KEUTAMAAN HARI RAYA KEUTAMAAN HARI RAYA IDUL ADHA IDUL ADHA
DI BULAN DZULHIJAH DI BULAN DZULHIJAH DAN
Dalam cahaya penuh harapan dan kebersamaan, kita memasuki perayaan yang sangat dihormati dan ditunggu-tunggu oleh umat Muslim di seluruh dunia, yaitu
Hari Raya Qurban Hari yang melambangkan pengorbanan dan ketakwaan, Hari
Raya Qurban memiliki sejarah yang dalam dan tradisi yang kaya. Di setiap sudut dunia, umat Muslim berkumpul untuk merayakan momen yang memperkuat ikatan keagamaan, persaudaraan, dan kedermawanan
Hari Raya Qurban merujuk pada peristiwa penting dalam sejarah agama, ketika
Nabi Ibrahim dengan teguh mempertaruhkan segala sesuatu yang ia cintai, termasuk putranya yang terkasih, Nabi Ismail. Kesetiaan dan kepatuhannya
kepada Allah menginspirasi umat Muslim untuk mengikuti jejak langkahnya
dalam pengorbanan dan ketakwaan. Dengan mengorbankan hewan Qurban, umat Muslim menunjukkan rasa syukur, pengabdian, dan kemurahan hati mereka kepada Sang Pencipta
Hari Raya Idul Adha, yang merupakan peringatan tentang peristiwa kurban di bulan Dzulhijah, menggambarkan saat Nabi Ibrahim bersedia mengorbankan putranya, Nabi Ismail Tindakan ini adalah bukti kepatuhannya terhadap perintah Allah SWT.
Pada masa itu, Nabi Ibrahim, yang telah berusia lanjut, bersama dengan istrinya, Siti Hajar, belum memiliki seorang anak Nabi Ibrahim sangat menginginkan keturunan laki-laki untuk melanjutkan perjuangannya dalam menyebarkan ajaran Allah SWT di dunia ini. Setiap hari, Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah SWT agar dikaruniai keturunan Doanya yang sungguh-sungguh bahkan terabadikan dalam AlQuran, dalam surah Ash-Shaffat ayat 100
Artinya : Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang saleh” (QS Ash-Shaffat : 100)
Melalui doa ini, Allah SWT akhirnya mengabulkan doa Nabi Ibrahim melalui istri keduanya, Siti Hajar Setelah Nabi Ibrahim melakukan perjalanan ke Mesir, ia menikahi Siti Hajar Mereka kemudian pindah ke Mekah dan Siti Hajar melahirkan seorang putra bernama Ismail. Namun, kebersamaan Nabi Ibrahim dengan keluarganya tidak berlangsung lama Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim untuk kembali ke istri pertamanya, Siti Sarah, di Yerusalem Nabi Ibrahim dan Siti Hajar menerima perintah tersebut dengan ikhlas Nabi Ibrahim merasa sedih meninggalkan Siti Hajar dan Ismail yang masih bayi di Mekah Sebelum pergi, Nabi Ibrahim memberikan sedikit persediaan kepada mereka, termasuk roti dan air Siti Hajar menghadapi banyak cobaan saat Nabi Ibrahim pergi, termasuk kesulitan mencari air minum untuk Ismail Ia bahkan berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwah dalam pencarian air. Peristiwa pencarian air tersebut kemudian
menjadi bagian dari ibadah Sa'i dalam ibadah Haji Air yang ditemukan oleh Siti Hajar kemudian menjadi sumber air yang terkenal, Zam-zam.
Beberapa tahun kemudian, Nabi Ibrahim kembali ke Mekah dan bertemu dengan Siti Hajar dan Ismail Mereka sangat bahagia melihat satu sama lain Namun, Allah SWT memberikan ujian lagi kepada Nabi Ibrahim melalui mimpi, memerintahkan dia untuk menyembelih Ismail Meskipun bimbang karena mencintai putranya, Nabi Ibrahim dengan berat hati memberitahu Ismail tentang perintah tersebut
Disebutkan dalam Al-Quran Surat As-Saffat ayat 102 :
Artinya : “Ibrahim berkata : “Hai anakkku sesungguhnay aku melihat
dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu “maka fikirkanlah apa
pendapatmu? Ismail menjawab: Wahai bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. InsyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar” (QS Aa-saffat: 102)
Lalu, Ismail dengan tulus menerima perintah Allah SWT Ketika saat penyembelihan tiba, Allah SWT menggantikan Ismail dengan seekor domba sebagai korban pengganti.
Melalui peristiwa penyembelihan tersebut, terbentuklah sejarah Hari Raya Idul Adha. Selain itu, peristiwa hidup Nabi Ibrahim dan keluarganya juga menciptakan Kota Makkah dan Ka'bah sebagai kiblat umat Muslim di seluruh dunia, serta sumber air Zam-zam yang mengalir hingga hari ini
Hari Raya Qurban sebagaimana ibadah lainnya
ditujukan kepada umat muslim dalam rangka
mendekatkan diri dan mengharapkan ridho dari Allah SWT Lalu apa saja makna yang terkandung dari ibadah ini ?
Ketaqwaan, yang merujuk pada ketaatan seseorang kepada Sang Pencipta dalam menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, merupakan konsep yang terkait erat dengan kehidupan Nabi Ibrahim. Meskipun sangat berat, Nabi Ibrahim tetap taat dan melaksanakan perintah Allah SWT untuk menyembelih anaknya sendiri. Tingkat ketaqwaan yang tinggi inilah yang membuat Allah SWT menggantikan anaknya dengan seekor domba
Dalam konteks Hablum Minannas (سﺎﻨﻟا ﻦﻣ ﻞﺒﺣ), dimaknai sebagai tindakan menjaga hubungan kepada sesama manusia dengan senantiasa menjaga hubungan baik, menjaga tali silaturahmi, mempunyai kepedulian sosial, tepa selira, saling tolong menolong,
tenggang rasa dan saling
menghormati Ajaran agama
Islam juga mendorong kita untuk
selalu menjunjung tinggi
solidaritas dengan sesama. Salah
satu contohnya adalah melalui proses pembagian daging kurban
kepada fakir miskin Hal ini
menunjukkan kepedulian dan perhatian kita terhadap kesejahteraan orang lain
3 Peningkatan Kualitas Diri
Sikap empati, kesadaran diri, dan pengendalian diri menjadi bagian dari akhlak terpuji seorang
Muslim Dengan menghayati
makna dari peristiwa ini, kita
dapat melatih diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan meningkatkan
hubungan kita dengan Allah SWT serta sesama manusia
Dari pelaksanaan shalat Idul Adha, terdapat hikmah yang dapat diambil, yaitu hakikat manusia yang sebenarnya adalah sama Yang membedakan setiap individu hanyalah tingkat ketaqwaannya kepada Allah SWT Dalam konteks pelaksanaan shalat Idul Adha
menjadi pengingat bahwa di hadapan Allah SWT, status sosial, kekayaan, atau kedudukan tidaklah menjadi ukuran Kita diingatkan untuk senantiasa meningkatkan taqwa kita kepada Allah SWT, menjaga akhlak terpuji, dan menjalankan kewajiban kita sebagai hamba-Nya Semua manusia, tanpa memandang perbedaan, akan dihadapkan pada pertanggungjawaban akhirat Dengan memahami hakikat ini, kita dapat lebih sadar akan pentingnya memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Allah SWT
Hukum berkurban dalam agama Islam
merupakan sunnah mu'akkad bagi orang yang mampu. Namun, ada situasi di mana hukum kurban bisa menjadi wajib, misalnya jika seseorang melakukan nazarnya atau memberikan janji untuk berkurban
Sebagian ulama berpendapat bahwa hukum kurban adalah wajib berdasarkan hadis Rasulullah Saw yang menyatakan,
"Barang siapa yang memiliki kemampuan, tetapi tidak berkurban, maka janganlah dia mendekati tempat shalat kami" (HR. Ahmad).
Namun, menurut mayoritas ulama Syafi'iyyah, hukum berkurban adalah sunnah mu'akkad bagi mereka yang mampu dan memenuhi syarat-syaratnya Dalam pandangan Islam, seseorang yang telah mampu namun tidak melaksanakan kurban dianggap tercela bahkan sangat dibenci oleh Rasulullah Saw ,
sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al-Kautsar
(108): 1-3
Selain itu, terdapat hadis Nabi Saw yang menyatakan, "Aku diperintahkan untuk menyembelih kurban, dan kurban tidak wajib bagimu" (HR Ad-Daruqutni)
Dengan demikian, berdasarkan pemahaman ulama Syafi'iyyah, hukum berkurban adalah sunnah mu'akkad bagi mereka yang mampu, dan melaksanakannya merupakan bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Meskipun ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai status hukumnya, berkurban tetap dianggap sebagai amalan yang sangat dianjurkan dan berpahala dalam agama Islam.
Terdapat beberapa amalan yang sunnah dilakukan selama Bulan Dzulhijah, antara lain
Puasa 10 hari Bulan Dzulhijah
Puasa Tarwiyah dan Arafah
Mengumandangkan takbir
Mandi besar/junub sebelum shalat
Idul Adha
Sholat Idul Adha
Tidak Makan Sebelum Shalat Ied
Referensi:
https://instiki.ac.id/2022/07/10/mengapa-idul-adha-identik-dengan-kurbanbegini-makna-dansejarahnya/#:~:text=Hari%20Idul%20Adha%20adalah%20peringatan,kepatuhan nya%20terhadap%20perintah%20Allah%20SWT
https://www merdeka com/quran/as-saffat/ayat-100
Redaksi
Penyusun: Rizky Alviando
Jiryan Farokhi
Tata Letak: Rizky Alviando
Jiryan Farokhi
Pimpinan Redaksi: Sausan Firdha Luthfiyah