1
SENIN 21 OKTOBER 2013 NO.0222 | TAHUN II Koran Madura
SENIN
21 OKTOBER 2013
g PAMANGGHI
Le-olle
Oleh : MH. Said Abdullah
Anggota DPR RI asal Madura
ant/andika wahyu
KEDATANGAN PERDANA JAMAAH HAJI. Jamaah haji kolter pertama Jakarta bergegas menuruni pesawat Boeing 747-400 dengan nomor penerbangan GA 7401 setibanya di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Minggu (20/10). Kloter yang mengangkut 450 orang tersebut merupakan kloter pertama yang tiba di tanah air.
Perppu Bola Liar SBY TERHENTI Bila Mau, Mahkamah Konstitusi Bisa Melawan RI 1
REKOR BARCELONA DAN ATLETICO
Berita di hal 8
JAKARTA- Peraturan Pemerintah Pengganti (Perppu) Undang Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) yang diterbitkan oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) dapat dijudicial review bahkan terancam dibatalkan sendiri di MK.
Messi
Bomber Barca
Meski pemerintah mengangap Perppu ini penting pasca tertangkapnya mantan Ketua MK, Akil Mochtar dalam operasi tangkap tangan KPK beberapa waktu lalu, namun alasan keluarnya Perpu tersebut lemah berdasarkan ketentuan perundangan yang ada. Forum Pengacara Konstitusi (FPK), Robikin Emhas, menilai bahwa tidak ada kebutuhan hukum Presiden untuk menerbitkan Perppu tersebut. Meskipun, tidak bisa dipungkiri bahwa Presiden memang berhak menerbitkan Perpu seperti yang tertuang dalam Pasal 22 ayat (1) UUD 1945. Pasal 22 ayat (1) UUD 1945, yang berbunyi: “Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undangundang.” “Berdasarkan ketentuan dimaksud, secara konstitusional Presiden memiliki kewenangan subjektif untuk menerbitkan Perppu dengan syarat
terdapat ‘kegentingan yang memaksa.’ Namun, UUD 1945 tidak menentukan apa yang disebut dengan ‘kegentingan yang memaksa’ itu,” kata Robikin, di Jakarta, Minggu (20/10). Robikin yang juga Koordinator Tim Hukum KPU ini menjelaskan, MK melalui Putusan Nomor 138/PUUVII/2009 tanggal 8 Februari 2010
buat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memakan waktu yang cukup lama, sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan. “Pertanyaannya kemudian, apakah setelah penangkapan Akil Mochtar oleh KPK telah mengakibatkan terjadinya ‘kegentingan yang memaksa’ sehingga
Pertanyaannya kemudian, apakah setelah penangkapan Akil Mochtar oleh KPK telah mengakibatkan terjadinya ‘kegentingan yang memaksa’ sehingga perlu dibuat Perppu?
Robikin Emhas
Forum Pengacara Konstitusi lalu telah menentukan tiga syarat agar suatu keadaan secara objektif dapat disebut sebagai ‘kegentingan yang memaksa’. Ketiga syarat tersebut, antara lain: Pertama, kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang. Kedua, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada undang-undang tetapi tidak memadai. Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara mem-
untuk mengatasi dan menyelesaikan keadaan tersebut perlu dibuat Perppu?” ujar alumnus Universitas Brawijaya Malang ini mempertanyakan. Menurut Robikin, jika Perpu tersebut hanya dimaksudkan untuk mengatur mengenai syarat dan mekanisme pemilihan dan pengawasan hakim konstitusi, maka hal itu sama sekali tidak memenuhi kebutuhan hukum dapat dilahirkannya Perppu berupa ‘kegentingan yang memaksa’ itu. “Hemat saya, revisi saja undang-undang MK yang ada,” tegasnya. (gam/abd)
TENAGA KERJA INDONESIA
Pengiriman TKI Hampir Mirip Bisnis Narkoba JAKARTA-Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengaku pesimis terhadap berbagai upaya penyelesaian masalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri yang dilakukan pemerintah. Pasalnya, TKI hanya menjadi obyek bisnis yang hanya diperas devisanya. “Apa yang dibuat pemerintah tidak akan menyelesaikan persoalan TKI ini. TKI sudah dijadikan ajang bisnis, sama halnya dengan bisnis narkoba yang mampu menghasilkan puluhan miliar rupiah dalam waktu singkat,” kata anggota DPD RI, Abraham Liyanto di Jakarta. Abraham mengaku sangat sedih dengan nasib para TKI di luar negeri,
terutama sekitar 420 TKI yang terancam hukuman mati. Artinya, pemerintah memang tak serius. “Pemerintah ini tak menghargai pahlawan devisa negara. PJTKI itu harusnya sebagai travel biro saja,” tambahnya. Lebih jauh kata Abraham lagi, seharusnya Presiden SBY bisa turun langsung membenahi dalam rekrutmen di lapangan hingga administrasinya. “Benahi penanganan rekrutmen, pembuatan KTP, paspor dan visa, penempatan dan sebagainya. Jangan suka-suka saja,” tandasnya. Kalau negara terus membiarkan masalah TKI seperti sekarang ini menurut Abraham, maka masalah TKI tak akan pernah selesai dan hanya mengurus soal uangnya saja. “TKI hanya akan terus diperas devisanya,”ucapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua umum Partai Gerindra, Fadli Zon mengatakan negara perlu merespon secara bijak persoalan TKI ini. Apalagi, TKIyang terancam hukuman mati kini mencapai 420 orang. “Jadi, ini masalah darurat negara, dan negara terus membiarkan,” kata Fadli Zon. Hingga saat ini kata dia belum ada kepedulian yang serius oleh Presiden SBY. Indikasinya, belum ada langkahlangkah cepat yang diambil pemerintah. “Saya juga belum pernah melihat Presiden SBY membicarakan TKI, khususnya yang terancam mati,” tambahnya. Disisi lain, juga terbentur dengan masalah koordinasi dan komunikasi yang lemah antar lembaga negara. “Sepertinya tak ada koordinasi antar pemerintah dalam penanganan masalah TKI selama ini, padahal sudah ada moratorium de-
ngan Malaysia,” terangnya. Menurut Fadli, TKI lebih banyak menjadi korban trafficking dan sayangnya selalu menimpa orang-orang lemah dan tidak beridentitas. Anehnya, belum dijadikan isu bangsa oleh pemerintah. Padahal, TKI tersebut sebagai pahlawan devisa negara, yang membiayai desa, karena uangnya langsung didistribusikan ke kampung-kampung mereka berasal. Untuk itu, Fadli Zon menilai tak ada perlindungan negara. “Harusnya Presiden SBY melakukan diplomasi dengan negara-negara terkait untuk selamatkan TKI. Kalau tidak, lalu apa gunanya KTT APEC di Bali, pertemuan WTO, dan sebagainya kalau terus membiarkan perdagangan manusia. Belum lagi 7 WNI ditembak mati di Malaysia,” pungkasnya. (gam/abd)
Awal pekan ini, jemaah haji Indonesia mulai berdatangan di tanah air. Suasana khas kedatangan sebagaimana keberangkatan, akan mewarnai berbagai bandara dan asrama haji. Lazimnya tradisi pelaksanaan haji di negeri ini, jamaah haji itu biasanya disambut bagai sosok manusia baru. Tak jarang di beberapa daerah para jamaah haji memiliki tambahan atau embel-embel nama baru di luar gelar “H” di depan namanya. Lalu secara sosial biasanya ada semacam penghormatan dan penghargaan kepada para jamaah haji. Di luar gelar haji, dalam perkembangan ke depan, mereka yang baru menunaikan rukun Islam kelima itu mendapat semacam status sosial baru. Jika kebetulan yang baru pulang haji memiliki pengetahuan agama relatif memadai, akan lebih banyak lagi ruang-ruang sosial yang memposisikan mereka agak berbeda. Diminta berdoa, memberikan sambutan, atau dituakan walau kadang sebenarnya masih banyak orang lain yang lebih tua. Inilah Setiap budaya yang mereka yang berkembang menunaikan di negeri ini. Dan sebagai ibadah haji budaya, sudah diharapkan mebawa le-olle pasti memiberupa nilai dan liki kekuatan eksistensi, keteladanan pengakuan untuk lingkudan semacam ngannya legitimasi informal. Karena itu jangan berpikir lain dengan menganggap mengada-ada berbagai pernikpernik seputar pelaksaan haji itu. Inilah kekhasan budaya, yang sesuai karakternya tak akan pernah ada kekuatan yang mampu menghadapinya kecuali kekuatan budaya itu sendiri. Apalagi ketika disadari pernikpernik yang berkembang sebenarnya memiliki nilai dan subtansi pesan moral kuat. Bahwa mereka yang sudah berhaji adalah manusia yang telah menyempurnakan prosesi relasi dengan Sang Pencipta. Karena itu posisi sosial yang diberikan sebenarnya diam-diam lebih merupakan sebuah tuntutan kepada para jamaah haji, agar memposisikan diri sebagai kekuatan terdepan dalam menegakan nilai-nilai keagamaan, di lingkungan sosialnya. Diam-diam masyarakat yang kedatangan “warga baru” itu melalui pemberian penghormatan sedang mengharap ada sesuatu yang dibawa dari perjalanan haji. Masyarakat mengharap semacam le-olle (oleh-oleh) moral, nilai-nilai spiritual yang dapat mewarnai kehidupan sosial tempat jamaah haji menetap. Secara subtansi –di luar asesoris dan pernik-pernik di sekitar kedatangan jamaah haji- berkembang kesadaran kalkulatif bahwa mereka yang berhaji seharusnya memberi sesuatu yang bernilai sehingga mengubah kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. Waktu yang terpakai, cost yang relatif tinggi serta prosesi melelahkan, tentu harus menghasilkan sesuatu yang berharga. Sesuatu yang memberikan manfaat besar dan bukan hanya sebatas kurma, air zamzam dan makanan khas dari Arab lainnya. Di sini ada persambungan pesan moral dari perintah haji yang ada dalam Al Qur’an bahwa setiap mereka yang menunaikan ibadah haji diharapkan mebawa le-olle berupa nilai dan keteladanan untuk lingkungannya. =
Idul Adha Jelang Hari Raya Idul Adha kemaren, Matrawi duduk di gardu poskamling pojok desa. Saat itu ia melihat Matrahem membawa kambing untuk dijadikan hewan kurban lewat di depannya. Karena usil, dia kemudian Menyapa sekenanya. Matrawi : Hari gini jalan-jalan kok bawa monyet … ?” Matrahem: Dasar gila, yang ini namanya kambing tau ? … bukan monyet !!!” Matrawi : Hahahaha saya kan ngomong sama kambingmu, bukan sama kamu. Cak Munali