BBF 2015
34
Jawa Pos Minggu 11 Oktober 2 2015
BA N Y U WA N G I BAT I K F E S T I VA L
Renada JUARA I : Penampilan pertama yang berkesan bagi Renada Yulia Amartha di Banyuwangi Batik Festival. Siswi SMPN 1 Siliragung ini berkolaborasi dengan desainer Aris Rhasya mengangkat baju batik yang disulap menjadi baju pesta berwarna merah marun.
Karyawan Bank Jatim Masuk 10 Besar AYU NINGTYAS, salah seorang karyawan Bank Jatim Banyuwangi berhasil menyuguhkan motif batik Paras Gempal di Festival Batik pada Jumat (9/10). Bahkan Ayu berhasil masuk 10 besar dalam festival batik ini. Motif tersebut merupakan salah satu dari 44 motif batik yang dimiliki Kabupaten Banyuwangi. “Paras” adalah batu cadas dan “Gempal” artinya runtuh. Jika disatukan “Paras Gempal” bermakna kerukunan terhadap sesama. Sebelumnya Banyuwangi Batik Festival telah mengangkat tema motif batik “Gajah Uling” dan “Kangkung Setingkes”. (*)
BUDAYA Bicara Oleh Uwan Urwan*
S
EKARANG sudah pukul 11:32 pm. Tahu apa artinya ini? Tengah malam? Iya benar—hampir. Ini sudah hampir tengah malam dan aku sedang muak mendengarkan radio yang pembawa acaranya terlalu banyak bicara. Laki-laki. Dia laki-laki dan aku pernah bertemu dengan orangnya dua kali. Aku mendengarkan siaran yang dinamakan ‘curhat galau’. Nama yang menjijikkan. Sama menjijikkan dengan setiap ucapan yang dilontarkan aneh dan terkesan tidak penting. Sayangnya selama hampir setengah jam lebih aku bertahan mendengar suaranya mati-matian dengan earphone warna merah. Laki-laki itu masih berbicara. Laki-laki itu menggebugebu di malam-malam buta. Laki-laki itu masih punya banyak tenaga di malam-malam seperti ini. mungkin sudah bertahun-tahun dia begini. Aku tidak tahu. Aku baru kebosanan di dalam kamar karena menunggu kantuk. Kantuk tak datang-datang juga. Laki-laki itu masih banyak berbicara. Laki-laki itu terus berbicara dengan bahasa yang aneh, menurutku. Aku muak dengan laki-laki itu karena masih saja berbicara dan mengganggu telingaku. Dan sayangnya aku tidak memindah channel di saluran yang lain. Aku masih bertahan dengan kemuakan suara laki-laki itu. Aku benci karena dia masih berbicara tidak penting. Dia berbicara tentang cinta yang menurutku dia tak mengerti tentang cinta. Dia berbicara tentang perasaan yang sama sekali dia tidak merasakan. Dia berbicara tentang solusi yang sebenarnya menyalahkan solusi itu sendiri. Dia berbicara dan terus berbicara. Aku tahu laki-laki itu. Dia munafik. Dia berbicara tentang halal dan haram. Dia berbicara tentang perkawinan. Dia berbicara tentang mantan pacar yang beristri. Dia masih saja berbicara. Aku bosan. Aku muak. Aku benci suaranya karena masih terngiang-ngiang di telingaku. Tapi sayangnya aku tidak memindah channel. Aku masih bertahan dengan suaranya yang memuakkan itu. Tidak hanya laki-laki itu yang suka berbicara. Banyak orag juga suka berbicara. Ibuku suka berbicara panjang lebar. Saudaraku juga suka berbicara panjang lebar. Tetanggaku suka berbicara tentang tetangganya. Mereka bergosip sesama ibu-ibu. Lalu menanggapi dengan panjang lebar dengan ekspresi yang dibuat-buat. Temantemanku juga suka berbicara. Mereka suka sekali menasehatiku. Mereka juga sering menceramahiku seolaholah aku adalah binatang bodoh yang berak sembarangan. Banyak orang yang suka berbicara. Semua orang suka berbicara panjang lebar. Semua orang suka berbicara hal tidak penting. Semua orang suka berbicara dengan orang tidak dikenal. Semua orang ingin berbicara panjang lebar. Kecuali aku yang tidak bisa berbicara panjang lebar. Aku tidak bisa berbicara banyak dengan orang lain. Aku tidak bisa menanggapi pembicaraan orang lain dengan baik. Aku bodoh. Aku merasa bodoh sendiri. Aku ingin bisa berbicara seperti mereka. Seperti kebanyakan orang yang bisa meraup uang banyak karena bisa
berbicara. Banyak orang yang bahagia karena mereka bisa berbicara. Mereka melakukan promosi kepada orang lain. mereka mempromosikan dirinya untuk dirinya sendiri. Aku juga ingin. Aku muak! Aku benci! Aku hanya seonggok tahi kucing besar yang bau. Semua orang menjauh. Semua orang
tidak ingin dekat-dekat. Mereka bahkan mengambil sekrup lalu disekrup setumpuk pasir dan ditindih di atas tubuhku. Hilang sudah bau yang mengganggu hidung mereka. Aku juga bukan pemandangan yang elok. Aku membuat mereka tidak nafsu makan. Aku tidak bisu. Aku hanya tidak bisa menjelaskan dengan
baik apa yang kupikirkan. Apa itu salah? Dan hampir semua orang yang kuajak berbicara selalu salah prasangka. Semua orang yang aku ajak bicara selalu mengartikan lain. Untuk itulah aku diam. Aku memilih untuk diam daripada membuat orang salah paham. Aku muak karena laki-laki itu masih saja berbicara. Aku muak karena acaranya belum berakhir. Tapi sayangnya aku tidak mengganti channel. Aku masih bertahan dengan suara laki-laki yang memuakkan itu. Lalu aku berpikir, siapakah yang munafik? Aku? Atau laki-laki yang masih saja berbicara di radio itu. Menjijikkan! Siapa yang menjijikkan? Entah. Aku tidak tahu. Aku tidak bisa menjawab apa pun dan siapa pun. Aku benci dengan orang-orang yang pandai bercakapcakap. Aku benci dengan mbak-mbak atau mas-mas MLM saat mereka mempresentasikan produk mereka kepadaku dengan panjang lebar dan membuat hatiku terketuk untuk bergabung dengan MLM yang mereka geluti. Aku muak dengan petugas bank yang bisa menjelaskan dengan panjang lebar ketika aku menanyakan hal kecil. Aku pernah bertanya tentang bagaimana cara berinvestasi— camkan itu, aku hanya bertanya. Lalu mereka mengeluarkan selembar kertas sambil mencorat-coret dan menjelaskan dengan rinci segala hal yang diketahuinya. Belum lagi senyumnya selalu menawan—perempuan. Tidak hanya mengeluarkan kertas, tapi dia juga mencatat namaku beserta nomor ponselku. Lalu mereka membuat rincian perencanaan masa depan untukku 20 tahun ke depan. Setelah beberapa minggu petugas bank itu menghubungiku lewat ponsel dan bertanya kapan aku akan mulai berinvestasi. Dan tidak hanya sekali, lebih dari dua kali. Lalu terakhir aku menjelaskan kalau aku tidak punya penghasilan untuk berinvestasi dan ternyata itulah akhir dari hubunganku dengan petugas bank itu. Dia tidak lagi ingin berhubungan denganku karena masa depan yang suram. Aku cemburu dengan para SPG di mall-mall yang dengan manis mempromosikan produk mereka. Ada pakaian, sepatu, perabotan rumah tangga dan banyak lagi. Aku benci. Aku tidak bisa berbicara seperti mereka. Aku benci dengan para motivator. Aku benci dengan para penyiar radio. Aku benci dengan semua orang yang senang berbicara. Ingin sekali kumasukkan tiang listrik di dalam mulut mereka ketika berbicara. Aku satu-satunya orang yang kesulitan berbicara. Aku bodoh. Dan orang yang tidak bisa berbicara tidak akan pernah bisa sukses. Tidak bisa meraup kekayaan. Tidak bisa mendapatkan wanita jelek apalagi yang cantik. Tidak bisa mendapatkan kenyamanan hidup. Dan aku salah seorang yang tidak bisa berbicara. Kantukku belum juga datang. Tapi aku sudah kepalang muak. Aku gatal-gatal karena acara radio itu masih berlangsung dan suara laki-laki itu meracuni sarafku. Tapi aku akan berusaha tidur karena dengan tidur aku tidak akan bicara. Aku juga tidak akan berpikir. Aku akan berhenti merasa muak. Sekaligus aku juga akan berhenti menyalahkan diriku. Tapi aku tidak bisa tidur. Aku cacat. *) Pencinta cerpen asal Situbondo.
SAJAK-SAJAK ANGGI PUTRI
Waktu
/1/ mentari telah memulai sang waktu dan lepas segala kenyataan lusuh kau pinang aku bersama detak jantung kian gemuruh buat gaduh; penjuru ruang kalbu /2/ senyum itu menakar candu memulangkanku pada resah paling lasah tudung tunggu masih bertengger setia di atas meja yang akan kita pakai habiskan waktu dalam ngarai /3/ ingin kudengar napasmu sepanjang hari dengan menyeruput kopi dan membaca akasara yang kita tulis bersama doa
pinta pada-Nya di sela airmata buat sajadah makin basah
Amuk Rindu lewat tarian gerimis dengan geraknya yang gemulai sebait kata memuisi terjaring dalam bingkai potret parasmu menggetah sejak petang menuai dingin mengiris malam beringsut di tepi pelataran angin airmata meradang pada tepian masa saksi sebuah rasa beku di hati belantara rengkuhmu dulu menawar sembilu ketiadaan seolah candu menikam kelu O, spektrum kasihmu jelma depan tunggu
Na, lebur letihmu di dada malam biar kenangan duduk terbatuk-batuk mengisap napas babat tangis tanpa ampas
antara kita Na, malam telah berpagar dingin dan selimut resah masih membalut tubuhku yang tiada henti memasung namamu biar tak kabur dan sembunyi di lorong waktu sudikah kau ijinkan aku memandumu dan mengungkung segala pilu pun sakit dalam tubuh yang tak henti sisakan kasih; gemigil rasaku padamu merunut detik bersamamu Na
Na, biar luruh seluruh tunggu memindai jarak tanpa malu pun ragu rindu kental akan genap memintal rasa;
: bersamamu /1/ belum habis kopi di cangkir kaca namun embun-embun di jendela mulai basah
kini terasa deru dalam jantung nan ngilu arung pencarian sepanjang rentang kemarau napasku masih tersaruk jaring ingatan kepul rindumu jerat kebisuan
NA,
Setapak
dan tak terarah maknanya hingga jam berarah pada angka lima ketika mentari bertutur sebuah kisah; pertempuran malam legam yang hitam dibubuhi aroma cinta; tenggelam dalam sepotong temaram /2/ ada makna dalam tatap mesra ada dahaga yang tak sempat terangkai kata ada mahligai terurai sebatas waktu tercebur dalam tembang rindu dan akhirnya mulai melesak seketika itu menjerumuskan pada jurang tualang cerita yang kita buat sepanjang temu; sepanjang ratan rimba berlalu *) Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.