


![]()



Buku Murid Tunas Muda
Triwulan 4/2024
Buku Murid Tunas Muda Triwulan 4, Tahun 2024
Penulis:
Yonathan William Yared Waluyo
Editor:
Trisanti Karolina Napitu
Desain Sampul: Artificial Intelligence, disempurnakan oleh Yosua Agustian
Tata Letak: Yosua Agustian
Pengarah Tim Pengembang Kurikulum:
Pdt. Drs. Yosia Wartono, Th.D.
Pdt. Budi Suwondo, S.Th.
Ir. John H.L. Serworwora, Ph.D.
Tim Pengembang Kurikulum: Ketua:
Pdt. Raymond Danny Wahyudi, M.Th.
Sekretaris:
Pdm. Candra Agung Pambudi, S.Th., M.Pd.K.
Anggota:
Pdt. Dr. D. Royo Haryono, M.I.Kom., M.Th.
Dr. Sari Saptorini
Pdt. Dr. Dwi Ariefin
Elisa Dwi Prasetya, M.Th.
Kritik dan Saran: smbaptis.llb@gmail.com
Instagram: smbaptis.llb
Penerbit:
Lembaga Literatur Baptis
Jl. Tamansari 16, Bandung 40116
Tlp. (022) 4203484
E-mail: penerbitbaptis@gmail.com
Anggota IKAPI
Website: www.kabaria.id
Seluruh Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang. Tidak ada bagian buku ini yang diperkenankan untuk diperbanyak dalam bentuk apa pun -- elektronik, fotokopi, rekaman, atau bentuk lainnya, tanpa izin tertulis dari Penerbit, terkecuali dalam hal kutipan singkat yang terkandung di dalam artikel atau ulasan yang bersifat sebagai kritik atau evaluasi.
Puji Tuhan, Triwulan 3 sudah terlewati. Kini kita beranjak ke triwulan terakhir di tahun 2024. Dengan demikian kita juga akan mengakhiri tema yang disusun dan ditetapkan Tim Pengembang Kurikulum (TPK), yaitu: “Ketaatan Murid Kristus”. Kiranya setelah mengikuti semua triwulan pada tahun ini, semua peserta Sekolah Minggu (SM) mampu memiliki sikap taat sebagai murid Kristus dalam mendukung gereja yang sehat, misioner, dan relevan.
Sebagai pengingat, berikut ringkasan tema yang dibagi menjadi topik triwulan seperti di bawah ini.
Triwulan 1
Konsep Ketaatan Murid Kristus
Triwulan 2
Ketaatan Bersama Keluarga
Triwulan 3
Triwulan 4
Ketaatan dalam Berkegiatan dan Perilaku Ketaatan Bersama Teman dan Orang Lain
Judul buku ini adalah “Kasih dalam Perbuatan” – mengacu pada topik triwulan ini – yang lebih memfokuskan pada komitmen untuk taat bersama teman dan orang lain. Ini sebuah ajakan atau harapan agar semua peserta SM dapat setia menjalankan ketaatan bersama orang-orang di sekitarnya, yakni teman maupun orang lain. Agar tercapai, maka topik pelajaran demi pelajaran dipilih dan disusun sedemikian rupa, agar sesuai dan cocok dengan kebutuhan peserta SM. Beberapa di antaranya: Hidup Rukun, Membuang Kebencian, Membangun Kasih, Mengembangkan Persahabatan, Mengasihi Setiap Waktu, Rela Memberi Bantuan, Garam dan Terang Dunia, dst. Juga beberapa topik yang berkaitan dengan Natal, yaitu: Memuji Tuhan Bersama (respons para malaikat dan gembala atas kelahiran Yesus), dan Memberikan Persembahan (orang-orang Majus).
Tidak bosan pula kami mengingatkan beberapa hal penting yang perlu kalian perhatikan. Di antaranya kesiapan hati, fisik, disiplin dalam hal membaca dan belajar secara mandiri Buku Murid yang telah dimiliki. Gunakan waktu sebelum hari Minggu untuk mempelajari: Nas Alkitab, Ayat Hafalan yang tertera, Uraian Isi, hingga Pencapaian Belajar. Hal-hal itu akan menolong kalian lebih siap dalam belajar dan mudah memahami pelajaran demi pelajaran, serta tidak mustahil meringankan tugas guru serta dapat membantu teman-teman sekelas lainnya.
Pada akhirnya, tetaplah tekun dan nikmati setiap pertemuan di kelas yang menyenangkan bersama guru dan teman-teman kalian. Kiranya Roh Kudus menyertai, serta menikmati Dia semakin nyata hari demi hari.
“Janganlah kiranya kasih dan setia meninggalkan engkau! Kalungkanlah itu pada lehermu, tuliskanlah itu pada loh hatimu, maka engkau akan mendapat kasih dan penghargaan dalam pandangan Allah serta manusia.” (Amsal 3:3-4)
The Quiet Time with Commentary was created to encourage and facilitate spiritual growth in the lives of Christians as they conduct their own personal investigation into the Bible. Consider the following helpful hints:
Prioritize your time with God. Morning is often best, but choose the time that works for you.
As you read the daily passage in God's Word, look at it from God's point of view. Meditate on what you have read. (In one sentence, write the main thought).
Apply the truth to your life. (Use first person pronouns: I, me, my, mine). If you have difficulty finding an application for your life, think of yourself as a Bible SPECTator and ask yourself the following questions:
S - Is there any SIN for me to forsake?
P - Is there any PROMISE for me to claim?
E - Is there any EXAMPLE for me to follow?
C - Is there any COMMAND for me to obey?
T - Is there a TRUTH for me to embrace?
Read the commentary portion only after you have read the daily passage. This should provide additional insight into the passage.
Be sure to fill out your Quiet Time sheets. This will really help you remember the things the Lord brings to your mind and establish action steps tapi take.
Organizing and documenting your prayer time will help you stay faithful in prayer and rejoice as you see God at work. There are several pages in this book for you to use or you can create your own.
Each day, purpose to share something you gained from your quiet time with another person. Whether it's face to face, through a phone call, text, or on social media, communicating what you have learned from God's Word encourages others and solidifies its truth in your own heart. 1 2 3 4 5 6
The Cause Circle is a simple tool that will help you be more intentional about sharing Jesus' message, the Gospel, with your friends. It is built around three simple priorities: Prayer. Care. Share.
Prayer. Jesus knew how important it was to talk to God about people, before He talked to people about God...and the same is true for us. When we start by praying for the people we are seeking to reach with the gospel, it prepares their hearts to hear the good news of Jesus.
Care. Jesus often healed the sick, fed the hungry, and helped the hurting. In the same way, we must show love to those we are trying to reach. We do this by listening to them and caring for them.
Share. We must lovingly share the gospel message clearly and confidently. A restored relationship with God is the absolute best news on the planet, so don't be afraid to ask them to put their trust in Jesus! If they say "No," or "Not now," continue the Prayer, Care, Share process. And if they say "Yes," celebrate! Then get them plugged into a good church, help them grow deeper in the faith, and challenge them to begin their own Cause Circle of Prayer, Care, Share with their own friends.

Below, under PRAYER, write the names of friends and family members that you desire to reach with the Gospel.
Each week, think of ways you can CARE for those you are seeking to reach and make a plan to carry them out.
When you are ready to SHARE the gospel with your friend, think through how you will do this and then write the details of where, when, and how.
Mazmur 133:1-3

Sebab itu marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun. Roma 14:19
Murid melakukan tindakan sederhana dalam rangka mengembangkan kehidupan rukun di komunitasnya.
Manusia tentu tidak dapat hidup sendiri. Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan sesamanya. Dalam interaksi tersebut dibutuhkan kerukunan dan kedamaian yang tentunya menjadi impian semua orang. Namun karena zaman yang semakin maju dan gaya hidup yang semakin modern, membuat hubungan antar manusia semakin dingin.
Hidup rukun dan damai adalah hal yang penting untuk kita lakukan sebagai bukti bahwa kita adalah murid-murid Kristus. Hidup rukun dan damai bukan berarti tanpa masalah. Ada masalah, tetapi dapat diselesaikan dengan baik sesuai kebenaran Firman Tuhan.
Bayangkan dalam sebuah keluarga jika tidak ada kerukunan: Kakak-adik tidak akur dan orang tua sering berselisih paham. Tentu suasana rumah tidak akan nyaman dan kasih Kristus tidak dipraktikkan di dalam keluarga tersebut. Bagaimana dengan kalian sebagai murid Tunas Muda, apakah kerukunan sudah ada di antara kalian?
Indahnya Hidup Rukun
Hidup rukun adalah sebuah kehidupan yang di dalamnya tidak ada perselisihan yang berujung kepada pertengkaran sengit atau perkelahian apalagi perpecahan. Dalam sebuah komunitas tentu hal ini sangat penting untuk dilakukan dan diterapkan. Pada nas pelajaran hari ini, ayat yang pertama, pemazmur menjelaskan betapa indahnya jika kita bersama-sama hidup dengan Dalam hidup rukun tentu akan tercipta damai sejahtera, kesehatian, kebersamaan dan keharmonisan.
Apakah kalian sebagai murid Kristus sudah menerapkan hidup rukun dengan sesama, atau justru sebaliknya, kalian masih sering menimbulkan perselisihan dalam komunitas? Sudah seharusnya sebagai murid Tunas Muda, kalian memelihara hidup rukun dan menciptakan suasana yang damai bagi banyak orang. Sungguh indah jika kita bisa hidup rukun bersama ketika kita mau menerapkan kerukunan yang sesuai dengan Firman Tuhan.
Mengutamakan Kepentingan Bersama
Kerukunan tidak akan tercipta jika setiap orang hanya mementingkan kepentingannya sendiri. Mengasihi, mengampuni dan mengutamakan kepentingan orang lain akan menciptakan sebuah komunitas yang menyenangkan dan menyukakan hati Tuhan. Seperti yang dituliskan pemazmur dalam ayat 2: Seperti minyak yang baik di atas kepala meleleh ke janggut, yang meleleh ke janggut dan ke . Keindahan kerukunan digambarkan seperti minyak urapan suci, yang dibubuhi dengan wewangian yang kuat, dan menyebarkan aromanya, untuk menyukakan hati Tuhan dan sesama. Di Israel, minyak menandakan adanya kesukaan dan ketenteraman. Minyak ini dikaitkan dengan Harun. Harun adalah seorang imam. Minyak yang dimaksud di sini bukan minyak yang biasa-biasa, tetapi minyak urapan atau minyak khusus yang dipakai untuk mengurapi imam (https://www.diana-pesireron.com/2019/08/ persaudaraan-yang-rukun-mazmur-1331-3.html). Kasih persaudaraan kita seharusnya dengan hati yang murni dan tulus seperti kasih Allah kepada umat-Nya. Dalam sebuah komunitas tentu kita akan menghadapi karakter-karakter atau watak yang beraneka ragam. Mungkin ada yang bisa diajak bekerja sama, ada yang sulit atau bahkan sama sekali tidak mau ambil bagian dalam hal apa pun. Namun, Firman Tuhan mengingatkan kita untuk menjadi pribadi yang bisa menciptakan hidup rukun di mana pun kita berada dan apa pun keadaannya. Mengutamakan kepentingan bersama dibanding kepentingan diri sendiri, mengasihi dan mengampuni orang lain atau bahkan membantu orang lain untuk dapat mewujudkan hidup rukun dalam keluarga maupun komunitas, perlu dilakukan. Mintalah pimpinan Tuhan untuk kalian dimampukan melakukannya.
Berkat dalam Hidup Rukun
Mengapa kita harus hidup rukun?
Bukan tanpa alasan mengapa kita harus hidup rukun. Inilah hal yang menyenangkan hati Tuhan. Ini yang dikehendaki Tuhan untuk membuktikan bahwa kita adalah murid-murid Kristus. Ketika kita berhasil melakukan kehendak Tuhan, tentu ada berkat yang diberikan-Nya kepada anak-anak-Nya yang setia melakukannya. Pada ayat 3 dikatakan seperti embun di Gunung Hermon yang turun ke atas Gunung-Gunung Sion merupakan gambaran berkat yang berlimpah bagi kehidupan mereka. Embun Gunung Hermon menggambarkan kesegaran dan mukjizat. Mukjizat dapat dipahami dari pengertian jarak antara Hermon dan Sion yang berjauhan, namun embun Hermon dapat sampai ke Sion.
Persekutuan atau persaudaraan yang rukun adalah seperti embun Gunung Hermon. Gunung Hermon adalah sebuah gunung tertinggi di daerah dekat Palestina. Puncak gunung ini ditutupi salju, sehingga selalu ada embun di sana. Kondisi di Gunung Hermon sangat berbeda dengan keadaan di sekitar Gunung Hermon yang tandus dan kering. Salju yang mencair dari Gunung Hermon atau embun Gunung Hermon inilah yang biasanya mengalir memberi kesejukan dan kesegaran bagi daerah-daerah sekitarnya yang tandus. (https://www.diana-pesireron. com/2019/08/persaudaraan-yang-rukun-mazmur-1331-3.html).
Begitulah persaudaraan yang rukun memberikan kesejukan dan kesegaran kepada setiap orang. Ketika kita bisa mewujudkan semua itu dengan baik, maka Allah yang setia akan melimpahkan berkat-Nya kepada setiap orang yang mengasihi-Nya dan melakukan kebenaran Firman-Nya. Selain itu, kita akan menjadi kesukaan bagi orang lain karena kita mampu menciptakan dan menerapkan hidup rukun dalam keluarga maupun komunitas. Berkat lain yang kita terima tentunya damai sejahtera dan sukacita besar yang kita rasakan dalam hidup kita.
Hiduplah saling mengasihi dan rukun agar persekutuan kita mengalami kelimpahan berkat dari Tuhan. Persekutuan dan persaudaraan yang rukun bukan saja membuat anggota-anggota persekutuan mengalami berkat dan merasakan suasana surga, tetapi orang-orang lain di sekitar persekutuan juga dapat merasakan kesegaran, kesejukan dan berkat bagaikan embun Gunung Hermon yang terus mengalir.
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
1. Apa yang dimaksud dengan kerukunan atau hidup rukun? Jelaskan dengan bahasamu sendiri secara sederhana.
2. Sebutkanlah beberapa sikap dan perbuatan yang merusak kerukunan dalam sebuah komunitas.
3. Sebutkanlah beberapa sikap dan perbuatan yang mengembangkan kerukunan dalam sebuah komunitas.
Tuliskan tindakan apa yang akan kamu lakukan untuk menciptakan kerukunan dalam sebuah komunitas maupun lingkungan keluarga (Kamu dapat menerapkan tindakan sesuai jawaban pertanyaan nomor 2 dalam bagian Pencapaian Belajar). Laporkan apa yang kamu rasakan ketika melakukan tindakan tersebut dan apa manfaatnya bagimu secara pribadi.
Ceklis
Amsal 10:12; 1 Petrus 4:7-11

Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa. 1 Petrus 4:8
Murid berkomitmen untuk membuang kebencian dan melakukan tindakan kasih bagi terciptanya komunitas yang rukun.
Kebencian yang dipendam dapat merusak hubungan yang erat dengan orang lain. Kebencian akan menimbulkan pikiran negatif, yang merusak hubungan dengan sesama. Seperti Yakub yang menipu dan mencuri hak kesulungan kakaknya, sehingga dapat dimengerti jika Esau marah dan menimbulkan masalah yang serius bagi keluarga Yakub. Selama bertahun-tahun Esau menyimpan kebencian mendalam yang merusak hubungannya dengan sang adik.
Selain kisah Esau, kita tahu bahwa ada kisah lain yang menceritakan tentang kebencian seorang dengan yang lain. Kisah ini tentang Kain dan Habel. Kebencian dan amarah Kain yang merusak hubungan persaudaraan mereka. Kain merasa kesal dan marah ketika persembahannya tidak diindahkan Allah. Rasa amarah yang timbul dari hati Kain mampu menggiringnya membunuh adiknya sendiri. Rasa amarah yang timbul dalam hatinya lebih besar daripada kasihnya kepada saudara kandungnya sendiri. Lalu bagaimana dengan kalian, apakah saat ini kalian sedang memendam rasa amarah dan dendam terhadap seseorang?
Dampak yang Ditimbulkan dari Rasa Benci
Amsal adalah kitab hikmat yang mengajarkan manusia tentang realitas kehidupan manusia. Banyak hal penting yang dapat kita pelajari. Bagaimana relasi dengan sesama dan Tuhan, juga pentingnya menjaga hati dan perbuatan. Meskipun kitab ini sudah ditulis lama tetapi apa yang dituliskan di sana masih relevan dengan kehidupan manusia masa kini. Menurut pendapatmu hal apa saja yang dapat ditimbulkan dari rasa benci?
Tentu ada banyak hal negatif yang ditimbulkan dari sikap membenci dan tentunya hal ini tidaklah berkenan di hadapan Tuhan dan akan merusak hubungan kita dengan sesama.
Dalam jurnal berjudul “Idiom Bahasa Jepang Menggunakan Anggota Tubuh, Maknanya Menyatakan Sifat dan Perilaku” dinyatakan bahwa kebencian merupakan sebuah emosi yang sangat kuat, yang melambangkan ketidaksukaan, permusuhan, antipati baik terhadap seseorang, kelompok, fenomena atau bahkan barang tertentu. Kebencian adalah hal yang ditentang oleh Firman Tuhan karena menumbuhkan keinginan untuk menghindari, merusak, menghancurkan bahkan menghilangkan atau memusnahkan. Perasaan ini muncul karena adanya rasa tidak suka, marah atau terluka karena sesuatu. Setiap orang pasti pernah mengalami kekecewaan. Di antara kita mungkin pernah mengalami penolakan, baik oleh orang tua maupun teman. Kita mungkin pernah ditipu atau dibohongi, dikhianati dan lain sebagainya. Bukannya dibereskan, sering kali kita memendam rasa kecewa dan menanggung kepahitan seorang diri. Hal ini menimbulkan kebencian dalam hidup kita. Kondisi hati akan memengaruhi sikap dan tindakan kita. Hati yang penuh rasa benci, walaupun tidak kita perlihatkan, akan membawa dampak hubungan yang rusak dengan orang lain. Jelas seperti yang dituliskan pada Amsal 10:12a bahwa kebencian menimbulkan karena tidak ada rasa damai sejahtera di dalamnya.
Kasih Menutupi Segala Sesuatu
Tuhan tidak pernah meminta kita untuk memendam rasa benci dalam diri kita. Allah begitu mengasihi kita. Ia mau mengampuni kita dan dengan rela mengorbankan Anak-Nya yang tunggal mati di kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita. Kasih-Nya tulus dan bukan paksaan. Sejatinya orang Kristen mengasihi Tuhan dan mengasihi orang lain karena Tuhan Yesus sudah begitu mengasihi kita. Kita tidak bisa hidup secara individualis. Apa yang terjadi jika kita hanya hidup seorang diri saja? Tentu kita akan kesepian dan mengalami kesulitan karena tidak ada orang lain yang akan menolong kita di saat kita kesusahan dan membutuhkan pertolongan. Kita juga tidak dapat membagikan apa yang ada pada kita. Apa gunanya kita memiliki segala sesuatu tetapi hanya dinikmati sendiri. Oleh karena itu, kita harus mengasihi orang lain sama seperti kita juga mengasihi diri kita sendiri karena Tuhan Yesus sudah terlebih dahulu mengasihi kita. Dia sudah memberikan teladan kepada kita untuk kita memelihara kasih yang tulus dan sungguh-sungguh kepada sesama.
Kasih yang sungguh-sungguh dan tulus adalah hal yang berkenan di hati Tuhan dan hal yang seharusnya kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari ketika bersosialisasi dengan orang lain. Sering kali orang lain menjengkelkan dan mengecewakan, sehingga kerap menjadi penghalang bagi seseorang untuk menunjukkan kasih sayang. Pada 1 Petrus 4:8, Rasul Petrus menerangkan dan mengingatkan penerima suratnya, juga kita pada saat ini bahwa kasih yang besar akan menutupi . Menutupi bukan dalam arti menyangkali atau menyembunyikan. Menutupi dalam arti mau mengampuni. Pengampunan sudah kita terima dari Tuhan Yesus secara cuma-cuma, lalu apakah kita juga mampu mengampuni orang lain? Apakah saat ini kamu masih belum bisa mengampuni orang lain?
Kasih memampukan seseorang untuk bertahan di tengah kekecewaan dan tetap menunjukkan kebaikan kepada orang lain yang menyakiti dan mengecewakan sekalipun. Dia berusaha mengerti dan menerima orang lain apa adanya. Sebaliknya, jika tidak ada kasih, hal-hal yang sepele pun akan disalahpahami dan dipersoalkan. Kasih memampukan seseorang untuk tidak mencari-cari atau membesar-besarkan kesalahan orang lain.
Membuang Kebencian dan Mengasihi Orang Lain
Sepanjang sejarah, pengikut Yesus Kristus telah mengalami penderitaan, namun sikap orang Kristen berbeda dengan orang-orang yang belum percaya dan perbedaan tersebut menyebabkan cara hidup yang berbeda. Sekalipun ada dalam berbagai-bagai penderitaan, orang-orang percaya tetap berperilaku saleh sesuai Firman Tuhan dengan mengasihi sepenuh hati dan membuang kebencian untuk menciptakan sebuah komunitas yang damai serta memuliakan nama-Nya.
Banyak kesaksian tentang pengalaman orang percaya yang mengasihi walau harus mengalami penderitaan. Pada akhirnya mereka merasakan berkat yang luar biasa dari Tuhan. Mengasihi walau sering kali apa yang dilakukan tidak dibalas dengan baik bahkan dimusuhi atau dibenci. Tetapi ketika kita terus mengasihi dengan kasih Tuhan, pada akhirnya Tuhan mengubahkan hati mereka yang membenci kita untuk akhirnya mengasihi kita, atau kalaupun tidak, Tuhan memampukan kita untuk bisa menerima apa pun respons mereka.
Semua orang percaya atau para pengikut Kristus harus memelihara dan berkomitmen berbagi kasih Kristus dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kehidupan kita akan menjadi kesaksian bagi banyak orang. Melalui tindakan kita, nama Tuhan dipermuliakan dan banyak orang yang percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Sumber kasih dan damai sejahtera, yang menyelamatkan manusia berdosa.
Kasihilah seorang akan yang lain dengan sungguh-sungguh dan buang segala kebencian yang dapat merusak hubungan kita dengan sesama, yang pada akhirnya merusak komunitas yang sudah kita bentuk. Oleh karena kasih menutupi banyak sekali dosa, berdoalah meminta pimpinan Tuhan untuk menolong kita melakukan segala Firman-Nya.
1. Apa yang akan kamu lakukan untuk menumbuhkan kasih yang besar dalam komunitas atau keluarga?
2. Tuliskanlah komitmen untuk kamu melakukan tindakan kasih dan membuang rasa benci dalam komunitas.
Tuliskanlah nama-nama orang yang saat ini kamu benci dalam sebuah komunitas atau keluarga. Lalu doakan nama-nama tersebut, sehingga kamu dimampukan untuk membuang rasa benci terhadap mereka.

1 Samuel 18:1-4; 1 Samuel 20:1-42

Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat. Roma 12:10
Murid memahami akan indahnya memulai dan mengembangkan persahabatan yang baik.
Apa definisi ‘sahabat’ menurutmu?
. Apakah kamu memiliki seorang teman dekat yang begitu kamu kasihi dan mendukungmu dalam banyak hal? Memiliki seorang sahabat tentu hal yang sangat menyenangkan karena kita bisa melakukan hal yang kita sukai bersama dengan orang yang kita kasihi. Kita saling mendukung dan tidak mementingkan kepentingan sendiri. Mengasihi dan mendoakan satu sama lain dan selalu ada di saat kita merasa senang ataupun sedih.
Menurut pendapatmu, bagaimana seseorang dikatakan sebagai sahabat yang baik?
. Tentu sahabat yang baik tidak akan menyakiti atau mengkhianati kita karena jika demikian orang tersebut belum layak dikatakan sebagai sahabat yang baik. Sebagai murid Kristus sudah seharusnya kita mengembangkan persahabatan yang baik karena betapa indahnya jika hal itu bisa kita terapkan dalam kehidupan kita di gereja maupun lingkungan sekitar.
Menjalin Persahabatan dalam Tuhan
Daud dan Yonatan menjalin persahabatan di dalam kasih Tuhan. Awal mula persahabatan mereka bisa terjalin ketika Daud berhasil mengalahkan Goliat dan Raja Saul meminta Abner, panglima tentaranya, untuk membawa Daud datang menemuinya. Setelah Daud selesai berbicara dengan Saul, berpadulah jiwa Yonatan dengan jiwa Daud dan Yonatan mengasihi dia seperti jiwanya sendiri.
Persahabatan Yonatan dan Daud terjalin bukan karena mereka memiliki latar belakang yang sama. Daud bukanlah seorang yang hidup di sebuah istana yang megah, dia hanyalah orang biasa yang menggembalakan domba di padang, sedangkan Yonatan anak dari seorang raja yang hidup di sebuah istana. Daud berhasil mengalahkan Goliat bukan karena dia memiliki tubuh yang kuat dan besar seperti Goliat. Goliat dengan tubuh yang tinggi dan besar datang dengan
membawa pedang, sedangkan Daud datang demi nama Tuhan. Ia maju dengan yakin karena penyertaan Tuhanlah yang memampukannya untuk menang. Daud berhasil mengalahkan Goliat hanya dengan sebuah batu dan diumbannya kemudian mengenai dahi orang Filistin itu. Sifat pemberani dan tindakan iman yang dilakukan oleh Daud membuat Yonatan mengaguminya. Yonatan juga seorang yang sangat pemberani (lihat 1 Samuel 14:1-23) sehingga jiwa mereka berpadu dan tentunya karena mereka memercayai Allah yang sama.
Mewujudkan Kasih Sayang yang Tulus
Yonatan mengikat perjanjian dengan Daud, karena ia mengasihi Daud seperti dirinya sendiri. Yonatan menanggalkan jubah yang dipakainya dan memberikannya kepada Daud, juga sampai , dan Hal itu dilakukan Yonatan sebagai bukti bahwa ia mengasihi Daud dengan kasih sayang yang tulus tanpa kepura-puraan. Pada zaman sekarang ini banyak orang menjalin persahabatan sekadar mengikuti tren saja. Sering kali hubungan persahabatan yang terjadi bukan didasarkan dengan kasih sayang yang tulus. Persahabatan ini hanya dilakukan supaya terlihat gaul atau hanya ikut-ikutan, tetapi dalam hubungan tersebut tidak menumbuhkan rasa cinta persahabatan yang baik dan terasa dangkal.
Sahabat yang sesungguhnya tidak hanya memperlihatkan hubungan yang baik di depan banyak orang, misalnya melalui media sosial sehingga orang lain bisa melihat seakan-akan ada persahabatan yang akrab. Namun sesungguhnya hubungan tersebut hanya pertemanan biasa. Persahabatan yang baik tentunya selalu ada bagi satu sama lain dalam kondisi yang baik ataupun tidak. Persahabatan yang tidak saling memanfaatkan dan tidak saling menyakiti. Yonatan telah membuktikan kasih sayangnya kepada Daud tidak hanya lewat perkataannya saja, melainkan melalui tindakan yang mendukung Daud untuk mengalahkan musuh saat di medan perang. Bagaimana dengan kamu? Sebagai murid Tunas Muda apakah kamu mau mewujudkan kasih sayang yang tulus untuk mengembangkan persahabatan yang baik dengan murid Kristus yang lain?
Persahabatan Memberi Jalan Keluar atas Kesulitan Dalam persahabatan yang baik tidak ada rasa ingin menjatuhkan satu dengan yang lain. Sudah seharusnya dalam persahabatan, orang-orang di dalamnya saling mendukung dan menolong. Persahabatan yang baik tentu mau memberi jalan keluar atas kesulitan yang dialami oleh sahabatnya. Yonatan juga melakukan hal yang sama. Ketika Daud mengalami kesulitan, Yonatan menolong dan memberikan jalan keluar.
Saul adalah ayah dari Yonatan. Ketika Daud berhasil mengalahkan orang Filistin dan Allah menyertainya sehingga selalu menang dalam perang, Saul membenci Daud. Saul merasa terancam bahwa jabatannya sebagai raja akan digantikan oleh Daud.
Suatu hari Saul mengatakan kepada Yonatan dan kepada semua pegawainya bahwa Daud harus dibunuh. Namun, Yonatan sangat mengasihi Daud. Dia memberitahukan niat jahat ayahnya kepada Daud dan mereka merencanakan sesuatu supaya Daud selamat. Daud akan bersembunyi di padang dan Yonatan berjanji akan memberikan sebuah tanda mengenai niat jahat ayahnya. Sebagai sahabat yang baik, Yonatan ingin melindungi Daud dari bahaya sekalipun itu niat jahat dari ayah kandungnya sendiri. Dia mau membantu Daud untuk mencari jalan keluar supaya Daud selamat. Pernahkah kamu dan sahabatmu melakukan hal yang sama seperti Daud dan Yonatan?
Persahabatan yang baik harus dilandaskan pada kasih Tuhan, sehingga terjalin hubungan yang damai dan indah dengan orang lain. Tuhan ingin kita mulai mengembangkan dan memelihara persahabatan yang baik sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan. Lakukanlah dengan tulus hati dan percayalah Tuhan akan memperlengkapi kita dalam menjalankan kehendak-Nya.
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
1. Tuliskanlah beberapa contoh tindakan yang bisa dilakukan untuk mengembangkan pertemanan biasa menjadi sahabat.
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan persahabatan sesuai dengan pelajaran hari ini secara sederhana dengan bahasamu sendiri.
Tulislah komitmenmu untuk mengembangkan persahabatan yang baik dan laporkan minggu depan hal-hal apa saja yang sudah berhasil kamu lakukan dan juga yang belum berhasil.
Ceklis
Amsal 17:17; Yohanes 15:12-14

Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita. 1 Yohanes 4:19
Murid memahami dan menerapkan pentingnya kasih dan persahabatan setiap waktu dalam kehidupan Kristen.
Sahabat sejati adalah seseorang yang setia dalam segala keadaan dan mendukung dalam berbagai situasi baik suka maupun duka. Sahabat tidak cukup hanya bekerja sama, berbagi, saling meminjamkan atau yang lainnya. Tetapi pada saat mengalami penderitaan atau kegagalan tidak mau terlibat untuk menolong atau bahkan sengaja menghindar. Persahabatan menurut dunia dan menurut Alkitab tentu berbeda. Sebelum membahas lebih jauh, coba sebutkan perbedaan persahabatan sejati dan persahabatan tidak sejati.
No. Sahabat Sejati Sahabat Tidak Sejati
Mengasihi Tanpa Syarat
Setiap orang pasti mendambakan atau ingin mempunyai seorang sahabat yang sejati dan setia. Persahabatan sejati tentunya tidak membuat batasan-batasan tertentu atau menuntut syaratsyarat untuk menjadi sahabat sejati menurut standarnya sendiri. Pada saat ini sangat sulit untuk mendapatkan seorang sahabat sejati. Banyak yang mengaku sahabat tetapi sebenarnya penuh kepalsuan. Mereka bersikap seperti seorang sahabat ketika kondisi kita baik dan menguntungkannya, tetapi di saat kita terpuruk dan jatuh, dia pergi meninggalkan kita. Mereka mengasihi karena bisa mendapatkan sesuatu dari kita. Mengasihi jika kita mau melakukan apa yang dikehendakinya, meskipun hal itu bertentangan dengan Firman Tuhan.
Persahabatan sejati bukanlah demikian adanya. Sebagai pengikut Kristus, kasih Kristuslah yang menjadi landasan bagi persahabatan kita. Mengasihi bukan karena dia anak dari seorang pejabat, seorang yang kaya raya, pintar, tampan, cantik atau memiliki peluang untuk bisa dimanfaatkan. Persahabatan yang bersyarat tentu tidak akan membuat hubungan persahabatan dapat terjalin dengan baik dan dengan jangka waktu yang lama. Apakah saat ini kamu sudah menaruh kasih Kristus sebagai landasan dalam menjalin persahabatan?
Yesus Sahabat Sejati
Yesus adalah Teladan yang tepat dan benar sebagai seorang Sahabat yang sejati, karena Dia rela memberikan nyawa-Nya bagi sahabat-sahabat-Nya. Ia mengasihi dan menerima kita dengan tulus tanpa memandang kelemahan kita. Dia tidak memandang latar belakang, fisik, harta ataupun kekuasaan yang kita miliki. Kasih-Nya tulus kepada kita bahkan ketika kita masih berdosa. Yesus adalah Sahabat terbaik!
Tuhan Yesus tidak hanya meminta kita untuk mengasihi sesama, tetapi Dia sudah terlebih dahulu memberikan contoh dan teladan kepada kita supaya kita melakukan apa yang telah dilakukan-Nya bagi kita sebagai Sahabat yang sejati dan tulus. Seperti apa yang dituliskan dalam Yohanes 15:14, “Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu apa yang .” Tuhan Yesus memerintahkan kita untuk saling mengasihi dan meletakkan kasih yang besar itu sebagai dasar yang kokoh. Jika Tuhan Yesus memberikan syarat kepada umatNya, tentu kita tidak layak menerima penebusan dan anugerah-Nya yang mahabesar.
Menaruh Kasih Setiap Waktu
Teladan Yesuslah yang mengajarkan kita untuk menjadi pribadi yang mengasihi orang lain dengan hati yang tulus. Seperti apa yang dituliskan pada Amsal 17:17, Salomo menunjukkan betapa berharganya seorang sahabat dan saudara sejati. Seorang teman sejati penuh kasih sayang, menunjukkan dukungan dalam keadaan yang menguntungkan maupun dalam keadaan yang tidak menguntungkan.
Sifat yang diperlukan dalam persahabatan adalah mau atau bersedia mengasihi setiap waktu dan dalam segala keadaan, baik suka maupun duka. Mengasihi setiap waktu berarti siap membantu dalam keadaan apa pun. Mengasihi berarti menaruh kepercayaan penuh seorang dengan yang lain. Seorang sahabat tidak akan menjelek-jelekkan atau menceritakan keburukan sahabatnya kepada orang lain. Banyak hubungan persahabatan rusak dan berantakan karena tidak mampu memegang kepercayaan. Misalnya, seseorang membicarakan keburukan sahabatnya kepada orang lain padahal saat dia bersama dengan sahabatnya, dia seakan-akan bisa dipercaya dan sering memuji.
Firman Tuhan mengingatkan kita untuk menaruh kasih setiap waktu karena kasih adalah dasar yang paling utama untuk kita dapat menjalin sebuah persahabatan yang baik sesuai dengan kehendak dan perintah Tuhan. Kasih itu sudah ditunjukkan Tuhan kepada kita. Sekarang yang menjadi pertanyaannya adalah apakah kita mau melakukan seperti apa yang sudah diteladankan Tuhan Yesus?
Sahabat sejati menaruh kasih setiap waktu dan berusaha ada dalam segala keadaan baik suka maupun duka, dalam keadaan menguntungkan maupun tidak. Mengasihi dengan tulus tanpa memberikan syarat atau batasan tertentu menurut ukuran sendiri, tetapi seperti apa yang sudah diteladankan Tuhan Yesus, mengasihi bahkan ketika kita masih berdosa dan mengasihi apa pun keadaan kita.
PENCAPAIAN BELAJAR
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
1. Jelaskan menurut pendapatmu apa yang dimaksud dengan mengasihi setiap waktu.
2. Bagaimana cara menciptakan sebuah komunitas yang saling mengasihi seperti teladan Yesus Kristus?
Tuliskan beberapa tindakan yang akan kamu lakukan dalam seminggu ke depan untuk mempraktikkan sifat saling mengasihi setiap waktu dan ceritakan di depan teman-teman atau guru Sekolah Minggu pada pertemuan berikutnya.
Ceklis
Kejadian 24:1-26

AYAT HAFALAN
Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya. Amsal 3:27
Murid menyatakan kesediaan dalam memberikan bantuan kepada orang lain.
Saling menolong dan rela memberi bantuan adalah sebuah pengajaran yang kita pelajari melalui Alkitab. Firman Tuhan mengajarkan kita untuk saling menolong. Dalam kehidupan sehari-hari hal ini pun sangat penting untuk kita lakukan sebagai manusia yang bersosialisasi. Dalam kehidupan bergereja sikap rela memberi bantuan juga sangat diperlukan. Namun sering kali jumlah anggota yang besar berbanding terbalik dengan jumlah perhatian yang diterima setiap orang.
Ketika setiap jemaat menyadari sikap rela membantu orang lain adalah penting dan sudah menjadi kebiasaan, tentu hal-hal tersebut tidak akan terjadi. Tidak akan ada yang merasa kurang diperhatikan atau merasa terasingkan. Sikap rela membantu tentunya perlu ditanamkan kepada semua orang dan sudah seharusnya sebagai pengikut Kristus hal ini menjadi sebuah kebiasaan dan sudah menjadi karakter kita. Pada pembacaan Firman hari ini, kita akan belajar dari seorang gadis muda yang memiliki sikap rela membantu di saat orang lain membutuhkan bantuan. Apakah kamu punya pengalaman menolong orang lain dan memberikan bantuan kepada mereka?
Minta Petunjuk dan Kehendak Tuhan
Banyak orang yang ketika hendak membantu orang lain, melihat latar belakang atau karakter seseorang yang hendak ditolong. Rela memberikan tenaga atau uang untuk seseorang yang belum kita kenal tentu sulit untuk dilakukan. Berbeda dengan seorang gadis muda yang akan kita bahas saat ini.
Pada waktu itu Abraham telah tua dan lanjut umurnya. Kemudian ia meminta hambanya yang paling tua dalam rumahnya untuk mencarikan seorang istri bagi Ishak. Namun perempuan ini tidak boleh seorang perempuan yang berasal dari Kanaan tetapi haruslah seorang perempuan
yang berasal dari negeri asal Abraham. Kemudian hamba itu mengambil sepuluh ekor unta tuannya dan pergi dengan membawa berbagai-bagai barang berharga; demikianlah ia berangkat menuju Aram-Mesopotamia ke kota Nahor.
Hamba itu meminta petunjuk Tuhan supaya dipertemukan dengan seorang perempuan untuk menjadi istri bagi Ishak sesuai dengan perintah Abraham. Maka datanglah Ribka, yang lahir bagi , anak laki-laki , istri Nahor, saudara Abraham. Dia seorang gadis yang cantik parasnya, seorang perawan. Kemudian hamba itu minta tolong supaya diberikan sedikit air dari buyungnya. Apakah Ribka mau menolong hamba Abraham yang belum dikenalnya itu?
Rela Memberi Bantuan meski Tak Mengenal
Ribka mau menolong orang asing, yang tidak dikenalnya sama sekali. Ribka memberi minum dari buyungnya dan tak berhenti sampai di situ, dia juga memberikan minum unta-untanya. Ribka rela memberikan tenaganya untuk menimba air supaya hamba Abraham itu dan unta-untanya puas minum. Mungkin hal ini terlihat biasa saja bagi kita. Tetapi bisakah kalian bayangkan bahwa untuk memuaskan seekor unta yang haus diperlukan hampir empat buyung air, sedangkan unta yang dibawa hamba Abraham itu bukan hanya satu ekor saja, melainkan sepuluh ekor. Ribka membutuhkan waktu dan tenaga yang besar serta kesabaran untuk melakukan itu.
Ribka tentu melakukan hal itu dengan senang hati karena hamba itu hanya meminta air untuk diminumnya, tetapi Ribka bahkan memberi minum untuk unta-untanya. Hal ini menunjukkan bahwa sudah menjadi kebiasaan Ribka suka menolong orang lain. Tidaklah hal mudah melakukan hal itu jika kita tidak terbiasa melakukannya. Apakah kamu mempunyai kebiasaan menolong orang lain?
Terkadang banyak rintangan yang menghalangi kita untuk memberi bantuan, bahkan kepada orang terdekat sekalipun. Ketika kita sudah menolong pada saat mereka membutuhkan, mereka terkadang lupa dengan apa yang telah kita perbuat atau bahkan tidak menganggap/mengabaikan pertolongan kita. Seperti peribahasa mengatakan “kacang lupa akan kulitnya”. Namun kita berbeda dengan dunia. Apa pun balasan yang kita terima, kita harus saling dan memberi bantuan dengan kerelaan hati karena itulah yang dikehendaki Tuhan. Rela memberi tanpa mengharapkan .
Memberi Lebih dari yang Diharapkan
Ribka memberikan lebih dari yang diminta oleh hamba itu. Hamba Abraham hanya minta air untuk diminum, tetapi Ribka juga mau memberikan air untuk unta-untanya dengan sukarela tanpa paksaan. Ribka mempunyai hati yang tulus dan rela memberikan bantuan kepada orang lain yang membutuhkan pertolongan bahkan memberikan lebih dari apa yang diharapkan atau dibutuhkan.
Jika ada orang yang sedang menderita dan sangat membutuhkan pertolongan, bagaimana responsmu? Apakah kamu akan diam dan menjadi pengamat saja? Ketika kita bisa menolong orang lain atau ketika mampu melakukannya tentu kita akan membantunya. Sifat dan perbuatan yang dilakukan Ribka mengajarkan kita untuk menjadi saluran berkat bagi orang lain. Apa yang dilakukan Ribka tulus, tidak pura-pura atau berharap hamba Abraham memberikan dia emas atau bahkan dia tidak tahu bahwa dia akan dipersunting menjadi seorang istri bagi Ishak. Ribka melakukan semua itu karena dia memiliki karakter dan sifat yang baik, yaitu rela memberi
bantuan kepada sesama yang membutuhkan bantuan dan pertolongan.
KESIMPULAN
Rela memberi bantuan kepada orang lain yang membutuhkan tanpa mengharapkan imbalan atau balasan adalah karakter yang mulia. Bahkan ketika kita memberi lebih dari apa yang diharapkan oleh orang lain, perbuatan atau tindakan yang kita lakukan memberikan dampak yang baik bagi banyak orang, kita menjadi saluran berkat dan terutama Nama Tuhan semakin dipermuliakan.
PENCAPAIAN BELAJAR
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
1. Mengapa kita menerapkan hidup saling mengasihi dan rela memberi kepada orang lain?
2. Bagaimana cara membangun sikap suka memberi bantuan kepada orang lain?
PENDALAMAN
Buatlah sebuah rencana tindakan menolong orang lain. Kemudian laporkan pada tabel di bawah ini langkah-langkah yang dilakukan, apa targetnya dan sampaikan hasilnya pada pertemuan selanjutnya kepada guru dan teman-teman (bisa dilakukan secara berkelompok).
No. Langkah-Langkah yang Dilakukan Target Hasil/Respons
Ceklis
Yakobus 2:1-13

Tetapi, jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran. Yakobus 2:9
Murid menunjukkan sikap yang baik kepada semua orang tanpa membeda-bedakan.
Dalam sebuah serial kartun klasik, The Peanuts Movie, Charlie Brown adalah seorang tokoh yang sering diremehkan. Suatu ketika Charlie terlihat sangat sibuk membangun sebuah rumah burung, lalu Lucy si nyinyir bertanya, “Apa yang sedang kamu buat itu?” Jawab Charlie, "Aku membangunnya untuk burung pipit." Lucy dengan nada mengejek, "Untuk burung pipit? Tidak ada orang yang membangun rumah untuk burung pipit." Charlie menjawab, "Tapi aku melakukannya, Aku selalu membela burung yang lemah" (sabda.org/illustration, “Burung yang Lemah”). Banyak orang mengasihani orang lemah atau miskin, tetapi jarang kita temui orang mau bergaul dengan orang-orang lemah, miskin dan terpinggirkan.
Umumnya orang senang berkumpul, berkelompok atau berteman sesuai dengan status sosial, ekonomi, etnis, pendidikan yang sama atau setara dengan mereka. Sedangkan orang dengan status sosial atau ekonominya rendah, sering diabaikan dan dianggap tidak penting. Pernahkah kamu ditolak atau dijauhi karena dianggap tidak penting di lingkunganmu? Pernahkah kamu menjauhi mereka yang status sosialnya berbeda atau tidak sama denganmu?
Tidak Memandang Muka atau Pilih Kasih
Hari ini jika melihat kehidupan dunia maya lewat media sosial, bisa dipastikan popularitas seseorang dinilai berdasarkan jumlah like (suka), viewer (penonton/pelihat) dan comment (komentar). Tidak sedikit orang yang rela melakukan perawatan hingga operasi wajah untuk mempercantik penampilan, atau menggunakan fitur filter kamera yang mempercantik penggunanya. Mengapa? Postingan yang menunjukkan keindahan, kecantikan atau ketampanan penggunanya sangat mempengaruhi jumlah ‘suka’ dan penonton yang didapatkan di media sosial. Sedangkan konten yang dinilai tidak indah dan tidak menarik, sangat sedikit jumlah
penontonnya, tidak mendapatkan tanda jempol sama sekali, justru mungkin mendapat banyak tombol thumbs down (jempol ke bawah=tidak suka atau tidak setuju).
Dapat kita simpulkan bahwa dunia memang menilai seseorang berdasarkan rupa atau apa yang kelihatan. Misalnya rumahnya seperti apa, mobilnya berapa, merek telepon genggamnya apa, sepatu, pakaian, jam, perhiasan yang dipakainya. Yakobus mengatakan bahwa tidak benar bila orang Kristen bersikap pilih kasih (ayat 1). Tindakan yang menunjukkan sikap pilih kasih karena memandang muka adalah dosa (ayat 9). Latar belakang sosial, ekonomi, pendidikan atau etnis bukanlah alasan untuk tidak menghormati orang lain dengan sikap dan juga perkataan kita. Justru dengan adanya keberagaman tersebut membuat kita sadar bahwa Allah mengasihi semua manusia tanpa terkecuali, tanpa memandang muka.
Sikap pilih kasih adalah cerminan hati yang jahat, tidak adil, dan bukan berasal dari Allah. Memandang muka artinya memilah-milah sesamanya ke dalam kotak-kotak bersekat menurut kategori yang dibuatnya dan menjadi hakim atas orang lain dalam hatinya. Hal tersebut salah dan merupakan dosa, sebab Allah menciptakan dan mengasihi setiap manusia itu dengan sama dan setara, terlepas dari latar belakang apa yang dimilikinya.
Bertindak Adil adalah Kasih Yakobus dalam pasal ini sering menggunakan dua perbandingan yang bertolak belakang seperti miskin dan kaya, pakaian indah dan pakaian buruk; mengasihi atau memandang muka, melanggar atau menuruti, penghakiman dan belas kasihan. Sebagai anak-anak Tuhan kita diajarkan untuk hidup berbeda dengan dunia ini, yaitu hidup benar dengan bertindak adil sebagai wujud kasih. Wujud dari pada kasih, yaitu bertindak adil dengan tidak memandang muka atau pilih kasih.
Jika dunia menilai orang terutama dari penampilan atau apa yang kelihatan, Tuhan melihat apa yang tidak nampak dari luar, yaitu hati. Apa yang kelihatan oleh mata manusia bisa saja menipu. Mudah bagi seseorang berpura-pura melalui penampilannya, tetapi Tuhan melihat dan memperhatikan hati yang murni, yang ditunjukkan melalui sikap atau sifat adil dalam mengasihi sesamanya. Itulah bagian dalam diri manusia yang jauh lebih berharga dan mulia. Seperti yang dilakukan Tuhan Yesus, yaitu menunjukkan kasih-Nya kepada seluruh manusia berdosa tanpa terkecuali.
Hal itu ditunjukkan Yesus dalam interaksi-Nya dengan pemungut cukai, perempuan berdosa, orang yang kerasukan, orang kusta yang dianggap najis, perempuan yang sakit pendarahan, orang miskin, orang bukan Yahudi dan ras campuran, serta masih banyak lagi orang-orang yang secara sosial dianggap rendah atau hina. Itulah keadilan dan kasih yang ditunjukkan Tuhan kepada kita manusia berdosa tanpa terkecuali. Dia mengenal dan mau mengasihi tanpa terkecuali dan tanpa syarat. Sebab bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang yang sakit.
Ketika seekor burung pipit jatuh, Allah Bapa memperhatikannya. Namun Dia jauh lebih mempedulikan manusia, termasuk orang yang lemah. Mungkin kita memerlukan lebih banyak lagi sifat Charlie Brown dalam diri kita --Dave Egner. (sabda.org/illustration, “Burung yang Lemah”)
Iman yang Dipertanggungjawabkan
Yakobus menyinggung dalam suratnya bahwa orang-orang kaya cenderung berbuat semenamena terhadap sesamanya. Mereka menindas dan menyeret orang yang lebih miskin ke pengadilan, karena punya uang dan merasa lebih hebat. Jadi apakah kekayaan dapat menjamin orang memiliki kehidupan yang baik? Belum tentu! Namun, orang yang memiliki kelebihan baik secara fisik, sosial maupun materi (kekayaan) memiliki tanggung jawab yang semakin besar. Belas kasihan dan keadilan adalah dua hal yang tidak terpisahkan dan menjadi ciri iman Kristen. Mengasihi merupakan wujud tindakan atau perbuatan iman.
Seperti ada tertulis bahwa hukum yang utama dalam Kitab Suci adalah mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri. Alkitab mengajarkan bahwa orang yang memandang muka sedang melakukan pelanggaran terhadap seluruh hukum Taurat. Mengapa demikian? Karena mengabaikan satu bagian saja sama dengan bersalah terhadap seluruhnya. Rajin ke gereja, taat beribadah setiap Minggu, selalu datang persekutuan dan memberi persembahan persepuluhan, tetapi membenci sesamanya dan berlaku tidak adil karena suatu alasan, maka menurut Kitab Suci orang itu dinilai melanggar dan bersalah sepenuhnya karena mengabaikan atau tidak melakukan satu bagian tersebut.
Ibadah dan iman kita dapat menjadi sia-sia karena memandang muka dan bersikap tidak adil terhadap sesama. Apa yang kita pakai untuk mengukur atau menghakimi orang lain akan dikenakan juga kepada diri kita. Allah menghendaki iman yang hidup, yang diwujudkan dengan perbuatan, yaitu mengasihi yang adil, tanpa pilih kasih. Karena dari cara kita mengasihi orang lain, itu menunjukkan bagaimana kita mengasihi diri sendiri. Menjadi kaya dalam iman lebih penting dari sekadar kaya secara materi. Malahan orang yang miskin di mata dunia dipilih Allah menjadi ahli waris Kerajaan Surga. Belas kasihan dan keadilan adalah ciri iman Kristen yang bertanggung jawab.
KESIMPULAN
Sikap membeda-bedakan atau pilih kasih tidak berasal dari Allah dan bukan sifat-Nya. Ketika Yesus turun ke dalam dunia, Ia mau bergaul dengan orang-orang berdosa, bahkan rela mati memberikan nyawa-Nya supaya manusia berdosa tidak binasa. Kristus adalah teladan kita yang terbaik dalam bergaul. Mari kita bergaul seluas mungkin dengan tetap mempertahankan karakter dan ciri iman Kristen, yaitu tidak memandang muka dan adil. Melalui karakter belas kasih dan keadilan orang dapat melihat Kristus dalam dirimu dan merasakan dampak kasih-Nya.
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
1. Sebutkanlah beberapa sikap dan perbuatan yang menunjukkan pilih kasih atau membedabedakan.
2. Mengapa orang Kristen tidak boleh memiliki sikap pilih kasih?
3. Jelaskan dengan bahasamu sendiri cara untuk bergaul tanpa harus meninggalkan iman.
Tulis dan buatlah rencana tindakan dalam pergaulan yang tidak membeda-bedakan teman. Kemudian laporkan hasilnya pada pertemuan berikutnya.

What is the writer saying?
How can I apply this to my life?
Germany – Pray Spiritual awakening among the predominantly lost youth.
Naomi rather forcefully tells Ruth to return with her sisterin-law back to her native land. She even reports that Orpah went “unto her gods.” The implication is that she doesn’t care whether the girls worshiped Chemosh or Jehovah. The Moabites made a hollow bronze idol of Chemosh with outstretched arms. They would light a fire inside of the idol and when the arms and belly were red-hot, they would lay babies in the outstretched arms and worship to the screams of their burning babies. It is never stated why Ruth longed to be with Naomi. Is it an indicator of the great love she had for Naomi’s son, Mahlon? Is there something about Naomi that Ruth found attractive? Despite the poor testimony of the family, did Ruth already eome to love and worship Jehovah? Whatever her motivation, it is clearly a sacrifice to leave the land of her birth, her family, and her heritage
to go to a place she does not know, has no assurance that she would be welcome, and has no guarantee of financial success. Verses 16 and 17 are often used in weddings due to the tender sentiments they express. However, remember this is said between women, not a husband and wife! Over ten years have passed (1 :4), but everyone recognizes Naomi. The village is small, even hundreds of years later (Micah 5:2), probably only a few hundred people live here. Without any media to distract them, social events (including births, weddings, and funerals) are the main attractions. “Mara” (1 :20) means bitter. It is more fitting to her circumstances than her given name Pleasant. It is the spring of the year (April). The barley harvest is celebrated during Passover in the First Fruits Festival.
Never in her wildest Imaginations could Ruth have ever guessed what God is planning tor her! Can you trust God far what He has planned tor you?
Ruth 3:1-18
What is the writer saying?
How can I apply this to my life?
TUESDAY WEEK 1
BohvIa - Pray for a new standard of discipleship that will equip believers to stand against false doctrine and immoral lifestyles.
Naomi’s character is further illustrated, in that she never tells Ruth about the potential for family help by way of gifts, gleaning or Levirate marriage. Either she is numb from grief or too proud to ask for help. She doesn’t even volunteer to go looking for food. It is up to·Ruth to take the initiative to provide for their household. “Ears of corn” is Old English for heads of grain. Ruth expects that she will ,have to ask permission (“find grace” v. 2, also compare to v. 7), not knowing that the Law of Moses demands that landowners allow gleaning by the poor (Leviticus 19:9-1,0). “Her hap was to light .. “ (v. 3). What a beautiful Old English turn of a phrase to capture the incredible sovereignty of God in our affairs. Notice the cultural and·social items in the story. Ruth asks permission to go and the older Naomi grants it. Ruth asks for permission to glean and the servant grants it. Ruth feels free to take a break in the cool of an enclosure (v. 7).
Eventually, she is encouraged to work: closerr to the reapers (she was humbly hanging back), to drink fmm the water jars (she was drawing her own wateri), and. not to fear the young men (despite general protection given women in the Law of Moses, there is still a crudeness in the society that put women at risk in the open field; see Judges 2:1 ). lrnthis passage we are introduced to Boaz, Fleetnesso r Lord of Strength. hie is wealthy and godly. His typical greeting indicated his concern for the spiritual welfare of his associates. In hlebrew it is pronouneed: A’donai immachem. liheir response: y’barekka Adonai. To this day in Israel, it is common to hear the Biblical words peace, praise the Lord, and blessed be the Lord in everyday conversatien. Boaz speaks kindly to Ruth calling her, “my daughhter,,’’ which indicates their relative ages. Ruth’s reputation has preceded her.
What is the writer saying?
How can I apply this to my life?
Russia – Pray for a hope for the future found not in drugs, alcohol, or crime, but in Jesus Christ alone
Ruth politely thanks and praises Boaz for his kindness. He invites her for lunch, giving her bread and sour wine for flavoring. Bread is the staff of life and is the featured commodity at every meal. In addition, there might be olives, olive oil as a dip, cheese, yogurt, figs, grapes and dates. Meat is only for special occasions. He also roasts some of the fresh grain to share with her. While perhaps not romantic, it certainly would have thrilled the heart of this outsider to be so graciously ,received into her new village. To further help her without embarrassing her or demeaning her work ethic, Boaz arranges for abundant grain to be available for her to pick up. At the end of the day, she has about a half a bushel of grain - enough to make meals for several days. She shares her bounty with her mother-in-law, and Naomi immediately realizes that, something special has taken place.
In 2:12 Boaz pronounces a blessing on Ruth. Here in 2:20 Naomi pronounces a blessing on Ruth. Here in 2:20 Naomi pronounces a blessing on whomever it was that had been gracious to Ruth. These pronouncements foreshadow their marital blessing and --the happy end of the story. Once Naomi learns the man’s identity, she blesses him again, not only telling Ruth that he is a relative, but also indicating that Boaz is giving signals that he would stand ready to be their kinsman-redeemer. “That they meet thee not in any other field” (v. 22) probably refers to the danger of abuse by evil workers if Ruth went to another man’s field. Ruth spends over two months with Boaz, as the wheat harvest (Pentecost) comes seven weeks after the barley harvest (Feast of First Fruits). You can imagine the conversations around the table every night at Naomi’s house!
One second you are down for the count and just about out. The next thing you know, God has intervened and life has taken a dramatic tum.
Ruth 3:1-18
What is the writer saying?
How can I apply this to my life?
THRUSDAY WEEK 1
BohvIa - Pray for a new standard of discipleship that will equip believers to stand against false doctrine and immoral lifestyles.
Naomi finally gets around to explaining the Levirate marriage custom to Ruth (see Deuteronomy 25). This is not unique to Jewish culture, but the details would have been different enough that Ruth would need guidance. “Rest” (v. 1) refers to marriage. How does Naomi know that Boaz would be threshing barley that night? Either the farming schedule is very specific or Naomi has been out gathering intelligence (she has her sources). What follows sounds strange and some have turned it into a risque episode. However, both parties are known for their integrity and a sexual interpretation is demeaning. Boaz has given every indication of his willingness to be the kinsmanredeemer. Due to his age, perhaps he feels it awkward to make a direct offer. In Deuteronomy 25, the woman is pictured as taking the initiative. Ruth does make herself presentable for this
special occasion. Up until this moment, Boaz has only seen her in her work clothes. Ev.elil though Boaz has addressed her in public, it would not be appropriate for a poor woman to initiate a social conversati0n or ask for a private audience. Naomi’s planned’meeting is designed as a formal request for marriage in a private setting. Boaz is asleep. No one else could see Ruth approach and uncover his feet to gradually awaken him. illfle startling realization of her presence aml the simultaneous realization of what she would ask adds to the preeiousness of the moment “Spread therrefore the skirt” is a request for proteetion (see Ezekiel 16:8). Boaz praises her, for not desiring a younger man, calls her virtuous, and protects her virtue by liaving hen leave early in the morning ‘before anyone could see that she had been there. “Kindness” (v. 1 0) is the word for covenant loyalty or loving kindness.
What is the writer saying?
How can I apply this to my life?
Philippines – Pray for the church to stand firm on biblical truth and to be unified with one another.
As Naomi predicts, that very day Boaz goes to the Jewish Court which met in the city gate. The gate would supply shade from the sun and also is a centralized meeting place as a main thoroughfare. By contrast, in a pagan town the court meets in the temple in the center of town. “Ten men” is called a minyan in Hebrew. To this day, a minyan is required for a worship service. Boaz brings the closer relative before the ten elders. Why wasn’t anyone interested in Elimelech’s land until now? In ancient Israel, land is never permanently sold. When Elimelech left Bethlehem, he would have leased his farmland to another farmer who would have use of it until the next Jubilee, at which time it would revert to Elimelech’s family. To, “redeem” the land means to buy the lease out ahead of time. Since there are no heirs to inherit the land, it is added to the land of the closest relative. This individual is able and willing
to buy the lease until he finds out that there is a living widow. In that case, he is also obligated to impregnate her to raise a child who could inherit the land. Since he already has an heir, he doesn’t want to have to share his current holdings with another child. Boaz is then authorized to buy Elimelech’s land and marry Ruth. Why isn’t Boaz already married? Why doesn’t he have an heir? We can only guess that his wife must have been barren and/or dead. Possibly he has other sons but his wealth is so great that he could afford to take on another heir. (His godliness does not preclude polygamy since godly men both before and after Boaz had multiple wives.) The elders graciously bless the decision and pray that God will richly bless this marriage in Israel. The mention of Tamar is particularly significant since she is a Gentile like Ruth.
" ... exceedingly abundantly above all that we ask or think." (Ephesians 3:20).
Ruth 4:13-22
What is the writer saying?
How can I apply this to my life?
SATURDAY WEEK 1
PRAY Brazil – Pray for missionaries to be sent to areas and roughly 130 tribes unreached by the Gospel.
We don’t know how long Ruth had been married to Mahlon but obviously God had prevented them from having children, Now God, the author and giver of life, gives Ruth and Boaz a son. The people of Bethlehem are very kind to Naomi. They see in her life a tremendous reversal of fortune. Instead of Bitterr, she could now really enjoy her name, Pleasant. She has financial prsotection, she has a grandson to enjoy, she has the psychological satisfaction of knowing that her husband and son live on in her grandson, and most importantly, she knowsitriue love -Ruth’s love. Seven is the number, of perfection. To have seven sons (a quiver full) would have been the ultimate mark of God’s blessing on the family. But the women of Bethlehem state that this Moabite woman is even better. Throughout the story “kinsman” and “redeemer”
have oceurred. The hebrew term for this speeialized function is Goel. it comes from the Hebrew word redemption. Jesus Christ is the ultimate Goel. Normally the father names the child but in this case, public opinion named the boy. He was “Obed” Servant. He would serve Naomi well in her declining years. This has been a precious story; but it also has a theological and historical purpose. For you see, this is is the story of the grandfather of David, the great King of lsrael and the progenitor of Jesus Christ the Messiah. Verse 18-22 give the whole genealogy, from Judah (the kingly tribe according to Genesis 49:10& 11) to David. The only detail ta rememller is that in Hebrew “father,” and “begat” does not necessarily mean immediately. There Gan be gaps in the genealogies as demonstrated in Matthew 1.
What is the writer saying?
How can I apply this to my life?
For professor and staff at the World of Life Bible Institus as they prepare for a new school year.
Notice the verbs in today's passage. They are verbs of sensation-touching, hearing, and seeing. They deal with physical realities, not distant, deep, ethereal, and unattainable spirituality. The false teachers of John's day wanted to create a false dualism, to separate the spiritual and the physical. They wanted a totally transcendent Christ Who never got His hands dirty. They claimed that Jesus was just a man upon whom the Christ descended at baptism and then departed before his crucifixion. Thus, they maintained that the Christ never actually suffered and died.
Why did they want that kind of Christ? Because they didn't want their Christianity to affect the way they lived. Christianity was always meant to meet people where they are. The Scottish minister, George Macleod, wrote, "I simply argue that
the cross be raised again at the center of the marketplace as well as on the steeple of the church. I am recovering the claim that Jesus was not crucified in a cathedral between two candles but on a cross between two thieves; on the town garbage heap; at a crossroad so cosmopolitan that they had to write His name in Hebrew, and in Latin, and in Greek ... at the kind of place where cynics talk smut, and thieves curse, and soldiers gamble. Because that is where He died. And that is what He died about. And that is where churchmen ought to be and what churchmen should be about. ' The Christ who was in the beginning, is the very same Christ Whom John touched. This same Christ wants to be a reality in our lives. When that happens, our joy will become full.
We often hear the expression, "So heavenly minded as to be of no earthly good." Do you think that John would think this was possible? The opposite is also true. We can be so earthly minded that we are of no benefit to heaven's cause. In trying to avoid these extremes, we sometimes comparmentallze. We relegate religion to Sundays, thinking, "Well, we can't run a business using the Sermon on the Mount! But that is not the answer. Instead, we must Integrate. Dur faith in Christ ought to affect all areas of our life. Identify one specific way you can do this today in your public life.
1 John 1:5-10 MONDAY WEEK 2
What is the writer saying?
How can I apply this to my life?
Hungary Pray for a recommitment to evangelism, holiness, and spiritual maturity within the church.
Fellowship with God is John's concem in this epistle. If I am to fellowship with God, I must be walking in the light (living pure) just as He is. If I am willfully continuing in sin while claiming that I am in fellowship with God, I am lying (v.6). The archenemy of fellowship is sin, something which we are still capable of (v.8). The phrase, "to say we have no sin," speaks of denying this fact. We must admit that sin is present with us and that it can and does manifest itself.
When sin does erupt in our lives, the solution is to confess it (v.9). "Confess" is a compound Greek word meaning to say the same thing
or to agree. God wants us to agree that we have done wrong when His Word tells us that we have and to cease doing it. The result is immediate restoration of the relationship. This is the forgiveness that is in view here, not the judicial pardon we fully received at the moment of salvation. God would be unjust to withhold such forgiveness because Christ paid the penalty for all our sin. To "say that we have not sinned" (v.10) speaks of a past act that has continuing consequences. Sin will continue to prevent fellowship until we repent of it.
Satan wants to keep us out of fellowship with God. He tries to convince us that it will be very difficult to restore fellowship once it is broken, that God will never forgive us for what we've done. This is simply NOT true. Christ has already paid the price for all our sin and we are no longer under any condemnation (Romans 8:1). All that was required for the prodigal son to be restored to his father was to leave the foreign country and to retum to his father. Restoration was immediate and granted without hesitation. This is the way it is with our Heavenly Father. Fellowship is never more than an agreement away. Is there any sin that you are refusing to acknowledge before God? Agree with God about it today, turn from it, and draw near to Him. He will draw near to you (James 4:8)!
What is the writer saying?
How can I apply this to my life?
Spain - Pray for spiritual renewal in the Church with genuine Christlikeness among believers.
Verse 2:1 continues the thought that began in 1:10. When John writes "if anyone" (a change from the "if we" in the previous verses), he widens the field of those he is referring to so that it now encompasses both the saved and the lost. Therefore, he is saying that if a person has unconfessed sin in his/her life, there are two possibilities. First, if he/she is saved, he/ she ("we") has an Advocate. Jesus Christ pleads and wins His case before the Father. Christ is also the propitiation (the one who appeases God's wrath). Second (v.2), if the person is lost, though he/she does not have an Advocate, he/she still has propitiation in that Christ absorbs the wrath of God which would otherwise be immediately directed at him/her.
Carrying on, John wants believers ("we") to realize that sin
erodes assurance. Assurance is the certainty that we feel about our salvation; security is what God knows about our salvation. We can lose the former but never the latter. To "know that we know Him" (v.3) is what joyful, confident fellowship is all about, but it can be lost. A paraphrase of verse 3 might be, "By this (walking in the light and confessing our sin when we haven't) we experience in our daily lives an assurance of the reality of that relationship (justification) which we previously entered into with Jesus Christ." If we show no interest in obeying his commands, we cannot claim, let alone enjoy fellowship and the benefits of our salvation. We may be saved, but we cannot experience the joy and confidence of knowing it for sure (v.4).
We have all grappled at one time or another with the issue of being being sure that we're saved. That is an uncomfortable place to be! So, we look for some dramatic moment that we can point to when we, like Jacob, wrestled with the Lord. We want the "broken hip" as evidence of our meeting with Him. But John does not point us to past encounters, he directs us to the present. It is not the memory of our past experience with Christ that needs to be strengthened; it is our present fellowship with Him. Get in fellowship with Christ today, and there will be no need to point to a spectacular past experience to enjoy the assurance of your salvation.
1 John 2:7-11
What is the writer saying?
How can I apply this to my life?
WEDNESDAY WEEK 2
Venezuela - Pray for all 30 Amerindian tribes to be transformed by the Word of God despite government opposition.
In yesterday's passage, John had begun to equate love and obedience (v.5). Expanding on this, he reminds his readers of a commandment that is both old and new: to love one another as Christ loved us. It was old in that they had known it since the beginning of their salvation. It was new because Jesus had described it this way when He gave it greater clarity by pointing to His love for His disciples as the new model to follow (John 13:34). Having focused on this concept, John introduces the second major thought of the book: It is impossible to have fellowship with God while at the same
time failing to love God's children. Notice verse 8. If Christ is a reality in our lives, the love that was true in Him is also becoming more and more true of us as well; darkness is giving way to light. Clearly, this is a process that takes time, but it is a process that affects our fellowship with God. Verses 9-11 apply these truths. Our fellowship with God and our love for one another are tied together. One cannot exist without the other. If we do not love God's children, then we are walking in darkness and cannot enjoy fellowship with the Father.
Cain once asked, "Am I my brother's keeper?" He clearly did not believe that he was! In some ways, we can ask the same question with the same attitude. We know the correct answer, but we can still easily excuse our lack of active love in many ways. The ideal seems great, but we seem to have trouble finding many people whom we believe to be deserving of our love! Make this a prayer focus today. Ask God to fill your heart with His sacrificial love for other believers. Name specific ones who you find difficult to love in practical ways.
What is the writer saying?
How can I apply this to my life?
Israel - Pray that many more of the ultra-Orthodox Jews, the modern Pharisees, may become like Nicodemus, a process that is already happening.
Today's verses point out that the Body of Christ, like any family, is made different types of people at different levels of maturity. We are all at unique points along our spiritual journey, but we are all equally members of God's family. Some are children, others are youths, and some are parents.
Having established the diversity within this group, John now affirms that the world is not our family. By "world" (Greek kosmos) John is not referring to people but to the Satancontrolled world system with its priorities and organized structures. The world is ruled, not by love, but by three driving forces. The "lust of the flesh" refers to desires that arise from our corrupted appetites and impulses. The "lust of the eyes" is the desire to possess most things that we see. It
is covetousness, which is precisely what drives the world's marketing strategies. The "pride of life" is the compelling desire to be number one, to be better than anyone else.
These driving forces are nothing new. Satan used all three in his attack on Eve. She was drawn to the forbidden fruit's good taste, its good looks, and its ability to make her wise like God. Satan also appealed to these forces when tempting Christ. He invited Him to satisfy His physical hunger, he visibly showed Him the splendor of the world's kingdoms, and he invited Him to impress everyone by jumping off the temple and making a scene. Satan lacks originality! He uses these same three driving forces to try to trap and ensnare us.
Love is the exact opposite of these worldly lusts. Rather than seeking its own advantage, love looks out for the other person. Rather than seeking to possess the things it sees, love strives to give to others. Rather than seeking to surpass others, love willingly lifts others up. What dominates our life? Is it God's love or the lusts of this world? Which of the three driving forces does Satan use most successfully in your life to draw you into sin? How can you best arm yourself against his attacks in these areas?
1 John 2:18-22
What is the writer saying?
How can I apply this to my life?
FRIDAY WEEK 2
Thus far, John has the world in one corner and believers in the other. But there is still one group that John wants us to consider: people who were once part of the assembly but for theological reasons are no longer present. How do we assess someone who comes to church for a while and then renounces his or her belief in Christ and heads back into the world? This appears to be the situation facing the believers to whom John was writing. A group had left the assembly apparently because they no longer believed that Jesus was the Christ (Messiah), the Son of God. Perhaps they had been influenced by the false teachers. Some of them may even have been long-standing members, perhaps even family members. Since they had claimed to be saved, how should they be viewed and treated. Should they be allowed to continue to be welcomed into the fellowship of the believers? John cut straight to the theological bottom line: these who denied the deity of Christ were likely never saved to begin
with. The word "antichrist" has a two-fold meaning. It can speak of the individual who will arise in the end times to lead the world against Christ, the one whom Paul calls the "man of lawlessness" (2 Thessalonians 2:3-4). The term can also refer to anyone who is against Christ or who seeks to replace Christ at any time. In that sense, there are many antichrists. They are a characteristic of this age ("last hour") since no one could have explicitly stood against Jesus Christ in the Old Testament. We should not be surprised by such antichrists nor be gullible with respect to their intentions. We are engaged in spiritual warfare and we can expect Satan to use any tactic that he thinks may work. One of his most successful strategies is to set up his own "churches," best seen today in what we refer to as cults. They claim to preach the Gospel, but they have so changed its content that it is corrupted and is no longer the power of God for salvation.
There has been a lot of discussion about the issue of people renouncing their faith in Christ and thereby losing their salvation. What does verse 19 have to say about this? If someone, even a long-standing member of a church, denies Christ and His deity, what may that be telling us about them and the reasons why they left? How should we react to this?
What is the writer saying?
How can I apply this to my life?
Argentina - Pray for the local church to reach out spiritually and economically to the 500,000 people living in slums.
Verses 20-23 give us a test for apostates and verses 24-27 a warning about apostates. Everyone who leaves a church is not an apostate. An apostate is one who goes out from the church because has embraced major doctrinal error. Such departures are necessary. Not all church splits are theological; unfortunately, many are personality driven and such splits are sin. Some are for propagation (new church plants) and these are a blessing from God.
In order to guarantee that any disruption in the fellowship be of the right kind, John sets forth a test by which we can identify false teachings and teachers. Those who deny the deity of Jesus as the Christ, the very Son of God the Father, are trafficking in lies and are called here "antichrist." This cannot be referring to the Antichrist of the end times since he is yet
to come (v.18) and there is only one, the man of lawlessness (2) Thessalonians 2:3-9). But false teachers are antichrist in a literal sense; they are against Christ. The warning in verses 24-27 is two-fold. First, we must abide in (cling to) the truth and not play fast and loose with doctrine. This parallels John 15 (v.7). Doctrinal accuracy must be a high priority. Second, we must not underestimate the persuasiveness of false teachers or antichrists and rely instead on the ministry of the Holy Spirit Who testifies of Him. This also parallels John 15 (v.26). It seems best to understand the anointing spoken of here as being a reference to the Holy Spirit with which all true believers have been anointed (v.20). Satan will use any deception that he can to subvert the Church, none more deadly than to undermine the deity of Christ.
Truth is a precious gift from God. It is powerful but fragile: powerful in that it has the ability to set people free from the bondage of sin (John 8:31- asragile in that it doesn't have to be changed much in order to become a lie! Satan is an expert in error and lies (John 8:44) which is why we must be diligent to guard the truth that has been entrusted to us in God's Word. What are you doing to abide in God's Truth?
1 John 2:28-3:3 SUNDAY WEEK 3
What is the writer saying?
How can I apply this to my life?
Libya - Pray for the tiny Libyan Church to be united and established despite intense persecution.
In these verses, John begins a positive description of what characterizes a believer who is abiding in Christ. He will be pure in hope (2:28-3:3) and pure in actions (3:4- 10). In today's passage, John discusses the believer's hope. It is a hope that is grounded in the fact that Christ will return for His own. Because we know that He will retum, we should live each day in such a way that we will not be ashamed if He came today. The shame spoken of here cannot refer to any condemnation on Christ's part since there is none for the believer (Romans 8:1). However, we may experience shame as we stand before Him at the Judgment Seat of Christ mentioned later in 4:17.
As John continues on, he unleashes a powerful exclamation. The term translated "how greaf literally means "what kind of." It is usually associated with wonder and amazement (Matthew 8:27; Mark 13:1). This is certainly the case here. To catch the full impact that John intends, we must tie this to
what he has just referred to in the previous verse (v.29): the fact that we have been "bom of Him." God's love is of a kind that is simply amazing. Not only has His love provided for our forgiveness, but it has gone much further and adopted us into God's family. By first birth, we had entered one family and now, by second birth, we have literally switched to another family. It's not simply that we are called children of God in name only, it's that we actually are! God has given us His name, made us partakers of His very nature (2 Peter 1:4), and made us co-heirs with His Son Jesus (Romans 8:16- 17). Wow, that's amazing love!
Birth children look like their parents and often grow up to act like them. Even so, reborn children of God will grow up to be like Him. Our destiny is to be holy and pure, just like our Heavenly Father. A process has begun that can never be reversed.
One of Satan's strategies is to get us to forget who we are in Christ. Spiritual amnesia has far more profound consequences than natural amnesia. It complicates the Christian life, destroys the assurance of our salvation, and robs us of our hope. If you have trusted Christ for your salvation, remind yourself of the fact that you are, right now, a child of God. Sin and impurity do not reflect who you are. Take your stand on the truth and ask the Lord to strengthen you today and help you to live up to your new family identity.
What is the writer saying?
How can I apply this to my life?
Pray for those serving in your local government.
Some teach sinless perfection from this text, but this can't be true based on what John said earlier (1:8-10). So how can this be reconciled with verses 6 and 9?! Jesus came to save us from sin (v.5). This required far more than mere forgiveness. Our biggest problem was not that we had sinned but that we were, by nature, sinners (Ephesians 2:3). We had received this nature by birth! Therefore, when we sinned, it was as natural (normal) to sin as it is for an apple tree to bear apples. Just as the source of apples is the apple tree, the source of sins is the sinner.
But when we trusted Christ for salvation, what we were by first birth was crucified with Him and we received a new nature by second birth (2 Corinthians 5:17). This new nature is one of righteousness. It cannot be the source of sin any more than an apple tree can be the source of bananas! Understood this way, it is true to say that born-again believers cannot sin. In other words, sin cannot find its source in who they now are. However, the flesh still tempts us to sin (Romans 7:15-23), and we can still yield our will to it and experience its bondage. Believers can avoid this by abiding in Christ (v.6). If abiding in Christ was something we always did, John would not need to exhort us to do so!
It is critical that we understand what happened when we were borm again. It was not merely a change of our spiritual destination; it was also a change of our spiritual origins. We were once in Adam; we are now in Christ. The new birth is not an illustration of salvation, it is a description of salvation. Refuse at all times to tie your identity to the siren call of the lusts of your flesh. They no longer represent who you are. When we tie our identity to the lusts of the flesh, we soon capitulate our wills to its power. This is what is happening all around us. Take your stand on who you now are in Christ, stay in constant fellowship with (abide in) Him, and you will live up to who you now are. That's true freedom!
1 John 3:11-16
What is the writer saying?
How can I apply this to my life?
TUESDAY WEEK 3
Panama - Pray for strong Christian impact on the multitude of nationalities passing through the Canal Zone.
There is no more overworked word in the English language than "love." Everyone talks about it, writes about it, and sings about it, but very few ever experience the real thing. If we are to truly love one another, we must work with a biblical definition of love, not Satan's version of it, which amounts to a "lust system." Cain is John's example of what love is not. Both he and Abel made sacrifices to God but only Abel's was accepted. Cain should have realized that he needed to change his offering, but, instead, he blamed Abel for his problem and killed him. Hatred uses people to its own advantage, but true love never does.
We live in a darkened world filled with bitterness, animosity, and hatred, especially toward faithful believers in Christ. Those who have never been saved possess a nature like Cain's, which God warned him about, but which drove him to murder because he failed to master it ( Genesis 4:7). We need to be as innocent as doves but
also as wise as serpents. Don't be lulled into spiritual apathy. We live in a time of great religious freedom, which should not be taken as evidence that the forces of evil have surrendered. They have merely changed their strategy. The person who hates his brother is a murderer because under the same circumstances Cain faced, he would do the same thing.
Most of us can quote John 3:16. How about 1 John 3:16? Both verses provide us with the correct definition of love. True love is the sacrifice of oneself for the good of another We all claim to love others. How does our love measure up to this standard?
What is the writer saying?
How can I apply this to my life?
Peru - Pray for humble pastors trained in biblical theology who reflect Jesus to a watching culture.
Whereas Cain's actions were John's example of what love is not, Christ's actions were his example of what love really is. Christ's love is what characterizes the believer who is abiding in Him. It centers its attention on the welfare of others. Rather than seeking to get from someone, it seeks to give. Christ laid down His life and gave all that He had even when we did not deserve it. True love is not a response; it is evidenced by unprompted action. Too often we say, "I love you because you are so..." That is not true love; it is lust parading as love because it must be earned. True love bears the total cost of the relationship and does not expect anything in return. True love is an act of the will, not of the emotions. Jesus did not "fall" in love with us; He did not work Himself into an emotional frenzy that drove Him to His death. He didn't volunteer for the cross in a moment of passion. He decided that He would love
us, and He did whatever it took to save us. That is the kind of love we need to have for one another.
Our fellowship with God reflects our bond with the family of God. Our salvation does not depend on how we feel; it depends on the One who is greater than our heart (v.20). However, God does want our heart to assure us; He does want us to feel saved. When our hearts and our theology get together, we begin to see things happen in our lives. One thing we see is answered prayer. Answered prayer is not the result of God being moved by our passion. It is the result of changed prayers. We receive what we ask for when our fellowship with Him is so close that our desires become aligned with His!
We all have moments when we struggle with the assurance of our salvation. Most of the time we equate it with a feeling to be felt rather than a truth to be known. When this happens, it's an opportunity to review what we are basing our assurance upon our feelings or God's promises? To be sure, selfish living never promotes a confident walk with the Lord. However, if we will begin to love our brothers and sisters in action and not just in word, we will find our hearts aligning themselves with the truth that all who trust in Christ alone are saved ... permanently!
1 John 4:1-6
What is the writer saying?
How can I apply this to my life?
THURSDAY WEEK 3
Netherlands - Pray for the large number of young people who either know nothing about Christ or view Christianity as irrelevant.
Chapter 4 contains another dynamic of fellowship: fellowship and the Holy Spirit. The chapter breaks down into three major thoughts. Verses 1-6 show us how to test the spirits, verses 7-12 the importance of the Spirit, and verses 13-21 the work of the Spirit.
Having just referred to the Holy Spirit in verse 24, John provides his readers with a way to distinguish between the work of the Holy Spirit and that of any other spirit, whether demon or human, The first test is that of content: what is the spirit teaching? This is not a test for demon possession but for false teachers who are numerous (v.1). Therefore, all teaching must be evaluated by the plumb line of God's Word. If anyone
denies the incarnation of the Son of God, they are not led by God's Spirit but by an antichrist spirit. This repeats what John spoke of earlier (2:18-23).
The second test of any spirit is that of compatibility. We can tell a lot about a teacher by observing the type of followers they attract. Just as someone in a multilingual crowd will attract the attention of those who speak whatever language they are using, so false teachers will attract those who live in error. This world lies under the control of the evil one and it listens to him as surely as Cain did. The same principle applies to God's people who hear and respond to His messengers (John 10:26-28).
Many believers crave intellectual credibility in the eyes of the world. Though this may be possible when it comes to certain disciplines, such credibility is suspect by is suspect when it relates to the communication of The proclamation of t of the Gospel and the faithful teaching God's Word. of God's Word will never be applauded by the world. Jesus said we should beware when all men speak well of us (Luke 6:26). Though our manner should be inoffensive, our message will inevitably offend many.
What is the writer saying?
How can I apply this to my life?
Slovakia - Pray for the Slovak church to embrace a vision for planting churches, discipleship, and evangelism.
God is the only source of genuine love: therefore, anyone who has it must have received it from God. God distributes His love through the indwelling Holy Spirit (Romans 5:5). When we love one another, we show that the Spirit lives within us. Is it possible for believers to fail to love? Clearly it is; otherwise, John would not need to exhort us to love one another (vv.7,11)! Such instruction would be pointless if sacrificial love was the automatic result of salvation. A careful comparison of verse 7 with verse 8 shows that believers who fail to love are simply demonstrating that they haven't come to know their Father very well, even though they are born again. The prodigal son was far from being as loving as his father, even though he remained the son of his father while in a distant land!
The love that God has for us did not remain invisible. It was manifested in the way He sent His Son to take our place on the cross. God did not wait for us to take the first step. He went first, so to speak, and a recognition of this love prompts us to love Him in return. John focuses on the lost. Since God cannot be seen, how will they know about His love? If it remains hidden, it cannot achieve its purpose. That's why it's so important that believers put God's love on display. We show this world what God is like when we love one another. By doing so, we perfect (complete) God's love. God will not knock on our neighbor's door! We need to deliver His love message.
The word "Christian" means "little Christ." It i implies that we ought to be chips off the old "Rock," so to speak. Would anyone ever mistake us for Jesus? Remember, we may be the only image of Jesus they ever see.
1 John 4:13-21 SATURDAY WEEK 3
What is the writer saying?
How can I apply this to my life?
Albania -Pray for spiritual maturity in Christians who come from a long history of communism, atheism, or Islam.
Verse 13 connects to verse 12. It is saying that when we love one another as God loves, it shows that we are abiding in God and God in us, and that all of this is made possible because of the indwelling Holy Spirit. What other evidences are there that we have the Holy Spirit?
First, the fact that we believe the essential doctrines of the faith, particularly the divinity of Christ and His role as Savior of the world. We could not believe these if we did not have the Spirit to teach and convince us of them (vv.14-15). Our profession of faith would be impossible if it were not for the Holy Spirit. These verses reflect the teaching of 4:1-6.
Secondly, we know that we are indwelt by the Spirit because we have come to know and find peace and confidence in
the certainty of God's love for us (vw.16-18). This knowledge of His love banishes all fear of coming under his wrath and judgment. Someone has said that love is blind. Why? Because love produces an unshakeable confidence in the object of one's affection. As we grasp God's love displayed on the cross, we lose all fear of facing Him.
Finally, we know that we are indwelt by the Spirit when we love God in return because of His love for us (vw.19-21). Having said this, John once again reiterates the importance of loving our brothers. If we don't, we can't make a credible claim that we love God. Once again, the fact that we are commanded to love our brother demonstrates that it is possible for a true believer to fail to do so. This would be evidence that they are not abiding in Him.
The application is pretty simple: if we want to enjoy the assurance that we have the Holy Spirit and are in fellowship with (abiding in) God, we must stop yielding to the flesh that constantly pressures us to live for ourselves, and begin loving our brothers and sisters in Christ in tangible ways. How can you step that up in your life today?
Matius 5:13-16

"Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga."
Matius 5:16
Murid memahami bahwa bahwa setiap orang percaya adalah garam dan terang dunia yang menunjukkan sikap dan perbuatan baik bagi kemuliaan Tuhan.
Pada zaman dahulu garam merupakan barang yang sangat penting dan sangat berharga. Nilainya bisa kita lihat dari proses pengolahannya yang membutuhkan waktu yang panjang, juga tenaga yang besar hingga menjadi garam yang bisa digunakan manusia. Garam dapat memberikan rasa pada makanan yang yang hambar, sehingga menjadi lebih lezat. Kemudian sebagai pengawet yang alami, garam juga dapat mengawetkan makanan sehingga tahan lama dan terhindar dari pembusukan. Ini dilakukan saat teknologi penyimpanan dulu belum maju seperti sekarang. Bahkan karena begitu berharganya garam dan merupakan komoditas penting, garam pernah digunakan sebagai alat pembayaran atau mata uang, dan digunakan beberapa kerajaan kuno sebagai pembayaran gaji para prajuritnya. Tuhan Yesus dalam khotbah-Nya di atas bukit mengajarkan tentang garam dunia dan terang dunia. Apa maksud Tuhan mengatakan bahwa kita adalah garam dan terang dunia?
Kita adalah Garam Dunia
Ketika Yesus mengatakan kamu adalah garam dunia, kalimat selanjutnya menerangkan bahwa garam yang menjadi tawar tidak dapat diasinkan, hanya dibuang dan diinjak-injak orang. Sebagaimana fungsi dan manfaat garam yang begitu banyak dan luas, kita dapat melihat bahwa ada dampak dari diberikannya garam kepada barang yang bersentuhan atau larut dengannya. Keberadaan kita sebagai anak-anak Tuhan memiliki peranan yang penting di dalam dunia ini, seperti garam yang berharga, bernilai dan selalu dibutuhkan oleh manusia. Kepentingannya bukan hanya untuk hadir atau eksis tetapi harus memiliki dampak yang dapat menghasilkan perubahan sesuai dengan iman dan kebenaran.
Dunia ini sedang mengalami pembusukan, yaitu kerusakan moral dan spiritual, karena manusia terus hidup di dalam dosa dan dikuasai berbagai hawa nafsu. Dalam Perjanjian Lama, garam juga merupakan simbol kemurnian dan kesucian iman, selain fungsinya untuk menghentikan proses pembusukan. Perjanjian garam adalah perintah TUHAN, di mana setiap korban sajian harus dibubuhi garam bahkan garam disertakan bersama setiap persembahan sebagai praktik upacara keagamaan (Imamat 2:14-15). Dalam Kitab Keluaran, garam juga merupakan salah satu bahan untuk membuat ukupan yang murni dan kudus sebagaimana perintah TUHAN kepada Musa (Keluaran 30:35).
Dengan demikian, maksud Tuhan Yesus berbicara tentang garam adalah: Pertama, kita harus menjaga kemurnian iman dan kekudusan sebagai anak-anak Tuhan. Di tengah-tengah dunia yang penuh dengan godaan dan dosa ini, pilihan termudahnya adalah hidup mengikuti arus. Adalah lebih mudah hidup seperti orang pada umumnya, yang berkompromi dengan dosa, tetapi ini artinya kita menjadi garam yang tawar dan tidak ada gunanya selain dibuang dan diinjakinjak orang. Tuhan terus mengingatkan kita untuk hidup berbeda, tidak menjadi sama seperti dunia ini. Dalam Roma 12:2 ada tertulis, “Janganlah kamu menjadi _____ dengan _____ ini, tetapi ___________ oleh pembaharuan ______, sehingga kamu dapat membedakan manakah _________ Allah: apa yang ____, yang _______ kepada Allah dan yang ________.”
Maka sama seperti fungsi dan manfaat garam, keberadaan dan kehidupan kita sebagai anakanak Tuhan adalah memberikan rasa kepada dunia yang hambar, yaitu dunia yang sarat dengan dosa. Seperti garam yang memberikan rasa, hidup anak-anak Tuhan seharusnya membawa dampak yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Kristus. Mungkin mustahil untuk merubah dunia yang besar dan luas ini, tetapi melalui kita sebagai garam dunia, perubahan terkecil pun sangat berarti, karena dengan itu orang-orang dapat mencicipi kasih, keadilan dan kebenaran Kristus lewat interaksi mereka dengan kalian.
Kita adalah Terang Dunia
Yesus juga mengatakan bahwa kita adalah terang dunia. Mungkin tidak jarang kita mendengar seruan atau ajakan pembicara rohani Kristen seperti, “Marilah kita menjadi terang dunia sebagaimana yang dikehendaki Tuhan!”. Ada perbedaan yang signifikan antara “menjadi terang dunia” dengan kalimat “kamu adalah terang dunia” yang diucapkan Yesus. Karena kata ‘menjadi’ artinya ada upaya yang mengusahakan dari tidak terang menjadi terang. Sedangkan kata “kamu adalah terang dunia” artinya secara tegas Yesus menyebut para murid-Nya secara spesifik sebagai terang. Perkataan Tuhan Yesus berbicara tentang identitas orang-orang yang mengikut dan hidup di dalam Dia adalah terang.
Terang atau cahaya memiliki peran dan fungsi yang penting dalam menghadapi kegelapan. Di dalam kegelapan kita tidak dapat melihat apa yang ada di sekitar kita, tidak bisa beraktivitas dengan baik, dan tidak dapat melihat jalan atau tahu mana arah yang benar. Kehadiran terang adalah mengusir kegelapan, sebab terang sekecil apa pun cahayanya tidak akan pernah bisa dikuasai kegelapan. Orang Israel memiliki pengalaman dengan terang, cahaya yang amat dahsyat ketika keluar dari Mesir menuju Tanah Perjanjian. Di dalam perjalanan mereka saat malam ditemani dengan tiang api sebagai wujud kehadiran dan perlindungan TUHAN. Dengan cahaya itu mereka merasakan hangat sekalipun tinggal di gurun yang tandus dan sangat dingin ketika malam, serta tetap dapat melihat arah, jalan dan apa yang ada di sekitar mereka.
Kegelapan adalah simbol dari kehidupan orang yang dikuasai oleh dosa, tersesat tidak tahu arah jalan dan binasa. Maka identitas orang percaya sebagai terang, kita dipanggil Tuhan untuk menyinari dunia yang gelap ini. Dunia membutuhkan terang dan kita adalah saksi-saksi Kristus yang harus terus membawa Kabar Baik Injil kepada mereka yang membutuhkan. Dengan menunjukkan kasih dan kebenaran kepada mereka yang hidup dalam kegelapan dosa, mereka akan melihat Terang, yaitu Kristus yang tinggal di dalam diri orang-orang percaya.
Di dalam kegelapan, terang sekecil apa pun pasti akan terlihat dan cahayanya tidak dapat disembunyikan. Seperti Firman Tuhan, “Kota di atas gunung tidak mungkin tersembunyi”, sebab malam hari pasti akan nampak, dan pelita (lampu) tidak dinyalakan untuk ditaruh di bawah kolong tempat tidur. Masih banyak orang di luar sana yang tersesat tidak tahu arah dan jalan iman yang benar. Sebagai terang, kita dapat membantu orang lain menemukan Jalan menuju keselamatan dan hubungan yang benar dengan Allah.
Julie Ink pernah mengatakan bahwa terang harus bercahaya di tempat yang gelap supaya dapat bermanfaat. Pernahkah kamu pergi ke pantai atau pelabuhan yang memiliki mercusuar? Pada siang hari, pemandangan mercusuar nampak seperti bangunan biasa atau gedung yang menjulang tinggi. Lampu mercusuar baru akan berfungsi memancarkan sorot cahaya ketika hari mulai gelap hingga fajar tiba. Ini tidak berguna pada siang hari. Sekalipun indah, cahaya lampu mercusuar bukan sekadar untuk dikagumi, tetapi menuntun kapal menghindari batu karang dan berlabuh dengan aman ke pelabuhan.
KESIMPULAN
Identitas kita anak-anak Tuhan sebagai garam dunia dan terang dunia adalah untuk membawa Injil kepada dunia, sehingga terjadi perubahan atau transformasi dalam kehidupan manusia yang menerima-Nya. Sama seperti Yesus mengutus para murid memberitakan Injil, menyembuhkan dan melakukan mukjizat, identitas kita di dalam Tuhan bukanlah untuk mencari perhatian atau kemuliaan bagi diri sendiri, tetapi supaya orang melihat kebaikan Allah dan memuliakan namaNya.
PENCAPAIAN BELAJAR
1. Berikan contoh bagaimana kamu hidup sebagai garam di lingkungan pergaulanmu.
2. Dalam situasi yang gelap dan sulit, bagaimana kamu bisa menjadi sumber terang bagi orang lain?
3. Apa yang menghalangimu untuk bersaksi tentang Yesus? Jelaskan.
Tuliskanlah nama-nama orang dalam komunitas atau keluarga yang membutuhkan kehadiranmu sebagai garam dan terang dunia. Doakan nama-nama tersebut, sehingga kamu dimampukan untuk bersaksi kepada mereka.

Kisah Para Rasul 9:36-43

“Berbahagialah yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.” Matius 5:7
Murid memahami bahwa kerajinan dalam berbuat baik dapat dipakai sebagai sarana bagi pemberitaan Injil.
Diberkati untuk menjadi berkat sudah seharusnya menjadi gaya hidup orang Kristen. Apa yang kita miliki saat ini tentu itu adalah pemberian dari Tuhan, bukan sepenuhnya hak milik kita. Ketika Tuhan memercayakan kelimpahan dalam hidup kita, maka sudah seharusnya kita mau berbagi berkat itu kepada orang lain juga.
Memberi tidak selalu menunggu saat kita berkelimpahan. Bahkan Alkitab mengajarkan kita untuk memberi, meskipun kita tidak berkelimpahan. Seperti seorang janda yang mempersembahkan seluruh hartanya dan hal itu bernilai tinggi dibandingkan orang lain yang memberikan lebih banyak. Ini karena janda tersebut memberikan dengan kerelaan hatinya, mau menyerahkan seluruh kepunyaannya. Apakah kita mampu melakukan hal yang sama? Sekalipun kita kekurangan tetapi kita masih mau berbagi kepada orang lain yang lebih membutuhkan?
Teladan Dorkas Perempuan yang Murah Hati
Pada pembacaan Firman Tuhan hari ini kita bisa melihat bagaimana teladan seorang perempuan yang suka berbuat baik dan membantu orang lain. Dia adalah seorang murid perempuan yang ada di Yope, bernama Tabita, yang dalam bahasa Yunani disebut Dorkas. Dorkas disebut sebagai murid karena Dorkas sudah mengalami proses pertumbuhan iman yang luar biasa. Dia telah dimenangkan dari pemberitaan Injil yang dilakukan oleh murid Yesus di Yope. Perubahan hidup yang bisa terlihat jelas dari seorang Dorkas adalah dari kemurahan hatinya yang mau membantu orang lain.
Dalam ayat 36 dikatakan: “... perempuan itu banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah.” Perhatikan pernyataan: “Banyak sekali berbuat baik”. Dalam terjemahan lama: “Limpah dengan perbuatan baik”. Pernyataan ini menunjukkan bahwa berbuat baik dan memberi adalah gaya hidup Dorkas. Itu sudah menjadi kebiasaan hidupnya setiap hari. Tentu hal ini dilakukannya
karena ia telah bertumbuh dan mengalami proses belajar untuk semakin menjadi seperti Yesus. Meneladani Yesus yang rela memberikan seluruh hidup-Nya mati di kayu salib untuk menebus dosanya. Melalui teladan Yesus inilah Dorkas dimampukan untuk mau menolong orang lain yang membutuhkan pertolongan.
Dikisahkan bahwa Dorkas memiliki kemampuan untuk menjahit pakaian. Tidak diceritakan apakah menjahit adalah pekerjaan utamanya, tetapi Dorkas menggunakan talentanya untuk membantu orang lain. Dorkas menjahit baju untuk para janda yang membutuhkan. Dorkas menggunakan talentanya tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi dia dengan rela membantu orang lain. Pada zaman dahulu, belum ada mesin jahit seperti sekarang. Menjahit hanya menggunakan tangan, benang dan jarum saja. Tentu hal ini membutuhkan waktu dan tenaga yang lebih untuk bisa menyelesaikan satu baju. Dorkas tidak hanya menjahit baju untuk seorang janda saja tetapi beberapa orang. Ayat 39: “Semua janda datang berdiri dekatnya dan sambil menangis….” Hal ini menunjukkan bahwa Dorkas pernah menjahit baju untuk mereka dan ia tidak meminta bayaran, tetapi memberikannya secara gratis.
Hidup Menjadi Saksi dan Berkat bagi Orang Lain Kebaikan dan kemurahan hati yang kita lakukan tentu akan diingat dan dikenang oleh orang lain. Sama halnya seperti Dorkas. Ketika Dorkas meninggal semua orang yang pernah dibantu oleh Dorkas merasa kehilangan dan merasa sedih karena Dorkas adalah seorang yang sangat murah hati, yang rela mengerahkan tenaganya untuk menjahit baju bagi para janda yang membutuhkan. Perbuatan yang dilakukan oleh Dorkas menjadi sebuah kebiasaan yang baik bagi dirinya dan tentunya bagi banyak orang di sekitarnya. Tidak hanya itu, perbuatan tersebut juga menjadi kesaksian dan secara tidak langsung Dorkas telah memberitakan kasih Yesus melalui kebaikan yang dilakukannya.
Berbuat baik dan menolong orang lain harus dengan tekun kita lakukan, sehingga hal itu akan menjadi kebiasaan dalam hidup kita. Mungkin terkadang kita berpikir jika kita hendak menolong orang lain, kita merasa akan mengalami kekurangan. Tidak demikian! Justru ketika kita rajin berbuat baik, maka Tuhan akan memperhitungkan apa yang kita perbuat. Tetapi jangan sampai kita memberi dengan motivasi untuk mendapatkan berkat lebih dari Tuhan. Itu adalah motivasi yang salah. Hal demikian tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Memberi adalah bentuk ucapan syukur kita kepada Tuhan atas apa yang kita miliki saat ini. Kita mengucap syukur karena Tuhan sudah terlebih dahulu mengasihi kita.
Berbuat baik dan menolong orang lain dengan kerelaan serta hati yang tulus akan membuat orang lain merasa senang dan terberkati dengan tindakan kita. Dengan demikian, orang lain yang belum mengenal Yesus akan melihat kehidupan kita sebagai anak-anak Tuhan dan menjadi kesaksian bagi mereka. Kita adalah kitab terbuka yang dibaca oleh banyak orang dan sudah seharusnya kita mau menolong dan berbuat baik kepada orang lain, sehingga nama Tuhan semakin dipermuliakan.
Memberitakan Injil Lewat Perbuatan Baik
Pada waktu itu Dorkas sakit dan meninggal. Setelah dimandikan, mayatnya dibaringkan di ruang atas. Kemudian Petrus dan murid-murid lainnya datang dan menuju ke ruang atas tempat Dorkas dibaringkan. Petrus menyuruh para janda untuk keluar dari ruangan tersebut. Setelah itu, Petrus
berlutut dan berdoa. Lalu ia berkata: “Tabita, bangkitlah!” Mukjizat pun terjadi! Dorkas hidup kembali. Setelah itu, Petrus memberi tahu orang-orang kudus dan janda-janda bahwa Dorkas hidup.
Dorkas beroleh kemurahan dari Tuhan atas apa yang sudah dilakukannya selama dia hidup. Banyak orang yang merasa kehilangan dan sedih ketika Dorkas meninggal. Hal ini membuktikan bagaimana kebaikan dan pelayanan Dorkas kepada banyak orang selama dia hidup. Banyak orang begitu mengasihinya dan mungkin merasa tidak rela jika Dorkas harus meninggal. Tetapi hal itu tidak mungkin bisa dibatalkan karena jenazahnya sudah dimandikan. Tetapi Dorkas menerima kemurahan dari Tuhan dan dia hidup kembali. Peristiwa itu tersiar di seluruh Yope dan banyak orang menjadi percaya kepada Tuhan. Kehidupan dan teladan Dorkas membuat orang lain mengalami perubahan. Hidupnya sudah memberikan kesaksian yang baik bagi banyak orang.
Gunakanlah talentamu untuk berbuat baik kepada orang lain sehingga memberikan kesaksian bagi teman, saudara dan keluarga. Tidak harus seperti Dorkas sebagai penjahit pakaian, tetapi pergunakanlah talenta kita masing-masing sebagai pelayanan kasih kepada banyak orang. Rajin berbuat baik dapat kita gunakan sebagai sarana untuk memberitakan Injil kepada banyak orang.
Perbuatan baik harus menjadi gaya hidup kita sebagai murid-murid Kristus. Menggunakan talenta masing-masing untuk berbuat baik dan menolong orang, sehingga kehidupan kita bisa menjadi kesaksian bagi banyak orang.
1. Tuliskanlah beberapa usulan tindakan kebaikan yang dapat dilakukan secara rutin.
2. Tuliskanlah komitmen yang akan kamu lakukan dalam melakukan kebaikan kepada orang lain.
Tuliskanlah rencana kegiatan berbuat baik kepada orang lain pada kolom di bawah ini kemudian laporkan hasilnya pada minggu mendatang.

Ceklis
Matius 10:34-42

AYAT HAFALAN
Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku. Matius 10:40
Murid memahami bahwa usaha menyambut/melayani hamba Tuhan mendatangkan berkat dari Dia.
Perikop ini adalah perkataan Yesus langsung kepada murid-murid-Nya. Bagaimana mereka akan menghadapi penderitaan-penderitaan atau risiko sebagai pemberita-pemberita Injil. Namun, Yesus juga memberikan pengharapan tentang upah atau berkat yang akan diterima orang-orang yang melayani ataupun yang menyambut mereka sebagai hamba Tuhan.
Apakah kamu dan orang tuamu melayani seorang hamba Tuhan? Ketika kita mau melayani para hamba Tuhan, maka Dia juga akan memberikan upah dan berkat bagi kita yang melakukannya dengan tulus. Barangsiapa menyambut para utusan Tuhan artinya kita juga menyambut Tuhan dan hal ini menunjukkan bahwa kita juga mengasihi Tuhan dengan sungguh-sungguh.
Mengasihi para Utusan Tuhan
Hamba Tuhan adalah utusan Injil yang telah dipercaya oleh Tuhan untuk memberitakan Injil keselamatan kepada banyak orang. Tentu ada misi yang diberikan Tuhan kepada para hambaNya. Ketika ada seorang hamba Tuhan yang hendak menjalankan misi dari Tuhan, bagaimana dengan respons kita? . Kita tidak boleh memandang remeh dan mengecilkan hamba-hamba Tuhan yang melayani dengan tulus dan benar. Sambutan yang kita lakukan dinilai Tuhan dari ketulusan hati kita mengasihi mereka. Sehingga kita melakukannya dengan hati yang tulus tanpa ada motif dan tujuan pribadi yang mementingkan diri sendiri, egois dan mencari keuntungan secara pribadi.
Mengasihi mereka dengan sungguh-sungguh berarti kita juga mengasihi Tuhan yang telah mengutus mereka. Tugas para hamba Tuhan tentu bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah. Sering kali pemberitaan Injil yang disampaikan tidak diterima, mereka ditolak atau bahkan mereka juga mengalami penganiayaan ketika menjalankan misi pemberitaan Injil tersebut. Jangan pernah merasa rugi ketika kita dipercaya untuk melayani para hamba Tuhan, sebab Tuhan akan memperhitungkan setiap perbuatan kita terhadap mereka.
Mendukung para Hamba Tuhan
Pernahkah kamu sebagai murid Tunas Muda mendukung pelayanan para hamba Tuhan? Contohnya mendukung program yang dicanangkan, memberikan tumpangan, memberikan makanan atau memperhatikan dan mendoakan jika mereka sakit. Kiranya dari beberapa contoh yang sudah disebutkan ada yang sudah pernah kamu lakukan. Memberikan perhatian kepada para utusan Tuhan tidak akan membuat kita kehilangan harta kita. Justru Tuhan akan senang dengan tindakan sederhana yang bisa kita lakukan untuk mendukung pelayanan para utusan atau hamba-hamba Tuhan.
Tugas para hamba Tuhan tentu bukanlah hal yang mudah. Terkadang mereka harus mengalami penderitaan ketika memberitakan Injil. Karena itu, jika kita diberi kesempatan untuk bisa melayani para utusan Tuhan, maka lakukanlah dengan sepenuh hati tanpa mengharapkan imbalan dari mereka, karena Tuhanlah yang akan membalas setiap kebaikan kita.
Mendukung pelayanan para hamba Tuhan sangatlah penting untuk dilakukan. Dengan demikian mereka akan beroleh kekuatan dan dukungan dari banyak orang. Meskipun kita belum bisa mendukung pelayanan mereka dengan menggunakan dana, mendoakan adalah hal yang tidak kalah penting.
Menyambut para Utusan Tuhan = Menyambut Tuhan Yesus
Barangsiapa menyambut para utusan Tuhan, ia menyambut Tuhan dan sebaliknya setiap orang yang menganiaya para utusan Tuhan, mereka juga menganiaya Tuhan Yesus. Sudah seharusnya sebagai orang Kristen kita harus menyambut para utusan Tuhan. Menyambut para utusan Tuhan dengan penghargaan dan penerimaan yang tulus tentu akan membuat hati mereka menjadi senang dan semangat dalam menjalankan misinya. Mereka akan merasakan dukungan dan tidak merasa sendirian.
Menerima, menyambut atau menghargai orang lain sebagai sesama manusia adalah suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan saat ini. Pada zaman sekarang ini ada begitu banyak persoalan yang muncul mengenai menerima atau menghargai orang lain. Pengaruh gadget salah satu yang membuat hubungan menjadi jauh. Dengan adanya gadget, orang yang terdekat justru terasa jauh dan komunikasi antara seorang dengan yang lainnya semakin berkurang karena masing-masing sibuk dengan gadgetnya. Media sosial juga memberikan standar tertentu, yang membuat orang mengukur dirinya dan orang lain dengan apa yang ditampilkan dalam media, termasuk tentang hamba Tuhan. Tetapi Firman Tuhan kembali mengingatkan bahwa kita harus saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat (Roma 12:10). Hal ini sangat penting untuk selalu kita lakukan, sehingga kasih Yesus selalu dirasakan oleh banyak orang.
Mengasihi dan menghormati orang lain adalah keharusan. Selalu andalkan Roh Kudus, sehingga dimampukan untuk mengasihi, melayani dan menyambut para utusan Tuhan dengan kasih dari Tuhan. Ketika kita mau melayani dan menyambut para utusan Tuhan, pasti Dia akan mencurahkan berkat-Nya bagi setiap orang yang mau mendukung pelayanan-Nya.
KESIMPULAN
Sebagai murid Kristus sudah seharusnya menyambut dan melayani para utusan Tuhan dengan penuh kasih dari Yesus. Tuhan akan memberkati setiap orang yang menyambut mereka dengan
sukacita. Karena setiap orang yang menyambut para utusan Tuhan itu artinya mereka juga sedang menyambut Tuhan Yesus dan sebaliknya.
1. Tuliskanlah beberapa contoh tindakan menyambut/melayani hamba Tuhan secara praktis.
2. Jelaskan alasan mengapa penting menyambut/melayani hamba Tuhan.
Tuliskanlah komitmenmu dalam menyambut/melayani hamba Tuhan untuk mendukung pelayanan mereka dan terapkan sepanjang seminggu ke depan.
Korintus 9:6-7
Ceklis
4:14-17
4:18-20
