Koran Memorandum Edisi 4 November 2021

Page 2

memorandum.co.id memorandumredaksi @gmail.com

SIDOARJO

KAMIS WAGE, 4 NOVEMBER 2021 HALAMAN 2

KEPALA BIRO: Budi Joko Santoso. WARTAWAN: Slamet Wibowo. PEMASARAN/IKLAN: Suprianto, Afin Mauludin. TELEPON/SMS REDAKSI/IKLAN BIRO SIDOARJO: 083831013777 EMAIL: areksidoarjo@gmail.com

Pengganggu Industri Kecil akan Ditindak Tegas Ayah Menghilang, Ibu Kerja Banting Tulang Sidoarjo, Memorandum Rasya Rizki Aisya (5), penderita penyakit hidrosefalus sehari-hari hanya bisa berbaring di tempat tidur. Praktis dia hanya ditemani Sukartini (62), sang nenek yang telaten merawat di rumah kontrakan di Desa Tenggulunan, Kecamatan Candi. Sedangkan Rizki Nada Nadia (24), ibu bocah malang tersebut bekerja di pabrik makanan ringan di Pasuruan. Pilihan itu terpaksa dilakukan karena menjadi tulang punggung ekonomi keluarga setelah ayah Rasya pergi tanpa pamit. Kondisi itu yang menyulut keprihatinan Wakil Bupati (Wabup) Subandi. Wabup menjenguk Rasya ditemani Sukartini dan tetangga sesama penghuni kontrak, Rabu (3/11). Didampingi kepala dinas kesehatan, kepala dinas Ssosial, dan pengurus Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kabupaten Sidoarjo, wabup memberikan bantuan berupa uang dan paket sembako. Tak hanya itu, Rasya juga ditawari dirawat di RSUD Sidoarjo untuk mendapatkan penanganan lebih baik. “Hari ini saya diperintah bapak bupati untuk melihat kondisi warga kurang mampu yang menderita sakit hidrosefalus. Ini harus ada perhatian lebih dari pemerintah terutama Pemkab Sidoarjo terkait masalah berobat,” kata wabup. Pemkab Sidoarjo, sambung wabup, bahkan mengupayakan semaksimal mungkin untuk memfasilitasi dan menanggung biaya pengobatan Rasya. “Kami dari pemerintah, bupati dan wakil bupati akan mengupayakan semampu kita dalam memberikan jaminan kesehatan terhadap warga Sidoarjo yang kurang mampu. Insyaallah pada hari ini (kemarin) akan dikirim ke rumah sakit dan semua biaya akan ditanggung oleh pemerintah,” tambahnya. Memang, hanya mengandalkan pendapatan dari Nadia sebagai orang tua tunggal, Sukartini mengaku keluarga tidak bisa berbuat banyak. Sebab, pendapatannya hanya cukup untuk bayar kontrakan dan kebutuhan makan sehari-hari. “Bahkan saat Bapak Wabup Subandi datang, Nadia tidak bisa mendampingi kami karena masih bekerja,” kata Sukartini. Dengan mata berkaca-kaca, Sukartini menceritakan selama ini untuk akses kesehatan sudah di-cover pemerintah melalui Kartu Indonesia Sehat (KIS-BPJS). Namun, dengan adanya bantuan dari Pemkab Sidoarjo yang akan memfasilitasi pengobatan dan menanggung semua biaya, pihaknya lebih bersyukur. “Terima kasih pak wabup, beban keluarga jadi lebih ringan,” ucapnya. (kri/jok/epe)

Sidak dilakukan setelah pemilik pabrik melaporkan adanya oknum yang mengganggu usahanya. Dengan mencari-cari kesalahan serta membuat laporan kalau izin usaha pembuatan kerupuk itu melanggar aturan. Padahal dari hasil sidak yang juga diikuti Camat Krian Achmad Fauzi, tidak ditemui pelanggaran yang dimaksud. “Saya melihat legalitas pabrik kerupuk ini sudah selesai semua, kalau ada kekurangan sedikit seperti kerusakan cerobong sudah biasa, ini juga sudah dibenahi,” kata wabup. Ia menegaskan, perigatan itu untuk mendukung upaya pemerintah dalam pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19. Karena itu, geliat industri kecil dan UMKM harus terus didorong untuk berkembang agar perekonomian bangkit kembali. Menurutnya semua itu butuh dukungan semua pihak. Salah satunya dari masyarakat agar percepatan pemulihan perekonomian segera terwujud. “Ini lagi pandemi, kita lagi meningkatkan UMKM agar

perekonomian di Sidoarjo kembali pulih, oleh karenanya jangan sekali-kali mengganggu pemulihan perekonomian yang ada di Sidoarjo,” pintanya. Subandi juga peringatkan kepada jajarannya untuk berhenti mencari kesalahan pelaku usaha. Seperti halnya terkait perizinan usaha. Wabup bahkan meminta pelaku UMKM dan industri kecil melapor ke kecamatan atau dirinya langsung. “Perekonomian seperti ini, orang kerja diganggu, ini yang tidak benar! Kita pertegas, saya sebagai wakil bupati, kalau ada oknum-oknum seperti ini kita tindak saja,” ucapnya. Mantan ketua komisi A DPRD Sidoarjo itu akan terus mengawal kegiatan peningkatan perekonomian di Kabupaten Sidoarjo. Seperti peningkatan perekonomian di Kecamatan Krian melalui geliat perusahaan pembuatan kerupuk seperti ini. Terdapat 150 lebih warga sekitar yang bekerja dalam perusahaan kerupuk tersebut. Karenanya, ia sedih bila ada karyawan yang tidak lagi bisa bekerja gegara ulah oknum

FOTO: MEMORANDUM/BWO

Wabup Jenguk Bocah Penderita Hidrosefalus

Wabup Sidoarjo meninjau pabrik kerupuk di Terik yang mengeluhkan ada pihak memungut upeti berdalih izin usaha.

seperti itu. “Jangan sampai ada yang mengganggu peningkatan ekonomi di Kecamatan Krian Desa Terik. Isyaallah saya dan pak camat akan mengawal kegiatan-kegiatan diperusahaan ini, kasihan ini ada 150 lebih karyawan,” ujarnya. Pemilik CV Sumber Karya Ihyak mengaku, pihaknya selama ini sudah memenuhi ketentuan-ketentuan dalam

menjalankan usahanya. Bahkan hubungan dengan tetangga sekitar rumah dan tempat usahanya juga tidak ada masalah. Tapi, masih ada saja yang mencari-cari kesalahan. Ihyak mengaku sangat dirugikan karena menggangu usaha pembuatan kerupuknya. Ini juga berimbas pada kenyamanan pegawainya.

Pj Kades Grinting Ajak Warga Sukseskan Vaksinasi Sidoarjo, Memorandum Penjabat Kepala Desa (Pj Kades) Grinting, Herawati, mengimbau warga desa di Kecamatan Tulangan i t u u n t u k m e n g i k u t i a n j u ra n pemerintah mematuhi protokol k e s e h a t a n ( p ro k e s ) . Im b a u a n tersebut dikeluarkan lantaran saat ini Kabupaten Sidoarjo masih berstatus zona kuning dan kasus aktif masih ada. “Atas nama pemerintah desa kami mengimbau kepada semua

masyarakat untuk tetap patuhi prokes,” ujar Herawati, Rabu (3/11). Herawati mengatakan, saat ini pemerintah sedang memerangi dan menanggulangi penyebaran Covid-19. Salah satunya melalui program percepatan vaksinasi. Oleh karena itu, selain warga diimbau untuk menaati prokes, juga didorong bagi yang belum vaksin agar segera mendatangi gerai vaksinasi terdekat. “Kami mendorong dan mengajak warga untuk turut

sukseskan program vaksinasi Covid-19 pemerintah,” ujar dia. Selain itu, Herawati juga meminta kepada semua warganya untuk lebih menerapkan pola hidup sehat. Yakni, pola hidup bersih dan tetap selalu menggunakan masker saat keluar rumah. “Karena dengan memakai masker, semua jadi sama-sama melindungi, dan mengantisipasi terjadi lonjakan Covid-19,” kata dia. (bwo/jok/epe)

PCR Normal bandara. Ia staf dari perusahaan penerbangan. Saya sampaikan keluhan Si 5i –yang juga seorang dokter itu. Jawaban dari bandara itu saya teruskan ke Si 5i. Agar tidak kehilangan kecantikannyi. “Correction... ternyata memang belum Pak Dahlan..di lapangan masih tetap mengacu ke SE 88, artinya masih tetap menggunakan PCR..”. Tanpa PCR lagi memang sudah diumumkan. Tapi baru lisan. Yang di bawah rupanya menganggap lidah itu tidak ber –Anda sudah tahu terusannya. Kapan peraturan baru mulai berlaku? “Me s k i p e m e r i n t a h s u d a h memperbolehkan antigen kita tetap menunggu SE terbaru.” Jadi, kapan mulai berlaku? Mungkin mulai hari ini. Mungkin besok. Mungkin juga kapan-kapan. Tergantung kapan SE-nya sampai ke yang di bawah. Staf di bandara itu semula juga

“Semua aturan sudah kita penuhi, kita patuh dan tidak ada yang dilanggar. Yang mencari rezeki dari usaha kerupuk ini bukan hanya saya saja. Ada banyak pekerja yang nasibnya menggantungkan dari usaha ini. Kami mohon Pemkab Sidoarjo bisa melindungi pelaku usaha industri kecil seperti kami, bayar pajak pun juga kita taat,” pintanya. (bwo/jok/epe)

FOTO: MEMORANDUM/BWO

Didampingi sang nenek, Rasya yang hanya tergolek lemah di tempat tidur dijenguk Wabup Subandi.

Sidoarjo, Memorandum Wakil Bupati (Wabup) Sidoarjo H Subandi tegas minta pengganggu pelaku usaha kecil ditindak tegas. Pernyataan keras itu disampaikan setelah sidak industri kecil pembuatan kerupuk CV Sumber Karya di Desa Terik, Kecamatan Krian, Rabu (3/11).

Herawati

Sambungan dari halaman 1 mengira kemarin tidak perlu ada PCR lagi –untuk penerbangan seluruh Jawa Bali. Ia sudah sempat menjawab pertanyaan saya: “sudah berlaku”. Ia masih dalam perjalanan ke bandara. Setiba di tempatnya bekerja ia sendiri baru tahu: masih belum berlaku. Ia pun menyusulkan jawaban koreksi tadi. Begitulah. Atas dan bawah memang tidak sama. Tapi berita itu setidaknya sudah bisa membuat begitu banyak orang yang gembira. SE (surat edaran)nya mungkin masih diketik. Tinggal dimintakan tanda tangan. Distempel. Lalu diberi nomor surat. Beres. Mungkin SE itu akan keluar hari ini. Atau besok. Setidaknya pasti akan keluar. Kalau tidak diralat. Alasan untuk meralat bisa banyak. Misalnya, apakah itu tidak mengendurkan kewaspadaan? Terutama kalau dikaitkan dengan kemungkinan munculnya

Covid gelombang tiga? Bukankah menurunkan ongkos PCR sudah cukup? Bukankah kita harus hati-hati? Ongkos PCR memang sudah turun drastis: dari Rp 750.000 ke Rp 275.000. Atas perintah langsung dari Presiden Jokowi. Untuk luar Jawa dari Rp 800.000 ke Rp 300.000. Presiden hampir selalu jadi pahlawan penurunan harga apa saja. Saya sendiri, tahun ini, baru satu kali PCR. Rabu minggu lalu. Ketika harus ke sebuah bank di Jakarta. Untuk rapat keesokan harinya. Semua peserta rapatnya harus lulus PCR. PCR itu saya lakukan secara drive through –di dalam kompleks Gelora Bung Karno. Sekalian makan siang di Plataran Hutan Kota yang ada di sebelahnya. Saya baru tahu: di dalam lahan GBK ternyata dibangun resto baru. Besar sekali. Indah sekali. “Berapa?” tanya juru bayar saya. “Yang 16 jam atau 24 jam?” Kalau hasilnya baru didapat 24 jam

kemudian tentu terlambat. “Yang 16 jam,” jawab orang saya. “Rp 750.000,” jawab petugas. “Kan sudah turun jadi Rp 275.000,” ujar Si juru bayar. “Itu baru berlaku besok,” jawabnya. Berarti saya kecepetan satu hari. Ya sudah. Belum rezeki. Yang paling senang atas penurunan tarif PCR itu tentu Garuda Indonesia dan Citilink. Terutama Citilink. Anak perusahaan Garuda ini masih mampu terbang di banyak jam dan di banyak rute. Sudah jauh mengalahkan bapaknya. Surabaya-Jakarta, misalnya, Citilink sudah bisa terbang 13 kali sehari. Garuda tinggal 3 kali sehari. Citilink memang mampu membayar BBM ke Pertamina. Juga mampu membayar cicilan dan sewa pesawat. Sedang Garuda sudah serba sulit. Bukan saja menghadapi Pertamina, tapi juga pemasok yang lain. Terutama pemasok onderdil. Yang kini

hanya mau kirim barang kalau dibayar kontan. Lion Air hampir tidak terpengaruh oleh penurunan tarif PCR itu. Lion sudah mampu ‘’menurunkan’’ sendiri. Sejak tiga bulan lalu. Itu karena Lion membeli sendiri bahan-bahan dan peralatan PCR/Antigen. Lalu menyerahkannya ke poliklinik yang ia tunjuk. Yakni klinik yang sudah dapat izin tes Covid dari pemerintah. Di klinik-klinik itulah –di banyak kota– Lion bisa memfasilitasi penumpangnya untuk PCR murah. Sudah Rp 275.000 sejak lama. Mungkin segera menjadi Rp 250.000. Agar tetap lebih murah dari ketentuan baru pemerintah. Begitulah ‘’bocoran’’ yang saya dapatkan. Selasa kemarin Lion sudah bisa menerbangkan 170 pesawat. Dengan jumlah penumpang sudah lebih 120.000 orang sehari itu. Lion sudah hampir normal. Lion

bisa curi start. Jakarta-Bali saja, hari itu, sudah 17 kali penerbangan. Dengan jumlah penumpang sudah melewati angka 6.000 orang. Lion memang bisa kulakan PCR dengan harga normal: Rp 100.000 per kit. Tentu masih harus ditambah biayabiaya lain: tenaga, ongkos kirim ke klinik-klinik, dan fee untuk klinik. Bisa jadi Lion justru masih bisa dapat untung dari PCR-nya yang murah. Tentu Lion tidak bisa menetapkan harga terlalu murah –bisa dikerdipi kanan-kiri-atas-bawah. Tentu ada juga yang kurang senang atas penurunan tarif PCR itu. Bukan soal murahnya. Tapi soal ‘’mengapa selama ini terlalu mahal’’. Medsos begitu riuhrendah mempersoalkannya. Saya kutipkan salah satu saja –yang tajamnya masih tergolong masih biasabiasa saja: “Realitas yang melumpuhkan akal sehat..Dari 3 jt, 1,5 jt, 880 rb, 500 rb, 300 rb ....akhirnya 0”. (*)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.
Koran Memorandum Edisi 4 November 2021 by memorandum - Issuu