
5 minute read
BisKita Lebih Lengang dari Biasanya
Sambungan dari Hal 12
Pantauan Radar Bogor, sejak Sabtu lalu, armada dan halte BisKita terlihat tidak sepa dat biasanya. Lebih sepi dan lengang.
Hal itu juga dirasa seorang penumpang, Farhan yang ditemui Radar Bogor. Ia merasa, jumlah penumpang BisKita di hari pertama pemberlakuan tarif berbeda dari biasanya.
“Mungkin karena biasanya yang naik BisKita tujuannya beragam. Ada yang memang kerja, sekolah, atau sekadar coba-coba dan berkeliling kota.
Tapi sekarang yang naik hanya penumpang yang betul-betul perlu menggunakan jasa BisKita,” ucapnya saat ditemui Radar Bogor di Halte Bappeda.
Farhan berpendapat, tarif Rp4 ribu yang diberlakukan tidak memberatkannya. Bahkan ia merasa terbantu, karena harga yang murah. Sedangkan halte tujuannya relatif jauh. Namun, menurutnya perlu ada perbedaan harga bagi kalangan pelajar. Sebab harga Rp4 ribu dirasanya masih sangat memberatkan. Terlebih jika pelajar tersebut mesti transit dan akhirnya terkena biaya lagi.
Selain itu, dirinya juga menyoroti jumlah halte yang masih sedikit dan belum mencukupi kebutuhan masyarakat dengan baik.
“Haltenya masih berjauhan satu dengan yang lain, ini membuat masyarakat masih harus berjalan jauh ke tempat tujuan,” tegas dia. Kondisi BisKita yang lengang juga dirasakan penumpang lain, Yusuf. Ia berpendapat, diberlakukannya tarif berimbas pada berkurangnya masyarakat yang menaiki BisKita dengan tujuan coba-coba saja.
“Betul, lebih sepi. Saat masih gratis banyak yang naik cuma untuk keliling atau mencoba jadi ramai,” ucapnya. Sama seperti Farhan, Yusuf juga tak keberatan dengan tarif Rp4 ribu. Karena menurutnya harga itu sebanding dengan kenyamanan yang didapat. “Tidak masalah berbayar, karena ber-AC, tidak ada pengamen, dan terja min,” tutur dia.
Terpisah, Wali Kota Bogor, Bima Arya menggaransi akan mengusulkan skema tarif khusus bagi penumpang lansia dan pelajar. “Akan kami perjuangkan supaya bisa ada diskon untuk golongan penumpang ini,” ucapnya. (fat/c)
Sebelumnya, DPRD Kota Bogor menilai proyek Otista berjalan tergesa-gesa. Anggota DPRD Fraksi PPP Kota Bogor, Akhmad Saeful Bakhri, menyebut Pemkot Bogor mengalami gagal perencanaan. “Padahal perencanaan awal disebut akan dibongkar total. Berarti ini salah perencanaan dari awal, atau bagaimana?
Kalau modelnya seperti ini, kami bisa pastikan ini salah perencanaan,” cetus pria yang menjabat Ketua Komisi IV DPRD Kota Bogor itu. Seharusnya masalah ini sudah masuk dalam proses kajian awal atau feasibility study (FS) di PUPR. Melibatkan Disparbud membahas mengenai aspek cagar budaya. Sebab jika adanya perubahan di tengah pembangunan, tentunya secara otamatis akan berpegaruh pada hitungan rencana anggaran biaya (RAB) kontruksi, dan waktu pelaksanaan.
“Kalau sampai pembatalan pembongkaran, pastinya harus Contract Change Order (CCO), yaitu adanya revisi atau perubahan perencanaan awal pada proyek konstruksi, yang dikondisikan dengan keadaan di lapangan?,” tanya pria yang akrab disapa ASB. Menurut dia, dengan mempertahankan konstruksi awal, maka akan berpengaruh secara teknis dengan pergitungan konstruksi yang baru.
“Berapa persen perubahan maksimal yang bisa ditoleransi sebagai CCO, coba tolong dijelaskan,” imbuh dia. ASB mem perkirakan, adanya perubahan tersebut, akan mengganggu pekerjaan Jembatan Otista yang saat ini sudah berjalan. “Saya khawatirkan pekerjaan jadi molor, karena ketika memang ada perubahan, maka harus ada CCO,” pungkas dia.(ded/c)
Polisi Ikut Sapu Prostitusi BVA
Sambungan dari Hal 12
Berdiskusi dengan Kapolresta Bogor Kota Kombes Pol Bismo Teguh Prakoso, Sabtu (20/5) malam, dia berjanji akan menggelar operasi gabungan bersama pihak TNI, Satpol PP, hingga Puskesmas, untuk memberantas praktek-praktek prostitusi yang kerap terjadi di BVA.
“Kami akan patroli setiap hari menyasar prostitusi, miras, narkoba sembari memeriksa soal potensi penyakit HIV,” tegas dia. Bismo secara tegas juga akan menindak semua yang terlibat dalam bisnis prostitusi di BVA. Bukan hanya penyedia dan pengguna jasa saja, melainkan juga pihak yang mengambil manfaat, menyediakan tempat, dan memudahkan praktek prostitusi itu terjadi.
DISKUSI:
Dirinya juga akan menindaklanjuti polemik kepengurusan P3SRS, dengan cara memfasilitasi pengurus lama, pengurus baru, kuasa hukum, Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperumkim) Kota Bogor untuk bertemu dan mencari solusi yang terbaik.
Ketua Pengawas BVA, Andi
Bahrom Razam senang, karena upayanya menjaga lingkungan tempat tinggalnya bebas prostitusi, dengan akan dibantu pihak kepolisian. “Sekarang sudah berkurang drastis. Agen-agen susah banyak yang keluar bahkan memindahkan barang. Kami siap bekerja sama dengan
IST polisi,” ucapnya. Andi juga ingin, rencana audiensi antara pengurus baru P3SRS dengan pengurus lama, serta Disperumkim dapat segera terealisasi. Sehingga serah terima jabatan pengurus lama ke pengurus baru, bisa segera terwujud dan diambil alih. (fat/c)

Kunci Pembangunan Berkelanjutan: Pendidikan dan Budaya
Sambungan dari Hal 12
SELAMA kunjungan tersebut, mahasiswa IPB disambut oleh
Dr. Kensuke Fukushi, Academic Programme Advisor di UNUIAS. Dr. Kensuke Fukushi memaparkan misi dan peran
UNU-IAS (United Nations University Institute for the Advanced Study of Sustainability) yang memberikan wawasan berharga kepada para mahasiswa mengenai pro gramprogram dan strategi yang dijalankan oleh UNU-IAS.
Teru tama dalam konteks kemajuan penelitian dan pendidikan keberlanjutan.
Mahasiswa program DMB mendapatkan kesempatan untuk berdiskusi dengan mahasiswa pascasarjana UNU mengenai topik “Globalisasi dan Keanekaragaman Budaya:
Bagaimana Menavigasi Per- bedaan Menuju Keberhasilan yang Berkelanjutan”
Membahas isu-isu seputar tantangan yang dihadapi masyarakat dalam hal keberlanjutan dan pembangunan global; bagaimana menavigasi perbedaan budaya dan politik untuk mencapai tujuan bersama; dan bagaimana menentukan fokus area terpenting untuk pembangunan berkelanjutan dalam beberapa tahun mendatang. Sesuai namanya, sesi interaktif tersebut memberikan platform bagi para mahasiswa untuk bertukar ide, berbagi pengalaman, serta menjelajahi peluang dan tantangan yang terkait dengan globalisasi dan keanekaragaman budaya dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Dalam diskusi tersebut, mahasiswa menyoroti pentingnya kolaborasi dan kemitraan antara berbagai institusi dan lembaga untuk memajukan agenda global.
Namun, agenda global saja belum cukup, komunitas global juga perlu didukung oleh kerangka kerja dan pedoman sebagai instrumen untuk implementasi dalam mencapai tujuan bersama, yaitu keberlanjutan.
Selain itu, peserta diskusi juga menyadari bahwa pendidikan merupakan instrumen penting dan paling kuat dalam mentransformasikan nilai-nilai keberlanjutan bagi generasi mendatang dan untuk memastikan bahwa kehidupan manusia berkembang dengan cara yang lebih berkelanjutan, terutama dalam mendorong perubahan sikap positif individu menuju gaya hidup yang keberlanjutan. Pendidikan juga dipandang sebagai sarana yang efektif untuk mentransformasikan nilai-nilai seperti kolaborasi, keanekaragaman budaya, dan pembelajaran untuk hidup bersama sebagai modal dasar dalam mencapai tujuan keberlanjutan tersebut.
Pada kesempatan tersebut, para mahasiswa juga mendorong komunitas global untuk mengkaji kembali nilai-nilai budaya lokal dan kearifan lokal dalam konteks keberlanjutan. Kearifan lokal masyarakat adat dalam pelestarian alam disadari telah memainkan peran penting dalam melindungi keanekaragaman hayati planet ini, dan kesehatan keseluruhan ekosistem.
Indonesia sebagai negara dengan keanekaragaman budaya yang kaya, memiliki banyak kearifan lokal yang telah terbukti berkontribusi dalam menjaga keseimbangan alam dan lingkungan hidup. Misalnya filosofi Tri Hita Karana yang diterapkan dalam sistem irigasi Subak di Bali merupakan sebuah praktik dari sistem manajemen air yang berkelanjutan. Contoh lain adalah kearifan lokal suku Dayak di Kalimantan yang telah menjalankan sistem adat melindungi hutan dan sumber daya alam secara berkelanjutan. Melalui pengenalan dan pengakuan nilai-nilai budaya lelehur, kita dapat menggali solusi yang berkelanjutan untuk tantangan lingkungan dan keberlanjutan. Dalam diskusi tersebut disimpulkan bahwa penting bagi masyarakat global untuk memahami dan menghargai kearifan lokal karena nilai-nilai tersebut dapat menjadi sumber inspirasi dan panduan dalam merancang strategi bisnis berkelanjutan di masa depan.
Dengan mengintegrasikan kearifan lokal dan budaya indigenous dalam pendekatan pembangunan berkelanjutan, kita dapat mencapai tujuan yang lebih komprehensif dan harmonis dalam menjaga planet ini bagi generasi mendatang. Kunjungan ke UNU merupakan bagian dari mata kuliah Eksposur Internasional Bisnis dan Manajemen (EIBM) yang wajib diikuti oleh mahasiswa Program DMB. EIBM menjadi landasan utama untuk mewujudkan orientasi global mahasiswa melalui kegiatan merancang dan mengikuti studi internasional.
Mata kuliah ini dirancang sebagai salah satu penopang dalam mewujudkan visi SBIPB dalam mencetak pemimpin bisnis dan ilmuwan yang memiliki semangat kewirausahaan, fokus keberlanjutan, dan orientasi global. Kunjungan dengan tema “Strategi Bisnis Berkelanjutan: Kunci Sukses Jepang dalam Menghadapi Tantangan dan Memenangkan Persaingan Global” dilakukan selama 6 hari, mulai dari tanggal 14 hingga 19 Mei 2026. Selain mengunjungi UNU, 32 mahasiswa doktoral yang dipimpin oleh Dr. Nimmi Zulbainarni juga berkesempatan mengunjungi Tokyo University of Agriculture (Tokyo Nodai), Japan International Cooperation Agency (JICA), Ministry of Agri culture, Forestry, and Fisheries of Japan (MAFF), Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo, Yamaha Kakegawa Factory, serta beberapa industri dan pusat bisnis lainnya di Jepang.(*/ded)