Studi Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana)
Rakka Firdaus Octavian Polin (Ketua
Kerabat Mahasiswa Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana)
PENASEHAT/PENDAMPING
Diaz Restu Darmawan, S.Pd., M.A. (Dosen Program Studi Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana)
PEMIMPIN REDAKSI
Ni Putu Nadia Amelia Sari (Antropologi 2022)
EDITOR
Naina Qurrataa’yun (Antropologi 23)
Faza Nabila Septiandini Yusuf (Antropologi 23)
I Dewa Ayu Nyoman Ary Santy (Antropologi 22)
LAYOUT
Maria Paskalia Apriani Tunti (Antropologi 22)
Ida Ayu Kanya Anindya Pradivta (Antropologi 22)
Jason Leonard Saragih (Antropologi 22)
Ni Putu Niken Engel Seputri (Antropologi 23)
Azizah Puri Shinta Dewi (Antropologi 23)
I Wayan Agata Putra Yasa (Antropologi 20)
Kartika Ayu Larasati (Antropologi 21)
Lalu Syarif Hidayatullah (Antropologi 21)
Maria Calin De Putri (Antropologi 21)
Elfrida Mecik (Antropologi 21)
Avilla Desyani Jovina Bahang (Antropologi 21)
Zefania Aurelia (Antropologi 21)
Muhamad Rafli Iskandar (Antropologi 21)
Bradley Timothy Gaspers (Antropologi 21)
PENSIK 2024 KONTRIBUTOR
DAFTAR ISI
SUSUNAN REDAKSI
DAFTAR ISI
Menikmati senja di Pantai Cinta
Tradisi Pementasan Tari Nelayan
EDITORIAL
UTAMA
Laporan Utama
Mengenal Kusamba sebagai jantung pemindangan ikan di Bali
Laporan Khusus
Seribu cerita dari Kusamba:
Lensa kebhinekaan: serba-serbi Kampung Kusamba
Dari Kusamba menuju seantero pulau: mengenal lebih dekat sektor sosioekonomi pelabuhan
Teknologi dan sistem pengetahuan masyarakat pesisir Kusamba
Potensi Aktivitas Budaya di Pura Manik Kembar
Tradisi Ngusaba Segara
Folkore Dewa Baruna
Resensi film World-Building
Kehidupan OrangOrang Pesisir
Pada Film Moana
Antropologi kuliner Opokan
Rujak Batu-Batu
2024
SAMBUTAN KORDINATOR PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI BUDAYA
SAMBUTAN KORDINATOR PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI BUDAYA
SAMBUTAN KORDINATOR PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI BUDAYA
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA
Terimakasih tak terhingga untuk Tim Redaksi, para penulis, para informan dan kepada semua pihak yang telah berkontribusi atas terbitnya majalah The People’s kali keempat Kali ini tim redaksi menampilkan tema “Segara Mandala: Kisah dalam Riak Ombak”, secara langsung memberi kesan tema yang diangkat berkaitan dengan “laut”. Sangat menarik, negeri kita secara geografis merupakan negeri kepulauan dengan wilayah lautan lebih luas dari daratan, namun selama ini laut terabaikan Ironis disatu sisi kejayaan negeri kita ditunjang oleh lautan yang membatasi berbagai wilayah di negeri kita, laut juga memberi warna kehidupan, warna budaya di berbagai etnis di negeri kita, namun realitanya negeri Nusantara negeri maritim yang mengabaikan potensi kelautan.
Kesadaran tentang pentingnya “laut” mengilhami Tim Redaksi untuk mengangkatnya sebagai tema, tentunya melalui berbagai pertimbangan dan debat yang panjang, maklum generasi muda penuh dengan semangat dan idealism Artikel dalam majalah ini hampir sebagian besar merupakan hasil penelitian mahasiswa Prodi Antropologi Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana melalui kegiatan penelitian yang bertajuk PENSIK akronim dari Penelitian Asik Tulisan/artikel dalam majalah The People’s memberikan gambaran tentang perspektif generasi muda dalam memaknai “laut” Terbitnya majalah ini membuktikan bahwa semangat menulis di kalangan generasi muda khususnya para mahasiswa Program Studi Antropologi Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana “masih ada” dan tentunya harus terus diasah dan dikembangkan sehingga menipis anggapan bahwa “mahasiswa antropologi senengnya penelitian tetapi malas mempublikasi hasil penelitian lewat tulisan”.
Melalui kesempatan ini, selaku pribadi dan sebagai Kordinator Program Studi Antropologi Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana mengucapkan selamat atas terbitnya majala ople” dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia “semangat menulis” di kalangan para mahasiswa. Kritik dan s mbaca sangat diharapkan untuk peningkatan kualitas terbita ang Maha Pengasih dan Penyayang selalu memberikan kebija ada kita dalam berkarya mengembangkan ilmu penge
Denpasar, 30 Agustus 2024
Kordinator Program Studi Antropologi
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana
(Aliffiati, S.S., M.Si)
THE PEOPLE'S THE PEOPLE'S
Hello peeps!!
Dengan penuh rasa syukur dan bangga, kami mempersembahkan edisi perdana majalah The People’s bertajuk “Segara Mandala: Kisah dalam Riak Ombak”. Edisi ini hadir untuk merayakan keindahan dan kearifan lokal masyarakat pesisir yang tersebar di sepanjang garis pantai Nusantara, terutama di Pulau Dewata
Dalam setiap riak ombak, terdapat kisah yang mengalun tentang perjuangan, cinta, dan hubungan mendalam antara manusia dengan alam. Melalui lensa antropologi, kami berusaha mengabadikan nilai-nilai kehidupan yang tumbuh di tengah keberagaman budaya pesisir Masyarakat yang hidup berdampingan dengan laut telah mewariskan permata tak ternilai, mulai dari tradisi maritim, seni budaya, hingga pola pikir yang selalu mengedepankan harmoni dengan alam.
Pada edisi ini, anda akan menemukan berbagai cerita yang merangkum kearifan lokal, mulai dari ritual adat hingga cara hidup yang mengakar pada budaya pesisir Setiap torehan tinta di dalamnya disusun dengan harapan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana masyarakat pesisir menjaga keseimbangan antara tradisi dan modernitas di tengah arus perubahan zaman.
Semoga kisah-kisah dalam tiap lembar majalah ini dapat menginspirasi kita semua untuk lebih menghargai dan melestarikan kearifan lokal yang menjadi bagian penting dari identitas bangsa
Salam hangat, Tim Redaksi
Sumber: PENSIK 2024
MENGENAL KUSAMBA SEBAGAI JANTUNG
PEMINDANGAN IKAN DI BALI
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kusamba merupakan area pemindangan terbesar yang berada di Bali, tepatnya di Desa Kusamba, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung Tempat pemindangan ikan ini dibangun di atas tanah seluas 2296,50 m2 dengan sekitar kurang lebih 70 blok pemindangan, masing-masing blok memiliki 2-3 nelayan pemindang yang bertugas untuk memindang ikan dengan mayoritas pekerjanya yaitu perempuan
Kebutuhan ikan di Desa Kusamba sendiri dapat mencapai 20 ton, yang tidak hanya berasal dari nelayan lokal Kusamba, namun juga berasal dari AmedKarangasem, Tanjung Benoa, Nusa Penida, Kedonganan, dan Ambengan, sebagian juga dapat berasal dari Banyuwangi dan Lombok TPI Kusamba dibangun pada tahun 2007 berdasarkan Keputusan dari Menteri Kelautan dan perikanan Republik Indonesia dengan No: KEP.01/MEN/2007 yang menyebutkan bahwa tempat pemindangan ikan Desa Kusamba sebagai sentra pemindangan di Bali
Tempat pelelangan ikan di Kusamba sejatinya merupakan tempat pemindangan ikan yang bersifat tradisional dan masih menggunakan alat-alat yang sangat konvensional Penjualan pindang di Desa Kusamba masih bersifat tradisional dengan cara dijual ke pasar lokal seperti daerah Denpasar dan adapun yang dijual keluar daerah seperti daerah Jawa dalam wadah keranjang bambu.
Sumber: Calin 21, Elfrida 21, Avilla 21
Sumber: PENSIK 2024
Sumber: PENSIK 2024
Pindang yang diproduksi pun tentunya memiliki karakteristik citarasa dan tekstur yang khas dan bervariasi sesuai dengan jenis ikan, kadar garam, rempahrempah, dan lama proses perebusan.
Untuk sistem penjualannya sendiri biasanya setiap blok sudah memiliki bos/jalinan dagang tersendiri, jadi tidak ada istilah perebutan dalam hal pendistribusian hasil pemindangan karena seluruh proses distribusi diatur oleh masing-masing bos tiap blok.
Keunikan dan ketekunan masyarakat Kusamba dalam menjaga warisan budaya ini tidak hanya memperkuat perekonomian lokal, tetapi juga memberi serta menjaga identitas desa
Penulis:
Maria Calin De Putri (Antropologi 21)
Elfrida Mecik (Antropologi 21)
Avilla Desyani Jovina Bahang (Antropologi 21)
Perannya dalam memasok ikan pindang ke berbagai daerah menjadikan Kusamba sebagai tulang punggung perekonomian lokal, yang memberikan mata pencaharian bagi ratusan keluarga dan menggerakkan roda.
Keberhasilan desa ini menjadi contoh nyata bagaimana potensi lokal dapat dioptimalkan untuk kesejahteraan masyarakat luas, sekaligus menjaga warisan budaya yang tak ternilai harganya.
Kampung Islam Kusamba di Bali adalah contoh unik toleransi dan akulturasi, di mana masyarakat Muslim yang berasal dari berbagai suku hidup harmonis dengan umat Hindu, menjaga tradisi dan budaya lokal sejak abad ke-14.
US M BER : PEN S I K 4202
Di Desa Kusamba terdapat satu desa yang sangat unik karena keberadaannya yang bisa disebut sebagai “desa dalam desa”. Kampung Islam Kusamba, corak keberagaman dan toleransi di tengah perbedaan agama Seorang informan, yakni pak Syahrun, menceritakan sejarah adanya perkampungan umat Islam di daerah Kusamba dimulai pada saat orangorang muslim datang ke daerah Klungkung pada abad ke-14 Pada saat itu, seseorang dari Kerajaan Majapahit datang ke Klungkung diiringi oleh pasukan prajurit Jawa beragama Islam sebagai pengawalnya.
Singkat cerita, para prajurit Muslim Jawa ini pun memilih tinggal di Klungkung, dan oleh Raja Klungkung sebagian di tempatkan di daerah Gelgel sedangkan sebagian lagi di daerah pelabuhan Kerajaan Klungkung, yakni Kusamba. Dari sana perkampungan-perkampungan Muslim di Bali pun tercipta. Sekarang kampung muslim yang ada di Gelgel maupun Kusamba diberikan otonomi sebagai sebuah desa, dengan nama Desa Kampung Gelgel dan Desa Kampung Kusamba. Pak Syahrun sendiri merupakan perbekel (kepala desa) dari Desa Kampung Kusamba.
Sebab merupakan daerah pelabuhan, masyarakat Desa Kampung Kusamba datang dari beragam suku dan etnis Sebagian adalah keturunan dari prajurit-prajurit Muslim Jawa yang memilih menetap tersebut, seperti Pak Syahrun sendiri, di samping terdapat pula orang-orang Bali asli, Bugis, dan Banjar. Bahkan terdapat masyarakat yang beretnis Tionghoa, yang buktinya bisa dilihat dengan keberadaan kuburan Cina yang ada di Desa Kampung Kusamba. Seluruh warga Desa Kampung Kusamba, yakni 850 jiwa dari 242 KK, memeluk agama Islam, dengan mayoritas mengikuti organisasi Nahdlatul Ulama. Ketika bulan Ramadhan, pihak Desa Kampung Kusamba akan mengundang umat Hindu dari keluarga puri untuk berbuka puasa bersama. Saat umat Hindu merayakan hari raya Nyepi, umat Muslim di Desa Kampung Kusamba pun menghormati dengan melarang digunakannya kendaraan bermotor, meskipun tidak ada orang Hindu di lingkungan tempat tinggal mereka.
“ Padahal, kan, bisa saja kami naik motor di daerah kami sendiri di sini, tapi kami tidak. Kami menghormati
”
Masyarakat Muslim di Desa Kampung Kusamba, layaknya masyarakat Muslim pada umumnya di Indonesia, merayakan hari raya Idul Fitri, Idul Adha, Maulid Nabi, dan lain sebagainya. Terdapat pula sebuah perayaan yang merupakan tradisi masyarakat Muslim Desa Kampung Kusamba, yakni tradisi Nyapar. Nama tradisi ini diambil dari nama bulan di mana ia dilaksanakan, yaitu bulan Safar dalam kalender Hijriah (kalender Islam) Tradisi ini dilakukan pada hari Rabu terakhir di bulan tersebut. Ketika ditanya mengapa harus pada hari Rabu terakhir di bulan Safar, Pak Syahrun tidak bisa memberikan jawaban yang pasti, namun ia menduga hal tersebut memiliki keterkaitan dengan hari raya Galungan yang juga selalu dilakukan pada hari Rabu. Di hari tersebut, masyarakat Muslim Desa Kampung Kusamba akan berkumpul di pinggir pantai untuk menyantap bersama makanan-makanan yang mereka bawa dari rumah. Namun sebelum bersantap ria, mereka akan melakukan doa bersama, khususnya memanjatkan doa-doa tolak bala
Pintu Gebyok
Di daerah Desa Kampung Kusamba terdapat makam salah seorang Wali Pitu, yakni Habib Ali bin Abu Bakar Umar AlHamid. Wali Pitu merupakan tujuh orang ulama penyebar agama Islam di Tanah Bali, dan menurut kisah salah seorang informan, yakni Pak Haji Mukhni, Wali Pitu Habib Ali bin Abu Bakar Umar Al-Hamid memiliki hubungan erat dengan Kerajaan Klungkung pada masanya, sampai-sampai Kerajaan memberikannya seekor kuda putih sebagai bentuk penghormatan Patung Habib Ali menunggangi kuda putih ini sekarang dapat ditemui pada makam beliau
Hal yang menarik dari makam beliau adalah pintunya yang berupa pintu Gebyok khas umat Hindu Bali, menunjukkan bukti akulturasi sejak beratus-ratus tahun yang lalu
Bentuk akulturasi lainnya yang ada di Desa Kampung Kusamba dapat ditemui dalam bentuk adat perkawinan Banyak lelaki Muslim dari Desa Kampung Kusamba yang menikahi perempuan mualaf dari agama Hindu, bahkan yang berasal dari keluarga Kerajaan Gianyar, dan ketika prosesi pernikahannya menggunakan percampuran adat asal pengantin laki-laki dan perempuan (Hindu Bali). Hal ini menunjukkan tingkat toleransi yang tinggi dari masyarakat Desa Kampung Kusamba yang tentunya dapat dijadikan cerminan bahwa perbedaan bukanlah suatu penghalang bagi kita untuk hidup rukun dalam masyarakat
Desa Kusamba, Kecamatan Dawan, terkenal akan kuliner khasnya yaitu opokan. Selain opokan, Desa ini juga dikenal karena pelabuhan-pelabuhan yang dimiliki Desa yang terletak di pesisir Kabupaten Klungkung ini memiliki kurang lebih empat unit pelabuhan yang digunakan untuk memfasilitasi aktivitas perdagangan dan penyeberangan Adapun tiga pelabuhan yang ada di Kusamba yakni Pelabuhan Kusamba, Pelabuhan Tribuana, Pelabuhan Angkal dan Pelabuhan Sekar Jaya, dimana ketiga pelabuhan itu membawa pengaruh sosial-ekonomi yang sangat berdampak bagi masyarakat sekitar
Pelabuhan Kusamba, pelabuhan ini berfungsi sebagai pusat distribusi hasil laut dan produk lokal Sebab aktivitas perdagangan yang tinggi di Pelabuhan Kusamba, banyak lapangan pekerjaan terbuka bagi masyarakat lokal. Pelabuhan ini juga memfasilitasi hubungan ekonomi antar daerah dan memperkuat jaringan perdagangan regional. Sebagai pusat distribusi laut, Pelabuhan Kusamba memegang peran vital dalam pengiriman berbagai komoditas, seperti hasil pertanian, perikanan, dan barang kebutuhan sehari-hari
Pelabuhan Tribuana, merupakan pintu gerbang utama untuk menuju Nusa Penida Pada dinamika perekonomian pelabuhan ini tidak ada persaingan antar perusahaan yang signifikan. Kebijakan ini diterapkan untuk mencegah terjadinya persaingan tidak sehat yang dapat merugikan pihakpihak terkait serta mengganggu keseimbangan ekonomi di pelabuhan, dalam hal ini perusahaan justru lebih fokus terhadap peningkatan fasilitas yang ditawarkan
Adapun kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya meliputi operasional portal, penyewaan moor (pengikat kapal), penyediaan jasa porter barang, dan jasa transportasi laut menuju
Nusa Penida Dalam menyediakan transportasi untuk penyeberangan antar pulau, penjualan tiket dilakukan secara online dan offline dengan proporsi penjualan masingmasing sebesar 60 persen online dan 40 persen offline. Distribusi penjualan ini menunjukkan adaptasi terhadap perkembangan teknologi serta mempertahankan cara konvensional untuk memenuhi kebutuhan berbagai segmen pasar. Masyarakat yang berjualan di sekitar pelabuhan kebanyakan berasal dari Bali sendiri, menunjukkan keterlibatan aktif masyarakat lokal dalam kegiatan ekonomi di pelabuhan ini.
Pelabuhan selanjutnya adalah Pelabuhan Angkal yang merupakan salah satu pelabuhan utama menuju Pulau Nusa
Penida, yang terletak di sebelah tenggara Pulau Bali Pelabuhan Angkal melayani banyak perjalanan kapal per hari, dengan kapasitas berbagai jenis kapal seperti kecil (90 orang), sedang (50 orang), dan besar (180 orang). Tarif sekali jalan untuk penumpang adalah sebesar 70 ribu rupiah Salah satu hal menarik dari Pelabuhan Angkal ada pada aspek sosialnya, berupa komposisi agama di antara para pekerja.
Pak Komang, salah seorang informan, menyebutkan bahwa di antara tiga pelabuhan di desa tersebut, hanya Pelabuhan Angkal yang memiliki pekerja yang terdiri dari setengah umat Hindu dan setengah Muslim. Di antara dua umat beragama tersebut tidak ada campur aduk tradisi keagamaan, namun masyarakat di pelabuhan ini tetap hidup dalam suasana rukun dan harmonis, tanpa pernah terjadi perkelahian antar agama.
Pelabuhan yang terakhir adalah Pelabuhan Sekar Jaya yang berlokasi di Banjar Bias, Desa Kusamba. Berbeda dengan dua pelabuhan lainnya di sekitarnya yang menghubungkan Pulau Nusa Penida, Pelabuhan Sekar Jaya khusus melayani rute menuju Pulau Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan. Hal ini dilakukan oleh pengelola, Bapak Putu Adnyana, untuk meminimalisir resiko kerugian, persaingan dan optimasi operasional Saat ini, Pelabuhan Sekar Jaya menyediakan satu trip perjalanan pulang pergi setiap hari. Bulan Agustus merupakan bulan paling ramai bagi pelabuhan ini, namun di bulan-bulan lainnya pun Sekar Jaya tetap buka untuk melayani pelanggan
Jalur perjalanan kapal dari Pelabuhan Sekar Jaya dimulai dari Jungutbatu, Nusa Lembongan pada pukul 07.00, melanjutkan perjalanan ke Nusa Ceningan pada pukul 10.30, dan berakhir dengan perjalanan pulang ke Jukut Batu pada pukul 15 00, dengan hanya satu titik pemberhentian di Nusa Ceningan Keberangkatan kapal tergantung pada kondisi cuaca, yang diputuskan berdasarkan peringatan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Di sekitar
Pelabuhan Sekar Jaya sendiri terdapat kegiatan ekonomi seperti perdagangan pasir dari gundukan pasir lokal ke Pulau Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan untuk pembangunan Mayoritas pekerja di pelabuhan ini berasal dari masyarakat lokal yang bergabung dengan perusahaan dan menjadi porter.
Pelabuhan Sekar Jaya memiliki peran vital dalam menghubungkan pulau-pulau kecil dengan Bali, dengan menghadapi tantangan dan peluang unik di tengah dinamika ekonomi dan cuaca.
Penulis : PENSIK 2024
Pengetahuan Tradisional dan Teknologi
Pantai Segara, Desa Adat Kusamba, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung merupakan salah satu pantai indah berpasir hitam di Pulau Bali
Namun, Pantai Segara tidak dibuka untuk dijadikan tempat wisata. Karenanya, sangat mudah menjumpai anak-anak lokal berlarian bebas, bermain layanglayang di pantai, terlebih di sore hari ketika angin bertiup kencang. asan tidak dibukanya Pantai Segara sebagai objek wisata adalah karena fungsinya sebagai pantai para nelayan.
Layaknya daerah pesisir-pesisir lainnya, masyarakat Desa Kusamba yang tinggal di sekitar Pantai Segara, Dawan, Kabupaten Klungkung, diantaranya ada yang berprofesi sebagai nelayan.Ikan-ikan yang diperoleh nelayan Kusamba antara lainadalahikanmakareldantongkol. Menurut pengetahuan mereka, ikan tongkol biasanya muncul sebelum matahari terbit, dan oleh karena itulah mereka memilih untuk berangkatberlayarpadadinihari.
“Ikan tongkol itu
subuh naiknya, makanya kalau nebar jaring tidak bisa malem-malem karena tidak akan ada ikannya,”
ujar salah seorang nelayan dari Desa Kusamba
Ketika melaut, rute yang diambil nelayan
Kusamba dimulai dari sebelah kiri Pantai
Segara hingga paling jauh menuju ke Nusa
PenidaSebelum melaut, pertama-tama, nelayan menyiapkan peralatan yang akan digunakan, seperti jaring dan pancingan. Umumnya setiap satu orang nelayan memilikienambuahkampil(karungjaring).
Akan tetapi, ketika berlayar biasanya mereka hanya membawa tiga atau empat buahkampil.Ketikajammenunjukkantepat pukul empat pagi, para nelayan pun berangkat. Sesampainya di tengah laut, para nelayan akan menebar jaring yang telah dipasang pelampung bendera, hal ini berfungsisebagaipembatasjugapenanda.
Setelah jaring selesai ditebar, para nelayanpunmenungguuntukikan-ikan terjebak ke dalam perangkapnya. Tahapan menunggu ini bisa memakan waktu kurang lebih 30 hingga 60 menit. Kemudian para nelayan pun akan melihat hasil tangkapan ikan yang ada Jika dirasa telah cukup, mereka akan menarik jaring kembali ke atas kapal danbersiapuntukpulang.
Dari penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa dalam proses mencari ikan di laut,nelayandariDesaKusambabanyak menggunakan teknologi. Kapal tentunya menjadi teknologi yang paling utama diperlukan, dengan kemampuan . menampung hasil tangkapan dan beban lainnya hingga 600 kilogram. Terkhusus bagi nelayan di wilayah Pantai Segara, kapal yang mereka gunakan terbuat dari fiber seharga 13 juta dengan mesin terpisah Alasan dipilihnya kapal berbahan baku fiber adalah ketahanan dan kenyamanannya, serta biaya perawatan yang masih terjangkau. Untuk mesin kapal, pendistribusian setiap bagian rangkaiannya dilakukan dengan cara terpisah, sehingga harus dirakit kembali ketikatelahdibeli.
Sumber: PENSIK 2024
Sumber: PENSIK 2024
Selain kapal, para nelayan juga memerlukan jaring berukuran 200 meter. Jaring ini dibeli denganhargaduahinggaempatjuta,tergantung dengan kualitas merek yang dipilih. Jaring digunakan untuk menangkap ikan tongkol, sedangkan ikan makarel didapat menggunakan pancingikan.
Kapal, jaring dan pancing adalah alat yang diperlukan ketika mencari ikan di laut, namun ada pula alat yangdigunakannelayan setelah melaut, yaitu mesin modifikasi yang dibentuk menyerupai motor untuk menarik kapal kembali ke pantai. Dalam pengoperasiannya, mesin tersebut dibantu oleh dua/tiga orang sukarelawan untuk mengangkatkapal.
Sebagai bayaran atas bantuannya, nelayan akan memberikan beberapa ekor ikan hasil tangkapan kepada sukarelawansukarelawan tersebut.
masyarakat sekitar atau dibawa ke daerah lain untuk dijual Satu ekor ikan tongkol biasanya dijual mulai dari harga 30.000 sampai 50.000 rupiah, tergantung dengan besar ukuranikan
Kebanyakan para nelayan di Desa Kusamba mulai belajar berlayar sejak usia 15 tahun. Mereka mendapatkan ilmu melaut dari orangtua mereka, yang mana juga mendapatkan ilmu tersebut dari pendahulunya. Namun, seiring berkembangnya zaman, pekerjaan menjadi nelayan mulai ditinggalkan olehkaummuda Halinilah yang menyebabkan perahu di seluruh daerah Desa Kusamba berjumlah tidaklebihdari100,dengan nelayannya yang rata-rata telahberusiauzur.
Dalam sekali berlayar, ikan tongkol/cakalang yang didapat bisa mencapai 50 hingga 100 kilogram Menurut para informan, bulan Juli adalah waktu di mana hasil tangkapan menjadi jauh lebih banyak dan besar, sehingga peluang untuk memperoleh keuntungan pun semakin besar pula. Ikan-ikan hasil tangkapan nelayan DesaKusambakemudianakandijualke
Sumber: PENSIK 2024
Sumber: PENSIK 2024
Sumber: PENSIK 2024
MANIK KEMBAR PURA
Sumber: Kartika 21, Agata 20
Sumber: Kartika 21, Agata 20
Kabupaten Karangasem merupakan suatu kabupaten yang terletak di ujung paling timur Pulau Bali dan berbatasan langsung dengan perairan di wilayah utara, timur, dan selatan Secara administratif, wilayah pesisir
Karangasem dimulai dari Kecamatan Manggis yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Klungkung hingga Kecamatan Kubu yang berbatasan dengan Kabupaten Buleleng.
Pesisir Karangasem di Bali tidak hanya menawarkan pemandangan laut yang indah, tetapi juga menjadi pusat berbagai aktivitas budaya yang kaya dan beragam dimana salah satunya dapat ditemukan di Pura Manik Kembar. Pura Kahyangan Jagat yang berada di Desa Datah ini dipercaya sebagai tempat bersemayam Dewa Aswin atau dewa kembar dalam kepercayaan agama Hindu, yang dikenal sebagai dewa pengobatan dan kesehatan Pengunjung yang datang ke tempat ini dapat melakukan pelukatan dengan cara berendam di laut yang berada di sebelah pura sambil disuguhkan pemandangan laut yang indah.
Berdirinya Pura Manik Kembar tidak dapat dipisahkan dengan kedatangan Mpu Kuturan di Bali Mpu Kuturan juga mengenalkan konsep pemujaan Tri Murti yang dianut oleh desa adat di Bali. Dalam catatan sejarah disebutkan bahwa runtuhnya Bulakan pada tahun 1622 membuat seluruh penduduk Desa Adat Bulakan pergi mengungsi ke Desa Datah dan Bunyang. Akibatnya Kahyangan Tiga yang didirikan tidak berfungsi sebagaimana mestinya, termasuk Pura Dalem yang sekarang dikenal dengan nama Pura Manik Kembar Sebelum bernama Pura Manik Kembar, Pura Dalem Bulakan bernama Pura Batu Belah
Bentang alam yang bersinggungan langsung dengan laut memberikan Kabupaten Karangasem potensi sumber daya alam yang dapat bermanfaat untuk kepentingan masyarakat sekitar Panjang garis pantai Kabupaten Karangasem sekitar 87 km dan telah dimanfaatkan untuk berbagai bidang pengembangan, antara lain bidang perikanan, pertanian garam, perniagaan, transportasi, pariwisata, serta banyak aktivitas budaya yang sebagian besar dikelola oleh desa adat, dan sebagian lainnya oleh instansi pemerintah –seperti tambak udang dan pelabuhan– maupun industri perseorangan
Sumber: Jembrana Express
Sumber: Kartika 21, Agata 20
Pura Batu Belah ini diempon oleh orang-orang Bulakan yang kembali ke Bulakan yang dulunya melarikan diri ke Datah dan Bunyang pada saat runtuhnya Bulakan Terlepas dari sejarahnya terdahulu, kini Pura Manik Kembar menjadi salah satu pura yang seringkali didatangi pemedek yang memiliki anak kembar. Nangkilang anak kembar ini merupakan salah satu rangkaian dari upacara kembar yang dilaksanakan baik pada saat upacara ngelinggihang kembar/ngenteg linggih, ngodalin dewa kembar, yang pada umumnya dirangkaikan dengan upacara anak kembar tersebut, dari upacara tiga bulanan sampai dengan upacara perkawinan.
Untuk upacara tersebut di atas, maka masing-masing rumah tangga yang memiliki anak kembar membangun pelinggih (bangunan suci) dalam wujud gedong kembar untuk menstanakan Dewa Kembar. Pembuatan banyaknya rong tersebut disesuaikan dengan jumlah anak kembar yang lahir. Kalau yang lahir kembar dua, maka dibuatkan pelinggih yang memiliki rong kalih atau rong dua. Sedangkan apabila anak yang dilahirkan kembar tiga, maka palinggih tersebut terdiri dari tiga rong Keberadaan Pura Manik Kembar sangatlah penting terutama bagi keluarga tertentu yang memiliki keturunan atau kelahiran kembar. Ini sangat dipercaya oleh orang yang mempunyai anak kembar. Disamping itu, Pura ini juga sering dikunjungi pemedek pada hari purnama, tilem, dan rerahinan terutama Galungan. Pura ini adalah salah satu tempat untuk melakukan tirtha yatra di belahan Bali timur, dengan alamnya yang eksotik, ditambah keberadaannya di pinggir pantai dan dekat dengan lereng Gunung Agung, menambah indah dan nikmatnya suasana di Pura Manik Kembar Batu Belah.
REFERENSI:
Kanduksupatra 2016 Pura Manik Kembar Anak Kembar Sebaiknya Tangkil ke sini Diakses pada https://kanduksupatra blogspot com/2016/07/pura-manik-kembar-anak-kembar-sebaiknya html
Mardika, I Putu. 2023. Punya Anak Kembar, Tepat Nangkil ke Pura Manik Kembar. Diakses pada https://jembranaexpress jawapos com/taksu/2233562675/punya-anak-kembar-tepat-nangkil-ke-pura-manik-kembar
PENULIS:
I Wayan Agata Putra Yasa (Antropologi 20) Kartika Ayu Larasati (Antropologi 21)
Pantai Cinta Kedungu, Tabanan
sumber : bams.jambiprov.go.id
Pantai Kedungu merupakan salah satu pantai yang berada dalam satu garis pantai dengan Pantai Tanah Lot Pantai Kedungu terletak di Desa Belalang, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Pantai Cinta Kedungu lokasinya agak tersembunyi dan memerlukan sedikit usaha untuk mencapainya Jika menggunakan mobil, harus parkir di dekat gerbang masuk dan kemudian berjalan menuju pantai. Salah satu hal yang memikat tentang Pantai Cinta Kedungu adalah biaya masuk yang sangat terjangkau. Biaya parkir untuk mobil adalah Rp 5.000. Biaya parkir untuk sepeda motor adalah Rp 2.000. Biaya parkir yang terjangkau ini menjadikan Pantai Cinta Kedungu sebagai destinasi yang ekonomis untuk dikunjungi
Pantai Kedungu Bali, pantai ini menyuguhkan lanskap berbeda berupa laut, pasir lembut, tebing, padang rumput dalam satu kawasan. Pantai Kedungu atau biasa disebut Pantai Cinta Kedungu merupakan destinasi wisata yang populer, terutama di kalangan anak muda. Sesuai dengan namanya, pantai di Tabanan ini biasa dikunjungi oleh pasangan muda-mudi yang ingin menikmati waktu berdua sambil melihat pemandangan super cantik. Pantai Kedungu Tabanan adalah tempat favorit untuk melihat matahari terbenam. Ada banyak spot yang nyaman untuk duduk-duduk santai, misalnya di tepi pantai langsung, menghadap ke arah laut atau tebing dengan rerumputan hijau. Biasanya, tebing menjadi spot yang ramai dikunjungi untuk melihat sunset Pengunjung bisa duduk di atas rumput lembut dengan pemandangan laut yang lebih jelas dari ketinggian. Pengelola juga menyediakan tempat duduk berupa bean bag warna-warni yang bisa kamu gunakan supaya semakin rileks saat menikmati lanskap sekitar.
Pantai Kedungu kerap pula dijadikan tempat untuk berselancar.Ombaknya terbilang stabil dengan ketinggian yang pas, sehingga banyak peselancar pemula hingga profesional yang menjajal kemampuan surfing di sini. Berselancar juga semakin seru karena lanskap sekitarnya yang indah. Tidak heran jika pantai ini populer di kalangan wisatawan asing Meskipun masih terbilang minim fasilitasnya, pengelola Pantai Cinta Kedungu telah menyediakan beberapa fasilitas dasar untuk kenyamanan pengunjung. Anda akan menemukan meja, kursi, warung makan kecil, toilet umum, spot foto menarik, ayunan, dan tempat parkir (meskipun terbatas).
Objek daya tarik wisata Pantai Kedungu yaitu memiliki keindahan alami seperti air yang jernih, pantai yang bersih, terdapat tebing, dan air terjun kecil. Potensi wisata Pantai Kedungu sering digunakan untuk spot foto, berenang dan menikmati sunset. Pantai Kedungu juga memiliki potensi ombak dan gelombang tinggi dan potensial dikembangkan sebagai objek daya tarik wisata surfing. Atraksi yang dapat dilakukan sebagai aktivitas pariwisata adalah bersantai, berolahraga, berenang dan surfing menikmati sunset serta wisata kuliner dan berfoto Pantai Kedungu memiliki daya tarik wisata alam yang indah. Objek daya tarik wisata yang dimaksud terdapat pada keindahan alami seperti air yang jernih, bersih. Objek daya tarik wisata Pantai Kedungu memiliki potensi untuk dikembangkan untuk meningkatkan kunjungan wisata yaitu wisata foto dan olahraga surfing.
Penulis :
sumber : Kompas TravelCom
Zefania Aurelia (Antropologi 21)
Muhamad Rafli Iskandar (Antropologi 21)
Bradley Timothy Gaspers (Antropologi 21)
Laporan
Tari Nelayan
Tariadalah nafas kehidupan masyarakat Bali
Dari dahulu hingga sekarang tarian telah menjadi nafas kehidupan masyarakat Bali. Dalam aktivitas keseharian masyarakat Hindu Bali terkait peristiwa budaya, baik yang mencakup ritual maupun non-ritual tarian Bali dapat digolongkan lagi menjadi seni wali, seni bebali, dan seni balih-balihan
Seni tari wali dapat dimaknai suatu tarian yang disajikan bersamaan dengan jalannya suatu upacara pada sebuah pura, dan atau pada suatu tempat pelaksanaan upacara, serta terikat tempat, ruang dan waktu
Seni bebali dapat dimaknai sebagai tarian yang difungsikan sebagai pengiring upacara serta cenderung masih terikat oleh tempat, ruang, dan waktu Sedangkan seni tari balih-balihan merupakan tarian yang dipertunjukan hanya sebagai hiburan atau tontonan dan tidak terikat oleh tempat, ruang, dan waktu.
BMUS E R:BALIUNO / TY
Sebagai salah satu dari banyaknya seni tari yang ada di Bali, Tari Nelayan mengambil laut sebagai medium seni yang diekspresikan dalam tiap ragam geraknya. Tarian yang diciptakan oleh I Ketut Merdana di Desa Kedisan, Buleleng pada tahun 1960 ini sesuai namanya diadopsi dari gerakan-gerakan nelayan Bali dalam menjalankan aktivitas menangkap ikan. Tarian Nelayan setidaknya melibatkan satu penari laki-laki dan dua penari perempuan Mereka menari membawakan gerakan seperti mendayung, menebar jala dan lain sebagainya. Semua gerakan yang tersaji menggambarkan kerjasama nelayan dalam mencari ikan
US M BER: INDON E INIKAIS
KostumdanIringanMusikdalamTariNelayan
Dalam hal tata busana, penari laki-laki menggunakan udeng atau ikat kepala, rumbing, badong, sabuk lilit, apok-apok, kamen atau jarik dan celana Dipakai juga gelang kane dan klat bahu. Sementara itu, untuk busana penari perempuannya menggunakan lelunaan sebagai ciri khas wanita Bali di jaman dulu. Selain itu, mereka juga mengenakan angkin, sabuk lilit, serta jarik dengan riasan cantik Adapun tarian ini dalam pementasannya biasanya diiringi dengan iringan gamelan gong kebyar.
REFERENSI
Budiarsa, I. W. . (2023). LAUT DAN SAMUDERA MEDIUM SENI: OMBAK SEGARA DALAMTARIAN BALI. Prosiding Bali Dwipantara Waskita: Seminar Nasional Republik Seni Nusantara, 3(1), 170–177. Dalam https://eproceeding.isidps.ac.id/index.php/ bdw/article/view/425.
Disbud Buleleng 2020 Diak det il/ tik l/t i l 55
Tat ber
Penulis : Tim Redaksi
SEGARA
sumber : Pensik 2024
Ngusaba Segara merupakan salah satu tradisi sakral yang dimiliki oleh masyarakat Kusamba, Klungkung, yang menggambarkan hubungan harmonis antara manusia dengan alam, khususnya laut. Diwariskan secara turun-temurun, Ngusaba Segara erat kaitannya dengan upacara ngusaba yang diselenggarakan di Pura Segara, dimana pura ini merupakan pura swagina yang disungsung oleh masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan sebelum kemudian diambil alih oleh desa adat hingga saat ini Masyarakat Kusamba yang pada umumnya memiliki mata pencaharian khususnya di laut terkait dengan penangkapan ikan, pembuatan garam, dan sektor pelabuhan memiliki hak dan kewajiban untuk menghandle seluruh rangkaian kegiatan ngusaba
Adapun tradisi ini dilaksanakan setiap satu tahun sekali tepatnya pada purnama sasih kelima (hari raya purnama yang jatuh pada bulan kelima kalender Bali). Esoknya, disebut dengan istilah “manis ngusaba”, lantas dilaksanakan dengan Nyepi Segara dimana seluruh aktivitas yang berkaitan dengan laut baik aktivitas pelabuhan maupun perikanan dihentikan secara total dalam kurun sehari penuh. Sebelum melakukan Nyepi Segara, biasanya dilakukan upacara ngaturang pakelem terlebih dahulu, adapun upacara ini dilakukan pada saat tengah malam atau biasa disebut dengan tengahing ratri
sumber : Denpost id
Pada prosesi ngaturang pekelem, rangkaiannya diawali dengan masyarakat yang bersiapsiap untuk menggotong sarana yang akan dihaturkan ke laut. Sarana persembahan ini jumlahnya bisa ratusan dan kemudian diusung ke laut, sesuhunan atau dewa dewi yang dipuja dalam keyakinan masyarakat lokal pun tedun sebagai ciri bahwa Tuhan dalam hal ini dianggap turut menyaksikan prosesi ngaturan pakelem yang dilakukan warga. Persembahan ini kemudian dinaikkan dalam jukung (perahu) dengan jumlah kurang lebih 3 sampai 4 unit untuk membawa persembahan ke tengah laut dengan diikuti beberapa orang yang merupakan pemuka agama, tokoh masyarakat, serta masyarakat lokal itu sendiri
Dalam pembuatannya, keseluruhan sarana persembahan yang digunakan untuk pakelem sangat dilarang untuk menggunakan unsur plastik agar tidak mencemari laut dan mengganggu ekosistem di dalamnya.
Berkaitan dengan pembiayaan, seluruh biaya dulunya didapatkan dari masyarakat yang berkegiatan atau bermata pencaharian di laut, yang oleh masyarakat setempat disebut dengan istilah “pengoot”. Dikarenakan para nelayan yang berada di Kusamba bukan hanya orang Bali melainkan juga orang Bugis dan orang luar Bali lainnya (nelayan bajawa), maka dalam upacara ngusaba ini mereka juga turut berkontribusi terhadap kegiatan upacara yang dilakukan diluar area pura atau di jaba pura
“...ada 2 jenis upacara yang dilaksanakan berkenaan dengan tradisi Ngusaba Segara ini, yaitu ada yang semua sarana upacaranya seperti wewalungan atau non babi dan satu lagi yang menggunakan babi atau dalam istilah lokal disebut “sor nyelam”, yang dikarenakan adanya masyarakat non-Hindu di Kusamba”, ujar salah satu tokoh masyarakat di Kusamba
Sebagai tradisi sakral yang telah diwariskan dari generasi ke generasi, Ngusaba Segara di Kusamba, Klungkung, tidak hanya menjadi simbol kekuatan spiritual, tetapi juga mencerminkan hubungan yang erat antara manusia dengan alam, khususnya laut Ditinjau dari aspek antropologi, tradisi ini memperlihatkan bagaimana kebudayaan dan kepercayaan masyarakat lokal telah terintegrasi dengan profesi mereka sebagai nelayan, yang mana Pura Segara menjadi pusat kegiatan spiritual dan sosial. Meskipun telah mengalami perubahan dalam pengelolaan, esensi dari Ngusaba Segara tetap terjaga sebagai bentuk penghormatan dan ungkapan syukur kepada laut yang menjadi sumber kehidupan, memperkuat nilai-nilai kebersamaan dan keharmonisan dengan alam.
Penulis : Tim Pensik 2024
dalam studi antropologi, folklor dipelajari sebagai wujud ekspresi budaya yang mencerminkan nilai, kepercayaan, norma, dan praktik yang diwariskan secara turuntemurun melalui tradisi lisan. Lebih lanjut, folklor juga berfokus pada pemahaman mendalam tentang budaya manusia dalam berbagai bentuknya Dengan mengeksplorasi cerita rakyat, mitos, legenda, ritual, dan simbol-simbol dalam folklor, para antropolog dapat mengungkap cara pandang suatu masyarakat terhadap dunia, hubungan sosial mereka, serta bagaimana mereka merespons tantangan dan perubahan dalam lingkungan mereka Folklor tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai medium yang menyimpan pengetahuan kolektif dan identitas budaya suatu komunitas.
penguasa lautan dalam mitologi Hindu, memiliki tempat yang penting dalam kebudayaan masyarakat Bali. Sebagai bagian dari folklor Bali, Dewa Baruna dihormati dan disembah terutama oleh mereka yang memiliki hubungan erat dengan laut, seperti para nelayan dan pelaut Dalam ajaran agama Hindu, Baruna atau Waruna (Devanagari: व ण; Latin: Varuna) adalah manifestasi Brahman yang bergelar sebagai dewa air, penguasa lautan dan samudra. Baruna adalah adik dari Bayu, dan merupakan kakak dari Indra. Kata Baruna (Varuna) berasal dari kata var (bahasa Sanskerta) yang berarti membentang, atau menutup Kata "var" tersebut kemudian dihubungkan dengan laut, sebab lautan membentang luas dan menutupi sebagian besar wilayah bumi.
Sebagai dewa laut dalam mitologi Hindu-Bali, adanya pengetahuan dalam bentuk tradisi lisan tentang Dewa Baruna merupakan salah satu aspek penting berkenaan dengan kearifan lokal masyarakat Bali
Dalam perspektif antropologi, Dewa Baruna tidak hanya dipandang sebagai entitas spiritual, tetapi juga sebagai simbol yang mencerminkan hubungan masyarakat Bali dengan alam, khususnya laut. Laut bukan hanya dilihat sebagai sumber daya, tetapi juga sebagai entitas yang memiliki jiwa dan kekuatan Hal ini menunjukkan adanya keseimbangan antara eksploitasi sumber daya alam dan penghormatan terhadap alam, yang merupakan inti dari kearifan lokal.
Dalam konteks modern, kearifan lokal yang diwujudkan dalam pemujaan terhadap Dewa Baruna juga berperan dalam pelestarian budaya Bali Dengan terus melestarikan mitos, ritual, dan simbol-simbol yang terkait dengan Dewa Baruna, masyarakat Bali menjaga identitas budaya mereka sekaligus mengajarkan nilai-nilai penting kepada generasi muda, seperti penghormatan terhadap alam dan pentingnya menjaga keseimbangan ekologis.
Secara keseluruhan, adanya kepercayaan terhadap Dewa Baruna sebagai dewa penguasa perairan dalam kacamata antropologi mencerminkan cara masyarakat Bali mengintegrasikan kepercayaan spiritual dengan kearifan lokal mereka dalam menghadapi tantangan lingkungan dan sosial Kearifan lokal ini tidak hanya berfungsi sebagai sistem kepercayaan, tetapi juga sebagai panduan etis dan sosial yang penting bagi kelangsungan hidup komunitas
Sumber gambar: https://images.app.goo.gl/v4YoKpBbfD5DS4NX8
World-Building Kehidupan Orang-
Orang Pesisir Pada Film
Moana
MELALUILENSA
ANALISIS ANTROPOLOGI DALAM FILM MOANA:
Analisis Lagu Where You Are
Hola! Selamat datang di rubrik resensi film, yang mana sesuai dengan namanya, kita akan membahas sebuah film, but with anthropology twist! Pada edisi kali ini, film yang akan kita bicarakan adalah Moana, sebuah film Disney yang release pada tahun 2016 Rasa-rasanya, hampir tidak mungkin teman-teman tidak mengetahui film bergenre musikal, fantasi dan petualangan ini Akan tetapi, jika teman-teman memang belum tahu, Moana adalah sebuah film animasi yang mengisahkan petualangan tokoh utamanya yang bernama, tidak lain tidak bukan, Moana Berlatarkan Polinesia Kuno, Moana adalah putri seorang kepala desa yang dipilih oleh sang lautan untuk mencari Maui, seorang manusia setengah dewa yang legendaris, dan kemudian mengantarkannya untuk mengembalikan peninggalan mistik milik Dewi Te Fiti yang dulu ia curi. Untuk mengetahui kisahnya lebih lanjut, kalian bisa menonton sendiri filmnya, ya Karena sekarang kita akan melakukan analisis terhadap salah satu sequence dalam film Moana, yang mana analisis ini akan menggunakan kacamata antropologi.
Sequence yang dimaksud adalah rangkaian adegan dari menit ke-08:10 hingga ke12:14 , di mana ayah Moana berupaya meyakinkan Moana bahwa keinginannya untuk berlayar ke laut lepas adalah sebuah unnecessary dream, mimpi yang tidak perlu. Sutradara film Moana, yakni Ron Clements dan John Musker, mengambil langkah penyutradaraan yang menarik dengan memutuskan agar sequence ini dinarasikan oleh sebuah lagu. Lagu yang dimaksud adalah lagu orisinal berjudul Where You.
Melalui lagu berdurasi 3 menit 30 detik ini, kita mendapatkan gambaran jelas mengenai world-building orang-orang Motunui
REBMUS : @DISNEYANIMA T I X/NO
Sebagian dari orang-orang Motunui, terutama laki-laki, adalah nelayan. Adapun jaring yang mereka gunakan untuk menangkap ikan dibuat dari sabut kelapa, sebagaimana lirik “ … we make our nets from the fibers, ” berbunyi Dari lirik tersebut dan beberapa bait lirik lainnya, “ … we use each part of the coconut… ” “ … we use the leaves to build fires… ” “ …we cook up the meat inside… ” , kita mengetahui sumber penghidup lainnya bagi orang Motunui adalah bercocok tanam, seperti dengan kelapa. Mereka juga berkebun talas (lirik “ don’t trip on the taro root…”)
Hal seperti ini, yakni bagaimana kondisi geografis tempat tinggal sekelompok masyarakat mempengaruhi kehidupan sekelompok masyarakat tersebut, adalah sesuatu yang dipelajari dalam ilmu antropologi Lebih lanjut, menurut antropologi kondisi geografis tidak hanya mempengaruhi mata pencaharian hidup suatu kelompok, namun juga sistem pengetahuan, keyakinan serta kesenian mereka, dan bahkan aspek-aspek kehidupan lainnya. Sebagai contohnya, pada sequence Moana menari dengan neneknya di pinggir pantai, jika kalian memperhatikan, teman-teman akan dapat melihat kalau nenek Moana memiliki tato di punggungnya Orang-orang Motunui percaya bahwa ketika seseorang mati, arwahnya akan kembali dalam wujud hewan yang ia pilih untuk tatonya, agar seseorang tersebut dapat berkomunikasi dengan keluarga yang ditinggalkan dan memberikan arahan di kehidupan setelah mati.
Fun fact, tato hewan tradisional dan ideologi mengenainya ini adalah budaya asli kelompok etnolinguistik Polinesia, lho! Contohnya, seperti lukisan tinta di tubuh aktor Dwayne ‘The Rock’ Johnson The Rock yang merupakan keturunan seorang perempuan Samoa, salah satu etnis dari etnolinguistik Polinesia, memiliki tato tradisional yang menutupi seluruh bagian dada hingga punggung kirinya. Selain sumber mata pencaharian dan tato, masih banyak lagi hal-hal dalam film Moana yang bisa teman-teman bisa analisis melalui optik antropologi, seperti pakaian, pengetahuan mereka mengenai berlaut, unsur mistik yang terinspirasi dari mitologi Polinesia, dan lain sebagainya
Referensi:
Thanhthanh462. 2017. The Deeper Meaning Behind Polynesian Tattoos. Diakses pada https://thanhthanh462.wordpress.com/2017/12/04/the-art-of-polynesian-tattoos/.
Grimaud, Jessica. 2021. Where Is Moana From? The Home and Heritage of Moana. Diakses pada https://www familysearch org/en/blog/where-is-moana-from
Penulis: Tim Redaksi
KULINERLOKAL OPOKANDAN LEMPET
Sumber: PENSIK 2024
Opokan merupakan salah satu kuliner khas dari Desa Kusamba, Klungkung, dengan ikan sebagai bahan utamanya. Munculnya opokan dilatarbelakangi karena sebagian besar masyarakat Desa Kusamba zaman dahulu bekerja sebagai nelayan Saat itu, hasil tangkapan para nelayan berupa ikan awan, tongkol dan tuna sebagian besar langsung dijual dan dipindang. Seiring berkembangnya waktu, masyarakat setempat mulai berkreasi dengan mencoba membuat kuliner apa saja yang bisa dibuat berbahan dasar ikan-ikan tersebut dan lahirlah opokan Selain ikan, opokan juga menggunakan bumbu sebagai ciri khasnya Bumbu yang digunakan merupakan bumbu khusus yang terbagi menjadi tiga yaitu bumbu manis, bumbu pedas, dan bumbu asam. Adapun bahan dari bumbu opokan adalah cabai, bawang putih, lunak (asam jawa). Selain ikan, opokan juga menggunakan bumbu sebagai ciri khasnya. Bumbu yang digunakan merupakan bumbu khusus yang terbagi menjadi tiga yaitu bumbu manis, bumbu pedas, dan bumbu asam Adapun bahan dari bumbu opokan adalah cabai, bawang putih, lunak (asam jawa)
Sumber: PENSIK 2024
Opokan dan lempetan dibuat dengan cara yang berbeda Untuk pembuatan opokan, ikan segar dibersihkan terlebih dahulu dan dipotong kemudian direbus hingga matang. Dalam satu bungkus opokan ikan yang digunakan adalah seperempatnya Untuk bumbu sendiri, semua bumbu dicampur dan digiling. Untuk bumbu opokan menggunakan cabai yang lumayan banyak. Daging ikan yang sudah matang kemudian dilumuri bumbu yang lumayan banyak kemudian dibungkus dengan daun pisang
“Kalau lempet biasanya mirip seperti pepes ikan, “Kalau lempet biasanya mirip seperti pepes ikan, tidak menggunakan bumbu seperti opokan tapi tidak menggunakan bumbu seperti opokan tapi bumbu sere lemo (terasi dan jeruk limo)”. bumbu sere lemo (terasi dan jeruk limo)”. Nengah Semadi Nengah Semadi
Selain opokan, terdapat pula lempetan lempetan merupakan kuliner olahan lain yang terdapat di Desa Kusamba. Kuliner ini dibuat dengan bahan dasar ikan segar seperti tongkol, tuna dan awan Lempet sendiri mirip seperti pepes ikan pada umumnya, dibuat dengan campuran bumbu sere lemo (terasi dan jeruk limo).
Sumber: PENSIK 2024
Sumber: PENSIK 2024
Opokan ini kemudian dibakar selama kurang lebih 15-20 menit dan baru disajikan Sedikit berbeda dengan opokan, lempet dibuat dengan daging ikan giling yang diolah dengan campuran bumbu pelengkap, hingga kemudian dibungkus dengan daun pisang Lempetan kemudian dibakar selama kurang lebih 2-5 menit dan kemudian bisa disajikan. Dilihat dari tampilan, opokan dan lempet memiliki perbedaan yang jelas Opokan biasanya berukuran besar sementara lempet lebih kecil. Selain itu harga opokan jauh lebih mahal dibandingkan lempet Opokan dijual seharga Rp 10 000 hingga Rp 15 000 per bungkus, sedangkan lempet dijual mulai dari Rp 2.000 hingga Rp. 5.000 per bungkus.
Sumber: PENSIK 2024
Dalam pembuatan opokan, jika terdapat sekitar 15 ekor ikan yang digunakan, maka biasanya dapat dihasilkan 80 bungkus opokan. Untuk penjualan opokan sendiri dilakukan setiap hari, namun pada saat malam minggu pembeli yang datang cenderung meningkat dan ramai. Opokan juga sering dijadikan oleh-oleh khas dari Desa Kusamba
Di tempat lainnya di Kusamba, lempet dan opokan diproduksi dengan bahan dasar dan bumbu yang sama. Namun, terdapat perbedaan harga dan jumlah produksi per harinya. Seperti salah satu informan yang memproduksi 20 kg daging ikan untuk pembuatan lempetan dan opokan menjelaskan sebagai berikut:
Sumber: PENSIK 2024
“Dalam sehari saya menggunakan 20 kg daging “Dalam sehari saya menggunakan 20 kg daging ikan segar yang kemudian dibagi untuk produksi ikan segar yang kemudian dibagi untuk produksi lempet dan opokan Lempet setengah dan opokan lempet dan opokan. Lempet setengah dan opokan setengahnya. Saya biasanya berjualan mulai jam 5 setengahnya Saya biasanya berjualan mulai jam 5 pagi sampai habis tergantung sedikit banyaknya pagi sampai habis tergantung sedikit banyaknya pembeli”. Ibu Wayan Narti. pembeli” Ibu Wayan Narti
Sebagai bentuk kearifan lokal yang kaya akan nilai-nilai budaya, opokan dan lempet dari Kusamba tidak hanya sekadar makanan tradisional, tetapi juga warisan yang mempererat identitas masyarakat setempat. Kedua makanan ini mencerminkan harmoni antara alam dan manusia melalui penggunaan bahan-bahan alami dan teknik pengolahan yang diwariskan secara turun-temurun. Dalam setiap sajian opokan dan lempet, tersirat pesan untuk menjaga kelestarian lingkungan serta menghargai tradisi yang telah membentuk keberagaman kuliner di Indonesia. Melestarikan opokan dan lempet bukan hanya tentang mempertahankan rasa otentik, tetapi juga melanjutkan nilai-nilai luhur yang telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kusamba selama berabad-abad.
PENULIS:
Tim PENSIK 2024
sumber : RujakBali.com
Kuliner lokal merupakan cerminan dari kekayaan budaya dan tradisi suatu daerah, yang diwariskan dari generasi ke generasi Setiap hidangan lokal mengandung cerita dan nilai-nilai yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat setempat Dengan bahanbahan yang bersumber dari alam sekitar, kuliner lokal menghadirkan cita rasa otentik yang menggambarkan keunikan dan karakteristik suatu wilayah. Dari teknik memasak hingga penggunaan rempah-rempah khas, setiap elemen dalam kuliner lokal mencerminkan identitas dan kearifan lokal yang menjadi daya tarik bagi para pecinta makanan. Kuliner ini tidak hanya mengisi perut, tetapi juga memperkaya pengalaman budaya dan mempererat ikatan komunitas.
Begitu pula dengan rujak, makanan ini tentunya terdapat di berbagai daerah di Indonesia dengan keberadaannya yang biasanya berkolaborasi dengan kearifan lokal setempat. Umumnya, rujak menggunakan buah-buahan yang diberikan bumbu. Ada pula rujak cingur yang populer di Jawa Timur dengan isian sayuran, buah-buahan, tahu tempe, serta cingur, dan lontong. Namun, ada satu lagi jenis rujak yang hanya ditemui di kawasan Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Bali Namanya rujak batu-batu, dan perlu dicatat bahwa menu ini cocok untuk penggemar makanan asam pedas.
Rujak batu-batu memakai bahan dasar kerang laut. Dinamai begitu, konon diambil dari rumitnya proses membelah cangkang kerang laut yang keras. Rujak batu-batu disajikan dalam wadah mangkuk kecil. Daging kerang yang sudah direbus dua kali selama beberapa jam kemudian diguyur kuah bumbu cabai asam-pedas Meski tampilannya sederhana, rujak batu-batu memiliki banyak penggemar. Bahkan, orang dari berbagai daerah datang ke Tanjung Benoa untuk dapat menyantap sensasi rujak batu-batu Rujak ini terasa segar karena memakai kuah cabai yang dicampur cuka. Ditambah irisan bawang putih dan garam yang membuat bumbunya semakin gurih.
Sebagai salah satu kuliner tradisional yang berasal dari pesisir Bali, seiring berjalannya waktu rujak batu-batu semakin dikenal sebagai simbol kekayaan budaya dan warisan kuliner lokal. Menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat pesisir terutama di daerah Tanjung Benoa, rujak ini tidak hanya sekadar hidangan, tetapi juga mencerminkan cara hidup ataupun adaptasi masyarakat dengan alam sekitarnya. Dengan keunikan dan keasliannya, rujak ini menjadi salah satu kekayaan kuliner yang patut dilestarikan dan dipromosikan sebagai bagian dari identitas kuliner Bali.
PENULIS : Tim Redaksi
REFERNSI :
Eka, Agus. 2023. Mencicipi Rujak Batu-batu di Tanjung Benoa, Asam dan Pedas! Diakses pada https://www.detik.com/bali/kuliner/d-6886342/mencicipi-rujak-batu-batu-ditanjung-benoa-asam-dan-pedas.
Sabandar, Switzy. 2023. Rujak Batu-Batu, Sajian Unik Khas Tanjung Benoa. Diakses pada https://www.liputan6.com/regional/read/5310566/rujak-batu-batu-sajian-unik-khastanjung-benoa