Sejarah Kabupaten Kulon Progo sebagai Dua Kabupaten

PERKEMBANGAN KABUPATEN KULON PROGO SEBAGAI DUA KABUPATEN TERPISAH YANG KEMUDIAN BERSATU Teori Keruangan

Aina Noor Masithoh 19/439586/TK/48316

Profil Kabupaten Kulon Progo

Kabupaten Kulon Progo merupakan satu dari lima kabupaten/kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di sisi sebelah barat.

Berbatasan dengan Kabupaten Purworejo di sisi barat, di sisi utara berbatasan dengan Kabupaten Magelang, di sisi timur berbatasan dengan Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul, serta sisi selatan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Kabupaten Kulon Progo memiliki area dataran tinggi di sisi utara, perbukitan di bagian tengah, dan dataran rendah di sisi selatan. Kabupaten yang terdiri dari 12 Kecamatan ini memiliki luas wilayah sebesar 58.627,54 hectare dengan jumlah penduduk sebanyak 404.155 pada tahun 2014.

Periodisasi Masa Kolonialisme (sebelum 1945) Kabupaten Kulon Progo pada masa ini terdiri dari dua wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Adikarta yang berada pada sisi selatan, dan Kabupaten Kulon Progo pada sisi utara.

Kabupaten Adikarta dipimpin oleh R. Rio Wasardidjo yang ditunjuk langsung oleh KGPAA Paku Alam V karena area ini merupakan area Wilayah Kadipaten Pakualaman.

Sedangkan, pemerintahan Kabupaten Kulon Progo sendiri masih dijalankan oleh pepatih dalem yang berkedudukan di Ngayogyakarta Hadiningrat. Wilayah Kulon Progo pada awalnya terdiri dari empat kabupaten dengan Tumenggung sebagai pemimpinnya.

Kemudian pada 1912 keempat kabupaten tersebut bergabung menjadi Kabupaten Kulon Progo dengan ibu kota di Pengasih dan dipimpin oleh Raden Tumenggung Poerbowinoto. Selain Pengasih, Sentolo juga menjadi area yang mengalami perkembangan sebagai area inti dari Kabupaten Kulon Progo.

Lain halnya dengan Kabupaten Adikarta yang beribu kota di Bendungan dan sejak awal telah menjadi satu kesatuan wilayah.

Namun, pada 1903 ibu kotanya dipindah ke Kota Wates. Pada masa inilah terjadi perkembangan yang pesat di Kota Wates. Dari daerah yang dulunya merupakan area rawa yang kemudian dikeringkan, menjadi area dengan tanah yang subur, kemudian menjadi ibu kota dari sebuah kabupaten.

Pada masa ini kedua kabupaten ini masih jelas sekali perbedaan dan batasnya.

Pasca Kolonialisme (Setelah 1945)

Sebelum Bergabung

(1945-1951)

Pada 5 September 1945, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Pakualam VIII menyatakan bahwa daerah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Pakualaman adalah daerah yang bersifat kerajaan dan merupakan daerah istimewa dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga Kabupaten Adikarta maupun Kabupaten Kulon Progo sama-sama merupakan bagian dari wilayah Indonesia.

Pada masa ini mulai muncul banyak hal yang mampu menyatukan Kabupaten Adikarta dan Kabupaten Kulon Progo.

Akan tetapi, beberapa perbedaan masih nampak jelas dari kedua kabupaten ini. Masih banyak hal yang harus didiskusikan dan diupayakan untuk menciptakan rasa kesamaan dari kedua belah pihak, terutama setelah Kasultanan dan Pakualaman berada di bawah payung yang sama, Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Setelah Bergabung (1951-Sekarang) Pada tahun 1951 Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Pakualam VIII memikirkan perlunya penggabungan wilayah antara Kabupaten Adikarta dengan Kabupaten Kulon Progo.

Kemudian, atas dasar kesepakatan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dengan Sri Pakualam VIII dtetapkanlah UU No. 18 tahun 1951 yang mengatur penggabungan Kabupaten Adikarta dengan Kabupaten Kulon Progo.

Kesepakatannya antara lain persetujuan penggunaan Kulon Progo sebagai nama gabungan dari kedua kabupaten yang berarti memenangkan pihak kasultanan, dan penetapan Kota Wates sebagai ibu kota yang berarti memenangkan pihak pakualaman.

Sejak saat itu, Kulon Progo perlahan-lahan bertransformasi menjadi area metropolitan. Sebut saja bandara Yogyakarta International Airpot, pelabuhan Tanjung Adikarto, dan trans menoreh yang menjadi proyek besar yang tengah dikerjakan saat ini.

TEORI Dikarenakan Kabupaten Kulon Progo dulunya merupakan dua wilayah yang berbeda dengan dua pusat yang berbeda,maka setelah penggabungan terjadi, kabupaten ini memiliki area pusat perkembangan yang lebih dari satu.

Hal ini sesuai dengan teori inti ganda yang dikemukakan oleh Chauncy Harris dan Edward L. Ullman pada 1945. Teori tersebut menyatakan bahwa sebagian kota besar tidak tumbuh hanya dengan satu inti, melainkan adanya beberapa inti yang terpisah.

Pada kasus ini, beberapa inti yang dimaksud terletak di Kota Wates, Sentolo, dan Kalibawang. Kota wates sendiri yang dulunya merupakan inti perkembangan di Kabupaten Adikarta kini menjadi area inti untuk pusat kota/CBD atau tergolong dalam zona 1. Sentolo yang dulunya merupakan inti dari Kabupaten Kulon Progo dibawah kekuasaan Kasultanan kini menjadi daerah grosir dan manufaktur atau zona 2. Sedangkan Kalibawang menjadi daerah zona 7 yaitu daerah luar CBD yang menjadi pusat niaga lain di pinggiran kota karena berbatasan langsung dengan Kabupaten Magelang dan Kabupaten Sleman, yang mana Kabupaten Magelang sangat terkenal dengan area niaganya..

Daerah di sekitar tiga area di atas pun turut berkembang seiring berkembangnya tiga area tersebut. sehingga, Kabupaten Kulon Progo memang dapat dikategorikan sebagai wilayah dengan inti ganda.

Kesimpulan Pada Perkembangan Kabupaten Kulon Progo Sebagai Dua Kabupaten Terpisah yang Kemudian Bersatu, teori keruangan yang sesuai adalah teori inti ganda yang dikemukakan oleh Harris dan Ullman.

Hal ini sesuai dengan fakta di lapangan bahwa Kabupaten Kulon Progo memang memiliki pusat lain selain Kota Wates sebagai ibu kota Kabupaten.

Area yang menjadi inti selain Kota Wates adalah Sentolo dan Kalibawang, yang masih-masing menjadi daerah grosir dan manufaktur serta daerah luar CBD yang menjadi pusat niaga lain.

SUMBER • Penulis. (2019). Sejarah Kabupaten Kulon Progo. Diakses pada tanggal 9 Desember 2019, dari https://kulonprogokab.go.id/v3/portal/web/view_detil/7/s ejarahhttps://kulonprogokab.go.id/v3/portal/web/view_de til/7/sejarah • Penulis. (2015). Kawasan Pusaka di Daerah Istimewa Yogyakarta. Diakses pada tanggal 9 Desember 2019, dari http://arsitekturdanlingkungan.wg.ugm.ac.id/2015/08/27/k awasan-pusaka-di-daerah-istimewa-yogyakarta/ • Penulis. (2019). Profil Kabupaten Kulon Progo. Diakses pada 9 Desember 2019, dari http://www.bpkp.go.id/diy/konten/834/profil-kabupatenkulonprogo • Amalia, Dema. (2019). Teori Konsentris, Sektoral, & Inti Ganda pada https://www.studiobelajar.com/teorikonsentris-sektoral-inti-ganda/