

Ungkapan “Life begins at 40” (Hidup yang sesungguhnya dimulai di usia 40 tahun) diartikan bahwa usia 40 tahun adalah masa-masa kedewasaan. Namun, tahukah Anda bahwa seekor elang dapat hidup hingga usia 70 tahun? Usia tersebut tidak dicapai dengan mudah. Ketika elang mencapai usia 40 tahun, tubuhnya mulai menunjukkan tanda-tanda penuaan. Paruhnya memanjang dan bengkok hingga menyentuh dadanya, sementara bulu-bulu di sekujur tubuhnya juga tumbuh lebat dan menjadi semakin berat. Kondisi ini membuatnya sulit untuk terbang dan berburu.
Menghadapi kondisi tersebut, elang akan berusaha terbang ke tempat tertinggi yang bisa dicapainya dan berdiam diri di sarangnya selama 150 hari. Selama masa ini, Elang harus meregenerasi tubuhnya sendiri. Ia menghadapi pilihan sulit. Menanggung penderitaan selama 150 hari atau menghadapi kematian.
Selama proses regenerasi, elang akan menghantamkan paruhnya ke bebatuan hingga paruhnya terlepas sepenuhnya. Selanjutnya, elang akan menunggu hingga paruh barunya tumbuh. Dengan paruh barunya yang tajam, elang akan mulai mencabut cakar-cakarnya hingga terlepas sepenuhnya. Disusul juga dengan pencabutan seluruh bulu dari tubuhnya. Elang kemudian akan menunggu hingga cakar dan bulunya yang baru kembali tumbuh dan kembali menjalani sisa 30 tahun kehidupannya dengan energi dan kekuatan yang sudah diperbarui.
Untuk mencapai impian besar dalam hidup, sering kali kita harus berkorban. Setiap pencapaian dalam hidup biasanya melewati fase-fase yang sulit dan menyakitkan. Namun, seperti elang, setelah kesulitan akan ada energi baru, kekuatan baru untuk menghadapi tantangan yang akan datang.
Dalam konteks regenerasi dalam sebuah lembaga, bahkan gereja, faktor utama yang perlu kita ingat bersama adalah tumbuhnya kepercayaan dari pemimpin kepada generasi berikutnya. Seperti elang yang mengorbankan paruh dan bulu-bulunya, kami yakin proses ini juga butuh banyak pengorbanan dan kerelaan dari para pemimpin. Karena dengan kepercayaan yang diwariskan itu, kami yakin setiap lembaga pasti ingin penerusnya memiliki visi yang sama, bahkan lebih baik dari sebelumnya, seperti elang yang sudah meregenerasi bulu dan cakarnya, dengan harapan ia dapat terbang lebih tinggi lagi mengarungi tantangan digitalisasi ke depan.
Majalah Suara Baptis kembali hadir, dengan tema regenerasi dan keresahan yang terjadi seputar regenerasi dalam gereja, lembaga dan bidang lainnya. Hadir juga liputan sebuah kegiatan misi ARISE INDONESIA yang berlangsung di Bali, dan juga liputan konser 25 tahun ABODA Music dan berbagai liputan menarik lainnya serta artikel teologi. Semangat regenerasi juga mewarnai liputan Sekolah Injil Liburan tahun ini yang mengangkat tema Bengkel Kreasi di kota-kota seluruh Indonesia.
Selamat Menikmati!
INDEKS
Edisi September 2024
PEMIMPIN UMUM
Ir. John H.L. Serworwora, Ph.D.
PEMIMPIN REDAKSI
Ir. John H.L. Serworwora, Ph.D.
REDAKSI
Juniati | Romy Vianus Ursia
KONTRIBUTOR
Tirza Nahamani | Phil Artha Senna | Myerson | Elia Umbu Zasa
DESAIN SAMPUL & ISI
Yosua Agustian | Baptista Abshallom Budiono
SB ONLINE Aris Santoso | Tim Redaksi
PEMASARAN, IKLAN & DISTRIBUSI
Inung Suprayogi | Sri Rezeki | Tukran Adir
ADMINISTRASI & KEUANGAN
Hanna Nursanto | Ima Apriliyani
Liputan Khusus:
• Roadshow SIL : “GEREJA BAPTIS DIPERSIAPKAN LEBIH MENYAMBUT SIL”
Liputan
14. Mission Trip to Sumba : “‘KABAR BAIK’ UNTUK ‘KANTONG KRISTEN’”
26. Regenerasi Baptis : “TANTANGAN DAN HARAPAN “
43. ARISE INDONESIA : “FINISHING THE TASK”
Artikel Teologi
• AGUSTINUS DIBEBASKAN DARI DOSA SEKSUAL
REKENING
Bank Mandiri KCP Bandung Cibeunying No. Rekening 131-05-8000181-8 atas nama Lembaga Literatur Baptis atau melalui Giro Pos No. 4000 004 235 atas nama Lembaga Literatur Baptis
Jl. Tamansari 16 Bandung 40116 Indonesia (mohon mengirimkan salinan bukti pengiriman melalui Official Hotline LLB 0812 1212 5116)
PENERBIT
Lembaga Literatur Baptis
ALAMAT/KONTAK
Jl. Tamansari 16 Bandung 40116 Indonesia
Telephone: (022) 420 3484
WA Hotline: 0812 1212 5116
Email: suarabaptis@gmail.com
FB: majalah suara baptis IG: suarabaptis
SURAT TANDA TERDAFTAR (STT) 29 Maret 1988
No.1307/SK/DITJENPPG/STT/1988 ISSN 1410-2439
Kalimat pertama dari kitab-kitab dalam Alkitab selalu memberikan petunjuk penting yang mengantar kita untuk dapat memahami situasi dan latar belakang dari peristiwa yang akan dikisahkan oleh penulis dalam pasal-pasal selanjutnya. Dalam bahasa aslinya, kelima Kitab Musa bahkan diberikan nama sesuai dengan kata atau frasa pertama dari kalimat pertama, pembuka kitab tersebut. Judul asli Kitab Kejadian, misalnya, memiliki judul “Pada Mulanya”, atau Kitab Ulangan yang memiliki judul asli “Inilah Perkataan-Perkataan.”
Kalimat pembuka di dalam dua kitab selanjutnya, Yosua dan Hakim-Hakim, memberikan petunjuk penting tentang regenerasi kepemimpinan bangsa Israel sebelum masa hakim-hakim memerintah. Yosua 1:1 dibuka dengan kalimat, “Sesudah Musa hamba TUHAN itu mati,” sedangkan Kitab HakimHakim pasal 1:1 diawali dengan kalimat, “Sesudah Yosua mati, orang Israel bertanya kepada TUHAN…” Terdapat persamaan dari kedua peristiwa tersebut: Kematian pemimpin Israel. Sekilas tidak ada yang istimewa atau bahkan penting untuk dibahas jika melihat kedua kalimat ini. Namun pendalaman yang cermat akan dampak dari apa yang dijelaskan dalam kedua peristiwa itu menunjukkan bahwa bangsa Israel mengalami proses regenerasi yang jatuh bangun di dalam perjalanan hidup mereka sebagai bangsa, dan Alkitab dengan cermat menjelaskannya.
Penulis Kitab Yosua menyatakan bahwa kematian Musa tidak serta-merta mengakhiri tradisi kepemimpinan yang kuat dari seorang Musa. Kitab pertama dalam rangkaian Kitab-Kitab Sejarah kemudian menjelaskan bahwa Yosua, yang usianya mendekati 90 tahun, segera mengambil alih kepemimpinan bangsa Israel. Kitab Keluaran, Bilangan dan Ulangan menunjukkan beberapa hal dalam perjalanan kehidupan Yosua sebagai orang muda yang dipersiapkan oleh Musa.
Jika Kitab Yosua menjelaskan bahwa kematian Musa, yang menandai akhir kepemimpinan Musa itu dilanjutkan dengan sukses oleh Yosua, sayangnya hal itu tidak berlangsung ketika Yosua, pengganti Musa itu, mati. Hakim-Hakim dibuka bukan saja dengan suatu informasi mengenai kematian seorang pemimpin, tetapi dengan sebuah pernyataan yang menunjukkan terhentinya sebuah proses kepemimpinan. Tidak ada pengganti Yosua! Tidak ada regenerasi kepemimpinan! Kemana tongkat kepemimpinanmu beralih Yosua?
Dua kitab yang berdekatan dari segi waktu itu memiliki perbedaan yang cukup tajam dalam hal kondisi bangsa Israel pada masa awal menduduki Tanah Perjanjian. Kitab Yosua menunjukkan kejayaan bangsa Israel dalam mengalahkan musuhmusuhnya dan sebagian besar Kitab Hakim-Hakim menunjukkan keterpurukan bangsa Israel di bawah kekuasaan musuh-musuhnya. Keduanya menunjukkan kepada kita betapa pentingnya sebuah proses yang kita kenal dengan istilah “regenerasi”.
Kehebatan Musa dalam membangun struktur kepemimpinan bangsa Israel diawali dengan kunjungan mertuanya, Yitro, yang menyarankan suatu sistem pendelegasian kepemimpinan di dalam Keluaran 18. Berbagai level kepemimpinan dibangun oleh Musa termasuk melibatkan beberapa orang sebagai lingkaran dekat dalam kepemimpinan
Musa, salah satunya adalah Yosua. Sebagai orang muda, Yosua sudah dilibatkan dalam posisi kepemimpinan ketika Amalek menyerang (Kel. 17:9). Ketika abdi Allah tersebut bersiap untuk bertemu dengan Allah di Gunung Sinai, Yosua adalah satusatunya orang yang diajak oleh Musa untuk naik ke Gunung Sinai (Kel. 24), sehingga dia tidak termasuk di dalam kelompok yang mengikuti Harun untuk membuat patung anak lembu emas (Kel. 32:17). Oleh karena itu, tidaklah heran jika kemudian kesetiaan Yosua tersebut menyebabkan dia dan Kaleb berani menyatakan kebenaran sepulang dari pengintaian (Bil. 14). Keberanian untuk menyatakan kebenaran dan kesetiaannya kepada pemimpinnya menyebabkan Allah menunjuk Yosua ketika Musa meminta seorang pemimpin pengganti bagi bangsanya (Bil. 27:1520). Dengan kata lain, di tengah semua kesibukan Musa dalam memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir, menempuh perjalanan selama 40 tahun, dan membangun Bait Allah serta semua perayaanperayaan bangsa Israel, Musa tetap menyiapkan seseorang untuk menggantikannya.
Namun di lain pihak, inilah yang tidak terpikirkan dan dilakukan oleh Yosua ketika sang pemimpin ini berhasil memasuki dan menduduki Tanah Perjanjian. Hampir dapat dipastikan bahwa dua puluh empat pasal Kitab Yosua tidak menceritakan seorang muda yang dipersiapkannya untuk menggantikannya.
Pertanyaan yang muncul sekarang adalah bagaimana menyiapkan sebuah proses regenerasi. Kevin Beery di dalam artikelnya yang berjudul “The Moses-Joshua Succession” memberikan lima prinsip yang harus terjadi dalam proses regenerasi.
Prinsip pertama dan yang utama adalah menyadari bahwa Allah menghendaki regenerasi dan Dialah yang memegang kendali suatu proses regenerasi. Itulah sebabnya ketika Musa meminta seorang pengganti, Allah sudah siap dengan jawabannya: Yosua! Karena Dialah yang menghendaki regenerasi terjadi. Dia juga yang akan menyiapkan dan menjaga semua proses regenerasi JIKA Allah diminta untuk terlibat di dalamnya.
Prinsip kedua di dalam regenerasi adalah mengenali dan mengembangkan pemimpin muda. Itulah sebabnya pemimpin yang lebih tua harus mampu mengenali kompetensi orang-orang muda yang ada di sekitarnya untuk dapat meneruskan tongkat kepemimpinan yang dipercayakan Allah kepadanya.
Prinsip ketiga adalah adanya proses mentoring yang dilakukan oleh pemimpin saat ini. Lebih dari sekadar memercayakan orang muda untuk menjadi Ketua Panitia A atau Ketua Komisi B, mentoring adalah memberikan perhatian dan pengembangan profesi (professional development) kepada pemimpin yang lebih muda. Sering kali terdapat perbedaan pendapat antara pemuridan dan mentoring. Sesungguhnya yang harus terjadi adalah pemuridan yang ideal merupakan pemuridan yang disertai dengan mentoring secara ketat oleh pemimpin yang saat ini melayani.
Prinsip keempat adalah menyadari keterbatasan seorang pemimpin. Musa menyadari bahwa Allah tidak menginginkan dirinya untuk memimpin bangsa Israel memasuki Tanah Perjanjian. Tentu saja faktor utamanya adalah dosa Musa ketika meminta air dari Allah. Tetapi faktor lain yang ada dalam rencana Allah adalah agar pemimpin lain seperti Yosua bangkit untuk memimpin bangsa Israel. Seorang pemimpin yang bijaksana adalah seorang pemimpin yang menyadari bahwa dirinya tidak dapat terus-menerus memimpin sebuah gereja atau sebuah lembaga. Seperti yang ditekankan oleh Pengkhotbah 3:1, “Untuk apapun di bawah langit ada waktunya”, termasuk masa kepemimpinan seseorang.
Prinsip kelima atau terakhir adalah apa yang dikenal dengan “shared leadership” atau kepemimpinan yang didelegasikan. Seperti apa yang dikatakan oleh Allah kepada Musa, “berilah dia sebagian kewibawaanmu . . .” (Bil. 27:20). Pemimpin sejati adalah pemimpin yang dengan rela membagikan otoritas dan kewibawaannya kepada orang yang disiapkankannya, sehingga orang-orang akan mengikuti tuntunan pemimpin muda.
Terdapat sebuah keprihatinan serius pada saat Gabungan Gereja-Gereja Baptis merayakan ulang tahunnya yang ke-53 tahun ini. Lebih dari 120 Gereja-Gereja Baptis tanpa gembala sidang. Ditambah lagi dengan kurang berhasilnya keempat STT Baptis merekrut mahasiswa baru untuk Tahun Ajaran 2024/2025 ini. Belum terlihat hasil nyata dari keputusan yang diambil oleh ratusan orang muda yang mengambil keputusan melayani Tuhan sepenuh waktu dalam berbagai event GGBI. Harus diakui juga bahwa pengurus Yayasan Baptis Indonesia pun mengalami kesulitan untuk mencari pemimpinpemimpin lembaga yang ada di bawahnya. Jika kondisi ini tidak berubah dalam lima tahun ke depan, GGBI akan mengalami krisis kepemimpinan yang semakin parah.
Oleh karena itu, regenerasi adalah suatu hal yang mutlak dilakukan ‘SEKARANG!’ Hal ini dimulai oleh gereja-gereja dan lembaga-lembaga, sampai kepada organ-organ keluarga besar umat Baptis. Seperti yang dikatakan oleh Henry Blackaby, “Bukanlah sebuah kebetulan bahwa pemimpinpemimpin rohani yang besar akan mengikuti jejak dari pemimpin-pemimpin rohani yang besar lainnya” (Blackaby and Blackaby, 2001). Pertanyaan yang patut Anda renungkan sebagai pemimpin adalah: Kemanakah tongkat kepemimpinan Anda akan berada?
Penulis: Ir. John H.L. Serworwora, Ph.D. Editor: Trisanti Karolina Napitu
“GEREJA
“Saya sangat senang, tiga tahun terakhir ini mengikuti bahan Sekolah Injil Liburan (SIL) yang disiapkan dan diprogram dengan sangat baik oleh LLB (Lembaga Literatur Baptis),” Ujar Dina Prasetyawan, GBI Karang Anyar dalam acara roadshow Sekolah Injil Liburan oleh Lembaga Literatur Baptis di Badan Pengurus Daerah Jawa Tengah Bagian Utara (BPD Jatengbagut) Gabungan Gereja Baptis Indonesia (GGBI).
Sekedar tahu, LLB telah mengadakan roadshow
Roadshow SIL 2024 di kota Semarang foto : Redaksi
SIL sejak tiga tahun terakhir di berbagai daerah untuk memperlengkapi gereja-gereja dalam menyiapkan SIL di gereja setempat. LLB berharap melalui kegiatan ini, guru-guru Sekolah Minggu dapat dipersiapkan lebih, dalam menyambut SIL di gereja masing-masing. LLB sendiri melibatkan guru-guru Sekolah Minggu BPD Jabar untuk terlibat dalam kegiatan ini.
“Roadshow dilakukan untuk sosialisasi Tema SIL yang selalu berubah setiap tahun. Selain itu untuk membekali guru-guru dan menolong guru dalam mengajar di SIL. Materi dan kegiatan dalam buku SIL sangat berbeda dengan buku Sekolah Minggu. Jadi perlu persiapan yang cukup untuk mengajar di SIL supaya poin utama dalam SIL yang dititikberatkan pada berita Injil bisa disampaikan secara lengkap,” ungkap Manager SIL, Yohan Erviantina.
Dalam kesempatan yang berbeda, Direktur Lembaga Literatur Baptis (LLB) Ir. John H.L. Serworwora menyampaikan bahwa, LLB merupakan milik gereja yang ada untuk mendampingi guruguru SIL, guru Sekolah Minggu, karena itu, LLB berharap dapat mengetahui pergumulan dari gereja sehingga dapat menyediakan bahan, desain, kurikulum sesuai dengan kerinduan dan kebutuhan gereja.
“Sasaran SIL tahun ini adalah supaya gereja-gereja sungguh-sungguh melihat, kita perlu menginjili anakanak. SIL adalah program penginjilan yang paling konsisten yang pernah diadakan oleh umat Baptis. KKR, baik (te)tapi tidak pernah konsisten diadakan setiap tahun. Tetapi mungkin satu-satunya program umat Baptis yang paling dinanti-nantikan setiap tahun dan paling membawa jiwa kepada Tuhan di gerejagereja ini adalah harapan saya. Yuk kita lebih keras lagi kerja untuk membawa SIL ini ke gereja-gereja yang belum mampu dan ke seluruh Indonesia karena apa? Gereja-Gereja lain sekarang pakai istilah yang kita pakai Sekolah Injil Liburan. Dari mana itu, dari GGBI, dari umat Baptis tahun 1958 pertama kali kita mengadakan SIL” ujar Pdt. Ronny sapaan akrabnya dalam acara roadshow SIL di BPD DKI Jaya-Banten tepatnya di Gereja Baptis Indonesia Kebayoran.
Ketika ditanya bagaimana respon dari BPD-BPD yang lain, Pdt. Ronny menyampaikan bahwa “BPD yang lain pun menyambut dengan penuh antusias karena mereka memang ingin tahu lebih dalam, apa sih, kenapa sih harus dibuat tema-tema yang seperti 2 tahun lalu “Beton dan Derek”, kan nyeleneh gitu ya, Gali dan Temukan, terus yang sekarang kok “Bengkel Kreasi”, Bengkel Kreasi itu apa gitu ya, jadi bukan aku anak Kristus bukan, tema-temanya bukan tema-tema zaman dulu.”
Bahkan dalam acara Launching Bengkel Kreasi SIL 2024 yang dilangsungkan di gereja non-Baptis tepatnya di GKBP Fajar Pengharapan, Bandung mendapat respon yang sangat baik bukan hanya dari kalangan Baptis tetapi dari kalangan non-Baptis pun turut hadir menyaksikan acara ini.
“Kita launching pertamanya di BPD Jawa Barat, di markas kami dan itu dapat sambutannya baik karena pertama kali kami (mengadakan launching) di gereja non-Baptis. Tentu gereja Baptis langsung kasih pertanyaan kenapa ada gereja-gereja besar di sana, (te)tapi kita pakai gereja non Baptis dan ada 10 gereja non Baptis yang datang waktu itu dan mereka langsung mau pakai bahan-bahan Sekolah Injil Liburan kita, karena kita punya bahan yang baik dan kita mau jadi berkat untuk gereja-gereja di luar sana.”
Sementara itu, Merlin Silambi, salah satu guru Sekolah Minggu Gereja Baptis Pertama yang juga ikut terlibat dalam roadshow SIL ini mengungkapkan, “Berdasarkan pengalaman dalam melakukan roadshow SIL, kegiatan ini sangat menolong gerejagereja dalam mempersiapkan SIL di Gereja mereka. Hal tersebut terlihat dari antusias para guru Sekolah Minggu yang menghadiri kegiatan roadshow, di mana setelah pelatihan di kelas-kelas, banyak dari mereka (guru-guru SM) yang langsung membeli bahan SIL.”
Dilanjutkannya, “Hal ini menunjukkan bahwa mereka ingin mempelajari terlebih dahulu bahannya sebelum melaksanakan SIL. Selain itu, melalui roadshow yang dilakukan di beberapa kota, menolong guru-guru Sekolah Minggu untuk mengenal dan belajar bahan-bahan SIL yang akan digunakan seperti apa. Serta gereja-gereja merasa ada pendampingan dari tim kurikulum (dalam hal ini LLB) sebelum melaksanakan SIL.”
Kegiatan yang dilakukan dalam acara roadshow ini sendiri diawali dengan pembukaan yang dilakukan secara bersama dan diikuti oleh seluruh peserta yang terdiri dari guru-guru Sekolah Minggu, gembala sidang, dan beberapa pengurus daerah atau BPD. Tidak hanya itu, ada juga beberapa “pekerja SIL” yang baru yang hadir, mereka akan menolong dalam kegiatan SIL atau dengan kata lain, mereka belum pernah mengajar SIL sebelumnya. Pada kegiatan ini, tim pelatihan atau trainer akan menjelaskan garis besar SIL yang akan dilaksanakan, mulai dari tema, tujuan hingga petunjuk umum.
Liputan Khusus
Barulah kemudian, peserta akan dibagi dalam kelas berdasarkan kelompok usia untuk lebih berfokus pada persiapan sesuai kelas masing-masing bersama dengan trainer dari LLB. Guru-guru akan diingatkan kembali tentang karakteristik usia kelas (murid kelas tersebut), garis besar materi, dan trainer bersama peserta dapat melakukan simulasi SIL menggunakan salah satu bahan yang ada pada buku panduan guru. Setelah itu, peserta akan bertanya jawab dengan trainer. Kesempatan ini juga menjadi momen yang baik bagi peserta yang hadir, mereka dapat bertanya lebih rinci mulai dari teknis pelaksanaan, bahanbahan yang digunakan seperti apa, dan sebagainya, kemudian peserta bersama trainer dapat membuat salah satu prakarya.
Sebagai salah satu anggota tim roadshow, Merlin pun turut diberkati dengan kesempatan untuk ikut terlibat membekali guru-guru Sekolah Minggu di gereja Baptis yang lain. “Sangat menyenangkan dan sangat diberkati dari kegiatan roadshow SIL ini. Saya harus belajar terlebih dahulu sebelum saya menyampaikan materi kepada guru-guru Sekolah Minggu lainnya.”
Diakuinya, tahun ini menjadi tahun ketiga terlibat dalam kegiatan roadshow SIL, ada pengalaman yang dirasakan setiap tahunnya. “Dan juga pengalaman yang tak kalah menyenangkan adalah dapat berinteraksi dengan guru-guru Sekolah Minggu senior yang melayani Sekolah Minggu dari usia remaja sampai usia indah (khususnya melayani kelas kecil). Tak hanya itu, saya pun sangat diberkati menjadi salah satu tim roadshow karena materi yang disampaikan, kurikulumnya semakin menarik dan wow di setiap tahunnya, dan juga dapat jalan-jalan (bonus),” akunya sambil terkekeh.
Memang, sejak tiga tahun terakhir ini, LLB memberikan lebih banyak perhatian dalam menyiapkan bahan-bahan SIL. Tak hanya buku pengajaran yang mengalami perubahan, baik isi, tema yang juga dilengkapi dengan desain yang menarik sebab tampilannya tidak hanya hitam putih saja tetapi berwarna, sehingga itu menjadi daya tarik tersendiri bagi guru maupun juga anak anak.
Selain materi-materi yang mengalami perkembangan, LLB juga memperlengkapi dengan berbagai item yang mendukung kegiatan selama SIL dilakukan seperti tas kanvas yang dilengkapi dengan alat lukis/pewarna, bandana dan banyak item lainnya. Tentu saja tema yang diangkat juga sangat menarik. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan anak-anak di Sekolah Minggu zaman sekarang bahkan topik yang diangkat pun bukanlah sesuatu yang asing. Tahun ini SIL mengangkat tema Bengkel Kreasi, di mana anakanak diberikan kesempatan selama SIL untuk bisa berkreasi dalam berbagai bentuk atau kreativitas.
“Yang menarik adalah setiap tahun, selalu ada lagu SIL yang baru, berarti kalau misalkan 10 tahun ke depan artinya sudah ada 10 lagu SIL yang baru.
Atau 50 tahun mungkin sudah satu album lagu SIL itu sendiri. Selain itu, kegiatan lebih terarah, juga mengangkat tokoh-tokoh yang kita bisa temui dalam kehidupan sehari-hari, seperti mungkin Arkeolog, Mandor, Seniman, atau Kreator dan lain-lain. Selain dapat membawa kita mengenalkan Tuhan kepada anak-anak, kita juga bisa memperkenalkan kepada mereka tentang dunia kerja melalui profesi-profesi itu,” ujar Dina.
Perubahan dan perkembangan bahan SIL yang disiapkan LLB sejak tiga tahun terakhir ini, bukan hanya dirasakan Dina. Resiani Simamora dari GBI Ebenhaezer Tanjung Priok, Jakarta, pun mengungkapkan hal yang serupa. “Bahan-bahan sendiri yang dulu saya ikuti memang ada banyak perubahan sampai di tiga tahun terakhir ini ada perubahan yang sangat signifikan. Bahannya mulai bisa beradaptasi dengan zaman teknologi kemudian disesuaikan dengan anakanak zaman sekarang dan juga di prakarya sudah banyak jenisnya dan berkembang dan itu mudah diajarkan kepada anak-anak. Terima kasih kepada Tim LLB yang sudah sangat kreatif dalam membuat dan menyiapkan bahan SIL, ini sangat memudahkan kita para guru yang sangat sibuk. Jadi memang LLB menyiapkan bahan dengan mempertimbangkan kesibukan para guru-guru.”
Penulis: Juniati
Sekolah Injil Liburan (SIL) pertama kali pada tahun 1953 diadakan selama dua minggu (10 hari dari Senin sampai Jumat) dengan tiga bahasa yakni, Inggris, Indonesia dan Mandarin. Sejak pertama kali dilaksanakan, SIL terus mengalami perkembangan dari tahun ke tahun, hingga saat ini, SIL masih sangat menjadi program unggulan gereja Baptis. Momen ini menjadi kesempatan gereja Baptis untuk melakukan “panen raya”, sebab banyak jiwa dimenangkan bagi Kristus melalui SIL yang diadakan di hampir semua gereja Baptis Indonesia.
Lembaga Literatur Baptis (LLB) terus berupaya memperlengkapi gereja dari segi materi dan perlengkapan lainnya guna mendorong gereja untuk terus mengobarkan semangat Penginjilan.
“SIL (ini kan), menjadi ciri khasnya gereja Baptis. SIL menjadi program unggulan dibandingkan dengan gereja-gereja yang lain, sehingga anak-anak ketika liburan sekolah mereka punya kegiatan yang positif, untuk membangun iman mereka sejak kecil,” Ujar Dina Prasetyawan, GBI Karang Anyar.
Lalu seperti apa tanggapan gereja-gereja Baptis Indonesia dalam melaksanakan SIL tahun ini dengan tema Bengkel Kreasi?
“Saya bersyukur karena SIL tahun ini adalah SIL yang sangat special. Kenapa? Karena kita dapat berkolaborasi dengan GBI Karunia Yogyakarta. Kemudian, SIL tahun ini kita adakan di gereja (sebelumnya selalu di luar gereja) sehingga kita bisa memaksimalkan. Harapannya melalui SIL
tahun ini, ada jiwa-jiwa baru yang percaya kepada Tuhan Yesus. GBI Demak Ijo sendiri berharap dengan adanya SIL ini, tentu tidak lepas dari visi-misi gereja yaitu penjangkauan dan itu menjadi salah satu nafas dari GBI Demak Ijo untuk menjangkau jiwa dari segala usia,” Ujar Rino Hari Wiranto Kepala Bengkel Kreasi SIL GBI Demak Ijo Yogyakarta.
Tak sampai di situ, diakui Rino, SIL tahun ini menjadi sangat menarik dengan banyaknya aktivitas yang dapat lakukan karena kelas tidak hanya sampai pada penyampaian materi cerita Alkitab tetapi juga dimodifikasi dengan prakarya, games dan lainnya kelas menjadi lebih menarik dan meriah, anakanak pun antusias mengikuti SIL. Karena SIL sudah menjadi agenda tahunan gereja, kami menunggu tema apalagi yang akan di angkat pusat (LLB) untuk tahun-tahun berikutnya karena menarik, selain itu juga lagu tema yang selalu baru sehingga itu menggugah dan semangat menyambut SIL tahun 2025. Karena itu setelah SIL berakhir GBI Demak Ijo tidak serta merta langsung membubarkan diri tetapi akan kembali menumbuhkan semangat dan dorongan baik kepada murid maupun guru untuk menyambut SIL tahun 2025.
Pdt. Maurits Takaendengan, Gembala Sidang GBI Grogol menyampaikan, “Melalui SIL ini kami menemukan talenta-talenta pelayan Tuhan yang baru muncul. Kami melihat begitu banyak orang yang mengasihi Tuhan dan mengasihi anak-anak. Kami khawatir, setiap kali SIL takut tidak ada yang membantu pelayanan anak-anak sebagai guru tetapi setelah kami melaksanakannya ternyata ada begitu banyak
orang yang mau memberikan waktu dan talenta untuk melayani Tuhan. Dan yang terakhir, selalu ada jiwajiwa yang mengambil keputusan percaya Tuhan Yesus dan memberi diri untuk dibaptis dan menjadi bagian dari gereja.”
Diana, Kepala Bengkel Kreasi (Ketua SIL) GBI Kebayoran, berharap 103 anak yang sudah hadir dalam SIL ini, mereka bisa belajar banyak hal melalui SIL dan semakin mengenal Tuhan Yesus serta dapat berkreasi sesuai dengan talenta dan kemampuannya masing-masing.
Senada dengan itu, Kepala Bengkel Kreasi (Ketua SIL) GBP Giarti Nugraeni mengatakan, “Bersyukur untuk SIL Tahun ini yang mengangkat Tema Bengkel Kreasi, di mana kita akan menolong anak-anak untuk bisa menggali kreativitas yang mereka miliki karena Allah yang kreatif yang sudah menciptakan alam semesta ini dengan segala kreativitasnya dan tentu saja yang paling kita rindukan dalam SIL ini adalah bagaimana anak-anak dapat mengenal sang Juru Selamat yaitu Tuhan Yesus Kristus karena itu kita berharap selama SIL lima hari ke depan anak-anak dapat mendengar Injil secara utuh. Dan pada hari yang kelima, di KKR nanti diharapkan mereka dapat mengambil keputusan yang sangat penting dalam hidup mereka yaitu menjadikan Tuhan Yesus sebagai satu-satunya Tuhan dan Juru Selamat dalam hidup mereka. Kami juga bersyukur, tahun ini ada 155 anak yang mendaftar.”
Tak hanya para guru dan gembala yang diberkati melalui SIL tahun ini, anak-anak pun turut menantinantikan kegiatan apa lagi yang akan mereka lakukan.
Calista dari GBI Rosypinna, “Selama tiga hari SIL di gereja semuanya bagus dan aku penasaran sama apa yang akan kita lakukan selanjutnya jadi benar-benar nungguin banget. Dan yang bikin happy dari awal itu kita ketemu dengan banyak teman baru, sempet kenalan juga dengan beberapa anak yang baru join
SIL di gereja kita. Saya belajar banyak banget, kita mendapat cerita dan pengalaman baru serta informasi-informasi yang baru terkait Tuhan dan juga tentang kita yang masih masa-masa remaja ini,”
Selain Calista, Bapak Yosef dari GBI Batu Zaman cabang Ujung Berung juga merasakan berkat dengan mengikuti SIL di gereja induk (GBI Batu Zaman). “Ini pengalaman pertama ikut SIL kelas Dewasa. Ternyata, kita sebagai orang dewasa juga perlu dilengkapi. Bukan hanya anak saja yang perlu belajar Firman Tuhan tetapi orang-orang dewasa juga perlu diingatkan lagi, perlu dibawa lagi untuk lebih dekat lagi. Karena bagaimana pun, orang-orang dewasa perlu menjadi teladan untuk membimbing anakanaknya.”
Sementara, Lukas dari GBI Batu Zaman memberikan kesan tersendiri dengan materi SIL tahun 2024 ini. “Bahan SIL kali ini luar biasa sekali, kegiatan yang banyak, bakal ada pameran juga di akhir karena mereka mempersiapkan banyak kegiatan dan banyak prakarya juga. Dari situ kita terinspirasi untuk membuat pameran di gereja untuk anak-anak bisa lihat selama sebulan ke depan. Jadi SIL kali ini gokil banget.”
Ratikirna Christviant, salah satu peserta SIL kelas Madya GBI Efrata Bandung mengatakan, “Di hari kedua ini saya belajar tentang Tuhan itu Sang Perancang, di mana kita harus mengikuti rancangan Allah dalam kehidupan kita, dan saya ikut juga kelas Musik di mana saya belajar dasar-dasar untuk menjadi seorang Musisi. Dan ini sangat penting untuk nanti kita dalam pelayanan karena ketika kita misalnya mengiringi ibadah pasti perlu dasar teori.”
Tak dapat dipungkiri, Sekolah Injil Liburan yang sudah puluhan tahun menjadi agenda rutin gereja Baptis Indonesia kini telah banyak mengubahkan kehidupan banyak orang. Berpengalaman secara pribadi bersama Yesus selama mengikuti SIL baik dalam kelas anak-anak maupun juga dalam kelas
dewasa. Pengalaman-pengalaman menyenangkan dari kegiatan SIL pun membawa dampak positif sehingga banyak orang tua yang rindu anak-anaknya dapat menikmati pengalaman bersama Yesus. Hal ini mendorong mereka untuk dapat mengantarkan anakanaknya dengan setia mengikuti Sekolah Injil Liburan sejak kecil.
“Alasan saya membawa anak saya ikut SIL adalah karena ini acara yang memang sejak kecil membekali saya sebagai seorang yang perlu sekali dibekali (Firman Tuhan). Saya merasa banyak sekali belajar dari SIL dan saya juga rindu anak saya bisa belajar dari SIL ini. Saya rindu anak saya juga senang belajar Alkitab,” ungkap Lucky Serworwora, sebagai ketua Perancang GBI Ebenhaezer Tanjung Priok, Jakarta, kepada Suara Baptis.
Dilanjutkannya “Zaman saya dulu ikut SIL materinya banyak sekali yang nggak berwarna tetapi sekarang sudah full colour dan benar-benar menggunakan teknik digital yang baik jadi nggak ketinggalan zaman, mengikuti perkembangan anak-anak jadi nggak ngebosenin buat anak-anak. Dan ini sangat penting untuk mengajak anak-anak, membekali dan melengkapi, (sampai) mereka suatu saat waktunya Tuhan mereka dapat mengambil keputusan untuk percaya kepada Tuhan Yesus. Saya mengambil keputusan percaya Tuhan Yesus ketika saya masih usia 12 tahun dan saya rindu anak saya sedini mungkin percaya Tuhan Yesus,” tutupnya.
MissionTrip
Saya sudah mengikuti Sekolah Injil Liburan (SIL) sejak saya belum bisa berbicara dan masih tidak tahu apaapa, tentu saja saat itu orang tua saya dengan setia membawa saya rutin ikut SIL setiap tahun. Menjadi peserta, mengambil keputusan untuk dibaptis, menjadi peserta yang ikut melayani SIL, hingga beberapa tahun terakhir saya menjadi panitia yang merancang dan menyelenggarakan SIL. Bagi saya, adalah sebuah keistimewaan untuk bisa menjadi rekan sekerja Allah dalam pelayanan pekabaran Injil.
Tahun ini saya punya cerita baru berkaitan dengan SIL. Bulan Juni yang lalu menjadi pengalaman yang istimewa karena saya bersama dengan tim dari Gereja Baptis Pertama (GBP) Bandung, berkesempatan untuk membawa SIL bagi anak-anak di Sumba.
Tahukah Anda apa itu SIL? Apabila Anda tumbuh besar di lingkungan Gereja Baptis, Anda pasti sangat familiar dengan SIL.
Sekolah Injil Liburan adalah sebuah kegiatan tahunan yang biasanya diadakan saat libur sekolah, dan SIL menjadi momen di mana Injil Yesus Kristus diberitakan. Menurut kesaksian dari beberapa kenalan saya, banyak di antara mereka yang mengenal dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat karena mengikuti SIL. Sudah terbukti bahwa SIL memberi dampak besar bagi kehidupan banyak orang, bukan hanya di dunia ini tetapi juga untuk kehidupan kekal nanti.
Sumber : Gereja Baptis Pertama
Pada tanggal 9-15 Juni lalu, GBP Bandung mengadakan Mission Trip ke Sumba. Mengutus delapan orang yang melibatkan kaum muda, lima orang diantaranya merupakan kaum muda (Youth) sementara tiga orang lainnya adalah anggota tim PI GBP. Selain itu, Mission Trip ini juga melibatkan kerjasama dengan Gereja Baptis Singapura dengan mengutus empat orang perwakilan serta utusan Injil yang sudah lama melayani di Sumba Barat turut membantu dalam pelayanan dan bersehati untuk membawa kabar baik bagi orang-orang di Sumba. Mission Trip ini kami kemas dalam kegiatan Teachers Training, SIL dan juga KKR Remaja-Pemuda.
Teachers Training atau pelatihan guru-guru dilaksanakan tanggal 11-13 Juni di SD Kristen Narwastu Waikabubak, Sumba Barat dan juga di SMP & SMA
Kristen Narwastu Kodi, Sumba Barat Daya. Sekolah Kristen Narwastu sendiri adalah sekolah yang dinaungi oleh Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD).
Pelatihan ini difasilitasi oleh tim dari Singapura yang merupakan ahli di bidang pendidikan. Tujuan dari pelatihan guru ini adalah untuk memperlengkapi guruguru dengan kreativitas mengajar, tetapi lebih dari itu guru-guru juga didorong untuk dapat menangkap visi Tuhan, serta memperhatikan kebutuhan dan tujuan rohani dari siswa yang Tuhan percayakan di masingmasing sekolah.
Selain pelatihan guru-guru Sekolah Kristen Narwastu serta pengerja dari GKKD, Sekolah Injil Liburan menjadi kesempatan untuk memberitakan kasih Tuhan kepada anak-anak di Sumba Barat dan Sumba Barat Daya. SIL sendiri diadakan bersamaan dengan pelatihan guru yakni tanggal 11-13 Juni 2024, selama tiga hari di dua tempat, PAUD & SD Narwastu Waikabubak, Sumba Barat, dan di Rumah Singgah Umma Suba, Sumba Barat Daya. Rumah Singgah Umma Suba adalah pelayanan holistik dari Yayasan Terang Kasih Anugerah. Selama di Sumba, kami juga tinggal di Guest House Umma Suba.
Perjalanan kami dari Guest House ke PAUD & SD Narwastu membutuhkan waktu kurang lebih 11,5 jam. Sementara SIL dimulai setiap harinya pukul 08.00 WITA sampai 11.30 WITA. Ada 107 siswa yang mengikuti kegiatan SIL mulai dari usia PAUD sampai kelas 6 SD. Setiap pagi ketika tim sampai di lokasi, semua anak sudah berbaris rapi dan menyambut kami dengan antusias. Antusiasme mereka menular dengan cepat. Kalau Anda ada di sana, tidak mungkin Anda tidak tersenyum ketika melihat mereka.
Selain antusias, mereka pun memiliki daya tangkap yang sangat baik dalam menyimak cerita Firman Tuhan hingga cerita teladan. Banyak di antara mereka yang sudah tahu tentang Yesus. Itu tidak lepas dari didikan para guru di sekolah yang sudah terlebih dahulu mengenal Yesus dan mengajarkan prinsipprinsip Kristiani. Di SD Kristen Narwastu, kami terus menyampaikan berita Injil dan mendorong anak-anak untuk belajar menyampaikan Injil kepada orang-orang di sekitar mereka, baik itu orang tua, saudara, ataupun tetangga mereka.
Tak sampai di situ, usai SIL di SDK Narwastu pada siang hari, kami kembali melakukan perjalanan ke Umma Suba sebagai tempat kedua SIL diadakan, dimulai dari pukul 14.00 - 17.00 WITA. Di Umma Suba, peserta SIL adalah murid bimbingan belajar dari para pembimbing di Umma Suba.
Perjuangan anak-anak sampai ke Umma Suba tidaklah main-main. Karena minimnya kendaraan umum di Sumba, mereka harus menempuh perjalanan dengan berjalan kaki selama 30 menit sampai 2 jam untuk dapat sampai di Umma Suba. Meskipun lelah, tetapi mereka semua sangat antusias untuk mengikuti SIL. Itu terlihat dari senyuman dan sorot mata mereka yang berbinar-binar setiap harinya. Beberapa di antara mereka datang lagi dengan membawa teman baru di hari berikutnya. Pada hari terakhir, ada 62 anak yang mengikuti SIL.
: Gereja Baptis Pertama
SIL di Umma Suba membukakan perspektif bahwa orang yang berstatus Kristen belum tentu mengenal Yesus secara pribadi. Ada suatu momen saat salah seorang murid diminta untuk memimpin doa makan, dia maju ke depan dan mengucapkan doa hafalan, dan secara serentak seluruh kelas ikut mengucapkan doa yang sama, yang bahkan tidak berkaitan dengan makanan. Hal ini menyadarkan bahwa, banyak orang Kristen melakukan hal-hal yang kelihatannya Kristen, tetapi belum menyadari esensi dari apa yang mereka lakukan.
Namun ini menjadi kesempatan besar sekaligus tantangan bagi tim untuk terus menyampaikan kabar baik (Injil) dari Tuhan Yesus kepada mereka.
Sementara di hari terakhir SIL, anak-anak ditantang untuk mengambil keputusan menerima dan percaya sungguh-sunggguh kepada Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat mereka. Hasilnya, puji Tuhan banyak di antara mereka yang mengambil keputusan menerima Yesus. Kesempatan ini menjadi momen yang baik untuk kembali membimbing dan meneguhkan mereka tentang keputusan yang diambil sambil terus mendoakan agar Roh Kudus bekerja dalam hati mereka masing-masing.
Remaja dan Pemuda
Usai kegiatan SIL pada tanggal 13 Juni 2024, keesokan harinya diadakan KKR untuk anak Remaja dan Pemuda SMP dan SMA Kristen Narwastu di daerah Kodi, Sumba Barat Daya. Kodi adalah salah satu daerah yang pendidikannya cukup tertinggal di Sumba. SMP dan SMA Narwastu adalah satusatunya sekolah yang tersedia dalam radius 10 km. Banyak murid yang harus menempuh perjalanan selama 2-3 jam untuk sampai ke sekolah, melewati jalan yang terjal dan berbatu-batu.
Selain itu, kami juga menghadapi tantangan tersendiri dalam menyampaikan berita keselamatan kepada siswa SMP dan SMA Narwastu. Tantangan tersebut adalah keterbatasan bahasa, di mana tidak semua siswa mengerti Bahasa Indonesia. Ketika Firman Tuhan disampaikan Pastor Andrew dari Singapura, yang diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia oleh Alexander Lukman, tidak semua mereka mengerti apa yang disampaikan. Banyak diantara mereka hanya fasih berbahasa daerah (Sumba). Meskipun demikian, kami berdoa Tuhan yang bekerja melalui hati mereka yang melampaui keterbatasan yang kami hadapi!
Usai pemberitaan Firman Tuhan, ada kesempatan untuk bisa berdiskusi lebih lanjut dalam kelompok kecil. Saya sendiri mengambil momen ini sebagai kesempatan untuk sekali lagi memperkenalkan Yesus pada anak-anak. Dengan bantuan buku tanpa kata, saya terangkan bahwa kita semua adalah manusia yang berdosa dan konsekuensi dari dosa adalah hidup terpisah dengan Allah. Tapi karena Tuhan mengasihi kita, Dia mengirimkan Yesus anakNya yang tunggal untuk dihukum mati menggantikan kita. Oleh darah-Nya hati kita dibersihkan dan kita beroleh jalan masuk ke surga. Namun selama masih di dunia, seperti yang dikatakan ayat tema SIL dari Efesus 2:10, Tuhan punya pekerjaan baik untuk kita lakukan.
Di akhir KKR, ada 121 anak yang mengambil keputusan untuk menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, empat anak memperbaharui iman kesetiaan mengikut Tuhan, lima anak berkomitmen melayani Tuhan dengan lebih setia, dan lima anak berkomitmen untuk menjadi hamba Tuhan sepenuh waktu. Mari kita doakan setiap anak yang mengambil keputusan ini supaya Tuhan yang menumbuhkan iman dan kesetiaan mereka, sehingga Tuhan dapat memakai mereka secara luar biasa.
Melalui perjalanan misi ke Sumba kali ini, Tuhan mengajarkan banyak hal, bahwa setiap orang membutuhkan Yesus. Daerah yang kita anggap sebagai ‘Kantong Kristen’, dipenuhi gedung gereja, dan masyarakatnya memiliki identitas ‘Kristen’ di KTP tidak menjamin keselamatan seseorang. Setiap orang, baik anak maupun orang dewasa, perlu memiliki hubungan pribadi dengan Yesus.
Selain itu, ketika Tuhan memanggil kita dalam pekerjaan-Nya, Dia akan menyediakan semua yang kita butuhkan. Kami sangat berterima kasih kepada Lembaga Literatur Baptis yang turut terlibat menyediakan bahan SIL untuk anak-anak di Sumba. Saya yakin pemberian ini sangat memberkati mereka. Bahkan keterbatasan bahasa yang menjadi kendala pun Tuhan siapkan jalan keluar dengan adanya utusan Injil GBP asli sumba yang menjembatani komunikasi sehingga pekerjaan-Nya dapat terus dilaksanakan.
Sekarang, bagaimana dengan Anda? Jika Anda punya kesempatan untuk membagikan Injil kepada orang lain, maukah Anda menyambut kesempatan itu?
Penulis: Tirza Nahamani
Editor: Juniati
Regina dan Julia, dua perempuan muda baru saja dibaptis di sebuah kolam di Gianyar Bali. “Saya terharu. Akhirnya bisa dibaptis lewat GBI Ekklesia ini. Saya senang bersekutu dengan rekan-rekan di gereja ini,” kata Regina pada redaksi SB seusai dibaptis.
“Saya menyadari secara sadar dan menerima Yesus sebagai Juru Selamat pribadi saya dan saya senang bisa dibaptis,” kata Julia. Pdt. Teddy Suwanto sebagai gembala sidang GBI Ekklesia melakukan baptisan bagi mereka berdua pada Senin, 9 Oktober 2023.
Dua pemudi yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi di Kota Denpasar sudah lebih dari lima bulan mengikuti ibadah-ibadah di GBI Ekklesia. “Mereka berdua adalah mahasiswa yang sedang studi di Denpasar. Selama ini mereka aktif di gereja dan akhirnya memutuskan untuk dibaptis,” kata Pdm. Jayson bercerita tentang keduanya.
GBI Ekklesia merupakan gereja hasil perintisan dari GBI Ekklesia Jakarta. “Kami sudah setahun ini membuka rintisan, yaitu di Gianyar dua lokasi, Jimbaran satu lokasi dan Denpasar satu lokasi. Maka kami bersyukur kedua rekan ini bisa dibaptis dan menjadi bagian dari keluarga GBI Ekklesia ini,” kata Pdt. Teddy Suwanto Gembala GBI Ekklesia. Ia menambahkan kegiatan ibadah-ibadah di empat lokasi tersebut merupakan wujud dari pekabaran injil GBI Ekklesia Jakarta yang didukung seluruh jemaat.
“Kami memulai dengan pendekatan ke ketua dusun di mana lokasi kami berada. Di Gianyar di Siyut misalkan Kai membuka les Bahasa Inggris bagi warga lokal. Ada sekitar 15 anak SMA dan SMP yang ikut dalam kegiatan tersebut. Juga pendekatan pada kepala dusun dan menyampaikan keberadaan kami. Lalu, kami mengadakan barbeque bersama sehingga tercipta keakraban di antara kami. Proses pendekatan inilah yang kami lakukan. Ada dua Tuhan muda, yaitu Pdm. Jayson dan Evangelist Jadon Madong yang melayani sejak setahun ini. Kami bersyukur izin secara legal untuk wilayah Denpasar sudah kami kantongi dan pendekatan dengan Musyawarah Pelayanan Umat Kristen (MPUK) dan Pembimas di Bali kami sudah dekati sehingga proses legalitas untuk lokasilokasi yang kami doakan sedang dikerjakan,” tambah Pdt. Teddy.
Les Bahasa Inggris
Di Siyut, Gianyar, Pdm. Jayson dan Ev. Jason Madong yang lulusan seminari di Melbourne, Australia,
melakukan pendekatan ke warga dusun lewat les bahasa Inggris. “Ya mulanya ada anak-anak SMP dan SMA sekitar 15 anak ikut kegiatan kami. Les diadakan tiap hari Kamis selama dua jam, seminggu sekali. Respons warga cukup baik, bahkan ada ibu-ibu yang ikut pula les dengan kami, sekadar mendengarkan. Karena Bali ini sedikit banyak bersentuhan dengan turis-turis asing. Jadi dengan adanya les bahasa Inggris secara gratis, amat dimintai warga sekitar,” kata Madong.
Tempat les diadakan di teras depan rumah Aviary Manson. “Ya kami memang tinggal di sini sehingga untuk penjangkauan warga lewat kegiatan ini. Tidak hanya les sebenarnya, banyak anak-anak remaja ini jadi curhat ke kami. Kami dianggapnya sebagai kakak mereka yang dapat membantu. Tentu saja kami mendengarkan curhatan mereka yang kebanyakan tentang keluarga mereka dan lainnya,” tambah Pdm. Jayson.
Dengan les tersebut, keduanya dapat mendengarkan curhatan mereka dan melakukan penginjilan terhadap anak-anak muda ini.
“Ada Juliana warga sekitar Siyut yang sudah ikut persekutuan kami. Tentu saja kami sangat senang. Juga ada ibu kepala dusun yang ikut ibadah dengan kami meski masih berkeyakinan lama. Tapi kami terus melayani mereka,” ujar Jayson.
Untuk di Denpasar, pola pendekatan yang dilakukan adalah dengan membuat komsel bagi mahasiswa-mahasiswa yang ada di kota itu. “Mulanya kami kenal satu dua anak yang sedang kuliah di Denpasar ini. Lalu, setelah kenal, kami ajak gabung untuk masuk komsel. Setelah itu, sudah masuk komsel, mereka akan cerita ke teman-teman yang lain sesama mahasiswa Kristen dan kemudian kita ajak untuk ikut ibadah di tempat kami di kawasan Imam Bonjol, Denpasar. Puji Tuhan sekarang sudah ada 15 orang yang ikut dalam ibadah kami. Kami ibadah mulai pukul 15.00 WIB hingga selesai,” tutur Jayson.
Bertahan Hadapi Tantangan
Perintisan di sejumlah wilayah di Bali kata Pdt. Teddy tidak mulus begitu saja. “Tantangan yang harus kami hadapi tentu saja banyak. Tapi kami percaya
Tuhan menyertai kami. Contohnya yang kami harus pelan-pelan mengikuti adat, aturan di pulau ini, itu tantangan dari luar. Sementara dari dalam dukungan dari pengurus daerah dan pusat juga ada. Meski demikian kami terus berupaya untuk melakukan pendekatan bahwa perintisan gereja ini merupakan pos penginjilan kami untuk menjangkau jiwa-jiwa di pulau ini,” katanya.
Pengurusan izin, tambah Pdt. Teddy, mulai dari mendapat rekomendasi MPUK hingga Pembimas Provinsi Bali sudah didapatkan. “Sehingga rintisan kami untuk menjadi gereja legal. Kami beri nama GBI Ekklesia, Bali,” tandasnya.
Dalam kegitan Seminar dan KKR yang diselenggarakan gereja itu, Pdt. Sutoyo L. Sigar yang menjadi salah satu pembicara memberikan respons yang positif dengan rintisan gereja yang telah berjalan. “Itu program kegiatan dan rintisan jemaat di Bali adalah sangat biblical. Cari jiwa, bangun gereja adalah sejalan dengan rencana kedatangan Kristus ke dunia. Jadi, maju terus. Ora et Labora,” kata Pdt. Sutoyo yang mantan Ketua GGBI.
Respons yang sama juga disampaikan Pdt. Timotius Kabul tentang keberadaan penginjilan yang dilakukan di Bali. “Ini terus berjalan dan baik. Jika ada persoalan dan tantangan mari didiskusikan. Saya akan bantu untuk pengurus di pusat untuk melihat hal ini,” katanya.
Saat pembatisan bagi dua anggota baru GBI Ekklesia yang dipusatkan di sebuah kolam renang di Bali Safari, sejumlah anggota jemaat ikut larut berbahagia dengan memberikan salam hangat bagi kedua jemaat yang dibaptis.
“Selain dua orang yang dibaptis, kami juga kedatangan dua orang sebagai jemaat baru yang bergabung dengan GBI Ekklesia wilayah Denpasar. Khusus wilayah Denpasar ini, ke depan kami akan mencari lokasi baru untuk menampung jemaat yang terus bertambah. Dan di tahun depan, target kami akan menjangkau wilayah Nusa Dua,”ujar Pdt. Teddy.
Penulis: Phil Artha Senna
Editor: Fajar
Asia Pacific Baptist Youth Fellowship (APBYF) kembali menggelar kegiatan lima tahunan kaum muda Baptis se-Asia Pasifik. Kali ini, Melaka, Malaysia menjadi tuan rumah penyelenggaraan Asia Pacific Baptist Youth Conference (APBYC) 2024. Tepatnya di Bayou Lagoon Park Resort pada 29 Mei hingga 1 Juni 2024 lalu dihadiri 550 peserta dari berbagai negara.
Tahun ini, APBYC mengusung tema Be Authentic, Be Passionate, Be Connected, Be Saved Harapannya, melalui kegiatan ini kaum muda menyadari untuk menjadi unik sebagaimana Tuhan membentuk dan tidak menjadi palsu (Be Authentic), memiliki semangat untuk bekerja di ladang Tuhan terutama dalam menjalankan Amanat Agung-Nya (Be Passionate), tidak merasa sendirian karena Anak-Anak Tuhan saling terhubung dan juga harus terhubung dengan mereka yang terhilang (Be Connected), menyadari identitas sebagai orang merdeka di dalam Kristus. Maka dari itu, melalui kaum muda ini, kabar keselamatan dari Tuhan Yesus Kristus dapat didengar, dirasakan dan diterima orang lain.
Gabungan Gereja Baptis Indonesia (GGBI) mengutus 53 pemuda-pemudi dari berbagai daerah mewakili Gereja Baptis Indonesia dalam kegiatan Asia Pacific Baptist Youth Conference (APBYC) di Melaka Malaysia ini. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran kaum muda Baptis mempunyai hati misi untuk menjangkau jiwa-jiwa yang belum terjangkau di belahan lain dunia.
Hari pertama, APBYC 2024 diawali dengan ibadah pembukaan yang berlangsung sangat meriah bersama dengan peserta dari berbagai negara di Asia Pasifik. Sementara Firman Tuhan disampaikan Presiden Asia Pacific Baptist Youth (APBY), Rev. Steve Dixon dari Australia dengan tema Be Saved. Tema “Be Saved” (sudah diselamatkan) ini mengingatkan kembali bahwa kita sangat dikenal
dekat. Karena itu, Rev. Steve juga mendorong para kaum muda untuk punya hati mau memperkenalkan keselamatan dari Yesus Kristus untuk mereka yang belum percaya.
Esok harinya, Rev. Danushka Dilshan dari Sri Lanka mengangkat tema “Be Authentic” (menjadi otentik). Rev. Danushka, kembali memberikan kaum muda untuk menjadi pribadi yang tidak meniru orang lain, asli, dapat dipercaya, dan diandalkan. Menjadi Kristen yang otentik bukan berarti sudah sempurna tetapi berproses menuju seperti Yesus sehingga saat menjangkau sesama yang belum percaya, mereka dapat melihat Kristus dalam diri kita. Sementara Rev. Karen Wilson mengangkat tema “Be Influental” (menjadi berpengaruh). Ia mendorong kaum muda untuk hidup dan melakukan lebih dari yang biasanya serta mengandalkan iman pada Kristus untuk melangkah. Menurutnya, ketika kita melangkah dalam misi yang diberikan Tuhan, kita harus tetap kuat bersama-sama menjadi gereja yang kuat. Kita harus memberi pengaruh Kristus untuk dunia ini.
Pada hari ketiga, Rev. Ronnie Chiu menyampaikan tema “Be Passionate” (bersemangat), yang mengingatkan kembali akan semangat dalam bekerja bagi Kristus bukan untuk ketenaran dan halhal lain yang fana di dunia ini melainkan hanya untuk kemuliaan Yesus Kristus dan karena kecintaan kita kepada-Nya. Selain itu juga, kaum muda diberkati melalui penampilan unik dari “Uncle Button” seorang badut yang menginjili anak-anak dengan atraksinya.
Acara dilanjutkan dengan sesi Prayer Rally di mana doa-doa berbagai bahasa saling terucap untuk mendoakan bangsa-bangsa yang belum terjangkau. Beberapa kelompok juga berdoa berkeliling lokasi tempat konferensi sambil berdoa, menangis, dan memohon jiwa-jiwa untuk diselamatkan.
Hari ketiga diakhir dengan pesan dari Rev. Kethoser ‘Aniu’ Kevichusa dari India dengan tema “Sent Out To Be Salt and Light” (Diutus untuk Menjadi Garam dan Terang). Ia berharap, sekalipun peserta bukanlah lulusan sekolah teologi dan pendeta, namun tetap menjadi bagian dari misi Tuhan dan melakukan misi adalah ketaatan setiap orang percaya. Karena itu, ia menegaskan bahwa sebagai manusia biasa kita tidak mampu melakukan banyak hal untuk dunia tetapi bukan berarti kita tidak bisa melakukan sesuatu untuk dunia ini karena kita bisa menjadi bagian misi Tuhan untuk dunia. Dalam kesempatan ini, Rev. Kethoser memberikan kesempatan kepada peserta yang tergerak hatinya untuk terlibat dalam misi bagi bangsa-bangsa yang belum menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Banyak peserta yang merespon dengan mengambil keputusan untuk terlibat dalam misi bagi bangsa-bangsa.
Pada hari terakhir APBYC, Rev. Karen Wilson mengangkat tema “Be Connected To God and To The Lost” (Terhubung dengan Tuhan dan yang
Tersesat). Dia juga memberikan dorongan kepada peserta untuk saling mengasihi sehingga mereka yang belum percaya melihat Kristus dalam diri anakanak-Nya. Karena itu, jangan takut, kuatkan hati, dan berani dalam bermisi menjadi pesan penutup Rev. Karen.
APBYC ini tidak hanya sekedar mendengarkan pembicara tetapi juga ada banyak kegiatan menarik lainnya seperti Workshop, Off-Limits, Recreational Activity, Family Group Session, Youth Stage yang diikuti peserta. Pada kesempatan ini juga, memberikan pilihan bagi setiap peserta untuk memilih workshop sesuai dengan kerinduannya dalam melayani dan mengembangkan pelayanan kaum mudanya di gereja masing-masing. Selain itu, peserta pun mendapat kesempatan untuk dapat berkenalan, berinteraksi dan sharing dengan kaum muda dari gereja Baptis di Asia Pasifik.
“Rasanya ikut APBYC tuh kaya apa ya... kaya minum le mineral, ada manis manisnya” ucap Cheren Masria Kristiana (GBI Baitani Sukabumi) sambil tertawa senang dapat terlibat dalam APBYC 2024 ini.
Ia melanjutkan, “Di sana seru banget, apalagi waktu praise and worship, rasanya kaya benerbener lupa sama rasa malu, yang penting nyanyi buat Tuhan. Nggak peduli mau nangis terus dikata lebay atau loncat-loncat, yang penting kita bebas mengekspresikan rasa bersyukur kita sama Tuhan. Aku sendiri sangat terberkati sama pujian-pujiannya, di mana aku bisa ngerti kalau pujian dan kata-kata kita memang ditujukan hanya untuk Tuhan, one and only. Karena baru pertama kali ikut, jelas aku menantikan banget APBYC selanjutnya. Mau banget memuji Tuhan bareng temen-temen, dan ketemu temen-temen baru itu rasanya seneng banget. Workshop, praise and worship, family group, it was all fun and exciting.”
Tak hanya peserta dari Indonesia yang diberkati melalui APBYC 2024 ini, Samuel G. Momin dari Chibra Goeragre Baptist Church, North Tura. Garo Baptist Convention (Northeast India) merasakan berkat yang luar biasa.
Sumber : Panitia APBYC
“Pengalaman pertama bagiku mengikuti konferensi ini. Saya mendapat pengalaman luar biasa (karena bisa) bersekutu secara internasional khususnya Asia Pasifik dan saya berteman dengan teman-teman internasional yang luar biasa. (Melalui) Khotbah, pujian penyembahan dengan pemudapemudi yang antusias, serta workshop yang tersedia kami belajar berbagai hal yang berbeda-beda. Selain itu, sebagai pendatang baru, saya sangat diterima sebagai bagian dari para peserta yang lain. Semua pengalaman ini seperti memberi kiasan seperti apa surga (itu). Berbagai suku bangsa dan ras dari penghujung dunia berkumpul dalam namaNya memuji dan menyembah tak henti-hentinya dalam hadirat-Nya. Yang bisa saya simpulkan, semua yang saya lihat adalah berkat-Nya yang mengagumkan. Saya tidak bisa membayangkan bahwa saya bisa memiliki persekutuan yang luar biasa ini. Saya senang saya dapat berpartisipasi dan sangat diberkati. Tuhan memberkati kalian semua,” ucapnya penuh antusias.
Selain kedua kaum muda-mudi di atas, salah satu peserta dari kontingen Jepang pun turut diberkati. Ia dapat merasakan karya penebusan Tuhan yang luar biasa dalam dalam perjalanan hidupnya sebagai seorang yang terhilang khususnya dalam masa bangku perkuliahan.
“Adalah sebuah hak istimewa bagi saya menghadiri APBYC 2024 untuk pertama kalinya. Saat saya masih kuliah, saya mengalami krisis teologis. Saya terhilang dalam pengajaran teologi dan berakhir tidak mengenali diri saya sebagai seorang Kristen. Saya memerlukan beberapa tahun untuk rekonsiliasi dengan keluarga, temanteman seiman, dan Tuhan. Ada saat-saat lain di mana saya menemukan diri saya berada dalam waktu terpuruk, merasa tidak berharga. Setelah hal-hal sulit tersebut, saya menghadiri APBYC. Melalui Alkitab, para pembicara, dan persekutuan, saya menyadari sekali lagi bahwa kuasa kesembuhan Tuhan itu menyeluruh. Firman Tuhan benar-benar menyelamatkan, menyembuhkan, dan menggerakan orangorang apapun denominasinya, kebangsaannya, ataupun latar belakangnya. Di setiap waktu dalam membagikan cerita, bersukacita, dan berdoa, Saya berpikir adalah sebuah hak istimewa dan panggilan kita untuk saling menanggung beban. Saya sangat bersyukur bisa hadir di APBYC ini, untuk bertemu Tuhan dan mendekati-Nya,” ungkap Kawashima (Baptist Japan Convention).
Kawashima Hosana
Sumber : Panitia APBYC
APBYC 2024 ini, memberikan arahan, dorongan dan motivasi kepada kaum muda untuk berani bermisi terutama untuk Cross Cultural Mission. Kaum muda memiliki potensi untuk melakukan misi ini dengan efektif karena mereka bisa memakai teknologi zaman sekarang untuk pengabaran Injil.
Siapkah kamu mengikuti APBYC selanjutnya?
Penulis: Myerson Editor: Juniati
Bandung – Senin, 29 Juli 2024, langkah sebuah proyek penting telah dimulai dengan tujuan memperkaya pelayanan rohani di Indonesia khususnya. Project Launch Alkitab Edisi Studi MacArthur, hasil kerja sama antara Lembaga Literatur Baptis (LLB), Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), The Master’s Academy International (TMAI) dan The Orchard Church, resmi diluncurkan.
Acara yang dimulai pukul 10.00 WIB ini dihadiri para hamba Tuhan, pemimpin gereja dari berbagai denominasi seperti Gereja Baptis, GPIB, Bethel, Bimas Kristen, GPdI, GUP, GKJ, Rehoboth, GKI, LPPBS, GKII, Family Center Ministry, GKNS, GKKD, serta STT Kadesi, Bogor. Sambutan disampaikan Sekretaris Umum LAI, Dr. Sigit Triyono mewakili LAI, dan Bapak Adi Antariksa sebagai Asia Pacific Director of The Master’s Academy International.
Alkitab Edisi Studi MacArthur adalah karya yang lahir setelah lebih dari 50 tahun pengabdian Dr. John MacArthur yang dengan setia mengkhotbahkan Alkitab secara eksposisi. Dengan pendekatan ayat demi ayat, buku ini telah digunakan oleh lebih dari 4 juta pelayan Tuhan di seluruh dunia dan menjadi salah satu referensi bagi para teolog maupun juga hamba Tuhan.
Direktur LLB, Ir. John H.L Serworwora atau yang akrab disapa “Pak Ronny” menyampaikan harapan dan visinya dalam sambutan yang disampaikan. “Doa dan target saya, akan ada 1.000 mahasiswa seminari yang akan diberkati dengan kehadiran Alkitab Edisi Studi MacArthur ketika buku ini diterbitkan (pada) November tahun 2025 (mendatang)”, Ujarnya.
Ia pun berharap, melalui hubungan yang baik yang sudah terjalin baik dengan TMAI maupun The Orchard Church akan memberikan dampak besar bagi dunia pendidikan rohani di Indonesia.
Sementara, Adi Antariksa yang juga berperan penting dalam proses ini merasa sangat diberkati dapat kembali ke Bandung. Ia memiliki kenangan dengan kota ini, sebab sebelumnya pernah tinggal di Bandung pada tahun 1974. Ia bersyukur bisa kembali lagi ke Bandung terlebih untuk dapat terlibat dalam proses penerbitan Alkitab Edisi Studi MacArthur di Indonesia.
Proses penerbitan Alkitab Edisi Studi MacArthur ini dimulai saat LLB (Pak Ronny) bertemu dengan hamba Tuhan dari The Orchard Church Memphis dalam sebuah program pembekalan Hamba Tuhan di Papua. Pertemuan ini, memunculkan ide untuk menerbitkan Alkitab ini dalam bahasa Indonesia sehingga hamba-hamba Tuhan dapat menikmati Alkitab Edisi Studi MacArthur dalam bahasa Indonesia. LLB kemudian mengajukan proposal, yang pada akhirnya mendapat dukungan dari TMAI dan LAI. Penandatangan kerja sama antara ketiga
lembaga ini pun menandai komitmen bersama untuk menerbitkan buku ini.
Buku yang terdiri dari sekitar 2.000 halaman ini diharapkan dapat selesai dalam jangka waktu satu tahun ke depan. Karena itu, proses yang melibatkan banyak tenaga ahli ini juga pasti menghadapi banyak tantangan.
Keunggulan dari Alkitab edisi Studi MacArthur terletak pada pendekatannya yang mendalam namun tetap dapat dicerna dengan baik oleh para hamba Tuhan dalam konteks Indonesia. Pendekatan eksposisi dari Dr. John MacArthur memastikan bahwa buku ini dapat menjadi sumber penggalian Alkitab baik bagi mahasiswa teologi maupun juga jemaat umum bahkan para hamba Tuhan.
“(Ketika itu) Saya baru menjadi orang Kristen, waktu pertama kali datang dan mendengar khotbah eksposisi dari Dr. John MacArthur. Khotbah tersebut membuat saya semakin haus akan Firman Tuhan dan semakin menyadari pentingnya pengajaran yang didasarkan pada Alkitab,” cerita Adi ketika membagikan pengalamannya terkait khotbah eksposisi dari Dr. John MacArthur. Cerita ini menunjukkan betapa dalamnya pengaruh pengajaran Alkitab yang berfokus pada eksposisi dalam kehidupan iman seseorang.
Ketua Asosiasi Pendeta Indonesia DPC bandung, Pdt. Toni Andrian, yang turut hadir dalam acara Project Launch ini memberikan apresiasi terhadap upaya LLB dalam menerjemahkan Alkitab Edisi Studi. “Ini merupakan sebuah terobosan yang luar biasa. Menerjemahkan Alkitab bukanlah sebuah tugas yang mudah, tetapi LLB telah melakukan hal yang besar demi memperkaya pelayanan rohani di Indonesia,” ujarnya.
Meskipun buku ini baru akan diterbitkan pada ulang tahun LLB ke 66, November 2025 mendatang, namun LLB sudah memberikan diskon khusus sebesar 50% kepada 100 peserta pertama yang hadir dalam acara Project Launch ini. Buku ini sendiri, direncanakan akan dicetak sebanyak 5.000 eksemplar dan diharapkan dapat menjadi salah satu referensi utama dalam studi Alkitab di Indonesia. Dukungan potongan harga 50% ini merupakan bentuk dukungan kepada para pelayan Tuhan yang telah berkontribusi dalam acara peluncuran ini.
Selain itu, diharapkan Alkitab Edisi Studi MacArthur ini meningkatkan pemahaman dan aplikasi Firman Tuhan di kalangan hamba Tuhan dan jemaat di Indonesia, serta dapat membantu lebih banyak orang untuk menghidupi pengajaran Alkitab secara mendalam dan aplikatif. Karena itu, dengan dukungan dari berbagai pihak, proyek ini diharapkan akan dapat mencapai tujuannya dan memberikan dampak positif bagi Indonesia.
Penulis: Juniati
Perjalanan ABODA Music dalam kancah musik rohani, terutama di kalangan anak muda, merupakan hasil dari proses regenerasi dari sang ayah (almarhum Ev. Marthinus Noya). Kecintaan beliau terhadap pelayanan diteruskan kepada keempat anak yang kini menjadi generasi penerusnya, yakni Timotius Noya (Keyboard), Fanuel Noya (Drum), Filemon Noya (Gitar) dan Clement Noya (Bass). Bersama-sama, mereka terus menciptakan karyakarya musik segar dengan misi agar generasi muda tetap mengenang dan tidak melupakan lagu-lagu Hymn dan lagu-lagu lama yang mempunyai makna yang begitu dalam.
Filemon, salah satu anggota ABODA mengungkapkan bahwa 25 tahun yang lalu, mereka memutuskan untuk mengambil ‘jalur’ yang tidak terlalu populer dikalangan anak muda.
“Our Story is God’s Story for Us” menggambarkan perjalanan ABODA sebagai refleksi dari kisah Tuhan dalam hidup mereka.
Hal menarik dikemukakan oleh Pdt. Jimmy Setiawan, Founder dari Wonders of Worship (WOW) Ministry ketika menyaksikan perjalanan 25 tahun ABODA berkarya yang dimulai dari kepemimpinan sang ayah dalam mendidik anak-anaknya untuk melayani Tuhan dengan talenta mereka.
“Para pemimpin seharusnya dapat memberikan ruang, kepercayaan, sekaligus tantangan bagi generasi muda dalam berkreasi agar dapat
terjadi proses regenerasi.” ujarnya.
WOW Ministry sendiri turut terlibat sebagai penyelenggara dalam acara perayaan 25 tahun ABODA ini. Meski harus menghadapi berbagai tantangan, seperti perubahan lokasi acara, Pdt. Jimmy mengemukakan, ”Satu pelajaran penting yang bisa saya ambil, bahwa jangan-jangan Plan B (rencana cadangan) kita sebagai manusia adalah Plan A (rencana utama)-nya Tuhan untuk kita.”
Konser yang dilaksanakan di Gereja Abbalove Pluit ini, selain dimeriahkan oleh penampilan luar biasa dari ABODA sendiri, acara ini juga diisi oleh sejumlah pengisi acara lain seperti, Robert & Lea Sutanto, Umbu Kaborang, Herlin Pirena, Richard Chriss, Mario Lasar, Nael Larumunde, Eni Agustien, GKBJ Taman Kencana Worship Team, serta paduan suara pemuda JKA Bandung. Salah satu momen yang paling mengharukan adalah ketika ABODA mempersembahkan sebuah lagu berjudul “Jeritan Hati” (1992), yang diciptakan oleh ayah mereka. Lagu ini diputar dengan menggunakan suara rekaman asli almarhum Ev. Marthinus Noya, dilanjutkan dengan penampilan langsung dari ABODA yang membawa suasana penuh haru bagi semua yang hadir.
Dalam kesempatan ini, Wahyuni Sukamto Noya berbagi cerita tentang sosok
sang suami. Ia menjelaskan, sejak kecil hingga remaja Alm. Ev. Marthinus Noya merasa sangat membutuhkan kasih sayang dari orang tuanya, yang tidak dapat dirasakan karena kondisi keluarga yang broken home. Karena itu, doa dan harapannya adalah agar keempat putranya dapat merasakan kasih sayang yang tulus dari kedua orang tua mereka.
“Mungkin sekarang adalah waktunya ABODA dan musisi-musisi yang seumuran dengan kami, cuma satu saat nanti ABODA juga harus meninggalkan legacy yang baik untuk generasi di bawah kami.” ujar Fanuel Noya kepada tim SB. Clement Noya juga menambahkan, “Bicara (soal) regenerasi, kan bicara masa depan, gak ada kata terlambat.” Sementara itu, Filemon Noya menegaskan, “20 tahun lalu,
gua mencari musisi-musisi yang bisa diteladani, (te)tapi sekarang, di titik ini, gua harus sadar bahwa sekarang gua yang harus (men)jadi teladan.”
Harapan besar juga disampaikan oleh pasangan masing-masing anggota ABODA terkait konser mereka. “Pasti harus ada konser lagi sih, OUR STORY 50 tahun, (te)tapi tetap undang anak-anak muda.” ucap Michelle Stesa Ririmase Noya yang merasa konser hari itu sangat mengesankan. Harapan agar konsistensi ABODA juga terus terjaga disampaikan oleh Jessica Ewaldine, “Aku berharap mereka bisa memunculkan karya-karya yang luar biasa, yang lebih bagus agar Tuhan terus dimuliakan.” Keteguhan akan panggilan juga menjadi harapan dari Irene Nathalia Tomasowa kepada ABODA, “Makin luar biasa dalam berkarya sampai sudah tidak bisa berkarya lagi, dan tetap bertahan dalam panggilan Tuhan melalui musik.” Jessica Gwynneth Elim juga menyampaikan harapannya agar ABODA tetap menjadi inspirasi bagi anak-anak muda, “Semoga tetap sukses, selalu menginspirasi, menjadi berkat untuk banyak orang.”
Jika sudah mendapatkan kepercayaan untuk meneruskan sebuah legacy, perlu diingat bahwa akan ada juga saatnya dalam Your Story, untuk memberikan kepercayaan itu kepada generasi yang berikutnya. Itulah pentingnya kita semua percaya pada proses regenerasi.
Penulis: Romy Vianus Ursia Editor: Juniati
“TANTANGAN
Proses regenerasi di gereja-gereja Baptis mengalami tantangan khususnya dalam menciptakan pemimpinpemimpin baru. Bukan hanya soal menyediakan ruang bagi kaum muda atau mereka yang telah menyelesaikan pendidikan teologi tetapi juga tentang kesiapan sumber daya yang berkualitas (pemimpin gereja-pendeta atau gembala sidang) yang ada untuk mengemban tanggung jawab sebagai pemimpin di gereja.
Budi Suwondo
“Definisi regenerasi jika yang dimaksud soal pergantian orang atau pergantian pejabat, pergantian direktur, pergantian pengurus, saya kira, ya selama ini berjalan secara normal. Misalkan, ada mekanisme lima tahunan untuk memilih pengurus, memilih pembina, memilih orang-orang yang memimpin lembaga, dan seterusnya. Regenerasi yang saya pikir artinya begitu, yang lebih tua atau yang lebih senior memberikan kepada yang lebih muda, itu namanya regenerasi,” ujar Ketua Yayasan Baptis Indonesia (YBI), Pdt. Budi Suwondo di selasela rapat anggota yayasan.
Menurutnya, mengenai regenerasi secara umum, gereja Baptis mengalami kekurangan. Hal ini didasarkan pada data gereja yang perkiraan sampai dengan tahun 2026, ada 159 kekurangan pendeta di seluruh Indonesia. Meskipun ini bukanlah terjadi dalam satu periode melainkan merupakan akumulasi, namun kekurangan itu terjadi dari tahun ke tahun dan terus menumpuk hingga sekarang.
Persoalan ruang sempit bagi mereka yang telah menyelesaikan pendidikan teologi khususnya kaum muda bukan hanya menjadi domain eksternal, tetapi juga ada keberpihakan para penentu kebijakan dan dukungan regulasi. Di luar upaya memperluas akses pelayanan bagi kaum muda atau mereka yang telah bertahun-tahun terjun dan punya hati dalam pelayanan. Selain itu, faktor internal dari diri orang itu sendiri juga perlu terus didukung.
Faktor ini menyangkut penyiapan sumber daya yang berkualitas. Pentingnya penyiapan sumber daya untuk regenerasi atau kaderisasi - entah itu kaum muda atau mereka yang dianggap menekuni pelayanan tersebut muncul dari berbagai pendapat narasumber.
Faktor penyebab kekurangan pendeta disampaikan Pdt. Budi, “Kecepatan membuka pos pelayanan baru dan memproduksi pimpinanpimpinan itu tidak sebanding. Ini bukan persoalan baru, zaman Tuhan Yesus juga nggak ada tuh. Tuaian banyak, pekerjanya sedikit. Tapi secara keseluruhan, ini tantangan buat generasi ini, bagaimana kita bisa melahirkan pemimpin-pemimpin baru, pemimpinpemimpin muda, menantang orang-orang muda untuk menyerahkan diri dalam ladang pelayanan.”
Hal ini disampaikannya menyoroti permasalahan yang dihadapi gereja-gereja Baptis yakni kebutuhan mendesak akan pemimpin baru yang bisa menggantikan generasi pendahulu yang semakin menua (tutup usia). Tanpa adanya regenerasi yang efektif maka gereja menghadapi risiko stagnasi dalam pelayanan.
Sementara, Ketua Sekolah Teologia Baptis Indonesia (STBI) Semarang, Pdt. Dr. Robinson Rimun memiliki pandangan berbeda meskipun regenerasi ini tampak mengkhawatirkan, menurutnya stagnasi dalam regenerasi ini sebetulnya merupakan tanda positif dari perkembangan gereja.
“Sebetulnya itu tanda positif. Ada beberapa denominasi (tidak disebutkan namanya) mereka itu surplus (lulusan teologi) tetapi gerejanya tidak berkembang. Karena banyak yang sistemnya sudah cukup stabil dan tidak berkembang lagi gerejanya. Sehingga yang terjadi adalah mereka kelebihan tamatan. Nah dari jumlah perkembangan gerejagereja Baptis, cabang, pos PI, yang ada terus bertambah, sehingga mengalami kekurangan (pendeta). Selain itu, dari segi yang sudah tutup usia, maupun yang memasuki masa pensiun. Dan juga karena berkembangnya satu gereja, ada gereja cabang baru dibuat, maka tidak mungkin pelayanan di dua tempat. Jadi sebenarnya ini adalah satu tanda yang sangat positif. Bahwa umat Baptis kita sebenarnya mengalami perkembangan yang signifikan. Sampaisampai kita kekurangan hamba Tuhan untuk
menutupi kebutuhan gereja. Jadi sebetulnya kalau saya melihat ini, saya senang. Ini hal positif. Ini saya melihat dari sisi yang lain.”
Namun, ini juga membawa tantangan tersendiri, bagaimana mencetak pemimpin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gereja yang terus bertambah?
Pdt. Rimun mengakui, beberapa faktor penyebab penurunan jumlah pemuda yang memilih untuk melayani dengan masuk sekolah teologi. Salah satunya dengan terbukanya lapangan pekerjaan yang lebih luas dan berbagai pilihan untuk bisa berkarier, banyak anak muda kini lebih memilih mengejar karier di bidang lain daripada menjadi hamba Tuhan sepenuh waktu.
“Ada banyak faktor saya pikir. Karena para pemuda ini, dulu itu melihat bahwa panggilan pelayanan atau pelayanan gereja-gereja itu penting sekali. Tetapi ketika terbukanya lapangan pekerjaan yang begitu luas serta banyak pilihan yang tersedia, dan dimudahkan dengan tersedianya fasilitas dan kemampuan dari umat untuk menyekolahkan anaknya di perguruan tinggi, non-teologi, sehingga pemuda-pemuda itu tersebar di berbagai bidang. Dalam keadaan seperti itu, jumlah pemuda yang masuk ke sekolah teologi berkurang, dibandingkan dengan sebelumnya.”
Tak hanya itu, dikatakannya, dalam beberapa tahun belakangan ini, Sekolah Tinggi Teologi (STT) Baptis sempat mengalami peningkatan lalu kemudian memasuki masa Covid-19, STT-STT kembali mengalami kekurangan namun akhirnya mulai bangkit lagi meskipun secara umum masih kurang.
Direktur Misi Asia Pasific Baptist Fellowship (APBF), Pdt. Ardi Y. Wiriadinata mengungkapkan, regenerasi merupakan hal yang sangat penting dan harus dilakukan. “Ini sebetulnya bagian dari pemuridan yang harus terjadi di setiap lini pelayanan. Misalkan di GBP sebanyak mungkin jemaat dilibatkan dalam Sekolah Minggu. Di SM inilah terjadi pemuridan karena ada strukturnya. Pembinaan dalam struktur inilah yang memastikan terjadinya regenerasi kepemimpinan. Jadi guruguru SM disiapkan memang untuk melayani pelayanan penggembalaan (mengajar, berkunjung, memperhatikan, bersekutu, dan lainnya).”
Strategi mencari pemimpin di gereja untuk menjawab persoalan kekurangan pendeta menurut
Pdt. Robinson Rimun menjadi tanggung jawab semua pihak, tidak hanya STT-STT.
“Ada faktor yang dilupakan oleh para pemimpin maupun gembala-gembala sidang. Ketika mengembangkan gereja, mereka lupa harus juga mengembangkan atau mencari atau mengutus orang-orang yang siap menjadi hamba Tuhan. Coba perhatikan beberapa gereja yang kuat itu. Seperti ada gereja di Jakarta misalnya, punya beberapa, hampir puluhan cabang. Tetapi tidak ada satu pun dari gereja itu mengirimkan mahasiswa dari gerejanya ke STT. Ngga ada. Tetapi membuka, membiayai, mensupport puluhan cabang. Tetapi siapa yang datang, siapakah utusan mereka? Siapakah mahasiswa yang adalah utusan dari gereja itu sendiri? Kan nggak. Ini kan jadi jomplang. Seharusnya dipikirkan. Gereja yang mikir, gereja yang mengutus. Kita kan STT tidak membina orang dari anak-anak supaya terpanggil. Peran kita melatih, kita bina, kita arahkan. Yang melakukan itu gereja. Tetapi sebenarnya STT adalah mitra bersama dalam layanan. Semua terlibat, sunsugos itu. Kita bisa bersinergi satu dengan lain. Kita itu memperlengkapi umat yang terpanggil. Proses seleksi itu terjadi di gereja dan gereja yang mengutus. Lalu diperlengkapi di STT,” kata Pdt.Rimun.
Menurut Pdt. Martinus Ursia, ada dua hal yang perlu diperhatikan melihat kondisi kekurangan pendeta, yaitu pertama tentang regenerasi di ordonansi, di kependetaan.
“Yang kedua di jemaat, dilihat di kepemimpinan lokal jemaat maupun kepemimpinan regional, nasional. Sebenarnya, sumber-sumbernya dari gereja juga. Gereja support seseorang ke STT, lalu STT menerima, melengkapi dan kembali ke gereja menggunakan tenaga mereka. Tetapi ya itu, ini kan nggak seimbang ya. Kadang hal ini tidak disupport
gereja. Jadi salah satu yang penting adalah kita bersama-sama mendorong anak-anak kita bisa belajar di seminari, di STT. Lalu STT mempersiapkan. Jadi pemasukan dari gereja itu penting bagi kepemimpinan,” kata Pdt. Martinus.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan dalam regenerasi, Pdt. Budi menekankan pentingnya kerja sama dalam menghadapi kekurangan pendeta di gereja Baptis untuk bisa mengembangkan pola pelayanan yang sesuai dengan kontek di Indonesia.
“Misalkan sistem kongregasional Baptis di Indonesia harus beradaptasi dengan pola Indonesia sehingga bisa menjawab salah satunya kebutuhan akan pendeta atau hamba Tuhan konteks Indonesia sehingga menjadi pemikiran bersama dan jangan jalan sendiri-sendiri. Saya ingat ketika GGBI lahir, itu sebetulnya digagas oleh Pendeta Mulus ketika dia menyampaikan asas keluarga besar. Dia memperkenalkan model asas baru tentang gereja di Indonesia, gereja Baptis, yaitu model keluarga besar. Itu lompatan sejarah dan teologi yang dahsyat. Hanya generasi di bawahnya tidak bisa menangkap itu dan tidak mengerti pikiran itu. Dan itu tidak ada dalam pelajaran di kampus STT tentang keluarga besar itu,” terang Pdt. Budi.
Ia menambahkan, regenerasi harus dipandang sebagai tanggung jawab bersama, bukan hanya tugas dari sekolah teologi atau institusi tertentu. Gereja sebagai lembaga paling dekat dengan jemaat harus berperan aktif dalam mendukung proses ini.
Sementara, Ketua STIKES RS Baptis Kediri, Selvia David Richard, ketika dihubungi SB, menyampaikan soal regenerasi yang sedang dilakukan dalam lembaga ini. “Memang regenerasi itu kita lakukan. Kita kan memang lembaga Baptis ya, jadi kita pun mencoba untuk meregenerasi orang-orang
Baptis juga. Maksudnya staf yang adalah warga Baptis diletakkan di posisi-posisi strategis. Jadi, sejak awal mereka sudah belajar bagaimana pengelolaan, meskipun bukan pengelolaan secara institusi. Mungkin mereka mengelola di sebuah unit. Jadi itu yang dilakukan karena mereka perlu belajar (mulai) sekarang. Karena kan masa periode kepemimpinan itu kan nggak akan selamanya. Saya pun mungkin hanya dua periode saja setelah itu harus diganti,” ujarnya.
Proses regenerasi yang terjadi di dalam STIKES sendiri tak hanya memberi kesempatan bagi staf Baptis, tetapi juga dari pihak luar yang memiliki kompetensi yang sesuai. Hal ini dilakukan bukan tanpa alasan, melainkan berdasarkan pada pengalaman ketika peluang hanya dibuka untuk staf Baptis yang ternyata tidak memenuhi harapan.
“Ada orang-orang yang di luar Baptis itu punya kemampuan yang lebih. Sementara orang-orang
di dalam Baptis sudah diberi kesempatan tidak berkembang atau tidak kompeten. Saya lebih memilih bukan orang Baptis, tetapi kompeten. Ini menjadi trigger buat orang-orang Baptis, untuk mereka tidak merasa punya privilege (khusus). “Oh, aku Baptis. Ketika aku bekerja di lembaga Baptis, pasti nanti akan menduduki posisi yang strategis.” Tidak, saya tidak mau seperti itu. Di masa kepemimpinan periode kedua saya ini, pembantu ketua saya, tidak semuanya dari orang Baptis. Ada sekitar 50 persen atau setengahnya di luar Baptis,” ujar Selvia.
Ia pun berharap melalui profesi perawat ini, khususnya bagi orang-orang Baptis memiliki kesetiaan untuk membawa lembaga ini semakin bertumbuh, berkembang sehingga tidak hanya menyiapkan lulusan-lulusan yang kompeten di dalam profesi mereka, tetapi bagaimana melalui profesi mereka, mereka boleh menjadi pemberitapemberita kabar baik (Injil).
Penulis: Phil Artha Senna
Editor: Juniati
)*Pdt. Elia Umbu Zasa
Martabat diterjemahkan dari kata dignity dalam bahasa Inggris, yang memiliki makna keadaan atau kualitas yang layak untuk dihormati atau dihargai. Secara bebas kata ini berarti orang yang hidup dengan nilai moral tertentu yang membuatnya mampu mencapai taraf pantas dihormati, bukan karena status melainkan karena kualitas hidup.
Dalam konteks Alkitab, konsep pria bermartabat meliputi berbagai aspek yang mencerminkan cara Allah melihat dan mengarahkan peran serta lakilaki dalam masyarakat, keluarga, dan gereja. Alkitab mengajarkan bahwa seorang pria bertanggung jawab untuk memimpin dan melindungi keluarga mereka (Ef. 5:23; 1Tim. 3:4-5). Ini bukanlah dominasi atau tirani, tetapi tanggung jawab untuk memberikan arahan yang bijaksana dengan penuh kasih kepada keluarga.
Manusia diciptakan segambar dengan Allah (istilah Latin: imago Dei) (Kej. 1:26). Ini merujuk pada konsep bahwa manusia diciptakan menurut gambar atau rupa Allah. Pengertian ini memiliki implikasi teologis yang dalam, karena menegaskan nilai intrinsik dan martabat setiap individu manusia, serta memperkuat dasar moral untuk menghormati dan memperlakukan orang lain dengan hormat sebagai gambar Allah. Konsep ini memiliki dampak yang luas dalam pemikiran Kristen tentang etika, hak asasi manusia, perlakuan terhadap sesama, dan banyak lagi.
Pria bermartabat dihormati karena ketaatannya kepada Firman Allah dan kemampuannya untuk memimpin keluarga dan gereja sesuai dengan prinsip-prinsip yang dinyatakan dalam Alkitab (Yos. 1:8; Mzm. 1:2-3). Penting untuk diingat bahwa konsep pria bermartabat dalam Alkitab tidak bertentangan dengan konsep kesetaraan gender atau martabat wanita. Sebaliknya, Alkitab mengajarkan bahwa pria dan wanita, sambil memegang peran dan tanggung jawab yang berbeda, sama-sama dihormati sebagai ciptaan Allah yang bernilai dan memiliki peran penting dalam memuliakan nama-Nya.
Semangat pelayanan “Keluarga Besar” dalam Gabungan Gereja Baptis Indonesia (GGBI), selaras dengan nasehat Rasul Paulus kepada jemaat Galatia “bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus (Gal. 6:2). Camp Pria Baptis Indonesia (PBI) Nasional 2024 menyegarkan kembali filosofi “pria bermartabat”, yakni “bertumbuh, mandiri dan memberkati”.
Gagasan “berkeluarga besar” adalah semua umat Baptis Indonesia bersatu dan bersinergi dalam pelayanan Penginjilan, Pendidikan dan Sosial. Dengan kata lain, semangat kebersamaan Penginjilan dalam keluarga besar adalah berdoa bersama (pray together), bertindak bersama (play together) dan membayar atau menanggung bersama (pay together). Sementara visi GGBI hingga tahun 2040 adalah Keluarga Besar Umat Baptis Indonesia yang Misioner, Sehat dan Relevan. Visi besar ini dapat direalisasikan melalui kita umat percaya yang bermartabat dengan memelihara kesatuan di dalam Kristus (oneness in Christ), kebersamaan yang kuat dalam bergereja (strong togetherness in the church), dan kerelaan untuk berkorban bagi pekerjaan Tuhan (Willingness to sacrifice).
Harus diakui, manusia menghadapi berbagai tantangan sepanjang hidup, baik secara pribadi maupun dalam konteks gereja, budaya, serta masyarakat. Tantangan-tantangan ini saling terkait dan kompleks, dan sering kali membutuhkan solusi yang holistik dan kolaboratif dari berbagai sektor. Menghadapi tantangan-tantangan ini memerlukan kebijaksanaan, kerja sama antar individu, komunitas orang percaya, dan terlebih pertolongan Roh Kudus.
Marilah kita menjadi pria yang bertumbuh, mandiri dan menjadi berkat bagi keluarga, gereja dan masyarakat.
Editor: Juniati
*)John Piper
Pengaruh Agustinus di dunia Barat benar-benar sangat luar biasa.
Benyamin Warfield berpendapat bahwa melalui tulisan-tulisan karyanya, Agustinus “telah memasuki lingkungan gereja dan dunia sebagai suatu kekuatan yang revolusioner, dan tidak hanya menciptakan sebuah zaman dalam sejarah Gereja, tetapi... menentukan arah jalannya sejarahnya dalam dunia Barat hingga saat ini.” Penerbit majalah Christian History menyimpulkan “Setelah Yesus dan Paulus, Agustinus dari Hippo merupakan tokoh paling berpengaruh dalam dunia kekristenan.”
Agustinus lahir di Tagasta, dekat Hippo (sekarang: Aljazair), pada tanggal 13 November 354M. Patrikius, ayahnya, walaupun seorang petani kaum menengah, namun bekerja keras agar Agustinus mendapatkan pendidikan terbaik di sekolah retorika. Tahap pendidikan dimulai di Madaura, sekitar 30 kilometer dari kota asalnya. Agustinus mulai pendidikan di situ dari umur sebelas sampai lima belas tahun, setelah itu dilanjutkan satu tahun belajar di rumah. Kemudian dia melanjutkan di Kartago dari umur tujuh belas sampai dua puluh tahun.
Sebelum Agustinus meninggalkan Kartago untuk melanjutkan pendidikan selama tiga tahun, ibunya memperingatkan dia dengan sungguh-sungguh, “Jangan melakukan percabulan, terutama, jangan mengganggu istri orang.” Namun dalam salah satu tulisannya berjudul “Confessions”, Agustinus mengungkapkan “Ketika aku di Kartago, aku menyadari bahwa aku berada di tengah-tengah kemelut hawa nafsu daging … Kebutuhanku yang utama ada pada-Mu, ya Allahku, makanan bagi jiwaku. Aku tidak menyadari kelaparan ini.” Agustinus telah memadu seorang selir di Kartago dan hidup bersama dengan wanita ini selama lima belas tahun dan memiliki seorang anak darinya. Anak itu diberi nama Adiodatus.
Agustinus menjadi seorang pengajar retorika selama sebelas tahun berikutnya mulai dari umur sembilan belas sampai tiga puluh tahun.
Pada umur dua puluh sembilan tahun Agustinus pindah dari Kartago ke Roma untuk mengajar. Tetapi ia sudah jenuh dengan kelakuan para peserta didiknya sehingga ia pindah ke pos pelayanan di Milan pada tahun 384M. Di sana ia bertemu dengan Uskup Agung Ambrosius.
Pada saat itu Agustinus sudah terpengaruh oleh ajaran pandangan Plato yang dipertentangkan dengan ajaran Alkitab bahwa “Firman itu telah menjadi manusia” (Yoh. 1:14). Tetapi minggu demi minggu dia menyimak khotbah Ambrosius. “Aku menyimak dan mulai mengerti akan kefasihannya berkhotbah. Aku juga mulai mengerti kebenaran dari apa yang ia sampaikan, meskipun berjalan secara bertahap” (Confessions). Akhirnya, Agustinus menyadari bahwa dia tidak ditahan oleh sesuatu yang bersifat intelektual, tetapi oleh nafsu seksual, “Aku masih terikat kuat oleh cinta wanita” (Confessions)
Oleh karena itu, pergumulan ini akan ditentukan oleh jenis kesenangan yang menang dalam hidupnya. “Aku mulai mencari suatu cara untuk mendapatkan kekuatan yang kuperlukan untuk mengalaminya, tetapi aku tidak dapat memperolehnya sampai aku memercayakan diri pada pengantara antara Allah dan manusia, yaitu Yesus Kristus” (Confessions)
sumber: Catholic Bishop’ Conference https://www.cbcew.org.uk
Hebat
Kemudian tibalah salah satu hari yang paling penting dalam sejarah gereja. Kisah ini merupakan inti dari Confessions, dan salah satu karya kasih karunia yang luar biasa dalam sejarah, juga menunjukkan betapa hebat perjuangannya itu.
Hari itu lebih kompleks daripada kisah yang sering diceritakan, tetapi untuk masuk ke inti pergumulannya, marilah kita fokus pada krisis terakhir. Hari itu adalah akhir bulan Agustus 386M. Agustinus hampir berumur 32 tahun. Bersama Alipius
sahabatnya, dia berbincang-bincang mengenai pengorbanan dan kesucian hidup Antoni, seorang biarawan Mesir yang luar biasa. Agustinus merasa sangat menyesal, mengingat perbudakan hawa nafsunya sendiri yang menjijikan, sementara orang lain terbebaskan dan hidup kudus di dalam Kristus.
Ada sebuah taman kecil berdampingan dekat rumah tempat kami menginap… Aku sekarang terdorong merenungkan diri dengan gejolak dalam dadaku untuk ketenangan dalam taman itu, di mana tidak ada seorang pun yang dapat menggangguku lagi karena diriku sendirilah yang kulawan.
Merasakan diriku dipenuhi kegilaan yang akan membawa ke dalam kewarasan. Aku sekarat dengan kematian yang akan membawaku ke dalam kehidupan… Aku panik, dikuasai oleh kemarahan yang hebat atas diriku sendiri karena tidak menerima kehendak-Mu dan masuk ke dalam perjanjian-Mu… Aku menjambak rambut sendiri, memukul-mukulkan dahi dengan tinjuku; lalu meringkuk sambil memeluk lutut erat-erat.” (Confessions)
Tetapi kemudian dia mulai melihat dengan lebih jelas bahwa keuntungannya jauh lebih besar daripada kerugiannya, dan melalui mukjizat kasih karunia dia mulai mengenali betapa indahnya kesucian dalam hadirat Kristus.
Aku tertahan oleh perkara yang sepele…Mereka merenggut pakaian kedaginganku dan berbisik, “Apakah kamu akan memberhentikan kami? Mulai saat ini kami tidak akan pernah bersamamu lagi selama-lamanya.” …Dan ketika aku berdiri dengan gemetar berhadapan dengan penghalang itu, maka pada sisi lain aku dapat melihat keindahan murni hidup tanpa hawa nafsu seksual itu dalam dalam segala kedamaian, sukacita yang tak terbayangkan, begitu menarik hati mengajakku menyeberang dan tidak ragu-ragu lagi. Dia mengulurkan tangannya yang penuh kasih untuk menyambut dan merangkulku (Confessions).
“Ambillah dan Bacalah”
Nah, sekarang peperangan itu adalah antara keindahan kemurnian dan kasih sayangnya melawan manisnya hawa nafsu kedagingan.
“Di bawah pohon ara, aku menundukkan diri dan air mataku mengalir deras… dalam kesengsaraanku, kuterus menangis, “Sampai kapan aku harus terus berkata, ‘besok, besok saja”? Mengapa tidak sekarang? Mengapa tidak berhenti dari dosa menjijikkan itu saat ini?” (Confessions)
Di tengah tangisannya, Agustinus mendengar nyanyian seorang anak kecil , “ Ambilah dan bacalah. Ambillah dan bacalah.”
Artikel Teologi
Mendengar itu, aku mendongak, berpikir keras apakah ada permainan yang biasa anak-anak mainkan dengan menyanyikan kata-kata seperti itu. Tetapi aku tidak dapat ingat apa pernah mendengar kata-kata itu sebelumnya. Aku membendung air mata yang membanjiri wajahku dan bangkit berdiri, berkata pada diri sendiri bahwa ini pastilah perintah Tuhan untuk membuka Kitab Suciku dan membaca perikop ayat-ayat Alkitab pertama yang saya lihat (Confessions).
Maka Agustinus mengambil Kitab Suci pada bagian surat-surat Rasul Paulus, membuka beberapa halamannya dan matanya terpaku pada Roma 13:13 – 14, “…jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya.”
“Aku tidak ingin membaca lebih banyak lagi dan tidak perlu melakukannya,” tulisnya. “Karena dalam sekejap aku tersentak pada akhir kalimat itu, seolaholah cahaya keyakinan membanjiri hatiku dan segala keraguan itu hilang” (Confessions).
Agustinus dibaptis oleh Ambrosius pada hari Paskah tahun 387 M di Milan. Pada musim gugur saat itu ibunya meninggal dunia. Ibunya merupakan seorang wanita yang amat bahagia karena anak yang dilahirkannya itu selamat di dalam Kristus. Pada tahun 388 M, ketika berusia hampir 34 tahun, Agustinus kembali ke Afrika bermaksud mendirikan semacam biara baginya dan teman-temannya yang dia sebut sebagai “hamba-hamba Allah”. Ia telah melepaskan segala impiannya untuk menikah dan berkomitmen untuk hidup selibat serta miskin, ya, hidup bersama dengan orang lain dalam masyarakat. Dia ingin menjalani kehidupan pertapaan dalam biara.
Tetapi Allah memiliki rencana lain. Adiodatus, putra Agustinus, meningggal dunia pada tahun 389 M. Kerinduannya untuk kembali hidup tenang di kampung halamannya di Tagaste pupus selamanya. Agustinus melihat bahwa mungkin lebih strategis untuk mengembangkan komunitas biaranya ke kota Hippo yang lebih besar. Dia memilih Hippo sebab mereka sudah memiliki seorang uskup sehingga dia berharap nantinya tidak akan didesak menjabat peranan sebagai uskup. Tetapi dia salah perhitungan. Justru gereja mendatanginya dan mendesaknya untuk menjadi imam, untuk kemudian menjadi uskup di Hippo, di mana akhirnya ia tinggal selama sisa hidupnya di sana.
Maka, seperti banyak orang lain dalam sejarah gereja yang telah meninggalkan jejak yang abadi, pada umur 36 tahun Agustinus terdorong
meninggalkan kehidupan membiara penuh kontemplasi ke dalam kehidupan sehari-hari yang penuh kegiatan. Agustinus mendirikan sebuah biara di halaman gereja dan selama hampir 40 tahun dia membina suatu kelompok imam dan uskup yang dipenuhi dengan ajaran Alkitab, untuk kemudian ditahbiskan di seluruh dunia untuk membawa pembaruan bagi gereja-gereja. Dalam perjalanan hidupnya ia mempertahankan doktrin ortodoks yang banyak ditentang dan menulis banyak buku yang paling berpengaruh dalam sejarah kekristenan termasuk Confessions, On Christian Doctrine, On the Trinity, dan The City of God
Ketika Agustinus menyerahkan kepemimpinan gerejanya pada tahun 426 M, empat tahun sebelum ia meninggal, penggantinya diliputi rasa ketidakmampuan. “Sang tokoh diam saja,” ucapnya, mengkhawatirkan suara raksasa spiritual itu akan hilang seiring waktu berjalan.
Tetapi Sang tokoh tidak diam, tidak pada tahun 426 M, tidak pada tahun 2018, dan tidak pada abad-abad berikutnya. Selama 1.600 tahun, suara Agustinus terus berkumandang mengajak para pendosa yang lapar untuk berpesta dalam sukacita Yesus Kristus yang membebaskan dan berdaulat.
Betapa manis dan indahnya segalanya bagiku dilepaskan dari kesenangan hawa nafsu daging yang dulu tidak ingin kulepaskan….Engkau singkirkan semuanya itu dariku dan menggantikannya dengan sukacita yang lebih indah dari segalanya meski bukan kenikmatan hawa nafsu jasmani, Engkau yang lebih terang dari semua cahaya, namun tersembunyi lebih dalam dari rahasia apa pun di dalam hati kami, Engkau yang melampaui semua kehormatan, meskipun tidak di mata manusia yang melihat semua kehormatan di dalam diri mereka sendiri.... Ya Tuhan Allahku, Terangku, Kekayaanku, dan Keselamatanku (Confessions).
John Piper (@JohnPiper) adalah pendiri dan pengajar desiringGod.org serta chancellor Bethlehem College & Seminary. Selama 33 tahun, beliau melayani sebagai gembala sidang di Bethlehem Baptist Church, Minneapolis, Minnesota. Beliau menulis lebih dari 50 buku, termasuk “Desiring God: Meditations of a Christian Hedonist” dan yang terbaru adalah “Foundations for Lifelong Learning: Education in Serious Joy”.
Artikel ini merupakan hasil kerja sama antara LLB dengan Desiring God International Penerjemah: Deni Yusuf Editor: Fajar Supriono & Juniati
*)John Bloom
Keintiman dengan Allah dapat terjadi dan tercipta bagi Anda sesuai janji-janji-Nya. Kerinduan Allah atas Anda untuk menikmati persekutuan yang erat bersama-Nya merupakan suatu ujian iman yang lebih penting daripada yang lainnya (Yak. 1:2-4).
Keintiman adalah apa yang kita sebut sebagai pengalaman untuk benar-benar mengenal dan dikenal oleh orang lain. Kita sering menggunakan bahasa spasial ketika membicarakan keintiman. Seorang teman yang intim adalah seseorang yang sangat dekat dengan kita, ia pasti mengenal kita pada tingkat yang dalam. Jika terjadi sesuatu yang merusak keintiman dengan teman, maka ia akan merasa jauh dari kita. Atau seseorang yang tidak mengenal kita secara mendalam hanya mengenal kita pada tingkat yang dangkal.
Namun tentu saja keintiman bukan hanya bersifat spasial, tetapi bersifat relasional. Kita semua mengerti bagaimana rasanya kalau kita duduk bersebelahan dengan orang yang kita rasa “jauh” dan kita bisa merasa “dekat” dengan orang yang berada ribuan kilometer jauhnya.
“Pengetahuan alkitabiah jauh lebih besar nilainya daripada emas ketika hal itu menguatkan kepercayaan kita kepada Allah. Jika tidak, hal itu hanya akan memicu kesombongan kita.”
Apa yang membuat kita merasa intim dengan orang lain? Ada banyak bahan untuk keintiman dan setiap hubungan intim yang kita miliki memiliki resep
yang berbeda. Namun demikian, hal yang sama untuk semuanya adalah kepercayaan. Kita tidak dapat menjadi intim dengan seseorang kalau kita tidak mempercayainya.
Kepercayaan adalah inti dari keintiman. Semakin kita memercayai seseorang, semakin dekat kita membiarkan mereka mendekati kita. Sejauh mana kepercayaan dikompromikan dalam suatu hubungan adalah sejauh mana keintiman menghilang.
Hal ini sama benarnya dalam hubungan kita dengan Allah seperti halnya dalam hubungan kita dengan sesama manusia. Pengalaman kita akan kedekatan atau kejauhan Allah bukanlah gambaran dari kedekatan-Nya yang sebenarnya dengan kita, tetapi justru dari pengalaman keintiman kita denganNya. Alkitab menerangkan kepada kita bahwa Allah intim dengan orang-orang yang memercayai-Nya. Semakin kita memercayai Allah, semakin intim kita mengenal-Nya. Perasaan jauh dari Allah sering kali terjadi karena adanya gangguan dalam kepercayaan, seperti dosa atau kekecewaan.
Sebagai orang Kristen, kita ingin mengalami keintiman bersama dengan Allah. Seperti pemazmur, kita dapat berkata, “…aku suka dekat pada Allah…” (Mzm. 73:28). Selain itu, kita dapat memperhatikan nasihat Yakobus dan mengalami janji-Nya, “Mendekatlah kepada Allah, maka Ia akan mendekat kepadamu.” (Yak. 4:8).
Salah satu kesalahan yang umum terjadi adalah berpikir bahwa kedekatan dengan Allah dapat dicapai melalui banyaknya pengetahuan. Tentu saja, untuk mengenal Allah secara mendalam, kita harus mengetahui hal-hal penting tentang Allah. Yesus berkata, “dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu” (Yoh. 8:32) dan Dia menunjukkan bahwa banyak orang menyembah apa yang tidak mereka kenal (Yoh. 4:22).
Tetapi dalam sejarah gereja Kristen tidak banyak pengetahuan teologi yang diperoleh sebanyak orang seperti pada zaman sekarang ini. Gereja Amerika
mungkin paling banyak menikmati kelimpahan pengetahuan itu. Kita dibanjiri dengan terjemahan Alkitab, buku-buku yang baik isinya, artikel-artikel yang mendalam, rekaman khotbah, wawancara, film dokumenter, musik, dan banyak lagi.
Namun di negara kita tidak banyak yang seperti Henokh (atau tidak menjumpai orang-orang seperti itu), orang-orang kudus yang berjalan bersama Allah dengan sangat intim (Kej. 5:24; Ibr. 11:5). Mengapa seperti itu? Sebab pengetahuan tidaklah sama dengan kepercayaan. Itulah sebabnya Yesus berkata kepada para pemimpin agama Yahudi pada zamannya, beberapa di antaranya memiliki pengetahuan yang melimpah tentang Kitab Suci,
Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu.” (Yoh. 5:39-40)
Pengetahuan alkitabiah jauh lebih berharga nilainya daripada emas ketika memperkuat kepercayaan kita kepada Allah, karena pengetahuan itu mendorong keintiman kita dengan Allah (Mzm. 19:10). Tetapi jika pengetahuan alkitabiah menggantikan kepercayaan kita kepada Allah, maka hal itu hanya akan mendorong kesombongan kita (1 Kor. 8:1).
Kesalahan umum lainnya adalah mencoba mencapai keintiman dengan Tuhan melalui pengalaman estetika yang subjektif. Kita bisa menyebutnya sebagai pendekatan “Ladang Mimpi”**), jika kita membangun lingkungan yang tepat, Tuhan akan “datang”.
Beberapa orang menciptakan suasana ibadah dalam lingkungan liturgi yang tinggi, dirancang untuk menginspirasi pengalaman rohani transenden dan mengagungkan. Beberapa orang lainnya menciptakan acara ibadah kontemporer yang dirancang untuk menginspirasi pengalaman imanensi. Sementara yang lainnya mengadakan kebangunan rohani, dengan berharap bahwa kedekatan dengan kuasa Allah akan menghasilkan kedekatan dengan Allah.
Jika kita sungguh-sungguh memercayai Allah, maka ibadah-ibadah semacam itu dapat menguatkan keintiman kita dengan Allah. Tetapi tidak satupun dari mereka yang secara inheren memiliki kuasa untuk memunculkan kedekatan Allah kepada kita.
“Allah terkesan dengan iman kita bukan pada prestasi kita.”
Bayangkanlah seperti ini, “Makan malam disertai cahaya lilin dengan musik yang romantis, menyemarakkan hubungan kemesraan dan mendorong momen keintiman yang manis antara suami dan istri. Tetapi itulah yang terjadi, jika hanya sejauh kondisi tersebut mendorong dan memperdalam rasa saling percaya dan cinta mereka. Jika ada jarak relasional di antara mereka karena kurangnya kepercayaan, estetika itu sendiri tidak memiliki kekuatan untuk menjembatani jarak tersebut. Hanya kepercayaanlah yang dapat memulihkannya.
Rahasia untuk memiliki keintiman dengan Allah dan membuat-Nya mendekat kepada kita terungkap dengan jelas dalam Alkitab. Kita memiliki keintiman dengan Allah hanya melalui iman kepada Kristus yang sudah membukakan jalan masuk ke hadirat Allah (Ibr. 4:14-16; 7:25; Flp. 3:9), dan kita memercayai segala “janji-janji-Nya yang sangat berharga dan sangat agung” yang diaminkan bagi kita di dalam Kristus (2 Ptr. 1:4; 2 Kor. 1:20).
Allah terkesan dengan iman kita, bukan pada prestasi kita. Jika kita kurang beriman, Dia tidak tertarik pada banyaknya pengetahuan kita atau kualitas dari peristiwa-peristiwa estetika kita.
Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia. (Ibr. 11:6)
Ketika Allah melihat seseorang yang hatinya sungguh-sungguh mempercayai segala janjiNya dan hidup beriman, maka Allah datang untuk mendukung orang kudus tersebut (2Taw. 16:9) dan menyatakan diri-Nya kepadanya:
Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Aku pun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya.” (Yoh. 14:21)
“Apa yang paling Anda percayai saat ini adalah Allah menginginkan Anda lebih dekat dengan-Nya.”
Allah menginginkan keintiman dengan Anda. Kristus telah melakukan segala pekerjaan berat di kayu salib untuk mewujudkannya. Apa yang Allah inginkan hanyalah agar Anda percaya kepada-Nya (Yoh. 14:1). Dia ingin Anda memercayai-Nya dengan segenap hati (Ams. 3:5).
Ajakan-Nya kepada Anda itu berarti untuk merasakan keintiman dengan-Nya dengan menunjukkan pemeliharaan dalam hidup Anda yang menguji iman Anda lebih daripada segalanya. Apa yang paling Anda percayai saat ini adalah Allah menginginkan Anda untuk mendekat kepada-Nya.
Kemungkinan besar ini adalah undangan yang ingin ditolak oleh daging Anda. Namun, ketika Anda membaca Alkitab, bukankah banyak yang menjadi saksi (Ibr. 12:1) semuanya setuju dengan Yakobus dan Petrus bahwa ujian iman yang paling berat adalah jalan menuju sukacita yang sepenuhnya berlimpah (Yak. 1:2-4; 1Ptr. 1:8-9)? Dan bukankah mereka setuju dengan Paulus bahwa tidaklah sebanding antara sukacita karena mengenal Kristus dan kemuliaan yang akan datang (Flp. 3:8; Rm. 8:18)?
Keintiman dengan Allah sering kali terjadi di tempat-tempat di mana kita harus paling mempercayai-Nya. Surga di bumi adalah sukacita yang tak terlukiskan dan damai sejahtera yang melampaui segala akal budi yang datang dari mempercayai Allah dengan sepenuh hati (Flp. 4:6-7). Sesuai dengan yang dikatakan oleh penulis nyanyian rohani kuno, “mereka yang percaya kepada-Nya sepenuhnya, mendapati Dia sepenuhnya benar.”
*) Jon Bloom (@Bloom_Jon) melayani sebagai pengajar dan salah satu pendiri Desiring God. Beliau merupakan penulis empat buku, termasuk “Not by Sight” dan yang terbaru adalah ”True to His Word”. Jon dan istrinya memiliki lima orang anak dan bertempat tinggal di Twin Cities.
Artikel ini merupakan hasil kerja sama antara LLB dengan Desiring God International Penerjemah: Deni Yusuf Editor: Fajar Supriono & Juniati
*)David Mathis
Natal mengungkapkan dan memisahkan sejarah dalam dua perspektif. Sampai Natal pertama itu, Yesus sebenarnya sudah ada sejak kekekalan, Anak Allah, pribadi kedua dari hakikat keberadaan Allah. Ia adalah pengantara dari terciptanya alam semesta ini (Yoh. 1:3; Kol. 1:16; Ibr. 1:2), dan sejak permulaan adanya waktu, Ia telah menopang seluruh alam semesta ini (Kol. 1:17; Ibr. 1:3). Tetapi kemudian terjadilah perubahan besar, yang mendatangkan berkat kehidupan yang sesungguhnya. Firman itu telah menjadi daging (Yoh. 1:14), Allah telah menjadi manusia. Sang Pencipta alam semesta ini datang menjadi manusia, Sang Penulis yang membuat cerita-Nya sendiri dan berperan sebagai seorang karakter. Tanpa meninggalkan kodrat ilahiNya, Ia datang dalam keberadaan-Nya sebagai manusia sepenuhnya yang disebut INKARNASI atau PENJELMAAN.
“Tanpa meninggalkan kodrat ilahi-Nya, Ia datang dalam keberadaan-Nya sebagai manusia sepenuhnya yang disebut INKARNASI atau PENJELMAAN.”
Kebenaran spektakuler inilah yang menjadi inti perayaan Natal yang kita sebut “Inkarnasi”, yang berarti Anak Allah “menjadi daging”—Allah sendiri membuat diri-Nya berdaging dan berdarah seperti manusia. Natal adalah saat Allah menambahkan kodrat manusia ke dalam kodrat keilahian-Nya sehingga Ia bisa menyelamatkan kita manusia, dari kemurtadan jiwa dan melimpahkan kehidupan abadi yang kita miliki sejak manusia diciptakan pada mulanya.
Natal merupakan sebuah pernyataan yang sungguh mulia dan juga suatu misteri yang menakjubkan. Inilah suatu misteri terbesar dalam sejarah, bagaimana Allah sendiri menjadi manusia sepenuhnya tanpa meninggalkan keilahian-Nya, bahwa Allah dalam segala sifat keilahian-Nya benar-benar menyatu dalam segala kodrat manusia. Sejarah gereja telah menetapkannya sebagai “kesatuan Hipostatik”, menyatukan dua kodrat yang berbeda dan yang tidak terpisahkan dalam satu pribadi (“Hipostatik” itu sebuah kata padanan istimewa untuk “Pribadi”). Yesus itu sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia dalam satu pribadi spektakuler.
Kesatuan Allah dan manusia dalam diri Yesus inilah yang memungkinkan kesatuan kita dengan Allah dalam diri-Nya. Namun misteri terbesar ini bukanlah tentang bagaimana kita bersatu dengan Allah dalam iman kita (hanya oleh kasih karunia semata dan pekerjaan Roh Kudus) melainkan bagaimana Allah menyatakan diri-Nya kepada kita dalam diri satu pribadi Kristus.
Seorang pakar teologi, D.A. Carson mengatakan, “Kesatuan ini sedemikian sempurnanya, sehingga meskipun Ia memiliki dua kodrat, Ia tetap menjadi Pribadi yang terlalu indah untuk menjadi suatu kenyataan.” Russel Moore, pakar teologi lainnya, menambahkan, “Dengan demikian, Yesus sungguhsungguh menopang dan menanggung segala beban kita dalam kemanusiaan-Nya.”
Jika Anda bertanya kepada Moore mengenai pribadi Kristus, maka apa yang tertulis dalam Ibrani 2:11-14 tentang kemanusiaan Yesus mencuat dalam pikiran kita. “Kemanusiaan Yesus sering kali sulit dimengerti
oleh kaum Injili.” Kita mudah sekali memandang keilahian Yesus itu sebagaimana kepercayaan ortodoks. Kita sudah belajar bahwa Yesus itu adalah Allah. “Kita mengerti keilahian-Nya tetapi Ia juga sungguh manusia sejati”.
Moore menyimpulkan empat ketetapan yang berasal dari para pemimpin Gereja mula-mula untuk menghindari kita berbuat kesalahan atas misteri Natal termulia dalam Pribadi Kristus karena sebenarnya; Ia itu sepenuhnya Allah, Ia sepenuhnya manusia, Ia satu Pribadi dan Ia memiliki dua kodrat.
sumber : www.freepik.com
Kesulitan bagi pikiran manusia adalah kita cenderung memandang keilahian-Nya dan kemanusiaan-Nya sebagai kebersamaan yang tersendiri, yang terpisah satu sama lainnya. Kita mungkin berspekulasi, jika Ia “menjadi manusia” kita berpikir dalam satu sisi bahwa keilahian-Nya hilang menjadi Allah. Kemudian kita mendapatkan satu ayat Alkitab, Filipi 2:7 bahwa Dia “mengosongkan diri-Nya sendiri” dan kita bertanya, apakah itu berarti Ia mengosongkan diri-Nya dari sifat-sifat keilahian-Nya?
Carson menjawab bahwa ungkapan mengosongkan diri-Nya itu sebenarnya merupakan suatu ungkapan penyangkalan diri, Ia merendahkan diri-Nya sepenuhnya, bukan saja menjadi seorang manusia tetapi sampai rela tercela dan tersiksa di atas kayu salib. Ini berbicara tentang pelecehan diri yang tidak manusiawi, tidak berperikemanusiaan, tidak terbayangkan dan tidak terlukiskan untuk menjadi manusia sampai rela terhina sebagai seorang hamba bahkan sampai mati di atas kayu salib.
Penjelmaan itu tetap merupakan suatu misteri mulia. Dari wawancara dengan Carson dan Moore, ada tiga pelajaran penting dalam ajaran doktrin yang bermisteri ini:
1. Keilahian-Nya dan kemanusiaan-Nya tidak terpisah satu sama lainnya
Carson mengatakan, “Kedua kodrat itu tidak saling meniadakan keberadaannya. Dia sepenuhnya manusia dalam segalanya dan sepenuhnya juga Allah dalam segalanya, dalam dua kodrat yang berbeda, bahkan pada waktu bersamaan juga. Kita menegaskan bahwa keduanya menyatu dalam satu pribadi. Itulah gambaran yang perlu dijelaskan untuk menghindari segala perbedaan yang timbul dalam Perjanjian Baru atas apa yang telah disimpulkan Alkitab tentang Yesus sebagai Manusia-Allah.”
Dari pelajaran ini tentang pribadi Kristus yang sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia yang saling melengkapi itu dapat mencerahkan konsep pemikiran yang salah dan juga dari pandangan yang bersifat multidimensi juga seperti penulisan Alkitab yang bersifat ilahi dan pertentangan antara kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia.
2. Kemanusiaan yang berkaitan dengan kehidupan yang tidak layak
Moore menjelaskan tentang kehidupan Yesus selama kira-kira tiga dasawarsa itu sebagai pekerja buruh harian yang tidak dihargai sepenuhnya. Tahun demi tahun dalam kehidupan-Nya yang sederhana sebelum memasuki pelayanan publik, Ia menunjukkan pekerjaan mulia dan pembaharuan budi pekerti atas kehidupan kita yang duniawi dan monoton serta tidak menentu.
Hidup-Nya menjadi manusia mencerminkan nilai-nilai kehidupan yang mulia dan mengagumkan sebagai makhluk ciptaan Allah bahkan lebih mulia pekerjaan-Nya dari malaikat. Semua hal ini yang sekarang telah dinyatakan kepada kita melalui orang-orang yang telah memberitakan kabar baik, justru hal-hal yang ingin diketahui oleh malaikatmalaikat (1 Pet. 1:12). Yesus bukanlah seperti malaikat yang duduk di tahta alam semesta ini tetapi Ia menjadi seorang manusia (Ibr. 2:9). Betapa mulianya Yesus itu sehingga Ia tidak malu menyebut mereka saudara (Ibr. 2:11).
3. Yesus menjadi fokus Doa dan Penyembahan kita
Ia datang menjadi manusia bagi kita sebagai gambar Allah yang tidak kelihatan (Kol. 1:15) dan juga sebagai cahaya kemuliaan Allah (Ibr. 1:3) bagi kita dan terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang datang dan nampak pada wajah Kristus (2 Kor. 4:6) dan Ia adalah lampu yang menyinari sebab kemuliaan Allah meneranginya dalam suatu ciptaan baru yang tidak memerlukan matahari dan bulan untuk meneranginya (Why. 21:23).
Demikian Moore berkata bahwa kalau berdoa “dalam nama Yesus” bukanlah menjadikan suatu
mantera. Yesus itu satu-satunya manusia yang dapat menghampiri Allah. “Siapakah yang boleh naik ke atas gunung TUHAN ?” itulah pertanyaan yang diucapkan dalam Mazmur 24 dan jawabannya pasti hanya Yesus itulah satu-satunya manusia yang menggenapi pernyataan nubuat itu dan hanya dalam Yesuslah kita juga bisa masuk ke hadirat TUHAN.
Misteri Natal yang mulia itu adalah penyataan wahyu ilham Allah juga, “Allah telah menyatakan diri-Nya bersama dengan kita selama-lamanya,” ujar Moore. “Allah telah mengidentifikasikan diri-Nya menjadi sama dengan kita dan bersama dengan kita untuk selama-lamanya .”
*) David Mathis (@davidcmathis) merupakan executive editor desiringGod.org dan pendeta Cities Church. David sudah menikah dan memiliki empat orang anak, juga merupakan penulis “Workers for Your Joy : The Call of Christ on Christian Leaders” yang diterbitkan pada tahun 2022.
Artikel ini merupakan hasil kerja sama antara LLB dengan Desiring God International
Penerjemah: Deni Yusuf Editor : Juniati
Konferensi Arise Indonesia 2024 yang merupakan tindak lanjut dari Arise Asia di Bangkok pada bulan Juli 2023 lalu menjadi momen penting dalam gerakan misi di Indonesia. Tema yang diangkat adalah “FINISHING THE TASK”. Acara ini berlangsung dari 31 Juli sampai 3 Agustus 2024, di Nusa Pujian Convention Center, Bali, dan dihadiri 1.000 orang yang menjadi peserta, panitia bahkan volunteer dari seluruh Indonesia serta perwakilan dari negara-negara di luar Indonesia.
Konferensi ini secara khusus menargetkan kaum muda, pelajar, dan profesional muda berusia antara 18 sampai 35 tahun, dengan tujuan utama menginspirasi dan membekali mereka untuk melanjutkan misi “Pergi ke Tempat yang Tidak ada Injil” sehingga semangat misi terus dikobarkan dalam hati setiap peserta yang akan dibekali dengan pengetahuan, media dan jejaring yang diperlukan.
Selain itu, konferensi ini bertujuan untuk meregenerasi, memberdayakan dan memobilisasi individu-individu muda untuk menjadi katalisator misi di komunitas mereka dan sekitarnya. Arise Indonesia sendiri mengadakan berbagai sesi, lokakarya, dan seminar dari narasumber berpengalaman, seperti Dr. David Platt. Semua sesi ini mencakup berbagai topik yang berhubungan dengan misi, seperti penginjilan, pemuridan, kepemimpinan, dan pelayanan lintas budaya.
Selama konferensi, Lembaga Literatur Baptis (LLB) turut berpartisipasi dalam pameran dengan menampilkan produk-produk yang diterbitkan oleh LLB. Ada 20 lembaga misi yang juga terlibat di dalam pameran, dan LLB merasa sangat diberkati dengan kesempatan untuk mengenal lembaga lain serta membangun kerjasama untuk bersama-sama membawa jiwa misi melalui platform pelayanan masing-masing.
Meskipun perjalanan (darat) Bandung ke Bali memakan waktu hampir 23 jam, namun rasa lelah yang dirasakan terbayarkan dengan sambutan hangat dari anak-anak muda yang mengikuti konferensi yang sangat ingin tahu tentang pelayanan LLB serta literatur yang disediakan.
Kerjasama dengan Desiring God Ministries untuk menerbitkan buku-buku John Piper juga menjadi berkat tersendiri bagi para peserta konferensi, ketika sebuah buku baru terbitan LLB yang ditulis oleh John Piper berjudul “Don’t Waste Your Life” (tersedia dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris) dibagikan sebanyak 1.000 eksemplar secara gratis oleh LLB untuk semua peserta konferensi Arise Indonesia.
“Saya penggemar buku-buku John Piper! Happy sekali ketika ada bukunya yang dibagiin di sini, gratis pula! Makasih LLB” ujar salah seorang peserta.
Penulis: Tim SB
Editor: Juniati