Putra Kelana Edisi 127

Page 8

galeri anda

SENIN 25 MARET 2013

8

Pimpinan panti asuhan AL Aqso bersama Oktavio Bintana.

Khusyuk berdoa agar keinginan dikabulkan Allah SWT.

Doa Bersama di Panti Asuhan Al Aqsho

Anak panti asuhan menyalami Oktavio Bintan dan rombongan.

D

IREKTUR PT. Putra Rida Pers, Oktavio Bintana mengunjungi Panti Asuhan Al-Aqsho, Bengkong Sadai, Batam, Rabu (20/3) lalu. Kedatangannya ke panti bersama rombongan ini disambut hangat anakanak. Kedatangan ini selain dimaksudkan

untuk berbagi kebahagiaan, juga minta anak-anak panti asuhan mendoakan kesembuhan Raisya, “putri kecil” Oktavio Bintan yang kini tengah berjuang melawan keganasan kanker mata yang dididapnya di RS Dharmais, Jakarta. “Sungguh membahagiakan bisa berbagi keceriaan seperti ini. Anak-

anak ini merupakan asset bangsa yang harus terus mendapat perhatian dari berbagai pihak. Dan semoga Allah juga terus melimpahkan rahmat serta hidayah kepada kami untuk selalu berbagi,” ujar Oktavio Bintana. Usai berdoa, dilanjutkan makan bersama dan bercengkrama dalam suasana santai. Kepada anak-anak

panti, Vio memberi motivasi. “Walaupun tinggal di panti asuhan, bukan berarti adik-adik tak bisa menggapai cita-cita. Rajin belajar biar bisa jadi orang berguna,” ujar Vio.*** Oktavio Bintana akrab bersama anak panti asuhan.

Narasi : Mirza Foto : Mirza

Pimpinan panti asuhan membacakan doa.

pendidikan

Wajah polos anak panti asuhan

Berdoa bersama.

Kualifikasi dan Uji Sertifikasi Guru

Mudiarlis bersama anak-anak yang belajar di bimbingan belajar yang ia dirikan. F.HENI

Pusat Pendidikan Ababil

Dari RW Kembangkan Bimbel di Tanjungpinang LEMBAGA Pendidikan Kursus (LPK) dan bimbingan belajar (Bimbel) Ababil dengan alamat di Jalan Raja Haji Fisabilillah Nomor 21 Tanjungpinang tercatat sudah dua tahun menyelenggarakan kegiatan di bidang pendidikan. Namun kegiatan ini baru mendapat izin Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kota Tanjungpinang pada 2012 lalu, tepatnya usai hari Raya Idul Fitri. Pendirian lembaga pendidikan ini dilatarbelakangi banyaknya anak usia sekolah di kawasan KM 8 atas tepatnya di sekitar perumahan Jala Bestari Tanjungpinang. Melihat kondisi anak usia sekolah yang mempergunakan waktu luang untuk bermain, terbersit dalam benak Mudiarlis seorang ketua RW 01 Mekar Jaya Kelurahan Batu Sembilan Kecamatan Tanjungpinang Timur untuk mendirikan lembaga pendidikan yang menampung mereka. Akhirnya dibentuk lembaga pendidikan Ababil tahun 201. LPK dan bimbel Ababil saat ini sudah membuka bimbingan belajar untuk murid Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman kanak-kanak, SD, SMP. Dengan merekrut empat tenaga pengajar. Jumlah anak didik untuk bimbingan belajar PAUD dan TK sebanyak 10 hingga 12 anak, peserta Bimbel tingkat SD sebanyak 30- an murid demikian juga peserta bimbel

tingkat SMP juga 30-an murid. Meski terbatas ruangan belajar, pelaksanaan bimbingan belajar dilakukan baik pagi hari maupun sore. Untuk anak didik PAUD dan TK berlangsung mulai pukul 08.00 WIB hingga 09.30 WIB. Sedangkan anak didik tingkat SMP dan SD dilaksanakan dua shift mulai pukul 14.00 hingga 15.30 WIB dan 15.30 WIB hingga 17.00WIB. Ditemui Sabtu 23 Maret 2013, Mudiarlis menjelaskan, Lembaga Pendidikan dan Kursus Ababil dalam tahap pemula ini masih mempergunakan sarana dan prasarana belajar secara sederhana. Diantaranya bangku belajar, meja belajar, ruang belajar dan lainnya masih sangat sederhana. Meski demikian jumlah anak didik senantiasa meningkat dari waktu ke waktu. “Niat Saya, hanya tulus agar anak anak di sekitar tempat tinggal mempergunakan waktu

bermain untuk belajar dan terus belajar. Mengingat dengan ilmu maka membuka cakrawala dan wawasan anak didik,” paparnya. Pendapatnya, ilmu harus ditanamkan dan disebarluaskan sejak anak usia anak-anak. Dengan harapan anak didiknya kelak menjadi generasi penerus bangsa yang beriman, berilmu dan berakhlak mulia. Sementara itu, terkait pemberian gaji kepada tenaga pengajar didasarkan dari jumlah murid. Semakin banyak jumlah murid maka penghasilan semakin besar. Karena system gaji menganut bagi hasil antara pengelola dan guru. Harapan Mudiarlis, Lembaga Pendidikan dan Kursus Ababil mendapat perhatian dari pemerintah baik Provinsi Kepri maupun Pemko Tanjungpinang. Mengingat keberhasilan penyelanggaraan pendidikan bergantung pada tiga faktor, sekolah, masyarakat dan pemerintah.(Heny)

SETELAH disyahkannya UU Nomor 14 tentang Guru dan Dosen tahun 2005, profesionalisasi guru semakin tercabar. Sosok guru profesional dalam UU tersebut adalah guru yang memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Meskipun sejak dulu soal profesionalisasi guru menjadi buah mulut yang tak berkesudahan, tetapi belum memiliki kekuatan hukum yang jelas. Kehadiran UU Guru dan Dosen telah menjadikan keprofesionalan guru kian mendasar, mutlak, dan harus dijadikan sebagai prasyarat utama. Namun, berbagai persoalan bisa muncul. Persoalan yang menjadi fokus utama berbagai pihak adalah kualifikasi dan uji sertifikasi guru. Di samping untuk meningkatkan taraf kesejahteraan guru, kualifikasi dan sertifikasi bermaksud mengampu tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional yang tertuang di dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas tidak akan tercapai kalau sosok guru sebagai tenaga profesional belum terwujud. Untuk merealisasikan ini, bukan hanya pemerintah Pusat yang bertungkus-lumus, tetapi keberadaan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota hendaknya berpadu memikirkan konsep jitu dalam menerapkannya. Programprogram penyetaraan pendidikan dan pelaksanaan pelatihan sudah semestinya dilakukan menurut jalur yang sah. Kerja sama dengan berbagai perguruan tinggi sudah sepatutnya memperhatikan kelayakan dan kesesuaian, bukan semata-mata untuk memperoleh ijazah S-1 atau pamer gelar yang selama ini sudah menjadi wabah penyakit yang merebak di tanah air. Begitu banyak penyetaraan S-1 dikemas dalam bentuk proyek yang sangat merugikan guru, terutama jika dikaitkan dengan persyaratan kualifikasi akademik uji sertifikasi. Kualifikasi akademik guru ditunjukkan dengan ijazah yang merefleksikan kemampuan yang dipersyaratkan bagi guru untuk melaksanakan tugas sebagai

Catatan Oemar Bakrie

OLEH: Maswito Adalah penulis buku Nasibmu Oemar Bakri (Catatan Nurani Seorang Guru) dan Ismeth Abdullah Sang Penggerak Pembangunan Kepri pendidik pada jenjang, jenis, dan satuan pendidikan atau mata pelajaran yang diampunya sesuai Standar Nasional Pendidikan. Kualifikasi akademik guru diperoleh melalui program pendidikan formal S-1 atau D-IV kependidikan atau nonkependidikan pada perguruan tinggi yang terakreditasi. Kualifikasi akademik guru bagi calon guru dipenuhi sebelum yang bersangkutan diangkat menjadi guru. Sementara itu, sertifikat pendidik diperoleh melalui program pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat, dan ditetapkan oleh pemerintah. Bagi guru TK/ RA, kualifikasi akademik minimal D-4/S-1, latar belakang pendidikan tinggi di bidang PAUD, Sarjana Kependidikan lainnya, dan Sarjana Psikologi. Bagi guru SD/MI, kualifikasi akademik minimal D-4/S-1 latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan SD/MI, Sarjana Kependidikan lainnya, atau Sarjana Psikologi. Bagi guru SMP/MTs dan SMA/MA/SMK, kualifikasi akademik minimal D4/S-1, latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan. Persoalan mendasar muncul pada guru pendidikan menengah (SMP/MTs dan SMA/MA/SMK). Tidak sedikit guru pendidikan menengah di Indonesia yang

terjebak mengambil program penyetaraan S-1 yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan sebelumnya. Misalnya, guru matematika D-III mengambil penyetaraan S-1 Bahasa Indonesia. Jika yang bersangkutan dalam tugasnya mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia, maka bisa ikut uji sertifikasi bidang studi Bahasa Indonesia. Yang jadi persoalan, guru bersangkutan masih tetap kembali ke ‘’habitatnya”, yaitu mengajar siswa pada mata pelajaran Matematika. Apapun alasannya, inilah kenyataannya. Bukankah ini suatu bukti bahwa dunia pendidikan tinggi kita pun masih bisa diotak-atik oleh duit, tanpa mempertimbangkan segi keilmiahan sebagai simbol perguruan tinggi. Sejak tahun 2007 pemerintah sudah melaksanakan uji sertifikasi guru. Dalam uji sertifikasi ini, ada beberapa kompetensi yang menjadi bahan tes, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Tampaknya, ini suatu upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu guru sekaligus kesejahteraannya. Guru yang berhasil dalam uji sertifikasi ini memperoleh tunjangan profesional sebesar gaji. Tunjangan ini diharapkan memberikan suatu perubahan dalam kepribadian guru sebagai tenaga pendidik. Perubahan yang diharapkan antara lain, yaitu (1) menambah wawasan kependidikan, (2) menjawab cabaran uji sertifikasi, (3) berkeinginan untuk mengubah nasib ke yang lebih baik, dan (4) menjadi tenaga yang benar-benar profesional dalam bidangnya. Uji sertifikasi yang direncanakan selesai paling lambat tahun 2014 ini merupakan tantangan baru bagi pendidik. Sikap malas, lambat, dan sambalewa akan mematikan daya saing untuk perubahan masa depan. Bagaimanapun, uji sertifikasi merupakan jaminan masa depan yang lebih gemilang. Guru-guru dicabar untuk menjawab tantangan ini dengan segala kemampuan dan upaya yang dimiliki. Ini tidak bisa dielak. Perubahan zaman menuntut segalanya untuk berubah. Jika

ingin dikatakan sebagai tenaga profesi, guru sudah selayaknya bergegas mempersiapkan dan melibatkan diri untuk uji sertifikasi. Pemikiran-pemikiran negatif, cemeeh, dan pesimis seharusnya tidak layak lagi duduk di benak kita saat ini. Pemikiranpemikiran demikian hanya melahirkan kehancuran pada kepribadian guru. Keberadaan uji sertifikasi dalam kehidupan sehari-hari, secara tidak resmi, bisa dikatakan sebagai bentuk pengakuan masyarakat terhadap profesionalisasi guru. Sudah selayaknya profesi guru dikembalikan seperti semula, yaitu seperti dalam sejarah. Tantangan yang dilakukan melalui uji sertifikasi ini nantinya merupakan bukti kuat tentang eksistensi guru. Masa depan adalah perubahan. Dalam kehidupan, yang tidak berubah justru perubahan itu sendiri. Dunia pendidikan, yang merupakan kehidupan nyata guru, tidak bisa membebaskan diri dari perubahan zaman. Tentu saja dinamika ini menuntut berbagai kematangan, keunggulan, persaingan, kepribadian yang mantap, dan sederet perangai pembangunan masa depan. Karena itu, uji sertifikasi bukanlah suatu upaya untuk memperkecil langkah guru untuk menggapai kesejahteraan. Bukan pula suatu gejala ketidakikhlasan pemerintah dalam hal meningkatkan kesejahteraan guru. Selentingan negatif bahwa ini merupakan ”niat setengah hati” dari pemerintah patut kita humban jauh-jauh. Sudah sepatutnya, uji sertifikasi dipandang sebagai gugahan semangat untuk melecut berbagai kompetensi guru. Dengan demikian, banyak harapan yang dapat kita gantang. Melahirkan pikiran-pikiran negatif terhadap suatu perubahan tidak akan memberikan apa-apa, kecuali kekecewaan yang berkepanjangan. Justru kekecewaan ini berbalik pada diri kita sendiri sebagai pendidik. Lebih baik kita berupaya menghadapinya daripada ”berpikir negatif”, tetapi kita ikut di dalamnya. Kepada guru, mari bersiap sedia menjawab tantangan zaman dengan segantang harapan melalui uji sertifikasi.***


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.