
9 minute read
MANAJEMEN RISIKO PROYEK, BAGAIMANA TAHAPANNYA?
MANAJEMEN
MANAJEMEN RISIKO PROYEK, BAGAIMANA TAHAPANNYA?
Advertisement
Implementasi manajemen risiko menjadi penting agar tercipta nilai manfaat uang (Value for Money) dengan baik sehingga berimplikasi pada peningkatan minat investor dan lembaga pembiayaan.
Proyek infrastruktur merupakan suatu pekerjaan yang telah terencana namun mengandung risiko yang dapat memberikan pengaruh terhadap kinerja, kualitas dan biaya. Nah, risiko dapat dikatakan sebagai konsekuensi yang dapat terjadi akibat proses atau kejadian yang terjadi secara tidak terduga. Karena, pekerjaan telah direncanakan sebaik mungkin, masih memiliki kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diharapkan.
Pembangunan proyek infrastruktur melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), memiliki risiko yang dapat terjadi saat tahap penyiapan maupun selama pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama (PKS). Risiko yang timbul dapat berpengaruh negatif terhadap investasi yang dilakukan Badan Usaha maupun pemerintah selaku PJPK. Karena itu, penerapan manajemen risiko dalam proyek KPBU menjadi penting untuk dilaksanakan. Dengan demikian, seluruh risiko dapat secara optimal teridentifikasi,
Risiko
PROYEK
terkuantifikasi, dan termitigasi sehingga nilai manfaat uang (Value for Money/ VfM) dapat tercipta dengan baik. Terciptanya VfM yang positif akan menurunkan persepsi risiko proyek sehingga dapat meningkatkan minat investor dan lembaga pembiayaan (lenders), serta proyek menjadi lebih bankable.
MANAJEMEN RISIKO PADA PROYEK KPBU
Pelaksanaan manajemen risiko pada proyek KPBU diatur dalam Peranturan Menteri PPN/BAPPENAS Nomor 2 Tahun 2020, bahwa rencana KPBU yang diusulkan sebagai KPBU siap ditawarkan harus memenuhi kriteria antara lain telah dilakukan alokasi dan mitigasi risiko serta mekanisme pemberian Dukungan dan/atau Jaminan Pemerintah bilamana diperlukan. Sementara, Jaminan Pemerintah adalah kompensasi finansial yang diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan dan kekayaan negara kepada Badan Usaha Pelaksana melalui skema pembagian risiko untuk proyek kerjasama.
Sementara itu dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 2 Tahun 2021 terkandung tujuan Manajemen risiko Pelaksanaan KPBU, yakni memastikan keberlanjutan Infrastruktur dan meningkatkan kepercayaan para pemangku kepentingan dalam Pelaksanaan KPBU. Penerapan pelaksanaan manajemen risiko pada proyek KPBU dilakukan secara bertahap dan terstruktur. Dapat dikatakan, Manajemen Risiko merupakan suatu pendekatan yang dilakukan dengan memahami, mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko suatu proyek.
PERENCANAAN MANAJEMEN RISIKO PROYEK KPBU
Manajemen risiko proyek KPBU juga memerlukan suatu perencanaan seperti halnya kegiatan. Perencanaan manajemen risiko proyek KPBU merupakan sebuah proses menetapkan langkah-langkah yang dibutuhkan untuk menyusun manajemen risiko suatu proyek. Langkah awal dalam perencanaan manajemen risiko proyek KPBU adalah menentukan tujuan dari proyek KPBU. Misalnya, penetapan tujuan pembangunan bendungan sebagai single purpose (contoh: pengendali banjir saja) atau multipurpose (contoh: pengendali banjir, suplai air baku, suplai air irigasi, sumber tenaaga listrik). Setelah itu, mulai dilakukan tahap identifikasi risiko, penilaian risiko, serta alokasi dan mitigasi risiko.
IDENTIFIKASI RISIKO
Tahapan ini bertujuan untuk mengidentifikasi seluruh jenis risiko yang berpotensi menghalangi, menurunkan, atau menunda pekerjaan proyek KPBU. Secara umum identifikasi risiko proyek KPBU dibagi dalam sebelas kategori yaitu:
RISIKO LOKASI
Kelompok risiko dimana lahan proyek tidak tersedia atau tidak dapat digunakan sesuai jadwal yang sudah ditentukan dan dalam biaya yang diperkirakan, atau bahwa lokasi dapat menimbulkan suatu beban atau kewajiban bagi pihak tertentu.
1 2
RISIKO DESAIN, KONSTRUKSI DAN UJI OPERASI
Risiko desain, konstruksi atau uji operasi suatu fasilitas proyek atau elemen dari prosesnya, dilakukan dengan cara yang menyebabkan dampak negatif terhadap biaya dan pelayanan proyek.
RISIKO SPONSOR
Risiko dimana BU tidak dapat memenuhi kewajiban kontraktualnya kepada PJPK akibat tindakan pihak investor swasta sebagai sponsor proyek, kegagalan BU memenuhi persyaratan lender, ataupun kegagalan lender menyediakan pinjaman.
3 4
RISIKO FINANSIAL
Risiko-Risiko Terkait Aspek Kelayakan Finansial Proyek.
RISIKO OPERASIONAL
Risiko dimana proses penyediaan layanan infrastruktur sesuai kontrak - atau suatu elemen dari proses tersebut (termasuk input yang digunakan atau sebagai bagian dari proses itu) - akan terpengaruh dengan cara yang menghalangi BU dalam menyediakan layanan kontrak sesuai dengan spesifikasi yang disepakati dan/atau sesuai proyeksi biaya.
5 6
RISIKO KONEKTIVITAS JARINGAN
Risiko terjadinya dampak negatif terhadap ketersediaan layanan dan kelayakan finansial proyek akibat perubahan dari kondisi jaringan saat ini atau rencana masa depan.
7 8
RISIKO PENDAPATAN (REVENUE)
Risiko bahwa pendapatan proyek tidak dapat memenuhi proyeksi tingkat kelayakan finansial, karena perubahan yang tak terduga baik permintaan layanan atau tarif yang disepakati atau kombinasi keduanya.
RISIKO INTERFACE
Risiko dimana metode implementasi proyek oleh para pihak terkait atau standar penyediaan layanan akan menghalangi atau mengganggu penyediaan fasilitas dan layanan infrastruktur yang dilakukan sektor publik atau sebaliknya.
RISIKO POLITIK
Risiko yang dipicu tindakan/tiadanya tindakan PJPK yang tidak dapat diprediksi sebelumnya yang merugikan secara material dan mempengaruhi pengembalian ekuitas dan pinjaman.
9 10
RISIKO KAHAR (FORCE MAJEURE)
Risiko terjadinya kejadian kahar yang sepenuhnya di luar kendali kedua belah pihak (misalnya bencana alam atau akibat manusia) dan akan mengakibatkan penundaan atau Default oleh BU dalam pelaksanaan kewajiban kontraknya.
RISIKO KEPEMILIKAN ASET
Risiko terjadinya peristiwa seperti kejadian kehilangan (misalnya hilangnya kontrak, force majeure), perubahan teknologi, dan lainnya, yang menyebabkan nilai ekonomi aset menurun, baik selama atau pada akhir masa kontrak.
11
PENILAIAN RISIKO
Pada tahap ini bertujuan untuk mengetahui profil dan peta dari risiko-risiko yang ada dan akan digunakan dalam proses evaluasi dan strategi penanganan risiko. Penilaian risiko, merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk memperkirakan suatu risiko dengan cara menilai secara kuantitatif dan kualitatif terhadap kemungkinan terjadinya/probabilitas serta dampak dari risiko tersebut.
ALOKASI DAN MITIGASI RISIKO
Dalam pengalokasian risiko menggunakan prinsip, bahwa risiko dialihkan kepada pihak yang paling mampu mengendalikan kemungkinan terjadinya risiko tersebut, pihak yang paling mampu mengendalikan dampak risiko terhadap hasil proyek, serta pihak yang mampu menyerap risiko dengan biaya terendah, apabila kemungkinan terjadi dan dampak risiko tersebut tidak bisa dikendalikan.
Dapat diartikan, pengalokasian risiko proyek KPBU adalah memutuskan pihak mana dalam kontrak KPBU yang memiliki kemampuan lebih baik dalam mengendalikan kemungkinan dan mengelola dampak terjadinya risiko, serta menanggung risiko dengan biaya risiko paling rendah.
Mitigasi risiko adalah tindakan yang dilakukan terhadap risiko-risiko yang mungkin terjadi dengan mengidentifikasi berbagai opsi-opsi mitigasi risiko yang tersedia yaitu mengurangi kemungkinan terjadinya risiko, menurunkan dampak risiko, menerima risiko, menghindari risiko dan mengalihkan/mentransfer risiko), kemudian memutuskan mitigasi risiko yang tepat.
Kegiatan Input Identifikasi Risiko • Dokumen Studi Pendahuluan Proyek • Dokumen Acuan Alokasi Risiko PT PII Tahun 2021
Penilaian Risiko
Alokasi dan Mitigasi Risiko • Hasil penyeleksian risiko pada tahap identifikasi • Metode Delphi • Kuisioner penilaian risiko • Hasil penilaian risiko, dengan 5 tingkatan risiko
• Hasil penilaian risiko Metode • Studi literatur • Expert judgement • Focus Group
Discussion (FGD)
• Studi literatur • Expert judgement • Focus Group
Discussion (FGD) Output • List risiko pada,” Proyek
KPBU
• Alokasi risiko • Pemerintah dan badan usaha • Rencana mitigasi risiko
Tabel 1. Perencanaan Manajemen Risiko Proyek KPBU PEMANTAUAN DAN EVALUASI PENYELENGGARAAN MANAJEMEN RISIKO
Setelah melakukan identifikasi risiko, penilaian risiko, serta alokasi dan mitigasi risiko, langkah selanjutnya adalah melakukan pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan manajemen risiko proyek KPBU. Adapun tujuan dari Pemantauan dan Evaluasi Penyelenggaraan Manajemen Risiko adalah untuk mendeteksi dan mengantisipasi adanya perubahan dalam hal organisasi, profil risiko, level risiko dan efektivitas mitigasi risiko. Proses pemantauan dan evaluasi dilakukan dengan cara memantau efektivitas rencana mitigasi risiko, strategi, dan sistem manajemen risiko. Kegiatan pemantauan dan evaluasi dilakukan untuk memantau pelaksanaan pekerjaan sesuai kontrak dan kinerja layanan pihak swasta, memantau dan memastikan pemerintah patuh pada tanggung jawabnya berdasarkan kontrak, serta memantau dan memitigasi risiko dari pelaksanaan kontrak mulai dari desain, konstruksi, pelaksanaan, hingga selesai proyek. [IND]
Sumber: • Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/
Kepala Bappenas No 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur sebagaimana diubah dalam
Peraturan Menteri PPN/Bappenas No 2 tahun 2020 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. • Peraturan Menteri PUPR Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. • Keputusan Menteri PUPR No 641/KPTS/ M/2021 tentang
Penetapan Simpul Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. • Acuan Alokasi Risko 2022 Kerjasama Pemerintah Dengan Badan
Usaha (KPBU di Indonesia, PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero). • Modul Manajemen Risiko Kerjasama Investasi Infrastruktur PU dan Perumahan.
DORONG IMPLEMENTASI KPBU SYARIAH BIDANG PUPR, DIREKTORAT PPISDA ADAKAN DISKUSI DENGAN PAKAR
Skema Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) Syariah merupakan salah satu program prioritas dalam rangka pengembangan industri keuangan syariah. Pencanangan ini dilatarbelakangi belum adanya proyek KPBU yang dideklarasikan sebagai KPBU Syariah sepanjang November 2021 hingga Mei 2022. Karenanya dalam Rapat Pleno kedua Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) pada 30 Mei 2022, Wakil Presiden Ma’ruf Amin mendorong untuk dilakukan percepatan pengimplementasian KPBU Syariah. “Saya ingin percepatan pilot project KPBU Syariah agar didorong lebih cepat lagi, baik di tingkat pusat maupun daerah,” ungkapnya.
Dalam rangka mendorong perwujudan KPBU Syariah, Menteri PUPR telah melakukan korespondensi dengan Menteri Keuangan selaku Sekretaris KNEKS
Focus Group Discussion (FGD) Skema KPBU Syariah Sektor Sumber Daya Air di HARRIS Hotel Sentul City. ELWIN
Terminal Jurang Sate, Titik pertemuan suplai dari Bendung Jangkok, Bendung Sesaot Feeder, Bendung Keru Feeder, Bendung Simbe I, dan Bendung Jurang Sate. FAJAR

pada 22 Juli 2022. Secara tertulis, Menteri Basuki mengusulkan proyek KPBU Daerah Irigasi Komering serta proyek KPBU Revitalisasi dan Modernisasi Irigasi Sistem Interkoneksi High Level Diversion (HLD) Wilayah Sungai Lombok sebagai pilot project KPBU Syariah bidang PUPR. Kedua proyek tersebut merupakan proyek KPBU Unsolicited dengan pengembalian investasi berdasarkan ketersediaan layanan.
DISKUSI PAKAR, MATANGKAN KONSEP KPBU SYARIAH BIDANG PUPR
Sebelumnya, Direktorat Pelaksanaan Pembiayaan Infrastruktur Sumber Daya Air (PPISDA) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) Skema KPBU Syariah Sektor Sumber Daya Air pada Kamis (7/8) di HARRIS Hotel Sentul City. Kegiatan ini diselenggarakan untuk menghimpun masukan guna perbaikan penyusunan dokumen Feasibility Study (FS) oleh calon pemrakarsa maupun dalam proses permohonan kesesuaian syariah kepada DSN-MUI. “Selain itu, untuk mendukung terwujudnya pilot project maka dibutuhkan dukungan dari stakeholder terkait pengembangan regulasi KPBU Syariah,” ujar Arvi Argyantoro, Direktur PPISDA.
Menurut Yosita Nur Wirdayanti, Kepala Divisi Inovasi Produk Keuangan Syariah KNEKS, terdapat tiga poin utama dalam mengimplementasikan KPBU Syariah, di antaranya akad/perjanjian syariah, penjaminan syariah dan pembiayaan syariah. Akad KPBU yang dapat digunakan pada proyek dengan pengembalian investasi atas ketersediaan layanan (Availability Payment/ AP) adalah Ijarah Maushufah Fi al-Dzimmah (IMFZ) berkarakter Ijarah Muntahiya Bi Tamlik (IMBT) dengan akad Perjanjian Regres yaitu Dayn Kafalah dan akad pada Perjanjian Penjaminan yaitu Kafalah Bil Ujrah. Sementara, akad yang umum digunakan dalam pembiayaan investasi melalui lenders syariah yaitu Musyarakah Mutanaqisah (MMQ/ Financial Lease) dan IMBT (Operational Lease).
“Skema KPBU default-nya kurang lebih sudah memenuhi prinsip-prinsip syariah yang ada di negara kita (Indonesia),” ungkap Fahrizal Sukma, Vice President Underwriting PPP 3 PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero). Dengan demikian, tidak diperlukan adanya perubahan struktural dari proses KPBU agar dapat mengakomodasi pembiayaan syariah. Akan tetapi, terdapat aspek time value of money pada sistem penjaminan sehingga diperlukan penyesuaian pada perjanjian penjaminan dan regres terhadap prinsip syariah.
Perbedaan mendasar dari skema KPBU dan penjaminan syariah dengan konvensional adalah adanya proses untuk memperoleh pernyataan kesesuaian syariah untuk proyek KPBU dan penjaminan dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Oleh karenanya, untuk mempermudah mendapatkan pernyataan kesesuaian syariah dari DSN-MUI maka mulai tahap awal penyiapan proyek KPBU harus dilakukan sesuai dengan prinsip syariah. Pernyataan kesesuaian syariah ini perlu didapatkan sebelum memasuki tahap transaksi. Selain itu, lenders syariah dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPHK) perlu dilibatkan dalam hal penyelenggaraan market sounding untuk meningkatkan potensi pembiayaan syariah dan masukan dalam percepatan financial close. [NQ/EL]