
6 minute read
Tambal Bias Revitalisasi Pasar Mebel Gilingan
from KALA
Menilik Progres Dinas Perdagangan
Pembangunan sentra Industri Kecil dan Menengah (IKM) telah berjalan hampir sepuluh bulan. Namun, pasar baru yang akan menampung pedagang dari keterpurukan pendapatan akibat digusur, masih berupa hamparan tanah kosong. Pedagang terus menanti ketidakjelasan revitalisasi pasar sembari memulihkan luka batinnya. Kebingungan pedagang mebel ini akhirnya mendapatkan jawaban dari Dinas Perdagangan.
Advertisement
Senin, 17 Oktober 2022 tepatnya pukul 10.00 WIB di ruang Dinas Perdagangan, tampak beberapa orang dengan pakaian batik tengah sibuk menatap layar komputer masing-masing. Salah satunya, Bambang Budhi Santoso selaku Kepala Dinas Perdagangan (Disperindag) Kota Surakarta. Ia menyampaikan alasan pemerintah tidak segera membangun pasar baru di Bong Mojo karena keterbatasan anggaran. Bambang menyebut pembangunan pasar baru dan Sentra Industri Kecil Menengah (IKM) tidak mungkin bisa dilakukan secara bebarengan. Hal ini dikarenakan alokasi anggaran yang digunakan berbeda. Saat ini, pemerintah sedang mempersiapkan anggaran untuk memulai pembangunan pasar mebel baru di Bong Mojo, Kecamatan Jebres, Surakarta. Pihaknya sedang mengupayakan penyusunan Detail Engineering Design (DED). Untuk luas lahan yang akan digunakan, rencananya seluas 6.000 m2 sesuai yang diajukan Disperindag kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta. Lahan tersebut akan menampung sekitar 97 pedagang yang sudah terdata oleh Disperindag.
“Kalau disesuaikan dengan timeline kami, DED tahun ini selesai dan untuk pembangunan dimulai di tahun 2023,” ujar Bambang saat ditemui di Kantor Dinas Perdagangan, Senin 17 Oktober lalu. Pihaknya belum bisa memastikan kapan pembangunan dan revitalisasi bisa terlaksana.
“Kembali lagi, kita tetap menyesuaikan dengan anggaran Pemkot. Anggaran dari APBD,” tambahnya. Anggaran yang diajukan dari Disperindag kurang lebih sebesar 18 milyar rupiah.
Beda Tanggung Jawab
Pembangunan Sentra IKM dan pasar mebel menjadi tanggung jawab dua dinas yang berbeda. Meskipun, dalam mempersiapkan ketersediaan dana saling berkaitan. Sentra IKM berada di bawah wewenang Dinas Koperasi, UKM, dan Perindustrian (Dinkop UKM) Kota Surakarta, sedangkan pasar mebel berada di bawah wewenang Dinas Perdagangan (Disperindag).
Menurut Bambang, pembangunan Pasar Mebel Bong Mojo tidak harus menunggu Sentra IKM selesai. “Kalau kenapa yang dibangun Sentra IKM dulu, itu sudah paten kebijakan dari Walikota,” tandasnya.
Bukan karena pihak dinas tidak mau mengusahakan agar Pasar Mebel Bong Mojo segera dibangun, Bambang menyebut Disperindag memang tidak bisa lagi mengusulkan pasar mebel baru ini dibangun sebelum Sentra IKM.
Pertimbangannya, Sentra IKM dalam jangka waktu yang telah ditentukan tidak hanya sebagai display furniture saja, tetapi juga menjadi ruang produksi bagi para pedagang mebel. Pertimbangan ini tentu mengundang tanda tanya besar. Pengamat sosial budaya Kota Surakarta Drajat Tri Kartono mengatakan, wilayah perkotaan lazimnya menjadi pusat konsumsi kolektif, bukan untuk melanggengkan aktivitas produksi. Sehingga, rasanya seperti ada yang janggal terkait pembangunan Sentra IKM yang tergesa-gesa ini. Namun, lagi-lagi pihak dinas hanya bisa mengarahkan segenap jawaban kepada ‘kebijakan Walikota’. Adapun, Bambang sempat menjelaskan bahwa peningkatan ekonomi yang baik dibarengi dengan pemanfaatan teknologi yang baik pula. Sentra IKM, menjadi inovasi yang tepat dalam implementasi pandangan tersebut. Mengenai syarat untuk lolos tahap kurasi, Bambang menyebutkan bahwa hal itu masuk dalam ranah Dinkop UKM. Namun, menurutnya apabila pedagang memiliki finansial dan keahlian yang mumpuni, maka tak menutup kemungkinan mereka berhasil lolos dan masuk ke IKM. Pelatihan untuk pedagang juga sudah dilakukan sejak Oktober lalu bersama Dinkop UKM. Bambang menegaskan, tidak ada yang saling berkuasa dan memiliki wewenang lebih disini. Harapannya Disperindag bisa bekerjasama dengan Dinkop UKM karena tujuan utamanya adalah memberikan yang terbaik bagi pelayanan Kota Surakarta.
Jaminan Ekonomi
Dalam proses pemindahan pasar, tentu akan ada perbedaan pendapatan. Namun saat ini, Disperindag belum mengantongi data pendapatan pedagang sebelum dan sesudah pemindahan. Penggusuran dan pemindahan pedagang mebel tentunya harus mendapatkan jaminan ekonom dari pemerintah. Bambang menjelaskan bahwa dari Disperindag Kota Surakarta, tentu tidak bisa menjamin bahwa produk dari pedagang pasar mebel bisa laku keras setelah pemindahan. Maka jaminan ekonomi yang bisa mereka berikan yakni berkaitan dengan tempat. Bong Mojo salah satunya. Menurutnya, lokasi tersebut cocok untuk dijadikan pasar mebel karena strategis dan menjadi jalur perpindahan dari Karanganyar-Surakarta.
“Pemkot sebenarnya juga keterbatasan lahan. Membeli lahan yang strategis kemungkinan bisa tetapi kita terhambat oleh anggaran, apalagi lahan itu nilainya besar. Untuk sementara ini lokasi pemindahan ditujukan di Bong Mojo, tapi tidak tahu kedepannya seperti apa,” ujar Bambang.
Menurut Disperindag melalui kajian ekonomi, memberikan tempat yang representatif juga bisa meningkatkan perekonomian perdagangan.
Menanggapi publikasi yang dinilai kurang transparan, Bambang menyebut pihaknya sudah berusaha semaksimal mungkin dengan memasang spanduk berisi pemindahan pasar mebel dan menginformasikannya melalui media sosial.
“Setidaknya kita sudah berusaha semaksimal mungkin dengan keterbatasan anggaran dan SDM. Kami sudah sampaikan ke masyarakat. Di pasar sudah kita sampaikan informasi. Kita detailkan terkait dengan kios-kiosnya,” pungkasnya.
Ahli Sosial-Ekonomi: Tepatkah
Sentra IKM Dibangun di Kota Surakarta?
Bising suara mesin penyerut kayu yang beradu dengan pukulan palu dari para perajin mebel memenuhi lahan terbuka yang cukup ditempati oleh 20 los pedagang di Jalan DI Panjaitan, Setabelan, Banjarsari, Surakarta, pada Jumat (19/09/2022). Suasana ini sudah familiar bagi Afifah –salah satu pedagang mebel Pasar Gilingan sejak pertengahan Mei 2022. Pemindahan 20 kios pedagang ke pasar mebel darurat ini adalah buntut dari adanya proyek pembangunan Sentra Industri Kecil dan Menengah (IKM) yang didirikan di atas tanah Pasar Mebel Gilingan.
Pada Januari 2022, Pemerintah Kota Surakarta membeberkan rencana pembangunan Sentra IKM, yang salah satunya akan didirikan di Pasar Mebel Gilingan. Pernyataan dari Pemkot Surakarta tersebut lantas memicu banyak pro dan kontra dari pedagang Pasar Mebel Gilingan. Pasalnya mereka mengatakan bahwa rencana pembangunan Sentra IKM tersebut tidak sesuai dengan rencana pembangunan yang sudah dijanjikan oleh pihak pemerintahan sebelumnya.

“Kalau dipindahkan ya kayak Pasar Legi, setelah dibangun nanti bisa balik lagi. Lha tapi kok ini enggak. Di tengah-tengah malah dibilang kalau nggak bisa kembali,” ujar Afifah.
Mendengar keresahan para pedagang mebel tersebut, dosen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNS, Bhimo Rizky Samudro pada Senin (03/10/2022) menjelaskan bahwa dalam proses sebuah pemindahan pasar, idealnya harus melalui tahapan sosialisasi, diskusi forum, hingga mencapai kesepakatan bersama terlebih dahulu untuk dapat memulai tahapan relokasi pasar selanjutnya. “Kalau seperti ini, pedagang dapat jaminan apa secara ekonomi?” tutur Bhimo dengan nada retorisnya.
Penyediaan lahan sebagai pasar darurat mungkin dapat dikatakan sebagai jaminan ekonomi yang diberikan pemerintah bagi para pedagang mebel Pasar Gil- ingan. Namun, pada realitanya jaminan tersebut tidak dapat menjamin kehidupan ekonomi pedagang. Laki-laki yang telah berkiprah dalam industri mebel sejak tahun 1997, Kelik Yuliantoro, mengaku pendapatannya berubah secara drastis setelah dipindahkan ke pasar darurat.
“Saya harus ngabari pelanggan saya satu-satu itu. Karena kan mereka nggak tahu saya pindah di mana, posisinya di mana, kan berubah ini, dari jalan juga nggak keliatan,” tutur Kelik.
Sesuai dengan yang dikatakan Kelik ketika ditemui pada Jumat (19/09/2022), pagi itu pasar darurat 2 dengan lahan yang terbatas terlihat sangat luas, karena hanya terdapat 3 pedagang yang sabar menunggu pelanggannya dan 1 orang bagian keamanan yang tak bosan untuk mengajak pedagang tersebut bercengkerama.
Berbicara mengenai jaminan ekonomi, pengkaji studi ekonomi pembangunan tersebut menegaskan, jaminan ekonomi pedagang secara literatur pada dasarnya adalah jaminan bahwa tidak ada perubahan dari segi pendapatan dan jumlah pembeli. Pedagang lebih mementingkan tempat yang telah dikenali pelanggannya, alihalih mementingkan sebagus apa tempat yang mereka tempati untuk berdagang. Sejalan dengan pandangan ahli sosial-ekonomi, Drajat Tri Kartono menjelaskan bahwa di dalam sebuah pasar terdapat hubungan sosial intim yang biasa dikenal dengan istilah langganan. Adanya relokasi ini otomatis memengaruhi kebiasaan yang ada.
Contohnya seperti kebiasaan pelanggan membeli barang di los pedagang langganannya. Pelanggan terbiasa membeli barang di tempat yang biasanya mereka datangi. Apabila tempat itu berubah maka pelanggan akan cenderung malas untuk melakukan pembelian karena dimungkinkan terdapat “transaction cost” atau biaya tambahan yang harus dikeluarkan pelanggan untuk mendatangi tempat baru tersebut.
“Jika sebuah pasar direlokasi berarti tidak hanya memindahkan gedung, tapi juga merubah hubungan sosial yang mereka lakukan,” jelas Drajat.
Pemindahan pedagang ke pasar darurat Setabelan, Banjarsari tersebut dilakukan pemerintah bukan tanpa alasan. Dinas Perdagangan Surakarta mengaku bahwa alasan yang mendasari dipindahkannya pedagang mebel Gilingan ke bekas pasar darurat
Pasar Legi tersebut karena minimnya lahan di Surakarta sehingga sudah tidak ada tempat lagi yang mampu menampung pedagang mebel Pasar Gilingan yang tergusur.
Menyusul pilihan satu-satunya tempat yang disediakan pemerintah untuk pasar darurat, para pedagang juga menyoal mengenai alasan mengapa pemerintah tidak membangun pasar mebel yang baru terlebih dahulu atau minimal pembangunan pasar mebel baru dibangun bersamaan dengan pembangunan Sentra IKM. Meluruskan hal tersebut, Bambang Budhi Santoso dari Dinas Perdagangan Surakarta mengatakan bahwa mereka tidak bisa melakukan pembangunan Pasar Mebel baru di eks Bong Mojo terlebih dahulu karena keterbatasan APBD tahun ini.
Cacatnya prosedur pembangunan Sentra IKM yang menyebabkan kerugian pihak lain tersebut lantas menuai kritik “Sudah tepatkah keputusan Pemerintah Kota Surakarta untuk membangun Sentra IKM?”
Sebuah Sentra Industri Kecil Menengah hakikatnya berfokus pada kegiatan produksi sebuah industri. Sampai pada pengertian tersebut, Drajat Tri Kartono dengan pandangan sosial-ekonominya menilai pembangunan Sentra IKM di tengah Kota Surakarta bukan pilihan yang tepat. Sebuah kota idealnya diisi oleh kegiatan-kegiatan marketing, konsumsi dan sebagai tempat penyediaan layanan.
“Nah kalau di kota biasanya proses produksi dipinggirkan. Biasanya ditaruh di Sukoharjo, Boyolali,” tambah Drajat. Dosen Sosiologi UNS tersebut juga me - nimbang persoalan polusi yang akan disebabkan oleh Sentra IKM. Menyinggung masalah eksklusivitas IKM, ketika ditemui di ruang kerjanya yang penuh tumpukan buku dengan sematan kata “ekonomi” di covernya, Bhimo Rizky menaruh perhatian pada wacana kurasi untuk memasuki Sentra IKM. Kebijakan pembatasan pedagang tersebut dinilai dapat menjadi celah yang dapat digunakan pengusaha nakal untuk masuk ke Sentra IKM tersebut dengan modal sogokan cuan. Banyaknya keresahan yang dirasakan pihak lain menjadi bukti bahwa prosedur pembangunan Sentra IKM di Kota Surakarta ini cacat dan bercelah. Janji pemerintah tentang kesejahteraan masyarakat entah didapat dan diukur dari mana. Karena pasalnya hingga sekarang tidak ada pihak yang merasa diuntungkan dengan adanya pembangunan Sentra IKM tersebut.

Akibat keterbatasan anggaran, revitalisasi
Pasar Mebel Gilingan di Bong Mojo belum dapat dilakukan, Senin (19/9/2022) (Dok. Kala/Rista)

