Radar Banyuwangi | 22 Desember 2014

Page 6

Her

52

R A D A R

B A N Y U W A N G I

es

Punya usulan pahlawan masa kini? Kirim datanya ke

beritaraba@gmail.com plus alasan mengapa dia layak disebut pahlawan. Kami akan memuatnya di rubrik ini.

Jawa Pos

Senin 22 Desember 2014

Keputusannya Selalu Bikin Geleng-Geleng Sosok dan sepak terjang Imam Hambali dalam kancah dunia sepak bola di tanah air tidak perlu diragukan lagi. Saat menjadi pemain, dia menjelma menjadi pemain besar yang cukup disegani lawan.

P

uncak kejayaannya adalah saat membawa timnya, Arema Malang, menjuarai Galatama, kasta tertinggi sepak bola Indonesia pada musim 1992/1993. Sebagai pemain sepak bola, pria kelahiran Banyuwangi, 17 Januari 1966 itu beroperasi di jantung pertahanan, khususnya sebagai bek tengah. Dia dikenal sebagai pemain yang berani dalam mengambil keputusan yang berisiko. Seperti melakukan tekel terhadap pemain lawan di area sendiri. Jika keputusan itu meleset, maka timnya harus siap siap menerima hadiah penalti. Suami Titik Supiyani itu mengawali karir di atas lapangan dengan membela Persewangi Junior era tahun 1980-an. Kualitasnya saat merumput itu membuat dia masuk tim Persewangi Senior. Melihat prestasi sepak bola kala itu, Bupati Banyuwangi, HT Purnomo Sidik memberikan penghargaan. Dia bersama dengan pemain lain, seperti Ribut Santoso, Giman Abadi, dan Maryono menjadi pegawai di PUD milik Pemkab Banyuwangi. Penghargaan itu karena dia dianggap mampu membawa nama Banyuwangi melalui prestasi sepak bola. Atas capaiannya itu, dia juga masuk skuad Pra PON Jatim. Namun, dia memiliki mimpi untuk meniti karir di sepak bola dengan membela tim besar. Karena keinginan kuat itu, dia memutuskan untuk hengkang dari timnya, Persewangi. Padahal, jika bertahan, dia pasti menjadi PNS seperti halnya rekan-rekan sejawatnya. Dia tampaknya tidak terlalu sulit mencari klub lain di luar Banyuwangi. Sebab, banyak tim besar yang berminat terhadapnya. Pertama tim yang dituju adalah Pusri Palembang. Tapi, dia tidak betah tinggal di sana. Tak ayal, bapak empat anak itu merapat ke Perkasa Mataram Jogjakarta. Sebenarnya, Pusri Palembang sudah melakukan proteksi agar dia tidak keluar. Salah satu caranya adalah menjadikan dia menjadi salah satu pegawai tetap di perusahaan pupuk terbesar itu. Namun, pemain satu ini tetap mengambil keputusan yang mencengangkan. Sama halnya di Pusri Palembang, dia juga langsung oke bersama tim barunya. Tapi, lagi-lagi dia merasa tidak betah, dan sempat mencicipi Petrokimia Gresik dan Niac Mitra Surabaya. Tapi, pada akhirnya, dia kembali memperkuat Perkasa Mataram Jogjakarta. Nah, dia akhirnya digaet Arema Malang pada tahun 1989. Di klub ini, dia meraih puncak kejayaan dengan meraih juara era Galatama setelah tiga musim bergabung. Bahkan, dia dicap ikon dan menjadi salah satu legenda Arema Malang hingga saat ini. Tapi, di Arema itulah, ka-

rirnya tamat. Awalnya, dia mengalami cedera yang cukup serius di bagian lutut kanan. Ironisnya, cedera itu dia alami saat menggelar laga uji coba melawan tim internal Arema Malang, Gajayana. Tak ayal, dia harus ditandu keluar lapangan dan tidak bisa melanjutkan pertandingan. Cedera tersebut membuat dia terpaksa tidak bisa tampil di beberapa pertandingan. Bagi dia, cedera tersebut memang dianggap tidak terlalu parah. Dia sangat ingat betul saat tampil di Liga Champions Asia. Dia akhirnya duduk di bangku cadangan kala bersua Bangkok Bank di Stadion Gajayana, Malang. Padahal, kala itu, dia tidak menyadari jika namnya tetap masuk dalam daftar susunan pemain meski ada di bangku cadangan. Drama tersaji dalam laga itu. Arema Malang sudah tertinggal dua gol saat pertandingan baru berjalan 8 menit. Kontan saja, ribuan suporter yang memadati stadion tampak tidak terima dan murka dengan kebobolan dua gol itu. Seisi stadion riuh. Sejurus kemudian, kalangan suporter meneriakkan nama Imam Hambali agar tampil. Dengan sekuat tenaga, Imam Hambali dipaksa bermain. Berkat magis itu, akhirnya Arema Malang berhasil menyamakan kedudukan dengan skor akhir 2-2. ‘’Saya sendiri merasa merinding waktu itu. Stadion bergemuruh dan pembatas terdengar suara mau retak dengan kegaduhan suporter,’’ kenang Imam. Andai saja dia tidak masuk lapangan, maka diprediksi bakal terjadi petaka dalam stadion tersebut. Dia mengaku tidak bisa tampil maksimal di laga tersebut. Tapi, dia merasa ada keberuntungan saat dia tampil. ‘’Saya tidak terlalu ngoyo karena memang sedang cedera. Tapi, arah bola mampu dia halau dan selamat dari kebobolan,’’ terangnya. Masa-masa di Arema menjadi kenangan indah bagi dia. Kala itu, Arema bukan merupakan tim yang mapan secara finansial. Tapi, semua pemain kompak dan memiliki semangat pantang menyerah dan berhasil menjadi juara di liga elite Indonesia. Pada masa itu, Imam Hambali bahu membahu bersama dengan pemain seperti Aji Santoso, Singgih Pitono, Kuncoro, Joko Susilo, dan Meki Tata. Sayang, cedera itu tampaknya membuat dia tidak berdaya. Hingga akhirnya dia tidak bisa lagi tampil maksimal. Pada perjalanan kompetisi 19931994, dia out dan kembali ke kampung halaman. Sempat mulai sembuh, dia masih yakin bisa kembali merumput dengan membela Pusam Samarinda. Tapi, lagi-lagi, cedera itu sulit disembuhkan. Tidak lama setelah itu, dia memutuskan gantung sepatu saat usianya masih cukup muda. (ton/als)

Imam Hambali Legenda “Terlupakan” Arema dan Timnas PSSI

FOTO-FOTO: ALI NURFATONI/RaBa

CHAMPION: Hambali menunjukkan foto dirinya saat membela Arema.

Tamat di Usia Emas BAKAT besar di sepak bola membuat Imam Hambali masuk dalam skuad timnas. Bahkan, dia sudah masuk timnas ketika belum membela Arema Malang. Pria yang kini tinggal di Dusun/Desa Pengantigan, Kecamatan Rogojampi, itu membela merah putih saat masih memperkuat Perkesa Mataram, Jogjakarta. Kala itu, dia masuk timnas dan tampil di King Cup atau Piala Raja di Bangkok, Thailand. Saat itu, dia bahu membahu bersama Rahmad Darmawan, Joko Malis, dan sederet pemain top lain. Kala itu, dia menjadi pemain paling junior yang masuk skuad merah-putih. Yang menarik, setelah masuk timnas, PSSI membentuk timnas U-23. Tak ayal, otomatis dia diandalkan masuk timnas U-23 itu. Bahkan, dia mengibaratkan bak raja saat membela timnas Garuda Muda itu. ‘’Saya diibaratkan seperti raja di timnas U-23. Karena, sebelum di U-23 terbentuk, saya merupakan pemain termuda di timnas senior,’’ papar Imam. Berbagai even internasional telah dia ikuti bersama merah putih. Bahkan, pada masa itu, dia mengemban ban kapten. Namun sayang, prestasi gemilang itu harus berakhir karena cedera yang menimpanya. Karena cedera itu, dia frustasi. Bahkan, dia memutuskan untuk tidak berkecimpung dalam dunia sepak bola yang membesarkan namanya. ‘’Saya sempat stres waktu cedera panjang itu. Saya merasa benar-benar kehilangan. Karena bola bagian dari hidup saya. Cedera itu membuat separo nyawa saya seperti hilang seketika,’’ katanya raut wajah penuh kesedihan.

Tentang Hambali Lahir Alamat Istri Anak

: : : :

Banyuwangi, 17 Januari 1966 Desa Pengantigan, RT 03, RW 02, Rogojampi Titik Supiyani, 12 Agustus 1968 1. Desi Arfirda Eka Sari, 7 Desember 1992 2. Oki Setiawan Hambali, 1 Oktober 1994 3. Astri Putri Hardani, 21 Maret 1999 4. Cikita Marsa Putri, 16 Maret 2012

Karir PEMAIN 1. Persewangi Junior 2. Persewangi Senior 3. Pusri Palembang 4. Perkasa Mataram, Jogjakarta 5. Petrokimia Gresik 6. Niak Mitra Surabaya 7. Arema Malang (1989 – 1994)

TIMNAS 1. Timnas U-23 2. Timnas Senior PELATIH 1. Persewangi Junior 2. Persewangi IPL 3. Banyuwangi United

Karena itu, dia sempat vakum di dunia sepak bola hingga beberapa tahun. Tapi, tidak bergelut dalam dunia bola itu membuat beban semakin berat. Hingga ujungnya, dia kembali membangun sepak bola dengan membentuk Sekolah Sepak Bola (SSB). ‘’Saya mencoba untuk mendirikan SSB seperti di kota besar. Tapi, tidak berhasil,’’ kenangnya. Berkecimpung lagi dalam sepak bola itu memang tidak lepas dari nasihat dari seorang teman. Temannya itu berujar, jika ilmu itu tidak diamalkan akan berdosa. ‘’Mulai dari situlah, saya terketuk dan kembali membangun sepak bola setelah beberapa tahun vakum,’’ kenangnya. Animo masyarakat ternyata sangat besar saat berdirinya SSB tersebut. Bahkan, jumlah pemain binaannya sempat mencapai ratusan. ‘’Seingat saya, pemain SSB Mitra waktu itu mencapai 286 pemain. SSB yang saya dirikan itu merupakan yang pertama ada di Banyuwangi,’’ sebutnya. Tapi, dia tidak cukup kuat membiayai SSB tersebut dengan seorang diri. Soal prestasi, SSB yang dia dirikan itu bersinar di level Jatim. ‘’Waktu itu SSB Mitra juara Banyuwangi di Piala Jawa Pos, sampai ke provinsi,’’ bebernya. Dia menyadari jika mendirikan sebuah tim sepak bola itu tidak mudah. Butuh pengorbanan yang besar dalam menghidupi sepak bola. Dia memaklumi, kala itu pemain binaannya bukan berlatar belakang ekonomi berkecukupan. ‘’Karena itu, toko olahraga seperti aneka sepatu dadi lan bangkrute. Ini memang bagian dari perjalanan hidup saya,’’ katanya. (ton/als)

Jangan Sampai Menghianati Sepak Bola HINGGA kini, dunia sepak bola masih menjadi roh bagi Imam Hambali. Aktivitas menggeluti si kulit bundar akhirnya tetap ditempuh pasca menjadi pemain. Dia rupanya menyadari harus bangkit pasca cedera panjang yang menimpanya. Setelah vakum lama, dia kembali ke sepak bola. Dia tampaknya ingin menularkan ilmu sepak bola sebagai pelatih. Awalnya, dia menjajaki karir sebagai pelatih dengan mengikuti kursus pelatihan pelatih licensi D. Selanjutnya, dia akhirnya sukses menggenggam lisensi C. Tapi, keterbatasan dana membuat

dia tidak bisa mengikuti kursus untuk mengantongi lisensi B yang bisa digunakan melatih tim sekelas Divisi Utama. Sebab, lisensi C hanya bisa digunakan melatih tim di level amatir seperti Liga Nusantara. Dia mengatakan, jika meraih lisensi C saja, itu dibantu PSSI Banyuwangi kala itu tepatnya tahun 2009. Namun, keinginan dia mengantongi lisensi B hingga A kelas ISL gagal terwujud. Padahal, melihat track record-nya, dia cukup mampu untuk melatih tim-tim sekelas tim profesional. Sama halnya seperti yang ditorehkan rekan-rekannya se-

perti Aji Santoso (timnas U-23) dan Rahmad Darmawan (Persija), serta sederet pelatih papan atas nasional. Kendala ekonomi yang membuat dia tidak bisa melanjutkan karir sebagai pelatih. Bahkan, di saat terpuruk, dia bolak-balik bangkrut. Puncaknya dia terpaksa menjadi juru cuci sepeda motor. ‘’Saya pernah menjadi mencuci sepeda motor, itu pernah saya alami. Bahkan, tidak sedikit orang yang memberikan uang lebih dari tarif biasa,’’ terangnya. Sampai saat ini, dia bercita-cita ingin mempersembahkan prestasi sepak bola Banyuwangi. Sebab, awal mula dia mulai

bersinar di dunia sepak bola juga dari kota kelahirannya. ‘’Saya masih mempunyai mimpi itu. Saya masih optimistis semua itu akan terwujud,’’ harapnya. Dia menegaskan, dirinya memiliki prinsip dalam membangun sepak bola untuk meraih prestasi. Menurut dia, adanya kasus sepak bola gajah, dan pengaturan skor itu membuat dia benar-benar ikut terpukul. ‘’Jadi, jangan sampai terjadi kasus seperti itu lagi. Mari kita bersama sama membangun sepak bola dengan sportif. Tindak tegas terhadap mereka yang menghianati sepak bola,’’ tandasnya. (ton/als)

JARING ASPIRASI Tampung Aspirasi Sambil Bekali UU Desa

ABDUL AZIZ/RaBa

TURUN GUNUNG: Anggota FKB DPR RI Nihayatul Wafiroh (tengah) saat reses kemarin.

TEGALSARI - Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR RI asal daerah pemilihan (Dapil) Banyuwangi, Situbondo, dan Bondowoso, terus melakukan reses dengan menggelar pertemuan bersama konsitutennya. Kemarin, anggota Komisi IX yang membidandi ketenagakerjaan, pendidikan, dan kesehatan tersebut menggelar acara reses bersama Lembaga Pengembangan dan Penelitian Masyarakat (LPPM) Institut Agama Islam Darussalam (IAIDA) di Pesantren Darussalam. Kegiatan dengan tema “Pembekalan Undang-Undang Nomor

6/2014 tentang desa” itu dihadiri oleh para camat dan kepala desa se-Kecamatan Bangorejo, Gambiran, dan Tegalsari. “Hanya saja, khusus untuk Tegalsari, yang hadir jajaran Forpimka, kades, dan para kadus,” kata Sekretaris LPPM IAIDA, Abdul Rahman. Selain mengikuti reses, para peserta juga mendapatkan pembekalan tentang Undang-Undang Nomor 6/2014 tentang desa, dengan nara sumber dari LSM Forum Masyarakat Sipil H. Yusuf Murtiono, dari Kota Sragen, Jawa Tengah. Sementara itu, Nihayatul Wafioroh atau lebih akrab disapa Nduk Nik, mengatakan bahwa masa

reses ini sengaja dia manfaatkan untuk menemui konstituennya di dapil tiga yang meliputi Banyuwangi, Situbondo dan Bondowoso. Dia menegaskan, bahwa sebagai wakil rakyat yang mendapatkan dukungan mayoritas dari tiga kabupaten tersebut hingga akhirnya duduk di kursi DPR RI, dirinya tidak akan menyia-nyiakannya. Makanya, selama masa reses dia ingin menyampaikan apa saja yang telah dia lakukan di DPR RI, sekaligus ingin menampung aspirasi yang berkembang di masyarakat. “Jangan sampai saya dibilang sekarang sudah

lupa dengan konstituen, sekarang sulit dihubungi karena sudah jadi anggota DPR RI, saya akan tetap turun menyapa masyarakat,” ujarnya dengan nada sedikit bercanda. Sementara itu, Ketua Institut Agama Islam Darussalam (IADA) Dr Abdul Kholiq Syafaat menyambut baik kegiatan reses dengan melibatkan berbagai unsur tersebut. Menurutnya, melalui reses tersebut, anggota DPR RI bisa mendengar langsung apa yang menjadi keluhan dan aspirasi masyarakat. “Dan tentunya, IAIDA merasa senang bisa dilibatkan dalam kegiatan ini,” ujarnya. (azi/*/als)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.