Walimatul aqiqah

Page 1

Dyah Ayu Sofia walimatul aqiqah

Dyah Ayu Sofia

i


ii

Walimatul Aqiqah


Mengharap kehadiaran Bapak/Saudara dalam acara Walimatul Aqiqah cucu ketiga kami “Dyah Ayu Sofia� yang insyallah akan kami laksanakan pada: Hari Jumat, 12 Mei 2017 Jam 18.30 WIB (Ba’da Isya) Bertempat rumah kami, sebelah utara Mushalla Putra Demikian undangan ini kami buat, besar harapan Bapak/Saudara bisa hadir untuk mendoakan cucu kami tersebut. Semoga ia menjadi anak yang soleha, berbakti kepada Tuhan, kepada orang tua, kepada guru, Kepada agama dan kepada bangsanya. Aminn.. !! Gingging, 10 Mei 2017 Hormat Kami Sekeluarga H. Marham Syujaie

Dyah Ayu Sofia

iii


iv

Walimatul Aqiqah


Kepanikan Kecil Menyambut Si Mungil

J

umat malam (5/5/17) saya sengaja tidak tidur hingga larut malam. Untuk mengusir kantuk, saya ke Mushalla. Ngobrol ngalor-ngidul bersama Mak Fauzi, Pak Muji dan Mak Nur yang baru saja hataman Alquran. Saya ingin melek hingga larut malam karena khawatir istri saya tiba-tiba mau melahirkan. Sebab beberapa jam sebelumnya, saat diperiksa dr. Wongso katanya sudah “pembukaan dua”: Sebuah isyarat bahwa bayi di dalam kandungan istri saya tengah mengambil ancang-ancang akan menerjang ulu hati ibunya karena ingin segera keluar menemui kakek, nenek, ayah, dan kakak-kakaknya. Kami baru bubar hingga nyaris pukul 24.30 WIB. Namun tidak terjadi apa-apa dengan istri saya. Hanya sakit nyeri yang datang secara sporadis (kata orang Madura “ke’sake’ ambu”). Dan saya pun tidur dengan doa semoga besok saya bangun --tiba-tiba-- sudah ada bayi kecil di dekat istri saya. Begitu lelapnya saya tidur. Ketika istri teriak membangunkan saya, rasanya jantung mau copot. Sialnya, kesadaran saya agak lambat memulih, loadingnya cukup lama. Butuh waktu sekitar Dyah Ayu Sofia

1


15 detik sebelum akhirnya saya benar-benar sadar bahwa ini keadaan kritis. “Ayo yah cepat, kita segera ke Bu Dela,” serunya dengan panik, mengajak saya untuk segera ke tempat Bidan yang ada di desa kami. Menurutnya, ia merasa kantung cairan ketuban bayinya sudah pecah. Harus segera ditangani. Ia khawatir cairan ketuban itu habis sebelum bayinya lahir. Itu akan membuatnya sulit melahirkan karena sudah tak ada “pelumas” yang berfungsi membantu bayinya melompat keluar dari dalam perut. Buru-buru saya membangunkan ibu, mencari konci mobil dan dompet. Sekilas saya melirik jam dinding, jarumnya menunjukkan pukul 03.10 WIB. “Ini belum adzan Subuh,” gumamku dalam hati, sebab biasanya adzan baru berkumandang pukul 04.08 WIB. Tanpa cuci muka saya menyambar kopiah di atas lemari. Secepat kilat membuka pintu dan menghidupkan mesin mobil. Ma’ Rut, Bibi saya yang rupanya mendengar kepanikan kecil dari rumah kami langsung datang, ia ikut naik ke dalam mobil dan segera menutup pintu. Kami di dalam mobil hanya berlima: Saya, istri saya, Ibu dan Ma’ Rut, dan Ma’ Suh. Setelah mobil bergerak dan sampai di depan rumah Nom Sakdi saya teringat Ma’ Sumti, dukun bayi yang sebelumya juga membantu dua anak saya lahir bersama Bu Dela. “Oya, Ma’ Sumti diajak nggak?” tanyaku pada seisi Mobil. Semua sepakat berhenti dulu di depan rumah Ma’ Sumti. Dan jadilah kami berenam menuju rumah Bu Dela dekat rumah pak Kades, di ujung desa. 2

Walimatul Aqiqah


Sampai di Minian, kira-kira 500 meter sebelum rumah Bu Dela, saya mencoba menghubungi telpon selulernya dengan harapan begitu kami sampai ia sudah bangun dan langsung siap menangani istri saya. Nomor hapenya aktif, namun tak kunjung diangkat, tuuuuut … tuuuut… tuuuuttt… Saya agak panik, sebab ini hari Sabtu, khawatir ia pulang kampung lebih awal untuk berlibur. Baru setelah kami sampai di depan rumhanya telpon diangkat. “Oh, Mbak Nunung ya, oke mas bawa masuk aja,” katanya di ujung sana. Bersamaan dengan itu saya lihat suami Bu Dela menyibak kain gorden pintu depan rumahnya. Mungkin ia ingin memastikan bahwa yang datang bukanlah perampok atau sejenis hantu gentayangan. “Ayo langsung masuk ke kamar bersalin, ibu masih di belakang,” katanya setelah ia membuka pintu. Habis mengantar istri ke ruang bersalin saya duduk di ruang tamu. Membuka aplikasi Alquran di handphone dan mengaji surat Alwaqi’ah. Yang pertama, saya ingin memohon dimudahkan proses persalinan ini. Kedua, saya berharap apa yang didengar pertama kali oleh bayi istri saya adalah lantunan ayat Alquran. Selain itu bacaan Alquran ini sengaja saya keraskan denganmaksudkan agar terdengar istri saya. Sebab saya pikir, secara psikologis ini akan membuatnya tenang dan kuat. Sekalipun saya tidak duduk di sampingnya, tapi ia tahu saya terus mendoakannya agar selamat dan kuat menahan rasa sakitnya. Tidak sampai satu jam saya menunggu, Bu Dela tibatiba sudah berteriak, “Alhamdullilah, perempuan dan cantik,”. Saat itu saya lihat jam menunjukkan 04.13 WIB,

Dyah Ayu Sofia

3


pas 5 menit setelah adzan subuh berkumandang. Hujan tiba-tiba turun. Saya ambil wudu dengan air hujan di halaman rumah tempat bidan desa itu praktek. Kemudian saya masuk ke dalam ruang bersalin dan mengumandangkan adzan untuk bayi mungil yang masih merah itu. “Allahu Akbar, Asyhadualla Ilaha Illallah, Asyhaduanna Muhammadarrasulullah, Hayya Alassholah, Hayya Alalfalah, Allahuakbar Allahukbar, La Ilaha Illallah�... Dalam hati saya berharap kalimat ini akan menjadi pegangannya sepanjang hayat. Dia hidup, dia bahagia, dia kuat, dia cerdas, bahkan hingga mati adalah untuk kalimat ini. Amin.. !!!

4

Walimatul Aqiqah


Mengapa Bayi Ini Saya Beri Nama Dyah Ayu Sofia?

S

esaat setelah anak ketiga ini lahir, saya belum memikirkan siapa namanya. Sekalipun sebelumnya pernah cari-cari, tapi kebahagiaan saat pertamakali melihatnya di ruang bersalin membuat saya lupa untuk memikirkan soal nama. Beberapa jam kemudian kami pulang dari Bu Dela, banyak orang datang ke rumah. Mereka mengucapkan selamat dan menanyakan siapa namanya. “Saya menyiapkan tiga nama untuk anak ini,” kataku, “Menurutmu yang mana yang bagus. GITA, TIKA, atau MARINA?” “Yang paling bagus GITA, tapi nama lengkapnya siapa?” kata ponakan sepupuku. “Pilihanmu betul, lengkapnya adalah ARIMBI GITA PASHA”. Dia langsung tertawa. “Hahaha Arembi’ gita’ pasah (lahir sebelum bulan puasa),” katanya sampe keluar air mata. Setelah tawanya mulai reda ia masih bertanya. “Trus, dua sisanya itu apa, TIKA sama MARINA,” dia penasaran. “TIKA itu ketika, cocok untuk bayi yang lahir saat Dyah Ayu Sofia

5


Bulan Puasa. Sementara MARINA itu ya Marenah, cocok untuk bayi yang lahir setelah Bulan Puasa. Jadi yang paling pas memang GITA karena ini menjelang bulan puasa,� jawabku enteng. Ia kembali tertawa sampai terpingkalpingkal. Tapi itu semua cuma guyonan. Jauh hari sebelumnya saya sudah berusaha keras menemukan sebuah nama yang pas untuk anak saya ini. Dan karena menurut dokter kemungkinan besar berjenis kelamin perempuan maka saya mencari nama tokoh perempuan di masa lalu yang jejak sejarahnya baik dan banyak berguna buat umat manusia. Salah satu yang saya temukan adalah Dewi Anarawati, ada yang menyebutnya Dewi Drawati atau Darawati. Menurut sebagian sejarawan ia adalah tokoh intelektual yang menjadi dalang penyebaran Islam di nusantara. Putri Kerajaan Campa, bibi dari Raden Rahmat yang di kemudian hari kita kenal dengan nama Sunan Ampel. Sebelum Raden Rahmat ada di pulau jawa, Dewi Anarawati dikirim ke Kerajaan Majapahit menghadap Raden Brawijaya untuk ditawarkan menjadi istri Raja Majapahit itu. Karena kecantikan dan kecerdasannya, Raden Brawijaya jatuh cinta kepada Dewi Anarawati. Ia memperistrinya dan bahkan menceraikan istrinya yang ada walaupun ia sedang mengandung. Kepiawaiannya dalam berdiplomasi, membuat Dewi Anarawati berhasil membujuk sang Raden untuk memberikan keleluasaan bagi pemeluk Islam di Pesisir tanah jawa dalam belajar dan mengamalkan agamanya. Perjuangan tersebut tentu tidak mudah, sebab pada waktu itu 6

Walimatul Aqiqah


agama resmi di kerajaan Majapahit adalah Hindu. Tak hanya sampai di situ, Dewi Anarawati juga membujuk Raden Wijaya untuk membuat sebuah padepokan yang bisa digunakan Umat Islam untuk belajar seperti halnya padepokan yang dimiliki oleh umat Hindu. Permintaan itu diluluskan dan Raden Barawijaya menghadiahkan sebuah tanah perdikan untuk membangun padepokan sebagaimana diinginkan Dewi Anarawati. Tanah perdikan itu bernama Ampel Denta, tidak jauh dari kawasan pelabuhan Surabaya. Setelah pedepokan dibangun, Dewi Anarawati kembali mengajukan sebuah permohonan kepada Raden Brawijaya: Ia ingin mendatangkan Kakak Iparnya dari kerajaan Campa. Sebab padepokan tanpa seorang guru tidak akan ada gunanya. Pria yang ingin ia datangkan itu adalah Maulana Malik Ibrahim, suami kakaknya. Singkat kata permohonan itu pun dikabulkan. Maulana Malik Ibrahim berangkat dari Campa disertai oleh dua orang anaknya, yakni Raden Rahmat (Sunan Ampel) dan Sayyid Ali Murtadla (Sunan Santri). Dari tangan merekalah Islam tersebar secara massif di tanah jawa. Legitimasi dari kerajaan Majapahit lewat Dewi Anarawati membuat mereka mudah diterima masyarakat. Islam terus membesar dan berdiri pondok pesantren di manamana, Raden Rahmat mempersiapkan para ulama yang akan terus mengembangkan Islam di Nusantara. Apa arti Anarawati dari sisi bahasa? Saya tidak tahu. Bagi saya, Semangat dan jasanya sudah lebih dari cukup sebagai alasan untuk menjadikannya nama buah hati saya. Tentu dengan harapan kelak ia akan menjadi

Dyah Ayu Sofia

7


orang berguna bagi bangsa dan agamanya seperti Putri Campa itu. *** Selain Dewi Anarawati, tanpa sengaja saya menemukan nama yang lain. Saat itu, sepulang dari kuliah, di dalam mobil saya mendengar kisah para sahabat Nabi yang disiarkan oleh sebuah radio di Sumenep. Sahabat itu adalah Sofia, istri Nabi. Diceritakan, perempuan ini adalah perempuan pemberani yang melindungi Nabi saat umat Islam kalah dalam sebuah peperangan. Saat itu para sahabat, yang mayoritas kaum pria, mulai kocar-kacir dan lari menyelamatkan diri masing-masing. Mereka lupa dan membiarkan Nabi jatuh dalam sebuah perangkap dan nyaris terbunuh. Saat itulah Sofia datang, dan berseru kepada para sahabat pria yang lari tunggang langgang itu bahwa dia akan melindungi Nabi sekalipun seorang diri tanpa dibantu oleh para sahabat kaum lelaki. Mendengar hal itu, para sahabat berbalik dan kemudian membentuk barisan. Mereka bahu membahu membantu Nabi hingga berhasil keluar dari kepungan musuh dan kembali ke Madinah dengan selamat. Setelah saya telusuri, Sofia adalah wanita Yahudi putri Huyay, Ketua Suku Bani Nadzir. Sejak kecil dia menyukai ilmu pengetahuan, rajin mempelajari sejarah dan kepercayaan bangsanya. Dari kitab suci Taurat dia membaca bahwa akan datang seorang nabi dari jazirah Arab yang akan menjadi penutup semua nabi. Pikirannya tercurah pada masalah kenabian tersebut, terutama setelah Muhammad muncul 8

Walimatul Aqiqah


di Mekkah. Dia sangat heran ketika kaumnya tidak mempercayai berita besar tersebut, padahal sudah jelas tertulis di dalam kitab mereka sendiri. Demikian juga terhadap ayahnya, Huyay bin Akhtab, yang sangat gigih menyulut permusuhan terhadap kaum Muslim. Hingga pada suatu saat sukunya bertempur melawan umat Islam dan ia menjadi tawanan perang. Saat dibawa kehadapan Nabi, ia ditanya beberapa hal. Dalam sebuah hadits Anas bercerita “Rasulullah ketika hendak menikahi Shafiyyah binti Huyay bertanya kepadanya, ‘Adakah sesuatu yang engkau ketahui tentang diriku?’ Dia menjawab, ‘Ya Rasulullah, aku sudah rnengharapkanmu sejak aku masih musyrik, dan memikirkan seandainya Allah mengabulkan keinginanku itu ketika aku sudah memeluk Islam.” Ungkapan Shafiyyah tersebut menunjukkan rasa percayanya kepada Muhammad dan rindunya terhadap Islam. Saat itu Nabi kemudian bertanya, Apakah ia mau menjadi istri Nabi atau dikembalikan kepada keluarganya? Sofia memilih untuk menjadi istri Nabi, ia tidak mau dikembalikan kepada keluarganya. Apa makna Sofia dari sisi bahasa? Sofiyyun dalam bahasa Arab berarti suci dan murni, atau menawan. Sedangkan dalam bahasa Yunani Sophia berarti kebijaksanaan. *** Lalu mengapa tidak digabung saja menjadi Sofia Anarawati? Saya ingin gelarnya saja, yakni Dyah Ayu. Dahulu, seorang putri di kerajaan Majapahit bergelar Dyah Ayu. Sekali lagi itu hanyalah gelar, bukan nama.

Dyah Ayu Sofia

9


Tapi pada anak saya, saya ingin menjadikannya nama sebagai wujud doa dan keinginan agar kelak ia bisa menjadi seorang pemimpin. Tentu pemimpin yang Ayu hatinya dan juga parasnya. Yang cerdas seperti Sofia istri Nabi, yang mulia hatinya seperti arti literik (lughawi) nama tersebut. Dyah Ayu Sofia. Sehari-hari saya kan memanggilnya SAFA.

10

Walimatul Aqiqah


Dyah Ayu Sofia

11


12

Walimatul Aqiqah


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.