The People's Edisi I Tahun 2021

The People's

p-ISSN 2798-9089

EDISI I / AGUSTUS 2021

"Menembus Cakrawala Berpikir Generasi Muda Antropologi"

Laporan Utama

Metamorfosis Tren Gaya Hidup Masyarakat Nusantara

WANT TO KNOW ME MORE? GO CHECK ON MY SOCIAL MEDIA! (SEBUAH TRANSFORMASI TEKNOLOGI DIGITAL DAN HIPEREALITAS)

Laporan khusus GAYA RETRO: DESAIN RUMAH KLASIK YANG KEMBALI DIGEMARI MASYARAKAT NUSANTARA

Opini

POST BEFORE EATING: BUDAYA GENERASI MILENIAL MEMOTRET SEBELUM MAKAN

Krama udayana

p-ISSN 2798-9089

EDISI I / AGUSTUS 2021

SUSUNAN SUSUNAN SUSUNAN

KONTRIBUTOR

Redaksi

Aisyah Azka Nur Afifah Br Barus (Antropologi 2019) Bintang Andiraputra Nangtjik (Antropologi 2019) Bonnita Kamila (Antropologi 2019) Chaterina Velevia (Antropologi 2018) Dimas Fadhilah Akbar (Antropologi 2019) Elisabeth Kolo (Antropologi 2018) Kadek Rama Ari Prasetya (Antropologi 2019) La Ode M. Al Rizqi Rahman Al Amin (Antropologi 2019) Ni Made Febriana Sara Dwiyanti (Antropologi 2018)

PENERBIT Kerabat Mahasiswa Antropologi (Krama) Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana

PENANGGUNG JAWAB Dr. Dra. Ni Made Wiasti, M.Hum (Koordinator Program Studi Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana) La Ode M. Al Rizqi Rahman Al Amin (Ketua Kerabat Mahasiswa Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana)

EDITOR PENASEHAT/PENDAMPING

Ni Nyoman Era Jumantini (Antropologi 2019) Ida Ayu Rara Meswara Laksmi (Antropologi 2019) Ni Putu Arya Putri Awyawaharika (Antropologi 2019) Siti Dhia Nurohmah (Antropologi 2019) Wilda Nurul Sukarno Putri (Antropologi 2019)

Aliffiati, S.S., M.Si. (Pembina Mahasiswa Program Studi Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana)

PEMIMPIN REDAKSI

LAYOUT

Dhi’fa Hafizha Pangestu (Antropologi 2019)

Elsavia Nalurita Dewi (Antropologi 2019) Gabriella Savitri Leandro (Antropologi 2019)

CETAKAN DAN TAHUN PENERBITAN

@antropologiunud

Cetakan pertama- 2021

@810bzteu kramaunud@gmail.com

Jl. Pulau Nias No.13, Dauh Puri Klod, Kec. Denpasar Tim., Kota Denpasar, Bali 80113

Sponsored by :

1

p-ISSN 2798-9089

DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR ISI

MADYA FIGUR

13

Jean Baudrillard: Tokoh dalam Persepsi Nilai-tanda dan Nilai-simbol

EDISI I / AGUSTUS 2021

FOLKLORE SUSUNAN REDAKSI

1

Cerita Rakyat dari Ende Lio: Ine Pare (Asal Mula Padi)

DAFTAR ISI

2

ANTROVISUAL

15

17

(Galeri dalam Sudut Pandang Antropologi)

SALAM REDAKSI

3

ANTROPOLOGI KULINER

19

Akulturasi Dibalik Gurihnya Martabak Manis

EDITORIAL

4

ANTROPOLOGI PARIWISATA

21

Nafsu Dibalik Kepariwisataan Kaum Kapitalis

UTAMA LAPORAN UTAMA

NISTA

5

Want to Know Me More? Go Check on My Social Media! (Sebuah Transformasi Teknologi Digital dan Hiperealitas)

LAPORAN KHUSUS

SHARING PENGALAMAN Sekilas Memori di Perbatasan Borneo

7

RESENSI

Gaya Retro: Desain Rumah Klasik yang Kembali Digemari Masyarakat Nusantara

OPINI

25

Daur Ulang Film "Gita Cinta dari SMA" (1979) pada Romansa Remaja Milenial dalam Film "Galih dan Ratna" (2017)

9

REKOMENDASI

Post Before Eating: Budaya Generasi Milenial Memotret Makanan Sebelum Disantap

OPINI

23

27

SPOTIFY KRAMAUNUD & MERCHANDISE ANTROPOLOGI

QNA

11

Teknologi Mobil Listrik Sebuah Pengembangan Baru untuk Masa Depan Indonesia hingga Dunia

2

29

Salam redaksi

SAMBUTAN KOORDINATOR PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA

Om Swastyastu Puja dan puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat karunia-Nya Majalah The Peoples dapat diterbitkan sesuai harapan. Majalah The Peoples merupakan majalah yang dikelola oleh mahasiswa program studi Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, yang mana perkembangan dari Majalah Sunari Penjor yang selama ini vakum. Edisi perdana dengan mengusung tema Metamorfosis Tren Gaya Hidup Masyarakat Nusantara, sebagai salah satu respon kritis dari mahasiswa dalam menyikapi fenomena sosial budaya pada masyarakat saat ini.

Penerbitan edisi perdana majalah The Peoples menandai perayaan hari jadi Program Studi Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana yang ke-59, sebagai persembahan mahasiswa melalui karya nyata dalam bentuk karya ilmiah yang kreatif dan inovatif. Semoga ke depan majalah The Peoples terus bisa menjawab tantangan jaman dengan selalu menghadirkan artikel-artikel ilmiah populer di tengah budaya literasi masyarakat nusantara yang terus mengalami perkembangan.

Terbitnya majalah ini tentunya berkat bantuan dari berbagai pihak, ucapan terimakasih saya haturkan terlebih kepada para mahasiswa khususnya Tim Penggagas, serta para dosen dan alumni yang telah mendukung terbitnya majalah ini.

Om Shanti Shanti Shanti Om

Denpasar, 22 Agustus 2021

Koordinator Program Studi Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana

Dr. Dra. Ni Made Wiasti, M.Hum. NIP 19591208 198601 2 001

3

Editorial

METAMORFOSIS METAMORFOSIS METAMORFOSIS

“Ketika satu pintu tertutup, maka pintu lain akan terbuka” kutipan dari Alexander Graham Bell ini agaknya selaras dengan momentum perilisan majalah The People’s edisi 1. Majalah The People’s merupakan inovasi yang lahir dari ide-ide kreatif mahasiswa sebagai media yang siap menyalurkan karya-karya informatif hasil pemikiran mahasiswa Program Studi Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana kepada khalayak umum. The People’s adalah sebuah gerakan pembaharuan dari Majalah Sunari Penjor, yang disusun dengan segenap jiwa agar dapat mengedukasi seluruh kalangan dan bermanfaat untuk kemajuan dunia ilmu pengetahuan yang lebih baik.

Majalah The People’s tidak lahir dengan proses yang instan. Namun dengan dukungan dari berbagai pihak serta kerja keras tim kerja untuk terus berkarya akhirnya majalah ini dapat dirilis dengan baik hingga sampai di tangan pembaca. Perilisan majalah edisi 1 ini telah melalui berbagai macam proses, hingga akhirnya kami selaku tim kerja mampu mengaktifkan kembali majalah mahasiswa Program Studi Antropologi, Universitas Udayana yang sebelumnya bernama Sunari Penjor kemudian dirubah menjadi The People’s. Kata “The People’s” berasal dari Bahasa Inggris, yang dalam Bahasa Indonesia berarti orang-orang (bentuk jamak). Ilmu antropologi sangat identik dengan masyarakat sebagai objek studinya. Maka dari itu, pemberian nama “The People’s” pada majalah ini selaras dengan ruang lingkup antropologi.

Tim Kerja Majalah The People’s edisi 1 ini berasal dari mahasiswa Program Studi Antropologi, Universitas Udayana yang diseleksi melalui proses open recruitment. Tulisan diperoleh melalui proses open submission yang dikhususkan kepada mahasiswa Antropologi Udayana dan disambut dengan antusias. Topik yang diangkat pada Majalah The People’s edisi 1 ialah “Metamorfosis Tren Gaya Hidup Masyarakat Nusantara”. Topik ini dipilih karena Majalah The People’s juga merupakan salah satu contoh metamofosis dari Majalah Sunari Penjor yang sudah terbit sebelumnya.

Kemudian, tren gaya hidup masyarakat yang berubah dari waktu ke waktu sangat menarik untuk diulas karena perubahan akan membawa dampak yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan.

4

Laporan utama

Want to Know Me More?

Go Check on My Social Media!

(Sebuah Transformasi Teknologi Digital dan Hiperealitas) Dimas Fadhilah Akbar Memasuki abad ke-21, teknologi secara fungsional semakin ‘menguasai’ masyarakat.

Teknologi menjelma sebagai ‘alat’ yang sangat dibutuhkan oleh manusia dalam rangka membantu setiap urusan dalam hidupnya.

Ketergantungan manusia terhadap teknologi semakin menjadi-jadi, dengan adanya fenomena Hyperreality yang seolah berhasil menjebak masyarakat untuk bergantung dengan sosial media. Seperti yang kita tahu, di dalamnya mampu memberi kesempatan kepada orang-orang untuk mengubah dan menciptakan citra diri, identitas serta konsep diri mereka sesuai dengan keinginan masingmasing. Hal ini membentuk mindset pada masyarakat, berpikir seolah sosial media adalah alternatif terbaik dalam memperkenalkan diri kepada orang lain maupun mengenal orang lain itu sendiri.

Membaca deskripsi akun sosial media seseorang, men-stalk berbagai post dan statusnya; membuat kita berpikir sudah mengenal orang tersebut tanpa harus berinteraksi langsung. Dengan kata lain tempat untuk mendapat pengakuan dan diakui.

“Fenomena Hyperreality memunculkan ketergantungan manusia terhadap teknologi elektronika, yang seolah berhasil menjebak masyarakat masuk ke dalam cyberspace yang berwujud sosial media."

Zaman mengubah segalanya! Dikatakan demikian karena perkembangan zaman selalu diiringi dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Globalisasi menjelma menjadi magnet yang menarik masyarakat menuju dunia modern dan dipenuhi dengan ragam teknologi digital (digitalisasi). Akibatnya terjadi metamorfosa atau perubahan gaya hidup masyarakat dari yang sebelumnya ‘belum tersentuh teknologi digital’ menjadi ‘manusia yang tidak bisa lepas dari sentuhan digitalisasi’. Mengirim kabar lewat surat, belanja secara langsung, dan sarana pembelajaran secara tatap muka merupakan beberapa contoh bentuk nyata dari gaya hidup masyarakat sebelum berkembangnya teknologi digital. Namun sekarang beberapa kegiatan tadi bisa dilakukan sekaligus dengan mudah dan cepat hanya dengan menggunakan smartphone, yang mana hampir semua orang diberbagai belahan dunia memiliki dan menggunakannya. Jacques Ellul mengatakan “jika kita ingin menggambarkan zaman sekarang ini, maka gambaran yang terbaik adalah realitas masyarakat yang berteknologi” (Ellul, 1980:1).

5

Laporan utama 164

Selain sebagai ajang saling mengenal, sosial media juga digunakan sebagai tempat penyampaian ekspresi yang tidak bisa disampaikan di dunia nyata. Karena sebagian masyarakat beranggapan bahwa dunia maya merupakan tempat yang tepat untuk mengungkapkan perasaan ekspresif mereka. Dapat dibuktikan, puluhan, ratusan atau bahkan ribuan orang akan mengumpat di Twitter ketika mereka sedang marah, beberapa orang dengan senang hati berbagi momen indah liburannya kepada para pengikutnya di Instagram dan beberapa orang lainnya seolah dengan tanpa khawatir memposting kesedihannya di status WhatsApp untuk mendapat simpati dari teman kontaknya. Hiperealitas juga bisa dicontohkan secara konkrit dalam menguji iba dan kepedulian tulus seseorang terhadap suatu musibah atau permasalahan sosial budaya. Seperti misalnya banyak orang seolah-olah memperlihatkan bahwa dia memiliki kepedulian terhadap lingkungan hanya dengan me-repost sebuah hashtag kampanye penayangan film berjudul Kinipan: Potret Kerusakan Hutan dan Masyarakat yang Tersingkir dan Pulau Plastik. Mereka berhasil menjadikan trending topic tanpa disertai tindakan konkrit dalam kehidupan sehari-harinya, mereka diam saja ketika melihat hutan ditebang secara liar dan sampah berserakan. Dalam hal ini terlihat jelas bahwa hiperealitas membuat kebanyakan orang lebih mementingkan eksistensinya dalam sosial media daripada tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Kebanyakan orang menganggap orang lain akan menilai dirinya berdasarkan apa yang tampak pada akun sosial media miliknya.

Fenomena Hyperreality atau Hiperealitas pada dasarnya merupakan teori postmodern yang dikemukakan oleh seorang sosiolog bernama Jean Baudrillard. Secara praktis Hyperreality diterjemahkan sebagai fenomena ketidakmampuan kesadaran manusia untuk membedakan kenyataan dan fantasi, sehingga kebenaran, keaslian, kepalsuan, fakta atau kebohongan sangat sulit untuk dibedakan. Munculnya konsep Hyperreality diawali dengan munculnya konsep simulation yang merupakan konsep penciptaan kenyataan melalui model yang berhubungan dengan fantasi. Kita sebagai manusia modern, tidak munafik bahwa kita sudah terjebak dalam hiperealitas. Di alam bawah sadar (subconscious) sudah tertanam stigma ‘dunia maya adalah dunia yang memang kita butuhkan’. Terjebak dalam hyperreality adalah konsekuensi logis bagi pengguna teknologi digital. Bagaimana kita memilih dan menentukan untuk menyikapinya?

Apakah anda akan memanfaatkan cyberspace hanya untuk eksistensi semata? atau anda bisa kreatif memanfaatkannya untuk hal-hal positif seperti digital marketing, data analisis dan menyebarkan konten-konten yang positif, itu semua tergantung kepada masing-masing pengguna.

Daftar Pustaka Ellul, Jacques. 1980. The Technological System. 815 Second Avenue, New York: The Continuum Publishing Corporation Fitria, Herlinda. 2015. “Hipperrealitas dalam Sosial Media (Studi Kasus: Makan Cantik di Senopati pada Masyarakat Perkotaan)”. Universitas Indonesia: Informasi Kajian Ilmu Komunikasi Volume 45. Nomor 2. Desember 2015 Hidayat, Medhy. 2012. Menggugat Modernisme: Mengenali Rentang Pemikiran Postmodernisme Jean Baudrillard. Yogjakarta: Jalasutra

6

Laporan khusus

http://Suitehub.io

Gaya Retro: Desain Rumah Klasik yang Kembali Digemari Masyarakat Nusantara

https://pin.it/5QbM8i1

La Ode Muhammad Al Rizqi Rahman Al Amin

Pemandangan

menarik

yang

dapat

disaksikan

belakangan

ini,

bangkitnya tren masa lampau kembali digemari masyarakat Indonesia pada

khusunya.

Terlihat

sejak

tahun

2020

hingga

awal

2021

banyak

masyarakat menggandrungi kembali sesuatu di masa lalu seperti 90’s music.

Lantunan

nada

yang

khas

pada

zamannya

ternyata

masih

memiliki penggemarnya hingga saat ini, tidak luput gaya berpakaian seperti tren kemeja polos dipadukan dengan celana cutbray kembali ramai

dipergunakan.

Tidak

hanya

bapak

ibu

kita

yang

notabennya

hidup di zaman tersebut, tetapi generasi-generasi yang bahkan belum sempat

Onekindesign.com

Selain

tren

kehidupan berada

di

masa

difase

menyesuaikan

atas, kini

yaitu

design

kehidupan

sebelum

tahun

2000

pun

sangat

menikmati tren tersebut.

ada

tersebut

merasakan

pula

tren

desain

hingga

interior

lain

yang

interior

anak

pada

muda

rumahnya

sarat

hunian

zaman

demi

akan

kenangan

rumah.

sekarang.

Mulai

Para

mengembalikan

dan

menjadi

dari

orang

pemilik

memory

rumah atau

inspirasi

tua

yang

untuk

pernah

berlomba-lomba

kenangan

di

masa

lampau. Tren inilah yang melahirkan desain interior bergaya retro.

Dikutip pada situs jual beli properti pinhome.com gaya retro ialah teknik mengulang gaya yang telah populer pada masa lampau. Secara garis besar dapat diartikan menjadi suatu gaya atau mode yang pada masa lampu telah dibuat dan pada masa kini diulang serta digunakan kembali namun dengan sentuhan

modernisasi

demi

kepentingan

esensial

seperti

fungsi,

keamanan

dan

kenyaman.

Contoh

yang kerap kali diaplikasikan pada sektor hunian masa kini dengan gaya retro ialah dinding kayu, yang pada tempo dulu memang rumah menggunakan kayu, namun pada saat ini, tanpa mengalahkan sektor keamanan dan kenyamanan maka digunakan kertas dinding bermotif kayu untuk menyerupai aksen kayu pada dinding bangunan.

Tren ini sangat populer pada zaman sekarang, banyak kawula muda yang melihat foto bapak ibunya dimasa kecil dan mengaplikasikannya di dalam huniannya. Sebuah situs hunian bernama Dekoruma (Dekoruma.com) pada rubrik yang berjudul “Ciri Rumah Gaya Retro” menjelaskan bahwasanya tren ini disinyalir tidak hanya mengedepankan estetika saja, namun beberapa orang yang menggemari gaya desain interior model retro adalah mereka yang ingin mengingatkan hal-hal di masa lampaunya seperti ketika mereka kecil, kehangatan keluarga ketika makan malam bersama hingga masa dimana mereka bercengkrama dengan seorang kekasih dimasa lalu.

7

Laporan khusus Mungkin hanya

bagi

segelintir

menjadi

beberapa mereka

gaya

orang

hal

biasa,

lainnya

kembali

orang

ini

namun

menilai

menggunakan

bahwa tren

di

masa lampau tidak hanya untuk terlihat keren

saja,

tetapi

ada

nilai

kehangatan

atas memori diingatan mereka yang bisa divisualisasikan ternyata bagi

gaya

semua

maupun lama

pada

muda

gaya

hingga

dapat

sendiri

berarti

kini

tidak

gaya baik,

begitu

orang

diterima

masyarakat.

nilainya

modern

disadari

Tua

mengaplikasikan

bukan

masa

tanpa

tersebut

lapisan

dengan

Namun,

yang

pun

-

tren

sendiri.

yang

ada

hanya

saja

cepat

berganti

kewalahan

untuk

terus mengikuti apa yang menjadi tren saat ini.

Tren hunian retro ini benar-benar jadi solusi

dan

digandrungi

khalayak

ramai,

semua orang dapat kembali merasakan dan

atau

roda

bahkan

waktu

kenangan

setidaknya

untuk

masa

memutar

bernostalgia lampau.

pada

Sekalipun

banyak orang yang mengaplikasikannya belum pernah hidup di zaman tersebut, namun

terbukti

dengan

mereka

yang

dapat memvisualkan foto - foto zaman lampau

sehingga

dapat

merasakan

hal

yang sama seperti di foto yang mereka

Fenomena gaya retro pada hunian rumah tentu tidak muncul

bila

dipungkiri asritek

tidak

banyak

tersebut

mampu

suasana

gaya

tersebut.

Di

elemen

mengurangi

untuk

tempo

sektor

hingga

klien-nya.

lampau.

yang

Hal

mana

tertarik tetapi

digunakan

sekarang

dapat

mengembalikan

dulu

yang

tidak

hunian

pada

orang

aura

zaman

ini

dimasa

membuat

membangkitkan

berminat,

perancang

semata-mata

bagaimana

tanpa

yang

para

menggunakan

menggunakan

lihat.

ada

hal

itu

esensial

untuk

tidak

perlu

pada

zaman

dapat

dibuat

yang

terkandung.

Seperti keadaan di lapangan, pintu kayu yang sudah sedikit Meskipun tentu

gaya

tetap

retro

tidak

kian

populer,

melupakan

unsur-

rapuh,

jika

dilihat

dari

sisi

keamanan

tidak dianjurkan, namun pada gaya retro hal itu dapat dikabulkan

menimbulkan aksen rapuh pada hasil akhir.

menyinari sudah

di

dapat

kala

malam,

ditemui

yang

sekarang, perasaan fungsi

tidak yang

yang

penting

di

dibungkus lampau. retro

sangat

lampu

Hal

zaman

perlu

dengan inilah

menjadi

masa dan juga aspek

walaupun

hal-hal

yang

solusi

di

namun

sekarang

khusus

yang

akan

bohlam

estetika

bermain,

tetap

menjadi

hunian.

digemari

hanya

cat

kualitas

sekarang

dengan gaya seperti lentera. Perpaduan inilah

dengan

dengan

masih

untuk

sampulkan

pintu

terbaik

lentera

di

menggunakan

unsur modern pada saat ini. Jika dahulu menggunakan

sangat

zaman

membuat

pemilihan

gaya

desain

Gaya para

retro

pemilik

ini

sangatlah

hunian

yang

menjadi

jalan

merindukan

keluar zaman

bagi yang

mereka ingin kembali namun dengan kenyamanan dan keamanan yang mumpuni seperti hunian modern saat ini.

Bukan

populer,

tidak

kualitas

mungkin dan

seperti

pandangan

dengan

mengingat

kenyamanan

dan

gaya

hasil

sejuk, memori

keamanan

yang

hati

menjadi dapat

yang

dimasa pada

menjadi perhatian yang utama.

8

ini

sangat

dinikmati

cukup

lampau,

hunian

yang

puas serta tetap

Opini

Post before eating : Budaya Generasi Milenial Memotret Makanan Sebelum diSantap Nana Febriana

“Siapa yang tidak suka mendapat pengakuan? Namun apakah aktif disosial media dengan membagikan apa yang sedang kita lakukan menjadi kebiasaan generasi milenial?”

Makan merupakan salah satu kebutuhan mendasar bagi setiap manusia. Sebab manusia memerlukan makanan untuk dapat bertahan hidup. Namun seiring berkembangnya zaman, kegiatan makan pada saat ini dapat dijadikan sebagai gaya hidup atau lifestyle bagi sebagian orang. Gaya hidup atau lifestyle diartikan sebagai pola konsumsi yang merefleksikan pilihan seseorang tentang bagaimana individu tersebut menggunakan waktu dan juga uang yang dimilikinya.

Makanan yang dikonsumsi dapat menjadi cerminan bagaimana gaya hidup atau lifestyle seseorang. Misalnya, tidak semua orang gemar mengonsumsi makanan kaki lima dan tidak semua orang mampu mengonsumsi makanan mewah di restoran mahal.

Berbicara mengenai fenomena post before eating, erat kaitannya dengan kaum milenial kini yang memiliki kebiasaan memotret makanan sebelum disantap. Fenomena post before eating muncul dikalangan generasi milenial akibat pengaruh perkembangan teknologi yang semakin canggih. Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini hampir semua orang memiliki gawai atau smarthphone yang dapat dimanfaatkan oleh penggunanya dengan berbagai fitur, salah satunya adalah media sosial. Berdasarkan riset dari databoks.co.id per tahun 2020 pengguna smarthphone di Indonesia mencapai 89%.

Lalu dalam laporan berjudul Digital 2021: The Latest Insight Into the State of Digital menunjukan dari total 274,9 juta penduduk di Indonesia, 170 juta diantara telah menggunakan media sosial dan generasi milenial merupakan generasi yang mendominasi penggunaan media sosial di Indonesia.

9

Opini

Kembali pada post before eating, salah satu cikal bakal lahirnya fenomena ini adalah fitur story atau status di media sosial yang digemari oleh generasi milenial. Melalui story atau status mereka dapat membagikan beragam momen dalam kehidupan mereka kepada teman-teman di media sosial.

Termasuk momen ketika mereka menikmati makanan atau kuliner. Hadirnya tren makanan kekinian juga menjadi pemicu munculnya fenomena post before eating.

Tren makanan kekinian yang kerap muncul di media sosial menyebabkan generasi milenial sebagai pengguna pun ingin turut serta menikmati kuliner kekinian tersebut. Mereka bahkan rela pergi ke tempat yang jauh hanya untuk mencari dan menikmati makanan yang sedang viral. Setelah bertemu makanan viral itu, mereka cenderung akan mengabadikannya terlebih dahulu melalui kamera smarthphone dan kemudian mengunggah foto atau video tersebut ke media sosial milik mereka. Media sosial yang dapat digunakan untuk mengunggah foto dan video memang banyak jenisnya, namun yang paling lumrah digunakan adalah Instagram dan Whatsapp. Instagram yang memiliki fitur Instagram story, dan Whatsapp yang memiliki fitur status memiliki kesamaan dimana foto atau video yang diunggah akan hilang setelah 24 jam berlalu.

Mengunggah foto atau video makanan yang kemudian dibagikan melalui media sosial merupakan hal yang lumrah terjadi di kalangan generasi milenial. Mereka terbiasa menjadikan hal ini sebagai pembuka sebelum menikmati makanan yang disajikan. Terdapat beragam motif yang menyebabkan generasi milenial kerap melakukan post before eating. Mengutip hasil studi pustaka Jurnal Sosiologi Reflektif, Volume 14, Nomor 2, April 2020 karya Annisa Dwi disebutkan bahwa terdapat beberapa motif melakukan post before eating. Pertama, sebagai kebutuhan untuk pekerjaan di bidang kuliner. Kedua, kebutuhan untuk mengekspresikan diri seperti: hobi atau kesenangan semata, eksistensi diri, serta untuk berbagi informasi ke sesama teman media sosial. Selain itu terdapat pula faktor personal dan situasional yang mempengaruhi fenomena tersebut. Berdasarkan faktor personal, orang yang mengunggah foto atau video makanan melalui media sosialnya dapat dikatakan sedang memanfaatkan fitur dari media sosial yang mereka gunakan yang juga menimbulkan kepuasan pribadi. Di sisi lain, terdapat pula orang yang ingin mencari perhatian dan pengakuan melalui media sosial yang ia gunakan. Adapun faktor situasional juga mendorong generasi milenial untuk melakukan post before eating dan menganggapnya sebagai suatu keharusan akibat pengaruh dari lingkungan sekitarnya yang juga melakukan hal tersebut.

Hal ini menimbulkan keinginan untuk terus berlomba-lomba mengikuti tren tersebut dan tak mau ketinggalan eksis di sosial media.

10

Opini

Teknologi

Mobil

Listrik,

Sebuah

Pengembangan

Baru untuk Masa Depan Indonesia hingga Dunia

La Ode Muhammad Al Rizqi Rahman Al Amin

Indonesia yang disebut-sebut sebagai tanah surga, kembali unjuk gigi di mata dunia. Kita semua tahu bahwa Indonesia kaya akan sumber daya alam yang disimpan. Mulai dari hutan Indonesia yang dijuluki sebagai paru-paru dunia, laut Indonesia yang terkenal luas bahkan lebih luas dari beberapa negara lainya, hingga sumber daya yang sudah dijadikan sebagai alat tukar, contoh nyatanya emas di Freeport Papua. Namun ada satu sumber daya alam yang baru-baru ini mulai dibutuhkan dunia yaitu nikel.

Berdasarkan Data Kementerian Bidang Kemaritiman dan Investasi, Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Data terbaru menyebutkan cadangan nikel di Indonesia kurang lebih mencapai 21 juta ton atau sebanding dengan 25% cadangan nikel di dunia Pemanfaatan nikel sendiri sebenarnya bisa dijadikan sebagai serat-serat kabel, hingga bisa dijadikan baterai untuk menghidupkan gadget yang kita genggam sekarang. Lantas, mengapa baru terdengar sekarang kalau peran Indonesia dalam industri nikel begitu besar?

Pada tahun 2012, dunia digemparkan dengan peluncuran mobil baru dari perusahaan yang didirikan oleh Elon Musk, Tesla. Mungkin tidak asing kita dengar jika ada perusahaan meluncurkan sebuah mobil, namun yang menarik pada perusahaan ini yaitu mobil yang mereka produksi sepenuhnya menggunakan baterai sebagai dapur pacuannya, situs otomotif Indonesia, garasi.id mengungkapkan bahwa secara tidak langsung, mobil ini menjadi salah satu kendaraan pertama di era modern yang sepenuhnya menggunakan bahan bakar listrik. Peluncuran mobil ini benar-benar menjadi titik balik pasar otomotif dunia, perusahaan otomotif lainnya mulai melirik sumber daya lain untuk menjadi motor bagi produk unggulannya seperti KIA, Honda, Toyota, dan perusahaan otomotif lainnya. Hal ini menjadi sangat fenomenal dimana suatu hal yang baru dan berbeda dapat meningkatkan minat manusia. Salah satu yang imbas dari meningkatnnya minat manusia dari kendaraan listrik sendiri yaitu mulai perlahan-lahan menghentikan pencemaran udara dari kendaraan yang biasa kita gunakan sehari-hari.

11

Opini

Sementara di Indonesia, mobil listrik baru ramai diperbincangkan pada dewasa ini. Tren mobil listrik ini merambah kalangan selebriti, dengan eksistensi yang mereka miliki, mengakibatkan tren mobil listrik di Indonesia semakin ramai diperbincangkan.

Eksistensinya kian meroket, instansi pun cukup mendukung dengan bantuan regulasi seperti pajak minimum dan tidak diberlakukannya peraturan ganjil genap pada mobil listrik di Ibukota DKI Jakarta. Namun hal ini masih dipandang sebelah mata oleh rakyat biasa, dikarenakan biaya yang diperlukan masih terpaut tinggi bila dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar bensin pada umumnnya.

Para investor kini mulai melirik Indonesia dengan kekayaan nikel terbesarnya.

Presiden Indonesia, Joko Widodo menindak tegas hal tersebut Kedepannya ingin mengolah biji nikel menjadi baterai lithium yang dapat digunakan untuk ponsel dan mobil listrik. Semua upaya tersebut akan menciptakan puluhan ribu lapangan pekerjaan baru sekaligus berkontribusi pada pengembangan energi masa depan, ujar pak Jokowi dalam hari ulang tahun partai politiknya yaitu Hari Ulang Tahun (HUT) PDIP. Secara tegas pula beliau mengatakan bahwa akan menghentikan ekspor nikel, pada sisa kepengurusan beliau akan memaksimalkan pengolahan nikel yang memiliki prospek yang sangat baik bagi Indonesia bahkan merambah pasar dunia.

12

Secara garis besar teknologi baru ini dapat menjadi peluang bagi masyarakat Indonesia, terutama pada sektor industri otomotif. Bukan tidak mungkin sumber daya alam ini dapat menjadi elemen utama dari teknologi yang mampu berkembang di negeri sendiri.

Kita berharap dengan adanya teknologi baru yaitu kendaraan listrik ini, dengan dikembangkan lagi serta dukungan pemerintah tentunya.

Dengan demikian masyarakat Indonesia dapat benar-benar memanfaatkan apa yang sudah ada dan berguna bagi bangsa hingga mancanegara.

Figur

Jean Baudrillard: Tokoh dalam Persepsi Nilai-tanda dan Nilai-simbol Bintang A. Nangtjik Jean Baudrillard adalah seorang sosiolog dan filsuf pascamodern yang terkenal karena karya-karyanya sangat berpengaruh terhadap realitas sosial-budaya kontemporer.

Jean Baudrillard lahir di Reims, Prancis, pada tanggal 29 Juli 1929 dan ia meninggal di Paris pada tanggal 6 Maret 2007.

Jean Baudrillard banyak meninggalkan pemikiran serta teoriteori yang berpengaruh pada ilmu-ilmu sosial humaniora, bahkan salah satu film terkenal, The Matrix terpengaruh olehnya. Dalam pemikirannya, Jean Baudrillard membahas tentang masyarakat konsumsi, nilai tanda dan nilai simbol, simulasi dan simulakra, serta hiperrealitas. Konsep-konsep Jean Baudrillard digunakan dalam membaca realitas budaya yang terdapat pada era pascamodern, termasuk budaya populer (pop culture). Walaupun dianggap sebagai tokoh pemikir pascamodern, sebenarnya Jean Baudrillard menolak pelabelan itu, “Saya tidak ada urusan dengan pascamodernisme!” ujar Baudrillard (Hidayat, 2021: 10). sumber: https://www.libertas.co/wiki/Jean_Baudrillard

Pada tahun 1966 Baudrillard berhasil menamatkan pendidikan doktoralnya di Universitas Paris, Nanterre, Prancis, dengan judul disertasi yaitu Le Systeme des Objets (Sistem Objek). Setelah berhasil menyelesaikan pendidikan doktoralnya, Baudrillard bekerja sebagai dosen di Universitas Paris X, Nanterre, dari tahun 1966 sampai tahun 1968. Awalnya ia bekerja sebagai Assistant Profesor, Associate Profesor, hingga akhirnya menjadi Profesor penuh setelah menyelesaikan habilitasi dengan judul L’Autre par lui-meme. Jean Baudrillard terpengaruh oleh pemikiran Karl Marx, Roland Barthes, Ferdinand de Saussure, Marcel Mauss, dan lainnya.

Nilai-tanda, Nilai-simbol, dan Masyarakat Konsumsi Dalam memahami pemikiran Baudrillard tentang realitas budaya pascamodern, pemikiran Baudrillard paling mendasar adalah tentang nilai-tanda dan nilai-simbol. Konsepsi tentang nilai-tanda dan nilai-simbol ini muncul atas kritik Baudrillard tentang teori nilai yang dimunculkan oleh Marx, yaitu komoditas yang mempunyai nilai-guna dan nilai-tukar. Dalam pemikiran Marx tentang komoditas, suatu komoditas mempunyai nilai-guna (kebermanfaatan suatu objek, misalnya, pensil untuk menggambar) dan nilai-tukar (rasio pertukaran antara komoditas satu dengan yang lain, misalnya, satu pena sebanding dengan tiga potong daging). Baudrillard mengkritik pemikiran Marx tentang teori nilai ini. Dalam realitas budaya pascamodern, teori nilai Marx yang sudah muncul di muka, menurut Baudrillard ada nilai lain yang terkandung. Dipengaruhi oleh pemikiran Ferdinand de Saussure dan Roland Barthes tentang petanda dan penanda, Baudrillard membangun teori tentang nilai-tanda dan nilai-simbol ini. Dalam pemikiran Baudrillard, nilai-tanda adalah status komoditas sebagai penanda dalam perbedaannya dengan komoditas yang lain. Misalnya, sebuah sepatu merk Nike bisa saja mempunyai manfaat yang sama dengan sepatu yang lainnya, tetapi sepatu Nike menandakan prestise atau kemewahan daripada sepatu lainnya.

Sedangkan, nilai-simbol adalah status komoditas di mata hubungan antar subjek. Misalnya, sebuah Apple Watch diberikan untuk menyimbolkan hadiah ulang tahun dari seseorang untuk kekasihnya.

13

Figur

sumber: https://www.libertas.co/wiki/Jean_Baudrillard

Nilai-tanda dan nilai-simbol yang merupakan perwujudan dari kemewahan, gaya hidup, kekuasaan, dan kehormatan adalah motif utama dalam aktivitas konsumsi oleh masyarakat konsumsi. Dalam era kapitalisme-lanjut, aktivitas produksi bukan lagi utama, melainkan aktivitas konsumsi sebagai faktor determinannya. Kini konsumsi telah menjadi hal utama dalam penggerak realitas budaya dan menciptakan budaya massa atau budaya populer (pop culture). Dalam masyarakat konsumsi, komoditas tidak sekedar memiliki nilai-guna dan nilai-tukar, namun komoditas mempunyai nilai-tanda dan nilai-simbol yang menandakan status, kemewahan, kehormatan, dan lainnya.

Individu dalam realitas masyarakat konsumsi melihat identitas mereka dengan relasinya pada individu lainnya. Bukan dari apa yang dilakukan, melainkan dari tanda dan makna dalam komoditas yang dikonsumsi, dimiliki, serta tampilan pada interaksi sosial. Dalam masyarakat konsumsi tanda merupakan aktualisasi diri individu.

Simulasi, Simulakra, dan Hiperrealitas Dalam dunia simulasi segala sesuatu ditentukan oleh relasi tanda, kode, dan citra. Identitas seseorang dalam dunia simulasi tidak lagi ditentukan karena dirinya sendiri, melainkan konstruksi didalamnya. Misalnya, jumlah like dalam video seorang Youtuber memiliki makna sebagai cerminan orangnya, jika like yang diperolehnya tinggi maka dirinya bisa disebut berkualitas, jika tidak maka sebaliknya Ruang realitas yang disarati oleh proses reduplikasi, tiruan, dan daur ulang dalam wujud komoditas citra, fakta, serta kode tercampur aduk menjadi satu adalah apa yang disebut Baudrillard sebagai Simulakra. Lebih jauh, simulakra merupakan duplikasi dari duplikasi atau pemalsuan dari yang palsu, bahkan tidak ada rujukan yang nyata ataupun yang asli. Dalam realitas simulakra memungkinkan seseorang untuk merekayasa dan menyimulasi sampai batas yang tidak ditentukan.

Selanjutnya, pemikiran tentang hiperrealitas secara sederhana merupakan realitas yang dibuat atau direkayasa, bahkan lebih dipercaya sebagai sesuatu yang nyata daripada realitas sebenarnya. Sebagai contoh adalah gambaran Super Hero dengan proporsi tubuh yang digambarkan sangat ideal, meskipun tidak ada rujukan langsung dari manusia pada kenyataan. Tetapi proporsi tubuh Super Hero itulah yang dianggap ideal dan nyata. Inilah hiperrealitas, sesuatu yang sebenarnya palsu atau semu, buatan, dan artifisal.

Daftar Pustaka Hidayat, Aginta Medhy. 2021. Jean Baudrillard dan Realitas Budaya Pascamodern. Yogyakarta: Cantrik Pustaka.

Suryajaya, Martin. 2016. Sejarah Estetika: Era Klasik Sampai Kontemporer. Jakarta: Gang Kabel dan Indie Book corner.

14

Folklore

Cerita Rakyat dari Ende Lio:

Ine Pare (Asal Mula Padi) Elisabeth Kolo

Alkisah di sebuah desa hiduplah dua bersaudara yatim piatu yang bernama Bobi dan Nombi. Mereka merupakan tunawisma yang hidup seadanya, hingga akhirnya mereka bertemu dengan seorang janda yang bernama Ndoi. Karena Ndoi tidak memiliki anak, maka ia memutuskan untuk mengasuh serta membawa Bobi dan Nombi ke sebuah desa kecil, yaitu desa Monikuru.

Ndoi sangat menyayangi kedua anak tersebut seperti anak kandungannya sendiri.

Suatu ketika tibalah musim kemarau panjang yang melanda Desa Monikuru, dan mengakibatkan banyak orang kelaparan. Lalu, masyarakat mendatangi Mosalaki (ketua adat), untuk mencari tahu penyebab terjadinya kemarau yang berkepanjangan ini. Masyarakat menyimpulkan bahwa kemarau panjang yang melanda desa sebagai akibat dari kesalahan dan dosa anggota masyarakat sendiri. Hingga masyarakat menduga bahwa Bobi dan Nombi yang menyebabkan terjadinya kemarau panjang. Keduanya diduga telah melakukan hal tabu, yakni berhubungan intim (incest), sedangkan keduanya adalah saudara kandung.

Permasalahan ini diselesaikan melalui sidang adat yang dipimpin oleh para Mosalaki. Ibu Ndoi pun tidak tinggal diam dan berusaha membela kedua anak angkatnya. Namun, usahanya tidak berhasil. Para Mosalaki akhirnya memberi hukuman mati atas kesalahan yang diperbuat Bobi dan Nombi.

Karena takut, kedua kakak beradik tersebut melarikan diri dan menghilang. Masyarakat terus mencari mereka ke seluruh penjuru kampung dengan membawa senjata tajam berupa parang, panah, dan lain sebagainya. Beberapa hari kemudian masyarakat menemukan mereka di bawah lereng Bukit Kelindota, yang berarti Bukit Cincangan, dan mereka berhasil ditangkap dalam keadaan terluka akibat bidikan senjata milik masyarakat. Bobi dan Nombi dibawa ke puncak Bukit Kelindota, yakni bukit yang terkenal angker serta jarang didatangi. Bobi ditempatkan di sisi timur, sedangkan Nombi ditempatkan di sisi barat.

Keduanya dibunuh dan tubuh mereka dicincang sebagai silih serta tebusan dosa, dengan harapan hujan segera turun dan membasahi bumi. Namun setelah dua bulan kejadian itu berlalu, hujan pun tak kunjung turun. Bahkan kemarau semakin garang. Mosalaki beserta masyarakat kampung menjadi gelisah. Mereka khawatir, jikalau Bobi dan Nombi tidak berdosa dan hidup kembali.

15

Folklore Masyarakat memutuskan untuk pergi kembali ke atas Bukit Kelindota. Sesampainya di atas bukit, tepat di lokasi pembunuhan Bobi dan Nombi mereka menemukan hamparan rumput seperti ilalang yang memiliki biji berwarna kuning keemasan (yang sekarang disebut padi). Kemudian, mereka memutuskan untuk memotong rumput tersebut dan membawa pulang ke kampung mereka. Karena persediaan makanan sudah hampir habis, mereka memutuskan untuk mencoba memakan biji berwarna kuning keemasan tersebut dan mulai mengupas setiap bijinya. Setelah dikupas tampaklah biji-bijian tersebut berwarna merah dan putih. Tetapi tidak ada satu orang pun yang langsung berani untuk mencoba makan biji-biji tersebut.

Lalu, masyarakat mengusulkan kaum jandalah yang pertama mencoba memakan biji-biji itu. Menurut masyarakat, bila kaum janda yang mati akibat memakan biji itu, maka tidak menjadi masalah besar, karena hanya hidup seorang diri tanpa ada tanggung jawab terhadap suami atau pun anak-anak. Ibu Ndoi adalah janda pertama yang memakan biji-biji tersebut. Ibu Ndoi mencoba memakan segenggam biji itu. Biji yang dimakan ternyata rasanya enak. Ibu Ndoi kemudian memakannya lagi. Karena kelaparan, masyarakat yang hadir saat itu ikut memakan biji-biji itu.

Lambat laun masyarakat menyadari bahwa Bobi dan Nombi ternyata tidak bersalah, melainkan keduanya memberikan sumber kehidupan melalui biji-biji keemasan tadi. Hingga akhirnya masyarakat menamakan keduanya Ine Pare, yang berarti ibu padi, sebab dari kedua kakak beradik itulah masyarakat mengenal padi.

Ada dua jenis padi yang dikonsumsi oleh masyarakat, yakni padi yang berwarna merah dan padi yang berwarna putih. Padi merah melambangkan darah serta daging dari Bobi dan Nombi. Sedangkan padi putih melambangkan tulang milik Bobi dan Nombi. Sebagai bentuk syukur, masyarakat melaksanakan upacara adat yang disebut Ka poo pada saat sebelum musim tanam, dan Gawi saat musim panen.

Dari cerita tersebut dapat ditemukan benang merahnya, bahwa dalam kehidupan sosial masyarakat dahulu budaya patriarki sangat mendominasi, yang ditunjukkan pada cerita rakyat Ine Pare. Kedudukan perempuan khususnya janda dalam status sosial masyarakat di diskriminasi. Disamping itu, realitanya perempuan memiliki peranan penting dalam membawa perubahan di bidang pertanian masyarakat Ende Lio.

16

Antrovisual

Galeri Visual Galeri Visual adalah program kerja Krama Udayana yang baru diluncurkan pada bulan Juli tahun 2021. Galeri Visual merupakan kegiatan yang konsep dasarnya ialah perpaduan antara Antropologi Pariwisata dan Antropologi Visual. Dimana kita selaku mahasiswa Antropologi Udayana berkunjung ke suatu tempat wisata dengan tujuan mengobservasi budaya dan daya tariknya dengan mendokumentasikan, memvisualisasikan dan mendeskripsikan makna sebuah gambar atau foto. Tujuan dibentuknya Galeri Visual untuk mewadahi bakat fotografi dan karya mahasiswa Antropologi Universitas Udayana.

Selain hasil dari dokumentasi, memvisualisasikan dan mendeskripsikan, mahasiswa antropologi secara individu juga dapat mengunggah foto dan video mereka dalam link yang sudah disebarkan. Hasil dari dokumentasi dan unggahan tersebut yang akan menjadi bahan postingan Galeri Visual ini, foto dan video yang didapatkan akan di unggah di akun Instagram Galeri Visual.

Dari setiap unggahan foto atau video ini juga dapat menyertakan deskripsi berupa makna foto yang berkaitan dengan objek yang terdapat dalam foto atau video. Yang paling utama harus ada penjelasan yang spesifik mengenai objek realitas yang mereka dokumentasikan.

Kunjungi akun resmi @galerivisual.krama di Instagram untuk menemukan lebih banyak foto dan karya yang telah diunggah. Jangan lupa untuk dikunjungi dan di follow ya!!!

17

Antrovisual

Apa arti sebuah benda? Jika pada akhirnya ia akan berkarat dan lenyap begitu saja dengan sebuah kisahnya.

Masa lalu yang bernilai dengan bendabenda yang pernah berjuang untuk sebuah kapitalis kolonial. Kini hanya sebagai pajangan yang terlupakan.

1

“Cerita Yang Mulai Mengkarat”

2 Tenang dan damai, berjalan dengan sebuah kayuhan sepeda yang semakin menua bersama pemiliknya. Bertahan dan berusaha dibalik panjangnya relrel lori yang melintas dan luasnya hamparan kebun tebu.

“tak tergerus”

3 Entah apa yang mereka bicarakan disaat mobil truck berbak kayu yang dipenuhi tebu lalu lalang disekitar mereka. Sepertinya mereka tak menghiraukan kesibukan yang begitu berarti tentang PG Jati Roto dalam merauk keuntungan.

“bercengkrama”

18

antropologi kuliner

Akulturasi di Balik Gurihnya Martabak Manis Aisyah Azka Nur Afifah Br Barus

Siapa yang tidak tahu dengan makanan bernama martabak? Em… rasanya yang gurih dan manis mampu memanjakan lidah. Makanan ini juga kerap dijadikan buah tangan untuk menarik hati mertua atau calon mertua ketika mengunjungi rumahnya agar direstui dengan anaknya. Tapi, siapa sangka di balik eksistensinya di masyarakat makanan ini ternyata sudah mengalami banyak perkembangan mulai dari bentuk dan rasanya. Makanan kaki lima ini banyak mengalami perubahan dari masa ke masa, banyak inovasi-inovasi baru yang dikembangkan oleh produsen yang kreatif. Martabak sendiri berasal dari bahasa Arab yang artinya terlipat. Ada dua jenis martabak, yakni martabak asin atau telur dan martabak manis. Kedua martabak ini memiliki sejarah perkembangan yang berbeda.

Martabak telur berasal dari India. Pada mulanya di tahun 1930 ada seorang pemuda India bernama Abdullah bin Hasan Almalibary yang berkenalan dengan pemuda asal Lebaksiu, Tegal, bernama Ahmad bin Kyai Abdul Karim. Pemuda asal India tersebut memperkenalkan sebuah makanan dari India dan terbuat dari adonan tepung terigu bernama Moortaba kepada keluarga Ahmad dari Tegal. Setelah mengenal keluarga Ahmad, Abdullah juga menikahi saudara perempuan Ahmad. Setelah menikal Abdul dan istrinya membuka usaha dengan berjualan martabak telur. Namun, martabak yang dijual oleh Abdul sudah dimodifikasi secara kreatif dan menyesuaikan dengan selera masyarakat Indonesia sehingga sangat berbeda dengan martabak yang ada di India. Martabak yang sudah dimodifikasi biasanya akan mengurangi beberapa bahan seperti pengurangan rasa kari yang menyengat, daging kambing diganti menjadi daging ayam atau daging sapi cincang. Martabak yang dijual saat ini merupakan hasil akulturasi budaya India dengan budaya Jawa. Sehingga tidak heran apabila martabak memiliki perbedaan di setiap daerah.

Lalu bagaimana dengan sejarah martabak manis? Awalnya martabak manis berkembang di wilayah Bangka Belitung dengan nama asli Hok Lo Pan. Makanan ini diperkenalkan oleh orang-orang Tionghoa Bangka. Kue ini pertama kali muncul pada akhir abad ke-19, di Sungailiat, Pulau Bangka. Waktu itu banyak pendatang orang Tionghoa yang merantau di Pulau Bangka, Belitung, dan Singkep. Dalam kondisi tingkat ekonomi yang minim dan sudah tidak mampu bekerja di pertambangan timah, mereka bertahan dengan berbagai cara. Salah satu pendatang Tionghoa tersebut membuat kue dari bahan adonan tepung terigu dan telur yang kemudian dipanggang dalam ketel atau semacam loyang besi berbentuk bundar. Setelah mengembang, kue itu kemudian ditaburi wijen sangrai dan gula pasir. Dan ternyata kue tersebut disukai banyak orang. Selanjutnya orang-orang menyebut kue itu dengan Hok Lo Pan. Hok Lo berarti orang Tionghoa, sedangkan pan adalah ketel atau loyang tempat memanggang. Popularitas makanan ini terus meningkat hingga ke Pangkal Pinang, Ibukota Pulau Bangka.

Pada tahun 50-an di Padang, Sumatra Barat, jajanan ini sudah sangat terkenal dengan nama kue Pangkal Pinang.

Sebutan lain untuk jajanan ini adalah kue Terang Bulan karena waktu itu kue tidak dilipat menjadi dua, melainkan disajikan dalam bentuk bulat utuh seperti bulan purnama dengan taburan wijen, kacang tanah tumbuk, dan gula.

19

antropologi kuliner Popularitas makanan ini tidak berhenti sampai disini, martabak juga berkembang di Bandung. Kisah ini bermula ketika seorang pemuda Tionghoa berasal dari Bangka merantau ke Bandung untuk mencari kakaknya. Di Kota Kembang ia lalu ikut membantu usaha makanan sang kakak di Jl. Emung. Saat itu di kawasan alun-alun Bandung sudah ada perantau dari Bangka yang berjualan Hok Lo Pan. Kebetulan si penjual masih saudara jauh Bong Kap Tjoen. Bong muda pun tergerak untuk memulai usaha sendiri dengan membuat kue yang sama. Ia segera membuat gerobak, lalu berjualan di lokasi jalan Gatot Subroto dan usahanya laris manis. Usahanya yang laris manis akhirnya menginpirasi penjual-penjual lainnya untuk membuka usaha, hingga akhirnya kawasan tersebut penuh dengan gerobak makanan.

Sejak dua dasawarsa yang silam, bersamaan dengan masuknya keju sebagai isi martabak manis, para pedagang kue berinisiatif memakai mentega impor dari Belanda untuk membuat hasil lebih legit. Penambahan mentega pada martabak manis membuat orang-orang yang peduli akan kesehatan menjadi khawatir. Ini yang mendasari hadirnya versi manis tipis dan kering, atau biasa disebut tipker.

Seiring berjalannya waktu martabak banyak dikenal dan menjamur di berbagai kota di Indonesia. Ada berbagai sebutan untuk martabak manis di Indonesia, wilayah Jakarta dan Bandung menyebutnya martabak manis. Sementara di Semarang masyarakat sekitar menyebutnya Kue Bandung. Masyarakat di Medan biasanya menyebut Martabak Bangka. Sedangkan di Pontianak orang menyebutnya Apam Pinang dan untuk beberapa daerah di Indonesia masyarakat menyebutnya Kue Terang Bulan atau Rembulan.

Martabak yang biasa dikenal masyarakat yaitu martabak manis dengan isian kacang tanah, meises coklat, keju, dan wijen. Namun, saat ini banyak bermunculan martabak dengan berbagai jenis rasa seperti strawberry, green tea, special cheese, dan lain sebagainya. Saat ini martabak juga bisa dipesan dengan memadukan beberapa jenis rasa dalam satu loyang. Selain rasa, ukuran dari martabak juga mengalami perubahan dengan hadirnya martabak berukuran 5 cm dengan sebutan martabak mini, rasanya tidak jauh beda dengan martabak klasik pada umumnya.

Inovasi martabak tidak berhenti hanya pada ukuran dan rasanya saja, tahun 2016 muncullah martabak dengan bentuk unik yaitu martabak tipis dan kering atau sering disebut Martabak Kriker. Rasanya juga sama dengan rasa martabak pada umumnya hanya saja ada perbedaan pada teksturnya. Tidak hanya sampai di situ, inovasi dari orang-orang kreatif mampu menciptakan martabak dengan bentuk yang sangat unik yaitu martabak gulung yang bentuknya mirip dengan roti gulung. Martabak gulung ini juga dinikmati dengan mengiris tipis-tipis martabak seperti roti gulung. Martabak ini dipopulerkan oleh merk Akin yang berlangsung di Tanjung Duren.

Martabak dengan variasi rasa dan bentuk tersebut mungkin sudah sering kita temui dalam kehidupan kita seharihari karena martabak tersebut sudah sangat familiar di kalangan masyarakat. Tangan-tangan terampil dari orang kreatif tidak pernah berhenti memberikan inovasi terhadap eksistensi martabak tersebut, tapi apa pernah terpikirkan oleh kalian jika martabak disajikan dengan es krim? Perpaduan antara martabak dan es krim pasti akan menciptakan sensasi yang unik dan rasa yang tidak pernah kita rasakan. Sayangnya martabak tersebut harus dimakan di tempat karena apabila martabak ini kita bawa ke rumah pastinya es krim akan melumer sesampai di rumah.

Eksistensi martabak telur dan martabak manis yang di modifikasi secara inovatif oleh produsen agar sesuai dengan lidah orang Indonesia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda, memperlihatkan fenomena bahwa ada keterkaitan antara perilaku makan manusia khususnya yang berkaitan pada perilaku budayanya dengan kebutuhan akan makanan yang dianggap lezat. Kebutuhan makanan itu khususnya makanan yang berasal dari luar suatu daerah lalu mengalami akulturasi menyesuaikan dengan lidah dan selera masyarakat setempat yang tidak hanya terkait erat dengan kenikmatan melainkan juga terkait dengan etika. Etika yang dimaksud adalah perilaku manusia secara moral dalam melihat makanan ketika makanan itu hadir melalui suatu proses (yang cukup panjang) dan disantap oleh manusia.

Ternyata di balik rasa manis dan gurihnya martabak manis, makanan ini banyak mengalami perkembangan mulai dari bentuk, rasa dan ukuran. Makanan ini tetap menjadi makanan yang banyak dicari oleh masyarakat karena harganya yang sangat terjangkau dan rasanya yang begitu lezat. Jadi, tidak heran jika martabak banyak mengalami evolusi dari waktu ke waktu. Makanan ini juga tidak menutup kemungkinan akan terus mengalami perkembangan di tangan-tangan orang kreatif yang penuh dengan inovasi-inovasi baru untuk menambah daya tarik dan mempertahankan eksistensinya di tengah masyarakat. Selain itu martabak bisa di sajikan sebagai makanan dalam acara kumpul keluarga atau dengan teman, martabak akan menciptakan suasana yang hangat karena dapat di nikmati sambil berbicara santai dengan keluarga atau teman.

Sumber: Martabak dengan variasi rasa dan bentuk tersebut mungkin sudah sering kita temui dalam kehidupan kita sehari-hari karena martabak tersebut sudah sangat familiar di kalangan masyarakat. Tangan-tangan terampil dari orang kreatif tidak pernah berhenti memberikan inovasi terhadap eksistensi martabak tersebut, tapi apa pernah terpikirkan oleh kalian jika martabak disajikan dengan es krim? Perpaduan antara martabak dan es krim pasti akan menciptakan sensasi yang unik dan ringkasan Pergi Kuliner. Menyimak Evolusi Perkmbangan Martabak Manis dari Masa ke Masa. https://liner.com/blog/menyimakevolusi-perkembangan-martabak-manis-dari-masa-ke-masa. Diakses pada tanggal 20 Mei 2021 pukul 22:10 WIB. Fimela. Sejarah Unik Tentang Martabak Manis yang Legit Menggigit. https://www.fimela.com/lifestyle-relationship/read/3776527/sejarah-unik-tentangmartabak-manis-yang-legit-menggigit. Diakses pada tanggal 19 Mei 12.30 WIB.

Sumber:

20

kasan Pergi Kuliner. Asal Usul: Martabak di Indonesia yang Perlu Kamu Ketahui. https://pergikuliner.com/blog/asal-usul-martabak-di-indonesia-yangpketahuierlu-kamu-. Diakses pada tanggal 20 Juli 2021 pukul 21.30 Femina. Kisah Asal Mula Martabak Telur. https://www.femina.co.id/food-trend/kisah-asal-mula-martabak-telur . Diakses pada tangal 21 Juli pukul 04.59 Meliono, V Irmayanti, dkk. 2004. Dimensi Etis Terhadap Budaya Makan dan Dampaknya Pada Masyarakat. Skripsi. FIB. Universitas Indonesia, Depok, Indonesia.asa yang tidak pernah kita rasakan. Sayangnya martabak tersebut harus dimakan di tempat karena apabila martabak ini kita bawa ke rumah pastinya es krim akan melumer sesampai di rumah.

antropologi kuliner

Nafsu Dibalik Kepariwisataan Kaum Kapitalis Kadek Rama Ari Prasetya

Kepariwisataan (Pujaastawa. 2019: 11) didefinisikan sebagai keseluruhan kegiatan yang berkaitan dengan pariwisata, keseluruhan ini bersifat multidisiplin serta multidimensi. Hal ini muncul sebagai bentuk kebutuhan individu dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, juga untuk sesama wisatawan, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pengusaha. Konteks pariwisata secara fundamental khususnya pada daerah Bali, menurut Perda Nomor 2 Tahun 2012, pariwisata Bali dilandasi oleh kepariwisataan budaya Bali:

Kepariwisataan Bali yang berladaskan pada kebudayaan Bali yang dijiwai oleh ajaran Agama Hindu dan falsafah Tri Hita Karana sebagai potensi utama dengan menggunakan kepariwisataan sebagai wahana aktualisasinya, sehingga terwujud hubungan timbal-balik yang dinamis antara kepariwisataan dan kebudayaan yang membuat keduanya berkembang secara sinergis, harmonis, dan berkelanjutan untuk dapat memberikan kesejahteraan kepada masyarakat, kelestarian budaya, dan lingkungan, (Pujaastawa 2019:31).

Jadi dapat kita pahami dari uraian di atas, pemerintah dan masyarakat dalam kepariwisataan harus memiliki orientasi nilai yang dilandasi oleh budaya Bali.

Melirik pada realitas yang ada, orientasi dari landasan kepariwisataan dengan landasan budaya merupakan tanda tanya besar. Apakah paradigma berfikir nilai budaya ini benar-benar diterapkan? Atau sekedar visi belaka tanpa terinternalisasi pada masyarakatnya secara berkelanjutan? Secara realitas, orientasi nilai dari kepariwisataan di Bali berbanding terbalik khususnya di daerah Bali Selatan.

Penyebabnya adalah orientasi kapitalisme yang masuk akibat globalisasi dan komunikasi lintas budaya, serta lemahnya masyarakat dalam memaknai dan mengaplikasikan isi dari konsep pariwisata budaya itu sendiri. Hal ini menjadi bumerang khususnya ketika pengaruh luar masuk. Baik itu dalam bentuk gaya hidup, ideologi ekonomi, dan orientasi nilai budaya yang dilihat secara holistik sebagai representasi pandangan masyarakat Bali Selatan saat ini.

21

antropologi kuliner

Lemahnya pandangan masyarakat setempat terkait konsep pariwisata dipertegas oleh Wakil Gubernur Bali, Cok Ace. Dalam artikel yang ditulis Wayan Windia pada Tribun Bali, Cok Ace menyatakan bahwasannya pandangan masyarakat hampir tidak peduli lagi dengan konsep pariwisata yang kita anut (pariwisata budaya). Sindiran terhadap pandangan masyarakat ini terlihat dari nilai dan orientasi materi yang menjadi hal utama dari sebuah tujuan kepariwisataan. Orientasi kapital tentunya memiliki dampak yang kurang baik jika dilihat melalui sisi budaya dan lingkungan. Sebagai contoh, dijualnya artefak budaya dengan fungsi kesakralannya yang kini menjadi profan lalu difungsikan sebagai konsumsi pariwisata seperti pada wilayah Bali lainnya. Kemudian bertambahnya fasilitas pariwisata tentunya memerlukan pengorbanan seperti lahan, air, dan lingkungan sekitar akibat industri pariwisata.

Fokus pasar kepariwisataan masyarakat Bali Selatan tidaklah sepenuhnya berorientasi pada konsep kepariwisataan budaya, melainkan juga dibarengi dengan pandangan kapital dari penyewaan tempat tinggal (hotel, rumah tinggal, dan lain-lain), restoran, kafe, hiburan malam, serta masih banyak lagi lainnya. Hal ini dilihat dari masuknya para pendatang dan investor dalam menanamkan modalnya di tanah Bali Selatan. Dari pandangan kapital ini, masuknya wisatawan ke daerah Bali Selatan bukan untuk melihat kebudayaan Bali (kebudayaan, adat istiadat, kesenian, dan lain sebagainya) sebagai produk daerah, melainkan kesediaan pantai, rumah penginapan, gaya hidup mewah dengan fasilitas minuman, tempat hiburan, dan lainnya.

Bergesernya orientasi nilai masyarakat Bali Selatan sebenarnya telah berlangsung sejak lama. Dalam tulisan Putu Setia sendiri telah dijelaskan bahwa bertambahnya penduduk dan wisatawan yang berasal dari luar wilayah Bali Selatan dengan tujuan berwisata ataupun mengadu nasib, menjadikan daerah Bali Selatan bagaikan perkampungan turis, dan tempat tinggal beragam etnis masyarakat. Bertambahnya permintaan akan fasilitas dan jasa kepariwisataan mendorong masyarakat lokal mencari keuntungan dengan mengalihfungsikan lahan pertaniannya menjadi tempat penginapan dan yang lainnya. Selain itu, kebutuhan akan jasa kepariwisataan menuntut masyarakat lebih mengkhusus dalam bidang pekerjaannya.

Hasil dari alih fungsi lahan jika dilihat dampaknya secara ekonomi, terlebih dari sisi keuntungan, sangatlah menjanjikan khususnya bagi masyarakat lokal. Hal ini tercermin dari pemodal asing yang mendirikan hotel-hotel megah di atas tanah masyarakat lokal. Ditambah lagi ijin pembangunan jika mengacu pada sisa-sisa jaman orde baru khususnya dalam meraup keuntungan tanpa memperhatikan faktor ekologi seperti lingkungan alam dan budaya masyarakat setempat. Jika melihat dari sisi ekologi atau lingkungan, seperti yang ditegaskan oleh Strang, kerusakan lingkungan merupakan akibat dari pemenuhan kebutuhan hidup, namun kebutuhan hidup juga selalu meningkat dan bertambah.

Seiring berkembangnya waktu, dinamika dan komunikasi lintas budaya, serta kesiapan antara tuan rumah sebagai pemilik budaya dan penyedia ruang, akan terlihat seberapa kuat mempertahankan orientasi nilai hidupnya dalam kepariwisataan berbasis budaya. Berbicara mengenai dampak dan degradasi orientasi nilai masyarakat Bali Selatan, maka tidak akan ada hentinya membicarakan kepariwisataan Bali yang berkelanjutan yang semakin terpuruk akibat nafsu kaum kapitalis pendatang dan masyarakat setempat yang semakin luntur akan jati diri. Tumbuhnya pandangan individualistik, hedonisme dan konsumtif akibat dari lemahnya pandangan masyarakat lokal, merupakan pengaruh dari lintas budaya akibat nafsu kapital kepariwisataan, sehingga menyebabkan banyaknya perubahan orientasi nilai dari masyarakat itu sendiri dalam beradaptasi.

22

SHARING PENGALAMAN

23

SHARING PENGALAMAN

24

Resensi

25

Resensi

26

Rekomendasi

27

Rekomendasi

MERCHANDISE

ANTROPOLOGI Merchandise Antropologi adalah salah satu program kerja dari Krama Udayana untuk mendukung memperingati HUT Antropologi Udayana yang ke-59 tahun. Merchandise Antropologi menjual beberapa produk untuk dijual seperti t-shirt/kaos yang dijual dengan harga 105.000, polo dengan harga 110.000, totebag satuannya 45.000, bucket hat dijual dengan harga 60.000 dan tumbler seharga 35.000. Selain itu, tentunya juga menyediakan paket bundle, dimana tersedia satu buah buku “Rekam Jejak Budaya Rempah di Nusantara” dipadukan satu t-shirt Antropologi. Kabar menariknya lagi, di dalam buku ini terdapat karya-karya lomba artikel mahasiswa dari berbagai universitas yang ada di Indonesia. Tentunya dengan membeli bundle ini juga akan mendapatkan harga yang lebih murah dan bebas ongkos kirim untuk Pulau Jawa dan Bali.

Untuk penjualan kami menggunakan sistem pre order atau PO yang dipromosikan melalui akun sosial media @storeantro. Informasi yang lebih detail dapat dilihat di akun Instagram @storeantro dan juga dapat menghubungi contact person yang tertera. Jangan lupa follow @storeantro dan beli merchandise Antropologi ya!

28

Qna

29

qna

30

"Anthropology is the most humanistic of the sciences and the most scientific of humanities" —Alfred L. Kroeber

Scan Me!

antropologiunud

@810bzteu krama.udayana@gmail.com