TAHS MAGZ VOL 2

THEANGERHEAD

STUDIO MAGAZINE

DEATHGANG N-KILL DJ NATES INCREASE TATTOO GIGATHEIS

VOLUME #2 | July, 2021.

BASED IN YK, INA.

0220210002 TM

THEMIGHTYLEC

THEANGERHEAD

STUDIO MAGAZINE

VOLUME #2

t s e k r a . r D Hou e h T

DEATHGANG N-KILL DJ NATES INCREASE TATTOO GIGATHEIS THEANGERHEAD

STUDIO i

Heyho, let’s go!

Perkenalkan, kami adalah The Anger Head Studio.

Sebuah portal media amatir yang hadir untuk mencoba merekam dan mendokumentasikan semua hal yang kami bisa dan kami mau.

Trust us, we’re nothing.

THEANGERHEAD

STUDIO ii

1 Sumber foto: Deathgang

The Notorious Quattro Stoner from Yogyakarta!

Ada ga nama. SS Deathgang, Nasty Deathgang, atau Deathgang saja?

Deathgang, SS-nya dak jadi.

Kenapa SS? Apa itu?

Sarjana Sastra. Karena basic personil mayoritas (kuliah) di Sastra Inggris. Tapi karena bassist-nya bukan sastra, ya sudah dihilangkan.

Terinspirasi juga dari band bernama Death SS. Selain itu, SS dihilangkan karena salah perger an dikira SS Nazi (Schutzstaffel), yang sebenarnya anak-anak (anggota band) dak peduli juga. Namun karena ada beberapa saran dari teman-teman, mendingan dihilangkan dari pada ada apa-apa.

Owhhh... Apa lagi memang bentuk huruf “S”-nya seper pe r itu ya?

Iya persis kebetulan, padahal itu sebenarnya terinspirasi dari Slayer. Kampret.

Bagaimana terbentuknya Deathgang? Dan kenapa memilih sub-genre stoner/doom?

Sederhananya dulu waktu penat dan butuh lagu yang berat saja sebenarnya. Cari-cari referensi dari lagu luar (stoner/doom) masih kurang puas dan akhirnya membuat sendiri saja.

Mayoritas berkuliah di kampus dan jurusan yang sama. Bagaimana proses penyatuan se ap anggota band?

Ya sebenarnya dulu satu tongkrongan di kampus, jadi ya simple aja. Terus ya sudah pas senggang aja bikin band. Untuk bassist kita sendiri yaitu Gembus karena memang sudah kenal dulu dan mainnya oke ya sudah tarik.

Semua personil memiliki interest yang sama?

Sebenarnya background minat kita berempat ini sangat-sangat berbeda. Tapi yang namanya sebuah band ya ada standart yang harus kita patuhi bersama. Kalau ada masukan yang di luar standart ya kita pikir bareng-bareng sampai pas. Menyatukannya dengan kumpul sampai klop aja.

Siapa paling banyak menulis lirik di band?

Lirik hanya dari Maggot (Vokal). Karena kalau lirik yang menulis orang lain, akan susah dihafalkan. Tulis, di-share ke anggota band, nan kalau ada revisi misal di grammar nggal diurus bersama, dan mungkin ada tambahan-tambahan lain dari personil lainnya.

Bagaimana proses krea f pembuatan lirik dari satu diksi melompat ke diksi lain?

Sebenarnya kalau dilihat lagi, itu adalah diksi-diksi yang sering digunakan di judul-judul film horror. Diksi yang umum dalam penggambaran film horror dan band-band doom. Seper dope, smokes, dll.

Ada ketertarikan dengan skena film horror?

Iya jelas ada, mayoritas dari nonton film horror malahan inspirasi bisa muncul. Biasanya pas nonton film itu kita mute suaranya sembari memutar materi lagu, kalau pas ya sudah dibikin.

Apa saja contoh film horror-nya?

Hmmm banyak, seper Night of the Living Dead. Horror-comedy seper Re-animator. Lalu ada Rigor Mor s. Terus film-film horror 80an lah. Film yang tone warnya vintage. Yang itu senada dengan soundtrack-nya. Pokokmen sing lawas-lawas.

2

THEANGERHEAD

STUDIO Kalau film-film Thriller?

Enggak sih. Karena mungkin kurang sisi magis dan spiritualnya.

Hmmm… tetap mencari sisi occul ms ya?

Iya benar. Black Sunday!

Lirik langsung dari sang front-man. Bagaimana dengan irama yang diciptakan? Bagaimana biasanya proses berjalan?

Kalau irama biasanya dibuat bersama. Misal membuat riff, itu bersama-sama. Biasanya aku melcot (melodi cocot) aja. Nah, gitaris kita kan pinter banget itu. Jadi aku kepikiran apa, dia langsung bisa nyambung dan mengiku . Jujur saja, untuk riff kebanyakan hanya modifikasi dari yang sudah ada. Tak wolak-walik wae.

Pertanyaan standart. Siapa band yang berpengaruh bagi Deathgang? Luar atau lokal?

Yang jelas luar. Seper Sleep, Bongripper. Yang jelas lagi Black Sabbath. Pas . Karena sebenarnya itu semua (band doom) adalah duplikat dari Black sabbath, hanya beda sisi dinamis musiknya saja.

Deathgang sendiri sudah berjalan hampir dua tahun dan masih konsisten dengan genre ini. Bagaimana kemudian Deathgang melihat potensi pasar? Mengingat bahwa sebenarnya doom adalah aliran musik yang sudah cukup tua dan di Indonesia sendiri mungkin sudah banyak nama-nama besar yang mengusungnya. Namun is lah doom dak terlalu sounding karena mayoritas orang hanya mengenal metal, death metal, black metal, dll.

Sebenarnya, sejauh kami masih kental dengan nuansa doom mungkin susah. Mungkin untuk proyek single terdepan, akan lebih banyak improve dengan memasukkan unsur progressive dan blues. Tapi tetap, nuansanya peteng. Ojo ngan ilang kuwi. Ditambah sebenarnya menurut kami juga, untuk band dengan aliran doom kalau ingin masuk pasar itu tergantung bagaimana menyajikannya. Tergantung bagaimana kami mengemas “agresi”-nya. Karena sebenarnya yang dilihat kan bagaimana agresinya, apa yang membuat adrenalin itu naik dan bikin pengen gerak. Walaupun sebenarnya doom adalah kebalikan dari itu semua. Doom kan lagu mager, tempo pelan. Jadi mungkin nan mengincar di k- k “naik” yang cenderung groove. Nah itu, mencari tengahnya di groove. Mungkin dengan riff yang rapat dan bernuansa gelap, tapi mengusahakan agar tempo lagu tetap lambat. Mid-tempo.

3

Album sudah lahir satu. “…An End To Ill Omens”. Akhir dari pertanda buruk.

Yap. Akhir dari sebuah ramalan yang buruk.

Apa yang mau diangkat? Makna dan ar nya?

Sebenarnya kita sudah menggaung-gaungkan untuk membuat sebuah album dari dua tahun lalu. Waktu itu sebatas gojekan. Ya karena kita membawakan stoner/doom, dengan nuansa “gelap”, ya sudah keluar is lah omens di situ. Sesuai dengan apa yang band ini bawakan aja.

Satu album, empat lagu, total durasi sekitar 43 menit. Workshop-nya berapa lama?

Semua lagu sudah jadi sejak ga tahun yang lalu. Dan punya waktu yang berbeda-beda dalam penciptaannya. Jadi nggal recording saja, prosesnya cepat. Tapi untuk waktunya sendiri lupa.

Bagaimana menghafalkannya? Pernah salah waktu perform?

Iya pernah. Tapi biasanya kami bisa saling menutup kesalahan satu sama lain. Karena biasanya kalau satu lupa, biasanya semua personil juga lupa hahaha Mana lagu paling tua dari keempatnya?

Dionyfuzz Sesuai urutan lagu dalam album. Kenapa Canathoid di nomor satu, Dope Tales From Salem nomor dua, dst?

Itu untuk mengatur mood-nya saja. Canathoid urutan pertama karena dia yang paling doom. Jadi ke ka orang sudah bisa menikma lagu Canathoid, lagu setelahnya pas bisa.

Berusaha menaikkan “emosi” pendengar?

Iya. Bikin vibes-nya. Ditarik dulu ke dalam, baru setelah itu disajikan Dope Tales From Salem. Lagu kedua itu merupakan lagu dengan irama yang lebih universal. Menurut kami itu lagu yang bisa didengarkan oleh orang yang dak suka doom. Untuk lagu ke ga yaitu Dionyfuzz itu untuk ambil nafas saja, lebih ringan. Semi garage.

Lagu Fuzzana (Badtrip Dalam Kubur), apa itu maksudnya?

Yang jelas kami terinspirasi dari sang Ratu Horror Suzzanna, Beranak Dalam Kubur. Tapi karena ini stoner, ya sudah Badtrip Dalam Kubur. Modifikasi aja hahaha…

Mendengar kata “Salem” langsung teringat dengan legenda Salem sebagai kota sihir, apa benar inspirasi datang dari situ? Dan lebih jauh lagi, bisa diceritakan makna dari se ap lagu?

Yap, benar. Sebenarnya kami merasa bahwa itu (Salem) adalah hal yang lucu aja. Kita menafsirkannya secara sederhana, bahwa di sana sebenarnya penyihir itu enggak ada. Hanya karena mungkin orang-orang di sana waktu itu “ke nggian” terus berdelusi tentang hal-hal yang sebenarnya itu enggak ada hahaha. Kalau Dionyfuzz itu dewa anggur, Dionisos. Lagi-lagi karena stoner, modifikasi menjadi Dionyfuzz. Sesuai dengan trademark doom sendiri, fuzz. Efeknya pas fuzz, pedalnya pas fuzz, sound-nya pas fuzz.

Dengan cover album yang sangat eye-catching. Siapa yang membuat ilustrasinya?

Salah satu illustrator bernama Gigat. Bisa dilihat di akun instagram gigatheis.

Semua elemen yang muncul di cover album menggambarkan semua lagu?

Yap, benar.

Mana saja?

Canathoid digambarkan dengan monster kepala kambing yang sedang duduk di tahta. Dionyfuzz digambarkan dengan kursi tahta itu sendiri, sesuai penggambaran seorang dewa. Dope Tales From Salem digambarkan dengan orang-orang sekte yang berjubah. Fuzzana, ya pas nya sudah bisa ditebak.

Deathgang memproduksi rilisan fisik dalam bentuk CD dan kaset pita. Kenapa memilih kaset pita?

Itu ditawari oleh label rekaman yang kebetulan dari luar negeri. Mereka tanya, di Indonesia pada suka kaset pita apa enggak. Ya sudah kami jawab aja kalau pada suka. Kebetulan mereka lagi kerjasama dengan distributor kaset juga.

Bisa didapatkan di mana rilisan fisiknya? Bisa langsung kontak Deathgang? Via instagram mungkin?

Yap. Lewat instagram kami bisa.

Menerawang ke masa depan, masih berani tetap se a di garis independent?

Masih. Berani-berani saja. Enggak ada ruginya juga kan.

Apakah akan ada proyeksi untuk menyajikan lagu di luar nuansa gelap?

Enggak, masih konsisten di gelap. Mungkin hanya bisa merubah/menambahkan di sisi elemen musiknya saja. Progressive atau elemen lainnya. Album kedua mungkin, mencoba dinamis. Di tempo terutama.

Random ques on. Pernah ada kejadian horror yang menimpa satu anggota?

Belum sih. Mungkin pas la han lampunya kedip-kedip sendiri. Itu juga mungkin karena listriknya enggak kuat hahaha Random ques on again. Bagaimana kalau pas la han ba- ba ada pocongan?

Lanjut main aja paling hahaha From now, we believe, Deathgang will be a legend. Stay Kvlt!

Down to your knees, mammon!

4

5 Sumber gambar: Deathgang

TM

THEMIGHTYLEC 6

7 Sumber foto: Icha (Increase Tattoo)

Increase Tattoo Bermula dari ketertarikan pribadi dalam dunia menggambar sejak kecil, Icha memulai perjalanan untuk terjun dalam dunia ta oo sejak tahun 2017. Berkuliah di salah satu kampus seni di Yogyakarta, Icha mulai menemukan dunianya dengan membuat sebuah kolek f bersama teman-temannya yang memiliki minat yang sama. Sebuah kolek f bernama Diseneni Berta oo, sebuah wadah berserikat dan belajar bersama dalam dunia ta oo agar dapat tumbuh bersama.

Setelah itu, Icha mencoba untuk berdedikasi kepada dirinya sendiri dengan membuat mini ta oo studio.

Mengusung konsep handpoke ta oo, sebuah studio yang dinamai Increase Ta oo tersebut mencoba untuk survive bersama kawan-kawan studio ta oo lainnya di Kota Yogyakarta. Icha, berani mengambil konsep Handpoke karena ia merasa lebih mendalami metode ini daripada menggunakan mesin. Ia menganggap bahwa metode Handpoke Ta oo adalah suatu metode yang dapat memperlihatkan esensi ta oo secara detail.

Terlebih, Icha menganggap bahwa metode handpoke adalah suatu pengembangan dari metode pembuatan ta oo secara tradisional.

THEANGERHEAD

STUDIO 8 Sumber foto: Icha (Increase Tattoo)

Banyak yang menganggap bahwa Female Ta oo Ar st adalah profesi yang tabu. Namun bagi Icha, menjadi Female Ta oo Ar st adalah sebuah tantangan bagi dia untuk membuat bagaimana lingkungannya menger bahwa bertato adalah pilihan hidup seseorang, dan dak semua yang mempunyai ta oo adalah “buruk”. Dia melihat bahwa ta oo adalah sebuah gambaran hidup seseorang. Dengan begitu, menurutnya orang yang ingin bertato seharusnya dapat menimbang dahulu apa yang akan dia lukis pada tubuhnya.

Menurut Icha, ta oo adalah karya seni yang didapatkan dari pemikiran orang yang akan membuat. Entah suatu hal yang bernilai di kehidupan mereka, atau lebih dari sesuatu kejadian yang pen ng dalam kehidupan mereka. Selain daripada itu, seja nya ta oo juga (sudah) menjadi fashion bagi sebagian orang, yang di mana ta oo tersebut tentunya (perlu) memiliki esensi dan este ka tersendiri.

Selain menjadi Female Ta oo Ar st, kehidupan Icha dipenuhi tentang pergerakan edukasional yang ditumbuhkan di lingkungannya. Ia fokus membuat ruang belajar bagi anak-anak, ruang itu dinamai Kelas Mentari yang dipergunakan oleh Icha untuk merealisasikan keinginannya tentang pen ngnya edukasi. Ruang itu dipergunakan dengan baik oleh Icha, sampai pada akhirnya ia mempunyai ide untuk membawa ruang itu dak hanya di lingkup Yogyakarta saja. Dengan segala kebutuhan yang ia siapkan, Icha membawa ruang itu hingga ke Flores. Kegiatan Icha di sana adalah memberikan ruang bagi anak-anak nelayan untuk belajar mengajar.

Dengan niat yang begitu besar terhadap pengembangan edukasi. Dari kegiatan itu Icha juga meni pkan pesan bahwa dak semua hal dapat dinilai dari permukaan, namun dapat didalami dengan apa yang sedang mereka kerjakan. Keinginan Icha selain dapat membuka sekat mengenai hal tabu tentang Female Ta oo Ar st, ia juga berharap ke depannya lebih banyak lagi Ta oo Ar st yang muncul dan dapat berguna bagi komunitasnya.

The Profile.

9 Sumber foto: Icha (Increase Tattoo)

@headgoldfish 10

THEANGERHEAD

STUDIO

An Interview with

GIGATHEIS Only on YouTube

The Anger Head Studio 11

@fatherlesscompany 12

13 Sumber foto: Nates

A DJ GROUP THAT ONLY PLAYS HORROR RAP SONGS Sederhana saja jika ingin mengenali mereka (Nates) di atas panggung. Lihat saja ke ka dua orang memakai ski-mask dan lihai dalam mengolah vinyl di atas deck. Sudah pas , mereka adalah DJ Gunsky dan DJ Cozy! DJ SSSETANNN! Di awal pembentukannya, Nates lahir secara mendadak dan ba ba. Klise, hanya sebagai proyek iseng dari dua kepala yang menggawanginya hingga saat ini. Mengusung tema horror-rap song, hal tersebut dipilih karena melihat adanya celah yang berbeda dalam konsep ini. Dengan basic mencari sesuatu hal yang berbeda, dan masih belum masifnya DJ yang menggunakan set horror dalam penampilannya, ide ini dianggap sebagai hal yang ciamik.

Merancang teknis bermain secara back-2-back dan segala konsep pra-perform hingga semua yang mungkin terjadi di atas panggung secara berdua. Proses tukar pikiran secara fair menjadi kebiasaan dari dua seniman ini. Membawakan set-list lagu horror dari dalam dan luar negeri, komitmen awal untuk terus konsisten dalam membawakan lagu-lagu horror menjadi nilai plus tersendiri bagi mereka. Namun menurut penuturan mereka, fleksibilitas dalam bermusik juga menjadi sebuah unsur tersendiri dalam berkarya, “sebenernya dak harus horror. Cuman kita berdua komit untuk mengusung set dj dengan musik horror rap (yang beda ), dan kembali lagi, kita (sebenarnya) juga menyesuaikan di mana kita main. Jadi sebetulnya flexible aja hehe...”.

Seper yang sudah dijelaskan di atas, menggunakan ski-mask (secara populer disebut balaclava) menjadi sebuah iden tas pakem yang digunakan oleh dua DJ ini. Pun, terkadang dalam perform mereka juga menggandeng beberapa rapper untuk meramaikan dan membakar suasana. Menarik kemudian, karena melihat proyek ini sebagai sebuah keisengan dari buah pikiran keduanya. Namun juga jika harus disebut sebagai sebuah proyek parodi, keduanya bermain secara serius. Lalu?... Ya. Tentunya keseriusan tersebut merupakan sebuah etos untuk memberikan segala yang terbaik. Mengiku flow. Dan yang terpen ng, have fun!

Terlebih bagi mereka, se ap perform merupakan pengalaman yang menarik. Bagaimana dak? Sejak awal saja mereka membentuk grup ini secara “nekat” dengan segala hal yang minim. Terkadang, mereka ribut sendiri di atas deck, saling berebut effect dan mixing. Namun bagi mereka, bumbu tersebut yang menjadikan perform mereka senan asa seru. Dengan segala persiapannya, terkadang bukan musik yang memecah suasana, namun gimmick dan segala konsepnya. Bebas, yang terpen ng bisa membakar suasana!

Meski hingga saat ini (mereka) belum memproduksi karya musik secara mandiri, namun rencana untuk merealisasikan proyek dalam memproduksi musik secara mandiri sudah digaungkan di antara keduanya. Tentu, produk musik yang lahir secara pribadi tak ubahnya sebuah bela dari seorang seniman musik untuk menodong telinga audience-nya. Fokus mereka saat ini satu, mengulik segala sesuatu yang berkaitan dengan horror-song sampai ke akar-akarnya. Pun dalam pengakuannya, mereka saat ini sedang menumpahkan sebagian waktunya untuk menggarap sebuah proyek. Menarik untuk dinan kan.

Senggol mereka ke dalam pestamu. Niscaya, gayeng!

THEANGERHEAD

STUDIO 14 Sumber foto: Nates

@motordemit 15

NKILL! Merupakan seniman muda jebolan salah satu akademi seni rupa di Kota Yogyakarta.

Berkenalan dengan dunia seni rupa sejak kecil, ia telah banyak menghasilkan karya di banyak media dan telah berperan di banyak pameran. Kanvas, jalanan, bahkan rongsokan merupakan “arena” bermainnya tatkala pikiran dan rasanya perlu ditumpahkan dalam sebuah karya.

Mari berkenalan dengan seniman satu ini, simak wawancara kami di halaman berikutnya!

16 Sumber foto: NKILL

Apa itu NKILL? Ar simple-nya, “dan membunuh...”. Sudah.

Dari mana inspirasi karya yang dihasilkan seorang NKILL berasal? Kebanyakan berakarter “lowo” (kelelawar), apakah ada pesan yang ingin disampaikan?

Sebenarnya enggak ada pesan khusus yang ingin disampaikan. Namun secara tagging, sebenarnya itu hanya sekadar tanda tangan.

Seper “I was here” di situ. Tapi kalau secara penyampaian di jalan, tagging (saya) itu belum ada komunikasi visual secara penuh.

Berbeda ke ka saya pameran di galeri, seper yang terakhir kemarin di Survive Garage dan juga semisal di alterna ve space. Nah, di situ (galeri/alterna ve space) saya baru bisa menjelaskan mengenai komunikasi visual-ku. Karena karya di jalan dan di galeri itu agak beda untuk karya saya. Karena satu, lebih nyaman mengerjakan di rumah. Di jalan pas nya saya agak kesusu dan deg-degan.

Sebenarnya bisa ada (komunikasi visual), asalkan ada izinnya dan nggambar-ku bisa nyaman, di situ aku bisa membuat komunikasi visual.

Berar sejauh ini, berkarya di jalanan hanya sebatas membuat “mark”?

Iya, sejauh ini hanya tagging. Gampangnya hanya sebagai existence saja.

Kapan pertama kali membuat “karya” di jalanan? Bagaimana ceritanya?

Untuk pertama kali turun di jalanan itu dulu waktu kelas 2 SMA, dan itu di Wonosari. Jauh sebelum NKILL. Jadi, ceritanya ada sebuah tempat bernama Lapangan Ksatrian yang ada di kompleks KODIM. Kuwi pekok banget sih aku. Jadi ada tembok KODIM yang pada saat itu bersih, berwarna krem karena tembok perumahan tentara. Nah, di sampingnya ada tembok SMP yang notabene penuh dengan coret-coretan. Pada saat itu aku berpikir, tembok yang ini (SMP) saja boleh dicoret-coret, berar yang ini (KODIM) juga boleh dong. Ya sudah aku coret-coret di situ pas siang-siang. Ya sudah ketahuan sama pak tentara, ketangkap terus dilaporin ke sekolahan hahahaha Itu merupakan proses pertama kali membuat sebuah “karya” di jalanan, sebelumnya sudah pernah melakukan proses apa saja dalam berkarya secara luas?

Kalau dulu sih sudah memulai dengan gambar-gambar di media kertas. Tapi saat itu juga masih bermain di realis, meniru suatu objek tertentu. Ya masih basic lah.

Pernah merasakan ngeblat pakai kertas karbon?

Iya pernah, nah nan baru di arsir biar realis gitu hahaha. Saya rasa sebagian besar orang pernah.

Nah selain melukis, NKILL juga menghasilkan karya menggunakan media lain seper besi, seng, bahkan kursi bekas acara hajatan.

Lalu, apa media yang paling menjadi favorit dalam berkarya selama ini? Yang itu membuat seorang NKILL paling enjoy berkarya?

Ya kertas sebenarnya kalau disuruh menilai mana yang paling enjoy. Karena kertas adalah media paling ringan, tapi banyak yang menyepelekan. Misal begini, kamu menggambar di kertas lalu merasa karyamu itu gagal. Lalu kertas itu dibuang dengan cuma-cuma.

Ya kan sayang aja gitu. Eman juga kalau dibuang gitu aja. Karena gampang dan murah. Kalau kanvas kan mahal dan butuh effort lebih.

Apalagi kanvas juga sering menjebak, kalau karyanya dirasa gagal langsung di-block sampai tebal gitu. Padahal sepengetahuanku, standar kanvas itu paling bagus hanya ga kali block untuk di galeri atau di jual-beli.

Kapan pertama kali menggambar di kanvas?

Kelas 2 SMA menjelang naik ke kelas 3. Bosok banget pas kuwi.

Apa yang digambar saat itu?

Yaaa... kaki dan tulang hahahaha Berar memang sejak dulu suka dengan model-model tulang begitu?

Iya. Tanpa disadari iya.

Kenapa?

Karena menurutku, objek tulang adalah bentuk yang paling enak untuk dijadikan apapun. Misal kamu menggambar sebuah meja tapi kakinya dari tulang. Nah itu enak sekali buat saya.

17

18

Beli kanvas di mana waktu itu?

Ada satu toko di Malioboro, dapet info dulu dari tetangga saya. Pada waktu itu aku nekat pergi sendiri, terus ditanya sama yang jaga, mau sekalian beli cat apa enggak. Ditanya mau cat yang basic oil atau akrilik. Sok tau aja bilang mau beli yang oil. Sampai rumah, aku campur air, “kok ra gelem nyampur tho, as*og…”, lagi inget ternyata oil. “b*jing*n, bosoooooooooook...”. Akhirnya aku campur minyak goreng untuk ngelaru n catnya. Itu pengalaman pertama berkarya di kanvas.

Agak suram ya mas proses awalmu…

Yoi hahahaha Karyanya masih ada yang pertama di kanvas itu?

Masih dong…

Lalu kembali lagi jauh ke belakang, apa trigger awalmu yang kemudian membuatmu sadar bahwa mungkin kamu punya bakat di bidang seni? Hingga kemudian memantapkan ha untuk “aku tak neng kene wae…”?

Wah kuwi rodhok dowo tapi rapopo ya, jadi dulu waktu TK diajari mewarnai. Diikutkan lomba mewarnai dan (ternyata) juara dua seKecamatan. Wis seneng banget. Tapi aku setelah itu malah disekolahin sepak bola di SSB (Sekolah Sepak Bola), dari kelas 4 SD sampai kelas 2 SMA. Tapi kelas 3 SMP sampai kelas 1 SMA sudah sering drawing. Nah setelah lulus SMA, aku sempat browsing di internet. Aku cari, mantan mnas itu jadi apa tho kerjanya. Nah, kok aku malah menemukan s gma yang buruk ya pada saat itu.

Keyword-nya mantan mnas jadi apa gitu?

Iyooo hahaha Mantap hahaha, terus setelah itu?

Nah aku juga lihat alumni-alumni SMA-ku, banyak yang jadi guru, jadi pela h. SMA-ku dulu kan emang SBO yang berbasis olahraga begitu. Nah aku merasa kurang enjoy aja. Terus setelah beberapa waktu setelahnya, aku pernah bertemu dengan seorang seniman.

Pokoknya di Wonosari. Dia pakai kaos JMB (Jean-Michel Basquiat), “iki opo tho kok iden k karo mahkota-mahkota ngono”. Setelah itu aku kulik, “wah asik iki, gaya hidupe asik, ma ne pun asik hahaha”. Akhirnya aku bilang ke ibuku, kalau seper nya aku udah enggak di olahraga lagi, aku tak neng gambar wae.

Di samping juga kesadaran bahwa kamu bisa menggambar juga?

Mungkin iya waktu itu, pengen bisa nggambar tepatnya. Akhirnya ya sudah, da ar MSD (Modern School of Design) lewat jalur karya.

Berar setelah itu langsung 100% fokus di gambar?

Iya, sudah sering gambar-gambar lagi. Di jalanan juga.

Apa yang menjadi pengaruhmu dalam berkarya saat itu?

Pada saat itu ada pengaruh dari artwork-artwork band metal. Pada waktu itu, aku berpikir bahwa di kuliah nan aku akan diajarkan membuat ilustrasi yang poin lis dan “sangar”. Aku mikir bahwa aku besok bisa bikin cover-nya Dead Squad gitu misalnya. Ternyata waktu kuliah, semua berubah. Total.

Maksudnya berubah total?

Ya ternyata luas sekali dunia desain dan menggambar, dak sesempit pikiran awal. Ada yang namanya komunikasi visual seper yang disinggung tadi misalnya, dan lain sebagainya. Banyak pokoknya.

Pameran pertama kali kapan?

2014, pertama kali. Pada waktu itu sudah keterima di MSD tapi belum mulai kuliah.

Bagaimana cerita singkatnya?

Pada waktu itu di Magelang. Diajak seorang kawan. Submission begitu.

Pameran tunggal pertama kapan?

Kalau pameran tunggal pertama di Gunungkidul dulu.

19

Setelah itu malah ak f berkarya dengan media kanvas, bagaimana dengan desain?

Nah itu, karena sering pameran dan ikut open-submission, malah cita-cita awal di desain justru sedikit lupa hahaha, tapi ya sudah.

Alhamdulillah karyaku lewat media kanvas juga banyak dihargai. Ada beberapa hal yang patut disyukuri, lewat desain aku justru bisa berkarya lewat digital dan manual. Seper karya manual, bisa dicetak di digital. Dan sebaliknya.

Apa project profesional pertama, yang menjadi sebuah checkpoint seorang NKILL? Hmmm, lupa saya. Mungkin bukan project khusus ya, tapi pernah waktu pameran ada salah satu karya yang dibeli. Waktu membantu teman membuat pameran dan disuruh memajang karya. Ternyata audience ada yang suka, ya sudah dibeli. Tapi tepatnya kapan lupa.

Bagaimana proses ekplorasi visual? Mungkin tepatnya setelah lulus kuliah?

Waktu itu setelah lulus kuliah, ada tawaran untuk berkarya dengan cara yang bebas. Sesuai dengan style sendiri. Seper yang pernah waktu dulu di Kampung Buku Jogja. Nah itu ada tawaran untuk menggambar, saya cuma dipesan untuk “nggambaro sak karepmu, tapi kudu sesuai style-mu...”, wah oke banget ini, gambarku sudah bisa diterima ternyata. Setelah itu ada Sastra Rupa di Benteng Vredeburg, disuruh untuk melakukan visualisasi puisi. Nah itu juga disuruh menggambar sesuai karakter dan style sendiri. Mulailah eksplorasi seni dan visual sesuai dengan karya-karya saya sekarang.

Apakah punya role-model? Seseorang yang dijadikan referensi?

Ya mungkin JMB dulu, tapi sebagai trigger awal kan saat itu. Siapa yang enggak suka sama JMB. Setelah itu ada Bob Sick Presiden Ta oo Indonesia, wah ini orang “kacau” banget pikirku. Keren. Ya waktu itu naif-naif aja. Setelah itu kenapa menciptakan karya yang dekat dengan tulang, ya karena pertama memang suka yang namanya tulang-tulangan, yang kedua juga terinspirasi dengan street ar st bernama ROA. “wah b*jing*n wangun banget iki…” hitam pu h, tulang-tulang. Dulu seper itu. Nah untuk akhir-akhir ini, terinspirasi dari Nasty, dll. Raw banget makanya suka.

Jadi itu yang membuat NKILL menciptakan karakter tertentu?

Enggak sebenarnya, karena saya bukan pikal yang harus menggambar satu karakter secara terus menerus. Mungkin karena aku terbawa di desain. Karena menurutku sendiri, desainer yang bagus adalah desainer yang justru dak punya karakter tertentu. Aku pengen dikenal memiliki karakter yang luas dan fleksibel. Karena karakter menurutku bukanlah bentuk, tapi lebih detail seper garis, goresan, dll.

20

Berar kelelawarmu itu bukan menjadi proyeksi karakter seorang NKILL? Mungkin enggak.

Bicara soal kelelawar, bagaimana proses krea fnya? Bentuk kelelawar seper itu, dengan sayap seper itu, dengan goresan seper itu.

Sebenarnya karena karakter itu, aku sering dipanggil Beny Lowo. Simple sih, penggambaran diri sebagai seseorang yang ak fnya di malam hari.

Nokturnal. Karena di siang hari justru aku enggak produk f. Nah ceritanya, karena aku sudah lama dak berkarya di jalanan karena dulu fokus di kanvas. Kebetulan ada pandemi, dan jarang ada pameran setelahnya. Bingung harus menumpahkan karya ke mana, ya sudah aku sounding aja di jalanan. Mulai bikinlah karakter kelelawar itu.

Ada ketertarikan khusus dengan kelelawar sebelumnya?

Iya. Dulu memang suka sekali dengan kelelawar. Saking sukanya dulu sering ke salah satu gua di Gunungkidul, namanya Gua Ngeleng. Nah di situ aku lihat kotoran kelelawar itu numpuk sampai sedengkul gitu. Aku tunggu sampai menjelang Maghrib buat lihat kelelawar. Gaul kuwi.

Untuk filosofinya sendiri sih tetap nokturnal.

Pasukan kurang turu?

Benaaar…

Selain beberapa karakter yang sudah diciptakan, NKILL juga pernah membuat filter instagram sebuah ilustrasi wajah. Beberapa karya juga banyak yang berbentuk wajah, kenapa?

Sebenarnya kalau dilihat lagii, wajah merupakan reaksi pertama yang jujur ke ka seseorang mengalami suatu kejadian tertentu. Misalnya, kita mendapat cerita kalau teman kita habis gelantungan di helikopter, pas wajah kita mengekspresikan bentuk mimik tertentu. Entah kaget, kagum, atau muka dak percaya. Beberapa karya yang aku tempel di jalan tadi juga seri wajah dan face tertentu.

Bagaimana proses brainstorming sebelum berkarya? Melakukan kegiatan tertentu? Pernah dak, lagi ngopi santai-santai te ba pengen membuat sebuah karya?

Oh itu sering. Biasanya hanya bikin kopi aja. Ya simple.

Merasa dak ada tanggungan tertentu dalam berkarya?

Enggak. Tapi terkadang ke ka aku punya projek dengan diri sendiri, aku membuat target untuk diri sendiri.

21

NKILL punya grup band bernama RUH (Riot of Universal Human), ada singgungan dengan karya? Atau itu merupakan dua hal yang berbeda? Bagaimana cerita terbentuknya?

As* ra kalap hahaha… sebenarnya itu awalnya ke ka datang ke acara KMDGI (Kriyasana Mahasiswa Desain Grafis Indonesia) di Semarang. Jujur aku datang ke acara itu cuman mau cari mabuk-mabukan hahaha... waktu itu berangkat langsung pulang. Di jalan ngomong sama teman satu motor kalau pengen punya band, nah teman satu motor itu sekarang jadi drummer-nya RUH. Sampai Jogja, kita ke kos teman kita. Kebetulan ada ga orang teman di sana. Ternyata ga orang itu, sudah rembugan untuk bikin band. Ya sudah gabungin saja. Kebetulan juga satu angkatan. Pertama namanya bukan RUH, awalnya namanya Sarat dan Ketentuan, pertama kali main di ISI (Ins tut Seni Indonesia) Jogja acara Babad Alas. Ada salah satu teman yang melihat ada kata RUH di satu buku, ya sudah dipakai saja. Sudah main beberapa kali di beberapa tempat, baru kepikiran untuk membuat kepanjangan dari RUH. Pokoknya teman saya yang bisa menjelaskan ar kepanjangannya.

Apa aliran band-nya?

Influence-nya mungkin Motorhead. Tapi untuk grup band yang sering jadi acuan itu ada ga band yaitu Komunal, Auman, Radjasinga.

Kembali lagi soal karya jalanan, mana yang paling memacu adrenalin?

Lupa sih pas nya, tapi biasanya yang open-spot yang bikin adrenalin naik.

THEANGERHEAD

STUDIO 22

Pernah curhat lewat karya?

Pernah. Aku sering mengekspresikan daily story-ku dalam sebuah karya, yang mana itu merupakan kenangan yang dirasa paling pahit.

Seper kemarin aku habis operasi, ya justru itu yang sering aku ekspresikan. Biasanya aku gambar seper comic-strips.

Bagaimana memisahkan kebutuhan client dengan idealisme? Bisakah benar-benar terpisah?

Kalau aku sih bisa Tidak ter-influence sama sekali?

Iya. Karena aku merasa bahwa ke ka aku sudah memilih untuk kuliah di seni sebagai pilihanku. Aku juga harus bisa bertanggungjawab terhadap pilihanku dengan mencoba hidup dari situ. Berkompromi.

Nice, kompromi. Thanks! See ya!

Yoi!

23

@benycahya

*kunjungi akun instagram pribadi NKILL untuk melihat karya-karya lainnya!

24

AD SPACE FOR FREE

(membuka empat slot, untuk edisi berikutnya!)

Hubungi kami di; theangerheadstudio@gmail.com

THEANGERHEAD

STUDIO 25

THEANGERHEAD

STUDIO

VOL #2

DEATHGANG ALBUM “An End To Ill Omens...”

26

Pimpinan Redaksi Andreas Daniel Adi V Tim Penulis Andreas Daniel Adi V / Yusril Asadudin M Fotografer Ida Bagus Brahmanditya / Andreas Daniel Adi V Desain/Lay-out Andreas Daniel Adi V Tim Lapangan Andreas Daniel Adi V / Doni Santyo Y / Yusril Asadudin M Tim Penyemangat, Doa, dan Harapan All crew!

THEANGERHEAD

STUDIO