
11 minute read
Harga CPO Global Masih Menguntungkan Hal
Meski masih akan menghadapi tantangan berat kedepan, industri sawit perlu tetap optimistis karena banyak peluang baru terbuka ke depan. Hal itu disampaikan Ketua Umum GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) Joko Supriyono saat memberikan sambutan dalam upacara pembukaan 18th Indonesian Palm Oil Conference and 2023 Price Outlook di Bali International Convention Center (BICC), Kamis 3 November 2022.
“Setelah 2 tahun diguncang pandemi, tantangan bagi industri kelapa sawit sangat luar biasa sebagai akibat dari dinamika perekonomian dunia,” kata Joko Supriyono. Persoalan itu belum selesai, karena persoalan baru seperti, isu geopolitik seperti Perang Rusia dan Ukraina serta prediksi bakal terjadi resesi ekonomi dan pangan tahun depan masih akan membayangi dinamika negara-negara penghasil minyak kelapa sawit.
Advertisement
Namun demikian, berbagai persoalan itu justru bisa menjadi peluang bagi Industri kelapa sawit. Hal ini karena dalam situasi bullish harga CPO juga global sangat menguntungkan. “Ini menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk memainkan peran penting dalam mengarahkan industri, karena selalu berdampak pada bagaimana industri akan berjalan,” kata Joko Supriyono.
Joko mengharapkan pemerintah Indonesia dalam upaya pencegahan resesi ini yang mestinya mendorong komoditas ini punya ketahanan terhadap resesi. Senada dengan Joko Supriyono. Menko Perekonomian RI, Airlangga Hartarto, mengatakan bahwa kelapa sawit menjadi komoditas yang tangguh di masa pandemi covid, kontribusi kelapa sawit tidak lepas dari perekonomian Indonesia.
Indonesia menguasai sekitar 58% pangsa pasar minyak sawit dunia
Tantangan dan Peluang Industri Sawit Tahun 2023
Harga CPO Global Masih Menguntungkan

dan memanfaatkan tidak lebih dari 10% total land bank global untuk minyak nabati. Saat ini, Indonesia mampu memproduksi 40% dari total minyak nabati dunia. Berdasarkan hasil penelitian, memproduksi 1 ton kelapa sawit hanya membutuhkan lahan seluas 0,3 hektar. Dengan jumlah produksi yang sama, minyak nabati lain seperti minyak rapeseed membutuhkan lahan seluas 1,3 hektar, minyak bunga matahari dengan luas 1,5 hektar dan minyak kedelai dengan luas 2 hektar.
“Hal ini menjadikan komoditas kelapa sawit lebih unggul dari komoditas pesaing minyak nabati lainnya, yang memiliki produktivitas lebih tinggi, namun lebih sedikit lahan yang digunakan untuk memproduksi kelapa sawit,” kata Airlangga saat memberikan sambutan.
Airlangga menegaskan bahwa industri kelapa sawit berkontribusi dalam menopang pemulihan ekonomi. Tidak hanya pada aspek ekonomi tetapi juga aspek sosial dan lingkungan masyarakat dengan peraturan yang diterapkan secara efektif seperti Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan Tahun 20192024, yang akan menjadi peta jalan bagi pemerintah dan pemangku kepentingan terkait, yang bertujuan untuk menyeimbangkan pembangunan sosial ekonomi dan pelestarian lingkungan.
Dan pada akhirnya Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia untuk memastikan dan meningkatkan pengelolaan serta pengembangan perkebunan kelapa sawit yang sesuai dengan prinsip dan kriteria ISPO, meningkatkan penerimaan dan daya saing kelapa sawit berkelanjutan untuk produk di pasar nasional dan internasional, serta memperkuat upaya percepatan penurunan emisi gas rumah kaca.
Sementara itu, Chairperson IPOC Mona Surya mengungkapkan, tahun ini event internasional sawit dunia ini diikuti oleh 1.462 peserta dari 21 negara. Sampai dengan saat ini, kegiatan yang telah dilakukan adalah pameran industri kelapa sawit dan welcome cocktail. Menurut Mona, banyaknya peserta yang hadir menunjukkan bahwa bahwa IPOC menjadi hal yang menarik bagi para pelaku usaha sawit global.

Harga CPO Tahun 2023 Tetap Menjanjikan
Thomas Mielke, Analis Oil World memproyeksikan harga CPO tidak akan jatuh terlalu dalam di tahun depan karena akan menghadapi tantangan produktivitas. Faktor lain yang mempengaruhi adalah persoalan geopolitik, iklim, dan harga energi.
“Harga minyak sawit dunia tidak mungkin jatuh kembali ke posisi terendah
sebagaimana terjadi baru-baru ini. Pada 28 September kemarin, harga RBD Palm Olein Malaysia mencapai FOB US$ 810 per ton. Walaupun kembali membaik pada 2 November sebesar US$975 per ton,” ujar Mielke saat berbicara dalam IPOC 2022, Jumat (4 November 2022).
Oil World memproyeksikan kenaikan produksi CPO di Indonesia dan Malaysia pada periode Oktober 2022-September 2023. Indonesia diperkirakan ada kenaikan produksi sebesar 2,2 juta ton dan Malaysia sebesar 300 ribu ton.
Kendati demikian, kenaikan produksi sawit dunia yang mengalami pertumbuhan signifikan sepanjang 40 tahun terakhir semenjak 1980-2022 menghadapi tantangan produktivitas. Total produksi sawit dunia mencapai 78,3 juta ton sampai 2022 yang berkontribusi 32 persen terhadap produksi minyak dan lemak (oil and fats).
“Pertumbuhan minyak sawit telah kehilangan dinamikanya akibat sejumlah faktor yang mempengaruhinya yaitu penurunan produktivitas, rendahnya pembukaan kebun baru, kekurangan tenaga kerja, dan masalah hama penyakit tanaman,” jelas Mielke.
Sebelumnya, rata-rata kenaikan produksi sawit dalam 10 tahun terakhir mencapai 2,9 juta ton/tahun sampai 2020.”Namun, rerata produksi sawit bakalan turun menjadi 2,3 juta ton dalam 10 tahun mendatang sampai 2030,” urai Mielke.
Dari Aspek permintaan, program biodiesel sangat mempengaruhi kebutuhan sawit dunia. Mielke menjelaskan bahwa produksi biodiesel naik dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir. Saat ini, harga CPO ditingkatkan daya saing kelapa sawit di Indonesia dan dampak program pencampuran biodiesel.
Data Oil World bahwa produksi biodiesel Indonesia sudah sangat tinggi mencapai 8,7 juta ton pada 2022 atau naik 3,3 juta ton dalam 4 tahun belakangan. Setelah harga minyak sawit domestik naik jatuh di bawah minyak gas, penggunaan biodiesel dapat melebihi mandatori. Di Amerika Serikat produksi biodiesel telah melebihi 10 juta ton pada 2022 dan meningkat lebih tinggi pada 2023. Begitupula Produksi biodiesel Brasil meningkat setidaknya 6 juta ton pada 2023.
Untuk proyeksi harga minyak nabati di tahun depan, Oil World memperkirakan harga minyak sawit termasuk minuak nabati mengalami sedikit penurunan dari tahun ini. “Ada tren penurunan minyak bunga matahari, kedelai, dan rapeseed, akibat pasokan yang naik tajam, kemungkinan akan membuat harga minyak kedelai dan oil seed turun sebesar US$100-US$200 per ton dari level saat ini, bahkan bisa terdiskon US$ 250 per ton,” pungkasnya. (*)




Indonesia Perlu Skenario Jika Perang di Eropa Berakhir
Dorab Mistry, Director Godrej International Ltd menyampaikan bahwa pemerintah telah membuat kebijakan yang kurang tepat dengan melarang ekspor minyak sawit pada tahun 2022. Pemerintah Indonesia seharusnya tidak melakukan larangan ekspor minyak sawit hingga melonggarkan kebijakan DMO.
Sementara itu, Dorab Mistry mengapresiasi kebijakan pemerintah untuk menangguhkan pungutan ekspor hingga 31 Desember 2022. Sedangkan pajak ekspor harus dipertahankan pada taraf yang rendah dan kebijakan DMO harus dihapuskan.
Menurut Dorab, Indonesia harus punya skenario lain jika perang Ukraina telah usai. Pasalnya permintaan terhadap sejumlah besar minyak biji bunga matahari akan meningkat. Begitu juga produksi rapeseed dan minyak canola pada tahun 2022, mengalami pemulihan besar.
Minyak canola akan memenuhi pasar domestik Amerika. Sedangkan produksi biji mustard India akan mencatat rekor baru pada tahun 2022-2023. Di sisi lain, Brazil diperkirakan akan panen lebih dari 150 juta ton minyak kedelai. Hal ini dapat menjadi ancaman bagi minyak sawit Indonesia.
Harga Masih Bergejolak
Chairman, LMC International Ltd James Fry memperkirakan, tiga bulan pertama 2023 atau Januari hingga Maret harga Soybean, Palm, Rapeseed, sunflower dan brent masih akan menguat sebagai dampak permintaan yang tinggi di awal tahun. Hanya saja, dibandingkan Soyben, Rapeseed, sunflower, harga palm masih berada dibawah minyal nabati lain dan mengalami fuktuasi tajam dalam waktu yang cukup panjang,” kata James Fry.
Menurut James Fry, gejolak langsung di pasar setelah invasi Rusia ke Ukraina tidak akan berlangsung lama setidaknya dalam mempengaruhi harga minyak mentah dan minyak nabati. “Ini tidak diragukan lagi, bahkan setelah reaksi harga baru-baru ini, harga minyak nabati telah menetap jauh di atas level minyak mentah Brent.”
Di Asia Tenggara, pajak/pungutan ekspor membuat CPO lokal jauh lebih murah daripada minyak gas. Biodiesel di Indonesia dan Malaysia saat ini sangat kompetitif dengan gasoil, dengan POGO negatif. Namun demikian, dua negara importir minyak terbesar, yakni India dan Cina, sedang bergerak untuk mencari sumber minyak nabati lain. (*)


Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengapresiasi kontribusi industri minyak sawit terhadap perekonomian nasional. Karena itu, perumusan kebijakan industri minyak sawit harus dilakukan dengan hati-hati.
“Belajar dari gejolak harga dan suplai minyak goreng awal tahun ini, jangan sampai pada akhirnya yang mendapatkan keuntungan adalah negara lain karena ketika harga sawit tinggi kita justru stop ekspor,” kata Sukamdani dalam jumpa pers di sela acara Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) di Nusa Dua Bali, (3 November 2022).
Sukamdani berharap pemerintah bisa lebih berhati-hati dalam membuat kebijakan terkait industri sawit. Karena sebagai komoditas perdagangan global, fluktuasi harga CPO (crude palm oil/ minyak sawit mentah) sepenuhnya ditentukan oleh permintaan dan penawaran di pasar.
“Idealnya sebuah kebijakan jangan sampai mendistorsi pasar. Kita belajar dari apa yang terjadi dengan dinamika minyak goreng lalu,” kata Sukamdani yang
Dukungan Negara Terhadap Sawit Harus Konsisten
didampingi Ketua Bidang Fiskal GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) Bambang Aria Wisena dan Chairperson IPOC Mona Surya.
Kata Sukamdani, Apindo berharap dukungan negara dan pemerintah kepada industri sawit harus konsisten. “Ke depan, saya berharap GAPKI bisa bersuara lebih keras jika ada kebijakan pemerintah yang kontraproduktif terhadap industri sawit,” kata Sukamdani. Terkait analisis akan terjadinya resesi tahun depan, Sukamdani optimistis industri sawit tidak akan terkena dampak.
“Komoditas minyak sawit ini kebal krisis. Tidak mungkin kita bisa dapat devisa USD 35 miliar jika tidak ada ekspor minyak sawit,” kata Sukamdani. Pada kesempatan yang sama, Bambang Aria Wisena mendukung pernyataan Apindo. Yang dibutuhkan oleh industri sawit adalah kebijakan yang mendukung


keberlanjutan industri yang tulang punggung perekonomian nasional ini.
“Hingga beberapa dekade mendatang, ekonomi Indonesia ada pada sektor minyak sawit,” kata Bambang yang meraih gelar doktor ekonomi dari IPB University ini.
RI Tegaskan, Sawit Ramah Lingkungan
Sementara itu Pemerintah Indonesia tegas mengatakan kepada negara-negara Eropa bahwa minyak sawit adalah komoditas yang ramah lingkungan. Komiditas minyak sawit juga telah memenuhi standar-standar global terkait aspek keberlanjutan. Duta Besar RI untuk Kerajaan Belgia dan Uni Eropa, Andri Hadi, menegaskan Indonesia sebagai negara produsen minyak sawit terbesar dunia terus manggaungkan sawit sebagai komoditas ramah lingkungan di kawasan Uni Eropa (UE).
“Pada Juli 2022 lalu, Indonesia bersama sejumlah negara produsen yang komoditasnya terkena dampak telah menandatangani surat bersama yang dikirimkan kepada para pemimpin Uni Eropa,” kata Andri Hadi saat menjadi pembicara dalam konferensi minyak sawit IPOC (Indonesian Palm Oil Conference) di Nusa Dua Bali, 3 November 2022. Andri mengatakan, surat tersebut menyoroti posisi Indonesia sebagai negara terbuka yang mendukung regulasi produk bebas deforestasi dan kelestarian lingkungan. Pada prinsipnya, Indonesia akan mendorong produk komoditas Indonesia seperti sawit punya peran penting dalam pencapaian SDGs termasuk mendukung petani kecil.
Tantangan industri sawit ke depan tidak mudah. Selain aturan WTO yang ketat terkait sawit, berbagai regulasi seperti peraturan terkait deforestasi dan kelestarian lingkungan tetap kita ikuti dan hormati. Menurut Hadi,meski memberlakukan aturan ketat, UE membutuhkan minyak sawit dan dari negara produsen seperti Indonesia dan Malaysia dalam jumlah signifikan.
“Minyak sawit Indonesia memegang 30-40 persen dari impor UE untuk minyak nabati,” kata Andri Hadi. Menurut Andri, permintaan produk CPO terus menguat terutama pada awal Perang Rusia-Ukraina terutama akibat gangguan rantai pasokan, dan pemulihan global pascapandemi.
“Minyak sawit dapat memenuhi permintaan UE akan minyak nabati, sehingga membantu ketahanan energi di kawasan ini,” kata Andri Hadi.

Produksi CPO Bersertifikat ISPO Capai 22 Juta Ton
Jumlah produksi minyak sawit bersertifikat ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) hampir mencapai 50 persen dari total produksi minyak sawit nasional. Data ini menunjukkan komitmen Indonesia dalam mengimplementasikan tata kelola sawit berkelanjutan untuk pencapaian prinsip Sustainable Development Goals (SDG’s).
“Industri sawit berkontribusi terhadap pencapaian SDGs melalui implementasi ISPO sebagai bagian kaidah pembangunan berkelanjutan,” ujar Syahrul Yasin Limpo, Menteri Pertanian RI yang disampaikan secara virtual dalam IPOC 2022, Kamis (3 November 2022).
Syahrul menuturkan bahwa sertifikasi ISPO bersifat mandatori bagi perusahaan dan petani sawit yang mengacu kepada peraturan berlaku. Penerapan

ISPO mendukung pencapaian daya saing minyak sawit Indonesia di dunia, memperhatikan isu lingkungan dan mampu mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Saat ini, luas kebun sawit bersertifikat ISPO terus bertambah sekarang ini mencapai 3,65 juta hektare yang menghasilkan 22 juta ton CPO Bersertifikat. Sementara itu, total produksi CPO Indonesia sebanyak 46 juta ton dengan luas perkebunan sawit 16,38 juta hektare.
“Saat ini, jumlah pemegang sertifikat ISPO sebanyak 766 unit yang bertambah setiap tahunnya. Ini menandakan adanya perkembangan kebun sawit berkelanjutan,” ujarnya. Syahrul mengatakan dengan terbitnya regulasi ISPO menjadi cara untuk mencapai perkebunan sawit yang efisien dan efektif. Ke depan, sertifikasi ISPO akan disempurnakan melalui proses sertifikasi sampai kepada produk hilir agar daya saing semakin meningkat baik di dalam dan luar negeri lalu dapat memperkuat daya tawar Indonesia di pasar global minyak nabati dunia.
“Melalui penerapan minyak sawit bersertifikat ISPO dapat mempermudah akses pasar internasional dan meningkatkan harga CPO bersertifikat. Ini akan meningkatkan insentif bagi pelaku usaha perkebunan,” ujarnya.
Syahrul mengatakan produk sawit berlabel ISPO akan menjamin produksi tersebut telah memenuhi indikator sawit berkelanjutan di sepanjang rantai pasoknya. ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia dan menjadi instrumen dalam mewujudkan perkebunan sawit yang berkelanjutan sejak tahun 2011 melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO).
Selanjutnya pada 2015 peraturan terkait sertifikasi ISPO diperbarui melalui Peraturan Menteri Pertanian nomor 11 tahun 2015 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit.
Pada 2020, ISPO telah disempurnakan melalui Peraturan Presiden nomor 44 tahun 2020 yang secara teknis pelaksanaannya diatur melalui Peraturan Menteri Pertanian nomor 38 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia. (*)
