Perbaikan manajemen mutu organisasi sbg landasan penguatan kompetensi asn di daerah donny

Page 1

Bahan Materi Kertas Rekomendasi Kebijakan v.0

Kajian Singkat atas Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara

PERBAIKAN MANAJEMEN MUTU ORGANISASI SEBAGAI LANDASAN PENGUATAN KOMPETENSI APARATUR SIPIL NEGARA DI DAERAH Oleh: Donny Setiawan (Perkumpulan Inisiatif) Atas nama Koalisi Masyarakat Sipil Jawa Barat untuk Birokrasi Lebih Baik

Latar Belakang Setelah 2,5 tahun melalui proses pembahasan, akhirnya Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara disahkan oleh DPR pada tanggal 19 Desember 2013. Kurang lebih satu bulan kemudian, tepatnya tanggal 15 Januari 2014, Presiden RI menandatangani RUU tersebut dan menetapkannya menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014. Dengan ditetapkannya undang-undang ini dengan serta merta menggantikan Undang-Undang nomor 8 tahun 1974 juncto Undang-Undang nomor 43 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang telah berlaku sebelumnya. Jika dicermati, terdapat beberapa perubahan substansi pengaturan yang cukup mencolok antara yang terdapat dalam UU No. 5 Tahun 2014 dengan UU No. 43 Tahun 1999. Beberapa perubahan tersebut diantaranya: pendefinisian aparatur sipil negara sebagai profesi, sentralisasi aparatur dengan menempatkan presiden sebagai selaku pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan Manajemen ASN serta besarnya penekanan terhadap aspek kompetensi aparatur sebagai dasar penentuan posisi jabatan pimpinan tinggi, fungsional dan administrasi. Dalam undang-undang ini, aspek kompetensi aparatur sipil negara merupakan salah satu aspek terpenting dalam manajemen aparatur lembaga pemerintahan. Terbitnya undang-undang ini pun salah satunya didasari bahwa pelaksanaan manajemen aparatur sipil negara selama ini belum berdasarkan pada perbandingan antara kompetensi dan kualifikasi yang diperlukan oleh jabatan dengan kompetensi dan kualifikasi yang dimiliki calon dalam rekrutmen, pengangkatan, penempatan, dan promosi pada jabatan sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik. Betapa pentingnya kompetensi aparatur sipil negara setidaknya dapat ditunjukan dengan munculnya kata “kompetensi” sebanyak 59 kali dari 141 pasal yang ada dalam undang-undang tersebut, baik yang berkaitan dengan kompetensi minimal yang harus dimiliki ataupun berkaitan dengan peluang pengembangan kompetensi bagi aparatur.

“Koalisi Masyarakat Sipil Jawa Barat untuk Birokrasi Lebih Baik” Perkumpulan Inisiatif, KalYAmandira, SDM, Walhi Jabar, P3ML , LP3E Unpad

1


Bahan Materi Kertas Rekomendasi Kebijakan v.0

Tinjauan Literatur David Osborne dalam salah satu tulisannya menyatakan bahwa pemerintah saat ini berisikan banyak orang yang berdedikasi yang terperangkap dalam sistem yang buruk—sistem anggaran yang mengadakan insentif sebagai “uang sampah”, sistem kepegawaian dan pelayanan sipil yang tidak praktis and menyediakan insentif yang kecil. Sistem-sistem ini harus diubah jika pemerintah berkehendak meningkatkan kinerjanya. (Osborne, 1993) Sementara itu, Dr. Elain Ciulla Kamarck menyatakan bahwa pemerintah yang sukses, merujuk kepada Osborne, adalah katalisator – yang mengarahkan bukan mendayung. Pemerintah adalah dimiliki komunitas, menguatkan pegawainya, memberlakukan kompetisi untuk meningkatkan hasil, berorientasi pada misi, hasil dan kepentingan pengguna layanannya. Pada Tahun 2011, Tjahjanulin Domai menuliskan gagasannya tentang Sound Governance pada buku dengan judul yang sama. Dalam bukunya, Tjahjanulin Domai mempertegas pendapat Ali Farazmand atas konsep good governance yang hanya terlalu fokus pada tiga komponen yaitu negara, masyarakat sipil dan swasta. Ali Farazmand menilai bahwa terdapat sebuah kekuatan besar dan penting yang diabaikan dalam penerapan konsep good governance di negara berkembang dan kurang berkembang, yaitu struktur kekuatan global (negara barat) dan korporasi transnasional. Kedua kekuatan inilah yang selama ini paling mempengaruhi kemajuan pada sektor politik, ekonomi dan budaya di negara-negara berkembang dan kurang berkembang1. Konsep sound governance, digunakan untuk menggambarkan sistem pemerintahan yang bukan hanya jelas secara demokratik, dan tanpa cacat secara ekonomi, finansial, politik konstitusional, organisasi, administratif, manajerial, dan etika, tapi juga jelas secara internasional/global dalam interaksinya dengan negara-bangsa lain dan dengan bagian pemerintahannya dalam cara yang independen dan mandiri. Sound governance merefleksikan fungsi governing dan administratif dengan kinerja organisasi dan manajerial yang jelas dan bukan hanya kompeten dalam perawatan, tapi juga antisipatif, responsif, akuntabel dan transparan, korektif dan berorientasi jangka panjang meskipun operasinya dalam jangka pendek. (Domai, 2011) Merujuk pada uraian di atas, tentu saja aparatur sipil negara yang akan bekerja di lembaga pemerintah harus mengacu pada pemenuhan standar kompetensi dari berbagai posisi yang ada di lembaga tersebut. Idealnya, perumusan standar kompetensi ini harus sejalan dengan standar manajemen mutu organisasi untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat sebagaimana menjadi tujuan lembaga pemerintahan tersebut. Khususnya bagi lembaga-lembaga pemerintahan yang memiliki unit pelayanan publik. Sayangnya dalam undang-undang tersebut tidak ada satu pasal atau ayat yang secara menjelaskan bahwa penentuan standar kompetensi aparatur pada lembaga pemerintah harus berdasarkan pada standar mutu yang ditetapkan oleh lembaga tersebut.

1

Dikutip dari tulisan Editorial Donny Setiawan pada Jurnal Analisis Sosial Akatiga Vol 17 berjudul “Menata Ulang Praktek Good Governance di Indonesia” tahun 2012 “Koalisi Masyarakat Sipil Jawa Barat untuk Birokrasi Lebih Baik” Perkumpulan Inisiatif, KalYAmandira, SDM, Walhi Jabar, P3ML , LP3E Unpad

2


Bahan Materi Kertas Rekomendasi Kebijakan v.0

Evaluasi kinerja instansi pemerintah yang mengacu pada Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) yang dilakukan selama ini hanya menyoroti aspek ketercapaian terhadap target kinerja program dan keuangan organisasi. Belum terurai dengan jelas bagaimana kemudian kinerja program dan keuangan organisasi tersebut berdampak pada peningkatan kualitas pelayanan organisasi tersebut. Termasuk belum mengurai sejauhmana kinerja dan kompetensi aparatur di organisasi tersebut mempengaruhi kinerja organisasi.

Komposisi Aparatur Sipil Negara Saat Ini dan Kompetensinya Jumlah aparatur sipil negara di Indonesia saat ini sebagaimana tercatat di Badan Kepegawaian Negara per 30 Juni 2013 adalah sebanyak 4,4 juta PNS. Jika dilihat komposisinya, lebih banyak aparatur sipil negara yang menduduki Jabatan Fungsional (Fungsional Umum: 42,1% dan Fungsional Tertentu: 52%). Sementara itu, aparatur yang menduduki Jabatan Struktural sangat sedikit, hanya 5,9% dengan jumlah terbesar berada di Pejabat Struktural Eselon IV (70,1%) dan Eselon III (22,5%) dari jumlah total aparatur yang memiliki Jabatan Struktural. Figure 1. Proporsi PNS Menurut Jenis Jabatan

2

Dari uraian data di atas, jika gagasan UU ASN untuk men-“jafung”-kan Pejabat Eselon III dan IV jadi dilaksanakan maka hanya akan tersisa sebanyak 0,29% PNS yang menduduki Jabatan Struktural di Eselon I dan II. Jika dilihat lebih mendalam khususnya untuk Jabatan Fungsional Tertentu, data dari Kemenpan-RB memperlihatkan bahwa hingga saat ini terdapat 114 jenis Jabatan Fungsional Tertentu dengan 37 Instansi Pembina yang tersebar di kementerian/badan/lembaga dan pemda. Kementerian Kesehatan memilih jumlah jenis Jabatan Fungsional Tertentu terbanyak sejumlah 29 jenis Jabatan Fungsional Tertentu yang sebagian besar diantaranya adalah tenaga medis. Kementarian Pertanian memiliki Jabatan Fungsional Tertentu terbanyak kedua sejumlah 8 jenis Jabatan Fungsional Tertentu.

2

Sumber: data statistik PNS yang dibuat dalam website Badan Kepegawaian Nasional, http://www.bkn.go.id/in/statistik/distribusi-pns-berdasarkan-kelompok-jenis-jabatan-dan-jenis-kelamin.html “Koalisi Masyarakat Sipil Jawa Barat untuk Birokrasi Lebih Baik” Perkumpulan Inisiatif, KalYAmandira, SDM, Walhi Jabar, P3ML , LP3E Unpad

3


Bahan Materi Kertas Rekomendasi Kebijakan v.0

Figure 2. Jumlah Jabatan Fungsional Tertentu menurut Instansi Pembina

3

Dari 114 jenis Jabatan Fungsional Tertentu tersebut, 104 diantaranya melekat di pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi ataupun kabupaten/kota. Sementara itu, sebanyak 101 jenis Jabatan Fungsional Tertentu memiliki Instansi Pembina pada kementerian/badan/lembaga di tingkat pusat. Figure 3. Jumlah Jabatan Fungsional Tertentu di Pusat 4 dan Daerah

Manajemen Mutu Organisasi sebagai Salah Satu Indikator Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik Setiap tahunnya, Kementerian PAN-RB melakukan evaluasi terhadap kinerja unit pelayanan publik, khususnya ditingkat kementerian/badan/lembaga/pemda. Instrumen yang digunakan dalam melakukan penilaian kinerja tersebut mengacu pada instrumen yang tertuang dalam PermenpanRB No. 38 Tahun 2012 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik.

3

Diolah dari data Daftar Jabatan Fungsional Tertentu yang dimuat dalam website Kementerian PAN-RB, http://menpan.go.id/sdm-aparatur/1256-daftar-jabatan-fungsional-khusus-tertentu 4 Diolah dari data Daftar Jabatan Fungsional Tertentu yang dimuat dalam website Kementerian PAN-RB, http://menpan.go.id/sdm-aparatur/1256-daftar-jabatan-fungsional-khusus-tertentu “Koalisi Masyarakat Sipil Jawa Barat untuk Birokrasi Lebih Baik� Perkumpulan Inisiatif, KalYAmandira, SDM, Walhi Jabar, P3ML , LP3E Unpad

4


Bahan Materi Kertas Rekomendasi Kebijakan v.0

Dalam Permenpan-RB tersebut ditetapkan bahwa ruang lingkup penilaian unit pelayanan publik adalah kinerja unit pelayanan publik yang meliputi 9 (sembilan) komponen, yaitu: 1). Visi, misi, dan motto pelayanan; 2). Standar pelayanan dan maklumat pelayanan; 3). Sistem, mekanisme, dan prosedur pelayanan; 4). Sumber Daya Manusia (SDM); 5). Sarana dan prasarana pelayanan; 6). Penanganan pengaduan; 7). Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM); 8). Sistem informasi pelayanan publik; dan 9). Produktivitas dalam pencapaian target pelayanan. Aspek manajemen mutu organisasi digunakan sebagai salah satu indikator penilaian pada komponen 3). Sistem, Mekanisme dan Prosedur Pelayanan dengan bobot penilaian sebesar 10%. Komponen Sistem, Mekanisme dan Prosedur Pelayanan ini berkaitan dengan sistem dan prosedur baku dalam mendukung pengelolaan pelayanan yang efektif dan efisien untuk memberikan kepuasan kepada masyarakat pengguna pelayanan. Penilaian atas Sistem, Mekanisme dan Prosedur Pelayanan menggunakan indikator yang berurutan meliputi: a). pemilikan sertifikat ISO 9001:2008 dalam menyelenggarakan pelayanan publik dengan ruang lingkup semua jenis mengacu UU No. 25 Tahun 2009; atau b). belum memiliki sertifikat ISO 9001:2008 tetapi menerapkan Sistem Manajemen Mutu (SMM); atau c). belum memiliki SMM tetapi sudah menetapkan Standar Operasional Prosedur (SOP); dan d). memiliki uraian tugas yang jelas. Terkait dengan sistem manajemen mutu untuk pemerintah daerah, telah diterbitkan ISO/IW 4:2009 Quality Management System-Guideline for ISO 9001:2008 in local government. IW 4:2009 menjadi panduan bagi organisasi di pemerintah daerah untuk dapat mencapai standar manajemen mutu ISO 9001:2008. Indikator di atas memperlihatkan bahwa unit pelayanan publik idealnya memenuhi standar dan memiliki sertifikat ISO 9001:2008 dalam menyelenggarakan pelayanannya. Jikapun tidak, yang paling minimal organisasi tersebut cukup memiliki SOP dan uraian tugas yang jelas sebagai panduan bagi aparatur di organisasi tersebut. Dari berbagai pemberitaan di media massa, ditemukan sejumlah organisasi pemerintah daerah di beberapa wilayah telah mendapatkan sertifikat ISO 9001:2008. Organisasi pemerintah daerah yang sudah memenuhi standar ISO tersebut tersebut mulai dari organisasi setingkat dinas, BLUD hingga kecamatan. Berdasarkan pada uraian di atas, guna memastikan bahwa setiap organisasi atau unit pelayanan publik tersebut memiliki kualitas Sistem, Mekanisme dan Prosedur Pelayanan yang dapat diandalkan, maka aparatur yang bekerja di organisasi tersebut harus memiliki/sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan untuk mencapai standar ISO 9001:2008.

Penyesuaian Kebijakan: Implikasi Pengembangan Standar Kompetensi Aparatur Sipil Negara Jika dicermati lebih dalam proses reformasi birokrasi sebagaimana tertuang dalam Grand Design dan Road Map Reformasi Birokrasi, disebutkan bahwa pengembangan model dan standar “Koalisi Masyarakat Sipil Jawa Barat untuk Birokrasi Lebih Baik� Perkumpulan Inisiatif, KalYAmandira, SDM, Walhi Jabar, P3ML , LP3E Unpad

5


Bahan Materi Kertas Rekomendasi Kebijakan v.0

kompetensi aparatur harus merujuk pada hasil Analisis Jabatan yang dihasilkan oleh organisasi pemerintah sebagaimana diatur dalam Permenpan-RB No. 33 Tahun 2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan. Analisis jabatan yang dibuat harus merujuk pada struktur organisasi yang sudah dipilih dengan mengacu pada kewenangan dan fungsi organisasi sebagaimana diatur dalam PP No. 28 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. 5

Figure 4. Proses Reformasi Birokrasi pada Kementerian/badan/lembaga/Pemda

Hal di atas bermuara pada visi, Redefinisi Visi, misi, strategi dan Akuntabilitas Standar Kinerja Penyusunan Misi ,Strategi Kinerja Instansi dan Sasaran Organisasi IKU Pemerintah Organisasi sasaran yang Penguatan Penguatan ditetapkan oleh Perbaikan Penetapan Standar Pelayanan Unit Kerja Unit Kerja Kewenangan/ Organisasi Pelayanan organisasi Fungsi Target Kinerja Layanan pemerintah dalam Pendidikan dan Restrukturisasi Analisis Beban Perencanaan Rekrutmen dan Pelatihan dokumen rencana Berbasis Organisasi Kerja Pegawai Seleksi Kompetensi strategis organisasi Pengembangan Pengembangan Asesmen Standar Model Kompetensi Kompetensi tersebut. Panduan Kompetensi Individu Jabatan terkait perumusan Pengembangan Pengembangan Database Analisis Indikator Karir Kepegawaian Jabatan visi, misi, strategi Kinerja Jabatan dan sasaran Penilaian Evaluasi Pemeringkatan Perbaikan Kinerja Jabatan Jabatan Tatalaksana/ Pegawai organisasi Proses Bisnis pemerintah di Penetapan Pemberian Pengembangan Tunjangan Tunjangan Perbaikan SOP e-Office dan eKinerja Kinerja daerah diatur secara Government rinci dalam PENATAAN PERUBAHAN UU MANAJEMEN PERUBAHAN PENGUATAN PENGAWASAN INTERNAL Permendagri No. 54 QUICK WINS Tahun 2010 tentang Pelaksanaan PP No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Asesmen Organisasi Saat Ini

Profil Birokrasi K/L dan Pemda 2014

Merujuk pada uraian sebelumnya, visi, misi, strategi dan sasaran organisasi yang diturunkan menjadi standar kinerja dan standar (manajemen mutu) pelayanan organisasi pemerintah menjadi pondasi dalam menentukan model dan standar kompetensi aparatur sipil negara yang bekerja di organisasi tersebut. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa pengembangan model dan standar kompetensi aparatur belum dapat dirumuskan jika belum memenuhi prasyarat sebagai berikut:  

5

Adanya rumusan visi, misi, strategi dan sasaran organisasi pemerintah daerah yang jelas Adanya rumusan standar manajemen mutu organisasi pemerintah daerah yang diantaranya memuat:

Dicuplik dari materi presentasi Ismail Mohamad, Deputi Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi/Ketua Unit Pengelola Reformasi Birokrasi Nasional, Disampaikan pada Acara Rapat Penyusunan Analisa dan Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Polri TA.2010, Jakarta, 3 Maret 2011 “Koalisi Masyarakat Sipil Jawa Barat untuk Birokrasi Lebih Baik” Perkumpulan Inisiatif, KalYAmandira, SDM, Walhi Jabar, P3ML , LP3E Unpad

6


Bahan Materi Kertas Rekomendasi Kebijakan v.0

 

 Kebijakan tentang standar kinerja organisasi  Kebijakan tentang standar pelayanan organisasi  Kebijakan tentang standar analisis jabatan dan beban kerja aparatur Didefinisikannya target-target kinerja organisasi pemerintah daerah yang jelas dan terukur Adanya rumusan struktur organisasi pemerintah daerah yang mencerminkan kompetensi organisasi dalam rangka pencapaian standar manajemen mutu pelayanan organisasi

Jika dipetakan aspek-aspek yang harus dirujuk beserta dasar kebijakannya dalam penentuan standar kompetensi aparatur di daerah, ditemukan setidaknya terdapat 3 (tiga) aturan perundangundangan yang harus dicermati selain UU ASN. Ketiga aturan perundang-undangan tersebut adalah: UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. F i g u r e 5 . B a g a n K e t Kerkaitan Regulasi Pengembangan Model dan Standar Kompetensi ASN

UU No. 25 Tahun 2004 yang dijabarkan lebih lanjut ke dalam PP No. 8 Tahun 2008 dan Permendagri No. 54 Tahun 2010 digunakan sebagai rujukan bagi organisasi pemerintah daerah untuk merumuskan visi, misi, strategi dan sasaran organisasi pemerintah daerah. Terkait dengan penataan kewenangan dan organisasi pemerintah daerah, PP No. 41 Tahun 2007 dan PP No. 38 Tahun 2007 sebagai penjabaran dari UU No. 32 Tahun 2004 menjadi rujukan bagi pemerintah daerah. UU No. 25 Tahun 2009 yang salah satunya aspeknya dijabarkan melalui Permenpan RB Tahun 38 Tahun 2012 menjadi rujukan bagi pemerintah daerah dalam menyusun standar kinerja organisasi pemerintah daerah. Selain undang-undang di atas, UU No. 25 Tahun 2004 dan UU No. 32 Tahun 2004 pun menjadi rujukan dalam merummuskan standar pelayanan dan target kinerja organisasi pemerintah daerah. “Koalisi Masyarakat Sipil Jawa Barat untuk Birokrasi Lebih Baik” Perkumpulan Inisiatif, KalYAmandira, SDM, Walhi Jabar, P3ML , LP3E Unpad

7


Bahan Materi Kertas Rekomendasi Kebijakan v.0

Sementara itu, UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah menjadi UU ASN, menjadi rujukan dalam menentukan analisis jabatan serta pengembangan model dan standar kompetensi aparatur pemerintah daerah. Dalam UU ASN, terdapat mandat untuk membuat regulasi turunan berupa peraturan pemerintah dan peraturan menteri yang menjabarkan beberapa aspek yang belum diatur dengan jelas dalam undang-undang tersebut. Dari 26 aturan turunan yang diamanatkan oleh UU ASN, diantaranya terdapat 3 peraturan pemerintah yang harus dibuat yang didalamnya mengatur tentang kompetensi aparatur sipil negara sebagai berikut: Figure 6. Substansi dalam UU ASN yang Memerlukan Penjabaran Lebih Lanjut oleh Aturan Perundang-Undangan Turunannya

No.

Jenis Peraturan

Substansi yang Perlu dijabarkan

Rujukan Pasal Dalam UU

1.

Peraturan Pemerintah

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengisian jabatan pimpinan tinggi. (penetapan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan dan integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan Jabatan Pimpinan Tinggi)

Pasal 19 ayat (4)

2.

Peraturan Pemerintah

Ketentuan lebih lanjut mengenai pangkat, tata cara pengangkatan PNS dalam jabatan, kompetensi jabatan, klasifikasi jabatan, dan tata cara perpindahan antar Jabatan Administrasi dan Jabatan Fungsional

Pasal 68 ayat (7)

3.

Peraturan Pemerintah

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan karier, pengembangan kompetensi, pola karier, promosi, dan mutasi PNS.

Pasal 74

Sebagaimana diuraikan sebelumnya, aspek kompetensi aparatur banyak ditekankan dalam UU ASN. Jika mencermati uraian pada paragraf-paragraf sebelumnya, pengembangan model dan standar kompetensi aparatur banyak dipengaruhi aspek lainnya yang diatur oleh aturan perundangundangan yang berbeda. Oleh karenanya, guna memastikan bahwa model pengembangan dan standar kompetensi aparatur yang disusun mendukung terciptanya standar kinerja dan standar manajemen mutu pelayanan organisasi pemerintah yang handal, maka sudah selayaknya ketiga undang-undang beserta regulasi turunannya tersebut dijadikan rujukan. Termasuk diantaranya jika diperlukan untuk dilakukan perubahan-perubahan terhadap ketiga peraturan perundang-undangan di atas dan atau aturan turunannya. Ataupun sebaliknya, bahwa regulasi turunan UU ASN yang berkaitan dengan aspek pengembangan model dan standar kompetensi harus menyesuaikan terhadap ketiga aturan perundang-undangan tersebut. Undang-undang mana yang harus disesuaikan terhadap undang-undang lainnya tentu bisa dilakukan jika terdapat penjelasan tentang undang-undang mana yang menjadi “payung� bagi undang-undang lainnya. Mengingat bahwa penulis bukan ahli hukum perundang-undangan, maka penulis tidak dapat merekomendasikan undang-undang mana yang harus menjadi rujukan utama.

“Koalisi Masyarakat Sipil Jawa Barat untuk Birokrasi Lebih Baik� Perkumpulan Inisiatif, KalYAmandira, SDM, Walhi Jabar, P3ML , LP3E Unpad

8


Bahan Materi Kertas Rekomendasi Kebijakan v.0

Tantangan dan Peluang Pengembangan Standar Kompetensi Aparatur Sipil Negara Beberapa tantangan yang harus dihadapi terkait dengan upaya untuk membuat rumusan pengembangan kompetensi dan standar kompetensi aparatur sipil negara sebagaimana dimandatkan dalam UU ASN adalah sebagai berikut: a) Koordinasi dengan kementerian/badan/lembaga lainnya; Merujuk pada uraian sebelumnya tentang keterkaitan aturan perundang-undangan terkait pengembangan kompetensi dan standar kompetensi aparatur, masing-masing aturan perundang-undangan tersebut memiliki kementerian/badan/lembaga tertentu menggawanginya. Sebagai contoh: Kementerian Dalam Negeri selama ini menggawangi dan mengkoordinasikan pemerintah daerah dalam hal penataan organisasi, perencanaan penganggaran hingga pelayanan publik di sektor tertentu. Bappenas menjadi badan negara bertanggung jawab menggawangi proses perencanaan pembangunan di daerah bersamasama dengan Kementerian Dalam Negeri. Badan Kepegawaian Nasional menggawangi urusan kepegawaian di daerah. Sementara Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi diantaranya menggawangi evaluasi kinerja dan pembinaan aparatur di daerah. Mengingat banyaknya kementerian/badan/lembaga di tingkat pusat yang berkepentingan terhadap urusan di daerah, maka diperlukan koordinasi yang solid dan berkelanjutan bagi setiap kementerian/badan/lembaga tersebut. Hal ini diperlukan agar terjadi sinkronisasi berbagai regulasi yang berkaitan dengan pengembangan kompetensi dan standar kompetensi aparatur di daerah sebagaimana diuraikan pada bagian sebelumnya. Jika diperlukan, Presiden dapat menunjuk salah satu kementerian/badan/lembaga sebagai koordinator untuk seluruh urusan di daerah. b) Dukungan regulasi di tingkat daerah; UU ASN secara tegas menyatakan bahwa urusan aparatur sipil negara nantinya akan menjadi urusan pemerintah pusat. Namun demikian, urusan-urusan lainnya yang pada bagian sebelumnya diuraikan memiliki pengaruh besar dalam pengembangan standar kompetensi aparatur masih menjadi urusan pemerintah daerah. Urusan-urusan tersebut diantaranya: penataan organisasi pemerintah daerah, perencanaan dan anggaran pembangunan serta penyelenggaraan pelayanan publik setiap urusan pemerintah daerah. Oleh karena itu, peraturan pemerintah ataupun peraturan menteri yang dimandatkan untuk dibuat oleh UU ASN harus mencantumkan kewajiban daerah untuk membuat kebijakan daerah untuk beberapa aspek yang menjadi urusan pemerintah daerah. c) Kapasitas sumber daya manusia aparatur sipil negara di daerah; Sudah menjadi rahasia umum bahwa di sebagian besar daerah kapasitas SDM aparatur menjadi salah satu persoalan terbesar dalam tata kelola pemerintahan di daerah. Oleh “Koalisi Masyarakat Sipil Jawa Barat untuk Birokrasi Lebih Baik� Perkumpulan Inisiatif, KalYAmandira, SDM, Walhi Jabar, P3ML , LP3E Unpad

9


Bahan Materi Kertas Rekomendasi Kebijakan v.0

karenanya, rumusan pengembangan kompetensi dan standar kompetensi aparatur harus merujuk pada data riil kapasitas aparatur di daerah saat ini. Namun demikian, sistem manajemen mutu yang dibuat di masing-masing organisasi pemerintah daerah harus berorientasi pada ISO 9001:2008. d) Pembinaan dan pengawasan; Dengan pertimbangan bahwa proses rekrutmen, mutasi, promosi dan demosi aparatur di daerah sangat rentan terhadap praktek KKN, maka pembinaan dan pengawasan dalam hal adanya peluang pengembangan kompetensi bagi aparatur menjadi hal penting yang harus diperhatikan. Oleh karenanya, aspek pembinaan dan pengawasan menjadi tumpuan penting dalam rumusan sistem manajemen mutu yang harus dibuat oleh setiap organisasi pemerintah daerah. Pada sisi lain, terdapat beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong terjadinya penyempurnaan dalam sistem manajemen mutu organisasi di daerah. Peluang tersebut adalah upaya revisi UU No. 32 Tahun 2004 yang saat ini sedang berlangsung dan rencana dilakukannya revisi UU No. 25 Tahun 2004. Hal-hal yang berpengaruh terhadap pengembangan kompetensi dan perumusan standar kompetensi aparatur sebagaimana diuraikan sebelumnya selayaknya diupayakan untuk menjadi materi pembahasan dalam proses revisi kedua undang-undang tersebut.

Kesimpulan Standar kompetensi aparatur sipil negara sebagaimana dimandatkan dalam UU ASN selayaknya sejalan dengan standar manajemen mutu yang dikembangkan oleh masing-masing organisasi pemerintah. Standar manajemen mutu organisasi merupakan pengejawantahan dari aspek sistem, prosedur dan mekanisme pelayanan yang akan diberikan oleh masing-masing organisasi pemerintah khususnya bagi organisasi pemerintah yang memiliki unit pelayanan publik. Sayangnya dalam undang-undang tersebut tidak ada satu pasal atau ayat yang secara menjelaskan bahwa penentuan standar kompetensi aparatur pada organisasi pemerintah harus berdasarkan pada standar manajemen mutu yang ditetapkan oleh organisasi tersebut. Sebagaimana diuraikan dalam Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, guna memastikan bahwa setiap organisasi atau unit pelayanan publik tersebut memiliki kualitas Sistem, Mekanisme dan Prosedur Pelayanan yang dapat diandalkan, maka aparatur yang bekerja di organisasi tersebut harus memiliki/sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan untuk mencapai standar ISO 9001:2008. Terkait dengan sistem manajemen mutu untuk pemerintah daerah, telah diterbitkan ISO/IW 4:2009 Quality Management System-Guideline for ISO 9001:2008 in local government. IW 4:2009 menjadi panduan bagi organisasi di pemerintah daerah untuk dapat mencapai standar manajemen mutu ISO 9001:2008.

“Koalisi Masyarakat Sipil Jawa Barat untuk Birokrasi Lebih Baik� Perkumpulan Inisiatif, KalYAmandira, SDM, Walhi Jabar, P3ML , LP3E Unpad

10


Bahan Materi Kertas Rekomendasi Kebijakan v.0

Merujuk pada Grand Design dan Road Map Reformasi Birokrasi, visi, misi, strategi dan sasaran organisasi yang diturunkan menjadi standar kinerja dan standar (manajemen mutu) pelayanan organisasi pemerintah menjadi pondasi dalam menentukan model dan standar kompetensi aparatur sipil negara yang bekerja di organisasi tersebut. Dengan kata lain, pengembangan model dan standar kompetensi aparatur belum dapat dirumuskan jika belum dipenuhi prasyarat perencanaan pembangunan serta penataan manajemen mutu terkait kinerja dan pelayanan organisasi yang baik, didefinisikannya target-target kinerja organisasi pemerintah daerah yang jelas dan terukur serta adanya rumusan struktur organisasi pemerintah daerah yang mencerminkan kompetensi organisasi dalam rangka pencapaian standar manajemen mutu pelayanan organisasi. Selain UU ASN, setidaknya terdapat 3 (tiga) aturan perundang-undangan yang berkaitan langsung dengan penentuan standar kompetensi aparatur di daerah. Ketiga aturan perundang-undangan tersebut adalah: UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Guna memastikan bahwa model pengembangan dan standar kompetensi aparatur yang disusun mendukung terciptanya standar kinerja dan standar manajemen mutu pelayanan organisasi pemerintah yang handal, maka sudah selayaknya ketiga undang-undang beserta regulasi turunannya tersebut dijadikan rujukan dalam pembuatan regulasi turunan dari UU ASN. Beberapa tantangan yang harus dihadapi terkait dengan upaya untuk membuat rumusan pengembangan kompetensi dan standar kompetensi aparatur sipil negara sebagaimana dimandatkan dalam UU ASN diantaranya adalah: a). Koordinasi lintas kementerian/badan/lembaga; b). Dukungan regulasi dari tingkat daerah; c). Kapasitas sumber daya manusia aparatur di daerah; dan d). Pembinaan dan pengawasan. Pada sisi lain, terdapat beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong terjadinya penyempurnaan dalam sistem manajemen mutu organisasi di daerah. Peluang tersebut adalah upaya revisi UU No. 32 Tahun 2004 yang saat ini sedang berlangsung dan rencana dilakukannya revisi UU No. 25 Tahun 2004. Hal-hal yang berpengaruh terhadap pengembangan kompetensi dan perumusan standar kompetensi aparatur sebagaimana diuraikan sebelumnya selayaknya diupayakan untuk menjadi materi pembahasan dalam proses revisi kedua undang-undang tersebut. Terakhir, reformasi birokrasi merupakan pekerjaan besar karena menyangkut sistem besar negara yang mengalami tradisi buruk untuk kurun yang cukup lama. Untuk memutus tradisi lama dan menciptakan tatanan dan tradisi baru, perlu kepemimpinan yang kuat dan yang memiliki komitmen. Kepemimpinan yang kuat berarti hadirnya pemimpin-pemimpin yang berani dan tegas dalam membuat keputusan6.

6

Harjapamekas, Eri Riyana, “Reformasi Birokrasi sebagai Syarat Penegakan dan Pemberantasan KKN�, makalah yang disampaikan pada Seminar Pembangunan Nasional VIII Depkumham, 2003 “Koalisi Masyarakat Sipil Jawa Barat untuk Birokrasi Lebih Baik� Perkumpulan Inisiatif, KalYAmandira, SDM, Walhi Jabar, P3ML , LP3E Unpad

11


Bahan Materi Kertas Rekomendasi Kebijakan v.0

Daftar Pustaka Osborne, David, “Reinventing Government”, Public Produtivity a Management Review, vol. XVI, no. 4, Summer, Jossey-Bass Publishers,1993 Kamarck, Dr. Elaine Ciulla, “The End of Government (As We Know It)”, Market Based Governance, edited by John Donahue and Joseph S. Nye, Jr. forthcoming, Brookings Press, 2001 Domai, Tjahjanulin, “Sound Governance”, Malang, Universitas Brawijaya Press, 2011, Abstrak Jurnal Analisis Sosial Akatiga Vol 17, “Menata Ulang Praktek Good Governance di Indonesia”, Akatiga, 2012

“Koalisi Masyarakat Sipil Jawa Barat untuk Birokrasi Lebih Baik” Perkumpulan Inisiatif, KalYAmandira, SDM, Walhi Jabar, P3ML , LP3E Unpad

12


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.