memiliki penutup kepala pada perempuan dan laki-laki. Kain tradisional nya disebut dengan Oles, hasil tenun benang katun berwarna putih, merah dan hitam. Oles dipandang sebagai kriya adibusana yang bermakna ďŹ losoďŹ s dan magis sebagai penghangat jiwa serta pengikat hubungan. Orang Pakpak secara umum bermukim di Kabupaten Pakpak Barat dan Kabupaten Dairi. Berkembang hingga wilayah Singkil dan Subulussalam. Marga utama orang pakpak seperti : Ujung, Maha, Matanari, Berutu, Banuarea, Boang Sikettang, Tumangger, Tinambunan, Cibero, Berasa dan lain-lain. Batak Toba, pakaian adatnya dikenal dengan sebutan ulis. Masing-masing dikenakan pada laki-laki dan perempuan. Bagian pinggang dan kepala perempuan dililit seutas kain yang disebut sor tali, berwarna hitam, merah dan putih. Rumah adat tradisionalnya disebut Rumah Bolon. Rumah panggung beratap ijuk dan berdinding kayu. Bagian bawah rumah dijadikan tempat hewan ternak. Masyarakat Batak Toba umumnya berdomisili di Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan , Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Samosir. Meluas hingga Kabupaten Tapanuli Tengah dan beberapa daerah di Sumatra Utara. Orang Toba percaya bahwa leluhurnya Siraja Batak, diturunkan di Pusuk Buhit. Dari sini muncul asalusul dan marga orang Toba serta percabangannya. Diantaranya: Purba, Lumban Tobing, Manullang, Siagian, Sihotang, Munthe dan lain-lain. Sistem kepercayaan orang Toba

Edisi Juli-Agustus 2016 Bahana Mahasiswa 17


Feature disebut dengan Malim. Penganutnya disebut Parmalim. Kepercayaan ini mengedepankan kesucian. Batak Simalungun, pakaian khasnya disebut Hiou. Memiliki tiga warana dasar, hitam, merah dan putih. Sama dengan Batak Toba, rumah tradisional Batak Simalungun juga disebut Rumah Bolon. Sistem kepecayaan sub bagian suku batak satu ini dikenal dengan sebuatan Habonaron, paham yang mengedepankan kebenaran. Hal ini tercermin pada falsafah . Masyarakat Batak Simalungun bermukim di Kabupaten Simalungun dan Kota Pematang Siantar. Orang Simalungun disebut dengan etnis hataran atau batak timur. Sebab posisi wilayahnya berada disebelah timur Danau Toba. Marga orang Simalungun tediri dari Damanik, Saragih, Purba dan Sinaga. Batak Angkola, kain ulos merupakan pakaian khas adat. Jenis tenun kain ini ada dua. Abit Godang dan Parompa Sadum yang marsimata atau marambu. Arsitektur rumah tradisonalnya disebut Bagas Godang. Orang Angkola bermukim di Kabupaten Tapanuli Selatan, Kota Padang Sidimpuan, Padang Lawas Utara dan Padang Lawas. Marga khas orang Angkola adalah Siregar, Harahap, Hasibuan dan lain-lain. Tak cukup berkenalan dengan beberapa sub suku batak. Di ruangan tersebut pengunjung juga akan diperkenalkan dengan beberapa perkakas orang batak ketika mencari na ah. Peralatan bertani dan berkebun berupa cangkul, kampak dan sabit. Juga peralatan nelayan berupa jaring dari bambu dan rotan. Tak ketinggalan, alat tenun untuk menenun ulos juga anda temukan di ruangan yang sama. Di ujung ruangan, dibuat miniatur rumah tradisional orang batak. Panjangnya sekitar 2 meter dan lebar sekitar 1 meter. Puas berada di ruangan sebelah kanan, sedikit beranjak ke ruangan sebelah kiri. Beberapa koleksi benda orang Batak dapat dijumpai. Penjelasan mengenai cara menenun ulos tertera di ruangan ini. Ulos ditenun dengan benang yang sudah diwarnai oleh pewarna alami dari tumbuh-tumbuhan. Ulos memiliki motif dan warna yang bervariasi. Memiliki makna dan fungsi tertentu. Misalnya Ulos Ragi Hotang, ulos ini sebagai kado kepada

Suasana dalam museum Batak. Foto:

pengantin saat ritual adat pernikahan. Ada lagi Ulos Sibolang Rasa Pamontari, yang digunakan saat berduka. Bila seorang kehilangan suami atau istri akan mengenakan ulos ini. Banyak lagi jensi ulos lainnya, Ulos Ragi Hotang, Ulos Pinan Lobu-lobu, Ulos Ragi Pakko, Ulos Ragi Harangan. Benda peninggalan lainnya berupa barang-barang Raja Batak. Tungkot Tunggal Panaluan, tongkat raja dari kayu yang diukir dengan mengisahkan sebuah cerita masa lalu. Tempat ramuan yang dipakai oleh Datu atau orang sakti. Tempat ramuan dari kuningan tersebut dipakai untuk menyembuhkan orang sakit atau diganggu roh jahat. Orang batak juga memiliki aksara sebagai alat komunikasi dalam bentuk tulisan. Aksara Batak Toba disebut dengan aksara sia-sia. Terdiri dua perangkat huruf, masing-masing disebut ina ni surat dan anak ni surat. Di ruangan ini juga ditemukan jejak masuknya Islam dan Kristen di tanah batak. Berbagai macam buku dan Al-Quran dari kulit kayu dapat dilihat langsung. Usianya diperkirakan 300 tahun. Miniatur Masjid dan Gereja juga mengisi ruangan. Di sudut ruangan terdapat satu ruangan lagi. Di depannya tertulis Sisingamangaraja. Isi ruangan patung orang Belanda dan Sisingamangaraja, seorang Pahlawan Nasional. Patung-patung tersebut menceritakan perlawanan Sisingamangaraja terhadap Belanda. “Museum ini cocok bagi anak didik sebagai sarana edukasi, motivasi dan menambah pengetahuan tentang adat batak,� kata seorang guru Sekolah Menengah Pertama, yang sedang membawa siswanya keliling

18 Bahana Mahasiswa Edisi Juli-Agustus 2016

museum. AKHIR dari perjalanan mengitari dua museum ini, ada beberapa pemandangan yang cukup menarik. Tepat di belakang Museum TB Silalahi ada satu pemukiman yang disebut Huta Batak. Pemukiman ini diresmikan oleh Presiden SBY bersamaan dengan peresmian Museum TB Silalahi. Rumah tradisional beserta ornamen khas Batak memenuhi pemukiman ini. Berdiri kokoh dan tersusun rapi. Rumah-rumah tradisional orang batak ini sumbangan dari beberapa orang. Ditengah pemukiman Huta Batak ada patung Sigale-gale. Patung dari kayu yang dapat Manortor, bila musik tor-tor dinyalakan. Manortor satu tarian khas batak. Patung ini bisa menari dengan digerakkan oleh seseorang. Sigale-gale satu mitos dalam kehidupan masa lalu masyarakat batak yang erat kaitannya dengan upacara kematian. Di ujung pemukiman Huta Batak berdiri satu pohon besar, disebut Pohon Hariara. Pohon ini sebagai penanda adanya sebuah kampung di kawasan tersebut. Pohonnya besar, daunnya lebat, dapat untuk berteduh bagi masyarakat setempat. Disebelah pohon terdapat kuburan batu. Dulu tempat orang yang sudah meninggal. Tak jauh dari pemukiman ini, hamparan sawah yang hijau terbentang luas. Kala mata memandang, nampak petani sedang bekerja. Pemandangan lainnya, dari hamparan sawah juga nampak sebuah danau yang di kelilingi pegunungan. Danau Toba biasa disebut.*


Arfaunnas

Hukum Jual Beli dengan Sekedar Memajang Katalog di Internet Darma Anita Mahasiswa Ilmu Ekonomi 2012

PENGGUNAAN teknologi semakin hari semakin berkembang. Dampaknya bisa negatif juga bisa positif. Positifnya, perkembangan teknologi dimanfaatkan untuk berkegiatan di dunia usaha lewat media sosial. Usaha dengan model ini mampu menembus pasar diberbagai belahan dunia. Konsumennya juga tidak terbatas. Menarik minat konsumen dengan memanfaatkan media sosial biasanya dengan cara memajang katalog. Namun, bagaimana kah hukum jual beli dengan sekedar memajang katalog lewat media sosial dalam islam? Jual beli di internet atau media sosial disebut juga jual beli salam. Sebagian orang agak sedikit rancu dengan jual beli salam dan jual beli barang yang belum dimiliki. Inilah yang akan dibahas dalam tulisan. Jual beli salam atau yang biasa disebut salaf adalah, jual beli dengan uang di muka secara kontan, sedangkan barang dijamin diserahkan tertunda. Pengertian lain, pembeli menyerahkan uang terlebih dahulu, sedangkan penjual baru mencari barangnya setelah menerima uang dari pemesan atau pembeli. Dengan kata lain, barang yang ditawarkan belum ada di tangan si penawar atau penjual. Jual beli salam dijelaskan dalam Al Quran, As Sunnah dan ijma para ulama. Dalam ďŹ rman Allah yang artinya,

Sayyid Sabiq menjelaskan, jual beli salam dibolehkan berdasarkan kaidah syariat yang telah disepakati. Jual beli semacam ini tidaklah menyelisihi . Sebagaimana dibolehkan bagi kita untuk melakukan pembayaran tertunda, begitu pula dibolehkan barangnya yang diserahkan tertunda seperti yang ditemukan dalam akad salam. Dengan syarat tanpa ada perselisihan antara penjual dan pembeli. Utang termasuk pembayaran tertunda dari harta yang dijaminkan. Maka selama barang yang dijual disebutkan ciri-cirinya yang jelas dan dijaminkan oleh penjual, begitu pula pembeli sudah percaya sehingga ia

pun rela menyerahkan uang sepenuhnya kepada penjual, namun barangnya tertunda, maka ketika itu barang tersebut boleh diserahkan tertunda. Inilah yang dimaksud dalam surat Al Baqarah ayat 282, sebagaimana diterangkan oleh Ibnu Abbas . Sedangkan contoh jual beli barang yang tidak dimiliki yang dilarang, seperti jual beli budak yang kabur, jual beli barang sebelum diserah terimakan dan yang semakna dengannya adalah, jual beli barang orang lain tanpa seizin orang yang punya barang. Larangan tersebut terdapat dalam hadits Hakim bin Hizam, janganlah engkau menjual barang yang bukan milikmu. Hadits ini menjelaskan larangan menjual harta yang mampu diserahterimakan ketika akad. Barang yang mampu diserahterimakan ketika akad dan ia tidak memilikinya saat itu, maka ketika ia jual berarti hakikatnya barang tersebut tidak ada. Sehingga jual beli semacam ini menjadi jual beli atau ada unsur ketidakjelasan. ADA dua syarat jual beli salam. Pertama berkenaan dengan upah yang diserahkan pembeli, kedua tentang akad salam. Syarat berkenaan dengan upah yang diserahkan pembeli diantaranya, jelas jenisnya, jelas jumlahnya dan diserahkan secara tunai ketika akad berlangsung (tidak boleh dengan pembayaran tertunda). Syarat yang berkaitan dengan akad salam adalah: sudah dijamin oleh penjual, barang yang dijual diketahui ciri-cirinya serta jumlahnya sehingga bisa dibedakan dengan yang lain, jelas waktu sampainya barang ke tangan pembeli. Kesimpulannya, hukum transaksi salam atau jual beli lewat internet boleh asalkan sesuai syarat transaksi salam dan syarat akad salam. Demikian sedikit penjelasan mengenai akad salam dan sedikit kerancuan mengenai jual beli barang yang tidak dimiliki. Semoga bermanfaat.*

Edisi Juli-Agustus 2016 Bahana Mahasiswa 19


Alumni

Bahana Tempat Menyalurkan Bakat Kemahirannya melukis dimulai sejak menempuh pendidikan menengah pertama. Saat kuliah ia mencari wadah untuk menyalurkan bakat. Pilihannya pada Bahana Mahasiswa Universitas Riau Oleh Agus Alfinanda

Purwanto Sutejo. Foto:

S

SEBUAH surat elektronik masuk ke kru Bahana, akhir Juli lalu. Pengirimnya Purwanto. Rambutnya tipis, berkaca mata, tahi lalat di dagunya. Surat tersebut berisi biodata pengirim dan cerita pengalamannya semasa kuliah di Universitas Riau. Purwanto yang kerap disapa Pur, mengawali pendidikan formalnya di Sekolah Dasar Negeri Tanjung Belit, Kabupaten Bengkalis. Pendidikan menengah pertama ia habiskan di SMP Negeri Lubuk Muda. Karena hobi melukis sejak kecil, Pur melanjutkan sekolahnya ke STM Negeri Pekanbaru—kini SMKN 2 Pekanbaru—jurusan Bangunan Gedung pada 1984. “Saya belajar melukis secara otodidak,” jelas Pur dalam surat yang ia kirim. Pada 1987, Pur menamatkan sekolah di STM. Pria kelahiran Desa

Tanjung Belit ini berencana melanjutkan kuliah Jurusan Arsitektur. Karena Universitas Riau belum memiliki jurusan tersebut, Pur memilih Jurusan Teknik Sipil. Pur mendaftar lewat jalur khusus. “Saat itu calon mahasiswa FNGT tidak masuk melalui jalur SNMPTN seperti fakultas lain. Ujiannya langsung diadakan pihak universitas,” kenang Pur dalam suratnya. FNGT singkatan dari Fakultas Non Gelar Teknologi. Cikal bakal lahirnya Fakultas Pertanian dan Fakultas Teknik. Fakultas ini berdiri 1981. Kala itu hanya ada jurusan Penyuluhan Pertanian dan Teknik Sipil. FNGT akhirnya ditutup pada 1991 diganti menjadi Fakultas Pertanian. Fakultas Teknik sendiri baru berdiri tiga tahun kemudian. Setelah tercatat sebagai mahasiswa Universitas Riau, Pur merasa harus mencari wadah untuk menyalurkan hobinya. Pur lalu ‘berkenalan’ dengan Bahana. Perkenalan ini karena kedekatannya dengan Fendri Jaswir, ilustrator Bahana saat itu. Fendri juga senior Pur di Teknik Sipil. Lewat Fendri ia mengutarakan keinginannya. “Coba saja kalau memang minat,” ucap Pur meniru ucapan Fendri. Selain mengenal Bahana, Pur juga mengenal beberapa organisasi kampus lainnya seperti, radio kam-

20 Bahana Mahasiswa Edisi Juli-Agustus 2016

pus, Resimen Mahasiswa, Mahasiswa Pecinta Alam dan Pramuka. Pur memilih Bahana. “Di Bahana saya bisa menyalurkan hobi.” Perkenalan Pur dengan Bahana sebenarnya sejak sekolah di STM. Rahman, mahasiswa FKIP Bahasa Inggris, teman satu kos Pur selalu membawa pulang Koran Bahana. Mereka kos di Jalan Thamrin. Setelah mengutarakan keinginannya untuk bergabung di Bahana, Pur diminta datang ke Sekretariat Bahana Mahasiswa. Pur di uji oleh Fendri. Pria kelahiran 17 Desember 48 tahun lalu ini, diminta membuat gambar pemandangan dan wajah orang. Pur juga ditanya seputar ilustrasi. Beberapa hari diuji, Fendri menyodorkan sebuah artikel pada Pur. “Ini Artikel Bahana untuk edisi selanjutnya. Tolong kamu ilustrasinya,” kenang Pur mengulang perkataan Fendri kala itu. Koran Bahana terbit, ilustrasi karya Pur pun terbit. Setelah itu, Pur bersama calon kru Bahana lain yang ingin bergabung dikumpulkan. Mulai saat itu mereka resmi menjadi kru Bahana. Beberapa kru seangkatan Pur saat masuk Bahana diantarnya, Suryatri Nawang Sari, Kurniasih Eko Risti, Lisya Anggraeni, T. Zulmizan, Zulkifli Ali, Sutrianto Azumar, Muchid Albintani dan Riva Muzamri. “Pemimpin Redaksi saat itu Abu


Alumni Bakar,” kata Pur. Ilustrasi Pur muncul di rubrik catatan redaksi, cerpen dan catatan kaki. Catatan kaki biasanya diletak di halaman pertama, ilustrasi Pur di sudut bawahnya. Pur mengingat, Abu Bakar sangat selektif mengenai ilustrasi yang dibuat. Abu sudah punya gambaran ilustrasi yang harus dibuat ditiap tulisan. “Nih, opininya tentang ini, gambarnya kurang lebih gini lah,” jelas Pur meniru perintah Abu. Pur senang, tiap ilustrasi yang dibuat selalu diterima oleh redaksi dan tidak pernah dikembalikan atau diminta ubah. Pur kerap menunjukkan karyanya ke orangtua dan teman-teman. Ia pun kerap mendapat pujian atas karya tersebut. Bahkan orangtua Pur menanyakan minatnya untuk menjadi wartawan. Sebagai ilustrator di Bahana, Pur merasakan minimnya fasilitas dan keterbatasan teknologi. Mesin ketik cuma satu yang dipakai bergantian. Untuk menggambar, Pur menggunakan HVS, pulpen dan spidol hitam. “Kadang main fotokopi dulu biar agak hitam,” tulis Pur dalam surat elektroniknya. Koran Bahana waktu itu masih berwarna merah dan hitam. Tahun 1988 baru bertambah satu warna, yakni biru. Sebagai kru Bahana, kesibukan Pur tentunya semakin bertambah selain kewajibannya sebagai mahasiswa. Hal ini juga dialami rekan-rekannya di Bahana. Pur harus membagi waktu. Di Bahana ia merasakan kerjasama antar kru. “Kami saling membantu,” ungkap Pur. Kru Bahana juga mesti sering hadir di sekretariat. Pasalnya segala informasi tentang Bahana diumumkan di mading depan sekretariat. “Dulu belum ada ,” tambahnya. Menurut Pur, sebagai ilustrator di Bahana saat itu seperti di ‘anak emaskan’. Bila tiba , Pur baru datang ke kantor redaksi. Baca naskah atau dibawa pulang. Besoknya tinggal datang bawa ilustrasi. “Paling enak betul lah dikau ni Pur. Yang lain cari berita. Awak tu datang ke sini pas mau cetak dan bawa gambar dah, selesai tugas,” celetuk Abu kala itu. “Ketika mau barulah ilustrator dipanggil,” ucap Pur. Pur pernah menulis satu cerpen berjudul Catatan Perjalanan. Itu satu-satunya tulisan Pur yang pernah dimuat di Koran Bahana. Cerpen

tersebut dibuat saat Pur mendaftar di Bahana. “Waktu itu semua kru yang hendak bergabung di Bahana wajib membuat cerpen atau puisi,” terang Pur. Awalnya cerpen karya Pur tak bernama. Satu ketika, Abu Bakar sedang mencari cerpen untuk dimuat dalam koran Bahana. Abu mengambil cerpen yang tak ada nama penulisnya. Cerpen tersebut disodorkan ke Pur untuk dibuatkan ilustrasi. Seketika Pur teringat dengan cerpen karyanya sendiri. “Lah, ini cerpen saya ni bang,” tegur Pur. “Betul ni? Nanti kamu bisa dituntut orang ,” tegur Abu kembali. Pur tetap membenarkan. Cerpen yang ditulis oleh Pur bercerita tentang, perjalanan seorang laki-laki dan perempuan dalam sebuah bus dari Pekanbaru ke Teluk Masjid, Siak. Waktu itu angkutan dari Pekanbaru ke Bengkalis hanya bisa ditempuh melalui jalur darat sampai ke Teluk Masjid. Dari sini perjalanan dilanjutkan dengan kapal ke pulau Bengkalis. Meski sebagai ilustrator dan jarang hadir di Kantor Redaksi Bahana, Pur sempat diajak berkunjung ke beberapa pers mahasiswa di Indonesia. Tujuannya untuk melihat kegiatan pers mahasiswa tersebut. Kata Pur, seluruh kru Bahana ikut dalam rombongan itu. Pur dan kru Bahana lainnya berkunjung ke Koran Kampus Teknokra Universitas Lampung. Dari sini mereka melanjutkan perjalanan ke Jakarta. Pur dan kru lainnya juga sempat melihat ruang kerja Tempo. “Ruang kerja Tempo saat itu sudah ber AC dan sudah menggunakan komputer,” ingat Pur. Akhir dari kunjungan ini berwisata ke Candi Borobudur. Keberangkatan kru Bahana dibiaya oleh kampus. Setiap kru mendapat uang saku. Momen yang paling berkesan bagi Pur selama bergabung di Bahana ialah, saat bertemu dengan Arswendo Atmowiloto. Seorang penulis sekaligus wartawan yang cukup dikenal di Indonesia. Ia juga

seorang penulis skenario. Arswendo berkesempatan hadir saat ulang tahun Bahana. Ia memberikan seminar pada mahasiswa Universitas Riau di gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa kampus Gobah. “Arswendo memberi materi bagaimana menulis yang baik,” tutur Pur. PUR menyelesaikan kewajibannya sebagai mahasiswa pada 1990 dan memulai karir di Batam. Pur bekerja di PT Kreasindo Developmentama sebagai pengawas proyek selama 4 Tahun. Pemilik perusahaan ini sama-sama dari Tanjung Belit. Sebelum menamatkan kuliah Pur sudah ditawari untuk bekerja. Tahun 1995, Pur kembali ke Pekanbaru dan bekerja di PT Sumber Wajatama sebagai Site Manager selama dua tahun. Tak lama, Pur kembali ke Batam dan bekerja selama 10 tahun di PT Intra Siak Sentosa, sebagai Human Resource Development. Selama menjalani karir di Batam, Pur mengenal Nanik Ristiyaningsih dan menikahinya. Perempuan tersebut juga bekerja dalam bidang yang sama dengan Pur hanya saja berbeda perusahaan. Saat ini, orang tua dari Ega Florentina dan Selina Adelia bekerja sebagai project manager pembuatan Ruko di PT Sarana Jamin Sentosa sejak 2007 dan memilih menetap di Batam. Selain bekerja, Pur sempat aktif di Hotel Human Resources Manager Assosiation atau HHRMA. Satu asosiasi Manager Hotel. Pur dipercaya sebagai sekretaris tahun 2004 hingga 2007. Pur juga pernah menjabat sekretaris Ikatan Masyarakat Kabupaten Bengkalis Batam disingkat di IMKAB, tahun 2005 sampai 2007. Meski begitu, kecintaannya pada ilustrasi tak pernah hilang. Pur juga membuat ilustrasi untuk majalah Sagang sejak tahun 1998. Sesekali juga mengisi ilustrasi di Batam Pos edisi Minggu. Pembuatan ilustrasi masih dilakukan secara manual melalui sketsa tangan. “Bedanya, kalau sekarang tinggal di dan dimasukkan ke Komputer,” tutupnya.*

Edisi Juli-Agustus 2016 Bahana Mahasiswa 21


SM3T HAMPIR satu tahun lalu, Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidikan (LPTK) Universitas Riau, memberangkatkan 91 guru muda yang tergabung dalam program Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal atau SM-3T. Ini angkatan ke lima. Para guru ini disebarkan didua lokasi. Di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur ditempatkan 37 guru, sedangkan 54 guru lainnya di Kabupaten Jayawijaya, Papua. Mereka berasal dari berbagai universitas di Indonesia. Seperti, Universitas Riau, Universitas Islam Riau, Universitas Negeri Medan, Universitas Negeri Padang, Universitas Jambi, Universitas Bung Hatta, Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Negeri Surabaya, Universitas Nomenssen serta beberapa universitas lainnya. Meski berbeda universitas, jurusan, angkatan dan umur, semuanya tetap dalam naungan SM-3T LPTK Universitas Riau Kemenristekdikti. SM-3T merupakan program dari Direktorat Pendidikan Tinggi atau Dikti era Pemerintahan Presiden SBY dan Wapres Boediono. Angkatan pertama program ini dimulai pada 2011. Tahun ini merupakan angkatan ke enam yang akan diberangkatkan. Mulai tahun 2016, program SM-3T beralih dibawah naungan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Tujuan diselenggarakannya program ini semata untuk membantu daerah terdepan, terluar dan tertinggal dalam mengatasi permasalahan pendidikan, terutama dalam hal kekurangan tenaga pendidik.

Upacara di Sekolah. Foto:

Email dari Jayawijaya 22 Bahana Mahasiswa Edisi Juli-Agustus 2016

Selain itu, sarjana pendidikan yang diturunkan ke lokasi diharapkan mampu meraih pengalaman mengajar dan mendidik. Sehingga terbentuk sikap profesional, cinta tanah air, bela negara, peduli, empati, terampil memecahkan masalah kependidikan dan bertanggung jawab terhadap kemajuan bangsa, serta memiliki jiwa ketahanmalangan dalam mengembangkan pendidikan pada daerah-daerah tergolong 3T. Yang paling penting, menyiapkan calon pendidik yang memiliki jiwa keterpanggilan untuk mengabdikan dirinya sebagai pendidik profesional pada daerah 3T, sebelum mengikuti


SM3T lalu, guru-guru SM-3T angkatan lima dari Universitas Riau telah “Menggairahkan Pendidikan di Jayawijaya.”

program Pendidikan Profesi Guru atau PPG. TIDAK terasa, setahun akan berlalu berlalu. Agustus ini, kami akan kembali ke kampung halaman masing-masing. Tugas dan tanggungjawab telah usai. Namun kenangan dan pembelajaran akan tetap tinggal dalam pikiran. Satu hal yang akan saya ingat sampai kapanpun ialah, bagaimana anak-anak dan masyarakat sangat menghormati guru. Mereka sangat sayang sama guru. Perlakuan itu membuat kami lupa dengan segala keterbatasan dan zona nyaman yang dulu pernah kami rasakan. Bahkan ada seorang teman, yang awalnya tidak ingin menjadi guru dan hanya ingin jalan-jalan di Papua lewat program SM-3T ini, justru mengalami gejolak perasaan setelah melihat kondisi pendidikan anakanak di pelosok Jayawijaya. Sejak itu ia bulatkan tekad untuk tetap mencintai profesi guru, mecintai anak-anak dan akan tetap menjadi guru. Bila kita bertemu masyarakat Jayawijaya Pegunungan Tengah Papua di jalan, mereka akan menyapa dengan ramah. “Pagi buk guru atau hormat pak guru.” Anak-anak akan membawakan sayur, ikan, rica (cabe rawit), erom (ubi) bahkan mereka tak segan menyuci piring atau angkat air untuk keperluan sehari-hari. Mengingat, daerah ini masih sulit mendapatkan air. Begitu sayang dan hormatnya mereka terhadap guru. Saya mengangkat dua anak murid untuk tinggal bersama selama mengajar. Saya memanggil mereka Kosong Satu dan Kosong Dua. Istilah tersebut lazim digunakan di Kabupaten Jayawijaya untuk menyebut Bupati dan Wakil Bupati. Semoga kelak mereka akan menjadi generasi penerus Papua yang akan membawa Papua dalam kesejahteraan dan kedamaian. Kami tidur bersama. Kami membicarakan

banyak hal seperti nasionalisme hingga kemerdekaan Papua. Ini pendidikan non-formal yang saya ajarkan kepada mereka. Saya selalu berpesan, papua adalah Indonesia dan Indonesia sangat peduli pada Papua. Karena itulah pak guru Anju datang kemari anak. Jadi, anak-anak harus percaya bahwa negara kita adalah Indonesia. Sesekali saya mengajak mereka ke Wamena. Anak-anak ini sangat jarang ke kota karena takut dibunuh. Memang benar, di Jayawijaya sering terjadi perang antar distrik atau suku, mabuk dan pemalakan. Jika terjadi pembunuhan jarang diproses hukum. Denda adat lebih dominan dalam menyelesaikan banyak pemermasalahan termasuk pembunuhan. Denda nya berupa Wam, sebutan untuk babi dalam bahasa Jayawijaya.

Rasa hormat terhadap guru dari masyarakat pelosok Kabupaten Jayawijaya, sangat berbeda dengan apa yang terjadi akhir-akhir ini di belahan Indonesia lainnya. Banyak kasus hukum yang melibatkan guru. Jika pimpinan KPK di kriminalisasi maka guru pun demikian. Wali murid tidak segan-segan mempolisikan guru karena dianggap kasar terhadap anaknya. Bukankah guru adalah orangtua anak di sekolah. Eloknya, dialog dan mediasi menjadi solusi. Guru pun harus mampu menjiwai seorang anak dengan berbagai pendekatan. Seperti yang saya dapatkan saat menjadi guru PPL di SMAN 9 Pekanbaru. Tentunya dengan berbagai macam sifat dan tingkah laku dari anak-anak.

Meski begitu, kekerasan terhadap guru tidak pernah ada terjadi di Jayawijaya. Beda dengan polisi atau tentara yang sedikit banyak masih menjadi musuh mereka. Saya pernah terselamatkan dari pemalakan karena profesi ini. Saat sedang mengendarai sepeda motor dari Wamena ke Distrik Piramid— lokasi saya ditempatkan mengajar— segerombolan pemabuk mencoba menghadang. “Saya adalah pak guru yang betugas di Piramid.” “Aaeee... mintaaa maaf pak guru,” kata mereka sambil menggaruk-garuk kepala dan mengulurkan tangan untuk bersalam. Parang panjang yang mereka pegang tak jadi ditujukan ke leher saya. Tentunya, keselamatan itu hakikatnya berasal dari Tuhan. Selain rasa hormat dari anak murid dan masyarakat di distrik Piramid, kami juga mendapat ucapan terimakasih dan apresiasi atas kontribusi untuk kabupaten Jayawijaya. Seperti yang diutulis dalam majalah Lani, Juni 2016

SELAIN mengajar, kami juga membuat beberapa kegiatan di bidang pendidikan dan dibidang lainnya. Seperti, peringatan HUT Kota Wamena 10 Desember 2015, Maulid Nabi Muhammad Saw, Natal SM-3T se-Kabupaten Jayawijaya, Pekan Generasi Emas Jayawijaya tahun 2016 dan Gerakan Donasi 1001 Seragam untuk Papua.

Semoga guru-guru muda dari LPTK Universitas Riau menjadi guru sejati dan profesional dalam mendidik murid kelak. Kasus kriminalisasi terhadap guru bahkan sampai pemukulan segera berhenti. Karena, baik guru maupun orang tua harus bersinergi untuk mempersiapkan generasi emas Indonesia di tahun 2045. Jangan sampai masyarakat kota kalah terdidiknya dengan masyarakat desa yang mampu menghargai guru. Guru pahlawan tanpa tanda jasa. SM-3T maju bersama mencerdaskan Indonesia.* Anju Nofarof Penulis adalah Guru SM3T Angkatan V LPTK UR di distrik Piramid, Kab. Jayawijaya. Selain menjadi guru, juga sebagai Ketua Divisi Pendidikan SM3T Angkatan V LPTK UR dan Ketua Pekan Generasi Emas Jayawijaya 2016.

Edisi Juli-Agustus 2016 Bahana Mahasiswa 23


Catatan Kru

Bahana Mahasiswa Mengembangkan Tradisi Akademis yang Kritis Sejak berdiri, Bahana Mahasiswa terus memberikan informasi pada civitas akademika dan pembaca di luar kampus. Formatnya terus berganti. Dari koran, tabloid, majalah hingga online. Budaya kritis tak lekang. Oleh Suryadi

J

JULI lalu menjadi bulan yang paling menggemberikan. Terutama bagi awak Bahana Mahasiswa Universitas Riau. Pasalnya, setelah melaksanakan ibadah puasa dan disambut dengan idul fitri, Bahana Mahasiswa telah sampai pada usia 33 tahun. Beberapa kru di luar Pekanbaru bergegas kembali ke kantor redaksi. Kami semua hendak buat acara kecil-kecilan. Undang alumni, makan bersama dan bernostalgia dengan mereka. Meski tak banyak yang sempat hadir, beberapa diantara mereka cukup mewakili generasinya. Cerita soal berdirinya Bahana, masamasa sulit di Bahana, hingga cerita lucu-lucuan. Tulisan ini tidak mengulang cerita mereka. Hal itu sudah pernah ditulis oleh generasi sebelumnya. Made Ali

mantan Pemimpin Umum Bahana Mahasiswa 2009 hingga 2011, pernah menulis sekilas perjalanan BM— singkatan Bahana Mahasiswa— menuju perak. Tulisan ini dimuat dalam majalah Bahana menyambut hari jadi Bahana ke 25. Tulisan yang dimuat dalam laporan khusus majalah Bahana itu, menceritakan peristiwa yang terjadi di masing-masing generasi. Pada usia ini, saya hendak bercerita sedikit soal peralihan format cetak Bahana dari koran ke majalah, berikut kupasan singkat isi laporan utamanya. NOVEMBER lima tahun silam, saya mengikuti Diklat Jurnalistik Bahana Mahasiswa. Pelatihan ini berlangsung di kantor redaksi Bahana selama tiga hari. Pelatihan ini bagian dari rekrutmen untuk menjadi wartawan di Bahana. Ditahun ini, awak Bahana tetap rutin menerbitkan tabloid yang ditutup dengan majalah tiap akhir tahunnya. Cikal bakal menerbitkan majalah diawali oleh generasi Anggara Fernando. Ia Pemimpin Umum Bahana Mahasiswa 2007. Kala itu, seluruh awak kru Bahana mulai dari Pimum, Pimred, Pimprus dan jajaran Redaktur termasuk reporter serta kru magang hendak buat satu terobosan baru.

24 Bahana Mahasiswa Edisi Juli-Agustus 2016

Ada yang mengusulkan agar

Bahana buat jurnal yang terbit skala periodik. Ide ini lalu berkembang dan penuh pertimbangan. Jurnal dianggap tidak memberi kesempatan yang luas bagi reporter bahana untuk menulis. Jurnal hanya akan diisi oleh penulis atau akademisi yang hendak mencurahkan hasil penelitiannya. Usulan untuk menerbitkan majalah jadi pilihan. Semua awak kru Bahana sepakat. Tiap hari jadi Bahana, 17 Juli, kru akan menerbitkan majalah. “Majalah juga akan lebih tahan lama untuk disimpan,” kenang Angga dalam video milad Bahana ke 30. Majalah perdana terbit 68 halaman. Karena momen pengabdian mahasiswa pada masyarakat atau biasa disebut KKN, laporan utama majalah Bahana mengkritisi keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan sosial di masyarakat. Mahasiswa dianggap kurang merespon isu yang berkembang di tengah masyarakat. Apatisme mahasiswa menjadi perbincangan dikalangan aktivis. Peran lembaga mahasiswa juga dirasa kurang berdampak pada masyarakat itu sendiri. Kegiatan yang dilakukan usai pada saat itu saja. Tidak menemukan tindak lanjut. “Mahasiswa tidak lagi menyandang gelar ,” ujar Jhoni S Mundung, mantan aktivis mahasiswa, dalam laporan Bahana. Persoalan ini bisa dilihat dari program kerja yang dibuat oleh masing-masing kelembagaan, mulai dari tingkat jurusan, fakultas dan universitas. Program kerja yang dibuat lebih banyak berkutat disektor internal. Pengabdian pada masyarakat yang menjadi poin tri dharma perguruan tingga hanya sedikit menyentuh dalam program kerja yang dirancang. Tak pelak, mahasiswa juga dicap kurang bergaul, merasa hebat dan ingin dihormati. Komentar ini disampaikan Muhammad Sarfai Ketua BLM Faperta waktu itu, dalam laporan yang ditulis kru Bahana, Ridhwan Bey. TAHUN BERGANTI. Penanggungjawab Bahana juga beralih pundak. Giliran Suprapto memimpin Bahana sekaligus bertanggungjawab terhadap


Catatan Kru

Suasana pemotongan nasi kuning oleh Pimpinan Umum dan Alumni Bahana Mahasiswa. Foto:

keredaksian. Namun nazar awal menerbitkan majalah tak lekang. Format dan ukuran majalah yang diterbitkan tak jauh berbeda dari generasi Anggara Fernanddo. Hanya saja jumlah halaman sedikit bertambah menjadi 72 halaman. Generasi Suprapto mengkritisi visi Riau 2020. Tujuan jangka panjang ini hanya dianggap sebatas seremonial. Begitu tertulis pada sampul majalah. Harapan pemimpin negeri Riau ini terpatri dalam lembaran Peraturan Daerah No 36 tahun 2001. Bunyinya, Mewujudkan Provinsi Riau sebagai Pusat Perekonomian dan Kebudayaan Melayu dalam Lingkungan Masyarakat yang Agamis, Sejahtera Lahir Batin di Asia Tenggara tahun 2020. Sejak itu, tampilan fisik tiap gedung terutama gedung pemerintahan di negeri melayu ini mulai menampilkan ciri khas kemelayuannya. Selembayung teronggok ditiap atap gedung dan menjadi simbol. Berbusana melayu digalakkan. Pegawai hingga siswa sekolah diwajibkan berbusana ini pada hari tertentu. Bermacam

dihelat.

Pemerintah Provinsi Riau pernah melaksanakan malam penganugerahan Festival Film Indonesia atau FFI. Artis ibu kota datang. Malam penganugerahan bagi insan perfilman Indonesia ini seyogyanya berlangsung di Jakarta. Namun malam itu Riau mendapat kehormatan gara-gara perhelatan yang menghabiskan anggaran Rp 7,2 milyar. Perhelatan akbar lain yang pernah ditaja negeri lancang kuning adalah, Dunia Melayu Dunia Islam atau DMDI, semacam festival budaya Melayu sedunia. Event ini disebut proyek orang Malaka. “Agendaagendanya ditentukan oleh orang Malaka,” terang Al Azhar dalam liputan Bahana. Sastrawan Riau, Marhalim Zaini berujar lain. Ia menyebut, budaya Riau budaya seremoni. Budayawan juga mengkritisi hal ini. UU Hamidy mengatakan, yang perlu digalakkan adalah nilainilai budaya Melayu itu sendiri. Almarhum Tenas Effendi berucap senada. “Melayu tidak mengacu pada etnik. Tetapi lebih kepada nilainilai bukan hanya fisik.” Sebelum wafat, almarhum pernah berujar

pada kru Bahana, saya risau 20 tahun mendatang orang Melayu tak tahu dengan Melayu itu sendiri. SUPRAPTO mengakhiri tanggungjawabnya pada 2009. Giliran Made Ali yang menakhodai Bahana hingga April 2011. Pada masanya, tabloid Bahana cetak tiap dua minggu sekali dan tiap akhir tahun tetap menerbitkan majalah. Majalah pertama saat Made memimpin berukuran lebih kecil dibanding dua tahun sebelumnya. Dari 4 kolom tulisan menjadi 3 kolom. Halamannya juga berkurang. Dari 68 halaman menjadi 44 halaman. Edisi kali ini menyoal aktivis Rohis yang memegang tampuk kekuasaan BEM Universitas Riau. Sejak Ade Angga mengakhiri masa jabatannya memimpin BEM Universitas Riau pada 2004, mereka — aktivis Rohis di kampus — mulai menguasai jabatan yang ditinggalkan oleh Ade Angga. Pendakwahpendakwah di Kursi Kekuasaan, begitu judul laporan utama yang ditulis oleh Made Ali. Berikut mereka yang pernah memegang tampuk kekuasaan BEM

Edisi Juli-Agustus 2016 Bahana Mahasiswa 25


Catatan Kru Universitas Riau. Dodi Armawan-Anis Murzil periode 2004-2005; HamdaniEffendi Muharram periode 20052006; Alfajri-Syahrul Fadillah periode 2006-2007; Fajri Ariefyanto-Budiono 2007-2008; Hendra Gunawan-Dimas Pradasumitra 2008-2009; AnshoriAzmansyah 2009-2010; Adi Hamdaniperiode 2010-2011; Nofri Andri YulanJulian Caesar periode 2011-2012; Fadli-Iskandar periode 2013-2014. Pada saat Kongres Mahasiswa Universitas Riau, bertepatan akan disahnya Fadli dan Iskandar sebagai Presiden dan Wakil Presiden Mahasiswa, terjadi keributan antar mahasiswa. Keributan ini berlangsung lama. Tiga kali lokasi Kongres berpindah tempat. Hasilnya, hampir setengah tahun kekuasaan BEM universitas vakum. Namun Fadli dan Iskandar tetap disahkan sementara BLM dipresidumkan. Ketua BLM yang seyogyanya dipilih dan ditetapkan pada Kongres, karena persoalan tersebut dianggap tidak sah. Solusinya, tiap BLM Fakultas diwajibkan merekomendasi dua orang anggotanya untuk mengisi kekosongan BLM Universitas. Dari sini cikal bakal BLM berubah menjadi DPM atau Dewan Perwakilan Mahasiswa. Pemilihannya tidak lagi di Kongres tapi melalui Pemilihan Raya bersamaan dengan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Sistem pemilihannya memakai , tidak lagi menggunakan kertas suara. Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan atau PUOK berubah menjadi Undang-Undang Dasar Kelembagaan Mahasiswa disingkat UUD KM. Rapat tahunan kelembagaan mahasiswa yang semula dinamai Kongres diganti menjadi Musyawarah Mahasiswa. Meski merombak konsep pemilihan anggota DPM dan pemungutan suara dengan sistem , kekuasaan aktivis Rohis tidaklah padam. Tercatat nama-nama penerus generasi mereka, Zulfa Hendri-Hendri periode 2014-2015; Andres Pransiska-Asnawir periode 2015-2016. Sekarang giliran A. Khoir dan Bayu Kumbara menjalankan perintah Dewan Syuro hingga 2017. Mereka dikatakan sangat kompak. Dalam laporan utama majalah Bahana, Masjid Arfaunnas kampus UR Panam, Masjid

Akramunnas kampus UR Gobah serta mushalla ditiap fakultas jadi tempat mereka berkumpul seharihari. “Ya biasa ada pengkajianpengkajian setiap pekan. Bahkan dulu anak Rohis tidak mau ketika ditunjuk jadi presiden kayak saya dulu. Kalau pribadilah diturutkan semester segitu tentu mau selesai kuliah. Tapi karena amanah harus dijalankan,” kata Hamdani MS, mantan Ketua BEM UR, dalam laporan utama majalah Bahana. Mereka merekrut kader dengan berbagai cara. Bahkan asistensi yang di kelola oleh UKMI ArRoyyan, sebagai salah satu syarat tambahan nilai mata kuliah Agama Islam, dijadikan alat sebagai ajang kaderisasi. Mahasiswa yang sudah terjaring di sini dimanfaatkan pada saat pemilihan Presiden dan Wakil Presiden berlangsung. “Hampir setiap hari saya selalu di SMS anak Rohis untuk pilih kader mereka,” ungkap Kiki. “Saya sering dirayu agar memilih pasangan Hendra Gunawan-Dimas Pradasumitra (mantan Ketua dan Wakil Ketua BEM UR periode 20082009),” terang Anto, mahasiswa Faperta.

26 Bahana Mahasiswa Edisi Juli-Agustus 2016

“Kami pernah diiming-imingi

dapat nilai B tanpa ujian praktek, asal pilih pasangan Hendra-Dimas,” ujar Parlindungan. Begitu keterangan beberapa mahasiswa saat diwawancar oleh kru Bahana pada majalah tahun 2009 lalu. Sebelum mengakhiri tanggungjawabnya, generasi Made Ali kembali menerbitkan majalah pada akhir tahun 2010. Ukurannya tidak berubah. Tapi halamannya bertambah menjadi 52 halaman. Kali ini laporan utamanya menyoal Prof. Bustari Hasan Dekan Faperika, tak kunjung dilantik oleh Prof Ashaluddin Jalil yang sedang menjabat Rektor masa itu. Sepuluh bulan setelah terpilih, Prof Bustari Hasan ‘terkatungkatung’ tak kunjung dilantik. Pasalnya Inspektorat Kementerian Pendidikan Nasional berkirim surat pada Prof Ashaluddin Jalil. Surat itu menyampaikan temuan Inspektorat terkait pemilihan Dekan Faperika, diantaranya: Jasril sebagai anggota senat utusan pegawai, pemilihannya tak melalui rapat pegawai. Soal status Deni Elfizon ikut pemilihan saat tugas belajar. Soal lobi-lobi selama pemilihan. Soal surat perjanjian antara Prof Bustari dan Prof Dewita Bukhari. Dari empat temuan tersebut, dua


Catatan Kru Perairan. Bustari dan timnya memilih berkumpul di ruang Dekan. Sebagai penghubung antar tim, dua tim Dewita, Aprizal Tanjung dan Rifardi aktif melobi Bustari dan Thamrin. Kedua orang ini menawarkan syarat yang sama pada tiap calon. Jika ingin dipilih, semua Pembantu Dekan (PD) harus dari tim Dewita. Bustari minta satu PD saja dari timnya. Thamrin menawarkan dua PD dari timnya dan dua PD dari tim Dewita. Singkat cerita, tim Dewita memilih opsi Bustari. Agar kesepakatan tak dikhianati dikemudian hari, tim ini buat surat perjanjian. Bustari bersama saksinya Deni Elfizon dan saksi dari Dewita, Soeardi Loekman ikut bertanda tangan dalam surat tersebut. Dewita sendiri tak ikut tanda tangan. “Saya saja tak pernah lihat suratnya, bagaimana mau tanda tangan,” elak Dewita dalam majalah 2010 lalu.

Majalah Bahana. Foto:

dinyatakan terbukti oleh Inspektorat setelah dilakukan verifikasi di lapangan. Soal Deni Elfizon dan perjanjian. Kesimpulan dari temuan diatas, Inspektorat merekomendasikan agar dilakukan pemilihan ulang. Hasil rapat senat Faperika yang dipimpin oleh Prof Bustari berkehendak lain. Senat Faperika sepakat menolak untuk pemilihan ulang. Ceritanya begini. Pemilihan Dekan Faperika periode 2010-2014 berlangsung dua putaran. Calonnya, Prof Bustari Hasan, Prof Thamrin dan Prof Dewita Bukhari. Putaran pertama Prof Bustari dan Prof Thamrin sama-sama meraup 11 suara dan 8 suara milik Prof Dewita Bukhari. Untuk menyiapkan surat suara pemilihan putaran kedua, Ridwan Manda memberi jeda 15 menit. Ridwan Manda Ketua Panitia pemilihan Dekan Faperika masa itu. Anggota senat yang berada dalam ruangan saat pemilihan berkehendak lain. Secara serentak mereka minta waktu jeda satu jam sambil keluar ruangan. Di sinilah lobilobi antar tim terjadi. Tim Thamrin berkumpul di ruang Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan. Tim Dewita di ruang Pengelolaan Sumber Daya

Alhasil, Bustari menang 17 suara dan Thamrin hanya 13 suara. Dari sinilah surat kaleng diterima oleh inspektorat sampai akhirnya keluar rekomendasi untuk pemilihan ulang. Persolan ini menunggu kebijakan rektor saat itu. Udin—sapaan Ashaluddin Jalil—mencermati permasalahan ini dengan tidak gegabah. “Kita sedang bicarakan dengan kementerian. Kita kan tidak sendiri, institusi ini berada di bawah kementerian,” Katanya, dalam tulisan Aang Ananda Suherman pada laporan utama majalah Bahana edisi September-Oktober 2010. Meski begitu, Udin akhirnya melantik Bustari pada November 2010. LOVINA menggantikan Made Ali sejak pertengahan 2011. Memasuki awal tahun 2012, generasi ini buat perubahan. Majalah tidak lagi cetak pada akhir tahun. Tapi menjadi rutinitas tiap dua bulan sekali. Isi liputannya penuh dengan tulisan panjang atau . Sementara berita pendek dan perca dimuat melalui website “Perkembangan new media cukup pesat. Kita tidak ingin ketinggalan menyampaikan informasi. Jadi berita seharihari di kampus harus cepat kita menyampaikannya,” ujar Lovina,

dalam video milad Bahana ke 30. Tercatat, majalah pada masa Lovina memimpin diantaranya: 327 Datang Pulau Padang Perang, Tanah Ku atau Tanah Mu, Kongres Ribut Lagi Kelahi Lagi, Mengapa FE Begini, Surat Kekerasan Bersama dan UPT PPL Tolong Kami. Jumlah halaman majalah tidak menentu. Kisaran 30 hingga 60 halaman. Tiap kali usai cetak, Bahana kerap menerima respon dari pembaca baik dari civitas akademika hingga pembaca luar kampus. Pernah satu pagi, saya baru saja keluar dari kamar mandi. Depan pintu Bahana satu mobil Suzuki APV parkir. Dua orang keluar dari mobil tersebut. Memakai kopiah, celana di atas mati kaki sambil membawa satu majalah. Setelah mengucapkan salam, seorang dari mereka menanyakan Lovina dan menunjukkan majalah Surat Kekerasan Bersama. Lovina belum datang ke Bahana pagi itu. Hanya ada saya dan Hidayat Sulaiman, layouter Bahana. Mereka komplain terhadap liputan Bahana yang menyebutkan salah satu organisasi mereka. Kami ikut menjelaskan perihal liputan tersebut. Sekitar 15 menit kami terlibat diskusi. Akhirnya saya memberikan nomor kontak Lovina dan mempersilakan kedua orang itu untuk datang lagi malamnya. Seluruh kru berkumpul malam itu di Kantor Redaksi Bahana termasuk Lovina. Yang kami tunggu pun tak kunjung datang. Lain lagi respon civitas akademika, terutama pejabat universitas dalam menanggapi liputan Bahana. Biaya cetak Bahana selalu jadi kambing hitam bila majalah ini mengkritik kampus. Hal ini sebenarnya kerap terjadi dalam ‘hidup’ Bahana. Alumni terdahulu sering menuturkan masamasa sulit Bahana seperti ini. DARI Bahana saya banyak belajar. Kebenaran haruslah disampaikan. Yang salah jangan pula ditutupi. Hidup penuh dengan kritikan. Jika tak begitu tak akan ada perbaikan. Bahana juga begitu. Kami selalu menerima kritikan dan masukan. BUKAN PENGEKANGAN. Karena tugas Bahana Mahasiswa mengembangkan tradisi akademis yang kritis.*

Edisi Juli-Agustus 2016 Bahana Mahasiswa 27


Khasanah

R

ROMBONGAN pengantin laki-laki berjalan beriringan menuju kediaman pengantin perempuan. Membawa tepak berisi sirih, kapur, gambir dan pinang serta beras kuning. Kompang—alat musik tradisional semacam rebana—ditabuh diiringi shalawat. Tiba depan kediaman pengantin, pesilat dari kedua mempelai unjuk kemampuan. Tak lama setelah masing-masing mengeluarkan jurus, pengantian laki-laki beserta rombongan menuju pintu masuk. Di sini mereka masih tertahan. Kain panjang membentang pintu, menghalang pengantin untuk masuk. Beras kuning ditabur. Masing-masing mempelai harus berbalas pantun. Isinya jenaka. Mereka kadang tertawa. Kata Tengku Said Armizal, pantun yang diucapkan tidak khusus, mengikuti perkembangan zaman. Muak berbalas pantun, rombongan mempelai laki-laki harus memberikan uncang. Ini sebuah bungkusan yang isinya uang koin. Tradisi semacam ini disebut masyarakat Melayu Tembilahan sebagai atau penebus pintu. “ ni semacam bekelaka, syarat pengantin laki-laki untuk masuk rumah pengantin perempuan,� tambah Siai. Siai nama panggilan Tengku Said Armizal. Tengku Said Abdullah, tetua adat masyarakat Tembilahan, jelaskan, sejarah prosesi bermakna perang raja untuk mendapatkan seorang putri. Silat melambangkan seorang panglima utusan raja. Taburan beras kuning, tepung tawar sebagai tanda perang dimulai. Kain panjang yang dibentang menghalang pintu bermakna seorang hulubalang yang menghalangi raja. Setelah melewati prosesi ini, barulah pengantian laki-laki diperbolehkan masuk. Namun tidak langsung duduk di sebelah mempelai perem-

Tak Lekang Adat dalam Pernikahan Untuk memulai kehidupan berumah tangga, banyak prosesi adat dan budaya yang harus dilalui mempelai, baik laki-laki maupun perempuan. Prosesi ini masih kerap dilakukan oleh masyarakat Melayu Tembilahan dalam upacara pernikahan. Oleh Nirma Redisa

puan. Adalagi pantun yang harus diucapkan. Ini disebut pantun buka kipas, karena muka pengantin perempuan ditutup dengan kipas. Setelah semuanya berlangsung, barulah kedua mempelai diperbolehkan duduk bersanding di pelaminan. Beginilah masyarakat Melayu Tembilahan memulai kehidupan baru dalam berumah tangga. Calon mempelai laki-laki dan perempuan harus

28 Bahana Mahasiswa Edisi Juli-Agustus 2016

mengikuti seluruh prosesi yang menjadi adat istiadat dalam pernikahan. Kebiasaan ini dimulai dengan merisik. Salah seorang pihak laki-laki diperintahkan untuk mencari tahu identitas seorang perempuan. Tujuannya untuk mengetahui status perempuan tersebut. Apakah masih sendiri atau sudah menikah. Bibit, bobot dan bebetnya juga harus diketahui. Informasi ini kemudian dilaporkan pada orangtua laki-laki.


Khasanah

Pasangan terhalang kain panjang yang membentang pintu. Bermakna hulu balang yang menghalangi raja. Foto:

Orang yang diperintahkan untuk merisik haruslah cukup umur, supaya mampu menilai baik dan buruknya. Setelah mengetahui perempuan tersebut masih sendiri atau belum menikah, pihak laki-laki pun mengutus beberapa perwakilan mendatangi rumah keluarga perempuan. Hajat untuk meminang perempuan disampaikan dalam kedatangan ini. “Untuk meminang perempuan, calon mempelai laki-laki tidak ikut. Yang datang hanya pihak keluarga sekitar tiga pasang saja,” jelas Tengku Said Abdullah. Setelah kedua belah pihak sepakat, selanjutnya mengatur prosesi akad nikah. Masyakarat Melayu Tem-

bilahan menyebutnya prosesi sekali naik. Artinya, pada malam akad nikah dilangsungkan juga ―pemberian beberapa kebutuhan pribadi calon mempelai perempuan seperti alat , sandal, tas dan lainnya. Ada juga yang melaksanakan akad nikah seminggu sesudah . “Keduanya boleh saja dilaksanakan dan tidak melanggar adat,” ujar Tengku Said Abdullah. Usai akad diucap, beberapa prosesi adat lainnya pun harus dilalui. Kedua mempelai ditepung tawar. Peralatannya berupa inai yang dianggap sebagai penolak bala dan beras basuh. Beras ini bermakna membersihkan yang keruh dalam diri manusia. Dengan kata lain, manusia harus mengambil sisi positif dalam hidup. Ada lagi tepung tawar, beras yang diwarnai dengan kunyit. Beras ini melambangkan kemakmuran. Selain itu, tepung tawar juga dihiasi dengan bunga rampai sebagai lambang pewangi dalam satu majelis. Terakhir air pecung— air yang dicampur dengan bedak putih— bermakna penyucian hati. Tepung tawar dilakukan oleh kedua belah pihak pengantian dengan jumlah ganjil. Orang terakhir yang melakukan tepung tawar akan memimpin doa, berdiri dihadapan kedua mempelai. Syair dan barzanji mengiringi prosesi tepung tawar. Syair merupakan kesenian lisan yang berisi nasihat kehidupan dan petatah - petitih kepada kedua mempelai. Barzanji juga seni lisan yang isinya cerita bernuansa Islam. Barzanji sendiri banyak digunakan di kampung. Ini dilantunkan saat pengantin masuk ke kamar untuk mengganti pakaian. Setelah didoakan, pengantin laki-laki dan perempuan mendatangi kedua orangtua dan pihak keluarga meminta doa restu. Suasana terasa haru ditambah lantunan syair. Siai menjelaskan, lima peralatan dalam tepung tawar wajib ada. “Kalau kurang akan terjadi sesuatu. Lima peralatan yang dipakai menyamai

rukun Islam, yang berjumlah lima.” Selain itu, dalam prosesi tepung tawar juga tersedia tabak, satu wadah yang berisi nasi pulut disusun bertingkat. Beberapa manggar beserta telur rebus ditusuk ke tabak yang sudah diisi nasi. Telor dibagikan pada orang yang melakukan tepung tawar. Tabak bermakna sebagai perekat kasih sayang. Tingkatan susunan nasi dalam tabak disesuaikan dengan status. Jika anak raja, nasi disusun lima tingkat. Kalau masyarakat biasa kurang dua tingkat. Tabak diletakkan di sebelah kanan pelaminan. Tangga pelaminan pun disesuaikan dengan status. Tujuh anak tangga untuk keturunan raja, lima untuk masyarakat biasa. PESTA pernikahan dalam masyarakat Melayu Tembilahan juga tidak terlepas dari adat istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat. Makanan yang kerap disajikan berupa kue asidah, amansari, hantu sukme dan bolu berendam. Pesta dilaksanakan di rumah mempelai wanita. Biasanya dimulai pukul sepuluh sampai pukul dua. Meski begitu, ada dua prosesi yang sekarang jarang dilakukan. Yakni, inai curi dan mandi taman. Tengku Syarifah Latifah mengatakan, inai curi dilaksanakan sebelum prosesi ijab kabul dan tepung tawar. Prosesi inai curi bermaksud memakaikan inai pada kedua calon pengantin dengan iringan beberapa lagu. Diantaranya lagu salam pembukaan, inai dan salam perpisahan. Lagu ini bercengkok Melayu. Inai atau daun pacar yang juga kerap disebut Henna, adalah tumbuhan yang biasa digunakan perempuan untuk menghias kuku. Selain untuk mewarnai tangan dan kaki, inai juga berguna untuk mengobati luka ringan seperti kulit tergores dan sebagainya. Dalam masyarakat Melayu Tembilahan, juga dikenal istilah memingit calon pengantin. Pingitan adalah, proses dimana kedua calon mempelai dilarang untuk bertemu dalam kurun waktu yang ditentukan. Ini bertujuan untuk menimbulkan rasa rindu dari kedua calon mempelai, agar dihari pernikahan terlihat penuh kasih sayang. Yang paling penting adalah, untuk menjaga keduanya dari godaan apabila sedang berduaan, hingga bertemu di pelaminan.*

Edisi Juli-Agustus 2016 Bahana Mahasiswa 29


Artikel Ilmiah

Dosen dengan Segudang Penel an Fifi Puspita Dosen Fakultas Pertanian Universitas Riau, mengolah limbah kelapa sawit menjadi pupuk yang aman bagi tanaman. Hasilnya sudah diujicoba dibeberapa daerah di Riau. Banyak penelitian lainnya yang dikerjakan oleh Fifi. Oleh Martha Novia Manullang Fifi Puspita. Foto:

K

KELAPA SAWIT merupakan bisnis yang berkembang pesat di Indonesia, tanpa terkecuali di Provinsi Riau. Di provinsi ini, penggunaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit menjadi yang terluas. Data Badan Pusat Statistik Provinsi Riau tahun 2013 menerangkan, total luas area perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau lebih kurang 2,3 juta hektar. Meski begitu, melonjaknya produktivitas kelapa sawit juga diikuti dengan jumlah limbah yang dihasilkan. —nama lain kelapa sawit—menyisakan limbah padat berupa daun, pelepah dan tandan. Lebih kurang 22 ton pelepah kelapa sawit atau midrib dihasilkan

tiap satu hektar areal perkebunan. Masyarakat terkadang memanfaatkan midrib tersebut sebagai pakan ternak. Lain hal dengan Fifi Puspita, Dosen Fakultas Pertanian Universitas Riau. Midrib justru ia jadikan sebagai bahan baku pembuatan kompos. Midrib mengandung serat yang tinggi serta bahan organik seperti: polisakarida, hormon, vitamin, mineral dan senyawa bioaktif. Midrib juga sangat mudah didapat disekitar area perkebunan kelapa sawit. Pembuatan kompos melalui limbah kelapa sawit ini dimulai dengan mencacah tandan kosong kelapa sawit sekitar 5 kilogram. Selanjutnya tandan kosong tersebut dibagi menjadi empat lapisan lalu dimasukkan ke dalam bak pengomposan. Sebelum melakukan proses pengomposan, terlebih dahulu lapisan pertama tandan kosong tadi ditabur kotoran segar sapi yang telah diencerkan dengan air. Satu kilogram kotoran sapi diencerkan dengan tiga liter air. Kapur pertanian 31,25 gram, urea 18,75 gram, pupuk 9,37 gram serta 62,5 gram. jenis jamur saprofit yang hidup dari hasil pelapukan. Jamur ini berkembang biak di rizos-

30 Bahana Mahasiswa Edisi Juli-Agustus 2016

fer atau di permukaan akar tanaman yang dapat mengendalikan penyakit pada tanaman. Keunggulan kompos yang menggunakan jamur diantaranya: mudah diaplikasikan, harganya murah, tidak menghasilkan racun atau toksin, ramah lingkungan, tidak menganggu organisme lain terutama yang berada di dalam tanah serta tidak meningkatkan residu di tanaman maupun di tanah. Tahap selanjutnya menambah pelepah sawit setebal 25 centimeter. Untuk lapisan kedua hingga keempat juga dilakukan hal yang sama. Setelah tahapan tersebut dilakukan, pekerjaan selanjutnya menyiram bakal pupuk kompos tadi dengan air agar terus terjaga kelembapannya. Hal ini dilakukan oleh Fifi karena banyak petani menggunakan pupuk yang mengandung pestisida. “Terutama petani di jalan Kartama, Pekanbaru,” ujar Fifi. Pupuk berbahan kimia yang mampu membunuh hama pada tanaman ini dapat merusak jaringan tumbuhan serta tidak ramah bagi lingkungan. “Namun dengan menggunakan kompos tadi dapat menjadi pengganti pestisida yang berbahan kimia,” terang Fifi.


Mind - A Kompos temuan Fifi sudah diuji di berbagai tanaman pertanian dibeberapa daerah. Salah satunya di Kecamatan Dayun Kabupaten Siak. Kata Fifi, uji cobanya terbukti lebih baik serta ramah lingkungan. Fifi juga melibatkan masyarakat setempat, memanfaatkan limbah kelapa sawit sebagai bahan dasar pembuatan kompos. Selain mengolah pelepah sawit menjadi kompos, Ibu dua orang anak ini juga meneliti mikoorganisme yang hidup di permukaan akar tanaman. Yakni . Bakteri ini hidup berkoloni pada akar tanaman serta memiliki manfaat besar bagi pertumbuhan tanaman tersebut. berpotensi untuk dikembangkan sebagai agen biokontrol dan pengendali patogen tular tanah. Ia mampu menekan hama yang akan merusak tanaman. Seperti penyakit daun busuk pada tanaman dan juga penyakit busuk pada pangkal batang tanaman kelapa. Bacillus sp umumnya berkembang di tanah gambut. Selain itu, membantu penguraian bahan organik di tanah. Untuk memanfaatkan , terlebih dahulu mengidentifikasi morfologi dan jenis

atau DNA—asam nukleat yang menyimpan informasi biologis. Ini untuk mengetahui manfaat dari bakteri tersebut. Pada tahun 2010, penelitian Fifi mendapat dana hibah dari Dikti. Penelitian ini masuk dalam program Iptek Bagi Inovasi Kreativitas Kampus atau IBIKK. Program ini mendanai penelitian yang memanfaatkan mikroorganisme dalam sistem pertanian organik yang berpengaruh pengaruh positif bagi tanaman, juga penyedia unsur hara untuk pertumbuhan tanaman. Program ini melibatkan mahasiswa sebagai anggotanya. Menurut Ambosa, mahasiswa Jurusan Kehutanan angkatan 2009 yang ikut dalam penelitian, penelitian Fifi sudah banyak teruji dan berkualitas khususnya pada tanaman pertanian. FIFI PUSPITA lahir 12 Desember 1967. Menyelesaikan pendidikan Strata 1 di Universitas Sumatra Utara pada 1990. Dua tahun kemudian, Fifi menjadi Dosen Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Riau. Bersamaan dengan itu, Fifi melanjutkan pendidikan Strata 2 di Univesi-

tas Gajah Mada dan berhasil meraih gelar Magister pada 1997. Mulai 2009 hingga 2013, Fifi dipercaya sebagai Sekretaris Jurusan Agroteknologi. Tahun berikutnya diangkat menjadi Ketua Jurusan hingga sekarang. Fifi juga sering manjadi dewan juri dalam pemilihan mahasiswa berpretasi di Universitas Riau. Tak jauh dari keahliannya dibidang fitologi, Fifi menciptakan banyak penemuan mengenai hama dan penyakit tumbuhan yang disebabkan oleh bakteri maupun jamur. Fifi pun mendapat penghargaan dari dalam maupun luar kampus. Diantaranya: Piagam Penghargaan Rektor Universitas Riau, peringkat II Dosen Berprestasi tahun 2009. Piagam Penghargaan Gubernur Riau, sebagai Penemu Inovasi Formula Tricho-Algae sebagai Biofertilizer dan Biopestisida tahun 2011. Masih ada beberapa penghargaan lainnya yang diterima oleh Fifi. Buah dari hasil temuannya sudah mendapat paten dari Hak Kekayaan Intelektual. Sebagian lagi sedang diajukan dan menunggu pengakuan yang sama.*

Edisi Juli-Agustus 2016 Bahana Mahasiswa 31


Kilas Balik

Masjid Kubro di Koto Pomban Rumah Ibadah Muslim masa Kerajaan Kampar. Masih berdiri kokoh meski sebagian material bangunan diganti. Bentuknya juga sedikit berubah. Oleh Agus Alfinanda

SEBUAH gapura setinggi lima meter berdiri di depan masjid, tepat di tepi jalan. Tiangnya ada delapan. Empat di sisi kiri dan empat di sisi kanan. Lebarnya sekira tiga meter. Tiang tersebut diberi cat biru. Bagian atas beratap seng. Sebelah kiri gapura tersedia tempat parkir kendaraan roda dua. Jarak antara gapura dengan masjid sekitar dua puluh langkah kaki orang dewasa. Jarak ini dijadikan pekarangan masjid yang dilapisi paving block. Tak ada pohon atau tanaman hias apa pun dalam pekarangan. Tembok setinggi bahu orang dewasa mengelilingi pekarangan dan masjid. Rumput liar memenuhi tiap sudut pekarangan. Jika berdiri di tengah pekarangan, terlihat atap masjid berbentuk limas berlapis tiga. Ujung atapnya runcing. Tiap sudut cucuran atap terdapat ukiran sayap layang-layang. Bagi masyarakat Melayu setempat, bentuk ini bermakna kebebasan yang tahu batas dan tahu diri. Sebelah kiri pintu masuk jamaah wanita tersedia tempat wudhu berikut toilet. Tepat depan pintu yang sama berdiri satu menara. Tingginya melebihi bangunan masjid. Sebelum memiliki alat pengeras suara, azan dikumandangkan dari atas menara oleh muadzin. “Terakhir orang azan di atas menara ini tahun 1965,” kenang Darun Nafis, Masjid yang sudah berusia 65 tahun. Untuk masuk ke dalam masjid

melalui dua arah. Pintu masuk bagi jamaah laki-laki sebelah utara searah dengan gapura. Sedangkan untuk jamaah perempuan lewat pintu sebelah timur. Kata Darun Nafis, dulu, dekat pintu masuk jamaah perempuan terdapat tangga yang menghubungkan ke menara. “Dari sinilah muadzin naik,” ujarnya sambil menunjukkan bekas lokasi berdirinya tangga. Sebelum masuk ke dalam masjid, terlebih dahulu meniti lima anak tangga. Tiba di dalam, pandangan akan tertuju ke seluruh isi masjid. Lebar masjid sembilan shaf. Empat shaf untuk laki-laki dan lima shaf untuk perempuan. Lantainya berlapis keramik berukuran 30 kali 30 centimeter yang ditutup oleh sajadah. Terdapat enam belas tiang penyangga di dalamnya. Empat tiang di tengah tingginya mencapai tiga belas meter. Jarak antar tiang sekitar dua meter. Masing-masing tiang dipasang kipas angin. Tiang ini dari kayu dan sudah terlihat keropos. Sekilas tiang ini seperti baru karena dilapisi cat putih. Dinding masjid terbuat dari material beton. Separuhnya dilapisi cat warna kuning separuhnya lagi dilapisi keramik. Tiap sisi dinding terdapat jendela. Jumlah keseluruhannya 27. Dinding bagian depan dipenuhi ukiran kaligrafi yang dipahat langsung dari dinding. “Pemahatnya orang dari air tiris,” jelas Hasyim, Imam pertama Masjid sekaligus Ketua Pembangunan Masjid. Tinggi dinding masjid satu jengkal di atas kepala orang dewasa.

32 Bahana Mahasiswa Edisi Juli-Agustus 2016

RUMAH ibadah bagi umat muslim ini diberi nama Masjid Kubro. Berdiri di Dusun Padang Merbau Barat, Desa Koto Perambahan, Kecamatan Kampar Timur. Sekitar 30 kilometer dari Kota Pekanbaru. Masyarakat setempat menyebut daerahnya Koto Pomban. Sebelum diberi nama Masjid Kubro, pada awal berdirinya masjid, masyarakat setempat menyebutnya Masjid Raja Pekantua. Dinamakan demikian karena masjid tersebut dibangun oleh Raja dan disekitar masjid terdapat pasar yang dinamakan Pekantua— pekan nama lain dari pasar. Sejak 1933 pasar tersebut dipindahkan ditepi jalan lintas Pekanbaru-Bangkinang. Orang mengenalnya pasar Kampar. Kini, bekas pasar di sekitar masjid sudah dipenuhi pemukiman warga. Tak ada yang tahu pasti kapan berdirinya Masjid Kubro. Al Afendi yang kerap disapa Datuk Pondi menyebutkan, sekitar tahun 1805 atau 1815. “Tapi, Masjid Kubro adalah rumah ibadah pertama di Kenegerian Kampar. Lebih tua dari Masjid Jami di Air Tiris yang dibangun pada 1901,” ujar pria yang bergelar Datuk Majo Besar. Hasyim berkata lain, sepengetahuannya, Masjid Kubro dibangun pada 1897. Darun Nafis sendiri tidak mengetahui sama sekali. Peralihan nama Masjid Pekantua ke Masjid Kubro sendiri diakui sekitar tahun 1990-an. Nama Kubro dipakai karena


Kilas Balik

Masjid Kubro di Desa Koto Pomban. Foto:

Masjid tersebut satu-satunya yang ada pada waktu itu dan cukup besar. Kubro dalam bahasa arab artinya besar. Kini di lokasi yang sama terdapat tiga masjid lagi dan lebih besar dari Masjid Kubro. Jarak antar masjid tidak begitu jauh. Pertama didirikan, bangunan Masjid Kubro berbentuk panggung. Dinding masjid condong ke luar. Materialnya didominasi oleh kayu hutan. Kata Datuk Pondi, atap masjid pun dari kayu. “Sekarang sudah diganti dengan seng,” ujar Hasyim. Jenis kayu yang digunakan waktu itu kayu angau. “Jenis kayu itu tak ada lagi ditemukan,” kata Datuk Pondi. Untuk berwudhu, disediakan air dalam kula—bak air yang tingginya kurang lebih satu meter— yang ditampung di bawah cucuran atap. Bila air habis, jamaah mengambil wudhu di sungai. Lima puluh meter dari masjid. Kini, tak ada lagi kula yang diceritakan oleh Datuk Pondi. Renovasi yang pertama kali dilakukan pada lantai masjid. Kolong masjid ditimbun dengan batu kerikil yang diangkut dari sungai terdekat. Pengerjaan ini dilakukan oleh masyarakat setempat secara gotong royong. Lantai masjid pun dirubah jadi beton. Satu tahun kemudian 1974, giliran dinding masjid yang diganti dengan beton, bentuknya pun berubah. “Waktu mengganti dinding, bagian dekat jendela ini sempat roboh karena penyangganya tidak kuat.

Semennya juga belum kering waktu itu,” terang Darun Nafis sambil menunjuk jendela. Renovasi berlanjut pada atap masjid. Perubahan ini diperkirakan pada masa Malin Boge. “Saat kecil saya sudah menjumpai atap itu berbahan seng,” ujar Yusuf, cucu Malin Boge. Yusuf sempat menjadi pengurus Masjid Kubro. Ia lahir 1930. Almarhum Malin Boge merupakan tokoh adat yang membidangi agama. Almarhum pernah menjadi pengurus masjid. Boge dimakamkan di samping masjid sebelah selatan, di luar tembok. Menurut Ani, cicit Boge, dulu tiap Jumat, jamaah berdatangan dari berbagai kampung. Seperti Kuapan, Pulau Rambai dan Jawi-jawi. Mereka ada yang datang menggunakan rakit untuk menyeberang sungai. Boge meminta istri dan perempuan desa menyiapkan makanan bagi jamaah yang datang dari jauh. “ ,” kenang Ani. Yusuf menceritakan, semasa kecil, selain tempat shalat, Masjid Kubro juga tempat belajar mengaji bagi masyarakat. Guru-gurunya dari kampung sekitar. Seperti Air Tiris, Penyesawan dan Danau Bingkuang. Ada juga yang didatangkan dari Bukit tinggi, Sumatera Barat. “Murid duduk bershaf menghadap guru sambil mendengar dengan seksama,” kenang Yusuf. Selain

itu, perayaan hari besar Islam seperti Maulid Nabi dan Israj Miraj juga kerap dilaksanakan di Masjid Kubro. PAGI, Jumat 29 Juli, kami mendatangi Kantor Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Kabupaten Kampar, di Kota Bangkinang. Setelah menyampaikan maksud kedatangan kami pada seorang pegawai, ia mempersilakan untuk menunggu. Tak lama, Syamsul Bahri Kepala Dinas, mengajak masuk ke ruangannya. Kami hendak mencari keterangan tentang Masjid Kubro. Darinya kami tidak memperoleh informasi banyak terkait bangunan tua itu. Tapi katanya, Masjid Kubro sempat ingin dijadikan cagar budaya. “Karena bentuknya sudah berubah, usaha itu urung dilakukan.” Diakhir wawancara, Syamsul Bahri memberikan satu buku berjudul Sejarah Kampar. Namun, dibuka tersebut juga tidak ada menyinggung soal Masjid Kubro. Syamsul Bahri juga meminta kami untuk menjumpai A. Latih Hasyim, salah seorang penulis buku tersebut. Rumah Latif di jalan Kartini, tak jauh dari Kantor Disparpora. Selain sebagai penulis, Latif juga mengkoleksi berbagai benda sejarah. Rumahnya dijadikan museum, diberi nama A. Latif Malay Museum. Darinya, kami juga tidak mendapatkan informasi banyak. Hanya saja ia mengatakan, dulu Masjid Kubro letaknya tidak jauh dari istana Kerajaan Kampar.*

Edisi Juli-Agustus 2016 Bahana Mahasiswa 33


Kesehatan

Awasi Penyakit Gula di Usia Muda Ilustrasi: Http://www.google.com

MASA MUDA memang masa dimana badan kita masih sehat, bugar dan bebas melakukan banyak hal. Namun, apa yang terjadi bila kita tidak mengontrol diri? Kita bisa saja terserang banyak penyakit yang dapat menggangu masa muda, bahkan masa depan nantinya. Sebagai mahasiswa, kita harus menjaga kesehatan demi masa depan yang sedang diperjuangankan. Kita kerap memanjakan diri kita dengan cara makan, minum manis, beli gorengan, bermalasan di kos bahkan merokok. Namun tahukah anda, kebiasaan buruk tersebut dapat menyebabkan penyakit gula atau diabetes? Diabetes atau Penyakit gula, biasa disebut kencing manis adalah, satu penyakit gangguan hormon insulin. Yaitu, hormon yang berfungsi dalam mengatur metabolisme karbohidrat dan glukosa dalam tubuh kita. Penyakit ini bisa datang dari bawaan (Diabetes Melitus tipe 1), ataukarena kebiasaan buruk tadi (DM tipe 2). Menurut (IDF) tahun 2015, 6,2 persen dari penduduk Indonesia terserang diabetes, atau sekitar 1 dari 16 orang dapat terserang diabetes. DM tipe 2 umumnya mulai tampak ketika menginjak usia 20 tahun. Seorang yang didiagnosa terkena penyakit DM apabila, gula darah sewaktunya adalah >200 mg/ dl dan/atau gula darah puasanya (8

jam tanpa makan) adalah >126 mg/ dl untuk darah vena, atau >110 mg/dl untuk darah kapiler.

gangguan alat reproduksi pada pria alias impotvensi atau pada wanita alias keputihan.

Beberapa hal yang dapat memicu diabetes adalah, makanan yang mempunyai indeks glukosa atau gula yang tinggi. Minuman manis seperti teh manis. Gorengan juga dapat memperberat diabetes dikarenakan memiliki kadar kolesterol yang tinggi.

Untuk mengatasi hal tersebut, seringlah melakukan pengecekan gula darah setidaknya tiga bulan sekali. Pengecekan dapat dilakukan sendiri apabila memiliki alatnya. Jika tidak, hal ini dapat dilakukan di klinik terdekat.

Bahkan bermalas-malasan dapat menyebabkan obesitas. Merokok juga dapat menurunkan sensivitas hormon insulin yang dapat meningkatkan resiko terserang diabetes.

Apabila ditemukan gejala khas, maka satu kali pemeriksaan gula darah tidak normal dapat dinyatakan terkena penyakit gula. Sebaliknya, apabila ditemukan gejala tidak khas, diperlukan dua kali pemeriksaan gula darah tidak normal.

Komplikasi penyakit ini dibagi tiga. , dan . atau peredarah darah besar, seperti gangguan jantung atau otak yang bisa menyebabkan stroke.

Kemudian, kontrol makanan secara teratur. Jangan makan terlalu berlebihan. Seperti pepatah, makan sebelum lapar dan berhenti sebelum kenyang. Selain itu, pilihlah jenis makanan yang memiliki kadar glukosa rendah.

atau peredarah darah kecil, seperti penglihatan kabur, gangguan ginjal bahkan impotensi. Sedangan untuk , seperti gangguan pada sensorik atau sensasi rasa, gangguan pada motorik, contohnya, tubuh menjadi kaku atau gangguan otonomik dapat membuat kulit menjadi mudah kering. Yang terburuk adalah, kematian.

Yang paling penting, perbanyak olahraga. Olahraga dapat membuat kadar glukosa darah menjadi normal, mengontrol tekanan darah untuk menghindari penyakit jantung, menghindar obesitas dan mempertahankan postur tubuh.

Gejala paling klasik atau khas dari penyakit diabetes ada tiga. Sering buang air kecil, mudah lapar dan haus. Gejala yang tidak khas, seperti lemas, kesemutan, luka sukar sembuh, gatal, mata kabur dan

34 Bahana Mahasiswa Edisi Juli-Agustus 2016

Terakhir, hindari kebiasaan buruk terutama merokok. Merokok bukan hanya dapat menjadi resiko diabetes, namun juga menimbulkan penyakit jantung, kanker paru-paru, impotensi dan beragam penyakit lainnya. Penulis : Tim Bantuan Medis FK UR


Edisi Juli-Agustus 2016 Bahana Mahasiswa 35


Witra

36 Bahana Mahasiswa Edisi Juli-Agustus 2016


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.