Abah Abah
![]()
“Bah, aku sekarang udah resign dari kerjaan,masih coba apply kerjaan baru sih, tapi sambil nyari-nyari, aku juga sambil freelance dulu buat nambah-nambah uang tabungan, Ina udah mau masuk kuliah loh bah, dia masuk kuota jalur prestasi, abah pasti bangga sama Ina. Kalau Yoyok kemarin rangking 1 di kelas bah, besok dia juga udah naik ke kelas 9 Udah pada gede ya bah sekarang Oiya, emak juga sehat, kami semua sehat, Cuman udah gak serame dulu bah, abah pergi duluan sih, jadi gak ada yang ngelawak lagi kan.” Kataku di depan makam abah.
“Abahhhh… tolongg, ini krannya mampet lagi, emak butuh ngerebus air buat mandi Yoyok, bentar lagi dia berangkat sekolah bah.” Suara emak dari dapur belakang selalu terdengar sangat keras.
“Iya mak iyaa, ini abah benerin krannya ” Jawab abah bergegas menuju sumur belakang tempat popma air.
Keluarga kami adalah keluarga sederhana, bisa dibilang berkecukupan lebih tepatnya. Kami serumah berlima, ada abah, emak, aku, Ina, dan Yoyok. Seperti keluarga sederhana pada umumnya, kami tidak memiliki rumah yang besar dengan halaman luas dan pagar sekeliling rumah. Rumah kami sederhana saja, tidak mewah tapi nyaman ditinggali Abah adalah sosok yang memberikan warrna di rumah kami, abah selalu berhasil membuat kami tertawa saat kami makan bersama. Iya, meskipun kami bukan orang kaya, tapi aturannya jelas, waktu makan adalah waktunya bersama untuk berbagi cerita. Setiap malam, dengan lauk seadanya, kami berlima duduk melingkar di atas tikar yang sudah mulai berlubang, untuk menyantap makanan dan berbagi cerita masing-masing tentang hari itu. Setiap saat giliran abah bercerita, abah selalu berusaha mencairkan suasana dengan lelucon buatannya, tapi kalau boleh jujur, sebenarnya lelucon abah tidaklah lucu, tapi justru karena abah yang bercerita, apalagi didukung dengan perawakannya yang tinggi besar dan berkumis tebal, rasanya tidak cocok orang seperti abah melakukan hal konyol seperti itu, ketidakcocokan itulah yang berhasil membuat kami sekeluarga tertawa bersama.
Aku adalah anak pertama dari tiga bersaudara, namaku Bachrul, tapi di rumah lebih sering dipanggil Abang Dua adikku ada Ina dan Yoyok Ina sudah mau masuk SMA tahun ini, kalau Yoyok dia akan segera naik ke kelas 6. Sejak kepergian Abah 3 tahun silam, aku yang menjadi tulang punggung keluarga, dan sekeras yang aku bisa, aku berusaha menggantikan sosok abah di keluarga ini.
Satu-satunya sumber pendapatan di keluarga ini ya dari abah, emak adalah ibu rumah tangga biasa yang tidak bekerja, ya sesekali emak memang diminta bantuan oleh tetangga untuk menjaga anak mereka lalu diberi bayaran sebagai gantinya Jadi ketika abah meninggal dunia karena sakit waktu itu, ekonomi keluarga mandeg dan selama 3 tahun ini aku berjuang sekeras mungkin untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan uang yang cukup untuk membahagiakan emak, Ina, dan Yoyok. Setelah jungkir balik yang begitu luarbiasa, akhirnya aku mendapat posisi yang cukup di satu perusahaan independen milik salah satu teman semasa Kuliah
Meski abah hanya bekerja sebagai pegawai di kantor kelurahan tapi berkat kerja keras, perjuangannya membuahkan hasil Aku berhasil lulus kuliah dan mengemban gelar sarjana, sesuai mimpi beliau. Selain karena aku mahasiswa bidikmisi, berkat abah aku bisa mendapatkan gelar itu. Beliau selalu mengusahakan untuk bisa menjadikan anaknya sarjana, katanya, supaya hidupku setidaknya bisa lebih baik dari yang abah jalani. Tapi sebulan sebelum aku diwisuda, abah harus pergi meninggalkan kami sekeluarga, kendala biaya menjadi salah penyebab perawatan abah tidak bisa dilanjutkan, kebetulan abah punya penyakit maag yang cukup akut, sakitnya kambuh-kambuhan, apalagi setiap menjelang akhir bulan. Waktu itu karena sudah sangat parah abah sampai harus masuk ICU yang berakibat pada nyawa abah yang tidak bisa terselamatkan.
Selepas abah pergi, aku tahu persis kalau emak hanya berpura-pura baikbaik saja padahal emak sudah tidak punya tabungan sama sekali untuk menghidupi kami bertiga. Beruntung aku memiliki kenalan yang cukup banyak di kuliahan, jadi sesaat setelah aku lulus, aku langsung mencari pekerjaan melalui beberapa kenalanku di kuliahan. Setelah apply sana, apply sini akhirnya aku dapat perkerjaan yang lumayan besar gajinya. Cukuplah, untuk menyambung hidup dan membiayai sekolah Ina dan Yoyok Aku bekerja begitu keras, bahkan kadangkadang aku sampai overtime supaya di akhir bulan dapat uang lembur tambahan. Syukurnya, jabatanku cepat naiknya, dalam beberapa bulan saja aku yang berstatus sebagai fresh graduate bisa naik 2 jabatan sekaligus, sungguh ini rezeki untuk emak, Ina, dan Yoyok.
Pekerjaan ini mengharuskanku tidak pulang beberapa waktu, sebetulnya jarak dari rumah ke kantor tidak begitu jauh, kalau lancar, kurang lebih satu setengah jam perjalanan dari rumah, tapi karena kadang harus ada proyek luar
kota aku jadi jarang pulang ke rumah. Sampai pada hari kesekian aku sering tidak pulang, emak menghubungiku melalui telefon.
“Bang, lebaran ini abang di rumah kan?” tanya emak mengawali obrolan.
“Maaf mak, abang ada proyek besar, uangnya juga lumayan, ini bisa buat tambah-tambah biaya uang sekolah Ina dan sekolah Yoyok, emak juga nanti bisa beli panci dan peralatan masak yang udah pada rusak di rumah.” Jawabku mencoba menjelaskan ke emak.
“Memangnya proyeknya berapa lama bang?” emak melanjutkan obrolan
“Itu mak... Mmm... dari H-7 lebaran sampai nanti H+7 lebaran, abang dipercaya jadi delegasi kantor, jadi abang gak mungkin nolak proyek ini mak”
“Oh yaudah bang, yang penting abang jaga sehat ya bang!”
Baru kali ini emak menelfon kapan kepulanganku, padahal dari sejak SD sampai Kuliah emak selalu membiarkan aku berkegiatan. Aku merasa memang pekerjaan ini memberikan banyak bantuan ekonomi ke keluargaku, tapi sedikit banyak juga mengambil momen-momen kebersamaanku dengan emak, Ina, dan Yoyok. Sejak abah meninggal dunia, suasana rumah tidak seramai dulu, ditambah aku yang pulang hanya beberapa kali seminggu semakin menambah keheningan di dalam rumah. Aku lupa kapan terakhir kalinya kami berempat makan bersama duduk melingkar di atas tikar, meski sekarang tikarnya sudah tidak berlubang karena sudah beli yang baru dan kami bisa makan dengan lauk apa saja yang kami ingin beli tapi kesempatannya yang tidak ada.
Genap dua tahun aku bekerja, aku merasa ada sesuatu yang hilang dalam diriku. Aku merasa yang aku lakukan sudah begitu keras, uang sudah cukup, Ina sekolah dengan lancar, kebutuhan sekolah Yoyok juga terpenuhi, emak sehat dan semua kebutuhan kami bisa tercukupi. Tetapi selalu ada perasaan mengganjal setiap kali aku menjelaskan ke emak aku tidak bisa pulang karena pekerjaan.
Perasaan tidak enak dan merasa bersalah karena tidak bisa hadir di rumah setiap kali aku diperlukan Tapi apa boleh buat, aku tidak mungkin resign lalu pindah ke pekerjaan yang lebih santai, beban berat pekerjaan ini merupakan bentuk kerja keras yang harus aku lakukan demi membahagiakan emak, Ina, dan Yoyok.
Lagipula tidak ada yang menjamin setelah aku resign aku akan dapat pekerjaan
“Iya mak, emak juga sehat-sehat di rumah” aku mengakhiri obrolan dan menutup telefon 4 Abah
yang sebaik pekerjaan ini. Emak pasti mengerti keadaanku dan bisa memahami maksudku. Iya, seharusnya emak mengerti.
“Bang, besok Yoyok ulang tahun, abang ingat, kan?” tanya Ina sebelum berangkat sekolah.
“Iya, abang ingat, besok kita makan malam bersama ya, kita juga udah lama kan gak makan bersama?”
“Abangg mau ngajak kita makan di luar bang?” suara Yoyok menyahut percakapan kami.
“Iya, kalau urusan abang di kantor beres, kita makan di luar ya, bareng sama emak juga.” Aku menimpali pertanyaan Yoyok.
“Yeaaayy, makasih ya bang ” Yoyok terdengar begitu senang
Keesokan harinya, aku berangkat kantor seperti biasanya. Hari ini kantor ada rapat dengan salah satu investor yang mau membantu mengembangkan kantor kami. Kebetulan kantor kami bergerak di bidang teknologi, karena progres yang baik selama beberapa bulan ke belakang, ada investor yang tertarik untuk membantu biaya pengembangannya. Setelah rapat dengan investor, aku diminta tolong untuk membantu menyiapkan berkas-berkas MoU untuk bisa segera digunakan keesokan harinya Lumayan banyak yang perlu dipersiapkan, karena suntikan dana yang diberikan juga besar. Aku bersama teman satu kantor berupaya agar kerjasama bisnis ini berhasil dan mencapai kesepakatan. Jadi mau tidak mau aku juga harus lembur untuk membantu menyelesaikan ini semua.
Semalam aku pulang terlalu larut, dan aku lupa memberi kabar orang rumah karena terlalu sibuk menyiapkan berkas-berkas. Pagi harinya, aku menemui Yoyok sebelum berangkat sekolah
“Yok, abang minta maaf ya, ternyata kerjaan abang di kantor kemarin, gak bisa beres cepet, ada urusan mendadak. Tapi, ini ada hadiah buat Yoyok, hasil dari kerjaan abang kemarin. Selamat ulang tahun ya, semoga panjang umur!” kataku menjelaskan kepada Yoyok.
“Iya bang, gak papa, makasih ya bang ” Jawab Yoyok sedikit lesu, mungkin dia masih kecewa karena semalam tidak jadi makan bersama.
Hampir setiap hari kegiatan yang aku lakukan selalu sama. Bangun, siapsiap, kerja, pulang, tidur, kadang ditambah lembur sampai malam atau proyek ke luar kota berhari-hari. Semua aku lakukan demi bisa membahagiakan emak, Ina, dan Yoyok, semampuku, sebisaku. Meski sekarang jarang makan bersama lagi, 5 Abah
tapi aku juga tidak jarang memesankan makanan yang sama seperti yang aku makan di kantor lewat layanan pesan antar ojek online untuk mengirimkan makanan ke rumah. Setidaknya, meski tidak bisa makan bersama, tapi emak, Ina, dan Yoyok bisa menikmati makanan yang sama dengan yang aku makan.
Seperti biasanya, malam ini aku harus lembur lagi, karena ada kerjaan tambahan yang harus diselesaikan besok pagi, dan belajar dari pengalaman sebelumnya, aku mencoba menghubungi emak untuk menjelaskan kalau aku akan pulang telat.
“Halo Mak, abang kayaknya malam ini pulang telat lagi” kataku mengawali percakapan.
“Iya halo bang, abang capek gak?” tanya emak lirih.
“Ehehehee... Engga mak, gak papa, abang gak cape kok.” Jawabku sedikit berbohong ke emak.
“Iya udah, abang jaga sehat ya, jangan lupa istirahat ya bang ”
“Iya mak, yaudah dulu mak, abang lanjut kerja dulu” aku menjawab seraya menutup telfon.
Emak memang selalu seperti ini, pesannya selalu sama, “abang jaga sehat ya” tidak pernah berubah dari dulu sampai sekarang. Akhir-akhir ini memang kesehatanku sering drop, ya mungkin karena sedikit kecapekan, dan urusan kantor yang sedang banyak-banyaknya. Tapi aku mencoba tetap baik-baik saja, karena aku hanya ingin melakukan yang terbaik untuk emak, Ina, dan Yoyok Abah pasti juga akan melakukan hal yang sama kalau beliau masih hidup, abah pasti akan bekerja lebih keras setiap harinya untuk memastikan emak, aku, Ina dan Yoyok baik-baik saja. Aku, harus bisa menggantikan sosok abah
Hari ini, aku dipromosikan untuk naik jabatan. Posisiku akan semakin enak, dan kerjaannya akan sedikit berkurang dari sebelumnya, walau tanggung jawabnya menjadi jauh semakin besar. Ini adalah hasil dari kerja kerasku selama hampir 3 tahun bekerja di perusahaan ini. Ini semua adalah buah yang manis sebagai hadiah untuk emak, Ina, dan Yoyok Aku harap, sekarang, aku sudah bisa menggantikan sosok abah untuk mereka. Di hari promosi jabatan ini, temanteman kantor memberikan perayaan kecil-kecilan untuk promosi jabatanku, mereka memberikan doa dan juga selamat atas pencapaian yang sudah aku dapat setelah berusaha dan bekerja begitu keras. Hari itu, rasanya hatiku seperti bermekaran, aku merasa sangat bahagia
6 Abah
“Kringgggg Kringgggg ” suara dering telfonku berbunyi seketika Ina menelfon.
“Iya halo, ada apa Na? abang masih ada urusan ini” tanyaku merasa sedikit terganggu.
“Emak banggg, emaaakk” suara Ina gemetar.
“Emak kenapaa? Kenapa? Emakk kenapaa Ina?” tanyaku dengan penuh kekhawatiran.
“Emak masuk rumah sakit bang, tadi pagi sehabis beli sayur, emak pusing kata Bu Eni tetangga kita, terus emak muntah-muntah, terus lemas dan gak sadarin diri bang” Ina menjelaskan dengan sedikit menangis
“Oke, sekarang emak di mana? Abang ke sana sekarang.” Aku berusaha tegar mendengar kabar ini.
“Emak di Rumah Sakit Harapan Bunda bang, cepet ya bang, Ina takut emak kenapa-napa”
“Iya, iya, iyaa, abang jalan sekarang, tunggu ya!” Aku bergegas menuju ke rumah sakit tersebut.
Setelah sampai di rumah sakit, aku bersyukur emak sudah siuman meski emak terlihat masih sangat lemas. Bibirnya pucat, wajahnya lesu, dan matanya sayu. Aku tidak pernah melihat emak seperti ini sebelumnya. Hari itu, rasanya seluruh hatiku tertusuk banyak sekali pisau, sakit sekali Aku tidak tega melihat emak tertidur tidak berdaya seperti ini. Kemudian, aku duduk di sebelah emak sambil memegang tangan beliau yang sedang diinfus dengan erat.
“Mak? Emak kenapa?” tanyaku lirih
“Emak gak papa bang, kayaknya karena banyak pikiran aja.” Emak mencoba meyakinkanku seperti tidak terjadi apa-apa.
“Apanya yang gak papa mak? Emak itu masuk rumah sakit loh ini,” jawabku sedikit tersengal.
“Emak, mikirin abang ya?” aku kembali bertanya ke emak
“Huuuhhh,” emak menarik nafas dalam.
“Iya bang, emak mikirin abang, abang udah kerja keras buat emak, Ina, sama Yoyok. Abang harus jaga sehat ya.” Emak melanjutkan.
“Emaaaaak...” air mataku mulai menetes satu persatu.
“Emak gak papa kok bang, masuk angin aja paling ini emak” sekali lagi emak mencoba meyakinkanku seperti sedang tidak terjadi apa-apa.
“Maafin abang ya mak? Abang ngelakuin ini semua, cuma karena abang pengin ngasih yang terbaik buat emak, Ina, sama Yoyok”
“Iya, emak tahu bang, emak paham maksud abang, emak cuman khawatir aja sama kesehatan abang” Emak menjawab seperti tanpa mempedulikan kesehatannya.
“Maaak... abang kangen abah... abang berusaha menggantikan sosok abah di rumah, tapi kayaknya abang gagal mak”
“Bang, dengerin emak. Abang gak perlu gantiin abah, abang juga gak seharusnya merasa perlu gantiin sosok abah Abah pasti akan jauh lebih bahagia, kalau abang menjadi diri abang sendiri. Emak udah bersyukur punya anak kaya abang, abang udah hebat”
“Iya mak, maafin abang ya mak” Air mataku keluar sejadinya, aku memeluk emak dengan begitu erat karena aku takut kehilangan orang yang aku sayangi, untuk kedua kalinya.
Akhir tahun tiba, pekerjaan yang banyak itu akhirnya selesai. Iya, akhirnya pekerjaanku selesai Selesai secara harafiah Setelah sekian kali memikirkan dengan segala pertimbangan yang mungkin terjadi, aku memustukan untuk resign dari pekerjaanku sekarang Aku menyadari ternyata kebahagiaan yang terpenting bukan seberapa banyak uang yang aku dapat dari pekerjaanku. Bukan barang apa saja yang bisa aku beli dari pekerjaanku. Bahkan bukan makanan enak yang bisa aku makan setiap hari yang kubeli dari uang hasil pekerjaanku. Tapi ternyata, yang membuat rumah ini berwarna adalah karena sekeras apapun abah bekerja, abah selalu punya waktu untuk kami sekeluarga Aku hanya menyadari bahwa abah adalah sosok pekerja keras, tapi aku lupa menyadari bahwa yang membuat suasana rumah ini menyenangkan adalah kebersamaan yang abah selalu bawa setiap makan malam. Akhirnya aku menyadari, sekeras apapun aku mencoba, sosok abah memang tidak akan pernah bisa aku gantikan, karena seharusnya abah memang tidak digantikan Dan pada akhirnya aku belajar, abah adalah manifestasi dari bentuk semangat kerja keras, dan emak adalah manifestasi dari bentuk menyayangi diri sendiri dan sekitarnya. Keduanya, sama-sama penting.
Muhamad Yafi Bagus Antasena atau yang lebih dikenal dengan
Muhamad Yafi merupakan mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi
Universitas Negeri Yogyakarta yang lahir di Bumiayu, 6 Mei 2001
Ketertarikannya dengan dunia tulis menulis dimulai sejak ia duduk di bangku SMP yang pada saat itu ia tuangkan lewat blog pribadinya. Selain itu, penulis juga sering menulis untuk konsumsi pribadi dan beberapa tulisan dibagikan melalui media
sosialnya. Cerpen ini merupakan karya ketiga setelah dua tulisan cerita pendek sebelumnya yaitu cerpen "Pada Akhirnya Aku Menyerah" dan cerpen "Pada Tiap-tiap Pertemuan". Penulis berharap melalui karya-karya kecilnya ini, pesannya dapat tersampaikan kepada para pembaca di mana pun berada Baginya menulis menjadi terapi untuk berbagi dengan diri sendiri, memberikan ruang untuk diri ini agar bisa merasa didengarkan melalui tulisan.
My Social Media:
@muhamadyafi
@peoplesayeverything
Selamatmenikmati!
bit.ly/BacaCerpenPTTP
bit.ly/BacaCerpenPAAM
Abahadalahsosokyangmemberikanwarrnadirumahkami,abah selaluberhasilmembuatkamitertawasaatkamimakanbersama Abah adalah sosok pekerja keras. Meski abah hanya seorang pegawai kelurahan tapi berkat abah, aku mendapatkan gelar sarjana persis seperti yang beliau mimpi-mimpikan. Katanya, supaya hidupku setidaknyabisalebihbaikdariyangabahjalani.Tapisebulansebelum akudiwisuda,abahharuspergimeninggalkankamisekeluarga Aku sebagai anak pertama, harus berjuang menjadi tulang punggung keluarga, dan sekeras yang aku bisa, aku berusaha menggantikan sosok abah di keluarga ini. Semua harus aku lakukan demi membahagiakanemakdanjugaduaadikkuyangmasihbersekolah.