The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist No.1Vol.2November2017 ISSN: 2597-3681
aureus juga merupakan penyebab utama
muntah, dan diare yang hebat tanpa disertai
infeksi nosokomial, keracunan makanan, dan
demam (Ryan, et al., 1994).
sindroma syok toksik (Ryan, et al., 1994;
Pengobatan penyakit akibat infeksi S.
Warsa, 1994).
aureus selama ini dapat dilakukan secara
Bisul atau abses setempat, seperti
medis dan tradisional. Pengobatan secara
jerawat dan borok merupakan infeksi kulit di
medis
daerah folikel rambut, kelenjar sebasea, atau
berbahan dasar kimia, seperti Amoxcillin,
kelenjar keringat. Mula-mula terjadi nekrosis
Kloramfenikol, Penicillin. Keseluruhan obat
jaringan setempat, lalu terjadi koagulasi fibrin
memiliki resistensi yang berbeda tergantuk
di sekitar lesi dan pembuluh getah bening,
seberapa banyaknya bakteri yang menginfeksi.
sehingga terbentuk dinding yang membatasi
Untuk itu diperlukan alternatif pengobatan
proses nekrosis. Infeksi dapat menyebar ke
tradisional yang memanfaatkan bahan alami
bagian tubuh lain melalui pembuluh getah
atau biasa disebut dengan istilah back to
bening dan pembuluh darah, sehingga terjadi
nature. Salah satunya adalah menggunakan
peradangan pada vena, trombosis, bahkan
tanaman obat. Salah satu tanaman yang
bakterimia. Bakterimia dapat menyebabkan
digunakan sebagai obat tradisional adalah keji
terjadinya endokarditis, osteomielitis akut
beling (Sericocalyx crispus Linn). Tanaman
hematogen, meningitis atau infeksi paru-paru
tersebut juga digunakan sebagai antimiikroba.
(Warsa, 1994; Jawetz et al., 1995).
Daun
Kontaminasi langsung S. aureus pada
menggunakan
keji
polifenol,
beling saponin,
obat-obatan
memiliki alkaloid,
yang
kandungan kalium
dan
luka terbuka (seperti luka pascabedah) atau
kalsium. Selain itu juga ditemukan kumarin,
infeksi setelah trauma (seperti osteomielitis
flavonoid dan sterol (Mursito, 2005).
kronis setelah fraktur terbuka) dan meningitis setelah
fraktur
tengkorak,
Studi literatur terkait penelitian manfaat
merupakan
keji beling dalam menghambat pertumbuhan S.
penyebab infeksi nosokomial (Jawetz et al.,
aureus masih minim. Namun berdasarkan hasil
1995).
penelitian
Benigna
(2015)
menunjukkan
Keracunan makanan dapat disebabkan
bahwa uji daya hambat menggunakan ekstrak
kontaminasi enterotoksin dari S. aureus.
daun keji beling terhadap bakteri Salmonella
Waktu onset dari gejala keracunan biasanya
typhi pada konsentrasi 10%, 25%, 50%, 75%,
cepat dan akut, tergantung pada daya tahan
dan 100% membentuk zona hambat dengan
tubuh dan banyaknya toksin yang termakan.
diameter yang berbeda. Konsentrasi 100%
Jumlah toksin yang dapat menyebabkan
memiliki zona hambat paling lebar yaitu 13
keracunan adalah 1,0 Îźg/gr makanan. Gejala
mm. Sedangkan nilai Kadar Hambat Minimum
keracunan ditandai oleh rasa mual, muntah-
(KHM) belum bisa ditentukan.
79 Artanti, D. 2017. Efektivitas Perasan Daun Keji Beling (Sericocalyx crispus Linn) Dalam Menghambat Pertumbuhan Staphylococcus aureus. Surabaya : The Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory Technologist. Vol: 2, No.1 (78-83).