Jejak Langkah Dewan Kerja
kADEr PImPInAn PrAmukA Oleh Untung Widyanto *) untuk mengisi jabatan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Menurut Paulus Tjakrawan, terjadi perdebatan di internal DKN, ada yang menerima, namun banyak yang menolak. Oleh karena itu mereka menemui Kak Sri Sultan Hamengkubuwono IX, diantar pimpinan Kwarnas, untuk meminta masukan. Saran tersebut akhirnya membulatkan tekad mereka untuk menolak tawaran menjadi anggota MPR atau DPR mewakili Gerakan Pramuka. “Memang, baru belakangan kami mengerti saran beliau itu banyak manfaat dan memiliki jangkauan jauh ke depan,” kata Paulus yang juga menjadi anggota DKN periode 19711974. Pimpinan Kwarnas ikut mendukung keputusan DKN.
B
ELASAN orang berseragam pramuka itu masuk ke ruang tamu Wakil Presiden Sri Sultan Hamengkubuwono IX di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Tampak terlihat pimpinan Kwartir Nasional dan Dewan Kerja Pramuka Penegak dan Pandega tingkat Nasional Gerakan Pramuka. “Kalau adikadik masih punya idealisme, tetaplah di Gerakan Pramuka,” ujar Sultan yang menjabat Ketua Kwarnas sejak 1961 1974. Ucapan Bapak Pramuka Indonesia itu ditujukan kepada Ketua Dewan Kerja Nasional (DKN) Achmad Sumantri dan temantemannya yang menemui Kak Sultan HB pada suatu hari, setelah pemilihan umum digelar 2 Mei 1977. Perasaan campur aduk menghinggapi benak mereka, termasuk Paulus Tjakrawan, anggota DKN masa bakti 19741978. Ada yang gembira dengan jawaban tersebut, namun ada pula yang kecewa. Itu semua berawal dari tawaran pemerintah agar ada utusan dari pramuka usia muda duduk sebagai anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mewakili utusan organisasi peserta pemilu, yaitu Golongan Karya. Pada masa itu, jabatan tersebut terhormat karena masuk dalam lapisan elit. Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) dan sejumlah organisasi kepemudaan dan mahasiswa mengirimkan utusannya di lembaga legislatif. Termasuk juga organisasi kemasyarakatan seperti Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), organisasi kelompok petani, nelayan dan seniman. Maklum dari hasil pemilu 1977, terpilih 460 anggota DPR yang merangkap anggota MPR dan 460 anggota tambahan MPR yang diangkat dari berbagai kelompok masyarakat. Tawaran yang sama juga ditujukan kepada kwartir daerah
Penolakan yang sama juga dilakukan pimpinan kwartir daerah dan dewan kerja daerah (DKD). Ketua DKD Jawa Barat masa bakti 19771981 Jana Tjahjana Anggadiredja mengenang sikap Ketua Kwarda Kak Mashudi dan wakilnya, Kak Hartono. “Beliau menguji kami, apakah tergiur dengan tawaran duduk di lembaga legislatif Jabar,” katanya. Beruntung, DKD Jawa Barat kala itu tetap konsisten tidak mau terlibat urusan politik. Setahun berikut, datang tawaran dari Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Akbar Tanjung yang baru terpilih sebagai Ketua Umum KNPI periode 19781981 meminta DKN (melalui Kwarnas) mengirim utusan untuk masuk sebagai salah satu ketua dewan pimpinan pusat KNPI. Di dalam rapat pleno DKN, terjadi pro dan kontra terhadap tawaran itu. Kak Azis Saleh, mantan Sekjen Kwarnas 19611970 yang dimintai pendapat menyerahkan keputusan itu kepada DKN. Begitu pula pimpinan Kwarnas lainnya. Akhirnya DKN mengambil sikap menolak tawaran dari KNPI, lembaga yang dibentuk pada 23 Juli 1973 oleh aktivis KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan Kelompok Cipayung (HMI, PMKRI, PMII, GMNI serta tokoh pemuda binaan Letjen Ali Moertopo. Tawaran yang sama kembali terjadi pada pemilihan umum 4 Mei 1982. Ketua DKN masa bakti 19781983 Susi Yuliati disodorkan formulir menjadi anggota DPR/MPR utusan golongan. Tawaran disampaikan melalui Kantor Kementrian Pemuda dan Olahraga. “Kami menolak, karena kalau masuk mau jadi apa nantinya pramuka,” kata Susi Yuliati yang kini dosen di Universitas Pakuan, Bogor. Al ian Amura, Wakil Ketua DKN 19781983, menjelaskan sebelumnya Kantor Menpora juga menawarkan dirinya dan beberapa anggota DKN menjadi staf khusus. Hal itu terjadi setelah dia dan sejumlah pimpinan DKN dan DKD mengikuti Penataran P4 tingkat nasional tahun 1979.
*) Purna Ketua DKC Jakarta Selatan 1985-1988 | Ketua DKD DKI Jakarta 1990-1992 | Andalan Nasional bidang Humas 2003-2008 & 2008-2013 Andalan Kwarda Jakarta bidang Humas 2013-2018 | Mantan wartawan Editor, Tiras, Tajuk dan kini wartawan Tempo. Layout : @layen16
01