
3 minute read
Siswa Pelaku Bullying Minta Maaf
Setelah
Dilakukan Mediasi dengan Korban
RUMPIN –Belum tuntas kasus tawuran yang dilakukan pelajar
SMP, dunia pendidikan kembali dihebohkan dengan aksi bullying atau perundungan yang viral di media sosial. Para pelaku perundungan berjumlah 12 siswa, adapun korbannya adalah seorang siswa. Mereka berstatus siswa di sekolah yang sama, yaitu MTs Miftahul Hidayah di Desa Rabak, Kecamatan Rumpin. Kepolisian sektor Rumpin akhirnya memanggil ke-12 anak, yang sempat viral tersebut, tak lama setelah video tersebar.
“Hari ini kami melakukan mediasi kejadian bullying, yang dilakukan anak-anak sekolah dari MTs Miftahul Hidayah Desa Rabak Rumpin,” ungkap Kapolsek Rumpin Kompol Sumijo. Usai viral karena tersebar di media sosial, dia pun melakukan pemanggilan siswa-siswa yang terlibat. “Korban inisial M, dan yang melakukan bullying berjumlah 12 siswa,” jelas Kompol Sumijo. Setelah diminta keterangan, pihaknya menghadirkan orang tua siswa, kepala sekolah sampai ketua yayasan terkait serta Pemdes Rabak. “Yang jelas kami memberikan arahan atas kejadian penyiksaan siswa MTs Miftahul Hidayah Rabak di belakang halaman sekolah saat waktu istirahat,” tutur kades. Sementara untuk kejadian pada 18 Juli 2023, tapi baru ramai di media sosial pada 31 Juli kemarin. “Perwakilan keluarga anakanak, yang melakukan perundungan sudah meminta maaf pada keluarga korban, dengan membuat surat pernyataan kesepakatan bersama,” kata dia.(Abi/c)

Tebar 1.200
Bendera Merah Putih
MEGAMENDUNG–Pemerintah Kecamatan Megamendung dan Pemerintah Desa Se-Kecamatan Megamendung membagikan ribuan bendera merah putih, Selasa (1/8). Ribuan bendera merah putih itu dibagikan kepada masyarakat yang ada di Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor.
“Total ada 1.200 bendera merah putih yang dibagikan,” kata Camat Megamendung, Acep Sajidin kepada Radar Bogor, Selasa (1/8). Ribuan bendera merah putih itu, lanjut Acep, dibagikan ke seluruh desa yang ada di Kecamatan Megamendung, kemudian dari desa dibagikan kepada masyarakat.
BAGIKAN BENDERA: Aparat Kecamatan Megamendung memasangkan bendera pada tiang yang dekat dengan rumah warga untuk menyambut Kemerdekaan RI.
Pokwan Gelar Diskusi Jurnalisme Bencana
CIBINONG - Jurnalis dituntut memiliki pemahaman saat meliput peristiwa bencana.
Pasalnya, keterbatasan pemahaman seorang reporter bisa menyebabkan berita yang disiarkan tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Hal lainnya, pemberitaan acap kali terfokus pada eksploitasi duka lara yang dialami korban. Pertanyaan yang dilontarkan wartawan saat mewancarai korban tidak sedikit malah menambah beban derita korban.
“Jadi beberapa poin ini yang jadi dasar kenapa kami menggelar diskusi bertema Jurnalisme Bencana Liputan dan Pemberitaan,” ujar M Fikri Setiawan, Ketua Pelaksana Kegiatan Rujukan Institute, di Gedung Sekretariat Kelompok Wartawan DPRD Kabupaten Bogor, Senin (31/7).
Kegiatan tersebut menghadirkan Ahmad Arif, warta- wan Harian Kompas yang juga penulis buku “Jurnalisme Bencana, Bencana Jurnalisme” sebagai narasumber.
Dalam pemaparannya, Arif menyampaikan pentingnya seorang jurnalis memiliki pengetahuan dan pemahaman yang utuh terhadap daerah rawan bencana serta istilahistilah yang dipakai dalam informasi kebencanaan.
Dengan pemahaman mendasar itu, jurnalis bisa menjaga keselamatan saat liputan dan membuat produk berita dengan pendekatan saintifik untuk mengedukasi masyarakat.
“Bagaimana kita menyampaikan informasi kepada masyarakat, jika kita sendiri tidak memahaminya,” ujar dia.
Dengan bekal pengetahuan yang memadai, jurnalis kemudian harus memilih narasumber dari pakar atau mereka yang ahli di bidangnya.
Penjelasan dari ahli tersebut, tutur Arif, bisa menjadi produk
15 Mobil Ringsek Terparkir di Tol Jagorawi
pemberitaan mitigasi bencana. Tujuannya agar masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana dapat memahami situasi itu dan langkah apa yang harus dilakukan saat bencana tetiba datang melanda. Akan tetapi, Arif melihat pemahaman masyarakat Indonesia terhadap mitigasi bencana ini masih tergolong rendah.
“Karena itu, peran jurnalis diharapkan bisa meningkatkan pemahaman tersebut dan kemudian masyarakat bisa mengurangi potensi resiko jadi korban bencana,” tuturnya.
Ahmad Arif menyimpulkan, dua hal yang harus menjadi perhatian jurnalis saat meliput peristiwa kebencanaan. Pertama, soal keselamatan diri sendiri saat berada di lokasi bencana. Kedua adalah tidak menyakiti perasaan korban bencana dengan tingkah laku saat melakukan wawancara, maupun pemberitaan peristiwa bencana itu sendiri.(cok/c)
CIAWI– Puluhan kendaraan roda empat atau mobil rusak, terparkir sembarang di Unit Gakum Tol Jagorawi. Bentuknya ada yang masih utuh, namun rusak mesinnya. Adapula yang rusak sebagian bodinya alias ringsek.
Kendaraan roda empat itu merupakan bangkai mobil kecelakaan lalulintas yang terjadi di Tol Jagorawi.
Mobil-mobil itu disimpan di “kuburan” bangkai mobil Laka lantas Jagorawi. Tepatnya di unit Gakum Tol Jagorawi. Deretan mobil ringsek itu menyimpan cerita kelam. Ada nyawa yang hilang di balik kon disi mobil yang tak berbentuk itu. Seperti mobil MPV (Multi Purpose Vehicle) warna hitam, yang terparkir di sebelah kiri kantor unit Gakum Satuan Lalulintas Polres Bogor unit Jagorawi itu.
Kondisinya ringsek, bagian
Kolaborasi BPJS Ketenagakerjaan dan Perumda Pasar Tohaga kanan mobil tak bersisa. Bagian depan mobil berwana hitam itu juga hancur. Di dalam mobil juga terlihat bercak darah yang mengering. Ada nyawa yang hilang dari mobil mewah itu. Bergeser ke sebelah kirinya, mobil ringsek lainya juga terlihat mengenaskan. Ada nyawa yang melayang juga di dalam mobil tersebut.
“Jadi yang kondisi ringsek parah itu biasanya ada yang meninggal di tempat. Tapi ada juga yang alami luka berat dan meninggal di rumah sakit,” kata Kasubnit Gakum Tol Jagorawi, Aiptu Indra Wahyu Heryanto, saat ditemui Radar Bogor, Selasa (1/8). Untuk jumlah kendaraan yang berada di “kuburan” bangkai pesawat itu, lebih dari sepuluh kendaraan. “Saat ini ada 15 unit kendaraan bekas Lakalantas Tol Jagorawi yang ada di sini,” tutur dia. (all/c)