4
P
http: lpmredlineparepare.blogspot.com @Red Line news
ada tahun 2015, cukup banyak yang mesti diperbaiki dalam sistem pendidikan di Indonesia. Misalnya saja Pada pelaksanaan ujian Nasional. Ujian nasional tidak lagi menimbulkan efek positif kepada siswa, guru sampai kepala sekolah. Malah sebaliknya, pastinya pihak sekolah sangat ingin untuk mempertahankan citra sekolahnya. Apabila ada satu siswa yang tidak lulus, ini akan menimbulkan efek yang besar buat sekolah, untuk itu banyak cara-cara yang mestinya tidak dilakukan sekolah untuk mensukseskan ujian nasional. Hal yang lumrah
Statements
yang sudah mengatmosfir yaitu bimbel, banyak sekali siswa-siswi yang masuk bimbel, hanya untuk mendapatkan kunci. Walaupun tidak semua bimbel yang memberikan. Dilain sisi, siswa-siswi yang benar-benar belajar tidak ada cara lain untuk lulus selain dengan cara belajar. Namun tak semua siswa-siswi yang masuk dalam kategori tersebut. Karena kebanyakan dari siswa-siswi kita adalah nilai oriented, yaitu berusaha hanya untuk mendapatkan nilai yang tinggi dengan berbagai macam cara, apapun itu. Sampai hal yang sejatinya tidak perlu dilakukan
oleh guru yaitu memberikan kunci jawaban kepada semua siswanya dan konon kabarnya, ada sekolah-sekolah yang sampai membentuk “tim sukses� untuk mensukseskan UN, dengan membantu siswa agar lulus. Semua hal itu dilakukan hanya demi sebuah kelulusan. Maka tak salah cetakan sistem pendidikan kita sekarang akan melahirkan sosok pemimpin rakyat yang tidak amanah dan korupsi. Ditambah rendahnya kualitas kertas ujian yang mudah sobek dan keterlambatan pendistribusian soal-soal ke sekolah-sekolah di beberapa provinsi atau kota, seperti Bogor, Sumatera Utara, Bali, NTT, NTB dan lain-lain. Menyebabkan tingginya tingkat kebocoran soal bagi daerah-daerah yang belum mendapatkan soal. Itu semua harus menjadi baham perhatian yang tinggi bagi pemerintah.net
Pemimpin Redaksi: Nur Janna, Sekretaris: Nani Rahayu, Bendahara: Satriana, Koordinator Liputan: Mawardy Hudawy, Redaktur: Intan, Sirkulasi: Husnil Mubarak, Desy Arum Sunarta, Fitria Mahmud, Reporter, Ayub, Henni Liastuti, Angkatan Magang 2014. Sekretariat Redaksi LPM Red Line STAIN Parepare: Samping gedung A jurusan Tarbiyah (Depan Gedung P3M) kampus STAIN Parepare, email: lpmredline@yahaoo.com, blog: lpmredlineparepare.blogspot.com.
Buletin Red Line edisi XII Mei 2015
Ukir Semesta, Tuntas Akurat, Memberitakan
Buletin AN I PENDIDIK R A H H A R SEJA Hari pendidikan yang sering diperingati setiap tanggal 2 Mei. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya, itulah slogan yang sering kita dengar di republik tercinta ini. Pahlawan merupakan sosok yang sangat berarti bagi perkembangan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebut saja pahlawan kemerdekaan yang telah berjuang dengan darah, air mata, jiwa, raga serta nyawa hingga kita bisa menghirup udara kemerdekaan seperti sekarang ini. Tanpa jasa mereka yang telah berjuang merebut serta mempertahankan kemerdekaan entah seperti apa negara kita saat ini. Pahlawan tidak selalu identik dengan mengangkat senjata dan berperang meski sebagian besar penafsiran menyatakan bahwa pahlawan adalah orang yang berjasa membela negara melalui medan perang. Namun sesungguhnya siapa saja yang telah berjasa membawa bangsa ini menuju kemajuan baik dibidang sosial, budaya, teknologi, kesehatan, pendidikan dan lain-lain yang kesemuanya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia maka patut kiranya kita Ukir Semesta, Tuntas Akurat, Memberitakan
NASIONAL
beri julukan sebagai pahlawan.
Salah seorang yang berjasa memajukan pendidikan di Indonesia dan disebut sebagai bapak pendidikan nasional adalah Ki Hajar Dewantara. Ia lahir di Yogyakarta pada 2 Mei 1889 dan diberi nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat yang berasal dari keluarga di lingkungan kraton Yogyakarta. Saat usianya genap 40 tahun ia berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Sejak saat itu Ki Hajar Dewantara tak lagi menggunakan gelar kebangsawanan Raden Mas di depan namanya, hal ini bertujuan agar ia bisa bebas dekat dengan kehidupan rakyat tanpa dibatasi oleh ningrat dan darah biru kehidupan keraton. Ki Hadjar Dewantara menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda), kemudian melanjutkan ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumi Putera) namun karena sakit ia tidak sampai tamat. Ia kemudian menjadi wartawan di beberapa surat kabar diantaranya Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Tulisan-tulisan Ki Hadjar Dewantara pada surat kabar tersebut sangat komunikatif dan Buletin Red Line edisi XII Mei 2015