WKC (Warta Keluarga Chevalier) Oktober 2014

Page 1

TAHUN XII • NO. 8• OKTOBER 2014

Chevalier W A R TA

K E L U A R G A

Membangun cinta persaudaraan

SELAMAT JALAN GURU RIBUT GURU RIBUT YANG SEDERHANA ITU TELAH PERGI

dari terra incognita MENJADI TERRA SANCTI SPIRITUS UMAT KATOLIK DI LARAT DAN FORDATA MERAYAKAN 100 TAHUN MASUKNYA GEREJA KATOLIK

100 TAHUN GEREJA KATOLIK DI LARAT DAN FORDATA APA MAKNA PERINGATAN 100 TAHUN MASUKNYA GEREJA KATOLIK DI LARAT DAN FORDATA?

AMETUR UBIQUE TERRARUM COR IESU SACRATISSIMUM, IN AETERNUM OKTOBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 1


04 menjaga hati

DAFTAR ISI

Tontotan-tontonan drama dan polemik politik seperti akhir-akhir ini mengajarkan kita bahwa menjaga hati adalah mutlak perlu.

DARI TERRA INCOGNITA MENJADI TERRA SANCTI SPIRITUS Perayaan 100 tahun iman Katolik masuk ke Larat dan Fordata mengingatkan bahwa tanah yang tak dikenal itu kini menjadi tanah Roh Kudus.

07 20 kaul kekal 9 frater msc Sabtu , 18 Oktober 2014 menjadi saat rahmat bagi Tarekat MSC Provinsi Indonesia. 9 MSC muda mengikrarkan prasetya seumur hidup di Skolastikat MSC Pineleng.

12 SELAMAT JALAN GURU RIBUT Romo Petrus Canisius Budirahardja MSC yang dikenal sebagai Guru Ribut yang sederhana itu telah pergi. Selamat jalan Guru Ribut!

15

SPIRITUALITAS Hati 2 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | OKTOBER 2014


PERTEMUAN

24

AWAM KELUARGA CHEVALIER

KEUSKUPAN PURWOKERTO ADVOKASI SEBAGAI SUARA KENABIAN GEREJA

36 nyampah: mencuri dari meja orang miskin

Masalah kekerasan, perusakan lingkungan hidup dan perdagangan manusia di negeri ini masih sangat memprihatinkan. Menghadapi persoalan dan penderitaan ini Gereja terus terpanggil untuk melakukan aksi nyata.

Tidak berbagi kekayaan dengan kaum papa dan bahkan memboroskannya, adalah mencuri dari mereka dan mengambil mata pencaharian mereka.

41

BINA MENTAL PRANOVIS MSC

HAL. 28

RETRET SPIRITUALITAS HATI SUSTER TMM WILAYAH JAWA

HAL. 30

INSPIRASI KEMARTIRAN CHEVALIER

HAL. 35

HAND & BODY LOTION P. VICTOR KAANUBUN MSC

HAL. 48

EDITORIAL

Diterbitkan oleh: Ametur Indonesia Redaktur: Stephanus Berty Tijow MSC Keuangan: Sr. M. Rosina Angwarmase PBHK Grafis & Tata Letak : Stephanus Berty Tijow MSC Team Redaksi:  P. Stephanus Berty Tijow MSC  Sr. M. Violetha Kereh PBHK  Fr. Vincensius BHK  P. Patris Jeujanan MSC  Sr. M. Evarina PBHK  Sr. M. Fransina Ulmasembun TMM Distribusi : Keluarga Chevalier Kontributor:  P. Joseph Harbelubun MSC  P. Jimmy Balubun MSC  P. Antonius Dedian MSC  P. Lexy Sarkol MSC  P. Aris Angwarmase MSC  P. Gregorius Hertanto MSC  Sr. M. Margaretha PBHK  Sr. M. Cornelia PBHK  Sr. M. Agusta PBHK  Fr. Kardinus BHK  Fr. Patrik BHK  Sr. M. Paskalina Fun TMM  Bp. Yan Pontoan  Drg. Petrus Sidharta Maringka Koresponden Luar Negeri:  P. Hermas Asumbi MSC (Jepang)  P. Angky Welliken MSC (Ekuador)  P. Adrianus Budhi MSC (US)  P. Alfin Buarlele (Australia)  P. Anton Kaseger (Australia)  Sr. M. Valentine PBHK (Afrika)  Sr. M. Virginia PBHK (Afrika)  P. Timoteus Ata MSC (Philippines).

AMETUR INDONESIA Lantai 1 Gedung Pax, Jl. KH. Hasyim Ashari No. 23 JAKARTA 10130 Tlp : (021) 6326737, 63857105. Fax : (021) 6326778. Email: ameturindonesia@gmail.com; wartakeluargachevalier@gmail.com

OKTOBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 3


BUDAYA CINTA Oleh: P. Johanis Mangkey MSC

MENJAGA HATI

Drama politik di tanah air akhir-akhir ini seakan tak berujung. Inikah wajah Indonesia yang berbudaya luhur? Dalam bulan-bulan terakhir ini drama-drama politik di tanah air Indonesia tidak berujung, rakyat menjadi bingung. Dalam pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden RI dan wakilnya, yang diklaim berhasil, rakyat telah menjatuhkan pilihannya untuk para wakil rakyat dan para pemimpinnya. Ada yang menang, ada yang kalah. Ada yang puas, ada yang tidak puas. Ada yang senang, ada yang kecewa. Kekalahan, ketidakpuasan dan kekecewaan tidak selalu mudah diterima. Hasrat dan kehausan akan kekuasaan menjadi semakin kentara mengemuka ketika kemenangan yang dikejar tidak tercapai. Segala cara dan akal dicari untuk memenuhinya. Sesungguhnya kepada mereka ditumpukan harapan rakyat untuk suatu hidup yang lebih baik, sejahtera, adil dan damai. Walaupun sudah lebih dari satu bulan dilantik, sebagai ganti kerja, kerja, kerja untuk kesejahteraan rakyat dan kepentingan bangsa dan negara, namun para wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat yang terhormat masih terus menerus mempertontonkan serial drama serta polemik politik berkepanjangan dan tidak terhormat. DPR terbelah menjadi kubu KMP (Koalisi Merah Putih) dan KIH (Koalisi Indonesia Hebat). Pekerjaan yang sesungguhnya sebagai wakil rakyat, seperti fungsi-fungsi legislasi, pengawasan, check and balance lumpuh dan mandul, hanya karena pertarungan kepentingan

kekuasaan melalui alat kelengkapan dewan (AKD) antara dua kubu tersebut. Sejumlah kebijakan pemerintah yang memerlukan peran dan fungsi DPR tidak berjalan. Salah satu bentuk ketidakpuasan dan perlawanan adalah munculnya Pimpinan DPR Tandingan. Tidak sedikit kritik-kritik yang dilontarkan oleh elemen-elemen masyarakat. Namun, nampak jelas yang mengemuka bukanlah hati yang menimbang, bijak dan peduli demi kepentingan rakyat yang dilayani, tetapi ego kubu/kelompok demi kekuasaan. Nurani kenegarawanan sebagai penyelenggara negara dan bangsa mati ketika ego kubu mendominasi guna merebut kekuasaan demi kekuasaan. Keahlian, kelihaian, retorika berpolitik tidak dibarengi dengan hasrat untuk sungguh-sungguh memperjuangkan kepentingan rakyat, bangsa dan

4 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | OKTOBER 2014

negara. Para wakil rakyat yang seharusnya menjadi panutan masyarakat dan turut mencitrakan wajah Indonesia mempertontonkan sifat-sifat egoistis dan tidak terpuji. Yang mengemuka bukanlah fighting spirit (semangat juang) untuk kemajuan bersama, tetapi demi tujuan-tujuan sektarian kelompok/kubu; cara-cara kasar dan tidak bermartabat pun tidak segan-segan ditempuh. Tidak mengherankan apabila muncul kesan: para anggota DPR saja tawuran apalagi hanya anak-anak sekolah atau warga kampung! Inikah wajah Indonesia yang mengklaim salah satu negara demokratis dunia? Inikah wajah Indonesia yang mengklaim sebagai salah satu negara berbudaya luhur, yang mengedepankan persatuan, musyawarah dan mufakat? Di manakah nilai-nilai Pancasila yang dipuji oleh dunia internasional?


Pertarungan dan perebutan kekuasaan di lembaga wakil rakyat tiada henti. Inikah wajah Indonesia yang demokratis? Apakah semua tontonan politik itu hanya lakon-lakon biasa dalam dinamika hidup berbangsa ataukah mengekspresikan kualitas hidup berbangsa dan bernegara, kualitas manusia Indonesia, kualitas hati suatu bangsa? Inikah karakter manusia Indonesia, hasil bentukan suatu proses edukasi di lembaga-lembaga pendidikan dan pembinaan berkurikulum nasional? Tontotan-tontonan drama dan polemik politik seperti termaksud di atas mengajarkan kita bahwa menjaga hati (custodia cordis) adalah mutlak perlu. Sejenak kita bercermin pada Kitab Suci, di mana “hati” merupakan kata kunci. “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan” (Ams 4:23). Penulis kitab Amsal menegaskan bahwa hati memiliki arti lebih mendalam dari sekedar organ tubuh. Hati adalah sumber kehidupan; dari hati terpancar kehidupan, oleh karenanya betapa penting menjaga hati. Hati menunjuk pada apa yang terjadi dan yang hidup di dalam

batin kita manusia, menunjuk pada perasaan, pikiran, keinginan, kehendak, pilihan kita dan pada apa yang kita putuskan, katakan dan perbuat. Hati kita menentukan siapa kita dan apa kualitas hidup kita. Hati kita menentukan entah pikiran, perasaan, perbuatan atau maksud kita adalah baik atau jahat. Dengan kata lain, kualitas seseorang ditentukan oleh kualitas hatinya (Bdk Jan G. Bovenmars, A Biblical Spirituality Of The Heart, Alba House New York, 1991, hal. 1 dst). Menjaga hati dengan segala kewaspadaan berimplikasi mengenali, membentuk, mendidik, memelihara dan mengembangkan hati seseorang menjadi baik dan benar. Hal itu menunjuk pada dimensi-dimensi hati yakni pikiran, perasaan, kehendak, keinginan, perkataan dan perbuatan. Hati yang demikian memancarkan kehidupan, mewujudkan kualitas diri seseorang yang pandai menimbang, bijak dan peduli. Pada gilirannya hati seperti itu mewarnai pekerjaan, karya, tugas dan pengabdian seseorang.

Menjaga hati adalah tanggungjawab setiap orang, khususnya mereka yang menerima suatu mission (perutusan) bagi kepentingan, kesejahteraan dan keselamatan banyak orang, termasuk para pilihan rakyat di lembaga-lembaga negara serta mereka yang diangkat untuk melayani umat dan masyarakat. Status, jabatan dan kedudukan seseorang tidak dengan sendirinya menjamin terbentuknya karakter dan hati yang “terjaga”, yakni hati yang pandai menimbang, bijak dan peduli, hati yang baik dan benar. Pembentukan dan pembinaan untuk “menjaga hati” merupakan proses utuh, holistik, integratif, berkesinambungan dan seumur hidup, serta menjadi syarat mutlak bagi pengabdian dan pelayanan yang baik dan benar bagi kepentingan luas. Sungguh penting kita terus menerus memaknai: “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan” (Ams 4:23). 

OKTOBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 5


SAPAAN Semoga Hati Kudus Yesus dikasihi di mana-mana. Selama-lamanya. Amin. Saudara-saudaraku anggota Keluarga Chevalier yang tercinta, Kita baru saja merayakan peringatan wafat pendiri Pater Jules Chevalier pada tanggal 21 Oktober yang baru lalu. Macam-macam kegiatan dibuat. Semua memperkuat niat kita untuk meneruskan semangat Pater Pendiri: supaya kita menjadi Hati Yesus di mana-mana di seluruh dunia. Kalau dulu disebut “Semoga Hati Kudus Yesus dikasihi di mana-mana,� tetapi rumusan tersebut kini lebih kita artikan agar kita, saya, semua orang menjadi orang yang penuh kasih kepada semua orang, seperti Yesus mengasihi. Kita bersyukur pada Tuhan atas peranan Pater Pendiri yang mempunyai visi dan misi serta semangat untuk mengajarkan cara hidup seperti Yesus ke seluruh dunia, ke pelosok-pelosok negeri yang jauh dari Eropa, ke negara kita, ke Amerika Latin, pulau-pulau di Pasifik, Australia, Asia, China dan lain-lain. Semangatnya yang begitu diresapi semangat Yesus membuat Pater Pendiri berketetapan hati untuk mengutus anggota-anggota tarekat yang masih sedikit untuk jadi misionaris ke negeri yang jauh, ke Indonesia, Oceania, Pasifik, dan tempat-tempat lain. Hasil dan perjuangannya kita rasakan kini, para anggota Keluarga Chevalier tersebar di negeri-negeri yang jauh antara lain di Indonesia, sedangkan pada masa kini benih panggilan di Eropa sudah

Milly Karmila Sareal Dewan Pemibina Ametur Indonesia makin sangat berkurang. Maka pesan dan perjuangan menyebarkan semangat Hati Kudus menjadi tugas dan tanggung jawab kita. Tempat-tempat pembinaan ajaran Hati Kudus Yesus yang semula berada dari Issoudun, Perancis Selatan, kini bergeser ke tempat kita, Indonesia dan sekitarnya di Asia Pasifik dan lain-lain. Kita patut mempelajari dan memperdalam semangat Pater Pendiri. Bagaimana sebagai anggota Keluarga Chevalier kini kita bisa berperan meneruskan visi, misi, semangat Pater Pendiri? Kebetulan di negeri kita mulai tanggal 20 Oktober 2014 memiliki

seorang Presiden baru yang membawa harapan terbentuknya negara Indonesia yang baru, bersih dari korupsi dan lebih mengutamakan kesejahteraan rakyat kecil. Semua hal tersebut juga sejalan dengan ajaran-ajaran Yesus antara lain: rendah hati, menghargai sesama manusia, rela berkurban. Bukankah justru kita yang lebih dahulu disemangati oleh semangat Hati Kudus Yesus seharusnya lebih gembira dan lebih bersemangat lagi untuk melaksanakan terciptanya masyarakat yang yang penuh kepedulian kepada sesama, perhatian kepada yang menderita, kepada anak-anak kita di rumah demi pendidikan moral yang baik, demi terbentuknya anggota keluarga yang peduli, penuh kasih sayang kepada sesama, bertanggung jawab kepada lingkungan hidup dan masa depan? Marilah kita dalam peran dan panggilan kita masing-masing, saling menguatkan hati untuk meneladani hati Yesus dalam lingkungan kita sendiri. Kita berusaha menjadi saudara-saudari yang penuh perhatian dan kasih bagi rekan kerja sekantor, teman sesekolah, warga serumah. Kita mulai dari yang paling sederhana. Bila semua berbuat baik setiap hari, kepada orang yang kita temui, perlahan tapi pasti, cita-cita kita tercapai: menjadi Hati Yesus bagi sesama! Milly Karmila Sareal

WKC membuka kesempatan untuk siapa saja, baik Imam, Biarawan, Biarawati maupun awam angggota Keluarga Chevalier untuk berkontribusi dalam bentuk tulisan. Tulisan dikirim ke Redaksi melalui email: ameturindonesia@gmail.com atau wartakeluargachevalier@gmail.com, disertai dengan ilustrasi atau foto. Tulisan yang tidak dimuat tidak dikembalikan. 6 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | OKTOBER 2014


SAJIAN UTAMA

DARI TERRA INCOGNITA MENJADI TERRA SANCTI SPIRITUS Tanggal 21 Oktober 2014, umat Katolik di Pulau Larat dan Fordata, Tanimbar, Maluku Tenggara Barat, merayakan 100 tahun masuknya Gereja Katolik di wilayah tersebut. Perayaan meriah tersebut dikisahkan dalam catatan berikut ini oleh P John Giscard Mitakda MSC.

Monumen 100 tahun masuknya Gereja Katolik do Awear, Fordata, Maluku Tenggara Barat

Usai menempuh perjalanan darat sejauh 152 KM menyusuri Jalan Trans- Yamdena dan mengarungi lautan selama 1,45 menit, rombongan Uskup Petrus Canisius Mandagi MSC, P Lambertus Somar MSC, P Benedictus Estephanus Rolly Untu MSC dan Wakil Bupati Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) tiba di Pulau Fordata, Tanimbar Utara. Tepatnya pada hari Se lasa, 21 Oktober 2014. Rombongan besar yang terdiri dari sekitar 45 orang ini disambut di “pintu gerbang� Desa Awear dengan tarian yang diperagakan di atas dua perahu oleh grup tari anak-anak dan orang dewasa. Pantai Awear dengan lautan yang biru nan tenang tampak menggeliat menyambut salah satu putra tercintanya P Lambert Somar yang telah menjadi imam MSC selama 50 tahun. P Lambert Somar dan Mgr. PC Mandagi disambut di atas rakit yang didayung dan bergerak mengikuti tabuhan genderang tari yang bersemangat. Uniknya syair dalam lagu dan tari penyambutan

OKTOBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 7


Bapak Uskup Mgr PC Mandagi MSC dan P Lambert Somar MSC disambut di atas rakit di gerbang desa Awear, pulau Fordata berisi sebutan nama-nama imam dan biarawan yang berasal dari Pulau Fordata. Inilah salah satu bentuk katekese yang menumbuhkan panggilan hidup membiara. Sebelum rombongan memasuki desa Awear yang terletak di atas batu karang, Mgr. PC Mandagi memberkati monumen 100 tahun Gereja yang berdiri kokoh di atas wadas menghadap lautan luas yang dari kejauhan kelihatan pulau Larat dan Yamdena. Adalah dua orang Awear bernama Vavlanit dan Manuby, usai mendengar kegiatan misi katolik di wilayah Yamdena, bertolak ke Yamdena untuk mengundang missionaris MSC di Saumlaki untuk berkunjung ke Pulau Fordata. Pastor Hendricus Nollen MSC, tercatat sebagai imam MSC pertama yang tiba di Awear, Fordata pada tahun 1914. Tanggal persisnya beragam, tetapi bagi orang Fordata, kunjungan P. Hendricus Nollen yang

dijemput oleh Vavlanit dan Manuby menandai awal misi Katolik di Larat. Usai memberkati Umat Awear dan Fordata serta Larat yang telah berkumpul di depan Gereja St Pius X yang sudah mencapai 90% tahap pembangunannya, Uskup dan rombongan beristirahat untuk mempersiapkan perayaan Ekaristi pada jam 17.30. Ada tiga intensi utama yang dipadukan dalam Perayaan Misa yang dipimpin Uskup Dioses Amboina pada hari Selasa 21 Oktober 2014. Pertama, ucapan syukur 100 tahun masuknya agama Katholik di wilayah Tanimbar Utara. Kedua, ucapan syukur 50 tahun imamat Pastor Lambertus Somar MSC. Ketiga, peringatan wafatnya P. Jules Chevalier yang ke 107 tahun. Tepat pada jam 17.30 lonceng Gereja St Pius X berdentang menyambut prosesi panjang para imam konselebran bersama Uskup

8 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | OKTOBER 2014

yang menjadi selebran utama dengan didampingi P Lambert Somar serta P Rolly Untu. Tampak dalam barisan para konselebran beberapa imam MSC seperti P Bosco Ngeljaratan (Lamdesar), P Gerry Ohoduan dan P Paul Ngalngola yang keduanya berasal dari Desa Sofyanin, yang terletak sekitar 5 km jauhnya dari Awear. Tampak juga P Cor Kuli Keban yang datang bersama P Bosco dari paroki Darit, Pontianak. Dari Jakarta hadir P Provinsial Rolly Untu, P Yos Somar Pr dan P John Giscard Mitakda. P. Amandus Jimmy Balubun MSC juga hadir mewakili komunitas MSC Ureyana, Saumlaki. Hadir juga 8 orang imam diosesan yang berasal dari Desa Awear dan kampung-kampung kecil di wilayah Larat. Secara keseluruhan, hadir sekitar 37 imam yang merayakan Ekaristi yang diiringi lagu-lagu Tanimbar dan tarian Tabar yang dipersiapkan dengan amat matang dan nyaris tanpa kesalahan. Perayaan Ekaristi amat inkulturatif, indah dan menghantar umat untuk berdoa, bersyukur dan memuji Tuhan atas karya besa-rNya menumbuhkan iman, harap dan kasih dalam diri umat di Fordata. Sebagai bentuk apresiasi dan penyemangat umat, Uskup Mandagi memberi nilai 8 untuk seluruh rangkaian persiapan dan perayaannya. Tak dinyana, ternyata Desa Awear telah menghasilkan bukan saja imam MSC, Projo dan suster-suster PBHK serta TMM. Imam SVD dan Suster JMJ pun telah menjadi buah dari pertumbuhan iman umat Awear dan Fordata selama 100 tahun ini. Dalam rangka perayaan ini diluncurkan juga sebuah buku catatan sejarah setebal 613 halaman berjudul Masuknya Agama Katolik di Awear, Pulau Fordata, Tanimbar (MTB) - Percikan Dinamika Kebudayaan - yang ditulis oleh Bpk. Frits Pangemanan dan diterbitkan oleh Penerbit Kanisius Jogyakarta. Buku yang dipasarkan seharga Rp. 200 ribu ini dibagikan secara gratis kepada semua imam


dan ketua-ketua lingkungan dan stasi di paroki Larat. Bersamaan dengan buku ini, diluncurkan juga Buku Katekismus yang disarikan kembali oleh Frits Pangemanan yang bersumber dari Katekismus Gereja untuk Umat Fordata yang disusun oleh seorang misionaris dan ahli linguistik unggul P Drabbe MSC. Frits juga sedang menambah kosa kata dan menyusun secara baru Kamus Bahasa Fordata yang disusun oleh P. Drabbe MSC yang pertama kali diterbitkan tahun 1932. Perayaan 100 tahun Gereja di Tanimbar Utara menandai betapa besar karya Tuhan melalui para Misionaris Hati Hudus Yesus. Semboyan Ametur Ubique Terrarum Sacratissimum Cor Jesu Sacratissimum amat terasa kuat di Pulau Fordata. Dalam catatan dalam buku Masuknya Agama Katolik di Awear Pulau Fordata, Tanimbar, Bp. Frits Pangemanan menunjuk pentingnya kehadiran misionaris se-

bagai hasil karya Roh Kudus yang nyata. Suatu wilayah yang sebelumnya dipandang sebagai “terra incognita” (tanah tak dikenal dan kafir) kini berubah menjadi “terra sancti spiritus”, suatu “tanah yang diberkati Roh Kudus.” Buah-buah Roh Kudus itu tetap dihasilkan dan dinikmati dalam hidup masyarakat dan Gereja di Pulau Fordata yang 55% penduduknya beragama Protestan. Sebelum perayaan 100 tahun ini, umat telah dipersiapkan bukan saja berupa persiapan fisik tetapi juga pendalaman iman dalam bentuk katekese, animasi dan pemberdayaan iman. Tak tanggung-tanggung, sebuah team khusus diturunkan dari Jakarta dan Manado. Sebulan sebelum perayaan puncak 100 tahun yakni sekitar bulan September, P Albert Jamlean MSC, P Alo Lerebulan MSC, P Patris Jeujanan MSC dan P Lambert Somar telah mengadakan pendalaman iman, katekese dan aksi sosial

Umat menyemut di “pelabuhan” Awear. Di kejauhan tampak Gereja St. Pius X Awear yang telah 90% rampung pembangunannya.

lingkungan yang ditandai penanaman pohon di pulau Larat. Bahkan P. Yos Somar Pr bersama teamnya telah menyelenggarakan novena “ayam berkokok” di wilayah Larat. Menurut P Paul Kalkoy Pr, mantan Pastor Paroki Larat, umat Katolik di Larat yang tersebar di dua pulau Larat, Fordata dan Nukaha amat lapar akan pengetahuan iman katolik namun kurang diisi dan ditanggapi oleh kehadiran saksi-saksinya. Sampai kini, dua pulau besar Fordata dan Larat dilayani hanya oleh seorang imam Projo bernama Thadeus Daskelly Pr, seorang imam balita asal desa Lauran di pulau Yamdena. MSC telah memulai misi AMETUR di wilayah Yamdena sejak 104 tahun lalu dan 100 tahun di pulau Fordata. Kini MSC masih hadir di Yamdena dan Larat tetapi dalam karya-karya non-parokial yang berbasis di Wisma MSC Ureyana, Saumlaki. Sebelum memberikan berkat Penutup Misa Syukur 100 tahun di Awear tgl. 21 Oktober 2014, Uskup PC Mandagi berpesan agar “para imam diosesan jangan marah-marah MSC!” Mungkin benar, mungkin juga tidak!! Tetapi yang pasti dan nyaring terdengar, umat Larat dan Fordata merindukan sosok Missionaris Hati Kudus Yesus hadir di antara mereka. Apakah ini pertanda jelas dan seruan nyaring bagi MSC untuk hadir lagi di pulau-pulau Larat-Fordata secara baru? Tepatlah panitia memilih bacaan II dalam misa dari Surat Paulus kepada Umat di Roma 10: 1218: “…tetapi bagaimana mereka dapat percaya kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia? Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus?” Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik.” 

OKTOBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 9


SAJIAN UTAMA

PELATIHAN KEPEMIMPINAN AWAM DI PULAU LARAT DAN FORDATA

Umat Katolik di Larat dan Frodata amat lapar akan pengetahuan iman katolik. Kesempatan ini ditangkap oleh team yang memberikan pelbagai macam pelatihan, menjelang perayaan 100 tahun masuknya Gereja Katolik di Larat dan Fordata. “Kita harus maju dan menatap masa depan Gereja Katolik di Larat-Fordata. Sejak awal banyak keluarga yang berani menjadi misionaris dari dataran ini, orang tua kita dan banyak orang yang pergi ke Papua dan berbagai daerah Indonesia untuk mewartakan Injil. Mari kita melanjutkan misi ini”. Inilah ungkapan Pastor Lambertus Somar MSC di hadapan puluhan tokoh umat dari berbagai desa diantaranya Desa Sofyanin, Awear, Romean, Larat, dan Lamdesar Timur, Kecamatan Larat, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Propinsi Maluku. Ratusan Tokoh Umat dan Keluarga yang berasal dari berbagai Stasi di Paroki Larat ini berkumpul di 3 tempat yang berbeda yakni : Aula Benediktus XVI Larat, Gedung SD Naskat Sofyanin, dan Gereja Katolik Lamdesar, dari tanggal 9-16 September 2014. Mereka berkumpul untuk berbagai kegiatan pelatihan dan pemberdayaan yakni : Pelatihan Menjadi Pemimpin Umat yang handal, pelatihan trampil dalam memimpin Liturgi, serta menjadi pendamping Sekami yang Aktif. 10 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | OKTOBER 2014

Belajar dari Misionaris Awal Pastor Lambertus Somar MSC, putera asli pulau Fordata, yang adalah Imam Pertama dari Kepulauan Tanimbar membuka berbagai kegiatan pelatihan ini dengan memberikan Motivasi bagi umat untuk terlibat aktif dalam kegiatan Gereja. Pastor Lambertus Somar mengangkat contoh dan teladan hidup dari para misionaris MSC yang membawa khabar gembira ke daerah Larat-Fordata 100 tahun lalu, dan kemudian menghasilkan awam-awam yang bersedia meninggalkan kampung halamannya menuju ke tanah misi. Menurutnya: “dari pengalaman misionaris awal ini kita belajar aspek pengorbanan, kesetiaan, dan penyangkalan diri. Pada masa itu juga, Umat menjemput misionaris, bukan misionaris datang mencari umat. Kesadaran umat tentang kebaikansudah ada sejak dahulu. Inilah yang harus terus kita kembangkan”. Hal senada juga disampaikan oleh Pastor Albert Jamlean MSC, Ketua Komisi Karya membantu para


peserta pelatihan untuk sadar akan misi yang sudah ditanamkan oleh Para MSC awal di daerah LaratFordata. Pastor Albert mengungkapkan : “para pastor MSC awal mengalami tantangan dan pergumulan dalam pewartaan di dataran Larat-Fordata. Tetapi, mereka percaya bahwa hati umat akan terbuka menerima Sabda Allah. Karena itu, banyak mujizat terjadi. Ada yang dulunya menolak, akhirnya bertobat dan menerima kehadiran Gereja”.

diundang untuk mendampingi para peserta selama 2 pekan menyadarkan peserta akan peranannya sebagai seorang pemimpin. Menurutnya, seorang pemimpin harus mampu tampil di publik secara meyakinkan. kepemimpinan itu dimulai dari dalam diri sendiri, menyadari anugerah kehidupan dari Allah, anugerah kesempurnaan dan keberlimpahan, maka sebaiknya jalani hidup penuh syukur dan dalam kebaikan sesuai jalan iman kepada Kristus, penuh kasih dan pengampunan. Untuk sukses jalani hidup, memimpin diri sebagai teladan keutamaan kristiani, peserta belajar komunikasi sebagai alat interaksi. Lebih lanjut, Bpk. Istoto dengan logat daerah setempat dan memahami kondisi umat mengungkapkan: “Seorang pemimpin dibutuhkan kepemimpinan, Komunikasi dan kasih. Inilah kualitas seorang pemimpin kristiani”. Syukur 100 Tahun Gereja Katolik: Proses yang Harus Dilanjutkan Kegiatan pelatihan Kepemimpinan bagi tokoh umat dan pendamping Sekami serta para guru ini merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka memperingati 100 Tahun Agama Katolik masuk ke Pulau Fordata. Selain persiapan hari pun-

cak pada tanggal 21 Oktober 2014, kegiatan pembinaan dan pelatihan menjadi bagian penting dari perayaan ini. Pastor Teddy Daskelly Pr, Pastor Paroki Santo Pius X Larat mengungkapkan : “Kami sungguh merasakan manfaat besar dari pelatihan ini. Karena itu, kami sangat mengharapkan kerjasama yang terus dengan Tarekat MSC Indonesia dan Yayasan Kasih Mulia dalam pembinaan umat di masa yang akan datang”. Bpk. Moce Waturu, tokoh umat dari Desa Sofyanin mengharapkan agar kegiatan ini tidak berhenti sampai di sini melainkan terus dikembangkan pada masa yang akan datang. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Kepala Desa Sofyanin yang berulang kali mengungkapkan: “Kami membutuhkan pembinaan ini agar kami semakin berkembang terutama Gereja di daerah ini”. Harapan umat ini disambut positif oleh Para Pastor. Pastor Inno Ngutra Pr, Vicaris Judicial Keuskupan Amboina yang juga sebagai narasumber dalam pelatihan ini mengungkapkan manfaat positif dari pembinaan dan pelatihan ini. Menurutnya: “Kesempatan ini merupakan kesempatan yang baik untuk mendengarkan dan menjawab apa yang terjadi di tengah umat dan Gereja”.  Patris Jeujanan MSC

Kebutuhan Pemimpin yang Trampil Para Peserta Pelatihan yang terdiri dari Tokoh-Tokoh umat, Pembina Sekami dan Para Guru ternyata memotivasi para fasilitator untuk memberikan yang terbaik. Pastor Alo Lerebulan MSC, Dosen Sekolah Tinggi Seminari Pineleng, Manado membantu peserta untuk mempersiapkan diri menjadi seorang pemimpin liturgi yang trampil. Menurutnya, Pemimpin umat harus mampu mempersiapkan diri dalam ber-bagai aspek, termasuk mampu mempersiapkan khotbah yang menarik dan menjawab kebutuhan umat. Bpk. Istoto, seorang Motivator yang OKTOBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 11


MENGENANG P PC BUDIRAHARDJA MSC

selamat jalan guru ribut

Yang paling menonjol dari seorang Budirahardja adalah suaranya yang keras menggelegar. Namun lebih dari itu yang paling nampak adalah kesederhanaan dan kesiapsediaannya untuk diutus ke mana saja. Tak sadar air mata saya menetes ketika membaca isi email dari Bruder Maxi Dumanauw yang memberitakan kematian Romo Petrus Canisius Budirahardja, MSC. Yang saya ingat pertama-tama bukanlah seorang Budijardja

MSC tetapi seorang yang akrab dan penuh cinta dipanggil dengan nama “Guru Ribut.� Guru Ribut adalah nama panggilan dan kesayangan masyarakat dan umat Katolik di Kampung Komolom untuk Guru Jawa PC Budirahardja di

12 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | OKTOBER 2014

wilayah Pulau Besar Kimaam atau Pulau Yos Sudarso dalam Peta Indonesia atau Frederick Hendrick namanya dalam Peta Pemerintah Belanda. Pulau Kolepom adalah sebutan lokal dari Pulau yang kaya akan rusa, dan babi hutan serta


sejenis burung angsa rawa yang bertelur besar ala telur kasuari. Adalah Pastor Nico Verhoeven MSC yang pertama menginjakkan kaki sebagai seorang missionaris Hati Kudus ke pulau yang nyaris 90% terdiri dari rawa tertutup hutan dan sejenis papyrus. Tercatat pada Annalen Provinsi MSC Belanda bahwa pada tahun 1926 P. Nico Verhoeven MSC usai mengunjungi Wambi di pesisir pantai Selatan Papua lalu menyeberang ke Pulau Besar Kimaam. Saya tak punya catatan kapan Guru Ribut (Romo Budirahardja) tiba di Merauke dan Pulau Kimaam. Sebelum menjadi seorang MSC, almarhum Romo Budirahardja “by profession” adalah seorang guru Sekolah Dasar yang diutus oleh Pemerintah Indonesia dalam paket program “Pencanangan Trikora” oleh Presiden Sukarno, sejak terhapusnya penjajahan Belanda atas Irian Barat yang berakhir pada 1 Mei 1963. Pada masa itu Pemerintah Belanda menyerahkan Irian Barat kepada UNTEA (United Nations Temporary Executive Authority - badan Perserikatan Bangsa2 yang mengatur pengalihan kekua-

saan Irian Barat) lalu pada saat itu juga UNTEA menyerahkan sepenuhnya ke tangan Republik Indonesia. Setelah Irian Barat masuk kedalam wilayah NKRI, lalu Jakarta (Pemerintah Indonesia) merasa ‘kewalahan’ juga. Kewalahan dalam arti bagaimana tindak-lanjutnya mengisi pembangunan, setelah Irian Barat masuk dalam pangkuan Ibu Pertiwi. Bagaimana meningkatkan SDM nya? Dinas PDK (DepDikBud) melancarkan program pengadaan guru untuk dikirim ke Irian Barat yang untuk wilayah Selatan Papua, sebagian besar berasal dari Jawa Tengah dan Sumatra. Guru-guru yang mengajar dan mendidik saya pada saat saya duduk di bangku SD, SMP dan SMA di Merauke berasal dari Jawa Tengah seperti Muntilan, Sleman, Bantul, Kentungan, dll. Karena sebagian besar Guru Trikora ini berasal dari Jawa Tengah, maka umumnya semua guru Trikora dipanggil Bapak Guru Jawa kendatipun ada yang bernama Hutabarat atau Klambis Sianturi yang terkenal garang, disiplin, disegani dan ditakui anak-anak Papua.

Lalu mengapa ada nama “Guru Ribut?” Mengapa Romo Budi dipanggil “Guru Ribut?” Ada dua versi cerita tentang sebutan Ribut. Antropologi Papua amat biocosmic hingga nama orangpun bisa dipanggil sesuai dengan gejala alam yang paling menonjol dirasakan bila seorang pribadi itu tampil. Nah “gejala cosmic” yang paling menonjol dari seorang Budirahardja adalah suaranya yang keras menggelegar yang dipandang agak tak lumrah di telinga orang-orang Komolom atau Kimaam pada umumnya. Guru Budirahardja layaknya “angin ribut.” Di mana dan ke manapun Romo Budi berada dan berkunjung akan ada nada “gaduh atau ribut.” Keributan itu tidaklah menimbulkan gangguan pada masyarakat asli tetapi justru suatu hiburan. Bahkan orang Kimaam yang mengenal Romo Budi akan selalu bercerita tentangnya dengan rasa hormat, kagum dan terharu menyaksikan kegigihannya bertahan di Pulau Kimaam dan menjadi guru yang setia. Cerita lain tentang sebutan Ribut, adalah karena Romo Budi terlahir pada jaman pergolakan dan keributan di

Pak Guru Ribut, menjelang 40 tahun membiara yang jatuh pada tanggal 3 Desember 2014 masih dengan gembira menerima perutusan ke Keuskupan Agung Merauke, Papua, khususnya untuk mendampingi para frater Diosesan Merauke.

OKTOBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 13


Jawa tengah. Romo Budirahardja mempunyai kecintaan dan ketulusan hati untuk manusia-manusia Papua. Salah satu buah didikan dan pembinaan Romo Budi di Komolom, Kimaam adalah Bupati Kabupaten Merauke, Bpk. Romanus Mbaraka. Saya mengingat ketika masih berusia sekitar 4 tahun pada tahun 1968 di kampung kecil Yowid, di pesisir pantai Wamal, pak Guru Budi “Ribut” singgah usai berjalan sekitar 3 hari dari Kimaam menuju Merauke. Para pengantarnya mengatakan, mereka menemani “Guru Ribut.” Di tengah jalan, karena saking capeknya dan nyaris tak sanggup berjalan kaki, pihak yang menghantarnya hanya mendorong

tubuh Guru Ribut agar bisa move on. Bisa dibayangkan, setiap jengkal tapak yang dijalaninya. Sebelum almarhum menghembuskan nafasnya, beliau telah mengantongi SK untuk kembali bertugas di Keuskupan Agung Merauke. Bila itu terlaksana maka terhitung untuk ke-3 kalinya almarhum bertugas di Merauke. Pertama kali sebagai Guru Jawa, lalu sebagai Superior Daerah MSC Papua dan terakhir untuk perutusan tahun ini yang disempurnakannya bersama Allah Bapa di surga. Seorang “Guru Ribut” yang rendah hati, kebapaan dan tulus telah meninggalkan kita. Ketika beliau bertugas di Novisiat MSC di Fiji, Kepulauan Pacific lalu

membantu di salah satu paroki di kota Suva, beliau berkata kepada saya, “Saya bukan orang pandai tetapi yang saya lakukan adalah berusaha hadir dalam kehidupan komunitas bersama konfrater. Hadir dan menyapa, itulah yang saya buat selalu.” Tinggal dan hidup bersama dan setia dalam hal-hal kecil serta rutin di dalam komunitas, hadir menyapa konfrater dan sikap penuh humor adalah kualitas unggul seorang Romo PC Budiraharda MSC. Pak Guru Ribut, Selamat Jalan. Selamat memasuki dan menjadi anggota komunitas cinta sempurna di surga. Doakanlah kami.  John Giscard Mitakda MSC

Perayaan Ekaristi melepas Romo PC Budirahardja MSC di Katedral Kristus Raja Purwokerto dipimpin oleh Bapak Uskup Keuskupan Purwokerto Mgr Julianus Sunarka SJ, Senin 20 Oktober 2014.

14 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | OKTOBER 2014


SPIRITUALITAS

SPIRITUALITAS HATI “Dikasihilah Hati Kudus Yesus di seluruh dunia! Sekarang dan selama-lamanya.” Inilah azas dan tujuan eksistensi Keluarga Chevalier, yaitu supaya Hati Yesus dikenal dan dicintai di mana-mana, supaya Kerajaan cintakasih Allah akan meliputi seluruh muka bumi (Untuk sebagian bahan ini mengambil inspirasi dari. Foundational Documents, FDNSC International Formation Team 2008). Misi Jules Chevalier ini ditanam di dalam hatinya, misi ini diilhami oleh pengalaman cintakasih Allah dalam kehidupan pribadinya. Apa yang ia kembangkan didasarkan atas dasar relasi intim pengalaman hidup pribadinya dengan Yesus. Bagi Chevalier, Hati Yesus adalah gambaran yang kelihatan nyata dari Hati Allah yang tidak kelihatan. Visi itu diwujudkan dalam Devosi kepada Hati Kudus Yesus. Sebenarnya devosi itu bukan merupakan devosi yang baru bagi Chevalier, namun ia menempatkannya sebagai yang sentral dalam kehidupannya, baik dalam visi teologisnya maupun dalam hidup pribadinya dan dalam Semangat Tarekat-tarekat yang didirikannya. Bagi Chevalier, devosi itu bukan sejumlah praktek dan doa-doa devosional saja, melainkan suatu visi yang mencakup segala dimensi kehidupan dan menginspirasi seluruh karya misinya. Menjelang akhir hidupnya, Chevalier melihat manifestasi-manifestasi Hati Kudus Yesus di mana-mana. Ia melihat Hati Kudus Yesus sebagai daya pemersatu kosmos atau alam semesta. Ia memandang bangsa manusia sebagai satu Tubuh dan Hati Yesus sebagai sumber hidup dan energi cinta Tubuh itu. Ia melihat bagaimana Hati Yesus hadir dan berdenyut dalam hati setiap manusia, karena hati setiap manusia diciptakan menurut model Hati Yesus. Dengan demikian ia melihat bagaimana karunia cintakasih Allah meresapi seluruh universum dan seluruh bangsa manusia. Atas cara yang sama cintakasih Allah hendak mere-

sapi setiap hati manusia, satu demi satu.Ia berbicara mengenai “sebuah jaringan cintakasih di mana Allah setiap saat mengelilingi setiap jiwa yang diciptakan oleh-Nya di atas bumi ini.” Dan ia menulis: “Hati Kudus Yesus adalah pusat yang di dalamnya segala-galanya dalam Perjanjian Lama dan Baru bertemu; merupakan poros di mana segala-galanya berputar….. Demikian saya mengerti Devosi kepada Hati Kudus: segala-galanya dirangkul olehnya; segala sesuatu diberi jawaban olehnya.” Visi Chevalier disebut “holistik” karena menyangkut segala aspek kehidupan dan karya secara menyeluruh. Sambil menanggapi undangan Vatikan II, Pater E.J. Cuskelly MSC mempresentasikan inspirasi dasar Chevalier atas cara yang baru sesuai zaman sekarang (E.J. Cuskelly MSC, Jules Chevalier, Man with a Mission, p. 127-129.) Cuskelly mempunyai andil besar dalam transisi Devosi Hati Kudus ke Spiritualitas Hati. Perlu diingat bahwa caranya Chevalier menghayati dan mempraktekkan Devosi kepada Hati Kudus, lebih cocok disebut “Spiritualitas Hati”. Cuskelly merumuskan visinya menurut dua pandangan dasar yang saling melengkapi. Pandangan pertama merupakan aplikasi dari 1 Yoh 4:16: “Kita telah belajar mengenal cintakasih Allah dan kita percaya akan cintakasih itu.”. Sesungguhnya, pandangan pertama ini merupakan rangkuman dari visi Chevalier sendiri. Pandangan kedua didasarkan atas kata-kata St. Augustinus: “Kembalilah kepada hatimu untuk menemukan Allah.” Pandangan kedua ini merupakan aplikasi dari Cuskelly sendiri, dan mengembangkan visi Chevalier sedemikian rupa sehingga sungguh-sungguh menjadi sebuah Spirtualitas. Kedua pandangan tersebut, bersama-sama merupakan gambaran yang tepat dan lengkap namun singkat dari gerakan Spiritualitas Hati dan jangkauannnya.  Ametur Indonesia OKTOBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 15


OLEH: Sr. VERENA PBHK

TERIMALAH BEBAN-KU DAN BELAJARLAH DARI PADA-KU Beban yang kuterima merupakan, suatu rahmat yang berlimpah dari Allah yang tercurah tanpa mengenal batas, melalui setiap pengalaman hidup; baik itu yang menyenangkan maupun yang menyakitkan hati. Namun itulah bimbingan Allah yang mau mengubahku menjadi milik-Nya Setelah selesai dari taman pembinaan Yunior tahun pertama, kembali saya merenungkan kasih Allah yang telah kuterima selama masa pembinaan. Mulai dari masa Aspiran, Postulan, Novis dan masa Yunior yang baru kulewati. Lima tahun pembinaan rasanya begitu panjang ketika saya belum menjalaninya, namun setelah dijalani ternyata waktu itu begitu

singkat dan cepat berlalu. Rasanya ingin kembali, namun saya sadar bahwa waktu itu akan terus berjalan. Ia tidak akan kembali lagi. Sayapun akan terus berjalan entah sampai kapan? Pengalaman pembinaan yang kuterima selama masa pembinaan itu merupakan beban bagiku yang kadang membuatku merasa tak sanggup lagi untuk memikulnya.

16 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | OKTOBER 2014

Namun dalam memikul beban yang berasal dari dalam diriku sendiri ini, saya merasa semakin kuat ketika berjalan bersama Yesus dan Bunda Maria yang selalu memberikan kekuatan baik melalui para pendamping, teman seangkatan, para suster, alam sekitarnya dan lebih utama, melalui “Hidup Doa� yang selalu mengajariku untuk selalu menyadari diri serta


berpasrah kepada Tuhan dan belajar dari pada-Nya. Masa pembinaan dasar adalah masa yang menyenangkan dan akan selalu dikenang. Namun bagi saya, masa pembinaan itu tak akan pernah berhenti, selama hidup di dunia ini yang penuh dengan misteri kehidupan yang kadangkala sulit untuk saya pahami. Proses pembinaan itu datang melalui setiap pengalaman hidup baik yang menyenangkan maupun yang menyakitkan. Semuanya itu melalui fasilitas yang telah disediakan oleh Tuhan sendiri, yakni melalui Para suster sekomunitas, umat, karyawan/wati, alam dan juga bangunan yang kaku. Tuhan mendidikku dengan caranya sendiri, melalui peristiwa atau pengalaman yang sangat sederhana yang kadang tidak kusukai, karena tidak paham akan rencananya. Namun di situlah Ia mengajariku dari hal-hal kecil yakni kepekaan. Dalam permenungan saya melihat bahwa Tuhan mempunyai ren-

cana yang begitu indah dan selalu Ia memberikan rahmat yang terus mengalir tanpa henti. Namun hal ini selalu kuanggap sebagai beban yang kadang kala saya tolak karena takut tersakiti. Namun setelah saya refleksikan kembali, ternyata beban yang saya takuti selama ini adalah sebuah ungkapan kasih yang mau membentuk dan mengubah saya menjadi milik-Nya. Beban yang diberikan Tuhan itu mengajak dan mengajari saya untuk terus belajar dan berproses agar dapat menemukan “kasih” Tuhan yang tanpa mengenal batas dan berasal dari sebuah” Hati”yang tulus. Bagi saya, mewartakan kasih itu tidaklah mudah, butuh perjuangan serta proses terus-menerus dalam pelayanan. Tuhan mempunyai rencana yang begitu indah. Ia akan selalu memberikan rahmat-Nya melalui berbagai cara yang sulit untuk saya pahami. Pengalaman kasih Tuhan yang membimbing saya ini, saya temukan dalam hidup bersama dengan para suster komunitas Wisma Bunda Hati Kudus Pemalang (Komunitas Lansia) yang terdiri dari para suster yang telah paripurna dalam karya tarekat. Saya sungguh bersyukur kepada Tuhan dan berterima kasih kepada tarekat PBHK, yang masih memberikan kesempatan kepada saya untuk terus berproses diri dalam mencari kasih Allah itu melalui pengalaman hidup saya. Bersama dengan para suster lansia banyak keutamaan yang saya temukan. Bersama mereka saya belajar dari hal-hal kecil menuju pada kepekaan Hati, dengan cara mereka masing-masing. Mereka mengajari saya untuk terus berproses dalam membina kesabaran kesetiaan serta kerendahan hati. Bagi saya keutamaan ini kadang mudah untuk diucapkan namun butuh proses terus-menerus dalam pelaksanaan. “Kasihanilah aku, aku kehausan, berikanlah aku air” Bersama dengan para suster

lansia, saya belajar merenungkan banyak hal yang sangat membantu saya dalam berpikir dan bertindak terutama terhadap mereka yang sangat membutuhkan uluran tangan kasih dari antara saudara sekomunitas. Pengalaman hidup bersama ini awalnya tidak mudah, namun setelah dijalani ternyata sangat menyenangkan apabila dijalani dengan sikap terbuka dan rela berkorban. Dalam kebersamaan saya dikenal sebagai pribadi yang serius dan mahal senyum, sehingga kadang ada yang segan untuk menegurku apalagi di saat sedang bekerja. Namun saya salut dengan sikap para suster lansia yang terbuka menyampaikan isi hati mereka kepada saya tentang diri saya yang diseganinya, sehingga saya pun mulai belajar untuk menerima serta mengolahnya. Hal ini kadang tidak saya sadari, namun melalui pengalaman ini saya melihat bahwa diriku adalah “pribadi yang kehausan yang sangat membutuhkan air.” Hidup bersama para suster membantuku untuk melihat bahwa yang ada disekitarku membutuhkan uluran tangan kasih, baik di antara para suster, karyawan/wati, alam dan juga bangunan. Saya pribadi sangat terkesan dengan sikap dan kata-kata suter sepuh yang selalu mengajakku untuk berefleksi melalui setiap kata-kata dan sikap mereka. “Kasihanilah aku, aku kehausan, berikanlah aku minum,” demkian kata Sr M Gabriella PBHK ketika melihat pohon yang layu karena kekurangan air. Bagi saya kata-kata tersebut merupakan ungkapan sederhana namun memiliki makna yang mendalam menyangkut saya sendiri dan juga sesama yang ada di sekitar. Inilah misteri kasih Allah yang mau membentuk saya namun, saya sendiri kadang masih sulit untuk memahaminya dan saya sadar tidak bisa berproses seorang diri, saya membutuhkan dukungan saudara/saudariku dalam berproses. 

OKTOBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 17


SPIRITUALITAS

DOA : MEMBANGUN KESATUAN HATI DAN PENGALAMAN AKAN ALLAH Hidup doa bukanlah sekadar jadwal doa, rutinitas doa, atau kegiatan doa, melainkan bagaimanakah aku mengupayakan segala bentuk untuk menyatukan hati dengan Allah sendiri.

diputuskan, dillakukan semuanya lahir dari kedalaman hatinya. Jadi tepatlah ungkapan iman St.Paulus, orang demikian akan, ”hidup berdasarkan Roh” (bdk. Rm 8:117)

Sehati dengan Allah

Sehati Sejiwa dalam Kesatuan bersama Pribadi Lain

Kata ”sehati” berarti ”satu hati”. Hati dalam konteks spiritualitas, merujuk pada keseluruhan diri dan jati diri serta hidup kita sebagai seorang pribadi. Maka bila setiap pribadi sanggup menyelami kedalaman hatinya dan memberi dirinya dengan segenap hati, berarti pribadi tersebut sungguh mengembangkan diri secara utuh dan mendalam. Hakikat kita sendiri adalah sebagai makluk rohani/spiritual, dimana kita akan senantiasa terdorong untuk bersatu hati dengan Allah sang asal dan sumber hidup. Kita dianugerahi Allah di dalam hati kita suatu kekuatan yang mendorong dan memampukan untuk ”terarah” kepada-Nya. Dorongan inilah yang kiranya perlu disegarkan dan dipupuk agar setiap pribadi beriman semakin mampu mengarahkan hidup kepada Allah. Setiap pribadi kiranya berani untuk memasuki ruang hati mereka sendiri. Doa adalah jalan terbaik bagi kita untuk membangun kesatuan hati dengan Allah. Doa pada dasarnya merupakan suatu komunikasi dua hati dari dua pribadi yang erat dan personal. Semakin dalam seorang pribadi membangun hidup doa dan rohani dalam keseharian, semakin ia dituntun untuk masuk ke kedalaman hatinya sendiri. Dengan demikian ia akan menemukan ”keadaan hatinya”, ”kehendak Allah baginya” dan ”keadaan dirinya di hadapan Allah”, terutama Allah yang secara khusus memanggilnya. Komunikasi hati menyatukan setiap pribadi dengan ”hati” Allah sendiri. Hati Allah berarti seluruh kehendak-Nya, apa yang diharapkan-Nya atas kita. Kita mengenal hati Allah lewat Hati Putera-Nya sendiri, yakni Yesus Kristus. Dengan doa sebagai komunikasi dua hati, setiap pribadi beriman akan terdorong untuk semakin mendalam mengenal dirinya dan Yesus yang memberikan Hati-Nya, seluruh diri-Nya sepenuh-Nya kepada setiap kita. Dengan demikian, doa sungguh mempunyai kekuatan luar biasa dalam mentransformasi diri setiap pribadi beriman ke dalam hidup Allah sendiri. Doa yang demikian akan menjadi daya dorong kepada pribadi beriman untuk semakin mampu menangkap kehendak-Nya dalam hidup sehari-hari. Apa yang dipikirkan, 18 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | OKTOBER 2014

Pengalaman ”kesehatian” dengan Allah menjadikan setiap pribadi beriman semakin bersatu hati dengan sesamanya. Doa sebagai komunikasi iman dan dua hati, dua pribadi yang personal menumbuhkan transformasi dalam pribadi itu sendiri, namun juga buah dari transformasi diri tersebut memiliki dimensi komunal. Hal ini berarti semakin seorang pribadi beriman membangun relasi hati yang berkualitas dengan Allah semakin ia sanggup membangun kesehatian dengan sesamanya. Maka tepatlah hukum kasih yang diwariskan Yesus sendiri kepada kita, yakni kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama (bdk. Mat 22:34-40). Semakin kita mengasihi Allah, semakin kita mengasihi sesama kita. Doa sebagai komunikasi dua hati menjadi sarana efektif membangun kesehatian kita dengan sesama kita. Melalui proses doa tersebut, setiap pribadi beriman berhadapan dengan diri mereka sendiri dengan diri sendiri dan dengan Allah secara otentik di tengah konteks pengalaman bersama orang lain. Melalui doa sebagai komunikasi hati, sang pendoa akan berani jujur dengan diri sendiri di hadapan Tuhan akan keadaannya, perasaannya, pengalamannya, gerak hatinya bahkan luka-luka dan kelemahannya. Jadi dalam doa yang efektif dan mendalam, doa tidak lagi mengandalkan banyaknya kata, melainkan dalamnya ikatan hati sang pendoa dengan Allah. Dalam keheningan dan kesunyian batin, Allah menawarkan jalan-Nya, pilihan-Nya yang sangat mengandalkan kebebasan kita untuk mengenakannya. Sungguh doa merupakan sumber kekuatan dan energi bagi setiap pribadi beriman untuk semakin sehati dengan Allah, sesama dan dengan diri sendiri. Semakin dalam doa yang dibangun, semakin kita mengenal Allah dan mengenal diri kita di hadapan-Nya. Bagaimanakah anda menilai hidup doa anda? Apakah hidup doa anda merupakan komunikasi hati dengan Allah atau sebatas rutinitas kegiatan yang kering? Mengapa?  Fr. Patrik T. Mardianto BHK


ANTAR KITA

MENGASAH KETRAMPILAN UNTUK PERUTUSAN Bertempat di Kantor Cordis Media Center Tarekat MSC Indonesia, Jakarta diadakan pelatihan sehari Jurnalistik untuk media cetak. Pelatihan ini diikuti oleh para utusan dari Tarekat MSC Indonesia (3 utusan), Para Utusan Suster Putri Bunda Hati Kudus (PBHK), 2 Suster, dan Utusan Tarekat Suster Maria Mediatrix, 1 Suster. Pelatihan ini diadakan pada Hari Minggu, 12 Oktober 2014, dari pukul. 09.00 sampai dengan 17.00 WIB. Didampingi oleh Pastor Joni Astanto MSC, para peserta mengasah keterampilan mempersiapkan naskah dalam media cetak dan media eletronik, pelatihan fotografi serta editing naskah. Pastor Joni mengingatkan para peserta pelatihan untuk memperhatikan dasar-dasar

jurnalistik dan kode etik jurnalistik dalam penyusunan naskah. Menurutnya, dengan memperhatikan dasar-dasar jurnalistik akan mempermudah dalam penyusunan naskah yang dapat dipahami oleh orang awam yang membacanya. Sementara itu, Pastor Budi Santoso MSC, Direktur Ametur Indonesia mengungkapkan: “Pelatihan ini dimaksudkan sebagai kegiatan rutin dari Ametur yang mengasuh Majalah Warta Keluarga Chevalier (WKC) untuk terus meningkatkan keterampilan staf dalam mempersiapkan naskah yang akan dimuat dalam majalah. Karena itu, pelatihan itu ditujukan kepada seluruh Staf Redaksi, baik yang lama maupun yang baru. WKC sebagai Majalah Komuni-

kasi antar Tarekat yang menghayati Spiritualitas Hati sesungguhnya menjadi media intern antar Tarekat MSC, PBHK, TMM dan Frater BHK. Namun, dalam perkembangan, media ini menjadi media penyebaran Spiritualitas Hati kepada kaum awam dan masyarakat umum. Karena itu, berbagai upaya terus digalakkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dalam perutusan tersebut. Sr Vianny Obe TMM, salah seorang peserta pelatihan ini mengungkapkan: “Saya senang dengan pelatihan ini. Pelatihan ini membantu saya untuk belajar terus-menerus untuk membantu dalam tugas perutusan demi menyebarkan Spiritualitas Hati.”  Patris Jeujanan MSC

OKTOBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 19


ANTARKITA

Kesembilan frater MSC yang mengikrarkan kaul kekal mendampingi Fr Agus Maming MSC yang memberikan sambutan pada perayaan Kaul Kekal mereka di Aula Skolastikat MSC Pineleng, Sulawesi Utara

KAUL KEKAL 9 FRATER MSC Sukacita besar bagi Tarekat Misionaris Hati Kudus (MSC) dan Gereja Katolik karena pada Sabtu, 18 Oktober 2014 sembilan anak muda dengan berani mengatakan “YA� untuk seumur hidup membaktikan diri sebagai biarawan MSC. Kesembilan anak muda itu adalah Fr. Aba Susanto, MSC (seorang Putra berdarah Flores-Jawa), Fr. Sisko Alexander, MSC (Putra Dayak ketiga yang bergabung dalam Tarekat MSC), Fr. Steven Belyanan, MSC (Putra Kei yang lahir di Timor Leste), Fr. Aris Fenanlampir (Putra Tanimbar asli), Fr. Yongky Wawo, MSC (Putra Flores-Nagekeo), Fr. Agus Maming, MSC (Putra Muna-Buton), Fr. Frits Ponomban, MSC (Putra Banggai), Fr. Franky Renkung, MSC dan Fr. Rikardo Senduk, MSC (keduanya putra Tomohon).

20 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | OKTOBER 2014


Kesembilan frater mengikrarkan kaul di hadapan Provinsial P Benedictus Estephanus Untu MSC. Nampak Saat mereka berlutut dan mengikrarkan kaul, Provinsial yang menerima kaul-kaul, Mgr Yosephus Suwatan MSC yang memimpin Perayaan Ekaristi dan saat frater-frater menandatangani naskah kaul. Pada tahun 2005 kesembilan anak muda ini masuk dalam tahap pembinaan awal di Pranovisiat MSC Pineleng bersama dengan 30 anak muda lainnya. Namun seiring perjalanan waktu ke-30 anak muda lainnya berdasarkan refleksi-refleksi dan proses-proses yang diberikan akhirnya memilih jalan lain sebagai awam. Mereka Akan Memandang Kepada Dia Yang Telah Mereka Tikam (Yoh. 19: 37) Kata-kata Kitab Suci dari penginjil Yohanes di atas adalah tema retret persiapan kaul kekal untuk kesembilan skolastik tersebut yang diberikan oleh P Samuel Maranresy, MSC. Bertempat di Panti Samadi Tomohon pada tang-

gal 12-17 Oktober 2014, mereka masuk dalam keheningan batin untuk mempersiapkan diri dengan baik agar kaul kekal benar-benar dirasakan sebagi pengalaman penuh rahmat. Metode retret sungguh membantu mereka yang hendak mengikrarkan kaul kekal, yakni: input/ konferensi bahan retret, masuk dalam doa dan kontemplasi pribadi untuk merenungkan materi yang diberikan, saling berbagi untuk memperkaya satu sama lain dari buah-buah meditas dan kontempalasi, internalisasi untuk meresapkan, membatinkan dan mengintegrasikan butir-butir penting yang diterima. Merujuk pada tema retret, P Sam pada bagian pengantar berkata: �Sabda dalam Injil Yohanes 19: 37 adalah

sebuah panggilan. Panggilan ini untuk semua anggota MSC - untuk datang, memandang Hati Yang Tertikam itu - seraya membuka hati untuk menerima setiap rahmat yang tercurah dari pada-Nya.� Input-input dalam retret bukanlah permenungan teologis, melainkan permenungan pribadi atas apa yang pastor Sam lihat, rasakan dan alami dalam hidup. Permenunganpermenungan itu dilandasi inspirasi dari Kitab Suci dan Konstutusi Tarekat MSC serta Vita Consecrata. Tidak heran bahan-bahan yang disampaikan sangat menyentuh para frater yang mengikuti retret. Ketika pemberi retret menceritakan pengalaman personalnya, para frater mengingat-ingat pengalaman personalnya dan bertanya da-

OKTOBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 21


lam diri sendiri, bagaimana dengan saya sebagai seorang biarawan MSC? Satu Hal Kuminta Kepada Tuhan, Diam Di Rumah Tuhan Seumur Hidupku (Mzm 27: 4) Kata-kata dari kitab Mazmur di atas adalah tema kaul kekal kesembilan frater MSC. Mereka yakin bahwa penyerahan diri seumur hidup dalam Tarekat MSC tidak lain adalah diam di rumah-Nya seumur hidup. Diam di rumah Tuhan bukan berarti tidak berkarya, tetapi tinggal bersama Allah dan dengan itu bisa berkarya dalam kekuatan rohani. Itulah yang mereka yakini. Dalam tema yang menarik ini, kesembilan frater tampil mengikrarkan kaul kekal dalam Ekaristi Kudus yang dipimpin oleh Mgr. Yoseph Suwatan, MSC pada hari Sabtu, 18 Oktober 2014 pukul 09.00 Wita. Para frater mengikrarkan kaul kekal di hadapan Pater Provinsial MSC Indonesia, P Benedictus Estephanus Untu MSC, yang mewakili Pemimpin Umum. Perayaan Ekaristi dihadiri oleh puluhan imam (staf Skolastikat MSC Pineleng dan para imam yang berkarya di Keuskupan Manado), orang tua dan wali para frater yang mengikrarkan kaul kekal, para frater skolastik, para frater diosesan Manado dan Amboina, biarawan-biarawati, umat dan para undangan serta para benefactores. Dalam kotbahnya, Uskup Manado mengulas karisma dan spritualitas Pater Pendiri. Saat ini ada penyakit-penyakit zaman yang kiranya perlu disikapi oleh para biarawan MSC, termasuk para frater yang mengikrarkan kaul kekal. Masalah-masalah keluarga misalnya, perlulah ditangani de-

ngan sikap pastoral yang tepat. Sebelum doa penutup dan mohon berkat Tuhan, Bapak Agus, ayah dari Fr. Aba Susanto MSC, membawakan kata sambutan mewakili para orang tua wali para frater yang mengikrarkan kaul kekal. Dalam kata sambutannya pak Agus menekankan pentingnya pelayanan yang turun melihat realitas umat. “Diam di rumah Tuhan” hendaknya diaplikasikan dalam pelayanan kepada umat. Baginya relasi interpersonal dengan umat jauh lebih penting. Dalam dunia digital saat ini, dengan adanya handphone hendaknya tidak mengurangi semangat pelayan pastoral untuk berjumpa dengan umat. Jangan sampai para pelayan pastoral sibuk dengan gadget dan melupakan perjumpaan dengan umat. Di samping itu, Pak Agus atas nama para orang tua menyatakan kerelaan menyerahkan para putra yang terkasih ke dalam persekutuan penuh sebagai anggota MSC seumur hidup. Setelah itu, Pater Superior Skolastikat MSC Pineleng, P Longginus Farneubun MSC memberikan kata sambutan dalam acara penuh rahmat ini. Pater Superior meringkaskan kembali proses pembinaan sebagai seorang biarawan MSC dalam semua dimensi pembinaan. Tak lupa Pater Superior menyebut keunikan kesembilan frater MSC yang mengikrarkan kaul kekal. Misalnya: “Agus Maming, orangnya gesit, suka mengemudikan kendaraan. Sisko Alexander, orangnya sangat potensial dan banyak pekerjaan... dst.” Acara setelah misa dipusatkan di Aula Hati Kudus. Para undangan disuguhi atraksi seni berupa musik

botol dari para frater. Setelah itu, Pater Provinsial MSC Indonesia membawakan kata Sambutan. Dalam kata sambutannya, Pater Provinsial menekankan kesetiaan dalam panggilan dengan merujuk para MSC senior seperti Pater Jan van Paassen MSC dan P Petrus Canisius Budirahardja MSC (yang meninggal duni bertepatan dengan hari kaul kekal para frater MSC). Selanjutnya Fr Agus Maming MSC mewakili para frater yang mengikrarkan kaul kekal membawakan kata sambutannya. Sebelum membawakan kata sambutan, para frater yang mengirarkan kaul kekal membawakan sebuah lagu dengan judul “Satu Hal Kuminta” yang diciptakan oleh Fr Sisko Alexander dan Fr Aba Susanto. Dalam sambutannya Fr Agus mengatakan bahwa pembinaan dalam Tarekat MSC telah banyak membantu dirinya dan teman-teman angkatan menjadi angkatan yang mau keluar dari diri sendiri. Proses-proses yang diberikan, kerja, dan lain-lain adalah sarana yang ampuh bagi dirinya dan temanteman untuk membaur satu sama lain dan membangun semangat hidup bersama sebagai salah satu ciri khas dari kehidupan sebagai seorang biarawan. Keadaan dirinya dan teman-teman angkatan saat ini tidak terlepas dari kesetiaan para pembina mulai dari Pranovisiat MSC Pineleng sampai saat ini sebagai frater mayor di Skolastikat MSC Pineleng. Acara selanjutnya adalah makan siang bersama. Acara sukacita kaul kekal kesembilan frater MSC berlangsung hingga pukul 20.00 Wita. Proficiat dan setialah selalu menghidupi ikrarmu!  Yongky Wawo MSC

Satu Hal Kuminta Kepada Tuhan, Diam Di Rumah Tuhan Seumur Hidupku (Mzm 27: 4)

22 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | OKTOBER 2014


Bapak Uskup Keuskupan Purwokerto Mgr Julianus Sunarka SJ menandatangai prasasti gedung pastoran yang baru.

GEDUNG PASTORAN BARU PAROKI PEMALANG Bersamaan dengan pesta pelindung Paroki Santo Lukas Pemalang, 19 Oktober 2014 Uskup Purwokerto Mgr. Julianus Sunarka, SJ juga menerimakan Sakramen Krisma kepada 64 orang. Dalam pesannya, Bapak Uskup memberikan tentang perlunya membayar pajak kepada negara. Membayar pajak sangat perlu bilamana pajak tersebut digunakan demi kelangsungan penyelenggaraan sebuah negara dan alokasi pajak tersebut dapat dipantau dan dipertanggungjawabkan. Bagaimana kalau pajak yang di setorkan kepada negara tersebut diselewengkan? Laporkan dengan tegas dan berani berdasarkan catatan-catatan yang diperlukan. Perlukah umat katolik memberikan kolekte kepada Gereja? “Sangat perlu karena alokasi kolekte diperlukan untuk penyelenggaraan kehidupan menggereja, bukan untuk menghidupi para pastornya,� demikian kelakar beliau. Umat Paroki Pemalang juga bersyukur bahwa dalam tahun ini Paroki Santo Lukas Pemalang memiliki gedung pastoran dan ruang pertemuan yang baru dengan total biaya 700 juta, murni swadaya umat Pemalang. Menjadi kebahagiaan tersendiri karena Bapak Uskup dan tamu-tamu akan menginap di kamar khusus pastoran. Selama ini para tamu menginap di

wisma susteran milik para suster PBHK. Disinggung pula bahwa perjalanan kehidupan menggereja umat paroki Santo Lukas Pemalang bukanlah waktu yang pendek, maka hendaknya kehidupan paguyuban umat beriman Katolik di Pemalang makin tumbuh subur. Selain itu, hendaknya umat dapat menambah ilmu pengetahuan tentang kehidupan menggereja dengan membaca buku-buku iman yang banyak di sediakan di gereja. Menjadi pekerjaan rumah bagi paroki untuk mempersiapkan perpustakaan atau rumah baca bagi umat. Setelah Misa Syukur pesta pelindung dan penerimaan sakramen Krisma, Bapak Uskup diajak oleh umat untuk merayakan syukur dengan pesta umat. Setiap lingkungan menyajikan aneka macam makanan secara sederhana yang di gelar di serambi belakang gereja, misalnya gudeg, megono, sambel kentang krecek dan sebagainya. Kegiatan pesta umat ini berlangsung setiap usai misa Natal dan Misa Paskah agar supaya umat saling mengenal satu sama lain sehingga terwujud kehidupan paguyuban menggereja yang hangat sesuai dengan nota pastoral Keuskupan Purwokerto tahun 2014 dengan tema memberdayakan paguyuban umat beriman. ď Ž Leo Agung Christanto OKTOBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 23


ANTARKITA

PERTEMUAN

AWAM KELUARGA CHEVALIER

KEUSKUPAN PURWOKERTO

Dalam rangka memperingati 107 tahun wafat Pater Chevalier, pada tgl 25 - 26 Oktober 2014 diselenggarakan pertemuan Awam Keluarga Chevalier (AKC) Keuskupan Purwokerto, bertempat di Novisiat MSC Sanantasela Karanganyar. Pertemuan dihadiri oleh pewakilan AKC dari paroki-paroki di Keuskupan Purwokerto, yakni Cilacap, Kapencar, Tegal, Purworejo, Karanganyar, Gombong, Wonosobo, Purwokerto, para Suster PBHK, Para Imam dan Bruder MSC, para Novis MSC, para Postulan Bruder MSC serta Postulan PBHK. Hadir pula secara khusus Pemimpin Daerah MSC Jawa Tengah – Kalimantan Selatan P Florianus Miranta MSC yang dengan setia bersama seluruh peserta dari awal hingga akhir acara. Pertemuan ini mengambil tema: AKC Keuskupan Purwokerto dipanggil dan diutus untuk mewujudkan paguyuban dan pemberdayaan dalam semangat Hati. Ketua Panitia pertemuan Rm JS Sukmana MSC menegaskan bahwa AKC Keuskupan Purwokerto berkumpul karena kesadaran akan panggilan untuk menjadi garam dan terang di Keuskupan Purwokerto, sambil menimba semangat P Chevalier. Keprihatinan P Chevalier juga menjadi keprihatinan kita bersama. Semangat

individualistis masyarakat waktu itu menjadi keprihatinan Chevalier dan ia menemukan obatnya yang mujarab dalam Devosi Kepada Hati Kudus Yesus. Diharapkan bahwa pendalaman semangat itu menjadikan AKC bersama dengan unsur-unsur Keluarga Chevalier

sejarah perkembangan devosi kepada BHK. Lebih lanjut, para peserta pertemuan dihantar ke dalam permenungan tentang 9 peristiwa hidup Maria dalam semangat hati. Sembilan peristiwa hidup Maria tersebut meliputi: Maria dipanggil oleh Tuhan, Maria misionaris dan

awam keluarga chevalier keuskupan purwokerto dipanggil dan diutus untuk membangun paguyuban dan mengusahakan pemberdayaan dalam semangat hati yang lain, rasul-rasul yang handal. “Semoga nanti kita pulang dalam kehidupan sehari-hari dengan semangat yang baru yang kita timba dalam pertemuan kita ini,” tegas beliau. Setelah registrasi dan minum, kegiatan diawali dengan tentang Devosi kepada Bunda Hati Kudus (BHK) oleh Bp Yan Pontoan. Melalui seminar ini para peserta diajak merenungkan apa kekhususan Maria dalam kehidupan dan semangat Chevalier. “Kita banyak berdoa kepada Maria namun diharapkan devosi kita kepada Maria juga mendorong kita menjadi misionaris-misionaris Hati Kudus sesuai dengan peran dan panggilan kita masing-masing, tegas Pak Yan. Pak Yan juga menjabarkan

24 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | OKTOBER 2014

peziarah, Maria magnificat dalam perjumpaan dengan Elizabeth, Maria membawa Yesus dalam pengungsian, Maria di Kana. Maria menjadi murid Tuhan dengan ikut jalan salib sampai Kalvari, Maria di bawah salib Yesus, Maria wanita Pentekosta, dan Maria Bunda Hati Kudus. Setelah permenungan tersebut para peserta membagikan apa yang menyentuh mereka. Antara lain yang menyentuh para peserta adalah intimitas dua hati (Hati Yesus dan Maria), Maria sebagai seorang ibu tak akan pernah melupakan anaknya, keyakinan dalam berdoa dengan perantaraan Maria dan diberi kesehatan, serta pengalaman bahwa dalam segala kesulitan Hati Yesus Luar Biasa! Sesudah seminar diadakan


Para anggota Awam Keluarga Chevalier (AKC) Keuskupan Purwokerto bersatu dalam adorasi Sakramen Mahakudus yang diselenggarakan di halaman Novisiat MSC Sanantasela Karanganyar. Adorasi dipimpin oleh P Florianus Miranta MSC (atas). Sebelumnya, para peserta AKC dihantar oleh Bpk Yan Pontoan mendalami makna Devosi kepada Bunda Hati Kudus (bawah).

upacara cahaya dan adorasi Sakramen Mahakudus untuk memperingati wafat Pater Chevalier. Adorasi ini dipimpin oleh P Florianus Miranta MSC. Para peserta berarak dari Gereja menuju halaman tengah Novisiat MSC dengan lilin bernyala. Sesudah perarakan, acara dilanjutkan dengan adorasi. Pada malam harinya, masingmasing delegasi dari paroki-paroki menampilkan kreativitas mereka dalam acara rekreasi bersama. Walaupun semuanya hanya dipersiapkan secara spontan dan dalam waktu yang singkat, rekreasi bersama dapat terselenggara dengan meriah. Hari kedua, diawali dengan meditasi pagi yang dipimpin oleh

P Samuel Maranresy MSC. Para peserta diajak untuk merenungkan peristiwa perjumpaan Yesus dengan Wanita Samaria di sumur Yakub. Seperti wanita Samaria yang rindu untuk menimba air kehidupan, para peserta dihantar untuk menimba inspirasi hidup dan kekuatan dari Hati Kudus Yesus. Sesudah meditasi pagi, para peserta bersatu dalam perayaan Ekaristi bersama dengan umat Paroki Karanganyar. Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Pastor Paroki Karanganyar P Yohanes Wahyu Hersanto MSC. Turut berkonselebrasi pula para imam yang hadir dalam pertemuan tersebut. Dalam homilinya, P Wahyu menegaskan bahwa dalam perutusan kita sebagai rasul-rasul Hati Kudus tidak ada hari libur – mengingat di akhir pekan tersebut masih banyak umat yang menikmati hari libur. Kegiatan pada hari kedua ini diisi dengan keterangan tentang media sosial dan pemanfaatannya untuk penyebaran Spiritualitas Hati oleh P Joni Astanto MSC. Para anggota AKC diajak agar apa yang dilaksanakan sebagai murid-murid Hati Kudus tidak hanya untuk disimpan sendiri melainkan diwartakan, agar semakin banyak awam yang tergabung dalam Keluarga Chevalier. Dalam sesi ini pula diadakan latihan menulis berita.

OKTOBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 25


Dalam keheningan pagi, para anggota AKC Keuskupan Purwokerto dihantar untuk menjumpai Hati Kudus Sang Sumber Air Hidup, melalui permenungan perjumpaan wanita Samaria dengan Yesus. Diharapkan ke depan kegiatan-kegiatan AKC setempat dapat disebarkan dalam media yang telah ada seperti Warta Keluarga Chevalier. Rangkaian acara terakhir dari kegiatan ini adalah penjelasan mengenai struktur AKC oleh Pak Yan Pontoan. Sesudah penjelasan ini dengan dibantu oleh Br Maxi Dumanaw MSC sebagai pendamping AKC dari MSC Jateng-Kalsel, disepakati bahwa Bp. Stefanus Budi dari Purwokerto diberi tugas sebagai koordinator AKC Keuskupan Purwokerto Pertemuan AKC seluruh Keuskupan Purwokerto ini merupakan pertemuan yang pertama kali. Memang di paroki-paroki sudah terdapat AKC dengan pertemuan rutin dan kegiatan mereka masingmasing. Namun pertemuan ini adalah yang pertama mengumpulkan AKC dari seluruh Keuskupan. Walau demikian para peserta lebih mengenal AKC dan menyadari bahwa ternyata AKC sudah mendunia. Br Maxi mengatakan bahwa tidak perlu kita berkecil hati, meski kita nampaknya baru mulai. Disadari bahwa para MSC dan PBHK sendiri baru terbangun dan menyadari pentingnya AKC, walaupun setelah mendirikan MSC Pater Chevalier

terlebih dahulu mendirikan gerakan kaum awam. Di penghujung acara, Superior Daerah MSC Jateng – Kalsel P Miranta mengatakan bahwa ia bangga karena pertemuan perdana dapat terlaksana dengan baik, walau masih ada banyak kekurangan. Keberadaan AKC amat penting. Konstitusi MSC no. 63 mengatakan

bahwa para MSC wajib mendorong terkumpulnya para awam. MSC Jateng - Kalsel baru menyadari arti penting hal itu. Di tempat lain, seperti di Papua bahkan AKC sangat membantu perutusan. P Miranta juga menegaskan bahwa jika benar-benar digerakkan dan dibekali secara serius AKC dapat menjadi awam militan. Ini menjadi tantangan. AKC justeru lahir dan hidup di paroki-paroki yang tidak digembalakan oleh MSC. Menjadi tantangan agar di paroki-paroki MSC AKC akan lahir dan berkembang. Disadari bahwa proyek besar “Ametur ubique terrarum Cor Jesu sacratissimum” hanya dapat dilaksanakan dengan melibatkan semakin banyak pihak. Di tengah menurunnya panggilan MSC dan PBHK di Jawa, AKC dapat menjadi MSC dan PBHK yang tak berjubah. Pertemuan perdana ini masih terus membutuhkan tindakan lebih lanjut. Pertemuan perdana telah terlaksana. Kini diharapkan agar AKC semakin berekembang di wilayah Jawa Tengah dan sekitarnya. Ametur!  Jonast MSc

Walaupun hanya dipersiapkan dalam waktu singkat dan secara spontan, acara malam gembira bersama terlaksana cukup meriah.

26 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | OKTOBER 2014


REKOLEKSI AWAM KELUARGA CHEVALIER JAKARTA Gerak Awam Keluarga Chevalier sudah nampak geliatnya di pelbagai tempat. AKC Jakarta menyelenggarakan rekoleksi Spiritualitas Hati baru-baru ini. Dalam usaha untuk menyebarkan Spiritualitas Hati, Ametur Indonesia pada tahun 2014 ini mencanangkan program untuk lebih memberi perhatian pada pembinaan bagi Awam Keluarga Chevalier (AKC). Berbagai bentuk kegiatan telah dilaksanakan baik berupa rekoleksi maupun seminar-seminar. Salah satu rekoleksi dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 28 September 2014, di Aula Paroki St Kristoforus Grogol. Rekoleksi dihadiri oleh 30 peserta yang terdiri dari AKC dari Grogol, Komunitas Hati, Tim Dana Ametur dan para Suster PBHK dari Komunitas Grogol dan Kramat. Rekoleksi dipimpin oleh Pastor Budi Santoso MSC selaku Ketua Ametur Indonesia dan Sr. Evarina PBHK. Pada sesi pertama, Pastor Budi mengajak para peserta untuk melihat dan merefleksikan “Manusia siapakah engkau?” Pada dasarnya Manusia merupakan ciptaan Allah yang secitra dan segambar dengan Allah. Dibanding dengan ciptaan yang lainnya, manusia diciptakan sungguh amat baik. Dari sinilah manusia tertantang untuk selalu berbuat baik terhadap semua orang. Karena dikaruniai akal budi

dan kehendak, manusia juga ikut bertangung jawab terhadap karya ciptan Allah, Namun kadang yang terjadi justru sebaliknya. Karena egoisme, kadang manusia mudah tergoda untuk jatuh dalam hal dosa seperti keserakahan, kekuasaan dan tidak mau peduli satu dengan yang lain. Para peserta rekoleksi disadarkan bahwa sebagai ciptaan yang telah dikaruniai akal budi dan kehendak, diajak untuk selalu bersyukur dan hidup dari kedalaman hati, peka melihat gerakan-gerak roh yang hidup di dalam diri, sehingga setiap saat selalu mengalami Tuhan dan melibatkan Tuhan dalam hidup sehari-hari. Manusia juga terpanggil untuk menjadi berkat bagi yang lainnya. Pada sesi kedua para peserta rekoleksi diajak untuk lebih mengenal dan mendalami gelar dan keutamaan Bunda Hati Kudus. Gelar Bunda Hati Kudus diberikan Oleh Pater Jules Chevalier pada tahun 1859. Latar belakang Gelar Bunda Hati Kudus diberikan kepada Maria sebagai rasa syukur atas terkabulnya novena Kepada Bunda Maria. Pada Awalnya Pater Chevalier mempercayakan kepa-

da Bunda Maria suatu kerinduan untuk membentuk sebuah tarekat baru yang dibaktikan kepada Hati Kudus. Mereka berjanji akan menghormatinya secara istimewa, bila ibu berkenan memperoleh rahmat ini bagi mereka, dari Hati Kudus Yesus. Bagi Keluarga Chevalier, Bunda Hati Kudus menjadi pelindung dan teladan dalam hidup dan karya perutusan. Maria sebagai murid pertama Yesus yang selalu siap sedia menjawab dan melaksanakan panggilan Tuhan. Selain itu juga Maria menjadi teladan dalam kepekaan hati dalam peristiwa perkawinan di Kana. Ia juga dengan setia mengikuti perjalan Yesus bahkan sampai di kaki salib, serta bersama para murid yang lain menantikan pencurahan Roh Kudus. Keluarga Chevalier selalu diajak untuk belajar bersama Maria Bunda Hati Kudus dalam berziarah di dunia ini, dan tidak berjuang sendiri. Acara rekoleksi ditutup dengan lagu “Nderek Dewi Maria” dan dilanjutkan dengan perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Pastor Budi serta makan siang bersama.  Sr. M. Evarina PBHK

OKTOBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 27


Para Pranovis MSC Pineleng dengan semangat menempa fisik mereka. Nampak mereka sedang berlari menuju Sekolah Polisi Negara di Karombasan.

BINA MENTAL PRANOVIS MSC

Fisik dan mental yang prima menjadi tuntutan yang tidak boleh dilupakan bagi para misionaris. Demi misi di masa depan, para Pranovis MSC menempa fisik dan mental mereka di bawah bimbingan Sekolah Polisi Negara di Karombasan, Manado. Fisik dan mental yang prima diperlukan oleh para misionaris masa depan. Oleh sebab itu dalam bulan September lalu, Rumah Bina Pra-Novisiat MSC Pineleng melaksanakan program latihan fisik dan mental dalam kerjasama dengan Sekolah Polisi Negara (SPN) Karombasan, Kecamatan Wanea, Manado. Para pranovis angkatan 2014/2015 merupakan angkatan pertama yang diberi tantangan untuk melaksanakan kegiatan latihan fisik. Kendatipun tak sulit latihan fisik di SPN Karombasan ini membutuhkan mental dan kekuatan

pejuang. Dalam kegiatan ini para pranovis didampingi oleh Aparat Kepolisian (SPN) Karombasan. Latihan fisik ini menjadi peristiwa istimewa bagi anggota tim SPN karena kegiatan ini menjadi kesempatan pertama bagi mereka untuk membina para calon imam dan biarawan. Peserta kegiatan ini berjumlah 22 orang, terdiri dari 19 frater dan 3 bruder pranovis serta anggota tim SPN. Kehadiran Rm Hendrikus Suhendro MSC, pembina senior Pra-Novisiat MSC Pineleng dan juga Rm Simon Manumpil MSC

28 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | OKTOBER 2014

sekaligus tim SPN memberi warna tersendiri. Gambaran Umum Kegiatan Sesuai dengan jadwal yang disepakati bersama pada hari Senin, Rabu dan Jumat latihan fisik diselenggarakan di SPN Karombasan, sedangkan pada hari Selasa, Kamis dan Sabtu diadakan di Pra-Novisiat MSC Pineleng. Kami berangkat dari Pineleng pukul 7.45, dengan menempuh perjalanan jarak 10 km menuju SPN Karombasan. Pranovis tiba di SPN pukul 09.00 dan pukul 9.15 prano-


vis istirahat. Pukul 9.45 pranovis mulai latihan fisik di lapangan bersama tim SPN Karombasan. Materi yang kami pelajari ialah PPGD/ P3K, merayap tambang di atas udara setinggi 4 atau 3 meter, dan juga lintas medan jarak 25 km, turun tebing atau meluncur bebas setinggi 30 meter, PBB, olahraga setiap pagi, menembak dan juga proyek komunitas. Menjadi tanggungjawab setiap peserta bina untuk melatih fisik dan mental. Namun di samping itu dibutuhkan keseimbangan, konsentrasi, keberanian dan kepercayaan pada Tuhan dan diri sendiri, pendamping, dan alat-alat yang dipakai. Ketika selesai latihan fisik mereka kembali ke komunitas. Bukan Sekedar Latihan Tujuan kegiatan ini tak terlepas dari kerangka pembinaan, yakni sarana pengolahan mental, pengenalan diri, serta pembentukkan karakter, dan upaya untuk membangkitkan semangat keberanian, kepercayaan terhadap instruksi apapun yang dibuat saat latihan. Latihan fisik dan mental bukanlah sebuah aktivitas yang mudah. Aktivitas ini membutuhkan mental dan tenaga yang ekstra.Terlepas dari persoalan mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, para frater dan bruder Pra-Novisiat diwajibkan untuk mengikuti. Sebagai

misionaris mereka dilatih untuk menjadi pribadi yang militan, tak kenal lelah, bermental baja, tak mudah menyerah, dan kreatif dalam bekerja bersama. Oleh karena itu, beberapa jenis permainaan coba dirancang untuk menguji mental mereka. Kegiatan latihan fisik ini menjadi kesempatan untuk semakin mengenal diri dan kemampuan para peserta, untuk menghadapi medan yang sulit dan perjalanan yang panjang dan melelahkan. Dengan itu para peserta belajar mengenal diri masing-masing dan juga reaksi perasaan yang hidup. Mereka dilatih untuk menyadari dan meresakan setiap reaksi perasaan yang muncul misalnya: marah, jengkel, benci, bosan, semangat, setia, rela menderita dan sebagainya. Kerapkali reaksi perasaan ini membuat mereka menjadi apatis, diam ketika berhadapan dengan kesulitan teman yang lain, mementingkan kebersamaan dan kenyamaan diri sendiri, saat merayap tambang setinggi 3 atau 4 meter dan juga turun tebing atau terjun bebas setinggi 30 meter. Oleh karena itu, mereka dibantu untuk mengontrol dan mengolah reaksi-reaksi perasaan tersebut. Dengan demikian, meraka secara fisik tak langsung dibantu menge-

nal kemampuan dan kreativitas mereka dalam perjuangan sendiri maupun berjuang bersama mencari solusi yang dapat membantu mereka untuk keluar dari setiap situasi sulit entah membantu diri sendiri atau teman lain yang lebih lemah. Tujuan yang hendak dicapai dari kegiatan ini ialah membangkitkan rasa kepercayaan dan keberaniaan. Rm Hendro mengarahkan mereka untuk belajar dari kegiatan ini dan sekaligus mengolah nilai-nilai yang mereka petik, dan mempraktekkan dalam kehidupan komunitas setiap hari. Para pranovis juga belajar mengolah reaksi perasaan yang muncul dalam diri mereka, dan mengantar mereka untuk mengenal diri. Sebagai subjek bina, latihan fisik merupakan sebuah simulasi kehidupan, realitas di masa depan yang dipadatkan dan dikonkratkan kini dalam cara yang sederhana. Sebagai misionaris para pranovis dilatih untuk menghadapi situasi yang konkrit. Untuk itulah mereka dipersiapkan untuk mengantisipasi kemungkinaan yang dihadapi kelak. Latihan fisik ini adalah salah satu cara untuk mempersiapkan diri menjadi seorang misionaris yang sejati. Tetap semangat, kuat dan jadilah pribadi yang terbaik. BE STRONG, BE THE BEST! ď Ž Br. Yohanes Albert Folatfindu

Tujuan kegiatan ini tidak lepas dari kerangka pembinaan pribadi secara holistik bagi para misionaris masa depan. OKTOBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 29


ANTARKITA

RETRET SPIRITUALITAS HATI SUSTER-SUSTER TMM WILAYAH JAWA Sebagai bagaian dari Keluarga Chevalier, mendalami Kharisma yang menggerakkan Chevalier adalah penting. Dengan retret spiritualitas Hati, semangat Hati Yesus yang menggerakkan Chevalier didalami. Pada tanggal 6 – 11 Oktober 2014 para suster TMM Wilayah Jawa mengikuti retret bersama dengan jumlah peserta 12 suster yang berasal dari 5 komunitas di antaranya: komunitas Manukan Surabaya, komunitas studi Yogyakarta, komunitas Setia Kawan Jakarta, komunitas Taman Kota dan Kemuning Tangerang. Retret ini diadakan di puncak – Bogor. Retret tahunan ini berlangsung dengan bimbingan Romo Budi Santoso MSC. Materi retret ini adalah Spritualitas Hati. Kami dibimbing untuk mengenal Hati Yesus yang Maha Kudus yang dihayati dalam 30 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | OKTOBER 2014

kehidupan sehari-hari. Banyak hal baru yang kami terima lewat kegiatan ini yaitu kami dihantar untuk mengenal Nazaret ( asal ) kami, yang banyak membuat luka –l uka yang timbul sehingga dapat mempengaruhi sifat dan watak kami sampai saat ini, terutama mengenai kelekatan- kelekatan, yang kelekatan merupakan sesuatu yang sulit untuk dipisahkan dari seseorang baik itu materi, emosi, relasi, rohani maupun intelek, karena sesuatu yang mendesak dan harus dipenuhi, akan tetapi sadar akan keterlekatan terhadap sesuatu justru menghambat pertumbuhan


Para Suster Tarekat Maria Mediatrix (TMM) Wilayah Jawa berfoto bersama dengan pembimbing retret, P PJ Budi Santoso MSC, serta keluarga donator yang membantu terselenggaranya retret ini.

kita sebagai manusia yang mau mencintai dengan hati yang utuh dan dewasa. Namun semua kembali kepada masing – masing pribadi bahwa jika kita memandang Hati Yesus yang penuh kasih dan pengorbanan maka semuanya akan terkikis meskipun melalui proses panjang yang harus dilalui. Kami juga diajak untuk mengenal ruang batin kami masing masing yang berdasarkan hasil refleksi ternyata pada umumnya mengungkapkan bahwa ruang kerja lebih luas dari pada ruang doa, dan banyak hal lagi yang kami peroleh. Semuanya sangat ber-

manfaat untuk perkembangan hidup kami sebagai seorang religius, agar kami dapat mencontoh Hati Yesus yang terluka namun tetap terbuka dan mengalirkan rahmat dan sukacita bagi semua orang . Akhirnya sampai pada hari terakhir kami dihantar untuk meditasi spiritualitas, yang menggunakan gerakan sungguh sangat luar biasa ketika menghayati gerakan demi gerakan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata- kata saat ini, merasakan ketenangan batin yang nyata. ď Ž Sr Vianney Obe TMM OKTOBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 31


ANTARKITA

PERPUSTAKAAN SD PIUS TEGAL JUARA III PROVINSI JAWA TENGAH Perpustakaan merupakan sarana yang mutlak diperlukan bagi sebuah sekolah. SD Pius Tegal bekerjasama dengan pelbagai pihak berhasil mengusahakan sebuah perpustakaan yang berkualitas, bahkan diakui di tingkat Jawa Tengah. Diawali dengan misa pemberkatan gedung baru perpustakaan SD Pius Kota Tegal oleh pastor Paroki Hati Kudus Yesus (HKY) RD. Widyantardi dan pengguntingan pita oleh kepala sekolah Sr. M. Anselline PBHK pada tanggal 10 Januari 2010, mulailah SD Pius Kota Tegal memiliki gedung perpustakaan yang baru. Beragam sarana dan prasarana mulai dilengkapi semenjak kedatangan Kepala Sekolah yang baru Sr. Anna Amry PBHK, ruang yang ber-AC, gazebo, taman baca, ruang audiovisual, ruang kerja Kepala Perpustakaan, sistem pendataan buku dan peminjam secara online menggunakan software SIMSHEKO dan kedepan menggunakan software SENAYAN yang terhubung dengan perpustakaan nasional di Jakarta, ruang sirkulasi petugas perpustakaan, ruang baca duduk dan lesehan sampai dengan pengadaan kamera pengaman CCTV. 32 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | OKTOBER 2014


Selain itu, diresmikan pula nama baru untuk perpustakaan yaitu Perpustakaan “PELITA HATI” SD Pius Kota Tegal oleh Ketua Yayasan Asti Dharma Cabang Tegal Sr. M. Madeleine PBHK sekaligus memberikan restu atas terpilihnya perpustakaan ini mewakili Kota Tegal dalam ajang lomba perpustakaan tingkat Karesidenan Pekalongan. Kepercayaan dari pemerintah ini di tindak lanjuti dengan menggandeng Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Tegal untuk berperan membimbing pelaksanaan teknis pengelolaan sebuah perpustakaan secara online dan bantuan dalam sumbang saran dan tukar menukar koleksi buku dengan mendatangkan 3 unit mobil pintar (perpustakaan keliling) untuk setiap bulan hadir dengan koleksi-koleksinya yang baru. Perjuangan dalam mempersiapkan sebuah perpustakaan dalam ajang lomba tingkat Kares-

idenan membutuhkan semangat dan finansial yang besar. Tetapi semua kelelahanan menjadi sirna manakala berhasil meraih Juara I Lomba Perpustakaan Tingkat Karesidenan Pekalongan yang secara otomatis maju mewakili Karesidenan Pekalongan di ajang Lomba Perpustakaan tingkat Sekolah Dasar di Propinsi Jawa Tengah. Duka nestapa merundung sekolah kami di balik keberhasilan ini, Sr. M. Gishella PBHK dengan semangat yang luar biasa bekerja demi persiapan semua ini. Semangat di luar batas raganya akhirnya wafat sepekan setelah lomba perpustakaan tingkat Karesidenan ini diselenggarakan. Dia menyaksikan kami dari surga atas pengumuman bahwa perpustakaan kami juara I tingkat Karesidenan. Semangat Suster Gis, menjadi pemicu manakala kami mempersiapkan diri di ajang tingkat Propinsi Jawa Tengah. Dari pagi hingga malam, semua bergerak

Para juri, Kepala Sekolah dan Ketua Yayasan Asti Dharma Cabang Tegal sesusai meninjau ajang perlombaan perpustakaan (kanan atas). Atas kerjasama dengan Perpustakaan dan Arsip Kota Tegal, diadakan pula “mobil pintar” yakni mobil perpustakaan kelilling yang secara rutin menghadirkan koleksi-koleksi buku yang baru. Hal ini sangat membantu para siswa (kiri bawah).

OKTOBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 33


dalam mengarsip, mendata dan mengolah buku-buku perpustakaan. Kebetulan penerbit Gramedia menyelenggarakan pameran buku di Rita Supermall dan kami diundang untuk hadir dan menjadi kejutan kami mendapatkan bantuan buku-buku Gramedia sejumlah 300 buku dalam berbagai judul. Dengan penuh semangat kami mengolah buku-buku tersebut dalam waktu 2 hari untuk siap disajikan kepada para peserta didik agar dapat dibaca. Kini Perpustakaan Pelita Hati SD Pius Kota Tegal memiliki 13.487 koleksi buku dengan luas bangunan 126 m2 dimana 74 persen buku yang dimiliki adalah non fiksi selebihnya adalah fiksi. Kepala SD Pius Kota Tegal Sr. Anna Mary di hadapan para juri tingkat Propinsi Jawa Tengah, yakni Arif Suharsoyo, Cecili SN, Amin Tofik, Asri dan Sumarni serta Kepala Dinas Pendidikan Herlien Tedjo Oetami dan Kabid Pendidikan Dasar Kota Tegal Herdiyanto mengatakan, sesuai ketentuan bahwa semua sekolah harus memiliki perpustakaan. Karena perpustakaan adalah gerbang dalam membuka cakrawala dan jendela dunia. Aris Suharsoyo salah satu tim juri dari Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang mengatakan, juri tidak melakukan penilaian, melainkan hanya membandingkan

fasilitas dan pelayanan perpustakaan di enam eks Karisidenan yang maju ke tingkat Jawa Tengah. Karesidenan tersebut adalah Karesidenan Kedu, Karesidenan Surakarta, Karesidenan Pekalongan, Karesidenan Pati, Karesidenan Banyumas, Karesidenan Semarang. Perjuangan tersebut tidaklah sia-sia, melalui Dinas Pendidikan Kota Tegal kami mendapatkan surat bahwa Perpustakaan Pelita Hati – SD Pius Tegal menjadi Juara III dalam ajang Lomba Perpustakaan Tingkat Sekolah Dasar (SD) Propinsi Jawa Tengah.

Haru biru mewarnai hati nurani kami, manakala teringat akan karya terakhir Suster Gis yang menemani kami, menyemangati kami dan kepeduliannya kepada kami saat mempersiapkan lomba tersebut. Walaupun kami tidak bisa maju ke tingkat nasional, bukan berarti kami berhenti. Kami akan menjadi lebih bersemangat dalam melayani peserta didik untuk menjadikan perpustakaan sebagai tempat yang nyaman untuk membuka jendela dunia. ď Ž Leo Agung Christanto

Perpustakaan adalah gerbang dunia bagi para pemakainya, khususnya anak-anak di sekolah. Kini Perpustakaan SD Pius Tegal dilengkapi dengan ruang audio visual dan ruang sirkulasi yang modern. 34 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | OKTOBER 2014


INSPIRASI KEMARTIRAN CHEVALIER Pater Jules Chevalier tidak wafat sebagai martir. akan tetapi perjuangannya menghadapi pelbagai kesulitan dan tantangan dalam mendirikan tarekat-tarekat misioner dapat dipandang sebagai semangat kemartiran yang dapat menjadi inspirasi bagi kita. Tanggal 21 Oktober merupakan hari istimewa bagi Keluarga Chevalier. Tanggal tersebut adalah hari wafat Pater Jules Chevalier, pendiri Tarekat Misionaris Hati Kudus (MSC) dan Para Suster Puteri Bunda Hati Kudus (PBHK), secara rohani juga diakui sebagai pendiri Para Suster Misionaris Hati Kudus (Suster-suster MSC) yang didirikan oleh Pater Hubert Linckens MSC, serta sumber kharisma Tarekattarekat serta Awam yang tergabung dalam Keluarga Chevalier. Tiap tahun, hari wafat Pater Chevalier dikenangkan secara istimewa atas pelbagai cara: perayaan Ekaristi mulia, sarasehan, pertemuan, seminar, rekoleksi, dan sebagainya. Peringatan wafat Pater Chevalier yang ke 107 tahun, 21 Oktober 2014 yang lalu secara istimewa dikenangkan oleh para anggota MSC, PBHK, serta para postulan Bruder MSC dan Suster PBHK,

yang berada di Purworejo dan sekitarnya. Bertempat di Susteran PBHK Purworejo mereka berkumpul untuk mengadakan rekoleksi bersama yang dipandu oleh P Stephanus Sumpana MSC. Sekitar 25 orang yang hadir dengan tekun merenungkan kemartiran P Jules Chevalier yang disampaikan dengan baik oleh P Sumpana. Memang Pater Chevalier tidak wafat sebagai seorang martir, namun kesulitankesulitan, pergumulan, pertentangan yang dialami P Chevalier dalam mendirikan dan mengembangkan komunitas-komunitas kecil yang menjadi tarekat-tarekat missioner dapat dipandang sebagai semangat kemartiran. Tidak sedikit kesulitan dan tantangan yang dialami olehnya. Kesulitankesulitan itu berasal baik dari dalam maupun dari luar tarekat. P Sumpana menegaskan bahwa kita dapat banyak belajar dari semangat perjuangan Pater Chevalier.

Dalam hidup dan karya kita di masa kini tidak jarang kita juga mengalami kesulitan-kesulitan dan tantangan yang sama, yang berasal entah dari dalam tarekat maupun dari luar. Situasi sosial masyarakat kita sering juga menjadi tantangan tersendiri dalam mengembangkan karya-karya kita, apalagi pengembangan karyakarya kita sering dicurigai sebagai usaha kristenisasi, misalnya. Para peserta rekoleksi singkat di sore hari itu pun mengamini, bahwa tidak jarang kita mengalami kesulitan dan tantangan baik dari dalam maupun dari luar. Kata-kata Chevalier sendiri yang berbunyi: “Bila Tuhan menghendaki, kesulitan-kesulitan dapat menjadi sarana,â€? dapat menjadi inspirasi bagi kita. Peringatan wafat Chevalier ini kemudian disempurnakan dalam Perayaan Ekaristi dan makan bersama. ď Ž Jonast msc

OKTOBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 35


JPIC

Gerakan peduli lingkungan sudah menjadi kemendesakan. Di mana peran Gereja Katolik dalam gerakan tersebut?

: H A P M A Y N MENCURI

DARI MEJA ORANG MISKIN Menyadari pentingnya kesadaran dalam menjaga, memperhatikan, dan membangun lingkungan hidup di Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia dalam kerja sama dengan KKP-PMP KWI, menggelar sebuah workshop dalam rangka penyusunan Buku Pedoman Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bersperspektif Agama Katolik. Acara yang digelar pada 17 Oktober 2014, di Gedung Pertemuan KWI, Jl. Cikini, Jakarta, ini menghadirkan dua narasumber utama, yakni Pastor John Mitakda MSC dan Dr. Paulus Courtier. Paulus Courtier

adalah mantan deputi Kementerian Lingkungan Hidup di masa Prof Emil Salim; ia lama juga bekerja di Pertamina, dan kini dosen di Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas), Jakarta. Para peserta workshop datang dari pelbagai institusi yang peduli pada masalah lingkungan hidup, termasuk para imam dan para suster. Dalam sambutannya mewakili Menteri Lingkungan Hidup RI, Ibu Emi, mengatakan, hasil diskusi ini akan melengkapi materi buku “Pedoman Peran Umat Katolik dalam PPLH” yang sedang dalam proses penyelesaian akhir. “Buku ini

36 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | OKTOBER 2014

akan menjadi kerangka bagi umat Katolik dalam ikut serta memajukan lingkungan hidup,” kata Emi. Diskusi ilmiah ini menghadirkan moderator Tigor Nainggolan dan Dr. Maria Ratnaningsih, peneliti dari BaPeNas RI dan KWI. Paulus Courtier mengatakan, masalah lingkungan hidup begitu luas dan dalam. Menurut mantan deputi Kementerian Lingkungan Hidup pada masa Emil Salim ini, gerakan peduli pada lingkungan hidup merupakan sebuah kemendesakan ketika masalah perubahan iklim sudah memperlihatkan dampak negatif yang besar pada


hidup manusia. Perubahan iklim (climate change), yang menyebabkan pemanasan global akibat gas rumah kaca (GRK) yang sedang melanda dunia, merupakan hasil akibat perilaku manusia (antropogenik). Terkait pencemaran tanah, air, dan udara, Paulus mengatakan, sangatlah penting melihat kebijakan pemerintah di bidang pengawasan. “Ternyata kontrol pemerintah amat lemah. Kita mengabaikan manajemen hidrologi” tutur dosen Lemhanas, Jakarta, ini. Di sisi lain, Paulus tak bisa membayangkan, bahwa saat ini, di Indonesia, ada 7000 perusahaan pertambangan yang beroperasi. “Kita bisa membayangkan, bagaimana perusahaan-perusahaan kecil itu cenderung mengabaikan ketentuan dan standar-standar operasional pertambangan. Jadi, ada masalah serius pada pengontrolan dan pengawasan. Dari Antroposentrisme menuju Ecosentrisme Menurut Pastor John Mitakda MSC, perspektif filsafat membantu melihat akar persoalan lingkungan hidup yang sedang dihadapi manusia. Dalam pandangan antroposentrisme (individualistik-kapitalistik) di mana manusia memandang di-

rinya sebagai mahkota ciptaan yang bernalar dan menduduki tempat sentral dalam alam semesta, maka alam menjadi obyek yang bisa dieksploitir manusia. Kitab Suci sering dijadikan kambing hitam, karena, dalam Kitab Kejadian sepertinya Allah “mengijinkan” manusia melakukan penguasaan mutlak terhadap alam dan seluruh ciptaan. Menurut John, sebagai mahkota ciptaan Allah, manusia diciptakan bukan untuk menguasai alam, tetapi untuk menjalin relasi yang baik dengan lingkungan. Antara manusia dan lingkungan selalu ada relasi saling ketergantungan. “Kita perlu berbalik kepada ecosentrisme. Pentingnya ekologi dewasa ini telah menjadi panggilan moral. Karena itu mengutip ungkapan dari Paus Benedictus XVI dalam Ensiklik Caritas in Veritate, John mencermati pentingnya membaca dan mengetahui “the grammar of creation.” “Selain ekologi alam, ada juga ekologi manusia dan ekologi sosial,” tutur Direktur JPIC MSC Indonesia ini. Kesetaraan ciptaan Di manakah peran Gereja Katolik? Kepedulian Gereja terhadap lingkungan hidup merupakan wujud iman Kristiani yang bersumber

Throw away culture, budaya sekali pakai, mendorong tumbuhnya “budaya nyampah” yang tidak hanya menyebabkan tutupnya tempat-tempat reparasi dan service, tetapi mempercepat timbulnya masalah lingkungan.

dalam Kitab Suci dan Ajaran Sosial Gereja (ASG). ASG bukan saja dipandang sebagai pedoman, melainkan juga sebagai motivasi agar Gereja bertanggung jawab dalam pemulihan keutuhan ciptaan. Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, dikatakan bahwa semua yang diciptakan Allah dikehendakiNya dan dipandang baik, indah dan berguna. Manusia adalah mahkota ciptaan yang paling sempurna dan berhak mengatur, menjaga dan memelihara alam semesta agar menjadi rumah untuk semua dan tidak untuk menguasai dan menaklukkan. Posisi manusia bukan di atas, melainkan di tengahtengah mahluk ciptaan. Manusia adalah “steward of creation.” Manusia mengajak seluruh alam memuliakan pencipta. Alam juga subyek untuk melanjutkan karya ciptaan Allah dan memuliakan Allah dan proses kehendak Allah terjadi dalam alam. Sementara, dalam Kitab Suci Perjanjian Baru ditegaskan bahwa penyalahgunaan kebebasan adalah sumber dosa yang menjadikan manusia sombong, serakah dan tamak. Terjadi disharmoni antara manusia dengan Allah dan manusia dengan alam serta dirinya sendiri. Kehadiran Yesus, mengejawantahkan Kasih Allah kepada dunia dan manusia untuk memelihara, menebus dan mencintainya. Yesus adalah guru yang peka terhadap alam semesta dengan menggunakan parable serta metafora alam dan lingkungan untuk mengajarkan Kerajaan Allah. Alam bukan saja dilibatkan tetapi dihargai, diakrabi, dilindungi dan dipelihara. Santo Fransiskus Asisi memberikan teladan yang baik. Fransiskus Asisi tidak memandang alam sebagai obyek untuk dikuasai dan dieksplotasi. Alam adalah tempat kehadiran Allah dan di dalamnya, Allah ditemukan. Dalam ciptaan, Fransiskus dapat menemukan Sang Pencipta, sehingga ia menyebut matahari, bulan, angin, air, udara, api, dan segala ciptaan

OKTOBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 37


sebagai “saudara dan saudarinya.� Di hadapan Sang Pencipta, hasilnya adalah kesetaraan ciptaan (= kesetaraan gender). Karena setara dengan alam, maka semua dipandang sahabat oleh karena itu semua dicintainya. Solidaritas dengan alam adalah kemustian. Ekosentrisme Gereja Katolik Indonesia Menyadari keterlibatan Gereja dalam pelestarian Lingkungan adalah bagian dari iman, maka sejak 1989 Gereja Katolik Indonesia (KWI) telah menunjukkan kepedulian mendalam akan masalah lingkungan hidup lewat Surat-Surat Pastoralnya. Pada tahun 2004 Konferensi Waligereja Indonesia dalam sidangnya di bulan November mengambil tema Keadaban Publik: Menuju Habitus Baru Bangsa. Dalam sidang ini Gereja Katolik ingin lebih peduli dengan masalah-masalah bangsa yang kian memprihatinkan. Salah satu masalah yang disoroti adalah

soal lingkungan hidup. Para Bapa Waligereja Indonesia juga dengan jeli menangkap bahwa persoalan lingkungan hidup akan dapat diatasi dengan memberdayakan berbagai macam kearifan lokal dan menghormati masyarakat adat yang ada didalamnya. Hal itu terungkap dalam Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) pada tanggal 16-20 November 2005 dengan tema: Bangkit dan Bergeraklah Pada tanggal 5-7 November 2012 para uskup dari seluruh Indonesia menyelenggarakan hari studi tentang lingkungan hidup. Hasil dari hari studi itu, pada tahun 2013 Konferensi Waligereja Indonesia mengeluarkan sebuah Nota Pastoral dengan judul: Keterlibatan Gereja Dalam Melestarikan Keutuhan Ciptaan. Dalam Nota Pastoral itu, para Bapak Uskup menyadari bahwa Gereja harus mau lebih giat dan lebih nyata lagi dalam menjaga, memperbaiki dan melestarikan keutuhan ciptaan. Karena masalah

“Kita telah menciptakan berhala-berhala baru. Penyembahan lembu emas di masa lalu telah kembali di masa kita dalam wujud penyembahan uang dan kekuasaan mutlak ekonomi yang menafikan tujuan-tujuan yang benar-benar manusiawi.�

Paus Fransiskus 38 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | OKTOBER 2014

lingkungan adalah bagian dari iman, maka untuk mengatasinya dibutuhkan suatu spiritualitas? Umat dipanggil untuk hidup dalam kasih dan mengembangkan kasih Kristus hingga pewartaan kasih Allah itu bercorak social, religius dan ekologis. Karena kerusakan lingkungan yang kian parah, maka panggilan untuk pelestarian alam adalah suatu kemendesakan dan kemustian. Evolusionisme vs Kreationisme Terkait masalah lingkungan hidup dan sikap manusia atasnya, John Mitakda menyajikan beberapa hal mendasar yang perlu dipahami sebagai latar belakang. Pertama, pemahaman yang benar akan teori evolusi. Ada teori Evolusi Darwin yang bercorak deterministitik, di mana alam dipandang sebagai hasil kebetulan atau determinisme evolusioner. Konsekuensinya, citarasa tangungjawab kita terhadap alam memudar. Pendekatan terhadap alam menjadi antroposentrik


Sebagai mahkota ciptaan Allah, manusia diciptakan bukan untuk menguasai alam, tetapi untuk menjalin relasi yang baik dengan lingkungan.

dan manipulatif; relasi manusia dan alam diwarnai relasi I-It ketimbang I-Thou (Martin Buber); dalam tatanan ekonomi, yang tercipta adalah ekonomi ketidaksetaraan. Paus Franciskus dalam Evangelii Gaudium berbicara tentang “budaya sampah” (budaya nyampah) yakni budaya sekali pakai buang (EG no. 53). Dalam budaya ini yang menguasai manusia adalah dinamika ekonomi yang berorientasi uang. Allah Bapa tidak memberikan tugas memelihara bumi untuk uang tetapi untuk melihara dan memuliakanNya. “Budaya sampah” cenderung menjadi mentalitas umum yang menulari banyak orang. Hidup manusia tidak lagi dipandang sebagai nilai primer yang harus dihormati dan dilindungi terutama mereka yang miskin dan cacat, bayi yang belum lahir dan pasien yang sekarat. Budaya sampah ini telah membuat manusia tidak peka untuk memboroskan dan membuang sisa makanan. Dan merupakan hal yang sangat buruk, terutama ketika setiap bagian

dunia banyak orang kelaparan dan mati karenanya. Konsumerisme bertemanan dengan hedonisme telah membuat kita terbiasa tak memberi nilai pada hidup secara seimbang. Kita ingat ungkapan inspiratif dari Paus Fransiskus yang diinspirasi oleh St. Yohanes Chrisostomus, “Namun kita harus ingat bahwa membuang makanan, seperti halnya mencuri dari meja orang miskin, orang yang kelaparan” (EG 57). St. Yohanes Chrisostomus mengatakan, “Tidak berbagi kekayaan dengan kaum papa adalah mencuri dari mereka dan mengambil mata pencaharian mereka. Bukan harta benda kita sendiri yang kita genggam, melainkan milik mereka.” (EG 57). Kedua, kita perlu memahami Teori Kreasionisme. Konsekuensinya berganda: (a) kosmos yang diciptakan Allah mengandung jejak sabda Allah. Dalam alam terdapat vestigia Dei (tapak-tapak kaki Allah). Penerimaan Sabda Allah yang disaksikan Kitab Suci dan tradisi hidup Gereja menimbulkan cara

baru dalam memandang sesuatu dan memajukan ekologi yang sejati yang berakar dalam ketaatan iman. St. Bonaventura berbicara tentang sacramentality of creation. Manusia harus dididik untuk mengagumi dan mengakui keindahan sejati dan kehadiran Allah dalam ciptaan. Alam menjadi saudara dan saudari. Maka perlu ada pergeseran dari Antroposentrisme ke Antropomorphisme dan Ecocentrism. Penting bagi kita untuk mendengarkan bahasa alam dan menanggapinya. Paus Benedictus XVI kepada Parlemen Jerman (18 Nop 2011) mengamanatkan, “Kita harus mendengarkan bahasa alam dan menanggapinya. Saya ingin menggaribawahi satu butir yang menurut saya diabaikan. Ada juga ekologi manusia. Juga manusia memiliki kodrat yang harus dihormatinya dan tak dapat diperlakukan sesuka hatinya. Manusia bukan hanya kebebasan bagi dirinya. Manusia tidak menciptakan dirinya sendiri. Ia adalah roh dan kehendak, tetapi ia juga kodrat dan kehendaknya benar, bila ia memperhatikannya, mendengarkannya dan menerima dirinya seperti adanya, sebagai orang yang tidak membuat dirinya sendiri. Justru dengan demikian dan hanya demikian kebebasan manusiawi sejati diwujudkan.” Menganut pandangan Kreationisme akan menelurkan suatu sikap bijaksana. Kreationisme menelurkan juga respek yang tinggi dan mengagumkan dari karya kreativitas Allah dan juga akan martabat dan kesejahteraan manusia. Sebagai mahkota ciptaan, manusia tidak didaulat menjadi penguasa. Namun martabat dan kesejahteraan pribadi manusia haruslah merupakan titik temu semua tema yang menyangkut pengembangan lingkungan hidup. Ketiga, Perspektif “wajah” perlu dikembangkan agar kita dapat merefleksikan apa yang disebut ekologi manusia. Ada pertautan yang erat antara respek terhadap manusia dan perlindungan ciptaan. Dalam Caritas in Veritate,

OKTOBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 39


Paus Benedictus XVI menegaskan, “Kewajiban kita terhadap lingkungan mengalir dari kewajiban kita terhadap manusia, baik individual maupun dengan sesama” (CV 12). Bila dalam masyarakat, ekologi dihormati, maka juga lingkungan mendapat keuntungan (CV 51). Karena ada perspektif “wajah” maka munculnya juga tanggungjawab moral dan tanggungjawab ekologis. Pandangan Kreationisme juga punya jejak dalam banyak paham budaya di Indonesia. Yang paling menyolok adalah kebudayaan Melanesia yang memiliki paham Biocosmic. Dalam pandangan ini, ekologi manusiawi, ekologi lingkungan dan ekologi transenden bertautan dalam satu lingkungan Biocosmic di mana setiap elemen (microcosmos) memiliki hidup yang setara nilainya. Ekologi sejati (sebagaimana diungkapkan oleh Paus Benedictus XVI dalam Ekhortasi Apostolic Verbum Domini 30 September 2010) berakar dalam kepekaan iman dan ketaatan iman terhadap apa yang diciptakan Allah. Namun yang hidup (biotik) bukan saja alam yang bernapas dan memiliki jiwa sebagaimana

dibuktikan secara empiris. Dalam pandangan Biocosmic, semua tatanan memiliki hidup. Orang Marind (Melanesia) memandang bahwa tatanan dan keputusan hidupnya diatur dan ditentukan oleh alam lingkungan, suara burung, letak pohon, alairan air, konsultasi dengan para leluhur bahkan pun anak yang akan dilahirkan dipandang penting dalam proses pengambilan keputusan. Ekologi sejati ini ternyata (sejatinya) telah dimiliki dan dipertahankan turun temurun dalam budaya yang kita kenal dengan kearifan budaya. Kreationisme memanggil manusia untuk mampu melihat alam dan kosmos sebagai mengandung “grammar of creation (tata bahasa ciptaan)” yang menetapkan tujuan dan kriteria penggunaan yang bijaksana atas alam dan bukan untuk eksploitasi sembarangan. Benedictus XVI dalam Caritas in Veritate no. 48 mencatat, “merendahkan alam hanya sebagai kumpulan dan kebetulan mengakibatkan kekerasan terhadap lingkungan dan bahkan mendukung kegiatan yang kurang menghormati kodrat manusia sendiri.” Suatu kritik terhadap

pandangan Evolusionisme-deterministik. Krisis lingkungan hidup ditandai oleh krisis moralitas dan perilaku manusia karena itu kita perlu mengubah cara berpikir, merasa, berelasi dan bertindak kita. Kita membutuhkan pertobatan ekologis (St. Johanes Paulus II) agar diperbaharui relasi-relasi yang rusak antara manusia dan alam, manusia dengan Allah dan manusia dengan dirinya sendiri. Ini berarti, harus ada pergeseran, dari pendekatan antroposentrisme ke poros ecosentrisme. Demikian, pertobatan ekologis menjadi suatu gerakan moral dan iman. Bagaimana menjadikan isu ini digulirkan menjadi gerakan bersama, gerakan peduli lingkungan bersama masyarakat. “If you want to cultivate peace, protect creation,” pesan Paus Benedictus XVI pada Hari Perdamaian Sedunia ke- 43, pada 8 Desember 2009 dan kita juga diingatkan oleh Wangari Maatai, asal Kenya dan penerima hadiah nobel perdamaian 2004 yang berkata, “If you want to cultivate peace, plan the trees.”  Stef Tokan

Diperlukan suatu gerakan pertobatan ekologis sebagai gerakan moral dan iman.

40 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | OKTOBER 2014


JPIC

ADVOKASI SEBAGAI SUARA KENABIAN GEREJA

Para peserta Rapat Pleno KKP-PMP KWI, Kaliurang, Yogyakarta, 8 – 12 September 2014. Kecuali Keuskupan Amboina dan Keuskupan Agung Makassar, seluruh peserta yang berjumlah 90 orang ini merupakan utusan tiap Keuskupan dan Tarekat Religius.

Masalah kekerasan, perusakan lingkungan hidup dan perdagangan manusia di negeri ini masih sangat memprihatinkan. Menghadapi persoalan dan penderitaan ini Gereja sebagai Persekutuan Umat Beriman terus terpanggil untuk melakukan aksi nyata demi terwujudnya kehidupan bersama yang lebih baik dan lebih bermartabat. Rapat Pleno Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Pastoral Migran-Perantau Konferensi Waligereja Indonesia (KKP-PMP KWI) berlangsung pada 8-12 September 2014, di Kaliurang, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengambil tema “Menjadi Gereja yang Lebih Berani Mengadvokasi�. Dihadiri sekitar 90 peserta yang datang dari seluruh keuskupan di Indonesia dan utusan JPIC Tarekat Religius, Rapat Pleno dibuka oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, yang diwakili oleh Drs. Agung, didampingi Ketua KWI Mgr Ignatius Suharyo, Uskup Semarang Mgr

Johannes Pujasumarta, dan Ketua KKP-PMP KWI Mgr Agustinus Agus (Uskup Agung Pontianak). Dalam sambutannya, Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X menekankan kesadaran akan pluralisme dan toleransi sebagai nilai budaya yang mempersatukan umat beriman di Indonesia. Dalam Rapat Pleno ini disadari bahwa masalah kekerasan, lingkungan hidup dan perdagangan manusia (human trafficking) di negeri ini masih sangat memprihatinkan. Kekerasan itu seperti kebijakan pemerintah yang kurang memihak rakyat, peraturan daerah

yang diskriminatif, tindak koruptif para pejabat negara, konflik antarkelompok masyarakat. Banyak korban berjatuhan dan sendi-sendi sosial kehidupan bersama jadi retak. Sementara itu, perusakan lingkungan kian mengerikan. Hutan rusak dan masyarakat adat tersingkir dari tanahnya. Di kota besar, pembangunan tidak ramah lingkungan telah menyebabkan banjir, sampah, dan kemacetan. Di tengah himpitan kemiskinan dan keterbatasan akses pekerjaan, praktik perdagangan manusia semakin menjadi-jadi. Menghadapi persoalan dan

OKTOBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 41


penderitaan ini, Gereja sebagai Persekutuan Umat Beriman terus terpanggil untuk melakukan aksi nyata demi terwujudnya kehidupan bersama yang lebih baik dan bermartabat. Artinya, Gereja harus lebih berani melakukan aksi-aksi nyata dalam membela kehidupan. “Oleh karena itu, sosialisasi dan animasi perlu disempurnakan dengan tindakan advokatif sebagai wujud kenabian Gereja yang hidup untuk mengembalikan keutuhan martabat manusia sebagai ciptaan Allah. Advokasi merupakan sebuah pelayanan yang didasarkan pada iman, pengetahuan, dan cinta kasih yang membebaskan,” tutur Sekretaris Komisi KKP-PMP KWI Romo C. Siswantoko. JPIC bukan LSM Dalam sambutannya, Ketua Presidium KWI Mgr I Suharyo mengajak peserta rapat pleno untuk merenungkan hakikat dan karakter advokasi kristiani yang akan dilakukan. “Kita (Gereja) bukanlah LSM, sehingga karakter advokasi kita harus berdasarkan pada inspirasi iman,” tegasnya. Dalam perspektif iman Katolik, kata Suharyo, tubuh politik, tubuh ekonomi, tubuh sosial, dan tubuh kebudayaan hendak ditransformasikan ke dalam/menjadi Tubuh

Kristus. Dengan kata lain, politik dan ekonomi hendak disucikan agar tidak tinggal dalam kegelapan dunia. “Itulah makna kehadiran Gereja dalam dunia. Dengan semangat iman Kristiani, kita hendak menyucikan dunia yang masih berada dalam kegelapan,” tambah Uskup Agung Jakarta itu. Uskup Suharyo juga mengatakan, fungsi kenabian kita perlu dipertegaskan lagi. Sebagai seorang nabi, kita diutus untuk masuk dalam realitas sosial, politik, juga ekonomi, dengan menjunjung Hukum Perjanjian. Dasar Hukum Perjanjian adalah Roh Kudus. Kita harus menyadari karakter advokasi kenabian. Namun ia mengingatkan, agar Gereja tidak mengadvokasi seorang diri. Kita tampil bersama-sama karena kebersamaan itu mutlak. Kekerasan oleh negara Menurut Dr. F. Ery Seda, kekerasan berbasis etno-komunal antarumat Islam dan Kristen, baik pada masa Orde Baru maupun masa Reformasi telah menjadi sebuah pola, dan kekerasan jenis ini sangat banyak menelan korban jiwa. Menurut Ery, karena Orde Baru dibangun berdasar kekerasan dan kekerasan yang dibangun itu adalah kekerasan negara terha-

Ketua KWI Mgr. Ignatius Suharyo, Uskup Semarang Mgr Johannes Pujasumarta, dan Ketua KKP-PMP KWI, yang sekaligus merupakan Uskup Agung Pontianak, Mgr Agustinus Agus, hadir dalam kegiatan ini dan memberi semangat kepada peserta.

42 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | OKTOBER 2014

dap masyarakat, maka tradisi itu kini berlanjut ke zaman reformasi. “Sampai sekarang kita belum mengubah warisan Orde Baru, baik cara berpikir maupun cara bertindak. Kekerasan sudah menjadi habitus kita sehari-hari,” tegasnya. Apa yang bisa dilakukan Gereja? Ery Seda mengusulkan 3 hal penting. Pertama, Gereja sebagai bagian dari Indonesia harus berpegang pada Pancasila. Usulan kedua, Gereja Katolik berpotensi menjadi kelompok penekan (presure group) terhadap perda-perda diskriminatif. Kita bisa menentang ini. Bukan karena merugikan kita sebagai orang Katolik tetapi merugikan martabat manusia. Kita harus jadi kelompok yang kredibel. Kita berjuang setiap kali negara melanggar hak-hak asasi manusia,” tuturnya. Ketiga, konsekuensi dari tindakan advokasi sebagai tindak kenabian (profetis), maka kita harus keluar dari “ghetto” kita dan peduli pada orang lain. Tindak advokasi harus berlandaskan spiritualitas dan harus jelas dan strategis. Masyarakat asli terancam Kekerasan oleh negara terhadap masyarakat juga dijelaskan Prof Dr. Maria SW. Sardjono, SH. Menurut Maria, tindak kekerasan


Ketiga narasumber utama dalam Rapat Pleno, yakni (dari kiri-kanan): Dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Dr. Y. Sari Murti W. SH. H. Hum; dosen sosiologi FISIP-UI Dr. Francisia Saveria Sika Ery Seda, dan Guru Besar Hukum Agraria Universitas Gajah Mada, Prof Dr Maria SW Sumardjono.

negara juga terlihat pada tindak pengabaian terhadap suatu masalah. Ia mencontohkan persoalan yang menimpa masyarakat asli (indigenous people) dalam menentukan batas-batas wilayah tanah adatnya berakar pada pengabaian negara terhadap persoalan itu. Sebagai ilmuwan-peneliti yang sejak 1995 melakukan kajian agraria di Papua, Maria melihat betapa negara tidak serius mengakui hak ulayat yang dimiliki masyarakat adat. Ketika investor datang, dengan cepatnya hak tanah ulayat itu dianggap sebagai tanah negara sehingga mudah diserahkan ke investor. Masyarakat adat, supaya mendorong perda tentang hak-hak ulayat. Bahkan eksistensi Masyarakat Hukum Adat (MHA) tidak diakui. Demikian pula kehadiran MIFEE (Merauke Integrated Food and Energy Estate) telah berdampak amat serius terhadap masyarakat Marind-Anim di Kabupaten Merauke, Papua. “Orang Marind-Anim telah tersingkir dari tanah mereka

sendiri. Saya sedih sekali ketika berbicara dengan mereka. Mereka ini harus kita bela,” ia menegaskan. Menurut Maria, persoalan ketidakadilan itu sangat nyata dalam masalah agraria. Ia berpesan, semoga semakin banyak imam yang mau kuliah hukum agraria. “Kalau romo-romo itu kuliah ekonomi, mau urus apa nanti,” kritik Maria. Rapat Pleno ini memikili beberapa sasaran, antara lain peserta mampu memahami advokasi sebagai tindakan kenabian, memahami proses advokasi, membangun tim advokasi di tiap keuskupan dan tarekat serta mampu membangun jaringan dalam mengadvokasi sebuah masalah. Untuk membantu pemahaman peserta, panitia menghadirkan tiga narasumber utama, yakni sosiolog UI Dr. Francisia Ery Seda, Guru besar Hukum Agraria Universitas Gajah Mada Prof. Maria SW. Sumardjono SH, dan dosen Fakultas Hukum Iniversitas Atma Jaya Yogyakarta, Dr. Y. Sari Murti W, SH dan Dr. Maria

Ratnaningsih sebagai moderator. Selain itu, seluruh proses dan dinamika selama Rapat Pleno ini didampingi tiga oleh tenaga ahli, yaitu Rm Mutiara Andalas SJ, Yosep Adi Prasetyo, dan Suryo Hamidjojo. Usai mendapatkan input dari Mgr I. Suharyo dan ketiga narasumber utama, peserta dibagi dalam kelompok untuk berdiskusi dan sharing pengalaman. Seluruh peserta dikelompokkan menurut regio (Sumatera, Jawa, NTT, MAM {Makassar, Amboina, Manado} dan Papua) untuk mengkaji persoalan kekerasan, lingkungan hidup, dan perdagangan manusia. Akhirnya, Rapat Pleno melahirkan sebuah Rekomendasi yang ditujukan, baik untuk setiap keuskupan dan lembaga dalam Gereja Katolik Indonesia, juga ditujukan kepada pemerintah/negara. Rekomendasi itu dibacakan dalam Ekaristi penutup. Pada hari terakhir, peserta diajak berwisata ke Gunung Merapi.  Stef Tokan

OKTOBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 43


REKOMENDASI RAPAT PLENO KKP-PMP KWI

MENJADI GEREJA YANG LEBIH BERANI MENGADVOKASI Rapat Pleno Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Pastoral Migran-Perantau Konferensi Waligereja Indonesia (KKP-PMP KWI) berlangsung pada tanggal 8-12 September 2014, di Kaliurang, Daerah Istimewa Yogyakarta dengan tema “Menjadi Gereja yang Lebih Berani Mengadvokasi�. Dalam Rapat Pleno ini disadari bersama bahwa masalah kekerasan, lingkungan hidup dan perdagangan manusia di negeri ini masih sangat memprihatinkan. Pada tahun 2013 tercatat terjadi 292 tindakan dan 222 peristiwa kekerasan (Setara Institute). Kekerasan kolektif terhadap komunitas beragama terjadi di berbagai tempat, seperti Gereja Katolik Kampung Sawah (Bekasi), Jamaah Syiah di Sampang (Madura), Wihara Ekayana (Jakarta), dan penyegelan Mesjid Ahmadiyah Al-Misbah di Pondok Gede (Jakarta). Selain itu, kekerasan negara baik terencana maupun tidak terencana yang berlanjut dengan stigmatisasi korban masih marak terjadi seperti di Papua dan Maluku. 44 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | OKTOBER 2014

Pada tahun yang sama, Kementerian Kehutanan menyebutkan bahwa Indonesia kehilangan setidaknya 1.240.000 hektar hutan pada periode 20092011 atau setara dengan 620.000 hektar per tahun: 40% dari kehilangan ini terjadi di Sumatera. Di Papua, deforestasi oleh PT Freeport telah mencakup wilayah 2,6 juta hektar atau sama dengan 6,2% dari luas Papua, dan dalam 10 tahun terakhir telah memproduksi limbah 220 ribu ton per hari. Akibatnya, wilayah produkif berupa hutan, sungai, dan lahan basah seluas 120 ribu hektar menjadi rusak. Hal ini belum termasuk kasus serupa yang terjadi di daerah lain, misalnya di Biak dan Teluk Bintuni. Sementara itu di Kalimantan Barat, perkebunan sawit telah mengakibatkan kerusakan hutan seluas 4.263.525,28 hektar (Walhi, 2013). Ijin Usaha Pertambangan yang dikeluarkan berada di atas lahan hutan seluas 6,3 juta hektar (LSM SAMPAN). Perlindungan terhadap pengelolaan tanah adat dengan mengindahkan kearifan setempat dan


hak ulayat perlu diperkuat sebagai antisipasi timbulnya masalah sosial akibat pemanfaatan lahan tersebut. Persoalan lainnya adalah perdagangan manusia yang terjadi hampir merata di semua propinsi baik sebagai daerah asal, daerah transit, maupun sebagai daerah tujuan. Masalah ini utamanya banyak terjadi di daerah Jawa Barat dan NTT. Salah satu kasus mencolok secara nasional dan internasional adalah kasus Nirmala Bonat dan Welfrida Soik, yang secara ironis pemerintah justru terkesan apatis dalam menanggapinya. Menanggapi ketiga persoalan yang mendesak tersebut, KKP-PMP KWI terpanggil untuk melakukan tindakan advokasi sebagai usaha sistematik dan terorganisir untuk mempengaruhi dan mendesakkan perubahan dengan memberikan sokongan dan pembelaan terhadap kaum lemah, miskin, tersingkir dan tertindas atau mereka yang menjadi korban ketidakadilan. Dalam semangat kristiani, advokasi merupakan tindak kenabian. Nabi dipanggil dan diutus Allah untuk menyampaikan kebenaran sesuai dengan firman Tuhan (Amos 7:14-15). Bunda Maria menerima gelar advocata karena membela kita yang lemah. Dalam advokasinya, Gereja sebagai paguyuban umat beriman harus berbicara dan bertindak di dalam Allah demi terwujudnya kedamaian (shalom). Melalui advokasi ini, Gereja “menggarami” kehidupan politik, ekonomi, social, dan budaya untuk menjadi tubuh Kristus sehingga secara struktural bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Bapa Suci pun bersimpati kepada Gereja “yang rapuh, terluka dan kotor karena menceburkan diri ke jalan-jalan, ketimbang sebuah Gereja yang sakit lantaran tertutup dan mapan mengurus dirinya sendiri.” (Evangelii Gaudium No. 49) Dalam rangka memperjuangkan tindakan advokasi, Gereja harus berani berpihak pada korban serta membekali diri dengan pemahaman dan keahlian yang benar tentang persoalan kekerasan, lingkungan hidup, serta perdagangan manusia. Gereja diharapkan lebih berani keluar dari “zona nyaman” dan bekerjasama dengan semua pihak yang berkehendak baik demi kesejahteraan hidup manusia yang secara kosmologis berjejaring setara dengan ciptaan-ciptaan lain. Gerakan advokasi yang dilakukan berdasarkan iman dan kebutuhan strategis diharapkan mampu mengubah cara pandang, sikap dan perilaku masyarakat, penguasa, dan pembuat kebijakan. Lebih jauh lagi, advokasi diharapkan mampu membongkar ketidakadilan, mengubah struktur kekuasaan menjadi lebih adil, membangun korban menjadi pejuang perubahan, mendorong pembangunan yang berkelanjutan (Nota Pastoral KWI, 2013), membangun komunitas basis, dan memunculkan partisipasi masyarakat. Dengan demikian, masyarakat menjadi subyek da-

lam perubahan sosial dan mampu mengendalikan perkembangan dalam diri dan komunitasnya. Untuk itu, Rapat Pleno KKP-PMP KWI menyampaikan rekomendasi: 1. Negara melindungi bumi, air, tanah, dan segala isinya. 2. Negara menjalankan kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi warga negara. 3. Negara mengakhiri segala bentuk kekerasan dan membuka ruang-ruang dialog damai. 4. Keuskupan dan tarekat mendalami dan menghidupi advokasi berdasarkan Alkitab, Ajaran Sosial Gereja, spiritualitas kongregasi, dan berjejaring dengan kelompok lain yang memiliki misi sama. 5. Gereja sebagai pribadi dan institusi membangun hubungan yang harmonis, konstruktif, dan kritis dengan lembaga negara dan elemenelemen masyarakat untuk melakukan advokasi, termasuk secara aktif memberikan masukan terhadap kebijakan pemerintah. 6. Gereja bersama eksponen masyarakat mendukung gugatan publik dalam rangka mempertahankan, melindungi, dan memenuhi hak-hak asasi mereka. 7. Gereja mendorong munculnya kelompokkelompok masyarakat yang inklusif, dan organisasi kemasyarakatan yang menghormati hukum, prinsip-prinsip keberagaman, dan demokrasi yang dapat ikut berperan dalam pencegahan perdagangan manusia dan perusakan lingkungan hidup, serta diakhirinya semua bentuk kekerasan. 8. Gereja mendukung tersedianya aturan perundangan yang komprehensif dan pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang berbasis pada penguatan dan perluasan jaringan, terutama di Papua, Kalimantan dan NTT. 9. Gereja memprakarsai pembentukan jaringan advokasi untuk daerah asal, transit, dan tujuan Perdagangan manusia. 10. Mendesak keuskupan dan tarekat yang belum memiliki KKP-PMP atau devisi untuk memberikan perhatian khusus dalam pelayanan bantuan hukum dan mendorong untuk melakukan kerjasama dengan komisi dan jejaring terkait. 11. Komisi/JPIC Kongregasi melakukan evaluasi kinerja untuk mendukung rencana tindak lanjut yang akan dilakukan.

OKTOBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 45


OPINI

KETELADANAN Semboyan "Tut wuri handayani", atau aslinya: ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Arti dari semboyan ini adalah: tut wuri handayani (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan), ing madya mangun karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide), dan ing ngarsa sung tuladha (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik). Semboyan itu diciptakan oleh Ki Hajar Dewantara (1889 – 1959), seorang pelopor pendidikan yang telah mendirikan sekolah Taman siswa pada tahun 1922 Teladan hidup sungguh efektif. Seneca (4 seb.M – 65 M), atau nama lengkapnya: Lucius Annaeus Seneca menulis pepatah, “Longum iter est per praecepta, breve et efficax per exempla” terjemahan bebasnya: segala sesuatu itu akan lebih mudah diwujudkan melalui contoh daripada melalui perintah. Juga dalam pendidikan, seorang guru itu berarti juga orang yang bisa digugu lan ditiru (bhs. Jawa: dipercaya dan diteladani). Peribahasa yang berbunyi, “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari” mendapatkan penerapannya. Demikian pula, dalam hidup berkeluarga, anak-anak dikatakan sebagai peniru yang ulung. Dia akan meniru apa yang diperbuat oleh orang tuanya. Buah memang jatuh tak jauh dari pohonnya. Cita-cita para guru – pada umumnya – berharap supaya anak didiknya bisa mandiri. Metode CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) yang diajarkan di sekolah-sekolah membuat para siswa menjadi kreatif dan memiliki ide yang orisinal. Guru mendorong para siswanya untuk berpikir kreatif. Seorang guru akan merasa bangga dan bahagia, tatkala dikunjungi oleh para muridnya yang “sudah jadi orang.” Para mantan murid itu sudah ada yang jadi dokter, insinyur, pengusaha dan politikus. Kini mereka sudah menjadi pribadi-pribadi yang dewasa dan mantap, selama belajar, mereka kreatif dan tidak menyerah dengan keadaan. Kick Andy yang ditayangkan Metro TV (15 April 2012), menampilkan anakanak remaja yang berani “keluar” dari norma sebagai pelajar. Mereka – para pelajar itu – belajar sambil bekerja (tukang ojek, pemulung, pembuat telur asin). Seorang pelajar yang kreatif bukanlah “anak mama”

46 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | OKTOBER 2014

dan penurut. Tetapi kadang kala harus “berontak” dan memiliki “ide-ide gila”. Tugas sang guru atau pemimpin adalah mangun karsa. Memberi semangat adalah “kekuatan terselubung” dari dalam diri pemimpin. Suetonius ( 69/75 – 130), atau lengkapnya Gaius Suetonius Transquillus, penulis biografi Romawi Kuno dalam Dua Belas Kaisar, (sebuah buku yang bagus dan luar biasa) mengisahkan tokoh seorang Caesar. Ia seorang pemimpin yang ahli memberikan motivasi bagi para bawahannya. Ia menyebut prajuritnya camerad, suatu sebutan yang amat jarang dilakukan oleh para pemimpin lain pada zamannya. Napoleon Bonaparte (1769 – 1821) juga menyebut para prajuritnya, camerad. Penghargaannya kepada bawahannya membuat mereka “rela mati” demi sang kaisar. Para bawahan bisa merasakan ketulusan hati dari pimpinannya. “Orang-orang kecil” itu lebih peka terhadap “sentuhan-sentuhan perhatian” yang ditujukan kepadanya. Mereka hanya ingin diterima dan diakui secara tulus. Awal bulan April 2012, saya berenang di pantai Tanjung Karang – Kabupaten Donggala – Sulawesi Tengah. Di sana kami sewa sampan kecil untuk melihat-lihat terumbu karang. Saya berkata, “Bapak, terima kasih yah telah menghantar kami melihat keindahan pantai ini.” Bapak ini yang adalah orang Palu asli berkata, “Aduh saya sangat tersanjung, sebab baru kali ini ada orang yang menyapaku dengan Bapak. Saya menjadi semangat untuk bekerja!” Kata-kata motivasi yang sederhana yang diucapkan dengan tulus dan ikhlas, akan “membangunkan raksasa yang sedang tidur” dalam diri kita, meminjam bahasanya Anthony Robbins (1960 – ) seorang penulis pengembangan diri dan pembicara dari Amerika. Waktu saya berkotbah tentang Yesus yang bangkit di stasi Palolo – Palu – Sulawesi Tengah, ada orang Toraja yang pernah tinggal di Jawa berkata, “Pastor ini seperti gajah diblangkoni – isa khotbah nanging ora bisa nglakoni”, yang artinya: bisa berkotbah tapi tidak bisa melaksanakan. Mendengar kata-kata itu, saya pura-pura tidak mendengar dan sambil makan sayur mayana, masakan khas Toraja, saya berkata, “Enak tenan!”  Markus Marlon


JUBILEA

Proficiat kepada: FR. ABA SUSANTO, MSC FR. SISKO ALEXANDER, MSC FR. STEVEN BELYANAN, MSC FR. ARIS FENANLAMPIR MSC FR. YONGKY WAWO, MSC FR. AGUS MAMING, MSC FR. FRITS PONOMBAN, MSC FR. FRANKY RENKUNG, MSC FR. RIKARDO SENDUK, MSC

atas Prasetya Kekal dalam Tarekat MSC Sabtu, 18 Oktober 2014

Terima Kasih Kepada para donatur bulan September 2014 1. MKS Rp. 250.000,00 2. Kel. Bpk. Stef Gunadi Rp. 500.000,00 3. Kel. Haryanto Santoso Rp. 50.000,00 4. Kel. Paulus - Etty Rp. 50.000,00 5. Kel. Susilo Santoso Rp. 50.000,00 6. Kel. Andrianto Santoso Rp. 50.000,00 7. Ibu Irene Rp. 100.000,00

“Walaupun terdiri dari banyak anggota yang berbeda-beda, umat manusia dibentuk oleh badan dan darah yang sama, unum corpus multi sumus. Hati yang memberi hidup kepada semua anggota tubuh yang besar ini, adalah HATI YESUS.”

Dukungan anda untuk majalah ini dapat disalurkan melalui:

KCP Hasyim Ashari, Jakarta No. Rek. 2620172963 A.N. Sulvisius Joni Astanto atau Rosina Angwarmase

OKTOBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 47


APA DAN SIAPA

HAND & BODY LOTION Menjalankan tugas perutusan di tempat yang sama sekali baru menyuguhkan banyak kisah. Tidak sedikit kesulitan yang dialami, apalagi harus menyesuaikan diri dengan budaya dan bahasa yang baru. Keterbatasan-keterbatasan yang ada kadang membawa pengalaman yang mengejutkan. Pada hari Kamis 17 Juli 2014, pk 16.00 waktu setempat, dua misionaris Indonesia, P Hengki Ponamon MSC dan P Victor Kaanubun MSC, mendarat dengan selamat di Havana, Cuba. Sudah kurang lebih 3,5 bulan mereka berada di tanah misi yang sama sekali berbeda dengan tempat perutusan mereka sebelumnya. Tentu ada begitu banyak pengalaman yang telah mereka alami dalam usaha mereka untuk menyesuaikan diri dengan tempat yang baru. Salah satu keterbatasan yang mereka alami adalah bahasa. Memang sebelum berangkat mereka sudah dipersiapkan dengan kursus bahasa Spanyol. Namun persiapan yang relatif singkat tentu tidak serta merta membuat mereka mahir dalam berbahasa Spanyol – apalagi seringkali bahasa yang sama ketika dipakai di tempat yang berbeda melahirkan dialek setempat yang khas. Sehubungan dengan keterbatasan dalam bahasa ini, tidak jarang timbul pengalaman yang menarik. Suatu ketika, sesudah belanja di toko, selama tiga hari P Victor mengeluh badannya gatal. Dia bilang, mau berusaha supaya kulit menjadi lebih terang, eh… ternyata cuaca di Kuba lumayan panas, dan hand & body lotion-nya tidak nyaman, membuatnya menggaruk terus-menerus. Karena tidak tahan keluhannya, P Hengki pun iseng mengecek hand & body lotion yang dipakai P Victor. Astaga! Ternyata P Victor memakai shower gel (sabun mandi) sebagai hand & body lotion. Maklum, di botol tertulis “gel de bano”, dan P Victor mengira bahwa itu adalah hand & body lotion. Pantas gatal-gatal! Setiap habis mandi ia menggosokkan shower gel ke seluruh badannya!

P. VICTOR KAANUBUN, MSC 48 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | OKTOBER 2014


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.