e Paper Koran Madura 28 November 2013

Page 1

1

KAMIS 28 NOVEMBER 2013 NO.0249 | TAHUN II Koran Madura

KAMIS

28 NOVEMBER 2013

g PAMANGGHI

Cor-kocoran Oleh : Zeinul Ubbadi

Wartawan Koran Madura

ant/agung rajasa

TOLAK KRIMINALISASI DOKTER. Sejumlah dokter melakukan aksi solidaritas tolak kriminalisasi dokter di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Rabu (27/11). Mereka mengajak masyarakat untuk mulai berpikir kritis dan objektif mengenai pelayanan kesehatan yang diberikan dokter termasuk menyadari tentang adanya resiko yang mungkin terjadi atas tindakan medis yang dilakukan. Baca berita selengkapnya di halaman 2

Meski Kalah

Tetap Lolos Berita di hal 8

Luthfi Dituntut 18 Tahun LHI: Sebelumnya Saya Menduga 20 Tahun JAKARTA- Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Selatan untuk menjatuhkan vonis terhadap Luthfi Hasan Ishaq berupa kurungan 10 tahun penjara dalam kasus suap impor daging sapi di Kementerian Pertanian. Di samping itu, JPU juga menuntut Luthfi membayar denda sebesar Rp 500 juta rupiah subsider 6 bulan kurungan. “Memohon majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan pencucian uang,” kata Jaksa Penuntut Umum Rini Triningsih membaca tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (27/11/2013). Selain untuk kasus suap tersebut, Jaksa Penuntut Umum KPK juga meminta Majelis Hakim menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara untuk kasusu Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) serta denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan. Tidak hanya itu, JPU juga me-

minta Majelis Hakim Tipikor yang diketuai Gusrizal untuk memberikan hukuman tambahan kepada Luthfi Hasan. “Di antaranya mencabut hakhak tertentu bagi terdakwa dalam memilih dan dipilih dalam jabatan publik,” kata Jaksa Rini. Jaksa Rini menilai, hal-hal yang memberatkan adalah perbuatan Luthfi Hasan selaku anggota DPR telah meruntuhkan kepercayaan

Memohon majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan pencucian uang

Rini Triningsih

Jaksa Penuntut Umum KPK

masyarakat, perbuatan Luthfi Hasan yang dilakukan bersama-sama dan terorganisir telah berpihak kepada kepentingan kelompok tertentu. Selain itu, Jaksa Rini juga menilai perbuatan Luthfi Hasan yang berkolusi dengan Ahmad Fathanah dengan cara mempengaruhi perizinan

mengorbankan hak-hak masyarakat. “Sementara, hal-hal yang meringankan terdakwa bersikap sopan, memiliki tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum,” imbuh Jaksa Rini. Mengira 20 Tahun Mendengar tuntutan JPU, mantan presiden PKS ini tidak tampak terkejut atau stres. Menjawab pertanyaan wartawan ia malah berseloroh dengan mengatakan bahwa sebelumnya ia mengira JPU akan menuntutnya 20 tahun penjara. “Malah saya kira 20 tahun,” kata Luthfi Hasan usai menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (27/11/2013). Jaksa KPK berkeyakinan Luthfi Hasan menerima uang dengan total Rp 1,3 miliar melalui Ahmad Fathanah dari Dirut PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman. “Terdakwa menerima pemberian uang dari Maria Elizabeth Liman melalui Ahmad Fathanah, yaitu beralihnya kekuasaan atas uang Rp 300 juta dan Rp 1 miliar dari Maria Elizabeth Liman yang diperuntukkan kepada terdakwa,” tegas jaksa Muhibuddin. Selain itu Luthfi juga dinilai terbukti melakukan pidana pencucian uang dengan menempatkan, mentransfer, membayarkan atau membelanjakan, menghibahkan dan menitipkan harta kekayaan yang diketahui merupakan hasil tindak pidana. (gam/abd)

Kompak Bego Suatu hari, Matrawi dan Matrahem sedang ngobrol di suatu cafe. Mereka sedang membicarakan sopirnya masing-masing yang mereka anggap goblok. Matrawi : kamu tau gak, sopirku begoooo banget! Matrahem : Masa sih? Matrawi : Iya! Nih aku panggil. Jojooooooon!

JELANG PEMILU 2014

KPU-Kemendagri Temukan 5,6 Juta Pemilih Ber-NIK JAKARTA- Komisi Pemilihan Umum dan Kementerian Dalam Negeri telah menemukan 5,6 juta pemilih dari 10,4 juta pemilih bermasalah, telah memiliki nomor induk kependudukan (NIK) dan tercatat di daftar penduduk potensial pemilih pemilu (DP4). “Data terakhir yang kami dapatkan dari Kemendagri sebanyak 5,6 juta pemilih sudah berhasil ditemukan NIK-nya, jadi itu sudah ‘clear’,” kata Komisioner KPU Pusat Ferry Kurnia Rizkiyansyaherry usai rapat dengar pendapat di Gedung DPR Jakarta, Rabu malam. Dia menjelaskan temuan data pemilih tersebut disebabkan oleh kekeliruan petugas panitia pendaftaran pemilih (pantarlih) selama melakukan proses pendaftaran pemilih di lapangan. Kekeliruan pencatatan data pemilih tersebut bisa dikategorikan ke dalam tiga kelompok, yaitu jumlah

KONON, alokasi belanja dalam APBD dikelompokkan dalam dua bagian. Pertama disebut Belanja Langsung dan yang kedua disebut Belanja Tidak Langsung. Saya tidak tahu kabupatenkabupaten di luar Madura. Tapi di Sumenep, Pamekasan, Sampang dan Bangkalan dana APBDnya sekitar 65 persen tersedot untuk Belanja Tidak Langsung (dulu dikenal sebagai Belanja Aparatur). Pendek kata, bila satu kabupaten memiliki dana APBD 1 Rp Triliun, maka Rp 650 Miliar habis hanya untuk membiayai ongkos para pejabat dan pegawai negeri sipil. Seperti gaji, tunjangan jabatan, tunjangan anak, tunjungan lauk pauk, tunjangan ini, tunjangan itu dan hal-hal lain yang “dianggap perlu” untuk ditunjang. Setelah itu, sisanya sebesar 35 persen baru dialokasikan untuk masyarakat luas (atau biasa dikenal sebagai Belanja Langsung). Bila sebuah kabupaten memiliki APBD sebesar Rp 1 Triliun --seperti kita andaikan di atas-- maka biaya untuk publik ini hanya berjumlah 350 Miliar rupiah. Itupun sebagiannya masih dinikmati oleh para pejabat dan aparatur. Misalnya mobil dinas. Mobil ini dibeli dari dana yang 35 persen itu, sebab ini diasumsikan sebagai belanja untuk masyarakat luas (Belanja Langsung), padahal mobil itu dipakai oleh pejabat pula. H. Panji Taufiq, ketua PCNU Sumenep pernah menganalogikan hal ini dengan cukup satir, “Kita Kocor kita ini seperti orang punya akhir-akhir ini uang Rp 1000 mau memseringkali basi buat kocor. Bahannya hanya saat masih seharga Rp 100, ongkos hangat pembuatnya Rp 900” ujarnya sambil terkekeh. Saya sempat berpikir pernyataan ini berlebihan. Ini bukan lagi 65 banding 35 persen, tapi 90 bading 10 persen. Saya yakin ini salah. Namun karena saya merasa belum punya pengetahuan dan informasi yang cukup, waktu itu saya memilih menyimpan ketidak percayaan itu dalam hati. Terus terang saya betul-betul berharap itu salah. Hingga saya menjumpai salah satu ruas jalan di Sumenep yang cukup membuat saya miris. Jalan ini sudah mulai rusak di ujung selatannya, padahal rekanan yang melakukan perbaikan belum tuntas melakukan pekerjaannya sampai di ujung utaranya. Kesimpulan instan saya mengatakan pasti ada korupsi dalam proyek ini. Dan korupsi itu pasti tidak bisa dilakukan sendirian oleh rekanan. Adakah pejabat, anggota dewan atau aparat yang kecipratan “dana panas” proyek ini? Bila iya, maka H. Panji Taufiq rupanya benar, perbandingan antara biaya yang dinikmati aparat dengan biaya yang benar-benar langsung dinikmati publik adalah 90 dan 10 persen. Kocor itu rupanya bukan tujuan dari penganggaran. Ia tak lebih dari sekedar alasan untuk sebanyakbanyaknya mengeruk uang negara masuk ke dalam kantong-kantong tertentu. Tidak heran, kocor-kocor yang kita jumpai selama ini kualitasnya cukup rendah, kalah jauh dibanding kocor jaman dahulu buatan para penjajah. Kocor kita akhir-akhir ini seringkali basi saat masih hangat. Dan kenyataan ini memaksa saya punya kesimpulan naif, rupanya penjajah lebih punya hati dibanding dengan yang bukan penjajah. Duh, semoga salah. =

angka NIK kurang atau lebih dari 16 digit, NIK penduduk tercatat nol dan pemilih yang memang tidak memiliki NIK sama sekali. Terkait pemilih tanpa NIK tersebut, Ferry mengakui masih ada jutaan masyarakat berusia pemilih namun

tidak tercatat dalam data DP4, yang menurut Kemendagri sudah diberikan NIK terhadap 190 juta penduduk. Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Arif Wibowo mengatakan seluruh penduduk yang lahir memang sudah

diberikan NIK oleh Pemerintah melalui dinas kependudukan dan pencatatan sipil (Disdukcapil). Namun, faktanya di lapangan belum tentu satu penduduk memiliki satu NIK. Hal itu yang seharusnya ditelisik oleh KPU agar ditemukan data penduduk berusia pemilih yang benar-benar tunggal sehingga dapat diejawantahkan ke dalam daftar pemilih tetap (DPT). “Masalah DPT ini bukan persoalan perbedaan angka, karena angka itu bisa direkayasa. Yang menjadi masalah adalah DPT itu masih bermasalah, ada NIK kosong, ‘invalid’, NIK ganda, itu yang harus diselesaikan,” kata Arif. Oleh karena itu, dia meminta KPU dapat meyakini data pemilih yang dikerjakan oleh jajaran KPU di seluruh daerah itu benar-benar tunggal, meskipun harus ditunda kembali penetapan terhadap 10,4 juta pemilih di DPT itu. “DPT itu silakan KPU yang menentukan, sepanjang diyakini ketunggalannya oleh semua pemangku kepentingan,” ujar dia. (ant/fran)

Jojon kemudian lari menghampiri Jojon : Iya Bos? Matrawi : Nih gue kasih kamu 10 ribu, beliin aku Mercedes Benz. Sana jalan! Jojon : Baik Bos! Sambil nyengir, Matrawi bilang sama Matrahem. Matrawi : Gimana? Hehe.. Matrahem : Ah, itu sih belum seberapa, sopirku lebih tolol lagi. Nih aku panggil. Udiiinnnnn! Sini! Udin : Iya Bos, ada apa Bos? Matrahem : Coba kamu ke rumah, liat apa saya ada di rumah atau nggak! Cepetan sana! Udin : Siap Bos! Lalu Matrahem dan Matrawi tertawa bersama. Sementara kedua sopir tadi ketemu di jalan. Trus mereka ngobrol. Jojon

: Eh, sampean tau gak? Bos ku itu, gebleg nya bukan main! Masa’ aku dikasih duit 10 ribu suruh beli mercedes benz. Yang bener aja! Sekarang kan hari minggu, toko ya pasti tutup semua lhaa..

Udin

: Haha itu sih belum seberapa. Bos saya, nyuruh saya ke rumah, liat apa dia ada atau nggak di rumah! Padahal dia punya Hand Phone, kan bisa telpon langsung ke rumah tanya apa dia ada atau nggak!...

Keudanya kemudian terpingkal-pingkal menertawakan Matarawi dan Matrahem Cak Munali


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.