2 minute read

Kepala Daerah

Melepas Jabatan, Demi Apa?

SETELAH bertaburnya artis turut meramaikan bacaleg pada Pemilu 2024. Tak disangka, para pejabat daerah pun turut ambil bagian di dalamnya. Demi masuk nominasi “bergengsi” mereka rela mengorbankan jabatannya. Misal nama-nama kepala daerah yang sudah mendaftar ke KPU, antara lain Wali Kota Palembang Harnojoyo dari Partai Demokrat, Wakil Wali Kota Ternate Jasri Usman dari PKB, Bupati Lebak Iti Jayabaya, Wali Kota Parepare Taufan Pawe dari Golkar, Wali Kota Lubuklinggau SN Pranata Putra Sohe, dan besar kemungkinan akan ada lagi kepala daerah yang menyusul.

Fenomena ini menjadi strategi parpol untuk menarik suara rakyat, apalagi kepala daerah adalah kader terbaik parpol yang sudah mampu mengikat hati rakyat. Tentu saja hal ini merupakan keuntungan besar bagi parpol saat kadernya masuk menjadi anggota legislatif.

Tak dimungkiri keuntungan itu menjadi “magnet” bagi parpol yang tidak mungkin diabaikan begitu saja. Pertama, kepala daerah yang menjadi aleg maka ia berwenang untuk membuat aturan. Hal itu memudahkan bagi masingmasing parpol memasukkan kepentingannya maupun orang yang ada di baliknya. Sebagaimana ada pernyataan legislator baru-baru ini bahwa untuk membuat aturan harus ada “restu” dari ketua partai terlebih dahulu.

Kedua, adanya fasilitas mewah selain gaji pokok dan tunjangan, tentu saja sangat menggiurkan. Ketiga, adanya aturan bagi partai yang ingin mengusung calon presiden dan wakil presiden harus memenuhi syarat dengan memiliki 25 persen dari suara sah secara nasional di pemilu anggota DPR periode sebelumnya atau paling sedikit 20% dari jumlah kursi di DPR.

Seyogyanya rakyat memahami dari ketiga alasan itu saja, menunjukkan keberadaan parpol beserta kadernya dalam mengikuti pemilu bukanlah untuk kepentingan rakyat tetapi demi meraih hasrat berkuasa dan materi untuk pribadi.

Inilah realitas pemimpin sesungguhnya dalam dunia demokrasi bahkan kepala daerah sekalipun tidak melaksanakan tanggung jawabnya sampai waktunya selesai karena difasilitasi UU (aturan pemilu Pasal 240 ayat (1) huruf k) yang membuka lebar-lebar bagi pemimpin daerah untuk meninggalkan jabatannya hanya nyaleg. Nining Sarimanah, sarimanahnining@gmail.com penerus bangsa. Jika dibandingkan dengan APBN 2023 untuk kesehatan sebesar 169,8 triliun (radarbogor.id) memang biaya untuk atlet masih lebih kecil. Namun, permasalahan kesehatan di Indonesia masih belum tuntas dan butuh perhatian lebih. Pemerintah perlu serius memprioritaskan persoalanpersoalan utama yang menjadi kunci sejahteranya suatu negara. Meratanya pendidikan berikut akses yang memudahkan, jaminan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat, serta pengentasan kemiskinan sampai ke akar juga perlu mendapat perhatian. Kemenangan jangan sampai melalaikan penguasa dari persoalan yang harus dituntaskan.

Fitri Hasanah Amhar +6287770391730

Masih Marak

Kasus Perundungan

MHD (9), bocah kelas 2 di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat meninggal dunia akibat dikeroyok oleh kakak kelasnya pada Senin (15/5/2023).

Kakek korban, HY mengatakan, usai kejadian yang terjadi di sekolah itu, cucunya tersebut sempat mengeluh sakit. Keesokan harinya, Selasa (16/5/2023), korban memaksa tetap masuk sekolah meski dalam keadaan sakit. Namun, nahas saat itu korban kembali dikeroyok oleh kakak kelasnya dan dilarikan ke RS Primaya akibat mengalami kejangkejang.

Masa sekolah adalah masa yang paling menyenangkan, bahagia, tempat mendulang ilmu. Di mana cita-cita seorang pelajar dapat diraih dengan menuntut ilmu agar menjadi generasi beradab.

Namun, sudah tak terhitung lagi kasus perundungan kerap terjadi di negeri ini dan belahan negeri lainnya, anak-anak yang seharusnya memiliki rasa kasih sayang kepada sesama menjadi hilang dan tak ada lagi rasa empati dan berubah menjadi brutal dan bengis.

Kenapa hal ini bisa terjadi? Lahirnya anak-anak yang seperti ini bukan karena tak diajarkan akhlak di sekolah, melainkan karena cara pandang hidup menumbuhsuburkan kasus amoral seperti perundungan.

Sistem sanksi pun tak membuat efek jera para bagi pelaku kejahatan.

Yati Supianti Kota Bogor

This article is from: