WartaJazz PDF Edition 7

SAJIAN KHUSUS DARI DJI SAM SOE SUPER PREMIUM JAK JAZZ FESTIVAL 2007

free Edisi PDF - Nomor 007 Tahun 07

LIPUTAN JAZZ GOES TO CAMPUS, REVIEW BALI LOUNGE, JEREMY MONTEIRO, PROFIL DON GRUSIN, SUNDAY JAZZ CLINIC BALI, BILL SARAGIH WAFAT, KONSER DEWA BUDJANA, ARCH JAZZ ITENAS

Edisi PDF No. 07 tahun 07

Cover photo: Signage Jak Jazz Festival 2007 taken by Kushindarto with Nikon D80 WartaJazz Team: Agus Setiawan Basuni, Ajie Wartono, Ceto Mundiarso, Kushindarto, Dwi Ratna, Roullandi N. Siregar, Arif Kusbandono Kontributor edisi 07 Eko

02

WartaJazz PDF Edisi 07/07

Jika anda tertarik untuk bekerjasama, silakan hubungi kami di 0218310769 atau 0274-512561 atau email info@wartajazz.net Wartajazz Edisi PDF diedarkan secara gratis via situs WartaJazz.com/pdf/ atau anda dapat pula meminta staf kami mengirimkan ke email anda.

Jika anda memiliki Saran, Komentar, Kritik jangan sungkan-sungkan untuk mengirimkannya pada kami. Komentar atau Saran yang terpilih akan mendapatkan bingkisan dari WartaJazz.com Terima kasih dan Salam dari Redaksi!

Redaksi WartaJazz Jl. Tebet Utara III D No. 11 Jakarta Phone/Fax (021) 8310769 ~ Jl. Munggur 50 Yogyakarta Phone/Fax (0274) 512561 ~ info@wartajazz.net

09 SELEKSI BRILIAN SATORU SHIONOYA

26 EDISI MENDATANG WartaJazz PDF Edisi 08

CARMENBRADFORD 18

estival 2008 F z z a J a v Ja n Liputa ry, resensi e ll a g to o h p n denga zz utan seputar ja album dan lip lainnya. yang menarik

Liputan Khusus Jak Jazz Festival 2008 Kolaborasi Bill Sharpe (shakatak), Don Grusin Dan Geography 10 // Hiburan Komplit Untuk Penikmat Brazilian 12 // Don Grusin Jazzed Economics 13 // Danny & Marlayne Connection Belanda 14 // Sesi Ireng Maulana 16 // Sweet Jazzy Carmen Bradford Diiringi Ireng Maulana And Friends 18 // The Storytellers 20 // BazzAttack 22 // Seleksi Brilian Shionoya Satoru 26 // Kayon 30 // Generation Meeting 32 // Lala Suwages 34 // JazzMint Bigband 35 // Barry Likumahua feat Glenn Fredly 36 // Binus Jazz Society 37 // Sound from the North 38 // 4AM & Clorophyl 40

42

NEWS Sunday Jazz Clinic // Konser Erik Sondhy 43 // Sunday Jazz at Sultan Hotel 49 // Canzo: Metaforfosis untuk anda 50 //

44

REVIEW Jeremy Monteiro - Home Coming 44 Bali Lounge - Bali Lounge 45 Dainius Pulauskas - Orca 46 Joona Toivanen Trio - Frost 47 Carmen Bradford/Shelly Berg - Home with You 48

30 KAYON (PRA BUDI DHARMA, INDRA LESMANA, GILANG RAMADHAN)

GENERATIONS MEETING

32

42 N95

GADGET VirtuV Solar Power Charger N95 - Multimedia Serbaguna Hitech H38 - Slimmest TV Phone iPhone - Fitur super komplit

NEW RELEASE

MARCUS PRINTUP BIRD OF PARADISE

TOM GUARNA WINGSPAN

04

WartaJazz PDF Edisi 07/07

ANTHONY BRAXTON 9 COMPOSITIONS

CHARLIE HADEN BEST OF QUARTET WEST

DAVID LIEBMAN BLUES ALL WAYS

MICHAEL COCHRANE RIGHT NOW

STEPHEN RILEY ONCE UPON A DREAM

PIERRE DORGE JAZZ IS LIKE A BANANA

Jazz Magazine Jika anda tak ingin tertinggal berita-berita jazz mancanegara, tak salah jika mencoba majalahmajalah jazz berbahasa inggris ini.

Beberapa diantara majalah ini tersedia di tokotoko buku lokal. Hanya memang tidak selalu tersedia setiap edisi. Tapi tak ada salahnya mencoba QB World, Aksara Kemang atau Gramedia.

Happy hunting!

www.downbeat.com www.jazziz.com www.jazztimes.com www.jazzwise.co.uk

WartaJazz PDF Edisi 07/07

05

YOU DON'T HAVE TO BE A SUPER HERO, TO SAVE THE WORLD! JUST DO NOTHING

find more info: www.worldsilentday.org

Kehadirannya selalu ditunggu-tunggu diselenggarakan diruang terbuka, angin semilir yang bertiup sepoi-sepoi, membuat malam menjadi hangat dengan alunan merdu para jazzer yang sedang beraksi di tujuh panggung yang tersebar di seantero Istora Gelora Bung Karno, Jakarta.

Inilah persembahan dari kami, Liputan khusus Jakarta Jazz Festival 2007.

Selamat menikmati

Dari panggung utama hari kedua JakJazz 2007

KOLABORASI BILL SHARPE (SHAKATAK), DON GRUSIN DAN GEOGRAPHY 10

WartaJazz PDF Edisi 07/07

S

alah satu kolaborasi yang paling ditunggu malam itu (24/11) di Super Premium Stage Jakarta International Jazz Festival 2007 adalah kolaborasi dari mancanegara dan merupakan musisi-musisi kelas kakap dunia jazz, Yaitu Bill Sharpe yang merupakan pentolan grup Shakatak (UK) dengan Don Grusin (USA) dan The Geography (Japan).

Text: Dwi Ratna/Wartajazz.com

K

ita mengenal Bill Sharpe sebagai pendiri sekaligus keyboardist dari grup band terkenal asal UK Shakatak, selain itu ia juga membangun solo karirnya dengan menelurkan satu album berjudul “State of The Heart� di tahun 1999 dan pernah bekerja sama dengan banyak mussisi seperti Nigel Wright, Keith Winter, Jill Saward, Roger Odell, dan George Anderson. Lalu Don Grusin seorang keyboardist dan pianis fusion yang merupakan adik dari Dave Grusin (musisi, komposer, produser dan pemilik label GRP).

Dan The Geography, band asal Jepang yang digawangi Tetsuo Sakurai (Bass), Masato Honda (Saxophone) dan Hiroyuki Noritake (Drum), dan mengajak Carlos Rios (Gitar) yang pernah tampil dan rekaman bersama deretan musisi terkenal seperti Madonna, Whitney Houston, Chick Corea, Lionel Richie, Herbie Hancock, Earth, Wind and Fire dan banyak lagi.

Deretan musisi diatas tentunya menimbulkan greget tersendiri, karena gaya

masing-masing musisi yang berbeda. Don Grusin banyak memainkan gaya smooth jazz diiringi fusion yang dibawa The Geography.

Seperti yang bisa disimak dari lagu pertama yang mereka bawakan "Sunny Rainy".

Masing-masing personel mendapat porsinya masing-masing. Semuanya dengan sopan dapat mengatur improvisasi teknik yang mereka andalkan. Seperti saat Tetsuo bersolo improvisasi dengan iringan bass 6 senar, ia dengan fasih membuktikan kalau bass itu bukan hanya sekedar penyeimbang atau pengontrol tempo tapi juga bisa tampil didepan layaknya lead gitar. Kontan applaus penonton terdengar. Begitu pun dengan sang drummer Hiroyuki Noritake yang berhasil menjaga beat dengan stabil dengan hentakan drum yang dinamis dan enerjik.

Lalu "She Could Be Mine", yang sedikit berirama bossas. Tempo diturunkan ketika pada lagu selanjutnya mereka mengajak Anna Andrea Maulana untuk bernyanyi dan membawakan nomor standar "My Funny Valentine".

Komposisi selanjutnya adalah milik Tetsuo Sakurai berjudul "Street of Fire", dimana hanya menampilkan duet bass dan drum dari Tetsuo Sakurai dan Hiroyuki Noritake.

Disinilah ia memperlihatkan berbagai teknik bermain bass 6 senarnya. Seperti saat ia memainkan teknik slap dengan kecepatan tinggi semakin lengkap terdengar dengan tabuhan drum Hiroyuki Noritake yang tak kalah enerjik.

Lalu, lagu yang tak asing ditelinga dan tentunya sangat ditunggu oleh penonton adalah lagu milik Shakatak "Night Bird", disini terlihat dominasi Bill Sharpe dan Carlos Rios yang apik dan rapih dalam menjaga rhythm. Tidak lupa juga, leading satu-persatu personil yang hanya diiringi hentakan drum ditampilkan menjelang lagu usai. Dengan applauses penonton yang tiada henti-hentinya. Dan terakhir mereka membawakan komposisi milik Don Grusin lagi berjudul "Sister Lost".

WartaJazz PDF Edisi 07/07

11

Penampilan Jilly Likumahuwa di ajang 2007 Dji Sam Soe Super Premium Jak Jazz Festival

HIBURAN KOMPLIT UNTUK PENIKMAT BRAZILIAN

Text: Roullandi N. Siregar

Jilly Likumahuwa kembali membuktikan keseriusannya mempelajari segala aspek yang berhubungan dengan budaya brazil dan mengemasnya dalam sebuah paket hiburan yang tidak melupakan unsur lokal. Maka sayang bagi Anda penikmat Brazilian jika melewati penampilannya di panggung Impro hari kedua JakJazz.

Tidak hanya hadir bersama grup tetapnya, Jilly juga mengundang Luciano Antonio – gitaris vokalis asal Parana, Brazil – ikut naik pentas memanaskan panggungnya.

“Carnaval” adalah lagu pembuka pertunjukan Jilly Likumahuwa malam itu. Nuansa lagu ini dimodifikasi dengan intro solo kendang dan perkusi. Jadilah sebuah komposisi Brazilian rasa lokal. Kemeriahan “Carnaval” ditambah dengan masuknya rombongan penabuh Jembe di akhir lagu. Siapa yang tidak ikut gerak ketika kemudian berturut-turut, “Canta”, “Brazil”, dan “Rapuntel” dimainkan. Personel grup pendukung Jilly yang terdiri dari; keybodis Inong, Saiful (trumpet), Narso (trombon), Igor Deden Manurung (bass), George Tanasale (perkusi), Taufan

12

WartaJazz PDF Edisi 07/07

I.Siswadi (drums), adiknya Raka Likumahuwa (gitar), vokalis pendukung Matthew dan Ayu, Kayon Percussion, serta pemain kendang Jinen. Juga di “Xi Bom Bom”, Jilly mengajak Ari muridnya yang spesial untuk membantu bernyanyi di atas panggung.

Penyanyi gitaris Luciano Antonio didaulat Jilly Likumahuwa ikut berduet menyanyikan “Desafinado”. Mood Brazilian semakin kental dibuat oleh mereka. Jilly layaknya bertemu sahabat lama dan saling bertukar cerita, namun dalam format

nyanyian. Tidak cukup satu lagu, Luciano dan Jilly melanjutkan duet mereka dengan “Aqua De Beber”.

Tepuk tangan untuk keduanya.

Hiburan Jilly tidak sebatas musik. Ia membawa sepasukan capoeira yang bergantian berlaga di depan panggung untuk mengiringi kemeriahan “Festa” yang masih melibatkan Luciano berimprovisasi dengan akustik gitarnya. Masingmasing personil mendapat giliran berimprovisasi, termasuk Luciano, dan kendang menjadi primadonanya. Maka meluncurlah atraksi imropvisasi tetabuhan kendang sunda yang juga menutup lagu itu. Medley “Magalenha” dan “Vai Saduchir” menjadi penutup pesta Brazillian lokal malam itu. Penonton di ruang yang relatif sempit dan beratap rendah itu ikut bernyanyi mengikuti petunjuk Jilly dan bertepuk bersama untuk paket komplit dari Jilly Likumahuwa.

Dalam blantika musik jazz, ada banyak musisi yang mempunyai pertalian persaudaraan yang sukses dalam mengejar kariernya sebagai musisi jazz. Beberapa contohnya antara lain “The Jones” (Thad Jones, Hank Jones, Elvin Jones), “The Brubecks” (Dave, Darius, Christ), “The Marsalises” (Ellis, Branford, Wynton, Delfeayo, Jason), “The Pizzarellis” (Bucky, John) ataupun “The Breckers” (Randy, Michael) dan masih banyak lagi.

Meskipun masing – masing mempunyai jalan kariernya sendiri, perjuangan yang berat dan berhasil meraih berbagai penghargaan, terkadang mereka masih menyisakan kerinduannya untuk tampil bersama saudara maupun keluarganya kembali.

Demikian juga dengan sepasang kakak beradik musisi jazz fusion yang di Indonesia cukup popular yaitu Dave Grusin dan Don Grusin. Dave Grusin terkenal sebagai musisi, komposer maupun produser. Sedang adiknya, Don Grusin lebih dikenal sebagai keyboardis dan pianis fusion yang cukup handal. Masing – masing juga mempunyai jalan kariernya sendiri. Meskipun dalam beberapa momen mereka tampak tampil bersama.

Meski pada awalnya Don Grusin seolah menghindari dirinya menjadi seorang musisi, karena dikuatirkan akan berada di bawah bayang – bayang kakaknya. Dia memilih menjadi dosen ekonomi dan tidak menjadi musisi secara fulltime. Namun pada sebuah kesempatan di tahun 1975, Don Grusin pernah diajak Quincy Jones untuk tampil di Jepang. Dari pengalaman tersebut, akhirnya membuat Don Grusin menjadi musisi freelance di kawasan Los Angeles dan sempat memimpin sebuah kelompok bernama Friendship yang pernah merekam albumnya di bawah label Elektra pada tahun 1978.

Peraih gelar Master di bidang Ekonomi dari University Of Colorado kelahiran 22 April 1941 ini akhirnya membuat beberapa album di bawah label JVC di awal

dekade 1980an. Sampai pada tahun 1988, Don Grusin bergabung dengan label milik kakaknya sendiri GRP dengan mengeluarkan album kolaberasi Dave Grusin dan Don Grusin yang berjudul “Sticks And Stones”.

Dalam album tersebut, mereka tampil sangat serasi.

Dengan menggunakan variasi warna suara yang dihasilkan dari variasi beberapa keyboards serta melodius dan bergaya funky. Selama ini karya – karya dan kiprah Don Grusin memang didominasi dengan gaya smooth jazz yang kental dan banyak menyerap pengaruh musik pop.

Album tersebut juga sebagai pertanda pertama kalinya hubungannya dengan label GRP. Hubungan tersebut berlanjut sampai tahun 1994 dengan mengeluarkan beberapa album seperti “Raven” (1990), “Zephyr” (1991), “No Border (1992), “Native Land” (1993) dan “Banana Fish (1994). Beberapa album di antaranya berhasil masuk rangking 20 besar Billboard Top Contemporary Jazz Albums. Beberapa kritikus memilih album “Native Land”, di mana Don Grusin memperlihatkan kemampuannya bermain dalam konsep world beat. Dalam album tersebut, dia juga membawa masuk beberapa instrument eksotis seperti pennywhistle, fletchorn, oboe, Astorian, tuben dan taegum.

Selepas dari GRP, karya – karya Don Grusin terlihat di beberapa label. Hal ini seolah menunjukkan bahwa popularitasnya semakin menurun. Meskipun masih ada album konser yang masih layak disimak dengan judul “The Hang” (2004, Sovereign Artists) atau album “Fire And Rain: Solo Piano” (2005, Video Arts). Di samping itu, namanya masih terlihat dalam beberapa proyek musik “A Jazz Portrait Of Brian Wilson - Wouldn’t It Be Nice” (2005) atau ada dalam album gitaris Oscar CastroNeves “All One” (2006) dan masih banyak lagi.

DON GRUSIN Jazzed Economist Text: Ceto Mundiarso Photo: Imam Wahyudi

WartaJazz PDF Edisi 07/07

13

Text : Dwi Ratna Photo: Kushindarto

S

ebuah kolaborasi yang apik dari pasangan suami istri Danny dan Marlayne Sahupala. "Thats the meaning of connection", begitu yang disebut Marlayne. Sama halnya yang terjadi dengan pasangan suami istri Monday Michiru dan Alex Sipiagin, lalu didalam negeri juga ada Otti Jamalus dan Yance Manusama. Menggawangi band asal Netherland ini tampil pada Big Stage 2 Jakarta Internasional Jazz Festival 2007 yang malam itu (23/11) diiringi Tom Beek (Saxophone), Sandrah Sahupala (Percussion), Lou Guldemond (Guitar), Boudewijn Lucas (Bass), Arjen Mooijer (Keyboards), sedang Danny Sahupala (Drum) dan Marlayne (Vocal).

Marlayne yang merupakan penyanyi, pembawa acara dan juga perwakilan Netherland pada Eurovisie Song Festival di Israel, baru keluar pada lagu kedua dan berhasil menghidupkan suasana dengan vocalnya yang renyah, tentunya juga dengan kontribusi iringan band yang banyak memainkan musik soul dan funky. Juga komunikatif dalam berinteraksi dengan penonton.

Marlayne mewakili bandnya mengaku suka mengeksplorasi banyak jenis musik, dan mencoba mengaransemen lagu-lagu jazz standard dengan gaya mereka. Sebut saja lagu "Give me the night" yang mereka aransemen ulang sehingga lebih terdengar smooth (jazz) dan easy listening. Kesan serupa dapat dirasakan juga pada lagu "One Night", sedang nomor samba bisa terdengar pada lagu "No More Blues". Dan kembali pada rasa soul dan funky pada lagu terakhir yang mereka mainkan "Talk About Roots".

14

WartaJazz PDF Edisi 07/07

Dominasi yang juga bisa disimak dari Lou Guldemond (Guitar) atau yang lebih dikenal dengan Lou G, ketika memainkan nomor instrumennya diiringi band. Dengan permainan rhythm blues yang menonjol seperti pada lagu "I Remember" dan komposisi berirama riang "Old School".

Diluar Marlayne, mereka ternyata sudah berteman sejak lama. Band yang didirikan Gitaris/Produser Lou G ini pernah bermain bersama deretan musisi-musisi kenamaan dunia seperti Al Jarreau, Gino Vanelli, Pointer Sisters, Toon Ros dan Daniel Sahuleka. Dan berbagai penghargaan yang pernah mereka raih diantaranya Dutch Jazz Composition Award, Meervaart Jazz Award dan Heineken Crossover Award.

*** Setelah tampil di Jakjazz ini, rencananya mereka juga akan memberikan workshop pada pagi hari dan tampil di Aceh Community Center, Banda Aceh pada malah harinya dan melakukan kolaborasi dengan musisi-musisi dari Aceh pada 27 November 2007 mendatang. Secara khusus Lou G Band akan memainkan lagu Aceh Di Babah Pinto yang mereka gubah dalam komposisi jazz.

Kegiatan di Aceh ini terselenggara atas Aceh Cultural Institute dan Kantor Berita Radio Antero dengan dukungan dari Erasmus Huis di Jakarta.

Dari ajang Jak Jazz Festival 2007

Soul dan Musik Funky dari

Danny & Marlayne Connection, Belanda WartaJazz PDF Edisi 07/07

15

Joona Toivanen Trio (Finland)

Mencari cita rasa sejati di Dji Sam Soe Super Premium Jak Jazz Festival 2007 Ireng Maulana yang lekat namanya dengan JakJazz, di tahun 2007 ini seolah diberi tribute beda dengan menamai satu dari tujuh venue dengan namanya. Pada prakteknya, bukan sekedar gimmick pemasaran, akar-akar jazz dicomot dari daftar menu festival untuk sajian ruang laga ini.

Swing, bebop, dan idiom trio/kuartet-akustik terhidang dalam atmosfer intim. Jangan lantas punya kesan-awal ini basic-training karena wajib di kurikulum siswa jazz ataupun jamak di kafe. "Real taste of swing sulit ditemui". Meminjam cerita Bela Szaloky (aktif di Hongaria), ia berkeliling LA dan hasilnya, "... tidak ketemu...," begitu ujar pemain trombone/flugelhorn yang mencintai swing dengan alasan yang sama dengan mengapa ia

16

WartaJazz PDF Edisi 07/07

Text: Arif Kusbandono Photo: Kushindarto

SESI IRENG MAULANA LOUNGE Keseriusan nge-swing dengan tepat menjadikan selera humor yang muncul dari musik Szaloky (yang sejenaka orangnya) intelek dan bercita rasa sejati. Trio Gyarfas yang menyertainya (24/11) sangat larut. Istvan Gyarfas menunjukkan kelasnya dengan bermelodi lewat kombinasi kunci-kunci tunggal, kemampuan yang hanya diwarisi sedikit gitaris. Tonal bulat dari hollowbody yang disandangnya keluar sebagai bebop hati-hati, misalnya pada interpretasi swing dari "VolarĂŠ". Trik teknikal permainan harmonik dengan telunjuk di balada "Nairobi Romance" pun seperti sihir bagi penonton.

Perpaduan rencana, pengalaman, dan spontanitas terasa dari alur lemah-keras penampil trio/kuartet akustik. Joona Toivanen Trio bermelankoli lebih ke gaya yang jauh ke cabang dari akar asli jazz. Solo piano lebih banyak membuka lagu-lagu dengan gaya album "Frost". Joona mentekstur intronya seperti air dengan kehendak bebas, tak-putus alirnya dalam balada panjang dilatari drum dan bass yang timbul-tenggelam di air yang sama. Salah satu bentuk tak-putus itu dapat didengar pada melodi-harmoni (bahkan solo perkusif drum) "Memory (Of A Friend)".

Adalah lebih komplit repertoar dengaran jazz di ruang ini dengan improvisasi para stylist saksofon.

Yang tercatat perlu disimak salah satunya adalah permainan alto Pierrick Pedron. Di sisi lain ada tenor milik Greg Lyons yang main bareng Jeremy Monteiro (yang kali ini main organ). Pemain flugelhorn/trumpet Alex Sipiagin juga bisa didengar untuk acuan bebop. Yang bagus bagi apresiasi pengunjung adalah bahwa gaya jazz klasik dimainkan lebih banyak lewat karya sendiri. Dalam komposisi asli mereka, para musisi tersebut hanya meminjam idiom klasiknya.

Ireng Maulana Lounge seperlima bagiannya adalah bar dengan beberapa round table. Sebenarnya ada beberapa ketidaknyamanan yang muncul sebagai akibatnya.

Penataan meja seperti itu biasanya adalah untuk tempat mengobrol.

Bela Szalosky sempat menegur salah seorang pengunjung di tengah intro balladanya walau tanpa menunggu lama bisa segera khusyuk lagi. Gaya jazz milik Joona Toivanen pun agak kurang kena live-nya atas masalah yang serupa.

Khusus JakJazz, penampil yang rata-rata tampil dua kali mendapatkan keuntungan di tengah masalah adaptasi dengan venue.

Begitulah festival, memang beda dengan konser tunggal. Untuk gaya-gaya yang laid back, bisa

menjadi urusan besar tata suara jika harus memindahkan keintiman studio ke panggung.

Khusus JakJazz, penampil yang rata-rata tampil dua kali mendapatkan keuntungan di tengah masalah adaptasi dengan venue. Penampilan kedua bisa lebih maksimal di urusan teknis suara. John Hondorp (organist Belanda) pun mengakui, ia memanfaatkan kesempatan keduanya untuk lebih kenal dengan Oele Pattiselanno. Perkenalannya yang singkat didahului kerjasama dengan adiknya, Jackie Pattiselanno di Java Jazz. Prakata Oele hanyalah wanti-wanti bahwa ia adalah pemain standards. Hondorp kemudian mencoba meramu (memang standards yang menjadi pilihan), dan coba lihat saja apa yang bisa terjadi. Belajar dari laga pertama, senyawa mereka lebih muncul lagi di hari kedua setelah saling tahu ruang mana saja yang ingin dijelajah dan mau pergi-ke-mana.

"Beyond The Sea" jadinya sangat abad 21 (sekedar istilah Hondorp untuk menyatakan modern) beda dari sangkaan atas profil Oele.

John Hondorp WartaJazz PDF Edisi 07/07

17

CARMENBRADFORD

18

WartaJazz PDF Edisi 07/07

Dari panggung utama hari pertama JakJazz 2007

SWEET JAZZY CARMEN BRADFORD DIIRINGI IRENG MAULANA AND FRIENDS Suasana sweet jazzy terasa ketika Ireng Maulana yang mengajak teman-temannya memanggil Carmen Bradford seorang penyanyi kelahiran Texas dan besar di California.

Text : Dwi Ratna/Wartajazz.com

S

wing, begitu kesan yg didapat dari alunan musiknya seperti pada lagu pertama "Yesterday". Yang malam itu (23/11) tampil di Super Premium Stage Jakarta Internasional Jazz Festival. Seketika membuat kaki tidak berhenti menghentak, ditambah ketika sketsing Carmen ditengah lagunya.

Kontan applause penonton marak terdengar.

Carmen yang malam itu diiringi Ireng Maulana and Friends yang terdiri dari Ireng (Guitar), Didik SSS (Saxophone), Jefrey Thalele (Contra Bass), Sam Panuhun (Piano) mengaku sangat senang dan merupakan suatu kehormatan bisa tampil pada jakjazz festival ini.

Disusul lagu kedua yang mereka mainkan berusaha meredakan suasana dengan komposisi yang sedikit mellow, masih bernuansa sweet jazzy dengan suara gitar dan piano yang saling bersahutan dan disambut dengan senandung vocal Carmen yang sarat akan improvisasi dan matang dalam melafazkan nada tinggi ataupun rendah.

Suasana kembali memanas ketika lagi-lagi komposisi swing dimainkan, "Anything About Love". Terlihat kematangan dalam penampilannya, entah dalam mengatur nada tinggi & rendah, teknik & improvisasi vocal ataupun dalam mempersilahkan semua personel bergantian menunjukan kebolehannya dalam bersolo instrumen, layaknya seorang moderator yang sedang memimpin suatu debat terbuka.

Carmen lahir dari keluarga musisi, ayahnya adalah seorang komposer dan pemain trumpet legandaris Bobby Bradford sedang ibunya adalah penyanyi kenamaan Melba Joice. Pengalaman karir musiknya dengan musisi-musisi jazz kenamaan sejak ia kecil telah membuat perkara memuaskan penonton ataupun pengiring bandnya bukan suatu hal yang sulit. Terbukti dengan 4 Grammy Awards yang sudah ia kantongi. Selama lebih dari 27 tahun berkarir didunia tarik suara dan berinteraksi dengan banyak musisi kenamaan.

Sebut saja Count Bassie Orchestra, yang bersamanya berhasil meraih 2 Grammy Awards pada album "Long Live The Chief (1986) dan "The Legend-The Legacy" (1989).

Dan juga sederetan musisi papan atas lainnya seperti Frank Sinatra, Nancy Wilson, Herbie Hancock ,Wynston Marsalis, Lou Rawls, dan banyak lagi sampai ia mendapatkan Grammy Awards ketiganya bersama gitaris George Benson dalam rekaman “Big Boss Band” (1990) dan penghargaan keempatnya dalam proyek “Benny Carter Songbook” (1996).

Saat ini, selain menyanyi, ia juga aktif dalam dunia pendidikan dengan menjadi guru vocal pada beberapa high school dan college, juga kerap mengajar jazz vocal di University of Southern California's Thornton School of Music. Juga mengajar privat, jika ada waktu luang.

WartaJazz PDF Edisi 07/07

19

The Storytellers Iwang Noorsaid, Khrisna Siregar, Inang Noorsaid, Donny Sundjojo

20

WartaJazz PDF Edisi 07/07

Konsep baru Kalahari dari para pendongeng Oleh: Roullandi n.Siregar/Wartajazz.com

“… Siapkan kordinasi / Sudah waktunya kita berevolusi / Kolaborasi hiphop dan jazz menjadi harmoni / Membuat musik ini bernuansa warna warni / musik-musik coba kita perkenalkan / Semoga dapat berkenan ditelinga kalian / Karena masih banyak eksperimen tersembunyi disana / begitu luas hamparan nada-nada yang ada… “ Itu adalah sebagian dari celoteh rap Deri NEO di awal lagu penutup pertunjukan grup The Storytellers di hari ketiga panggung Impro festival JakJazz kemarin. Teks lagu berjudul “Thinking About What” ini menjelaskan apa yang telah dikonsep rapih oleh para personel grup itu.

Mereka; keyboardis Iwang Noorsaid dan Khrisna Siregar, drummer Inang Noorsaid dan bassis Doni Sundjojo memainkan fusion jazz yang cair dikawinkan dengan bebunyian instrumen DJ dan string section permainan violin-viola-celo dan gesekan kontrabass.

Presentasi The Storytellers dibuka dengan sebuah lagu yang sudah lama ditulis oleh Iwang Noorsaid.

“Kalahari” adalah repertoar Iwang Noorsaid dari tahun 1996 saat ia bermain bersama trio IwangYance-Inang. Aransemen lagu yang dulu juga menjadi judul album trio itu telah digubah total dan disesuaikan dengan konsep The Storytellers sekarang dan tingkat kematangan pemainnya.

Lagu dibuka paduan permainan kuartet string

membangun suasana lagu. Nuri dan Deborah (violin), Gaya (viola), Arini (Celo) diperkuat oleh gesekan kontra bass Donny Sundjojo menghadirkan nuansa misteri di awal lagu itu.

Kemudian masuk keyboard Iwang Noorsaid memainkan tema “Kalahari” yang dilanjutkan dengan instrumen lainnya. Iwang Noorsaid di awal menjelaskan bahwa lagu “Kalahari” merupakan ilustrasi dari berbagai kejadian di gurun pasir Afrika, dimana ada kematian, kegembiraan, predator, lucu, serem sampai pembunuhan.

Lagu kedua adalah nomor standard “Yesterday” yang dimainkan ala The Storytellers. Di bebop karya Jeromme Thorn ini Iwang Noorsaid membuka komposisi dengan imrovisasi permainan keyboardnya. Instrumen lain melanjutkan saat tema dimainkan dan Khrisna Siregar mengambil alih lead lagu. Rhtyhm yang dimainkan Donny Sundjojo dan Inang Noorsaid menegaskan alur yang dibuat Khrisna. Di Tigaperempat lagu Donny Sundjojo melakukan improvisasi yang cukup panjang dengan kontra bassnya dan dilanjutkan solo drum Inang Noorsaid sebelum semua instrumen kembali masuk ke tema untuk menyelesaikan lagu.

Lagu berikut adalah “Ong-ngi-wang-ngi-wong”.

Judul yang it’s not even a word diartikan sebagai

para storytellers ini sebagai, “sebuah not yang dari Sumatera dipakai di Jawa, lalu dipakai lagi di Kalimantan dan kemudian Malaysia yang kemudian akhirnya tidak jelas sumbernya dari mana.” Lagu dibuka dengan dibuka bebunyian program yang dimainkan oleh DJ. Nuansa etnik yang atraktif mewarnai pembukaan lagu itu apalagi ditingkahi dengan pukulan Inang Noorsaid.

Tema“Ong-ngi-wang-ngi-wong” yang repetitif dapat cepat diingat dan membuat penonton ikut bergerak sesuai irama lagu.

DJ Ami NEO kembali memperagakan kebolehannya di lagu keempat yang sekaligus penutup pertunjukan The Storytellers. Intro “Thingking about What” adalah permainan scratch DJ Ami NEO yang kemudian diduetkan dengan Deri NEO merapkan teks lagu itu. Jadilah kolaborasi hiphop dan jazz yang dikonsep dengan rapih tanpa saling menghilangkan. Rhythm mood jazz tetap dijaga dan sesekali masuk curian improvisasi keyboard diantara balutan aransemen hiphop lagu.

Demikianlah konsep pertunjukan yang ditawarkan oleh para pendongeng. Kisah-kisah berikut akan selalu ditunggu, karena hampir semua penonton di ruang Impro malam itu terlihat puas telah mengikuti ajakan rapper Deri NEO. “… Tinggal duduk Terus mengangguk / Tinggal masuk karena kan kubawa kau dengan microphoneku / Ditambah dengan sedikit kick drum hentak jiwaku / Hati yang slama ini hilang telah kembali / Mungkin bil berkata, ia bahagia disini / Seiring musik dan lirik bersahutan snada / Kan kubawa jiwamu melayang diangkasa...”

WartaJazz PDF Edisi 07/07

21

BAZZ attack Text: Roullandi N.Siregar

Bazz Attack adalah kolektif lima pemain bass muda yang saat ini sedang naik daun dengan kiprahnya masing-masing. Adalah Barry Likumahuwa, Jawa Maliq n’The Essentials, J-Mono Park Drive, Handy Soulvibes, dan Rishanda bersama sepakat memadukan permainan instrumen utama mereka, bass, dalam satu irama. Sebagai penjaga beat diajak Rayendra Sunito, drummer dan konseptor Parkdrive yang juga rekan bermusik Barry Likumahuwa di Pentatones dan kemudian proyek solonya.

Bazz attack yang main terakhir di hari ketiga panggung garden memulai tampilan mereka dengan sebuah komposisi bertempo lambat. Improvisasi permainan bass dilakukan bergiliran;

22

WartaJazz PDF Edisi 07/07

Rishanda yang berdiri paling kiri, dilanjutkan Handy, J-Mono, Jawa dan terakhir Barry. Pola ini beberapa kali diulang. Setiap pemain bass menampilkan ciri dan atraksi masing-masing.

Seperti di lagu kedua, sebuah komposisi Jaco Pastorius, J-Mono menampilkan potongan intro “Enter Sandman” Metallica saat ia melakukan solo. Metal! Sedang Jawa memilih menekankan permainan instrumennya pada feel bass yang groovy, seperti ia sebut sebelum menampilkan solo, “… Kalo gua solonya gak yang gitu-gitu gak papa ya?” dan disambung oleh Barry Likumahuwa, “…yang satu ini enakkan gak usah diiringi apaapaan, …bener-bener cuman bass aja… berasa gak tuh di jantung tuh. Agak masuk-masuk gitu deh…” Lain lagi dengan Rishanda yang lebih memilih bernyanyi dengan instrumennya.

Atau Barry dan Handy yang mengandalkan teknik tingginya.

Interaksi dengan penonton intens dilakukan oleh Barry Likumahuwa yang menjadi sentral kelompok ini. Diantara dentuman suara rendah bass, Barry mengajak penonton untuk ikut bertepuk, menghentak kaki atau bernyanyi seperti di “Senorita” dan “Get that on it” Kool and The Gank

yang telah diramu dengan gaya mereka sehingga dapat dimainkan oleh lima orang bass.

Band yang tidak wajar ini, begitu diistilahkan oleh Barry Likumahuwa, juga memainkan “Over Joyed” yang dimedley beberapa lagu lain. Namun sebelum di ujung acara Barry Likumahuwa mengumumkan bahwa Jakjazz adalah performance terakhir Bazz Attack karena mereka akan vakum dulu untuk sementara. Apa benar?

Yang pasti sebuah lagu ost film “Ghostbuster” dimainkan untuk bekal mengenang grup kelima pemain bass ini. Barry Likumahuwa melakukan tiktak dengan penonton, “Who do you want goal?” yang dijawab, “Bazz attack!” (diganti dari “Ghostbusters”). Itulah jawab para penggila Bazz attack dan meminjam ucapan Barry Likumahuwa, “Mudah-mudahan kita bisa bertemu kembali.”

“

“

… Kalo gua solonya gak yang gitu-gitu gak papa ya?”

Barry Likumahua

Salam perpisahan dari Bazz Atack

A

dalah Barry Likumahuwa, Jawa Maliq n’The Essentials, J-Mono Park Drive, Handy Soulvibes, dan Rishanda bersama sepakat memadukan permainan instrumen utama mereka, bass, dalam satu irama. Sebagai penjaga beat diajak Rayendra Sunito, drummer dan konseptor Parkdrive yang juga rekan bermusik Barry Likumahuwa di Pentatones dan kemudian proyek solonya.

WartaJazz PDF Edisi 07/07

17 23

“Jazz i s a li vi ng, everyday language, full of stori es of li fe.

A language spoken and

Jeremy Monteiro Homecoming

Text Roullandi N. Siregar

24

Kalimat diatas adalah petikan kata pengantar Jeremy Monteiro di salah satu sampul albumnya. Ternyata kalimat pembuka itu tidak hanya semata kalimat tapi telah menjadi prinsip bermusik seorang Jeremy Monteiro. Terbukti, Jeremy Monteiro kini diakui sebagai pianis, vokalis, komposer dan pengajar musik jazz di banyak belahan dunia. Di negara asalnya sendiri, Singapura, dia dibaptis sebagai “Singapore’s King Of Swing” oleh pers lokal. Perjalanan bermusik dan kesehariannya itu ia dokumentasikan dalam sebuah album berjudul Homecoming yang dirilis oleh Jazznote Records tahun 2006.

Homecoming merupakan rilisan pertama yang seluruhnya berisi karya musik orisinal Jeremy Monteiro. Album berisi 9 lagu ini dikerjakan sejak tahun 2004 di Los Angeles bersama Belinda Moody (bass), Shawn Kelley (drums), Ernie Watts (Tenor & Soprano Sax), Greg Fisherman (tenor sax), Mohamed Noor (perkusi latin), dan Ron Feur (Hammond organ). Kemasan CD rekaman terakhir Jeremy Monterio ini juga menyertakan teks yang bercerita

WartaJazz PDF Edisi 07/07

latar belakang setiap lagu ditulis.

Menarik. Karena secara itu Anda akan lebih terbantu untuk menangkap apa cerita keseharian sosok Jeremy Monteiro yang ia ilustrasikan dalam kumpulan not lagu-lagu.

Album dibuka dengan sebuah shuffle berjudul “Jazzybelle’s Shuffle”. Tema lagu itu didominasi permainan tenor saksofon Greg Fisherman yang kemudian bersahutan dengan piano Jeremy Monteiro. Seperempat bagian terakhir Belinda Moody sedikit menghias komposisi yang bercerita tentang seekor patung singa berwarnawarni yang tiba-tiba hidup dan berjalan di keramaian Orchard road itu dengan permainan bassnya sebelum lagu ditutup dengan kembali ke tema.

Berikutnya adalah sebuah samba hasil perkawinan seksi rhythm perkusionis Mohamed Noor dan drummer Shawn Kelley. Permainan Jeremy Monteiro mempertegas tema karnaval musik di Brazil di lagu itu. Lagu ini, “Samba Appasionata” juga merupakan kenangan personal Jeremy Monteiro pada pemain drum Edmon Branson Jr, rekan bermusiknya di grup lokal Singapura, Appasionata sejak tahun 2003.

Dokumentgasi pengalaman kolaborasi bermusik Jeremy Montairo dapat ditemui di “Lorna’s Kitchen” dan “Blues for Ray”.

Lagu pertama adalah karya yang ditulisnya bersama Eldee Young. Bassis

yang bersama Monteiro tampil di Montreux Jazz Festival tahun 1988 ini telah lama berkawan akrab. Kedekatan itu tercermin dari tema lagu hasil tulisan mereka berdua yang bercerita tentang makanan-makanan enak dari dapur auntie Lorna. Kesahajaan itu diilustrasikan dalam nada-nada swing yang ceria. Lain dengan “Blues for Ray” yang ditulis Jeremy Monteiro dengan soulmate bassistnya, Bellinda Moody.

Komposisi bernuansa blues yang ditulis di Los Angeles ini mereka dedikasikan pada penyanyi/pianis legendaries Ray Charles.

Menggenapi karya ini, Jeremy Monteiro mengundang Ron Feuer, pemain keyboard yang pernah bermain bersama Elvis Presley dan Ray Charles, untuk mengisi Hammond C3. Jadilah sebuah ballad “down-home” blue tune yang dibayangi oleh sound hammond yang mengawang.

“Life Goes On” adalah sebuah ballad lainnya yang berisi cara pandang Jeremy Monteiro memaknai rasa kehilangan dan bagaimana menerimanya. Permainan akustik piano yang dilatari sapuan brush mendominasi lagu ini. Berikutnya masih setempo dengan “Life Goes On” adalah “Inner Voice”. Komposisi yang menghadirkan tenor sax Ernie Watts ini bercerita tentang kekuatan kata hati sebagai panduan mencari solusi suatu masalah.

Sehubungan dengan sosok saksofonis asal Amerika Ernie Watts, Homecoming dapat disebut sebagai pertemuan kembali dua sahabat lama. Jeremy Monteiro dan Ernie

Watts telah tampil dan membuat karya musik bersama sejak tahun 1987. Salah satu rilisan penuh hasil kerja mereka adalah album Ernie Watts “Stand Up” (1992), dimana Jeremy Monteiro menjadi produsernya. Beberapa lagu di album terakhir Jeremy Monteiro ini kembali menjadi bukti betapa paten kolaborasi yang telah terjalin hampir 20 tahun. “The Bubala Dance” dan “Remember (Another Time)” ditulis berdua dengan bantuan speaker phone dan mesin fax untuk memfasilitasi perbedaan jarak dari dua benua tempat mereka tinggal. Ernie Watts dari Los Angeles, Amerika mengirimkan main melody dan Jeremy di Singapura menyempurnakan ide-ide itu ke dalam sebuah komposisi lengkap.

Lagu lain yang juga diisi oleh permainan soprano sax Ernie Watts adalah “Homecoming” . Ibarat sebuah pesta penyambutan di saat pulang ke kampung halaman, “Homecoming” menampilkan perasaan joyful yang dibalut dengan hybrid brazillian samba, Jamaican calypso, dan ronggeng beat dalam satu kesatuan komposisi.

Mohamed Noor memberi aksen keriangan melalui permainan perkusinya diantara solo saksofon Ernie watts dan kelincahan jemari permainan piano Jeremy Monteiro. Selamat berpesta dengan cerita-cerita keseharian The Singapore’s king of Swing, Jeremy Monteiro.

WartaJazz PDF Edisi 07/07

25

SELEKSI BRILIAN SATORU SHIONOYA

26

WartaJazz PDF Edisi 07/07

Dari panggung utama hari pertama JakJazz 2007 Text: Arif Kusbandono Photo: Kushindarto

"Evening Haze" meluncur dalam gelombang megah. Pilihan kordal yang punya karakter big-sound ini dilatari permainan gitar dengan dawai-dawai mengambang terbuka, menyamarkan perputaran kunci. Kesan 'besar' diperoleh dari latar iringan karena sebenarnya melodinya sederhana.

Bagian simpel itu dimainkan bareng vibes Masatoshi Kainuma (juga memerankan seksi perkusi) dan piano Satoru Shionoya. Petik bass di hitungan yang lemahlah yang menandai gerakan kunci. Solo Satoru pada daerah treble tetap renyah dan diakhiri dengan menyambung bridge masih dalam kesan yang ajeg.

Tetap dalam suasana pembukaan, set berikutnya adalah trio piano, double bass (Katsumi Hiraishi), dan drum (Eiji Tanaka). Ballada senyap "Enharmonie" adalah rangkaian yang menguntai rantai genetik, nada berikutnya jatuh turun dari riwayat sebelumnya. Sedikit memperumit: yang paling akhir bisa turun jauh dari muasalnya. Tentu saja pondasi rumit tersebut menyediakan banyak sekali kemungkinan ketika improvisasi solo digelar. Set ini dimedley dengan duet "Azami", menonjokan permainan gitar nylon melankolik dan mellow.

Nuansa lain saat mulai panas segera disambut "Mr. Tap Man". Atraksi kocokan funk pada gitar Yoshito Tanaka (yang sekaligus bertindak sebagai produser) memimpin rombongan soul di belakangnya dengan ritual wajib: solo bergantian. Album "Hands of GUIDO" yang merangkum aneka-selera tersebut memang menjadi seleksi grup Satoru atas beragam genre.

Namun, grup Satoru kompak memilih secara apik, agar ia tetap memiliki kekuatan komposisional. Kadar Satoru sebagai virtuoso piano tidaklah tenggelam, permainan-permainan cepatnya melesat dengan ide-ide yang

brilian.

Selebihnya di puncak penampilan adalah pesta Brazilian. "Ladies In Mercedes" milik bassis Steve Swallow dibawakan beserta irama latin lain yang cenderung samba up-tempo. Gaya karnaval, dengan menenteng tetabuhan mewarnai aksi panggung yang interaktif. Rehat sejenak dengan ballada "Calm" masih dari album mereka sendiri akhirnya ditutup dengan satu samba lagi sebagai encore.

WartaJazz PDF Edisi 07/07

17 27

SATORU SHIONOYA - PIANIS Text: Agus Setiawan B/Wartajazz.com

Ia merupakan pianis komposer dan pengarah musik lintas genre berbakat dan diprediksikan akan berperan memproduseri konser berjudulbesar "Cool Classics yang diorganisir oleh Bunkamura Orchard Hall dalam dunia musik Jepang mendatang. sebuah concert hall yang sangat terkenal di Tokyo dan ia me-rekonstruksi beberapa mahakarya musik klasik "Symphony Ia membentuk Satoru Shionoya Groupseperti yang terdiri No.9" muda milik Beethoven.

Atas karyanya ini ia dari musisi-musisi antara lain Satoru mendapatkan pujian(Guitar), yang luar biasa.

Shionoya (Piano), Yoshito Tanaka Katsumi

Hiraishi (Bass), Eiji Tanaka (Drums) dan Masatoshi Tahun 2002, ia membentuk Kainuma (Percussion).

Kelompok ini telahSatoru Shionoya Tri dan melepas album pertama berjudul "Trio!" d menelurkan album Hans of Guido yang isinya tahun Dariberbagai situ ia mendapatkan berupa ramuan jazz2003. dengan genre musikkesempa tour broken di Blue Note - sebuah klub jazz terkenal - d lain seperti rock, beat dan lain-lain. beberapa kota di jepang kemudian tampil di Cologne, dan Paris dan menuai Satoru Shionoya sendiriJerman lahir di Tokyo tahun 1966. sukses pula.

Album kedua mereka dirilis ia belajar musik komposisi di jurusan Fine Artstahun and 2004 bertitel "Wheelin' Ahead!".

Music di Tokyo National University.

Sejak tahun 1986 hingga 1996, ia tampil di berbagai negara Aktifitas Satoru Shionoya makin meningkat.

Ia bersama band salsa asal Jepang "Orquesta De La Luz" sebagai pianis, dan memenangkan United Nations Peace Medal di tahun 1993, pernah pula dinominasikan untuk Grammy Awards tahun 1995, selain mendapatkan kesempatan berkolaborasi bersama sejumlah Raja salsa seperti Tito Puente (timbales), Celia Cruz (vokal), Santana (gitar) dan lain-lain.

Enam album solo telah dirilisnya sejak ia bersolo karir di tahun 1993. Dari tahun 1999 hingga 2001, ia

28

WartaJazz PDF Edisi 07/07

Dari panggung utama JakJazz Festival 2007

Untungnya, hampir dalam setiap pertunjukannya Indra Lesmana sering tampil dengan berbagai formasi maupun proyek musik. Sehingga tidak membosankan penonton dan sering kali para penonton juga malah menduga – duga akan seperti apa penampilan Indra Lesmana kali ini.

Sebenarnya, formasi Pra Budi Dharma (bass), Indra Lesmana (piano, synthesizer, melodika) dan Gilang Ramadhan (drum & perkusi) atau yang lebih dikenal dengan sebutan PIG sudah lama terbentuk kurang lebih 11 tahun lalu. PIG kala itu juga tampil di JakJazz dan sempat mengeluarkan album. Kemudian, lama “bertapa”. Baru ketika di Bali Jazz Festival tahun 2005 lalu, PIG muncul kembali. Dua tahun terakhir ini, PIG memang sering kali tampil di berbagai tempat.

BE A CROWD PULLER KAYON (PRA BUDI DHARMA, INDRA LESMANA, GILANG RAMADHAN): Bagaimana pun, kehadiran Indra Lesmana sebagai musisi jazz unggulan dari Indonesia ternyata masih ditunggu – tunggu para penggemarnya di berbagai event musik jazz di Indonesia. Lihat saja, sejak pertama kali JakJazz digelar pada tahun 1988 sampai sekarang Indra Lesmana tetap tampil di hadapan ribuan penonton. Atau di ajang lain seperti Java Jazz dan Bali Jazz Festival, tetap saja putra dari Jack Lesmana ini diminati oleh ribuan orang.

Belum termasuk berbagai event jazz yang digelar di beberapa kota lain di Indonesia.

Text : Ceto Mundiarso Photo: Imam Wahyudi

30

WartaJazz PDF Edisi 07/07

Bulan September lalu mereka juga mengeluarkan album anyarnya yang berjudul “Kayon: Tree Of Life”. Ada perbedaan style dibandingkan dengan album pertamanya.

Kali ini mereka tampil lebih terasa nafas bebopnya dan juga memasukkan beberapa elemen musik tradisional Indonesia. Di akhir bulan September 2007 lalu, Indra dan kawan-kawan tampil dalam forum Asia-Pasific Weeks di Berlin Jerman yang diselenggarakan oleh The House of World Cultures. Seperti dilansir oleh The Jakarta Post, pertunjukan mereka di sana sukses. Banyak mengundang pujian dan para penonton memberikan penghargaan dengan standing ovation di akhir pertunjukan.

Bagaimana penampilan PIG di JakJazz 2007 kali ini? Yang jelas juga berbeda dengan penampilan mereka di tahun lalu dalam festival yang sama. Di JakJazz 2006 lalu, mereka menampilkan komposisi – komposisi yang cenderung abstrak atau sebagian orang bilang itu adalah genre free jazz sehingga banyak penonton yang sudah meninggalkan bangkunya sebelum konser usai. Kala itu, Indra hanya menggunakan moog synthesizer dan pianika. Sementara Pra menggunakan bass modifikasinya (slendro fretless) yang khas dan Gilang membawa drum dan seabrek peralatan perkusi tambahan.

Sementara penampilan mereka dalam JakJazz 2007 kali ini lebih fokus kepada album mereka yang terbaru. Semua komposisinya diambil dari album tersebut. Tema melodi atau pun ritmiknya lebih mudah untuk diraba. Dalam kesempatan ketika tampil di Festival Schouwburg VI awal September 2007 lalu, Indra Lesmana memang menyatakan, ”Kami berusaha memainkan bebop sebagai landasan...., Bebop itu sesuatu yang natural bagi saya".

Meskipun rasanya lebih cocok kalau memainkan style yang lebih fresh dari pada sekedar bebop klasik seperti trend di 52nd Street New York 50 tahun yang lalu. Atau barangkali dengan istilah yang lebih modis, neo-bop.

Instrumentasi yang dipakai pada penampilan mereka tahun ini ditambahkan dengan piano minus moog serta dalam beberapa komposisi Gilang memainkan kecrek yang dimainkan dengan pedal (kick) di kaki kiri sementara kenong ditaruhnya di pedal kaki kanan. Ya, sesuai dengan album “Kayon” ini, mereka dengan hati – hati mencoba untuk mempertemukan bebop dengan sebagian elemen musik tradisional dari segenap penjuru Indonesia.

Di satu pihak, mereka telah memasuki trend trio piano jazz dengan nafas yang segar. Banyak sumber ide dan materi musikal yang bisa dilakukan dalam formasi tersebut. Trend tersebut bisa mengambil contoh seperti Esbjorn Svenssen Trio (belum lama ini juga sempat manggung di Jakarta), The Bad Plus, Ronin dan lain – lain. Di lain pihak, sebuah keuntungan yang besar bahwa Indonesia menyimpan kekayaan budaya, terutama dalam hal kesenian tradisional. Bisa dikatakan dari Sabang sampai Merauke menjadi harta yang sangat bernilai.

Salah satu momen yang paling menyenangkan dalam menikmati musik jazz adalah melihat penampilan seorang musisi / sebuah band ketika mereka berada di atas panggung. Ada suasana, semangat, kejutan dan spontanitas yang lain dibandingkan dengan di studio.

‘Kayon Part I’ membuka penampilan mereka dan disusul

dengan ‘East Coast Of Java’. Komposisi – komposisi tersebut ditampilkan dengan bersemangat. Seolah menjadi sebuah dialog, tarik menarik antara bebop dan musik tradisional. ‘Panghareupan’ Indra bermain melodika sembari melodinya menirukan suara seruling Sunda.

Berturut – turut mereka menampilakan komposisi – komposisi ‘Mumang’, ‘Little Jakarta’, ‘Medemato Kamaki Sawosi’, ‘First Dawn’ dan ‘Makepung’.

Secara umum kalau dibandingkan dengan album studionya sendiri, penampilan konser mereka memang terasa lebih garang dan panas. Masing – masing individu mencoba untuk bereksplorasi dengan instrumentnya secara maksimal. Indra dengan chord – chord yang tipis dan lentur membuat batasan horison musikalnya lebih terbuka. Mengingatkan kita kepada peran McCoy Tyner dalam formasi klasik John Coltrane Quartet. Sementara Gilang sendiri berusaha untuk beradaptasi dengan berbagai ragam perkusi musik tradisional kita. Meski terlihat lebih santai dalam hal stage act-nya dibandingkan dengan rekan – rekannya, ternyata Pra juga melepaskan energi dan kekuatan yang besar dalam perannya sebagai “jembatan” antara piano dan drum. Apalagi permainannya sudah “outside” seperti itu.

Penampilan mereka rupanya masih juga menarik minat para pecinta jazz Indonesia. Terbukti dengan setengah bagian dari Gedung Istora Senayan tersebut dipadati pengunjung. Meskipun masih ada banyak penonton sempat sedikit kecewa atas diajukannya jadwal penampilan Kayon satu jam lebih awal dikarenakan Indra Lesmana harus segera berangkat untuk menjadi juri di acara kontes Asian Idol setelah pertunjukannya usai.

Termasuk kritikus musik, etnomusikolog Indonesia terkemuka Franki Raden yang sebenarnya tujuan utama datang ke JakJazz 2007 ini adalah untuk menyaksikan Indra Lesmana dan kawan-kawan.

Namun bagaimana pun, Indra Lesmana bersama Kayon masih menjadi salah satu pilihan unggulan bagi para pecinta musik jazz di Indonesia. Kembali, di akhir pertunjukan mereka mendapat acungan jempol dan kehormatan standing ovation dari segenap penggemarnya.

Indra dengan chord tipis dan lentur membuat batasan horison musikalnya lebih terbuka.

Ini mengingatkan kita pada McCoy Tyner dalam formasi klasik John Coltrane Quartet

WartaJazz PDF Edisi 07/07

17 31

Dari panggung utama hari pertama JakJazz 2007

IRENG MAULANA & FRIENDS FEAT. ANDIEN & WARNA:

GENERATIONS MEETING Posisinya sebagai chairman di ajang JakJazz Festival 2007 ini tidak lantas menutup kemungkinan untuk tampil sebagai musisi jazz senior di atas panggung.

Text : Ceto Mundiarso Photo: Kushindarto

Tentu hal ini juga memerlukan “stamina” yang prima. Mengingat kesibukannya mengurusi jalannya festival tersebut, beliau juga masih bisa meluangkan waktunya untuk bermain bersama rekan – rekan musisi jazz.

Bahkan kehadirannya di atas panggung pun termasuk salah satu musisi yang ditunggu – tunggu penonton.

Sembari santai duduk di puluhan bangku panjang yang tersedia di depan Big Stage 2 atau pun sembari menikmati makanan yang dijajakan oleh food stalls di balkon lantai 2 gedung Istora atau sekedar berdiri saja karena kehabisan tempat duduk, para penonton terasa lebih santai ketika menikmati penampilan Ireng Maulana & Friends bersama Didik SSS (saxophone), Harry Toledo (bass), Sam Panuwon (keyboard) dan Rudy Subekti (drums). Selain bersama para musisi tersebut, om Ireng juga menghadirkan penyanyi idola para remaja Andien dan

vocal group Warna. Mereka tampil dalam beberapa tembang.

Penampilan mereka dibuka dengan tembang fusion instrument yang ringan dan rilek. Para penonton lebih bersemangat lagi ketika Andien hadir dengan tembang standard ‘Cheek To Cheek’ dan langsung diteruskan dengan ‘No More Blues’. Sayangnya, penampilan Andien kali ini agak keteteran dan terpleset – pleset ketika menghadapi “singa – singa” jazz di Indonesia tersebut. Untung saja Didik masih bisa menarik perhatian penonton dengan tiupan saxophonenya yang mendayu – dayu dan atraksinya meniup saxophone dengan tiupan yang panjang.

Sedikit berbeda ketika Warna yang tampil. Barangkali performing mereka lebih mirip dengan The Manhattan Transfer atau New York Voices. Di mana nafas dan harmoni jazznya terasa lebih mantap. Mereka berangkat dari tradisi

vocalese. Vokal group yang terdiri dari 4 orang tersebut tampil dengan tembang ‘Open Invitation’ dari New Voices. Tidak lupa juga mereka mengajak komunikasi dengan penonton secara langsung dalam ‘Jodoh Tak Lari Ke Mana’.

Ireng Maulana sendiri dalam kesempatan tersebut bermain gitar akustik yang terkadang disampling dengan suara lain. Sementara Harry Toledo dengan tubuhnya yang subur tersebut menghentak – hentak musiknya dengan cabikan bass elektriknya dan terkadang mengikuti melodi lagu yang sedang dibawakan.

Rudi dan Sam tampil cenderung “low profile”, namun manis. Secara umum, penampilan mereka lebih banyak porsi hiburannya. Tidak ada yang salah juga dengan hal ini, memang musik jazz juga mempunyai banyak sisi yang bisa dimasuki setiap pendengarnya.

Termasuk sisi hiburan yang mengasyikan.

WartaJazz PDF Edisi 07/07

17 33

Dari panggung JakJazz Festival 2007

N

ama Lala Suwages sepertinya baru diantara penyanyi perempuan negeri ini.

Namun sebenarnya ia sudah banyak serta dalam beberapa album kompilasi dan pementasan hidup. Aksi panggung terakhirnya di arena festival adalah saat ia tampil di Tribute To Krakatau Java Jazz 2007 yang lalu. Sebagi bagian dari pertunjukan yang melibatkan beberapa penyanyi, a.l Rieka Roslan, Olive, dan Andien,

Lala Suwages LANGKAH BARU, LANGKAH YANG DITUNGGU

Text : Roullandi N. Siregar

penampilan Lala Suwages kala itu mendapat atensi yang cukup baik.

Hari ini langkah sebagai penyanyi tunggal akhirnya dapat Lala Suwages wujudkan. Sebuah album akan ia rilis dalam waktu dekat. JakJazz 2007 menjadi saksi langkah baru Lala karena di panggung Impro ia tampil penuh membawakan lagu-lagu dari albumnya. Penyanyi ini ditemani oleh band tetapnya, Groovilicious, yang terdiri dari keybordis Ekka Bhakti, Sirhan Bahasuah (drums), Deden Manurung (bass), George Tanasale (perkusi), Jimmy Tobing (sax), Vicky 21st (gitar) serta Pale dan Eunique yang mendukung vokal Lala.

Pementasan Lala Suwages dimulai dengan satu lagu berjudul “Hey…!”. Ibarat sapaan, lagu ini membuka acara yang belum dihadiri banyak penonton. Sebelum sebuah cover dari Stevie Wonder, “Let’s Stay Together”, Lala menyanyikan lagu-lagunya yang up tempo. Sebut saja, “Mereka Tak Mengerti” dan “Kamu Atau Dia” yang berpotensi menjadi menjadi hit. Lagu terakhir memiliki hook pada reef yang mudah diingat dan gampang

34

WartaJazz PDF Edisi 07/07

dinyanyikan. Tempo sedikit diturunkan saat Lala Suwages melantunkan lagu berteks bahasa Inggris.

“Golden”. Tapi tempo lagu tadi ternyata tidak berhasil memainkan mood pertunjukkan. Sampai di urutan berikutnya, “Soulgirl”, mood dirasa tetap monoton dan membuat cukup banyak penonton meninggalkan ruangan.

Lagu berikut adalah “Langkah Baru”. Sejatinya ini adalah calon single pertama album Lala Suwages nanti.

Lagu ini benar contoh sebuah lagu yang disiapkan untuk berlaga di industri musik pop negeri ini. Lala menyanyikan lagu ini sebagai ballad yang manis.

Dua lagu penutup adalah “Tanpamu” yang bernuansa acid jazz dan kembali sebuah cover lagu Stevie Wonder, “Signed, Sealed, Delivered” menjadi yang terakhir. Tapi bukan berarti langkah Lala Suwages akan berakhir.

Langkah yang telah lama ditunggunya ini justru baru akan dimulai. JakJazz kali ini adalah ajang pemanasannya. Maka tunggu aksi popsoul Lala Suwages berikut dan nantikan albumnya rilis di pasaran.

Jazzmint Big Band

DENGAN BIG BAND BERIKAN PENGHARGAAN KEPADA

Komponis Indonesia

P

enampil ketiga Garden Stage adalah sebuah big band asal Jakarta yang dipimpin saksofonis Yuyun George.

Bersama 19 rekannya yang tergabung dalam Jazzmint Big Band, ia menampilkan sepuluh komposisi. Sebagian besar adalah lagu-lagu populer negeri ini yang diaransemen ulang dalam format big band. Itu karena tema mereka di JakJazz kali ini adalah Malam Penghargaan untuk Komponis Indonesia.

Kelompok ini lengkapnya terdiri dari; konduktor yang juga benyanyi dan memainkan saksofon, Yuyun George, Hendri Rotinsulu dan Murni Surbakti (vokal), Rudi Surbekti (drums), Sukat (piano), Yulius (gitar), Yade (bass), Iwan Wiradz (perkusi). Brash section di seksi trumpet dimainkan oleh Marwan, Wisnu dan Hendra, lalu trombone oleh Lunggo, Akhir, Dede, Wanto, serta di tenor dan flute ada Yus, Devian Zikri, Toni, Hari Wisnu, Bima.

Penampilan Jazzmint dibuka oleh nomor instrumental “Moonglow”. Disambung dengan “Siapa Namanya” yang dibawakan duet oleh Hendri dan Yuyun. Sampai lagu ketiga, “Sapu Tangan” karya komponis S.Wanto, sound yang keluar dari atas panggung sangat menggangu. Entah mengapa suara tidak balance, terlalu keras untuk musik dengan format big band dan banyak instrumen yang tidak terdengar. Malah, vokal Hendri sempat tidak terdengar. Baru mulai sedikit ada perubahan di repertoar berikut, lagu karya Charles Hutagalung “Semua Bisa Bilang” dan “Kopral Jono”nya Ismail Marzuki yang dibawakan oleh Murni Surbakti. Di keduanya gangguan sound pada vokal dapat mulai diatasi. Tapi belum untuk suara keyboard yang tetap belum ada.

Puncaknya saat “Bunga Nirwana” dimainkan.

Di komposisi instrumental ciptaan Munif Balafas itu sound drums saat solo terdengar

seperti ada delay. Suara pengulangan terdengar diantara pukulan drum yang sedang dimainkan Rudi Surbekti. Padahal komposisi ini menampilkan improvisasi solo yang menarik dari duet perkusi Iwan Wiradz dan Rudi Surbekti. Sayang.

Baru di lagu ketujuh, “Sentimental Reason” yang kembali dibawakan oleh duet Yuyun dan Hendri, suara keluar membaik. Menjadi pilihan berikut adalah medley lagu-lagu cover yang bertema “smile”. Dibawakan bergantian oleh Murni dan Hendri, bagian ini mendapat tepukan yang meriah. Lagu berikut kembali tidak sesuai tema. “It Might Better Be” mengantarkan pertunjukan Jazzmint pada ujung acara. Dan sebuah lagu populer Indonesia yang diaransemen dalam nuansa swing, “Layang-layang” dijadikan penutup konser mereka.

WartaJazz PDF Edisi 07/07

17 35

B

arry Likumahuwa bisa jadi telah menjadi pemain bass negeri ini yang mulai diperhitungkan eksistensinya.

Darah seni dari kedua orang tuanya, Benny dan Ria Likumahuwa memberinya akses positif untuk berkarir di dunia musik. Barry pun mendapat banyak kesempatan belajar dari musisi senior dan menjadi player di banyak pertunjukan atau sesi rekaman. Profil pemain bass muda yang ditampilkan jujur apa adanya serta betotan bassnya yang bermain di wilayah funk menjadi senjata untuk mencairkan anggapan jazz musik ekslusif orang tua dan sulit untuk dinikmati. Dan bersama rekan-rekannya yang dulu tergabung dalam grup bernama Pentatones, Barry bersama proyeknya kini menghibur pengunjung hari kedua JakJazz di arena Big Stage #2.

“Walking in The Bass” , karya Barry Likumahuwa, dimainkan untuk membuka proyek tersebut dan sekaligus memperkenalkan personel yang pendukungnya; Donny Jusran (keyboard), Rayendra Sunito (drums), Andree Dinuth (gitar), dan Niki Manuputty (saksofon). Selain

Dari panggung Jak Jazz Festival 2007

36

WartaJazz PDF Edisi 07/07

dua orang vokalis, Matthew dan Dida, Barry juga menghadirkan Benny Likumahuwa.

Improvisasi ayahanda scat unison dengan permainan bass Barry serta menirukan tetabuhan conga melalui permainan lidah di dalam mulut dan pukulan di pipinya. Menarik dan cukup unik.

Matthew menyanyikan beberapa lagu. Salah satu adalah “Mati Saja” yang juga ditulis Barry Likumahuwa. Hiburan karya berlirik dilanjutkan oleh naik ke atas panggungnya Glenn Friedly. Mungkin ini yang menjadi salah satu nilai jual panggung Barry Likumahuwa malam itu. Glenn yang cukup banyak menggunakan jasa Barry untuk mengisi porsi bass di albumnya tahu benar bagaimana ia menempatkan diri. Glenn Friedly kali ini adalah bagian dari pertunjukan Barry Likumahuwa. Ia melantunkan dua lagu dari album solonya, “Tega” dari Aku dan Wanita

dan “Selalu Tersenyum“ yang merupakan ost Cinta Silver. Lagu terakhir adalah lagu Barry yang liriknya ditulis Glenn. Banyak penonton yang menunggu Glenn Friedly terlihat puas setelah kedua lagu tadi dimainkan.

Penutup proyek Barry Likumahuwa adalah dua lagu cover yang kembali menghadirkan seluruh pendukung. Lagu Incognito, “Smilling Face” dari Positivity, dimainkan kelompok ini hampir mirip aslinya. Tentu ada beda saat porsi imrovisasi dimainkan. Pertanyaannya, kenapa tidak lagu karya sendiri saja yang dijadikan hidangan utama menutup pertunjukan?

BARRY LIKUMAHUWA PROJECT FEAT. GLENN FRIEDLY Text: Roullandi N. Siregar

BINUS JAZZ SOCIETY senangnya melihat anak-anak berada di lingkungan yang baik untuk belajar musik Text: Roullandi N. Siregar Penampil kedua di garden Stage adalah kolektif pengajar dan murid dari BiNus School Simprug. Mereka menamakan kelompoknya itu sebagai BiNus Jazz Society. Adalah Herry Rajasa selaku head of music department dan guru vokal/choir Hary Wisnu di sekolah itu untuk mengembangkan dan mengarahkan minat anak didik mereka untuk memainkan musik jazz.

Berkumpulah beberapa pengajar untuk merealisasikan ide ini; pemain violin Sadrakh Hutapea yang juga guru string dan John Legoh, pemain dan sekaligus guru gitar di sekolah itu, vokalis Ade Sihabudin yang MS-HS Head of PE department, serta vokalis Arindita yang guru associate di tingkat elementari.

Pada kesempatan JakJazz ini mereka mempresentasikan hasil komunitas ini dengan menampilkan anak-anak

didiknya dari berbagai tingkat.

Penampilan mereka didukung rhythm section drummer Cendy Luntungan dan bassis Ade Hamzah, brash secction Marwan (trumpet), Lunggo (trombone) , Andra (Alto Saxophone) serta Madi, seorang pemain tabla. Tiga anak yang dimajukan adalah Farah Dibaj (grade 5D elementari), Renatassja (grade 9A middle school student) dan Sesarina (grade 12 high school student). BiNus Jazz Society juga mengikutkan empat anak vokalis tamu dari Alto Music Scool.

Penampilan BiNus Jazz Society dibuka oleh para pengajar memainkan nomor instrumental “Chorus No.1” yang mengedepankan permainan gitar John Legoh. Kemudian vokalis Ade Sihabudin membawakan satu karya Chandra Darusman, “Generasiku”,

yang meski tidak ditampilkan dengan gaya bernyanyi jazz tapi lirik lagu itu menghantarkan harapan mereka kepada masa depan yang lebih baik untuk generasi yang akan datang, generasi anak-anak kita nanti; “… Masa depanmu untuk generasi terpuji / Langkah maju ke muka berkarya dan berjasa / Isi jiwa sesama manusia / Secerah mentari pagi / Sinarnya datang… “ Memang ini yang menjadi pesan pertunjukan mereka. Bagaimana anak-nak mendapat lingkungan yang baik untuk tumbuh berkembangannya. Tiga murid BiNus yang tampil seperti menjadi contoh. Ames, yang tampil pertama membawakan “Hello Dolly” dengan kelincahan anak remaja. Kemudian Renatassja yang sudah dikenal sebagai Tassja penyanyi cilik

membawakan lagu standard, “I’m Beginning to See The Light”. Tassja membawakan lagu itu tetap gaya kekanakannya dengan artikulasi yang jelas tanpa dipaksakan menjadi penyanyi dewasa jazz dewasa. Diseling sebuah lagu instrumental “Blue Rondo Ala Turk”, kemudian tampil anak yang lebih muda lagi usianya. Farah Dibaj hadir dengan atraktif membawakan “Merah Biru” yang ditulis khusus untuk JakJazz 2007 dan “Lari Pagi”.

Menonton Farah Dibaj membuat kita bertanya apa yang sedang anakanak di rumah lakukan dan betapa senangnya jika mendapat lingkungan yang tepat untuk menyalurkan minat mereka. Orang tua mana yang tidak berharap tema lagu “Generasiku” diatas merupakan masa depan anaknya?

WartaJazz PDF Edisi 07/07

17 37

SOUND FROM THE NORTH Text: Ceto Mundiarso

38

WartaJazz PDF Edisi 07/07

Lithuania? Nama sebuah negara yang berada di wilayah utara benua Eropa tersebut memang belum begitu akrab di Indonesia.

Jumlah penduduknya saja jauh lebih kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk kota Jakarta. Negara ini pun baru bergabung dengan Uni Eropa pada tahun 2004 yang lalu.

Terus bagaimana dengan musik jazz di sana? Selama ini memang musisi jazz dari negara beribukota Vilnius tersebut terlihat masih samar.

Namun bukan berarti tidak ada. Satu per satu musisinya mulai memperlihatkan kebolehannya dalam bermain musik jazz dan bahkan sudah mulai dikenal di dunia internasional.

Salah satunya adalah keyboardis, pianis sekaligus juga komposer kelahiran tahun 1960 yang bernama Dainius Pulauskas ini.

Bersama kelompoknya yang didukung oleh Valerijus Ramoška (Trumpet, flugelhorn), Rimantas Brazaitis (saxophone), Eugenijus Jonavicius (gitar), Herbie Kopf (bass), Linas Buda (drum) dan Arkady Gotesman (perkusi), Dainius hadir dalam ajang Jakarta International Jazz Festival 2007.

Meskipun namanya tidak setenar musisi dari kawasan Eropa Utara sekelas Bobo Stenson atau Jon Balke, panggung Big Stage 1 cukup banyak dihadiri penonton.

Serta terlihat banyak penonton yang menikmat sajian penampilan mereka.

Mengingat mereka tampil dengan nafas fusion / jazz rock yang kental.

Selain enak dinikmati iramanya, kemampuan musikal masing – masing musisi juga tidak mengecewakan. Sebaliknya, Dainius lebih terlihat sebagai

leader pemain lainnya. Dalam setiap komposisi justru pemain gitar, saxophone, bass, atau pun trumpet yang memperlihatkan kemampuannya sehingga menarik banyak pengunjung.

Komentar seorang penonton ketika ditanya tim WJ mengenai kelompok ini malah menjawab, “Mereka malah lebih mirip dengan Brecker Brothers”.

komposisi 'Lithuanian Samba'.

Di mana nafas irama samba dalam kesempatan ini justru terlihat samar ketika variasi harmoni dan ritmiknya lebih padat. Kadang di bagian coda mereka berimprovisasi secara kolektif. Bak sebuah kelompok free jazz.

Mereka juga cukup fleksibel.

Di kala banyak kelompok jazz rock lebih menitik beratkan pada speed, power dan skill, Sementara Dainius lebih namun ketika membawakan banyak memberikan corak komposisi bercorak ballad dan nafas musiknya. Sebagian justru keteteran. Persoalan ini besar yang ditampilkan berhasil dilalui oleh Dainius adalah komposisi – komposisi dan kawan – kawannya. Ketika ciptaan Dainius sendiri. Di menampilkan komposisi atas panggung secara ballad, mereka masih mampu bergantian Dainius tampil secara prima dan memainkan antara keyboard halus. Selain itu, ciri yang dan piano. cukup menonjol di antara mereka adalah keseimbangan antara instrument akustik dan Penggarapan musiknya juga elektrik. Mereka tidak terkesan “datar – datar mengolahnya lebih saja”. Kecenderungannya lebih up to date dan progresif. menonjolkan sisi alamiahnya.

Contohnya seperti ketika mereka menampilkan

WartaJazz PDF Edisi 07/07

17 39

SAMPOERNA COMPETITION STAGE:

S

alah satu kegiatan pra JakJazz 2007 adalah Dji sam Soe Premium Jazz Audisi. Kegiatan ini ditujukan memberi kesempatan grup-grup muda untuk tampil di salah satu panggungnya. Dari serangkaian audisi telah digelar di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, dan Jogjakarta tampil lima nama yang meramaikan panggung Impro. Hari pertama hadir Sunrise band. Hari kedua Cherie Amor dan Kanzep. Dan di hari terakhir 4AM dan Setiakawan.

4AM bukan nama baru di ajang kompetisi sejenis. Kualitas kelompok asal kota kembang ini pernah diuji di ajang New Generation Mezzo Jazz Award 2006. Saat itu pencapaian mereka tidaklah mengecewakan.

Dengan sedikit perubahan formasi 4AM kembali tampil di festival JakJazz.

Masih menyisakan gitaris Edward Prasetya dan drummer Edward Julu

40

WartaJazz PDF Edisi 07/07

4AM

Hosea, 4AM kini hadir berempat dengan keybordis Sonny dan Caka (akustik bass, yang juga menjadi juru bicara grup dari atas panggung).

Beberapa lagu standard dan karya sendiri dimainkan oleh 4AM. Kolaborasi spontan dengan vokalis Sunrise Band, Tami, dalam sebuah lagu sedikit aroma blues memberikan rasa jammin dalam penampilan mereka.

Repetoir lainya adalah sebuah lagu Led Zepellin yang diaransemen ulang ke dalam format jazz. Penampilan 4AM ditutup dengan sebuah karya orisinil berjudul “Blues for Hommer� yang diaransemen dengan memasukkan nuansa humor terinspirasi dari serial kartun Bart Simpson. Selamat datang 4AM dan ditunggu kiprah selanjutnya.

Kabar yang dapat ditunggu adalah rilisnya sebuah album partisipasi mereka dalam sebuah kompilasi jazz lokalan kota mereka, Bandung.

Clorophyl dan DJ Outsu di ajang Dji Sam Soe Super Premium Jak Jazz Festival 2007

REFRESH FORMASI DAN FORMAT GRUP YANG BELUM TOTAL Text : Ceto Mundiarso Clorophyl yang di pra JakJazz ikut meramaikan Jazz Fever area Bandung kembali mengusung formasi dan format barunya ke atas panggung di malam kedua festival. Di panggung Jajan Jazz grup yang dikomandoi keybordis Bagus "Jamronk" kini mengikutkan Reno sebagai pemain bass dan vokalis Tessa, selain masih ada nama Timur (drums) dan DavidQ (gitar). Berlima mereka mencoba mempresentasikan format musik yang sedang diuji coba dengan berkolaborasi dengan seorang DJ. Dipilih seorang DJ wanita muda bernama DJ Otsu. Bagaimana hasilnya?

“Universal” menjadi lagu pertama persembahan baru Clorophyl dan kemudian dilanjutkan dengan “Hanya Satu” dan ballad “14 Februari” yang diaransemen berbeda . Vokalis baru Tessa telah berusaha dengan baik

menyanyikan lagu-lagu tersebut dengan gayanya yang muda dan energik. Tessa pun komunikatif mengajak penontonnya beratensi ke atas panggungya. Bahkan di “Asmara” Tessa menampilkan tarian breakdance yang sangat atraktif tanpa kehilangan kontrol atas lagu yang dinyanyikannya.

Spirit kemudaan ini satu hal yang sudah pasti akan dikontribusikan Tessa bagi grup yang telah meramaikan JakJazz sejak tahun 1992 ini. Hal lain adalah ciri khas vokal Zarro, vokalis sebelumnya, telah menempel dalam di setiap lagu. Namun terlalu dini - tidak fair menilai keberhasilan Tessa bersama Clorophyl sebelum vokalis alumni Indonesian Idol itu diberi kesempatan ini menyanyikan sebuah lagu baru yang ditulis sesuai karakter vokal dan konsep Band ini sekarang.

Lagu berikut adalah medley “Chameleon” Herbie Hancock dan “Freedom Jazz Dance” Eddie Harris. Kedua komposisi ini memberikan porsi kepada masingmasing instumentalis unjuk kebolehan dan sebagian penonton bernostalgia pada era Clorophyl lebih banyak memainkan nomornomor instrumental. Imporovisasi solo Reno membuka medley kedua komposisi tadi. Terlihat selama mereka bergantian melakukan improvisasi bassis muda ini sudah cukup kawin dari sisi musik dengan personil lainnya. Terutama dengan sesama seksi rhythm.

Pertunjukan Clorophyl ditutup dengan lagu yang dibuat dengan sedikit nuansa timur tengah berjudul “Firaun”. Kembali Timur mendapat porsi cukup banyak untuk tampil solo berimpovisasi dengan bunyi-bunyian dari set drumsnya.

Satu hal yang mengganjal dari format baru Clorophyl adalah kolaborasi mereka dengan DJ. Entah kenapa fungsi DJ belum dibuat maksimal. Sound-sound yang keluar dari perangkat DJ Otsu bak sisipan yang andaikan tidak ada pun tidak akan merusak mood lagu-lagu yang dimainkan Clorophyl. DJ Otsu terlihat sibuk sendiri dengan alatnya sehingga peran DJ merangsang gerak, yang tidak hanya melalui reramuan bunyi tapi juga melalui interaksi visual dari tubuhnya, alpa ia lakukan. Untuk berikut, playmaker Clorophyl tentunya akan lebih mengusahakan pematangan refresh format musik mereka kini.

Semoga berhasil.

WartaJazz PDF Edisi 07/07

17 41

SUNDAY JAZZ CLINIC BALI MENGGELAR KONSER THE JAZZ APPRENTICE Sebagai sebuah jenis musik, jazz di Bali telah mengalami sebuah perkembangan yang menarik untuk diapresiasi. Perlahan namun pasti telah mengikis stereotype kebanyakan orang sebagai musik “kalangan atas”. Banyaknya aktifitas pentas jazz dari beragam musisi dalam dan luar negeri dengan beragam warna musik jazz yang berbeda, maupun penulisan berita dan aktifitas jazz oleh media secara bertahap menjadikan musik jazz sebagai musik yang dapat diterima di masyarakat luas.

Ide awal pembentukan Sunday Jazz Clinic (SJC) adalah rasa keterpanggilan jiwa beberapa musisi jazz Bali untuk membagi ilmu, pengetahuan dan keterampilan bermusik jazz kepada musisi – musisi muda Bali, sekaligus menjawab keprihatinan terhadap stagnansi regenerasi musisi jazz di Bali.

SJC mulai diadakan dan diprakarsai sejak desember 2006 oleh beberapa musisi jazz Bali diantaranya; Yuri Mahatmanto, Bogie Prasetyo, Eko Soemarsono. Sejak dimulai kegiatan clinic selalu digelar setiap hari minggu jam 11.30 hingga 14.30 bertempat di Warung Lapau sanur milik Metrus Munir, yang juga kebetulan sebagai seorang pecinta seni sangat mendukung dengan memberikan kebebasan untuk memakai tempat usahanya sebagai based pelatihan. Sejauh pengamatan kami, sampai saat ini di Indonesia, Sunday Jazz Clinic adalah satu-satunya bentuk workshop jazz yang digelar secara cuma-cuma, terbuka untuk umum, dan

42

WartaJazz PDF Edisi 07/07

Dalam rangka memperingati satu tahun SJC akan menggelar konser bertajuk “The Jazz Apprentice Concert” pada tanggal 2 Desember 2007, bertempat di Warung Lapau JL.By pass Ngurah Rai Sanur No.178, mulai pukul 19.00-hingga selesai. yang mana dalam konser ini para peserta pelatihan SJC akan menunjukkan apa yang telah mereka dapat selama satu tahun menekuni musik jazz. Akan hadir pula bintang tamu dari Jakarta yang perduli dengan perkembangan jazz di Indonesia Riza Arshad, pianist handal yang juga pendiri grup simakDialog.

Perlu dicatat, para peserta SJC sebagian besar berusia muda berusia 12 – 19 thn yang diharapkan dapat memjadi bibit-bibit potensial untuk menjadi musisimusisi masa depan Bali.

Untuk acara ini SJC bekerjasama dan didukung oleh Telkomsel yang memiliki komitmen yang kuat terhadap dunia pendidikan, disamping donatur-donatur yang sifatnya pribadi selaku pecinta jazz, serta juga dukungan segenap komunitas musisi jazz Bali.

Untuk ke depan di tahun 2008, SJC dengan tetap didukung oleh TELKOMSEL juga sudah mempersiapkan program pentas-pentas jazz dan workshop jazz di sekolah-sekolah yang akan bertajuk “Jazz up The Schools” yang akan diadakan setiap dua bulan sekali, dimulai pada bulan February 2008

ERIC SONDHY MENGADAKAN KONSER LAUNCHING ALBUM DI JAZZ CAFÉ BALI

Pianis muda dari kota Dewata Bali, Eric Sondhy akan merilis album terbarunya yang digarap bersama gitaris Koko Harsoe. Untuk merayakan peluncuran album ini, digelar sebuah konser di Jazz Cafe dikawasan wisata Ubud, Bali.

Dalam release yang dikirimkan oleh pihak Jazz Cafe Bali lewat email kepada Redaksi WartaJazz.com terungkap bahwa acara launching ini ternyata mengundang minat pengunjung sehingga saat berita ini diturunkan, venue tempat berlangsungnya acara ini sudah 'sold out'.

Turut serta memeriahkan acara launching ini tampilnya musisi-musisi kenamaan asal Bali seperti Balawan (gitar), Rio 'Saharadja' Sidik (trumpet), Tuty Ardi (vocal), Yvon Tybo (Belanda), Eduward Prasetya (drums), Pramono(sax) dan Zerlina Devi (vocal).

Album yang diluncurkan bertitel "...introducing Eric Sondhy Trio" ini bertempat di Jazz Cafe Ubud, Jl. Sukma - Ubud Bali, mulai pukul 19.30 wita pada hari Jumat, 7 September 2007.

Anda yang tertarik membeli album ini dapat menghubungi Redaksi Wartajazz di 021- 8310769

WartaJazz PDF Edisi 07/07

17 43

Bali Lounge 2 Opp Music

Komposisi: 1. You Can Depend On Me 2. My Shining Hour 3. Home With You Audio Sample 4. Take the A Train 5. I Know What I've Got 6. This Can't Be Love 7. Be the One 8. Singing in the Rain 9. Street of Dreams 10. Georgia Brown 11. My Ideal 12. How Sweet It Is

30 44

WartaJazz PDF Edisi 07/07

Musisi: Harry Toledo: Bass Lewis Pragasam: Drums & Percussion Chris Wright: Guitar (Lead Vocal on “Jimbaran Jive”) Alvin Loebis: Piano, Keyboards & Programming Musisi Pendukung: Jalu D. Pratidina: Sundanese Percussion on “Free” & “Samba Sunda” Saat: Bamboo Flute on “Free” & “Samba Sunda” Demas: Balinese Percussion on “Intro” & “Mean Curry” Iwan Abdie: Lead Vocal on “Get Happy”, “Tell Me”, & “Free” Lou CP: Lead Vocal on “Used To” & “Jimbaran Jive” Menu’: Lead Vocal on “Cukup Tak Mengapa” & “In Doubt” Irsa Destiwi: Piano on “Cukup Tak Mengapa” & “In Doubt” Chandra: Backing Vocal on “Get Happy”, “Tell Me”, “Used To”, “In Doubt”, & “Cukup Tak Mengapa” Uci: Backing Vocal on “Used To”, “In Doubt”, “Free”, “Cukup Tak Mengapa”, & Jimbaran Jive

Oleh : Roullandi N Siregar/Wartajazz.com

Bali Lounge kembali dengan rekaman baru. Masih merupakan kolaborasi musik lintas negara, Bali Lounge kini punya wajah baru selain melibatkan Lewis Pragasam (drums dan perkusi, Malaysia) dan Harry Toledo (bass).

Dua nama baru itu adalah Alvin Loebis(piano, keyboards & programming), Chris Wright (gitar) dana beberapa pemain tambahan di sesi rekaman.

Rilisan ini dimulai dengan atraksi solo Lewis Pragasam dalam komposisi instrumental berjudul “Insert”. Dominasi Pragasam melalui tetabuhan perkusi dan lantunan voice-nya mengingatkan pada musik yang dia presentasikan di album-album awal Asiabeat. Sepertinya track ini hanya diset sebagai intro untuk membuka album. Durasinya dibuat pendek sekitar 0:30 menit. Padahal jika dimainkan diatas panggung, “Insert” berpotensi menjadi komposisi yang komunikatif dan merangsang goyang.

Apa lagu-lagu berikutnya akan sebangun dengan bentuk peragaan “Insert”?

Sebelum menjawab pertanyaan diatas, ada baiknya kita skip CD ke track kelima dulu untuk menghilangkan rasa penasaran karena singkatnya durasi “Insert”. Lagu yang dimaksud, “Samba Sunda”, menampilkan rhythm perkusi yang membungkus alunan melodi suling sunda yang dimainkan oleh mantan pemain kendang simakDialog, Jalu D. Pratidina. Meski ide ini tidak orisinil, namun “Samba Sunda” cukup kuat menyiarkan nuansa magis hasil perpaduan modal jazz dengan musik etnik beberapa daerah.

Untuk menyimak lagu-lagu berikutnya, ada baiknya kita menurunkan level ekspektasi untuk kualitas-kedalaman fusi tersebut. Ada di urutan kedua sebuah komposisi berjudul “Dogol Street”. Basicly ini adalah komposisi smoth jazz, namun diberi awalan rekayasa program bernuansa etnis. Sayangnya nuansa etnik hanya sebatas intro dan seterusnya adalah sebuah komposisi manis berbasiskan permainan gitar dan keyboard. Deskripsi yang hampir sama juga ada pada lagu “Mean Curry”. Bedanya “Mean Curry” dibuka dengan kemahiran Pragasam membangun suasana dengan olahan bunyi perkusi dan drum dalam waktu singkat dan kemudian baru disisipkan rekayasa program bebunyian etnik Bali di tengah dan nyata di akhir komposisi.

Bagaimana dengan lagu-lagu lainnya? Dibanding pencapaian kolektif ini di album pertama, Bali Lounge kini bisa disebut sebagai Bali Lounge yang mencair dan melakukan kompromi pada selera mayoritas. Lagu-lagu mereka pun tidak lain berangkat dari tema cinta. Contoh ektrim ada pada “Cukup Tak Mengapa” yang benar-benar telah melepas pakem untuk memproduksi suatu bentuk world music yang unik dan memiliki banyak variasi roots. Kemudian berturut-turut ; “Used To”, “Get Happy” dan “In Doubt” yang jazzytunes, “Tell Me” , “Free” (lagu ini kuat mengingatkan pada gaya bernyanyi dan aransemen sebuah karya Sting di salah satu solo albumnya), dan “Jimbaran Jive” yang memasukan unsur R&B dan sedikit sahutan tari kecak. Konsep beragam ini jelas beda dengan detail musik dan kesatuan tema yang ada di album sebelumnya. Kita sudah tidak berada di dalam sebuah lounge yang menyajikan musik-musik seperti buddha bar dan chill-out di rilisan kedua. Namun mungkin usaha ini dapat mendekatkan Bali Lounge sekarang dengan pasar yang lebih luas dan bervariasi. Ranah yang tidak tersekat pada ruangan lounge yang dipakai di pertemuan terdahulu. Siapa tahu dan apa salahnya dicoba?.

WartaJazz PDF Edisi 07/07

17 45

orca

Dainius Pulauskas

Komposisi:

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Samba Du II 7/8 Orca Expromtum Ballade Virgo Call to Duty Impromtu Finale

Musisi: Dainius Pulauskas: piano, synthesizer Valerijus Ramoška: Trumpet, flugelhorn Rimantas Brazaitis: saxophone Eugenijus Jonavicius: gitar Herbie Kopf: bass Linas Buda: drum Arkady Gotesman: perkusi Dalam sebuah sesi dialog musik jazz, etnomusikolog dan pengamat musik terkenal dari Indonesia Franky Raden menyatakan bahwa pada saat ini musik jazz telah memasuki perkembangan dan momentum baru karena musik jazz sudah menjadi mainstream secara global. Biasanya, mayoritas musisi jazz terkemuka “hanya” muncul dari Amerika Serikat, Eropa Barat dan kalau pun ada dari Asia, biasanya diwakili oleh Jepang.

Namun saat ini, musisi – musisi jazz berkelas internasional sudah banyak bermunculan dari negara – negara yang semula masih dianggap underdog.

46

WartaJazz PDF Edisi 07/07

Musisi jazz dari Lithuania masih relatif kurang dikenal dibandingkan dengan beberapa negara Eropa Barat dan Utara yang lain meskipun negara yang beribukota di Vilnius tersebut sudah masuk menjadi anggota Uni Eropa sejak Mei 2004. Salah satu musisi jazz populer dari negara tersebut adalah Dainius Pulauskas. Seringkali dia ditunjuk sebagai duta musisi jazz dari Lithuania dengan tampil di gelanggang musik jazz internasional.

Sejak tahun 1996, Dainius sudah pernah memimpin beberapa formasi kelompok jazz yang mayoritas musisinya dari Lithuania. Sampai sekarang, paling tidak sudah menghasilkan 6 album. Album terakhirnya adalah “Orca” yang dikeluarkan tahun 2007 ini. Dainius tampil dengan komposisi karya sendiri dan bermain di wilayah fusion / jazz rock dengan kombinasi warna elektrik dan akustik.

Kalau kita simak dalam album ini, penampilannya lebih mengingatkan kita kepada gaya fusion atau pun jazz rock di tahun 1980an. Tidak banyak inovasi dan spontanitas improvisasi yang berarti. Meskipun masih disisakan ruang untuk improvisasi di tengah – tengah format aransemen yang rapi. Justru yang hampir mencuri perhatian adalah para pemain instrument tiupnya. Dalam hal ini diwakili oleh pemain saxophone, trumpet maupun flugelhorn.

Kebolehan bermain Dainius juga sekilas diperlihatkan melalui ornamentasi dan improvisasinya di beberapa bagian komposisinya. Baik menggunakan synthesizer maupun akustik piano. Dalam memaparkan komposisi – komposisinya, Dainius rupanya juga tidak ingin menonjol di antara musisi lainnya.

Beberapa bagian penampilannya terlihat menggunakan minimoog dengan soundnya yang khas. Hal ini mengingatkan kita dengan gaya permainan Chick Corea terutama dalam dekade 1970an. Dainius juga mampu tampil menggunakan piano dengan cukup cantik dalam komposisi bertema balad ‘Bllade’. Komposisinya yang barangkali paling menarik adalah ‘Finale’. Di mana komunikasi para musisinya terlihat sedikit lebih intens dan dramatis. (*/Ceto Mundiarso/ WartaJazz.com)

Joona Toivanen Trio Bluenote

Musisi : Joona Toivanen: piano Olavi Louhivuori: drum Tapani Toivanen: bass Komposisi: 1. Uik첫 5:26 2. Frost 7:22 3. Winged Escape 7:17 4. Morning Mist 4:48 5. Gentle Lady 4:17 6. Poseidon 4:37 7. Vocalise 7:05 8. Memory (Of a Friend) 5:24

Penampilan E.S.T. di 2006 adalah kali terakhir Indonesia disinggahi trio jazz yang berakar-rumput Nordic. Ballada dalam lingkar (yang juga menyatakan region) tersebut adalah musik melankolis yang membentangkan pengalaman sepi-sendiri. Cara iringan dibunyikan oleh bass maupun denting berat sisi kiri piano menambahi kesan misteri seperti gelap gothic. Joona Toivanen, pianis Finlandia yang juga aktif di Swedish-jazzcircles, singgah dalam antrian trio Nordic berikutnya ke JakJazz 2007. Namun begitu, untuk soal ballada tadi, J-P Virtanen yang memproduseri album "Frost" mengungkap bahwa komposisi yang berwarna low-spirited-emotions tidak harus bermakna negatif. Begitu tuturnya tentang album terkini grup Finlandia tersebut. *** "Uik첫" yang membuka Frost dengan awalan permainan piano tunggal memang menegaskan melankoli seperti halnya telah disebutkan, tetapi ternyata bukan yang gelap atau depresi. Ini lebih ke merenung-diri, membatin, dengan intro piano adalah bagian mencari heningnya. Mirip-mirip "Memory (Of A Friend)" di akhir. Hanya saja nomer penutup tersebut lebih hening lagi. Terlebih saat melodi menghilang berganti solo drum yang tetap senyap berlamat-lamat dengan timbul-tenggelam brush dan simbal berdesis.

Kontras dengan tempo menghela nafas panjang itu, improvisasi drum Olavi Louhivuori pada "Winged Escape", walau masih dengan brush, benar-benar dalam derap cepat, kekerapannya tidak menyisakan ruang kosong, terisi ragam pukulan samar sampai kuat. Tetapi di saat gaya bebas seperti itu ciri tetap dipertahankan di pengakhiran lagu lewat ulangan bass betot Tapani Toivanen.

Ciri yang taat-asas, menjadi berbeda-beda misalnya dengan intro piano yang menyajikan permainan untaian gelombang, gemilang di nomer "Vocalise".

Tapani Toivanen, seperti pada "Frost" (di mana ia berlama-lama), menyelipkan solo lirikal memperkokoh tutur ballada. Nada-nada di leher paling bawah digapai (daerah posisi jempol-terbuka) membangkitkan kesan sendiri tadi. Hitungan yang berbeda pada "Morning Mist" jadi tidak kentara dengan ciri-ciri tersebut.

Mood yang bena-benar beda ada di komposisi "Poseidon". Sangat menyenangkan mendengar manipulasi senar piano akustik memberi efek suara ganda seperti gelas/pecah-belah. Secara keseluruhan, trio ini sangat serius menggarap karakternya dan memilih untuk memiliki determinasi seperti halnya album "Frost" yang direkam di Gothenburg, Swedia. (*/Arif Kusbandono/WartaJazz.com)

WartaJazz PDF Edisi 07/07

17 47

CARMEN BRADFORD / SHELLY BERG

HOME WITH YOU Azica Records

Kolaborasi keunikan vokal dan keriangan permainan piano dapat Anda nikmati pada album Carmen Bradford / Shelly Berg yang menampilkan 13 komposisi duet keduanya. Sejatinya album bertitel “Home With You” yang dirilis Azica Records pada tahun 2004 ini merupakan album solo ketiga Carmen Bradford setelah “Finally Yours” (1992) dan “With Respect” (1993).

Diluar 13 partisipasinya di banyak album yang diantaranya memberikan 4 kemenangan Grammy Award.

Dibuka dengan riang melalui “You Can Depend On Me” yang menegaskan kematangan olah vokal, improvisasi unison dan kemantapan pelafalan lirik Carmen Bradford bergantian dengan pertunjukan solo akustik piano Shelly Berg yang clean dan bernuansa riang. “My Shinning Hour” memberikan porsi yang hampir sama, improvisasi solo oleh Carmen Braford dan dilanjutkan dengan piano Shelly Berg untuk kemudian kembali ke tema lagu.

Pergiliran improvisasi itu kembali dipertunjukkan pada lagu standard “Take The A Train”, “Georgia Brown”, dan “Singing in The Rain” yang memancarkan kehangatan dari keduanya.

Kemudian, “I Know What I’ve Got” karya Sid Robbin dibuka dengan solo piano panjang Shelly Berg yang meski dimainkan dalam tempo lambat tapi tetap memancarkan riak keriangan. Rasa itu mengkristal ketika Anda menyimak lagu berikutnya, “This Can’t Be Love” dan “How Sweet Is”. Di komposisi terakhir tadi,

48

WartaJazz PDF Edisi 07/07

dapat didengar bagaimana matang teknik Carmen Bradford mengatur power vokalnya saat harus meniti nada tinggi atau melantukan desah nada rendah.

“Be The One” adalah pilihan lagu bertema gospel baik dari sisi lirik maupun aransemen. Anda akan terhanyut dengan olah vokal Carmen Bradford memuji Tuhan pada lagu itu. Shelly dengan sabar mengawal liukan vokal Carmen Bradford di lagu ini. Tapi tetap Shelly adalah Shelly. Tunggu sampai di ujung lagu dan simak bagaimana Shelly menutup lagu karya Melba Joyce, ibu dari Carmen Bradford.

Lagu jago adalah ballad bertajuk “Home With You” yang ditulis sendiri oleh Carmen Braford. Ia menyanyikan lagu itu dan berhasil membangun kerinduan pada kampung halaman yang telah lama ditinggal. Kenapa disebut lagu jago, penulis berpendapat aransemen lagu ini palinglah cair sehingga dapat dimasukkan ke dalam katagori musik populer. Sebabnya karena pengalaman panjang Shelly Berg dalam menangani artis pop dan musik film terjejak jelas di lagu ini.

Penutup album, “Wonder Why”, juga sebuah ballad yang bertema cinta yang kembali menegaskan kemampuan Shelly Berg dan Carmen Bradford bertranformasi dari anggapan rumitnya sebuah komposisi jazz kepada sebuah lagu yang mudah dicerna namun tetap dipondasikan oleh kepiawaian teknik bermusik saat mengolahnya. (*/Roullandi N. Siregar/ WartaJazz.com)

Komposisi: 1. You Can Depend On Me 2. My Shining Hour 3. Home With You Audio Sample 4. Take the A Train 5. I Know What I've Got 6. This Can't Be Love 7. Be the One 8. Singing in the Rain 9. Street of Dreams 10. Georgia Brown 11. My Ideal 12. How Sweet It Is Musisi: Carmen Bradford: vocal Shelly Berg: piano

SUNDAY JAZZ AT EXECUTIVE CLUB

THE SULTAN HOTEL JAKARTA

Satu lagi tempat yang tepat untuk anda menikmati sajian hangat musik jazz dimalam hari. Tepatnya di Executive Club The Sultan Hotel yang dahulu terkenal dengan Hilton Hotel.

Kabarnya Sunday Jazz ini memang pernah rutin diadakan dahulunya pada tempat yang sama. Menurut panitia setempat terakhir kalinya Sunday Jazz pernah diadakan pada tahun 1986 dengan Ireng Maulana sebagai salah satu performernya.

Dengan latar belakang tersebut, panitia setempat mencoba menghidupkan kembali kesuksesan Sunday Jazz yang dulu pernah ada. Disamping itu acara ini juga ditujukan sebagai tempat kumpul komunitas-komunitas jazz dari mana saja.

Sayangnya pada kesempatan tersebut Ireng Maulana berhalangan hadir.

Pada malam perdananya (11/11) hadir penampilan dari artis-artis jazz dari berbagai kalangan. Seperti Ari Groovology yang baru mengeluarkan album solo berjudul ‘Funk Me’, malam itu mengajak Dery Grovoology & Adi Prasodjo membawakan dua komposisi pop jazz dicampur iringan blues dan seperti biasanya, berscat singing.

Disamping itu ada juga Tiga Mawarnih dan Etudiant, band yang lahir dari Komunitas Jazz Kemayoran yang dilanjutkan dengan penampilan Sundance Homeband. Dan nama-nama lain yang familiar dengan dunia jazz di Indonesia, seperti Hari Toledo, Rudi Subekti, Imam hingga diakhiri dengan penampilan dari trio yang terdiri dari Inang Noorsaid, Franky Sadikin dan Agam Hamzah.

Acara yang berlangsung mulai pukul 4 hingga 9 malam dengan suasana outdoor dipinggir kolam renang dan stage ditengahnya, atau bisa disebut sebagai poolside party dengan sajian makanan dan minuman dibeberapa sisinya walau diselingi hujan. Acara tersebut cukup ramai dikunjungi kurang lebih 100 orang penonton.

Kedepan rencananya acara ini akan diadakan rutin setiap bulannya. Jadi, bagi anda yang ingin datang pada acara selanjutnya, tunggu infonya di http://wartajazz.com. Dan satu lagi, it’s free of charge. (*/Dwi Ratna/Wartajazz.com)

WartaJazz PDF Edisi 07/07

17 49

Song For You merupakan fase terbaru metamorfosis kolektif dua sahabat. Gitaris Totong Wisaksono dan keybordis Derry Iskandar memulai perjalanan panjang mereka sejak paruh awal tahun 80an disaat fenomena Light Music Contest melanda negeri.

50

WartaJazz PDF Edisi 07/07

Song For You merupakan fase terbaru metamorfosis kolektif dua sahabat.

Gitaris Totong Wisaksono dan keybordis Derry Iskandar memulai perjalanan panjang mereka sejak paruh awal tahun 80an disaat fenomena Light Music Contest melanda negeri. Canizarro adalah kendaraan keduanya mentas di berbagai ajang kontes band dan pentas musik. Banyak nama yang kemudian terdaftar masuk dan keluar dari band ini. Sebut saja misalnya di formasi awal Canizarro ada nama bassis Ilyas Muhadji, drummer Tb Hendy Pratama, dan kemudian masuk perkusionis Agus Windiarto.

Kiprah perdana mereka di industri rekaman justru bukan dengan nama Canizarro. Totong Wisaksono dan Derry Iskandar membentuk Wide Gift untuk mengawal duet Tio Pakusadewo dan Zara Zetira. Baru tahun 2002 nama Canizarro eksis menelurkan album. Album perdana ini diberi judul Untuk Selamanya. Selang setahun dirilis album kedua dengan nama Reinkarnasi. Album ini melibatkan banyak musisi yang besar era 80an dan paruh awal 90an. Sebut saja gitaris Mus Mujiono, drummer Aldy dan vokalis Trie Utami. Namun nafas Canizaro formasi reinkarnasi hanya bertahan kurang dari hitungan 2 tahun. Justru original member Totong Wisaksono dan Derry Iskandar yang terdepak keluar dari band yang mereka dirikan.

Keduanya bergerilya mencari wadah menyalurkan cetak biru konsep mereka yang tertunda di Canizarro. Satu demi satu personil baru direkrut; drummer Ria Ratna Juwita, saksofonis Dennis Junio, dan bassis Naya Havilliant adalah talenta-talenta baru yang bergabung dengan Totong dan Derry. Ketiganya adalah pemain muda yang kini baru berumur belasan tahun maksimal jelang 20an. Malah Dennis Junio kabarnya masih berusia 14 tahun. Maka genaplah kombinasi dua generasi itu dalam sebuah kelompok bernama Canzo.

Tentang hadirnya talenta-talenta muda dan kecocokan mereka bermain musik bersama, lanjut Totong Wisaksono, “… Mereka cukup talented untuk memainkan lagu-lagu yang kita (Totong & Derry, ed) punya. Saya melihat seperti tidak ada perbedaan, walaupun secara usia kita berbeda cukup jauh. Jadi kita dengan sendirinya bisa percaya diri dan menyatu. Karena mereka memainkannya juga dengan semangat yang bagus. Semangat ingin

mencoba dan mencoba terus untuk bisa. Akhirnya kita melihat ini menjadi suatu bentuk yang perlu diwujudkan dalam bentuk album. Hingga terwujudlah album Canzo dengan mereka.”

Adalah Song For You yang dipilih menjadi judul debut album Canzo. Koleksi yang ditebitkan oleh Indiejazz ini menghadirkan sembilan lagu – tujuh instrumental dan sisanya bervokal. Beberapa lagu adalah stok lama yang diangkat dari dua album Canizaro terdahulu. Ada “Karena Dia”, “Sweet Love”, “Bromo” dan “Night in Samarinda” dari rilisan pertama. Lalu “Keep Out” dari Reinkarnasi. Empat lainnya adalah komposisi yang belum pernah dipublikasikan dalam sebuah rekaman.

Apa ada perbedaan dari lagu-lagu yang pernah dirilis di dua rekaman sebelumnya? jelas ada. Mereka kini adalah Canzo. Totong Wisaksono menjelaskan bagaimana konsep kolaboratif dua generasi ini, “… saya berdua Derry selalu punya garis bahwa musik yang kita mainkan biasanya instrumental. Jadi di tiap album selalu memainkan instrumental. Karena kita akan bergabung dengan pasar musik Indonesia, maka kita harus membawakan lagu-lagu bervokal…” Jadi, inilah poin penting pembeda album Canzo dengan dua rilisan sebelumnya. Kini mereka lebih mengedepankan komposisi instrumental, baik dalam hal kuantitas maupun kualitas.

Di sisi kuantitas jelas di Song For You jumlah repertoar instrumental lebih banyak dari pada lagu bervokal. Sedang tentang kualitas, cerita Derry Iskandar bahwa ide membuat Canzo yang berawal dari pertemuanpertemuan di studio latihan ini menghasilkan suatu transfer energi dan sebagai usaha realistis supaya tidak terlalu jauh berdiri dari kekinian. Timbal balik transfer energi dua generasi inilah wujud nyata dari pembaharuan berkualitas keberadaan Canzo kini.

Coba bandingkan “Keep Out” versi Reinkarnasi dengan yang baru, pernyataan Derry bisa dibuktikan dari mood lagu itu meski alur keduanya dibuat mirip. Pada versi Canzo, tempo “Keep Out” dicepatkan dan ini membuat rhythm terasa lebih dinamis dan berenergi muda. “Bromo” masih relatif sama dengan versi di Untuk Selamanya. Lagu ini masih mengandalkan kelincahan permainan keyboard Derry yang kini ditingkahi saksofon Dennis, bukan lagi Aden bachri. Anthem Canizaro “Night in

WartaJazz PDF Edisi 07/07

17 51

Samarinda” yang ditulis Totong Wisaksono pun dire-aransemen dalam versi Canzo. Sama seperti “Keep Out”, tempo lagu ini juga dinaikkan. Pola imrovisasi komposisi ini masih sejalan dengan versi sebelumnya. Terutama pada permainan saksofon Dennis yang lebih bermain aman dan belum nakal mengambil curi-curian nada.

Dua lagu bervokal adalah interprestasi ulang judul-judul yang sama dari rekaman sebelumnya. “Karena Dia” kini dibawakan oleh Kemala Ayu yang bukan kebetulan dulunya sempat sekian lama menjadi penyanyi utama Canizaro. Pemilihan Kemala Ayu di versi reuni ini oleh Totong dijelaskan semata karena karakter Ayu cocok dengan lagu “Karena Dia”. Hasilnya memang lagu ini menjadi lebih matang dari rilisan sebelumnya. Sedang “Sweet Love” versi baru adalah lagu berteks bahasa Inggris yang dinyanyikan oleh nama penting lain dari era 80an. Adalah Jackie Bahasoean yang dipilih Totong dan Derry melengkapi instrumentasi lagu ini. Alasannya, “…mencari vokalis cowok agak sulit, terutama yang setema dengan kami.”

Maka jadilah “Sweet Love” sebuah jazzytunes untuk mengenang kejayaan suasana 80an.

Bagaimana dengan keempat lagu baru Canzo? Yang pertama adalah pembuka album berjudul “Sunday Morning”. Sebuah smooth jazz yang dimulai dengan petikan akustik gitar Totong Wisaksono dan dilanjutkan unison dengan saksofon Dennis. Porsi solo komposisi yang ditulis oleh Totong ini diisi bergantian oleh instrumen gitar dan saksofon. Baru di ending ditampilkan solo bass Naya yang dibuat fade out. Kekuatan lagu ini adalah tema yang manis dan mudah diingat sehingga pantas ditempatkan di awal album. “Over Night” hampir sebangun dengan “Sunday Morning”. Sedang “Weekend” dibuka oleh penulis lagunya, Derry yang memainkan imrprovisasi dengan keyboardnya. Dominasi sound keyboard yang sesekali unison atau bergantian dengan saksofon ini terus dimainkan sampai lagu ditutup dengan distorsi gitar elektrik. Kembali sebuah smooth jazz ala Kenny G ditampilkan di “Song For You”. Lagu yang mengedepankan permainan alto saksofon Dennis Junio ini didedikasikan penulisnya untuk bakat-bakat muda, terutama ketiga junior Canzo.

Khusus tentang Dennis, Totong berkisah, “…ada lagu saya yang mempunyai

52

WartaJazz PDF Edisi 07/07

tingkat kesulitan lumayan untuk tingkat pemula. Ternyata Dennis bisa mengikuti dengan nada yang pas dan ketukan yang benar. Artinya anak ini mempunyai potensi, tapi belum dikembangkan. Kebetulan dalam waktu berjalan itu Dennis dibimbing oleh Benny Likumahuwa. Jadi mempermudah saya untuk bisa lebih mengembangkan lagu-lagu yang kita mainkan.” Itulah opini Totong Wisaksono tentang Dennis Junio yang baru satu tahun memainkan saksofon dan tujuh tahun sebelumnya belajar biola. Sepertinya satu bakat peniup saksofon telah lahir. Ia dan grupnya, Canzo, diharapkan dapat meramaikan peta musik (jazz) Indonesia.

Harapan ini sejalan dengan tanggapan Benny Likumahuwa tentang Canzo, “…

Asyik. Asyik banget. Begitu khasnya Totong dan Derry yang saya tahu. Jadi ini bisa menambah juga repertoar dari musik kita…” Sementara itu jika diharuskan memilih mana yang bagus dan berpotensi menjadi hits pertama, jawaban gitaris Canzo adalah, “….agak sulit. Baiknya dilempar ke pasar saja.” Wah, ini adalah pernyataan aman dari seorang musisi yang sarat pangalaman bermetamorfosis di ranah musik negeri ini. (*/Roullandi N. Siregar/Wartajazz.com)

lIPuTAn jAzz, AlbuM jAzz inDOnESiA DAn MAnCAnEGARA, AGEnDA PERTunjukAn, TIKET KONSER, DEnGERIn jAZZ DI RADIO, PHOTOGRAPHY, REVIEW CD JAzz, inTERViEW, JAzz birTHDAy, jAzz linKs SEMUA TERSAJI DI WARTAJAZZ.COM

Walau kapasitas batere belakangan ini terus bertambah, namun seiring dengan makin banyaknya fitur yang ada di handphone, baterai jadi makin boros karena handphone makin rakus nyedot listrik. Akibatnya baterai sering lowbat. Kita jadi sering ngecharge untuk mengembalikan stamina baterai.

Charger VirtuV Solar Poweemr ata hari

Adalah sebuah merk handphone bernama Virtu-V yang mengeluarkan produk inovasi dan sangat bermanfaat bagi yang selalu berada di lapangan yakni charger dengan menggunakan cahaya Matahari bernama Virtu-V Solar Power Charger.

Text & Photo: Kushindarto

Memang sekarang sudah banyak berbagai macam charger, baik yang langsung ke colokan listrik atau pun melalui carkit di mobile. Namun semua itu dirasakan masih memiliki keterbatasan. Nah kalau pake solar cel tentu akan menjadi lebih asik lagi, mengingat dinegri ini cahaya matahari berlimpah ruah.

Charge handphone pak

Alat ini tentu sangat bermanfaat bagi mereka yang banyak berada dilapangan, atau di tempat yang nggak ada listrik. Jadi langsung aja arahkan alat ini kecahaya matahari, maka alat ini akan bisa ngecharge handphone anda. Cocok sekali pada saat kemping atau berada ditempat yang tak ada listrik.

Alat charger batere ini memiliki desain yang simple mirip tempat bedak yang sering dengan dimensi 12 cm x 8 cm x 1cm . berbahannya plastik, hingga bobotnya tak terlalu berat. Solar cell-nya yang berukuran 9 cm x 6 cm terdiri 2 bagian, yang dibuat berbentuk clamshell dan bisa dibuka sehingga diharapkan bisa banyak menyerap cahaya untuk menghasilkan listrik. Ada indokator lampu untuk mengecek apakah batrai yang di charge sudah full, Namun sayangnya di alat ini tak ada alat ukur arus yang akurat, jadi menjadikan alat ini kurang safe.

Dalam paketnya juga alat ini menyertakan jack charger yang compatible dengan beberapa merk hape seperti Nokia, Sony Ericsson, Samsung, dan Motorola.

Sedangkan untuk merk hape lainnya bisa dilakukan dengan bantuan kabel USB yang disertakan juga saat pembelian.

Cara kerja alat ini sederhana . Tenaga matahari di sini sebetulnya dipakai untuk mengisi dan menyimpan power ke batere yang ada di dalam alat ini. Batere yang ditanam di Solar Power Charger ini memiliki kapasitas sampai 1400 mAh. Lama waktu pengisian sekitar 6 8 jam. Itupun kalau cahaya mataharinya panas terik. Nah kalau mendung atau mataharinya redup, tentu saja bisa lebih lama. Tapi paling nggak, charger tenaga matahari ini bisa jadi alternatif buat mobilers yang sering berpetualang di tempat terbuka.

54

WartaJazz PDF Edisi 07/07

Nokia N95

Handphone multimedia yang serba guna Nokia memberi identitas pada handphonenya yang baru ini sebagai seri N95. Teknologi yang menyertainya super komlit. Kamera dengan kualitas hingga 5 MP, juga telah berjalan pada jaringan HSDPA. Hebatnya juga telah dibenamkannya teknologi GPS (Global positioning system) dengan disertai peta ratusan kota di belahan dunia termasuk Jakarta. Lewat aplikasi ini, kita akan dengan mudah mencari lokasi yang sama sekali belum pernah kita kunjungi meski berada di negara tetangga. Malu punya N95 bakal tersesat deh.

Desain sliding yang digunakan nokia kali ini cukup unik, tidak hanya bisa digeser ke atas tapi juga bisa di geser ke bawah. Atau bila posisi ponsel horisontal bisa digeser ke kiri dan kanan. Bila di geser ke kanan maka akan muncul tombol utama untuk mengendalikan fitur pemutar musik dan video.

Sedangkan bila digeser ke kiri yang muncul adalah jajaran keyboardnya.

Ukuran layarnya yang 240 x 320 piksel dengan kedalaman mencapai 16 juta warna TFT (Thin Film Transistor) menampilkan gambar yang sangat jernih khususnya saat memutar video. Gambar hasil bidikan kamera digitalnya nampak di layar sangat tajam sebagaimana aslinya.

Kamera 5 megapiksel-nya adalah yang pertama dari nokia. Kemampuannya mengambil gambar baik foto atau pun video dibilang 2 jempol. Posisi saat mengambil gambar bisa dilakukan secara landscape dengan tombol shooter di sebelah kanan atas sama seperti pake kamera digital biasa,.

Nilai lebihnya lensa yang digunakan adalah lensa carl zeiss opticts yang juga difasilitasi zoom digital hingga 20 kali.

GPS dan PETA yang ditanam di handphone ini menjadikan ponsel ini

ETALAZZE

Anda punya produk yg ingin dipromosikan ke pecinta jazz?. Atau sedang melaunching produk baru?. Hubungi Redaksi Wartajazz.com di 021-8310769 atau email info@wartajazz.net

sebagai teman dikala berpergian. Fitur GPS yang tampil lengkap dengan peta berbagai kota di belahan negara di dunia -termasuk Jakarta- akan bisa mengarahkan kita untuk menuju suatu tempat lengkap dengan petunjuk suara untuk belok ke kiri, kanan, atau pun jalan lurus.

Untuk berselancar ke dunia maya seri N95 ini. Dilengkapi dengan GPRS, EDGE, 3G (HSDPA) bisa digunakan untuk masuk ke dunia maya ini lewat jaringan operator yang kita gunakan. Nah, kalau ada hotspot, bisa memilih jalur Wi Fi untuk masuk ke situs-situs yang hendak di tuju. Apalagi kini banyak hotspot gratisan yang tersebar di beberapa hotel atau lokasi-lokasi strategis baik di dalam atau luar negeri.

Fasilitas hiburan baik musik, radio, maupun video sudah terbenam di seri ini.

Bahkan pabrikannya secara khusus menyediakan tombol navigasi untuk tiga fitur hiburan ini.

Saat posisi layar horisontal/landscape kita cukup menggeser bagian atas ponsel ke kanan. Sekali geser akan muncul tombol-tombol pengatur tersebut.

Keistimewaan fasilitas hiburan ini makin lengkap dengan tersedianya slot konektifitas stereo heandphone berukuran 3,5 mm. Slot ini juga berfungsi sebagai slot TV out put guna menghubungkan perangkat ini ke televisi. Pun slot USB akan memudahkan kita dalam memindahkan data misalkan berupa lagu kesayangan antar perangkat komputer dan ponsel.

Untuk koneksi data baik foto, video, dan lagu ke perangkat lain bisa kita lakukan dengan beberapa perangkat perantara. Koneksi nirkabel bisa dilakukan lewat bluetooth dan infrared. Sementara bila kedua fasilitas itu tidak dimiliki oleh perangkat penerima, kita bisa menggunakan kabel data berupa USB. Fasilitas ini juga sudah dimiliki seri ini.

Baterai yang digunakan seri ini bertipe BL-5F dengan tenaga lithium 950 mAh yang mampu bertahan untuk siaga hingga 220 jam. Sedangkan untuk digunakan memutar musik dan beroperasi voice/video call bisa mencapai 7 jam.

WartaJazz PDF Edisi 07/07

17 55

8 3 H h c e HThiT ho e slimmest TV P ne Text & Photo: Kushindarto

M

enunggu siaran TV melalui handphone dengan menggunakan teknologi DVB-H (Digital Video Broadcasting Handheld) yakni teknologi untuk memberikan pelayanan broadcast yang bisa nonton TV di hape tapi gak muncul muncul, maka sebagai alternative nonton TV di handphone Hi-Tech H38 saja.

Asiknya, kalau nonton TV di Hi-Tech H38 dengan TV tuner tak dipungut biaya alias gratis. Kita bisa nonton TV sepuasnya dilayar handphone, sampai baterainya habis. Bentuk, Hi-Tech H38 adalah form factor candy bar, seperti batang, namun tak seperti handphone batangan biasa. Layar yang besar yang memakan hampir 3/4 bagian bodinya. mengakibatkan keypad jadi mungil.

Gak masalah lah, bukankah hape ini diperuntukan untuk handphone TV yang memerlukan layar monitor yang lebih besar.

Keuntungan lain dari H38 memiliki display berteknologi Touch screen. Untuk memudahkan akses fitur, dibawah layarnya terdapat beberapa shortcut mulai dari video player, fitur pesan, musik, phonebook, dan tombol untuk kembali ke halaman muka.

56

WartaJazz PDF Edisi 07/07

Dari penampilan handphone ini mengandalkan kemampuan TV. Makanya dibuat standar sebagaimana layaknya perangkat TV Tuner. Agar bisa menangkap sinyal analog dari stasiun televisi, stylus difungsikan juga sebagai antena TV. Tinggal tarik aja stylusnya. maka jadi antenna deh.

iPhone tampil dengan Fitur Super Komplet

S

ukses berat dengan ipod. Kini Apple kembali mencipta peranti canggih lainnya berupa sebuah ponsel. Teknologi revolusioner dari iphone yang ditawarkan salah satunya adalah penggunaan jari untuk navigasi Iphone awal peluncurannya di Amerika. Di sana dijual sepaket dengan operator AT&T, Menurut kabar, ponsel layar sentuh ini tidak lama lagi akan masuk ke Indonesia .Konon ponsel ini akan di Bundling dengan salah satu operator GSM besar di Indonesia.

Buat yang pernah melihat tampilan Mac, seperti itulah tampilan Layar IPhone. Lebar layar dengan diagonal 3,5 inchi dan memiliki resolusi 480 x 320 pixels pada kerapatan 160 dpi (dot per inchi) membuat tampilan semua menu lebih clear. Berukuran 115 x 61 x 11.6 mm dan berat 135 gram, ponsel ini Boleh dibilang tipis dan tetap nyaman digenggam Karena memiliki fasilitas touchscreen, ponsel ini pelit akan tombol.

Boleh dibilang ini merupakan identitas lainnya dari iPhone. Cuma ada 3 tombol yang disertakan pada ponsel ini. Nah, untuk mengendalikan ponsel ini, sepenuhnya diserahkan pada layar dengan fasilitas touchscreen interaktif yang diakses lewat jari.

Menu IPhone ini sangat komplit banget seperti calendar, photos, hingga setting. Dengan sistem operasi Mac X ini. Khusus untuk menu telepon, surat elektronik, browser internet Safari, dan iPod diletakkan terpisah dan berada di layar bagian bawah untuk

ETALAZZE

Anda punya produk yg ingin dipromosikan ke pecinta jazz?. Atau sedang melaunching produk baru?. Hubungi Redaksi Wartajazz.com di 021-8310769 atau email info@wartajazz.net

memudahkan pengoperasian.

Buat berkirim SMS di ponsel ini adalah fasilitas layar sentuhnya.

Dengan user interface ala iPhone ini kita menulis SMS menggunakan keyboard virtual. Kita juga bisa dengan mudah berkirim surat via email. Ketika kita membuka menu ini, yang muncul adalah koneksi langsung ke email account populer seperti Yahoo mail, google mail, AOL, Bekal kamera 2 MP walau tak terlalu istimewa, manun untuk memotret ada sensasi tersendiri. Setelah foto hasil bidikan termuat di menu photos, maka kita bisa menikmatinya dengan menyapu jari ke kiri atau ke kanan untuk menikmati semua hasil foto.

Demikian juga dengan akses internet walau tanpa 3G dan hanya mengandalkan GPRS dan EDGE, gak jadi masalah besar,.kan masih ada fasilitas Wi Fi untuk bisa terkoneksi ke dunia maya tanpa kabel.

Fitur musik sangat jempolan. Bukan Apple kalau tak jago memberi musik istimewa. Cukup tekan menu iPod, kita bisa terhubung dengan antarmuka layaknya kita menggunakan pemutar musik iPod. Kalau mendengar musik lewat speaker-nya, suara yang terdengar memang pas-pasan. Tapi kalau pake headset, suaranya sangat sempurna bak iPod banget. Fitur multitasking-nya memberi kesempatan kita untuk melakukan berbagai aktifitas fitur-fiturnya. Sambil mendengar musik, kita juga bisa berselancar ke dunia maya tanpa mesti menonaktifkan musik playernya.

Nah secara keseluruhan kinerja iPhone sangatlah istimewa. Apalagi bila kita

WartaJazz PDF Edisi 07/07

17 57

Dari Three Decades of Jazz Goes To Campus

30 TAHUN TRADISI PESTA DAN APRESIASI INSAN KAMPUS PADA MUSIK JAZZ

Jazz Goes To Campus seadanya telah menjadi bagian penting dalam catatan perjalanan musik jazz di Indonesia. Tradisi yang genap dilaksanakan tiga dekade ini bak tongkat estafet antar angkatan di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Image telah terbentuk dan lepas dari segala kelebihan dan kekurangannya, nama JGTC telah tercatat sebagai festival terutin dan tertua yang diselenggarakan oleh lingkungan kampus di negeri ini.

Oleh : Roullandi N.Siregar/ Dwi Ratna/Wartajazz.com

58

WartaJazz PDF Edisi 07/07

Semangat dan kebanggaan ini puncaknya dirayakan bersama pada hari minggu 18 November 2007 lalu.

Pentas JGTC yang kali ini bertema “Celebration of Inspiration” disebutkan oleh ketua panitia JGTC 2007, Christa Sabathaly, adalah ingin memberikan penghargaan kepada mereka yang telah menginspirasi perkembangan jazz di Indonesia dan menopang eksistensi JGTC selama ini. Ia sebutkan juga bahwa penghargaan ini bukanlah sebagai ajang kompetisi, tapi merupakan ucapan terimakasih yang levelnya dinaikkan dalam bentuk trophy serta rasa apresiasi tertinggi dari dalam lubuk hati. Maka dari itu selain acara rutin one-day festival dan jazz exhibition berupa klinik dan kompetisi. Implementasi langsung dari perwujudan tema JGTC tadi adalah pemberian penghargaan kepada beberapa insan jazz negeri. JGTC Award yang baru pertama kali diadakan ini mencatat nama; Nial Djuliarso pada kategori Promising Jazz Musician, I Wayan Balawan (Jazz Rising Star), Benny Likumahuwa (Dedication in Jazz), Benny Mustafa (Lifetime Achievement Award), dan Chandra Darusman (Inspiration of JGTC).

Hal yang berbeda juga pada tahun ini dalam deretan pra eventnya adalah dengan mengangkat isu peduli lingkungan bertemakan “30 Going Green” yang bekerja sama dengan Glow-Alliance (sebuah gerakan

sosial untuk menyadarkan kaum muda untuk melakukan sesuatu untuk memperlambat efek pemanasan global) disponsori oleh Volkswagen Indonesia dan didukung oleh Departemen Kehutanan RI dengan membagikan 500 bibit pohon Akasia sebagai bentuk kampanye antisipasi Global Warming di Bundaran HI dan Patung Kuda, Medan Merdeka Jakarta. Juga sebanyak 1500 bibit pohon jenis penghijauan yang juga diberikan kepada Rektorat Universitas Indonesia dan Pemda Depok. Hal ini juga disinggung Gumilar Soemantri selaku rektor Universitas Indonesia dalam sambutannya mengenai festival ini di Inspiration Stage, selain kegembiraannya atas keberadaan JGTC yg sudah ke-30.

Bagi musisi apresiasi pada JGTC antara lain dapat berupa inspirasi tertulisnya sebuah lagu yang kemudian dimainkan diatas panggung. Itu yang ditampilkan oleh gitaris Donny Suhendra dan pianis N Nial Djuliarso pada masing-masing pementasannya.

Donny Suhendra yang di JGTC kali ini hadir dalam format trio bersama bassis Christian Darma dan drummer Demas Narawangsa. Di salah satu repetoar orisinilnya, Donny memainkan sebuah lagu yang diberi judul “JGTC”. Lagu ini diakui Donny dibikin pada saat main di JGTC tahun lalu dan dengan sahaja ia beri judul nama festival tersebut. Lalu ada Nial

Djuliarso yang tampil solo piano jazz. Lulusan Berklee College dan Julliard ini membuktikan ia mampu menguasai panggung Celebration (panggung terbesar di acara festival kali ini) meski hanya tampil seorang diri dengan permainan pianonya. Pianis yang mendapat pengaruh musik dari musisi jazz terkenal Red Garland, Wynton Kelly, and Oscar Peterson ini juga menulis sebuah lagu untuk JGTC yang diberi judul “Tune From JGTC”. Tepuk tangan penonton menyambut permainan Nial di lagu itu. Beberapa repertoar lain yang ia bawakan diantaranya “Dibawah Sinar Bulan Purnama”, juga ‘All I am” dengan iringan vocalnya. Selain Nial dan Donny Suhendra, apresiasi pada JGTC juga dinyatakan oleh Rieka Roslan dari atas panggung di akhir pertunjukannya, “… Kalo JGTC setiap tahun ada, saya akan terus nulis lagu…”

Kemeriahan pesta JGTC juga dimanfaatkan oleh beberapa musisi sebagai wadah untuk mempresentasikan karya baru dan menimba input dari apresiasi penontonnya. Sebut Canzo di panggung Celebration yang segera merilis album baru pasca grup ini menyingkat nama mereka. Band yang digawangi gitaris Totong dan keybordis Derry ini, mengajak musisimusisi muda seperti Dennis Junio (alto-tenor saxophone) yang baru berusia 14 tahun, Naya (Bass), Ria Juwita(Drum) tampil pada Celebration Stage dan membawakan lagu-lagu berbau fusion era 80-an yang diambil dari

album Canzo bertitel ‘Song for You’ beberapa diantaranya adalah “Have a nice day” & “Over night”. Album Canzo sedianya rilis di bulan November ini. Modus operandi ini juga dapat disimak pada penampilan beberapa grup di pangung Inspiration. Soulvibe, kelompok teluran komunitas Jl. Kamboja – Menteng – Jakarta, segera merilis album dalam dua bulan kedepan. Sister Duke yang tampil berikut malah telah menjual albumnya, “Highlight of The Day” di arena JGTC. Belum lagi ada Sol Project yang merilis ulang album perdananya agar terdistribusi lebih luas dan Rafi drummer muda dengan rekaman diproduksi oleh drummer Fourplay Harvey Mason. Panggung Inspiration juga menampilkan eks personil Sova, Andezzz yang albumnya Andezzz [Departure:people] sedang naik daun di tengah simpang-siurnya istilah cross-over jazz dan nu-jazz di negeri ini. Di panggung celebration bisa ditonton biang pengusung aliran musik baru, Sore, yang akan meluncurkan kreasi terbaru mereka – “Ports of Lima” – di akhir November ini. Di panggung besar itu juga kita dapat menemui Kulkul.

Grup fusion yang menyandingkan musiknya dengan instrumentasi etnis Bali ini menghadirkan sebagian lagu dari album perdana mereka “Welcome to Bali” , ditambah beberapa lagu lain, “Bermain” dan kover karya Guruh Soekarno Putra, “Zamrud Khatulistiwa” yang dinyanyikan oleh Paul T-Five. Album Kulkul itu dapat dibeli di arena JGTC beserta aksesioris kaus dan stiker. Rieka Roslan yang

hadir berikut juga berusaha mempopulerkan lagu-lagu dari album gresnya. Rieka yang ditemani kolektif Troubadour memainkan karyanya dari bakal album “Triangle of Life”.

Penampilan Rieka bisa disebutkan sebagai satu puncak acara JGTC hari itu. Penonton oleh Rieka berhasil diajak berdiri dan ikut berputar mengoyangkan badan mengikuti lirik persuasifnya, “… Kuberputar / Kiri kanan / Tangan di awang / Tepukkan / (Tepuk tangan bersama) / Hilang sudah / Sedih rasa / Patahkan Tumbang / Berganti / (Tepuk tangan bersama) / …” Salut Rieka dengan “pola Indonesia”-nya !

Juga kehadiran Idang Rasjidi, yang hampir tidak pernah absen dalam festival ini tiap tahunnya, dengan syndicate selalu tampil membawa bibit baru dalam dunia musik, kali ini ia membawa Shadu (Bass), Alsa (Drum), Shaku (Percusi), dan lima orang vocalis yang berasal dari Universitas Negeri Jakarta bernama Sound of Varietals. Beberapa lagu yang dibawakan diantaranya “Matras” dan “Finally I know”. Diakhir penampilannya, ia mengajak seorang vokalis wanita bernama Dissa. Disusul setelah itu Ireng Maulana & friends pada awal penampilannya bercerita utk 3th pertama sejak kelahiran JGTC, ia selalu bermain disana. Kali ini ia tampil bersama Hari Toledo (Bass), Rudi Subekti (drum), Didik SSS (Saksofon), pada lagu kedua mengajak Andien menyanyikan 3 lagu salah satunya lagu milik negeri sendiri “Tentang Aku” milik Jingga.

WartaJazz PDF Edisi 07/07

17 59

Setelah itu ia mengajak grup vocal Warna menyanyikan 3 lagu dari The New York Voices.

Apresiasi pada inspirasi sejarah JGTC diwakili dengan kembalinya Chaseiro. Reuni tidak lengkap kelompok ini, tanpa Chandra Darusman dan Rizali Indrakesuma, merupakan penampilan kelima mereka setelah berturut-turut hadir di pagelaran pertama sampai ketiga dan festival ke-26.

Kali ini Chaserio dikawal oleh drummer tetap mereka, Uce Hariyono, bassis Ade Hamzah, keybordis Ocom, dan gitaris muda Ahmad Ananda. Meski terasa antiklimaks karena panggung telah dipanaskan oleh Rieka Roslan, Chaseiro dengan simpatik berturut-turut melantunkan “Kulama Menanti”, “Dara”, “Sapa Pra Bencana”, dan “Peringai Diri.”

Nostalgia dengan Chaseiro terputus ketika Vonny Sumlang hadir dikonsep tidak membawakan lagu Chaseiro atau berkolaborasi dengan kelompok itu. Vonny malah mempromosikan lagu barunya, “Nirwana”, dan menciptakan suasana hiburan café ke atas panggung. Lepas dari dua lagu Vonny, Chaseiro kembali dengan “Mari Wong” dan menutup porsi mereka melalui hits “Pemuda”.

Kharisma lagu terakhir ini

60

WartaJazz PDF Edisi 07/07

berhasil menyelamatkan penampilan Chaseiro dan kembali mengundang tepuk tangan penonton.

Porsi Vonny Sumlang tadi mungkin akan lebih masuk di barisan penampil berikutnya.

Panitia JGTC menghadirkan tiga generasi jazz divas, terdiri dari Iga Mawarni, Andien, dan Rieka Roslan. Koloborasi Vonny Sumlang dengan ketiga penyanyi tersebut - yang notabene lebih muda dalam hal titian karir sedianya akan membuat konsep “generasi

jazz divas” menjadi lebih cantik. Setuju?

Apapun jawabnya, penampilan tiga “jazz diva” di panggung Celebration dan satusatunya artis impor hasil mix dari USA dan Vietnam, Curtis King, di panggung Inspiration menutup kemeriahan pesta malam itu. Bravo JGTC, Happy Three Decades, dan mudah-mudahan usul Benny Likumahuwa di malam penganugrahan award, “…JGTC dikembangkan lagi sayapnya dengan mengundang (pemain-pemain jazz, red) dari kampus-kampus di sekitar Asean, atau kalau bisa Asia bahkan mendunia…” dapat terlaksana. Semoga!

Untuk Anda yang melewatkan pesta ini, dapat menunggu tayangan tundanya di satu tv lokal Jakarta tanggal 16 Desember 2007.

Atau jika dapat lebih sabar, untuk pertama kalinya penyelenggara JGTC akan merilis sebuah album kompilasi live performances beberapa musisi yang tampil, termasuk band pemenang Jazz Competition. Sedianya rekaman ini baru akan edar di bulan Januari 2008 yang akan datang. Tunggu saja.

Gitarku: Hidupku, Kekasihku

S

ebuah perenungan. Itulah komentar singkatnya ketika Dewa Budjana, ditanya seputar konser tunggalnya, konser tunggal yang bertajuk “Gitarku: Hidupku, Kekasihku”, yang digelar pada hari Jumat, 7 Desember 2007, pukul 20.00 – selesai, di Gedung Kesenian Jakarta, Pasar Baru, Jakarta Pusat.

Sebuah perenungan, yang akan membawa kita flashback, bernapak tilas bersama, menikmati alunan nada cantik hasil karya Dewa Budjana selama ini.

Selain Budjana, beberapa musisi beken Indonesia juga turut bergabung, untuk membawakan hasil karya perenungan seorang Dewa Budjana. Mereka antara lain, Adi Darmawan (bass), Sandy Winarta (Drum), Irsa Destiwi (Keyboard), Jalu D. Pratidina (Kendang), Saat (suling) Tidak hanya itu saja, konser ini rencananya juga akan diisi dengan kolaborasi cantik antara Dewa Budjana dan Indra Lesmana. Siapa yang tidak kenal Indra Lesmana? Musisi yang sudah lama malang melintang dan memiliki track record panjang dan mengesankan dalam sejarah musik negeri ini. Bayangkan bila kedua maestro ini berkolaborasi, sungguh suatu momen yang sangat jarang didapatkan. It’s Showtime! ***

KONSER TUNGGAL DEWA BUDJANA DI GEDUNG KESENIAN JAKARTA

Sepanjang karirnya Budjana telah menelurkan sejumlah album solo antara lain Nusa Damai, Gitarku, Samsara dan Home. Tiga yang terakhir dirilis oleh Sony/BMG Indonesia, sedang yang pertama diproduksi oleh Chico&Ira Productions.

Selain itu ia merilis pula Trisum yang dikerjakannya bersama gitaris Tohpati dan Balawan. Bersama kelompok ini Budjana merilis dua materi yaitu CD Audio dan DVD. Semua album tersedia di WartaJazz.com Store, jika anda berminat untuk mengkoleksi album-album tersebut. So, nikmati konsernya dan koleksi albumnya!.

K

labJazz bekerjasama dengan wartajazz.com dan Himpunan Mahasiswa Arsitektur Institut Teknologi Nasional (HIM ITENAS) Bandung menyelenggarakan ARCH JAZZ 2007, sebuah pergelaran pertunjukan musik jazz kolektif di akhir tahun 2007, sekaligus untuk memperingati Dies Natalis HMA ITENAS ke XXII. Agenda kegiatan terbagi atas 3 mata acara yakni Dialog Jazz terbuka bersama Dwi Cahya Yuniman dan Imel Rosalin. Kemudian Jazz Video Screening menampilkan “Jazz” Episode 1, by Ken Burns dan selanjutnya Pertunjukan dengan menghadirkan 4 Am Quartet, David Manuhutu Trio, Yonathan Godjali Trio, Bad Boyz Blues, Étatéa, Vassagie, Karinding Collaboration Project, H-Voltage, Kapas, So-Intru-Cial, SinyoSinyo Paradise dan Jazzundee.

Acara akan digelar pada hari Sabtu, 22 Desember 2007 bertempat di Student Center, Itenas, Jl. Penghulu H. Mustopha No. 23, Bandung, mulai pukul 15.00 – 22.00.

Info lebih lanjut dapat menghubungi Klabjazz: Niman (08172388862 | 02291680396 dan Itenas: Je (085220240185) & Gilang (085720030187) *** KlabJazz mulai berjalan di awal bulan Mei 2004. Dari yang hanya sekedar obrol santai, nonton video jazz bareng (Keith Jarrett Standard Trio, Chick Corea Remembering Bud Powell, Pat Metheny Secret Story, Herbie Hancock, Billy Cobham & Ron Carter, Diana Krall Live In Paris, dll.), workshop beberapa musisi jazz Bandung (Double Double Bass bersama bassis Rudy Aru), Kelas Jazz bersama pakar jazz Nasional alm. Bpk. Sudibyo P.R., mengurai riwayat jazz dari era ragtime hingga jazzrock di bulan September 2004, diskusi Perempuan dalam Jazz bersama pianis/vokalis Imel Rosalin dan Sorot Intrumen Jazz; Biola bersama penggesek biola Ammy C. Kurniawan, hingga usaha pertunjukan musik jazz seperti JazzSphere@ArtSpace, Bandung Jazz Statement 2004, Konser Korban Tsunami dan banyak lagi lainnya.

Tumbuhnya Klab Jazz sebagai wadah bagi para pecinta musik dan musisi jazz Bandung merupakan

ARC H

ARCH JAZZ 2007 DIGELAR DI ITENAS BANDUNG

Lulusan Conservatorium Music Sydney ini lahir di Australia dari pasangan Indonesia. Pada tahun 2005, ia meninggalkan Australia rencananya hanya untuk 3 bulan main di Jazz Club Shanghai, House of Jazz and Blues.

Ternyata, kesuksesan telah membawanya melanglang buana sampai tiga tahun kemudian, masih mengadakan tour-tour di Asia. Setelah malang melintang diberbagai jazz festival seperti Sydney Darling Harbour Jazz Festival, Sydney Vaucluse Garden Festival, Sapporo City Jazz Festival. Dan club-club di Australia, Jepang, Hongkong dan Cina, kini untuk pertama kalinya, Didi Mudigdo hadir di Indonesia.

Dalam kurun waktu yang sibuk selama 10 tahun terakhir ini, ia telah bermain dengan pemusik kondang dunia, termasuk legendaris Motown Amerika, Bobby Taylor, biduan Valtinho Anastacio dari Brazil, pemusik electronica Australia TJ Eckleberg dan bintang-bintang recording Indonesia antara lain Katon Bagaskara, Yuni Shara dan Titi DJ. Kepiawaian jari jari Didi Mudigdo dipiano dan gaya vocalnya terinspirasi oleh pemain-pemain jazz yang memiliki jangkauan penghayatan yang mendalam dan kemampuan menguasai alat musik yang tinggi seperti pianis Blossom Dearie dan trumpetis Chet Baker. Dia juga pengagum pemain piano jazz era 1950-an seperti Red Garland, Bill Evans dan Wynton Kelly.

Perpaduan antara musik lama dan baru, original dan klassik jazz adalah bagian dari perbendaharan music Didi Mudigdo yang kaya dan beragam.

Didi Mudigdo akan hadir di Nine Muses Club jalan Wijaya 1 no 25 Kebayoran Baru mulai tanggal 11 Desember sampai tanggal 10 January setiap hari Selasa dan Kamis pada jam 20.30, didampingi oleh pemain double bass Michael Marcus.

PIANIS SEKALIGUS VOKALIS DIDI MUDIGDO HADIR DI NINE MUSES JAKARTA

Pendatang baru yang bercerita tentang hari-harinya

DARI LAUNCHING WITSQA ALBUM HARI-HARIKU

R

anah musik populer di industri musik negeri ini banyak menyediakan pintu untuk dimasuki.

Bagi pendatang baru, teknik bernyanyi dan kematangan personal ternyata bukan satu-satunya modal untuk masuk ke dalamnya. Untuk sekedar lewat di pintu seringkali justru faktor non teknis yang lebih berperan, seperti dukungan internal, interaksi pada sentra produksi musik populer dan kemampuan finansial. Contohnya, totalisasi dukungan orang tua kepada anaknya yang dianggap memiliki bakat dan keinginan bernyanyi akan menjadi jembatan tol yang mulus untuk meraih impian.

Apalagi jika mereka didukung kedekatan pada perusahaan rekaman dan kepemilikan faktor finasial yang memadai. Namun untuk dapat langgeng, si calon penyanyi kembali menemui berbagai uji yang tujuan akhirnya mengasah teknik seni suara dan kematangan pribadinya. Siapa lulus akan bertahan dan yang tidak akan terpental dilupakan orang.

A

dalah Witsqa, nama cantik dari Addina Witsqantidewi, gadis usia 11 tahun yang mendapat kesempatan melewati pintu tersebut. Bakat seni suaranya merupakan potensi yang terasah melalui lembaga pendidikan musik. Jika Witsqa bernyanyi disebutkan terdengar bening, artikulasi jelas dan kesannya dia bernyanyi dengan yakin dan sepenuh hati. Kebolehan olah suara itu diikuti dengan penguasaan instrumen pada tahap dini dimana Witsqa sedang memperdalam keterampilannya memainkan piano dan saksofon. Faktor berikut adalah dukungan orangtua yang dengan segala kemampuan dan ketahuannya berhasil mengarahkan Witsqa menjadi sosok penyanyi jelang remaja dengan sebuah rilisan album.

Hari-hariku adalah album pertama Witsqa. Rekaman ini juga merupakan produk pertama dari sebuah label yang baru berdiri. Adalah Blast Record Indonesia yang menjadi perantara bakat Witsqa, ramuan musik para produser dan konsumen musik negeri ini. Produser musik yang dipercaya memandu pengalaman pertama Witsqa adalah duet dua Harry; yang satu Harry Toledo yang dikenal sebagai bassis jazz berbadan subur. Satunya lagi Harry Budiman yang kondang sebagai produser musik pop “bertangan dingin”. Witsqa juga dikawal oleh pembimbing olah vokalnya sedari empat tahun yang lalu, Irven, serta ada Denny Djatmika dan Nannoo Stingky.

Hasilnya adalah album yang dikemas sejalan kemampuan vokal Witsqa dan selera bermusik masing-masing produser. Tema lagu didekatkan pada keseharian Witsqa.

Seperti “Hanya Untukmu” mereferensikan rasa cinta untuk orang tua. Juga hubungan dengan adik pada “Widzi Adikku”. Lalu ada “Teman Terbaikku”, “Sahabatku”, dan “Hari ini Ulang Tahunmu” yang mengingatkan pada arti persahabatan. Sisanya adalah beberapa lagu bertema cinta sepasang kekasih. Tema ini sepertinya tidak relevan dengan usia Witsqa saat ini. Coba saja simak

“Mungkinkah Aku” yang bernuansa latin, track pembuka “Kau Jadi Temanku”, dan “Lagi Lagi Dia” yang dicalonkan menjadi hits kedua. Pembentukan image Witsqa, terutama dalam memilih kostum perlu lebih diperhatikan. Pilihan-pilihan kostum di sesi pemotretan sampul CD dan di dua video klip albumnya lebih sesuai dengan usia Witsqa dibanding yang ia gunakan di acara launchingnya.

Kematangan vokal Witsqa dijelaskan oleh Harry Toledo, “… Witsqa anak yang luar biasa. Karena selama saya jadi produser musik, saya belum pernah mendapatkan vokal yang sebaik ini, rangenya yang sebaik ini, untuk umur segitu. Lihat umurnya.

(Di umur yang baru 11 tahun) range vokalnya sudah matang…dan lagi Witsqa ini kalo kita main musik-musik seperti ini, dia bilang dia suka musik jazz. Jadi waktu saya bikin musik yang seperti ini, waktu itu buat uji coba kira-kira bisa gak, karena perlu teknik vokal yang tinggi. Tapi ternyata dia mampu”.

Lagu hits pertama “Widzi Adikku” yang ditulis Harry Toledo menjadi wakil pernyataannya. Sekilas Anda tidak akan menduga bahwa penyanyinya adalah anak berusia 11 tahun. Untung tema lagu yang diformat khas gaya bermusik Harry Toledo ini bertutur seusia umur Witsqa.

Harry Budiman juga menambahkan bagaimana kelebihan olah vokal penggemar grup Equate ini, “… kekuatan (Witsqa) yang pertama adalah sense, rasa. Kalo selera, pasti terpengaruh oleh orang tuanya. Dia didukung oleh selera musik yang baik. Tapi kalo dari Witsqa secara pribadi, dia mempunyai kepekaan terhadap nada, terhadap nuansa, yang membantu Witsqa memahami lagu-lagu baru.”

Kemampuan olah vokal Witsqa yang sebenarnya justru terlihat saat ia menyanyikan dua lagu cover Alicia Keys. Witsqa bernyanyi sembari memainkan keyboard. Ia terdengar bernyanyi lebih dalam dan dari hati dibanding saat membawakan lagu dari albumnya sendiri. Soulnya lebih dapat. Sayang format seperti itu tidak ada di dalam album Witsqa kali ini.

Penyanyi Andien yang hadir di launching yang dilaksanakan Rabu 28 November 2007 lalu di Spazio Pondok Indah Mall II, Jakarta menyatakan kekagumannya pada Witsqa, “… Amazing, aku seneng banget sebenernya. Ada orang-orang seperti Witsqa, juga seperti orang tuanya Witsqa yang tau banget anaknya memang mempunyai potensi lebih dan memang harus disalurkan pada kegiatan-kegiatan positif. Dan kebetulan aku juga melihat Witsqa memiliki potensi yang lebih sekali di bidang ini. Dan sejauh ini aku melihatnya di depan seperti berkaca pada aku beberapa tahun yang lalu …”

Begitulah awal perjalanan yang akan ditempuh Witsqa. Masih panjang dan akan menemui lebih banyak ujian. Untuk Witsqa, Harry Toledo menjanjikan , “Yang pasti berubah itu usia. Range vokal pasti berubah. Kalo warna vokal saya lihat akan berubah, tapi akan lebih lama sedikit karena timbrenya yang tebal. Jadi pada saat remaja nanti Witsqa ini akan jauh lebih matang lagi vokalnya. Untuk beberapa album ke depan saya optimis Witsqa akan lebih banyak berpartisipasi dalam industri musik Indonesia.” Karena itu, ingat-ingatlah Witsqa pada pesan Harry Budiman, “Apapun proses pergaulan atau sosialisasi gak ngaruh. yang penting belajar terus aja.

Eksplorasi terus aja. Jangan berhenti. Jangan cepat merasa puas.” Ya, Witsqa, perdengarkanlah cerita hari-hari-mu pada kami. (*/Roullandi N. Siregar/Wartajazz.com)

JakJazz Fest 08 gambar-gambar ini diabadikan dari kegiatan jak jazz festival 2007 menggunakan nikon d80,d200, d50, d70s lensa 18-35mm, 80-200mm, 20mm oleh agus setiawan basuni, ajie wartono, kushindarto dan imam

Wayan balawan

HARRY TOLEDO Photo: Kushindarto/Wartajazz.com

Bali Lounge

Bali Lounge Photo: Agus Setiawan B/Wartajazz.com

Bazz attack Photo: Agus Setiawan B/Wartajazz.com

Dainius Pulauskas Group Photo: Ajie Wartono/Wartajazz.com

Bill Sharpe Don Grusin Tetsuo sakurai Photo: Kushindarto/Wartajazz.com

Indra lesmana Photo: Kushindarto/Wartajazz.com

Kulkul band Photo: Kushindarto/Wartajazz.com

MONDAY MICHIRU ALEX SIPIAGIN

Photo: Kushindarto/Wartajazz.com

Sherly O

Photo: Kushindarto/Wartajazz.com

Spyrogyra

Photo: Kushindarto/Wartajazz.com

Spyrogyra

Photo: Kushindarto/Wartajazz.com

Spyrogyra

Photo: Kushindarto/Wartajazz.com

Syaharani

Photo: Imam Wahyudi/Wartajazz.com

RIEKA ROSLAN

Photo: Imam Wahyudi/Wartajazz.com

Jakarta CLASSIC NEWS AND JAZZ (CNJ RADIO) 99.9 FM - Jakarta 24hours full jazz & classic COSMOPOLITAN FM 90.4 Mhz - Jakarta "JAZZ ON MY MIND" setiap Senin Pkl. 20.00 - 22.00 WIB Bersama Otti Jamalus dan Yance Manusama TRIJAYA 104.6 FM - Jakarta Jammin' on Jazz - Setiap Minggu 19.00 - 21.00 WIB RADIO DELTA 99.1 FM - Jakarta JAK 101 FM - Jakarta One Acid Jazz Hours - Setiap Selasa Pkl. 21.00 - 23.00 WIB One Jazz Hour - Setiap Minggu Pkl. 13.00 - 15.00 WIB RRI PRO 2 105.1 FM - Jakarta HARD ROCK 87.6 FM - Jakarta Setiap Sabtu malam mulai 21.00 - 22.00 WIB EL SHINTA 90.05 FM - Jakarta RAMAKO 105.8 FM - Jakarta Jazzy on Magic - Setiap Hari Sabtu - pkl. 06.00 s/d 24.00 wib RADIO OTOMOTION 97.5FM - Jakarta Jazz Corner Setiap Rabu 21.00-24.00 RADIO A 96.7 FM - Jakarta Jazz Island - Setiap Minggu Pkl. 21.00-22.00 WIB Woman Radio 94.3 FM - Jakarta

// WartaJazz PDF

Jawa Barat & Banten 88,2 FM Hot Radio - Serang Pro 3 107.5 FM Bogor Journey To Jazz" bersama Idang Rasjidi KLCBS 100.4 FM - Bandung Sepanjang hari - Senin sampai Minggu WALAGRI 93.3 FM - Bandung Jazz Talks On Air Setiap Minggu pukul 20.00-22.00 WIB MARA GHITA 106,7 FM - Bandung Cafe Mara Setiap Minggu pukul 22.00-24.00 WIB SKY 90.5 FM - Bandung Jazz Lounge setiap hari Senin pukul 21.00-23.00.

RASE 102.3 FM - Bandung Cooling down with easy listening jazz.. - Setiap hari Rabu 18.00 - 20.00 WIB BUZZ Radio 89.7 FM - Bandung Jazz Buzzing Thru...

Setiap Sabtu 22.00 - 24.00 WI HER Radio 88.9 FM - Bandung Setiap hari Senin-Jumat 06.00-10.00, 16.00-17.00, 18.00-20.00 WIB Setiap Senin-Minggu 13.00 -14.00 WIB HardRock FM - 87.7 Mhz - Bandung TRIJAYA 91.3 FM - Bandung Jammin' on Jazz - Setiap Minggu 19.00 - 21.00 WIB OZ 103 FM - Bandung Jazzyozzie MGTFM 101.25 - Bandung Jazz Hour Mix - Setiap Minggu 18.00 - 20.00 WIB AR 92.9 FM - Cimahi Just 4 Jazz Setiap Jumat Pukul 22.00 - 24.00 WIB KC-10 87,90 FM - Indramayu Just 4 Jazz Setiap Jumat Pukul 22.00 - 24.00 WIB DBFM 91.1 - Cirebon Setiap hari Kamis - pukul 19.00 - 22.00 WIB

Program Jazz di Radio di Indonesia Dikompilasi oleh Team WartaJazz Sumatera

Jawa Tengah & Yogyakarta

Prima 104,4 FM - Banda Aceh Yuppies Station Setiap Hari mulai pukul 12.00 - 14.00 wib Nikoya FM 106FM - Banda Aceh Setiap hari Minggu 12.00 - 14.00 wib

Classy FM - Padang

PAS FM - Pekanbaru

Smart FM - Pekanbaru

Aditya FM - Pekanbaru

City Radio 95.9 FM - Medan Jamz on Night - Setiap Senin 19.00-20.00 WIB Delta 105.8 FM - Medan Setiap hari Senin pukul 21.00-22.00 WIB

Prapanca 95.1 FM - Medan

Sonya 106.6 FM - Medan Trijaya FM Pekanbaru Setiap minggu pukul 19.00 - 21.00 wib

Radio Satya Bhakti Polda 88.4 FM - Medan Acara "Halimun" -Setiap Kamis Malam jam 21:00-24:00 HANG 106.0 FM - Batam

DP 101.1 FM - Palembang Setiap Selasa, Rabu dan Jumat Jam 20.00 - 21.00

SMART 101.8 FM - Palembang

ARDIA FM Yogyakarta Full jazz setiap hari. Supported 100% by WartaJazz.com

SWA 92.3 FM - Yogyakarta "PROGRESSIVE WITH SWA" Setiap Minggu ke 1 & 3, mulai pukul 21.00 - 23.00 GERONIMO 106.1 FM - Yogyakarta Tiap Rabu Malam Pkl 20.00 - 21.00 WIB

RASIALIMA FM - 89.7 Mhz - Yogyakarta Jazz Box setiap Kamis malam Pkl. 21.00 - 22.00 WIB

SWARAGAMA 101.7 FM - Yogyakarta Channel 5 FM - 94.6 Mhz- Yogyakarta Tiap Senin malam Jam 21.00 - 23.00 UNISI FM - Yogyakarta PRO3 103 FM - Yogyakarta Jazzy Tunes Setiap Rabu 20.45 - 22.00 WIB

TRIJAYA 97.0 FM - Yogyakarta Jammin' on Jazz - Setiap Minggu 19.00 - 21.00 WIB

Trax 88.7 FM - Yogyakarta

SAS FM - Solo SOLO

Radio 92.9 FM - Solo Setiap Jumat 21.00 - 22.00 WIB Jamz on Night Court with WartaJazz.com

TRIJAYA FM Semarang SS Smooth Jazz 105.2 FM, Semarang Rescue Me (Senin - Sabtu 10.00 - 12.00 Jazz For You (Mon - Sat 18.00 - 20.00) Khusus Acid Jazz setiap sabtu di Jazz For You mulai jam 19.00 sd 20.00

BSP 103,7 FM, Pekalongan 1. THE HISTORY OF JAZZ - setiap hari jam 08.00 ; 13.00 ; 22.00 2. MUSIKALITAS - setiap hari minggu jam 22.00-24.00

Mitra 104.9 FM Purwokerto

// WartaJazz PDF

Jawa Timur

Kalimantan

Suara Surabaya 100 FM, Surabaya SCFM 104.75 FM - Surabaya Jammin' on Jazz - Setiap Minggu 18.30 - 21.00 WIB HardRock FM - 87.7 FM - Surabaya Tiap Minggu malam Pkl. 21.00 - 22.00 WIB Star 105.5 FM - Surabaya Setiap Senin hingga Kamis Pukul 13.00 - 15.000 WIB Setiap Kamis 19.00 - 21.00 WIB JJFM 105,10 FM - Surabaya Jazz Night setiap Jumat jam 21.00 - 23.00 .

Kencana 98.6 FM - Malang Jazzi (Jazz Indonesia) setiap hari Minggu jam 21.00 - 22.00.

KOSMONITA 95.4 FM - Malang "KOSMO CORNER" setiap Sabtu sore Pkl. 16.00 - 18.00 WIB PRO3 FM - Malang MAS 104.5 FM - Malang Jazzy Corner Setiap Sabtu, 12.00~14.00 WIB 101.3 MFM it's my life - Malang WIJAYA KUSUMA FM - MADIUNS

PRO2 FM - 97,6 FM Samarinda Tiap Minggu malam Pkl. 21.00 - 23.00 wita DINO 90.9 FM Samarinda Jazz on Air Setiap Jum'at 21.00 - 24.00 Wita HEARTLINE 98.8 FM - Samarinda MAHAKAM 101.1 FM - Samarinda Radio BORNeo 96 FM - Samarinda Setiap Senin 21.00 - 23.00 wita NBI Rasisonia 103.1 FM - Bontang BISI Balikpapan Phalma 94.6 FM - Balikpapan Tasty Jazz Setiap jumat mulai pukul 14.00 - 15.00 wita 97,00 FM Balikpapan Evella Rasisonia 96.7 FM - Palangkaraya Setiap Senin 19.00 - 21.00: Kupasan Album (New Release) Setiap Selasa 19.00 - 21.00 Indonesian Jazz & Rilex Setiap Kamis 21.00 - 23.00 Live Music Community Palangkaraya Volare 103,4 FM - Pontianak In the Mood of Jazz - Setiap Selasa pukul 21.00-23.00.

Vista 92.4 FM Pontianak Radio Martapura 107.1 FM, Martapura Jazz on Weekend - Setiap Sabtu 11.00 - 12.00 Ashbone 96.8 FM Banjarmasin Jazz Corner ; Senin s/d Jum'at jam 15.00 - 18.00 Wita.

Free Jazz ; Kamis jam 20.00 - 23.00 Wita.

Sunday Jazz ; Minggu jam 16.00 - 18.00 Wita.

Jazz on the Weekend ; Sabtu jam 12.00 - 14.00 Wita.

AshBone Jazz Chart ; Sabtu jam 14.00 - 15.00 Wita.

// WartaJazz PDF

Bali & Lombok HardRock FM - 87.8 Mhz - Denpasar Super Radio 102.3 FM - Denpasar Setiap hari Sabtu pukul 14.00 - 18.00 WITA Kuta Radio 106 FM, Denpasar Setiap Kamis pagi jam 01:00 - 04:00 WITA FBI 91.8 FM - Denpasar Setiap Senin-Minggu pukul 20.00 - 22.00 wita.

LCBS 96.00 FM - Lombok Setiap Rabu pukul 18:00 – 19:00 WITA

Sulawesi MERCURIUS Top FM - Makassar DELTA 99.2 FM - Makassar deltaJAZZ Setiap Senin mulai pukul Pkl. 20:00 – 21:00 Wita.

Papua Mercury CBS 102.3 FM - Biak, Papua

Radio anda memutar jazz?

Jika radio anda memiliki program jazz dan belum tercantum dalam daftar ini, silakan menghubungi kami di info@wartajazz.net Sertakan informasi gelombang siar anda, nama program, dan diudarakan setiap hari apa dan waktunya.

Acara sewaktu-waktu dapat berubah

Untuk Radio yang tertarik bekerjasama pengelolaan program bersama team WartaJazz Radio Network Productions, silakan menghubungi kami di 021-8310769 atau 0274-512561

BEBEN JAZZ “ SATU, YANG PASTI” Adalah seorang gitaris dan vokalis yang Spartan berjuang menemukan jati dirinya. Keluar dari jabatan eksekutif sebuah bank demi musik Jazz.

Hasilnya, selain enjoy bermusik, Beben yang juga mendirikan Komunitas Jazz Kemayoran ini sekarang kondang. Dan Beben menerbitkan Free magz, beroplah 15 ribu, SOUND UP yang khusus menyoroti berbagai jenis musik. Dan, kabar terakhir Beben Jazz (mari kita undang dia begitu ...) menjadi Dosen Musik di sebuah perguruan bergengsi di kawasan Karawaci.

GABY SUANO “ BELIEVE (CINTA ABADI) ” Sedangkan Gaby, kami temukan ketika masih memperkuat formasi kelompok bernama Campus Worship. Timbre vocalnya, menggetarkan. Jika rekan MD ingat vokalis kelompok new wave Inggris Yazoo, vokalisnya Alisson Moyet nah, timbre vokal Gaby mengarah ke sana. Penggemar Mrs. Moyet-kah, Gaby? “Waduh, denger namanya juga baru sekarang, hehehe ... “ujarnya polos. Iya, Yazoo kan populer-nya di awal 80-an. Belum lahirlah dia ! Nah, secara penyanyi, Gaby ternyata seorang hyphenate ! Julukan bagi seorang penyanyi yang bisa menuliskan lagu-lagunya sendiri !

INDONESIAN JAZZY VOCAL TOO Produksi TARGET POP / PRO-SOUND

compiled by WartaJazz.com

Call to WartaJazz.com (021) 8310769 to order this album!

Artis: Peppi Kamadhatu Judul: Peppi Kamadhatu Harga : IDR

Artis: Peppi Kamadhatu Judul: Suddenly Harga : IDR

Artis: Peppi Kamadhatu Judul: You Don't Know Me Harga : IDR

Artis: Andien Judul: Kinanti Harga : IDR 45.000

Artis: Aksan - Joe - Masako - Peter Judul: Version Two Harga: IDR 100.000

Artis: Aksan - Joe - Masako - Peter Judul: Peaceful Journey Harga: IDR 70.000

Artis: Andien Judul: Gemintang Harga: IDR 45.000

Artis: Krisna Balagita Judul: Sign of Eight Harga : IDR 60.000

Artis: Syaharani Judul: Buat Kamu Harga: IDR 60.000

Artis: Syaharani Judul: Magma Harga : IDR 60.000

Artis: Zefa & Uncles Judul: Zefa & Uncles Harga: IDR 55.000

Artis: Zefanya Putra Judul: Zefanya Putra Harga: IDR 55.000

Call to WartaJazz.com (021) 8310769 to order this album!

Artis: Various Artists Judul: Indonesian Jazzy Vocal Too Harga : IDR 100.000

Artis: Various Artists Judul: Indonesian Jazzy Vocal Harga : IDR 100.000

Artis: Indra Lesmana Judul: Reborn Harga : IDR 70.000

Artis: Indra Lesmana Judul: Silver Harga : IDR 70.000

Artis: Various Artists Judul: Bali Lounge 2 Harga: IDR 52.000

Artis: Various Artists Judul: Bali Lounge Harga: IDR 90.000

Artis: Nial Djuliarso Judul: Live at the Juilliard Harga : IDR 52.000

Artis: Nial Djuliarso Judul: New Day, New Hope Harga : IDR 52.000

Artis: Primavera feat Ermy Kullit Judul: The Beginning Harga: IDR 50.000

Artis: Nera Judul: Nera Harga: IDR 80.000

Artis: Various Judul: Everybody Loves Irene Harga: IDR 50.000

Artis: Rhyo-J Judul: Rhytm of Jakarta Harga : IDR 50.000

Call to WartaJazz.com (021) 8310769 to order this album!

Artis: Tohpati Judul: Tohpati Harga : IDR 60.000

Artis: Tohpati Judul: Serampang Samba Harga : IDR 60.000

Artis: Tohpati Judul: It’s Time Harga : IDR 60.000

Artis: Various Artist Judul: Jazz Masa Kini Harga: IDR 40.000

Artis: Balawan Judul: gloBALIsm Harga : IDR 70.000

Artis: Balawan Judul: Balawan Harga: IDR 135.000

Artis: Balawan Judul: Magic Fingers Harga: IDR 45.000

Artis: Dian Pramana Poetra Judul: Terbaik Terbaik Harga: IDR 50.000

Artis: Tompi Judul: T Harga: IDR 52.000

Artis: Tompi Judul: Soulful Ramadhan Harga: IDR 50.000

Artis: Tompi Judul: Playful Harga : IDR 60.000

Artis: Tompi Judul: My Happy Life Harga : IDR 60.000

Call to WartaJazz.com (021) 8310769 to order this album!

LD O S

T U O

Artis: Various Artists Judul: Sound of Belief Harga : IDR 90.000

S

Artis: Various Artists Judul: Sound of Belief (Repackage) Harga : IDR 40.000

Artis: Soegeng Sarjadi Judul: Talking to you Harga : IDR 70.000

LD O S

LD O

U O

T

Artis: Soegeng Sarjadi Judul: Its Me Harga: IDR 90.000

T U O

Artis: Sujiwo Tejo Judul: Syair Dunia Maya Harga : IDR 45.000

Artis: Podjama-Saraswati Judul:Podjama-Saraswati Harga : IDR 100.000

Artis: Pata Masters/Kua Etnika Judul: Pata Java Harga: IDR 100.000

Artis: Canizzaro Judul: Untuk Selamanya Harga: IDR 25.000

Artis: co-P Judul: Blue Lines Harga: IDR 45.000

Artis: Yuri Mahatma Judul: If I were a Magician Harga: IDR 70.000

Artis: Koko Harsoe Judul: Mainan Harga : IDR 60.000

Artis: Koko Harsoe Judul: Morning Dance Harga : IDR 60.000

Call to WartaJazz.com (021) 8310769 to order this album!

Artis: Dewa Budjana Judul: Nusa Damai Harga : IDR 70.000

Artis: Dewa Budjana Judul: Gitarku Harga : IDR 45.000

Artis: Dewa Budjana Judul: Samsara Harga : IDR 45.000

Artis: Dewa Budjana Judul: Home Harga : IDR 45.000

Artis: Oele Pattiselanno Judul: Plays Standard Harga: IDR 50.000

Artis: Idang Rasjidi Judul: Live at four season Harga : IDR 90.000

Artis: Riza Arshad Judul: Trioscapes Harga: IDR 20.000

Artis: Riza Arshad/Oele Pattiselanno Judul: Talks Harga: IDR 70.000

Artis: simakDialog Judul: Baur Harga: IDR 70.000

Artis: simakDialog Judul: Baur Harga: IDR 70.000

Artis: simakDialog Judul: Patahan Harga : IDR 45.000

LD O S

T U O

Artis: simakDialog Judul: Lukisan

Call to WartaJazz.com (021) 8310769 to order this album!

S

LD O

T U O

LD O S

T U O S

LD O

T U O

LD O S

T U O

Artis: Various Artists Judul: Jazzy Christmas Harga : IDR 70.000

Artis: Various Artists Judul: Jazzy Bass Harga : IDR 35.000

Artis: Various Artists Judul: Jazzy Duet Harga : IDR 70.000

Artis: Various Artists Judul: Jazzy Sax Harga : IDR 70.000

Artis: Krakatau Judul: Mystical Mist Harga: IDR 60.000

Artis: Krakatau Judul: Magical Match Harga: IDR 60.000

Artis: Krakatau Judul: 2 Worlds Harga: IDR 60.000

Artis: Krakatau Judul: Rhythms of Reformation Harga: IDR 60.000

S

Artis: Devian Judul: Spring Time Harga: IDR 90.000

Artis: Devian Judul: Spring Time Harga: IDR 90.000

LD O

T U O

Artis: Tony Scott & The Indonesian all stars Judul: Djanger Bali Harga: USD 1.000

Artis: Ecoutez Judul: Ecoutez Harga : IDR 35.000

Call to WartaJazz.com (021) 8310769 to order this album!

Artis: Ireng Maulana All Stars Judul: Sweet Jazzy Harga : IDR 100.000

Artis: Ireng Maulana All Stars Judul: Ireng Maulana All Stars Harga : IDR 100.000

Artis: Maurice Rugebregt Judul: Sioh Maluku Harga: IDR

Artis: Kemala Ayu Judul: Emotions Harga: IDR 100.000

Artis: Ermy Kullit Judul: Golden Hits (VCD) Harga: IDR 50.000

Artis: Ermy Kullit Judul: Private Collection Harga: IDR 50.000

Artis: Ermy Kullit Judul: Private Collection 2 Harga: IDR 50.000

Artis: Ermy Kullit Judul: Untuk Mu Harga: IDR 100.000

Artis: Margie Segers Judul: Lady of Jazz Harga: IDR 100.000

Artis: Ubiet Judul: Music for Solo Performer Harga: IDR 50.000

Artis: Kande Judul: Meukondroe Harga : IDR 50.000

S

LD O

T U O

Artis: Margie Segers Judul: Life Harga: IDR 90.000

Call to WartaJazz.com (021) 8310769 to order this album!

Artis: Gadiz V and Bass G Judul: Exotic Saxes Harga : IDR 35.000

Artis: Gadiz V and Bass G Judul: Sax Chemistry Harga : IDR 40.000

Artis: Various Artists Judul: Sepanjang Jalan Kenangan Harga : IDR

Artis: Irsan AS Judul: Sky is Everywhere Harga : IDR 80.000

Artis: Benny Likumahua & Friends Judul: Jazz Masters Harga: –

Artis: Syaharani Judul: Wonderful World Harga: IDR60.000

Artis: Olive Judul: You Harga: IDR 80.000

Artis: Olive Judul: Fantasy Harga: IDR 80.000

Artis: Syaharani Judul: Buat Kamu Harga: IDR 50.000

Artis: Syaharani Judul: Magma Harga : IDR

Artis: Syaharani Judul: Love Harga: –

Artis: Syaharani Judul: Syaharani Harga: –

Call to WartaJazz.com (021) 8310769 to order this album!

Artis: Andrini Judul: Waiting for Tomorrow Harga : IDR 45.000

Artis: Barry Likumahua Judul: Goodspel Harga : IDR 35.000

Artis: Various Artis Judul: Jazz for Romantic Moments Harga: IDR 50.000

Artis: VIVO Judul: Lounge of Love Harga: IDR 50.000