TAHS MAGZ VOL 3

THEANGERHEAD

STUDIO MAGAZINE

SIDHARTA TATA YKRUMK KMNG (SERIGALA MALAM) KNOCKDOWN YKHC BEGUNDAL LOWOKWARU

VOLUME #3 | August, 2021.

BASED IN YK, INA.

0320210003 TM

THEMIGHTYLEC

THEANGERHEAD

STUDIO MAGAZINE

VOLUME #3

FIST SIDHARTA TATA YKRUMK KMNG (SERIGALA MALAM) KNOCKDOWN YKHC BEGUNDAL LOWOKWARU THEANGERHEAD

STUDIO i

Heyho, let’s go!

Perkenalkan, kami adalah The Anger Head Studio.

Sebuah portal media amatir yang hadir untuk mencoba merekam dan mendokumentasikan semua hal yang kami bisa dan kami mau.

Trust us, we’re nothing.

THEANGERHEAD

STUDIO ii

An Interview with

KMNG 1

KMNG, seorang vokalis dari salah satu unit hardcore populer dari Yogyakarta bernama Serigala Malam. Dibentuk pada tahun 2008, semua diawali atas keinginan pribadinya dalam bermusik. Langsung dengan nama “Serigala Malam” atas saran dari kolega bernama Jarot (Dirty Mouth). Walau dengan mayoritas lagu berbahasa Inggris, nama tetap diambil menggunakan unsur lokal untuk menegaskan iden tasnya sebagai grup band lokal Indonesia.

Simak obrolan ini dan itu kami bersama sang front-man. So please welcome, KMNG Serigala Malam!

The Dope Wolf! Sebuah kesempatan besar bisa melakukan sesi obrolan bersama sampean, mas. Langsung saja dengan pertanyaan standart. Kapan pertama kali menyukai musik hardcore?

Tepatnya waktu aku duduk di bangku SMP, waktu itu aku masih di Malang.

Kalau bisa diceritakan, influence-nya siapa waktu itu?

Jadi ceritanya itu waktu SMP, aku sudah mulai nge-band. Tapi waktu itu bawain-nya Nirvana. Aku suka banget sama alterna vegrunge. Terus sempat juga “bersentuhan” dengan Slipknot, kebetulan aku juga suka banget. Nah, setelah itu aku bertemu sama beberapa anak hardcore lama di Malang. Ceritanya waktu itu mereka (salah satu band) sedang butuh vokalis, mulai aku dikasih beberapa referensi grup-grup hardcore. Waktu itu aku dikasih beberapa kaset sama drummer-nya Target Locked. Mulai dengerin Agnos c Front, Madball, Snapcase, banyak. Tapi belum ada yang nyantol.

Lalu setelah itu?

Ya setelah beberapa saat, aku dikasih kasetnya Sick of it All yang album Built to Last. Wah itu! Album ini keren banget. Album ini yang paling berpengaruh buat aku sampai saat ini.

Walaupun dengan tle sama-sama hardcore?

Iya. Tapi aku nyantol-nya di situ (Sick of it All). Mulai aku digging semuanya. Mulai jadi vokalisnya Target Locked.

Grupnya masih ada?

Udah bubar. Sekarang namanya Upper-cut.

Kembali soal bahasan musik hardcore. Sebenarnya apa yang membedakan? Dengan judul sama-sama hardcore, namun mendengarkan komposisi musik dari Agnos c Front dan Madball itu berbeda. Menjadi sebeda itu antara Youth of Today dengan Terror. Apa dan kenapa?

Tak jawab setahuku ya… Jadi kalau Youth of Today, Agnos c Front, dan album-album lama, mereka lebih kepada hardcore yang bernuansa old school, angkatan 88. Fast speed, mungkin lebih ke punk. Tapi masuk ke medio 90-an, mulai ada Madball dan yang lainnya, ya sudah masuk ke (era) new school mungkin. Main beat, breakdown beat. Banyak bedanya soal komposisi musik memang.

Europe gitu, beda lagi. Ada H8000 yang hardcore-nya campur metal. Tapi, disatukannya biasanya dari segi lirik.

Misalnya? Membicarakan soal scene?

Ya. Bicara soal scene. Tapi dari pengamatanku pribadi, yang old school angkatan 88 gitu malah sering ke ranah poli k. Dekat dengan punk, resistance, cri cal. Kalau yang new school banyak yang soal scene, brotherhood, dll.

Kalau Serigala Malam? Banyak ter-influence dengan yang mana?

Kalau SM sendiri sih banyak terpengaruh dengan scene old school dan new school-nya New York Hardcore. Karena aku lebih banyak mendengarkan New York Hardcore. Blend sebenarnya.

Kemudian pernah menjadi salah satu band pembuka Terror, bagaimana ceritanya?

Waktu itu aku diajakin sama Indra (Final A ack), dan jujur sampai sekarang aku enggak paham kenapa (dia) memilih Serigala Malam.

2

Sumber foto: KMNG Serigala Malam

Selain Terror, pernah membuka band apa saja?

First Blood pernah. Madball hampir di tahun 2012, tapi cancel. Yaaa… karena aku “sekolah”. Padahal bisa jadi pengalaman yang gila waktu itu. Sayang sekali.

Sick of it All? Belum kesampaian?

Belum. Tapi aku pernah nonton konsernya. Di GBK tahun 2008 kalau enggak salah, band pembukanya Step Forward waktu itu.

Menjadi salah satu pengalaman terbaik?

Pas nya! Karena aku dak pernah membayangkan bisa melihat mereka. Band yang paling affected buat aku. Pas ada kesempatan itu, langsung aku jual banyak barang pribadiku. Sepatu, topi, kaos. Damn, man! 24 lagu aku enggak berhen nyanyi. Sing along.

Bicara lagi soal SM, bagaimana kisah awalnya? Awal pertama kali membuat produk musik mungkin?

Sebenarnya SM itu awalnya band cover. Kita meng-cover lagunya Madball, Terror, Sick of it All. Banyak.

Menarik mendengarkan lagu Live for Nothing dengan potongan dialog dalam film Rambo. Kebetulan?

Nah iya itu kebetulan. Aku setelah itu kebetulan nonton film Rambo. Kok sama kayak salah satu laguku hahaha Lagu itu direkam di mana?

Itu masuk di E.P ya. Kami rekaman waktu itu di Elssy Studio Jombor. Bareng sama album pertama The Prove.

Album kedua?

Oh itu di Avila Studio.

Bicara soal karya musik. Enak ini seper nya kalau breakdown beberapa lagu pilihan kami. Bisa diceritakan More Fuckin’ Blood bicara soal apa?

Wah, lawas hahaha… Apa ya, waktu itu benar-benar semangat muda. Sebenarnya itu lagu untuk intro. Lebih untuk mengajak audience ke mosh-pit. Soalnya dulu itu, kalau lihat anak-anak yang ada di mosh-pit itu kan parah banget ya. Seru aja gitu. Dan ada satu cerita menarik yang berhubungan soal lagu itu.

Apa itu?

Jadi dulu waktu aku “sekolah”, di persidangan kan kasus narkoba sama kriminal jadi satu ya. Ada satu orang waktu itu yang kena kasus kriminal. Dia tanya, “mas, kamu vokalisnya Serigala Malam ya?” lalu aku jawab, “iya mas, kenapa?”. Dia jawab, “aku masuk karena dengerin lagumu lho mas…”. Kaget aku waktu itu, bingung kasusnya apa. Ternyata penusukan, Pasal 351. Apa hubungannya sama SM? Ternyata ya karena liriknya itu, “give me more blood kan mas, more pain more blood…”. Fuck.

Ternyata impact-nya sebesar itu ya?

Iya! Jujur, nega f sekali waktu itu. Tanpa pikir panjang, bikin lirik yang kayaknya keren, seru. Ya, anak muda. Dan ternyata sekarang baru belajar dari pengalaman. Apa ya, seseorang itu sangat bisa menjadi idola orang lain, tanpa melihat aslinya seper apa. Kacau.

Kalau More Fuckin’ Blood adalah intro, bagaimana dengan Chill da Hood? Bagaimana idenya?

Kalau idenya itu sederhana. Aku pengen ada satu beat aja, dibuatkan oleh salah satu kawan namanya Lintang. Waktu itu aku datang ke studionya bareng sama Mario dan Wisnu, aku bilang kalau aku pengen ada beat. Yang mana lagu itu bisa diputar sebelum SM main, tapi juga bisa didengarkan pas lagi “santai”. Agak-agak dub-step gitu.

Sebagai “lagu senam” dan peregangan otot audience sebelum saling “baku hantam”. Sebagai lagu check sound?

Yap, betul hahaha Kalau For the Unbroken?

Wah itu anthem juga sih hahaha… Itu lagu yang aku buat setelah SM pertama kali main di luar kota. Waktu itu di Priok, jadi pintu awal SM bisa kenal yang lain. Kenal dengan scene hardcore di kota lain. Friends Stand Alliance, bahwa persahabatan enggak akan berhen di sini. Kita akan bikin networking yang jauh lebih luas lagi.

Never Ending Hatred? Sangat berapi-api dibawakan di atas panggung.

Wah itu Sick of it All banget. Hmm… Lagu itu dibuat, sebenarnya atas curhat aja. Jadi pesannya waktu itu, aku merasa bahwa hubungan kami (SM) dengan beberapa orang itu sempat kurang baik. Sempat. Akhirnya jadi lagu itu, ya curhat aja waktu itu. Nyambung sama Ques ons juga.

3

Sumber foto: KMNG Serigala Malam

Wow, menarik. Sempat ada polemik ternyata?

Mungkin. Karena aku sering dengar beberapa omongan belakang soal beberapa “manuver” yang dilakukan sama SM. Jadi begini, dari awal aku dak pernah membatasi ruang gerak dari SM itu sendiri. Apalagi bicara soal di mana SM harus perform. Mau di pensi, club, tempat mana saja pas aku tabrak. Tapi ternyata hal itu sempat jadi polemik bagi sebagian orang. Padahal, maksud yang aku inginkan hanyalah agar message dari hardcore ini didengar luas. Semakin luas kan semakin bagus untuk scene. Maksudnya, aku hanya ingin hardcore ini enggak eksklusif, bagaimana nan regenerasinya kalau hanya dinikma sebagian kecil orang. Kurang lebih seper itu.

Apakah culture-nya sekaku itu?

Kalau dulu aku merasanya iya. Sekarang jauh lebih santai. Kenapa aku melakukan hal itu, ya karena dulu berbeda dengan sekarang.

Peran dari se ap person itu pen ng untuk pergerakan scene. Mungkin sekarang sudah banyak pla orm untuk tahu hardcore itu seper apa, nggal ke k di youtube aja semua sudah keluar. Sedangkan, zaman dulu informasi itu terbatas. Ya harus ada publikasi yang luas untuk mengenalkan hardcore. Makanya semua aku tabrak, bahkan tampil di depan audience yang belum pernah tahu apa itu hardcore tetap aku lakukan. Bahkan aku pernah peform di acara pensi yang line-up bintang tamunya barengan dengan salah satu boyband. Ya aku tabrak, aku “orasi” di atas panggung, aku tunjukkan, ini lho musik “hardcore”. Tujuanku hanya satu, yang pen ng pesan dan apa itu hardcore bisa terdengar luas. Aku memikirkan regenerasi.

Rage Genera on, nice! Lalu bicara soal lagu, bagaimana proses krea f dari se ap lagunya?

Jujur random. Aku enggak bisa main instrument apa pun. Jadi aku selalu datang ke gitaris-ku. Aku ada materi lirik, nada, dll. Ya sudah nan dikerjakan bersama. Inspirasinya ya biasa dari film, buku, pengalaman. Banyak.

Soal cover album. Siapa ilustrator-nya?

The Prove itu aku sendiri.

Mengambil konsep “Jepang”?

Karena aku suka dengan kultur Jepang.

Seper Rise of the Northstar ya?

Iya. Tapi lebih jauh lagi, aku dari dulu memang sudah suka menggambar karakter-karakter Jepang. Ronin, Oni, dll.

Untuk yang album kedua? Hibernate in Harder Pain?

Waktu itu aku sempat mau bikin artwork. Tapi kok kayaknya enggak representa f dengan musiknya, jadi aku mengambil foto pagar lapas. Dan seper nya pas ini.

Lalu melompat lagi. Bicara soal fashion. Menurut kami, Komeng Serigala Malam adalah vokalis dengan ou it paling on. Punya jersey basket berapa?

Waduuuh banyak hahaha Referensi untuk mix and match dari mana?

Jadi dulu aku langganan majalah life-style dari Jepang. Namanya WARP MAGAZINE. Pernah terlihat di sebuah malam minggu di JNM. Seorang Komeng menggunakan baju pu h polos over-sized, celana bahan dengan jenama berawalan “D”, kaus kaki panjang, dan sepatu Nike Cortez. Why? Hahaha… Waktu itu aku merasa, kayaknya kalau aku dandan seper ini enggak bakal ada yang ngembarin. Ya sudah berpenampilan seper itu hahaha Suka berdandan Hip Hop? Ya aku juga suka Hip Hop soalnya. Dulu waktu di Malang aku ikut scene-nya MCHC (Malang City Hardcore), dan juga MH2C (Malang Hip Hop Community).

Masuk akal. Itu juga yang akhirnya membuat Serigala Malam berkolaborasi dengan DPMB? Iyaaa, salah satunya.

Air Max atau Jordan?

Jordan!

Seberapa besar peran sandangan?

Sebenarnya senyamannya aku aja, di mana aku nyaman dan sesuai dengan diriku. Ya sudah.

Mana perform paling membekas bagi Komeng dan Serigala Malam?

Semua pas membekas. Tapi paling membekas jelas waktu launching album kedua. Karena waktu itu posisinya aku habis keluar dari “sekolah” dan belum pernah main di Jogja lagi. Aku enggak mengira kalau semua teman-teman masih mau datang. Ternyata mereka masih mau nunggu. Crowd-nya ternyata masih gila. Aku sampai manjat panggung. Bahkan di back stage aku sempat mengalami lagi rasanya grogi.

The real Back From The Dead?

Tepat sekali!

Bagaimana album ke ga?

Sedang dalam proses menuju rilis.

Luar biasa. Baik, terima kasih atas waktunya. Stay Gold, The Dope Wolf!

All right. You’re welcome!

4

Sumber foto: KMNG Serigala Malam

5

Sumber gambar: SoundCloud.com/SerigalaMalam

6

Sumber gambar: SoundCloud.com/SerigalaMalam

7

THEANGERHEAD

STUDIO

YKRUMK

Memotret profile dan model, merupakan awal dari Christoforus Andi (YKRUMK) mengulik segala sesuatu yang akan menyeret namanya menuju Stage Photography. Dengan (diawali) menggunakan kamera pinjaman kala itu, ia mulai banyak mengunjungi pensi yang marak diselenggarakan oleh sekolah-sekolah di Yogyakarta.

Tahun 2007, menjadi k awal ia menggemari Stage Photography dalam gigs bawah tanah. Menurutnya, memotret gigs underground menjadi kegiatan yang unik dan sarat akan tantangan.

Secara sederhana, Andi memiliki pola mengambil gambar yang ia bentuk sendiri. Teknik yang ia temukan, merupakan hasil dari pembelajarannya secara otodidak. Walau pernah mengenyam pendidikan di ranah Desain Komunikasi Visual (DKV) di salah satu kampus mul media di Yogyakarta. Namun, ilmu yang didapatkan dari bagaimana ia berproses di lapangan merupakan sesuatu yang ia sepaka dan amini.

Dalam prosesnya menjadi fotografer di acara underground, ia mendapa jika ingin berkembang dalam bidang fotografi, sangu terpen ng tentu harus lebih berani untuk turun langsung. Menurut pengalaman, di awal ia terjun dalam gigs underground, ia mendapa 100 foto yang ia potret, hanya 50% foto yang ia anggap bagus.

Menurut Andi, memotret dalam gigs underground sangat susah di awal. Masifnya gerak dari gambar yang akan diambil, begitu juga dengan minimnya lampu pencahayaan di atas panggung. Jelas, pengalaman dan jam terbang sangat perlu untuk dikumpulkan.

Ke ka ia belajar dan menentukan step keunikan memotretnya, Andi sering dimentori oleh Mas Anom (Roadman Shaggydog) dan Ucok Jesuicidal. Walaupun banyak aktor lain di lapangan yang dapat menjadi mentor, namun mereka berdualah yang sering menemani Andi dalam proses berkarya. Dari merekalah, Andi dapat menemukan “gaya”-nya dalam memotret. Slow speed dan “kurang rapi” yang selalu konsisten dipertontonkan dalam karya-karyanya. Iden ty!

8

The Profile Konsistensi dalam berkarya membuatnya dikenal baik di kalangan fotografer maupun band-band underground Yogyakarta. Bahkan, beberapa dari band yang dikenal Andi akan tahu kapan ia hendak mengambil gambar saat di stage. Tanpa aba-aba, ke ka salah satu personil band tersebut melihatnya sudah bersiap memotret, ia akan langsung bermanuver sedemikian rupa agar momentum itu tertangkap. Magic.

Andi dengan kegemarannya memotret gigs underground membuahkan banyak jaringan di lingkarnya.

Selain mendapatkan job untuk menjadi official photographer salah satu band, ia juga sering dimintai bantuan untuk mengerjakan video clip atau memotret profile dari band tertentu lainnya. Ia tidak pernah membayangkan jika hobi yang ditekuni karena konsep “fun” dapat membuahkan hasil baginya. Karena jauh dari itu, ia hanya memperhitungkan mengenai senangnya berkumpul dan berharap dapat berkembangnya skena lebih pesat. Jika sesuatu dikerjakan karena “senang”, apa yang ia dapatkan dengan konsistensi yang dibawa akan selalu mendapatkan hasil yang se mpal.

Uniknya, ia dak pernah bergantung pada gear yang ia punya. Menurutnya, gear hanyalah par kel pembantu ke ka ia sedang memotret. Walaupun dengan gear yang mahal sekalipun, jika dalam keadaan mood yang berantakan dalam memotret, karya yang dihasilkan pas dak akan bagus. Namun jika sebaliknya, walaupun dengan gear seadanya, pas akan menghasilkan karya yang ciamik.

Jauh ditanyai mengenai teknis di lapangan, Andi berpendapat bahwa tak sepatutnya fotografer “mengganggu” bagaimana gigs berjalan. Ia menganggap, tak seharusnya fotografer mengambil gambar dengan jarak yang terlalu dekat dengan band. Atau mengambil gambar di tengah-temgah crowd personil band. Hal itu sudah pas berakibat dalam mengganggu band tersebut. Bahkan kemungkinan mengganggu penonton.

Seorang fotografer, seharusnya memiliki kesadaran ini. Baginya, karya foto yang bagus adalah gambar yang bercerita secara organik, biarkan lingkungan bergerak apa adanya. Peran fotografer hanyalah mengabadikan momentumnya. A tude.

Andi, tentunya memiliki keinginan untuk membuat pameran konvensional. Ia mempunyai keinginan untuk memamerkan karya foto yang ia arsip sejak tahun 2007. Namun keinginan tersebut masih dalam proses penggodokan sebaik mungkin. Singkatnya, ia ingin membuat bagaimana pameran itu hidup. Hidup dalam memori yang akan selalu relevan se ap tahunnya. Memamerkan memoar bagi siapa saja pelaku skena underground Yogyakarta. Yang selalu tumbuh dan berkembang se ap masanya. Mari kita tunggu. Cheers!

THEANGERHEAD

STUDIO 9

10 @ykrumk

Sumber foto: ykrumk

11 @ykrumk

Sumber foto: ykrumk

TM

THEMIGHTYLEC 12

SIDHARTA TATA THROUGHOUT YKHC 13 Sumber foto: Sidharta Tata

Sidharta Tata, seorang sutradara yang berasal dari Kota Yogyakarta sekaligus gitaris dari salah satu band hardcore legendaris di Yogyakarta. Kami, memilih beliau sebagai salah satu narasumber karena ketertarikan atas karya-karya yang telah ia hasilkan.

Sebuah kesempatan luar biasa untuk bisa melakukan sesi wawancara dengannya. Simak wawancara kami di bawah ini!

Salah satu film karya Sidharta Tata memunculkan logo Dinas Kebudayaan DIY? Bagaimana?

Di Jogja kebetulan ada program hibah Dana Keis mewaan yang fokus tentang kebudayaan, dan s a l a h s a t u nya fi l m . Ta h u n 2 0 1 5 a ku c o b a mengirimkan naskahku.

Film apa yang menjadi sebuah milestone dan turning point seorang Sidharta Tata?

Milestone-nya jelas dari film The Messenger. Tapi dari turning point, film Natalan.

Kenapa film Natalan?

Karena mampu membawa aku ke circle yang lebih besar lagi. Saat itu film Natalan masuk lima besar film pendek di Fes val Film Indonesia 2015. Kebetulan setelah itu mulai ada beberapa tawaran bermunculan.

Mempelajari secara otodidak atau berkuliah?

Otodidak. Malah untuk bidang pekerjaan saya hari ini, saya banyak belajar dari teman-teman saya di skena punk yang beberapa di antaranya nongkrong di Terban dan Cemara 7, yang kebetulan mereka berkuliah di Akindo. Aku kerja bareng mereka “nyu ng manten”.

Menarik. Bicara soal satu film yang menarik sekali bagi kami, Loz Jogjakartoz. Menceritakan tentang bagaimana sisi “bronx”-nya Jogja. Bagaimana Dinas Kebudayaan DIY bisa men-support?

Dari sektor film hari ini, sebenarnya kita mempunyai banyak kurator dengan nama besar yang bisa mempertanggungjawabkan sebuah karya yang dipilih. Alasan mengapa bisa didukung, sebenarnya sederhana. Ya karena sebuah kebudayaan itu luas cakupannya. Misalnya, makan di angkringan itu salah satu kebudayaan juga lho. Pendeknya, mereka mempunyai sudut pandang yang luas dari sektor perfilman. Yang diangkat menjadi kebudayaan bukan hanya sebuah budaya yang adiluhung, dak hanya berkutat dalam tarian, musik, dll. Namun fenomena sosial pun dapat diar kan sebagai kebudayaan.

Contohnya, gali. Hahaha…

Halo mas Tata, kabarnya baik?

Baik sekali!

Langsung saja, siapa mas Tata ini? Sutradara?

Iya benar, saya hari ini jadi sutradara.

Sudah punya perusahaan sendiri?

Sudah, namanya Kebon Studio.

Bagaimana awal bisa terjun ke film?

Jadi cerita awalnya, Kebon Studio itu fokus ke dunia adver sing. Ya, pembuatan iklan. Tapi untuk aku pribadi, saat itu aku lagi ingin keluar dari circle itu.

Karena dalam prosesku ternyata aku banyak bertemu film maker yang kurang lebihnya ternyata temantemanku dulu dari skena punk. Lalu aku jadi ikut tergerak untuk jadi film maker.

Wow. Kalau kesibukan untuk sekarang apa?

Kemarin habis bikin series, judulnya Hitam. Tapi Kebon Studio juga masih bergerak untuk menggarap beberapa projek iklan juga.

Untuk distribusi karya sekarang kemana aja?

Kalo untuk tahun-tahun ini banyak pakai OTT (over the top) atau media digital seper Ne lix, iflix, bioskoponline, youtube, dll. Yang sekiranya memang dapat membantu pendistribusian di era pandemi.

Jadi semuanya online, gampang dijangkau dan bersahabat, jadi banyak sekali pembuat film yang investasi distribusi filmnya ke sana semua.

Produksi film mulai tahun berapa?

Kalau film ya 2012, The Messenger. Itu awal aku nabung buat bikin film. Akhirnya dengan tabunganku yang sudah lumayan terkumpul, aku produksi film.

Tapi, edi ng-nya empat tahun hahahaha… Nah, ke ka sudah jadi. Aku lihat kok anggapanku jelek.

Hah? Lalu?

Ya sudah. Akhirnya dak aku teruskan. Tapi setelah itu editor menegur aku. Kenapa filmnya dianggurkan?

Ayolah itu diselesaikan. Akhirnya aku mencoba untuk memberanikan diri menyelesaikan.

Dan ternyata hasilnya bagus?

Kebetulan setelah itu ada fes val film di Bandung, namanya Ganesha Film Fes val. Ternyata filmku masuk nominasi, aku kaget kok ternyata ada fes val yang mau masukin film seper ini. Dari situ aku mulai percaya diri untuk mendistribusikan film yang aku buat lewat beberapa fes val film di Indonesia.

THEANGERHEAD

STUDIO 14

Benar sekali hahaha… Apakah ada perdebatan dengan karakter yang disajikan di film tersebut (Loz Jogjakartoz)?

Kalau sampai saat ini belum ada. Walaupun ya memang kita ( m), membicarakan hal itu juga. Tapi aku sebagai penulis script dan sutradara (pas nya) sudah menyiapkan argumen untuk menggambarkan bagaimana bentuk objek f dari keadaan Yogyakarta. Dan kri kan yang muncul di kolom komentar di youtube, aku pikir itu kri kan yang sehat dalam substansi film, muncul secara organik dari para penikmat film Loz Jogjakartoz.

Siapa yang menentukan wardrobe dari film Loz Jogjakartoz? Keren soalnya.

Wardobe-nya itu saya mengajak Anis, dia juga sering jadi nominasi di FFI dan memang special wardobe dan make-up effect. Tapi yang menentukan keonte kannya tetap aku, jadi ke ka Anis kurang paham mengenai beberapa wardobe yang cocok di salah satu scene, aku kemudian kasih arahan.

Untuk aktor? Apakah ada audisi atau malah pakai pelaku asli?

Untuk aktor beberapa lewat proses cas ng, beberapa langsung saya pilih. Saya mengajak beberapa teman dari lintas teater termasuk salah satunya berasal dari Teater Garasi. Lalu kami berdiskusi dan riset untuk menghidupkan karakter dalam cerita.

Sidharta Tata juga memiliki grup band hardcore bernama Throughout. Berdiri tahun berapa dan siapa saja penggagasnya?

Throughout pertama berdiri tahun 2004. Penggagasnya ada aku, Yusron, Pakwik, sama Kurkur. Itu formasi awal Throughout terbentuk. Lalu dalam prosesnya hanya meninggalkan aku saja, karena yang lain punya kesibukan masing-masing. Akhirnya, karena aku masih punya keinginan untuk mempertahankan band ini, sampai pada akhirnya aku menemukan komposisi personil solid (kalau dak salah) pada tahun 2007-2008. Waktu itu ada Kicrit/Astrid masuk menjadi vokalis. Sehingga saat itu komposisinya ada aku, Astrid, Julianus Ferry, Adek, dan Rio Bogang.

Komposisi pertama Throughout terbentuk karena circle pertemanan atau bagaimana?

Untuk komposisi personil awal itu ketemu di komunitas. Karena saya waktu kecil itu di Jakarta, ke ka kuliah baru pindah ke Jogja. Ternyata circle kampus dan teman-teman kecil kurang cocok sama aku. Akhirnya ada satu teman SMP yang saat itu ikut dalam skena punk di Brontokusuman. Saya ikut nongkrong di sana, nah di sana aku bertemu teman saya Yusron. Kok ya kebetulan mengajak main band, tapi dia bilang kalau dia mau main musik hardcore. Saya pada saat itu hanya tahu band hardcore itu Rykers. Karena kemudian aku banyak dicekokin influence band hardcore dari dia, seper Warzone, Shutdown, dll. Akhirnya aku jadi menemukan hal yang menarik di musik-musik itu, ya sudah kami scou ng, dan kebetulan Pakwik dan Kurkur yang juga satu tongkrongan waktu itu akhirnya bergabung.

Untuk influence sendiri, Throughout mengaca dari band apa saja mas?

Awalnya ya band-band yang aku sebu n di atas, tapi ya kita coba untuk lebih berkembang buat masukin influence lain selain Shutdown dll. Berpisahku dengan Yusron itu juga karena masalah mengenai aku yang masih ingin bertahan di old-school sementara Yusron sudah sejak lama punya passion di beatdown. Setelah berpisah, aku coba menciptakan Throughout dengan influence melodic. Karena referensiku banyak dari MxPx dan NoFX , lalu mulai masuk Comeback Kid sama Miles Away. Dari situ aku mulai menemukan hardcore yang pakai riff-riff nggi, dan akhirnya aku jadikan influence untuk membentuk signature di formasi Throughout yang baru.

15 Sumber foto: Sidharta Tata

Throughout berapa kali gan vokalis mas?

Woh ya banyak, lima kali kita gan haha, dan ini Astrid kan juga sudah digan sama Maya sekarang.

Tapi gitaris cuma Mas Tata tho? Haha…

Iya hahaha… aku itu melihat Throughout seper tempat melepaskan kejenuhan dari semua kegiatan yang se ap hari aku lakukan. Jadi lebih seper coping mechanism-ku ke ka jenuh dengan kesibukan. Makanya aku terus mempertahankan Throughout gimana caranya tetep ada, begitu.

Untuk menilai keseriusan, Throughout itu projek seserius apa sih, mas?

Kalo dibilang serius ya sangat serius. Sebenarnya kami juga sempat dijadwalkan tour Asia dengan Samstrong Records jika album kedua sudah akan direlease. Tapi ya sayangnya karena banyak hambatan besar di prosesnya, membuat kami (untuk sementara) harus menghen kan proyek album kedua. Throughout, manajemennya sangat rapi ke ka vocal kami dipegang Astrid/Kicrit. Dia, punya banyak sekali ide-ide mengenai pengelolaan band. Merchandising, dll. Kalau kalian tahu, baju kami sampai pernah dipakai sama Hayley Williams (Paramore).

Aku aja kaget, kok bisa dipakai sama dia. Kicrit punya banyak jaringan ke ka ia dulu ak f sekali memakai sosial media, dan kalo bisa dibilang Kicrit juga jadi teman debat aku di dalam band. Banyak sekali, mengenai hal-hal krea f.

Satu pertanyaan terakhir. Lagu One Vision itu menceritakan tentang apa?

One Vision itu hadir setelah Throughout hibernasi lama. Vokalnya saat itu Rika menggan kan si Astrid yang sudah diceritakan tadi. One Vision itu adalah lagu yang kami ciptakan setelah lamanya kami berdiam diri untuk kontemplasi dan sebagainya. One Vision bagi kami adalah satu turning point, di mana walaupun banyak halangan hambatan dalam proses kami bertumbuh, tapi kami sepakat untuk tetap berjalan dengan visi kami apapun yang terjadi. Dan juga bukan hanya mengenang, namun merangkum perjalanan Throughout dari awal terbentuk hingga sampai saat ini.

Luar biasa! Terima kasih atas waktunya. Sukses terus, Mas Tata!

Siap. Sama-sama!

16 Sumber foto: Sidharta Tata

Film Loz Jogjakartoz mulai mengudara sejak tanggal 13 Juni 2020. Terhitung sejak saat itu, sekitar 230.000 manusia sudah menekan piran te kusnya untuk memutar film tersebut. Tepat sekali. Mungkin terlalu usang jika kami baru mengulasnya sekarang. Tapi kembali lagi, siapa peduli? “gantangan manuk” yang kerap dijumpai di masyarakat sekitar. Khususnya di Kota Yogyakarta sendiri, yang angka pecinta “skena manuk”-nya memiliki audience yang cukup besar. Sontak, menjadi ketertarikan kami dalam menghujam beberapa pertanyaan kepada sang sutradara langsung perihal latar belakang dan proses krea f dari film tersebut. bahwa booster awal ia dapatkan melalui proses refleksi dan kontemplasinya atas pengamatan pada lingkungan sekitarnya.

“Dulu waktu kecil, aku seneng banget nonton film hollywood. Yang mana (kemudian) ke ka berjalannya waktu (dan proses), aku mendapatkan insight dari beberapa fes val film yang aku iku . Aku berpikir, kenapa dak pada akhirnya aku bikin film yang muncul dari lingkungan sekitarku, yang pada akhirnya hal itu yang merubah cara pikirku sebagai hollywood minded…”

Sang narasumber menambahkan, inspirasi cerita juga didapatkan melalui flashback yang ia lakukan ke ka mengingat masa-masa di sekolah menengah yang dekat dengan sifat “ndugal”. Menggali dan terus menggali, mencari konsep cerita yang pas. Terus menerus melakukan proses riset. Dan tercetuslah, gantangan manuk.

“Aku merasa cocok untuk memilih konsep ini, karena dari (dunia) gantangan (manuk), kita bisa mempertemukan berbagai macam orang. Dari banyak latar belakang. Dari preman, aparat, sampai ke poli si pun dapat ikut menjadi irisan dalam subjek gantangan itu sendiri…”, Benar sekali. Lokal!

Dengan script yang ditulis sendiri oleh sang sutradara, ia mengakui bahwa Loz Jogjakartoz merupakan film dengan dialog paling organik dan pendek yang pernah dia buat. Dengan basic pengalaman pribadi yang pernah bersinggungan dengan fenomena-fenomena tersebut, sehingga proses penulisan dilakukan dengan sangat mengalir dan lancar. Buah pikiran paling natural mengenai pengolahan karakter, plot, dll.

Lalu menarik ke ka obrolan berbicara mengenai message dalam film tersebut. Secara gamblang, Sidharta Tata mengakui bahwa film ini merupakan proyek penumpahan kegelisahannya mengenai Kota Yogyakarta. Yang mana, bicara tentang kota ini, dengan segala narasi “roman s” mengenai Kota Budaya, Kota Pelajar, des nasi pariwisata, dll. Namun ada sisi lain dari apa yang terjadi di kota ini, yang sebenarnya sudah menjadi satu dari sekian “rahasia umum” yang diketahui.

Ia memberikan perumpamaan, “orang-orang yang kita lihat dengan asyiknya foto-foto di Tugu itu, banyak yang dak tahu tentang peris wa apa yang terjadi di daerah sekitar pinggiran Kota Yogyakarta. Orang yang dibacok oleh “cah kli h” misalnya, adalah satu dari sekian hal yang ingin aku sampaikan di film itu. Tetapi jika berbicara (lebih) jauhnya, terlebih perihal pemaknaan film ini, pas ya dikembalikan ke penonton lagi bagaimana mencerna dan mengimajikan apa yang telah mereka tonton…”

Pendek kata, Loz Jogjakartoz merupakan sebuah mahakarya epik yang mampu menceritakan sebuah fenomena dengan menarik. Bagaimana keberanian dalam menyingkap sisi lain dari sebuah keadaan sosial, mampu diceritakan dengan kemasan yang sederhana namun jauh dari kata dangkal. Dan tentunya, digarap secara total.

17 Sumber gambar: Sidharta Tata

18

19

Mungkin sudah banyak media yang membahas mengenai profil dari unit hardcore satu ini. Terhitung sudah 12 tahun berkarya, mengalami banyak dinamika, dan tentunya beragam cerita dari sisi internal grup. Namun, dengan usaha penuh untuk menyegarkan kembali ingatan, izinkan kami untuk menceritakan kembali mengenai band hardcore satu ini.

2009, menjadi awal perjumpaan dari Phitex (vokal) dengan Komo (bass). Berbekal pertemanan sejak duduk di bangku SMA, sang vokalis menawarkan untuk membuat sebuah projek musik dengan hardcore sebagai alirannya. Tak perlu banyak waktu untuk diyakinkan, sang bassis langsung gas. Dinamika bergerak, waktu demi waktu berjalan, masuk Yoqka untuk mengisi di bagian gitar dan salah satu kawan untuk mengisi di bagian drum.

Kisah perform pertama kali dilalui dengan (membuat) sebuah gigs underground di TBY (Taman Budaya Yogyakarta) bernama Artcore Fest. Menjadi awal perjalanan Knockdown untuk terus menghentak hingga hari ini. Selepas itu, gerilya mulai dilakukan.

Menjadi band “regist”, “urunan” kolek f dari se ap anggota, dan mengiku banyak gigs adalah perjuangan yang sempat ditempuh Knockdown.

Memasuki tahun 2010 menjadi awal adanya sedikit goncangan dalam tubuh band. Sang drummer awal, memutuskan untuk dak melanjutkan perjalanannya di Knockdown. Butuh waktu satu tahun hingga akhirnya King Kong (Yosi), masuk menjadi drummer dan solid hingga saat ini. Di awal, line-up diisi oleh Yoqka di gitar, Komo di bass, Penthul di drum, Phitex yang sekarang menjadi vokalis sempat mengisi rhytm, dan almarhum Miko di vokal. Berjalannya waktu, dan tahun 2012 terbentuklah Knockdown dengan line-up solid sampai hari ini. Phitex, Yoqka, Komo, dan King Kong. Terus bergerak dan wani obah hingga pernah menjadi salah satu band hardcore yang “satu panggung” dengan Madball dan Sick of it All di sekitaran tahun 2013.

Metal/Hardcore Rap. Mungkin itu yang akan ditemukan ke ka kita mencoba menuliskan nama Knockdown di mesin pencari internet. Mengeluarkan E.P pada tahun 2011 saat semua personilnya masih berseragam pu h abu-abu dengan tajuk Modal Kecu, pada tahun 2012 lah Knockdown mulai menggarap full album dengan judul The War. Lagu Empty Dreams, We Stand . NOK37, dan Show Your Pride adalah beberapa lagu yang menghiasi album pertama mereka. Sempat vakum dalam penggarapan album karena padatnya jadwal show, baru pada tahun 2016 The War sukses mengudara dibarengi dengan Press Conference yang dilakukan di salah satu beer house di Yogyakarta.

Dalam sesi wawancara dengan salah satu anggota band (Komo), tahun 2012 hingga 2016 merupakan masa-masa yang sangat padat bagi Knockdown dalam bergerak. JNM (Jogja Na onal Museum), adalah sebuah tempat di mana mereka dan banyak grup-grup lainnya “sibuk berkeringat” se ap akhir pekannya. Jadwal gigs yang ru n diselenggarakan seminggu sekali, belum juga dengan acara lain yang menyeret Knockdown untuk tampil di atas panggung. Menjadikan masa tersebut sebagai The Golden Age bagi band ini dan beberapa yang lain. “Dulu seminggu sekali pas ru n main di JNM, belum dengan acara yang lain. Bisa mungkin sehari main ga kali.

Kami (Knockdown), pernah suatu waktu main di JNM pada hari Sabtu. Terus Minggu paginya kami harus sudah check-sound di Surabaya…”. Warrior!

Kemudian, pembahasan menjadi menarik di sesi selanjutnya. Selain menanyakan beberapa hal terkait Knockdown di ranah musik dan profil band, kami juga sempat menyinggung perihal branding yang secara dak langsung dilakukan oleh band ini. Kami, menanyakan perihal fenomena “Hardcore Bela Diri” yang lekat dengan Knockdown. Ke ka ditanyai perihal fenomena tersebut, sang narasumber (Komo), memberikan penjelasan bahwa hal tersebut secara dak langsung (dan dak sengaja) memang menjadi salah satu hal yang kerap dikaitkan dengan band ini. Bagaimana dak, sang vokalis dan bassis kebetulan memang sempat menjadi atlit yang menekuni beberapa bidang bela diri. Boxing, Tarung Derajat, Muay Thai, dan olahraga lainnya dengan format full body contact.

Menjadi menarik ke ka kemudian, kultur violence dance yang sering tersajikan di pit kala Knockdown tampil, lekat dengan gerakangerakan yang ada di seni bela diri tersebut. “ya memang secara dak langsung (dan sekali lagi dak sengaja) dengan branding yang dilakukan Knockdown saat itu cukup meng-influence terhadap apa yang ada di gigs...”. Fenomenal!

Saat ini, Knockdown tengah fokus menggarap single terbarunya. Rencananya, tahun ini adalah waktu yang dipilih untuk segera merilis karya musik terbaru mereka. Menarik dan sangat wajib untuk dinan kan. Knockdown YKHC!

20 Sumber foto: ykrumk

21 Sumber gambar: Knockdown YKHC

22

MALANG CITY HARDCORE Noose Bound.

Sebuah grup band hardcore dari Kota Malang dengan komposisi Bagas sebagai front-man, Alvin dengan bass, Tape dan Icang di gitar, serta Rio di drum. Sekitaran akhir tahun 2017, Noose Bound lahir. Walau bertemu dari satu skena yang sama, namun mereka muncul dari latar belakang project musik yang berbeda-beda. Secara musikal, Noose Bound mengusung metallic hardcore era 90-an dengan influence beberapa nama agung seper Code Orange, Earth Crisis dan beberapa nama lainnya dalam karya musik mereka.

Tough. Apa pun itu, pertemuan mereka akhirnya mampu ikut mengambil peran dalam menghidupi skena musik hardcore di Kota Malang.

Dalam sesi wawancara yang dilakukan bersama kawan-kawan Noose Bound, obrolan banyak membahas mengenai tour yang dilakukan mereka di pertengahan tahun 2021. Tak tanggung-tanggung, mulai dari 6 Juni 2021 sampai 7 Juli 2021 mereka memulai plesir musik perdana mereka ke 10 kota di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Tour yang mereka angkat dengan tema Through The Plague, menghantarkan mereka untuk memperkenalkan lagu-lagu pada album perdana mereka yang dirilis pada tahun 2021 pula. Album yang bertajuk To The Same End, mengangkat mengenai bagaimana semua manusia hidup untuk satu tujuan yang sama, kema an. To The Same End merupakan sebuah interpretasi dari semua personil mengenai tujuan mereka membentuk Noose Bound.

Materi musik yang ada di dalam album To The Same End, banyak bercerita mengenai adiksi, keputusasaan yang dikemas secara gelap. Dan, se ap materi atas lagu-lagu tersebut, banyak menceritakan tentang kejadian yang terjadi di lingkungan pertemanan mereka, yang akhirnya ditumpahkan menjadi sebuah karya. Organic.

Noose Bound, digawangi oleh dua label yang berada di luar Kota Malang, Samstrong Records yang berasal dari Pekalongan, juga Set The Fire yang berasal dari Jakarta. Dua label tersebut pula yang men-support tur awal Noose Bound di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Dalam tur tersebut, teknis banyak dilakukan dengan sinergitas mandiri bersama temanteman skena lokal yang mendukung Noose Bound untuk hadir di kota mereka. Dengan segala pergerakan yang dilakukan, tidak menutup kemungkinan jika Noose Bound akan terus menghentak dan menjadi salah satu legenda di kancah musik hardcore. Mari kita tunggu. Cheers!

23 Sumber foto: Christopher Kevin

Dengan semangat muda yang berapi-api seturut kata Bang Haji Rhoma, tahun 2015 lahirlah satu unit hardcore yang digagas oleh sekumpulan pemuda dari Kota Malang. Berawal dengan line-up Hasbi sebagai vokalis, Rizaldi sebagai drummer, Nara g dan Samid mengisi gitar, dan Corong di Bass, formasi ini membentuk sebuah band hardcore dengan Crowded sebagai iden tas awal. Menjadi sebuah milestone pertama untuk kemudian mengenal Excrowded hari ini.

Berjalannya proses, nama “Crowded” ditambah dengan “Ex” di depan, yang tegas dimaknai sebagai expired atas usulan salah satu kawan dalam tongkrongan. Kata pepatah, nama adalah doa. Maka dengan “ex” yang mereka sisipkan di depan, menjadi sebuah harapan akan tetap subur dan berkembang dewasa Excrowded ke depannya. Dalam prosesnya pula, formasi Excrowded silih bergan hingga ga kali. Dinamika untuk menyatukan suara dari berbagai kepala yang dak mudah, menuntut mereka untuk terus berproses dalam waktu demi waktu. Semua personil Excrowded saat ini, tumbuh dalam komunitas yang berbeda-beda. Dengan kemudian disatukan dalam satu ruang cangkruk yang sama untuk menyatukan krea fitas atas referensi musik yang berbeda satu sama lain, pada akhirnya mereka berani memutuskan untuk “membap s” Excrowded sebagai unit hardcore old-school dengan sedikit memasukkan groove modern. Tentunya, tanpa melupakan beatdown sebagai salah satu bentuk implementasi dari genre hardcore era 90-an.

Excrowded hari ini yang digawangi oleh Hasbi pancet di vokal, Gilang di gitar, Rizaldi di drum, dan bertambahnya Dino di bass serta Andra di Gitar, telah melahirkan satu album yang bertajuk Self Control. Album yang menceritakan tentang keresahan-keresahan mereka mengenai lingkungan dan diri mereka, ketakutan atas dak adanya sekat dalam kehidupan yang bebas. Namun, dengan berjalannya waktu mereka akhirnya menemukan apa yang sebenarnya dapat memberikan mereka batasan dalam kehidupan yang bebas itu.

Dan kemudian, menjadi sebuah bahasan menarik mengenai lagu Under The Trapped yang pada akhirnya mereka jadikan music video. Di mana mereka memberikan gagasan mengenai wacana yang berkembang hari ini. Bahwa dak ada lagi kompe si dalam kerja-kerja krea f, namun upaya berkolaborasi yang harusnya dilakukan per hari ini. Maka tak heran jika dalam MV Under The Trapped, mereka mengajak berbagai macam komunitas untuk berkolaborasi dalam pembuatan MV-nya. Bersama TTW Crew, Nol Crea ve, Sundara Crea ve, Brightdim, Teater Komunitas, Espiro Architect, dan Gravedead Magz, sinergitas sukses terjalin dalam teknisnya. Adapun, Excrowded ikut ambil andil dalam sebuah campaign yang berjudul More Local Growing (MLG). Di mana kampanye tersebut bertujuan untuk menyebarkan semangat dalam menghapus sekat-sekat komunitas sebagai bentuk kompe si. Dengan semua komunitas diperbolehkan memakai MLG sebagai tagar di sosial media, mereka percaya bahwa pergerakan ini mampu membentuk pola wacana mengenai kolaborasi atas segala komunitas yang ada di Kota Malang.

Bagi Excrowded, dalam masa yang saat ini menuntut kita untuk berkembang, pen ng untuk menciptakan sebuah ekosistem industri yang sehat ke depannya. Maksudnya ialah, sebuah ekosistem industri yang tentunya berdampak pada pengembangan komunitas, feedback. Mereka menggambarkan, bahwa memang industri adalah hal yang “jahat” jika dibicarakan dengan perspek f memperkaya diri sendiri. Namun jika industri itu dapat menghidupi sebagian besar dari individu yang muncul dalam komunitas, hal tersebut merupakan sesuatu yang jauh lebih sehat. Tentunya, adanya industri yang sehat akan mendorong penciptaan karya-karya yang semakin berkualitas. Tidak mungkin, karya akan muncul sendirinya tanpa adanya proses. Semakin bagus alat yang diinvestasikan, maka semakin bagus juga hasil karya dari seorang seniman. Dan menjadi susah pula jika sebuah karya yang dihasilkan hanya akan dinikma sendiri, sedikit banyak hal tersebut akan berpengaruh dalam circle dan pengembangan komunitas. Stay young, cheers!

MALANG CITY HARDCORE 24

MALANG CITY HARDCORE Muncul dari circle pertemanan SMA. Formasi awal Sharkbite digawangi oleh Bogi sebagai drummer, Yogi sebagai bassis, Wildan sebagai gitaris, dan Yayak sebagai vokalis. Dipayungi oleh label rekaman yang berasal dari Malang saat itu, GR8DAY MUSIC. Sharkbite memulai perjalanannya dengan membawakan album pertama mereka yang berjudul “This Reality” kala menjalani tur bertajuk Assault Tour bersama Under 18, Lose It All, Final A ack, dan banyak lainnya. Lahir sekitaran akhir 2009, Sharkbite telah melahirkan dua album dan satu E.P hingga hari ini. Album pertama yang rilis pada tahun 2012, menceritakan tentang bagaimana anomali, realita, dan keadaan skena underground Kota Malang saat itu. Materi yang diangkat, berangkat dari keresahan realita lingkungan mereka sendiri. Waktu berjalan, dan setelah album pertama lahir. Sharkbite harus mulai berkompromi dengan realita yang terjadi dalam penggarapan E.P mereka. Mau dak mau, mereka harus melepaskan formasi awal yang akhirnya hanya menyisakan Bogi di bagian drum. Hingga pada tahun 2018, lahir E.P mereka dengan judul “Future Is Bleak” yang menyajikan satu hal baru dalam komposisi musiknya. Dengan kemudian masuk Nanda di vokal, Santo di bass, serta Nando di gitar, Future Is Bleak mulai mengikis irama beatdown dengan teknis sajian musik yang lebih groove.

Future Is Bleak, adalah proyek E.P yang menceritakan tentang sebuah keyakinan dalam diri mengenai apa yang mereka percayai untuk hidup. Sebuah pesan dalam karya mengenai keyakinan untuk konsisten dalam mengukir karir Sharkbite menjadi lebih gemilang dan percaya bahwa keberuntungan akan berpihak kepada mereka yang kuat terhadap apa yang mereka yakini. For s Fortuna Adiuvat. Terang saja, setelah proyek E.P mereka lahir, dengan tanpa basa basi mereka langsung melakukan tur Asia Tenggara. Singgah di Singapura dan Malaysia, memperkenalkan Sharkbite dengan komposisi dan karya musik yang baru. Sepulangnya dari tur, mereka langsung tancap gas untuk memproduksi video mengenai satu dekade Sharkbite, 2009-2019. Dengan bekal jejaring dan kapasitas yang mereka miliki dalam menggarap materi album, salah satu jenama pakaian ternama dari Kota Bandung mulai melirik mereka. Dengan akhirnya berjabat tangan dan memulai kerja sama, tahun 2020 menandai lahirnya album “Relocate The Fate” dengan kontrak label baru, Disaster Records. Dengan sedikit taste nu-metal, proyek cross-genre ini membuat lagu yang ada di album baru tersebut menjadi lebih fresh dalam kompisisi irama dan musik. Hardness will teach, the fate is real!

Dengan proses krea f yang hampir semua dikerjakan sendiri, menjadikan mereka sebagai salah satu band yang independent dalam menentukan segala nasibnya sendiri. Sadar akan apa yang menunggu mereka di depan, dan ingin membuk kan bahwa apa yang mereka lakukan hari ini adalah jawaban dari segala keresahan yang terjadi di masa lalu. Apapun yang dapat mereka capai hingga saat ini, merupakan suatu usaha untuk mewujudkan perkembangan komunitas yang ada di kota mereka. Bangga akan apa yang sudah mereka kerjakan tentunya dak cukup jika hal itu dak berpengaruh terhadap ekosistem di sekitar mereka. Apa saja yang mereka lakukan saat ini adalah bentuk pan kan mereka bagi semua komunitas di Kota Malang. Bagi Sharkbite, industri adalah satu komponen yang pen ng dalam skala penempatan yang tepat. Bagi mereka, perkembangan dalam krea fitas dak hanya dalam modal untuk menciptakan, dak juga pula hanya dalam modal untuk kesenangan.

Jika suatu saat industri dalam ruang underground dapat dilihat sebagai salah satu metode alterna f, maka saat itu juga sektor ini dapat berpengaruh bagi tatanan sosial. Comeback full of strive!

25 Sumber foto: Sharkbite

26

THEANGERHEAD

STUDIO 27

Pada suatu malam di penghujung akhir tahun 1998 menuju 1999, terjadi sebuah guyonan di sebuah tempat yang sering dijadikan media cangkruk yang berada di sekitaran daerah Singosari, Malang. Lahir, dari sebuah skena yang erat dengan iden tas punk. Sebuah guyonan yang berjalan secara natural dari dua orang yang populer dikenal dengan nama Ustard Chipeng dan Indra Binatang, membuka jalan dalam melahirkan sebuah grup musik legendaris yang (mampu) menjadi salah satu representasi musik underground di Kota Malang hingga hari ini. So, please welcome, The Legendary and Revolu onary, Begundal Lowokwaru!

Menggunakan nama yang berangkat dari salah satu kecamatan di Kota Malang, Lowokwaru. Menjadi menarik melihat bahwa dak ada satupun personil yang berasal dari daerah tersebut. Ke ka ditanyai mengenai pemakaian nama Lowokwaru, Indra Binatang mengatakan jika nama tersebut diambil sebagai bentuk penghormatan terhadap kawan-kawan mereka yang pernah merasakan “dingin”-nya dinding penjara Lowokwaru. Ya, Lowokwaru merupakan kecamatan di Kota Malang yang salah satu bagiannya merupakan bangunan penjara. Justru, Singosari merupakan daerah yang lebih dekat dengan mereka secara geografis. Dan perihal nama Begundal, pas nya dak perlu dijelaskan lebih lanjut. Bahasa komik, tegas Indra. Epic!

“Matang” di komunitas dan giat unjuk gigi dari acara ke acara, mengantarkan Begundal Lowokwaru untuk lebih sounding dan mengudara namanya. Dengan bantuan banyak teman yang silih bergan , lagu-lagu yang mulai tercipta dan nyantol di banyak telinga, hasrat penciptaan album pertama mampu terlaksana. 1999, Street, Drunk, Rock. Pada awalnya, para personil Begundal Lowokwaru dak menyangka bahwa album pertama ini akan menjadi awal dari rentetan karya dan movement yang tercipta hingga saat ini.

Meledak dan mampu menjadi fenomena baru di kancah musik punk, menjadi sebuah oase baru mengenai geliat sebuah komunitas yang berasal dari kota yang belum diperhitungkan kala itu. Tur Jawa, Sumatera, Kalimantan, Lombok, dan Bali, semua dilibas. Total 34 k kota, di album ke ga, Punk Is A Threat Not A Fashion Tips. Tak ayal jika hingga hari ini, deretan lagu di lima full album dan ga E.P sudah banyak berkeliaran di piran elektronik para penikmat musik. Chaos!

Secara konsep karya dan apa yang banyak dikenal orang-orang, Begundal Lowokwaru merupakan sebuah band yang produk musikalitasnya banyak berbicara mengenai pertemanan dan dekat dengan, minuman beralkohol. Ke ka ditanyai mengenai hal tersebut, dua orang personil Begundal Lowokwaru yaitu Indra dan Agek, bercerita bahwa pertemanan merupakan suatu hal yang dak bisa dihilangkan dari Begundal Lowokwaru. Lebih tepatnya, persaudaraan. Konsep ini merupakan hal yang berjalan secara natural melihat dari apa yang mereka alami secara pribadi. Begundal Lowokwaru lahir dari sebuah pertemanan, besar dan berkembang yang secara langsung dibantu dengan lingkaran pertemanan mereka. Mulai dari Kota Malang sendiri, hingga menyebar ke banyak daerah yang lain. Hal tersebut pula yang mengilhami penciptaan karya musik mereka berjudul “Dari Singosari Kemana-mana”. Tegas dan lugas di segi lirik, menceritakan mengenai awal di mana mereka lahir dan mengguncang hingga hari ini. “dari Singosari kemana-mana, lahir dari gang sempit kuasai kota, jelajahi negeri dan lintas negara, kami lahir dan hadir ‘tuk kacaukan semuanya…” Danger!

Berkaitan dengan minuman alkohol. Pembicaraan menjadi menarik melihat adanya satu statement kuat yang dilontarkan kedua narasumber. Equality. Sebuah pesan yang menjadi pegangan kuat Begundal Lowokwaru, di mana kesetaraan merupakan nilai yang dijunjung nggi dalam se ap semangat nafasnya. Untuk semua kaum, dari semua latar belakang. Bukan bermaksud untuk menyebarkan kesan nega f atau melawan narasi norma f lainnya, namun dak memungkiri bahwa “minuman” merupakan sesuatu yang mampu dekat dengan semua kalangan. “dari semua kaum, mau yang kaya, mau yang pas-pas’an, atau apapun perbandingannya, semua bisa disatukan lewat minuman…”, tegas keduanya. Satu dari banyak karya musik yang berhasil diciptakan, ialah “Alkohol Yang Mempersatukan Kita Semua”. Sebuah proyek musik yang digarap bersama salah satu band dari Kota Yogyakarta, Bravesboy. Pun kedua grup menyuguhkan secara lugas mengenai hal ini (alkohol), dengan sajian visual yang menampilkan orang-orang dari beragam latar belakang pekerjaan, dan bersatu dalam satu rotasi gelas minuman. “E” dibunderi, mas. Equality…”

Dengan message yang ditanamkan kuat dalam berkarya sejak awal. Friendship and Equality, menjadi sebuah “pupuk” yang mampu menyuburkan Begundal Lowokwaru hingga saat ini. Menjadi salah satu prasas mengenai suatu kelompok masyarakat dengan spirit luar biasa yang dilahirkan Kota Malang. Mungkin, dak terlalu berlebihan jika beranggapan bahwa Begundal Lowokwaru adalah sebuah legacy mengenai geliat komunitas underground Malang di masa depan. Konsisten dan “tatag” serta jujur dalam berkarya. Dan pada akhirnya, di saat ini segala sesuatu yang berkaitan dengan pembahasan mengenai Begundal Lowokwaru, selalu diawali dengan kalimat, “sangar...”

Dan terakhir, mari bersulang untuk persaudaraan dan kesetaraan!

28 Sumber foto: Begundal Lowokwaru / Jauhar Alfian

AD SPACE FOR FREE

(membuka empat slot, untuk edisi berikutnya!)

Hubungi kami di; theangerheadstudio@gmail.com

THEANGERHEAD

STUDIO 29

THEANGERHEAD

STUDIO

VOL #3

SERIGALA MALAM - FOR THE UNBROKEN EXCROWDED - UNDER THE TRAPPED KNOCKDOWN YKHC - UNITED MUST BE STAND UP SHARKBITE - REAL IS RARE THROUGHOUT - ONE VISION NOOSE BOUND - PAINT ME RED BEGUNDAL LOWOKWARU - EQUALITY 30

Pimpinan Redaksi Andreas Daniel Adi V Tim Penulis Andreas Daniel Adi V / Yusril Asadudin M Fotografer Yusril Asadudin M / Andreas Daniel Adi V / *Christopher Kevin Desain/Lay-out Andreas Daniel Adi V Tim Lapangan Andreas Daniel Adi V / Yusril Asadudin M L Giovanni M. P / Taufik Azhari / *M Aden Suryana Tim Penyemangat, Doa, dan Harapan All crew!

THEANGERHEAD

STUDIO