WartaJazz PDF Edition 05

free Edisi PDF - Nomor 005 Tahun 2007

SAJIAN KHUSUS

Mosaic Music Festival

chick corea, gary burton, jaga jazzist & treaty bridges

+

Tompi, Margie Segers, Didi Chia, Komunitas Jazz Chics, Sara Gazarek, Hitam Putih World Music Festival

Edisi PDF No. 04 tahun 2007

Cover photo: Crystal Silence Duet Reunion Chick Corea & Gary Burton at Mosaic Music Festival 2007 taken by Kushindarto with Nikon D70

23

Sajian Khusus

Mosaic Music Festival 2007 Chick Corea/Gary Burton live at Esplanade Jaga Jazzist (Menikmati Musik tanpa Kategori) Treaty Bridges (Cuban, UK, Japan)

Resensi Album

16

Jeft Kashiwa (Play) page 26 Miles Davis (Evolution of the Groove) page 27 Jaga Jazzist (The Stix) page 10 Chick Corea - Gary Burton in concert, Zurich Oct 28

06

New Release Jeff Lorber, Spyrogyra, David Murray, Accoustic Alchemy, Donny McCaslin

Dari Redaksi WartaJazz Team: Agus Setiawan Basuni, Ajie Wartono, Ceto Mundiarso, Kushindarto, Dwi Ratna, Roullandi N. Siregar, Arif Kusbandono Jika anda tertarik untuk bekerjasama, silakan hubungi kami di 021-8310769 atau 0274-512561 atau email info@wartajazz.net Wartajazz Edisi PDF diedarkan secara gratis via situs WartaJazz.com/pdf/ atau anda dapat pula meminta staf kami mengirimkan ke email anda.

Jika anda memiliki Saran, Komentar, Kritik jangan sungkan-sungkan untuk mengirimkannya pada kami. Komentar atau Saran yang terpilih akan mendapatkan bingkisan dari WartaJazz.com Terima kasih dan Salam dari Redaksi!

G 03 Daftar Isi 43 News

07Jazz Magazine 04 Jazz Merchandise

Konser untuk Margie Segers / World Peace Project & Dwiki Dharmawan konser di China / Rekomendasi dari Gala perdana Miss Kadaluwarsa / Improvisasi Tompi pd Ultah Jakarta / Pentas Musikal EKI

46 Klik Jazz Website Jazz Indonesia 48 Katalog Ingin melengkapi koleksi ruang

59Gadget

dengar anda dengan musik jazz dari negeri sendiri?. Pastikan anda mengecek halaman ini. Dilengkapi release terbaru Jazz Indonesia.

61

Program Jazz di Radio di Indonesia

50 Gallery Photo Chick Corea / Gary Burton,

Jaga Jazzist, Treaty Bridges, Zefa Mosaic Music Festival

EDISI MENDATANG

Alamat Redaksi WartaJazz Tebet Utara III D No. 11 Jakarta Munggur 50 Yogyakarta

Liputan khas Wartajazz PDF dengan photo gallery, resensi album dan liputan seputar jazz yang menarik lainnya.

WartaJazz PDF Edisi 06

JazzMerchandise IDR 15.000

IDR 10.000

IDR 50.000 Size Available: XS, S, M, L

IDR 50.000 Size Available: XS, S, M, L

NEW RELEASE

Jazz Magazine Jika anda tak ingin tertinggal berita-berita jazz mancanegara, tak salah jika mencoba majalahmajalah jazz berbahasa inggris ini.

Beberapa diantara majalah ini tersedia di toko-toko buku lokal. Hanya memang tidak selalu tersedia setiap edisi. Tapi tak ada salahnya mencoba QB World, Aksara Kemang atau Gramedia.

Happy hunting!

www.downbeat.com www.jazziz.com www.jazztimes.com www.jazzwise.com

Sajian Khusus Mosaic Music Festival 2007 Chick Corea/Gary Burton live at Esplanade Jaga Jazzist (Menikmati Musik tanpa Kategori) Treaty Bridges (Cuban, UK, Japan)

JAGA JAZZIST Oleh Agus Setiawan Basuni

// WartaJazz PDF

Catatan Dari Mosaic Music Festival 2007

MENIKMATI MUSIK TANPA KATEGORI

A

pa yang anda bayangkan jika menyaksikan sebuah panggung dipenuhi dengan sederetan alat musik dan 10 orang anak-anak muda berdiri disana menguasai semua instrument tersebut dan menampilkan karya yang kompleks. Meracik musik yang tak lagi terkungkung pada sebuah kategori.

Sebutlah Experimental-Jazz-AmbientElektronika-Shoegazer-Progressive Rock dengan senjata mulai trumpet, flute, trombone, bass, tuba, bass clarinet, vibraphone, drums, perkusi, gitar elektrik, keyboard, fender rhodes, synthesizer, laptop, elektronika dan drum machines, inilah Jaga Jazzist yang digemari pecinta nujazz dan post-rock.

Jaga Jazzist (dibaca Yaga Yazzist –red), datang dari Oslo, Norwegia. Mereka menciptakan atmosfir soundscapes yang berpencar dengan mengkombinasikan gaya modal jazz ditingkahi suara string, horn, gitar dan vibraphone, pukulan loop, menghentak dan bermacam efek digital.

Formasi ini terdengar seperti sebuah orchestra tatkala memenuhi stage di Concert Hall, Esplanade Theater Concert on the Bay Singapura dalam panggung Mosaic Music Festival 2007.

cantik dengan gerak dinamika yang anggun.

Sebuah percakapan hangat di antara beberapa instrument akustik dan elektronis (dan seperti ucapan selamat datang bagi para penonton).

Tak ada setting artistik khusus yang dipasang diatas panggung. Horn section (flute, trumpet, tuba, trombone, saxophone) plus bass akustik ditempatkan ditengah-tengah drumset yang diletakkan disebelah kiri panggung dan Fender Rhodes kanannya membuat formasi setengah lingkaran.

Didepannya ada bass elektrik, gitar, vibraphone, elektronika, laptop dan bass clarinet. Itu lebih dari cukup membuat panggung apik nan artistik.

Menyusul berikutnya ‘All I Know is Tonight’ dari album “What We Must” yang dibuka dengan elektronika lantas dipenuhi dengan duel hentakan drum dan keyboard sambil sesekali kita mendengar vibraphone, dan raungan gitar ditingkahi permainan lampu yang menimbulkan efek kolosal dan dramatis. Ditengah-tengahnya tuba berunison dengan saxophone dan alat tiup lainnya. Penonton mana yang tak terpesona?

***

Harus diakui tata cahaya yang diatur sedemikian rupa itu memikat mata. Sebuah kejelian dan professionalisme yang tinggi dari sang lighting engineer sehingga rasanya tak ada satu moment pun yang tak berhasil di proyeksikannya ke panggung.

Tepat pukul 9.30 waktu Singapura Fiona Sioh mewakili panitia memanggil Jaga Jazzist.

Penonton yang sudah tak sabar segera saja menyambut kehadiran mereka. ‘Reminders’ dari album “The Stix” menjadi pembuka konser. Ada penonjolan aransemen yang

Perpindahan solo dari satu instrument ke

instrument lain terekam dengan jeli. Posisi lighting yang tepat sehingga setiap musisi tatkala didaulat solo, terekspos dengan gamblang.

Pertunjukan berlanjut dengan rentetan lagu ‘Stardust Hotel’ dan ‘For All You Happy People’, masih dari album terbaru mereka (What We Must). Martin Horntveth (drums, drum machines) yang malam itu mengambil posisi sebagai juru bicara mengatakan kepada penonton seusai lagu ini, “Kami bermain ekslusif untuk anda malam hari ini. Inilah satu-satunya konser kami ditahun 2007 ini”. Bayangkan, jika anda ingin menikmati penampilan mereka, harus menunggu tahun depan!.

Konser Jaga Jazzist ini memang dihadiri oleh penonton yang datang dari pelbagai negara.

Sudah barang tentu karena mereka jarang tampil sepanggung dengan formasi lengkap seperti ini. Maka menyaksikan penampilan kelompok mengagumkan ini sungguh sebuah kesempatan yang tak boleh disia-siakan.

Berlanjut ke tembang ‘Day’ corak drum elektronik semakin berdentum bak suasana clubbing. Trumpeter dan band leader Mathias Eick – yang sempat menyabet Jazz Talent of The Year dari IJFO (International Jazz Festival Organisation) – pun memukau dengan permainan solo mute trumpetnya, lalu ia berunison dengan vibe.

Menyusul ‘Another Day’, langsung menyambut dengan menambah aksen bass dan denting vibes yang terasa membuat kita serasa di awang

// WartaJazz PDF

– awang. Terasa suasana neo-psychedelic dalam tembang ini.

Simak penuturan Mr. Sang, fans yang rela terbang jauh-jauh dari dari Inggris demi penampilan Martin dan kawan-kawan. Mengingat potensi dan karakter instrument akustik dan elektonik disinergikan dengan kreatif oleh mereka, membentuk sajian berkesan futuristik. Ada bagian konvensionalnya dan tapi tak haram pula dengan manipulasi bebunyian elektronik. Meminjam komentar kawan saya Ceto Mundiarso di WartaJazz.com, “barangkali kalau saat ini Charles Mingus masih aktif, mungkin dia akan mengajak Jaga Jazzist untuk bermain bersama”.

Lagu berikut ‘I Could Have Killed Him in the Sauna’ cenderung bernuansa musik rock dengan ramuan pelbagai efek elektronis. Martin mulai memperkenalkan anggota band satu persatu.

Dengan drum menghentak-hentak, ia mengajak penonton ikut melakukan tepuk tangan merespon perminan duet Martin dengan Andreas Mjøs memainkan vibraphone. Tepuk tangan panjang ini menjadikan duet perkusif ini tak membosankan hingga lagu selesai.

I Have a Ghost, Now What? (What We Must) menjadi kesempatan berikutnya efek wah-wah gitar beradu dengan mute trombone dan trumpet atau vibraphone. Meliuk-liuk kenada-nada tinggi dan semakin lama semakin cepat temponya dan tiba-tiba berubah lamban.

Bass Clarinet mengawali solo sebuah lagu nina bobo (Lullaby) yang cantik dalam Swedenborgske Rom (What We Must) kemudian seluruh musisi lantas mengisi vocal dalam berbagai layer, tinggi

dan rendah. Setiap instrumen saling berimprovisasi, drums/synth/piano/tuba/trumpet/ trombone bersama distorsi gitar pelan-pelan memenuhi ruang dengar membentuk efek orkestrasi yang mengagumkan bersamaan dengan permainan lampu yang menyilaukan mata sekaligus membuat bulu kuduk berdiri. Ditengah-tengahnya ada permainan unison cantik flute-gitar-vibes, dimana flutenya terdengar seperti nuansa mandarin.

Pertunjukan dilanjut dengan nomor dari (What We Must) ‘Mikado’ dan ‘Oslo Skyline’ yang malam itu mereka ubah menjadi ‘Singapore Skyline’ – sebuah penghormatan untuk tempat yang bersedia mengundang mereka dari daratan skandinavia.

Tiga lagu encore membungkus penampilan 120 menit dari 60 menit yang direncanakan dalam skedul yang dibagikan panitia. ‘Suomi Finland’ (The Stix) yang melodinya seakan sudah akrab dengan telinga kita. Mirip – mirip dengan musik tradisional dari Sunda namun nafasnya malah seperti musik rock. Lalu dari A Livingroom Hush”, yakni ‘Airborne’ dan ‘Animal Chin’ yang kental dengan drum-andbass. Sang drummer pada bagian akhir ini merespon tepuk tangan penonton dengan permainan drumnya - tanpa stik alias dengan tangan kosong bak perkusi - ala call and response yang biasanya memang terjadi didalam pertunjukan jazz. Seluruh penonton memberikan standing ovation, tepuk tangan tanpa henti membahana memenuhi ruangan yang terasa gerah. Pertunjukan pun mencapai klimaks, dan berakhir. Sambil semuanya berharap bisa menonton kembali Jaga Jazzist tahun depan (Entah dimana).

Jaga Jazzist kerap dibandingkan dengan John Coltrane, Talk Talk, Soft Machine, Eric Satie, Aphex Twin, Don Cherry, Squarepusher, Isotope 217, Stereo Lab dan Tortoise. Satu hal yang pasti, Jaga Jazzist mengakui kalau mereka mengambil semua pengaruh dari namanama tadi.

Jaga Jazzist membangun kekuatan dari komposisi yang ditulis utamanya oleh dua bersaduara Lars dan Martin Horntveth. Style mereka terkadang poliritmik, kadang eksperimental, kadang lembut bias pula gila, namun selalu melodius dengan akhiran aneh nan berkelok-kelok.

datang dari Miles Davis & Gil Evans, Brad Mehldau, Ennio Morricone, Bruce Springsteen, Mars Volta, Stevie Wonder, Jon Balke, Tortoise, Motorpsycho, Corenelius, Sonic Youth, Justin Timberlake, My Bloody Valentine, RadioHead hingga Bjork.

Apapun pengaruhnya, band ini telah menolak kategorisasi dalam 13 tahun eksistensi karir mereka sambil terus mengumandangkan progressive sound yang beragam dan insiprasi dari ungkapan “Like Charles Mingus with the Aphex Twin up his arse. Delectable” (Sleazenation).

Awalnya

Kerja inovatif ini ditopang oleh sepuluh anggota band yang memiliki pilihan musik beragam. Sumber inspirasi itu

Jaga Jazzist berdiri tahun 1994 dari Tonsberg - sebuah kota kecil di Norwegia

Jaga Jazzist Kini Para anggota band ini kerap memberikan kontribusi mereka dalam sejumlah rilisan penting dari Norwergia. Sebut saja, Rotoscope, Shining, Sussana & the Magical Orchestra, Cato Salsa Experience, Cloroform, Big Bang dan King Midas adalah sedikit dari nama yang mana, para anggota Jaga membantu

– saat Lars yang saat itu berusia 14 tahun bertemu dengan beberapa orang kawan bermaksud mendengarkan rekaman dan ngejam bareng. Pertemuan yang awalnya santai ini kerap terjadi. Belakangan berkembang menjadi fomasi sebuah band.

Tahun 1996 band ini merilis Jævla Jazzist Grete Stitz (sold out) yang memukau public Norwegia. Disusul album A Livingroom Hush lewat label Warner Skandinavia yang mendapatkan pujian kritikus sekaligus membukukan penjualan yang gemilang. Sukses ini membawa band menandatangani kontrak dengan Smaltown Supersound, label berbasis di Oslo dan tour keliling Eropa yang dipenuhi crowds, meraih

aransemen string, sebagai horn section, atau memberikan asistensi baik dibidang produksi atau elektronika yang mendapatkan sejumlah pujian.

Anggota band ini berubah dari waktu kewaktu, dan inilah formasi terakhir mereka: Mathias Eick – Trumpet, upright bass, keyboards + vibraphone

sukses di kancah internasional. Tahun 2002 BBC memilih album diatas sebagai Album of the Week dan dinominasikan sebagai “Jazz Release of the Year”.

Selanjutnya Jaga Jazzist makin mencengangkan dengan dirilisnya album keempat, “The Styx” yang yang diproduseri Jorgen Traeen (aka Sir Dupermann) di Bergen. Dialbum ini Jaga ini mendobrak batasan musik mereka dan menciptakan identitas sendiri (unique sound). Hasilnya? Album ini diganjar sebagai Best Album of the Year tahun 2003 oleh BBC. Dan belakangan band leader mereka, Mathias Eick yang juga aktif di downtown New York, mendapatkan kehormatan sebagai Jazz Talent of the Year.

Harald Frøland – Guitars + effects Even Ormestad – Bass + keyboards Andreas Mjøs – Vibraphone, guitars, drums + electronics Line Horntveth – Tuba + percussion Martin Horntveth – Drums + drummachines Lars Horntveth – Tenor sax, bassclarinet, guitars + keyboards Andreas Hessen Schei – Keyboards Erik Johannessen - Trombone + percussion

Musisi : Mathias Eick (trumpet, bass, keyboards, vibraphone), Harald Froland (gitar & effects), Even Ormestad (bass, Tune, keyboards), Andreas Mjos Ninja 2003 (vibraphone, drums, perkusi, electronics), Line Horntveth (tuba, melodika, perkusi), Martin Horntveth (drums, drum machines), Lars Horntveth (tenor saxophone, bass klarinet, electric gitar), Andreas Schei (keyboards), Ketin Einarsen (flute, bass klarinet, perkusi, keyboards), Lars Wabo (trombone).

Komposisi: 1. Kitty Wu 2. Day 3. Another Day 4. Suomi Finland 5. Aerial Bright Dark Round 6. Reminders 7. Toxic Dart 8. I Could Have Killed Him in the Sauna 9. Doppleganger 10. The Stix.

A

walnya dari piringan 78s menjadi Long Plays (Lp), di mana teknologi ikut berperan serta untuk membentangkan improvisasi musik jazz lebih luas lagi. Sampai akhirnya ketika memasuki era fusion, berbagai warna musik mulai merambat naik ke permukaan dengan penambahan berbagai peralatan teknologi baru seperti keyboard, synthesizer, midi dan sampler. Saat ini, kita hidup dalam jaman serba komputer. Di mana hampir dalam setiap aspek kehidupan kita sudah tersentuh oleh teknologi.

Meskipun pelan tapi pasti, musik jazz mulai membuka dirinya untuk berkerjasama dengan microprocessor yang semakin canggih. Sudah banyak musisi kreatif yang mencoba untuk beradaptasi dengannya. Mereka mencari warna baru dengan mempertemukan antara peran komputer dan panasnya improvisasi musik jazz. Sekaligus juga mendobrak pendefinisian dan batasan – batasan musik jazz yang usang.

JAGA JAZZIST - THE STIX Oleh : Ceto Mundiarso/Wartajazz.com

Beberapa musisi yang tertarik dalam gaya ini seperti Dave Douglas, Matthew Shipp, Nils Petter Molvaer, Spring Heel Jack dan masih banyak lagi yang semuanya bicara dengan lantang atau malu – malu tentang kenyataan pilihan dalam musik jazz dalam sebuah dunia post-electronica. Belakangan juga sempat muncul istilah jazztronica.

JAGA JAZZIST

“Barangkali kalau saat ini Charles Mingus masih aktif, mungkin dia akan mengajak Jaga Jazzist untuk bermain bersama”.

Salah satu eksponen pendukung jazztronica yang populer di Eropa adalah kelompok Jaga Jazzist.

Formasinya mirip sebuah big band, paling tidak mereka beranggotakan kurang lebih sepuluh orang.

Instrumentasinya pun sekilas juga mirip orkestra.

Ada pemain gitar, saxophone, trumpet, flute, bass klarinet, tuba sampai vibraphone. Tetapi di sela – sela instrument “klasik” tersebut, peralatan eletroktronis juga berserakan. Dari synthesizer, sampling, loop sampai laptop. Semua instrument tersebut, menjadi bagian yang penting untuk sarana berimprovisasi.

Jaga Jazzist sendiri muncul pada sekitar tahun 1994 dari kawasan Skandinavia, tepatnya Norwegia. Sudah banyak album, single, edisi khusus atau kemasan remix yang pernah dihasilkan. Kalau dihitung sudah ada puluhan album. Berbagai penghargaan pun sudah berhasil diraih.

Kali ini kita akan menyimak salah satu album mereka yang syarat akan keterlibatan instrument elektroniknya di samping instrument konvensional lain, “The Stix”. Album ini sendiri diterbitkan pada tahun 2003. Saat ini, kita seolah – olah sedang menyimak sebuah kelompok semacam Stereolab atau pun Aphex Twins namun dengan semangat dan bahasa improvisasi musik jazz.

Dibuka dengan permainan vibraphone Mathias Eick dalam tembang ‘Kitty Wu’. Kemudian da banyak lapisan suara yang menyusul. Bass klarinet cukup mendominasi dengan membaca nada – nada rendah sebagai fondasinya dan diiringi dengan broken beat drum elektronik yang disertai dengan berbagai efek elektronik serta instrument tiup lain. Corak drum elektronik dalam tembang ‘Day’ semakin berdentum bak suasana clubbing. Tembang ketiga, ‘Another Day’, langsung menyambut dengan menambah aksen bass yang terasa membuat kita serasa di awang – awang. Ada nuansa psikadelik dalam tembang tersebut. Ada juga sebagian kritisi musik malah menyebut suasana ini dengan istilah neo-psychedelic. Melodi dalam tembang ‘Suomi Finland’, seakan sudah akrab dengan telinga kita.

Barangkali mirip – mirip dengan musik tradisional dari Sunda namun nafasnya malah seperti musik rock.

‘Reminders’ sepertinya menjadi sebuah sajian komposisi yang cukup komplek. Ada penonjolan aransemen yang cantik dengan gerak dinamika yang anggun. Di sini ada semacam percakapan hangat di antara beberapa instrument akustik dan elektronis.

Dalam ‘Toxic Dart’ dan ‘Doppleganger’ yang menonjol adalah berbagai improvisasi efek elektronisnya. ‘I Could Have Killed Him in the Sauna’ cenderung bernuansa musik rock yang diramu dengan berbagai efek elektronis. Komposisi ini sendiri menarik untuk disimak. Pada bagian penutup, ‘The Stix’, membuat kita membayangkan akan beberapa koleksi funk a la Miles Davis di awal dekade 1970an terutama dengan album “On the Corner” yang digabungkan dengan Weather Report.

Penampilan mereka bagaikan sebuah orkes yang canggih. Kalau kita menyebutnya sebagai big band / orkestra, tentunya tidak akan sama persis dengan banyak big band di masa lalu. Lapisan warna musikal di sini memang lebih kaya. Mengingat potensi dan karakter instrument akustik dan elektonik disinergikan dengan kreatif sehingga membentuk sebuah sajian yang terkesan futuristik. Ada bagian konvensionalnya dan juga tidak menutup mata dengan manipulasi bunyi elektronik. Barangkali kalau saat ini Charles Mingus masih aktif, mungkin dia akan mengajak Jaga Jazzist untuk bermain bersama.

Live at Esplanade

SUGUHAN REUNI MUSIK NAN APIK DARI DUET GENIUS CHICK COREA & GARY BURTON “CRYSTAL SILENCE”.

Oleh Agus Setiawan Basuni

Rasanya tidak perlu lagi memperkenalkan dua nama ini. Armando Anthony Corea atau yang dikenal sebagai Chick Corea (66) dan Gary Burton (64). Keduanya merupakan genius di instrument mereka masing-masing. Keduanya mendapatkan critical acclaim yang mengagumkan dari banyak kritikus musik jazz.

Di antara mereka sudah ada rasa saling mengenal diri masing masing, introspeksi, interaksi, empati dan komunikasi dari hati ke hati melebihi hubungan sebagai sekedar seorang musisi jazz terkemuka secara teknis.

Adalah kesempatan langka menyaksikan reuni dari duet yang berawal dari sebuah album 35 tahun silam dibawah perusahaan rekaman ECM Records Jerman berjudul “Crystal Silence”.

Album dengan sebuah sajian musik chamber modern dan sebagian besar dalam tempo pelan namun mempunyai kedalaman dan intensitas permainan. Ini merepresentasikan kehangatan hubungan mereka. Selain itu, penataan lirik terasa lebih jelas dan bersih serta detail variasi warna musiknya lebih banyak.

// WartaJazz PDF

Mosaic Music Festival 2007 memilih duet ini sebagai salah satu sajian top mereka. Lihat saja, kursi penonton diruang Concert Hall yang terisi penuh saat keduanya tampil pada hari Kamis, 15 Maret 2007 lalu.

dan seperti” ujar produser tersebut. Chick, kenapa anda gak coba pakai kaset itu tambahnya. Tetapi Chick Corea malah membuat versi yang berbeda dari keinginan produser tersebut. Hasilnya?, lebih bagus tentu saja!.

***

Berikutnya “Bud Powell”, sebuah tembang ciptaan Corea untuk menghormati mendiang pianis jazz legendaris yang juga banyak mempengaruhi gaya permainan Corea sendiri.

Dalam kesempatan komposisi di mana ayunan ritmik swingnya masih terasa menonjol dan pernah menjadi tema utama dalam formasi Chick Corea di pertangahan 1990an, Tribute To Bud Powell Band, yang didukung oleh para “young lion” seperti Joshua Redman, Kenny Garrett, Christian McBridge dan lain lain.

Terjadi call response yang lazim dalam pertunjukan jazz. Gary yang membaca partitur dengan seksama memainkan part-demi-part dalam tingkatan yang sangat tinggi. Seperti menyaksikan pemain silat yang memainkan jurusnya di tangan. Permainan yang luar biasa.

Pertunjukan dimulai pukul 19.30 waktu setempat. Chick Corea mengenakan kemeja coklat bergaris lurus dan celana jeans.

Sementara Gary berkostum hitam-hitam. Tepuk tangan keras membahana menyelimuti ruangan berkapasitas 1600 tempat duduk dengan harga tiket bervariasi, mulai dari $148 hingga yang termurah $58. SEmua mata tertegun keatas panggung.

Chick Corea menyapa penonton dan mengatakan, “Kami akan mainkan lagu dari 30 tahun yang lalu”. Mengalirlah “Love Castle” dan “Native Sense”. Penonton terkagum-kagum dengan pola permainan unison yang merangkak dari tempo cepat kemudian perlahan melamban. Pada saat membawakan “Tango '92” bercerita bahwa ia pernah diminta oleh seorang produser untuk membuat musik untuk film tango. “bisakah anda membuat seperti ini

Lagu berikut yang menutup set pertama.

Adalah “No Mystery”. Corea sempat bercanda dengan mengatakan, don't try this at home' pada penonton. Sajian penuh presisi dan

SUGUHAN REUNI MUSIK NAN APIK DARI DUET GENIUS CHICK COREA & GARY BURTON “CRYSTAL SILENCE”.

tingkat intensitas komunikasi yang sangat dalam. Corea dan Gary terlihat sangat intim dengan instrument mereka masing-masing, namun masih berkomunikasi satu sama lain, sungguh memikat. *** “Falling Grace” merupakan komposisi milik Steve Swallow seorang bassis kenamaan direkam dalam album In Concert Zurih tahu 1979, dipilih untuk mengawali set kedua saat jarum jam menunjukkan angka hampir sembilan malam waktu Singapura. Corea membukanya dengan sebuah solo. Menyusul kemudian “Alegria”, Corea memukul-mukul piano bak perkusi, bertepuk tangan bersahutsahutan berdasarkan rhytm flamenco 'driven by dancers', ujarnya. Chick Corea memang memiliki ketertarikan luar biasa pada musik Spanyol dan itu terlihat dalam sejumlah karyakaryanya, termasuk yang terakhir “The Ultimate Adventure” dan tentu saja karyanya yang terkenal “Spain”.

“Brazilia” membuntuti dibelakangnya. Sesuai dengan judulnya, lagu ini terinspirasi dari musik Brazil.

“Crystal Silence” menjadi nomor yang ditunggutunggu penonton. Komposisi klasik modern jazz ini dimainkan sedikit emosional dan lirikal namun digarap dengan beberapa mood permainan yang cantik. Dalam kesempatan ini Burton membuka dengan solo kurang lebih selama dua menit, sedikit lebih banyak mengeluarkan efek vibrasi dari instrumennya sehingga menghasilkan kesan yang hangat dan lembut. Dengan tema melodi yang relatif sederhana, mereka mengolah komposisi ini menjadi sebuah suita yang lengkap. Ada saat saat dramatis, indah, lirikal sekaligus riang dan danceable. Sekedar informasi saja, tembang ini juga masuk dalam sampul Chick Corea “Return To Forever” (ECM) meskipun terasa lebih syahdu dalam album Crystal Silence. Saat ini, komposisi tersebut telah menjadi monumen hubungan mereka dan masuk ke daftar komposisi klasik modern jazz.

Di lagu “Senor Mouse” yang merupakan komposisi lama dari album Return To Forever “Hymn of The 7th Galaxy”. Komposisi ini aslinya ditampilkan dalam gaya jazz rock. Uniknya, walaupun hanya tampil dengan formasi duet ini, nuansa jazz rocknya tidak serta merta hilang. Kesan ini barangakali dari peran tangan

kiri Corea yang dengan ketat dan keras membetengi pola permainan mereka. Selain itu, terbatasnya efek vibrasi pada vibraphone Burton dapat mengimbangi nuansa kontemporer permainan ini sehingga menghasilkan suasana yang segar dan menyenangkan. Dibagian ini Gary mendapatkan applause yang meriah dari para penonton. Lagu ini sekaligus menjadi penutup set kedua.

Seperti yang sudah diduga, teriakan more atau 'lagi, lagi, dan lagi' terdengar usai lagu terakhir itu dimainkan. Corea dan Gary Burton yang melambaikan tangan kepenonton masuk ke ruang ganti. Tepuk tangan makin lama makin keras, akhirnya keduanya kembali kepanggung dan memainkan dua komposisi yakni “Bolnah Baloosah” dan “Armandos Rhumba” diambil dari album “Native Sense”. Sebuah kejutan diberikan oleh Corea di lagu terakhir. Ia berduet memainkan vibraphone bersama Gary. Disinilah kita bisa melihat virtuositas keduanya.

Keduanya memainkan komposisi dengan presisi tinggi, saling respon satu sama lain namun pada saat yang bersamaan memainkannya dengan sangat rileks bahkan cenderung bercanda.

Ditengah tempo yang cepat, Gary memakai

SELECTED DISCOGRAPHY

Crystal Silence

Live Concert in Zurich

hampir semua nada. Pelan tapi pasti ia 'menekan' Corea yang berada disebelah kirinya. Perlahanlahan tanggannya yang memegang empat mallet (dan Gary Burton lantas dikenal sebagai orang yang pertama kali memainkannya), menggeser Corea yang bermain 'asal' disebelahnya. Sampai akhirnya Corea tidak memiliki kesempatan memainkan vibraphone milik Gary. Senyum tipis terlihat dipenonton yang memberikan tepuk tangan tak henti-henti pada dua master poliritmik ini.

Dia adalah motor penggerak modernisasi bagi musik jazz sendiri dan instrument vibraphone dalam musik jazz. Di mana menurut beberapa sumber menyebutkan bahwa Burton “ada klik” dengan musik rock pada pertengahan 1960an, beberapa tahun sebelum Miles Davis lakukan. Selain itu, dia adalah pelopor dari penggunaan empat mallet vibraphone.

Sebelumnya, jarang ada musisi yang melakukannya.

Dari penggunaan empat mallet ini, berarti para vibraphonist dapat memperlebar dan memperkaya jangkauan harmonisasi dalam instrument vibraphone.

*** Mereka berdua dapat dikatakan sebagai salah satu pioneer penggerak modernisasi dalam bidangnya masing masing. Chick Corea masuk ke dalam generasi pasca - Bill Evans yang terus membentangkan warna warna baru dalam gaya permainan piano jazz modern. Terutama dalam penggunaan scale modal jazz dalam warna yang terasa lebih up to date.

Sementara kiprah salah seorang mantan dekan dari Berklee College of Music, Gary Burton, pun tidak diragukan lagi dalam dinamika sejarah musik jazz.

// WartaJazz PDF

Keduanya telah bertemu dan saling berinteraksi.

Sehingga menghasilkan rajutan rajutan maupun interplay nada yang indah dan segar untuk dinikmati bersama. Konser ini sangat berharga untuk dikenang menjadi salah satu contoh bagaimana modern jazz dalam mencari warna dan bentuknya yang lebih segar Gary Burton Chick Corea Crystal Silence Song List Set 1 !Love Castle !Native Sense !Tago '92

Like Minds

Native Sense !Bud Powell !No Mystery

!

Set 2 !Falling Grace !Alegria !Brazilia !Crystal Silence !Senor Mouse Encores o Bolnah Baloosah o Armandos Rhumba Kegiatan Peliputan Mosaic Music Festival 2007, dibiayai oleh DIPA Tahun 2006.

Nomor 0004.3/023-1.0/-/2006 Beasiswa Unggulan untuk Peneliti, Pencipta, Penulis, Seniman, Olahragawan dan Tokoh, Sekretariat Jendral, Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri, Departemen Pendidikan Nasional

CHICK COREA – GARY BURTON IN CONCERT, ZURICH, OCTOBER 28, Musisi : Chick Corea: piano Gary Burton : vibraphone Komposisi: 1. Señor Mouse 2. Bud Powell 3. Crystal Silence 4. Tweak 5. Falling Grace 6. Mirror, Mirror 7. Song to Gayle 8.Endless Trouble, Endless Pleasure

Hubungan spesial antara dua master musisi jazz ini rupanya sudah terjalin lama. Di antara mereka sudah ada rasa saling mengenal diri masing – masing, introspeksi, interaksi, empati dan komunikasi dari hati ke hati melebihi hubungan sebagai sekedar seorang musisi jazz terkemuka secara teknis.

Oleh : Ceto Mundiarso/Wartajazz.com

chickcorea chickcorea chickcorea chickcorea garyburtongaryburtongaryburtongaryburton Jejak – jejak kerja sama mereka berdua dapat diruntut dari sampul “Crystal Silence” (ECM, 1972), “Duet” (ECM,1979), “Lyric Suite For Sextet “ (ECM, 1983), dan “Native Sense” (Stretch, 1997), “Like Mind” (Concord, 1998), “Rendezvous In New York” (Stretch, 2003) dan tentunya adalah salah satu album terkenal mereka yang akan kita simak ini, “In Concert, Zurich, October 28, 1979” (ECM, 1980).

Belum lagi terhitung ketika mereka berdua melakukan tour keliling dunianya sepanjang era 1970an sampai sekarang. Di antara kesempatan tersebut, beberapa rekaman dokumentasi audio visual baik dalam bentuk video maupun DVD sempat muncul di publik. Hebatnya lagi, di antara beberapa album yang kita sebut tadi, 5 di antaranya berhasil memperoleh Grammy Awards.

Pertunjukan mereka di Zurich, Swiss pada waktu memasuki musim dingin tahun 1979 ini barangkali sedikit terkesan emosional. Beberapa saat sebelumnya, sebuah kelompok fusion legendaris pimpinan Chick Corea, Return To Forever, baru saja bubar. Di mana dalam kelompok tersebut, konsep instrumentasinya jelas berbeda dengan apa yang sedang dilakukannya kala itu. Sekedar membawa piano dan vibraphone yang notebene instrument akustik. Bagi Corea maupun Burton sendiri rasanya tidak ada hambatan yang berarti dalam melakukan hal tersebut, apakah memainkan elektrik atau akustik jazz. Selain itu bagi Corea sendiri barangkali masa itu adalah masa freelance sebelum membentuk The Elektric Band pada tahun 1985.

Diawali dengan sebuah komposisi lama yang diambil dari album Return To Forever “Hymn of The 7th

Galaxy”, ‘Senor Mouse’. Komposisi ini aslinya memang ditampilkan dalam gaya jazz rock. Uniknya, walaupun hanya tampil dengan formasi duet ini, nuansa jazz rocknya tidak serta merta hilang. Kesan ini barangakali dari peran tangan kiri Corea yang dengan ketat dan keras membetengi pola permainan mereka. Selain itu, terbatasnya efek vibrasi pada vibraphone Burton dapat mengimbangi nuansa kontemporer permainan ini sehingga menghasilkan suasana yang segar dan menyenangkan. ‘Bud Powell’, sebuah tembang ciptaan Corea untuk menghormati mendiang pianis jazz legendaris yang juga banyak mempengaruhi gaya permainan Corea sendiri. Dalam kesempatan kali ini mereka tampil lebih “ngejazz” dibandingkan dengan komposisi sebelumnya, di mana ayunan ritmik swingnya masih terasa menonjol. Komposisi ini juga menjadi tema utama dalam formasi Chick Corea di pertangahan 1990an, Tribute To Bud Powell Band, yang didukung oleh para “young lion” seperti Joshua Redman, Kenny Garrett, Christian McBridge dan lain – lain.

Koleksi lama mereka berdua kembali diperdengarkan ulang yaitu ‘Crystal Silence’. Saat ini, komposisi tersebut telah menjadi monumen hubungan mereka dan masuk ke daftar komposisi klasik modern jazz. Tersirat sedikit emosional dan lirikal namun digarap dengan beberapa mood permainan yang cantik. Dalam kesempatan ini Burton sedikit lebih banyak mengeluarkan efek vibrasi dari instrumennya sehingga menghasilkan kesan yang hangat dan lembut. Suasana itu juga muncul dalam ‘Tweak’ dan ‘Falling Grace’. Sementara ‘Mirror, Mirror’ adalah sebuah tembang waltz yang tampil sedikit lebih anggun. ‘Song To Gayle’, sebuah nomer dipersembahkan kepada istri Chick Corea yang sampai saat ini masih setia mendampinginya, Gayle Moran. Komposisi ini

terlihat dengan mulus dinamika dramatis dari corak ballad ke sebuah motif yang lebih patriotik. Album ini ditutup dengan tembang menyegarkan ‘Endless Trouble, Endless Pleasure’.

Mereka berdua dapat dikatakan sebagai salah satu pioneer penggerak modernisasi dalam bidangnya masing – masing. Chick Corea masuk ke dalam generasi pasca-Bill Evans yang terus membentangkan warna – warna baru dalam gaya permainan piano jazz modern. Terutama dalam penggunaan scale modal jazz dalam warna yang terasa lebih up to date.

Sementara kiprah salah seorang dekan dari Berklee College of Music, Gary Burton, pun tidak diragukan lagi dalam dinamika sejarah musik jazz. Dia adalah motor penggerak modernisasi bagi musik jazz sendiri dan instrument vibraphone dalam musik jazz. Di mana menurut beberapa sumber menyebutkan bahwa Burton “ada klik” dengan musik rock pada pertengahan 1960an, beberapa tahun sebelum Miles Davis lakukan. Selain itu, dia adalah pelopor dari penggunaan empat mallet vibraphone. Sebelumnya, jarang ada musisi yang melakukannya. Dari penggunaan empat mallet ini, berarti para vibraphonist dapat memperlebar dan memperkaya jangkauan harmonisasi dalam instrument vibraphone.

Keduanya telah bertemu dan saling berinteraksi.

Sehingga menghasilkan rajutan – rajutan maupun interplay nada yang indah dan segar untuk dinikmati bersama. Koleksi ini cukup berharga untuk dikenang menjadi salah satu contoh album modern jazz dalam mencari warna dan bentuknya yang lebih segar.

S E G D I R TREATY B // WartaJazz PDF

E D I V I D N A B U C K JAPAN-U i tiawan Basun e S s u g A h le O

CATATAN DARI MOSAIC MUSIC FESTIVAL 2007

TREATY BRIDGES JAPAN-UK-CUBAN DIVIDE Yang satu seorang pemain double bass eksplorator dari Jepang sedang yang dua orang lagi musisi luar biasa asal Inggris. Mereka sepanggung di Recital Studio Esplanade Theatre Singapura dalam acara Mosaic Music Festival pada Rabu, 14 Maret 2007 silam.

Tetsu Saitoh yang mengawinkan musik jazz barat, shamanism, tradisi Jepang tampil di set pertama.

Selanjutnya violinis asal Kuba, Omar Puente dan pianis Robert Mitchell yang berlatar belakang Inggris-Karibia yang mengusung duet musik kuba-jazz-klasik di set kedua. Selepasnya mereka bertiga tampil bersama.

Sudah barang tentu ketika penonton membaca informasi yang diedarkan oleh panitia, ada semacam ekspektasi bagaimana penampilan ketiga musisi diatas diruangan yang tidak terlalu besar, sehingga musik yang disajikan terasa intim dan intens. *** Set pertama dibuka oleh Tetsu Saitoh (52) yang kerap memainkan double bass akustik dengan meracik free jazz, musik folk Jepang dan tentu saja Klasik. Ia mendapatkan pengakuan baik sebagai composer, arranger ataupun improvisationis dengan sebuah nomor 'Moon Pot, Stone Out'. Ia memetik bass, lantas mengambil sepotong kayu. Sambil tangan kanannya menggesek body bass tersebut, tangan kirinya

// WartaJazz PDF

memukul leher bass. Pembukaan yang langsung membuat panas penonton.

kebolehannya memainkan bass sambil bersiul. ***

Tentu yang pernah menjadi anggota sebuah band tango di Buenos Aires, Argentina ini lantas memainkan sebuah nomor Astor Piazzolla, 'Contrabajeando', disusul 3 nomor orisinilnya, 'Wind Route', 'Saudade', 'Theme for Queen Medea'.

Menyaksikan penampilan Tetsu, dengan mudah anda akan terbawa emosi yang terlihat dari gesturenya. Hal ini mengingatkan penulis pada penampilan Sirone tatkala tampil dalam konser Magic Music di Candi Borobudur tahun lalu, hanya kali ini lebih ekspresif.

Tetsu memperlakukan bassnya sebagai instrument perkusif. Ia meletakkan kayu-kayu kecil diantara senar bass, lalu memasang berbagai bebunyian diujung bass.

Pelan tapi pasti semakin cepat ia menggesek-gesek bodi bass tersebut. Ditengah-tengah tempo yang semakin cepat ini, ia menambahkah seperangkat instrument bamboo, wind chime yang mirip hiasan gantung yang sering kita temui disaung Sunda. Bass yang tadi dipetik, kini dipukul-pukul dengan dua alat gesek berbeda. Menghasilkan suara yang tak beraturan tapi nikmat.

Dua lagu terakhir disebut, ditulis Tetsu untuk teater dimana musisi dari Korea, Jepang dan Singapura bermain bersama. Penonton diajak menikmati

Pertunjukan tanpa rehat ini, berlanjut saat duet Omar Puente dan Robert Mitchell membuka dengan 'Centro Havana' (Oriente Lopez). Memainkan pola callresponse, terkesan lugas permainan apik khas musisi dengan latar belakang klasik yang kuat. Kedua musisi ini kerap melakukan unison yang cantik. Selepasnya nomor 'Somebody Back Stage' milik Omar dimainkan.

Uniknya ia tak menggesek biola seperti biasanya. Biola itu dijepit ditengah-tengah pahanya, lalu dimainkannya bak seorang pemain akustik bass. Usai membuat penonton terkagum-kagum ia memainkan sejumlah efek pada biolanya.

Di lagu The Envoy lagu milik Robert Mitchel dimainkan sang pianis dengan solo yang cukup panjang, berlanjut pada 'Danzon Almendra' (A. Valdez) sebuah lagu tradisional Kuba dengan permainan biola Lopez .

Dilagu ini, ia mengajak penonton bergoyang. Sulit rasanya menolak ajakan ini, karena Lopez dengan cerdik memadukan beragam efek seperti sound gitar rock yang garang sekaligus melakukan overdub suara biola berkali-kali dan dimainkannya secara loop.

Sementara Mitchell merespon suara beberapa layer ini dengan permainan tuts putih-hitam dengan tempo tinggi.

Penulis sempat mengira Lopez bercanda saat mengatakan akan memainkan sedikit rock, klasik dan drum-n-bass. Umumnya, drum-n-bass menjadi unsur dalam musik elektronika, nu-jazz atau future-jazz.

Lopez kembali memainkan biolanya seperti bass akustik sambil menambahkan efek wah-wah plus drum-n-bass tersebut dilagu milik Duke Ellington 'Caravan'. Lagu ini terdengar lebih modern dan fresh. *** Penonton yang masih terkagum-kagum dengan penampilan duet yang lagu-lagunya diambil dari album mereka “Bridges” memberikan tepuk tangan yang cukup panjang sambil ketiga musisi mengambil posisi mereka untuk melanjutkan set ketiga.

Musisi yang baru bertemu beberapa hari sebelumnya di Singapura ini lantas menyajikan tiga nomor pamungkas. 'King Lear Theme' (Tetsu Saitoh), 'Cumulus' (Robert Mitchel) dan 'Apunta un Lapiz' (Omar Puente).

Tetsu dengan perlahan mengetuk-ketuk permukaan bass, semacam olah rasa. Tak banyak nada yang ia hambur-hamburkan, Lopez dan Mitchell sesekali meresponnya. Ada komunikasi non verbal disini. Emosi penonton pun terbawa. Menyaksikan set ketiga ini seperti sebuah rangkuman perjalanan, sebuah jembatan untuk mencerna apa yang telah disajikan Testu di set pertama dan duet Lopez-Mitchell di set kedua. Permainan dari tempo lambat berubah dan lambat laun semakin cepat, sampai akhirnya Tetsu menjatuhkan semua instrumennya yang dipegangnya satu persatu.

Sekilas tentang Tetsu Saitoh

Tidak seperti kebanyakan musisi yang memang belajar musik sejak dini, Tetsu baru serisu mempelajari bass ketika berusia (22) tahun. Namun hal itu bukan menjadi semacam penghalang baginya. Justru ia sarat dengan pengalaman mengeksplorasi berbagai komposisi terlebih karena ketertarikannya dengan tari, teater, visual arts, puisi, musik tradisional jepang, jazz, shamanism dan banyak lainnya.

Karirnya berawal ketika ia memainkan musik free jazz dua kali sebulan disebuah art gallery sekaligus klub musik dekat rumahnya bernama Gaya. Ia kemudian bergabung dengan Kuchu Sampo, sebuah grup kolaboratif dengan multi-disiplin di tahun 80an sebelum merekang album perdananya, Tokio Tango bulan Mei 1986.

Tetsu merupakan musisi serba bisa. Selain bass, ia juga memainkan piano, saxophone, koto, samisen, biwa dan gitar. Meski ia memiliki daya tarik terhadap sinkopasi di jazz ia berujar “instrumentalis tradional Jepang lebih memahami musik saya ketimbang musisi jazz”.

Hingga hari ini Tetsu secara konstan terinspirasi dan terpengaruh oleh bentuk-bentuk kesenian di Asia dan Jepang, sementara ia terus berimprovisasi dalam pertunjukannya dengan kesenangannya pada jazz.

Sekilas tentang Omar Puente Dapatkah anda membayangkan seorang anak berusia 12-tahun pergi sendirian ke Havana untuk belajar musik di Escuela Nacional de Arte dan mengahbiskan enam tahun setelahnya mempelajari musik klasik bersama Chucho Valdes, Arturo Sandoval dan Ruben Gonzales. Itulah masa kecil Omar Puente yang bertemu istrinya (asal Inggris) dalam perjalanan ke Singapura tahun 1995.

Kecintaannya pada biola tumbuh dari sang ayah. Ia sebelumnya belajar di Estaban Salas, sekolah musik

Santiago yang cukup terkenal. Usai lulus dari Instituto Superior de Arte di Kuba ia mulai tur keliling Kuba, Mexico dan berakhir di New York Jazz Festival.

Bermain diberbagai belahan dunia dan seabrek band adalah kegiatan yang biasa ia lakukan.

Sampai ia menikah di tahun 1998 dan memutuskan tinggal di Yorkshire, Inggris. Memutuskan tinggal di negeri Pangeran Charles ini membuatnya cukup bekerja keras. Meski pernah dipaksa memainkan reggae, Omar kini mendapatkan tempat yang cukup bergengsi. Ia bermain dengan Courtney Pine selain mengajar biola dan musik Kuba di institusi terhormat seperti Leeds College of Music dan Trinity College of Music.

Sekilas Robert Mitchell Weekly Journal menyebutnya sebagai “hottest young talent on the London scene” sementara The Guardian menggambarkannya sebagai “A young virtuoso of McCoy Tyner-like precision, excitemen, boldness and scope”.

Itulah Robert Mitchell, nominator BBC Jazz Awards, yang memiliki grup sendiri Panacea (yang tampil di North Sea Jazz Festival 2006 dan telah merilis dua album). Ia memiliki seabrek pengalaman, diantaranya proyek bersama Steve Coleman, Norma Winstone, Greg Osby, Courtney Pine, Steve Williamson and 2 Banks of 4.

Kegiatan Peliputan Mosaic Music Festival 2007, dibiayai oleh DIPA Tahun 2006.

Nomor 0004.3/023-1.0/-/2006 Beasiswa Unggulan untuk Peneliti, Pencipta, Penulis, Seniman, Olahragawan dan Tokoh, Sekretariat Jendral, Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri, Departemen Pendidikan Nasional

Riau Hitam Putih 2007 Riau Hitam – Putih International adalah salah satu event world music terbesar saat ini di pulau Sumatera. Mendekatkan musik tradisi kekalangan generasi muda merupakan tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini.

DIGELAR ..

RIAU HITAM - PUTIH INTERNATIONAL WORLD MUSIC FESTIVAL

R

iau Hitam – Putih International adalah salah satu event world music terbesar saat ini di pulau Sumatera.

Mendekatkan musik tradisi kekalangan generasi muda merupakan tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini.

Event yang diprakarsai oleh Bapak OK. Pulsiamitra ini, awalnya bernama PERSEMBAHAN HITAM - PUTIH yang dilaksanakan pada tahun 2002 di Gedung Olah Raga Tri Buana Pekanbaru, Riau.

Saat itu acara ini masih berskala nasional yang diikuti oleh beberapa daerah seperti, Medan, Dumai, Bengkalis, Pekanbaru, Siak, Sumbar dan bintang tamu Fariz RM (Jakarta).

Pada tahun 2003, Bapak OK. Pulsiamitra bersama Ben M Pasaribu dan Rino Deza Pati, MBY membentuk sebuah lembaga yang diberi nama Malay Music Institute (MMI), sebuah lembaga yang khas dalam bidang pendokumentasian, pelestarian dan pengembangan musik Melayu.

Dan pada tahun 2004 Malay Music Institute (MMI) mengadopsi PERSEMBAHAN HITAM - PUTIH dan merubahnya menjadi event world music yang berskala internatsional dengan nama RIAU HITAM – PUTIH INTERNATIONAL yang dilaksanakan setiap tahun pada minggu ketiga di bulan Juli.

B

eberapa group/musisi yang pernah mengikuti ajang ini antara lain, PAN Sumatran – Medan (2004), G-3 Ansamble – Padang Panjang – Sumbar (2004), Sapto Raharjo – Indonesia (2004 – 2005), La-Here – Makasar (2004), De’ Lima Malay youth – Singapura (2004), Ron Reeves – Australia (2004), Dj. saKana & Rene T. L – USA (2004), Bandar Serai Orkestra – Pekanbaru (2004), RedWhiteBottom – Kuala Lumpur (2005), Djaduk Ferianto – Jogja (2005), Vincent Mc Dermott – USA (2005), Bob Khalil – Kuala Lumpur (2005), Komunitas Maestro – NAD (2005), Riau Rhythm chambers – Pekanbaru (2004 – 2006), FieldPlayers – Kuala Lumpur (2005 –

2006), Geliga – Pekanbaru (2005), Sri Gemilang Feat. Opie Andaresta – Tembilahan (2006), Talago Buni – Sumbar (2006), Irama Asli – Thailand (2006), Insidental music – Medan (2006), Harry Toledo & Friend – Jakarta (2006), Soichi Iwamoto & Michael Asmara – Jepang/Indonesia (2006), Krakatau – Jakarta (2006), Edward Van Ness – USA (2006) dan lain – lain.

T

ahun ini Malay Music Institute yang didukung oleh Dinas Kebudayaan, Kesenian & Pariwisata Propinsi Riau akan menggelar event akbar ini pada tanggal 26 – 28 Juli 2007 dan akan menghadirkan group – group musik dari dalam dan luar negri seperti, FieldPlayers & RedWhiteBottom – Kuala Lumpur, Komunitas Maestro – NAD, Dewan Kesenian Lampung – Lampung, Gilang Ramadhan (Nera) – Jakarta, De’ Lima Malay youth – Singapura, Trio Dingo – Australia, Group Musik dari Venezuela, Dubai, India, Filipina, Thailand, utusan dari Kabupaten/Kota se-propinsi Riau dan lain – lain.

Semoga Riau Hitam – Putih International ini dapat memberikan dampak yang positif terhadap kelestarian musik tradisi dan mensinergikannya dengan musik baru yang memang kian berkembang.

Informasi lebih lanjut silakan menghubungi Hari Sandra Hasan (0813-7833-8449) dengan alamat Malay Music Institut Jl. Jendral Sudirman Komplek Taman Budaya Budsenipar Propinsi Riau. telpon 0761-7016227 atau 0761-7710719 Email mmi_riau@yahoo.co.id atau atau membuka website mereka http://www.malaymusic.org/

Tak mau kalah dengan kotakota di Pulau Jawa, dari Pekanbaru Riau hadir Malacca Strait Jazz Festival yang akan berlangsung selama dua hari, Jumat dan Sabtu, 29-30 Juni 2007 mendatang.

MALACCA STRAIT JAZZ FESTIVAL FESTIVAL 2007 2007 DI GELAR DI PEKANBARU RIAU

T

ak mau kalah dengan kota-kota di Pulau Jawa, dari Pekanbaru Riau hadir Malacca Strait Jazz Festival yang akan berlangsung selama dua hari, Jumat dan Sabtu, 29-30 Juni 2007 mendatang.

Sejumlah musisi dari dalam dan luar negeri dipastikan akan hadir meramaikan festival yang dikaitkan dengan ulang tahun emas Provinsi Riau sekaligus juga bertujuan pengembangan dan mengangkat image potensi Provinsi Riau ke taraf nasional dan internasional dengan menjadikan event ini sebagai icon jazz festival di wilayah barat Indonesia.

Perhelatan selama dua hari ini akan digelar di Komplek Bandar Serai (Purna MTQ) Anjungan Batam, Pekanbaru - Riau, demikian informasi yang kami himpun dari Gusriyanto selaku panitia pelaksana yang juga pencabik bass di kelompok musik Geliga. Panitia juga merencanakan kegiatan musik klinik pada pagi dan siang hari ditempat pertunjukan.

S

ejumlah musisi dalam negeri yang akan hadir antara lain Arief Setiadi & Friends (Jakarta), Wayan Balawan (Bali), Saharadja with Rio Sidik & Sally Jo (Bali), - Cendi Luntungan & Iwan Wiradz (Indonesia) dan Harry Toledo (Bali Lounge) & Friends.

Sementara dari luar negeri akan tampil Eye2Eye Jazz Mix (Kuala Lumpur), Trio Dingo (Australia), - Soul Played Harry feat. Stevan (GER), dan Rick Smith (USA / Singapore), Laurence (Philipines). Tentu tak ketinggalan tuan rumah dengan jazz melayunya, Geliga (Riau).

Informasi lebih lanjut mengenai acara menarik ini silakan menghubungi Riau Jazz Turbulence di nomor telepon 0761-7741532.

Kegiatan apresiasi jazz dalam bentuk festival jazz makin meriah saja. Dengan hadirnya Malacca Strait Jazz Festival ini maka melengkapi sejumlah kota yang telah menyelenggarakan festival jazz selain Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Bali dan Batam.

Sudah barang tentu diharapkan festival ini tak hanya berlangsung sekali, namun dapat rutin secara terus menerus hadir saban tahun. Tentu saja dukungan dari berbagai pihak termasuk para sponsor sangat menentukan kesukseskan penyelenggaraan acara yang sudah pastinya memakan biaya tak sedikit.

Selamat bagi penggemar jazz di Sumatra khususnya Riau. Semoga acara berlangsung sukses!.

JEFF KASHIWA

RILIS ALBUM ANYAR BERTITEL PLAY

Oleh : Agus Setiawan Basuni

S

axophonis Jeff Kashiwa yang dikenal lewat penampilannya bersama grup kesohor The Rippingtons, akan segera merilis album terbarunya yang diberi judul Play.

Album yang akan tersedia mulai akhir Juli 2007 ini memuat 14 track yang delapan diantaranya direkam live di Sounden Studios bersama bandnya Coastal Access yang mengingatkan kita pada rekaman sebelumnya yakni Simple Truth yang dirilis tahun 2002.

Single pertama yang dikirimkan oleh Native Language, perusahaan rekaman album ini adalah 'Forever' yang dimainkan Jeff Kashiwa bersama Allen Hinds (gitar), Melvin Davis (bass), Lenny Castro (perkusionis), Dave Hooper (drums) serta Dave Kochanski (keyboard) dan Russel Ferrante (rhodes).

Lebih lanjut mengenai album terbarunya Jeff berujar, "...lagu-lagu dialbum ini banyak bermain diberbagai teritorial style jazz. Ada funky pop sampai jazz tradisional yang klasik".

"Secara desain, rekaman ini memiliki sound berbeda dengan album saya sebelumnya", tambah Jeff. "Kami merekam apapun dalam tape dua inci, yang bisa terbilang jarang dilakukan. Itu memberikan banyak warna dalam proses penyatuannya. Chris Hobson engineer yang hebat yang bekerja bersama Robbie Robinson menciptakan kualitas rekaman berkelas dunia".

Jeff yang membukukan penampilan setidaknya 80 kali bersama Coastal Access dalam setahun ini juga muncul dengan The Sax Pack (bersama Steve Cole & Kim Waters). Ia tampil juga bersama Acoustic Alchemy dan Chuck Loeb.

Tahun lalu juga menjadi momen penting bagi Jeff karena ia melakukan tour keliling, reuni bersama Rippingtons dalam rangka ulang tahun mereka yang ke-20 atau 20 Anniversary Tour.

MENGENANG MILES DAVIS HADIRKAN PROYEK REMIX

Ikon jazz yang jika masih hidup, akan merayakan ulang tahunnya yang ke 81, pada tanggal 26 Mei mendatang, masih mendapatkan perhatian setelah 16 tahun kepergiannya. Miles Davis menjadi artis jazz yang masuk dalam Rock & Roll Hall of Fame tahun lalu dan Hollywood's RockWalk.

Sebelumnya kami pernah menurunkan berita tentang Colombia/Legacy yang tetap gencar memperkenalkan karyakarya Miles Davis yang sudah pernah dikenal sebelumnya maupun yang belum, belum lama ini mengeluarkan paket langka dan monumentalnya yang terdiri dari 20 CD. Koleksi langka (yang memang 19 diantaranya belum pernah dikeluarkan) ini berjudul “The Complete Miles Davis At Montreux 1973 – 1991”.

Dari judulnya dapat diperkirakan merupakan dokumetasi penampilan Miles Davis yang dikumpulan oleh pendiri/pelopor dari Montreux Jazz Festival Claude Nobs (dia juga selaku produser album ini) pada tahun 1973, 1984 – 1986 dan 1988 – 1991. Paket ini juga memberikan gambaran dari berbagai variasi komposisi dan formasi band fusionnya Miles Davis sepanjang pertengahan dekade 1970an, 1980an dan awal 1990an.

Ia menjadi innovator dan memberikan pengaruh yang signifikan dengan karyakaryanya yang mengagumkan. Sepanjang karirnya selama kurang lebih 50 tahun,Miles Davis yang memainkan trumpet, bermain dalam berbagai gaya dalam jazz seperti Jazz-Funk, Bop, Cool, Fusion, PostBop, Hard Bop, Modal Music dan JazzRock.

Sebagai salah satu peninggalan Miles Davis yang terekam dalam “The Complete Miles Davis At Montreux 1973 – 1991” diharapkan dapat menawarkan pandangan tentang musik jazz yang bernilai untuk generasi-generasi mendatang yang mencari petunjuk bagaimana mengembangkan musik lebih jauh lagi.

EVOLUTION OF THE GROOVE

S

ebuah proyek remix Miles Davis yang baru berjudul Evolution of the Groove, menampilkan Santana, Nas dan Olu Dara (Ayah Nas), direncanakan akan dirilis musik panas tahun ini.

Keponakan Miles Davis, Vince Wilburn, Jr., bertindak selaku co-executive producer dari EP yang terdiri dari 5 buah lagu ini bersama Steve Berkowitz, pimpinan A&R diperusahaan rekaman Sony/Legacy.

Dalam kontek era elektronis Miles Davis, Claude Nobs berkometar mengenai karya ini sebagai “the ultimate set of live performances”. Tentunya juga kita diharuskan merogoh kocek lebih dalam lagi kalau ingin memilikinya.

So, para penggemar Miles Davis,

INDONESIA SIESTA DELTA 99.1 FM SAJIKAN

CHARITY UNTUK MARGIE SEGERS

B

agi pendengar acara Indonesia Siesta yang biasa dibawakah oleh Shahnaz Haque dan Gilang Pambudi di Radio Delta FM Jakarta 99.1 FM, ada sesuatu yang berbeda pada tanggal 15 Mei 2007 kemarin.

Sejumlah musisi nampak memenuhi food corner yang disulap menjadi studio Indonesia Siesta, program yang diudarakan mulai dari pukul 10.00 hingga 14.00 wib. Ada apa ya?. Ternyata disiang hari yang terik itu, Benny Likumahua, Gilang Ramadhan, Ikang Fawzy, Ekky Soekarno hadir dalam sebuah acara charity untuk Margie Segers yang sedang terbaring dan menjalani operasi tulang pinggul di Rumah Sakit.

Acara yang juga dihadiri pelantun tembang 'Dont Sleep Away', Daniel Sahuleka serta sejumlah musisi lain seperti Penta Boys, Barry Likumahua dan Andre Dinuth memancing keikhlasan pendengar setia radio Delta untuk menyumbangkan rejekinya membantu diva jazz Indonesia, Margie Segers.

Penta Boys yang tampil pertama menyanyikan lagu pembuka dan penutup, '-she's out of my life' dan Inikah cinta dari ME Voice. Sementara quartet Andre Dinuth (guitar), Barry Likumahua (bass) dan Benny Likumahua (flute) serta Gilang Ramadhan (drums) membawakan dua buah lagu dari Michael Jackson yakni, 'human nature' dan '

Ada apa ya?. Ternyata disiang hari yang terik itu, Benny Likumahua, Gilang Ramadhan, Ikang Fawzy, Ekky Soekarno hadir dalam sebuah acara charity untuk Margie Segers yang sedang terbaring dan menjalani operasi tulang pinggul di Rumah Sakit.

James'.

Usai lagu tersebut dibawakan lantas trio 'suami Haque' yakni Ikang Fawzy, Ekky Soekarno dan Gilang Ramadhan, membawakan lagu Salam Terakhir. Pada lagu Preman, Benny Likumahua lantas didaulat bergabung.

Selepasnya penyanyi berambut kriwil, Daniel Sahuleka menyanyikan dua buah lagu sambil memainkan gitar akustiknya. Mengalirlah 'You

make my worl so colorful' dan sebuah lagu jazz yang ditulisnya beberapa tahun lalu dan dipersembahkan khusus untuk Margie Segers.

Sambil bernyanyi Daniel sempat mengucapkan beberapa patah kata dalam bahasa Belanda untuk Margie yang rupanya tengah mendengarkan Delta FM dari Rumah Sakit (Margie mengirimkan pesan singkat kepada Redaksi Indonesia Siesta beberapa saat setelah Daniel menyanyi).

Acara itupun ditutup dalam sebuah jam sessions, dengan membawakan lagu 'Karena Cinta'.

Menurut David - executive producer Indonesia Siesta - acara charity yang digagas hanya sehari tersebut mampu mengumpulkan perolehan diatas 10 juta rupiah saat acara berlangsung dan besar kemungkinan bertambah karena rekening masih dibuka selama satu minggu untuk kepentingan charity ini.

Satu lagi muncul komunitas Jazz baru dari Jakarta. Hiruk pikuk jazz yang biasanya hanya terdengar di Jakarta Selatan, kali ini muncul untuk pertama kalinya di Timur Jakarta. Bertempat di Sekolah Musik Chics Jl. Pemuda No. 95 Jakarta Timur, pada halaman depan sekolah yang biasanya dijadikan tempat parkir, malam itu disulap menjadi arena kumpul musisi dan penikmat jazz atau yang lebih tenarnya sekarang disebut sebagai Komunitas Jazz. Mereka menyebutnya sebagai Komunitas Jazz Chics.

Suasananya agak berbeda dengan acara-acara serupa yang digelar secara rutin pada Komunitas Jazz lainnya. Karena terletak tepat dipinggir jalan Pemuda Jakarta, yang dilalui banyak kendaraan umum maupun pribadi sehingga menarik perhatian siapa saja yang lewat dijalan itu, baik itu pejalan kaki, pengendara motor, mobil, penumpang kendaraan umum sampai busway terlihat seperti ingin tahu apa yang sedang berlangsung didepan Sekolah Musik Chics itu.

KOMUNITAS JAZZ CHICS

MUNCUL MEWAKILI AREA TIMUR JAKARTA Oleh : Dwi Ratna N/Wartajazz.com

A

cara yang dimulai pukul 8 malam dan berlangsung kurang lebih 3 jam itu, diisi penuh dengan performer musisi-musisi yang tampil. Ada “Heaven On Earth”, band yang pernah tampil di Java Jazz Festival lalu bersama Iga Mawarni hadir sebagai performer pertama. Lalu “Bicara”, yang terakhir terlihat tampil dalam acara ulang tahun Komunitas Jazz Kemayoran di Balai Kartini. Dan “Harry Toledo and Friends”, yang malam itu tampil bersama Iwan Wiradz (Perkusi), Gustav (Keyboard) dan Osa (Drum). Penampilan “Harry Toledo and Friends” seperti menjadi primadonanya acara malam itu, selain merupakan performer dengan durasi yang paling lama, juga seperti pada umumnya jazz, setiap personel pasti mendapat giliran untuk bermain solo dan berimprovisasi dengan instrumennya. Terakhir diisi dengan jam session dari semua musisi yang hadir.

Rencananya acara ini akan diadakan rutin setiap bulannya, hari kamis pukul 8 malam pada minggu keempat.

M

unculnya Komunitas-Komunitas Jazz diJakarta sebagai wadah bertemunya musisi dan penikmat jazz banyak memberikan kontribusi dalam menumbuhkan apresiasi masyarakat mengenai jazz itu sendiri. Komunitas tersebut biasanya diikuti tagline area/daerah asal komunitas itu, seperti Jakarta Jazz Society, Komunitas Jazz Kemayoran, Jajan Jazz BSD, Bali Jazz Forum, Klabjazz Bandung dan banyak lagi. Biasanya dari Komunitas Jazz itu akan lahir musisi-musisi jazz baru yang akan ikut meramaikan arena jazz di Indonesia, karena disinilah tempat mereka menjajal keberanian untuk tampil ditempat umum dan bertemu dengan rekan musisi lainnya. Terbukti, kita selalu menemukan nama-nama baru dalam acara-acara ataupun festival jazz skala kecil sampai internasional. Bisa jadi usul yang bagus dengan tagline area/daerah asal komunitas itu, akan memotivasi area/daerah lainnya untuk juga membuat satu komunitas jazz juga.

PIANIS DIDI CHIA TUTUP USIA, DUNIA JAZZ INDONESIA BERDUKA Dunia jazz Indonesia kembali berduka. Salah seorang putra terbaiknya, pianis Didi Chia (73) meninggal dunia Rabu (09/05) pukul 10.15 di rumahnya di Cilincing Jakarta. Pianis yang lahir dengan nama Arthur Frederik Chia di Manado, Sulawesi Utara atau Om Didi (demikian ia akrab di sapa) terkena stroke sejak 2003.

Tahun 2004 bertempat di Bugs Cafe, Jakarta Selatan, Firman L. Soebardjo dari Jakarta Jazz Society membuat malam persembahan sekaligus malam dana dan itu kali terakhir ia bermain dihadapan penggemar dan kawan-kawannya sesama musisi Jazz seperti Benny Likumahua, Oele Pattiselanno dan lain-lain. Penyelenggara Java Jazz Festival pernah memberikan penghargaan Lifetime Achievement Award pada Maret 2007.

Didi Chia pernah membentuk Mellow Tones bersama Oele Pattiselanno, Jeffrey Tahalele, Perry dan Douglas de Vega. Ia juga tergabung dalam Jazz Riders.

Ia tampil dalam beberapa rekaman seperti Kiboud Maulana (Instrumental Hits, Musik Santai), Margie Segers (Semua Bisa Bilang), Mus Mualim (Mus Mualim Presents Swing Jazz), Rien Djamain (Api Asmara), Various Artist (From Indonesia With Love).

MUSISI LEGENDARIS ORNETTE COLEMAN TERJATUH DI PANGGUNG BONNAROO

Oleh : Agus Setiawan Basuni/Wartajazz.com Saxophonis Ornette Coleman (77) dikabarkan terjatuh dari panggung Bonnaroo Music & Art Festival yang berlangsung akhir pekan lalu di Manchester, Tennessee dan sempat dirawat di Coffey County Hospital.

Pemenang penghargaan Pulitzer tahun 2007 untuk kategori komposisi jazz berjudul "Sound Grammar" ini dikabarkan terkena dehidrasi menurut Associated Press.

Kondisi tempat festival yang berada kirakira 60 mil tenggara Nashville ini memang panas dan berdebu tahun ini. Selain menampilkan Ornette, festival juga menghadirkan David Bromberg and Angel Band, The Police, Don Byron, Ravi Coltrane, Stefon Harris & Blackout, Lou Donaldson & Dr. Lonnie Smith Quartet,

David Murray Black Saint Quartet dan banyak lagi. *** Ornette Coleman yang merupakan pioneer "free jazz," mendapatkan penghargaan lifetime achievement award tahun ini dari Grammy dan ia namanya sempat pula masuk dalam nominasi best jazz instrumental album.

Ia disebut oleh kritikus jazz Scott Yanow sebagai One of the most important (and controversial) innovators of the jazz avantgarde. Musisi kelahiran 9 Maret 1930 di Fort Worth, Texas ini mulai memainkan alto saxophone saat berusia 14 tahun.

Dalam kurun waktu 1959-1961, Ornette

Coleman merekam sejumlah album bersama Don Cherry, Charlie Haden, Scott LaFaro atau Jimmy Garrison pada bass dan Billy Higgins atau Ed Blackwell pada drums. Ia melahirkan karya yang memberikan pengaruh kepada musisi lain seperti John Coltrane, Eric Dolphy, dan musisi-musisi free jazz lainnya di pertengahan 60-an.

Sepanjang karirnya, ia telah merilis lebih dari 40 album rekaman. Dan rekaman terakhirnya dikerjakan bersama Greg Cohen (bass), Denardo Coleman (drums and percussion), Tony Falanga (bass), dan Ornette sendiri memainkan alto, violin, trumpet.

MELIHAT MARGIE SEGERS MENYANYI KEM BA

LI

DI "MONDAY JAZZ" MARGO CITY DEPOK

Oleh : Dwi Ratna N/Wartajazz.com Photo by Kushindarto

Senin malam lalu, kita bisa melihat seorang Margie Segers bernyanyi lagi setelah selama beberapa pekan harus istirahat karena terjatuh dirumahnya dan harus menjalani operasi. Malam itu (26/06), Margo City Depok dalam acara rutinnya "Monday Jazz". Khusus kali ini mengambil tema "Tribute to Margie Segers".

Walau menggunakan kursi roda, tetap tidak mengurangi karakter khas vocal Tante Margie -demikian ia akrab disapa-. Tidak ketinggalan improvisasi yang khas ia lakukan dalam bernyanyi, mengingatkan kita pada beberapa vokalis dunia seperti Dinah Washington, dan Eva Cassidy.

Membawakan beberapa lagu jazz standard bersama homeband setempat yang selalu mengundang tepuk tangan dari penonton dan juga menarik perhatian pengunjung.

Disela-sela obrolannya wartajazz sempat melakukan sedikit wawancara dengannya. Berikut petikan wawancara kami dengan Tante Margie : Wartajazz.com : Apa kabar Tante Margie : Baik Wartajazz.com : Gimana pendapat Tante Margie dengan diadakannya acara Monday Jazz di Margo City Depok ini, yang kebetulan pada malam ini bertemakan "Tribute to Margie Segers" ?

Margie : Senang sekali atas kepedulian teman-teman, saya melihatnya lebih kepada tempat atau wadah yang bisa memberikan hiburan dalam hal ini musik jazz karena kebanyakan cafe-cafe atau resto memberikan hiburan musik-musik pop, urban ataupun top 40. Tapi tentu saja mainnya juga harus baik ya.. jadi kita yang nyanyi juga enak membawakannya.

Wartajazz.com : Menurut Tante sendiri, tentang musisi jazz muda yang banyak muncul sekarang bagaimana, kalau dibandingkan dengan generasi sebelumnya ?

Margie : Mereka lebih kreatif, banyak menemukan hal-hal baru dalam bermusik. Dan mereka bermain dengan baik.

Wartajazz.com : Mungkin karena pengaruh media ?

Margie : Iya, saya pikir juga begitu. Untuk mendapatkan informasi ataupun musik-musik yang mereka inginkan, mereka cukup melihat dan mendapatkannya melalui internet. Juga kehadiran komunitas-komunitas jazz yang juga banyak memberikan kontribusi sebagai wadah untuk berkumpul dan menjajal kemampuan mereka.

Wartajazz.com : Ok, kegiatan Tante Margie sendiri, apa yang sedang dikerjakan. Sedang rekaman ?

Margie : Ngga, sedang tidak ada.

Wartajazz.com : Gimana dengan kesehatan ?

Margie : Iya, saya sedang dalam masa pemulihan setelah menjalani operasi tulang pinggul karena terjatuh beberapa waktu yang lalu. Sehingga tangan saya sempat di gips beberapa hari.

Album yang pernah dirilisnya antara lain Margie Segers Ireng Maulana - Jazz vocal Indonesia (Granada), Margie Segers & Bubi Chen - Terpikat (Hidayat), Margie Segers vol.1 - kerinduan (Granada), Margie Segers vol.2 - Kesepian (Granada), Margie Segers vol.3 - Enggo Lari (Granada), Margie Segers/Ireng Maulana - Jazz Samba (Musica Studio), Margie Segers -Jazzy Christmas (Victorius Music), Margie Segers - Its my life (Victorius Music).

MARGIE SEGERS SELECTED DISCOGRAPHY Semua album ini dapat anda beli lewat WartaJazz.com Store dengan menghubungi nomor telepon (021) 8310769

Wartajazz.com : Ok, terima kasih atas waktunya. Semoga bisa tetap sehat dan terus berkarya.

Margie : Iya, terima kasih.

Seperti kita ketahui, setelah mendengar musibah yang menimpanya, banyak acara-acara yang digelar berbagai pihak sebagai bentuk kepedulian mereka terhadap penyanyi jazz ini seperti “Charity untuk Margie Segers” yang diselenggarakan Delta FM dalam Indonesia Siestanya, lalu konser amal yang digelar beberapa musisi jazz di Black Cat Arcadia Senayan dan Konser pengumpulan dana yang bersamaan dengan HUT Komunitas Jazz Kemayoran yang ke 3 kemarin.

Life

Lady of Jazz

*** Margie Segers yang bernama asli Margaretta Gerttruda Maria merupakan penyanyi yang lahir di Cimahi, Jawa Barat pada 16 Agustus 1950. Ketertarikannya pada musik jazz dimulai lantaran kerap mendengarkan rekaman para diva jazz dunia seperti Ella Fitzgerald dan Shirley Bassey.

Nama Margie Segers didapatnya dari seorang tokoh pelawak ternama negeri ini yakni Mang Udel.

Jazzy Chrismas

S

eiring waktu berjalan, talenta-talenta baru didunia jazz hadir meneruskan sejarah jazz yang tak kan pernah usai. Kini diusianya yang masih 25 tahun, Sara Gazarek telah merilis tiga buah album dibawah perusahaan rekaman Native Language, album tersebut adalah, Yours (2003) dan Return To You (2005) dan Live At The Jazz Bakery (2006) yang hanya tersedia via iTunes.

D

ianugerahi suara jernih dan penuh warna, pitch yang sempurna dan sensitivitas pada tempo mencelupkannya pada tradisi jazz namun tak membuat Sara Gazarek takut mengembangkan musik bagi generasi sebayanya.

Album Return to You dikerjakan bersama team berbakat yang juga turut menggarap Yours (termasuk didalamnya nominator Grammy-award bass master John Clayton sebagai produser, dan tentu saja anggota bandnya dari LA yang terdiri dari, Josh Nelson (piano), Erik Kertes (bass), dan Matt Slocum (drums)). Return to You berisikan komposisi standard dari pencipta lagu Leonard Cohen, Paul McCartney, Joni Mitchell, Harry Connick Jr., dan Gillian Welch. Beberapa materi terbaik, datang dari Josh Nelson, karena ia menciptkan empat lagu dialbum ini.

Lahir dan dibesarkan di Seattle, Gazarek tumbuh tanpa banyak exposure terhadap jazz. ia menyatakan bahwa pendidikan yang diperolehnya lewat big band sekolah dan direktur choir, Scott Brown. Iia menyediakan banyak kesempatan untuk belajar di berbagai festival dan kompetisi" ujar Gazarek mengenang. Sebagai senior disekolahnya, Sara menerima penghargaan Ella Fitzgerald Charitable Foundation Outstanding Jazz Vocalist Award saat penyelenggaraan Essentially Ellington Festival di New York. “Saya rasa anda bisa

menyebut bahwa gig pertama saya adalah di Avery Fisher Hall bersama Wynton Marsalis,” Gazarek sambil tersenyum dikulum.

S

ara kemudian belajar di Thornton School of Music at USC, dibawah bimbingan John Clayton, Shelly Berg, Tierney Sutton, dan Carmen Bradford. Saat kuliah disana membantu mengembangkan program JazzReach dan hasilnya ia dipercaya sebagai jazz choir directoruntuk sekolah menengah disana selama 2 tahun. "Saya tak kan melupakan pengalaman tersebut. hal tersebut merupakan bagian penting bagi saya untuk mengajari generasi muda dilar sana”. Hingga saat ini Sara masih terus mengkampanyekan pendidikan karena ia juga dipercaya sebagai duta bagi organisasi non-profit dibidang music dan arts education yaitu, Music For All. Sara dan bandnya kerap memberikan klinik disekolah-sekolah ketika sedang tour. Untuk hal tersebut Gazarek menekankan, “pendidikan adalah bagian penting dari hidup kita, dan band ini bersama saya tahu bahwa kami tidak bisa berdiri disini jika tak ada guru yang mengajari kami. ini saatnya kami melakukan hal yang sama”.

Sara dan bandnya kerap memberikan klinik disekolah-sekolah ketika sedang tour. Untuk hal tersebut Gazarek menekankan, “pendidikan adalah bagian penting dari hidup kita, dan band ini bersama saya tahu bahwa kami tidak bisa berdiri disini jika tak ada guru yang mengajari kami. ini saatnya kami melakukan hal yang sama”.

INDONESIA SIESTA DELTA 99.1 FM SAJIKAN

CHARITY UNTUK MARGIE SEGERS Bagi pendengar acara Indonesia Siesta yang biasa dibawakah oleh Shahnaz Haque dan Gilang Pambudi di Radio Delta FM Jakarta 99.1 FM, ada sesuatu yang berbeda pada tanggal 15 Mei 2007 kemarin.

Sejumlah musisi nampak memenuhi food corner yang disulap menjadi studio Indonesia Siesta, program yang diudarakan mulai dari pukul 10.00 hingga 14.00 wib. Ada apa ya?. Ternyata disiang hari yang terik itu, Benny Likumahua, Gilang Ramadhan, Ikang Fawzy, Ekky Soekarno hadir dalam sebuah acara charity untuk Margie Segers yang sedang terbaring dan menjalani operasi tulang pinggul di Rumah Sakit.

Acara yang juga dihadiri pelantun tembang 'Dont Sleep Away', Daniel Sahuleka serta sejumlah musisi lain seperti Penta Boys, Barry Likumahua dan Andre Dinuth memancing keikhlasan pendengar setia radio Delta untuk menyumbangkan rejekinya membantu diva jazz Indonesia, Margie Segers.

Penta Boys yang tampil pertama menyanyikan lagu pembuka dan penutup, '-she's out of my life' dan Inikah cinta dari ME Voice. Sementara quartet Andre Dinuth (guitar), Barry Likumahua (bass) dan Benny Likumahua (flute) serta Gilang Ramadhan (drums) membawakan dua buah lagu dari Michael Jackson yakni, 'human nature' dan ' James'.

Ada apa ya?. Ternyata disiang hari yang terik itu, Benny Likumahua, Gilang Ramadhan, Ikang Fawzy, Ekky Soekarno hadir dalam sebuah acara charity untuk Margie Segers yang sedang terbaring dan menjalani operasi tulang pinggul di Rumah Sakit.

Usai lagu tersebut dibawakan lantas trio 'suami Haque' yakni Ikang Fawzy, Ekky Soekarno dan Gilang Ramadhan, membawakan lagu Salam Terakhir. Pada lagu Preman, Benny Likumahua lantas didaulat bergabung.

Selepasnya penyanyi berambut kriwil, Daniel Sahuleka menyanyikan dua buah lagu sambil memainkan gitar akustiknya. Mengalirlah ”You make my world so colorful' dan sebuah lagu jazz yang ditulisnya beberapa tahun lalu dan

dipersembahkan khusus untuk Margie Segers. Sambil bernyanyi Daniel sempat mengucapkan beberapa patah kata dalam bahasa Belanda untuk Margie yang rupanya tengah mendengarkan Delta FM dari Rumah Sakit (Margie mengirimkan pesan singkat kepada Redaksi Indonesia Siesta beberapa saat setelah Daniel menyanyi).

Acara itupun ditutup dalam sebuah jam sessions, dengan membawakan lagu 'Karena Cinta'. Menurut David - executive producer Indonesia Siesta - acara charity yang digagas hanya sehari tersebut mampu mengumpulkan perolehan diatas 10 juta rupiah saat acara berlangsung dan besar kemungkinan bertambah karena rekening masih dibuka selama satu minggu untuk kepentingan charity ini.

K

oko Harsoe merupakan gitaris jazz asal Malang yang kini menetap di Bali dan telah menelurkan dua album solo, yang terakhir berjudul Morning Dance. Berikut ini petikan wawancara kami dengannya seputar album terbarunya ini.

WartaJazz.com: ceritakan proses pembuatan album ini Koko Harsoe: proses pembuatan album in relative singkat karena kita rekaman purely live ,kita take 2 sifht,cuman mixingnya yang lama hampir 2 bulan,soalnya saya mixing sendri di rumah karena br belajar jadi agak lama he he tapi it's fine ada hikmahnya jg ,sekarang saya bisa mixing boleh dilihat hasilnya di album saya (promosi nih he he)and sekarang saya lagi bantu mixim albumnya erik shondy trio.

WartaJazz.com: album ini bercerita tentang apa ?

Koko Harsoe: sebetulnya album in adalah representasi perjalanan hidup saya yang saya tuang kan kedalam gaya improvisasi saya menurut saya "maaf agak subyektif"line improvisasi saya sarat dengan informasi2 ttg rasa bersyukur saya kepada Allah SWT atas talent yang diberikan kepada saya dan saya mau share sama siapa saja yang mendengarkannya dengan kemasan lagu original saya dan lagu standart.

Wawancara Wartajazz.com Dengan Koko Harsoe Seputar Album Barunya Morning Dance

WartaJazz.com: siapa saja yang terlibat didalam pembuatan album ini ?

Koko Harsoe: Yang terlibat dalam pembuatan album ini adalah player: Ito kurdhi (bass) - teman /sahabat saya yang sudah bermain sama saya sekitar 10 thn lebih, Ivon thilbouth(drummer) teman saya dr canada yang punya reputasi international dalam dunia jazz ,karena pengalamannya yang segudang sbg jazz session player di Canada dan USA, trus David Addes saxshophone player dari australia pernah jadi teman ngamen saya selama 3tahun di bali. Maxie sound enginer di Dj studio tempat saya rekaman, Ayip design cover cd dan saya sendiri selaku produser, player,and mixing man.

WartaJazz.com: ada beberapa lagu standard yang dimainkan, alasan kenapa memilih lagu tersebut.

Koko Harsoe: ada empat lagu standart yang saya pilih dalam album in tidak ada alasan khusus tentang hal tersebut tapi secara general saya merasa "in"

dalam berimprovisasi direpertoar standard tersebut.

WartaJazz.com: bisa diceritakan proses anda mengenal jazz

WartaJazz.com: apa perbedaan antara album ini dengan album yang anda rilis sebelumnya.

Koko Harsoe: perbedaan album ini dengan album ini dengan album pertama, kalau album pertama nuansa fusion dan new agenya lebih menonjol, sedangkan album ini suasana jazznya lebih kental dan menurut saya (maaf lagi-lagi subyektif)"di Indonesia mungkin baru pertama kali rekaman dengan gaya seperti ini.

Koko Harsoe: proses saya mengenal jazz wkt saya umur 13 thn (waktu itu saya masihmaen classic guitar)saya banyak dikasih kaset2 jazz oleh tmn kakak sy,trus dikota saya di batu malang ada seorang pemain bebop guitar yaitu Edy Karamoy yang kebetulan sering maen music disekolah saya klu sekolah ngadain acara2 natal dlsb,beliau nyumbang karena anaknya sekolah disitu jg,dr stulah saya tambah penasaran dengan music jazz.tapi beliau orgnya tertutup sekali dan tdk mau menerima murid,akhirnya saya punya akal, anaknya bernama Susan kan temen, trus saya minta tolong untuk nyuriin bukunya bapaknya sbntr aja utk saya copy(waktu itu di indonesia mgnkn jrg sekali buku2 jazz)akhirnya saya dapa buku sylabus jazz chord dan real book dari situlah saya mengenal jazz.

WartaJazz.com: album ini anda produksi sendiri, ada alasan mengapa?

Koko Harsoe: Album ini saya produksi sendiri karena sampai skrg belum ada yang mau memproduseri saya, sedangkan saya orang yang produktif dalam berkarya dan sudah terlalu lama (hampir lima tahun)saya tidak bikin album idealnya seorang musisi setiap tahun harus ada 1 album at least.

WartaJazz.com: kesulitan apa saja yang anda hadapi ketika memproduksi album solo kedua, kali ini Koko Harsoe: tidak ada kesulitan yang berarti dalam pengerjaan album ini karena semua bekerja dan bermain dengan "Fun".

WartaJazz.com: apakah yang anda rencanakan untuk mempromosikan album ini.

Koko Harsoe: ada rencana promosi album ini tapi tergantung juga promotor2 yang mau bantu saya.

WartaJazz.com: apa definisi jazz menurut anda Koko Harsoe: jazz menurut saya adalah kanvas utk melukiskan spirit kita berupa bunyi/nada.

WartaJazz.com: apakah ada pengaruh keluarga (orang tua) yang juga memainkan musik, bagaimana dengan saudara yang lain Koko Harsoe: Pengaruh yang paling besar adalah ibu saya "haswati"almarhumah ,boleh dibilang beliaulah guru gitar pertama saya ,ibu saya mengajari saya pegang chord G,d,a,c,e,f,b dengan Tuning keroncong (senar E bass menjadi G). Lagu pertamayang beliau ajarkan adalah rangkaian melati kalau ngga salah ciptaan Ismail Marzuki.

WartaJazz.com: siapa tokoh musik jazz favorit anda - dalam dan luar negeri?

Koko Harsoe: tokoh musik panutan saya dalam negeri Edy Karamoy, Yose Haryo Soeyoto (modern composer), luar negeri ada banyak: Miles Davis, John Coltrane, Joe Lovano, Bill Evans, John Mc Laughlin, Pat Martino dll.

WartaJazz.com: apa kesibukan anda diluar bermain musik?

Koko Harsoe: diluar musik saya hoby baca saya suka baca bukunya pramoedya beliu termasuk salah satu figur saya, buku-buku karya soekarno,dan filsafat spt: Nietzsce, Mark, dan Raymond Arond dll, kalau bukubuku musik banyak sekali yang saya baca...dan kadang-kadang olahraga bersepeda WartaJazz.com: apa album favorit anda?

Koko Harsoe: Album favorit saya adalah Step Ahead-nya Miles Davis, Pat Matheny Trio, John McLaughlin Shakti album dan banyak lagi...

WartaJazz.com: apa makanan kesukaan anda?

Koko Harsoe: makanan kesukaan saya pokoknya yang banyak sayurnya dan harus pedas he he..

WartaJazz.com: film apa yang anda suka?

Koko Harsoe: saya suka film musical spt the faboulus bakers boy, sound of music, chicago, dan film-film mafia seperti al capone,serta film2 yang di bintangi al

pacino,robert de neiro,Jodie foster saya suka WartaJazz.com: apa anda ada rencana berkolaborasi dengan musik tradisional jawa mengingat anda dari malang atau dari bali seperti yang sudah pernah dilakukan oleh gitaris lain?

Koko Harsoe: tentang kolaborasi dng seni tradisional saya beberapa kali sudah melakukan secara live ttapi secara recording belum antara lain tahun lalu saya berkolaborasi dengan tokoh ludruk terkenal yaitu cak Kartolo di acara Surabaya full music dan menjadi head line di surabaya post(beritanya bisa dibaca di www.d-infokomjatim.go.id/news.php?id=7681.trio) dengan kendang banyuwangi dan serunai batak pas acara jazz merah putih, berkolaborasi dengan penari utama ila galigo di Warung Lapau pada acara hapening art. Kedepan saya mungkin akan melakukan kolaborasi dengan tradisional music dengan konsep album mudah-mudahan cepet jadi.

WartaJazz.com: mengenai film musikal, apa ada rencana untuk mengisi musik film pendek misalnya?

Koko Harsoe: saya pernah bikin musik film dokumenter bbrp thn yang lalu ttg surfing di bali(wkt itu th 1995 org german yang pesen tapi syang sayang saya ngga ada filenya) musik film pendek saya tertarik jg utk bikin juga film panjang kalu ada challenge atau tawaran saya dengan senang hati akan menerimanya.

WartaJazz.com: apakah anda bermain secara regular? dimana penonton bisa menikmati musik anda?

Koko Harsoe: saya maen regular dengan format Koko Quartet di Jazz Bar & Grill setiap hari minggu, hari senin di piano bar bali hyatt Sanur, Koko Trio bass guitar saxophone di the legian hari jumat & sabtu, Koko Trio bass, guitar, vocal di Hu'u bar and resto kerobokan hr rabu&kamis.

WartaJazz.com: apakah anda juga mengajar?

Koko Harsoe: Sekarang hanya ada murid (yang les) piano WartaJazz.com: apa rencana anda berikutnya Koko Harsoe: rencana berikut saya mau bikin web and jualan lagu saya via web saya WartaJazz.com: apa nama website anda Koko Harsoe: nama web saya www.kokoharsoemusic.com WartaJazz.com: Apakah ada rencana tour keluar negeri?

Koko Harsoe: belum ada rencana tour ke luar negeri.

WartaJazz.com: kesulitan terbesar apa yang anda hadapi dalam karir bermusik?

Koko Harsoe: kesulitan terbesar dalam berkarir dimusik,adalah bagaimana caranya musik saya bs get internationally, soalnya jazz barometernya sangat universal.

WartaJazz.com: Apakah anda sering pulang kampung dan main di kota asal anda Malang?

Koko Harsoe: saya jarang manggung di malang.

WartaJazz.com: Pengalaman manggung bermain bersama musisi internasional, pernah dengan siapa saja dan kapan?

Koko Harsoe: Bermain dengan musisi international yang paling berkesan adalah bermain dengan maestro Herbie Hancock thn 1997 di Interconntinental bali wkt itu peter gonta yang bawa dia and musisi indonesia yang maen :saya, indro bass, ito kurdi dan inang, beliau sangat terkesan sama kita karena kita bisa maen lagu-lagunya dia, “maiden voyage”, “cantaloupe island” dan lain-lain. Yang kedua saya pernah in concert di Jazz Cafe Ubud dengan drummernya Chick Corea waktu dia pertama bikin Quintet yaitu Billy Ashley (maaf mungkin salah penulisannnya) thn 2002.

Wartajazz.com :Terima kasih mas Koko Koko Harsoe: Terima kasih juga mas.

Pada setiap konsernya, kita selalu mendapatkan sajian musik dengan aransemen yang berbeda dengan versi aslinya. Untuk itu kehadirannya tentu saja selalu ditunggu-tunggu oleh penggemar setianya.

Dengan berbagai improvisasi bisa juga membuat penonton mempunyai kesan terhadap setiap penampilannya. Ya, malam itu Tompi hadir dalam rangkaian acara Ulang Tahun Jakarta yang ke 480 di Gedung Kesenian Jakarta (17/06) bersama Groovology band.

IMPROVISASI TOMPI PADA ULANG TAHUN JAKARTA Oleh : Dwi Ratna N/Wartajazz.com Photo: Ajie Wartono

D

iawali dengan solo drum dari band Groovology, memanggil teman-teman personel yang lain masuk satu persatu. Bass, synthesizer, gitar, keyboard, backing vocal dan terakhir Tompi muncul mengenakan setelan jas dengan topi sebagai ciri khasnya, sedang band pendukungnya, Groovology berseragam formal hitamhitam dengan dasi putih sebagai pemanis. Lalu Penyanyi yang fasih membawakan segala jenis style dalam bernyanyi, sebut saja funk, r&b, soul, hip hop, nu-jazz, swing dan bossanova ini membawakan lagu "Selalu Denganmu" dengan sambutan yang meriah, karena hampir semua penonton terdengar menyanyikan lagu itu. Selain berirama pop yang renyah, lagu ini juga merupakan Hits dari album pertama Tompi berjudul "T".

Bukan hanya lagunya saja yang menghibur penonton, juga penampilannya dipanggung yang membuat penonton tidak bosan. Selain komunikatif, jokes-jokes

// WartaJazz PDF

yang ia ucapkan disela-sela lagunya seringkali membuat penonton tertawa. Terutama ketika ia membawakan lagu "Balonku Ada Lima" dengan sampling vocal seperti suara anak kecil. Beberapa kali memang terdengar pada setiap penampilannya, tetapi tentu saja menjadi hal baru bagi penonton yang baru pertama kali mendengarnya. Berkat perngalamannya malang melintang didunia hiburan (sebagai vocalis) dari band fusion Cherokee, Funky Thumb dan band etnis fusion Bali Lounge membuatnya semakin matang dalam setiap penampilan konser livenya.

Setelah itu, ia juga mempersilahkan Ari, gitaris dari Groovology band membawakan lagu "Katakan Kau Cinta", lagu ini merupakan salah satu lagu dari album perdana Ari yang rencananya akan diluncurkan dua minggu kedepan. Ternyata, selain bermain gitar, Ari juga piawai dalam bernyanyi, dengan scat singing dipertengahan lagunya.

Kembali Tompi tampil lagi dengan "Somethings Wrong", hitsnya bersama Bali Lounge, lalu "Aku tak Mau" dan "I am Falling in Love". Lagi-lagi Tompi memperlihatkan kejahilannya, kali ini sang drummer Deri, didaulat olehnya untuk bernyanyi, sedang Tompi bermain drum. Walau hanya satu refrain membawakan lagu Boyz II Men "I'll make Love to You". Tidak ketinggalan juga lagu "Salahkah", yang merupakan hits dari album ketiganya bertitel "Playful" yang dirilis Februari lalu.

K

onser yang berdurasi kurang lebih 1 jam 15 menit ini, diakhiri dengan penyerahan bunga yang dilakukan Wakil dari Dinas Pariwisata & Kebudayaan Jakarta dan Marusya Naingolan selaku Ketua Dewan Kesenian Jakarta kepada Tompi. Acara ini merupakan rangkaian dari Ulang Tahun Jakarta yang ke 480, yang kali ini mengangkat tema Jakartaku, Jakartamu, Jakarta Kita Semua. Jakarta Indah, Bersih, Aman dan Berbudaya.

Jazz di (Teater) Musikal

REKOMENDASI DARI GALA PERDANA "MISS KADALUWARSA"

// WartaJazz PDF

ONI KRISNERWINTO Composer/ Arranger/ Violin/ Alto Sax/ Soprano Sax/ Bass Clarinet BAMBANG CAHYO MUKTI PRIYO WIDODO Trombone/ Trumper / Soprano Sax/ Baritone Sax YUSUF SIMORANGKIR Acoustic Bass TONNY BRILLIANT Guitar Electric & Acoustic HANNY EKA PUTRA Piano GERRY HERB Drums

S

atu lagu penuh di pembuka musikal Miss Kadaluwarsa (dieja pula "Kadaluarsa") langsung berpihak: jazz. Nomer tari "Kupu-kupu" yang dibawakan anggota EKI Dance Company ini pas-serasi dengan melodi lamat-lamat muted trumpet bareng bass clarInet di atas ulangan pola bel. Gambaran terbang, mengapung-melayang seperti peri-peri divine dalam mimpi jelas diperkokoh feel 6/8 nomer ini. Menanjaki ketegangan yang tipis Oni Krisnerwinto berpindah ke soprano sax untuk solo, sementara Bambang Cahyo pindah ke trombone. Di antara ke 6 musisi yang tampil live di belakang drama musikal ini, mereka berdua memang seksi yang paling sibuk gonta-ganti perangkat demi keinginan komposisi.

Berbicara jazz di teater, rasanya tidak kadaluarsa kalau

memegang lebih dari satu alat) untuk merealisasikan konsep bersejarah tersebut.

pula banyaknya kendala teknik pementasan yang mereka hadapi.

Balik lagi ke jazz di pentas EKI production ini (yang mungkin tidak neka-neko ingin jadi milestone musikal di Indonesia). "Knapa Sih, Namaku Narsih?" dalam gaya dixie, tekdung-tekdung jenaka, lengkap dengan aksen lucu legato trombone, sebenarnya tergolong sulit dinyanyikan anak-anak. Namun, kur bocah ini tetap lancar tidak hilang riangnya menyanyikan bagian lirik "...namaku narsih?..." yang nadanya meliuk keluar titian. Sesuatu yang belum mereka kenal di sekolah namun kromatik yang wajar di blues tradisional.

Variasi untuk macam-macam mood yang diinginkan juga dieksplorasi Oni untuk nomer-nomer tarian lain.

"Kontemporer" yang melatari setting pameran seni sesuai judulnya mencomot sedikit gaya progresif free jazz, "Chaos" digambarkan lewat bebop dengan tiup alto cerewet dan distorsi kasar gitar pada konklusinya.

Oni yang kabarnya sedang memutar Piazzolla di recent playlist-nya juga menyumbangkan gesekan violin untuk "Tango" yang menyayat-nyayat anggun. Sementara itu menjelang akhir cerita J3oul "Rhythm of Passion" lengkap dengan ritmik funk bariton sax mengiringi kegalauan Narcissi yang sempat memutuskan untuk gantung diri saja jika tidak sampai dicegah ayahnya.

Harapan ibunda tokoh Narsih (yang kemudian menjadi perkarir sukses bernama baru Narcissi) diungkapkan

Jazz di (Teater) Musikal

REKOMENDASI DARI GALA PERDANA "MISS KADALUWARSA" Oleh : Arif Kusbandono menyebut-nyebut West Side Story (1957) yang terhitung culturally significant, berdampak maju-ke-muka secara jaman. Coba saja kita preteli musikal ini dari sisi scoringnya saja. Kalau jazz di benak Anda berarti pula salah satu dari Stan Kenton (1961), Oscar Peterson (1962), Buddy Rich (1966) atau Chic Corea Electric Band (1996).

Maka, scoring Leonard Bernstein dalam berbagai versi remake penalaran musisi di tahun-tahun rekaman menyusul tersebut, menunjukkan bahwa ia dikenang lestari. Demi senyawanya musik-skenario drama, konsep Bernstein pun menyengaja kemunculan motif tritone, yang dengannya, saling-dissonant antara dua kutub nada tersebut melambangkan saling-oposan antara dua geng dalam West Side Story. Tambahan lagi, pagelaran aslinya membutuhkan 30 musisi (umumnya

// WartaJazz PDF

dengan pas lewat bossa nova berbahasa Jawa campur Inggris "Menantu Idaman". Masih dengan tujuan kesegaran komedi, ibu ini seolah ada di Ipane:da tetapi bersanggul-berkebaya menari dengan pria-pria bersetelan jas. Untuk beberapa kali pertunjukan, di antara tandem peran ibu bernama Duko tersebut adalah penyanyi Netta Kesumah Dewi. Ira Duaty yang memerankannya di malam perdana agak hilang pitch di sejumlah bagian. Nampaknya, ini adalah minor glitch yang muncul di hampir semua penampil yang tidak berlatar musik kuat. Terlihat pula usaha untuk menyeimbangkan dengan menampilkan pula Sita untuk blues "Oh Daddy O...". Produser EKI sendiri, Aiko Senosoenoto, mengakui dengan rendah hati segala kekurangan yang diketahuinya dengan menyampaikan

*** Di tengah masih jarangnya pertunjukkan seni yang digarap serius dan penuh dedikasi (dengan meminjam sebuah ungkapan): musikal Miss Kadaluawarsa menjanjikan pertunjukan yang menantang (dengan tidak menghina intelektualitas Anda), tetapi tetap :1ccessible dan menghibur. Bisa jadi kombinasi menarik buat penonton yang belum klik dengan jazz maupun penggemar yang ingin melihat jazz dalam khazanah lain.

Tentunya terlalu sempit jika melihatnya dalam kerangka jazz saja, mengingat banyaknya tokoh '20 aneka bidang yang melibatkan diri. Pertunjukan ini berlangsung 24-27 Mei 2007 di Gedung Kesenian Jakarta.

WORLD PEACE PROJECT DAN DWIKI DHARMAWAN KONSER DI CINA

Pianist kenamaan Dwiki Dharmawan dijadwalkan akan tampil dalam konser musik di Republik Rakyat Cina (RRC) tanggal 15 Juni 2007 mendatang.

Kepastian itu diperoleh dari Dwiki yang mengirimkan jadwal detail perjalanan dengan rombongan yang terdiri dari Indro Hardjodikoro (bass), Sandy Winarta (drums), Zainal Arifin (perkusi), yang tergabung dalam World Peace Project plus Ivan Nestorman (vocals, gitar), dan Ita Purnamasari (vocal).

Dwiki dan kawan-kawan akan tampil di acara Indonesia-China: Intertwined. Ini adalah bentuk

kerjasama Indonesia-China di bidang budaya dan turisme. Pertunjukan tersebut menampilkan pagelaran seni budaya dua bangsa dalam tari, musik, lagu, dan peragaan busana *** World Peace Project (WPP) yang pertama kali disajikan Dwiki di Jak Jazz Festival 2006, diniatkan sebagai wadah penyaluran aspirasi musisi yang cinta damai, dimana lewat musik yang dimainkan menyampaikan pesan anti perang, intimidasi dan kekerasan kepada dunia.

Di ajang Java Jazz Festival 2007 WPP melebar menjadi ajang bertemunya beragam musisi internasional. Terbukti hadirnya Steve Thornton (perkusi), Andy Suzuki(saxophone), Roger Burns (vibraphone) dan sejumlah musisi lain.

Selain itu Dwiki juga merencanakan akan terbang ke Los Angeles AS untuk merekam WPP bersama Tollak Ollestad (Harmonika), Roger Burn dan Andy Suzuki plus sejumlah musisi tamu antara lain Russel Ferrante (Piano), Jimmy Haslip (bass) yang merupakan anggota dari supergrup Yellowjackets.

Seperti apa WPP dalam bentuk rekamannya kelak?, kita tunggu saja!. (Agus Setiawan B) // WartaJazz PDF

Klik Website

Mosaic Music Festival http://www.mosaicmusicfestival.com

Ron Blake http://www.mackavenue.com/shayari

Chick Corea http://www.chickcorea.com

Raul Midon http://www.raulmidon.com

lIPuTAn jAzz, AlbuM jAzz inDOnESiA DAn MAnCAnEGARA, AGEnDA PERTunjukAn, TIKET KONSER, DEnGERIn jAZZ DI RADIO, PHOTOGRAPHY, REVIEW CD JAzz, inTERViEW, JAzz birTHDAy, jAzz linKs SEMUA TERSAJI DI WARTAJAZZ.COM

Chick Corea @Mosaic Music Festival 2007

by Kushindarto

Chick Corea @Mosaic Music Festival 2007

by Kushindarto

Gary Burton during interview sessions @Mosaic Music Festival 2007

by Kushindarto

Jaga Jazzist Signing after the concert @Mosaic Music Festival 2007

by Kushindarto

Treaty Bridges (Japan, Cuba, UK) @Mosaic Music Festival 2007

by Kushindarto

Zefa Hartani Putra (Bandung) @Mosaic Music Festival 2007

by Kushindarto

Zefa Hartani Putra (Bandung @Mosaic Music Festival 200

by Kushindarto

Gadget NOKIA N81 DENGAN MEMORI 8GB Handphone Gaming, Musik dan Video Nokia N-Gage masih ingat dengan bukan? produk dari Nokia platform game dan disuka oleh para gemmer cukup sukses sukses di pasaran.

Setelah sekian lama tak terdengar ternyata Nokia terus mengembangkan ide mobile gamingnya , melalui handphone terbarunya adalah Nokia N81 dan Nokia N81 8GB. Apa yang membedakan dari Nokia N81 dan Nokia N81 8GB dengan Nokia N-Gage salah satunya adalah dari tampilannya. Nokia N81 memiliki desain slider dengan tampilan layar berukuran 2.4" dan berkekuatan 240x320 pixel, serta bekerja secara landscape (wide) dan portrait (tall).

Selain itu, Nokia N81 juga dilengkapi dengan kamera berkekuatan 2 megapixel serta teknologi WiFi dan Bluetooth serta FM tuner. Nokia mengatakan bahwa fungsi dari tombol akan otomatis menyesuaikan saat kita menggunakannya, seperti saat kita bermain game, mengaktifkan multimedia maupun fungsi smartphone.

Tak hanya itu, Nokia N81 juga dilengkapi dengan web browser, email client, serta panggilan VoIP. Untuk Nokia N81 memiliki memori eksternal yang bisa ditambah, sementara Nokia N81 8GB hanya memiliki memori internal sebesar 8GB, tanpa memori eksternal.

Oleh : Kushindarto/Wartajazz.com SONY ERICSSON W960 Kapasitas memory space sebesar 8GB terbaru dari Sony Ericsson menyajikan handphone formfactor candybar dengan tipe W960, yang merupakan jajaran handphone musik (Walkman Phone) yang memiliki fitur-fitur lain di luar musik yang mengagumkan. Handphone yang berbasis 3G ini bisa dikatakan merupakan ponsel versi musik dari Sony Ericsson P1 dan sekaligus versi upgrade dari Sony Ericsson W950.

Handphone yang berbobot 119 gram ini juga mendapat juluki smartphone yang paling handal saat ini. Lihatlah. 2 kelebihan utamanya yakni kamera digital 3.2MP serta konektivitas Wi-Fi hingga memudahkan anda ber-Internet ria.

W960 juga memungkinkan dapat berkomunikasi di seluruh penjuru dunia karena jaringannya yang luas, mencakup GSM quadband dan UMTS Hingga bisa mendukung untuk bervideo calling bagi anda.

Hadirnya touch screen atau layar sentuh dengan kedalaman 256K warna, juga dapat mengenali goresan tulisan tangan kita (Handwriting Recognition) bisa menjadi salah satu daya tarik lainnya yang ingin dijual oleh pihak Sony Ericsson. Kapasitas memorinya dengan memory space sebesar 8GB, membuat merdeka dalam mnyimpan ribuan file musik. Hebatnya gadget ini dibekali sistem operasi Symbian versi 9.1.

Mau coba Silahkan.

SAMSUNG U700 kelasnya ponsel slide up paling ramping di Samsung U700 hadir dengan i desain elegan. Ini terinspirasi dar au l ki tipisnya sayap kupu-kupu dan ya batu permata. Dengan tebal han t ua mb me gr 6 12,1 mm dan berat 8 Samsung U700 menjadi g handphone slide up paling rampin r adi h di kelasnya. Meskipun dengan bentuk yang tipis, Samsung U700 tetap memiliki teknologi komunikasi paling canggih saat ini dengan menghadirkan banyak fitur dan fungsi. g U700 dapat mendownload Dengan teknologi HSDPA Samsun tik dan dapat membuka dengan kecepatan 3.6MB per de .. Handphone elegant ini koneksi internet yang tanpa batas tar musik portable yang juga bisa berubah menjadi pemu memutar file musik yang mengasyikkan. Kemampuannya berformat MP3, AAC dan WMA lui earphone, muncul kualitas Bila di coba mendengarkan mela ang fitur musik tak dilengkapi suaranya yang optimal.. Tapi say fitur Radio FM,. dengan equalizer. Juga tak punya n pula di U700. Teknologi ni Touch Sensitif Keypad diterapka an yang pertama cukup inovatif, meski Samsung buk a tombol softkey, dan hanya menerapkannya. Diterapkan pad sia) saja. Bila coba disentuh merespon sentuhan kulit (jari manu n memberikan respon dengan benda lain, tombol tak aka

A

Anda memiliki produk yang ingin dipajang dihalaman ini?. Hubungi Redaksi Wartajazz melalui email info@wartajazz.net

Jakarta CLASSIC NEWS AND JAZZ (CNJ RADIO) 99.9 FM - Jakarta 24hours full jazz & classic COSMOPOLITAN FM 90.4 Mhz - Jakarta "JAZZ ON MY MIND" setiap Senin Pkl. 20.00 - 22.00 WIB Bersama Otti Jamalus dan Yance Manusama TRIJAYA 104.6 FM - Jakarta Jammin' on Jazz - Setiap Minggu 19.00 - 21.00 WIB RADIO DELTA 99.1 FM - Jakarta JAK 101 FM - Jakarta One Acid Jazz Hours - Setiap Selasa Pkl. 21.00 - 23.00 WIB One Jazz Hour - Setiap Minggu Pkl. 13.00 - 15.00 WIB RRI PRO 2 105.1 FM - Jakarta HARD ROCK 87.6 FM - Jakarta Setiap Sabtu malam mulai 21.00 - 22.00 WIB EL SHINTA 90.05 FM - Jakarta RAMAKO 105.8 FM - Jakarta Jazzy on Magic - Setiap Hari Sabtu - pkl. 06.00 s/d 24.00 wib RADIO OTOMOTION 97.5FM - Jakarta Jazz Corner Setiap Rabu 21.00-24.00 RADIO A 96.7 FM - Jakarta Jazz Island - Setiap Minggu Pkl. 21.00-22.00 WIB Woman Radio 94.3 FM - Jakarta

// WartaJazz PDF

Jawa Barat & Banten 88,2 FM Hot Radio - Serang Pro 3 107.5 FM Bogor Journey To Jazz" bersama Idang Rasjidi KLCBS 100.4 FM - Bandung Sepanjang hari - Senin sampai Minggu WALAGRI 93.3 FM - Bandung Jazz Talks On Air Setiap Minggu pukul 20.00-22.00 WIB MARA GHITA 106,7 FM - Bandung Cafe Mara Setiap Minggu pukul 22.00-24.00 WIB SKY 90.5 FM - Bandung Jazz Lounge setiap hari Senin pukul 21.00-23.00.

RASE 102.3 FM - Bandung Cooling down with easy listening jazz.. - Setiap hari Rabu 18.00 - 20.00 WIB BUZZ Radio 89.7 FM - Bandung Jazz Buzzing Thru...

Setiap Sabtu 22.00 - 24.00 WI HER Radio 88.9 FM - Bandung Setiap hari Senin-Jumat 06.00-10.00, 16.00-17.00, 18.00-20.00 WIB Setiap Senin-Minggu 13.00 -14.00 WIB HardRock FM - 87.7 Mhz - Bandung TRIJAYA 91.3 FM - Bandung Jammin' on Jazz - Setiap Minggu 19.00 - 21.00 WIB OZ 103 FM - Bandung Jazzyozzie MGTFM 101.25 - Bandung Jazz Hour Mix - Setiap Minggu 18.00 - 20.00 WIB AR 92.9 FM - Cimahi Just 4 Jazz Setiap Jumat Pukul 22.00 - 24.00 WIB KC-10 87,90 FM - Indramayu Just 4 Jazz Setiap Jumat Pukul 22.00 - 24.00 WIB DBFM 91.1 - Cirebon Setiap hari Kamis - pukul 19.00 - 22.00 WIB

Program Jazz di Radio di Indonesia Dikompilasi oleh Team WartaJazz Sumatera

Jawa Tengah & Yogyakarta

Prima 104,4 FM - Banda Aceh Yuppies Station Setiap Hari mulai pukul 12.00 - 14.00 wib Nikoya FM 106FM - Banda Aceh Setiap hari Minggu 12.00 - 14.00 wib

Classy FM - Padang

PAS FM - Pekanbaru

Smart FM - Pekanbaru

Aditya FM - Pekanbaru

City Radio 95.9 FM - Medan Jamz on Night - Setiap Senin 19.00-20.00 WIB Delta 105.8 FM - Medan Setiap hari Senin pukul 21.00-22.00 WIB

Prapanca 95.1 FM - Medan

Sonya 106.6 FM - Medan Trijaya FM Pekanbaru Setiap minggu pukul 19.00 - 21.00 wib

Radio Satya Bhakti Polda 88.4 FM - Medan Acara "Halimun" -Setiap Kamis Malam jam 21:00-24:00 HANG 106.0 FM - Batam

DP 101.1 FM - Palembang Setiap Selasa, Rabu dan Jumat Jam 20.00 - 21.00

SMART 101.8 FM - Palembang

ARDIA FM Yogyakarta Full jazz setiap hari. Supported 100% by WartaJazz.com

SWA 92.3 FM - Yogyakarta "PROGRESSIVE WITH SWA" Setiap Minggu ke 1 & 3, mulai pukul 21.00 - 23.00 GERONIMO 106.1 FM - Yogyakarta Tiap Rabu Malam Pkl 20.00 - 21.00 WIB

RASIALIMA FM - 89.7 Mhz - Yogyakarta Jazz Box setiap Kamis malam Pkl. 21.00 - 22.00 WIB

SWARAGAMA 101.7 FM - Yogyakarta Channel 5 FM - 94.6 Mhz- Yogyakarta Tiap Senin malam Jam 21.00 - 23.00 UNISI FM - Yogyakarta PRO3 103 FM - Yogyakarta Jazzy Tunes Setiap Rabu 20.45 - 22.00 WIB

TRIJAYA 97.0 FM - Yogyakarta Jammin' on Jazz - Setiap Minggu 19.00 - 21.00 WIB

Trax 88.7 FM - Yogyakarta

SAS FM - Solo SOLO

Radio 92.9 FM - Solo Setiap Jumat 21.00 - 22.00 WIB Jamz on Night Court with WartaJazz.com

TRIJAYA FM Semarang SS Smooth Jazz 105.2 FM, Semarang Rescue Me (Senin - Sabtu 10.00 - 12.00 Jazz For You (Mon - Sat 18.00 - 20.00) Khusus Acid Jazz setiap sabtu di Jazz For You mulai jam 19.00 sd 20.00

BSP 103,7 FM, Pekalongan 1. THE HISTORY OF JAZZ - setiap hari jam 08.00 ; 13.00 ; 22.00 2. MUSIKALITAS - setiap hari minggu jam 22.00-24.00

Mitra 104.9 FM Purwokerto

// WartaJazz PDF

Jawa Timur

Kalimantan

Suara Surabaya 100 FM, Surabaya SCFM 104.75 FM - Surabaya Jammin' on Jazz - Setiap Minggu 18.30 - 21.00 WIB HardRock FM - 87.7 FM - Surabaya Tiap Minggu malam Pkl. 21.00 - 22.00 WIB Star 105.5 FM - Surabaya Setiap Senin hingga Kamis Pukul 13.00 - 15.000 WIB Setiap Kamis 19.00 - 21.00 WIB JJFM 105,10 FM - Surabaya Jazz Night setiap Jumat jam 21.00 - 23.00 .

Kencana 98.6 FM - Malang Jazzi (Jazz Indonesia) setiap hari Minggu jam 21.00 - 22.00.

KOSMONITA 95.4 FM - Malang "KOSMO CORNER" setiap Sabtu sore Pkl. 16.00 - 18.00 WIB PRO3 FM - Malang MAS 104.5 FM - Malang Jazzy Corner Setiap Sabtu, 12.00~14.00 WIB 101.3 MFM it's my life - Malang WIJAYA KUSUMA FM - MADIUNS

PRO2 FM - 97,6 FM Samarinda Tiap Minggu malam Pkl. 21.00 - 23.00 wita DINO 90.9 FM Samarinda Jazz on Air Setiap Jum'at 21.00 - 24.00 Wita HEARTLINE 98.8 FM - Samarinda MAHAKAM 101.1 FM - Samarinda Radio BORNeo 96 FM - Samarinda Setiap Senin 21.00 - 23.00 wita NBI Rasisonia 103.1 FM - Bontang BISI Balikpapan Phalma 94.6 FM - Balikpapan Tasty Jazz Setiap jumat mulai pukul 14.00 - 15.00 wita 97,00 FM Balikpapan Evella Rasisonia 96.7 FM - Palangkaraya Setiap Senin 19.00 - 21.00: Kupasan Album (New Release) Setiap Selasa 19.00 - 21.00 Indonesian Jazz & Rilex Setiap Kamis 21.00 - 23.00 Live Music Community Palangkaraya Volare 103,4 FM - Pontianak In the Mood of Jazz - Setiap Selasa pukul 21.00-23.00.

Vista 92.4 FM Pontianak Radio Martapura 107.1 FM, Martapura Jazz on Weekend - Setiap Sabtu 11.00 - 12.00 Ashbone 96.8 FM Banjarmasin Jazz Corner ; Senin s/d Jum'at jam 15.00 - 18.00 Wita.

Free Jazz ; Kamis jam 20.00 - 23.00 Wita.

Sunday Jazz ; Minggu jam 16.00 - 18.00 Wita.

Jazz on the Weekend ; Sabtu jam 12.00 - 14.00 Wita.

AshBone Jazz Chart ; Sabtu jam 14.00 - 15.00 Wita.

// WartaJazz PDF

Bali & Lombok HardRock FM - 87.8 Mhz - Denpasar Super Radio 102.3 FM - Denpasar Setiap hari Sabtu pukul 14.00 - 18.00 WITA Kuta Radio 106 FM, Denpasar Setiap Kamis pagi jam 01:00 - 04:00 WITA FBI 91.8 FM - Denpasar Setiap Senin-Minggu pukul 20.00 - 22.00 wita.

LCBS 96.00 FM - Lombok Setiap Rabu pukul 18:00 – 19:00 WITA

Sulawesi MERCURIUS Top FM - Makassar DELTA 99.2 FM - Makassar deltaJAZZ Setiap Senin mulai pukul Pkl. 20:00 – 21:00 Wita.

Papua Mercury CBS 102.3 FM - Biak, Papua

Radio anda memutar jazz?

Jika radio anda memiliki program jazz dan belum tercantum dalam daftar ini, silakan menghubungi kami di info@wartajazz.net Sertakan informasi gelombang siar anda, nama program, dan diudarakan setiap hari apa dan waktunya.

Acara sewaktu-waktu dapat berubah

Untuk Radio yang tertarik bekerjasama pengelolaan program bersama team WartaJazz Radio Network Productions, silakan menghubungi kami di 021-8310769 atau 0274-512561

compiled by WartaJazz.com

Call to WartaJazz.com (021) 8310769 to order this album!

S

O

LD

O

T U LD O S

T U O

Artis: Tohpati Judul: Tohpati Harga : IDR 50.000

Artis: Tohpati Judul: Serampang Samba Harga : IDR 50.000

Artis: VIVO Judul: Lounge of Love Harga: IDR 50.000

Artis: Various Artist Judul: Jazz Masa Kini Harga: IDR 40.000

Artis: Balawan Judul: gloBALIsm Harga : IDR 70.000

Artis: Balawan Judul: Balawan Harga: IDR 135.000

Artis: Balawan Judul: Magic Fingers Harga: IDR 45.000

Artis: Various Artists Judul: Bali Lounge Harga: IDR 90.000

Artis: Tompi Judul: T Harga: IDR 52.000

Artis: Tompi Judul: Soulful Ramadhan Harga: IDR 50.000

Artis: Tompi Judul: Playful Harga : IDR 52.000

Artis: Nial Djuliarso Judul: Live at the Juilliard Harga : IDR 52.000

Call to WartaJazz.com (021) 8310769 to order this album!

Artis: Peppi Kamadhatu Judul: Peppi Kamadhatu Harga : IDR

Artis: Peppi Kamadhatu Judul: Suddenly Harga : IDR

Artis: Peppi Kamadhatu Judul: You Don't Know Me Harga : IDR

Artis: Andien Judul: Kinanti Harga : IDR 45.000

Artis: Aksan - Joe - Masako - Peter Judul: Version Two Harga: IDR 100.000

Artis: Aksan - Joe - Masako - Peter Judul: Peaceful Journey Harga: IDR 60.000

Artis: Andien Judul: Gemintang Harga: IDR 45.000

Artis: Kemala Ayu Judul: Emotions Harga: IDR 100.000

Artis: Syaharani Judul: Buat Kamu Harga: IDR 60.000

Artis: Syaharani Judul: Magma Harga : IDR 60.000

Artis: Zefa & Uncles Judul: Zefa & Uncles Harga: IDR 55.000

Artis: Zefanya Putra Judul: Zefanya Putra Harga: IDR 55.000

LD O S

T U O

Artis: Various Artists Judul: Sound of Belief Harga : IDR 90.000

S

Artis: Various Artists Judul: Sound of Belief (Repackage) Harga : IDR 40.000

LD O S

T U O

Artis: Soegeng Sarjadi Judul: Talking to you Harga : IDR 70.000

LD O S

LD O

U O

T

Artis: Soegeng Sarjadi Judul: Its Me Harga: IDR 90.000

T U O

Artis: Sujiwo Tejo Judul: Syair Dunia Maya Harga : IDR 45.000

Artis: Podjama-Saraswati Judul:Podjama-Saraswati Harga : IDR 100.000

Artis: Pata Masters/Kua Etnika Judul: Pata Java Harga: IDR 100.000

Artis: Canizzaro Judul: Untuk Selamanya Harga: IDR 25.000

Artis: co-P Judul: Blue Lines Harga: IDR 45.000

Artis: Yuri Mahatma Judul: If I were a Magician Harga: IDR 70.000

Artis: Koko Harsoe Judul: Mainan Harga : IDR 60.000

Artis: Andrini Judul: Waiting for Tomorrow Harga : IDR 45.000

Call to WartaJazz.com (021) 8310769 to order this album!

LD O S

T U O S

LD O

T U O

Artis: Dewa Budjana Judul: Nusa Damai Harga : IDR 70.000

Artis: Dewa Budjana Judul: Gitarku Harga : IDR 45.000

Artis: Dewa Budjana Judul: Samsara Harga : IDR 45.000

Artis: Dewa Budjana Judul: Home Harga : IDR 45.000

Artis: Krisna Balagita Judul: Sign of Eight Harga : IDR 60.000

Artis: Idang Rasjidi Judul: Live at four season Harga : IDR 90.000

Artis: Riza Arshad Judul: Trioscapes Harga: IDR 20.000

Artis: Balawan Judul: Magic Fingers Harga: IDR 135.000

Artis: simakDialog Judul: Baur Harga: IDR 70.000

Artis: simakDialog Judul: Baur Harga: IDR 70.000

Artis: simakDialog Judul: Patahan Harga : IDR 45.000

LD O S

T U O

Artis: simakDialog Judul: Lukisan

Call to WartaJazz.com (021) 8310769 to order this album!

S

LD O

T U O

LD O S

T U O S

LD O

T U O

LD O S

T U O

Artis: Various Artists Judul: Jazzy Christmas Harga : IDR 70.000

Artis: Various Artists Judul: Jazzy Bass Harga : IDR 35.000

Artis: Various Artists Judul: Jazzy Duet Harga : IDR 70.000

Artis: Various Artists Judul: Jazzy Sax Harga : IDR 70.000

Artis: Krakatau Judul: Mystical Mist Harga: IDR 60.000

Artis: Krakatau Judul: Magical Match Harga: IDR 60.000

Artis: Krakatau Judul: 2 Worlds Harga: IDR 60.000

Artis: Krakatau Judul: Rhythms of Reformation Harga: IDR 60.000

T U O

T U O

Artis: Dian Pramana Poetra Judul: Terbaik Terbaik Harga: IDR 50.000

Artis: Oele Pattiselanno Judul: Plays Standard Harga: IDR 50.000

S

LD O

Artis: Devian Judul: Spring Time Harga: IDR 90.000

LD O S

Artis: Tony Scott & The Indonesian all stars Judul: Djanger Bali Harga: USD 1.000

Call to WartaJazz.com (021) 8310769 to order this album!

Artis: Ireng Maulana All Stars Judul: Sweet Jazzy Harga : IDR 100.000

Artis: Ireng Maulana All Stars Judul: Ireng Maulana All Stars Harga : IDR 100.000

Artis: Maurice Rugebregt Judul: Sioh Maluku Harga: IDR

Artis: Ecoutez Judul: Ecoutez Harga : IDR 35.000

Artis: Ermy Kullit Judul: Golden Hits (VCD) Harga: IDR 50.000

Artis: Ermy Kullit Judul: Private Collection Harga: IDR 50.000

Artis: Ermy Kullit Judul: Private Collection 2 Harga: IDR 50.000

Artis: Ermy Kullit Judul: Untuk Mu Harga: IDR 100.000

Artis: Margie Segers Judul: Lady of Jazz Harga: IDR 100.000

Artis: Ubiet Judul: Music for Solo Performer Harga: IDR 50.000

Artis: Kande Judul: Meukondroe Harga : IDR 50.000

S

LD O

T U O

Artis: Margie Segers Judul: Life Harga: IDR 90.000

Call to WartaJazz.com (021) 8310769 to order this album!

Artis: Gadiz V and Bass G Judul: Exotic Saxes Harga : IDR 35.000

Artis: Gadiz V and Bass G Judul: Sax Chemistry Harga : IDR 40.000

Artis: Various Artists Judul: Sepanjang Jalan Kenangan Harga : IDR

Artis: Indra Lesmana Judul: Silver Harga : IDR 70.000

LD O S

T U O

Artis: Benny Likumahua & Friends Judul: Jazz Masters Harga: –

Artis: Syaharani Judul: Wonderful World Harga: –

Artis: Olive Judul: You Harga: IDR –

Artis: Indra Lesmana Judul: Reborn Harga : IDR 70.000

Artis: Syaharani Judul: Buat Kamu Harga: IDR 50.000

Artis: Syaharani Judul: Magma Harga : IDR

Artis: Syaharani Judul: Love Harga: –

Artis: Syaharani Judul: Syaharani Harga: –

Dapatkan WartaJazz PDF Edisi Sebelumnya dengan mengklik http://www.wartaJazz.com/pdf

free!

GRATIS // WartaJazz PDF

BEBEN JAZZ “ SATU, YANG PASTI” Adalah seorang gitaris dan vokalis yang Spartan berjuang menemukan jati dirinya. Keluar dari jabatan eksekutif sebuah bank demi musik Jazz.

Hasilnya, selain enjoy bermusik, Beben yang juga mendirikan Komunitas Jazz Kemayoran ini sekarang kondang. Dan Beben menerbitkan Free magz, beroplah 15 ribu, SOUND UP yang khusus menyoroti berbagai jenis musik. Dan, kabar terakhir Beben Jazz (mari kita undang dia begitu ...) menjadi Dosen Musik di sebuah perguruan bergengsi di kawasan Karawaci.

GABY SUANO “ BELIEVE (CINTA ABADI) ” Sedangkan Gaby, kami temukan ketika masih memperkuat formasi kelompok bernama Campus Worship. Timbre vocalnya, menggetarkan. Jika rekan MD ingat vokalis kelompok new wave Inggris Yazoo, vokalisnya Alisson Moyet nah, timbre vokal Gaby mengarah ke sana. Penggemar Mrs. Moyet-kah, Gaby? “Waduh, denger namanya juga baru sekarang, hehehe ... “ujarnya polos. Iya, Yazoo kan populer-nya di awal 80-an. Belum lahirlah dia ! Nah, secara penyanyi, Gaby ternyata seorang hyphenate ! Julukan bagi seorang penyanyi yang bisa menuliskan lagu-lagunya sendiri !

INDONESIAN JAZZY VOCAL TOO Produksi TARGET POP / PRO-SOUND