Walimatul aqiqah

Page 1

Mengapa bayi ini saya beri nama

Dyah Ayu Sofia

Dyah Ayu Sofia walimatul aqiqah

walimatul AQIQAH

Dyah Ayu Sofia

12, Mei 2017

i


ii

Walimatul Aqiqah


Dalam sebuah kitab berjudul “Tarbiyatul Abna’ � dijelaskan bahwa setiap anak punya hak yang harus dipenuhi oleh orang tuanya. Yang pertama adalah memilihkan ibu yang baik untuknya. Oleh karenanya, dalam memilih calon istri, seoraang pemuda hendaknya memilih seseorang bukan hanya karena kecantikan atau kekayaannya, tapi juga karena ia memang pantas menjadi ibu dari anak-anak yang akan dilahirkannya nanti. Ibu adalah orang pertama yang akan sangat berpengaruh pada perkembangan sorang anak, baik fisik mapun psikisnya. Yang kedua, memberinya nama yang baik. Yakni nama yang memiliki arti yang baik atau nama orang-orang baik di masa lalu. Misalnya nama para sahabat, para ulama, atau para pejuang dan orang-orang yang memiliki jasa besar kepada agama dan bangsanya. Yang ketiga, memilihkan lingkungan yang baik. Sebab lingkungan akan sangat berpengaruh pada perkembangan anak, terutama pada sisi psikisnya. Semoga nama yang saya pilih untuk anak saya adalah nama yang baik, yang akan membuatnya menjadi manusia yang baik pula. Saya memilihnya karena beberapa hal seperti saya tulis dalam lembar-lembar berikut ini ...... Dyah Ayu Sofia

iii


iv

Walimatul Aqiqah


Kepanikan Kecil Menyambut Si Mungil

J

umat malam (5/5/17) saya sengaja tidak tidur hingga larut malam. Untuk mengusir kantuk, saya ke Mushalla. Ngobrol ngalor-ngidul bersama Mak Fauzi, Pak Muji dan Mak Nur yang baru saja hataman Alquran. Saya ingin melek hingga larut malam karena khawatir istri saya tiba-tiba mau melahirkan. Sebab beberapa jam sebelumnya, saat diperiksa dr. Wongso katanya sudah “pembukaan dua”: Sebuah isyarat bahwa bayi di dalam kandungan istri saya tengah mengambil ancang-ancang akan menerjang ulu hati ibunya karena ingin segera keluar menemui kakek, nenek, ayah, dan kakak-kakaknya. Kami baru bubar hingga nyaris pukul 24.30 WIB. Namun tidak terjadi apa-apa dengan istri saya. Hanya sakit nyeri yang datang secara sporadis (kata orang Madura “ke’sake’ ambu”). Dan saya pun tidur dengan doa semoga besok saya bangun --tiba-tiba-- sudah ada bayi kecil di dekat istri saya. Begitu lelapnya saya tidur. Ketika istri teriak membangunkan saya, rasanya jantung mau copot. Sialnya, kesadaran saya agak lambat memulih, loadingnya cukup lama. Butuh waktu sekitar Dyah Ayu Sofia

1


15 detik sebelum akhirnya saya benar-benar sadar bahwa ini keadaan kritis. “Ayo yah cepat, kita segera ke Bu Dela,” serunya dengan panik, mengajak saya untuk segera ke tempat Bidan yang ada di desa kami. Menurutnya, ia merasa kantung cairan ketuban bayinya sudah pecah. Harus segera ditangani. Ia khawatir cairan ketuban itu habis sebelum bayinya lahir. Itu akan membuatnya sulit melahirkan karena sudah tak ada “pelumas” yang berfungsi membantu bayinya melompat keluar dari dalam perut. Buru-buru saya membangunkan ibu, mencari konci mobil dan dompet. Sekilas saya melirik jam dinding, jarumnya menunjukkan pukul 03.10 WIB. “Ini belum adzan Subuh,” gumamku dalam hati, sebab biasanya adzan baru berkumandang pukul 04.08 WIB. Tanpa cuci muka saya menyambar kopiah di atas lemari. Secepat kilat membuka pintu dan menghidupkan mesin mobil. Ma’ Rut, Bibi saya yang rupanya mendengar kepanikan kecil dari rumah kami langsung datang, ia ikut naik ke dalam mobil dan segera menutup pintu. Kami di dalam mobil hanya berlima: Saya, istri saya, Ibu dan Ma’ Rut, dan Ma’ Suh. Setelah mobil bergerak dan sampai di depan rumah Nom Sakdi saya teringat Ma’ Sumti, dukun bayi yang sebelumya juga membantu dua anak saya lahir bersama Bu Dela. “Oya, Ma’ Sumti diajak nggak?” tanyaku pada seisi Mobil. Semua sepakat berhenti dulu di depan rumah Ma’ Sumti. Dan jadilah kami berenam menuju rumah Bu Dela dekat rumah pak Kades, di ujung desa.

2

Walimatul Aqiqah


Sampai di Minian, kira-kira 500 meter sebelum rumah Bu Dela, saya mencoba menghubungi telpon selulernya dengan harapan begitu kami sampai ia sudah bangun dan langsung siap menangani istri saya. Nomor hapenya aktif, namun tak kunjung diangkat, tuuuuut … tuuuut… tuuuuttt… Saya agak panik, sebab ini hari Sabtu, khawatir ia pulang kampung lebih awal untuk berlibur. Baru setelah kami sampai di depan rumhanya telpon diangkat. “Oh, Mbak Nunung ya, oke mas bawa masuk aja,” katanya di ujung sana. Bersamaan dengan itu saya lihat suami Bu Dela menyibak kain gorden pintu depan rumahnya. Mungkin ia ingin memastikan bahwa yang datang bukanlah perampok atau sejenis hantu gentayangan. “Ayo langsung masuk ke kamar bersalin, ibu masih di belakang,” katanya setelah ia membuka pintu. Habis mengantar istri ke ruang bersalin saya duduk di ruang tamu. Membuka aplikasi Alquran di handphone dan mengaji surat Alwaqi’ah. Yang pertama, saya ingin memohon dimudahkan proses persalinan ini. Kedua, saya berharap apa yang didengar pertama kali oleh bayi istri saya adalah lantunan ayat Alquran. Selain itu bacaan Alquran ini sengaja saya keraskan denganmaksudkan agar terdengar istri saya. Sebab saya pikir, secara psikologis ini akan membuatnya tenang dan kuat. Sekalipun saya tidak duduk di sampingnya, tapi ia tahu saya terus mendoakannya agar selamat dan kuat menahan rasa sakitnya. Tidak sampai satu jam saya menunggu, Bu Dela tibatiba sudah berteriak, “Alhamdullilah, perempuan dan cantik,”. Saat itu saya lihat jam menunjukkan 04.13 WIB,

Dyah Ayu Sofia

3


pas 5 menit setelah adzan subuh berkumandang. Hujan tiba-tiba turun. Saya ambil wudu dengan air hujan di halaman rumah tempat bidan desa itu praktek. Kemudian saya masuk ke dalam ruang bersalin dan mengumandangkan adzan untuk bayi dengan berat 3,1 kilogram itu. “Allahu Akbar, Asyhadualla Ilaha Illallah, Asyhaduanna Muhammadarrasulullah, Hayya Alassholah, Hayya Alalfalah, Allahuakbar Allahukbar, La Ilaha Illallah�... Dalam hati saya berharap kalimat ini akan menjadi pegangannya sepanjang hayat. Dia hidup, dia bahagia, dia kuat, dia cerdas, bahkan hingga mati adalah untuk kalimat ini. Amin.. !!!

4

Walimatul Aqiqah


Mengapa Bayi Ini Saya Beri Nama Dyah Ayu Sofia?

S

esaat setelah anak ketiga ini lahir, saya belum memikirkan siapa namanya. Sekalipun sebelumnya pernah cari-cari, tapi kebahagiaan saat pertamakali melihatnya di ruang bersalin membuat saya lupa untuk memikirkan soal nama. Beberapa jam kemudian kami pulang dari Bu Dela. Banyak orang datang ke rumah, mereka mengucapkan selamat dan menanyakan siapa nama bayi yang baru lahir itu. “Saya menyiapkan tiga nama untuk anak ini,” kataku, “Menurutmu yang mana yang bagus. GITA, TIKA, atau MARINA?” “Yang paling bagus GITA, tapi nama lengkapnya siapa?” kata ponakan sepupuku. “Pilihanmu betul, lengkapnya adalah ARIMBI GITA PASHA”. Dia langsung tertawa. “Hahaha Arembi’ gita’ pasah (lahir sebelum bulan puasa),” katanya sampe keluar air mata. Setelah tawanya mulai reda ia masih bertanya. “Trus, Dyah Ayu Sofia

5


dua sisanya itu apa, TIKA sama MARINA,� dia penasaran. “TIKA itu ketika, cocok untuk bayi yang lahir saat Bulan Puasa. Sementara MARINA itu ya Marenah, cocok untuk bayi yang lahir setelah Bulan Puasa. Jadi yang paling pas memang GITA karena ini menjelang bulan puasa,� jawabku enteng. Ia kembali tertawa sampai terpingkalpingkal. Tapi itu semua cuma guyonan. Jauh hari sebelumnya saya sudah berusaha keras menemukan sebuah nama yang pas untuk anak saya ini. Dan karena menurut dokter kemungkinan besar berjenis kelamin perempuan maka saya mencari nama tokoh perempuan di masa lalu yang jejak sejarahnya baik dan banyak berguna buat umat manusia. Salah satu yang saya temukan adalah Dewi Anarawati, ada yang menyebutnya Dewi Dwarawati atau Darawati. Menurut sebagian sejarawan ia adalah tokoh intelektual yang menjadi dalang penyebaran Islam di nusantara. Putri Kerajaan Campa, bibi dari Raden Rahmat yang di kemudian hari kita kenal dengan nama Sunan Ampel. Sebelum Raden Rahmat ada di pulau jawa, Dewi Anarawati dikirim ke Kerajaan Majapahit menghadap Raden Brawijaya untuk ditawarkan menjadi istri Raja Majapahit itu. Karena kecantikan dan kecerdasannya, Raden Brawijaya jatuh cinta kepada Dewi Anarawati. Ia memperistrinya dan bahkan menceraikan istrinya yang ada walaupun ia sedang mengandung. Kepiawaiannya dalam berdiplomasi, membuat Dewi Anarawati berhasil membujuk sang Raden untuk memberikan keleluasaan bagi pemeluk Islam di Pesisir tanah

6

Walimatul Aqiqah


jawa dalam belajar dan mengamalkan agamanya. Perjuangan tersebut tentu tidak mudah, sebab pada waktu itu agama resmi di kerajaan Majapahit adalah Hindu. Tak hanya sampai di situ, Dewi Anarawati juga membujuk Raden Wijaya untuk membuat sebuah padepokan yang bisa digunakan Umat Islam untuk belajar seperti halnya padepokan yang dimiliki oleh umat Hindu. Permintaan itu diluluskan dan Raden Barawijaya menghadiahkan sebuah tanah perdikan untuk membangun padepokan sebagaimana diinginkan Dewi Anarawati. Tanah perdikan itu bernama Ampel Denta, tidak jauh dari kawasan pelabuhan Surabaya. Setelah pedepokan dibangun, Dewi Anarawati kembali mengajukan sebuah permohonan kepada Raden Brawijaya: Ia ingin mendatangkan Kakak Iparnya dari kerajaan Campa. Sebab padepokan tanpa seorang guru tidak akan ada gunanya. Pria yang ingin ia datangkan itu adalah Maqdum Ibrahim As-Samarqandy, suami kakaknya. Singkat kata permohonan itu pun dikabulkan. Maulana Malik Ibrahim berangkat dari Campa disertai oleh dua orang anaknya, yakni Raden Rahmat (Sunan Ampel) dan Sayyid Ali Murtadla (Sunan Santri). Dari tangan merekalah Islam tersebar secara massif di tanah jawa. Legitimasi dari kerajaan Majapahit lewat Dewi Anarawati membuat mereka mudah diterima masyarakat. Islam terus membesar dan berdiri pondok pesantren di manamana, Raden Rahmat mempersiapkan para ulama yang akan terus mengembangkan Islam di Nusantara. Apa arti Anarawati dari sisi bahasa? Saya tidak

Dyah Ayu Sofia

7


tahu. Bagi saya, Semangat dan jasanya sudah lebih dari cukup sebagai alasan untuk menjadikannya nama buah hati saya. Tentu dengan harapan kelak ia akan menjadi orang berguna bagi bangsa dan agamanya seperti Putri Campa itu. *** Selain Dewi Anarawati, tanpa sengaja saya menemukan nama yang lain. Saat itu, sepulang dari kuliah, di dalam mobil saya mendengar kisah para sahabat Nabi yang disiarkan oleh sebuah radio di Sumenep. Sahabat itu adalah Sofia, istri Nabi. Diceritakan, perempuan ini adalah perempuan pemberani yang melindungi Nabi saat umat Islam kalah dalam sebuah peperangan. Saat itu para sahabat, yang mayoritas kaum pria, mulai kocar-kacir dan lari menyelamatkan diri masing-masing. Mereka lupa dan membiarkan Nabi jatuh dalam sebuah perangkap dan nyaris terbunuh. Saat itulah Sofia datang, dan berseru kepada para sahabat pria yang lari tunggang langgang itu bahwa dia akan melindungi Nabi sekalipun seorang diri tanpa dibantu oleh para sahabat kaum lelaki. Mendengar hal itu, para sahabat berbalik dan kemudian membentuk barisan. Mereka bahu membahu membantu Nabi hingga berhasil keluar dari kepungan musuh dan kembali ke Madinah dengan selamat. Setelah saya telusuri, Sofia adalah wanita Yahudi putri Huyay, Ketua Suku Bani Nadzir. Sejak kecil dia menyukai ilmu pengetahuan, rajin mempelajari sejarah dan kepercayaan bangsanya. Dari kitab suci Taurat dia membaca bahwa akan

8

Walimatul Aqiqah


datang seorang nabi dari jazirah Arab yang akan menjadi penutup semua nabi. Pikirannya tercurah pada masalah kenabian tersebut, terutama setelah Muhammad muncul di Mekkah. Dia sangat heran ketika kaumnya tidak mempercayai berita besar tersebut, padahal sudah jelas tertulis di dalam kitab mereka sendiri. Demikian juga terhadap ayahnya, Huyay bin Akhtab, yang sangat gigih menyulut permusuhan terhadap kaum Muslim. Hingga pada suatu saat sukunya bertempur melawan umat Islam dan ia menjadi tawanan perang. Saat dibawa kehadapan Nabi, ia ditanya beberapa hal. Dalam sebuah hadits Anas bercerita “Rasulullah ketika hendak menikahi Shafiyyah binti Huyay bertanya kepadanya, ‘Adakah sesuatu yang engkau ketahui tentang diriku?’ Dia menjawab, ‘Ya Rasulullah, aku sudah rnengharapkanmu sejak aku masih musyrik, dan memikirkan seandainya Allah mengabulkan keinginanku itu ketika aku sudah memeluk Islam.” Ungkapan Shafiyyah tersebut menunjukkan rasa percayanya kepada Muhammad dan rindunya terhadap Islam. Saat itu Nabi kemudian bertanya, Apakah ia mau menjadi istri Nabi atau dikembalikan kepada keluarganya? Sofia memilih untuk menjadi istri Nabi, ia tidak mau dikembalikan kepada keluarganya. Apa makna Sofia dari sisi bahasa? Sofiyyun dalam bahasa Arab berarti suci dan murni, atau menawan. Sedangkan dalam bahasa Yunani Sophia berarti kebijaksanaan. *** Lalu mengapa tidak digabung saja menjadi Sofia

Dyah Ayu Sofia

9


Anarawati? Saya ingin gelarnya saja, yakni Dyah Ayu. Dahulu, seorang putri di kerajaan Majapahit bergelar Dyah Ayu. Sekali lagi itu hanyalah gelar, bukan nama. Tapi pada anak saya, saya ingin menjadikannya nama sebagai wujud doa dan keinginan agar kelak ia bisa menjadi seorang pemimpin. Tentu pemimpin yang Ayu hatinya dan juga parasnya. Yang cerdas seperti Sofia istri Nabi, yang mulia hatinya seperti arti literik (lughawi) nama tersebut. Dyah Ayu Sofia. Sehari-hari saya kan memanggilnya SAFA.

10

Walimatul Aqiqah


Dyah Ayu Sofia

11


Bila ada seorang anak lahir, maka biasany ada beberapa pertanyaan standard yang diajukan pada orang tuanya Kapan lahir? Parobhe (cowok apa cewek)? Normal atau Cesar? Berapa beratnya? Siapa namanya? untuk pertanyaan terakhri ini biasanya tidak ditanya terlalu dalam, kelanjutanya biasanya hanya “Dipanggil siapa?” Sebenarnya ada pertanyaan lebih lanjut soal itu, hanya saja jarang sekali seseorang berani mengungkapkannya, “Kenapa diberi nama itu?” Mungkin menanyakan hal itu dianggap terlalu privat, takut menyinggung perasaan ayah ibunya sehingga kita tak pernah mendengar pentanyaan itu pada setiap acara Walimatul Aqiqah atau saat kunjungan Atatele’. Padahal menurut saya pertanyaan itu penting diajukan dan penting pula dijawab. Untuk apa? agar kita tidak dipikir sembarangan memberi nama. 12

Walimatul Aqiqah

Karenanyalah saya menulis leflet ini...


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.