WKC (Warta Keluarga Chevalier) DESEMBER 2014

Page 1

TAHUN XII • NO. 9 • DESEMBER 2014

Chevalier W A R TA

K E L U A R G A

Membangun cinta persaudaraan

HATI YANG DIBAKTIKAN

PER IPSUM ET CUM IPSO ET IN IPSO IDENTITAS PERUTUSAN BERAKAR DARI DAN DALAM HATI TUHAN

HATI PARA PELAKU HIDUP BAKTI MENGEJAWANTAHKAN CINTA TUHAN

MISSIONING INTO THE FUTURE

PENGUTUSAN PARA MISINARIS MUDA TANTANGAN MISI MASA DEPAN

AMETUR UBIQUE TERRARUM COR IESU SACRATISSIMUM, IN AETERNUM DESEMBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 1


04 HATI YANG DIBAKTIKAN

DAFTAR ISI

Para pemeluk hidup bakti adalah orang-orang yang dipanggil untuk secara khusus memberi diri ditransformasikan oleh cinta Allah.

PESAN PAUS FRANSISKUS UNTUK TAHUN HIDUP BAKTI Hari Minggu Pertama Adven tanggal 30 November 2014 hingga tanggal 2 Pebruari 2016 dicanangkan oleh Paus Fransiskus sebagai Tahun Hidup Bakti.

07 PER IPSUM ET CUM IPSO ET IN IPSIO

18 MISSIONING INTO THE FUTURE

Identitas perutusan berakar dari dan dalam Hati Tuhan. Di sanalah terletak kekuatan kita sebagai pewarta-pewarta Hati Tuhan.

22

Pengutusan para misionaris muda menjadi tantangan bagi identitas kita sebagai misionaris dan misi kita di masa depan.

30

PERTEMUAN: UNGKAPAN HIDUP KOMUNITER 2 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | DESEMBER 2014


32

MIMPI KEMANUSIAAN PANTI ASUHAN PETRUS VERTENTEN PERAYAAN HUT 160 TAHUN MSC DI MERAUKE

40 NHC: PERSAHABATAN SESUDAH WEEKEND REGULER

Tanggal 8 Desember 2014 adalah Hari Ulang Tahun MSC ke 160. Hari bersejarah itu dirayakan secara meriah di Merauke.

NHC mengadakan weekend reguler 2 kali dalam setahun. Bagaimana dinamika persahabatan mereka terjadi setelah weekend reguler?

42 PEMBENTUKAN PENGURUS AKC WILAYAH JAWA TENGAH

HAL. 26

SYUKUR 40 TAHUN HIDUP MEMBIARA

HAL. 28

UBAH DIRI, UBAH HATI, UBAH PELAYANAN

HAL. 38

MELAWAN ABORSI

HAL. 44

EDITORIAL

Diterbitkan oleh: Ametur Indonesia Redaktur: Berty Tijow MSC Keuangan: Sr. M. Rosina Angwarmase PBHK Grafis & Tata Letak : Joni Astanto MSC Team Redaksi:  P. Joni Astanto MSC  Sr. M. Violetha Kereh PBHK  Fr. Vincensius BHK  P. Patris Jeujanan MSC  Sr. M. Evarina PBHK  Sr. M. Felicitas TMM  Sr. M. Vianney TMM Distribusi : Keluarga Chevalier Kontributor:  P. Joseph Harbelubun MSC  P. Jimmy Balubun MSC  P. Antonius Dedian MSC  P. Lexy Sarkol MSC  P. Aris Angwarmase MSC  P. Gregorius Hertanto MSC  Sr. M. Margaretha PBHK  Sr. M. Cornelia PBHK  Sr. M. Agusta PBHK  Fr. Kardinus BHK  Fr. Patrik BHK  Sr. M. Paskalina Fun TMM  Bp. Yan Pontoan  Drg. Petrus Sidharta Maringka Koresponden Luar Negeri:  P. Hermas Asumbi MSC (Jepang)  P. Angky Welliken MSC (Ekuador)  P. Adrianus Budhi MSC (US)  P. Alfin Buarlele (Australia)  P. Anton Kaseger (Australia)  Sr. M. Valentine PBHK (Afrika)  Sr. M. Virginia PBHK (Afrika)  P. Timoteus Ata MSC (Philippines).

AMETUR INDONESIA Lantai 1 Gedung Pax, Jl. KH. Hasyim Ashari No. 23 JAKARTA 10130 Tlp : (021) 6326737, 63857105. Fax : (021) 6326778. Email: ameturindonesia@gmail.com; wartakeluargachevalier@gmail.com

DESEMBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 3


BUDAYA CINTA Oleh: P. Johanis Mangkey MSC

HATI YANG DIBAKTIKAN

Para pemeluk hidup bakti adalah orang-orang yang dipanggil untuk secara khusus memberi diri ditransformasikan oleh cinta Allah agar mereka memiliki hati yang dibaktikan kepada Allah dan sesama manusia.

Pencanangan tahun 2015 sebagai Tahun Hidup Bakti (year of consecrated life) disampaikan oleh Paus Fransiskus dalam pertemuan dengan para Pemimpin Umum Ordo/ Tarekat religius, pria dan wanita, yang berkumpul di Roma pada 27 – 29 November 2013. Sri Paus membuka secara resmi Tahun Hidup Bakti dalam Perayaan Ekaristi mulia pada hari Minggu Pertama Adven tanggal 30 November 2014 dan akan ditutup pada 2 Pebruari 2016 yakni pada Hari Hidup Bakti sedunia. Sri Paus menyadari betapa penting dan sentralnya panggilan dan

perutusan para pemeluk hidup bakti, sebagaimana telah dibuktikan dalam sejarah misi Gereja. Dengan memberi perhatian khusus kepada mereka Sri Paus ingin mengenangkan dengan penuh syukur karyakarya agung Allah di masa lampau sambil merangkul masa depan dengan penuh pengharapan. Perayaan ini diselenggarakan juga untuk memperingati 50 tahun Dekrit Perfectae Caritatis tentang pembaruan hidup membiara dan Konstitusi Lumen Gentium tentang Gereja. Paus Yohanes Paulus II, dalam Ajakan Apostolik Vita Consecrata (25

4 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | DESEMBER 2014

Maret 1996), antara lain menyatakan bahwa hidup persaudaraan (fraternal life) para pemeluk hidup bakti, yang dimengerti sebagai suatu kehidupan yang saling dibagikan dalam cinta, merupakan suatu tanda nyaring persekutuan gerejawi. Mereka menyatakan tekad untuk memenuhi perintah baru dari Tuhan untuk saling mencintai seperti Dia telah mencintai kita (lih. Yoh 13:34). Ia memberikan diri karena cinta bahkan sampai mengorbankan diri-Nya pada salib (no. 42). Selanjutnya Sri Paus menggarisbawahi bahwa dengan meneladan Yesus yang membasuh kaki para murid-Nya Ia menyatakan kedalaman cinta Bapa kepada umat manusia. Pada waktu yang sama Ia mewahyukan makna hidup kristiani dan terlebih lagi makna hidup bakti, yang adalah suatu hidup penuh cinta yang memberi diri, melalui pelayanan mereka kepada semua orang, khususnya mereka yang paling miskin dan terabaikan. Itulah artinya mencintai dengan hati Kristus (no. 75). Para pemeluk hidup bakti (personae consecratae – consecrated persons) adalah orang-orang yang dikuduskan atau yang disendirikan untuk maksud Allah (sacer = kudus, suci; consecrare = menguduskan atau menyendirikan atau membaktikan diri untuk maksud suci). Mereka adalah orang-orang


Hati para pemeluk hidup bakti adalah hati yang dibaktikan, yang mengejawantahkan cinta Tuhan dalam tindakan nyata. yang dipanggil untuk secara khusus memberi diri ditransformasikan oleh cinta Allah agar mereka memiliki hati yang dibaktikan kepada Allah dan sesama manusia. Seperti wanita Samaria yang dijumpai Yesus di seputar sumur Yakob (Yoh 4) dan yang mengalami transformasi hidup di kedalaman hatinya, demikian pula para pemeluk hidup bakti. Setiap perjumpaan dengan Yesus adalah momentum transformasi dan pertobatan untuk semakin menyerupai Dia. Setiap perjumpaan dengan Yesus adalah kesempatan untuk memperdalam relasi dengan-Nya. Setiap perjumpaan dengan Yesus adalah kesempatan untuk meminta dan memperoleh air hidup, yang terus menerus memancar dari hati-Nya agar mereka tidak haus lagi (Yoh 4:12-15). Setiap perjumpaan dengan Yesus adalah kesempatan untuk dibarui dengan semangat-Nya. Setiap perjumpaan dengan Yesus adalah rahmat yang

membuat hati mereka senantiasa berkobar-kobar demi memenuhi tugas perutusan-Nya mewartakan dan menghadirkan cinta Allah yang berbelarasa. Hati para pemeluk hidup bakti adalah hati yang dibaktikan seperti dipancarkan oleh seorang Samaria yang baik hati (Lukas 10:25-37), yang mengejahwantahkan cinta Tuhan dalam tindakan nyata. Hatinya menembus batas-batas serta sekat-sekat suku, ras, agama atau jabatan/pangkat. Hatinya yang berbelaskasih menembus hati yang dirundung kesakitan dan kepedihan. Tindakannya yang membalut luka-luka serta menyiraminya dengan minyak dan anggur muncul dari gerakan hatinya dan sungguh menyembuhkan. Tindakannya yang menaikkan si sakit ke atas keledai tunggangannya lalu membawanya ke penginapan sungguh membawa keselamatan. Hatinya adalah sungguh-sungguh suatu hati yang

tergerak oleh belaskasih (Luk 10:33)! “Pergilah dan perbuatlah demikianâ€? (Luk 10:37) adalah pesan luhur kepada para pemeluk hidup bakti dan secara sangat khusus bagi para penghayat spiritualitas hati untuk membawa dan menghadirkan suatu hati yang mencintai (a loving heart). Hati para pemeluk hidup bakti adalah cerminan hati Yesus, yang dipenuhi oleh cinta Allah dan yang tergerak oleh belarasa bagi orangorang kecil, orang-orang sakit, orang-orang yang kerasukan setan, orang-orang lapar dan berbeban berat. Hati Yesus adalah totalitas diri-Nya yang dibaktikan. Hati wanita Samaria dan hati orang Samaria yang berbelaskasih adalah totalitas diri mereka yang dibaktikan; seyogianya pula hati para pemeluk hidup bakti demikian adanya.. ď Ž

DESEMBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 5


SAPAAN

Semoga Hati Kudus Yesus dikasihi di mana-mana. Selama-lamanya. Amin. Atas nama Pimpinan MSC Provinsi Indonesia saya mengucapkan selamat berjumpa kembali. Dalam edisi ini kita sudah berada di penghujung tahun 2014. Banyak hal sudah terjadi di dalam perjalanan hidup kita dalam berbagai bentuk. WKC ikut mengukir sebagian hidup dan karya kita. Dalam bulan Desember ini kita memasuki masa Adven, masa untuk mengarahkan hati dalam menantikan kedatangan Tuhan baik pada akhir zaman tetapi juga untuk memperingati dalam perayaan Natal kedatangan Yesus yang pertama kali di tengah-tengah umat manusia. Dalam masa menanti dan merayakan kehadiran Tuhan di tengah-tengah kita, kita tentu berusaha untuk mengisinya dengan berbagai cara, terutama dengan doa dan harapan yang teguh. Tarekat Misionaris Hati Kudus mengenang dan merayakan hari ulang tahun ke-160 berdirinya pada tgl 8 Desember 2014. Suatu usia yang cukup berarti bukan hanya dalam banyaknya tahun, tetapi terutama dalam perkembangan Tarekat MSC pada umumnya di

membantu di dalam menyusun dan melaksanakan serta mengevaluasi misi kita bersama sebagai Keluarga Chevalier. Dalam programnya tahun 2014 Tim Ametur Indonesia berusaha untuk mendampingi sekaligus mempromosikan Awam Keluarga Chevalier sebagai salah satu bentuk konkrit Allah-beserta-kita. Kita masih menantikan pertemuan Tiga Pemimpin Umum (MSC, PBHK & Suster MSC) dalam bulan ini untuk membicarakan masa depan Tim Cor Novum Internasional di Issoudun, Perancis.

P. Benedictus E. Rolly Untu MSC

Pada kesempatan yang penuh harapan, damai dan sukacita di bulan Desember ini saya mengucapkan Selamat Hari Raya Natal 2014 dan Tahun Baru 2015.

seluruh dunia, secara khusus di Indonesia. Dalam rangka Hari Ulang Tahun ini Pemimpin Umum MSC, P. Mark McDonald MSC, mengingatkan kita akan pentingnya doa (mendengarkan Allah) dan komunitas (mendengarkan satu sama lain) dalam hidup dan karya kita. Dua unsur dasar ini tentu akan

Benedictus E. Rolly Untu MSC Albertus Jamlean MSC Joseph S. Daempal MSC Petrus Suroto MSC Stephanus Berty Tijow MSC Bersama Staf dan Karyawan Provinsialat MSC

WKC membuka kesempatan untuk siapa saja, baik Imam, Biarawan, Biarawati maupun awam angggota Keluarga Chevalier untuk berkontribusi dalam bentuk tulisan. Tulisan dikirim ke Redaksi melalui email: ameturindonesia@gmail.com atau wartakeluargachevalier@gmail.com, disertai dengan ilustrasi atau foto. Tulisan yang tidak dimuat tidak dikembalikan.

6 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | DESEMBER 2014


SAJIAN UTAMA

PESAN PAUS FRANSISKUS UNTUK TAHUN HIDUP BAKTI Hari Minggu Pertama Adven tanggal 30 November 2014 hingga tanggal 2 Pebruari 2016 dicanangkan oleh Paus Fransiskus sebagai Tahun Hidup Bakti. Berikut ini adalah Pesan-Pesan Paus Fransiskus untuk Tahun Hidup Bakti tersebut. Alih bahasa oleh Peter Surjadi: http://katekesekatolik.blogspot.com/2014/11/pesan-paus-fransiskus-untuk-tahun-hidup.html Saudara dan saudari terkasih dalam Hidup Bakti,

Gereja harus menarik. Bangunkan dunia! Jadilah saksi atas cara bertindak dan hidup yang berbeda! Kita bisa hidup atas cara yang berbeda di dunia ini.... Inilah kesaksian yang saya harapkan dari anda!

Saya sedang menulis kepada Anda sebagai Pengganti Petrus, yang kepadanya Tuhan mempercayakan tugas menguatkan saudara dan saudari-Nya dalam iman (bdk. Luk 22:32). Tetapi saya juga sedang menulis kepada Anda sebagai seorang saudara yang, seperti diri Anda, adalah pelaku Hidup Bakti. Bersama-sama marilah kita bersyukur kepada Bapa, yang memanggil kita untuk mengikuti Yesus dengan sepenuhnya merangkul Injil dan melayani Gereja, dan mencurahkan ke dalam hati kita Roh Kudus, sumber sukacita dan kesaksian kita bagi kasih dan kemurahan Allah di hadapan dunia. Menanggapi permintaan-permintaan dari Anda kebanyakan dan dari Kongregasi untuk Lembaga Hidup Bakti dan Serikat Hidup Kerasulan, saya memutuskan untuk mencanangkan Tahun Hidup Bakti pada kesempatan ulang ta-

DESEMBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 7


Hidup Bakti adalah karunia bagi Gereja, ia lahir dari Gereja, tumbuh dalam Gereja, dan sepenuhnya diarahkan kepada Gereja.

hun ke-50 Konstitusi Dogmatis tentang Gereja Lumen Gentium, yang berbicara tentang kaum religius dalam bab keenamnya, dan Dekrit Perfectae Caritatis tentang pembaharuan kehidupan religius. Tahun Hidup Bakti akan dimulai pada 30 November 2014, Minggu Adven I, dan diakhiri dengan Pesta Yesus dipersembahkan di Kenisah pada 2 Februari 2016. Setelah berkonsultasi dengan Kongregasi untuk Lembaga Hidup Bakti dan Serikat Hidup Kerasulan, saya telah memilih sebagai tujuan Tahun Hidup Bakti ini tujuan-tujuan yang sama yang diusulkan Santo Yohanes Paulus II bagi seluruh Gereja pada awal milenium ketiga, mengulangi, dalam arti tertentu, apa yang sebelumnya telah beliau tulis dalam Seruan Apostolik Pasca-Sinode Vita Consecrata : "Anda memiliki tidak hanya sejarah yang mulia untuk dikenang dan dice-

ritakan kembali, tetapi juga sejarah yang agung yang masih harus diselesaikan! Pandanglah masa depan, di mana Roh sedang mengutus Anda untuk melakukan hal-hal yang lebih besar" (No. 110). I. TUJUAN TAHUN HIDUP BAKTI 1. Yang pertama dari tujuan ini adalah untuk melihat ke masa lalu dengan rasa syukur. Semua lembaga kita merupakan pewaris sejarah yang kaya dalam karisma-karisma. Pada asal-usul mereka kita melihat tangan Tuhan yang, dalam Roh-Nya, memanggil pribadi-pribadi tertentu untuk mengikuti Kristus lebih dekat, untuk menerjemahkan Injil ke dalam sebuah cara hidup tertentu, untuk membaca tanda-tanda zaman dengan mata iman dan menanggapi secara kreatif kebutuhan-kebutuhan Gereja. Pengalam-

8 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | DESEMBER 2014

an awal ini kemudian menjadi dewasa dan berkembang, melibatkan para anggota baru dalam konteks geografis dan budaya baru, dan menimbulkan cara-cara baru melaksanakan karisma tersebut, prakarsa-prakarsa dan ungkapan amal apostolik yang baru. Seperti benih yang menjadi sebuah pohon, masing-masing lembaga tumbuh dan menjulurkan cabang-cabangnya. Selama Tahun Hidup Bakti ini, akanlah sesuai bagi masing-masing keluarga karismatik untuk merenungkan asal-usul dan sejarahnya, untuk bersyukur kepada Allah yang menganugerahkan Gereja beragam karunia yang menghiasi dirinya dan melengkapi dirinya untuk setiap pekerjaan yang baik (bdk. Lumen Gentium, 12 ). Menceritakan kembali sejarah kita sangat penting untuk menjaga jati diri kita, untuk memperkuat


kesatuan kita sebagai sebuah keluarga dan kepemilikan akal sehat kita. Lebih daripada sebuah latihan dalam arkeologi atau budidaya nostalgia semata, ia memanggil untuk mengikuti jejak langkah generasi-generasi terdahulu untuk memahami cita-cita tinggi, serta visi dan nilai-nilai yang mengilhami mereka, dimulai dengan para pendiri dan komunitas-komunitas pertama. Dengan cara ini kita datang untuk melihat bagaimana karisma telah tinggal selama bertahun-tahun, kreativitas telah dipicu, kesulitan-kesulitan ditemui dan cara-cara nyata kesulitan-kesulitan itu diatasi. Kita juga mungkin mengalami kasus ketidakkonsistenan, hasil kelemahan manusia dan bahkan suatu kali mengabaikan beberapa aspek penting karisma tersebut. Namun semuanya membuktikan dengan mengandung pelajaran dan, secara keseluruhan, bertindak sebagai sebuah panggilan untuk pertobatan. Menceritakan

kisah kita adalah memuji Allah dan bersyukur kepada-Nya atas segala karunia-Nya. Dengan cara tertentu kita bersyukur kepada Allah atas lima puluh tahun yang mengikuti Konsili Vatikan II ini. Konsili mewakili "sebuah embusan" Roh Kudus atas seluruh Gereja. Karena itu, hidup bakti menjalankan sebuah perjalanan pembaharuan yang berbuah yang, karena semua terang dan bayangannya, telah menjadi sebuah saat rahmat, yang ditandai dengan kehadiran Roh. Semoga Tahun Hidup Bakti ini juga menjadi sebuah kesempatan untuk mengakui dengan rendah hati, dengan keyakinan besar Allah yang adalah kasih (bdk. 1 Yoh 4:8), kelemahan kita sendiri dan, di dalamnya, mengalami kasih Tuhan yang penuh kerahiman. Semoga Tahun Hidup Bakti ini juga menjadi sebuah kesempatan untuk memberikan kesaksian yang kuat dan penuh sukacita di hadapan dunia

Pertanyaan bagi kita selama tahun hidup bakti: bagaimana kita terbuka untuk ditantang oleh Injil?

bagi kekudusan dan kehadiran daya hidup dalam begitu banyak orang yang dipanggil untuk mengikuti Yesus dalam hidup bakti. 2. Tahun Hidup Bakti ini juga memanggil kita untuk menjalani saat ini dengan penuh semangat. Kenangan penuh syukur akan masa lalu membawa kita, sewaktu kita mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang sedang dikatakan Roh Kudus kepada Gereja hari ini, untuk melaksanakan sungguh dengan lebih lengkap aspek-aspek penting hidup bakti kita. Sejak awal monastisisme hingga "komunitas-komunitas baru" zaman kita sendiri, setiap bentuk hidup bakti telah dilahirkan dari panggilan Roh untuk mengikuti Yesus sebagaimana diajarkan Injil (bdk. Perfectae Caritatis, 2). Bagi berbagai pendiri, Injil adalah aturan mutlak, sedangkan setiap aturan lainnya dimaksudkan hanya untuk menjadi sebuah ungkapan Injil dan sarana menghayati Injil hingga kepenuhan. Bagi mereka, tujuannya adalah Kristus; mereka berusaha untuk secara batiniah dipersatukan dengan Dia dan dengan demikian dapat mengatakan bersama Santo Paulus : "Karena bagiku hidup adalah Kristus" (Flp 1:21). Kaul mereka dimaksudkan sebagai ungkapan nyata kasih yang bergairah ini. Pertanyaan yang kita harus ajukan kepada diri kita sendiri selama Tahun Hidup Bakti ini adalah apakah dan bagaimana kita juga terbuka untuk ditantang oleh Injil; apakah Injil benar-benar merupakan "panduan" untuk hidup sehari-hari kita dan keputusan-keputusan di mana kita dipanggil untuk membuatnya. Injil sedang menuntut: ia menuntut untuk dihayati secara radikal dan sungguh-sungguh. Tidaklah cukup membacanya (meskipun membaca dan mempelajari Alkitab sangat penting), juga tidaklah cukup merenungkannya (yang kita lakukan dengan sukacita setiap hari). Yesus meminta kita untuk menerapkannya, menempatkan kata-

DESEMBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 9


kata-Nya ke dalam pengaruh dalam kehidupan kita. Sekali lagi, kita harus bertanya kepada diri kita sendiri: Apakah Yesus benar-benar cinta kita yang pertama dan satu-satunya, sebagaimana kita janjikan ketika kita mengucapkan kaul kita? Hanya jika Ia adalah cinta kita yang pertama dan satu-satunya, kita akan diberdayakan untuk mengasihi, dalam kebenaran dan kemurahan, setiap orang yang melintasi jalan hidupkita. Karena kita akan belajar dari Yesus makna dan penerapan kasih. Kita akan mampu mengasihi karena kita memiliki hati-Nya. Para pendiri kita berbagi dalam kasih Yesus sendiri ketika Ia melihat orang banyak yang seperti domba tanpa gembala. Seperti Yesus, yang dengan penuh kasih mengucapkan kata-kata ramah-Nya, menyembuhkan orang sakit, memberi roti kepada yang lapar dan mempersembahkan hidupnya sendiri dalam pengorbanan, sehingga para pendiri kita mencari cara yang berbeda untuk pelayanan semua orang yang kepadanya Roh mengutus mereka. Mereka melakukannya dengan doa-doa permohonan, khotbah Injil, karya-karya katekese, pendidikan, pelayanan mereka kepada orang miskin dan lemah... Kreativitas amal itu tanpa batas; ia mampu menemukan cara-cara baru yang tak terhitung jumlahnya membawa kebaruan Injil kepada setiap kebudayaan dan setiap sudut masyarakat. Tahun Hidup Bakti menantang kita untuk memeriksa kesetiaan kita pada perutusan yang dipercayakan kepada kita. Apakah pelayanan-pelayanan kita, karyakarya kita dan kehadiran kita sejalan dengan apa yang diminta Roh dari para pendiri kita? Apakah pelayanan-pelayanan dan karyakarya yang sama itu cocok untuk dilaksanakan hari ini, dalam masyarakat dan Gereja? Apakah kita memiliki semangat yang sama untuk orang-orang kita, apakah kita dekat dengan mereka hingga bersatu dalam sukacita dan dukaci-

ta mereka, sehingga benar-benar memahami kebutuhan-kebutuhan mereka dan membantu untuk menanggapinya? "Kemurahan hati dan pengorbanan diri yang sama yang mendorong para pendiri Anda – kata Santo Yohanes Paulus II sekarang harus mengilhami Anda, anak-anak rohani mereka, untuk menjaga karisma-karisma mereka tetap hidup, oleh kuasa Roh yang sama yang membangunkan mereka, yang terus-menerus diperkaya dan disesuaikan, seraya tanpa kehilangan satu pun karakter mereka yang unik. Terserah Anda menempatkan karisma-karisma itu pada pelayanan Gereja dan bekerja untuk kedatangan Kerajaan Kristus dalam kepenuhannya".[1] Mengingat asal usul kita menyoroti aspek lain dari hidup bakti. Para pendiri kita tertarik oleh kesatuan para Rasul dengan Kristus dan oleh persekutuan yang menandai jemaat pertama di Yerusalem. Dalam membangun komunitas-komunitas mereka sendiri, mereka masing-masing berusaha untuk meniru model-model hidup injili, menjadi satu hati dan satu jiwa, dan bersukacita di hadapan Tuhan (bdk. Perfectae Caritatis, 15). Menghayati saat ini dengan semangat berarti menjadi "ahli dalam persekutuan", "saksi dan arsitek rencana untuk kesatuan yang merupakan titik puncak sejarah manusia dalam rancangan Allah". [2] Dalam masyarakat yang terpolarisasi, di mana budaya-budaya berbeda mengalami kesulitan untuk hidup berdampingan satu sama lain, di mana mereka yang lemah ditekan, di mana ketimpangan berlimpah, kita dipanggil untuk menawarkan model komunitas nyata yang, dengan mengakui martabat setiap pribadi dan berbagi karunianya masing-masing, memungkinkan kita untuk hidup sebagai saudara dan saudari. Maka, jadilah pria dan wanita persekutuan! Memiliki keberanian untuk hadir di tengah-tengah konflik dan ketegangan, sebagai

10 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | DESEMBER 2014

tanda kehadiran Roh yang dapat dipercaya yang mengilhami dalam hati manusia gairah untuk semua menjadi satu (Yoh 17:21). Menghayati mistisisme perjumpaan, yang mencakup "kemampuan untuk mendengar, mendengarkan orang lain; kemampuan untuk mencari bersama-sama cara-cara dan sarana-sarana".[3] Menghayati dalam terang hubungan yang penuh kasih tiga Pribadi ilahi (bdk. 1Yoh 4:8), model untuk semua hubungan antarpribadi. 3. Merangkul masa depan dengan harapan harus menjadi tujuan ketiga Tahun Hidup Bakti ini. Kita semua memahami kesulitan-kesulitan yang sedang dialami berbagai bentuk hidup bakti saat ini: penurunan panggilan dan penuaan anggota-anggota, khususnya di dunia Barat; masalah-masalah ekonomi yang berasal dari krisis keuangan global; isu-isu internasionalisasi dan globalisasi; ancaman-ancaman yang ditimbulkan oleh relativisme dan rasa terasing dan ketidakrelevanan sosial. Tetapi justru di tengah ketidakpastian-ketidakpastian ini, yang kita bagikan dengan begitu banyak rekan kita, maka kita dipanggil untuk menerapkan keutamaan harapan, buah iman kita dalam Tuhan sejarah, yang terus memberitahu kita: "Janganlah takut ... sebab Aku menyertai engkau" (Yer 1:8). Harapan ini tidak didasarkan pada statistik atau pencapaian, tetapi pada Dia tempat kita telah menaruh kepercayaan (bdk 2 Tim 1:2), Dia yang bagi-Nya "tidak ada yang mustahil" (Luk 1:37). Inilah harapan yang tidak mengecewakan; Ia adalah harapan yang memungkinkan pelaku hidup bakti untuk terus menuliskan dengan baik sejarahnya yang agung ke dalam masa depan. Kepada masa depan itulah kita harus selalu melihat, menyadari bahwa Roh Kudus memacu kita sehingga Ia masih bisa melakukan hal-hal besar bersama kita. Jadi janganlah menyerah pada godaan untuk melihat segala se-


suatu dalam hal jumlah dan efisiensi, dan bahkan kurang percaya pada kekuatan Anda sendiri. Dalam memandang cakrawala-cakrawala hidup Anda dan momen saat ini, berhati-hatilah dan waspadalah. Bersama dengan Paus Benediktus XVI, saya mendorong Anda untuk tidak "bergabung dengan jajaran para nabi kebinasaan yang memberitakan kesudahan atau ketidakberartian hidup bakti dalam Gereja di zaman kita; melainkan, kenakanlah Yesus Kristus dalam diri Anda dan kenakanlah perlengkapan senjata terang - sebagaimana diserukan Santo Paulus (bdk. Rm 13:11-14) -. berjaga-jagalah dan waspadalah".[4] Mari kita terus mengemukakan dengan cara baru, dengan kepercayaan dalam Tuhan. Saya terutama ingin mengucapkan sepatah kata kepada Anda yang masih muda. Anda adalah saat ini, karena Anda sudah mengambil bagian secara aktif dalam kehidupan lembaga-lembaga Anda, menawarkan semua kesegaran dan kemurahan hati dari "ya" Anda. Pada saat yang sama Anda adalah masa depan, karena segera Anda akan dipanggil untuk mengambil peran kepemimpinan dalam kehidupan, pembentukan, pelayanan dan perutusan komunitas-komunitas Anda. Tahun Hidup Bakti ini harus melihat Anda secara aktif terlibat dalam dialog dengan generasi sebelumnya. Dalam persekutuan persaudaraan Anda akan diperkaya dengan pengalaman-pengalaman dan kebijaksanaan mereka, sementara pada saat yang sama mengilhami mereka, dengan energi dan antusiasme Anda, untuk merebut kembali idealisme asli mereka. Dengan cara ini seluruh komunitas dapat bergabung dalam menemukan cara-cara baru menghayati Injil dan menanggapi secara lebih efektif kebutuhan untuk kesaksian dan pemakluman. Saya juga gembira mengetahui bahwa Anda akan memiliki kesempatan selama Tahun Hidup Bakti ini untuk bertemu dengan kaum

religius muda lainnya dari lembaga-lembaga yang berbeda. Semoga perjumpaan tersebut menjadi sarana reguler membina persekutuan, saling mendukung, dan kesatuan. II. HARAPAN UNTUK TAHUN HIDUP BAKTI Apa yang secara khusus saya harapkan dari tahun rahmat bagi hidup bakti ini? 1. Bahwasanya pepatah lama akan selalu benar: "Di mana ada kaum religius, di situ ada sukacita". Kita dipanggil untuk memahami dan menunjukkan bahwa Allah mampu memenuhi hati kita hingga meluap dengan kebahagiaan; bahwasanya kita tidak perlu mencari kebahagiaan kita di tempat lain; bahwasanya persaudaraan otentik yang ditemukan dalam komunitas-komunitas kita meningkatkan sukacita kita; dan bahwasanya pemberian diri penuh kita dalam pelayanan bagi Gereja, bagi keluarga-keluarga dan orang-orang muda, bagi orang-orang tua dan orang-orang miskin, membawa kita pemenuhan pribadi seumur hidup. Tak seorang pun dari kita harus masam, tidak senang dan tidak puas, karena "seorang murid yang murung adalah seorang murid kemurungan". Seperti orang lain juga, kita memiliki kesulitan-kesulitan kita, malam-malam gelap jiwa kita, kekecewaan-kekecewaan dan kelemahan-kelemahan kita, pengalaman kita melambat saat kita beranjak tua. Tetapi dalam semuanya itu kita harus bisa menemukan "kebahagiaan yang sempurna". Karena di sinilah kita belajar untuk mengenali wajah Kristus, yang menjadi seperti kita dalam segala hal, dan bersukacita dalam pengetahuan bahwa kita menjadi serupa dengan Dia, yang, demi kasih kepada kita, tidak menolak penderitaan salib. Dalam sebuah masyarakat yang mengagungkan kultus efisiensi, kebugaran dan keberhasilan, masyarakat yang mengabaikan orang miskin dan menyingkirkan "para

pecundang", kita dapat bersaksi dengan kehidupan kita bagi kebenaran kata-kata Kitab Suci: "Jika aku lemah, maka aku kuat" (2 Kor 12:10). Kita bisa memberlakukan untuk hidup bakti kata-kata Benediktus XVI yang saya kutip dalam Seruan Apostolik Evangelii Gaudium: "Bukan dengan pemaksaan agama Gereja tumbuh, tetapi dengan daya pikat" (No. 14). Hidup bakti tidak akan berkembang sebagai sebuah hasil program-program panggilan yang brilian, tetapi karena orang-orang muda yang kita jumpai menemukan kita memikat, karena mereka melihat kita sebagai pria dan wanita yang bahagia! Demikian pula, efektivitas apostolik hidup bakti tidak tergantung pada efisiensi metode-metodenya. Hal ini tergantung pada kefasihan hidup Anda, kehidupan yang memancarkan sukacita dan keindahan menghayati Injil dan mengikuti Kristus hingga kepenuhan. Seperti yang saya katakan kepada para anggota gerakan gerejawi pada Vigili Pentakosta tahun lalu: "Pada dasarnya, kekuatan Gereja adalah menghayati dengan Injil dan bersaksi bagi iman kita. Gereja adalah garam dunia; ia adalah terang dunia. Ia dipanggil untuk menghadirkan dalam masyarakat ragi Kerajaan Allah dan ia melakukan ini terutama dengan kesaksiannya, kesaksiannya akan kasih persaudaraan, kesetiakawanan dan berbagi dengan orang lain" (18 Mei 2013). 2. Saya sedang mengandalkan Anda "untuk membangunkan dunia", karena tanda khas hidup bakti adalah kenabian. Seperti yang saya katakan kepada Pemimpin Umum: "Penghayatan injili secara radikal tidak hanya untuk kaum religius: ia dituntut bagi setiap orang. Tetapi kaum religius mengikuti Tuhan dengan cara yang khusus, dengan cara kenabian". Ini adalah prioritas yang diperlukan sekarang: "Menjadi nabi-nabi yang bersaksi bagaimana Yesus hidup di bumi ini ... seorang religius jangan pernah

DESEMBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 11


meninggalkan kenabian" (29 November 2013). Para nabi menerima dari Allah kemampuan untuk mengamati masa-masa yang di dalamnya mereka hidup dan menafsirkan peristiwa-peristiwa: mereka seperti para pengawal yang berjaga-jaga di malam hari dan merasakan datangnya fajar (bdk. Yes 21: 11-12). Para nabi mengenal Allah dan mereka mengenal pria dan wanita yang adalah saudara dan saudari mereka. Mereka mampu membedakan dan mengecam kejahatan dosa dan ketidakadilan. Karena mereka bebas, mereka tak terikat pada siapapun kecuali Allah, dan mereka tidak memiliki kepentingan lain selain Allah. Para nabi cenderung berada di sisi orang miskin dan tak berdaya, karena mereka mengenal bahwa Allah sendiri berada di pihak mereka. Maka saya percaya agar, daripada hidup dalam beberapa utopia, Anda akan menemukan cara-cara menciptakan "ruang-ruang alternatif", di mana pendekatan Injil pemberian diri, persaudaraan, perbedaan-perbedan yang merangkul, dan saling mengasihi dapat berkembang. Biara-biara, komunitas-komunitas, pusat-pusat spiritualitas, sekolah-sekolah, rumah-rumah sakit, tempat-tempat penampungan keluarga - semua ini adalah tempat-tempat di mana amal dan kreativitas yang terlahir dari karisma-karisma Anda telah dibawa ke dalamnya, dan dengan kreativitas yang berkesinambungan harus terus membawanya ke dalam. Mereka harus semakin menjadi ragi bagi sebuah masyarakat yang diilhami oleh Injil, "sebuah kota di atas bukit", yang membuktikan kebenaran dan kekuatan kata-kata Yesus. Kadang-kadang, seperti Elia dan Yunus, Anda mungkin merasa godaan untuk melarikan diri, meninggalkan tugas sebagai seorang nabi karena terlalu dituntut, melelahkan atau tampaknya tanpa membuahkan hasil. Tetapi para nabi tahu bahwa mereka tidak sendirian. Seperti yang Ia lakukan dengan Ye-

remia, maka Allah mendorong kita: "Janganlah takut kepada mereka, sebab Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau" (Yer 1: 8). 3. Pria dan wanita religius, seperti semua pelaku hidup bakti lainnya, telah dipanggil, seperti yang saya sebutkan, "ahli dalam persekutuan". Jadi saya berharap bahwa "spiritualitas persekutuan", yang begitu ditekankan oleh Santo Yohanes Paulus II, akan menjadi sebuah kenyataan dan agar Anda akan berada di garis depan menjawab "tantangan besar yang kita hadapi" dalam milenium baru ini: "menjadikan Gereja rumah dan sekolah persekutuan".[5] Saya yakin bahwa dalam Tahun Hidup Bakti ini Anda akan melakukan segala upaya untuk membuat tujuan persaudaraan yang diburu oleh para pendiri Anda berkembang di mana-mana, seperti lingkaran konsentris. Persekutuan dihayati pertama dan terutama dalam komunitas-komunitas masing-masing lembaga. Untuk tujuan ini, saya meminta Anda berpikir tentang ulasan-ulasan yang acap kali saya berikan tentang kritik, gosip, iri hati, kecemburuan, permusuhan sebagai caracara bertindak yang tidak memiliki tempat di rumah-rumah kita. Dalam hal ini, jalan amal terbuka di hadapan kita hampir tak terbatas, karena ia memerlukan saling menerima dan kepedulian, menerapkan persekutuan kebaikan baik material maupun spiritual, koreksi persaudaraan dan menghormati mereka yang lemah ... itu adalah "mistik hidup bersama "yang menjadikan hidup kita "sebuah peziarahan suci".[6] Kita perlu bertanya pada diri kita tentang cara kita berhubungan dengan orang-orang dari budaya-budaya yang berbeda, ketika komunitas-komunitas kita menjadi semakin bersifat internasional. Bagaimana kita bisa memungkinkan setiap anggota untuk mengatakan secara bebas apa yang dia pikirkan, untuk dapat diterima dengan karunia-karunia tertentunya, dan menjadi bersama-sama

12 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | DESEMBER 2014

sepenuhnya bertanggung jawab? Saya juga berharap untuk sebuah pertumbuhan persekutuan di antara para anggota lembaga-lembaga yang berbeda. Semoga Tahun Hidup Bakti ini menjadi sebuah kesempatan bagi kita untuk melangkah keluar dengan lebih berani dari batas-batas lembaga kita masing-masing dan bekerja sama, di tingkat lokal dan global, pada proyek-proyek yang melibatkan pembentukan, evangelisasi, dan aksi sosial? Hal ini akan membuat kesaksian kenabian yang lebih efektif. Persekutuan dan perjumpaan di antara karisma-karisma dan panggilan-panggilan yang berbeda dapat membuka sebuah jalan harapan. Tak seorang pun memberikan kontribusi untuk masa depan dalam keterasingan, dengan usaha-usahanya sendiri, tetapi dengan melihat dirinya sebagai bagian dari persekutuan sejati yang selalu terbuka untuk berjumpa, berdialog, mendengarkan penuh perhatian dan saling membantu. Persekutuan seperti itu mengobati kita dari penyakit penyerapan diri. Para pelaku hidup bakti juga dipanggil untuk bersinergi yang benar dengan semua panggilan lainnya dalam Gereja, dimulai dengan para imam dan umat awam, untuk "menyebarkan spiritualitas persekutuan, pertama-tama dalam kehidupan internal mereka dan kemudian dalam komunitas gerejani, dan bahkan di luar batas-batasnya".[7] 4. Saya juga mengharapkan dari Anda apa yang telah saya ajukan kepada semua anggota Gereja: untuk keluar dari diri sendiri dan keluar ke pinggiran-pinggiran. "Pergilah ke seluruh dunia"; ini adalah kata-kata terakhir yang dikatakan Yesus kepada para pengikut-Nya dan yang Ia terus tujukan kepada kita (bdk. Mrk 16:15). Seluruh dunia menanti kita: pria dan wanita yang telah kehilangan semua harapan, keluarga-keluarga dalam kesulitan, anak-anak terlantar, kaum muda tanpa masa depan, orang-orang tua, orang-orang sakit dan yang


terabaikan, mereka yang kaya dalam benda-benda duniawi, tetapi miskin dalam pikiran, pria dan wanita mencari sebuah tujuan dalam hidup, haus akan yang ilahi ... Jangan tertutup pada diri Anda, jangan terhambat oleh pertengkaran-pertengkaran kecil, tidak tetap tersandera oleh masalah-masalah Anda. Ini akan terselesaikan jika Anda pergi keluar dan membantu orang lain untuk menyelesaikan masalah-masalah mereka, dan mewartakan Kabar Gembira. Anda akan menemukan kehidupan dengan memberikan kehidupan, harapan dengan memberikan harapan, kasih dengan memberikan kasih. Saya meminta Anda untuk bekerja secara nyata dalam menyambut para pengungsi, mendekat kepada orang-orang miskin, dan menemukan cara-cara kreatif untuk berkatekese, untuk memberitakan Injil dan mengajar orang lain bagaimana berdoa. Karena itu, saya berharap bahwa struktur-struktur dapat dirampingkan, rumah-rumah religius yang besar dimaksudkan ulang untuk karya-karya yang dengan lebih baik menanggapi tuntutan-tuntutan evangelisasi dan amal saat ini, serta kerasulan-kerasulan disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan baru.

5. Saya berharap bahwa setiap bentuk hidup bakti akan mempertanyakan apa yang Allah dan umat minta dari mereka hari ini. Biara-biara dan kelompokkelompok yang terutama bersifat kontemplatif bisa bertemu atau terlibat dalam pertukaran pengalaman-pengalaman tentang kehidupan doa, tentang cara-cara memperdalam persekutuan dengan seluruh Gereja, tentang mendukung orangorang Kristen yang teraniaya, serta menyambut dan membantu mereka yang mencari kehidupan yang lebih spiritual atau membutuhkan dukungan moral atau material. Hal yang sama dapat dilakukan dengan lembaga-lembaga yang didedikasikan untuk karya amal, pengajaran dan kemajuan budaya, untuk memberitakan Injil atau melakukan pelayanan-pelayanan pastoral tertentu. Hal ini juga bisa dilakukan oleh lembaga-lembaga Sekuler, yang para anggotanya ditemukan di hampir setiap tingkat masyarakat. Kreativitas Roh telah menghasilkan cara-cara hidup dan kegiatan-kegiatan yang begitu beragam sehingga mereka tidak dapat dengan mudah dikelompokkan atau disesuaikan ke dalam cetakan-cetakan siap pakai. Jadi saya tidak bisa menyampaikan pesan kepada setiap dan masing-masing

lembaga karismatik. Namun selama Tahun Hidup Bakti ini tak seorang pun terkecualikan untuk secara sungguh-sungguh memeriksa keberadaannya dalam kehidupan Gereja dan untuk menanggapi tuntutan-tuntutan baru yang terus-menerus dikenakan pada kita, bagi jeritan orang-orang miskin. Hanya dengan keprihatinan bagi kebutuhan-kebutuhan dunia tersebut, dan dengan kepatuhan terhadap bisikan-bisikan Roh, Tahun Hidup Bakti ini akan menjadi sebuah kairos otentik, sebuah saat yang kaya dalam rahmat Allah, sebuah saat perubahan. III. CAKRAWALA TAHUN HIDUP BAKTI 1. Dalam surat ini, saya ingin berbicara tidak hanya bagi para pelaku hidup bakti, tetapi juga bagi kaum awam, yang berbagi dengan mereka cita-cita, semangat dan perutusan yang sama. Beberapa Lembaga Religius memiliki tradisi yang panjang dalam hal ini, sementara pengalaman lembaga-lembaga lainnya lebih baru. Memang, di sekitar setiap keluarga religius, setiap Serikat Hidup Apostolik dan setiap Lembaga Sekuler, ada sebuah keluarga yang lebih besar, "sebuah

DESEMBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 13


keluarga karismatik", yang mencakup sejumlah Lembaga yang dikenali dengan karisma yang sama, dan terutama umat awam yang merasa terpanggil, tepatnya sebagai pribadi-pribadi awam, untuk berbagi dalam kenyataan karismatik yang sama. Saya mendorong Anda, sebagai awam, untuk menghayati Tahun Hidup Bakti ini sebagai sebuah rahmat yang dapat membuat Anda lebih sadar akan karunia yang telah Anda sendiri terima. Merayakannya dengan seluruh "keluarga" Anda, sehingga Anda dapat tumbuh dan menanggapi bersama-sama bisikan-bisikan Roh dalam masyarakat hari ini. Pada beberapa kesempatan ketika para pelaku hidup bakti dari Lembaga-lembaga yang berbeda datang bersama-sama, usahakan untuk menghadirkan diri Anda sehingga menjadi satu ekspresi karunia Allah. Dengan cara ini Anda dapat memahami pengalaman-pengalaman keluarga-keluarga karismatik dan kelompok-kelompok awam lainnya, dan dengan demikian memiliki kesempatan untuk saling memperkaya dan mendukung.

2. Tahun Hidup Bakti tidak hanya menyangkut para pelaku hidup bakti, tetapi seluruh Gereja. Sebagai konsekuensinya, saya meminta seluruh umat Kristen untuk menjadi semakin sadar akan karunia ini, yakni kehadiran parapelaku hidup bakti baik pria maupun wanita, para ahli waris orang-orang kudus yang telah menulis sejarah kekristenan. Akan menjadi apakah Gereja tanpa Santo Benediktus dan Santo Basilius, tanpa Santo Agustinus dan Santo Bernardus, tanpa Santo Fransiskus dan Santo Dominikus, Santo Ignatius Loyola dan Santa Teresa dari Avila, Santa Angelica Merici dan Santo Vinsensius a Paulo. Daftar tersebut bisa terus berlanjut, hingga Santo Yohanes Bosco dan Beata Teresa dari Kalkuta. Sebagaimana ditunjukkan oleh Beato Paulus VI: "Tanpa tanda nyata ini akan ada sebuah bahaya bahwa amal yang menjiwai seluruh Gereja akan menjadi dingin, bahwa paradoks keselamatan Injil akan tumpul, dan bahwa "garam" iman akan kehilangan rasanya dalam sebuah dunia yang mengalami sekularisasi" (Evangelica Testificatio, 3). Maka saya mengajak setiap komunitas Kristen untuk mengalami

Tahun Hidup Bakti ini terutama sebagai momen syukur kepada Tuhan dan kenangan penuh syukur atas semua karunia yang terus kita terima, berkat kekudusan para pendiri, dan dari kesetiaan kepada karisma-karisma mereka yang ditunjukkan oleh begitu banyak pelaku hidup bakti. Saya meminta Anda semua untuk mendekatkan diri kepada pria dan wanita ini, untuk bersukacita dengan mereka, untuk berbagi kesulitan-kesulitan mereka dan membantu mereka, apa pun tingkatnya yang mungkin, dalam pelayanan-pelayanan dan karyakarya mereka, karena yang terakhir, pada akhirnya, karya-karya seluruh Gereja. Biarkan mereka mengenal kasih sayang dan kehangatan yang dirasakan seluruh umat Kristen bagi mereka. 3. Dalam surat ini saya tidak ragu untuk mengalamatkan sebuah kata kepada para pelaku hidup bakti serta kepada para anggota persaudaraan-persaudaraan dan komunitas-komunitas yang menjadi milik Gereja-gereja dari tradisi-tradisi selain tradisi Katolik. Monastisisme merupakan bagian dari warisan Gereja yang tak terbagi, dan masih

Kita dipanggil untuk bergerak ke pinggiran, menjumpai mereka yang terpinggirkan dan tersingkir, untuk benar-benar berada bersama mereka, mengalami kebahagiaan dan pergulatan mereka. 14 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | DESEMBER 2014


sangat banyak tetap hidup baik dalam Gereja-gereja Ortodoks maupun Gereja Katolik. Tradisi monastik, dan pengalaman-pengalaman yang lebih kemudian lainnya dari saat ketika Gereja di Barat masih bersatu, telah mengilhami prakarsa-prakarsa serupa dalam Komunitas-komunitas Gerejani dari tradisi yang diperbarui. Hal ini terus melahirkan ungkapan-ungkapan lebih lanjut dari komunitas dan pelayanan persaudaraan. Kongregasi untuk Lembaga Hidup Bakti dan Serikat Hidup Kerasulan telah merencanakan sejumlah prakarsa untuk memfasilitasi perjumpaan-perjumpaan antara para anggota ungkapan-ungkapan hidup bakti dan hidup persaudaraan yang berbeda dalam berbagai Gereja. Saya sangat mendorong pertemuan-pertemuan seperti itu sebagai suatu cara untuk meningkatkan saling pengertian, penghormatan dan kerja sama timbal balik, sehingga ekumenisme hidup bakti dapat membuktikan berguna untuk perjalanan yang lebih besar menuju kesatuan seluruh Gereja. 4. Kita pun tak boleh lupa bahwa fenomena monastisisme dan ung-

kapan-ungkapan lain persaudaraan religius hadir dalam semua agama besar. Ada contoh-contoh, beberapa telah lama berdiri, dari dialog antarbiara yang melibatkan Gereja Katolik dan tentunya beberapa tradisi religius besar. Saya percaya bahwa Tahun Hidup Bakti akan menjadi sebuah kesempatan untuk meninjau kemajuan yang dicapai, untuk membuat para pelaku hidup bakti menyadari dialog ini, dan untuk mempertimbangkan apa langkah-langkah lebih lanjut yang dapat diambil terhadap saling pengertian yang lebih besar dan kerjasama yang lebih besar di banyak tempat umum pelayanan bagi kehidupan manusia. Berjalan bersama selalu memperkaya, dan dapat membuka jalan-jalan baru bagi hubungan anta bangsa dan budaya, yang di masa sekarang ini nampak sulit. 5. Akhirnya, atas cara istimewa, saya memberi pesan kepada saudara saya para uskup. Semoga Tahun Hidup Bakti ini menjadi sebuah kesempatan untuk menerima lembaga-lembaga hidup bakti, dengan rela dan dengan penuh sukacita, sebagai sebuah modal

spiritual yang menyumbangkan jasa bagi kebaikan seluruh tubuh Kristus (bdk. Lumen Gentium, 43), dan bukan hanya keluarga-keluarga kaum religius secara pribadi. "Hidup Bakti adalah karunia bagi Gereja, ia lahir dari Gereja, tumbuh dalam Gereja, dan sepenuhnya diarahkan kepada Gereja".[8] Karena alasan ini, tepatnya sebagai sebuah karunia bagi Gereja, ia bukanlah kenyataan yang terasing atau terpinggirkan, tetapi secara mendalam merupakan bagian dari dirinya. Ia adalah jantung Gereja, sebuah unsur menentukan dari perutusannya, karena ia mengungkapkan sifat terdalam dari panggilan Kristen dan kerinduan Gereja sebagai mempelai untuk kesatuan dengan sang mempelai satu-satunya. Dengan demikian, "ia ... tidak dapat diceraikan dari kehidupan dan kesucian" Gereja (Lumen Gentium, 44). Dalam terang ini, saya meminta Anda, para Gembala Gereja-gereja partikular, untuk menunjukkan perhatian khusus untuk menggalakkan di dalam komunitas-komunitas Anda karisma-karisma yang berbeda, entah telah lama ada atau baru. Saya meminta Anda untuk melakukan hal ini dengan dukung-

Seluruh dunia menanti kita: mereka yang telah kehilangan harapan, keluarga-keluarga dalam kesulitan, anakanak terlantar, kaum muda tanpa masa depan, orang-orang tua, orang-orang sakit dan yang terabaikan. DESEMBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 15


Kita dipanggil untuk memahami dan menunjukkan bahwa Allah mampu memenuhi hati kita hingga meluap dengan kebahagiaan.

an dan dorongan Anda, bantuan Anda dalam pembedaan, dan kedekatan Anda yang lembut dan penuh kasih terhadap situasi-situasi penderitaan dan kelemahan itu yang di dalamnya beberapa pelaku hidup bakti mungkin menemukan diri mereka. Terutama, melakukan hal ini dengan memberi petunjuk kepada Umat Allah tentang nilai hidup bakti, sehingga keindahan dan kekudusannya dapat bersinar dalam Gereja. Saya mempercayakan Tahun Hidup Bakti ini kepada Maria, Perawan pendengaran dan permenungan, murid pertama dari Putranya yang terkasih. Mari kita memandang dia, putri Bapa yang sangat dikasihi, yang diberkati dengan setiap karunia rahmat, sebagai model yang tak tertandingi bagi semua orang yang mengikuti Kristus dalam kasih Allah dan pelayanan kepada sesama mereka.

Akhirnya, saya menggabungkan Anda semua dalam rasa syukur atas karunia-karunia rahmat dan terang yang dengannya Tuhan dengan murah hati hendak memperkaya kita, dan saya menemani Anda dengan Berkat Apostolik saya. Dari Vatikan, 21 November 2014, Pesta Santa Perawan Maria Dipersembahkan kepada Allah FRANSISKUS [1] Apostolic Letter to the Religious of Latin America on the occasion of the Fifth Centenary of the Evangelization of the New World Los caminos del Evangelio (29 June 1990), 26. [2] SACRED CONGREGATION FOR RELIGIOUS AND SECULAR INSTITUTES, Religious and Human Promotion (12 August 1980), 24: L’Osservatore Romano, Suppl., 12 November 1980, pp.

16 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | DESEMBER 2014

I-VIII. [3] Address to Rectors and Students of the Pontifical Colleges and Residences of Rome (2 May 2014). [4] POPE BENEDICT XVI, Homily for the Feast of the Presentation of the Lord (2 February 2013). [5] Apostolic Letter Novo Millennio Ineunte (6 January 2001), 43. [6] Apostolic Exhortation Evangelii Gaudium (24 November 2013), 87 [7] JOHN PAUL II, Post-Synodal Apostolic Exhortation Vita Consecrata (25 March 1996), 51. [8] BISHOP J.M. BERGOGLIO, Intervention at the Synod on the Consecrated Life and its Mission in the Church and in the World, XVI General Congregation, 13 October 1994.


SR. M. SUSANNE MEKIUW, PBHK: SETIA SAMPAI AKHIR “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan-Mu” (Luk 1: 38). Kata-kata Maria di atas menjadi motto hidup Sr Maria Susanne Mekiuw PBHK. Ia menghidupi kata-kata itu dengan setia hingga akhir hidupnya. Sr Susanne dipanggil Tuhan pada hari Rabu, 17 Desember 2014, pukul 11.00 WIT di Rumah Sakit Umum Daerah Merauke. Terlahir sebagai Adolfina, dari keluarga Bpk Albertus Dawi Mekiuw dan Ibu Susana Jamal Binaujei, Sr Susanne adalah puteri kedua dari 6 bersaudara. Ia lahir di desa Kweel, Kabupaten Merauke, 14 April 1945. Ia lulus Sekolah Dasar Meisjes Vervoig School di Merauke tahun 1960. Pendidikan SLTP ditempuh di SMP YPPK Santo Mikael Merauke dan lulus pada tahun 1963. Lulus SLTA di SGA YPPK Yos Sudarso Merauke tahun 1966. Sesudah lulus SLTA Adolfina mengajar sebagai guru di SD YPPK Kweel. Sebagai seorang suster ia menempuh pendidikan perguruan tinggi di IKIP Negeri Manado tahun 1976. Cinta kepada Ibundanya, Susana, mendorongnya untuk memakai nama Susanne ketika ia menjadi seorang Suster. Sr Susanne memulai pembinaannya sebagai seorang Puteri Bunda Hati Kudus di Postulan PBHK tanggal 2 Februari 1967 di Kelapa Lima. Pembinaan di Novisiat ia jalani sejak 2 Februari 1968, di Novisiat PBHK Kelapa Lima, Merauke. Ia mengikrarkan kaul pertama pada tanggal 8 Desember 1965 dan kaul kekal pada tanggal 28 Agustus 1977 di Kelapa Lima Merauke. Sr Susanne adalah suster asal Papua yang pertama, yang mengikuti pembinaan dari awal (Postulan dan Novisiat) sebagai seorang PBHK. Sebelumnya sudah ada beberapa suster PBHK berasal dari Papua, namun mereka pindah dari sebuah tarekat suster tingkat keuskupan. Sebagai seorang suster, hidupnya lebih banyak diabdikan untuk dunia pendidikan. Tahun 1967 – 1971 ia mengajar di SD dan SKKP Sta Theresia Kelapa Lima. Sesudah studi di IKIP Negeri Manado, ia mengajar di SPG YPPK Merauke tahun 1976 – 1988. Tahun 1994 – 1995 ia mengajar di SMU Yos Sudarso Merauke dan tahun 1995 – 1999 ia menjadi kepala sekolah di seko-

lah yang sama. Ketika PBHK Indonesia mulai mengirim anggotanya menjadi misionaris di luar negeri, Sr Susanne menjadi yang pertama bekerja di Afrika Selatan dan Belanda pada tahun 1989 – 1994. Setelah kembali ke Indonesia ia menjadi pimpinan komunitas PBHK Merauke (1999 – 2001) dan menjadi Pemimpin Daerah PBHK Papua (2001 – 2004). Sejak Agustus 2013, Sr Susanne sering jatuh sakit. Agustus 2013 ia diopname di RS Bunda Pengharapan karena hipertensi, kolesterol dan reumatik. Maret 2014 kembali lagi ia dirawat di RS Bunda Pengharapan. September 2014 ia dirawat di RSUD Merauke dan diketahui bahwa kedua ginjalnya tidak berfungsi lagi dan kondisinya semakin menurun. Akhir Oktober 2014 ia kembali dirawat di RSUD Merauke hingga Tuhan memanggilnya pada tanggal 17 Desember 2014. Sr Susanne telah memeprsembahkan dirinya sebagai hamba yang setia kepada Allah pencipta-Nya, kepada Putera yang menyelamatkannya dan kepada roh Kudus yang telah menghidupinya, melalui tugas perutusan sabagai PBHK yang mempunyai hati bagi anak-anak didik. Ia telah setia sampai akhir dna meninggalkan warisan teladan sebagai seorang pendoa, seorang yang disiplin, pekerja keras, rela berkorban, penuh tanggungjawab, sederhana, pengampun dan siap sedia diutus ke mana saja. Selamat jalan Suster, terima kasih atas teladan dan pengabdian. Semoga kami juga setia sampai akhir  SEPTEMBER KELUARGA CHEVALIER CHEVALIER || 17 17 DESEMBER 2014 2014 || WARTA WARTA KELUARGA


SPIRITUALITAS

PER IPSUM ET CUM IPSO ET IN IPSO FR. SANDRO PINANGKAAN MSC

Keluarga Chevalier, pembaca yang terkasih, zaman sekarang ini semakin banyak situasi zaman yang berkembang jauh dari cara hidup menurut hati. Sebagai pembawa warta Hati Kudus, mari sejenak kita menengok missio kita. 18 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | DESEMBER 2014


Boleh kita menengok sedikit dalam Konstitusi MSC no. 10, “Sebagai Misionaris Hati Kudus Yesus, kita hidup berdasarkan kepercayaan akan cinta Allah Bapa yang dinyatakan di dalam Hati Kristus. Kita mau menyerupai Yesus yang mencinta dengan hati manusiawi; kita mau mencinta melalui Dia dan bersama Dia, serta mewartakan cinta-Nya kepada dunia.” Misionaris Hati Kudus bukan saja para biarawan MSC, tapi para pencinta Hati Kudus Yesus seluruhnya, termasuk umat awam yang mempersembahkan diri dalam Hati-Nya yang mahakudus. Atas salah satu cara, jelaslah identitas dan perutusan kita berakar dari dan dalam Hati Tuhan. Untuk itulah, menjadi seorang misionaris Hati Kudus, pencinta Hati Kudus, berarti menjadi Hati Allah bagi dunia. Rencana Allah Bagi Manusia Allah menghendaki agar manusia hidup dalam keadaan baik. Ketika selesai menciptakan dunia dan segala isinya hingga menciptakan manusia, Allah memandang semua itu baik (bdk. Kej. 1 – 2). Manusia yang mengotori kebaikan ciptaan Allah itu. Namun, Allah tetap

mengasihinya dalam belas-kasih kemurahan-Nya, hingga mengutus Putra-Nya yang tunggal untuk menebus dosa umat manusia. Kasih-Nya yang tak terhingga ini, menggerakkan Hati Ilahi-Nya atas keprihatinan terhadap dosa-dosa umat manusia, sehingga Ia berkenan turun dan menjadi manusia. Hati Ilahi turun dan menjadi Hati Manusiawi, yang sungguhsungguh manusiawi. Allah hendak masuk melalui pintu kemanusiaan kita, hingga membawa kita keluar dari kedosaan kita menuju keilahian yang sempurna. Atas cara mana kita menggambarkan keilahian yang sempurna seorang manusia? Kata-kata tersebut barangkali terasa begitu extreme, dan sangat jauh. Tapi sebenarnya jika dipahami hanyalah sederhana. Keilahian yang sempurna bukanlah suatu konsep yang melayang jauh di luar jangkauan manusia, namun merupakan suatu sikap hati yang sederhana: Menjadikan hati kita Ilahi berarti menjadikan hati kita seperti Allah; Allah adalah kasih (1 Yoh 4:16). Kesempurnaan yang sejati ialah kesempurnaan dalam kasih. Lewat Inkarnasi, Allah berupaya

membentuk Pribadi-Nya menjadi manusia, untuk menyelamatkan manusia sendiri. Atas salah satu cara, Ia memperkenalkan Hati-Nya sebagai satu keseluruhan pribadi-Nya yang penuh cinta kasih dan serta merta mengajak manusia untuk sungguh membentuk hatinya, supaya menyerupai Hati Allah. Yesus sendiri bersabda, “Hendaklah kamu murah hati, seperti Bapa-Mu murah hati” (Luk. 6:36). Pater Jules Chevalier menuliskan, “le coeur est le tout de l’homme” (1900) – Hati adalah keseluruhan pribadi manusia. Membentuk hati kita menjadi seperti Allah, berarti membentuk kepribadian kita menjadi kepribadian Allah, yang adalah kasih itu sendiri. Cara Manusia Memandang Allah Warta penyelamatan Allah adalah berupa tawaran. Allah berdialog kepada manusia, menawarkan “apakah kamu ingin selamat?” Allah tidak hadir dengan ancaman untuk memaksakan kehendak manusia agar mengikuti-Nya. Manusia diberi kebebasan penuh untuk menentukan arah hidupnya. Lalu dari mana datangnya hukum-

DESEMBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 19


an-hukuman yang membinasakan? Dari hati manusia sendiri. Bagi orang beragama, dapat saja gambaran Allah menjadi “sesat” untuk dirinya sendiri. Hati manusia menggambarkan Allah sebagai hakim yang ganas, yang menanti orang yang salah supaya segera dihukum dengan kutukan (tulah). Gambaran Allah yang ganas dan penghukum atas salah satu cara menjadi penolakan akan realitas Allah yang adalah kasih. Di sisi lain, bagi mereka yang tidak mengenal Allah dalam artian tidak beragama (atheis), hidup secara baik menjadi satu pilihan yang mendamaikan hidup: berjuang untuk kemanusiaan, aktif dalam gerakan menentang ketidak-adilan, memperjuangkan keutuhan ekologi. Atas cara ini, mereka mengenal tindakan itu sebagai tindakan yang mendamaikan diri batin mereka dengan realitas dunia yang mereka hidupi. Begini menjadi lebih baik, dari pada beragama tapi sesat. Tidak berarti saya mengajak supaya tidak perlu beragama. Hanya, apakah kita orang Kristiani benar-benar memiliki gambaran yang benar tentang Allah; tentang Kristus, Sang Mesias yang

“penuh cinta?” Rangkaian kisah dalam Perjanjian Lama sebetulnya hendak mengajak kita memahami, gambaran penyelamatan Allah yang disalah-artikan oleh manusia. Allah digambarkan sebagai hakim yang ganas, yang harus ditakuti, yang kita tidak boleh pandang wajah-Nya – nanti mati (bdk. Kel 3:6; 20:19). Dari perspektif seperti itu, Kristus datang dalam perjanjian Baru hendak mereformasi gambaran Allah yang ‘sesat’, yang sejak lama dianut manusia. Arah haluan yang melenceng itu diputar kembali. Mengapa ‘melenceng’? Sejak lama Allah merepresentasikan Diri-Nya sebagai kasih. Atas salah satu cara, Ia memproklamirkan apa yang menjadi landasan utama perintah-Nya, “Dengarlah hai, Israel... kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati, dengan segenap jiwa dan dengan segenap tenagamu...” (Ul . 6:4-5). Maksud paling fundamental dari pesan itu, ialah untuk menjadikan seluruh kepribadian manusia sebagai persembahan cinta kepada Allah. Inilah yang paling mendasar dan utama. Kembali Yesus menegaskannya pada seorang ahli Taurat yang hendak

20 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | SEPTEMBER 2014 20 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | DESEMBER 2014

mencobai Dia (bdk. Luk 10: 25-28). Arah dasar yang menjadi harapan Allah, ditambah-tambahkan oleh manusia dengan hukum-hukum yang tak dimaknai dalam kerangka kasih Allah, sehingga gambaran Allah yang hakiki pun luntur. Perintah yang utama diabaikan, yang diperhatikan hanyalah hal-hal luaran yang tidak hakiki. Yesus menegaskan, “Kamu orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan pinggan, tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan!” (Luk 11: 39). Kristus hadir sebagai reformator yang hendak membalikkan arah yang membelok tadi ke arah yang sesungguhnya. Namun, kembali digaris-bawahi perihal kebebasan manusia dalam menanggapi ajakan keselamatan dari pada-Nya. Sebab kadang, manusia tahu tapi tidak mau tahu... Penolakan Manusia dan Kemurahan Allah Gambaran Allah yang salah mempengaruhi penerimaan akan realitas Allah. Tapi juga, manusia yang dalam pikirannya, katakanlah sudah menggambarkan Allah secara tepat dan benar, belum


tentu mengamalkan gambaran Allah itu sebagai sebuah pengalaman hati yang sungguh benar dengan menerima tawaran cinta Allah. Dengan demikian, manusia menolak rencana Allah. Kedegilan hati, keingin-tahuan yang berlebihan, dan egosentrisme, merusak hubungan erat manusia dengan Allah. Manusia dengan kesombongannya ingin “menjadi sama seperti Allah” dan sendiri menentukan apa yang baik dan apa yang jahat (bdk. Kej 3:5). Atas cara ini, manusia memotong tali perjanjian yang dibuat Allah untuk keselamatan manusia: sungguh sebuah penolakan. Allah yang adalah kasih, tidak serta merta menelantarkan manusia yang karena kedegilan hati merusak perjanjian keselamatan ini. Tentu Hati Allah terluka: perjanjian keselamatan tidak diindahkan manusia. Tapi, Allah tetap memberinya kesempatan hidup: dibuatkan-Nyalah pakaian untuk mereka yang telah menyadari diri telanjang akibat dosa (Kej. 3:21). Dan sampai selanjutnya Ia sendiri turun dan menyelamatkan dosa manusia. Betapa ironisnya, ketika Allah datang manusia justru meno-

lak-Nya, mengolok-olok-Nya, menyesah Dia, bahkan menyalibkan-Nya. Allah tidak murka. Ia sendiri rela membayar kesalahan dan dosa manusia itu. Ya, semua itu demi keselamatan manusia. Betapa murah Hati Allah! Tidak terbayarkan dengan segala jenis materi. Per Ipsum et Cum Ipso et In Ipso... Atas salah satu cara, tindakan Allah yang tampak dalam Hati Yesus menjadi satu representasi kehadiran-Nya sebagai cinta. Dan dengan demikian, dari para pencinta Hati-Nya dituntut pula demikian: suatu hal yang sama, yakni cinta tanpa pamrih. Kurban salib menjadi kurban keselamatan dan hanya akan tetap sia-sia jika tidak dihidupi. Dengan ditinggikan di Salib, Kristus mengajak kita untuk turut serta dalam karya cinta Allah. Ia membuka hati-Nya yang penuh cinta dan mengalirkan dari sana darah dan air, lambang rahmat keselamatan yang tiada taranya. Dari Hati yang terbuka itu, kita ditarik masuk ke dalam-Nya dan merasakan betapa kuat dan berdayanya rahmat Tuhan itu.

Kekuatan kita sebagai para pewarta Hati Kudus, terletak pada Hati Tuhan. Dengan perantaraan Dia, bersama Dia, dan dalam Dia, missio kita dapat berbuah bagi dunia. Setiap hari dalam kurban Ekaristi, diwakili oleh imam kita memadahkan pujian bagi Tuhan, “per ipsum et cum ipso et in ipso ...” – “Dengan pengantaraan Kristus, bersama Dia, dan dalam Dia....” Tanpa disadari, inilah suatu madah yang mengandung ajakan perutusan. Hal yang sama digarisbawahi dalam Konstitusi MSC no. 10. Menjadi undangan bagi kita untuk masuk dalam Hati Tuhan dan bermisi melalui Dia, bersama Dia, dan di dalam Dia. Atas cara yang sama, kita membawa hati Tuhan bagi dunia sebagai obat untuk le mal moderne yang menjangkiti dunia – untuk penolakan-penolakan akan rahmat kemurahan Hati Tuhan. Demikian kita perlahan menciptakan sebuah dunia baru di dalam Kristus. Tetap merupakan harapan yang tak kunjung pudar, supaya dikasihilah Hati Kudus Yesus di seluruh dunia, selama-lamanya. 

SEPTEMBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 21 DESEMBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 21


MISSIONING INTO THE FUTURE Refleksi atas perutusan dua frater pastoral ke Ekuador dan Br Marcel ke Cuba

JOHN GISCARD MITAKDA MSC “Yesus Kristus, Tuhan berdiri pada poros utama panggilan religius kita; digerakkan oleh kasih-Nya kita menjawab panggilan-Nya untuk melanjutkan misi-Nya di dalam dunia.� (Letter of Presentation untuk Konstitusi dan Statuta MSC, revised edition, 2005).

Dengan Pesawat KLM (Koninklijke Luchtvaart Maatschappij), ketiga MSC muda ditemani Provinsial MSC Indonesia terbang menuju Cuito, Ekuador. Perjalanan mereka nyaris satu setengah hari lamanya. Selama 33 jam perjalanan itu, pesawat Belanda yang kini dikelolah oleh Air France, Perancis transit di Kuala Lumpur dan Amsterdam. Hari itu tepatnya tgl. 3 Desember, bertepatan dengan pesta Santo Fransiskus Xaverius, seorang

22 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | DESEMBER 2014

misionaris besar dan pionir untuk penanaman dan perkembangan benih Gereja di Asia, khususnya Indonesia. Kendatipun Frater Rocky Marciano Wowor dan Frater Yoseph Baag Rahanubun diutus dalam perayaan Ekaristi yang berbeda dengan perutusan Bruder Marcel Lilo, namun keberangkatan mereka bertiga menorehkan tonggak baru sejarah pembinaan dan perutusan MSC Provinsi Indonesia untuk misi. Semua MSC adalah


man of with a mission sebagaimana Eugene Cuskelly menggambarkan dengan jitu seorang Jules Chevalier, namun perutusan dua frater skolastikat MSC untuk berpastoral di Equador dan bergabungnya Br Marcel dalam misi MSC di Keuskupan Guantanamo, Cuba menyalakan api misi yang menjadi identitas MSC. Perutusan kedua Frater dan bergabungnya Br Marcel untuk berkomunitas bersama P Hengky Ponamon dan P Victor Kaanubun di Guantanamo, telah menuai nada pujian bukan saja di kalangan MSC Indonesia tetapi juga di antara para peserta Konperensi MSC APIA yang dilaksanakan di Manado bulan Juli lalu. Untuk pertama kali skolastik dan bruder MSC diutus ke luar negeri. Kita diingatkan bahwa di manapun kita diutus, apapun yang kita lakukan, kita adalah Misionaris. Kita menjadi misionaris bukan karena diberi salib perutusan dan ditugaskan di luar negeri. Mari kita tengok sejarah. Tepatnya tgl. 1 september 1881 sebanyak 5 pionir Misionaris Hati Kudus (3 Pastor dan 2 Bruder) mengantongi pesan yang ditulis Pater Jules Chevalier. Di Barcelona ketika KM Panay melepaskan tambatannya dari dermaga Barcelona, P Durin (Pemimpin Rombongan), P Andre Navarre, P Theophile Cramille dan

dua orang Bruder yakni Br Fromm dan Br Georges Durin mulai menyimak pesan dari Pater Pendiri, “Jangan bertanya apa yang akan anda lakukan, pun juga jangan bertanya di mana anda diutus, juga tidak perlu menyibukkan diri dengan urusan di mana anda akan tinggal dan manusia siapa yang akan anda layani. Tetapi bertanyalah selalu bersama siapa anda diutus?” P. Herman Pongantung dalam buku berlirik roman bertajuk Kita adalah Misionaris (yang akan segera terbit) menuturkan dengan lugas surat tanggapan Pater Jules Chevalier kepada Paus misi Leo XIII, “Ya, kami yakin bahwa semuanya diterima, dengan rasa terima kasih yang berkobar-kobar, misi penting di wilayah Oceania. Karena Tahta Suci telah menyerahkannya kepada kami, maka kami taat buta; seperti dia, Petrus, ketika ia melemparkan jaringnya ke danau luas atas perintah Sang Juruselamat. Ini merupakan pula tanda kehormatan dan berkat berlimpah bagi tarekat kami. Dengan memberi kami kesempatan berkarya demi bertobatnya kaum tak beriman, itulah salah satu tujuan dari tarekat kami.” (hal. 4) Misi adalah Identitas MSC Ketika memberikan refleksi pembukaan Konperensi MSC APIA

di Pineleng 20 Juli 2014, asisten General, Pater Chris McPhee MSC menuturkan cerita menarik tentang menurunnya angka panggilan hidup religius. Sebagai mantan direktur sebuah Bank di Australia, P Chris bersaksi bahwa kaum muda dewasa ini menggugat bisa menemukan pekerjaan yang baik dan menjadi orang baik tanpa harus menjadi anggota religius. Kaum muda kini bisa menjadi guru, perawat, bankir, pengacara, jaksa, atau dokter bahkan menjadi misionaris awam yang diutus untuk bekerja di luar negeri demi “cura animarum,” tanpa harus menjadi biarawan atau biarawati. Apakah menjadi Misionaris Hati Kudus Yesus merupakan suatu pekerjaan baik yang pelayanannya bisa menjangkau dan menyelamatkan banyak jiwa-jiwa? Memang pekerjaan baik itu penting, dan kita semua dipanggil untuk melakukan pekerjaan baik. Namun pekerjaan baik bukanlah alasan kita menjadi MSC. Identitas MSC tidak terletak pada pekerjaan atau tugas. Kita menjadi MSC sematamata karena relasi pertama dan berkelanjutan dengan Yesus Kristus. Relasi pribadi dengan Kristus inilah yang mendorong dan memanggil kita untuk menjadi MSC. Yesus Kristus adalah ilham

Para misionaris muda yang berani menerima tantangan untuk “missioning into the future”. Fr Rocky Marciano Wowor MSC dan Fr Yoseph Baag Rahanubun MSC menerima salib perutusan dari Provinsial MSC Indonesia P Rolly Untu MSC (halaman sebelumnya). Ketiga misionaris muda ke Cuba dan Ekuador: Br Marcelinus Lilo MSC, Fr Baag Rahanubun MSC dan Fr Rocky Wowor MSC (bawah)

DESEMBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 23


Para misionaris muda bersama Provinsial berjumpa dengan para misionaris yang lebih dahulu bekerja di Ekuador. dan daya penggerak utama kita. Dari relasi mesra dan penuh cinta dengan Yesus itulah kita didorong untuk misi. Sumber dan identitas Misi kita adalah relasi dengan Yesus yang mencintai kita. Mandat Khusus Dalam ensikliknya Redemptoris Missio, St. Johanes Paulus II merujuk pelbagai pendekatan pada misi sebagaimana ditulis oleh empat Penginjil. Penginjil Markus mengedepankan unsur “pewartaan.” Penginjil Matheus menekankan dimensi Eklesiologis, sedangkan Lukas mengutamakan pentingnya menjadi saksi. Namun Ensiklik ini memberikan tekanan istimewa pada Injil Yohanes yang secara khusus berbicara mengenai “mandat khusus.” “Sebagaimana Bapa telah mengutusKu, Akupun mengutus kamu (Yoh 20:21). Dengan menyapa Bapa, Yesus berkata, “Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia” (Yoh 17:18). Seluruh arti misioner dari Injil Yohanes diungkapkan

dalam “doa imamat”: “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus” (Yoh 17:3). Tujuan akhir tugas perutusan adalah membuat orang mampu ambil bagian dalam persekutuan yang ada antara Bapa dan Putera. Para murid mesti hidup dalam kesatuan dengan yang lain, seraya tinggal dalam Bapa dan Putra, dengan demikian dunia tahu dan percaya (Yoh. 17: 21-23). Ensiklik ini menekankan lagi, “Ini merupakan teks misioner yang teramat penting. Teks ini membuat kita memahami bahwa kita adalah para petugas perutusan itu, pertama-tama karena keberadaan kita sendiri (being) sebagai Gereja yang inti hidupnya yang terdalam adalah kesatuan dalam cinta, bahkan sebelum kita menjadi para petugas perutusan dalam perkataan maupun perbuatan.” (Redemptoris Missio, par. 23c). Almarhum Dennis Murphy MSC menemukan bahwa pertautan tak terpisahkan antara devosi, spiritualitas dan misi sebagaimana

24 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | DESEMBER 2014

ditemukan dalam Injil Yohanes adalah dasar bagi devosi pada Hati Kudus Yesus sebagaimana dipromosikan oleh Pater Jules Chavelier. (Dennis Murphy, The Heart of the Word Incarnate, hal. 146). Bersumber dari relasi intim dengan Allah dan PutraNya yang mencintai itulah kita MSC dipanggil. Karena itu kita MSC tidak dinamakan “Imam-Imam Hati Kudus Yesus” ataupun kita tidak dikenal sebagai “Bruder-Bruder Hati Kudus Yesus.” Kita sebaliknya dan secara dasariah dipanggil Misionaris Hati Kudus Yesus. Titik! Tidaklah perlu kita menambah embel-embel di depan atau di belakang gelar itu. Konstitusi MSC no 28 menyatakan, “Panggilan dan misi yang sama mengumpulkan kita dalam satu komunitas yang merupakan ungkapan kesatuan iman, cinta dan kebaktian Gereja sendiri, di mana semua anak-anak Allah menjadi saudara dan saudari dalam Kristus. Cara kita menghidupi hidup komunitas kita harus memberikan kesaksian atas hal ini.” Dengan indah almarhum Pater Kees Braun MSC (mantan General Superior


MSC) menulis, “Yesus Kristus, Tuhan berdiri pada poros utama panggilan religious kita; digerakkan oleh kasih-Nya kita menjawab panggilan-Nya untuk melanjutkan misi-Nya di dalam dunia.” (Letter of Presentation untuk Konstitusi dan Statuta MSC, revised edition, 2005). Misi Adalah Identitas, Bukan tugas Markus dalam injilnya menulis kata-kata perutusan Yesus, “Pergilah ke seluruh dunia dan wartakanlah kabar baik kepada semua mahluk. Yang percaya dan dibabtis akan diselamatkan….” (Mrk 16:1516). Di sini digariskan dua aspek: 1. Pergilah ke seluruh dunia. Kita diutus ke seluruh dunia, di sana, di sini, di mana-mana. Misi itu diberikan kepada kita MSC. Apakah kita memiliki misi yang sama dan sadar akan misi yang sama? 2. Wartakanlah kabar gembira/injil. Apakah yang kita wartakan? Apa itu kabar gembira? Apakah hidup dan keberadaan kita tertera pada satu halaman dengan misi kita? Apa yang menjadi unsur utama dan tak tergantikan mengenai keberadaan kita sebagai misionaris? Menyangkut hal misi ini entah misi domestik (dalam negeri) atau internasional (ad gentes), P. Chris McPhee menuturkan kembali

isi percakapan di seputar meja makan dengan seorang suster yang baru saja merampungkan retret di Rumah Retret Douglas Park, Australia. Suster itu berujar, “No way could you be a missionary?? Have you been to the missions, have you spent time outside the country, like years, have you really done the work of a true missionary?” “For you to be a missionary you have had time in the missions. When you are able to do that then you will truly be a missionary!” Bagi kita arti kata misi bisa membingungkan. Bagi sebagian dari kita, misi bisa dipahami secara ngotot seperti oleh sang Biarawati di atas. Misi berarti diutus ke luar negeri, di Negara lain untuk mewartakan kabar gembira. Bagi kebanyakan, misi adalah apa yang kita lakukan, sebagaimana sesuatu yang diberikan kepada kita untuk dilaksanakan. Misi dalam arti ini tidak berbeda dengan misi dalam dunia bisnis. Kita tahu bahwa nyaris setiap perusahaan atau yayasan memiliki “mission statement.” Nehemiah, seorang awam yang terpanggil membangun tembok Yerusalem membuat pernyataan misinya dalam 3 kata “build the wall.” Dalam pemahaman ini misi adalah sesuatu yang akan dilaksanakan, akan dilaksanakan/diraih, dicapai dan dituju. Dalam pengertian ini misi menghasilkan keuntungan dan lebih parah lagi keuntungan itulah dijadikan ukuran sukses tidaknya suatu misi. Dalam suatu pertemuan komunitas di mana diadakan acara sharing di kalangan MSC yang

berusia di bawah 60 tahun, topik yang dibagikan adalah soal Misi. Pertanyaan penuntunnya adalah, “Apakah Misi itu suatu tugas perutusan?” Hasil sharing mencerminkan bahwa Misi bukanlah suatu tugas kini dan di sini atau di sana. Misi bukanlah tugas atau kewajiban melainkan suatu gerak dari dalam, suatu percikan api, suatu energi, sesuatu yang kita tanggapi, sesuatu yang mempesonakan hati kita dan sesuatu yang merebut dan menawan hati saya, sesuatu yang menjadi ilham dan driving force. Misi dalam arti ini bukanlah suatu kewajiban, bukan pula suatu tugas, tetapi suatu gerakan hati yang disentuh oleh api cinta Kristus. Misi adalah sesuatu menyangkut dorongan yang nyata dan kemampuan untuk melakukan sesuatu. Misi adalah kemampuan menemukan daya gerak hidup dan mengatakan “ya.” Jules Chevalier menemukan api yang terpercik oleh suatu cinta yaitu api dari Allah. Sebagaimana Chevalier menulis, “dengan pemahaman dan kesalehan yang mendalam ….ajaran (Hati Kudus Yesus) ini menohok langsung ke hati. Semakin aku mendalaminya, semakin kutemukan daya tariknya.” Pengalaman spiritual yang mendalam inilah menjadi inspirasi rohani dan apostolik yang mengubah kesadaran misi Pater Jules Chevalier. Inilah sumber misi dan sekaligus masa depan misi kita. Dengan menjadi “A man with a mission,” maka kita tetap akan menyalakan api Missioning MSC into the Future. 

DESEMBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 25


ANTAR KITA

PEMBENTUKAN PENGURUS

AWAM KELUARGA CHEVALIER (AKC)

WILAYAH JAWA TENGAH

Para peserta rapat Pimpinan MSC, PBHK dan AKC Jawa Tengah. Nampak dalam foto Sr M. Rosina PBHK, Ibu Catharina Rossijanti, P Stephanus Berty Tijow MSC, Br Maxi Dumanaw MSC, Bpl Jan Pontoan dan Sr M Katrinia PBHK.

Perkembangan keterlibatan awam dalam penghayatan Spiritualitas Hati dan penyebarannya di Jawa Tengah cukup menggembirakan. Pembentukan pengurus Awam Keluarga Chevalier (AKC) demi peningkatan komitmen pemgembangan AKC menjadi hal yang mendesak. Dalam rangka menindakklanjuti pertemuan Awam Keluarga Chevalier (AKC) wilayah Jawa Tengah yang diadakan di Novisiat MSC Karanganyar, 25-26 Oktober yang lalu, maka dibentuklah Pengurus Lengkap AKC Jawa Tengah. Pem-

bentukan pengurus lengkap ini diadakan dalam rapat pimpinan MSC dan PBHK wilayah Jawa Tengah yang berlangsung di rumah Bapak Jan Pontoan, Purwokerto pada hari Rabu, 26 November 2014. Hadir dalam rapat tersebut, Sr Katrinia

26 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | DESEMBER 2014

PBHK (Supda PBHK Jateng), Sr Rosina PBHK, Br Maxi Dumanauw MSC, P Florianus Miranto (Supda MSC Jateng-Kalsel), Bapak Jan Pontoan dan P Stephanus Berty Tijow MSC (DPH MSC Bidang Spiritualitas).


Kepengurusan AKC terdiri atas Koordinator Umum, Wakil Koordinator, Sekretaris dan Bendahara dan dilengkapi dengan 3 Koordinator Bidang, meliputi Bidang Pendalaman dan pengembangan Spiritualitas, Bidang Pengembangan Organisasi dan Bidang Informasi dan Publikasi. Selain pengurus inti tersebut, dibentuk pula Koorinator wilayah sebanyak 6 wilayah, yakni Wilayah Timur Utara (Wonosobo dan sekitarnya), Wilayah Timur Selatan (Purworejo dan sekitarnya), Wilayah Selatan Timur (Karangayar dan sekitarnya), Wilayah Selatan Barat (Cilacap dan sekitarnya), Wilayah Tengah (Purwokerto dan sekitarnya) dan Wilayah Utara (Wilayah Pantai Utara). Hal menarik dari kepengurusan tersebut adalah bahwa para suster dan pastor/bruder dilibatkan dalam kepengurusan terutama sebagai pendamping di wilayahwilayah. Dengan memasukkan banyak suster dan pastor dalam

kepengurusan tersebut, menurut P Miranto memperlihatkan tekad dan komitment Komda JatengKalsel untuk memberi perhatian serius terhadap pertumbuhan dan perkembangan semangat dan spirituaiitas yang diwariskan Pater Pendiri di tengah umat yang mau menghayati dan mengambil bagian dalam misi menyebarluaskan spiritualitas hati demi sebuah dunia baru. Sehubungan dengan pembentukan pengurus tersebut, P Berty Tijow MSC menggarisbawahi harapan dan idealisme Provinsi MSC Indonesia di bidang penyebaran dan pengembangan Spiritualitas Hati di tengah umat dan masyarakat yakni semakin banyak orang mengenal dan turut meyakini Spiritualitas Hati sebagai ‘obat mujarab’ untuk meyembuhkan penyakit-penyakit zaman. Karena itu kepengurusan AKC wilayah Jawa Tengah, dan terutama nanti kiprah dan aktivitas mereka, dapat

dan akan menjadi contoh/model bagi para MSC , PBHK, BHK, TMM dan AKC di wilayah-wilayah lain. P. Berty mendorong dan menyemangati pengurus AKC untuk berkomitmen dalam pelbagai upaya untuk mencari dan melibatkan sebanyak mungkin orang, minimal dengan memberi perhatian dan pendampingan serius terhadap anggota dan kelompok yang sudah tergabung dalam AKC. Pengurus AKC, yang dipimpin koordinator umum wilayah Jawa Tengah, Br Maxi Dumanauw MSC, selanjutnya merencanakan untuk mengadakan pertemuan bersama seluruh anggota pengurus AKC serentak sebagai penyegaran dan pendalaman semangat para pengurus, pada tanggal 18-19 Februari di Rumah Retret Suster PBHK Parakan, Jawa Tengah. Selamat berkarya bagi pengurus AKC Jawa Tengah. ď Ž P Berty Tijow MSC

Para peserta Rapat Pimpinan Keluarga Chevalier Jawa Tengah sedang mengadakan rapat di rumah Bp Jan Pontoan di Purwokerto, Jawa Tengah. DESEMBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 27


Rm Hendrikus Suhendro Riberu MSC, Rm Aloysius Endro Wignyoseputra MSC, dan Rm Yohanes Purwo Dwiatmodjo MSC membaharui prasetya mereka sebagai MSC.

SYUKUR 40 TAHUN HIDUP MEMBIARA

“Betapa indah panggilanMu, ya Tuhan.� Itulah tema Tahun Hidup Bakti seperti dicanangkan oleh Paus Fransiskus 21 November 2014 yang lalu. Keindahan hidup bakti itu nyata dalam keindahan hidup 3 Misionaris Hati Kudus (MSC) yang merayakan 40 tahun membiara. Bertempat di Gereja Santa Perawan Maria, Purworejo, Jawa Tengah, Rm Yohanes Purwo Dwiatmodjo MSC, Rm Hendrikus Suhendro Riberu MSC dan Rm Aloysius Endro Wignyoseputra MSC, pada hari Rabu, 3 Desember 2014 merayakan Yubileum 40 Tahun Hidup Membiara dalam Tarekat MSC. Misa syukur dipimpin oleh Uskup Keuskupan Purwokerto, Mgr Julianus Sunarka SJ didampingi oleh para jubilaris.

Dalam kotbahnya, Mgr Sunarka menjelaskan arti dan makna angka 40 dalam sejarah keselamatan umat manusia sebagaimana terurai dalam Kitab Suci. Intinya, angka 40 mengungkapkan suatu masa dan titik perubahan dan pembaharuan hidup yang penuh arti karena rahmat Allah. Demikianlah, para jubilaris yang mensyukuri 40 tahun hidup membiara, diajak untuk melihat sejarah keselamatan Allah dalam perjalan hidup sela-

28 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | DESEMBER 2014

ma 40 tahun hidup membiara dan memandang masa depan dengan penuh harapan untuk memaknai secara lebih mendalam lagi arti dan makan kaul-kaul religius untuk masa depan. Lebih lanjut, bapak uskup menguraikan beberapa contoh konkrit dari menghidupi kaul-kaul kebiaraan, seperti ketaatan kepada pemimpin/superior (kaul ketaatan), hidup komuniter yang ditandai dengan tidak memiliki secara pribadi apa yang didapat


tetapi menyerahkan/mempertanggungjawabkan kepada komunitas (kaul kemiskinan) dan hidup dalam kemurnian sebagai orang selibat (kaul kemurnian). Dengan tegas Bapak Uskup mengingatkan bahwa, “Banyak kaum selibater yang tidak murni dalam menghayati panggilan hidup religiusnya.” Romo Endro mewakili para jubilaris, dalam sambutanya mengungkapkan bahwa ia (dan mereka semua) telah setia dalam panggilan sebagai seorang religius semata-mata karena Tuhan telah setia kepada mereka. Karena itu, perayaan syukur ini terutama adalah perayaan syukur atas kesetiaan Allah terhadap mereka semua. Walaupun ada begitu banyak tantangan dan cobaan, kesulitan dan penderitaan dalam menghidupi panggilan, Romo Endro telah berusaha menghidupi dan menghadapinya “dengan senyum” seperti terungkap dengan bagus dalam lagu, “Hadapilah dengan senyum”. Bahkan, tidak saja menghadapinya dengan senyum, romo Endro yakin bahwa “Tuhanlah Pembelaku, Tuhanlah Penolongku”. Karena itu, seraya bersyukur kepada Tuhan atas kesetiaan dan pertolongan Tuhan, Romo Endro bersama

kedua jubilaris lainnya berterima kasih atas cinta dan dukungan pelbagai pihak (keluarga konfrater, teman, sahabat, umat dan siapa saja) sepanjang perjalanan hidup membiara mereka. Ucapan terima kasih tentu saja disampaikan juga kepada Pastor Paroki dan Dewan Paroki Purworejo yang sudah mempersiapkan dan menyelenggarakan perayaan syukur ini dengan penuh suka cita. Dalam kesempatan perayaan syukur 40 tahun hidup membiara, para jubilaris juga berkesempatan untuk memperbaharui lagi semangat/kaul membiara di hadapan Pater Stephanus Berty Tijow, MSC yang mewakili Pemimpin Provinsi dan Dewan Pimpinan Harian (DPH). Dalam sambutannya, Pater Berty mengungkapkan rasa bangga para konfrater se-provinsi karena melihat dan mengalami kesaksian akan keindahan panggilan Tuhan sebagaimana menjadi tema tahun lembaga hidup bakti, “Betapa indah panggilanMu, ya Tuhan”. Provinsi MSC Indonesia, menurut Pater Berty, perlu bersyukur karena di saat kita diajak untuk mensyukuri keindahan panggilan Tuhan lewat tahun hidup bakti ini, ditemukan kesaksian dari mereka

yang sudah terbukti setia dalam panggilan sebagai seorang religius selama 40 tahun. Kesaksian kegembiraan hidup sebagai orang terpanggil, seperti diperlihatkan para jubilaris, semoga juga menjadi pesan dan inspirasi bagi para konfrater dan kaum religius lainnya untuk menghidupi panggilannya masing-masing dengan penuh rasa syukur atas keindahan panggilan supaya dengan demikian semakin menjadi saksi-saksi kegembiraan injili. Perayaan syukur berlangsung secara meriah, baik perayaan liturgis dengan dukungan koor umat paroki maupun perayaan ramah tamah berupa makan malam bersama dan sejumlah sajian seni yang merupakan persembahan umat stasi/kelompok yang ada di paroki Purworejo. Sejumlah undangan, baik keluarga dan sahabat kenalan dari pelbagai tempat turut merasakan kebahagiaan perayaan syukur karena pelayanan dan persembahan seni umat Paroki Purworejo yang memuaskan. Proficiat dan semoga tetap berkanjang dalam panggilan Rm Hendro, Rm Endro dan Rm Purwo  P Berty Tijow, MSC

Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Mgr Julianus Sunarka SJ didampingi oleh ketiga jubilaris dan P Berty Tijow MSC.

DESEMBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 29


PERTEMUAN: UNGKAPAN HIDUP KOMUNITER

“Panggilan dan tugas perutusan yang sama mengumpulkan kita menjadi komunitas, yang merupakan suatu pengungkapan dari kesatuan Gereja sendiri dalam iman, cinta kasih dan ibadat, di mana semua adalah anak-anak Allah, saudara dan saudari dalam kristus. Cara hidup kita bersama sebagai kommunitas harus menjadi kesaksian tentang hal itu.� (Konstitusi MSC, No. 28). Bertempat di Wisma Hati Kudus, Yuniorat Bruder MSC, pada hari Rabu, 5 Desember 2014, para konfrater MSC KMB Jawa tengah Wilayah Timur mengadakan pertemuan bulanan di akhir tahun 2014 ini. Hampir semua pastor, frater dan bruder yang berkarya di dekenat/wilayah Timur hadir dan berpartisipasi aktif dalam pertemuan tersebut. Pertemuan yang dimulai pukul 09.30 ini diawali dengan suatu penyampaian bahan yang cukup menarik dan berbobot. Rm Tarcisius Wignyosoemarto MSC mengulas sejarah perkembangan menuju pembentukan Provinsi

MSC Indonesia. Melaui studi kepustakaan (arsip) dan sebagian kesaksian hidup langsung, Rm Wignyo membuat para peserta mengenal, mengerti dan memahami pergumulan yang terjadi menjelang dan hingga terbentuknya Provinsi MSC Indonesia pada tanggal 6 Oktober 1971 yakni ketika Sidang Kapitel Umum MSC di Roma mengesahkan pendirian Provinsi MSC Indonesia dengan menunjuk Pater Pascalis S. Hardjasoemarto MSC sebagai Provinsial pertama MSC Indonesia. Bercermin dari pemaparan Rm Wignyo tersebut serta beberapa

30 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | DESEMBER 2014

hal yang menarik dan bermakna bagi para pendengar, dapat disarikan beberapa hal penting. Pertama, kita perlu melestarikan warisan sejarah, berupa kisah/cerita ataupun barang/benda, yang ada dan lebih baik lagi kalau warisan itu disimpan di tempat tertentu dan terpelihara (seperti museum provinsi/daerah). Kedua, kita ditantang untuk menatap masa depan dengan optimis tetapi juga dengan langkah-langkah yang jelas, bertahap dan konsisten termasuk langkah-langkah dalam upaya promosi dan rekruitmen anggota baru agar cita-cita masa depan dapat diwujudkan dari


generasi ke generasi. Ketiga, perlunya pembenahan internal melalui pembenahan diri dan kualitas hidup dan karya sebagai MSC sehingga tetap ‘laku’ dan terpakai sebagai MSC yang berkualitas bagi Gereja dan masyarakat setempat. Selain diisi dengan studi bersama, kesempatan pertemuan ini juga diisi dengan evaluasi program pertemuan komunitas selama tahun 2014 yang akan berakhir. Dari sharing-sharing terungkap bahwa pertemuan komunitas telah dan tetap dirasa perlu untuk dilanjutkan untuk tahun-tahun ke depan. Bertemu dan berefleksi bersama dipandang sebagai suatu yang penting dalam konteks penguatan identitas ke-MSC-an karena pertemuan bersama merupakan ungkapan ciri komuniter hidup religius kita. Melalui pertemuan bersama, para konfrater saling menyatakan dukungan terhadap hidup dan karya konfrater. Diingatkan kembali kepada para anggota komunitas untuk memberi waktu dan perhatian terhadap kebersamaan sebagai suatu komunitas dengan

hadir dan berpartisipasi aktif, pun jika berhalangan hadir diharapkan untuk menginformasikan kepada komunitas. Menyadari pentingnya pertemuan bersama seperti ini, maka Komwiltim menyusun rencana pertemuan bulanan untuk tahun 2015 nanti. Rencana pertemuan bulanan dijadwalkan setiap Rabu pertama dalam bulan dengan memperhatikan agenda-agenda Keuskupan dan Dekenat. Karena pertemuan bulanan ini, serentak menjadi pertemuan dekenat (karena semua paroki di Dekenat Timur digembalakan oleh anggota komunitas), maka Pengurus OMK Paroki Kutoarjo diberi kesempatan juga untuk memapar-

kan rencana pelaksanaan Misa Keliling (Miskel), agenda Dekenat, yang akan dilaksanakan di Paroki Kutoarjo pada awal Januari 2015. Secara umum para pastor mendukung pelaksanaan Miskel sesuai dengan perencanaan OMK Kutoarjo namun menginggatkan Panitia untuk secepatnya berkomunikasi dengan pengurus OMK di paroki-paroki untuk sosialiasasi rencana kegiatan tersebut. Kegiatan-kegiatan OMK dibuat secara bertahap dalam rangkah mulai mempersiapkan OMK menuju Indonesian Youth Day 2016 di Manado dan Asian Youth Day di Semarang 2017 nanti. Maju dan sukses selalu untuk Komwiltim! ď Ž P Berty Tijow, MSC

DESEMBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 31


ANTAR KITA

MIMPI KEMANUSIAAN PANTI ASUHAN PETRUS VERTENTEN MSC

“Ia bahagia kalau Ia dapat mencurahkan kelembutan Hati-Nya kepada kaum kecil dan miskin, kepada mereka yang menderita dan berdosa, kepada umat manusia dalam segala macam kesengsaraannya. Bila melihat kemalangan apa pun Hati-Nya tergerak oleh belaskasih”. (Jules Chevalier). Tarekat Misionaris Hati Kudus Yesus (MSC) berdiri tanggal 8 Desember 1854. Pater pendiri, Jules Chevalier tergerak hatinya secara mendalam oleh malapetaka yang menimpa orang-orang sejamannya. Sambil merenungkan Hati Kristus, yang menampakkan cinta Allah Bapa yang berbelas kasih, Chevalier menemukan dalam Hati itu obat penyembuh bagi penyakit dunia. Para MSC berusaha menghayati iman kita akan cinta Allah yang berbelas kasih itu; serentak diutus ke dalam dunia untuk mewartakan Kabar Gembira tentang cinta dan kebaikan hati Allah dan untuk memberi kesaksian tentang hal itu dalam seluruh hidup mereka. Berdasarkan kepercayaan akan Cinta Allah Bapa yang dinyatakan dalam Hati Kristus, para MSC mau berusaha menyerupai Yesus yang mencinta dengan hati manusiawi;

mau mencinta melalui Dia dan bersama Dia, serta mewartakan cinta-Nya kepada dunia. Cinta Yesus itu secara khusus hendak dinyatakan dalam pelayanan terhadap mereka yang miskin, menderita dan tersingkir. Semangat itulah yang mendorong MSC, walau masih merupakan kelompok kecil, menerima misi ke tempat-tempat yang jauh dan terpencil. Kehadiran Tarekat MSC di Papua ditandai dengan kedatangan para MSC perintis yang tiba di Merauke dari Langgur, pada tanggal 14 Agustus 1905. P Petrus Vertenten MSC Beberapa tahun setelah kedatangan para MSC, di Merauke muncul suatu penyakit menular dan ganas yang mengamuk di kampung-kampung sepanjang pantai dan sungai-sungai di pedalaman. Penyakit itu menyebar

32 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | DESEMBER 2014

dengan cepat akibat dari pergaulan intim yang bebas serta pergaulan ritual. Dalam waktu singkat banyak korban yang berjatuhan. Jenis penyakit itu pada waktu itu belum diketahui. Obat yang cocok pun belum ada. Usaha untuk menyelamatkan masyarakat Marind yang terancam punah pun tidak mudah karena pandangan adat masyarakat setempat pada waktu itu. Dalam kesulitan itu timbul gagasan untuk mengumpulkan warga yang masih sehat dalam sebuah pemukiman tersendiri. Pemukiman khusus itu disebut “Kampung Teladan,” (Kampung harapan). Warga yang ditampung dalam “Desa Teladan” tersebut harus menanggalkan kebiasaan lama yang dihidupi dalam sukunya dan memeluk cara hidup yang baru. Usaha ini menampakkan hasil. Tahun 1917 tercatat bahwa jumlah penduduk di Desa Teladan itu sudah mencapai


20 keluarga. Dua tahun kemudian mencapai 100 keluarga. Siapakah yang berjuang mati-matian menghindarkan masyarakat Marind dari kepunahan? Ia adalah Pastor Petrus Vertenten MSC (1884 – 1946). Pada tahun 1910 – 1925 ia berkarya di Merauke. Dengan tidak kenal lelah, siang dan malam ia bekerja bukan hanya untuk mewartakan Kabar Baik Tuhan tetapi mengejawantahkan kasih Hati Kudus terhadap masyarakat Marind yang terancam punah karena penyakit dahsyat itu. Usahanya bukan tanpa perjuangan. Perang Dunia I yang pecah di Eropa menyebabkan kekurangan tenaga dan dana. Kekurangan bahan makanan mulai mengancam Desa Teladan. Ditambah lagi, pada tahun 1918 seluruh dunia diserang penyakit yang disebut Flu Spanyol. Para penghuni Desa Teladan melarikan diri. Dari hari ke hari

yang disaksikannya adalah orangorang yang mengantar jenasah ke kubur. Ketika rekan kerjanya mengatakan: “Inilah kesudahannya, lebih baik berangkat saja,” P Vertenten tetap dengan pendiriannya: “Walaupun seperempat mati, tiga perempat masih hidup, sakit atau sehat. Pantang mundur!” Pelbagai usaha untuk mencegah kepunahan bangsa Marind dilakukan. Dalam masa-masa liburannya setelah 9 tahun bekerja terus menerus, P Vertenten menulis sebuah artikel yang berjudul “Irian Selatan Mati Habis,” yang diterbitkan di Java-post. Tulisannya dengan cepat menyebar dan sampai pula ke Parlemen Negeri Belanda. Namun lama tak ada reaksi yang berarti dari pemerintah. Tak ada bantuan. Kematian tetap terjadi dari hari ke hari. Ia tidak sabar lagi dan menulis artikel lain: “Arah Etis Politik Luar Negeri

Bangunan Panti Asuhan Petrus Vertenten MSC yang belum lama ini selesai dan diberkati. Panti Asuhan Khusus ini terletak di Jl. Cigombong, Kelurahan Kelapa Lima, Merauke.

DESEMBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 33


Belanda ialah Sang Pembunuh Irian Selatan.” Baru pada bulan Maret 1920 Kepala Dinas Kesehatan menulis kepada Prefek Apostolik di Langgur, memuji gagasan dan program Desa Teladan dan memberi bantuan. Akhirnya ada harapan! Seorang Dokter ahli penyakit kelamin tiba di Merauke. Pater Vertenten sendiri diundang oleh Pemerintah untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi di Jakarta tanggal 21 Januari 1921. Ia menjadi pembicara, diwawancarai dan dihargai. Programnya diterima oleh pemerintah dan diberi subsidi dalam jangka waktu 5 tahun. Tak ada catatan tentang kemenangannya. Ia hanya mencatat: “14 April, Pesta Paskah. Gereja penuh sesak, halamannya dihias. 17 April pesta permandian pertama orang dewasa, 29 orang Marind. Syukur kepada Tuhan. Alangkah bahagianya kami, alangkah bahagia Hati Kudus Tuhan Yesus!” Sesudah itu menyusul pembangunan-pembangunan Desa Teladan lainnya dan diusahakan pengobatan intensif dan jumlah mereka yang sakit menurun drastis. Marind diselamatkan. AIDS Di Papua Menurut data Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit Departe-

men Kesehatan RI, hingga September 2014 jumlah kumulatif kasus HIV berjumlah 150.296 kasus dan kasus AIDS berjumlah 55.799 kasus. Dari jumlah tersebut, kasus terbanyak terjadi di Provinsi Papua yakni 16.051 kasus HIV dan 10.184 kasus AIDS. Prevalensi kasus AIDS per 100.000 penduduk di Provinsi Papua adalah 359.43. Apakah data-data tersebut menunjukkan bahwa sejarah yang dialami oleh P Petrus Vertenten terulang? Yang jelas, seperti P Vertenten prihatin, tergerak untuk berbuat sesuatu ketika malapetaka menimpa bangsa Marind, data-data di atas mengundang keprihatinan kita bersama. Harus ada usaha bersama untuk mencegah laju kenaikan jumlah kasus HIV-AIDS. Mereka yang hidup dengan HIV-AIDS juga merupakan saudara-saudari kita yang tidak seharusnya disingkirkan. Mereka adalah undangan bagi kita untuk menyatakan belas kasih Allah. Panti Asuhan Khusus Sejak tahun 2006, P. Cornelis de Rooij MSC yang sudah 46 tahun mengabdi sebagai misionaris di Papua, mempunyai keprihatinan tersendiri terhadap anak-anak korban HIV-AIDS. Ada anak-anak yang telah menjadi yatim piatu karena

orang tua mereka meninggal akibat HIV-AIDS. Ada juga anak-anak yang orang tuanya masih hidup, namun sudah terinfeksi oleh HIV. Lebih memprihatinkan lagi anakanak yang memang sudah mengidap HIV. Di antara anak-anak ini ada yang masih tinggal bersama dengan keluarga mereka, tetapi sebagian besar terlantar. Masihkah anak-anak ini mempunyai masa depan? Haruskah mereka dipinggirkan atau bahkan disingkirkan? Masihkah mereka mempunyai hak untuk hidup secara layak? Seperti anak-anak lainnya, anak-anak yang hidup dengan HIV/ AIDS berhak untuk mendapatkan pengobatan yang tersedia serta menjalani kehidupan yang layak. Untuk itulah dibangun sebuah Panti Asuhan Khusus yang menyediakan “rumah” bagi anak-anak yang hidup dengan HIV/AIDS. Dengan tersedianya “rumah” bagi mereka, diharapkan bahwa anak-anak tersebut mendapatkan perawatan yang mencukupi, mendapatkan pendidikan yang memadai, serta mengalami hidup yang layak dan membahagiakan. Secara lebih khusus, “rumah” ini bertujuan: • menyediakan tempat tinggal yang layak dan penuh kasih dan

Upacara pemberkatan Panti Petrus Vertenten MSC dipimpin oleh Uskup Keuskupan Agung Merauke, Mgr. Nicholaus Adi Seputra MSC. Pemberkatan bertepatan dengan saat bersejarah, Hari Ulang Tahun MSC ke 160. 34 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | DESEMBER 2014


Penandatanganan prasasti oleh Bupati Merauke Drs. Romanus Mbaraka MT, disaksikan oleh Uskup Keuskupan Agung Merauke Mgr Nicholaus Adi Seputra MSC dan Pemimpin Daerah MSC Papua P Robertus Sukiswadi MSC.

membahagiakan bagi anakanak dengan HIV/AIDS. • membantu anak-anak dengan HIV/AIDS mendapatkan perawatan dan pengobatan yang mencukupi, dalam kerjasama dengan pihak-pihak terkait, serta usaha menjaga kesehatan yang baik. • mengusahakan agar anak-anak dengan HIV/AIDS mendapatkan pendidikan yang memadai, baik formal mapun informal, demi masa depan mereka yang lebih baik. Mereka perlu dididik untuk mengembangkan nilainilai moral spiritual, nilai sosial kemasyarakatan, pengetahuan, kesejahteraan dan ketrampilan hidup. • Bekerjasama dengan pihak-pihak terkait mengusahakan kesadaran yang lebih luas dalam masyarakat terhadap HIV/AIDS. Pekerjaan ini adalah pekerjaan besar. Tidak mampu dilakukan sendiri. Untuk semua itu diperlukan

kerjasama dengan lembaga-lembaga terkait dan para pemerhati kemanusiaan. Pater Jules Chevalier mempunyai mimpi menolong manusia dengan hati manusiawi Hati Kudus Yesus. P Petrus Vertenten MSC juga punya mimpi kemanusiaan yang nyata dalam usaha menyelamatkan bangsa Marind. Cita-cita untuk meneruskan perjuangan P Petrus Vertenten itu telah dimulai dengan pemberkatan dan peresmian Panti Asuhan Petrus Vertenten MSC yang terletak di Jl Cigombong, Kelurahan Kelapa Lima, Merauke. Pemberkatan dipimpin oleh Uskup Agung Keuskupan Agung Merauke, Mgr Nicholaus Adi Seputra MSC dan peresmian dilakukan oleh Bupati Merauke Drs Romanus Mbaraka MT. Dalam homili dan sambutannya, Uskup Agung Merauke menegaskan benang merah yang menghubungkan perjuangan Chevalier, Petrus Vertenten dan Panti Asuhan

yang baru ini yakni misi kemanusiaan dengan bersandar pada kasih Allah yang nyata dalam Hati Kudus Yesus. Mimpi kemanusiaan ini bukanlah mimpi ambisi pribadi namun cita-cita keselamatan Allah yang riil, sehingga melalui kehadiran para MSC anak-anak yang “terbuang” diakui martabatnya sebagai manusia yang sama dengan kita. Mimpi keselamatan manusia itu dapat terwujud dalam gerak bersama pelbagai pihak seperti ditegaskan oleh Bupati Merauke dalam sambutannya. Ia juga menegaskan dukungan Pemerintah Daerah terhadap proyek kemanusiaan ini. Ia pun mendorong semua yang hadir atas cara masing-masing memberikan dukungannya bagi proyek ini. Sebuah langkah baru untuk menggapai mimpi keselamatan manusia telah diambil. Semoga Hati Kudus Yesus semakin dikasihi di mana-mana.  Jonast MSC

DESEMBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 35


SYUKUR 25 TAHUN IMAMAT

P. ALBERTUS JAMLEAN MSC DAN P. CORNELIS JAMLEAN MSC Perayaan Pesta MSC 8 Desember 2014 memiliki makna yang istimewa. Selain bertepatan dengan 160 Tahun MSC dunia, perayaan ini juga bertepatan dengan perayaan 25 tahun Imamat Pastor Albert Jamlean MSC dan Pastor Cornelis Jamlean MSC. “Sejak dicanangkan tahun ini sebagai Tahun Hidup Bakti, kita terus bermenung tentang persembahan hidup kita bagi Tuhan dalam pelayanan. Karena itu, perayaan ini menjadi kesempatan untuk merenungkan kekayaan hidup bakti dalam Gereja dewasa ini. Atas nama Pimpinan MSC, kami mengapresiasi persembahan hidup para konfrater, P Albert Jamlean dan P Neles Jamlean,” ungkap P Stephanus Berty Tijow MSC, mewakili Dewan Pimpinan MSC Indonesia. Perayaan MSC ini dihadiri oleh para MSC yang bekerja di Jakarta, para suster TMM, PBHK, kaum awam dan para donatur MSC serta kerabat dan keluarga dari kedua konfrater yang merayakan 25 tahun imamat. Syukuran perayaan ini diselenggarakan dalam Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh kedua konfrater yang merayakan 25 tahun Imamat, didampingi P. Johanis Mangkey MSC, Sekretaris Provinsi MSC Indonesia. Dalam khotbahnya, P Albert mengungkapkan: “Kami ditahbiskan menjadi Imam di Desa Waur, Kei Besar, Maluku Tenggara. Tahbisan yang diselenggarakan 25 tahun lalu ini dimaksudkan agar dari desa tersebut akan banyak yang terpanggil untuk menjadi Imam 36 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | DESEMBER 2014

dan Suster. Dan ternyata sungguh luar biasa. Banyak Imam dan Suster dari desa Waur. Sebagai Imam, saya menghayati betapa Tuhan sungguh mencintai dalam perjalanan hidup hingga saat ini. Cinta Tuhan inilah yang mengantar saya untuk menyerahkan diri secara total dan berkata ‘Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu bahwa aku mencintai Engkau’, (Yoh.27).” Pastor Albert dan Pastor Neles bergembira karena perayaan ini dihadiri oleh saudari-saudari mereka yang juga menghayati hidup bakti sebagai suster, yakni Sr Getruida Jamlean Alma dan Sr Goretti Jamlean TMM. Sesudah Perayaan Ekaristi, semua yang hadir berbaur dalam kegembiraan atas perjalanan MSC hinggai usia 160 Tahun dan juga bersama dengan kedua konfrater. Dalam kesempatan ini diberikan kesempatan kepada para misionaris dari Belanda yang masih ada di Indonesia dan hadir dalam perayaan ini, untuk memotong tumpeng yang sudah disiapkan. P Carolus Veeger MSC, P Kees Bertens MSC, dan P Jan Van de Made MSC, bersama P Lambert Somar MSC tampil untuk memotong tumpeng sebagai ungkapan syukur atas perjalanan MSC di berbagai belahan dunia.  Patris MSC


PERUTUSAN BARU: KESEMPATAN MENYEBARKAN SPIRITUALITAS HATI Perpindahan tugas ke tempat yang baru sudah merupakan hal yang tidak asing bagi para religius yang siap diutus ke mana saja. Perutusan ke tempat yang baru itu juga menjadi kesempatan untuk semakin menyebarkan Spiritualitas Hati. “Tugas perutusan di tempat yang baru merupakan kesempatan yang luar biasa untuk penyebaran Spiritualitas Hati. Apalagi perhatian kita tahun 2015 untuk Awam Keluarga Chevalier (AKC), maka perutusan baru akan membuka peluang semakin banyak awam yang tergabung dalam gerakan ini”, demikian ungkapan dari Romo Petrus Joseph Budi Santoso MSC, direktur Ametur MSC Indonesia pada perpisahan 3 Suster PBHK yang telah bergabung selama 5 tahun dalam Tim Ametur Indonesia. Acara perpisahan ini diadakan di Kantor Komisi Karya Tarekat MSC Indonesia pada hari Kamis, 11 Desember 2014. Acara ini dihadari oleh utusan para Suster TMM, para Pastor MSC dan Tim Dana Ametur Indonesia. Para Suster PBHK yang hendak menjalankan tugas perutusan baru yakni : Sr M Evarina PBHK, Sr M Rosina Angwarmase PBHK, dan Sr M Violetha PBHK. Sr Eva dan Sr Rosina menerima perutusan baru di Jawa Tengah, sedangkan Sr Vio menerima perutusan baru di luar pulau Jawa. Dalam sharingnya, Sr Eva PBHK mengungkapkan terima kasih atas dukungan dan perhatian dari

berbagai pihak dalam pelayanan sejak tahun 2008 di Ametur Indonesia. “Saya banyak belajar dari kebersamaan di Tim Ametur. Apalagi sejak Awam mulai bergabung. Saya merasakan dukungan yang luar biasa untuk hidup dan perutusan ini”, ungkap Suster yang bertugas di Sekretariat Ametur tersebut. Sr Rosina yang membantu di Ametur Indonesia pada bidang keuangan juga mengungkapkan :”Tim Ametur telah mengajarkan saya untuk lebih bertanggung jawab dalam pelayanan dan perutusan. Saya belajar untuk terus mengabdi”. Hal senada juga diungkapkan oleh Sr. Vio PBHK. Baginya: “Keterlibatan kaum awam di Ametur Indonesia menunjukkan bahwa kami tidak sendirian. Perutusan ini menjadi perutusan bersama”. Pada akhir sharing, ketiga suster menyatakan komitmen untuk terus menggerakkan kaum awam untuk bertumbuh dalam Spiritualitas Hati agar Hati Kudus Yesus tetap dicintai di mana saja. Acara perpisahan sederhana ini ditutup dengan makan bersama yang sudah disiapkan oleh kaum awam.  Patris MSC DESEMBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 37


UBAH DIRI, UBAH HATI, UBAH PELAYANAN: Tantangan dan Harapan dari Pekan Studi Imam Keuskupan Agung Palembang

Tahun 2009 yang lalu Keuskupan Agung Palembang telah menyelenggarakan Sinode. Setelah lima tahun berjalan, apakah kesepakatan-kesepakatan dan keputusan-keputusan dalam Sinode tersebut sudah diimplementasikan dalam reksa pastoral? Para Imam Keuskupan Agung Palembang mencoba meneropongi karya pastoral dan kehidupan mereka dalam Pekan Studi Imam. Pekan Studi Imam adalah kegiatan rutin tahunan para imam KEUSKUPAN AGUNG PALEMBANG guna belajar, berefleksi, berdiskusi bersama untuk tidak sekedar mengolah diri dan semangat hidup dan pelayanan tetapi sekaligus membaharui pola dan semangat pastoral para imam di tengah umat. Kegiatan ini berlangsung selama tiga hari, sejak tanggal 25-27 Nopember 2014 bertempat di wismalat PODOMORO-PALEMBANG. Adapun tema yang direfleksikan pada kegiatan ini adalah MENATAP JEJAK AMANAT SINODE. Melalui tema tersebut hati, pikiran dan perasaan diarahkan kembali untuk mengingat apa yang telah disepakati dan diputuskan sebagai arah dan kebijakan dasar dalam Keuskupan. Dengan mengacu pada

pertanyaan-pertanyaan sentral dan mendasar, para peserta diajak melihat dengan jujur implementasi hasil-hasil SINODE KAPal selama lima tahun ini sejak penyelenggaraannya pada tahun 2009. Semua ini diarahkan untuk membantu para imam menata kembali cara hidup, cara berkarya dan berpastoral di tengah umat dengan memberi tekanan pada prioritas-prioritas bidang pelayanan yang dianggap mendesak. Pekan studi imam yang menjadi sebuah cara untuk berproses bersama ini telah melalui beberapa tahap penting sebelum pelaksanaannya di paroki-paroki yakni monitoring dan evaluasi di beberapa tingkatan. Pertama, komunitas pastoran dan paguyuban mencakup hidup rohani dan persauda-

38 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | DESEMBER 2014

raan. Kedua, keuangan meliputi pengelolaan dan pertanggungjawabannya. Ketiga, aset dan harta benda Gereja menyangkut kepemilikan barang-barang bergerak dan tidak bergerak. Keempat, administrasi dan DPP mencakup pendataan dan karya pastoral berbasis data. Kelima, sinode dan katolisitas menyangkut pendalaman dan pembatinan ajaran-ajaran gereja. Keenam: Liturgi dan peribadatan yang mencakup tugas dan pelayanan sakramen dan sakramentalia. Semua aspek ini dicuatkan untuk direfleksikan dan dievaluasi guna sebuah pembaharuan diri dan pelayanan. Bertolak dari bidang-bidang pelayanan tersebut, di hari pertama, Rm Prapto Pr mengajak peserta mendalami pola pelayanan


pastoral dalam terang Evangelii Gaudium dan Seruan Apostolik Paus Fransiskus yang dikeluarkan pada tanggal 24 Nopember 2013. Peserta diajak mendalami spiritualitas pelayanan Paus Fransiskus yang amat menggema dengan mengedepankan perjumpaan dan dialog dan dalam mewartakan kabar gembira. Mengapa pola pastoral perlu dibaharui? Alasannya adalah telah pudarnya semangat evangelisasi. Para petugas pastoral mulai lesu dalam pewartaan kabar gembira sehingga kegiatan missioner yang menjadi tugas penting dalam mewartakan karya keselamatan Allah dilaksanakan sekedar sebagai suatu kewajiban. Kita perlu kembali pada semangat asali seperti para rasul supaya: “Pergi dan menjumpai mereka yang terpinggirkan …. membuka pintu gereja bagi orang lain agar bisa datang mengalami kasih Tuhan.” Kita mesti menjadi agen kasih bagi orang lain sehingga pembaharuan harus dimulai dari para pelayan pastoral. “Diri kita adalah cermin pewartaan kabar gembira Tuhan. Kita tidak dapat mewar-

takan kabar gembira Tuhan bila diri kita lesu, tak berdaya, tidak memiliki semangat dan api yang membakar, roh yang menghidupkan diri kita. Jiwa kita dihidupi oleh Tuhan sendiri. Kristus hidup di hati kita, merajai kita sehingga kita dimampukan untuk mewartakan kabar gembira-Nya,” tandas Rm Prapto. Kekuatan itu ditimba melalui perjumpaan mendalam dengan Tuhan melalui ekaristi dan doa-doa pribadi yang mendatangkan berkat dan rahmat bagi tugas dan karya kita. Arah dasar pembaharuan pelayanan pastoral bukan sekedar kerapihan administrasi, kebersihan secara fisik-lahiriah dari lingkungan gereja tetapi adanya semangat untuk menjumpai kaum miskin, yang sakit, terpenjara, dikucilkan dan terbuang dari peragulan umum. “Perjumpaan dan dialog dengan kaum miskin adalah peristiwa dimana kita menyapa wajah Allah yang hadir dalam dunia ini. Kita belajar menemukan wajah Yesus yang menderita dalam diri sesama kita sekaligus menemukan belasih kasih Hati Allah yang mencintai dengan hati manusiawi melalui Hati Kudus Yesus,” im-

buhnya. Refleksi hari pertama tentang ajaran Gereja menjadi pijakan bagi peserta guna lebih mendalaminya dalam konteks cara hidup dan cara kerja di tengah umat. Karena itu, di hari kedua pembicaraan seputar hasil monitoring dan evaluasi paroki-paroki dicuatkan sebagai agendanya. Pemaparan itu menunjukkan bahwa aspek-aspek fundamental seperti persaudaraan komuniter, paguyuban umat, administrasi paroki, keuangan dan aset yang ada mesti dikelola dengan baik demi pelayanan yang lebih optimal bagi umat beriman. Refleksi pada hari terakhir lebih merupakan penegasan bagi peserta agar semakin mengimplementasikan beberapa pilihan sadar yang telah ditetapkan dalam refleksi bersama selama pekan studi imam ini. Kiranya semua yang telah ditetapkan itu akan semakin membantu para imam dalam tugas pelayanan di tengah umat agar semuanya dapat menjadi kemuliaan bagi Tuhan dan keselamatan bagi sesama. Selamat menjadi berkat Allah bagi sesama. Tuhan memberkati.  Marcel Koa

Para imam MSC yang berkarya di Keuskupan Agung Palembang, P. Marcelus Koa MSC dan P Tarsisius Leisubun MSC bersama Uskup Agung Palembang Mgr Aloysius Sudarso SCJ (halaman sebelumnya). Bapak Uskup Keuskupan Agung Palembang berbicara di hadapan para imam (bawah).

DESEMBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 39


Outing NHC XV ke Lembang. Kegiatan-kegiatan seperti ini menjadi sarana untuk lebih mengenal satu sama lain secara lebih dekat.

NEW HEART COMMUNITY

PERSAHABATAN SETELAH WEEKEND REGULER

Setelah melewati weekend reguler pada tanggal 29 – 31 Agustus 2014 yang lalu, persahabatan kami berlanjut, banyak kegiatan yang kami lakukan bersama. Inilah kisah perjalanan persahabatan kami. Sekembalinya dari weekend reguler, kami sahabat - sahabat baru yang dipertemukan dalam Weekend New Heart Community angkatan XV kembali ke rutinitas kami masing - masing. Namun dinamika kehidupan kami tidak lagi sama, kami telah menemukan sahabat - sahabat yang memberikan warna baru dalam kehidupan kami. Weekend reguler itu telah merubah hidup kami melalui kesadaran akan indahnya memiliki sahabat - sahabat yang saling mengasihi dalam Kristus. Banyak kegiatan yang kami lakukan dan hadiri bersama, misalnya beberapa kegiatan yang ditawarkan oleh pendamping seperti doa rosario bersama, ngobrol bareng dr. Himawan Sasongko, SpKj. Ada juga kegiatan - kegiatan

yang kami adakan seperti nonton bareng, wisata kuliner, seminar dan beberapa acara fun lainnya. Hal ini kami lakukan sebagai sarana kebersamaan dan untuk memupuk persahabatan kami. Kami sadari tidak semua sahabat dapat selalu berkumpul dengan segala kesibukan kami, hal itu tidak mematahkan semangat kami untuk tetap mengupayakan kebersamaan itu. Renewal NHC Angkatan XV Pada tanggal 5 Oktober 2014 lalu, sekitar satu bulan setelah weekend reguler, kami berkumpul bersama menghadiri renewal di rumah Ko Petrus sebagai markas besar NHC. Dalam renewal tersebut, kami berkesempatan mendapat pengajaran dari Pas-

40 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | DESEMBER 2014

tor Petrus Joseph Budi Santoso MSC dengan tema “Friendship in the Spirituality of the Heart”. Pastor Budi mengingatkan bahwa untuk memiliki persahabatan yang sejati, hendaknya kita senantiasa memiliki semangat To Love – To Forgive – To Serve (Mengasihi, Mengampuni dan Melayani). Ko Petrus juga mengingatkan bahwa di dalam suatu komunitas, semakin dekat persahabatan kami, semakin banyak cobaan atau rintangan yang akan kami hadapi nantinya. Dengan dasar saling mengasihi, mengampuni dan melayani yang kuat, niscaya persahabatan kami akan bertahan dengan memiliki dasar yang kokoh. Selain pengajaran, kami juga mendapat kesempatan untuk mensharingkan apa yang kami dapat dari weekend


reguler dan bagaimana komunitas ini merubah hidup kami. Melalui weekend reguler, kami belajar untuk lebih menghargai diri kami dan kami diingatkan bahwa Tuhan menghendaki kami untuk menjadi berguna bagi sesama. Beberapa dari kami telah “kehilangan” sahabat - sahabat lama yang memiliki prioritas baru dalam kehidupan mereka, kami sangat senang mendapatkan sahabat - sahabat baru dalam komunitas ini. Renewal diakhiri dengan perayaan Ekaristi dan pembentukan panitia persiapan rekoleksi reguler NHC untuk angkatan berikutnya. Kami tidak menyia-nyiakan kesempatan ketika banyak dari kami sudah berkumpul, setelah renewal kebersamaan kami berlanjut dengan makan malam dan nonton bareng. Outing ke Lembang Selain kegiatan – kegiatan itu, kami juga mengadakan acara yang memberikan kami kesempatan untuk lebih mengenal dan dekat dengan satu sama lain. Pada tanggal 25 – 26 October 2014 lalu, kami mengadakan outing ke Lembang, dihadiri oleh 17 sahabat. Seluruh rangkaian outing diisi dengan tamasya, wisata kuliner, games dan tentunya perayaan Ekaristi di Karmel, Lembang. Merupakan suatu kebetulan yang indah, bacaan Injil Minggu itu bercerita tentang Kasih. Ketika seorang ahli Taurat mencobai

Yesus dengan menanyakan hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat, Yesus menjawab bahwa hukum yang terpenting adalah mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama. Mengasihi Allah seberapa besar? Mengasihi Allah “dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal budi”. Yesus juga menekankan bahwa mengasihi Allah saja tidaklah cukup, mengasihi sesama sama pentingnya dengan mengasihi Allah (ayat 39). Yang Dia tekankan adalah”sesama manusia”, bukan sama ras, agama, atau kedudukan. Kita harus mengasihi semua manusia. Ukuran yang dipakai adalah seperti mengasihi diri sendiri. Tentunya semua orang senantiasa mengusahakan yang terbaik bagi dirinya, Yesus meminta kita juga mengusahakan yang sama bagi sesama. Bunda Teresa pernah berkata: “Menjadi tidak dicintai, tidak dipedulikan, dan dilupakan merupakan kelaparan yang lebih menyakitkan daripada lapar karena tidak makan.” Kebutuhan dasar manusia adalah cinta, bukan sandang, pangan, dan papan. Setiap orang merasa bahagia ketika ia dikasihi. Seseorang yang mengasihi Allah harus mengasihi sesama. Begitu juga sebaliknya, mengasihi sesama adalah wujud kasih kepada Allah. Keduanya saling melengkapi dan tidak dapat dipisahkan. Kita tidak

Renewal NHC angkatan XV yang dilaksanakan 5 Oktober 2014 di “markas” New Heart Community.

dapat memenuhi hukum yang satu dan mengabaikan yang lain. Kita harus melakukan kedua hukum itu dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi. Artinya, kita mengasihi Allah dan sesama dengan seluruh keberadaan kita. Rasul Yohanes menegaskan hal ini “Jikalau seorang berkata: “Aku mengasihi Allah,” dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya.” (1Yoh 4:20). Bacaan Injil minggu itu sungguh meneguhkan kami. Kami berharap dalam komunitas ini, kami semakin dimampukan untuk mengasihi Allah dan mengasihi sesama. Kami menyadari bahwa keterlibatan dalam suatu proses kegiatan menjadi sangat penting bagi pengembangan pribadi setiap anggota NHC. Hal inilah yang kami coba kembangkan dalam komunitas ini. What’s Next? Apa lagi selanjutnya? Bakti sosial?...Outbond?...Wisata kuliner ke Pontianak?...Misa bareng di Lembah Karmel?...Rekoleksi Reguler NHC Angkatan 16? Tunggu kabar dari kami berikutnya. Kami juga berharap akan ada kegiatan-kegiatan NHC antar angkatan sehingga kami dapat berjumpa dengan lebih banyak sahabat NHC angkatan sebelumnya. Terimakasih Tuhan untuk New Heart Community, Engkau telah mempertemukan kami sebagai sahabat. Persahabatan kami tidak akan berhenti sampai di sini. Filsuf dari abad ke-17, Francis Bacon pernah mengatakan: “Persahabatan menggandakan sukacita dan memangkas kesedihan setengahnya.” Kami ingin terus bertumbuh dalam kasih kepada Tuhan dan kepada sesama terutama sahabat – sahabat NHC. Tuhan yang telah mempertemukan kami sebagai sahabat, biarlah Dia pula yang menjaga persahabatan kami.  Christin Witanto

DESEMBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 41


PERAYAAN ULANG TAHUN MSC KE-160 DI MERAUKE Tanggal 8 Desember, selain dirayakan sebagai Hari Raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa, juga merupakan hari kelahiran Tarekat Misionaris Hati Kudus (MSC). Para MSC di Merauke - Papua merayakannya dengan pelbagai kegiatan. Ajaran Gereja bahwa “perawan suci Maria sejak saat pertama perkandungannya oleh rahmat yang luar biasa dan oleh pilihan Allah yang Mahakuasa karena pahala Yesus Kristus, Penebus umat manusia, telah dibebaskan dari segala noda dosa asal,” disahkan oleh Paus Pius IX pada tanggal 8 Desember 1854. Pada saat yang sama, di Issoudun, sebuah kota kecil Perancis Selatan, dua orang imam menyelesaikan novenanya yang dimulai sejak tanggal 30 November 1854. Mereka adalah Pater Jules Chevalier dan Pater Emile Maugenest. Jauhjauh hari sebelum novena itu, Chevalier telah menyampaikan satu hal penting kepada Maugenest: “Dua malapetaka menimpa jaman kita yang malang: indiferentisme dan

egoisme. Kita membutuhkan suatu obat mujarab yang dapat menyembuhkan dua jenis kejahatan ini. Obat ini hanya ditemukan dalam Hati Kudus Yesus yang merupakan cinta murni dan belas kasihan. Apalagi, hati yang patut disembah dan begitu kita hormati ini, tidak secukupnya dicintai. Mereka tidak mengenal semua harta yang terkandung di dalamnya. Maka dari itu kita membutuhkan imam-imam yang akan bekerja untuk membuat Hati itu dikenal lebih baik. Mereka akan disebut Misionaris Hati Kudus!” Pada hari itu, misa mulia dirayakan oleh Jules Chevalier, dengan lukisan dua orang imam berlutut dan di angkasa Hati Yesus menyinarkan berkas cahaya kepada dua imam itu terletak di altar. Sesudah misa, Pater Jules Chevalier diberitahu bahwa

42 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | DESEMBER 2014

ada seorang lelaki ingin bicara dengannya. Ia mengatakan bahwa ia hanyalah seorang perantara yang datang mengatakan, seseorang yang tak mau dikenal menyumbangkan 20.000 francs untuk suatu karya yang menguntungkan jiwa-jiwa di Berry, dan lebih diharapkan bahwa dana ini dipergunakan untuk membangun sebuah rumah untuk para misionaris. “Ini adalah jawaban Maria!” gumam Chevalier. Maugenest yang mendengar hal itu pun meluap dengan kegembiraan, “Saya yakin Bunda kita yang baik akan memberi mukjizat yang kita mohon!” katanya. Dan mukjizat itu telah terjadi. Itulah kisah berdirinya Tarekat MSC. Itulah sebabnya, tanggal 8 Desember juga selalu menjadi hari yang istimewa bagi Tarekat MSC:


hari berdirinya Tarekat. Di pelbagai penjuru dunia saat bersejarah itu diperingati dan dirayakan. Tahun ini Tarekat MSC berusia 160 tahun. Perayaan Hari Ulang Tahun MSC di Merauke Para anggota MSC Merauke dan sekitarnya merayakan HUT Tarekat di Paroki Sang Penebus Kampung Baru, sekitar 15 menit dari kota Merauke. Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Pemimpin Daerah MSC Papua P Robertus Sukiswadi MSC. Turut berkonselebrasi para imam MSC, Bapak Uskup, serta imamimam yang lain. Dalam homilinya, P Sukis menegaskan peran penting Maria dalam sejarah Tarekat. Karena peran pentingnya tersebut, Maria diberi tempat yang istimewa oleh Tarekat. Bahkan pada awal Tarekat berdiri, Chevalier dan Maugenest merasa harus membuat sebuah “Kontrak antara Perawan Terberkati dengan dua Imam Hati Kudus.” Kontrak itu antara lain mengatakan, “Nama resmi anggota-anggota komunitas ini adalah Misionaris Hati Kudus; mereka akan mencoba menghayati maknanya… Mereka akan mencintai secara khusus Hati Yesus dan Hati Maria Tak Bernoda…. Sebagai ucapan terima kasih kepada Maria mereka akan menganggap dia sebagai pendiri mereka dan akan menyertakan dia dalam seluruh karya mereka dan mereka akan mengusahakan dia dicintai dan

dihormati dengan cara yang khusus…” Perayaan Ekaristi meriah dihadiri oleh umat paroki setempat, para imam diosesan, serta para biarawan-biarawati dari pelbagai tarekat yang berkarya di Keuskupan Agung Merauke. Hadir pula umat lintas paroki yang berada di Merauke dan sekitarnya. Awam Keluarga Chevalier Ada hal yang sangat khas di Merauke dalam kaitannya dengan MSC secara lebih khusus maupun Keluarga Chevalier secara lebih luas yakni kehadiran para awam yang tergabung dalam Asosiasi Awam Keluarga Chevalier (AKC). Mereka sangat berperan aktif dalam pelbagai macam kegiatan dan tersebar di paroki-paroki di Merauke dan sekitarnya, bahkan hingga di pedalaman. Dalam perayaan kali ini hadir pula cukup banyak anggota AKC. Di kesempatan istimewa ini juga diterima 25 orang sebagai anggota AKC yang baru. Yang sangat membanggakan adalah bahwa dari 25 anggota AKC yang baru tersebut, 13 orang adalah orangorang muda yang tergabung dalam Awam Keluarga Chevalier Junior (AKC Junior). Lebih mengagumkan lagi, inisiatif untuk bergabung dalam Keluarga Chevalier ini datang dari orang-orang muda itu sendiri. Penerimaan mereka dalam Keluarga Chevalier telah didahului dengan

rekoleksi-rekoleksi persiapan yang diberikan oleh P Aloysius Batmyanik MSC sebagai ketua Ametur Daerah Merauke dan P Joni Astanto sebagai pendamping AKC Junior. Peran serta awam dalam mewartakan cinta Hati Kudus di Merauke sungguh membanggakan. Akankah daerah-daerah lain menyusul? Proyek Kemanusiaan Setelah Perayaan Ekaristi acara HUT MSC dilanjutkan dengan ramah tamah di aula Paroki Sang Penebus Kampung Baru. Bapak Uskup Keuskupan Agung Merauke Mgr Nicholaus Adi Seputra MSC, dalam sambutannya mengucapkan terima kasih atas kehadiran MSC di Keuskupan Agung Merauke. Para MSC di Merauke telah berjuang melanjutkan misi keselamatan manusia melalui cinta Hati Kudus Yesus seperti telah dicita-citakan oleh Jules Chevalier. Proyek keselamatan itu masih tetap akan berlanjut, antara lain dengan diresmikannya Panti Asuhan Petrus Vertenten MSC, sebuah Panti khusus untuk anak-anak yang hidup dengan HIV/ AIDS. Makna kehadiran MSC itu juga ditegaskan oleh Br Yoseph Daempal MSC, asisten II Provinsial MSC Indonesia yang sedang berada di Merauke untuk kunjungan ke wilayah-wilayah kerja MSC di Keuskupan Agung Merauke. Semoga kehadiran MSC di mana-mana semakin menegaskan warta bahwa Allah adalah kasih.  Jonast MSC

Penerimaan para anggota Awam Keluarga Chevalier (AKC) yang baru (kanan). Di antara anggota AKC yang baru tersebut terdapat 13 orang muda yang tergabung dalam AKC Junior (kiri).

DESEMBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 43


MELAWAN ABORSI Dalam rangka merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) Tarekat MSC yang ke-160, Komunitas Bina Skolastikat MSC Pineleng, dengan melibatkan Komunitas Pranovisiat MSC Pineleng pelbagai kegiatan. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah pertandingan olah raga antarunit, novena Bunda Hati Kudus, dan seminar ilmiah. Secara khusus dilaporkan di sini kegiatan seminar ilmiah tentang aborsi. Seminar dikoordinir oleh kelompok kategorial KSM (Kelompok Studi Mitra). Dalam konteks negara Indonesia, kita mengetahui bahwa Pemerintah telah mengeluarkan peraturan yang menyentuh bidang sensitif mengenai “aborsi” dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) 61/2014 tentang Kesehatan Reproduksi pada 21 Juli 2014. Dalam pasal 31 PP 61 tersebut disebutkan bahwa tindakan aborsi dapat dilakukan berdasarkan indikasi kedaruratan medis atau kehamilan akibat perkosaan. Yang dimaksud indikasi kedaruratan medis meliputi kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu dan/atau kesehatan yang mengancam nyawa atau kesehatan janin; termasuk yang menderita penyakit genetik berat dan/ atau cacat bawaan, apa pun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan. Sedangkan, untuk

kehamilan akibat perkosaan tindakan aborsi hanya dapat dilakukan apabila kehamilan paling lama berusia 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir. Terbitnya peraturan tersebut mengejutkan banyak orang, terutama kalangan umat Katolik, karena tindakan aborsi tidak sesuai dengan ajaran moral Katolik. Untuk menanggapi keluarnya PP 61/2014 ini, Kelompok Studi Mitra (KSM) Skolastikat MSC Pineleng menggelar seminar, pada Sabtu, (6/12/ 2014), di Aula Hati Kudus Skolastikat MSC Pineleng. Seminar dihadiri oleh para frater Skolastik, para staf Skolastikat MSC Pieneleng, para mahasiswi Kateketik Seminari Pineleng, utusan Akper Tomohon, utusan dari paroki-paroki di kota Manado dan sekitarnya, para siswa SMK 1 Manado dan Rex Mundi Manado

44 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | DESEMBER 2014

dan para wartawan. Hadir juga Pst Amri Wuritimur Pr, ketua Sekolah Tinggi Filsafat-Seminari Pineleng, dan Dra Joula Makarawung, Pembimas Katolik Kanwil Kemenag Propinsi Sulawesi Utara. Tampil sebagai pembicara, Prof. Dr. Johanis Ohoitimur, MSC yang berbicara mengenai “Pandangan Gereja Katolik tentang Aborisi,” dr. Maria F. Loho, SpOG-K yang berbicara mengenai “Abortus dari Sudut Pandang Ilmiah Kedokteran,” dan dr. Anthonius Tumbol yang berbicara mengenai “Pandangan dan Praktek Rumah Sakit Katolik terhadap Aborsi.” Menurut dr. Maria Loho, sikap profesional terhadap legalisasi aborsi yang mengacu pada PP 61/ 2014 belum ada. Yang ada adalah sikap pribadi dari para dokter berhadapan dengan kenyataan indikasi medis (kesela-


matan ibu dan pemerkosaan). Prof. Dr. Johanis Ohoitimur, MSC dalam pemaparannya mengulas secara garis besar empat pokok penting yakni mengenai ilustrasi tentang kehamilan dann aborsi, keyakinan-keyakinan dasar Gereja, pandangan Gereja Katolik tentang aborsi, dan sikap terhadap pengaturan PP 61/ 2014. Gereja Katolik melihat aborsi sebagai tindakan pembunuhan. Keyakinan ini sudah tercantum dalam Didache (50-70 M) sampai dengan Paus kita saat ini. Gereja Katolik secara konsisten mengajarkan bahwa aborsi merupakan suatu kejahatan yang durhaka dan tergolong dosa berat sehingga para pelakunya diekskomunikasi. Dalam cahaya ajaran moral Gereja Universal, KWI menyatakan sikap menolak legalisasi aborsi oleh PP 61/2014. KWI menyatakan menolak PP 61/2014 yang membolehkan pengguguran janin dalam kasus perkosaan. “Hidup itu berharga dan bernilai, maka harus dijaga, dipelihara dan dibela. Sejak awal kehidupan, Allah sendirilah yang menciptakan manusia, ‘Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku’ (Mazmur 139:13),” demikian awal dari Pernyataan Sikap KWI (5/9/14) terhadap PP yang mencatut nama “Kesehatan Reproduksi” itu. Gereja tegas melarang aborsi karena Gereja wajib mengajarkan tentang iman dan moral. Dengan demikian Gereja berfungsi untuk memberi arah iman dan moral. Dr. Anthonius Tumbol yang ada-

lah Direktur Rumah Sakit Katolik Gunung Maria (RSGM)-Tomohon mengatakan bahwa berhadapan dengan PP 61/2014 Perdhaki (Persatuan karya Dharma Indonesia) dan KMKI (Komunitas Medik Katolik Indonesia) harus mendukung dan melaksanakan sepenuhnya pernyataan sikap KWI yang menolak PP 61/2014 khususnya pada pasal 31 dan 34 tentang aborsi karena urgensi medik dan akibat perkosaan. Intinya adalah orang yang mempunyai hak untuk hidup karena dia sudah hidup dan mempunyai hidup. Sebagai Direktur Rumah Sakit Katolik dia menjamin bahwa di tempatnya bekerja tidak ada kasus aborsi, termasuk dalam konteks urgensi medik. “Jangan pernah menilai kualitas/produktivitas, tetapi nilai intrinsik manusia,” demikian yang diyakininya. Di samping para pembicara juga ada penanggap. Dalam seminar kali ini KSM mengundang Dr. Heny Praktiknyo dan Ir. Richard Montong untuk menanggapi materi yang disampiakan oleh para pemateri. Kedua penanggap ini begitu kritis melihat persoalan yang ada di tengah-tengah masyarakat, termasuk dalam kalangan umat Katolik. Dr. Heny melihat adanya kenyataan penyakit sosial masyarakat saat ini. Saat ini ada istilah ayam biru, ayam abu-abu, dan ayam kampus. Semuanya sudah ada, termasuk di daerah Manado. Baginya pentinglah Gereja Katolik tidak hanya melarang aborsi, tetapi memikirkan upaya-upaya preventif. Ir.

Richard Montong juga melihat kemendesakan para pastor paroki untuk lebih proaktif dalam sosialisasi seperti ini, sehingga jangan sampai para pastor paroki hanya lebih sibuk dengan OMK dan Kaum Ibu tanpa sosialisasi nilai-nilai iman dan moral sesuai dengan ajaran-ajaran resmi Gereja. Sebagai Moderator KSM, Prof. Dr. Johanis Ohoitimur, MSC mengucapkan terima kasih kepada para pembicara, undangan yang hadir, dan juga kepada Ibu Joula Makarawung (Pembimas Katolik Kanwil Kemenag Propinsi Sulawesi Utara) yang telah memberikan dana bagi terselanggaranya acara ini. Tak lupa Pastor Yong mengucapkan terima kasih kepada panitia penyelenggara yang diketuai oleh Fr. Steven Belynanan, MSC. Pastor Yong juga menjelaskan bahwa KSM yang lahir sejak 1994 adalah wadah untuk mendidik para skolastik agar bisa menjadi pemikir dan organisator. Acara seminar ini adalah bukti bahwa para frater sedang belajar menjadi pemikir dan organisator yang baik dalam mengatur sebuah kegiatan. Acara seminar ditutup dengan foto bersama, penyerahan sertifikat, dan makan siang bersama. Diharapkan agar seminar ini berguna bagi para frater yang adalah calon-calon pemimpin umat. Selain itu, kegiatan ini diyakini sangat berharga bagi umat khususnya dalam memberi solusi ketika berada di tengah-tengah umat dan bermasyarakat.  Yongky Wawo MSC

DESEMBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 45


REFLEKSI

PILIHAN

Kegembiraan adalah hakiki dalam hidup rohani. Apa pun yang kita pikirkan dan katakan mengenai Allah, kalau kita bukan orang-orang yang gembira, pikiran dan kata-kata kita tidak dapat menjadi subur dan menghasilkan buah. Yesus menyatakan kasih Allah kepada kita agar kegembiraan-Nya menjadi kegembiraan kita dan kegembiraan kita menjadi sempurna. Gembira adalah mengalami dan menyadari bahwa kita dikasihi tanpa syarat dan bahwa kita tidak ada sesuatu pun – sakit, kegagalan, kesedihan, penindasan, perang atau bahkan kematian – dapat menghilangkan kasih itu (Rom 8: 35 - 39). Namun kegembiraan juga adalah pilihan. Mungkin kedengarannya janggal mengatakan bahwa kegembiraan adalah akibat dari pilihan kita. Sering kali kita membayangkan bahwa orang yang satu lebih beruntung daripada yang lain dan bahwa kegembiraan atau kesedihannya tergantung pada situasi hidup mereka. Mereka sendiri tidak dapat menentukan situasi itu. Namun, kita sungguh-sungguh mempunyai pilihan, bukan pertama-tama menyangkut situasi hidup kita, tetapi dalam hal bersikap terhadap situasi itu. Dapat terjadi dua orang menjadi korban kecelakaan yang sama. Bagi yang satu, pengalaman itu dapat menjadi sumber kemarahan; bagi yang lain pengalaman itu menjadi sumber rasa syukur. Situasi lahiriah yang sama, tetapi pilihan untuk mengambil sikap terhadapnya sama sekali berbeda. Ada orang yang semakin tua,

46 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | DESEMBER 2014

hidupnya menjadi semakin pahit. Yang lain, semakin tua semakin ceria. Mereka yang hidupnya semakin pahit tidak berarti menanggung beban-beban kehidupan yang lebih berat daripada mereka yang semakin ceria. Perbedaan itu menunjukkan bahwa mereka telah menentukan pilihan-pilihan yang berbeda. Penting untuk disadari bahwa pada setiap saat dalam hidupkita, kita mempunyai kesempatan untuk memilih kegembiraan. Hidup ini mempunyai banyak segi. Selalu ada segi menyedihkan dan segi menggembirakan dalam realitas yang kita hidupi ini. Oleh karena itu, kita selalu mempunyai pilihan untuk menghayati saat ini sebagai sumber kemarahan atau sumber kegembiraan. Dalam pilihan inilah tampak kemerdekaan kita yang sejati. Akhirnya kemerdekaan itu adalah kemerdekaan untuk mengasihi. Ada baiknya kita bertanya kepada diri kita sendiri, bagaimana kita mengembangkan kemampuan kita untuk memilih kegembiraan? Mungkin kita dapat meluangkan beberapa waktu pada akhir setiap hari dan mengenang hari itu – entah apa yang terjadi – sebagai hari yang harus disyukuri. Dengan demikian, kita mengembangkan kemampuan hati kita untuk memilih kegembiraan. Kalau hati kita semakin bergembira, tanpa usaha yang khusus, kita akan menjadi sumber kegembiraan bagi orang lain. Sama seperti kesedihan melahirkan kesedihan, demikian juga kegembiraan akan melahirkan kegembiraan. 


JUBILEA

Proficiat atas

25 Tahun Imamat: P. Albertus Jamlean MSC P. Cornelis Jamlean MSC

1989 - 08 Desember - 2014

Proficiat atas

40 Tahun Hidup Membiara: P. Hendrikus Suhendro MSC

P. Aloysius Endro Wignyoseputra MSC P. Yohanes Purwo Dwiatmodjo MSC

1974 - 03 Desember - 2014

Terima Kasih Kepada para donatur bulan Oktober - Desember 2014:

SELAMAT HARI RAYA NATAL 2014 DAN SALAM DAMAI TAHUN BARU 2015

Kepada para Bapak Uskup, para Pastor, Bruder, Frater, Suster dan Saudara-saudari seluruh warga Keluarga Chevalier, serta seluruh pembaca WKC. Mari kita jumpai Tuhan dalam keluarga.

1. MKS 2. Kel. Bpk. Stef Gunadi 3. Kel. Haryanto Santoso 4. Kel. Paulus - Etty 5. Kel. Susilo Santoso 6. Kel. Andrianto Santoso 7. Ibu Irene 8. Agustina Widjaja 9. Maria Daslim 10. GI 11. Rm. T. Wignyosoemarto

Rp. 750.000,00 Rp. 1.500.000,00 Rp. 150.000,00 Rp. 150.000,00 Rp. 150.000,00 Rp. 150.000,00 Rp. 100.000,00 Rp. 200.000,00 Rp. 300.000,00 Rp. 50.000,00 Rp. 750.000,00

Dukungan anda untuk majalah ini dapat disalurkan melalui:

KCP Hasyim Ashari, Jakarta No. Rek. 2620172963 A.N. Sulvisius Joni Astanto atau Rosina Angwarmase DESEMBER 2014 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | 47


APA DAN SIAPA

KATA HATI P. CORNELIS DE ROOIJ, MSC Tanggal 8 Desember 2014 yang lalu merupakan hari yang istimewa bagi Tarekat Misionaris Hati Kudus (MSC). Pada hari itu MSC genap berusia 160 tahun. Bukan usia yang muda lagi. Itu merupakan tonggak sejarah yang bukan hanya patut dikenang tetapi juga disyukuri. Bagi Komunitas Daerah Papua, hari itu juga merupakan sebuah tonggak sejarah yang tidak hanya patut dikenang tetapi juga disyukuri. Pada tanggal yang sama, Komunitas Daerah Papua memulai sebuah langkah baru dari sebuah mimpi kemanusiaan yang sudah lama dimulai oleh Pastor Cornelis de Rooij MSC, yang lebih dikenal dengan sebutan Ambe Kees. Sudah sejak tahun 2006, ketika lepas dari tugasnya di Getentiri, misionaris yang sudah 46 tahun mengabdi di Papua ini, mempunyai keprihatinan tersendiri terhadap anak-anak korban HIV-AIDS. Ada anak-anak yang telah menjadi yatim piatu karena orang tua mereka meninggal akibat HIV-AIDS. Ada juga anak-anak yang orang tuanya masih hidup, namun sudah terinfeksi oleh HIV. Lebih memprihatinkan lagi anak-anak yang memang sudah mengidap HIV. Di antara anak-anak ini ada yang masih tinggal bersama dengan keluarga mereka, tetapi sebagian besar terlantar. Keprihatinan itu melahirkan Panti Asuhan Amam Bekai Chevalier yang telah berjalan selama beberapa tahun, menampung anak-anak yang orang tuanya menjadi korban HIV/AIDS. Dalam moment bersejarah 160 tahun Tarekat MSC yang lalu telah diberkati dan diresmikan sebuah gedung yang khusus untuk menjadi rumah bagi anak-anak dengan HIV/AIDS. Panti itu diberi mengambil nama seorang misionaris pahlawan bangsa Marind yakni Petrus Vertenten MSC. Jika PA Amam Bekai Chevalier menjadi Panti Asuhan Khusus anak-anak korban HIV AIDS, PA Petrus Vertenten MSC lebih khusus lagi, untuk menampung anak-anak yang hidup dengan HIV/AIDS. Ambe Kees amat bahagia hari itu. Tak mampu ia nyatakan dalam kata-kata kebahagiaannya. Hanya dapat dikatakan dengan “HATIâ€? ujarnya. ď Ž

48 | WARTA KELUARGA CHEVALIER | DESEMBER 2014


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.