Portfolio_Tiara Hardianti

MARTIAL ART CENTER MARTIAL ART CENTER

Tiara Hardianti

Martial Art Center merupakan sebuah proyek yang mewadahi kegiatan edukasi mengenai self-awareness melalui pemberian pelatihan bela diri dasar bagi anak-anak dan remaja di kawasan Dukuh Bandung.

art center is a project that accommodates educational activities about self-awareness by providing basic self-defense training for children and teenagers in the Dukuh Bandung area.

Berangkat dari permasalahan tingginya tingkat kekerasan pada anak-anak dan remaja rentang usia 6 - 18 tahun, proyek ini bertujuan memberikan pelayanan yang lebih bersifat preventif melalui pembekalan bela diri.

Departing from the issue of high levels of violence against children and teenagers in the age range of 6-18 years, this project aims to provide more preventive services through the provision of self-defense.

Proyek ini dibangun pada lahan seluas 3100 m², yang berlokasi di Jalan Yudhakerti, Dukuh Bandung, Brebes, Jawa Tengah, di mana Brebes merupakan daerah dengan tingkat kekerasan anak tertinggi di Indonesia. Dengan hadirnya proyek ini, diharapkan terjadinya penurunan angka mengenai kasus tersebut.

This project was built on a land area of m², which is located on Jalan Yudhakerti, Dukuh Bandung, Brebes, Central Java, where is a region with the highest level of child violence in Indonesia. With the presence of this project, it is hoped that the number of cases will decrease.

Spatial qualitiy yang utama dari proyek ini adalah hadirnya visual connectivity melalui elevasi. Kualitas ini diperoleh dari studi tipologi pada sejumlah preseden training center. Pada pathway menuju entrance terjadi pengaturan visual. Di bagian depan akan terjadi visual connectivity antara pengunjung yang melalui pathway ini dengan publik arena yang berada di tingkat bawah. Begitu mencapai bagian belakang dan melalui ramp, visual connectivity ini akan terputus yang kemudian akan tersambung kembali saat pengunjung tiba di entrance.

The main spatial quality of this project is the visual connectivity by elevation. This quality is obtained from typology studies on several training center precedents. On the pathway toward the entrance, there is a visual setting. On the front, there will be visual connectivity between visitors who go through this pathway and the public arena on the lower level. Once they reach the back and pass through the ramp, this visual connectivity will be disconnected and then reconnected when visitors arrive at the entrance.

Visual connectivity yang terjadi pada proyek ini utamanya berfokus untuk menghasilkan koneksi visual menuju ke publik arena sebagai wadah utama transfer ilmu terjadi. Untuk memaksimalkan koneksi visual yang terjadi, maka skala rasio elevasi yang digunakan didasarkan pada studi visual manusia.

The visual connectivity in this project mainly focuses on producing a visual connection to the public as the primary place for knowledge transfer to occur. To maximize the visual connection that takes place, the elevation ratio scale used is based on the human visual study.

Martial Art Center ini terdiri dari 3 tingkat dengan area utama yaitu publik arena yang berada di tingkat 1 dilengkapi juga dengan changing room, toilet, serta storage pada tingkat ini. Selanjutnya pada tingkat 2, terdiri dari area tribune yang tergabung dengan massa bangunan utama, serta adanya area komunal dan trainer room pada massa yang terpisah. Pada tingkat ini juga terdapat pathway untuk mencapai entrance pada tingkat 1, di mana pathway ini terhubung langsung dengan jalan utama. Sementara itu, tingkat 3 dikhususkan untuk private arena yang ditujukkan untuk anak-anak yang berusia lebih muda, di mana area ini bersifat lebih tertutup sehingga anak-anak tidak mudah terdistraksi.

Martial Art Center consists of 3 levels with the primary area, the public arena which is located on 1st level, equipped with changing rooms, toilets, and storage at this level. Next, on 2nd level, it consists of a tribune area that is incorporated into the main mass of the building, and a communal area and a trainer room in a separate mass. At this level, there is also a pathway to reach the entrance at 1st level, where this pathway is directly connected to the main road. Meanwhile, 3rd level is devoted to a private arena aimed at younger children, where this area is more private so that children are not easily distracted.

LANTAI 2

LANTAI 3

2nd FLOOR

3rd FLOOR

Adanya elevasi pada area tribune dan pathway membantu visual connectivity menuju arena. Penggunaan elevasi berulang pada tribune bawah dan atas dapat memaksimalkan visual connectivity menuju ke arena.

The elevation in the tribune area provides connectivity to the arena. The use of repeated elevations on the lower and upper tribune can maximize visual connectivity toward the arena.

In addition, the use of a transparent boundary also supports visual connectivity between the arena and the waiting room for parents but still provides a limit on audio so that children who are practicing are not easily distracted.

Selain itu, penggunaan transparent boundary juga membantu visual connectivity pada private arena dengan ruang tunggu orang tua, namun tetap meberikan batasan pada audio sehingga anak-anak yang sedang berlatih tidak mudah terdistraksi.

This is also applied to produce visual connectivity between the inside-outside of the private arena, thereby maximizing the view toward the vegetation in the east.

Hal ini juga diterapkan untuk menghasilkan visual connectivity antara inside-outside pada private arena, sehingga memaksimalkan view menuju vegetasi di Timur.

Furthermore, the elevation is also used in communal areas. The application of this irregular elevation raises the possibility of how visitors use it.

Selanjutnya, elevasi juga turut digunakan pada area komunal. Penerapan elevasi tidak beraturan ini menghadirkan posibilitas bagaimana pengguna menempatinya.

PERSPEKTIF PADA PATHWAY

HALLWAY PERSPECTIVE

PERSPEKTIF PADA TRIBUNE BAWAH

LOWER TRIBUNE PERSPECTIVE

PERSPEKTIF PADA AREA KOMUNAL

COMMUNAL AREA PERSPECTIVE

KAYU & RANGKA BESI

WOOD & STEEL FRAME

BEARING WALL

DINDING BATA

BRICK WALL

KOLOM BAJA

STEEL COLUMN

CONCRETE SLAB

SLAB BETON

DINDING RANGKA BAJA

STEEL FRAME WALL

KOLOM BAJA

STEEL COLUMN

BRICK WALL

DINDING BATA

BALOK BAJA

STEEL BEAM

KACA

GLASS

STEEL SPACE FRAME

SPACE FRAME BAJA

Struktur utama yang digunakan pada proyek ini adalah kolom baja serta space frame structure dengan material baja. Penggunaan space frame ini berkaitan dengan bentang massa bangunan utama yang besar namun tidak dapat menggunakan kolom karena dapat mengganggu aktivitas serta koneksi visual pada area arena. Material yang digunakan untuk dinding pada tingkat 1 berupa dinding bata, sementara untuk tingkat 2 dan 3 menggunakan dinding rangka baja, penggunaan material ini didasarkan pada faktor keringanan material tersebut.

The main structures used in this project are steel columns and space frame structures made of steel materials. Reasoning the use of this space frame relates to the wide span of the main building mass but cannot use columns because it can disrupt activities and visual connections in the arena area. Brick is used as wall material for 1st level, while 2nd and 3rd levels use steel frame walls, consideration for using this material is based on the lightness quality of the material.

POTTER(Y) ALONG

Tiara Hardianti

Potter(y) Along is a project that accommodates activities for pottery craftsmen, particularly in the production and marketing process by utilizing existing technological advances. This project also invites beginners who are interested in pottery to learn about these processes.

Potter(y) Along merupakan sebuah proyek yang mewadahi kegiatan bagi pengrajin gerabah khususnya dalam proses produksi dan pemasaran dengan memanfaatkan kemajuan teknologi yang ada. Melalui proyek ini juga turut mengajak para pemula yang tertarik dengan kerajinan gerabah untuk mempelajari proses-proses tersebut.

Located on Jalan Mangunoneng, Bantul, Yogyakarta, this project occupies a land area of 6280 m². Where Yogyakarta itself is the largest pottery-producing area in Indonesia. Sited about 3 km from the Kasongan Pottery Tourism Village, it was an important consideration in choosing the location, with the village craftsmen being the main target as users of this project.

Berlokasi di Jalan Mangunoneng, Bantul, Yogyakarta, proyek ini menempati lahan seluas 6280 m². Di mana Yogyakarta sendiri merupakan daerah penghasil gerabah terbesar di Indonesia. Berjarak sekitar 3 km dari Desa Wisata Gerabah Kasongan menjadi pertimbangan penting dalam pemilihan lokasi, dengan para pengrajin desa tersebut menjadi target utama sebagai pengguna proyek ini.

Proyek ini mengintergrasikan fasilitas layanan penyewaan mesin untuk produksi gerabah, kebutuhan area foto estetis untuk meningkatkan pemasaran serta memberikan pelatihan mengenai penggunaan mesin-mesin tersebut melalui overlap dan kontinuitas sirkulasi.

This project integrates machine rental service facilities for pottery production, needs an aesthetic photo area to improve marketing, and provides training on the use of these machines through overlap and continuity of circulation.

Proyek ini berdasarkan data mining yang menunjukkan adanya pergeseran pada perilaku pembelian masyarkat, di mana masyarakat cenderung lebih tertarik pada hal-hal yang terlihat estetis. Selain itu, penggunaan mesin-mesin baru untuk menghasilkan gerabah mendorong terjadinya multitasking serta mempermudah proses terjadinya produksi massal bagi para pengrajin.

This project is based on data mining which shows a shift in people's buying behavior, where people tend to be more interested in things that look aesthetically pleasing. In addition, the use of new machines to produce pottery encourages multitasking and facilitates the process of mass production for craftsmen.

Potter(y) Along ini terdiri dari 2 tingkat dan terbagi menjadi area untuk kegiatan produksi dan pemasaran. Pada tingkat 1 terdiri dari lounge yang tergabung dengan area showcase, ruang mesin, trainer office, plaza terbuka, sebagian area fotografi untuk aktivitas pemasaran serta area pengeringan dan area kiln untuk aktivitas produksi. Sementara itu tingkat 2 terdiri dari area design/workshop dan area 3D printer untuk kegiatan produksi, dan bagian lain area fotografi, area scanner 3D, serta area editing untuk kegiatan marketing dan juga toilet. Sirkulasi ramp digunakan untuk menghubungkan area produksi (design dan 3D printer area) yang berada di tingkat 2 dengan area produksi di tingkat 1 (drying dan kiln area). Di mana pada lorong ini selain berfungsi sebagai sirkulasi pada titik-titik tertentu juga digunakan sebagai tempat terjadinya pelatihan secara virtual. Lorong ini juga turut menghubungkan antara area aktivitas produksi dengan aktivitas area pemasaran yakni melalui area 3D scanner.

This Potter(y) Along consists of 2 levels and is divided into areas for production and marketing activities. 1st Level consists of a lounge fused with a showcase area, machine room, trainer office, open plaza, half of the photography area for marketing activities, and also a drying and kiln area for production activities. Meanwhile, 2nd level consists of a design/workshop area and a 3D printer area for production activities, and the other half are a photography area, a 3D scanner area, an editing area for marketing activities, and also toilets. The circulation ramp is used to connect the production area (design and 3D printer area) which is on the 2nd level with the production area on the 1st level (drying and kiln area). Where in this hallway other than as circulation, at some points it is also used as a place for virtual training. This hallway also connects the production activity area with marketing area activities, through the 3D scanner area.

LANTAI 1 LANTAI 2

1ST FLOOR

2ND FLOOR

DESIGN AREA

WORKSHOP AREA

Konektivitas yang terjadi melalui 2 cara yaitu overlapping dan kedekatan antar ruang. Pada area design/workshop dengan 3D printer konektivitas terjadi secara visual, audio dan juga fisikal untuk memudahkan pengawasan dalam proses pembuatan gerabah.

Connectivity occurs in 2 ways: overlap and distance between rooms. Between the design/workshop area and the 3D printer area, there is visual, audio, and physical connectivity to facilitate supervision in the pottery-making process.

Overlapping antara design area dengan workshop area terjadi melalui penggunaan moveable partition dengan sistem pivot. Saat digunakan sebagai design area, partisi ini akan membentuk kubikel-kubikel yang memberikan privasi pada penggunanya.

Dan saat digunakan sebagai workshop area, partisi ini akan dibuka sehingga lebih membentuk boundary di pinggir dan meja dapat dikumpulkan di tengah sehingga memudahkan kolaborasi antar peserta.

Overlapping between the design area and the workshop area is achieved by the use of movable partitions with a pivot system. When used as a design area, this partition will form cubicles that provide privacy to its users. And when used as a workshop area, this partition will be opened thereby it forms a boundary around the area and tables can be gathered in the middle to accommodate collaboration between participants.

Sementara itu, konektivitas antara 3D scanner area dengan editing area terbentuk melalui penggunaan elevasi yang memungkinkan penggunaan komputer secara 2 arah, yaitu dengan cara duduk saat untuk editing dan dengan cara berdiri saat untuk scanning. Sistem 2 arah ini juga didukung dengan sistem meja yang dapat dirotasi.

Meanwhile, the connectivity between the 3D scanner area and the editing area is formed through the use of elevation which allows the use of a computer in two-way, namely by sitting down for editing and by standing up for scanning. This two-way system is also supported by a rotatable table system.

Perspektif pada hallway yang digunakan untuk pelatihan secara virtual

Perspective on the hallway used for virtual training.

Perspektif pada plaza terbuka sebagai titik kumpul

Perspective on an open plaza as gathering point.

Perspektif pada lounge yang tergabung dengan showcase area

Perspective on the lounge fused with the showcase area.

ATAP PVC

PVC ROOFING

PORTAL FRAME BAJA

STEEL PORTAL FRAME

KOLOM BAJA

STEEL COLUMN

PARQUET FLOORING

KAYU PARKET

BRICK WALL

DINDING BATA

PLESTER

TEMPERED GLASS

KACA TEMPERED

Struktur utama yang digunakan pada proyek ini adalah kolom baja serta portal frame dengan material baja. Penggunaan portal frame ini berkaitan dengan bentang massa bangunan pada area produksi yang besar namun tidak dapat menggunakan kolom karena dapat mengganggu konektivitasnya terhadap area lain. Material yang digunakan untuk dinding merupakan dinding bata, di mana sebagian area di ekspos sementara sebagian lainnya dilapisi cat. Dinding solid dan kaca merupakan 2 jenis dinding yang digunakan pada pada lorong. Dinding solid digunakan pada titik area pelatihan dilakukan, sementara dinding kaca digunakan pada lorong yang digunakan hanya untuk sirkulasi saja.

The main structures used in this project are steel columns and portal frames with steel material. Reasoning the use of this portal frame relates to the wide span of building masses in production areas but cannot use columns because it can disrupt connectivity to other areas. The material used for the walls is brick, where some areas are exposed while others are covered in paint. Solid walls and glass are 2 kinds of walls that are applied for the hallway. Solid walls are used at the point of the training area, while glass walls are used in the hallways that only used as circulation.

Urip Sing Anteng

Sing Anteng is a residential project for college students that accommodates the current habits of its residents, called mager (malas bergerak). The word anteng [an.teng] comes from the Javanese language, which means calm or less active. This refers to the habit of sedentary inhabitants. Move able modules supported by automation are used in this design to minimize user movement.

Urip Sing Anteng merupakan sebuah hunian bagi mahasiswa yang mengakomodasikan kebiasaan masa kini penghuninya yakni malas bergerak. Kata anteng [an.teng] berasal dari bahasa Jawa, yang berarti berarti tenang ataupun tidak banyak tingkah. Hal ini merujuk pada kebiasaan penguninya yang tidak banyak bergerak. Moveable modul yang didukung dengan automatisasi digunakan dalam rancangan ini untuk meminimalkan pergerakan pengguna.

Located on Jalan Mayjen Sungkono, Pakis, Surabaya, this project occupies a land area of 2480 m². Around this location, there are several educational institutions, which are taken into consideration in developing project ideas, with students from these institutions being the main target as users of this project.

Berlokasi di Jalan Mayjen Sungkono, Pakis, Surabaya, proyek ini menempati lahan seluas 2480 m². Di mana pada lokasi ini terdapat beberapa titik lembaga pendidikan, yang menjadi pertimbangan dalam pengembangan gagasan proyek, dengan para pelajar dari lembaga tersebut menjadi target utama sebagai pengguna proyek ini.

Tiara Hardianti

Programming & Strategi Desain

Programming & Design Strategy

Strategi desain yang diajukan pada proyek ini adalah reduce space-use dan reachability melalui penggunaan embedded object dan adjustable module yang didukung dengan automatisasi. Dengan penyusunan program disesuaikan dengan kebutuhan dan alur kegiatan penghuni.

The design strategy proposed in this project is to reduce space use and reachability through the use of embedded objects and adjustable modules that are supported by automation. By composing programs that are based on the needs and flow of users' activities.

Atmosfer bangunan juga berusaha mencapai reachability yaitu adanya perasaan intimate (closeness) namun tetap menghadirkan perasaan relaxing. Hal ini dihadirkan melalui penggunaan warna yang terbagi menjadi 3 intensitas, yaitu low, medium, dan high. Low intensity color digunakan pada ruang-ruang dengan area lebih kecil, sementara high intensity digunakan pada area lebih luas. Selain itu, pemilihan material, pengaturan cahaya, boundary, dan natural element juga turut digunakan untuk menghadirkan atmosfer yang diinginkan.

The atmosphere of the building also tries to achieve reachability, with the feeling of being intimate (closeness) but still feeling relaxed. This is presented through the use of colors which are divided into 3 intensities, there are low, medium, and high. Low-intensity colors are used in spaces with smaller areas, while high-intensity colors are used in larger areas. In addition, material selection, light settings, boundaries, and natural elements are also used to create the desired atmosphere.

Proyek ini terdiri dari 4 lantai, di mana semakin ke atas, semakin berisfat privat. Lantai 1 berisikan area-area komunal, yang dapat diakses oleh penghuni kosan, pengurus kosan, dan kurir meskipun hanya terbatas pada delivery area dan lobby. Sementara itu, lantai 2 - 4 bersifat privat yang hanya dapat diakses oleh penghuni dan pengurus kos.

This project consists of 4 floors, where the higher the more private. The 1st floor contains communal areas, which can be accessed by boarding house residents, boarding house managers, and couriers, although they only have access to the delivery and lobby area. Meanwhile, the 2nd to 4th floors are private and can only be accessed by the residents and managers of the boarding house.

Lantai 2 terdiri dari kamar-kamar unit, study area, laundromat, game area, snack bar, mushola, dan toilet umum. Dan untuk lantai 3 dan 4 yang merupakan lantai tipikal terdiri atas fasilitas-fasilitas serupa dengan lantai 2, hanya saja mushola dan toilet umum digantikan dengan mini reading area pada lantai 3 dan 4. Serta tidak terdapat study area pada 2 lantai ini.

The 2nd floor consists of units of rooms, a study room, a laundromat, a games area, a snack bar, a prayer room, and public toilets. The 3rd and 4th floors are typical floors consisting of similar facilities to the 2nd floors. However the prayer room and public toilets are replaced with mini reading areas on the 3rd and 4th floors, and there are no study areas on these two floors.

Bedroom Details

A pivot mechanism is used in Unit Room Type 1 to maximize visual range to the outside. Meanwhile, a sliding mechanism is used on the desk and bed in unit rooms to maximize physical reach.

Mekanisme pivot digunakan pada Kamar Unit Tipe 1 untuk memaksimalkan reachability secara visual ke outside. Sementara mekanisme sliding digunakan pada meja kerja dan kasur untuk memaksimalkan reachability secara fisikal.

The arrangement of the rooms is made back and forth through a sliding mechanism providing visual reachability to the outside.

Konfigurasi ruang kamar yang dibuat maju-mundur melalui mekanisme sliding memberikan reachability visual pada outside.

Vinyl Tile

Vinyl Tile

Coloured GRC Wood Ceramic

Wood White Wall Paint

Unit Type 1

Unit Type 1

Unit Type 2

Unit Type 2

Moveable

boundary pada snack bar memungkinkan untuk di-folding sehingga memberikan surface untuk duduk

The adjustable boundary on the snack bar allows it to be folded and provides a surface to sit on.

LOUNGE PERSPECTIVE

Penggunaan boundary 2C dengan jenis 2

Using boundary 2C with 2 types of density.

Moveable boundaries in the study area allow the user to change the table configuration from the independent study to the study group without moving locations.

Moveable boundary pada study area memungkinkan pengguna mengubah konfigurasi meja yang sebelumnya bersifat study independent menjadi study group tanpa berpindah lokasi.

GAME AREA PERSPECTIVE

The use of folding elements on the balcony game area is intended for use of space when it rains.

Penggunaan elemen folding pada balkon game area ditujukkan untuk penggunaan ruang pada saat hujan.

kerapatan yang berbeda.