Radar Banyuwangi 14 Juli 2013

Page 4

UNTUK PEREMPUAN

34

Minggu 14 Juli 2013

Saling Mengunjungi dan Memupuk Solidaritas SEJAK terbentuk pertengahan tahun lalu, komunitas Srikandi Praja Wibawa telah menunjukkan eksistensinya. Minimal sebulan sekali, komunitas yang beranggota personel perempuan Satpol PP Banyuwangi itu rutin menggelar pertemuan. Lokasi pertemuan pindah-pindah di rumah

aci lovers

Base Camp: Jl. A Yani 35 Banyuwangi Berdiri: Tahun 2002

n$

$khusus perempua

Mengaji dan Memasak Bersama SEBAGAI orang-orang yang bekerja di tempat yang sama, para kru apotek Citra Indonesia yang tergabung dalam ACI Lovers ini memang ingin selalu kompak. Mereka punya agenda rutin

dan kujadikan ia anak-anak di bawah judul puisiku

Kopi Hitam kopi hitam adalah rindu. hitam kelam kedasarnya wangi aroma. Nikmat sedap diburu dari dulu perempuan paling tahu pada siapa hatinya hendak di satu padu bukan melulu logam dan batu-batu. kesetiaan lelakinya adalah nomor satu.

Hikayat Kuli II langit bening. terik kian jalang kuasai tubuh manusia yang menari di bawahnya. dan membangun. membangun. tiada akhirnya.

Di Bawah Gunung Raung kesiur angin meremukkan jantung. seserpih kenang perlahan meruap beterbangan menuju pepucuk pinus. berdiri ia kesepian. alas tua senantiasa isi kepala penyair rimba bagi pengelana rindu. ada kabut bernama keraguan. ia yang tak hendak pergi dari jengkal-jengkal waktu.

Di Depan Stasiun Kalibaru Di depan stasiun. Jam sebelas siang sambil menunggu jemputan aku duduk lumati jalanan. Di bawah tiang bendera karatan delman-delman di bariskan dengan karung diikat di bawah bokong di depan stasiun. Di seberang jalan toko material kokoh terpancang sibuk buruh pribumi menurunkan material bangunan sang tauke berulas senyum hitung untung digenggam di depan stasiun. Lewat jam sebelas siang pedas debu diterbang angin perih mata terasa hilir mudik pedagang asongan jajakan irisan mangga telur puyuh kacang tahu dan tisu sekadar raup untung receh di saku di depan stasiun terik kian jalang dudukku menunggu jemputan. Sajak-sajak Muchlis Darma Putra. Penyair asal Wadung Pal, Banyuwangi, mukim di @yudhistira 1

Pe njaga gawang rubrik budaya Radar Banyuwangi siap menerima tendangan karya Anda dalam bentuk gambar, sketsa, puisi, cerpen, apresiasi sa stra, dan ar tikel budaya (maksimal 10.000 characters with spaces). Silakan kirim ke budayaradarbwi@gmail.com.

KOMUNITAS anda ingin tampil di koran? Caranya mudah. Isi ballot Jawa Pos For Her Community Competition yang tercetak di halaman koran ini, lalu kirim data dan foto ke kantor Jawa Pos Radar Banyuwangi di jalan Yos Sudarso 89-c Banyuwangi. Kiriman pembaca akan terbit setiap edisi kamis dan minggu.

arisan bersama. Mereka juga rutin melakukan silaturahmi ke rumah para anggota. Di luar berbagai rutinitas kerja, mereka sesekali berlibur bersama saat libur kerja. (c1/bay)

Anak-anak Puisi udara dingin luar rumah tusuki ruas-ruas jalan lengang berdesir di tiap sudut tikungan sebelum tiba di depan rumah dengan beberapa larik puisi yang lahir dari rahim malam

semua anggota secara bergiliran. Tujuan anjangsana tersebut adalah menjalin silaturahmi sekaligus memupuk kekompakan dan solidaritas. Tidak hanya itu, mereka juga menggelar kegiatan sosial, seperti donor darah, dan bagi takjil gratis kepada yang membutuhkan. (sgt/c1/bay)

srikandi Praja wibawa

Base Camp: Jl Jaksa Agung Suprato Berdiri: 2012

Menunggu Kekasih Oleh Ferick Sahid Persi*

T

erdengar tembang asmarandana yang sangat magis dan begitu dalam, menulusup keheningan yang menyelimuti rumah megah dan misterius itu. Ada seorang wanita tua yang menghuni salah satu kamar di rumah itu, kamar yang tersembunyi atau entah memang sengaja disembunyikan. Ia sedang merajut switer dan ia memang selalu merajut switer. “Dia pasti akan senang”, wanita tua itu berkata dengan senyum manis, semanis ingatan-ingatan masa lalunya. Sambil merajut, ia melanjutkan dialognya dengan dirinya sendiri, “kira-kira dia nanti membawa oleholeh apa ya? Ah pasti bunga edelweys, kemudian dia akan mengatakan ini adalah bunga edelweys bunga keabadian yang manjadi sibol cinta kita berdua padahal yang dia bawa hanyalah rerumputan biasa yang selalu layu jika sudah 3 hari”. Ia tertawa lagi dengan hati yang berbunga-bunga atau mungkin hati bunga yang ditusuk-tusuk. Setelah meletakan rajutannya di atas bangku kayu yang ia duduki, ia menghampiri sebuah foto yang terpajang di dinding kamarnya. Sebuah foto hitam putih seorang pemuda yang berusia sekitar 20 tahunan. Ia tersenyum dengan mata berkaca-kaca, mengingat-ingat segala kenangan tentang laki-laki yang berada dalam foto itu. Laki-laki itu adalah kekasihnya sejak 35 tahun yang lalu. “Tawanya selalu lebar dan aku selalu tertawa mendengar lelucon-lelucon yang dia ceritakan, ketika dia datang pasti dia sangat lelah”, ia berkata sambil membersihkan ranjang tempat tidurnya yang dipenuhi bunga-bunga mawar yang sudah kering. “Dia suka sekali naik gunung. Hari ini dia pasti akan pulang, jadi aku harus membersihkan tempat ini. Iya, rumah ini harus terlihat bersih dan rapi”, ia berkata dengan raut wajah yang bahagia dan penuh kerinduan. Disela-sela kesibukannya membersihkan ruangan itu, ia teringat kembali dengan kekasihnya. Ia kembali memandangi foto yang sengaja ia pajang di dinding kamarnya, ”kalau kulihat foto-foto ini, aku jadi ingat masa itu. Waktu itu, kami berkenalan di tempat pendaftaran mahasiswa baru, ya kami satu kampus. Dia mahasiswa yang sangat aneh menurutku. Rambutnya tidak pernah disisir, pakaian pun selalu asal-asalan, dia selalu percaya diri, sok tampan, dia juga selalu menggoda wanita-wanita. Hahaha aku sangat jijik melihat tingkahnya waktu itu, oh aku melantur kemana-mana. Hmm di tempat pendaftaran, iya di tempat pendaftaran itu, dia terlihat sangat kebingungan. Dia belum memutuskan mau memilih jurusan apa. Dia terdiam, melamun dan berpikir, hahaha lucu sekali. Tiba-tiba dia ganti memandangiku di tempat pendaftaran itu, dia melihatku, kemudian dia mendekatiku. Pada awalnya aku takut, jangan-jangan dia mau berkenalan dengan ku? Ah, jangan sampai pikirku. Oh Tuhan, dia terus berjalan mendekat kepadaku. Ternyata, dia datang tapi bukan untuk berkenalan denganku. Dia hanya melihat formulir yang sedang aku isi. Kemudian dia melakukan hal yang sama sekali tidak aku duga. Tiba-tiba, dia mengisi jurusannya sama dengan punyaku. Astaga, dasar orang gila. Dia benar-benar orang paling konyol dan paling aneh yang pernah aku kenal. Tapi karena keanehannya itulah aku bertemu dengan dia. Setelah selesai menceritakan kepingan hidupnya pada dirinya sendiri, ia kembali melantunkan tembang asmarandana dengan lirih. Ia merasa seolah-olah dia baru saja jatuh cinta. Tembang asmarandana itu mengalun dengan kekuatan yang agung nan suci, tapi sekaligus mengalun dengan rapuh dan membunuh. Benar-benar dua dimensi yang saling bertolak belakang, walaupun pada akhirnya bersatu hingga membuat dilema yang mendengarkan antara cinta atau sakit hati atau bunuh diri. Sorot mata wanita itu hanya terpancar aura cinta kasih yang suci dan putih seperti kafan. Ia memiliki sisa-sisa kekuatan dan ia kembali mengingat masa lalunya. Masa yang terindah yang pernah ia miliki dan ia melanjutkan berkata pada dirinya sendiri. ”Seiring berjalannya waktu, dia berkembang menjadi aktivis. Pada suatu siang dalam acara di kampus, dia memberikan sebuah pidato. Aku masih ingat temanya hingga sekarang. Dia berpidato tentang perceraian. Dia mampu berpidato dengan sangat hebat, dialah sang orator yang mengaum bak singa, mampu membakar dan menumpahkan tangis kami semua. Aku masih ingat sekali sebuah kata-kata yang benar-benar menyentuh, kenapa ada pernikahan jika diciptakan perceraian?. Perceraian adalah racun yang akan membunuh anak-anak kecil yang tidak berdosa dan tidak tahu apa-apa. Wow, dia sangat hebat. Apalagi ketika aku mengetahui bahwa dia tidak punya persiapan apaapa untuk berorasi karena ditunjuk menggantikan salah satu teman kami. Aku tidak menyangkanya sama sekali. Dulu awal masuk kuliah, dia tidak lebih dari seorang mahasiswa yang kerjaannya hanya menggoda gadis-gadis, tapi sekarang dia bisa berorasi dengan sangat hebat. Singkat cerita, kami menjadi semakin dekat dan menjadi pasangan kekasih. Dia benar-benar lelaki yang luar biasa”. Wanita tua itu seolah-olah memperoleh kekuatan

yang tidak bisa dijelaskan. Kekuatan itu menuntunnya menari-nari seolah sedang merasakan ada kekasihnya di situ. Dia menari seperti menemukan titik extase tertingginya. Hingga ia mencapai titik klimaks kebahagiaannya sambil berkata, “Berbeda dengan laki-laki yang selalu aku pacari selama ini, dia selalu jujur apa adanya, dan benar-benar mau menerimaku apa adanya. Walaupun tingkahnya seperti anak-anak dan tidak romantis, tapi itu menjadi nilai tersendiri bagiku. Kemana-mana kami selalu berdua, semua kegiatanku bersamanya benar-benar membuat aku merasa sangat bahagia dan semakin mencintai dia. Hingga pada suatu hari, kami memutuskan untuk berjalan-jalan berlibur diluar kota. Liburan itu sangat mengasyikan bagiku yang belum pernah keluar kota sebelumnya. Malam itu di sebuah kota yang asing dan kami tidak tahu harus menginap di mana, dia memberi tawaran padaku untuk menginap di sebuah hotel. Menginap di hotel berdua? kau gila? Tapi dia benarbenar memaksa dan mengatakan bahwa sudah tidak ada tempat lagi untuk menginap. Terjadilah perdebatan panjang lebar dan akhirnya aku kalah. Aku mau menginap di hotel berdua dengan dia. Pada awalnya, kami tidur saling membelakangi. Lama-lama dia mulai mendekatiku. Aku sangat takut dengan apa yang aku pikirkan. Akhirnya, oh Tuhaaannnnn apa yang aku takutkan terjadi juga”. Akhirnya tarinya terhenti dan ia menjatuhkan diri di ranjang. Ia mulai menggerayangi tubuhnya sendiri. Awalnya, raut wajahnya ketakutan dan jijik, namun lambat laun raut wajahnya berubah dengan raut wajah yang bahagia seperti halnya raut wajah pengantin baru. Ia duduk di atas ranjangnya, menatap nanar ke depan dengan pandangan kosong. Matanya memerah dan keluar tetes demi tetes air matanya. “Aku benar-benar menyesal dan merasa telah dibodohi. Seakan-akan semua itu sudah direncanakannya dari awal. Liburan dan menginap di hotel, semua terjadi dengan sangat cepat. Ketika sampai di rumah, aku mengunci kamar dan menangis tanpa henti. Kemudian aku telanjangi tubuhku di depan cermin dan aku melihat bahwa tubuhku yang aku jaga selama itu sudah dinodai hanya dalam waktu semalam saja.

Tapi mau bagaimana lagi, nasi sudah menjadi bubur. Aku tidak mungkin marah dan memutuskan hubungan dengannya begitu saja. Aku sudah terlanjur mencintai dia dengan amat sangat. Aku juga sudah terlanjur memberikan hal pada diriku yang paling berharga. Kami tetap menjalani harihari kami seperti biasa dengan cara berpacaran yang mungkin agak berlebihan setelah kejadian di hotel itu. Kami berubah menjadi sering melakukan hal itu dan lama-lama hal itu menjadi kebiasaan. Beberapa bulan telah berlalu dan aku baru sadar bahwa aku telat datang bulan. Aku mulai khawatir apakah aku hamil? Aku mencoba menghilangkan pikiran itu. Ah, tidak mungkin aku hamil, kami selalu melakukannya dengan kondom. Kondom tersedia dimana-mana dan kami selalu membelinya sebelum melakukan hal itu. Ah ini pasti telat biasa, tapi dalam hatiku itu telat yang tidak biasa. Akhirnya aku putuskan untuk membeli testpack”. Wanita itu membayangkan menggenggam sebuah testpack, padahal yang ia genggam hanyalah mawar-mawar merah yang sengaja di taruh di dalam sebuah keranjang sampah. Sambil membayangkan memegang testpack, ia kembali mengenang ingatannya. “Aku benar-benar takut kalau ada yang melihat aku membeli testpack, aku menyembunyikan dengan sangat baik. Jangan sampai ada satu orang pun yang tahu, apalagi ibuku. Kalau dia tahu, maka tamatlah aku. Segera aku ke kamar mandi, aku menaruh kencing pada sebuah wadah dan aku celupkan testpackku. Saat aku melihat hasilnya, bagaikan disambar petir, aku melihat 2 garis merah pada testpackku. Itu artinya, aku hamil. Aku langsung menangis tanpa henti. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku langsung menelepon kekasihku dan mengatakan apa yang telah terjadi. Kami berdua memutuskan untuk bertemu, aku menangis di pangkuannya dan memintanya untuk menikahiku. Tapi apa yang dia katakan? Dia bersikeras tidak mau menikahiku. Dia bersikeras tidak akan menikah selamanya. Dia benci pernikahan, karena perceraian dimanamana dan banyak anak-anak terlantar”. Tangis wanita tua itu terpecah dan terlihat dari sorot matanya yang mengiba penuh kasih.

Wanita tua itu menangis sambil berkata, “Aku ingat saat dia menyuruhku untuk menggugurkan anakku. Hah, menggugurkan anak ini? Katamu banyak perceraian yang membuat anak terlantar, tapi kau malah membunuhnya? Ah, semua ini pasti omong kosong. Aku pasti bermimpi dan mimpi ini sangat buruk aku mencoba mencubit-cubit tubuhku tapi ternyata aku tidak bermimpi. Kenapa ini bukan mimpi? Aku tidak mau membunuh bayiku. Aku tidak mau. Aku tidak mau”. Beberapa saat, kamar itu seakan menjadi tempat yang tidak ada kehidupan sama sekali. Hanya kesepian dan diam yang membanjiri ruangan itu. Wanita itu kembali menatap dengan tatapan kosong, kemudian tersenyum ganjil. Sebuah senyum yang aneh. Senyum yang kehilangan rohnya. Kemudian ia berkata dengan tatapan kosong, “Setiap malam aku bermimpi sedang bermain dan bernyanyi dengan seorang anak perempuan bertubuh mungil yang lucu. Dia sedang belajar, berjalan, dan masih belajar berbicara. Dia lucu sekali, tapi aku harus membunuhnya...!” Dengan sangat tiba-tiba dan cepat, tangisnya menjadi-jadi. Tangis yang mengerikan dan memekakkan telinga. Sambil berteriak-teriak, ”Aku harus membunuhnya, aku harus membunuhnya ya Tuhan. Ini demi masa depanku, demi kehormatan orangtuaku, dan demi kekasihku. Dia meminta hal ini, dia belum siap, dia belum siap membagi cintanya. Aku mencintainya, dia kekasihku, dia kekasihku tapi aku harus membunuh anakku. Baik, aku akan menelan obat penggugur kandungan ini. Sesuai ketentuan pemakaiannya, salah satunya harus dimasukkan ke dalam lubang kemaluanku, baiklah”. Tiba-tiba wanita itu mendapati perubahan emosi yang sangat cepat. Tiba-tiba ia tertawa. Tawa yang lebih mengerikan dari tangisnya. Tawa yang seolah-olah membangkitkan sesuatu yang menakutkan dan jahat. Tawa yang membuat bulu kuduk, bahkan tawa yang akan membuat seorang lelaki kekar akan menangis. Sambil terus tertawa ia berkata, “aku membunuhnya! Aku membunuhnya! mayat bayi itu anakku. Ia keluar dari vaginaku dan aku melihat potongan mata yang kecil jatuh di kloset WC. Lihat, itu seperti bentuk tangan dan kaki. Oh Tuhan, bahkan aku tak sempat menguburnya atau memberikan dia nama. Semua terjadi begitu saja, seperti berak, seperti tai”. Kembali dia merasakan jiwa kekasihnya dari sebuah bantal guling yang ada di atas tempat tidurnya. Ia berkata pada bantal guling itu, “Kekasihku, aku tidak mau melakukan hubungan itu lagi. Ini yang terakhir. Oh tidak sayang, kau jangan menggerayangi lagi. Ahh baiklah-baiklah, baik ini bukan yang terakhir. Aku sangat suka hubungan ini. Aku sangat menikmatinya. Oh sayang, aku sangat suka masturbasi, aku sangat suka ketika merasakan masturbasi. Ohh aku bahagiaaa”, teriak wanita itu dengan tertawa dan sambil membayangkan bantal guling itu sebagai kekasihnya. Tersentak, wanita itu duduk. Ia pucat. “Oh Tuhan, aku telat lagi. Apakah aku hamil lagi? Oh tidak. Pasti aku salah”, teriaknya seperti orang gila. “Apa aku harus membunuhnya lagi? Tidak! Aku tidak akan membunuhnya. Cukup sekali saja semua terjadi, kau harus menikahiku kau harus menikahiku!“, ia berkata sambil mengeluarkan satu persatu sweater di dalam almari. Ia menganggap bahwa sweater itu adalah kekasihnya. “Kau harus menikahiku karena aku sangat mencintaimu, kau tidak bisa menolaknya. Betapapun kau membenci pernikahan”. Ia benar-benar merasakan roh kekasihnya ada dalam salah satu switer itu, kemudian ia mengangkatnya. Ia berdansa dengan sweater itu sambil berkata, “Apa? kau mau menikahiku? Sayang, itulah jawaban yang aku tunggu-tunggu selama ini, akhirnya kau mau juga menikahiku. Aku berjanji akan selalu di rumah bila kau pulang kerja, aku akan selalu membuatkanmu kopi jika kau mau berangkat bekerja pagi, semua akan menjadi sempurna, iya kan? Semua berjalan sangat sempurna tamu-tamu undangan, orangtuaku, orangtuamu, penghulu. Aku siap menikah, siap berumah tangga, siap hidup sempurna. Semua sudah siap tinggal menunggu kedatangan kekasihku, tapi sampai hari ini dia belum datang. Entah sudah berapa musim aku mengenakan pakaian pengantinku ini. Aku tidak akan melepasnya sampai pernikahanku selesai. Mungkin dia sedang berhalangan atau apa, tapi aku berjanji akan tetap menunggunya dan akan terus menunggunya. Entah berapa tahun lagi dia akan datang, dia akan datang untuk menikahiku. Aku tidak akan melepaskan pakaian pernikahanku ini karena dia akan datang juga dengan pakaian pernikahannya. Aku akan menunggu dia. Dia akan datang”, kembali ia melantunkan tembang asmarandana dengan tangis sendu yang sangat memilukan. Lalu ia merapikan ruangan itu dan melihat foto kekasihnya beberapa saat. Setelah dia selesai merapikan ruangan itu, kembali ia mengambil sweaternya yang belum selesai dan ia kembali merajutnya. Gema asmarandana terus menyeruak rasa pada sekat-sekat kegetiran hidup, diiringi tangis yang tidak pernah berhenti untuk satu hari saja. *) Pemuda Genteng, Banyuwangi, yang aktif menulis cerpen, puisi, dan naskah teater.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.