15 Rakyat Bicara dengan Data

Page 1

RAKYAT RAKYAT BICARA BICARA 1,800 M 1,600 M

90% 81%

80% 73%

1,400 M

68%

70%

66%

1,200 M

56%

1,000 M

50% 44%

800 M 34%

32%

600 M 400 M

60%

40% 30%

27%

20%

19%

200 M

10%

-

0% 2009

2010

2011

2012

Belanja Tidak Langsung

Belanja Langsung

Belanja Tidak Langsung

Belanja Langsung

2013


RAKYAT BICARA DENGAN DATA

Diterbitkan oleh :

978- 602- 17870- 2- 1


RAKYAT BICARA DENGAN DATA Bunga Rampai Kajian Pelaksanaan Program-Program Pemerintah Daerah di Tujuh Kabupaten/Kota di Jawa Barat Oleh Siswa Sekolah Politik Anggaran Kelas Dasar Angkatan Jari Ra Hyang (Jaringan Inisiatif Rakyat Parahyangan)


RAKYAT BICARA DENGAN DATA

Para Penulis : Siswa Sekolah Politik Anggaran (SEPOLA) 2014-2015 Kelas Dasar Angkatan Jari Ra Hyang (Jaringan Inisiatif Rakyat Parahyangan) Kata Pengantar: Donny Setiawan (Perkumpulan Inisiatif)

2015 ; viii + 179 ; 23 x 15.5 Cm ISBN : 978-602-17870-2-1

Editor: Diding Sakri (Perkumpulan Inisiatif) Wulandari (Perkumpulan Inisiatif) Sampul dan Penata Letak: Syahbudin Rahman Cetakan Pertama, Juni 2015 Diterbitkan oleh : Perkumpulan INISIATIF Jl. Suryalaya XVIII No. 23, Bandung 40265 Jawa Barat Tlp/Fax : (022) 7331105 Email : inisiatif@inisiatif.org Website : www.inisiatif.org Didukung oleh : Yayasan Tifa

ii


TIM REDAKSI BUKU 1. Dampak Sosial Ekonomi Pembangunan Jalan Tol Cisumdawu terhadap Rumah Tangga Miskin di Ruas Jalan Interchange Proyek Seksi-II Tanjungsari – Sumedang Tim Penulis: a. Yoga Utama, SP b. Peri Gunadi c. Ruhiat 2. Analisis Anggaran di Desa Sukamandi dan Desa Curug Rendeng Kabupaten Subang dalam Sektor Kesehatan Tim Penulis: a. Haerudin Inas b. Hamdan c. Heru Ginanjar 3. Kajian Belanja Hibah Kota Bandung Tahun 2013 dan 2014 Tim Penulis: a. Destri Tsurayya Istiqamah b. Nida Siti Hamidah c. Mega Dwi Anggraeni 4. Kajian Tentang Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat Mengenai Mekanisme Insentif untuk Guru Honor Sekolah dan Madrasah (GHS/M) Tim Penulis: a. Asep Rosidin b. Lukmanul Hakim c. Yadi Mulyadi 5. Analisa Program-Program Penanggulangan Kemiskinan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung yang disalurkan ke Desa Tarumajaya untuk Peningkatan Ekonomi Warga Miskin di Tahun 20102014 Tim Penulis: a. Agus Suryadi b. Rian Irawan Sugesti c. Arif Destriad iii


d. Sandi Ramdani e. Rukmana 6. Kajian Efektivitas Program Pengadaan Rusunawa Melong Kota Cimahi Tim Penulis: a. Meiki Wemly Paendong b. Ari Syahril Ramadhan 7. Pengaruh Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Garut Terhadap Penanggulangan Kemiskinan Masyarakat Perkotaan di Kabupaten Garut Tim Penulis: a. Fujia, S.Pd b. Ulumudin, SP c. Halim Ramdani d. Tatang Kurnadi

Tim Pelaksana Sekolah Politik Anggaran (SEPOLA): 1. Donny Setiawan (Perkumpulan Inisiatif) 2. Nandang Suherman (Perkumpulan Inisiatif) 3. Wulandari (Perkumpulan Inisiatif) 4. Dadan Ramdan (Perkumpulan Inisiatif) 5. Juandi Rewang (Perkumpulan Inisiatif) 6. Rizki Estrada (Perkumpulan Inisiatif) 7. Heri Ferdian (Forum Diskusi Anggaran/FDA) 8. Rifal Zaelani (Forum Diskusi Anggaran/FDA) 9. Edi Surahman (Masyarakat Peduli Anggaran Garut/MAPAG) 10. Zenni Muryaman (Pusat Pengkajian dan Pengembangan Masyarakat Lokal/ P3ML Kabupaten Sumedang) 11. Nana Sukarna (Pergerakan Inisiatif Rakyat Subang/PIRS)

iv


KATA PENGANTAR Pembaca yang cerdas dan budiman, Kitab RAKYAT BICARA DENGAN DATA (RBDD) yang kini berada dalam tatapan mata pembaca adalah buku langka. Bahan bacaan yang tak akan didapat di pasaran. Buku ini merupakan bunga rampai tulisan rakyat tentang pelaksanaan program-program Pemerintah Daerah di tujuh kabupaten/kota di Jawa Barat. Kitab RBDD ini bercerita tentang pandangan dan pendapat rakyat terhadap pelaksanaan tata kelola pemerintahan oleh penyelenggara negara. Yang menarik, dalam RBDD, para penulis menyampaikan pandangan dan pendapatnya dengan berlandaskan fakta dan data yang mereka kumpulkan dengan susah payah. Jargon keterbukaan informasi publik memang telah menjadi komitmen pemerintah yang dituangkan dalam aturan perundangundangan. Pada kenyataannya, masih banyak lembaga atau instansi yang berusaha menutup nutupi akses informasi rakyat. Sepertinya mereka masih khawatir jika rakyat memiliki data, maka rakyat akan lebih banyak bicara. Mereka sadar betul bahwa ketika rakyat banyak bicara, maka ruang manipulasi dan penyelewengan pejabat publik akan semakin sempit. Hal menarik lainnya, para penulis berasal dari berbagai kalangan. Mulai dari pemuda desa yang tidak mengenyam bangku pendidikan tinggi sampai dengan para jurnalis yang sehari-hari memang sudah berurusan dengan kebutuhan akan data. Menarik, karena ternyata setelah melalui proses belajar bersama dalam Sekolah Politik Anggaran (SEPOLA) mereka bisa sama-sama menghasilkan hasil kajian. Kualitasnya mungkin berbeda namun hakekatnya sama, jika mau belajar rakyat bisa menggunakan data untuk bicara. Ketika rakyat sudah bicara dengan data, maka lidah mereka terasa lebih tajam. Ruang gelap kebijakan dan program pemerintah bisa dibedah dan dibuat terang benderang. Jika semakin banyak rakyat yang melakukan tindakan serupa itu, maka tak akan ada lagi ruang gelap dalam proses perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan program pembangunan. Ruang gelap inilah yang biasa menjadi tempat bagi “para tuyul anggaran� memanipulasi dan mencuri uang rakyat.

v


buku ini bukan kitab pengajaran. Ini adalah kumpulan tulisan pengalaman kongkrit rakyat dalam memberantas penyakit buta anggaran dan buta kebijakan. Meskipun bukan kitab pengajaran hasil karya para peneliti profesional, namun buku ini sepertinya layak untuk menjadi sumber pembelajaran. Pada penghujung kata pengantar ini, mari kita sama-sama berkhidmat dan berdoa. Semoga para penulis yang tergabung dalam Jaringan Inisiatif Rakyat Parahyangan (Jari Ra Hyang) ini bisa terus melanjutkan gerakannya untuk mendorong tata kelola pemerintahan yang lebih baik melalui kajiankajian selanjutnya. Semoga inisiatif mereka menjadi inspirasi bagi Indonesia. Karena Indonesia yang lebih baik akan tercipta ketika rakyat sudah bisa bicara dengan lidah yang tajam. Bicara dengan data yang akurat dan sulit dibantah. Rakyat tak lagi butuh pihak lain untuk menyambung lidahnya. Salam hangat untuk Anda, Pembaca yang Cerdas dan Budiman, dari Kami di Ibu Kota Parahyangan.

Donny Setiawan Direktur Perkumpulan Inisiatif

vi


DAFTAR ISI Tim Redaksi Buku ............................................................................. Kata Pengantar .................................................................................. Daftar Isi ............................................................................................

iii iv vii

1. Abstrak Hasil Penelitian Siswa Sekolah Politik Anggaran (SEPOLA) di Tujuh Kabupaten/Kota di Jawa Barat 1.1

1.2

1.3 1.4

1.5

1.6 1.7

Abstrak Dampak Sosial Ekonomi Pembangunan Jalan Tol Cisumdawu terhadap Rumah Tangga Miskin di Ruas Jalan Interchange Proyek Seksi-II Tanjungsari – Sumedang ................................................... Abstrak Analisis Anggaran di Desa Sukamandi dan Desa Curug Rendeng Kabupaten Subang dalam Sektor Kesehatan ............................................................... Abstrak Kajian Belanja Hibah Kota Bandung Tahun 2013 dan 2014 ............................................................................ Abstrak Kajian Tentang Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat Mengenai Mekanisme Insentif untuk Guru Honor Sekolah dan Madrasah (GHS/M) .......................................................... Abstrak Analisa Program-Program Penanggulangan Kemiskinan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung yang disalurkan ke Desa Tarumajaya untuk Peningkatan Ekonomi Warga Miskin di Tahun 2010-2014 ..................... Abstrak Kajian Efektivitas Program Pengadaan Rusunawa Melong Kota Cimahi ......................................................... Abstrak Pengaruh Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Garut Terhadap Penanggulangan Kemiskinan Masyarakat Perkotaan di Kabupaten Garut........................

3

6 9

12

14 17

19

2. Laporan Hasil Penelitian Siswa Sekolah Politik Anggaran (SEPOLA) di Tujuh Kabupaten/Kota di Jawa Barat 2.1

Dampak Sosial Ekonomi Pembangunan Jalan Tol Cisumdawu terhadap Rumah Tangga Miskin di Ruas Jalan Interchange Proyek Seksi-II vii


2.2

2.3 2.4

2.5

2.6 2.7

viii

Tanjungsari – Sumedang .................................................... Analisis Anggaran di Desa Sukamandi dan Desa Curug Rendeng Kabupaten Subang dalam Sektor Kesehatan .................................................. Kajian Belanja Hibah Kota Bandung Tahun 2013 dan 2014............................................................................. Kajian Tentang Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat Mengenai Mekanisme Insentif untuk Guru Honor Sekolah dan Madrasah (GHS/M) ............................................................ Analisa Program-Program Penanggulangan Kemiskinan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung yang disalurkan ke Desa Tarumajaya untuk Peningkatan Ekonomi Warga Miskin di Tahun 2010-2014 ...................... Kajian Efektivitas Program Pengadaan Rusunawa Melong Kota Cimahi ........................................................... Pengaruh Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Garut Terhadap Penanggulangan Kemiskinan Masyarakat Perkotaan di Kabupaten Garut .......................

25

57 73

117

122 142

163


Bagian 1 Abstrak Hasil Penelitian Siswa Sekolah Politik Anggaran (SEPOLA) di Tujuh Kabupaten/Kota di Jawa Barat



Judul: Dampak Sosial Ekonomi Pembangunan Jalan Tol Cisumdawu terhadap Rumah Tangga Miskin di Ruas Jalan Interchange Proyek Seksi-II Tanjungsari – Sumedang Tim Penulis: 1. Yoga Utama, SP 2. Peri Gunadi 3. Ruhiat Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi masyarakat Desa Citali dan Desa Ciptasari Kecamatan Pamulihan, yang terkena langsung proyek jalan tol Cisumdawu di jalur interchange seksi-II Tanjungsari-Sumedang. Penelitian mencoba membandingkan kondisi sebelum adanya pembangunan jalan tol Cisumdawu dan pasca pembangunan jalan tol, serta dampak sosial ekonomi yang diakibatkan oleh pembangunan tersebut, dikarenakan ketika terjadinya suatu pembangunan maka akan menimbulkan perubahan sosial. Lingkup kajian ini terbatas pada aspek sosial ekonomi, untuk melihat perubahan akibat dari pembangunan jalan tol Cisumdawu terhadap komponen-komponen ekonomi rumah tangga (tingkat pendapatan, pengeluaran,dll), sumberdaya alam (pola kepemilikan aset, aksesibilitas,dll) yang bernilai ekonomi dan ekonomi lokal (kesempatan kerja dan usaha, kegiatan sektor informal, dll) bagi rumah tangga miskin. Metode pemilihan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel tak acak atau non-probabilitas sampling. Adapun teknik pengambilan sampel dipilih dengan menggunakan sampel kuota (quota sampling) atau berdasarkan jumlah. Dengan pengertian bahwa jumlah sampel yang dipilih tertentu dijadikan anggota sampel serta yang paling mudah diperoleh sesuai yang dikehendaki peneliti. Analisis yang digunakan pada penelitian ini menggunakan kombinasi antara analisis kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan anggapan dan pengalaman responden mengenai dampak baik dan buruk dari pembangunan jalan tol Cisumdawu. Sisi positif diantaranya: (i) mengurangi kemacetan wilayah kota, (ii) jalur 3


distribusi barang lancar, (iii) kerusakan jalan berkurang, (iv) masyarakat yang mendapatkan ganti untung, (iv) harga tanah meningkat dan akses untuk perumahan meningkat, (v) bisa menghubungkan Cileunyi dan Ujungjaya (Ujung Barat Sumedang sampai Timur Sumedang), (vi) mempercepat akselerasi arus lalu lintas barang, (vii) mengurangi beban jalan cadas pangeran karena dialihkan ke jalan tol, sehingga berdampak usia ketahanan jalan cadas pangeran semakin panjang, (viii) salah satu upaya percepatan pembangunan dan mempermudah aksesibilitas, dan (ix) banyak warga desa menjadi pekerja di proyek jalan tol. Sementara itu, pandangan lainnya yang bersifat negatif diantaranya, Sumedang akan sepi dari aktifitas pengunjung dari luar yang singgah di Sumedang sehingga jumlah pelanggan warung dan rumah makan akan berkurang. Dalam proses perencanaan dan pembangunan pun masalah selalu akan muncul, seperti konflik tentang ganti rugi di tingkat masayarakat, tata letak administrasi kewilayahan terganggu dengan perubahan geografis karena banyak tanah warga yang terpakai jalan tol, polusi debu dan kebisingan serta tekanan fisik tanah yang menimbulkan keretakan, serta lahan pertanian beralih fungsi menjadi lahan tidak produktif. Selanjutnya beberapa pandangan, pendapat dan penilaian dari sisi rumah tangga miskin, diantaranya: sebanyak 50% menyetujui adanya pembangunan jalan tol Cisumdawu, dan sebanyak 37% rumah tangga tidak setuju dengan adanya proyek tersebut, diikuti sebanyak 13% rumah tangga yang ragu-ragu terhadap proyek tersebut. Pembinaan, bantuan permodalan dan usaha serta peluang bekerja merupakan harapan utama bagi 30 rumah tangga miskin yang seyogyanya dapat direalisasikan oleh pemerintah Kabupaten Sumedang maupun pihak penyelenggara proyek selama kegiatan pembangunan berjalan maupun saat jalan tol beroperasi. Aspek keselamatan berlalu lintas, perbaikan dan adanya pengamanan jalan serta saluran pembuangan air/limbah merupakan harapan masyarakat selama kegiatan pembangunan berjalan untuk dapat segera dibenahi oleh penyelenggara proyek jalan tol Cisumdawu maupun pemerintahan Kabupaten Sumedang. Pelibatan rumah tangga miskin dalam setiap kegiatan sosialisasi merupakan harapan yang dikemukakan oleh 30 KK miskin terkait perkembangan kegiatan pembangunan proyek jalan tol. Sehingga dapat memberikan kesempatan bagi masyarakat miskin di dalam 4


pengambilan keputusan, yang tidak hanya diwakilkan oleh Ketua RW atau RT. Bentuk kompensasi akibat kegiatan pembangunan seperti polusi udara, debu, pecahan material, kebisingan alat berat, bangunan rumah yang retak akibat getaran diharapkan dapat direalisasikan bagi penyelenggara proyek dari 30 KK Miskin. Rekomendasi 1. Pemerintah Kabupaten Sumedang beserta penyelenggara proyek jalan tol Cisumdawu, diharapkan dapat lebih memperhatikan kelompok masyarakat miskin, yang secara khusus bermukim dijalur rencana interchange. Dari jumlah populasi rumah tangga miskin yang terkena jalur interchange seksi-II yang berlokasi di Desa Citali dan Ciptasari, terdapat 499 kepala keluarga miskin yang bisa jadi memiliki harapan yang serupa dengan 30 KK yang diidentifikasi pada kajian ini. 2. Ada baiknya pemerintahan Kabupaten Sumedang, melakukan kajian atau penelitian terhadap rumah tangga miskin di 6 (enam) titik jalur interchange lainnya, sebagai landasan penyusunan program pengembangan ekonomi kerakyatan bagi masyarakat kurang mampu. Atau sebagai landasan untuk mengaplikasikan program dan kegiatan yang sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang. 3. Bentuk kompensasi akibat kegiatan pembangunan jalan tol, diharapkan dapat tepat program dan sasaran. Dari 30 KK miskin yang dikaji masih belum memadai dari akses air bersih dan sanitasi, serta kondisi bangunan rumah yang secara umum terbangun dari kayu dan bilik dengan fasilitas energi listrik yang masih mengandalkan dari tetangganya. Dari 30 KK miskin tersebut, memungkinkan dialami bagi 469 KK lainnya di Desa Citali dan Ciptasari, atau KK miskin lainnya di rencana lokasi interchange jalan tol Cisumdawu. 4. Pemerintahan Kabupaten Sumedang diharapkan dapat mulai merumuskan skema terkait perubahan ulang peta blok, tata wilayah desa, maupun NJOP bagi aparatur pemerintahan desa.

5


Judul: Analisis Anggaran di Desa Sukamandi dan Desa Curug Rendeng Kabupaten Subang dalam Sektor Kesehatan Tim Penulis: 1. Haerudin Inas 2. Hamdan 3. Heru Ginanjar Abstrak Secara administratif, Kabupaten Subang terdiri dari 245 Desa dan 8 Kelurahan yang tersebar dalam 30 kecamatan, dengan luas wilayah 205.176,95 km2, atau 6,34% dari luas Provinsi Jawa Barat. Jumlah penduduk Kabupaten Subang pada tahun 2013 sebanyak 1.677.790 jiwa atau lebih kurang 3,5% dari jumlah penduduk Jawa Barat. Menempati urutan ke 15 penduduk terbanyak dari 26 Kabupaten/Kota tingkat Provinsi Jawa Barat. Angka kemiskinan di Kabupaten Subang sebesar 13,54% pada tahun 2010, namun hanya dalam kurun waktu 1 tahun meningkat menjadi 15,60% pada tahun 2011, angka yang cukup menghawatirkan dalam konteks mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Terdapat permasalahan yang membuat gelisah masyarakat desa terutama Desa Sukamandi dan Curug Rendeng yang menjadi target penelitian tentang kesehatan. Jauhnya akses untuk mencapai tempat pelayanan kesehatan, menyebabkan beberapa dampak, antara lain: pertama, munculnya keengganan masyarakat untuk berobat. Kedua, rentannya keselamatan masyarakat dua desa apabila ada kasus darurat seperti kecelakaan, penyakit parah, melahirkan, yang memerlukan penanganan cepat. Selain itu, di dua desa ini masih ditemukan masyarakat desa yang mempercayakan proses persalinan bayi dengan menggunakan jasa dukun beranak (paraji dalam bahasa sunda) daripada oleh bidan. Untuk itu, perlu sekali pemberdayaan kepada masyarakat di dua desa melalui berbagai cara baik itu pelatihan, sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman tentang kesehatan ibu, bayi dan anak, maupun hal-hal lain yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat. Urusan kesehatan di Kabupaten Subang dilaksanakan oleh 2 SKPD yaitu Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Pada tahun 6


anggaran 2013, urusan kesehatan mendapatkan dukungan anggaran sebesar Rp 186.655.729.998,46 atau 9,85% dari APBD Kabupaten Subang. Anggaran tersebut meliputi anggaran untuk Dinas Kesehatan sebesar Rp 111.071.359.088,36 dan untuk RSUD sebesar Rp 75.584.370.910,10. Kemudian besaran anggaran untuk program kesehatan masyarakat Rp 44.280.189.874. Yang paling mengahawatirkan adalah program peningkatan pelayanan anak balita sebesar Rp 50.952.500. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan metodologi dengan tiga proses yaitu: pertama, observasi langsung ke lapangan, dimana dengan observasi ini peneliti akan secara langsung melihat kondisi lapangan. Kedua, wawancara langsung dengan informan yang sesuai dengan kebutuhan dari penelitian ini. Ketiga, penyusunan laporan. Dalam penyusunan laporan, peneliti menuliskan hasil penelitiannya dengan mengolah hasil observasi, hasil wawancara dan hasil kajian dokumen-dokumen kebijakan. Fokus penelitian ini yaitu: pertama, ingin mengetahui berapa besaran anggaran yang diserap oleh desa dari APBD tahun 2013. Kedua, ingin mengetahui besaran anggaran yang di serap oleh desa di sektor kesehatan dalam dokumen RKP Desa, APB Desa dan RPJM Desa tahun 2014. Ketiga, mengevaluasi isi RKP Desa tahun 2014, APB Desa tahun 2014, RPJM Desa dan APBD tahun 2013 di sektor kesehatan dengan melihat kondisi dilapangan. Temuan dalam penelitian ini yaitu: pertama, anggaran sektor kesehatan dalam RKP Desa tahun anggaran 2014 di Desa Sukamandi sebesar Rp 35.000.000 digunakan untuk bantuan biaya periksa ke bidan/dokter dan normalisasi saluran air. Selanjutnya, Desa Curug Rendeng Rp 150.000.000 digunakan untuk pembuatan tiga posyandu dan balai kesehatan. Kedua, total anggaran yang termuat dalam dokumen RKP Desa tahun 2014 berjumlah Rp 1.307.000.000 miliar di Desa Sukamandi dan Rp 1.757.000.000 miliar di Desa Curug Rendeng. Adapun persentase anggaran sektor kesehatan dari total RKP Desa tahun 2014 di Desa Curug Rendeng sebesar 9% dan Desa Sukamandi sebesar 3%. Ketiga, APBD Kabupaten Subang tahun 2014 sebesar Rp 1.816.703.764.962, jadi persentase APBD Kabupaten Subang dengan total anggaran dalam dokumen RKP Desa sebesar 0.097% di Desa Curug Rendeng dan 0.072% di Desa Sukamandi. 7


Harapan kami dengan penelitian ini, kami bisa memberikan pengetahuan tentang bagaimana menyusun perencanaan dan penganggaran desa yang partisipatif, yang didasarkan pada pemetaan masalah dan kebutuhan masyarakat di sektor kesehatan. Kemudian, proses usulan kegiatan tersebut harus dikawal sampai tingkat kabupaten, sehingga usulan kegiatan yang bersumber dari pemetaan masalah dan kebutuhan masyarakat ini bisa terintegrasi dengan rencana kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Kesehatan.

8


Judul: Kajian Belanja Hibah Kota Bandung Tahun 2013 dan 2014 Tim Penulis: 1.Destri Tsurayya Istiqamah 2.Nida Siti Hamidah 3.Mega Dwi Anggraeni Abstrak Pengelolaan Dana Hibah Kota Bandung Bermasalah Pasal 4 ayat (3) Permendagri No. 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah menyebutkan bahwa, “Pemberian hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan Pemerintah Daerah dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat.� Namun, berdasarkan data yang diperoleh, pengelolaannya masih menunjukkan banyak masalah sehingga manfaat dan kegunaannya diragukan. Dugaan itu muncul, setelah kami melakukan penelitian sejak September 2014. Kajian dilakukan terhadap dokumen seperti Keputusan Walikota Bandung No.978/Kep.221-DPKAD/2013 tentang Pemberian Belanja Hibah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bandung Tahun Anggaran 2013 dan Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2014, maupun kunjungan lapangan ke alamat para penerima hibah yang terdaftar. Pemerintah Kota Bandung pun masih belum mau membuka akses warga untuk memperoleh dokumen anggaran. Selama melakukan penelitian, kami selalu mendapat kesulitan. Meski sudah mengajukan permohonan dokumen sesuai dengan prosedur, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) selalu menolak dengan berbagai alasan. Hasilnya, kami harus mengakses dokumen yang dibutuhkan lewat jalur informal misalnya dengan mengandalkan kenalan. Dari hasil menginput dan menganalisis dokumen, temuannya yaitu: dana hibah tahun anggaran 2014 lebih besar 23 miliar rupiah dibandingkan 9


tahun 2013. Namun, penerimanya cenderung berkurang. Tahun 2013 Pemerintah Kota Bandung menyalurkan anggaran sebesar 171 miliar rupiah kepada 593 penerima hibah, sementara tahun 2014 Pemerintah Kota Bandung mengucurkan 195 miliar rupiah untuk 439 penerima hibah. Fakta lainnya, ketimpangan juga terjadi pada penerima dana hibah. Pasal 5 Permendagri No. 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah mencantumkan pemerintah, Pemerintah Daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat, dan/atau organisasi kemasyarakatan sebagai penerima hibah. Namun, karena tidak adanya pasal yang mengatur besaran hibah untuk pemerintah, masyarakat dan/ atau organisasi kemasyarakatan, maka ketimpangan pun terjadi. Pemerintah selalu mendapat dana hibah lebih besar Misalkan untuk dana hibah tahun anggaran 2013. Dari 171 miliar rupiah, masyarakat serta organisasi kemasyarakatan hanya menerima tidak lebih dari 25 miliar rupiah. Sisanya, sekitar 147 miliar rupiah atau setara dengan sejuta tabung elpiji 12 kilogram seharga 147 ribu rupiah, diserahkan kepada lembaga seperti Kepolisian Resort Kota Besar Bandung, KPU Kota Bandung, Panwaslu Kota Bandung, PSSI Cabang Kota Bandung, KONI Kota Bandung, MUI Kota Bandung, dan lainnya. Lalu, bagaimana dengan dana hibah tahun anggaran 2014? Tidak begitu berbeda jauh dengan tahun sebelumnya. Dari anggaran sebesar 195 miliar rupiah, sekitar 163 miliar rupiah untuk pemerintah dan Pemerintah Daerah lainnya serta 15 miliar untuk perusahaan daerah PDAM. Sementara masyarakat hanya menerima manfaat kurang dari sembilan persennya atau sekitar 16 miliar rupiah. Longgarnya peraturan terkait penerima hibah juga membuat anggaran yang kerap dikeluarkan oleh pemerintah setiap tahun itu tidak tepat sasaran. Hal ini terbukti setelah kami melakukan audit sosial ke sejumlah penerima dana hibah tahun anggaran 2013 dan 2014. Audit sosial merupakan pemantauan dan penilaian yang dilakukan secara mandiri oleh masyarakat terhadap satu program pemerintah dengan cara mencari tahu dan menilai implementasi program yang seharusnya dilakukan. 10


Dari kegiatan yang dilakukan sejak akhir 2014 hingga awal Februari 2015 itu, kami menemukan beberapa fakta yang tidak sesuai dengan regulasi yang ada. Misalkan, kegiatan lembaga yang sudah tidak aktif dan alih fungsi sekretariat. Selain itu, kami juga menemukan bentuk pelanggaran lain. Bukti yang tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2013, menyebutkan sebanyak 266 penerima dana hibah belum memberikan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) dengan total dana hibah sekitar 27 miliar rupiah, di antaranya: Panswaslu, MUI, KPA. Padahal, Pasal 19 ayat (3), Permendagri No. 32 Tahun 2012 menyebutkan, “Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b disampaikan kepada kepala daerah paling lambat tanggal 10 bulan Januari tahun anggaran berikutnya, kecuali ditentukan lain sesuai peraturan perundang-undangan�. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Bandung lemah dalam melakukan pengawasan dan tidak tegas dalam memberikan sanksi terkait pelanggaran yang terjadi. Melalui hasil kajian dana hibah ini, kami mengusulkan beberapa rekomendasi yaitu: pertama, sesuai peraturan hukum, hibah bisa dilakukan apabila pemerintah telah memprioritaskan seluruh urusan wajib, disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah, dan bisa menunjang sasaran program pemerintah. Jadi jika pemerintah belum bisa memenuhi urusan wajibnya, hibah tidak menjadi keharusan. Dengan demikian, hibah bisa dijadikan program SKPD sesuai dengan prioritas SKPD. Kedua, memperketat penyaluran dana hibah dengan membuat komite seleksi untuk penerima dana hibah, yang terdiri dari unsur-unsur akademisi, birokrasi, masyarakat. Ketiga, diduga hibah bisa digunakan sebagai alat politik kepala daerah untuk memperbanyak dukungan dari konstituen. Oleh karena itu, untuk menunjang prioritas program pemerintah, hibah harus masuk dalam rencana kerja SKPD sehingga mampu menunjang prioritas program SKPD. Keempat, Berdasarkan LHP BPK Tahun 2013, ada 266 penerima hibah Tahun 2013 yang belum melaporkan keuangan hibah dengan total Rp 27.263.940.700. Hal ini mengindikasikan lemahnya akuntabilitas penerima hibah. Oleh karena itu perlu pengawasan yang ketat dari sisi akuntabilitas.

11


Judul: Kajian Tentang Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat Mengenai Mekanisme Insentif untuk Guru Honor Sekolah dan Madrasah (GHS/M) Tim Penulis: 1. Asep Rosidin 2. Lukmanul Hakim 3. Yadi Mulyadi Abstrak Kesejahteraan guru honor sangatlah jauh dari harapan padahal tugas dan kewajibannya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Beban hidup guru honor tidaklah mudah, selain mereka harus bekerja untuk mengabdi kepada bangsa dan negara ini, mereka juga memiliki keluarga yang harus mereka nafkahi. Dengan adanya anggaran pemerintah melalui APBN 20 % untuk anggaran pendidikan, mulai ada secercah harapan bagi guru-guru honor untuk dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Hal ini terbukti dengan adanya guru honor yang mendapatkan tunjangan sertifikasi. Tapi sungguh malang bagi guru yang masih belum tersentuh dengan program tersebut, mereka hanyalah mengandalkan honor bulanan dari sekolah. Honor yang mereka terima sangatlah rendah mulai dari Rp 60.000 sampai dengan Rp 250.000 per bulan. Perhatian Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat terhadap guru honor sekolah dan madrasah melalui dana insentif sebesar Rp 60.000 per bulan yang di berikan per satu tahun sekali sebesar Rp 600.000. Insentif tersebut menjadi harapan baru bagi para guru honor. Tetapi hal ini juga memunculkan permasalahan baru, karena masih banyak guru honor yang belum mendapatkan tunjangan dana insentif. Dari hasil investigasi yang kami lakukan, dari sekitar 10.000 orang guru honor di Kabupaten Bandung Barat, sebanyak 5.666 orang guru honor sekolah (TK, SD, SMP, SMA, SMK) yang berada pada lingkungan Disdikpora, mendapatkan insentif tahunan dengan total sebesar Rp 3.399.600.000. Selanjutnya, 2.000 orang guru madrasah (RA, MI, MTs, MA) yang berada pada lingkungan Kemenag Kabupaten Bandung Barat mendapat insentif

12


total sebesar Rp 1.144.200.000. Sehingga jumlah total insentif adalah Rp 4.454.380.000. Masih ada sekitar 3.334 orang guru yang belum memperoleh insentif. Dari daftar penerima tersebut, masih terdapat data ganda antara lain: penerima insentif tersebut sudah tidak aktif, dan guru PNS yang seharusnya tidak boleh mendapatkan dana insentif tersebut. Lebih lanjut lagi, masih ada sekitar 300 orang guru honor di lingkungan Kabupaten Bandung Barat yang belum menerima dana insentif tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka perlu adanya sebuah mekanisme yang jelas dalam teknis pencairan dana insentif guru honor agar tepat sasaran. Data base yang akurat sangat penting untuk segera dibuat serta mendorong Pemerintah Daerah agar mengeluarkan Peraturan Bupati yang secara khusus mengatur mekanisme pencairan dana insentif untuk guru honor sekolah dan madrasah.

13


Judul: Analisa Program-Program Penanggulangan Kemiskinan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung yang disalurkan ke Desa Tarumajaya untuk Peningkatan Ekonomi Warga Miskin di Tahun 2010-2014 Tim Penulis: 1. Agus Suryadi 2. Rian Irawan Sugesti 3. Arif Destriad 4. Sandi Ramdani 5. Rukmana Abstrak Pada tingkat kebijakan dan program nasional terdapat empat strategi dasar yang telah ditetapkan dalam melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan, yaitu: pertama, menyempurnakan program perlindungan sosial. Kedua, peningkatan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar. Ketiga, pemberdayaan masyarakat, dan keempat pembangunan yang inklusif. Terkait dengan strategi tersebut diatas, pemerintah telah menetapkan instrumen penanggulangan kemiskinan yang dibagi berdasarkan tiga klaster, yaitu: 1. Klaster I: program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga, diantaranya: Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat), Raskin (beras untuk keluarga miskin), PKH (Program Keluarga Harapan) dan BSM (Bantuan Siswa dari keluarga miskin). 2. Klaster II: program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat yaitu PNPM Mandiri. 3. Klaster III: penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil yaitu KUR (Kredit Usaha Rakyat) Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas program penanggulangan kemiskinan berupa bantuan ekonomi dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung kepada masyarakat miskin di Desa Tarumajaya Kecamatan Kertasari tahun 2010 – 2014. Ada dua program yang menjadi fokus penelitian ini yaitu: pertama, Kelompok Simpan Pinjam Perempuan (KSPP) salah satu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd). Kedua, bantuan untuk pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk organik. 14


Metode yang digunakan dalam penelitian ini ini adalah metode kualitatif, dimana penggabungan antara hasil wawancara langsung dengan penerima manfaat program, pihak pemerintah baik itu panitia pelaksana ataupun pengawas lapangan dari dinas terkait, dan kajian dokumen perencanaan dan penganggaran. Program pertama yaitu Kelompok Simpan Pinjam Perempuan (KSPP) PNPM-MPd. Program ini bertujuan untuk memberdayakan perempuan melalui pemberian modal usaha. Dari 50 kelompok penerima manfaat program ini, hanya 10 kelompok yang diambil sampel dan diwawancara. Hasilnya yaitu, 75% responden mengatakan bahwa program KSPP PNPMMPd sangat bermanfaat untuk masyarakat, khususnya untuk kalangan menengah ke bawah. Kemudian, 20% responden mengatakan bahwa program KSPP PNPM-MPd terlalu susah dalam proses pengajuannya, dari mulai tahapan awal sampai realisasi memerlukan waktu yang lama. Selanjutnya, 5% tidak menjawab. Untuk menilai penyebaran program KSPP PNPM-MPd di Desa Tarumajaya Kecamatan Kertasari, diambil sampel 25 orang masyarakat miskin dari berbagai wilayah yang ada di Desa Tarumajaya secara acak. Dari 25 orang masyarakat miskin yang dijadikan sampel, hanya 67% saja yang mendapatkan program KSPP PNPM-MPd. Rekomendasi dari hasil penelitian ini adalah menyusun prosedur yang mudah agar program ini bisa diakses oleh perempuan desa yang ingin memulai usaha. Program kedua yaitu program bantuan pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk organik. Program ini bertujuan untuk membantu petani dalam mengolah kotoran ternak menjadi pupuk organik, meringankan pengeluaran para petani dalam mengolah lahan pertanian dan menambah penghasilan petani selain dari hasil pertaniannya. Ada 3 kategori yang teridentifikasi dari anggota kelompok tani sebagai penerima manfaat program ini, yaitu: pertama, 35% masuk kategori sangat miskin (berpendapatan kurang dari 1 juta). Kedua, 55 % masuk kategori miskin (berpendapatan antara 1 sampai 2 juta). Ketiga, 10 % mampu (berpendapatan lebih dari 2 juta). Kemudian, dilihat dari latar belakang pendidikan, hanya 5% - 10% saja anggota kelompok tani yang mengenyam pendidikan dasar.

15


Program ini hanya berjalan selama dua sampai tiga bulan, tidak ada keberlanjutan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: kurangnya pembinaan dan bimbingan dari Pemerintah Daerah kepada kelompok tani untuk mengolah kotoran ternak menjadi pupuk organik, pemerintah tidak menyediakan akses untuk pemasaran pupuk organik, kurangnya kemampuan teknis kelompok tani untuk mengolah kotoran ternak menjadi pupuk organik dan pupuk organik yang dihasilkan belum bisa diperjualbelikan dan dipasarkan. Akhirnya, mereka kembali pada pekerjaan semula, dikarenakan ketika mereka fokus pada pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk organik, mereka mengalami penurunan pendapatan. Rekomendasi dari hasil penelitian ini adalah: 1. Sebelum program dimulai, sebaiknya Pemerintah Daerah melakukan pelatihan teknis pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk organik kepada kelompok tani. Sehingga kelompok tani bisa menghasilkan pupuk organik yang berkualitas. 2. Adanya pembinaan, bimbingan dan monitoring yang rutin dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui para penyuluh pertanian dan peternakan kepada kelompok tani. 3. Harus diciptakan satu iklim yang mampu mendorong kebiasaan petani dan peternak bahwa pengolahan kotoran ternak itu bisa menggunakan teknologi yang sederhana, mudah dilakukan, menghasilkan produksi pertanian yang berkualitas, menjaga keseimbangan lingkungan karena kotoran ternak tidak mencemari lingkungan, serta bisa menambah pendapatan. 4. Adanya regulasi dari Pemerintah Daerah yang mendukung terhadap pertanian organik dan mengurangi penggunaan pupuk kimia/pestisida. 5. Pemerintah Daerah mempermudah dan memberikan akses pasar bagi kelompok tani untuk menyalurkan produk pupuk organik yang dihasilkan. Dengan adanya permintaan yang besar terhadap pupuk organik maka produksi untuk menghasilkan pupuk organik pun akan meningkat. Hal ini tentu saja berdampak pada adanya tambahan pendapatan bagi petani yang mengolah kotoran ternak menjadi pupuk organik.

16


Judul: Kajian Efektivitas Program Pengadaan Rusunawa Melong Kota Cimahi Tim Penulis: 1. Meiki Wemly Paendong 2. Ari Syahril Ramadhan Abstrak Pertumbuhan sektor perumahan dan permukiman terbilang sangat cepat di beberapa Kota di Pulau Jawa khususnya di Kota Cimahi. Pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Cimahi sebagai salah satu kota industri tidak diimbangi dengan pertumbuhan perumahan menimbulkan terciptanya permukiman kumuh dan berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan hidup. Solusi untuk mengatasi masalah pemenuhan perumahan di perkotaan, pemerintah pusat membuat konsep permukiman vertikal yaitu rumah susun yang diperuntukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Lebih lanjut dipopulerkan dengan istilah Rusunawa singkatan dari Rumah Susun Sederhana Sewa dan Rusunami singkatan dari Rumah Susun Sederhana Milik. Dari sisi anggaran pengadaan Rusunawa dan Rusunami pemerintah pusat bekerjasama dengan Pemerintah Daerah. Lantas, permasalahan yang muncul adalah sejauh mana efektivitas pengadaan Rusunawa atau Rusunami tersebut benar-benar dirasakan oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Berangkat dari masalah efektivitas itu, maka penulis melakukan kajian pengadaan Rusunawa di Melong Kota Cimahi. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah studi literatur, mengkaji dokumen anggaran, dan survey ke lokasi Rusunawa Melong. Secara teknis dalam mengumpulkan data, penulis melakukan akses dokumen APBD tahun 2009 sampai 2011 ke Pemerintah Kota Cimahi dan kebijakan yang terkait. Selain itu penulis juga melakukan wawancara langsung dengan penghuni Rusunawa Melong. Berdasarkan hasil kajian dari data yang terkumpul ditemukan pengadaan Rusunawa Melong ternyata dilaksanakan dalam 2 tahun anggaran. Dari sisi kebijakan pun dominasi sangsi masih menohok pada penghuni Rusunawa. Padahal pengelolaan yang semestinya menjadi tanggung jawab UPTD tidak berjalan maksimal. Seperti yang dikeluhkan oleh penghuni Rusunawa. 17


Selain itu dari hasil kajian menunjukan adanya ketidaksesuaian implementasi kebijakan Rusunawa di lapangan. Kata kunci : Rusunawa, Efektivitas, Perumahan, Masyarakat Berpenghasilan Rendah

18


Judul: Pengaruh Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Garut Terhadap Penanggulangan Kemiskinan Masyarakat Perkotaan di Kabupaten Garut Tim Penulis: 1. Fujia, S.Pd 2. Ulumudin, SP 3. Halim Ramdani 4. Tatang Kurnadi Abstrak Ketimpangan sosial yang terjadi terlihat sangat jelas di wilayah perkotaan Kabupaten Garut, karena banyaknya masyarakat yang melakukan urbanisasi dari desa ke kota untuk mengadu nasib, dengan harapan meningkatkan perekonomian keluarga. Padahal kenyataannya ketika mereka tidak mempunyai keahlian kerja, sulit sekali mendapatkan pekerjaan. Kami atas nama siswa Sekolah Politik Anggaran (SEPOLA) dari Kabupaten Garut, melakukan proses penelitian yang terfokus terhadap masalah kemiskinan perkotaan di Kabupaten Garut. Adapun tahapan awal dari penelitian ini yaitu: menetapkan terlebih dahulu objek wilayah yang menjadi tujuan penelitian yaitu berdasarkan dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Garut. Dalam dokumen RTRW tersebut, yang termasuk wilayah perkotaan Kabupaten Garut meliputi enam kecamatan, antara lain: Garut Kota, Tarogong Kaler, Tarogong Kidul, Cilawu, Banyuresmi dan Karangpawitan. Dilokasi enam kecamatan itulah kami melakukan penelitian. Dari penelitian tersebut, terdapat beberapa temuan pokok. Temuan di sektor kesehatan adalah masih tedapat warga miskin melakukan pengobatan pertama di luar Puskesmas sebanyak 18% padahal jarak terjauh untuk mencapai puskesmas adalah 5 km. Adapun pelayanan pustu (puskesmas pembantu) tidak terlalu efektif meringankan beban masalah kesehatan masyarakat miskin, dibuktikan di lapangan bahwa pelayanan pustu tidak maksimal, sumber daya manusia yang ada tidak memberikan pelayanan yang maksimal. Pada sisi masyarakat miskin, sekitar 70% tidak mengeluarkan biaya ketika berobat ke puskesmas, ini menunjukkan kurangnya sosialisasi. Adapun 19


30% rata-rata warga miskin yang mengeluarkan biaya untuk melaksanakan pengobatan yaitu: <10 ribu sebesar 7%, 10-50 ribu sebesar 7%, 60-200 ribu sebesar 6%, 300 ribu-3 juta sebesar 5%, dan 5% sisanya tidak menjawab. Dari segi kebutuhan air, warga miskin sekitar 73% kebutuhan air seharihari yaitu menggunakan air sumur, PDAM 15%, air sungai 4%, mata air umum 6% dan sisanya tidak menjawab. Sedangkan kualitas air yang digunakan warga miskin yaitu 95% menggunakan air dengan kualitas baik, 3% air kurang baik dan 2% tidak menjawab. Dari data-data tersebut, memperlihatkan program penanggulangan kemiskinan dalam sektor kesehatan mengenai penyaluran JKN (kartu BPJS) tidak maksimal, pusat layanan kesehatan yang kurang optimal baik segi sumber daya manusia maupun pelayanan. Pada sektor pendidikan, diketahui bahwa rata-rata warga miskin memiliki anak usia sekolah SD-SMP yaitu punya anak 1-2 sebesar 34%, punya anak 35 sebesar 53% dan punya anak 6-10 sebesar 13%. Sehingga mayoritas warga miskin memiliki 3-5 anak sebagai tanggungannya. Kemudian sekitar 77% warga miskin mampu menyekolahkan anaknya. Tetapi ada sekitar 21% warga miskin tidak mampu menyekolahkan anaknya dan sisanya tidak menjawab. Program bantuan pemerintah tantang bantuan siswa miskin (BSM) terhadap warga miskin sekitar 64% menerima BSM dan 36% tidak menerima BSM. adapun biaya operasional pendidikan warga miskin yaitu Rp 2.000- Rp 5.000 sebesar 27%, Rp 6.000-Rp 10.000 sebesar 31%, Rp 11.000- Rp 20.000 sebesar 26%, dan Rp 21.000-Rp 50.000 sebesar 16%. Biaya operasional yang dimaksud adalah biaya transportasi, jajan dll. Pada sektor ekonomi, teridentifikasi bahwa mayoritas warga miskin berprofesi sebagai buruh 69%, tukang becak 9%, petani 2%, pedagang 5%, sopir 3%, tidak bekerja 4% dan lain-lain 8%. Sedangkan istrinya sebagai ibu rumah tangga dengan rasio 61%, dan 39% bekerja. Aset yang dimiliki oleh warga miskin yaitu sebanyak 15% rumah sendiri, 6% mengontrak rumah, 8% rumah dengan orang tua/saudara, 1% rumah di tanah pemerintah. Untuk aset elektronik, 25% mempunyai TV, alat transportasi kendaraan roda dua 3% dan 42% tidak menjawab. Aset yang digunakan untuk penghasilan, 90% warga miskin tidak memiliki aset

20


produksi, sedangkan 10% memiliki aset berupa becak, etalase dagang, roda pedagang, pacul, dll. Warga miskin di perkotaan, sebesar 1% mendapatkan pinjaman lunak dari desa, raskin sebanyak 57%, sebesar 1% mendapatkan bantuan PNPM simpan pinjam, dan 41% tidak menjawab. Kesimpulan dari tiga sektor temuan diatas, menunjukan bahwa sebagian besar intervensi pemerintah lewat program-program yang dicanangkan terbukti kurang maksimal dan jauh dari efektif dalam upaya penanggulangan kemiskinan di wilayah perkotaan Kabupaten Garut. Hal ini dibuktikan dengan masih kurangnya masyarakat miskin yang mempunyai JKN, masih banyak anak-anak warga miskin yang tidak mampu meneruskan sekolah, adapun yang mampu meneruskan sekolah masih ada yang tidak mendapatkan BSM. Sedangkan daya beli masyarakat miskin masih kurang, dibuktikan dengan penghasilan yang diperoleh rata-rata 30.000/hari itupun tidak menentu dikarenakan sebagian besar bekerja sebagai buruh. Rekomendasi terhadap pemerintah sebagai pemangku kebijakan: 1. Warga miskin masih identik dengan penyakit yang sering dialami yaitu sakit kepala, sakit perut, darah tinggi dll, maka pemerintah harus mampu menyediakan pelayanan kesehatan yang terdekat (pustu/puskesmas), murah, cepat, dan berkualitas. Sehingga kualitas hidup warga miskin bisa ditingkatkan. 2. Pemerataan pendidikan di kalangan warga miskin harus ditingkatkan sehingga tidak ada kesenjangan dalam hal memperoleh hak pedidikan, seperti pemerataan bantuan siswa miskin (BSM), dana BOS yang tepat sasaran. 3. Berdasarkan kepemilikan asset, 90% warga miskin tidak memiliki aset untuk usaha. Kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Garut agar membuka seluas-luasnya akses dana permodalan dan usaha kepada masyarakat miskin, sehingga pekerjaan warga miskin tidak selamanya bekerja sebagai buruh tetapi mampu untuk meningkatkan kualitas hidupnya dengan penigkatan kualitas keahlian. 4. Pemerataan bantuan RASKIN yang sesuai, tingkatkan pelaksanaan penyaluran BLSM/PSKS, PKH, dan bantuan lainnya.

21



Bagian 2 Laporan Hasil Penelitian Siswa Sekolah Politik Anggaran (SEPOLA) di Tujuh Kabupaten/Kota di Jawa Barat



Judul:

Dampak Sosial Ekonomi Pembangunan Jalan Tol Cisumdawu terhadap Rumah Tangga Miskin di Ruas Jalan Interchange Proyek Seksi-II Tanjungsari – Sumedang Tim Penulis: 1. Yoga Utama, SP 2. Peri Gunadi 3. Ruhiat

25


Bab 1 Pendahuluan

1.1. Latar Belakang Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar. 1 Tol Cileunyi, Sumedang dan Dawuan atau Cisumdawu merupakan salah satu bagian program nasional yang berlokasi di daerah Propinsi Jawa Barat. Kabupaten Sumedang memiliki posisi strategis dengan adanya pembangunan Tol Cisumdawu dalam rangka mendorong pengembangan kawasan ekonomi di sekitar kawasan pembangunan. Dengan dibangunnya jalan Tol Cisumdawu, maka aksesibilitas antar kota atau dalam kabupaten/kota dapat lebih singkat dari segi jarak tempuh ataupun waktu perjalanan, yang secara khusus dapat menghubungkan dengan Bandara Udara Kertajati Kabupaten Majalengka. Sementara itu, dengan pembangunan tol Cisumdawu jalur jalan Cadas Pangeran yang padat dengan angkutan berat dapat dijaga usia ketahanannya. Menurut Satuan Kerja Proyek Tol Cisumdawu, rencana pembangunan jalan tol adalah sepanjang 60,11 km, yang dibagi kedalam 2 (dua) fase dengan 6 (enam) seksi 2 yaitu: Tabel.1-Rencana Pembangunan Tol Cisumdawu Fase I II

Seksi Seksi-1 Seksi-2 Seksi-3 Seksi-4 Seksi-5 Seksi-6

Area-Ruas Cileunyi – Tanjungsari Tanjungsari – Sumedang Sumedang – Cimalaka Cimalaka – Legok Legok – Ujungjaya Ujungjaya – Kertajati/Dawuan

Panjang 9,80 km 17,51 km 3,73 km 6,96 km 16,35 km 4,00 km

Rencana pembangunan pintu masuk dan keluar atau pelayanan simpangsusun3 (interchange services4) terdiri dari lima titik lokasi, sebagai upaya untuk mengantisipasi kekhawatiran para pengusaha jasa maupun produk di sekitar jalan raya Bandung - Sumedang dan Cirebon. Jalur interchange pertama terdapat di kawasan Desa Citali, Kecamatan Pamulihan, dan selanjutnya terdapat di Sumedang Kota, Cimalaka, Paseh dan Ujungjaya. 26


Dalam konteks pemerintahan Kabupaten Sumedang, pembangunan jalan tol Cisumdawu merupakan bagian dari sistem prasarana utama di wilayah Kabupaten Sumedang khususnya dalam mewujudkan sistem jaringan transportasi darat yang telah dituangkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sumedang Tahun 2011-2031 5. Maka dengan adanya pembangunan jalan tol Cisumdawu yang melintasi Kabupaten Sumedang, bukan saja bertujuan untuk mengatasi kemacetan dan memperlancar arus distribusi barang dan jasa, melainkan secara khusus bertujuan untuk mengurangi beban daya tahan jalan Cadas Pangeran. Disamping itu, merujuk pada RTRW daerah, bahwa dengan keberadaan jalan tol Cisumdawu, Kabupaten Sumedang telah direncanakan untuk mengembangkan kawasan industri kecil dan menengah ,6 yang diwujudkan dalam bentuk pengembangan sentra-sentra kecil dan menengah di area peristirahatan, membuka peluang bagi Industri Kecil Menengah untuk berinvestasi pada area peristirahatan (rest area), penempatan produk usaha kecil didalamnya serta pengembangan aneka produk olahan berikut dengan pemanfaatan sumber daya lokal sebagai bahan baku industri. 7 1.2. Konteks Permasalahan Pembangunan jalan tol Cisumdawu merupakan salah satu cara untuk mengatasi kemacetan yang sekaligus juga mengurangi daya tahan jalan Cadas Pangeran, yang juga dalam rangka implementasi rencana tata ruang wilayah Kabupaten Sumedang. Namun demikian, hal tersebut belum tentu dapat mengatasi persoalan secara keseluruhan dan dalam waktu yang singkat, baik dari segi geografis, administratif, ekologis, politis maupun dampak sosial ekonomi warga sekitar yang wilayahnya terkena dampak langsung maupun tidak langsung dari proyek jalan tol Cisumdawu. 1. Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol dan PP No.44 tahun 2009 tentang Perubahan atas PP 15 tentang Jalan Tol 2. Sumber http://medianuranisumedang.blogspot.com/2012/11/proyek-cisumdawu-5-triliun-warga-minta.html, diunduh pada Kamis, 29 Januari 2015 pukul 20.00 WIB. 3. Simpangsusun adalah sistem jalan penghubung dari jalan yang berpotongan secara tidak sebidang yang memungkinkan arus lalu lintas mengalir secara bebas hambatan (sumber: Standar Kontruksi dan Bangunan No. 007/BM/2009. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Bina Marga tahun 2009 tentang Geometri Jalan Bebas Hambatan untuk Jalan Tol) 4. Interchange Services adalah simpangsusun yang menghubungkan jalan tol dengan jalan bukan tol. 5. Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 2 tahun 2012 6. Pasal 34 tentang Kawasan Peruntukan Industri, Perda No. 2 tahun 2012 Kabupaten Sumedang 7. Pasal 43 tentang Perwujudan Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang, Perda No.2 tahun 2012 8. Dikutip dari Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2010-2014 Kabupaten Sumedang

27


Dampak sosial ekonomi pembangunan jalan Tol Cisumdawu merupakan isu strategis pemerintahan Kabupaten Sumedang yang menjadi perhatian dan perlu diantisipasi, serta diminimalisir dampak negatifnya, sementara itu dampak positifnya dapat dimanfaatkan sebagai peluang untuk pengembangan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sumedang 8. Sebagai contoh, bagi warga terkena proyek (WTP) langsung pihak penyelenggara telah menyiapkan biaya ganti rugi terhadap aset (tanah, lahan, bangunan, fasilitas umum dan fasilitas sosial,dll) yang terkena proyek jalan tol, meski dalam proses pengadaan tanah dan proses ganti rugi banyak menemukan kendala. Sementara itu bagi warga yang tidak secara langsung terkena dampak proyek memungkinkan terjadinya perubahan mata pencaharian yang secara langsung mempengaruhi pendapatan mereka. Perubahan-perubahan tersebut berpengaruh pada kondisi sosial ekonomi yang bukan hanya dibatasi pada warga terkena proyek secara langsung maupun tidak langsung. Lebih spesifiknya bagaimana dengan kondisi rumah tangga miskin (RTM) yang tinggal di sekitar pembangunan jalan tol Cisumdawu khususnya di sekitar ruas jalan yang akan dijadikan sebagai pintu masuk dan keluar (interchange)?. Beberapa uraian kondisi dan situasi yang telah disampaikan diatas, menjadi motivasi bagi kami 9untuk mengkaji mengenai “Dampak Sosial Ekonomi Pembangunan Jalan Tol Cisumdawu terhadap Rumah Tangga Miskin di Ruas Jalan Interchange Proyek Seksi-II Tanjungsari - Sumedang�. 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari kegiatan kajian ini adalah: 1. Mengidentifikasi pandangan, pendapat serta harapan dari aktor-aktor penyelenggara proyek pembangunan jalan tol Cisumdawu. 2. Mengidentifikasi pandangan serta harapan terhadap proyek pembangunan jalan tol Cisumdawu dari rumah tangga miskin (RTM) yang bermukim/tinggal dekat dengan jalur interchange seksi II Tanjungsari-Sumedang di wilayah Kecamatan Pamulihan. 3. Mengidentifikasi keadaan/kondisi sosial ekonomi rumah tangga miskin (RTM) akibat proyek jalan tol Cisumdawu di jalur interchange seksi II Tanjungsari-Sumedang di wilayah Kecamatan Pamulihan. 9. Warga Belajar SEPOLA dan Pusat Pemberdayaan Masyarakat Lokal (P3ML) Kabupaten Sumedang

28


Adapun manfaat kegiatan kajian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara praktik sebagai acuan atau dasar bagi penyelenggara proyek tol Cisumdawu, pemerintah Kabupaten Sumedang maupun pemerintah desa untuk merumuskan kebijakan strategis pengembangan sektor ekonomi serta untuk meminimalisir dampak negatif dari proyek jalan tol Cisumdawu di masa mendatang. 1.4. Lingkup dan Batasan Penelitian Lingkup kajian ini terbatas pada aspek sosial ekonomi, untuk melihat perubahan akibat dari pembangunan jalan tol Cisumdawu terhadap komponen-komponen sosial ekonomi rumah tangga dan ekonomi lokal. Aspek sosial dan ekonomi yang dikaji antara lain tingkat pendapatan, pengeluaran, pola kepemilikan aset, aksesibilitas, kesempatan kerja dan usaha, dan kegiatan sektor informal. Rumah tangga yang dikaji adalah rumah tangga miskin yang berada di kawasan yang secara khusus terkena dampak langsung proyek jalan tol. Adapun batasan penelitian ini adalah: a) Pendekatan kajian bersifat studi kasus b) Jumlah responden tidak dimaksudkan untuk representatif terhadap total populasi sehingga hasil penelitian tidak dimaksudkan untuk digeneralisasi namun hanya menggambarkan kondisi rumah tangga miskin yang menjadi responden di jalur interchange seksi II TanjungsariSumedang c) Metode bersifat kualitatif deskriptif, memberikan gambaran berdasarkan penilaian/pandangan dari 2 (dua) sisi yaitu penyelenggara proyek (supply side) dan rumah tangga miskin (demand side).

29


Bab 2 Metoda Penelitian

2.1. Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah studi kasus yang berfokus pada aktifitas pengumpulan dan analisis data ekploratoris. Dengan pengertian bahwa penelitian kasus merupakan penelitian yang mempelajari secara mendalam satu anggota dari kelompok sasaran suatu subjek penelitian. Studi kasus merupakan satu strategi penelitian yang fokus penelitiannya terletak pada fenomena atau peristiwa kontemporer (masa kini), dengan pokok pertanyaan kunci penelitian lebih berkenaan untuk menjawab 10 “bagaimana� dan “mengapa�. Atas dasar itu, desain penelitian ini dipilih sebagai strategi pendekatan penelitian kami. 2.2. Pemilihan Responden Metode pemilihan responden yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel tak acak atau non-probabilitas sampling. Adapun teknik pengambilan sampel dipilih dengan menggunakan sampel kuota (quota sampling) atau berdasarkan jumlah. Dengan pengertian bahwa jumlah sampel yang dipilih tertentu dijadikan anggota sampel serta yang paling 11 mudah diperoleh sesuai yang dikehendaki peneliti . Dalam praktiknya, jumlah sampel yang dipilih sebanyak 30 sampel dari rumah tangga miskin (RTM) yang bermukim dekat dengan rencana pembangunan jalur interchange (simpang-susun) Tol Cisumdawu di Desa Citali dan Desa Ciptasari Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang, dari total jumlah RTM di kedua desa tersebut berpopulasi sebesar 559 KK 2.3.Sumber dan Metode Pengumpulan Data 2.3.1.Sumber Data Sumber data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari dua sumber data, yaitu: a) Sumber Data Primer, yakni suatu objek atau dokumen original dan atau material mentah dari pelaku. Secara khusus sumber data primer pada penelitian ini terdiri data dan informasi yang diperoleh melalui 30


wawancara terhadap informan kunci pada badan publik yang memiliki urusan atau wewenang menangani penyelenggaraan pembangunan Tol Cisumdawu serta rumah tangga miskin (RTM) dan juga dokumen perencanaan yang dikeluarkan oleh badan-badan publik yang relevan terhadap pelaksaan tol. b) Sumber Data Sekunder, yang merupakan data/informasi yang dikumpulkan dari tangan kedua atau dari sumber lain, yang dalam penelitian ini terdiri dari Kebijakan Nasional dan Daerah , pedoman, panduan teknis serta informasi dari media cetak dan elektronik. 2.3.2. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survei, dengan alat bantu pengumpulan data yang terdiri dari kuesioner (angket) dan panduan wawancara. a) Kuesioner (angket), daftar pertanyaan yang disusun bertipe pertanyaan dan jawaban terbuka, dimana jawaban yang diperoleh dari responden, diisi oleh peneliti dengan metode wawancara tatap muka. b) Wawancara, yang digunakan adalah wawancara terstruktur, dimana daftar pertanyaan telah disusun yang akan disampaikan pada khususnya responden dari sisi penyedia atau penyelenggara pembangunan tol Cisumdawu. 2.4. Analisis Data Analisis yang digunakan pada penelitian ini menggunakan kombinasi antara analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kualitatif dipergunakan bagi data/informasi yang diperoleh berupa kumpulan kata-kata (pernyataan), yang diproses melalui pencatatan, penyuntingan, alih tulis, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Sementara, analisis kuantitatif digunakan untuk upaya perhitungan matematis untuk membantu menggambarkan dan memperkuat informasi kondisi target sasaran.

10. Menurut Robert K. Yin (1989:17) dalam dalam buku “ Metode Penelitian Sosial� karangan Dr. Ulber Silalahahi, MA, cetakan ketiga tahun 2012. 11. Dr. Ulber Silalahahi, MA dalam buku “ Metode Penelitian Sosial� cetakan ketiga tahun 2012.

31


2.5. Batasan metodologi penelitian Sampel non-probabilitas memiliki derajat kesalahan tinggi dan lebih cenderung mengalami bias dibanding dengan metode pemilihan sampel probabilitas. Artinya hasil dan temuan penelitian ini tidak dapat mengeneralisasikan seluruh populasi rumah tangga miskin di kedua Desa yang bermukim di sepanjang rencana jalur interchange Tol Cisumdawu. Akan tetapi, hanya berlaku digeneralisasikan untuk rumah tangga miskin (RTM) yang dipilih saja. Metode non-probabilitas ini dipilih pada penelitian ini dengan alasan waktu dan biaya, sehingga penelitian ini bersifat ekploratif yang sekedar untuk mendapatkan keterangan lebih banyak tentang subjek atau sampel yang akan diteliti. 2.6. Durasi Kegiatan Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Desember 2014 sampai dengan Bulan Januari 2015, dengan durasi waktu selama 45 hari yang berlokasi di Desa Citali dan Desa Ciptasari Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang.

32


Bab 3 Hasil dan Pembahasan

3.1. Gambaran Umum wilayah Penelitian Salah satu ruas interchange yang menjadi lokasi pelaksanaan kajian ini, berlokasi di area di Seksi 2 Interchange (yaitu Tanjungsari - Sumedang). yang diantaranya adalah Desa Citali dan Desa Ciptasari Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang. Secara umum, gambaran kondisi wilayah studi/kajian diuraikan sebagai berikut: A. Desa Citali Luas Wilayah Batas Utara Desa Batas TimurDesa Batas Selatan Desa Batas Barat Desa

: 151,55 Ha : Sukawangi Kecamatan Pamulihan : Pamulihan Kecamatan Pamulihan : Ciptasari Kecamatan Pamulihan : Gudang Kecamatan Tanjungsari

Jumlah RW Jumlah Dusun Jumlah Penduduk Jumlah Penduduk Laki-laki Jumlah Penduduk Perempuan Jumlah KK Jumlah RTM (Rumah Tangga Miskin)

: 10 :3 : 3.876 Jiwa : 1.947 Jiwa : 1.929 Jiwa : 1.190 KK : 134 KK

Sumber: Profil Desa Citali 2013 Menurut informasi yang diperoleh dari pihak pemerintahan desa, terkait lokasi penelitian yang berada di Desa Citali terdiri dari 2 (dua) Rukun Warga (RW) dari total sebanyak 10 RW yaitu RW 07 dan RW 10.Sedangkan untuk lokasi penelitian yang berada di Desa Ciptasari hampir dari sebagian besar rukun warga (RW) masuk kedalam area jalur interchange proyek jalan tol Cisumdawu, Adapun gambaran umum tentang kondisi wilayah desa Ciptasari diuraikan sebagai berikut :

33


B.

Desa Ciptasari

Luas Wilayah Batas Utara Desa Batas TimurDesa Batas Selatan Desa Batas Barat Desa

: 163.115 Ha : Pamulihan Kecamatan Pamulihan : Haurngombong Kec. Pamulihan : Gunung Manik Kec. Tanjungsari : Gudang Kecamatan Tanjungsari

Jumlah RW Jumlah Dusun Jumlah Penduduk Jumlah Penduduk Laki-laki Jumlah Penduduk Perempuan Jumlah KK Jumlah RTM (rumah tangga miskin)

:9 :3 : 5.074 Jiwa : 2.427 Jiwa : 2.547 Jiwa : 1.527KK : 365 KK

Sumber :Profil Desa Ciptasari 2014

3.2. Karakterisik Responden Target responden dalam studi ini dibagi kedalam 2 (dua) kelompok target sasaran, yakni (1) kelompok penyelenggara atau yang mempunyai wewenang dalam pelaksanaan proyek jalan tol Cisumdawu, sedangkan kelompok selanjutnya adalah (2) Rumah Tangga Miskin (RTM) yang bermukim atau tinggal di wilayah terkena jalur interchange proyek jalan tol Cisumdawu, yang terdiri dari Desa Citali dan Desa Ciptasari Kacamatan Pamulihan Kabupaten Bandung. Secara rinci, diuraikan pada sub-sub bab berikut: 3.2.1.

Karakterisik Penyelenggara Tol Cisumdawu

Target sasaran dari segi penyedia (supply) yang dalam hal ini penyelenggara proyek jalan tol Cisumdawu yang dijadikan sebagai informan kunci untuk dilakukan wawancara untuk mendapatkan informasi awal mengenai kondisi dan status perkembangan terkait pembangunan jalan tol di Seksi- II berjumlah sebanyak 6 (enam) responden kunci, yang diantaranya disajikan berikut ini.

34


Tabel-2. Daftar Informan Kunci Narasumber Awal Kepala Satker Cisumdawu Bappeda Kabupaten Sumedang Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Panitia Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T) Perwakilan Kepala Desa Total Responden

Jumlah 1 1 1 1 2 6

Ket. orang orang orang orang orang orang

3.2.2. Karakteristik Rumah Tangga Miskin di Jalur Interchange Cisumdawu Rumah Tangga Miskin (RTM) di Desa Citali secara total berjumlah 134 KK, sementara jumlah wilayah yang dijadikan jalur interchange sebanyak 2 (dua) rukun warga, dengan jumlah total RTM sebanyak 18 kepala keluarga 12 . 13 Sedangkan, jumlah Rumah Tangga Miskin (RTM) di Desa Ciptasari secara total berjumlah 365 kepala keluarga, dan hampir sebagian bersar wilayah terkecilnya sebanyak 9 (sembilan) rukun warga (RW) terkena ruas jalur interchange. Disamping itu, hasil studi menunjukkan beberapa kondisi lain, sebagaimana diuraikan pada sub-bab berikut ini: 3.2.2.1. RTM Menurut Lama Bermukim dan Jumlah Anggota Keluarga Jumlah responden menurut jenis kelamin terdiri dari laki-laki sebanyak 15 orang (50%) dan perempuan sebanyak 15 orang (50%). Sementara, jumlah Rumah Tangga Miskin (RTM) menurut lama bermukim dan jumlah anggota keluarga berkelompok dengan komposisi mulai 10-19 tahun sebanyak 8 KK, 20-29 tahun sebanyak 7 KK, 30-39 tahun sebanyak 7 KK, 40-49 tahun sebanyak 2 KK, 50-59 tahun sebanyak 3 KK, 60-69 tahun sebanyak 1 KK, dan 80-89 tahun sebanyak 2 KK. Dengan jumlah anggota keluarga rata-rata sebesar 4 (empat) anggota keluarga, dan 2 (dua) kepala keluarga RTM diantaranya lebih dari 4 anggota keluarga.

12. Sumber: Profil Desa Citali tahun 2013 Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang 13. Sumber: Profil Desa Ciptasari tahun 2014 dan data penerima kartu jaminan sosial 2014.

35


Grafik-2 Responden Menurut Lama Tinggal dan Jumlah Anggota Keluarga

Sumber: Hasil Analisis 2014. Jumlah sampel (n)=30 KK Selanjutnya, jumlah responden menurut pekerjaan pokok pendapatan rumah tangga diuraikan pada tabel dibawah ini; Tabel-3. Responden Menurut Pekerjaan Pokok dan Pendapatan per Bulan Pekerjaan Pokok Buruh Pabrik Buruh Lepas Buruh Tani Buruh Bangunan Petani dan Peternak Pembantu Rumah Tangga Mekanik Berdagang/Jualan Tukang pijit, Buat Peuyeum,Rongsokan Tidak bekerja Total Responden

Jumlah RTM (KK) 1 6 1 3 5 2 1 6 3 2 30

Rentang Pendapatan/bulan <= 3 juta 200 ribu s/d 1,5 juta < = 500 ribu 1,2 juta s/d 1,5 juta 1 juta s/d 1.5 juta 300 s/d 1,5 juta < 2,5 juta 500 s/d 1 juta 500 s/d 1 juta tidak ada

Sumber: Hasil Analisis 2014. Jumlah sampel (n)=30 KK Merujuk pada Tabel-2, menunjukan bahwa dari 30 responden yang disurvei, sebanyak 12 responden memiliki pekerjaan pokok sebagai buruh lepas dan berdagang, 5 (lima) responden sebagai petani atau peternak, 36


6 (enam) responden sebagai Buruh bangunan dan tukang pijit, rongsokan dan pembuat singkong ragi (tape/peuyeum). Sedangkan, selebihnya berpekerjaan pokok sebagai buruh pabrik, buruh tani, mekanik dan pembantu rumah tangga dan yang tidak bekerja (penganggur). Sedangkan, dari segi pendapatan per bulan, dari 30 responden memiliki pendapatan dengan kisaran Rp 200.000 sampai dengan kurang dari Rp 3 juta rupiah. 3.2.2.2. Kapasitas Anggota Rumah Tangga Adapun kapasitas responden dilihat dari dari segi latar belakang pendidikan dan keahlian yang dimiliki, diantaranya: sebanyak 59% responden adalah lulusan sekolah dasar, sebesar 19% lulusan sekolah menengah pertama (SMP) serta 13% responden lulusan sekolah menengah atas atau kejuruan (SMA/SMK) dan 9%-nya tidak bersekolah. Diagram-4 Responden Menurut Pendidikan

Sumber: Hasil Analisis 2014. Jumlah sampel (n)=30 KK Sementara itu, dari 30 responden mempunyai keahlian yang diperoleh dari kegiatan kursus/pelatihan atau pendidikan keterampilan, yang diantaranya menjahit sebanyak 1 kepala keluarga (KK), teknik bangunan (2 KK), bercocok tanam (3 KK), beternak (8 KK), komputer (1 KK), elektronika (5 KK), dagang/jual beli (7 KK), dan tidak memiliki keahlian (3 KK).

37


Diagram-3 Responden Menurut Keahlian

Sumber: Analisis 2014. (n)= 30 KK.

Merujuk pada Diagram-3, menunjukkan bahwa 50% responden memiliki keahlian seperti berdagang, bertani dan beternak, sementara selebihnya cukup bervariasi, seperti menjahit, elektronik, teknik bangunan dan mekanik. 3.2.2.3.Kondisi Sosial RTM Kondisi sosial responden (RTM) menurut tipe dan jenis bangunan rumah yang disandingkan dengan lamanya bermukim diantaranya: lama bermukim 20-29 tahun (kayu bilik sebanyak 5 KK, setengah tembok sebanyak 4 KK, tembok sebanyak 1 KK, dan lainnya sebanyak 2 KK); lama bermukim 30-39 tahun (kayu bilik sebanyak 2 KK, setengah tembok sebanyak 2 KK dan tembok 1 KK); lama bermukim 40-49 tahun (kayu bilik sebanyak 1 KK, setengah tembok sebanyak 1 KK dan tembok 2 KK); lama bermukim 50-59 tahun ( Kayu bilik sebanyak 2 KK dan tembok 3 KK); lama bermukim 60- 69 tahun (kayu bilik sebanyak 1 KK, Setengah tembok sebanyak 1 KK dan tembok 1 KK); serta lama bermukim lebih dari 70 tahun kayu bilik sebanyak 1 KK. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Grafik-3.

38


Grafik-3. Responden Menurut Type/Jenis Bangunan Rumah dan Lama Tinggal

Sumber: Hasil Analisis 2014. (n)= 30 KK Sementara dari segi status kepemilikan lahan atau bangunan yang dimiliki diantaranya adalah: hak milik sertifikat (Setengah Tembok 1 KK dan tembok 1 KK); hak milik non sertifikat (kayu bilik 11 KK, setengah tembok 6 KK, tembok 5 KK, lainnya 2 KK); serta Hak Guna Pakai (kayu bilik 1 KK), Lainnya (setengah tembok 1 KK dan tembok 1 KK). Artinya, hampir 80% status kepemilikan lahannya adalah hak milik namun belum disertifikasi, sementara sebesar 52% jenis bangunan responden dalam bentuk setengah tembok maupun tembok, sedangkan 24%-nya masih berbentuk kayu dan bilik, selain itu sebesar 7% responden lainnya tidak terpotret pada penelitian ini . Grafik-4. Responden Menurut Kepemilikan Lahan dan Bangunan

Sumber: Hasil Analisis 2014. (n)= 30 KK 39


Disamping itu, kondisi Fasilitas listrik yang dimiliki responden sesuai dengan jenis bangunan yang dimiliki diantaranya adalah bangunan kayu bilik (panel 7 KK, nyambung ketetangga 7 KK), bangunan setengah tembok (panel 6 KK, nyambung ke tetangga 3 KK), bangunan tembok (panel 3 KK, nyambung ketetangga 2 KK) dan lainnya (Nyambung ketetangga 1 KK dan tidak punya jaringan 1 KK). Secara rinci dapat dilihat pada grafik berikut ini: Grafik-5. Responden Menurut Jenis Bangunan dan Fasilitas Kelistrikan

Sumber: Hasil Analisis 2014. Sementara itu, kondisi fasilitas terkait air bersih dan sanitasi responden, diantaranya: sumur gali (sebanyak 11 KK dan 14 KK tidak memiliki); PDAM (sebanyak 3 KK); jamban (sebanyak 25 KK dan 5 KK diantaranya tidak memiliki); kamar mandi (sebanyak 21 KK dan sejumlah 8 KK tidak memilikinya); septic tank (sebanyak 20 KK, dan sejumlah 10 KK tidak memiliki); saluran pembuangan limbah rumah tangga (sebanyak 8 KK, dan 22 KK lainnya tidak memiliki); serta tempat sampah (sebanyak 6 KK, dan 24 KK tidak memilikinya). Grafik-6. Akses terhadap Air Bersih dan Sanitasi

Sumber: Hasil Analisis 2014 40


Merujuk pada informasi yang disajikan pada Grafik-5 dan Grafik-6 tentang fasilitas bangunan rumah yang dimiliki responden sebanyak 12 KK mengandalkan jaringan listrik dari tetangganya dan satu kepala keluarga tidak memiliki akses terhadap jaringan listrik. Sementara itu, hanya 36% responden saja yang memiliki sumber air bersih dari sumur gali, sedangkan selebihnya sekitar 53% responden masih menggunakan fasilitas umum. 3.2.2.4. Kepemilikan Aset Kondisi responden menurut kepemilikan aset berupa lahan/tanah dan lainnya diantaranya sebanyak 26 KK tidak memiliki lahan atau tanah, sementara 4 KK lainnya memiliki aset berupa lahan dengan luasan sekitar 182 s/d 1.062 m2. Sementara itu, menyangkut mengenai kepemilikan aset lainnya berupa : kendaraan motor (punya 14 KK, tidak punya 16 KK); sepeda (punya 1 KK, tidak punya 29 KK); ponsel (punya 19 KK, tidak punya 11 KK); alat elektronik (punya 24, tidak punya 6 KK); dan Tabungan (punya 1 KK, tidak punya 29 KK). Artinya, secara total sebanyak 26% (8 KK) responden saja yang memiliki aset berupa lahan, motor, ponsel dan lainnya, sementara 74%-nya tidak memiliki aset (22 KK). Grafik-7 Responden Menurut Kepemilikan Aset

Sumber: Hasil Analisis 2014. (n) = 30 KK Disamping itu, selain kepemilikan aset, akses terhadap skema program perlindungan atau jaminan sosial yang dimiliki oleh responden dalam bentuk Kepesertaan Jaminan Sosial yang terdiri dari Jamkesmas (peserta 18 KK, bukan peserta 12 KK), BPJS (peserta 9 KK, bukan peserta 21 KK), Raskin (peserta 19 KK, bukan peserta 11 KK) dan lainnya (peserta 8 KK, bukan peserta 22 KK). 41


Disamping itu, selain kepemilikan aset, akses terhadap skema program perlindungan atau jaminan sosial yang dimiliki oleh responden dalam bentuk Kepesertaan Jaminan Sosial yang terdiri dari Jamkesmas (peserta 18 KK, bukan peserta 12 KK), BPJS (peserta 9 KK, bukan peserta 21 KK), Raskin (peserta 19 KK, bukan peserta 11 KK) dan lainnya (peserta 8 KK, bukan peserta 22 KK). Grafik-8. Responden Menurut Kepesertaan Jaminan Sosial

Sumber: Hasil Analisis 2014. (n) = 30 KK Berdasarkan dari Grafik-8 diatas, menunjukan secara umum bahwa sebesar 45% responden (11 KK) merupakan peserta dari 4 (empat) jenis kepesertanaan jaminan sosial meliputi: Jamkesmas, BPJS, dan Raskin. Di dalamnya sebesar 10% nya ( 3 KK) masuk ke dalam kepesertaan Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS), sedangkan, 54% responden tidak masuk dalam kepersertaan jaminan sosial (17 KK). Artinya, tidak semua responden memiliki kepesertaan jaminan sosial yang semestinya menjadi haknya. 3.3. Dampak Sosial Ekonomi Pembangunan Tol Cisumdawu menurut Penyelenggara dan Rumah Tangga Miskin Dampak sosial ekonomi merupakan perubahan yang terjadi atau timbul pada masyarakat yang diakibatkan oleh usaha atau akitifitas proyek Jalan Tol Cisumdawu Seksi-II (Interchange) yang dapat mempengaruhi

42


perubahan cara hidup, dinamika sosial, tingkat pendapatan, pola kepemilikan aset, kesempatan kerja atau usaha masyarakat secara langsung maupun tidak langsung, khususnya secara spesifik bagi masyarakat miskin yang tinggal di sekitaran lokasi pembangunan. Dalam kajian ini, terdapat beberapa pandangan dari sisi penyedia atau penyelenggara dan sisi masyarakat terhadap akibat yang ditimbulkan dari proyek jalan tol Cisumdawu di interchange seksi-II (tanjungsariSumedang), yang diuraikan sebagai berikut: 3.3.1. Pandangan Penyelenggara terhadap Pembangunan Tol Cisumdawu Dari 6 (enam) informan kunci yang diwawancara dalam kegiatan kajian ini, beberapa pandangan terkait dampak baik atau buruk akibat proyek pembangunan jalan tol Cisumdawu bagi Kabupaten Sumedang. Dampak positif diantaranya (i) mengurangi kemacetan wilayah kota,(ii) jalur distribusi barang lancar, (iii) kerusakan jalan berkurang, (iv) masyarakat yang mendapatkan ganti untung, (iv) harga tanah meningkat dan akses untuk perumahan meningkat, (v) bisa menghubungkan Cileunyi dan Ujungjaya (ujung barat Sumedang sampai timur Sumedang), (vi) mempercepat akselerasi arus lalu lintas barang, (vii) mengurangi beban jalan cadas pangeran karena dialihkan ke jalan tol, sehingga berdampak usia Ketahanan jalan cadas pangeran semakin panjang,(viii) salah satu upaya percepatan pembangunan dan mempermudah aksesibilitas, Dan (ix) banyak warga desa menjadi pekerja di proyek jalan tol. Secara singkat disajikan pada Diagram-4. Sementara itu, pandangan lainnya yang bersifat negatif diantaranya, Sumedang akan sepi dari aktifitas pengunjung dari luar yang singgah di Sumedang sehingga jumlah pelanggan warung dan rumah makan akan berkurang. Dalam proses perencanaan dan pembangunan pun masalah selalu akan muncul, seperti konflik tentang ganti rugi di tingkat masayarakat, tata letak administrasi kewilayahan terganggu dengan perubahan geografis karena banyak tanah warga yang terpakai jalan tol, Polusi debu dan kebisingan serta tekanan fisik tanah sehingga menimbulkan keretakan serta lahan pertanian beralih fungsi menjadi lahan tidak produktif. Lihat Diagram-5.

43


Diagram-4 Pandangan/Pendapat Penyelenggara terhadap Dampak Positif Pembangunan Jalan Tol Cisumdawu

Sumber: Hasil Analisis 2014.

Diagram-5 Pandangan/Pendapat Penyelenggara terhadap Dampak Negatif Pembangunan Jalan Tol Cisumdawu

Sumber: Hasil Analisis 2014.

44


Dampak ekonomi sosial dari proses pembangunan jalan tol Cisumdawu ini, pihak penyelenggara baik Pemerintah Daerah maupun desa telah dan terus berupaya mengantisipasinya yang salah satunya dengan cara mengadakan pelatihan-pelatihan produk unggulan lokal ubi Cilembu, Mematenkan produk-produk lokal misalnyaUbi Cilembu dan pelatihan para Camat terkait PPAT untuk yang wilayahnya terlintasi Proyek Tol Cisumdawu.Upaya lain yang telah diupayakan guna meminimalisir dampak negatif diantaranya memfasilitasi saluran-saluran lain seperti irigasi, sumber air dan infrastruktur lainnya tidak boleh diputus, bantuan dana stimulan untuk koordinasi aparat desa dan lainnya.

3.3.2. Pandangan RTM terhadap Pembangunan Tol Cisumdawu Dari beberapa pandangan, pendapat maupun penilaian yang diuraikan dari sisi penyedia atau penyelenggara proyek jalan tol Cisumdawu, selanjutnya beberapa pandangan, pendapat dan penilaian dari sisi rumah tangga miskin yang diantaranya: sebanyak 50% menyetujui adanya pembangunan jalan tol Cisumdaw; dan sebanyak 37% rumah tangga tidak setuju dengan adanya proyek tersebut; diikuti sebanyak 13% rumah tangga yang raguragu terhadap proyek tersebut. Diagram-6 Pandangan/Penilaian RTM terhadap Proyek Tol Cisumdawu

Sumber: Hasil Analisis 2014. (n) = 30 KK Merujuk pada Diagram diatas, dari 50% rumah tangga yang menyatakan setuju, mengemukakan beberapa alasan karena (i) program atau kebijakan yang tidak boleh ditolak karena mereka yakin bahwa pemerintah 45


mempunyai solusi untuk mengatasi berbagai masalah terkait pembangunannya, (ii) warga ada yang dilibatkan dengan proyek pembangunan Jalan Tol Cisumdawu sebagai buruh bangunan, sehingga mereka berpendapat bahwa dengan jalan tol meningkatkan taraf ekonomi, dan (iii) dengan adanya jalan tol akan melancarkan lalu lintas kendaraan, sehingga akses ke lokasi kerja, pasar pendidikan dan pemerintahan menjadi lancar. Sementara, dari 50% rumah tangga lainnya yang menyatakan tidak setuju maupun ragu-ragu, mengemukakan alasan karena (i) pembangunan jalan tol ini tidak ada perubahan pendapatan keluarga, (ii) ada yang tidak pernah diajak bermusyawarah terkait perencanaan pembangunan jalan tol ini, semua keputusan hanya melalui RT/RW saja, (iii) tidak adanya konpensasi/pengganti uang terhadap polusi udara yang diakibatkan debu tanah atau suara bising dari alat berat dan mengakibatkan retaknya rumahrumah warga, dan (iv) produksi hasil pertanian berkurang, karena dengan pembangunan jalan tol ini perekonomian justru berkurang. 3.4. Analisis Dampak Ekonomi Berdasarkan hasil survei terhadap responden, berkenaan dengan dampak dari pembangunan jalan tol Cisumdawu, berikut ini diuraikan kondisi rumah tangga miskin menurut kondisi sebelum dan sesudah pembangunan dilaksanakan terhadap kondisi ekonomi meliputi pendapatan dan pengeluaran belanja rumah tangga serta pandangan mereka terhadap aksesibilitas terhadap sumber-sumber mata pencaharian pokok mereka, yang diuraikan pada sub- bab berikut: 3.4.1. Analisis Ekonomi RTM Dari 30 rumah tangga miskin yang disurvei, dengan rata-rata jumlah anggota keluarga mencapai 4 (empat) orang. Kondisi pendapatan rata-rata sebelum proyek pembangunan jalan tol mulai beroperasi, mencapai Rp 374.698. Sementara itu, setelah adanya pembangunan tol Cisumdawu kondisi pendapatan rata-rata menurun menjadi Rp 352.611. Artinya terjadi penurunan secara nominal sekitar Rp 22.000 per kapita atau sekitar 6 persen.

46


47

200

1.200.000

1.000.000

600

2.300.000

1.500.000

3.750.000

800 0

7

8

9

10

11

12

13 14

0

4

1.500.000

1.500.000

3

6

1.000.000

2

5

3.000.000

1

Responden (KK) Pendapatan Pokok (Rp)

0 0

0

0

0

0

85

300

70

Pendapatan Sampingan (Rp)

800 0

3.750.000

1.500.000

2.300.000

600

1.085.000

1.500.000

1.500.000

200

0

1.500.000

1.070.000

3.000.000

7 3

3

2

4

2

2

4

5

5

1

4

4

3

Jumlah Anggota Total Keluarga Pendapatan (Jiwa / Orang) (Rp)

Sebelum Tol Cisumdawu

114.286 0

1.250.000

750

575

300

542.5

375

300

40

0

375

267.5

1.000.000

Tol (Rp)

Pendapatan Sebelum

0 0

3.750.000

1.200.000

5.000.000

500

1.000.000

1.200.000

1.500.000

200

0

1.500.000

1.000.000

3.000.000

Pendapatan Pokok (Rp)

0 0

0

0

0

0

85

500

0

0

0

0

70

0

Pendapatan Sampingan (Rp)

0 0

3.750.000

1.200.000

5.000.000

500

1.085.000

1.700.000

1.500.000

200

0

1.500.000

1.070.000

3.000.000

Total Pendapatan (Rp)

Sesudah Tol Cisumdawu

0 0

1.250.000

600

1.250.000

250

542.5

425

300

40

0

375

267.5

1.000.000

Tol (Rp)

Pendapatan Setelah

Tabel-4. Kondisi Pendapatan Rata-Rata per Kapita RTM sebelum dan sesudah Proyek Jalan Tol Cisumdawu


48

25

900

1.000.000

700

28

29

30

700

700

24

1.000.000

500

23

27

1.000.000

22

26

500

1.500.000

21

700

800

18

1.000.000

300

17

20

500

16

19

900

15

Responden (KK) Pendapatan Pokok (Rp)

0

0

0

200

100

0

0

200

100

0

0

0

0

0

Pendapatan Sampingan (Rp)

350 11.240.952 374.698

Rata-rata Per Kapita

200

300

400

175

140

600

250

750

233.333

183.333

70

266.667

33.333

500

900

2

700

5

3

3

4

5

1

4

2

3

6

10

3

9

1

1

Tol (Rp)

Pendapatan Sebelum

Total Income Sebelum Tol

1.000.000

900

1.200.000

700

700

600

1.000.000

1.500.000

700

1.100.000

700

800

300

500

900

Jumlah Anggota Total Keluarga Pendapatan (Jiwa / Orang) (Rp)

Sebelum Tol Cisumdawu

700

2.000.000

900

2.000.000

700

1.500.000

500

1.000.000

1.500.000

500

1.000.000

700

0

0

0

0

Pendapatan Pokok (Rp)

700

2.000.000

900

2.300.000

700

1.500.000

500

1.000.000

1.500.000

700

1.100.000

700

0

0

0

0

Total Pendapatan (Rp)

Rata-rata Per Kapita

Total Income Setelah Tol

0

0

0

300

0

0

0

0

0

200

100

0

0

0

0

0

Pendapatan Sampingan (Rp)

Sesudah Tol Cisumdawu

0

0

0

0

352.611

10.578.333

350

400

300

766.667

175

300

500

250

750

233.333

183.333

70

Tol (Rp)

Pendapatan Setelah


Pada tabel di atas, menunjukkan adanya penurunan pendapatan rumah tangga setelah proyek jalan tol beroperasi di wilayah mereka. Kondisi tersebut salah satunya diakibatkan dari kenaikan bahan bakar minyak (BBM) oleh pemerintahan per awal Januari 2015 , yang mengakibatkan kenaikan bahan pangan, energi (BBM dan Elpiji), transporatasi umum (ongkos) serta suku bunga kredit, mengingat pada kegiatan kajian dilakukan setelah kenaikan BBM. 3.4.2. Analisis Aksesibilitas Sumber Daya Sosial Ekonomi RTM Berikutnya berkaitan dengan aksesibilitas rumah tangga terhadap sumber daya ekonomi dan sosial, apakah dengan adanya pembangunan jalan tol berdampak terhadap terganggunya aksesibilitas rumah tangga dalam melakukan aktifitasnya, diuraikan sebagai berikut: Grafik-9 Aksesibilitas ke Sumber Daya Ekonomi Sosial menurut Jarak Tempuh (Sebelum Proyek Jalan Tol Beroperasi)

Sumber: Hasil Analisis 2014. (n) = 30 KK. Pada Grafik diatas, menunjukkan bahwa sebanyak 46% rumah tangga (14 KK) tidak mengetahui jarak tempuh yang umumnya mereka lalui dalam melakukan aktifitas sehari-harinya, sedangkan sebanyak 13%

49


rumah tangga menilai jarak tempuh menuju pusat-pusat aktifitas sosial dan ekonomi seperti pusat pemerintahan desa, Puskesmas, sekolah, pasar, pusat produksi pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan serta pusat permodalan seperti bank atau koperasi berjarak kurang dari 100 meter, 22%-nya menyatakan kurang dari 1 kilometer dan lebih dari 3 kilometer, dan selebihnya berkisar kurang dari 3 kilometer. Sedangkan, setelah pembangunan jalan tol seksi- II (TanjungsariSumedang) beroperasi di wilayah mereka, menunjukan bahwa sebanyak 48% (16 KK) rumah tangga tidak mengetahui jarak tempuh yang mereka lalui sehari-hari ke pusat-pusat kegiatan sosial ekonomi. Sementara selebihnya menyatakan jarak tempuh ke pusat-pusat aktifitas mereka adalah tetap, artinya pembangunan jalan tol di wilayah mereka tidak mempengaruhi akses rumah tangga dalam melakukan aktifitas menuju pusat-pusat sosial dan ekonomi mereka. Lihat pada Grafik-10, berikut: Grafik-10. Kondisi Aksesibilitas RTM ke Pusat-Pusat Kegiatan Sosial Ekonomi ( Sebelum dan Sesudah Proyek Jalan Tol Beroperasi)

Sumber: Hasil Analisis 2014. 3.5. Harapan Penyelenggara Proyek dan Rumah Tangga Miskin Dari perkembangan pelaksanaan proyek jalan Tol Cisumdawu, dengan beragam kendala serta permasalahan yang dihadapi oleh pihak penyelenggara maupun masyarakat secara umum dan masyarakat miskin secara khusus, kajian ini pun menguraikan beberapa harapan-harapan 50


yang diperoleh dari pihak penyelenggara maupun masyarakat terhadap kemajuan proyek jalan tol Cisumdawu, adapun harapan-harapan tersebut diuraikan sebagai berikut: 3.5.1. Harapan Penyelenggara Proyek Dari 5 informan kunci yang diwawancara dalam kajian ini yang sebagian besar memiliki kewenangan didalam penyelenggaraan proyek jalan tol seksi-II Cisumdawu menyatakan harapan agar dukungan serta dorongan dari semua pihak untuk dapat membantu dalam mendorong perkembangan ekonomi. Sementara itu, pihak pemerintah desa yang memiliki wilayah terkena dampat proyek mengharapkan kepada pihak penyelenggara proyek jalan tol untuk dapat merehabilitasi kondisi infrastruktur sosial akibat kegiatan pembangunan, seperti kotoran dijalan akibat angkutan material, rehabilitasi rumah yang retak akibat getaran, perbaikan ruas jalan desa yang rusak, pemindahan prasarana publik yang tidak memadai dan dukungan pendanaan untuk kegiatan-kegiatan koordinasi bagi aparat desa. Sedangkan harapan lainnya terhadap pemerintahan Kabupaten Sumedang, pihak pemerintahan desa berharap agar kedepan perlu dipertimbangkan terkait pembuatan kembali peta blok dalam rangka tata ulang penarikan pajak bumi dan bangunan, berikut dengan re-class NJOP serta tata ulang administrasi kewilayahan. 3.5.2. Harapan RTM terhadap Pembangunan Tol Cisumdawu Selanjutnya, beberapa harapan masyarakat, yang dalam kegiatan kajian ini adalah rumah tangga miskin yang bermukim wilayah desa yang masuk dalam pembangunan jalan tol seksi-II (Interchange TanjungsariSumedang) yang diperoleh dari hasil wawancara, sebanyak 40% rumah tangga mengharapkan adanya gantirugi/kompensasi akiat polusi udara, kebisingan, rumah retak, lahan pertanian/kebun yang rusak dan perbaikan saluran pembuangan air atau draenase; adanya peluang pekerjaan bagi warga (17%); dan keamanan lalu lintas untuk keselamatan (13%) selama proses pembangunan proyek jalan tol berlangsung/beroperasi di wilayah mereka. Disamping itu, sebanyak 30% rumah tangga berharap proyek pembangunan jalan tol cepat selesai.

51


Diagram-7. Harapan RTM Selama Proses Pembangunan Jalan Tol

Sumber: Hasil Analisis 2014. (n)= 30 KK Sementara itu, harapan dari 30 KK rumah tangga miskin setelah pembangunan jalan tol selesai antara lain : akses jalan lancar dan mudah, jalur ke desa tidak terputus serta pembuangan sampah dan aliran air tidak terganggu ( 37%); adanya dukungan modal usaha dan tempat khusus untuk berjualan atau berdagang (33%); keselamatan dan pengamanan jalan atau arus lalu lintas (17%); dan peluang pekerjaan dibagian pengelolaan jalan tol bila telah beroperasi (3%). Diagram-8. Harapan RTM Setelah Proses Pembangunan Jalan Tol

Sumber: Hasil Analisis 2014. (n)= 30 KK

52


Disamping itu, harapan lain dari 30 Rumah Tangga Miskin terhadap pemerintahan Kabupaten Sumedang selama atau paska proyek pembangunan jalan tol Cisumdawu diantaranya adalah perlu adanya pembinaan kewirausahaan, bantuan permodalan dan peluang pekerjaan (53%), agar lebih memperhatikan masyarakat kecil disekitara jalan tol (40%) dan keselamatan berlalu lintas, perbaikan ruas jalan serta renovasi tempat tinggal (7%). Diagram-9 Harapan RTM Kepada Pemerintah Kabupaten Sumedang

Sumber: Hasil Analisis 2014. (n)= 30KK Dari uraian diatas yang dapat ditarik dari poin-poin harapan yang dinyatakan oleh penyelenggaran proyek maupun harapan dari 30 rumah tangga miskin yang tinggal di sekitaran jalur interchange seksi-II jalan tol Cisumdawu yaitu : 1. Perhatian Pemerintah Kabupaten Sumedang ataupun penyelenggara proyek Jalan Tol Cisumdawu belum sepenuhnya memperhatikan kelompok masyarakat miskin yang tinggal atau bermukim di sekitaran jalur interchange yang direncanakan sebagai potensi pertumbuhan perekonomian. 2. Pembinaan, bantuan permodalan dan usaha serta peluang bekerja merupakan harapan utama yang sekiranya dapat diperhatikan secara seksama oleh pemerintah Kabupaten Sumedang khususnya bagi rumah tangga miskin. 3. Faktor keselamatan berlalu lintas, adanya pengamanan jalan, perbaikan jalan serta saluran pembuangan air/limbah merupakan 53


harapan masyarakat agar dapat dibenahi dikemudian hari oleh penyelenggara proyek jalan tol Cisumdawu maupun pemerintahan Kabupaten Sumedang. 4. Perubahan ulang peta blok, tata kewilayahan dan tata ulang kelola Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) merupakan harapan dari pemerintahan desa kepada pemerintahan Kabupaten Sumedang untuk dapat segera diimplementasikan. Beberapa poin kunci harapan yang dirangkum dari 30 KK yang termasuk rumah tangga miskin (RTM) di wilayah pembangunan seksi-II (TanjungsariSumedang) Tol Cisumdawu, diharapkan bisa dijadikan sebagai rujukan bagi kajian yang lebih luas bagi rumah tangga miskin yang bermukim di jalur interchange jalan tol Cisumdawu di Kabupaten Sumedang.

54


Bab 4 Kesimpulan dan Rekomendasi

Dari uraian hasil-hasil kajian di lapangan, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan serta rekomendasi yang dapat dirangkum sebagaimana berikut ini: 4.1. Kesimpulan 1. Proyek jalan tol di jalur interchange seksi-II Tanjungsari – Sumedang yang berlokasi antara Desa Citali dan Desa Ciptasari Kecamatan Pamulihan secara tidak langsung memberikan kontribusi negatif terhadap peningkatan pendapatan 30 rumah tangga miskin sebesar 6 persen atau sekitar Rp 22.000 per kapitanya. 2. Proyek jalan tol di jalur interchange seksi-II Tanjungsari – Sumedang yang berlokasi antara Desa Citali dan Desa Ciptasari Kecamatan Pamulihan tidak mempengaruhi aksesibilitas bagi 30 rumah tangga miskin menuju pusat-pusat mata pencaharian, ekonomi dan pusat aktifitas sosial. 3. Pembinaan, bantuan permodalan dan usaha serta peluang bekerja merupakan harapan utama bagi 30 rumah tangga miskin yang seyogyanya dapat direalisasikan oleh pemerintah Kabupaten Sumedang maupun pihak penyelenggara proyek selama kegiatan pembangunan berjalan maupun saat jalan tol beroperasi. 4. Aspek keselamatan berlalu lintas, perbaikan dan adanya pengamanan jalan serta saluran pembuangan air/limbah merupakan harapan masyarakat selama kegiatan pembangunan berjalan untuk dapat segera dibenahi oleh penyelenggara proyek jalan tol Cisumdawu maupun pemerintahan Kabupaten Sumedang 5. Pelibatan rumah tangga miskin dalam setiap kegiatan sosialisasi merupakan harapan yang dikemukakan dari 30 KK miskin terkait perkembangan kegiatan pembangunan proyek jalan tol, sehingga dapat memberikan kesempatan bagi masyarakat miskin didalam pengambilan keputusan, yang tidak hanya diwakilkan oleh Ketua RW atau RT. 6. Bentuk kompensasi akibat kegiatan pembangunan seperti polusi udara, debu, pecahan material, kebisingan alat berat, bangunan rumah yang retak akibat getaran diharapkan dapat direalisasikan bagi penyelenggara proyek dari 30 KK Miskin. 55


4.2. Rekomendasi 1. Pemerintah Kabupaten Sumedang beserta penyelenggara proyek jalan tol Cisumdawu, diharapkan dapat lebih memperhatikan kelompok masyarakat miskin, yang secara khusus bermukim dijalur rencana interchange, dari jumlah populasi rumah tangga miskin yang terkena jalur interchange seksi-II yang berlokasi di Desa Citali dan Ciptasari terdapat 499 kepala keluarga miskin yang bisa jadi memiliki harapan yang serupa dengan 30 KK yang diidentifikasi pada kajian ini. 2. Ada baiknya pemerintahan Kabupaten Sumedang, melakukan kajian atau penelitian terhadap rumah tangga miskin di 6 (enam) titik jalur interchange lainnya, sebagai landasan penyusunan program pengembangan ekonomi kerakyatan bagi masyarakat kurang mampu, atau sebagai landasan pengaplikasikan program dan kegiatan yang sesuai dengan Peraturan Daeran nomor 2 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang. 3. Bentuk kompensasi akibat kegiatan pembangunan jalan tol, diharapkan dapat tepat program dan sasaran, dari 30 KK miskin yang dikaji masih belum memadai dari akses air bersih dan sanitasi, serta kondisi bangunan rumah yang secara umum terbangun dari kayu dan bilik dengan fasilitas energi listrik yang masih mengandalkan dari tetangganya. Dari 30 KK miskin tersebut, memungkinkan dialami bagi 469 KK lainnya di desa Citali dan Ciptasari, atau KK miskin lainnya di rencana lokasi interchange jalan tol Cisumdawu. 4. Pemerintahan Kabupaten Sumedang diharapkan dapat mulai merumuskan skema terkait perubahan ulang peta blok, tata kewilayah desa, maupun NJOP bagi aparatur pemerintahan desa.

56


Judul:

Analisis Anggaran di Desa Sukamandi dan Desa Curug Rendeng Kabupaten Subang dalam Sektor Kesehatan Tim Penulis: 1.Haerudin Inas 2.Hamdan 3.Heru Ginanjar

57


Bab 1 Pendahuluan

1.1. Latar Belakang Kabupaten Subang adalah Kabupaten yang terletak di Wilayah Utara Provinsi Jawa Barat yang berbatasan dengan 6 Kabupaten. Di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Bandung Barat. Di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sumedang dan Indramayu. Di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Karawang dan di sebelah Utara dengan Laut Jawa. Secara administratif, Kabupaten Subang terdiri dari 245 Desa dan 8 Kelurahan yang tersebar di 30 Kecamatan dengan luas wilayah 205.176,95 km2, atau setara dengan 6,34% dari luas Provinsi Jawa Barat. Penduduk pada tahun 2013 berjumlah 1.677.790 jiwa atau setara dengan 3,5% dari jumlah penduduk Jawa Barat. Pada tahun 2008, penduduk miskin sebesar 15,15 lalu turun menjadi 14,13 % pada tahun 2009. Lalu pada tahun 2010 kembali turun hingga menginjak 13,54%. Namun hanya dalam kurun waktu 1 tahun angka kemiskinan di Kabupaten Subang meningkat menjadi 15,60% pada tahun 2011. Dari prosentase tersebut, rumah tangga miskin pada tahun berjumlah 149.500 KK yang terdiri dari 159,677 Jiwa atau sekitar 24,466. 1.2. Rumusan masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Seberapa besar desa menyerap anggaran dari APBD? 2. Seberapa besar anggaran yang diserap oleh desa untuk sektor kesehatan? 3. Apakah rencana program pemerintah desa dalam sektor kesehatan tepat sasaran kepada masyarakat?

58


1.3. Rumusan masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Seberapa besar desa menyerap anggaran dari APBD? 2. Seberapa besar anggaran yang diserap oleh desa untuk sektor kesehatan? 3. Apakah rencana program pemerintah desa dalam sektor kesehatan tepat sasaran kepada masyarakat? 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui berapa besaran anggaran yang diserap oleh desa dari APBD Kabupaten Subang tahun 2013 di sektor kesehatan. 2. Untuk mengetahui besaran anggaran yang di serap oleh desa di sektor kesehatan. 3. Membandingkan isi dokumen RPJM Desa, RKP Desa 2014, APB Desa 2014, dan APBD 2013 sektor kesehatan dengan kenyataan di lapangan. 1.5. Hasil yang diharapkan 1. Penelitian ini diharapkan bisa memberikan pengetahuan tambahan tentang bagaimana menangani masalah perencanaan penganggaran di wilayah Kabupaten Subang. 2. Penelitian ini diharapkan menjadi acuan dalam perencanaan penganggaran ditingkat desa, khususnya dalam sektor kesehatan, dan dijadikan model dalam perencanaan penyusunan program rencana pembangunan jangka menengah desa, untuk semua sektor. 3. Penelitian ini diharapkan menjadi acuan bagi desa di Kabupaten Subang dalam penyusunan dokumen perencanaan dan penganggaran.

59


Bab 2 Metode Penelitian

2.1. Analisis Dokumen Analisis dokumen dilakukan terhadap dokumen perencanaan pembangunan dan anggaran Kabupaten Subang pada tingkat desa, yaitu Desa Sukamandi dan Curug Rendeng. 2.2. Wawancara Penelitian ini menggunakan metoda wawancara langsung kepada beberapa narasumber. Berikut data para narasumber. Tabel. 1 Narasumber yang Diwawancara

60


Bab 3 Hasil Penelitian

Berdasarkan analisis dokumen pada tingkat pemerintahan Kabupaten Subang, diketahui bahwa urusan kesehatan di Kabupaten Subang dilaksanakan oleh 2 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yaitu Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Pada tahun anggaran 2013, urusan kesehatan mendapatkan dukungan anggaran sebesar Rp 186.655.729.998,46 atau 9,85% dari APBD Kabupaten Subang. Anggaran tersebut meliputi anggaran untuk Dinas Kesehatan sebesar Rp 111.071.359.088 dan untuk RSUD sebesar Rp 75.584.370.910 Prioritas program dan kegiatan tahun anggaran 2013 pada kedua SKPD tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 2 Program Dinas Kesehatan dalam Pelaksanaan Urusan Kesehatan Tahun 2013 No

1.

2.

Program/Kegiatan Program obat dan perbekalan masyarakat Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan dan penunjang kegiatan serta kontruksi gudang Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan dan penunjang kegiatan serta kontruksi gudang (luncuran DAK 2012) Program Upaya Kesehatan Masyarakat Pengadaan peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana Puskesmas dan jaringannya Peningkatan peralatan dan perbekalan kesehatan dan non kesehatan Peningkatan pelayanan kesehatan bagi pengungsi korban bencana

3.509.851.500

3.463.155.330

% Realisasi terhadap Anggaran 98,66

20.000.000

16.935.000

84,67

3.421.973.500

3.378.660.330

98,73

67.878.000

67.560.000

99,53

16.634.858.800

16.230.262.980

97,56

2.850.000.000

2.747.775.050

96,41

150.000.000

150.126.750

100,08

50.000.000

42.016.498

84,03

Anggaran (Rp.)

Realisasi (Rp.)

61


No

3.

4.

62

Program/Kegiatan

Peningkatan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan Peningkatan pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas Peningkatan pelayanan kesehatan khusus (Gimul, Keswa, Kesja, Kesorga dll) Peningkatan pelayanan kesehatan penunjang medik Pengadaan sarana prasarana (DAK pendamping dan penunjang DAK) Peningkatan sarana dan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan Pengadaan sarana dan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan (luncuran APBD TA 2012) Penyedian alat-alat kesehatan (DBHCT) luncuran APBD TA 2012 Pengembangan gedung Puskesmas mampu PONED dan pengadaan alat kesehatan (Ban Prov 2013) Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan penyediaan fasilitas perawatan kesehatan bagi penderita akibat dampak asap rokok (DBHCT) Program pengawasan obat dan makanan Peningkatan pemberdayaan konsumen/masyarakat di bidang obat dan makanan Peningkatan pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya Program promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat Kajian rumah tangga sehat Pengembangan peran serta masyarakat dalam UKMB Pengembangan dan pemanfaatan desa siaga Jumpa Bakti Gembira (JUMBARA) kader

Anggaran (Rp.)

Realisasi (Rp.)

% Realisasi terhadap Anggaran

116.250.000

111.902.500

96,26

1.655.000.000

1.620.015.482

97,88

40.000.000

39.680.000

99,20

50.000.000

50.000.000

100

3.350.111.800

3.269.140.800

97,58

150.000.000

149.988.400

99,99

750.000.000

739.200.000

98,56

225.152.000

214.417.500

95,23

5.848.345.000

5.730.218.150

95,23

1.400.000.000

1.365.781.850

97,56

55.000.000

52.475.000

95,41

25.000.000

23.295.000

93,18

30.000.000

29.180.000

97,27

800.000.000

868.601.450

108,58

100.000.000 100.000.000

98.880.000 91.175.000

98,88 91,18

100.000.000

100.050.000

100,05

500.000.000

578.496.450

115,70


No

5.

6.

7.

Program/Kegiatan Program peningkatan gizi masyarakat Pemberiaan tambahan makanan dan vitamin Penanggulangan kurang energi protein (KEP) anemia gizi besi, gangguan akibat kurang yodium (GAKI), kurang vitamin A dan kurang zat gizi mikro lainnya Pemberdayaan masyarakat untuk capaian keluarga sadar gizi Pemberian MP-ASI Program pengembangan lingkungan sehat Penyuluhan menciptakan lingkungan sehat Pengawasan kualitas air Pengawasan kualitas lingkungan tempat-tempat umum Pengembangan program PA NSIMAS komponen B Study environmental health risk assesment Program pencegahan dan penanggulangan penyakit menular Penyemprotan/fogging sarang nyamuk Pengadaan alat fogging dan bahanbahan fogging Pengadaan vaksin penyakit menular Pelayanan vaksinasi bagi balita dan anak sekolah Pelayanan pencegahan dan penanggulangan penyakit menular Pencengahan penularan penyakit endemik/epidemik Peningkatan imunisasi Peningkatan surveilance epidemologi dan penanggulangan wabah Pencegahan dan pengamatan penyakit (DMGR) Pelayanan pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular Pelayanan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS

805.000.000

730.260.400

% Realisasi terhadap Anggaran 90,72

400.000.000

349.777.200

87,44

750.000.000

70.281.000

93,71

30.000.000

25.912.500

86,38

300.000.000 445.500.000

284.289.700 390.931.500

94,76 87,75

50.000.000

45.015.000

90,03

50.000.000 45.500.000

48.861.000 44.595.000

98,01 98,01

225.000.000

176.980.500

78,66

75.000.000

75.480.000

100,64

2.619.164.000

2.545.294.490

97,18

125.000.000

124.950.000

99,96

75.000.000

70.425.000

93,90

200.000.000 50.000.000

183.040.300 49.967.250

91,52 99,93

225.000.000

191.623.000

85,17

1000.000.000

988.432.140

98,84

50.000.000 125.000.000

49.825.450 125.000.000

99,65 100

50.000.000

49.855.000

99,71

34.500.000

34.530.000

100,09

130.000.000

129.680.000

99,75

Anggaran (Rp.)

Realisasi (Rp.)

63


No

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

Program/Kegiatan

Anggaran (Rp.)

Program standarisasi pelayanan 40.000.000 kesehatan Penerapan standar sarana 40.000.000 pelayanan kesehatan swasta Program pelayanan kesehatan 19.248.800.000 penduduk miskin Pelayanan operasi bibir sumbing 40.000.000 Pelayanan kesehatan bagi 2.051.800.000 masyarakat miskin di luar kuota JAMKESMAS Pelayanan refrasi mata dan operasi 167.000.000 katarak Peningkatan pelayanan jaminan 5.000.000.000 persalinan (JAMPERSAL dan JAMKESMAS di Kabupaten Subang) Pemberian kacamata gratis bagi 40.000.000 penderita gangguan refraksi mata JAMKESDA di luar quota Ban gub dan 10.500.000.0000 pusat (subsidi RSUD kelas III) Peningkatan pelayanan kesehatan 1.300.000.000 bagi masyarakat di luar kuota JAMKESMAS (APBD Provinsi) Peningakatan pelayanan jaminan 150.000.000 persalinan (JAMPERSAL dan JAMKESMAS di Kabupaten Subang) Program peningkatan pelayanan 50.000.000 kesehatan anak balita Pelayanan kesehatan anak 50.000.000 Program peningkatan pelayanan 60.000.000 kesehatan lansia Pelayanan kesehatan anak 60.000.000 Program pengawasan dan 50.000.000 pengendalian kesehatan makanan Pengawasan dan pengendalian 50.000.000 keamanan dan kesehatan TPM Program peningkatan keselamatan 300.000.000 ibu melahirkan dan anak Pelayanan kesehatan ibu da bayi 300.000.000 Program manajemen kesehatan 122.750.000 Pelatihan manajemen Puskesmas 50.000.000 Penataan sistem pencatatan dan 50.000.000 pelaporan Pilot project sikda generik 22.750.000 JUMLAH 44.740.924.300

40.000.000

% Realisasi terhadap Anggaran 100

40.000.000

100

19.305.920.224

100,30

34.422.500 2.049.907.128

86,06 99,91

171.616.400

102,76

5.080.543.221

101,61

23.970.975

59,93

10.495.500.000

99,96

1.300.000.000

100

149.960.000

99,97

50.952.500

101,91

50.952.500 54.675.000

101,91 91,13

54.675.000 33.811.000

91,13 67.62

33.811.000

67,62

392.000.000

130,76

392.000.000 121.850.000 49.400.000 49.700.000

130,76 99,27 98,80 98,80

22.750.000 44.280.189.874

100 98,45

Realisasi (Rp.)

Sumber : Dokumen APBD Kabupaten Subang tahun 2013, data di olah 64


Tabel 3 Program RSUD dalam Pelaksanaan Urusan Kesehatan Tahun Anggaran 2013 No

1.

Program/Kegiatan

Program peningkatan mutu pelayanan kesehatan BLUD Pelayanan dan pendukung pelayanan Biaya obat Biaya bahan alkes Biaya bahan makanan pengawai (extra foofing) Biaya bahan makanan pasien Biaya bahan kimia Biaya jasa pelayanan medis Biaya linen Biaya cetakan Biaya bahan pembersih dan alat pembersih Biaya peralatan pendukung pelayanan RS Biaya bahan bakar minyak Biaya bahan gas untuk dapur Biaya bahan dan alat dapur/gizi Biaya pengisian tabung pemadam kebakaran Biaya peralatan listrik/elektronik Biaya bahan suku cadang dan elaktrikal genset Biaya peralatan kantor dan RT Biaya peningkatan mutu SDM Biaya jasa pengembangan SIM IT Biaya jasa kebersihan Biaya jasa pemeriksaan air, udara, gas dan angka kuman Biaya perpanjangan pajak kendaraan Biaya pendidikan dan pelatihan Biaya pemeriksaan angka kuman (instalasi gizi) Biaya pemasaran Biaya outsourcing Biaya asuransi

Anggaran (Rp.)

Realisasi (Rp.)

% Realisasi terhadap Anggaran

37.997.200.151

40.536.877.121

106,68

37.997.200.151 17.683.622.644 121.626.000 252.700.000

40.536.877.121 21.729.232.530 97.228.625 252.697.350

106,68 122,88 79,94 100

1.797.249.962 3.600.000 11.859.351.922 144.525.500 506.105.040 519.965.750

1.792.395.095 3.600.000 12.489.052.703 142.657.000 499.910.184 517.932.750

99,73 100 105,31 98,71 98,78 99,61

16.750.000

16.475.000

98,36

413.600.000 71.150.000 49.637.500 5.850.000

412.925.000 59.925.000 48.944.700 5.850.000

99,84 84,22 98,36 100

357.549.500 361.138.000

352.477.600 4.715.000

98,58 1,31

40.362.650 198.370.000 114.000.000 24.600.000 131.650.000

35.838.400 198.051.200 24.600.000 124.290.218

88,79 99,84 0 100 94,41

25.296.500 250.000.000 22.400.000

14.803.000 222.711.000 22.400.000

58.52 89,08 100

38.000.000 180.000.000 4.164.000

32.616.500 154.716.066 -

85.83 85,95 0

65


No

2.

Program/Kegiatan

Biaya pengolahan limbah medifest Peralatan kedokteran/kesehatan Peralatan kantor dan RT RS Perlengkapan kantor dan RT RS Komputer, printer, notebook, jaringan dan kelengkapan Belanja modal perlengkapan suku cadang Program pengadaan, peningkatan sarana dan prasarana RS/RSJ/RS Paru/RS Mata Pengadaan alat-alat kesehatan rumah sakit untuk penanggulangan dampak rokok Pengadaa alat kesehatan PONEK (Ban Prov 2013) JUMLAH

Anggaran (Rp.)

Realisasi (Rp.)

% Realisasi terhadap Anggaran

65.340.000 218.406.256 50.700.000 2.185.093.744 238.687.500

211.550.000 45.950.000 759.841.700 225.180.000

0 96,63 90,63 34,77 94,34

45.707.683

38.310.500

83,82

3.271.000.000

3.058.594.290

93,51

1.000.000.000

963.514.690

96,95

2.271.000.000

2.089.079.600

91,99

41.268.200.151

43.595.471.411

105,64

Sumber : Dokumen APBD Kabupaten Subang tahun 2013, data di olah

Khusus untuk program yang di keluarkan oleh Dinas Kesehatan kita dapat melihat perbandingan dari dua program yang berbeda. Pertama, program peningkatan gizi masyarakat yang poin satunya adalah pemberian tambahan makanan dan vitamin dengan anggaran Rp 400.000.000 dan terealisasi sebesar Rp 349.777.200. Selanjutnya, program kedua yaitu program upaya kesehatan masyarakat dalam poin 13 yaitu peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan penyediaan fasilitas perawatan kesehatan bagi penderita akibat dampak asap rokok (DBHCT) sebesar Rp 1.400.000.000 dan terealisasi Rp 1.365.781.850. Selanjutnya akan dijelaskan bagaimana analisis dokumen di dua desa yaitu Desa Sukamandi Kecamatan Sagalaherang dan Desa Curug Rendeng Kecamatan Jalan Cagak. Analisis yang dilakukan oleh tim di dua desa tersebut yaitu dengan melakukan analisis mendalam pada RKP Desa yang diturunkan dari APB Desa tahun 2014 dan RPJM Desa. Serta memastikan program-program kesehatan yang masuk ke dua desa tersebut. Selanjutnya, melihat APBD tahun 2013 Kabupaten Subang di sektor kesehatan. Harapannya dengan cara tersebut, dapat dilihat program apa

66


saja yang masuk di kedua desa tersebut di sektor kesehatan serta berapa besaran anggaran yang masuk ke dua desa tersebut untuk sektor kesehatan. Dari penelusuran yang dilakukan, didapatkan informasi mengenai program kesehatan di Desa Sukamandi dan Desa Curug Rendeng sebagaimana terdapat dalam di bawah ini. Tabel. 4 Informasi Program Kesehatan di Desa Sukamandi Program Kesehatan Desa

Jenis dokumen Profil Desa

Tenaga kesehatan dan partisipasi kesehatan Desa Sukamandi

RPJMDesaa 1. PMT Posyandu. tahun 2010- 2. Bantuan biaya periksa ke dokter dan bidan. 3. Pemberian bantuan Jamkesmas bagi warga miskin. 2014 4. Pemberian vitamin, susu tambahan dan imuninasi bagi balita dan ibu hamil. 5. Pembuangan sampah TPA. 6. Pembangunan Polindes. 7. Sosialisasi dan penyuluhan p erilaku hidup bersih dan sehat yang regular 8. 9. 10. 11. 12. RKP Desa 2014

Penambahan tenaga medis. Penyuluhan/sosialisasi. Platihan kesehatan dan kesetaraan gender. Pelatihan kepada masyarakat akan pentingnya kesehatan . Penyuluhan tentang penyakit kaki gajah.

1. Biaya untuk periksa ke dokter dan bidan. 2. Normalisasi saluran pembuangan air.

67


Tabel. 5 Informasi Program Kesehatan di Desa Curug Rendeng Program Kesehatan Desa

Jenis dokumen

Profil Desa

Tenaga Kesehatan/ Bidan Desa dan Kader Posyandu

RPJMDesa tahun 2015-2019

Pembangunan Posyandu dan Balai Pengobatan

RPJPDesa

Meningkatkan pelayanan pada masyarakat di Posyandu

RKP Desa2014

Meningkatkan kesehatan masyarakat

Pembangunan Posyandu

Tabel 6 Hasil Wawancara di Desa Curug Rendeng Pertanyaan

Program apa saja yang masuk desa pada tahun 2014 terutama program kesehatan?

Kades

Program yang masuk untuk kesehatan pada tahun 2 014 antara lain : pembangunan 3 unit Posyandu di RW 01, RW 03 dan RW 10. . Kemudian program KB

Sekdes

-

Bidan Desa

-

Kader Posyandu

-

Pertanyaan

Program apa saja yang masuk desa pada tahun 2014 terutama program kesehatan?

Tokoh Masyarakat

Program kesehatan pada tahun 2014 yang dirasakan langsung oleh masyarakat desa yaitu pengobatan pencegahan penyakit khaki gajah. Dalam skala prioritas di Desa Curug Rendeng masyarakat mengajukan perlengkapan berupa alat-alat untuk Posyandu, karena peralatan yang ada di Posyandu kurang memadai . Oleh karena itu, masyarakat berinisiatif mengajukan perlengkapan alat -alat Posyandu. Dalam hal ini Pemerintah Desa Curug Rendeng selalu mengagendakan kegiatan Posyandu setiap bulannya, agar kesehat an balita dan ibu hamil bisa terpantau lebih detail dibidang kesehatan.

Sumber : Hasil wawancara 68


Tabel. 7 Hasil Wawancara di Desa Sukamandi Pertanyaan

Program apa saja yang masuk desa pada tahun 2014 terutama program kesehatan?

Kades

Program PAMSIMAS ( Pengelolaan Air Minum Berbasis Masyarakat). Dana yang dikeluarkan untuk program ini adalah dari APBN . A da 2 lokasi dalam pembangunan PAMSIMAS yaitu: pertama, Dusun Pasir Menyan sudah rampung dalam pengerjaan dan sudah digunakan . Kedua, Dusun Sukamandi yang sampai saat ini masih dalam pengerjaan fisik bangunan.

Sekdes

Program kesehatan tahun ini yang masuk desa yaitu program pengobatan kaki gajah, Posyandu dan air bersih berbasis masyarakat.

Bidan Desa

Bidan desa mengungkapkan ada program yang tertarik unt uk di teliti yaitu mengenai revitalisasi Posyandu. Revitalisasi Posyandu merupakan bantuan dari pemerintah yang peruntukannya untuk bantuan PMT, pemberdayaan kader -kader Posyandu dan bantuan makanan untuk balita dan ibu hamil. Tetapi dalam prakteknya, kurang adanya keterbukaan dalam pendistribusian revitalisasi Posyandu.

Kader Posyandu

Program revitalisasi Posyandu yang saat ini berjalan, pada prakteknya mendapatkan potongan keuangan. Seharusnya, para kader mendapatkan Rp 1.200.000 perbulan. Namun, para kader hanya mendapatkan Rp 120.000 perbulan. Para kader sudah menanyakan hal ini kepada penanggungjawab program revitalisasi Posyandu. Penanggungjawab program menjelaskan bahwa potongan tersebut digunakan untuk biaya proposal dan lain-lain. Sayangnya, penggunaan biaya-biaya tersebut tidak diketahui oleh para kader.

69


Pertanyaan

Program apa saja yang masuk desa pada tahun 2014 terutama program kesehatan?

Tokoh Masyarakat

Program k esehatan yang saat ini ada di Dusun Pasir Menyan yang dirasakan oleh masyarakat adalah program air bersih untuk masyarakat, pembangunan selang dan bak penampungan . P rogram ini baru saja s elesai beberapa bulan yang lalu . K emudian beberapa bulan lalu juga di Dusun Pasir Menyan sudah terlaksana pengobatan masal mengenai penyakit kaki gajah. Seluruh masyarakat Dusun Pasir Menyan sudah mendapatkan pengobatan untuk mencega h penyakit kaki gajah.

Sumber : Hasil wawancara

Analisis Aspek Anggaran

Tabel 8 Anggaran Sektor Kesehatan di Desa Curug Rendeng dan Desa Sukamandi Berdasarkan RKP Desa Tahun 2014

Desa

Curug Rendeng Sukamandi

Anggaran Sektor Kesehatan dalam RKP Desa Tahun 2014

Total Anggaran RKP Desa Tahun 2014

150.000.000

1.757.000.000

9%

35.000.000

1.307.000.000

3%

Sumber: RKP Desa Curug Rendeng dan Sukamandi tahun 2014

70

Persentase anggaran sektor kesehatan dari total anggaran RKP Desa Tahun 2014


Tabel 9 Persentase Total Anggaran RKP Desa Tahun 2014 dengan Total APBD Kabupaten Subang Tahun 2014

Desa

Total Anggaran RKP Desa Tahun 2014

Total APBD Kabupaten Subang Tahun 2014

Persentase total anggaran RKP Desa dengan total APBD Kabupaten Subang Tahun 2014

Curug Rendeng

1.757.000.000

1.816.703.764.962

0.097%

Sukamandi

1.307.000.000

1.816.703.764.962

0.072%

Tabel 10 Program Kesehatan di Desa Curug Rendeng dan Desa Sukamandi Program

Prasarana kesehatan 1. Posyandu (2 baru dan 1 rehab ) 2. Balai pengobatan

Dokumen

Besaran

Sumber

RPJM Desa 20152019

125.000.000 APBD

Desa Curug Rendeng Pembuatan 3 Posyandu dan Balai Kesehatan

RKP Desa 2014

150.000.000 BKM/PNPM

Desa Sukamandi Peningkatan kualitas kesehatan (bantuan biaya untuk periksa ke bidan/dokter)

RKP Desa2014

20.000.000

APBD

Desa Sukamandi Normalisasi saluran air dan saluran buang air

RKP Desa2014

15.000.000

APBDesa

100.000.000 APBN

71


Bab 4 Kesimpulan dan Rekomendasi

Kesimpulan dan rekomendasi dalam penelitian ini yaitu: 1. Anggaran kesehatan di Desa Curug Rendeng dan Desa Sukamandi, lebih besar diperuntukkan pada bidang infrastruktur penunjang kesehatan. 2. Program yang dibuat Pemerintah Desa dan SKPD tidak beririsan satu sama lain, ada kemungkinan karena bertujuan untuk saling melengkapi atau mungkin juga karena tidak ada koordinasi.

72


Judul:

Kajian Belanja Hibah Kota Bandung Tahun 2013 dan 2014 Tim Penulis: 1. Destri Tsurayya Istiqamah 2. Nida Siti Hamidah 3. Mega Dwi Anggraeni

73


Bab 1 Pendahuluan

1.1. Latar Belakang Masalah Hibah merupakan salah satu komponen dari keuangan daerah. Setiap tahun, dana tersebut dituangkan dalam APBD yang seharusnya dikelola secara tertib, taat peraturan, efesien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggungjawab. Sehingga, tujuan mempercepat pembangunan daerah guna mencapai kesejahteraan rakyat yang tertuang dalam Permendagri No. 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Permendagri No. 39 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah, bisa tercapai. Dengan tujuan mempercepat pembangunan itulah setiap tahun anggaran belanja hibah yang dikeluarkan oleh pemerintah terus meningkat. Contohnya pada 2013, Pemerintah Kota Bandung menetapkan dana hibah sebesar 171 miliar rupiah dalam APBD. Kemudian angka tersebut meningkat hingga mencapai 195 miliar rupiah pada anggaran belanja hibah tahun 2014. Besarnya nominal yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut, membuat anggaran belanja hibah rawan diselewengkan. Berbagai kasus penyimpangan kerap ditemukan dalam laporan hasil pemeriksaan BPK. Misalnya, dana yang tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh para penerimanya, tidak tepatnya sasaran penerima hibah, hingga banyaknya penerima fiktif. Bahkan, beberapa pejabat daerah pun harus mendekam dibalik jeruji besi lantaran terlibat dalam aksi penyelewengan. 1.2. Identifikasi Masalah Permendagri No. 32 Tahun 2011 menyebutkan, hibah diberikan kepada pemerintah, Pemerintah Daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan untuk menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan Pemerintah Daerah dengan memperhatikan asas 74


keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat. keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat. Mereka yang mengajukan hibah pun harus memenuhi berbagai persyaratan dan ketentuan yang juga tercantum dalam Permendagari tersebut. Beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mengajukan hibah adalah, memiliki kepengurusan yang jelas, berkedudukan dalam wilayah adiministrasi Pemerintah Daerah yang bersangkutan, memiliki sekretariat yang tetap, serta mencantumkan alamat sekretariat yang jelas. Faktanya, tidak banyak masyarakat yang mendapatkan manfaat dari hibah yang setiap tahun dikeluarkan oleh pemerintah. Dilihat dari berbagai dokumen anggaran terkait dana hibah, masyarakat hanya mendapatkan delapan hingga 12 % dana hibah setiap tahunnya. Sementara sisanya, kembali ke tangan pemerintah. Bukan hanya itu, masih banyak penerima hibah yang tidak mengindahkan berbagai syarat yang sudah ditentukan. Seperti tidak mencantumkan alamat yang lengkap, mendapatkan dua hibah pada tahun yang sama, mencantumkan alamat sekretariat yang sudah tidak aktif. Bahkan, Laporan Hasil Pemeriksaan BPK pada 2013 mencatat, setidaknya terdapat 266 penerima hibah belum menyerahkan laporan pertanggungjawaban senilai 27 miliar rupiah. Banyaknya penyimpangan yang terjadi serta ketimpangan porsi penerimaan dana hibah membuat evaluasi perlu dilakukan. Salah satunya dengan melakukan analisis dokumen anggaran serta peraturan yang menjadi payung hukum pengelolaan dan penyaluran dana hibah. 1.3. Tujuan dan Manfaat Riset pengelolaan dan penyaluran dana hibah ini dilakukan dengan tujuan: -

mengetahui seberapa besar dana hibah yang berhasil diserap oleh masyarakat mengevaluasi pengelolaan dana hibah Kota Bandung membandingkan penyerapan dana hibah

75


Selanjutnya, hasil riset ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan acuan dan kajian bagi pengelolaan dana hibah tahun anggaran berikutnya, sehingga dapat memproteksi penyalahgunaan sejak dini. 1.4. Metodologi Riset pengelolaan dan penyaluran dana hibah Kota Bandung ini dilakukan dengan: -

Menganalisis data penerima bantuan hibah Kota Bandung tahun anggaran 2013 dan 2014 Melakukan audit sosial penerima dana hibah Kota Bandung tahun 2013 dan 2014

1.5. Kerangka Analisis Temuan Berdasarkan data yang diinput dan diklasifikasi, ditemukan sejumlah penerima bantuan hibah yang diduga tidak tepat sasaran. Karena ada sejumlah penerima dana hibah diketahui beralamat ganda, alamat tidak lengkap, nama penerima ganda, jumlah penerimaan bantuan yang kurang logis.

76


Bab 2 Kajian Data

2.1 Data Sekunder Untuk mendukung riset yang dilakukan, mahasiswa sekolah politik anggaran menggunakan beberapa data publik dari pemerintah seperti: 1. Keputusan Walikota Bandung No 978/Kep.221-DPKAD/2013 tentang Pemberian Belanja Hibah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Bandung tahun anggaran 2013, tanggal 6 Maret 2013 2. Keputusan Walikota Bandung No. 978/Kep.398-DPKAD/2013 tentang Tim Perimbangan Belanja Hibah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Bandung tahun anggaran 2013, tanggal 26 April 2013. 3. Keputusan Walikota Bandung No. 978/Kep.1039-DisPerTaPa/2013 tentang Pemberian Belanja Hibah berupa barang dari pemerintah Kota Bandung kepada Kelompok Masyarakat bidang Pertanian dan Ketahanan Pangan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah Kota Bandung tahun Anggaran 2013, tanggal 7 November 2013. 4. Permendagri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah 5. Permendagri No. 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 6. Permendagri No. 39 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah 7. Proposal pengajuan hibah dari lembaga yang mengusulkan yang didapat dari website www.sabilulungan.bandung.go.id. 8. Hasil riset perkumpulan Inisiatif tentang dugaan penyimpangan belanja hibah kota Bandung tahun anggaran 2012

77


2.2 Kajian Primer Selain menggunakan data sekunder, mahasiswa sekolah politik anggaran juga menggunakan data primer yang dikumpulkan selama melakukan audit sosial selama dua bulan, untuk melengkapi riset yang sedang dilakukan. Data tersebut berupa foto rumah/sekretariat yang alamatnya tercantum di data penerima hibah. Data primer juga dilengkapi dengan hasil wawancara para penerima hibah serta orang yang berkaitan dengan penerima. 2.3 Waktu Pelaksanaan Riset pengelolaan dan penyaluran dana hibah Kota Bandung ini dilakukan sejak April 2014 hingga Juli 2014, yakni mengajukan dokumen penerima hibah Kota Bandung Tahun Anggaran 2013 kepada Pemerintah Kota Bandung. Mekanisme pengajuan dokumen dilakukan sesuai dengan Undang-Undang No.14 Tahun 2009 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Setelah mendapatkan data yang dibutuhkan, mahasiswa sekolah politik anggaran menginput data selama kurang lebih dua bulan, sejak Juli 2014 hingga September 2014. Tahap ketiga berupa analisis anggaran dan regulasi yang dilakukan setelah semua data terinput. Analisis anggaran dan regulasi dilakukan selama dua bulan sejak Oktober 2014 hingga November 2014. Terakhir, mahasiswa sekolah politik anggaran melakukan audit sosial sejak November 2014 hingga Februari 2015. Audit sosial dilakukan berdasarkan beberapa temuan yang didapat selama melakukan analisis anggaran.

78


Bab 3 Temuan

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah. Hibah adalah pemberian uang/barang atau jasa dari Pemerintah Daerah kepada pemerintah atau Pemerintah Daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah dapat memberikan hibah dengan syarat: harus disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah, bisa diberikan setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan wajib, ditujukan untuk menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan Pemerintah Daerah dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat. Selanjutnya, hibah bisa diberikan dengan memenuhi kriteria: a) peruntukannya secara spesifik telah ditetapkan; b) tidak wajib, tidak mengikat dan tidak terus menerus setiap tahun anggaran, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan; dan c) memenuhi persyaratan penerima hibah. Hibah dapat diberikan kepada: a) pemerintah; b) Pemerintah Daerah lainnya; c) perusahaan daerah; d) masyarakat; dan/atau e) organisasi kemasyarakatan. Hibah kepada masyarakat diberikan kepada kelompok orang yang memiliki kegiatan tertentu dalam bidang perekonomian, pendidikan, kesehatan, keagamaan, kesenian, adat istiadat, dan keolahragaan non-profesional. Selanjutnya hibah kepada organisasi kemasyarakatan diberikan kepada organisasi kemasyarakatan yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan. Hibah kepada masyarakat diberikan dengan persyaratan paling sedikit: a) memiliki kepengurusan yang jelas; dan b) berkedudukan dalam wilayah administrasi Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Sedangkan hibah kepada organisasi kemasyarakatan diberikan dengan persyaratan paling sedikit: a) telah terdaftar pada Pemerintah Daerah setempat sekurangkurangnya 3 tahun, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang79


undangan; b) berkedudukan dalam wilayah administrasi Pemerintah Daerah yang bersangkutan; dan c) memiliki sekretariat tetap. 3.1. Hasil Kajian Hibah Tahun 2013 Berdasarkan Keputusan Walikota Bandung No. 978/Kep.221-DPKAD/2013 tentang Pemberian Belanja Hibah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bandung Tahun Anggaran 2013, pemerintah mengeluarkan anggaran sebesar Rp 171.657.052.000 untuk belanja hibah. Jumlah tersebut terbagi untuk: 1. Hibah kepada pemerintah (program pemerintah) Organisasi/Panitia Penerima

No

Nama Penerima

1

Drs, Abul Rakhman Baso, SH (kepala Kepolisian) Letkol INF, Ujang Sudrajad

Kepolisian Resort Kota Besar Bandung Komando Distrik Militer 0618/BS

3

Apipudin, S,Si (ketua)

KPU Kota Bandung

4

Cecep Dudi, MH, SH,, MH, (KETUA)

PANWASLU Kota Bandung

5

Ade Koesjanto (ketua)

PMI Kota Bandung

6

H, Weng Riyanto,S,PD,,MAG

Pramuka Kota Bandung

7

DRS,H, Rohimat

8

H, Soedirman / Moch Zaenudin

9

H, dandan R Wardana

10

Aan Johana

Lembaga Lanjut Usia (LLI) Kota Bandung Lembaga Veteran Republik Indonesia (LVRI) Kota Bandung PSSI Cabang Kota Bandung KONI Kota Bandung

11

DRS,H, Sukarno, MM

2

80

Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Bandung

Alamat Kantor penerima Jl, Jawa, Kota Bandung

Jl, Gudang Utara Bandung/ Jl, Bangka No, 2 Bandung Jl, Soekarno Hatta No, 260 Bandung Jl, Soekarno Hatta Bandung

Besaran Bantuan Hibah (RP) 11,500,000,000

3,500,000,000

55,700,000,000 15,000,000,000

Jl, Aceh No, 79 Bandung 40114, telp, (022) 4207051 JL,RE, Martadinata No 17 Bandung

2,000,000,000

Jl, Cicendo No 4 B Bandung

1,000,000,000

Jl, Cicendo No 4 B Bandung

2,500,000,000

Jl, Gurame No 2 Bandung Jl, Jakarta No 12 Bandung Jl, KH, Ahmad Dahlan No 48 Bandung

4,000,000,000

2,500,000,000

22,000,000,000 1,000,000,000


No

Nama Penerima

Organisasi/Panitia Penerima

Alamat Kantor penerima

12

Prof, DR, Maman Abdurahman, MA

Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Bandung

13

A, Suherman

14

H, Usep Sumarno,SH,, SE, MM

Forum Komunikasi Antar Umat Beragama (FKUB) DEKOPINDA Kota Bandung

15

Prof, Dr, KH, Miftah Faridl

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bandung

Jl, Term, Sadang Serang No, 13 Kel, Sekeloa Kec, Coblong

16

Rudy Sundaya, SH., MH

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Bandung Badan Promosi Pariwisata Kota Bandung Hotel Lodaya Badan Kerjasama Pemuda Islam Majelis Pimpinan Pusat

Jl. Matraman No. 17 Bandung

Dekranasda Kota Bandung

Jl . Wastukencana No. 2 Bandung

Kementerian Agama Kota Bandung (bandung Agamis Expo 20042013 Panitia Pelaksana Safari Ramadhan 1434 H/2013 M Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur'an (LFTQ) Kota Bandung

Jl. Soekarno Hatta No. 498 Kel. Sekelimus Kec. Bandung Kisul

17

18

19

Niko Lumanauw/Nicolaus Lumanauw (ketua) Ahmad Zaki Yudin

Hj. Nani Dada Rosada

20 Nurmawan, M.Ag

21 H. Maftuh Kholil

22

-

Besaran Bantuan Hibah (RP)

Jl, Wastukencana No 27 Kel, Babakan Ciamis Kec, Sumur Bandung Kota Bandung Jl, Dalem Kaum No 56

300,000,000

Jl, Buah Batu No 26 Bandung

500,000,000

Jl. Lodaya 83, Telp. 0227300251

Jl. Vijayakusumah 17 No. H 2 Komp. Cijambe Indah Ujungberung Telp (022) 87882763

Jl. Term. Sadang Serang No. 13 Kel. Sekeloa Kec. Coblong Jl. Soekarno Hatta No. 498

500,000,000

2,000,000,000

15,000,000

7,000,000,000

100,000,000

750,000,000 1,000,000,000

1,680,000,000

4,420,000,000

81


No

Nama Penerima

23 Endjang

Organisasi/Panitia Penerima

Alamat Kantor penerima

Panitia Kegiatan Bandung Berdzikir

Jl. Wastukencana No. 27 Kel. Babakan Ciamis Kec. Sumur Bandung Jl. Soekarno Hatta No. 498 Kel. Sekelimus Kec. Bandung Kidul

24 Mimin Sutisna, M. Pd.i Panitia Pelaksana Peringatan Harihari besar Islam Kota Bandung 25 H. Agus. M Panitia Pelaksana Satuan Kafilah Haji Kota Bandung 26 Drs. H. Maftuh Panitia Silaturahmi Kholil/Drs. H. Aris Alim Ulama Muchtar 27 Dadang Hamdullah, Forum Guru S.AG Diniyah Takmiliyah (FGDT) Kota Bandung 28 H. Dedi Supandi, DPD Komite S.STP, M. Si Nasional Pemuda Indonesia Kota Bandung (KNPI) 29 Komandan Iman Komandan Sudrajat Garnisun Tetap II/Bandung

Jl. Soekarno Hatta No. 498 Kel. Sekelimus Kec. Bandung Kidul Gg. Hidayat No. 2 Rt. 10/7 Kel. Kebon Jeruk Kec. Andir Jl. Soekarno Hatta No. 498 Kel. Sekelimus Kec. Bandung Kidul Jalan H. Kurdi No. 104, Moch Toha

Markas Besar Tentara Nasional Indonesia Komandan Garnisun Tetap II/Bandung

Besaran Bantuan Hibah (RP)

750,000,000

2,050,000,000

840,000,000

1,260,000,000

1,500,000,000

1,500,000,000

100,000,000

146,965,000,000

Jumlah hibah kepada pemerintah (program pemerintah)

2. Hibah kepada masyarakat NO

82

URAIAN

1 2

KEGIATAN KEAGAMAAN KEGIATAN KESENIAN KELOMPOK

3 4 5 6 7 8 9

USAHA,KOPERASI,KEWIRAUSAHAAN KEGIATAN BAKTI SOSIAL KEGIATAN OLAHRAGA SEMINAR, PELATIHAN, SOSIALISASI RENOVASI BANGUNAN RW KEGIATAN PENDIDIKAN LAIN-LAIN

PENERIMA

PROSENTASE

JUMLAH

190 30

47.62% 7.52%

5,737,000,000 2,440,000,000

42 38 29 30 5 7 7

10.53% 9.52% 7.27% 7.52% 1.25% 1.75% 1.75%

2,131,500,000 1,565,607,000 1,372,750,000 1,162,000,000 384,600,000 315,000,000 275,000,000


NO 10 11 12 13 14 15

URAIAN KEPEMUDAAN MEDIA KEGIATAN LINGKUNGAN HIDUP PKBM KOMITE RUTAN Grand Tot al

PENERIMA 9 3 6 1 1 1 399

PROSENTASE

JUMLAH

2.26% 220,000,000 0.75% 155,000,000 1.50% 131,595,000 0.25% 50,000,000 0.25% 20,000,000 0.25% 15,000,000 100.00% 15,975,052,000

4. Hibah kepada Organisasi Kemasyarakatan (DPC, yayasan, paguyuban, LSM, kelompok, lembaga, jaringan, gerakan, forum, dll)) NO

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

URAIAN

KELOMPOK YAYA SAN DPD/DPC/DPAC FORUM PAGUYUBAN/PERSATUAN/PERHIMPUNAN LSM HIMPUNAN IKATAN GERAKAN JARINGAN LEMBAGA GABUNGAN IKATAN ALIANSI Grand Total

PENERIMA

PROSENTASE

32 33 18 11 8 7 9 11 5 2 3 1 1 1 142

22.54% 23.24% 12.68% 7.75% 5.63% 4.93% 6.34% 7.75% 3.52% 1.41% 2.11% 0.70% 0.70% 0.70% 100.00%

JUMLAH

2,390,000,000 2,120,000,000 950,000,000 730,000,000 632,000,000 475,000,000 330,000,000 320,000,000 285,000,000 265,000,000 160,000,000 25,000,000 20,000,000 15,000,000 8,717,000,000

83


Hasil Temuan Belanja Hibah Tahun 2013 1. Satu nama mendapatkan dua hibah No

Nama Penerima

Organisasi/Panitia Penerima

Alamat Kantor penerima

322

Ir. Donni, D.S

Pelaksana Bandung Marching Band Championship III2012

493

Ir. Dony B Dwi Setia (ketua)

BMBC

Jl. 17 Agustus II No. 22A

97

H. Maftuh Kholil

Panitia Pelaksana Safari Ramadhan 1434 H/2013 M

Jl. Term. Sadang Serang No. 13 Kel. Sekeloa Kec. Coblong

105

Drs. H. Maftuh Kholil/Drs. H. Aris Muchtar

Panitia Silaturahmi Alim Ulama

Gg. Hidayat No. 2 Rt. 10/7 Kel. Kebon Jeruk Kec. Andir

Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat (IPSM) Kel. Kebon Pisang Kec Sumur Bandung Lembaga Swadaya Masyarakat Dwi Cahaya

Jalan 17 Agustus II No. 22A Bandung, Telp. 92871234

Jl. Baranang Siang No 71 Telp (022) 4237148/ 085294870517

15

Aceng Rohadiat

30

Aceng Rohadiyat

464

Wawan Setiawan

Dapur Seni dan Budaya/DAPSENBUD

Jl. Cigagak-Cipadung No. 11B Kel. Cipadung Kec. Cibiru

467

Wawan Setiawan (ketua)

Pengadaan Kesenian Tradisional Sunda

Kel. Gempol sari Kec. Bandung Kulon/Komp. Bumi Asri G 17 RT 03/09

Jl. Baranang Siang GG. Sukaraja No 204/34B

Besaran Bantuan Hibah (RP)

387,750,000

20,000,000

1,680,000,000

1,260,000,000

25,000,000

100,000,000

300,000,000

50,000,000

2. Beberapa penerima hibah menduduki sekretariat dengan alamat yang sama No

Nama Penerima

2 DRS.H. Rohimat

3

84

H. Soedirman / Moch Zaenudin

Organisasi/Panitia Penerima Lembaga Lanjut Usia (LLI) Kota Bandung Lembaga Veteran Republik Indonesia (LVRI) Kota Bandung

Alamat Kantor penerima

Besaran Bantuan Hibah (RP)

Jl. Cicendo No 4 B Bandung

1,000,000,000

Jl. Cicendo No 4 B Bandung

2,500,000,000


No

Nama Penerima

92 Kamaludin

96 Nurmawan, M.Ag

98

-

100 Mimin Sutisna, M. Pd.i

101 H. Agus. M

110

Dadang Hamdullah, S.AG

190 Usin Muhsin, S. PD.I

311 Drs. H Mualip

562 Jaka Muchlis

7

Prof. DR. Maman Abdurahman, MA

99 Endjang

186 Aam Salamah

Organisasi/Panitia Penerima Kelompok Kerja Majelis Taklim (KKMT) Kementerian Agama Kota Bandung (bandung Agamis Expo 20042013 Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur'an (LFTQ) Kota Bandung Panitia Pelaksana Peringatan Harihari besar Islam Kota Bandung Panitia Pelaksana Satuan Kafilah Haji Kota Bandung Forum Guru Diniyah Takmiliyah (FGDT) Kota Bandung Kelompok Kerja Guru-Pendidikan Agama Islam Kota Bandung Pelaksana Pekan Olahraga Santri Daerah Kota Bandung Panitia Pelaksana Pekan Olahraga Santri Diniyyah Takmiliyyah Kota Bandung

Alamat Kantor penerima

Jl. Soekarno Hatta No. 498 Kota Bandung Jl. Soekarno Hatta No. 498 Kel. Sekelimus Kec. Bandung Kisul

Jl. Soekarno Hatta No. 498

Jl. Soekarno Hatta No. 498 Kel. Sekelimus Kec. Bandung Kidul Jl. Soekarno Hatta No. 498 Kel. Sekelimus Kec. Bandung Kidul Jl. Soekarno Hatta No. 498 Kel. Sekelimus Kec. Bandung Kidul Jl. Soekarno Hatta No. 498 Kec. Bandung Kidul

Jalan Soekarno Hatta No. 498, Kel. Sekelimus, Kec. Bandung Kidul

Jl. Soekarno Hatta No. 498 Kel. Sekelimus Kec. Bandung Kidul

Jl. Wastukencana No 27 Badan Amil Zakat Kel. Babakan Ciamis Kec. (BAZ) Kota Bandung Sumur Bandung Kota Bandung Panitia Kegiatan Bandung Berdzikir TPA-TKA AlUkhuwwah

Jl. Wastukencana No. 27 Kel. Babakan Ciamis Kec. Sumur Bandung Jl. Wastukancana No. 27 Kel. Babakan Ciamis Kec. Sumur Bandung

Besaran Bantuan Hibah (RP)

500,000,000

1,000,000,000

4,420,000,000

2,050,000,000

840,000,000 1,500,000,000

15,000,000

15,000,000

15,000,000

300,000,000

750,000,000 15,000,000

85


No

Nama Penerima

189 Dede Sumarna

191 Kuswara, S.PD

Organisasi/Panitia Penerima

DKM Al-Barokah Sindangjaya

Alamat Kantor penerima

Jl. M. Sahri Rt. 04/02 Kel. Sindang Jaya Kec. Mandalajati

Panitia Tablig Akbar Jl. M. Sahri No. 37 Kel. Sindangjaya Sindangjaya Kec. Mandalajati Mandalajati PANPEL FORTAL UPI (Panitia Festival Olahraga Tradisional) UPI Brand Youth Center (BYC)

Besaran Bantuan Hibah (RP)

20,000,000

15,000,000

Jl. Cijawura Girang III RT.05/13 Sekejati

15,000,000

Jl. Cijawura Girang III RT.05/13 Sekejati

15,000,000

Kushin Ryu Ju-Jitsu Indonesia (KJI) Woman Self Defense Of Kushin Ryu Koperasi Serba Usaha (KSU) Nurussalam Kota Bandung

Jl. Kopo Gg. Cetarip Timur II No. 4 Bandung

20,000,000

Jl. Kopo Gg. Cetarip Timur II No. 4 Bandung

15,000,000

418 Hj. Nani Dada Rosada

Dekranasda Kota Bandung

Jl . Wastukencana No. 2 Bandung

427 Sunaryo Pranoto

Kelompok Kewirausahaan Tri Jaya

Margahayu Raya Blok K II No 36 RT 01 RW 08 Kel. Sekejati Kec Buahbatu

429 Yayan R / Nonoy

Kelompok Wirausaha Matahari

Margahayu Raya Blok K II No 38 RT 01 RW 08 Kel. Sekejati Kec Buahbatu

341

343 Taryadi S.S 368 Hamid Arif 369

Drs. Yandi Wahyu Rusyandi

404 Drs. ZA. Mustofa

Komp. Masjid Al Ukhuwah Jl. Wastukencana No. 2 Kota Bandung

200,000,000

750,000,000

60,000,000

40,000,000

3. Alamat penerima hibah yang tidak lengkap No

86

Nama Penerima

Organisasi/Panitia Penerima

Alamat Kantor penerima

Besaran Bantuan Hibah (RP)

16

Agus Tarmana

Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat (IPSM) Kel. Situsaer Kec Bojongloa Kidul

Jl. Leuwi Anyar VII

25,000,000

22

Odoy Suganda

Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat Kec. Arcamanik

Jl. Cisaranten Kulon

25,000,000


No

Nama Penerima

Organisasi/Panitia Penerima

Alamat Kantor penerima

Asep Muharam

Panitia Bakti Sosial RW 08 Kel. Pasir Saluyu Kec. Regol

63

Ibu Eli

Karang taruna Marga Cinta Panpel Kegiatan HUT RI ke 67 Jl. Kordon Dalam Kel. dan Hari Sumpah Pemuda ke Cijaura 84 RW 03 Kel Margacinta

77

Dedi Irmansyah

Gabungan Kelompok Petani Walagri Mukti

Kel. Pasangrahan Kec. Ujungberung

39

Jl. Mengger Girang Kota Bandung

Besaran Bantuan Hibah (RP)

25,000,000

15,000,000

25,000,000

81

Alimuhyi Marseghaf

Kube Santara

Jl. Terusan Hasan Ali Garuda Kel. Dunguscariang Kec. Andir

107

Drs. H. K. Dodo Anwar Wir, M. Si

Yayasan Masjid Al-Aqsha Sarijadi

Kel. Sarijadi Kec. Sukasari

15,000,000

114 Usep Sudrajat

Panitia Bakti Sosial dan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1434 H

Jl. Rancanumpang Kec. Gede Bage

20,000,000

138 KH. Mazmu

Panitia Pembangunan Masjid Jl. Cigondewah Kaler Al-Muhaimin Kec. Bandung Kulon

20,000,000

178 Drs. H. Saeful Aziz

DKM Al-Muhajirin

No. 14 Kel. Margasari Kec. Buah Batu

20,000,000

180 Yusuf Muhammad

DKM Al-Mubarokah

Jl. Sarimanis Kel. Sarijadi Kec. Sukasari

20,000,000

181 Harjono

DKM Al-Hikmah

Jl. Cimuncang Dalam Kel. Sukapada Kec. Cibeunying Kidul

183 Jana Sujana

DKM Fathul Khoer

Jl. Babakansari Kel. Pasir Biru Kec. Cibiru

20,000,000

184 Sri Indrayani

TQK-TPQ-DTA Nurul Iman

Kel. Cipadung Kec. Cibiru

20,000,000

192 Samiran, SST. M. SI

Panitia Pembangunan Mesjid Jl. Awibitung Cicadas dan Madrasah Al-Mubarok Cib. Kidul

25,000,000

20,000,000

20,000,000

87


No

Nama Penerima

Organisasi/Panitia Penerima

Alamat Kantor penerima

Besaran Bantuan Hibah (RP)

198 R. Kiki K Muharam

DKM Nurul Huda

Babakan Surabaya Kec. Kiaracondong

200 Endung Romli

DKM Al-Fath

Pagarsih Kel. Babakan Tarogong Kec. Bojongloa Kaler

Panitia Pembangunan Mesjid At-Taqwa

Manjahlega Kec. Rancasari

20,000,000

205 Endih

Panitia Pembangunan Mesjid Al-Ikhlas

Antapani Tengah Kec. Antapani

20,000,000

229 Herlan Suherlan

Mesjid Al-Ijtihad

Jalan Lio Selatan, Kel. Cipadung Kulon, Kec. Panyileukan

203

273

Dr. H. Dadang Kusnadi, Mars

H. Iik Abdul Chalik, SH. Nahdhiyin Center CN

20,000,000

20,000,000

20,000,000

Kel. Kebon Lega, Kec. Bojongloa Kidul

40,000,000

15,000,000

286 Hj. Tien Kusmiati

Muslimat NU Ancab Kota Bandung

Kel. Pasir Impun, Kec. Mandalajati

297 Umar Rosadi, S.Ag

Pondok Pesantren Cijawura

Jalan Margasari, Kel. Cijawura, Kec. Buah Batu

Skill BCC 4 Ever

Komp. Mega Brata Margasari Buah Batu Bandung

Kelompok Pengusaha Konveksi Tas

Jl. Dunguscariang Kec. Andir Bandung

85,000,000

Koperasi Majlis Taklim Annisa (KOPMATA)

Jl. Babakan Sari Kiaracondong

75,000,000

348

Moch Syaerul/Bagus Machdiantoro

422 Ajat Sudrajat

436

Dra. Hj. Sukarti MM (ketua)

484

Usman Mulyana (ketua)

485 Lia Astuti (ketua)

514 Bupi Apandi

531

88

Hj. Lisnawati Suhartini Spd.

PAN Sosialisasi Bahaya penggunaan Narkoba & HIV AIDS PAN Peduli Pencegahan HIV/AIDS, Sosialisasi HIV AIDS Terhadap Rumah Tangga

Jl. Situ saer Bojongloa Kidul Kel. Cijerah Kec. Bandung Kulon

120,000,000

15,000,000

100,000,000

75,000,000

Yayasan Cendikia Ilma

Jl. Cigagak Wetan Kel. Palasari

175,000,000

TK Tiara Putri

Jl. Umar Bin Khattab Blok Cendikia Kel.

100,000,000


3.2. Hasil Kajian Hibah Tahun 2014 Total Belanja Hibah Tahun 2014 Rp 195.020.565.000. Jumlah tersebut diberikan kepada: No

Uraian

Jumlah

(%)

1

Amanat perundang-undangan

75,404,750,000

38.7%

2

Program Pemerintah Daerah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat

87,901,865,000

45.1%

3

Perusahaan Daerah

15,000,000,000

7.7%

4

Masyarakat

15,329,050,000

7.9%

5

Organisasi Kemasyarakatan

1,385,000,000

0.7%

195,020,565,000

100%

Total Belanja Hibah Tahun 2014

1.

Hibah kepada penerima sesuai amanat perundang-undangan

No

Nama Penerima

1 Drs. Sutarno 2 Ujang Sudrajad 3 Aan Johana

Organisasi/Panitia Penerima Kepolisian Resor Kota Besar KODIM/0618/BS KONI Kota Bandung

Alamat Kantor penerima

Besaran Bantuan Hibah (RP)

Jln. Merdeka 18-20 Bandung

10,000,000,000

Jl. Jakarta No. 18 Kel. Kacapiring Kec. Batununggal Kota Bandung

8,500,000,000 45,500,000,000

89


No

Nama Penerima

Organisasi/Panitia Penerima

Alamat Kantor penerima

Besaran Bantuan Hibah (RP)

JL. KH. Ahmad Dahlan No. 48

500,000,000

4 Drs. H. Sukarno

KPA AIDS Kota Bandung

5 Apipudin S.si

Komisi Pemilihan Umum (KPU)

2,254,650,000

Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu)

1,500,000,000

6

7

Cecep Dudi, MS, MH, MM H. Dedi Supandi., S.STP, M.Si

8 H. Soedirman 9 Yeni Siti Saodah

KNPI Kota Bandung

DPC LVRI Kota Bandung Badan Narkotika Nasional RI Kota Bandung

JL. H. Kurdi No. 104 Moch. Toha Kel. Pelindung Hewan Hewan, Kec. Astana Anyar Kota Bandnung JL. Aceh No. 4 Bandung Jl. Laswi No. 1

1,000,000,000

350,000,000 750,000,000 50,000,000

10 Drs. H. Rohimat

Lembaga Lanjut Usia Indonesia (LLUI) Kota Bandung

Jl. Cicendo No. 4 B

11 Nicolaus Lumanauw

Bandung Tourism Promotion Board

Jl. Lodaya No. 83

5,000,000,000

75,404,650,000

Total

2. Hibah kepada Pemerintah Daerah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat No

Nama Penerima

12 Adik Fachroji H. Usep Sumarno, SH, SE, MM Deden Y. Hidayat, SE, 14 MM 13

Alamat Kantor penerima

National Paralympic Committee Indonesia (NPCI) BPOC Kota Bandung

GOR Pajajaran Jl. Pajajaran No.37 C Kel. Pajajaran Kec. Cicendo Kota Bandung

Dekopindo

Jl. Buahbatu No. 26

BPPKU Kota Bandung

15

Dr. H. Ahmad Suherman

FKUB Kota Bandung

16

Prof. Dr. KH. Miftah Farid

MUI Kota Bandung

17 Mimin Sutisna, M. Ag 18

Drs. H. Cecep Kosasih MM

19 Total

90

Organisasi/Panitia Penerima

Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur'an (LPTQ) Kota Bandung

Besaran Bantuan Hibah (RP) 4,281,865,000

500,000,000 Jl. Talaga Bodas No. 31 Bandung 250,000,000 JL. Dalem Kaum No. 56 Pendopo Kota 350,000,000 Bandung Jl. Term Sadang 5,480,000,000 Serang No. 13 Jl. Soekarno Hatta No. 498

6,500,000,000

Kementrian Agama Kantor Kota Bandung

8,540,000,000

Forum Komunikasi Guru Honorer

62,000,000,000 87,901,865,000


3. Hibah kepada perusahaan daerah No

1.

Nama Penerima

Organisasi/Panitia Penerima

Alamat Kantor penerima

Besaran Bantuan Hibah (RP)

Belanja Hibah Kepada Perusahaan Daerah/BUMD/BUMN

15,000,000,000

4. Hibah kepada masyarakat Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah, hibah kepada masyarakat diberikan dengan persyaratan paling sedikit: a) memiliki kepengurusan yang jelas; dan b) berkedudukan dalam wilayah administrasi Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Total belanja hibah kepada masyarakat yaitu Rp 15.329.050.000 Hibah kepada masyarakat Tahun 2014 Rentang Besar Kecil

Jumlah Penerima

No

Keterangan

Jumlah

(%)

1

Dewan Keluarga Mesjid (DKM)

75 juta

15 juta

47 DKM

2,275,000,000

14.84%

2 3 4

Mesjid Madrasah DTA

75 juta 75 juta 75 juta

25 juta 15 juta 20 juta

39 Mesjid 13 Madrasah 4 DTA

2,580,000,000 526,000,000 145,000,000

16.83% 3.43% 0.95%

5

Majelis Ta’lim

25 juta

10 juta

3 Majelis Ta’lim

45,000,000

0.29%

6

Panitia pembangunan mesjid

75 juta

50 juta

5 Panitia Pembangunan mesjid

325,000,000

2.12%

7

Pesantren

75 juta

50 juta

3 Pesantren

200,000,000

1.30%

8

PEMP

75 juta

50 juta

2 PEMP

125,000,000

0.82%

91


No

92

Keterangan

9

Kegiatan keagamaan lainnya

10

Rentang Besar Kecil

Jumlah Penerima

Jumlah

(%)

100 juta

10 juta

24 penerima

963,000,000

6.28%

PAUD dan RA

75 juta

11 juta

12 PAUD dan 1 RA

513,750,000

3.35%

11

TK

25 juta

1 TK

25,000,000

0.16%

12

PKBM

7,5 juta

1 PKBM

7,500,000

0.05%

13

SMP dan SMA

50 juta

25 juta

1 SMP dan 2 SMA

115,000,000

0.75%

14

Forum

75 juta

10 juta

8 Forum

320,000,000

2.09%

15

Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat (IPSM)

50 juta

25 juta

2 IPSM

75,000,000

0.49%

16

DPC

50 juta

4 DPC

200,000,000

1.30%

80,000,000

0.52%

17

Karang Taruna

40 juta

15 juta

3 Karang Taruna

18

Gerakan

50 juta

25 juta

4 Gerakan

157,000,000

1.02%

19

Komunitas

49 juta

15 juta

5 Komunitas

160,500,000

1.05%

20

Generasi

25 juta

15 juta

2 Generasi

40,000,000

0.26%

21

Kelompok Ternak

45 juta

20 juta

4 kelompok Ternak

145,000,000

0.95%

22

Kelompok Tani

50 juta

25 juta

3 Kelompok Tani

100,000,000

0.65%

23

LPM

210 Juta

1 LPM

210,000,000

1.37%

24

Koperasi

50 juta

15 juta

9 Koperasi

210,000,000

1.37%

25

KUBE

45 juta

7,5 juta

11 KUBE

227,500,000

1.48%

26

UKM/UMKM

22 juta

10 juta

2 UKM dan 1 UMKM

47,000,000

0.31%

27

Kelompok Usaha

15 juta

5,5juta

3 Kelompok Usaha

35,500,000

0.23%

28

Lingkung Seni

40 juta

25juta

5 Lingkung Seni

155,000,000

1.01%

29

Sanggar

45 juta

30 juta

3 Sanggar

110,000,000

0.72%

30

Panitia Pasanggiri

25 juta

22,5 Juta

2 Panitia Pasanggiri

47,500,000

0.31%


No

Keterangan

Rentang Besar Kecil

Jumlah Penerima

Jumlah

(%)

31

Kegiatan kesenian lainnya

50 juta

20 Juta

14 Penerima

557,500,000

3.64%

32

Kegiatan di RW

75 juta

18,9 juta

35 Lokasi RW

1,300,900,000

8.49%

33

Panti Sosial

50 juta

30 juta

18 Panti Sosial

785,000,000

5.12%

34

Bedah Rumah

25 juta

5 juta

5 lokasi

85,000,000

0.55%

35

Panitia untuk kegiatan olah raga

50 juta

15 juta

22 Panitia Turnamen

606,000,000

3.95%

36

Panitia Bhakti Sosial

35 juta

8,8 Juta

20 Panitia Bhakti Sosial

466,100,000

3.04%

37

Kegiatan perempuan dan perlindungan anak

50 juta

15 Juta

10 Penerima

345,000,000

2.25%

38

Rutan Negara Kelas 1 Bandung

50 juta

1 Rutan

50,000,000

0.33%

39

Panitia Pelatihan

15 juta

10 Juta

6 Panitia

80,400,000

0.52%

40

Panitia Sosialisasi Bahaya Narkoba, Rokok, HIV AIDS, Sex Bebas

45 juta

6,45 Juta

7 Panitia

182,900,000

1.19%

41

Kegiatan kepedulian lingkungan

75 juta

10 Juta

6 Penerima

162,000,000

1.06%

42

Kegiatan pendidikan

50 juta

25 Juta

7 Penerima

255,000,000

1.66%

43

Kegiatan usaha lainnya

30 juta

5 Juta

7 Penerima

98,000,000

0.64%

1 Penerima

30,000,000

0.20%

44 45

Komunikasi dan informatika Kegiatan ketenagakerjaan lainnya

30 juta 30 juta

15 Juta

3 Penerima

70,000,000

0.46%

46

Kegiatan pertanian dan ketahanan pangan lainnya

20 juta

15 Juta

2 Penerima

35,000,000

0.23%

47

Kegiatan kesejahteraan sosial lainnya

30 juta

25 Juta

2 Penerima

55,000,000

0.36%

Jumlah Total Penerima Hibah Kepada Masyarakat

15,329,050,000 100.00%

93


5.

Hibah kepada organisasi kemasyarakatan

Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah, hibah kepada organisasi kemasyarakatan diberikan dengan persyaratan paling sedikit: a) telah terdaftar pada Pemerintah Daerah setempat sekurang-kurangnya 3 tahun, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan; b) berkedudukan dalam wilayah administrasi Pemerintah Daerah yang bersangkutan; dan c) memiliki sekretariat tetap. Total belanja hibah kepada organisasi kemasyarakatan yaitu Rp 1.385.000.000 No

Keterangan

Rentang Besar Kecil

Jumlah Penerima

1

Hibah kepada Yayasan

75 juta

25 juta

20 Yayasan

2 3

Hibah kepada Paguyuban Hibah kepada LSM

50 juta 50 juta

35 juta

2 Paguyuban 2 LSM

Jumlah Total Penerima Hi bah Kepada Organisasi Kemasyarakatan

Prosentase Hibah Kepada Organisasi Kemasyarakatan Tahun 2014

94

Jumlah 1,200,000,000

(%)

100,000,000 85,000,000

86.64 % 7.22% 6.14%

1,385,000,000

100%


Bab 4 Kesimpulan dan Rekomendasi

1.1. Kesimpulan Dari hasil riset yang dilakukan selama kurang lebih sebelas bulan, kami menyimpulkan regulasi terkait pengelolaan dan penyaluran dana belanja hibah masih lemah. Tidak adanya pasal yang menjelaskan pengaturan besar hibah yang harus diterima pemerintah dan masyarakat. Selain itu, pengaturan sanksi pun tidak disinggung dalam regulasi yang ada. Kondisi tersebut mengakibatkan ketimpangan porsi belanja hibah antara pemerintah dan masyarakat terus terjadi, meskipun anggaran belanja hibah kerap mengalami peningkatan setiap tahun. Bukan hanya itu, lemahnya regulasi juga berdampak pada banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh para penerima dana hibah, seperti penerima dana hibah yang mendapatkan dua dana kegiatan dalam tahun anggaran yang sama. Selain itu, banyak penerima hibah yang tidak mencantumkan alamat jelas dan lengkap disertai nama jalan, kampung, RT/RW, desa dan kecamatan. Menggunakan sekretariat fiktif untuk mengajukan proposal bantuan hibah juga banyak dilakukan oleh para penerima hibah. Pelanggaran lainnya, banyak penerima hibah yang melalaikan kewajibannya menyerahkan laporan pertanggungjawabannya. 1.2. Rekomendasi 1. Sesuai peraturan hukum, hibah bisa dilakukan apabila pemerintah telah memprioritaskan seluruh urusan wajib, disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah, dan bisa menunjang sasaran program pemerintah. Jadi jika pemerintah belum bisa memenuhi urusan wajibnya, hibah tidak menjadi keharusan. Dengan demikian, hibah bisa dijadikan program SKPD sesuai dengan prioritas SKPD. 2. Memperketat penyaluran dana hibah dengan membuat komite seleksi untuk penerima dana hibah, yang terdiri dari unsur-unsur akademisi,

95


birokrasi, masyarakat. 3. Diduga hibah bisa digunakan sebagai alat politik kepala daerah untuk memperbanyak dukungan dari konstituen. Oleh karena itu, untuk menunjang prioritas program pemerintah, lebih baik hibah masuk dalam rencana kerja SKPD dan mampu menunjang prioritas program SKPD. 4. Berdasarkan LHP BPK Tahun 2013, ada 266 penerima hibah Tahun 2013 yang belum melaporkan keuangan hibah dengan total Rp 27.263.940.700. Hal ini mengindikasikan lemahnya akuntabilitas penerima hibah. Oleh karena itu perlu pengawasan yang ketat dari sisi akuntabilitas.

96


Bab 5 Lampiran

Berikut hasil investigasi kepada penerima manfaat hibah Kota Bandung Tahun 2013 dan 2014 Senin, 1 Desember 2014 1.

Bandung Marching Band Championship (BMBC)

Bandung Marching Band Championship terletak di Jalan 17 Agustus II No. 22A Bandung (92871234), Gatot Subroto. Berdasarkan data yang diperoleh, alamat ini merupakan penerima dana hibah sebanyak dua kali, yakni dengan proposal kegiatan : a. Pelaksana Bandung Marching Band Championship III-2012' atas nama ketua Ir. Donni, D.S ; dan b. BMBC (Bandung Marching Band Championship)' atas nama ketua Ir. Donny B Dwi Setia.

97


Ketika kami berkunjung ke alamat tersebut pada pukul 09.30 WIB, bangunannya berupa rumah kediaman biasa. Namun rumah tersebut tampak sepi dan sedang tidak ada penghuninya. Menurut informasi yang kami dapat dari tetangga sekitar, alamat tersebut diatas merupakan tempat tinggal pribadi Ir. Donni dan keluarganya. Berdasarkan keterangan pedagang yang sedang berjualan di depan rumah nya, Pak Donni beserta istri sudah berangkat kerja dan anak-anaknya berangkat sekolah. Sehingga kami tidak dapat menemui Pak Donni dan mewawancarainya. Kami pun memutuskan untuk menelpon nomor yang tercantum pada data, tapi tidak aktif. Sampai hari ini, kami belum melakukan investigasi lanjutan ke alamat tersebut. 2. LSM Bunga Bangsa LSM Bunga Bangsa terletak di Jalan Pelindung Hewan 14/ jalan Pasirwangi raya KAV.IX Bandung di daerah Tegalega Bandung. Tercatat bahwa LSM Bunga Bangsa mengajukan Proposal kegiatan atas nama ketua Sonny Mariana SS. Setibanya di lokasi pukul 10.00 WIB, diketahui dari penghuni bahwa alamat tersebut merupakan kediaman orang tua Ibu Sonny Mariana, bukan kantor sekretariat LSM, dan tidak ada papan nama. Ketika kami menanyakan keberadaan Ibu Sonny, Ibu Sonny sudah pindah tempat domisili kurang lebih satu tahun yang lalu. Kami berbincangbincang sebentar dengan ibu dan adiknya Ibu Sonny. Kami diberi nomor HP Ibu Sonny. Dan menurut keterangan singkat dari Ibunya Ibu Sonny, LSM Bunga Bangsa sendiri sudah tidak berjalan sejak beberapa waktu, kurang lebih sudah setahun sejak Ibu Sonny pindah domisili dan LSM Bunga Bangsa tidak terdengar pergerakannya.

98


Setelah itu, kami menghubungi Ibu Sonny lewat telepon. Ternyata Ibu Sonny sekarang berdomisili di daerah Ahmad Yani. Beliau mengatakan bahwa LSM Bunga Bangsa bergerak di bidang pemeberdayaan Perempuan. Namun, ketika diajak bertemu beliau belum bersedia dengan alasan sibuk. Beberapa kali dihubungi, Ibu Sonny masih belum bisa ditemui dengan alasan yang sama. Dan sampai hari ini belum ada perkembangan apa-apa mengenai investigasi LSM Bunga Bangsa yang diketuai oleh Ibu Sonny. Hingga sekarang pun Ibu Sonny sulit untuk dihubungi. Selasa, 2 Desember 2014 1. Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat (IPSM) Pada hari Selasa, tanggal 2 Desember 2014 kami melakukan investigasi ke daerah Kosambi. Investigasi kali ini untuk menemui Bapak Aceng Rohadiat yang beralamat di Jalan Baranang siang No 71 Telp. (022) 4237148/ 085294870517. Bapak Aceng Rohadiat tercantum sebagai ketua dalam proposal Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat (IPSM) Kel. Kebon Pisang Kec. Sumur bandung. Kami tiba di alamat tersebut pada pukul 10.00 dan yang bersangkutan tidak ada ditempat. Alamat tersebut merupakan alamat kantor kelurahan Kebon Pisang. Menurut keterangan dari seorang petugas kantor, Bapak Aceng Rohadiat merupakan koordinator TKSK dan tidak pernah ada di kantor kecuali kalau ada urusan. Sebagai koordinator TKSK Pak Aceng fokus melakukan pengawasan di lapangan. Kami menghubungi nomor HP nya, beliau mengaku sedang sibuk dan belum bisa ditemui.

99


Setelah melakukan kontak beberapa kali, kami berhasil membuat janji dengan Bapak Aceng Rohadiyat di Pos Indonesia dekat Alun-alun Bandung pada hari Rabu tanggal 3 Desember 2014 pukul 13.30 WIB. Hasil dari pertemuan tersebut ternyata Bapak Aceng tidak sendiri, beliau sedang bersama dengan teman-temannya sesame TKSK se kota Bandung. Ketika kami mulai membicarakan dana hibah, Pak Aceng dan teman-temannya mengaku tidak pernah mengajukan proposal apapun untuk menerima dana hibah. Namun, dalam obrolan kami sempat terlontar keterangan bahwa Bapak Aceng mengepalai sebuah LSM yang bernama Dwi Cahaya. Pak Aceng hanya mengaku bahwa beliau sebagai TKSK hanya bertugas untuk mengawasi proses kegiatan pembangungan masyarakat yang berasal dari program Kementetrian Sosial. Lebih dari itu, beliau tidak pernah mengajukan apapun apalagi mendapatkan dana bantuan hibah Kemudian, alamat kedua yang kami datangi adalah Jalan Baranang Siang Gg. Sukaraja No. 204/34B. Alamat ini mengajukan proposal atas nama Aceng Rohadiyat yang kami duga merupakan orang yang sama dengan orang yang kami cari untuk investigasi di alamat pertama. Namun di alamat yang kedua ini, Pak Aceng menggunakan LSM Dwi Cahaya sebagai lembaga pengaju proposal. Ketika dikunjungi, alamat tersebut terlihat seperti rumah kediaman biasa. Pada saat itu sekitar pukul 11.00 WIB siang dan lokasi tampak sepi. Menurut keterangan penduduk sekitar, alamat tersebut merupakan lokasi pelaksanaan Kelompok Belajar/PAUD. Kober/PAUD tersebut dikepalai oleh Ibu Yulia dan lokasi Kober tersebut sebelumnya merupakan tempat tinggal Ibu Yulia namun sudah di fokuskan sebagai tempat mengajar Kober/Paud. Dan kebetulan, pada saat itu Ibu Yulia dan beberapa orang guru disana sudah pulang. Kami diberi nomor telepon Ibu Yulia oleh salah seorang warga. Setelah mendapatkan nomor telepon Ibu Yulia, kami menghubungi beliau via telepon menanyakan Kober/Paud yang sebelumnya kami kunjungi. Dari keterangan beliau, paud tersebut sudah berdiri sejak 10 tahun yang lalu. Para pengajar mengutamakan keikhlasan dalam mengajar karena tidak ada sumber pemasukan yang dapat membiayai gaji guru. Untuk mendaftarkan anak belajar di Paud Dwi Cahaya tersebut orang tua siswa hanya dipungut uang senilai Rp 25.000 per bulan dan tidak ada uang pangkal. Uang tersebut digunakan untuk membiayai operasional belajar siswa dan tidak termasuk gaji guru. Ibu Yulia sendiri baru 3 tahun terakhir ini mengepalai 100


Paud Dwi Cahaya. Sebelumnya Bapak Aceng Rohadiyat lah yang mengepalai paud tersebut. Namun, Ibu Yulia tidak menyebut-nyebut soal dana hibah. Dengan demikian, berdasarkan keterangan teman-teman dari Bapak Aceng di Pos yang mengatakan bahwa bapak Aceng mengepalai LSM Dwi Cahya, besar dugaan kami bahwa Aceng Rohadiyat yang mengajukan proposal atas nama IPSM dan LSM Dwi Cahya merupakan orang yang sama. 2.

TK Tiara Putri

TK Tiara Putri terletak di Jalan Umar Bin Khattab Blok Cendikia Kel. Rancanumpang Kec. Gedebage. Itu adalah alamat sebuah TK yaitu TK Tiara Putri. Tercatat sebagai penerima dana bantuan Hibah atas nama Hj. Lisnawati Suhartini, S.Pd. Ketika tiba disana, kami tidak berhasil menemui Ibu Hj. Lisnawati Suhartini selaku kepala sekolah. Menurut keterangan staff T.U yang menemui kami, Ibu Hj. Lisnawati sedang sibuk banyak undangan rapat diluar sekolah dan sedang menjalani UTS karena sedang menjalani pendidikan S.2. Kami juga tidak berhasil mendapatkan nomor kontak yang bersangkutan Karena Staff TU-nya tidak bersedia memberikan informasi tersebut dan berjanji untuk menghubungi kami jika sudah bertemu dengan yang bersangkutan. Kami hanya mengetahui dari Staff TU tersebut bahwa TK Tiara Putri memang pernah mendapatkan dana bantuan Hibah dan digunakan untuk pembangunan dan melengkapi prasarana sekolah. Namun lebih dari itu beliau tidak memberikan keterangan apa-apa.

101


3.

Dapur Seni dan Budaya/DAPSENBUD

Selasa tanggal 2 Desember 2014 kami melakukan investigasi ke Dapur Seni dan Budaya/dapsenbud yang beralamat di Jalan Cigagak-Cipadung No. 11B Kel. Cipadung Kec. Cibiru. Kami mencari Bapak Wawan Setiawan yang tercantum sebagai ketua dalam proposal. Kami sempat mengalami kesulitan ketika mencari alamatnya. Sampai pada akhirnya kami mengunjungi kantor Kelurahan dan menanyakan alamat tersebut. Berdasarkan keterangan seorang petugas desa, kami akhirnya menemukan alamat tersebut. Namun ketika mendatangi alamat tersebut, kami bertemu dengan istri Bapak wawan. Dari Istrinya kami mendapatkan nomor telepon Bapak Wawan. Karena pada saat kami berkunjung, Bapak Wawan sedang Istirahat dan istrinya tidak berani membangunkan.

Setelah menghubungi Bapak Wawan via telepon, kami diperkenankan untuk datang kembali ke tempatnya pada tanggal 3 Desember 2014. Hasil dari pertemuan yang berlangsung pada pukul 15.30 tersebut, kami langsung pada inti wawancara mengenai dana hibah yang beliau terima untuk Dapur Seni dan Budaya. Beliau sangat kooperatif dan memberikan keterangan dengan sangat jelas. Dari proposal yang ia ajukan senilai Rp 700.000.000 dan di ACC pada tahun 2013 sebesar Rp 300.000.000. Dana tersebut digunakan untuk pengadaan peralatan seni bagi kurang lebih 60 lingkung seni di daerah Cibiru. Beliau pun sempat mengadakan acara besar-besaran yang dihadiri oleh walikota Kota Bandung; Ridwan Kamil. Acara ini dilaksanakan sebagai tanda syukur karena mendapat dana bantuan Hibah dan sekaligus mengumumkan berita baik ini kepada masyarakat sekitar. Rp 10.000.000 dari Rp 300.000.000 yang diberikan 102


pemerintah, Pak wawan menggunakannya untuk mendirikan koperasi khusus bagi anggota Dapur Seni dan Budaya. Koperasi ini dijalankan untuk menopang perekonomian kehidupan anggota Dapsenbud. Dan hingga saat ini, masih berjalan bahkan dan anggota Dapsenbud dapat mengajukan pinjaman ke koperasi tersebut. Beliau menunjukkan sebundel duplikat dokumen laporan penggunaan dana bantuan hibah yang ia berikan kepada pemerintah dan menggunakannya untuk mendirikan koperasi khusus bagi anggota Dapur Seni dan Budaya. Koperasi ini dijalankan untuk menopang perekonomian kehidupan anggota Dapsenbud. Dan hingga saat ini, masih berjalan bahkan dan anggota Dapsenbud dapat mengajukan pinjaman ke koperasi tersebut. Beliau menunjukkan sebundel duplikat dokumen laporan penggunaan dana bantuan hibah yang ia berikan kepada pemerintah. Ketika ditanya soal proses pengajuan yang baliau tempuh, beliau menyatakan tidak banyak kendala namun tetap saja bertele-tele. Sampaisampai ia harus dua kali menyetorkan proposal permohonan bantuan atas permintaan pemerintah dengan alasan harus direvisi. Pada akhir obrolan, beliau menyampaikan pesannya kepada pemerintah untuk memperbaiki sistem sosialisasi mengenai regulasi dana bantuan hibah dan pengajuannya, kemudian beliau juga menginginkan adanya bimbingan dari pemerintah dalam penyusunan laporan keuangan bagi penerima dana bantuan hibah. Dan lebih dari itu, beliau menganngap dana hibah ini sebagai amanah, bukan semata-mata anugerah. Kamis, 4 Desember 2014 1.

Pengadaan Kesenian Tradisional Sunda

Pada hari kamis tanggal 4 Desember 2014, kami melanjutkan investigasi pada pukul 09.00 WIB. Alamat pertama yang kami datangi adalah Komp. Bumi Asri G 17 RT 03/09 Kel. Gempol Sari Kec. Bandung Kulon. Alamat tersebut mendapat dana bantuan hibah atas nama Wawan Setiawan untuk pengadaan Kesenian Tradisional Sunda. Ketika didatangi, alamat tersebut merupakan rumah kediaman biasa. Pak Wawan selaku pemilik rumah merupakan juga ketua Rukun Warga setempat. Saat kami berkunjung, kami hanya bertemu dengan istrinya dikarenakan yang bersangkutan sedang berada di bengkel miliknya di daerah Pasirkoja. Istri Pak Wawan yang 103


bekerja di administrasi TNI, mengaku tidak tahu menahu soal penggunaan dana hibah yang pernah didapatkan oleh Pak Wawan. Namun kami mendapatkan informasi dari beliau, bahwa bapak sesekali bertemu teman-temannya yang ada di Balai Kota. Kami diberi nomor HP nya untuk langsung bertemu dan mengobrol lebih jauh. Namun belum ada tindak lanjut. Kesimpulannya nama Wawan Setiawan yang mengajukan hibah alat-alat kesenian tradisional sunda adalah orang yang berbeda dengan Wawan Setiawan penerima hibah untuk Dapur Seni dan Budaya.

2.

Yayasan Gabungan Panti Pijat Tuna Netra (YGPPT)

Yayasan Gabungan Panti Pijat Tuna Netra (YGPPT) terletak di jalan Moch. Yunus Gg. Muaen No. 05 Telp. (022) 4206981 atas nama H. Hasanudin Hasan. Beliau cukup kooperatif meskipun sempat mencurigai kami. Beliau menyatakan bahwa tidak ada kesulitan berarti dalam pengajuan dana hibah. Namun, jumlah yang didapatkan tidak sesuai dengan nilai pengajuannya. Dana bantuan hibah digunakan untuk pengadaan sarana dan prasana sekitar 40 panti pijat tuna netra yang dibawahi Yayasan Gabungan Panti Pijat Tuna netra. YGPPT ini sudah berdiri lama.

104


Desember 2014 1.

FKUB

FKUB adalah lembaga yang dibentuk dari pusat hingga daerah dengan pendanaan melalui APBN atau APBD melalui dana hibah yang terletak tepat di belakang rumah dinas Walikota. Anggaran FKUB diperuntukkan untuk operasional FKUB sendiri. Anggota FKUB hanya mendapatkan uang transport saja. Info ini diperoleh dari staff kesekretariatan FKUB dikarenakan anggota FKUB kota Bandung tidak berada di tempat.

2. Sugiono Sugiyono adalah penerima bantuan dana hibah dari Pemerintah kota Bandung untuk agenda pentas seni. Info dari proposal yang diajukan kepada Pemerintah Kota Bandung berlamat di Gelanggang Muda Bandung (GMB), namun setelah dicek menurut pengelola bahwa Dugiono sering berada di GMB tetapi tidak pernah berkantor atau memiliki kesekretariatan di sana.

105


3.

Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi

Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi mengajukan permohonan bantuan dana hibah kepada Pemerintah Kota Bandung dengan alamat pengaju di Jl. Muara Rajeun Bandung. Ketika didatangi ke alamat tersebut, menurut bagian HUMAS, pengaju pernah menjadi wakil kepala Sekolah Tinggi namun sekarang sudah tidak lagi dan hingga saat ini ruangannya pun tidak dapat dibuka. Bagian HUMAS memberikan pernyataan lainnya, yakni tidak mengetahui informasi terkait pengajuan dana hibah ke Pemerintah Kota Bandung.

4.

Koperasi

Berdasarkan informasi dari pengelola masjid, koperasi yang beralamat di komplek masjid Al Ukhuwah Jalan Wastukencana tidak pernah ada.

5.

Domba

Berdasarkan pengakuan Ketua Kelompok Ternak “Derwati Jaya� Wawan Sugiarto, pihaknya menerima sebanyak 49 domba, yang terdiri dari 6 domba betina dan 43 domba jantan. Domba-domba tersebut dibagikan 106


kepada 34 orang warga. Diantaranya, Aco Ruslan, Anas, Entis Sutisna, Usep Wanda, Din-din, Nurdin, Suryana, Amih, dan Atin Nanda. Sebanyak 34 orang warga Derwati sudah menerima domba yang diberikan oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Bandung, sejak akhir November 2013. Terdapat satu orang yang mendapat dua dan adapun hanya yang mendapatkan satu ekor. Sedangkan berdasarkan SK Wali Kota Bandung No. 978/Kep.1039DisPerTaPa/2013 Tanggal 7 Nopember 2013 Kelompok Ternak Kelurahan Derwati “Derwati Jaya”, tertulis Bantuan domba Garut jantan 12 ekor dan domba Garut betina 50 ekor.

Saat mengajukan proposal ke Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Bandung, Sugiarto mengatakan tidak menentukan jumlah domba. Jumlah tersebut baru diketahui setelah domba-domba dikirimkan ke Kelompok Ternak “Derwati Jaya”. Dia juga mengatakan, domba-domba tersebut memang untuk diternakan sebelum dijual. Hanya saja, meski rekan-rekannya sudah menjalani usaha peternakan domba selama satu tahun, belum banyak domba yang beranak. Alasannya, domba yang diberikan tahun lalu masih belum siap kawin. Sampai saat ini, Dinas Peternakan dan Ketahanan Pangan Kota Bandung masih terus melakukan pemantauan terhadap domba-domba yang ada di Derwati. Jika ada domba yang sakit, peternak akan langsung melaporkan kepada Wawan sehingga dia langsung menghubungi Dinas Peternakan dan Ketahanan Pangan. Biasanya, orang-orang Dinas Peternakan dan Ketahanan Pangan akan datang membawa obat dan menyuntik domba yang sakit. 107


Wawan juga terus memberikan informasi terbaru kepada Dinas Peternakan dan Ketahanan Pangan, termasuk jika ada domba yang mati. Menurutnya, laporan tersebut menjadi bukti pertanggungjawabannya setelah Kelompok Ternak mendapatkan hibah dari Pemkot. Jum'at, 08 Januari 2015 1. Panitia pembangunan Masjid Al-Jihad Siliwangi, Jl. Suryani No. 18 RT 07/01 Kel. Warung Muncang, Kec. Bandung Kulon, Kota Bandung atas nama Drs. Rido Najemi Syukri. Panitia pembangunan Masjid Al-Jihad Siliwangi telah mengajukan bantuan dana hibah sejak tahun 2008. Namun pengajuan proposal dana baru direspon oleh Pemerintah Kota pada tahun 2012 dengan pengajuan bantuan senilai Rp 1.000.000.000. Dari dana yang diajukan oleh Panitia, Pemerintah Kota hanya mengabulkan Rp 25.000.000. Untuk menyikapi hal tersebut, dengan dukungan organisasi masyarakat, organisasi pendukung serta salah satu anggota dewan, total dana yang diperoleh panitia menjadi Rp 750.000.000. Adapun besaran dana tersebut dipergunakan untuk membuat bangunan masjid dengan fasilitas dan sarana prasarana yang baik sesuai dengan perencanaan rancangan bangunan.

108


Mengenai laporan dana bantuan tersebut, panitia memang belum membuat dikarenakan dana baru didapatkan panitia di bulan Desember 2014, tepatnya tanggal 15. Setelah mendapatkan dana tersebut, panitia langsung melanjutkan pembangunan masjid yang mulai dubangun s e m e n j a k 8 ( d e l a p a n ) b u l a n ya n g l a l u . Te r ka i t l a p o ra n pertanggungjawaban pemakaian dana hibah, Panitia meminta pengunduran waktu atau penangguhan. Selain mendapatkan dana hibah dari Pemerintah Kota, panitia Pembangunan mendapatkan sumber dana dari masyarakat. Total yang diperoleh mencapai + Rp 500.000.000. Adapun sumber dana tersebut dipergunakan untuk membangun atap dan menara masjid. Sedangkan sumber dana hibah Pemerintah Kota dipergunakan untuk membangun dan mendirikan lantai I dari masjid serta biaya material bangunan dan upah pekerja bangunan. Saat ini pembangunan masjid masih berlangsung dengan masih menyelesaikan lantai 1 dari masjid. 2. Yayasan Pengkajian Seni Pentas (PSP), Jl. Braga No. 29 atas nama Drs. Diro Aritonang. Ketika dikunjungi, alamat yang tersebut diatas ternyata adalah sebuah toko meubel kayu. Kami berbincang-bincang dengan pemilik toko dan mendapat keterangan bahwa toko tersebut memang baru ditempati penghuni baru. Menurut pemilik toko, penghuni sebelumnya bukanlah Yayasan dan pemilik toko tidak mengenal penghuni sebelumnya. 3. Indische Braga Kreatif, Jl. Braga No. 43 Bandung Telp. (022) 4237384, atas nama Tita Puspitawati. Ketika dikunjungi, alamat tersebut bukanlah Indische Braga Kreatif tetapi merupakan galeri lukisan. Ketika kami bertanya pada orang yang berada di dalam galeri, sebagian orang mengetahui Indische Braga Kreatif dan orang yang bernama Tita Puspitawati. Berdasarkan keterangan yang didapat, tempat yang dikunjungi bukanlah Indische Braga Kreatif. Diketahui sekitar setahun yang lalu, Sekretariat Indsche Braga Kreatif berada di Jl. Braga No. 29. Sempat Beliaupun menyampaikan nama Bapak Diro Aritonang sebagai seseorang yang berhubungan dengan ibu Tita Puspitawati.

109


Kami tidak menemukan keterangan lebih lanjut, namun kami menarik kesimpulan bahwa ibu Tita dan Bapak Diro merupakan dua orang yang bekerja sama. Dan kami merencanakan untuk kembali mencari keberadaan Ibu Tita dan Bapak Diro karena memang ada alamat lain yang dicantumkan. Senin, 12 Januari 2015 1. Jl. Moh Toha Gg Ciburuy No. 76 RT 001/006 Kel. Ciseureuh Kec. Regol Kota Bandung atas nama Tita Puspitawati. Pada saat kami menyisir daerah tersebut dan mencari alamat yang bersangkutan, tidak ada satupun orang yang kami tanyai mengenal ibu Tita Puspitawati. Bahkan Ketua RT-nya pun mengatakan bahwa warga nya tidak ada yang bernama Tita Puspitawati. Dan kami menemukan rumah yang alamatnya sama dengan yang tercantum di atas namun dalam keadaan kosong tidak berpenghuni. Kami akhirnya bertanya kepada ibu-ibu yang sedang menobrol di sekitar sana. Menurut keterangan dari ibu-ibu tersebut, dulu memang ada yang bernama Tita yang tinggal di rumah itu, dan dikenal dengan nama Ita. Namun, beliau bukan pemilik rumah itu melainkan menantu dari pemilik rumah. Dan sejak bercerai dengan suaminya beberapa tahun lalu, beliau tidak tinggal disana lagi.

Jum'at, 30 Januari 2015 1. Komp. Ciwastra Indah Blok A7 RT 006/015 Kel. Margasari, Kec. Buah batu atas nama Diro Aritonang. Alamat tersebut dalam keadaan kosong ketika kami kunjungi. Namun ada sebuah mobil terparkir di teras rumah dan pagar rumah dikunci gembok. 110


Yang paling mencolok adalah terdapat sebuah banner bertuliskan rumah itu akan dijual. Kami bertanya kepada tetangga depan rumah tersebut. Menurut keterangan dari ibu yang tinggal di depan rumah tersebut, pemilik rumah tersebut dahulunya memang milik Pak Diro. Namun sekitar setahun yang lalu sudah dijual kepada seseorang. Saat ini pemilik baru rumah tersebut ingin menjual kembali rumah tersebut dan Ibu tersebut tidak mengetahui keberadaan Pak Diro. Hal ini semakin menambah kecurigaan kami terhadap Pak Diro dan ibu Tita. Karena keduanya menghilang, tidak diketahui alamatnya dan sama-sama belum menyerahkan LPJ kepada pemerintah kota terkait dengan dana hibah yang mereka terima berdasarkan LHP BPK RI Tahun 2013 sebesar Rp 200.000.000.

2. Paguyuban Wargi Asal Garut (WIASGAR) Kota Bandung, Jl. Buah Batu No. 3 Bandung, atas nama Dade Achmad. Alamat yang bersangkutan memang benar alamat sekretariat Paguyuban Wargi Asal Garut Kota Bandung. Namun ternyata WIASGAR sudah sejak setahunan yang lalu tidak aktif berkegiatan lagi. Ketuanya pun, bapak Dede Achmad sudah jarang mengunjungi sekretariat. Begitu menurut keterangan dari beberapa orang yang pada saat itu ada dilokasi. Kesimpulannya, berdasarkan hasil obrolan dengan orang-orang di sana, di WIASGAR kota Bandung masih ada namun sudah tidak aktif semenjak Wakil GubernurJabar diganti. Berdasarkan LHP BPK RI Tahun 2013 WIASGAR belum menyerahkan LPJ kepada Pemerintah Kota Bandung.

111


Selasa, 3 Februari 2015 1. Lembaga Swadaya Masyarakat ; LSM Gerakan Masyarakat Mandiri, Jl. Moch Ramdan No. 70/97 (022-72576438) a.n Erwin Suryadi Kami tidak berhasil bertemu dengan Bapak Erwin, begitupun dengan kantor sekretariat LSM Gerakan Masyarakat Mandiri. Ketika tiba di alamat yang tercantum di atas, Jl. Moch Ramdan No. 70, ternyata rumah tersebut kosong dan terdapat banner yang menerangkan bahwa rumah tersebut akan disewakan. Kami memutuskan untuk mencari petunjuk dengan bertanya pada orang-orang sekitar. Karena tepat di sebelah rumah tersebut terdapat sebuah showroom mobil-mobil bekas, kami bertanya pada pegawai showroom tersebut. Hasilnya, kami tahu bahwa rumah tersebut memang benar rumahnya Bapak Erwin. Rumah tersebut sudah kurang lebih satu tahun tidak dihuni. Sebelumnya, dipakai sebagai tempat praktek dokter dan pernah juga dipakai sebagai toko onderdil kendaraan bermotor. Dan mereka tidak tahu dimana alamat Bapak Erwin yang sekarang.

Alamat LSM tersebut sebenarnya kurang jelas, ada dua nomor yang tercantum yaitu No. 70/97. Dan karena rumah nomor 70 kosong, kami memutuskan untuk melakukan survey juga ke rumah nomor 97. Ternyata, Jl. Moch Ramdan No. 97 merupakan alamat sebuah gedung yang sedang dalam proses pembangunan. Namun karena situasinya sepi, kami tidak dapat bertanya kepada siapa-siapa mengenai keberadaan gedung tersebut.

112


2. Panti Sosial Ar-Rahman Rosada Panti Sosial Ar-Rahman Rosada yang tercatat beralamat di Gang Buah No. 156/95 Kel. Pelindung Hewan Kec. Astana Anyar ternyata bukanlah kesekretariatan Panti Sosial Ar-Rahman Rosada, melainkan Yayasan Panti Sosial Al-Hilal.

Ketika ditanyakan kepada pimpinan Yayasan Panti Sosial Al-Hilal, Ibu Fani, Panti Sosial yang dipimpin oleh Ibu Eem bertempat di jalan Kancra. Kami pun menuju jalan Kancra, ternyata alamat yang diinfokan juga bukanlah kesekretariatan dari Panti Sosial Ar-Arahman Rosada. Alamat yang diberikan adalah Panti Asuhan Annida Rosada yang salah satu pengurusnya bernama Ibu Ema, bukan Ibu Eem. 3. Lembaga Pemasyarakatan Masyarakat ; LPM Kota Bandung, Jl. Guntur sari No. 12 (022-7502852) a.n Merdi Hajiji, SE,M.Si Ketika dikunjungi, alamat tersebut di atas adalah benar merupakan kantor LPM Kota Bandung yang diketuai oleh Bapak Merdi Hajiji. Namun, pada saat itu beliau tidak ada di tempat, beliau sedang menghadiri acara pelantikan di kantor kecamatan setempat. Kita akhirnya berbincangbincang sebentar dengan dua orang bapak yang kebetulan sedang ada di kantor LPM tersebut. Menurut keterangan mereka, Bapak Merdi adalah seorang Konsulat ESDM Pertamina yang berkantor di Bekasi. Beliau tidak rutin datang setiap hari ke kantor. Namun ketika ditanya mengenai kegiatan LPM tersebut, mereka tidak memberikan keterangan yang jelas dan mengatakan tidak tahu karena bukan pengurus. Dan mereka juga tidak bersedia memberikan nomor kontak pribadi Bapak Merdi Hajiji. Akhirnya kami memutuskan untuk meninggalkan kantor LPM tersebut karena tidak 113


ada kepastian kapan Bapak Merdi Hajiji kembali ke kantor.

4. Yayasan Ar Rifqi Sekitar pkl. 14.00 WIB kami mendatangi Yayasan Ar Rifqi yang beralamat di Jl. Soekarno Hatta Komp. Bumi Panyileukan L No. 21-22 RT 02/RW 11 untuk menemui Ibu Hj. Lisnawati, M.Ag yang juga selaku pengurus Yayasan Ar Rifqi. Berdasarkan pemaparannya, ia menyatakan bahwa benar Yayasan Ar Rifqi menerima dana hibah dari proposal yang ia ajukan di tahun 2012 dan dana baru dicairkan pada tahun 2013. Dana tersebut ia gunakan untuk perbaikan fasilitas dan inventaris, seperti renovasi bangunan yayasan, pengadaan jet pump, perbaikan toilet dan juga fasilitas santri. Menurutnya, akses dana hibah sangat sulit apabila tidak ada rekomendasi dari orang Pemerintahan yang dikenal, birokrasi pun menjadi suatu hambatan tersendiri.

114


Rabu, 4 Februari 2015 1.

TK Tunas Mandiri

TK Tunas Mandiri terletak di Jl. Sukamulya No. 5 Kel. Sukagalih Kec. Sukajadi. Ibu Heni Wihwrce S.Pd.AUD yang merupakan pimpinan TK Tunas Mandiri cukup terbuka menjelaskan hal-hal yang kami tanyakan. Adapun pemaparan yang ia sampaikan : 1. Bahwa benar TK Tunas Mandiri menerima dana hibah dari Pemerintah Kota Bandung. Pengalaman dana hibah tersebut merupakan kali pertama ia rasakan. Tidak ada hal yang kentara menjadi permasalahan dalam mengakses dana hibah Pemerintah Kota Bandung; 2. Bahwa TK Tunas Mandiri merasa sangat terbantu sekali ketika mendapatkan dana hibah. Karena pemasukan untuk sekolah sangat tidak bisa diharapkan untuk mengembangkan sarana dan prasarana sekolah. Selain itu, sekolah yang hampir seluruhnya mendidik anakanak yang tidak mampu, sering menghadapi orang tua yang bahkan sama sekali tidak mampu membayar uang sekolah; 3. Bahwa dana hibah dari Pemerintah Kota Bandung dipakai untuk : a. Membuat sarana dan prasarana TK, seperti taman bermain, b. Merenovasi bangunan TK, dan c. Program peningkatan gizi anak didik, dengan cara makan bersama setiap 1 (satu) minggu sekali. Adapun harapan dari TK Tunas Mandiri yakni agar dana hibah dapat diperbesar untuk TK-TK yang berada di bawah standar.

2. Kube; Kube Sekar Jaya, Jl. Baladewa 1 No. 67 RT 08/08 Bandung. A.n Hendar Suhendar. Kube Sekar Jaya merupakan kelompok usaha yang terdiri dari kurang lebih 10 orang. Di ketuai oleh Bapak Hendar dan terbentuk sekitar 1 tahun yang lalu. Bergerak di bidang meubel. Namun, sejauh ini aktivitas kelompok usaha ini belum intens. Hanya bekerja jika ada pesanan, diluar itu paling melakukan promosi untuk mendapatkan order. Dan kelompok usaha ini belum mempunyai bengkel tetap. 115


Alamat yang tercantum di atas merupakan alamat orang tuanya bapak Hendar. Pada saat kami berkunjung, Bapak Hendar sendiri sedang tidak ada di tempat. Dan kami mendapat keterangan dari tetangga beliau. Menurut tetangga nya pula, beberapa waktu yang lalu pernah ada pihak pemkot yang survey ke tempat Bapak Hendar. Survey tersebut sebagai langkah tindak lanjut dari pengajuan dana bantuan kube sekar jaya terhadap pemkot Bandung. Namun, setelah survey tersebut, tidak ada kabar apaapa lagi dari pemkot, kemungkinan besar proposal pengajuan bantuan tersebut tidak di acc. 3.

IPSM ; IPSM Kelurahan Dungus Cariang, Jl. Rajawali Sakti No. 27 Bandung. A.n Yeti Sumiati.

Menurut keterangan ibu Yeti Sumiati selaku ketua IPSM Kelurahan Dungus Cariang yang dihubungi lewat telepon, IPSM tersebut sering mengadakan kegiatan sosial di wilayah setempat. Berangkat dari kebiasaan itu pula, akhirnya ibu Yeti bekerja sama dengan pemuda karang taruna setempat membentuk kepanitiaan dan mengajukan permohonan dana bantuan pada pemkot di tahun 2013. Permohonan tersebut ditanggapi Pemkot dan cair pada tahun 2014. Dana yang di dapat dari Pemkot digunakan untuk menyantuni keluarga tidak mampu dan pemeriksaan kesehatan gratis. Untuk santunan yang diberikan, panitia bakti sosial ini mengambil 10 orang per Rukun Warga sebagai penerima. Dan terdapat 6 RW di lingkungan kelurahan Dungus Cariang. Sehingga, keseluruhan ada 60 penerima santunan berupa sembako. Laporannya sudah selesai dibuat dan diberikan pada Pemkot. Tidak ada kesulitan selama proses pengajuan, pencairan dan pelaporan. Hanya saja, jangka waktu satu tahun dari pengajuan sampai pencairan memang lama.

116


Judul:

Kajian Tentang Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat Mengenai Mekanisme Insentif untuk Guru Honor Sekolah dan Madrasah (GHS/M) Tim Penulis: 1.Asep Rosidin 2.Lukmanul Hakim 3.Yadi Mulyadi

117


1. Latar Belakang Masalah Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauhmana mekanisme pencairan dana insentif Guru Honor Sekolah dan Madrasah (GHS/M) di Kabupaten Bandung Barat Tahun Anggaran 2014, yang sampai saat ini belum ada kejelasan, terutama waktu dan kriteria calon penerima dana insentif. Waktu yang dijadwalkan tidak sesuai dengan rencana atau sering berubah-rubah. Jumlah nominal yang rencananya Rp 50.000/bulan pun belum ada kepastian, apakah tetap atau naik disesuaikan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bandung Barat. Calon penerima dana Insentif juga belum terdata dengan baik dan valid, karena belum memiliki data base Guru Honor Sekolah dan Madrasah (GHS/M) yang akurat. Hal inilah yang mendorong kami untuk melakukan penelitian tentang “Kajian Tentang Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat Mengenai Mekanisme Insentif untuk Guru Honor Sekolah dan Madrasah (GHS/M)�. Sehingga dapat kami simpulkan latar belakang masalah dari penelitian ini adalah: a. Ketidakpastian waktu pencairan dana insentif untuk GHS/M di Kabupaten Bandung Barat. b. Jumlah nominal insentif untuk GHS/M terlalu kecil yaitu Rp 50.000/bulan. c. Belum ada data akurat GHS/M Kabupaten Bandung Barat. 2. Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Membuat data base guru honor sekolah dan madrasah (GHS/M) di Kabupaten Bandung Barat yang akurat. b. Membuat mekanisme pencairan dana insentif untuk guru honor sekolah dan madrasah (GHS/M) di Kabupaten Bandung Barat yang jelas variabel standar nominal insentifnya, tepat waktu, tepat sasaran, dan masuk dalam belanja program Dinas Pendidikan. 118


4. Tahapan Penelitian a. Pendataan Guru Honor Sekolah dan Madrasah (GHS/M) di Kabupaten Bandung Barat. b. Konsolidasi guru honor sekolah dan madrasah di Kabupaten Bandung Barat untuk ekspose hasil kajian. c. Audensi dengan Komisi C DPRD KBB, DPPKAD dan Kadisdikpora Kabupaten Bandung Barat. 5.

Data Pendukung

Adapun data-data yang dibutuhkan untuk menjadi dasar pertimbangan dalam penelitian ini adalah: Data Guru Honor Sekolah dan Madrasah (GHS/M) di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013/2014. 6.

Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil penelitian ini yaitu: a. Membuat data base Guru Honor Sekolah dan Madrasah (GHS/M) di Kabupaten Bandung Barat yang akurat. b. Membuat mekanisme pencairan dana insentif untuk Guru Honor Sekolah dan Madrasah (GHS/M) di Kabupaten Bandung Barat yang jelas variabel standar nominal insentifnya, tepat waktu, tepat sasaran, dan masuk dalam belanja program Dinas Pendidikan. c. Terdapat temuan dalam mekanisme pencairan insentif untuk Guru Honor Sekolah dan Madrasah (GHS/M) yang mendapat insentif ganda dan penerima fiktif.

119


120

Urut 01 0001 0002 0003 0004 0005 0006 0007 0008 0009 0010 0011 0012 0013 0014 0015 0016 0017 0018 0019 0020 0021 0022 0023 0024 0025 0026 0027 0028 0029 0030 0031 0032 0033 0034 0035 0036

No.

03 DRS. S.Pd S.S S.Pd S.Pd S.Pd M.Pd S.Pd I S.Pd S.Pd S.Pd -

02

Asep Asep Sutisna Deni Firmansyah Yanti Paridah Cecep Nurbaet Dadang Rusmana Verra Muliawati Nugraha Dermawan Rahmat Saepudin Rosiatul Patimah Yani Fartika Aspad Yulia Febrianti Yuliantini Angga Maulana. N Dian Herdiana Elis Nurlaela Erma Indah S Eva Farida R Nuraeni Ilsa Sulastri Puji Saputra Suhada Wahyu R S Wilda Kurniawati A. Angga Hari Prayoga Dalimi Heri Yadi Nurjamin Lia Amalia Meliawati Deni Jatnika Dudi Rohmayadi Reni Lestari Sari Mulyani Sarna Siti Aenun Nuraeni Tarsim

Gelar

Nama Lengkap 04 -

L/P

Bandung Tasikmalaya Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Kalbar Cimahi Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Sukabumi Jakarta Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Cimahi Bandung Bandung Cimahi Subang

Tempat 05

TTL Tgl 06 21-10-1964 23-12-1977 14-04-1964 15-12-1987 03-08-1995 02-12-1987 27-02-1985 01-03-1988 17-02-1970 10-02-1988 10-12-1977 04-04-1985 20-07-1990 09-03-1983 18-12-1973 12-05-1981 14-12-1982 21-11-1986 07-08-1988 04-10-1977 01-12-1972 18-01-1979 29-09-1980 20-08-1984 02-07-1985 31-05-1970 04-03-1981 10-03-1980 20-05-1966 12-04-1975 14-11-1977 04-05-1980 15-05-1982 25-12-1973 02-04-1979 18-04-1972 07 -

NUPTK

DATA PENERIMA INSENTIF UNTUK GURU HONOR SEKOLAH DAN MADRASAH (GHS/M)

Penjaga Pustakawan Guru Guru Penjaga Guru Mapel Pjok Tu Pustakawan Penjaga Guru Guru Guru Guru Operator Penjaga Guru Kelas Guru Mapel B. Inggris Guru Mapel B. Inggris Guru Kelas Guru Mapel Pai Tu Guru Mapel Pjok Guru Mapel Pjok Guru Mapel B. Inggris Tu Guru Pustakawan Guru Guru Kelas Guru Pustakawan Guru Mapel B. Inggris Guru Guru Mapel Pjok Guru Kelas Penjaga

08

Jenis Guru 09 SDN 1 Batujajar SDN 1 Batujajar SDN 1 Batujajar SDN 1 Batujajar SDN 1 Cibodas SDN 1 Cibodas SDN 1 Cibodas SDN 1 Cibungur SDN 1 Cibungur SDN 1 Cibungur SDN 1 Cibungur SDN 1 Cibungur SDN 1 Cibungur SDN 1 Galanggang SDN 1 Galanggang SDN 1 Galanggang SDN 1 Galanggang SDN 1 Galanggang SDN 1 Galanggang SDN 1 Neglasari SDN 1 Neglasari SDN 1 Neglasari SDN 1 Neglasari SDN 1 Neglasari SDN 1 Sukasari SDN 1 Sukasari SDN 1 Sukasari SDN 1 Sukasari SDN 1 Sukasari SDN 2 Batujajar SDN 2 Batujajar SDN 2 Batujajar SDN 2 Batujajar SDN 2 Batujajar SDN 2 Batujajar SDN 2 Batujajar

Nama Unit Kerja Thn 10 02 01 10 03 02 02 02 06 10 06 09 06 05 01 06 07 04 11 07 11 14 11 09 11 03 14 05 06 02 02 06 11 02 17 11 10

Bln 11 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00

Masa Kerja

13 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000

Jumlah (Rp)

Dan Seterusnya ...

12 Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar Batujajar

Kec.

LAMPIRAN KEPUTUSAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR : 900/Kep. -DISDIKPORA/2014 TENTANG PENETAPAN HONORARIUM GURU HONOR DAN PELAKSANA TATA USAHA SEKOLAH DAN GURU TK DINAS PENDIDIKAN, PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN ANGGARAN 2014


121

Nama Lengkap

02 A MAHMUD HIDAYATULOH ABDUL KODIR ACEP HILMAN ANISA NURSAADAH ATENG HERMAWAN DEDE ABDUL ROHIM DEDE RAHMAT FAISAL DINI MASROFATUL ILMI FARHAN SAFAR GOZALI M SUBHAN FATHURRAHMAN MIFTAH SOPYAN NENG ASTRI AZIZAH RAMADHANI RIZALI YUSMAN RIZKI NADIANTI SITI LAELA HENDAYANI SITI MARWIYAH YUDHA SEPTIA G YULIANTI NURZAKIAH

No. Urut

01 0003 0022 0040 0196 0285 0380 0395 0501 0676 1097 1128 1236 1503 1506 1617 1623 1962 1973

S.Pd.I

S.Pd.I

03

Gelar 04 L L L P L L L P L L P P P P p P P P

JK

TTL Tempat 05 BANDUNG SINDANGKERTA BANDUNG BANDUNG BANDUNG BANDUNG BANDUNG BANDUNG BANDUNG BANDUNG BANDUNG BANDUNG BANDUNG BANDUNG BANDUNG BANDUNG BANDUNG BANDUNG NUPTK 07 dalam proses dalam proses 5356755657110033 dalam proses dalam proses 20267640193001 20206820192001 20207400194001 8342767668200003 4837752653200012 20207330193001 20267640194001 20271461179001 20267391194001 20277974192001 20206825192001 20207330193002 20207330194001

TOTAL

Tgl 06 06-12-1983 15-03-1976 24-10-1977 07-06-1993 04-04-1991 07-07-1993 11-03-1992 25-02-1994 10-10-1989 05-05-1974 03-07-1993 23-02-1994 07-06-1979 15-08-1994 25-03-1992 01-06-1992 09-03-1993 07-02-1994 08

Jenis Guru

PIKIH/B.SUNDA GuruKelas Aqidah/ Qurdits/ Fikih Qurdits Plh Guru kelas MTK/ PKn/ Ekstrakurikuler B. Arab-B. Inggris MP Fiqih MULOK Guru Kelas guru kelas Tik Guru Kelas Guru Kelas

KTK

TENTANG PENETAPAN HONORARIUM GURU HONOR DAN PELAKSANA TATA USAHA SEKOLAH DEPARTEMEN AGAMA KABUPATEN BANDUNG BARATTAHUN ANGGARAN 2014

LAMPIRAN KEPUTUSAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR : 900/Kep. -DISDIKPORA/2014

TEMUAN ANALISIS DATA

MIS PASIRWARU MTSS NURHANIFAH MTSS NURUL MUKHTARIYAH MIS CICANGKANGGIRANG MTSS NURHANIFAH MAS YPI NURUL HUDA CICANGKANGGIRANG MTSS MUSLIMIN CICANGKANGGIRANG MIS PASIRWARU MTSS NURHANIFAH MIS MUSLIMIN SINDANGKERTA MIS MUSLIMIN RANCASENGGANG MAS YPI NURUL HUDA CICANGKANGGIRANG MAS AL MUBAROK RA NURUL IMAN RA AL KAROMAH MTSS MUSLIMIN PEUSING MIS MUSLIMIN RANCASENGGANG MIS MUSLIMIN RANCASENGGANG

09

Nama Unit Kerja

9 2 2 2 2 8 5 18 1 1 2 1 2 2 2 1

11

Masa Kerja 10 3

12 6 SINDANGKERTA SINDANGKERTA SINDANGKERTA SINDANGKERTA SINDANGKERTA SINDANGKERTA SINDANGKERTA SINDANGKERTA SINDANGKERTA SINDANGKERTA SINDANGKERTA SINDANGKERTA SINDANGKERTA SINDANGKERTA SINDANGKERTA SINDANGKERTA SINDANGKERTA SINDANGKERTA

Kec.

1,144,200,000

13 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000

Jumlah(Rp)

TEMUAN TIDAK AKTIF TIDAK AKTIF TIDAK AKTIF BARU BARU BARU BARU BARU TIDAK AKTIF DOUBLE BARU BARU BARU BARU BARU BARU BARU BARU


Judul:

Analisa Program-Program Penanggulangan Kemiskinan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung yang disalurkan ke Desa Tarumajaya untuk Peningkatan Ekonomi Masyarakat Miskin di Tahun 2010-2014 Tim Penulis: 1.Agus Suryadi 2.Rian Irawan Sugesti 3.Arif Destriad 4.Sandi Ramdani 5.Rukmana

122


Bab 1 Pendahuluan

1.1.Latar Belakang Kemiskinan merupakan hal yang kompleks karena menyangkut berbagai macam aspek seperti hak untuk terpenuhinya pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya. Untuk mengubah kemiskinan dibutuhkan mental yang bagus. Kemiskinan memang sangat kasat mata misalnya dengan adanya rumah-rumah kumuh dipinggiran sungai, buruhburuh tani yang berpenghasilan tidak tetap dan tidak mencukupi, dsb. Konsep tentang kemiskinan sangatlah beragam, mulai dari sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dan juga ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar dalam kehidupan sehari-hari, kurangnya kesempatan berusaha dan juga kurangnya lapangan pekerjaan, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukan aspek sosial dan moral. Ada pendapat yang menyatakan bahwa kemiskinan terkait dengan sikap, budaya hidup, dan lingkungan suatu masyarakat. Kemiskinan juga dapat diartikan sebagai ketidakberdayaan sekelompok masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh suatu pemerintahan sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi. Tetapi pada umumnya, ketika kemiskinan dibicarakan, yang dimaksud adalah kemiskinan material. Dengan pengertian ini, maka seseorang masuk dalam kategori miskin apabila tidak mampu memenuhi standar minimum kebutuhan pokok untuk dapat hidup secara layak. Salah satu hak dasar warga negara adalah mendapatkan kehidupan yang layak sebagaimana yang dimandatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Pertanyaan yang kemudian muncul, dimana adanya kemiskinan? Setelah melakukan beberapa pengamatan, ternyata kemiskinan paling banyak ada di pedesaan. Kenapa di pedesaan? karena petani dan buruh tani sebagian besar ada di desa. Petani serta buruh tani identik dengan ketidakmampuan. Kemiskinan merupakan masalah pembangunan yang ditandai dengan pengangguran, keterbelakangan, dan keterpurukan. Masalah pengangguran juga makin mendapat perhatian dalam rangka pembangunan ekonomi yang menghendaki adanya pemerataan. 123


Pada umumnya mereka yang tidak memperoleh pekerjaan secara teratur termasuk kedalam kelompok masyarakat miskin. Mereka yang memperoleh pekerjaan secara terus-menerus adalah yang berpendapatan menengah dan tinggi. Dengan demikian, memecahkan masalah pengangguran dapat memecahkan masalah kemiskinan dan pemerataan pendapatan. Di Kabupaten Bandung, jumlah kemiskinan tergolong besar. Padahal berbagai upaya sudah dilakukan oleh pemerintahan, akan tetapi upaya tersebut belum membuahkan hasil. Pemerintahan daerah yang disebut penyelenggara pemerintahan tentunya tidak tinggal diam. Dalam hal ini, pemerintahan mengimpletasikan beberapa program penanggulangan kemiskinan nasional maupun yang merupakan inisiatif daerah. Namun demikian, upaya yang dilakukan belum sepenuhnya mampu mengangkat derajat masyarakat untuk keluar dari kemiskinan. Bahkan berbagai program yang telah digulirkan pemerintah dengan biaya besar sepertinya tidak memberikan hasil yang berarti. Hal ini dikarenakan masyarakat harus terus berjuang dari himpitan ekonomi yang dibarengi dengan lonjakan harga barang yang semakin melemahkan daya beli masyarakat. 1.2. Perumusan Masalah Kemiskinan di Indonesia merupakan permasalahan utama yang menjadi prioritas untuk dicari penyelesaiannya melalui berbagai program-program pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah. Sebagian besar kemiskinan terjadi di daerah pedesaan. Hal tersebut menjadikan masyarakat desa melakukan berbagai usaha untuk bertahan hidup. Salah satunya menggarap tanah-tanah negara yang diusahakan BUMN baik Perum Perhutani maupun PTPN VIII. Oleh sebab itu, dengan melihat kondisi negara Indonesia yang masih memiliki angka kemiskinan tinggi, kami tertarik untuk mengangkat masalah kemiskinan dan penanggulangannya. Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan diatas, maka kami dapat merumuskan pokok permasalahan sebagai berikut: “Bagaimana efektivitas program bantuan ekonomi kerakyatan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung kepada masyarakat miskin di Desa Tarumajaya Kecamatan Kertasari tahun 2010 – 2014 ?"

124


1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi seluruh program-program penanggulangan kemiskinan untuk peningkatan ekonomi masyarakat miskin, yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung di Desa Tarumajaya Kecamatan Kertasari. 2. Melakukan analisa dampak dari program-program penanggulangan kemiskinan untuk peningkatan ekonomi masyarakat miskin, yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung di Desa Tarumajaya Kecamatan Kertasari. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai faktor-faktor penyebab kemiskinan yang ada di masyarakat desa, sehingga dapat mendorong masyarakat desa untuk berperan aktif menanggulangi kemiskinan di desa tanpa menimbulkan masalah baru yang lebih kompleks. 2. Bagi kalangan akademik Penelitian ini dapat menjadikan literatur bagi peneliti selanjutnya yang akan mengadakan penelitian yang sama. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi, mahasiswa, NGO, atau masyarakat pada umumnya. Bagi peneliti sendiri, hasil ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam menambah wawasan serta rujukan untuk meneliti lebih lanjut dari sisi dan masalah penelitian yang sama dalam konteks yang berbeda. 3. Bagi pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan evaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan pemerintah dalam menyalurkan program-program untuk menanggulangi kemiskinan, sehingga bisa dijadikan bahan acuan untuk perbaikan kebijakan yang berhubungan dengan penanggulangan kemiskinan kedepannya. 125


1.4. Sasaran Penelitian Sasaran penelitian ini adalah masyarakat miskin di Desa Tarumajaya yang menjadi penerima manfaat program penanggunglangan kemiskinan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung.

1.5. Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan dalam kurun waktu dua bulan, terhitung dari minggu ke-3 bulan Oktober sampai minggu ke-4 di bulan November.

126


Bab 2 Metodologi Penelitian

2.1. Penetapan Lokasi Penelitian ini dilakukan di wilayah Kertasari Kabupaten Bandung tepatnya di Desa Tarumajaya. Lokasi ini dipilih karena berbagai pertimbangan, salah satunya karena terdapat banyak permasalahan diantaranya masalah agraria dan ekonomi yang berdampak pada sumber pendapatan masyarakat. 2.2. Gambaran Umum Desa Tarumajaya Desa Tarumajaya termasuk di dalam Kecamatan Kertasari dengan luas 2745 Ha. Jarak desa ke ibukota kecamatan adalah 5 km, sedangkan ke ibukota kabupaten di Soreang adalah 58 km. Secara administratif, Desa Tarumajaya terdiri dari 7 dusun yang terbagi menjadi 27 RW dan 97 RT. Dihuni oleh 4504 kepala keluarga. Penguasaan lahan terbesar di desa adalah milik perkebunan, yaitu PTPN VIII seluas 1.200 Ha (43,7%). Perum Perhutani seluas 819,9 Ha (29,9%). PT. London Sumatera seluas 627,4 Ha (22,9%) dan hanya 97,7 Ha (3,6%) lahan yang menjadi milik masyarakat. Profil Desa Tarumajaya Menurut Monografi Desa Tahun 2013

127


2.3. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan ini digunakan karena bertujuan untuk memperoleh data secara terperinci mengenai subjek penelitian dalam lingkungan alamiah responden sehingga kita akan memperoleh gambaran mengenai kegiatan responden, interaksi inter personalnya, serta kita akan menangkap pengalaman, persepsi, pemikiran, perasaan, dan pengetahuan subjek secara komprehensif.

128


2.4. Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder dan data primer. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden atau warga sekitar melalui pengisian kuesioner, kuesioner sendiri disajikan dalam dua format, yaitu: 1. Pertanyaan terbuka Merupakan format pertanyaan yang tidak menggiring ke satu jawaban yang sudah ditentukan, sehingga responden bebas menjawab sesuai pikirannya. 2. Pertanyaan tertutup Pertanyaan tertutup berupa pertanyaan yang alternatif jawabannya telah disediakan, sehingga responden hanya memilih salah satu jawaban yang menurutnya sesuai. Dalam penelitian ini, data sekunder bersumber dari: RTRW Kabupaten Bandung Jawa Barat, Data Monografi, Program dan Kegiatan Pemerintah Daerah, PPLS, BPS Kabupaten Bandung, web simrada Bappenas.org, web PTPN, Perhutani, BPK, web http://simpadu-pk.bappenas.go.id serta informasi-informasi lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. 2.5. Pengolahan dan Analisa Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Analisis deskriptif yang digunakan untuk analisis data yang bersifat kualitatif. 2. Analisis naratif yang disajikan dalam bentuk narasi yang menggabungkan data mentah dari hasil wawancara mendalam dan pengamatan langsung berupa bukti-bukti dokumentasi. 3. Metode indeks kemiskinan manusia yang mengukur keterbelakangan dalam 3 indikator yaitu : a. Penduduk yang diperkirakan tidak berumur panjang b. Ketertinggalan dalam pendidikan c. Keterbatasan akses terhadap pelayanan dasar Indikator pertama diukur dengan peluang suatu populasi untuk tidak bertahan hidup sampai umur 40 tahun. Indkator kedua diukur dengan angka buta huruf dewasa atau penduduk usia 15 tahun ke atas. 129


Adapun keterbatasan akses pelayanan dasar terdiri dari (BPS, 2013): 1. Persentase penduduk yang tidak memiliki akses ke sarana kesehatan, didefinisikan sebagai persentase rumah tangga yang tinggal ditempat dengan jarak 5 km atau lebih dari sarana kesehatan. 2. Persentase penduduk tanpa akses terhadap air bersih, didefnisikan sebagai rumah tangga yang tidak menggunakan air pam, air pompa sumur yang letaknya jauh dari septictank. 3. Persentase anak berumur lima tahun kebawah dengan status gizi kurang, didefnisikan sebagai anak kurang gizi/agizi buruk. 2.6. Proses Penelitian 2.6.1. Proses penentuan isu Penentuan isu dilakukan dengan melakukan FGD tim di rumah pembimbing. FGD ini dilakukan sebanyak 4 kali pertemuan, dari pertemuan pertama sampai pertemuan kedua, kami belum mendapatkan fokus penelitian yang cocok untuk diteliti. Pertemuan pertama, tim menganalisis tentang seluruh program yang masuk ke Desa Tarumajaya, namun kendala yang dihadapi adalah ketidaklengkapan data program yang di peroleh dari pemerintah desa dengan alasan kebanyakan program yang masuk ke Desa Tarumajaya, dalam realisasinya langsung ke penerima manfaat tanpa melewati pemerintah desa. Di pertemuan yang kedua dan ketiga, tim sepakat untuk mengubah isu atau rencana penelitian, yang semula menganalisis seluruh program yang masuk ke Desa Tarumajaya menjadi fokus pada program peningkatan ekonomi untuk masyarakat miskin. Adapun fokus penelitian kami “Bagaimana efektivitas program bantuan ekonomi kerakyatan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung kepada masyarakat miskin di Desa Tarumajaya Kecamatan Kertasari tahun 2010 – 2014?" 2.6.2. Tahapan penelitian Pada pertemuan keempat, kami menyusun beberapa rencana yang harus kami tempuh untuk mendapatkan hasil tersebut. 1. Proses pengumpulan data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder dan 130


data primer dan melakukan tahapan melalui akses dokumen. Akses dokumen ini kami ajukan kepada pemerintah daerah, yatu: a. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Akses dokumen dilakukan dengan cara langsung mendatangi kantor Bappeda. Kami bertemu dengan salah satu staf disana dan langsung mengajukan permintaan data informasi tentang kegiatan SKPD yang dilaksanakan di Desa Tarumajaya Kecamatan Kertasari tahun 2013 dan 2014 dengan alasan untuk tugas penelitian. Pihak Bapeda memberikan data yang kami minta. b. Pemerintah Kecamatan Kertasari Akses dokumen ke Kecamatan Kertasari kami tempuh dengan beberapa kali, dan tidak mendapatkan hasil dengan berbagai alasan dari pegawai kecamatan. c. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd) Akses dokumen kepada PNPM kami lakukan dengan cara tertutup. Hasil dari akses dokumen tersebut adalah dokumen Menggagas Masa Depan Desa (M2D2), RPJM Desa dan data realisasi Kelompok Simpan Pinjam Perempuan (KSPP) PNPM-MPd. d. Pemerintah Desa Tarumajaya Akses dokumen ke Pemerintah Desa Tarumajaya dilakukan dengan cara mendatangi langsung aparatur Pemerintah Desa Tarumajaya. Kepala Desa menyarankan untuk meminta data tersebut langsung kepada Sekretaris Desa (Sekdes). Kemudian kami mendatangai kediaman Sekdes. Hasil yang kami peroleh adalah data beberapa program yang masuk ke Desa Tarumajaya dari tahun 2011-2014 berupa tulisan dan rekaman. 2. Analisis dokumen Berdasarkan dokumen yang tim peroleh dari Bappeda, teridentifikasi ada beberapa kegiatan yang masuk ke Desa Tarumajaya. Namun dari keterangan Sekretaris Desa, hanya beberapa program saja yang bisa direalisasikan. Dari kesemua program yang masuk ke Desa Tarumajaya, tim sepakat untuk mengambil sampel hanya dua program saja yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd) dan bantuan pertanian organik. Alasan pemilihan dua program tersebut dikarenakan program itulah yang paling berkontribusi terhadap peningkatan ekonomi masyarakat miskin di Desa Tarumajaya. 131


3. Verifikasi lapangan Untuk mengecek realisasi program penanggulangan kemiskinan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung ke Desa Tarumajaya, kami menyusun beberapa pertanyaan untuk ditanyakan kepada penerima manfaat program yaitu masyarakat miskin di Desa Tarumajaya, dalam bentuk kuesioner. Tim mengambil sampel 10 kelompok dari 50 kelompok PNPM-MPd, dan mengambil sampel 25 orang masyarakat miskin untuk mengecek realisasi program. Dari keterangan beberapa 1 responden yang kami datangi, kemudian kami menyusun data penerima manfaat program dan besaran anggaran yang diterima.

132


Bab 3 Hasil Penelitian

3.1. Gambaran Umum Program 3.1.1. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd) Salah satu program yang dilaksanakan oleh PNPM-MPd adalah Kelompok Simpan Pinjam Perempuan (KSPP) yang bertujuan untuk memberdayakan perempuan yang tidak mempunyai pekerjaan tetap serta membantu masyarakat miskin yang membutuhkan modal usaha. 3.1.2. Bantuan untuk pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk organik Adalah program pemerintah daerah yang membantu petani dalam mengolah kotoran ternak menjadi pupuk organik. Tujuannya adalah untuk meringankan pengeluaran para petani dalam mengolah lahan pertanian dan menambah penghasilan petani selain dari hasil pertaniannya. 3.2. Hasil Penelitian 3.2.1. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd) Salah satu program dari PNPM-MPd yang kami teliti adalah Kelompok Simpan Pinjam Perempuan (KSPP). Ada 50 kelompok yang memanfaatkan program KSPP di Desa Tarumajaya Kecamatan Kertasari. Kami mengambil 10 kelompok untuk dijadikan sasaran penelitian ini. Pemilihan 10 kelompok ini dilakukan secara acak. Yang ingin digali dari penelitian ini adalah ketepatan sasaran penerima program KSPP, kemanfaatan program KSPP dan pandangan dari penerima manfaat tentang program KSPP. Ada 10 kelompok yang diwawancara. Hasil wawancara dengan 10 kelompok tersebut yaitu: 75% responden mengatakan bahwa program KSPP PNPM-MPd sangat bermanfaat untuk masyarakat, khususnya untuk kalangan menengah ke bawah. Kemudian, 20% responden mengatakan bahwa program KSPP PNPM-MPd terlalu susah dalam proses pengajuannya, dari mulai tahapan awal sampai realisasi memerlukan waktu yang lama. Selanjutnya, 5% tidak menjawab. 133


Untuk mencari tahu seberapa besar penyebaran program KSPP PNPMMPd di Desa Tarumajaya Kecamatan Kertasari, diambil sampel 25 orang masyarakat miskin dari berbagai wilayah yang ada di Desa Tarumajaya secara acak. Dari 25 orang masyarakat miskin yang dijadikan sampel, hanya 67% saja yang mendapatkan program KSPP PNPM-MPd. 3.2.2. Bantuan untuk pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk organik Program peningkatan ekonomi untuk masyarakat miskin yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung yang disalurkan kepada kelompok tani di Desa Tarumajaya Kecamatan Kertasari berupa bantuan uang untuk pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk organik. Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh kami kepada kelompok tani, kami menyimpulkan bahwa menurut penilaian kelompok tani di Desa Tarumajaya, bantuan uang untuk pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk organik masih kurang sempurna, dikarenakan pemerintah tidak menyediakan akses untuk pemasaran pupuk organik. Selain itu, kemampuan kelompok tani untuk mengolah kotoran ternak menjadi pupuk organik dirasakan masih kurang. Disisi lain, pembinaan dan bimbingan dari pemerintah daerah kepada kelompok tani untuk mengolah kotoran ternak menjadi pupuk organik juga dirasakan sangat kurang. Kami mengidentifikasi ada 3 kategori dari anggota kelompok tani sebagai penerima manfaat program bantuan uang untuk pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk organik, yaitu: 1. 35% sangat miskin (berpendapatan kurang dari 1 juta). 2. 55 % miskin (berpendapatan antara 1 sampai 2 juta). 3. 10 % mampu (berpendapatan lebih dari 2 juta). Kemudian, kami juga mengidentifikasi bahwa hanya 5% - 10% saja anggota kelompok tani yang mengenyam pendidikan dasar. Program dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung ini memang tepat di laksanakan di Desa Tarumajaya, karena pertanian dan peternakan merupakan salah satu potensi yang besar di Desa Tarumajaya. Pada realisasinya, pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk organik ini hanya 134


berjalan dua sampai tiga bulan saja, tidak ada keberlanjutan. Anggota kelompok tani penerima manfaat program ini, tidak bisa menjadikan pupuk organik ini menjadi salah satu sumber pendapatan mereka. Pupuk organik yang dihasilkan belum bisa diperjualbelikan dan dipasarkan. Akhirnya, mereka kembali pada pekerjaan semula, dikarenakan ketika mereka fokus pada pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk organik, mereka mengalami penurunan pendapatan. Anggaran untuk pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk organik berjumlah Rp 92.500.000. Swadaya dari 30 orang anggota kelompok tani sebesar Rp 25.000.000. Anggaran tersebut habis terpakai. Aset yang masih ada yaitu gudang pengolahan kotoran ternak dengan luas 100 m². Untuk mendapatkan program tersebut, kelompok tani yang ada di Desa Tarumajaya mengajukan program melalui proposal, dan untuk pencairan anggarannya langsung kepada rekening kelompok tani.

135


Bab 4 Kesimpulan dan Rekomendasi

4.1. Kesimpulan Penelitian ini fokus menilai efektivitas program Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung untuk peningkatan ekonomi masyarakat miskin di Desa Tarumajaya Kecamatan Kertasari tahun 2010-2014. Adapun program yang dinilai yaitu: pertama, program Kelompok Simpan Pinjam Perempuan (KSPP) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd) dan kedua, bantuan uang untuk pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk organik. Intinya, kami ingin mengetahui dampak langsung yang dirasakan oleh penerima manfaat program setelah program tersebut diimplementasikan. Adapun kesimpulan dari hasil penelitian ini yaitu: 1. Kelompok Simpan Pinjam Perempuan (KSPP) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd) a. Program KSPP PNPM-MPd bertujuan untuk memberdayakan perempuan yang tidak mempunyai pekerjaan tetap tetapi ingin mendapatkan tambahan pendapatan untuk keluarga. Melalui program ini, para perempuan diberikan modal usaha. b. Ada 10 kelompok yang diwawancara. Kesimpulan hasil wawancara yaitu: 75% responden mengatakan bahwa program KSPP PNPMMPd sangat bermanfaat untuk masyarakat, khususnya untuk kalangan menengah ke bawah. Kemudian, 20% responden mengatakan bahwa program KSPP PNPM-MPd terlalu susah dalam proses pengajuannya, dari mulai tahapan awal sampai realisasi memerlukan waktu yang lama. Selanjutnya, 5% tidak menjawab. c. Untuk menilai penyebaran program KSPP PNPM-MPd di Desa Tarumajaya Kecamatan Kertasari, diambil sampel 25 orang masyarakat miskin dari berbagai wilayah yang ada di Desa Tarumajaya secara acak. Dari 25 orang masyarakat miskin yang dijadikan sampel, hanya 67% saja yang mendapatkan program KSPP PNPM-MPd. 136


2. Bantuan untuk pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk organik. a. Program ini bertujuan untuk membantu petani dalam mengolah kotoran ternak menjadi pupuk organik, meringankan pengeluaran para petani dalam mengolah lahan pertanian dan menambah penghasilan petani selain dari hasil pertaniannya. b. Ada 3 kategori yang teridentifikasi dari anggota kelompok tani sebagai penerima manfaat program ini, yaitu: pertama, 35% masuk kategori sangat miskin (berpendapatan kurang dari 1 juta). Kedua, 55 % masuk kategori miskin (berpendapatan antara 1 sampai 2 juta). Ketiga, 10 % mampu (berpendapatan lebih dari 2 juta). Kemudian, dilihat dari latar belakang pendidikan, hanya 5% 10% saja anggota kelompok tani yang mengenyam pendidikan dasar. c. Anggaran untuk pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk organik berjumlah Rp 92.500.000. Swadaya dari 30 orang anggota kelompok tani sebesar Rp 25.000.000. Untuk mendapatkan program tersebut, kelompok tani yang ada di Desa Tarumajaya mengajukan program melalui proposal, dan untuk pencairan anggarannya langsung kepada rekening kelompok tani. d. Program ini hanya berjalan selama dua sampai tiga bulan, tidak ada keberlanjutan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: 1)

2) 3) 4)

Kurangnya pembinaan dan bimbingan dari pemerintah daerah kepada kelompok tani untuk mengolah kotoran ternak menjadi pupuk organik. Pemerintah tidak menyediakan akses untuk pemasaran pupuk organik. Kemampuan teknis kelompok tani untuk mengolah kotoran ternak menjadi pupuk organik dirasakan masih kurang. Pupuk organik yang dihasilkan belum bisa diperjualbelikan dan dipasarkan. Akhirnya, mereka kembali pada pekerjaan semula, dikarenakan ketika mereka fokus pada pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk organik, mereka mengalami penurunan pendapatan.

137


4.2. Rekomendasi Rekomendasi yang diusulkan dari penelitian ini yaitu: 1. Implementasi program bantuan modal untuk Kelompok Simpan Pinjam Perempuan (KSPP) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd), dirasakan sangat bermanfaat bagi perempuan desa untuk memulai usaha kecil dan menambah pendapatan keluarga. Namun dari sisi prosedur pengajuan usulan sampai realisasi, prosesnya sangat panjang dan lama. Dengan demikian, bagaimana kedepan, program ini bisa diakses mudah oleh perempuan desa yang ingin memulai usaha tanpa prosedur yang berbelit-belit. 2. Bantuan uang untuk pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk organik dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung kepada kelompok tani, hanya berjalan dua sampai tiga bulan, tidak ada keberlanjutannya. Banyak faktor penyebab yang menjadikan program ini tidak berlanjut. Usulan rekomendasi kami yaitu: a. Sebelum program dimulai, alangkah baiknya pemerintah daerah melakukan pelatihan teknis pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk organik kepada kelompok tani. Sehingga kelompok tani bisa menghasilkan pupuk organik yang berkualitas. b. Adanya pembinaan, bimbingan dan monitoring yang rutin dilakukan oleh pemerintah daerah melalui para penyuluh pertanian dan peternakan kepada kelompok tani. c. Harus diciptakan satu iklim yang mampu mendorong kebiasaan petani dan peternak bahwa pengolahan kotoran ternak itu bisa menggunakan teknologi yang sederhana, mudah dilakukan, menghasilkan produksi pertanian yang berkualitas, menjaga keseimbangan lingkungan karena kotoran ternak tidak mencemari lingkungan, serta bisa menambah pendapatan. d. Adanya regulasi dari pemerintah daerah yang mendukung terhadap pertanian organik dan mengurangi penggunaan pupuk kimia/pestisida. e. Pemerintah daerah mempermudah dan memberikan akses pasar bagi kelompok tani untuk menyalurkan produk pupuk organik

138


yang dihasilkan. Dengan adanya permintaan yang besar terhadap pupuk organik maka produksi untuk menghasilkan pupuk organik pun akan meningkat. Hal ini tentu saja berdampak pada adanya tambahan pendapatan bagi petani yang mengolah kotoran ternak menjadi pupuk organik.

139


Bab 5 Dokumentasi dan Lampiran

Foto 1: Daftar Pertanyaan Wawancara Untuk Responden

Foto 3: Rapat Surveyor

140

Foto 2: Dokumen Program Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan Tahun 2014


Foto 4: Beberapa Rumah Para Responden

141


Judul:

Kajian Efektivitas Program Pengadaan Rusunawa Melong Kota Cimahi Tim Penulis: 1. 2.

142

Meiki Wemly Paendong Ari Syahril Ramadhan


Bab 1 Pendahuluan

1.1. Latar Belakang Telah diamanatkan dalam pasal 28 UUD 1945, bahwa rumah merupakan hak dasar manusia selain sandang, dan pangan serta merupakan cerminan jati diri manusia, baik secara perorangan maupun dalam satu kesatuan dan kebersamaan dengan alam lingkungannya. Rumah juga memiliki peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak dan kepribadian bangsa, sehingga perlu terus dibina dan dikembangkan demi kelangsungan peningkatan kehidupan serta penghidupan. Pertumbuhan sektor perumahan dan permukiman terbilang sangat cepat khususnya di Kota Cimahi. Pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Cimahi sebagai salah satu kota industri yang tidak diimbangi dengan pertumbuhan perumahan menimbulkan terciptanya permukiman kumuh. Selain itu harga tanah yang mahal berdampak pada munculnya lokasi perumahan di pinggiran kota. Atas dasar keterbatasan lahan di dalam kota muncul gagasan penyelenggaraan rumah hunian vertikal atau diistilahkan rumah susun. Gagasan tersebut diharapkan menjadi sebuah alternatif penyediaan rumah untuk memenuhi kebutuhan rumah penduduk. Upaya pemerintah di bidang penyediaan rumah susun tertuang pada RPJMN 2004-2009 yang diantaranya menargetkan pembangunan Rusunawa sebanyak 60.000 blok unit dan Rusunami sebanyak 25.000 blok unit. Pembangunan Rusunawa dapat ditujukan bagi masyarakat umum khususnya yang berpenghasilan rendah, mahasiswa, siswa dan juga pekerja. Pembangunan Rusunawa, baik sewa maupun milik bagi pekerja di kawasan industri diharapkan dapat menjadi solusi penyediaan perumahan layak huni dan terjangkau. Selain itu mendekatkan tempat hunian bagi pekerja di kawasan industri diharapkan dapat lebih meningkatkan produktivitas kerjanya. Pengadaan Rusunawa di Kota Cimahi Kota Cimahi dibentuk berdasarkan UU Nomor 9 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Cimahi. Luas Kota Cimahi kurang lebih 4.025,370 ha 143


dengan tiga wilayah kecamatan. Jumlah penduduk mengutip data BPS Kota Cimahi tahun 2013 adalah sebanyak 570.991 jiwa. Kota Cimahi termasuk bagian zona industri, dimana terdata oleh BPS Kota Cimahi tahun 201, ada 130 industri yang mempekerjakan sekira 65.457 pekerja. Untuk memfasilitasi kebutuhan perumahan bagi para pekerja ini, pemerintah Kota telah membangun rumah susun sederhana sewa disingkat Rusunawa dengan bantuan anggaran dari APBN, melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perumahan Rakyat. Selain itu, Rusunawa yang telah dibangun diarahkan juga bagi masyarakat berpenghasilan rendah di Kota Cimahi. Sedangkan hal lain yang melatarbelakangi dibangunnya Rusunawa adalah untuk mengatasi permasalahan lingkungan sebagai akibat dari munculnya permukiman kumuh di kawasan padat penduduk. Adapun pembangunan Rusunawa di Kota Cimahi terbagi ke dalam tiga tahap di tiga lokasi yang berbeda, yaitu : - Tahap 1 Rusunawa Cigugur dibangun pada tahun anggaran 2003. - Tahap 2 Rusunawa Melong Cibeureum dibangun pada tahun anggaran 2009. 1.2. Identifikasi Masalah Secara umum tujuan yang ingin dimunculkan dari konsep pembangunan Rusunawa adalah untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat atau masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah yang menjamin kepastian hukum dan pemanfaatannya. Fakta di lapangan menunjukan penghuni Rusunawa ternyata tidak seluruhnya berasal dari masyarakat golongan menengah ke bawah. Jika dicermati beberapa penghuni Rusunawa memiliki sarana transportasi roda empat. Di sisi kebijakan Pemerintah Kota Cimahi telah menerbitkan beberapa regulasi guna mendukung serta mempertegas Rusunawa dari aspek teknis dan operasionalnya. Adapun bentuk kebijakan yang dibuat Pemerintah Kota Cimahi bersama DPRD Kota Cimahi berdasarkan hasil analisa kebijakan dan wawancara tertuang dalam dua bentuk regulasi, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Walikota (Perwal). Ketiga bentuk kebijakan tersebut secara umum kurang disosialisasikan oleh Pemerintah Kota Cimahi.

144


Sejak program pengadaan Rusunawa tahap pertama tahun 2003 hingga pembangunan tahap selanjutnya selesai tahun 2011, Pemerintah Kota Cimahi tidak pernah menjelaskan secara rinci jumlah anggaran biaya yang dihabiskan untuk pengadaan Rusunawa. Untuk itu, efektivitas anggaran yang dihabiskan tersebut patut dikaji. Melalui situs resminya, Pemerintah Kota Cimahi menjelaskan anggaran pengadaan Rusunawa berasal dari KemenPU dan Kemenpera, serta anggaran Pemerintah Kota Cimahi. Dijelaskan dalam situs tersebut, untuk pengadaan Rusunawa tahap dua tahun 2009 adalah, KemenPU menggelontorkan dana 30 miliar rupiah, Kemenpera 10 miliar rupiah, dan Pemerintah Kota Cimahi 5,5 miliar rupiah (sumber: http://cimahikota.go.id/news/detail/38). Namun publik tidak benar-benar tahu berapa besaran anggaran sesungguhnya untuk pengadaan Rusunawa itu. Oleh karena itu, sangat perlu dilakukan evaluasi diantaranya dengan melakukan analisis dokumen anggaran yang terkait dengan pengadaan Rusunawa tersebut. 1.3. Maksud,Tujuan, dan Manfaat 1.3.1. Maksud 1. Memeriksa dokumen anggaran pengadaan dan pengelolaan Rusunawa tahap dua (2). 2. Menganalisa kebijakan pengadaan Rusunawa Pemerintah Kota Cimahi. 3. Melakukan audit sosial di Rusunawa Melong. 1.3.2. Tujuan 1. Tersajinya analisis data anggaran pengadaan dan pengelolaan Rusunawa Melong kepada publik. 2. Terlengkapinya fasilitas pendukung Rusunawa. 3. Tertatanya mekanisme pengelolaan Rusunawa secara adil dan transparan oleh Pemkot Cimahi hingga semakin meningkat. 1.4. Manfaat Hasil dari penyusunan kajian ini diharapkan dapat menjadi panduan informasi bagi publik, seberapa besar efektifitas besaran anggaran yang dihabiskan untuk pengadaan Rusunawa tahap 2. Sementara bagi Pemerintah Kota Cimahi sendiri, hasil kajian ini dapat dimanfaatkan

145


sebagai bahan evaluasi internal dalam melaksanakan mekanisme pengadaan dan pengelolaan Rusunawa. 1.5.

Ruang lingkup dan lokasi kajian

Penyusunan kajian analisa anggaran pengadaan dan pengelolaan Rusunawa ini dilakukan di lingkup Kota Cimahi. Secara khusus, lokasi kajian akan difokuskan di Rusunawa Melong Cibeureum Cimahi Selatan. Selain itu, terkait dengan askes dokumen dan wawancara narasumber juga dilakukan di kantor Pemerintah Kota Cimahi. 1.6.

Metodologi

Analisa anggaran pengadaan Rusunawa Melong Kota Cimahi ini pada dasarnya suatu kajian dalam upaya menyajikan informasi data sesungguhnya mengenai besaran anggaran yang dialokasikan untuk pengadaan Rusunawa tersebut. Selain itu juga mengkaji apakah ada alokasi anggaran ganda untuk pengadaan tersebut. Langkah-langkah pelaksanaannya adalah: a. Menyusun pola pikir dan pelaksanaan kegiatan. b. Melakukan studi literatur, referensi, kebijakan yang terkait pengadaan dan pengelolaan Rusunawa. c. Membuat instrumen sebagai panduan untuk survei, pengumpulan data dan informasi mengenai fakta dan empiris pengadaan dan pengelolaan Rusunawa tahap dua. d. Membandingkan pendapatan rata-rata penghuni Rusunawa Melong dengan pendapatan rata-rata secara nasional. e. Melakukan survei ke lapangan dan menginventarisasi dokumen serta informasi. f. Melakukan diskusi dan wawancara dengan narasumber di lapangan g. Melakukan kompilasi dan analisis data serta pembahasan hasil survei untuk mendeskripsikan analisa anggaran pengadaan dan pengelolaan Rusunawa Melong Kota Cimahi. Terkait aspek besaran penghasilan masyarakat berpenghasilan rendah sebagai kelompok sasaran penghuni Rusunawa yang merupakan salah satu syarat, penulis mengalami kesulitan. Hal ini karena tidak adanya rumusan baku untuk menghitung penghasilan rata-rata kategori masyarakat 146


berpenghasilan rendah. Sebagaimana diatur di UU No.14 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Rusunawa, pasal 15. Jika mengacu pada Permenpera No.5 Tahun 2007, hanya disebutkan kategori masyarakat berpenghasilan rendah adalah masyarakat yang berpenghasilan di bawah Rp 2.500.000. Gambar 1. Peta Lokasi Rusunawa Melong

147


Bab 2 Kajian Literatur

2.1.

Rusunawa Mendukung Peran Masyarakat, Lingkungan Hidup, dan Dunia Usaha

Kota Cimahi dibentuk berdasarkan UU No. 9 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Cimahi. Berdasarkan undang-undang tersebut, Kota Cimahi ditingkatkan statusnya dari Kota Administratif yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Bandung menjadi Kota Otonom. Dengan perubahan status itu diharapkan semua pelayanan kota terhadap masyarakat dapat meningkat. Kota Cimahi termasuk bagian zona industri, dimana saat ini terdapat 130 industri yang mempekerjakan sekira 65.457 pekerja, menurut data BPS Kota Cimahi tahun 2011. Untuk memfasilitasi kebutuhan perumahan bagi para pekerja di sektor industri tersebut, Pemerintah Kota Cimahi telah membangun Rumah Susun Sewa Sederhana disingkat Rusunawa. Selain diperuntukan bagi para pekerja industri, Rusunawa ditujukan bagi warga Kota Cimahi yang berpenghasilan rendah. Konsep Rusunawa dipilih karena terbatasnya lahan yang dimiliki Pemerintah Kota Cimahi. Rusunawa sebagai salah satu wujud penyediaan perumahan harus mampu mendukung upaya peran serta masyarakat, lingkungan hidup, dunia usaha dan pemerintahan kota sesuai tuntutan otonomi daerah. Pengaturan permukimam diharapkan dapat memandu pengendalian pemanfaatan ruang. Oleh karena itu, dalam pelaksanaanya pun harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah. Adapun penyusunan dan pengembangan produk kebijakan untuk mendukung penyelenggaraan permukiman dan perumahan juga diarahkan agar mampu mengoptimalkan fungsi, kewajiban dan peran dari lembaga-lembaga permukiman dan perumahan pada semua tingkat, dengan prioritas di tingkat kota dan masyarakat. Pengaturan di tingkat daerah diperlukan untuk mendorong lembaga dan sistem secara berkelanjutan demi ketertiban hukum.

148


2.2. Pengertian Rumah Susun Sewa Berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 1985, pasal 1 ayat 1 tentang Rumah Susun, pengertian rumah susun sendiri adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, dalam arah horisontal maupun vertikal, dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Sedangkan pengertian dari Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) adalah rumah susun yang dibangun untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dan dikelola oleh pengelola lokasi yang ditunjuk oleh pemilik Rusunawa untuk dioperasikan berdasarkan sistem sewa. (Departemen Pekerjaan Umum dan Japan International Cooperation Agency, dalam Pengelolaan Operasional Rumah Susun Sederhana Sewa,2007:2). Secara umum, yang melatarbelakangi pembangunan Rusunawa adalah untuk mengendalikan laju pembangunan rumah-rumah biasa yang banyak memakan lahan. Maka tujuan dari konsep pembangunan Rusunawa itu sendiri adalah: 1. Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan menengah ke bawah, yang menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya. 2. Meningkatkan daya guna dan hasil guna lahan di perkotaan dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan menciptakan lingkungan permukiman yang sehat, sesuai, serasi, dan seimbang.

149


Bab 3 Review Kebijakan

Dalam pelaksanaan konsep pembangunan Rusunawa tahap dua (2), selain telah tertuang pada APBD Kota Cimahi tahun 2009 dan 2010, Pemerintah Kota Cimahi menerbitkan 1 Peraturan Daerah dan 2 Peraturan Walikota guna mendukung lancarnya pengelolaan Rusunawa. Adapun Peraturan Walikota tersebut adalah : 1. Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Perda No.9 tahun 2004 dalam mengatur sangsi dan ketentuan pidana hanya diarahkan pada penghuni atau penyewa. Sementara sangsi dan ketentuan pidana lembaga pengelola Rusunawa sama sekali tidak diatur secara jelas. Pasal

Ayat

Bunyi Ayat

12

1

Apabila penyewa melanggar ketentuan larangan dan kewajiban maka perjanjian sewa dapat dibatalkan secara sepihak dan uang jaminan penghuni menjadi hak pengelola.

2

Penyewa dalam tempo 1 (satu) bulan belum menghuni, uang jaminan dipotong oleh pengelola sebesar 20%.

3

Kelalaian penghuni yang menimbulkan kerugian menjadi tanggung jawab penghuni.

4

Tidak membayar uang sewa unit hunian selama 1 bulan harus keluar.

150

5

Tidak membayar rekening listrik dan air bersih, sampai pada tanggal yang ditetapkan dilakukan pemutusan sementara oleh pengelola.

6

Bagi penghuni yang ternyata penghasilannya sudah meningkat/melebihi batas maksimum ketentuan, diharuskan meninggalkan tempat huniannya (sudah tidak termasuk kelompok sasaran Rusunawa).

7

Penghuni yang telah melanggar perjanjian sewa - menyewa dan tidak bersedia mengosongkan tempat hunian, pengelola dapat meminta bantuan instansi yang berwenang.


Pasal

Ayat

Bunyi Ayat

13

1

Apabila penghun i dan atau penyewa dengan nyata –nyata tidak melaksanakan kewajibannya dan atau melakukanperbuatan yang merugikan pemilik aset atau lembaga pengelola Rusunawa serta tidak melaksanakan ketentuan yang terdapat di dalam Peraturan Daerah ini maka diancam dengan pidana kurungan paling lama 5 (lima) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali dari jumlah sewa yang tertunggak.

2

Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah pelanggaran.

2. Peraturan Walikota No. 1 Tahun 2005 tentang Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Rusunawa Dalam Perwal No.1 tahun 2005 ini diatur kedudukan UPTD Rusunawa berada di bawah Dinas Tata Kota. Perwal ini juga mengatur Tugas Pokok dan Fungsi UPTD Rusunawa sebagai lembaga pengelola. Namun di DPA Dinas PU tahun 2010 terdapat alokasi anggaran pengelolaan Rusunawa. Pasal 2

Ayat 1

Bunyi Ayat Kedudukan Unit Pelakssana Teknis Dinas (UPTD) Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) berada di bawah Dinas Tata Kota dan bertanggungjawab kepada Walikota melalui Kepala Dinas

151


Bab 4 Kajian Anggaran

Dalam melaksanakan perencanaan pembangunan suatu daerah tentu tidak terlepas dengan aspek anggaran. Perencanaan pembangunan daerah dituangkan ke dalam berbagai bentuk program. Anggaran dibutuhkan untuk membiayai program-program yang telah disusun. Berbagai program tersebut, bisa berasal dari pusat maupun daerah sendiri. Demikian pula dengan program pembangunan Rusunawa Melong di Kota Cimahi. Analisa anggaran yang dilakukan yaitu dengan mengkaji APBD Perubahan 20092010 Kota Cimahi dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) 2009-2010 Dinas Pekerjaan Umum Kota Cimahi, seperti yang disajikan pada tabel di bawah ini. Dokumen Anggaran 2009 Program

Dokumen APBD Perubahan 2009 (Perwal No.19 tahun 2009) DPA PU 2009

Anggaran (Rp)

Program Pemberdayaan Komunitas Perumahan

4.351.826.000

Fasilitasi pembangunan prasarana dan sarana dasar permukiman berbasis masyarakat

4.251.826.000

Jika dilihat pada tabel di atas terdapat perbedaan jumlah anggaran antara APBD dan DPA PU. Setelah diteliti ternyata ada penambahan biaya yang dialokasikan untuk : -

Belanja Barang dan Jasa = Rp 100.000.000.

Dokumen Anggaran 2010 Dokumen APBD Perubahan 2010 (Perwal No.22 tahun 2009) DPA PU 2010

152

Program

Anggaran (Rp)

Program Pemberdayaan Komunitas Perumahan

4.156.859.394

Fasilitasi pembangunan prasarana dan sarana dasar permukiman berbasis masyarakat

3.471.487.494


Demikian juga dengan anggaran Rusunawa di tahun 2010 terdapat perbedaan jumlah anggaran antara APBD dan DPA PU. Setelah diteliti ada penambahan biaya yang dialokasikan untuk : -

Belanja Pegawai Belanja barang dan Jasa Belanja Modal Total

= Rp. 243.800.000 = Rp. 225.571.900 = Rp. 216.000.000 = Rp. 685.371.900

Komposisi Anggaran Program Rusunawa Tahun 2009

Komposisi Anggaran Program Rusunawa Tahun 2010

153


Grafik Besaran Anggaran Rusunawa Melong Berbanding Belanja Pegawai Dinas PU Kota Cimahi Tahun 2009

Grafik Besaran Anggaran Rusunawa Melong Berbanding Belanja Pegawai Dinas PU Kota Cimahi Tahun 2010

Dalam dokumen APBD Perubahan 2010 Kota Cimahi ditemukan juga alokasi lain anggaran terkait Rusunawa. Anggaran itu dialokasikan untuk pengelolaan Rusunawa, sebesar Rp. 63.680.000. Sementara itu, di dalam dokumen APBD 2011 Kota Cimahi program Rusunawa telah menghasilkan retribusi sebesar Rp. 427.416.000. Maka, komposisi perbandingan biaya pengelolaan Rusunawa dengan pendapatan retribusi Rusunawa dapat digambarkan di halaman berikut.

154


Selain itu, dari hasil analisa anggaran DPA PU didapati ternyata anggaran Rusunawa yang ada pada DPA PU 2010 adalah anggaran yang dialokasilan untuk proyek lanjutan Rusunawa Melong. Dengan pengertian bahwa anggaran di tahun 2010 tersebut dipakai untuk pengadaan konstruksi jalan, pemasangan instalasi listrik dan telepon yang masih diperuntukkan bagi kelengkapan sarana prasarana Rusunawa Melong. Maka, jika dijumlahkan keseluruhan anggaran pengadaan Rusunawa Melong berdasarkan APBD Perubahan 2009 dan 2010 adalah Rp 8.508.685.394. Kepastian anggaran Rusunawa tahun 2010 merupakan kelanjutan dari program Rusunawa tahun 2009 terlihat pada DPA PU halaman indikator dan tolok ukur kinerja. Di dokumen tersebut terutama pada kolom keluaran menunjukan uraian yang dapat diartikan alokasi anggaran Rusunawa 2010 adalah kelanjutan dari program Rusunawa tahun 2009. Untuk lebih jelasnya dpat dilihat pada tabel di bawah ini : Tahun

Deskripsi 2009

2010

Keluaran

Perijinan IMB, UKL-UPL, Pembangunan Jalan, Pembangunan Saluran Drainase, Pembangunan Sumur Dalam, Pengadaan PJU, Pemasangan Listrik, Penataan Halaman dan Lingkungan, Pembangunan Pagar, Urugan dan Pemadatan.

Penataan sarana penunjang di Rusunawa Melong (pengadaan konstruksi jalan, instalasi listrik dan telepon).

Target Kinerja

100 persen

Tersediany a sarana penunjang di Rusunawa Melong.

155


Bab 5 Kajian Sosial

Tim melakukan kunjungan ke Rumah Susun Sewa (Rusunawa) Melong pada 29 Januari 2015, dan tiba di lokasi sekira pukul 16.00. Rusunawa Melong sendiri terdiri dari empat buah tower. Tiga buah tower berjejer menyerupai huruf U dengan sebuah taman di tengahnya. Satu tower lagi terletak di seberang, terpisah oleh jalan utama. Gambar 2. Foto Area Luar dan Dalam Rusunawa Melong

Tim memilih untuk melakukan audit di komplek tiga tower. Sebelum mencari penghuni yang akan diwawancara, tim sempat berkeliling di area Rusunawa. Tepat di sebelah pintu masuk komplek Rusunawa, terdapat sebuah area parkir mobil. Di area parkir dengan pelang "parkir tamu" tersebut terdapat sekitar delapan unit kendaraan roda empat berbagai jenis. Mayoritas didominasi oleh mobil kelas entry level seperti avanza, xenia, dan agya. Meski ada plang yang menyatakan bahwa area parkir tersebut adalah area parkir tamu, tim sempat curiga jika kendaraan yang terparkir merupakan milik penghuni Rusunawa. Kecurigaan terbukti ketika ada penghuni yang pergi menggunakan salah satu mobil yang terparkir di area tersebut. Selain mobil, terparkir cukup banyak kendaraan roda dua di area parkir lantai dasar Rusunawa. Tim menganggap hal ini wajar mengingat Rusunawa tersebut jauh dari akses kendaraan umum.

156


Tim juga mengamati beberapa fasilitas di Rusunawa. Tepat di belakang tiap tower, terdapat fasilitas sumur artesis untuk memenuhi kebutuhan air para penghuni. Di sepanjang jalan dan taman, juga terdapat fasilitas penerangan. Beberapa lampu penerangan yang ada ditemui tidak berfungsi sehingga beberapa area jalan dan taman menjadi gelap di malam hari. Masuk ke area Rusunawa, tim mencoba mencari pengurus RT/RW setempat. Namun ternyata, Rusunawa ini belum memiliki kepengurusan RT/RW. Yang ada adalah pengurus paguyuban per tower dan penanggung jawab tiap lantai. Tim akhirnya bertemu dengan seorang penanggung jawab lantai salah satu tower, sebut saja subjek A (yang bersangkutan enggan disebut namanya). Awalnya, tim berencana untuk bertemu ketua paguyuban tower. Namun yang bersangkutan belum pulang dari tempatnya bekerja Awalnya, subjek A enggan memberikan pernyataan resmi. Ia mengaku hanya akan memberi beberapa gambaran mengenai kondisi Rusunawa sebagai pengantar bagi kami sebelum mewawancarai ketua paguyuban tower. Perbincangan dimulai dengan kondisi subjek A, keluarga, lama tinggal di Rusunawa dan pekerjaannya. Subjek A mengaku bekerja di industri perhotelan. Sedangkan istrinya bekerja di perusahaan farmasi tak jauh dari Rusunawa. Ia tinggal di Rusunawa bersama istri dan dua anaknya yang masih balita. Saat Subjek A dan istrinya bekerja, mereka menitipkan anak mereka pada orang lain (dibayar). Subyek A sendiri mengaku telah tinggal di Rusunawa sejak 2013. Ia bisa melenggang mulus tanpa masuk daftar tunggu karena merupakan warga asli sekitar lingkungan Rusunawa. Selain itu, paman subjek A merupakan pengurus di BUMD Jati Mandiri, mantan pengelola Rusunawa tersebut. Dari pandangan mata di unit Rusunawa subjek A, terdapat beberapa barang elektronik. Di antaranya tv tabung 29 inchi dan lemari pendingin. Di tangan, terdapat smartphone blackberry premium tipe lama. Di jemarinya, terdapat batu mulia yang ditaksir memiliki harga yang cukup mahal. Sambil meladeni tim, subjek A menghisap rokok elektrik dari sebuah vapo merk 157


premium yang harga barunya ditaksir mencapai Rp 1 juta rupiah. Ia juga menunjukan alat vaping lain yang harganya berkisar Rp 500 ribu, serta liquid premium yang harganya juga mencapai ratusan ribu rupiah. Analisa kami, Subjek A bukanlah masyarakat berpenghasilan rendah. Saat salah satu anggota tim menyatakan dirinya adalah seorang jurnalis dengan penghasilan tak jauh dari UMK Kota Bandung, Rp 2,3 juta. Dengan spontan subjek A berkata jika gaji jurnalis ternyata di bawah penghasilan dirinya. Obrolan berlanjut. Subjek A awalnya mengatakan tidak bisa banyak memberikan keterangan. Menurutnya, harga sewa per bulan satu unit Rusunawa adalah Rp 310 ribu. Harga berkurang Rp 15 ribu setiap naik lantai. Biaya lain yang harus dibayar penghuni adalah listrik (token) dan air. Obrolan berlanjut. Setelah dipancing, subjek A mengaku jika banyak penghuni rusun yang sebenarnya tidak masuk kategori MBB sebagaimana yang diatur dalam Perwal. Beberapa di antara para penghuni tersebut bisa tinggal di Rusunawa Melong karena memiliki kedekatan dengan pengurus Jati Mandiri atau UPTD Dinas Pekerjaan Umum Kota Cimahi. Subjek A memaparkan, mobil-mobil yang terparkir di area "parkir tamu" sebenarnya merupakan mobil milik penghuni. Menurutnya, beberapa di antaranya bahkan masuk kategori mobil mewah. Praktik penyelewengan juga kadang menggunakan modus pemindahtanganan unit. Awalnya, unit Rusunawa disewa oleh orang yang masuk kategori berhak. Namun kemudian, pemilik awal menyewakannya kembali pada pihak lain. Meski diakuinya, Praktik-praktik seperti itu saat ini sudah jarang terjadi. UPTD Rusun seakan tutup mata. Subjek A memaparkan jika sebenarnya UPTD telah mengetahui hal ini. Menurutnya, penyimpangan merupakan warisan dari kepengurusan lama, yakni Jati Mandiri. Ketika mengambil alih kepengurusan, UPTD tidak langsung menindak pelanggaran. Mereka lebih memilih untuk menunggu batas sewa penghuni tidak tepat sasaran tersebut habis (3 tahun). Beberapa hari berselang tim kembali mendatangi Rusunawa, tepatnya masih di tower yang sama dengan subjek A. Rencananya hendak 158


mewawancarai subjek B ketua paguyuban tower tersebut. Karena saat itu hari libur maka yang bersangkutan dapat ditemui. Kami memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud dan tujuan. Subjek B mempersilahkan kami duduk pada bangku bambu di sela koridor depan unit huniannya. Perbincangan diawali dengan pertanyaan yang sama dengan subjek A. Menurut pengakuan subjek B, dia bekerja di bidang properti sebagai Site Manager. Awal masuk menjadi penghuni Rusunawa Melong pada tahun 2013 bersama istri dan satu orang anaknya. Di rentang tahun pertama, Ia dan keluarga menghuni unit, fasilitas air tidak berfungsi. Kondisi tersebut dirasakan oleh penguni lain di tower yang sama. Menurutnya hal itu terjadi karena pada saat itu adalah masa peralihan pengeloaan dari PDJM ke UPTD Rusunawa. Akibat kondisi tersebut, subjek B melayangkan keluhan kepada pihak pengelola yang baru dalam hal ini UPTD, namun disikapi lamban. Karena tak kunjung ada perbaikan, akhirnya Ia mengadukan kondisi tersebut ke DPRD Kota Cimahi hingga akhirnya pelayanan penyediaan air kembali tersedia. Satu hal yang sedikit mengejutkan adalah secara jujur subjek B mengakui kalau dia terdaftar dengan KTP Kotamadya. Tampaknya Ia menyadari salah satu persyaratan penghuni Rusunawa harus berKTP Kota Cimahi. Subjek B beralasan pada saat pendaftaran Rusunawa, pernah ada calon penghuni yang pindah status kependudukan dari Kota Bandung namun terkatungkatung saat mendaftar menjadi penduduk Kota Cimahi. Jadi orang itu ditolak sebagai penghuni Rusunawa, pun akhirnya tidak memiliki status kependudukan. Lebih dari itu, subjek B juga menjelaskan bahwa sistem sosial lebih berjalan di tower huniannya di banding tower lain. Sebagai contoh adalah di tower lain yang dimaksudkannya tidak memiliki Ketua Paguyuban. Namun hal itu disayangkannya pula, karena pihak UPTD sebagai pengelola pernah menegur dengan alasan tidak boleh ada organisasi di bawah UPTD di Rusunawa Melong. Rupanya pihak pengelola menganggap dengan adanya Ketua Paguyuban itu adalah sebuah organisasi. Subjek B memandang dengan adanya seorang ketua di komunitas penghuni karena berfungsi sebagai fasilitator warga hunian. Dia mencontohkan sebagi bukti warga penghuninya lebih kompak dan terorganisir. Mereka kerap melakukan kerja bakti dan mengadakan iuran bulanan warga sebesar Rp 2.500. Perlu diketahui bahwa jumlah unit di tower ini adalah 99 unit. Uang iuran itu 159


salah satunya digunakan untuk mengganti bila ada lampu di koridor yang mati. Menurut dia, seharusnya kewajiban mengganti lampu koridor yang mati adalah tanggung jawab pengelola karena koridor adalah area fasilitas umum di Rusunawa. Kekompakan dan harmonisasi sesama penghuni seperti itu menurut subjek B tidak terjadi di tower yang lain. Perbincangan terus berlanjut hingga ke soal fasilitas lain yang ada disediakan oleh pengelola. Dijelaskan oleh subjek B ada fasilitas terbaru yang disediakan oleh pengelola yaitu IPAL. Namun hal itu pun dikeluhkan olehnya. Dia beranggapan IPAL tersebut belum terlalu penting disaat lampu-lampu penerangan taman dan belakang Rusunawa tidak juga dibenahi. Selain itu, proses pembuatan IPAL kurang berkoordinasi dan disosialisasikan kepada penghuni. Akibatnya, taman yang baru saja dibuat atas inisiatif penghuni harus dibongkar karena terkena proyek pengerjaan instalasi IPAL. Itupun setelah jadi ternyata tidak sempurna. Air limbah yang mengalir tidak berjalan normal sehingga aromanya tercium oleh penghuni. Menurut subjek B, proyek tersebut bernilai sekitar sembilan ratus juta. Itu diketahuinya dengan menanyakan kepada pihak kontraktor saat pengerjaan. Saat disinggung soal mayoritas profesi di tower hunian, Ia menjawab pekerja swasta dan pedagang. Berbeda dengan pernyataan dari subjek B sebelumnya soal kepemilikan deretan mobil yang terparkir di halama depan Rusunawa. Menurut subjek A, deretan mobil yang terpakir itu adalah titipan warga sekitar Rusunawa. Selanjutnya ia menjelaskan warga sekitar menitipkan mobilnya di situ karena lebih terjamin keamanannya. Untuk itu pemilik mobil berkoordinasi dengan satpam dan membayar sewa parkir bulanan. Perbincangan tim berakhir dengan kesimpulan yang diucapkan subjek B bahwasanya secara umum fasilitas yang ada di Rusunawa telah memadai. Namun dari aspek pengelolaan adalah kewajiban UPTD Rusunawa dirasakan masih jauh dari yang diharapkan. Selain itu, pihak UPTD Rusunawa juga kurang melakukan sosialisasi tatap muka dan pembinaan langsung kepada penghuni Rusunawa.

160


Gambar 3. Foto-foto Kondisi Rusunawa Melong

Salah satu mobil yang menanti penghuni dan deretan kendaraan roda empat terparkir di area parkir Rusunawa

Beberapa fasilitas umum Rusunawa yang terbengkalai

Fasilitas IPAL dan area taman yang dibongkar kembali untuk pengerjaan instalasi IPAL

161


Bab 6 Penutup

6.1.

Kesimpulan

Berdasarkan kajian yang telah dibuat, maka beberapa kesimpulan yang bisa diambil adalah: 1. Dari sisi kebijakan sangsi lebih banyak diarahkan bagi penghuni. 2. Adanya perbedaan lembaga yang diberikan tanggung jawab dalam pengelolaan Rusunawa atau tidak sesuai dengan mandat dari kebijakan. 3. Para penghuni Rusunawa berasal dari golongan masyarakat berpenghasilan menengah ke atas dalam hal ini tidak sesuai dengan peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Kota Cimahi sendiri. 4. Proses seleksi Rusunawa tidak mengacu pada kebijakan yang dibuat. 5. Pengelolaan yang dilakukan oleh lembaga pengelola Rusunawa yang ditunjuk oleh Pemerintah Kota Cimahi tidak maksimal. 6. Kurangnya sosialisasi kebijakan Rusunawa kepada publik terutama pada penghuni Rusunawa itu sendiri. 7. Program Rusunawa belum efektif dirasakan bagi masyarakat berpenghasilan rendah terutama kaum buruh pabrik. 6.2.

Rekomendasi

Adapun rekomendasi yang dapat diberikan adalah : 1. Perlu dilakukan revisi kebijakan Pemerintah Kota Cimahi terkait Rusunawa. 2. Perlu dilakukan audit khusus anggaran pengadaan dan pengelolaan Rusunawa Melong. 3. UPTD Rusunawa perlu lebih mendekatkan diri dan transparan dengan para penghuni Rusunawa. 4. Pengelolaan secara kolektif dan partisipatif oleh penghuni Rusunawa. 5. Semua pihak yang terkait menjalankan kebijakan Rusunawa secara tegas, adil dan transparan.

162


Judul:

Pengaruh Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Garut Terhadap Penanggulangan Kemiskinan Masyarakat Perkotaan di Kabupaten Garut

Tim Penulis: 1.Fujia, S.Pd 2.Ulumudin, SP 3.Halim Ramdani 4.Tatang Kurnadi

163


Bab 1 Pendahuluan

1.1.Latar Belakang Masalah Kabupaten Garut dengan luas wilayah 307.407 Ha dan jumlah penduduk 3.003.004 jiwa memiliki letak geografis dan sumber kekayaan alam yang berlimpah. Garut mempunyai tanah subur dan udara segar yang bisa ditanami berbagai macam sayuran, buah-buahan, dan hasil palawija lainnya yang bisa dipakai dan dioptimalkan masyarakat untuk memperbaiki kualitas ekonomi mereka. Selain itu juga, kekayaan alam berupa panas bumi merupakan kekayaan alam yang di kandung oleh alam di Kabupaten Garut. Permasalahan yang kini dihadapi Kabupaten Garut adalah masih berada dalam kategori daerah/kabupaten tertinggal di Jawa Barat. Garut dikatakan kabupaten tertinggal dilihat dari berbagai aspek dan dilihat dari 14 standarisasi kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS yang tertuang dalam PPLS 2011. Selain itu, masyarakat miskin di Garut sebanyak 330.905 ribu atau setara dengan 13,47% dari total penduduk Garut pada tahun 2011. Banyaknya urbanisasi menambah parahnya kondisi kemiskinan Kabupaten Garut. Dokumen Rancangan RPJMD Kabupaten Garut tahun 2014 – 2019 menunjukan adanya peningkatan jumlah penduduk yang sangat signifikan di daerah perkotaan. Seperti terjadi di salah satu contoh di Kecamatan Garut Kota pada tahun 2009, jumlah penduduknya 128.841 jiwa, lalu pada tahun 2012 angkanya naik menjadi 129.023 jiwa. Selain itu, salah satu indikator meningkatnya kemiskinan di wilayah perkotaan adalah angka penduduk Kabupaten Garut yang menjadi penerima kartu Jamkesmas pada tahun 2013 melonjak menjadi sebanyak 1.137.000, sedangkan tahun sebelumnya 822.923. Jumlah penerima kartu Jamkesmas ini tidak selaras dengan jumlah RTS penerima raskin 2013 yang menurun menjadi 182.239 RTS. Sedangkan tahun sebelumnya sebanyak 213.136 RTS. Seperti yang masyarakat umum pikirkan bahwa wilayah perkotaan menjadi pusat kegiatan ekonomi karena wilayah perkotaan dianggap mempunyai 164


banyak peluang dalam mengembangkan usaha. Hal ini menjadi faktor penarik yang kuat bagi masyarakat desa untuk melakukan urbanisasi. Namun pada kenyataanya, ketika masyarakat desa yang urbanisasi ke perkotaan banyak yang belum memiliki tujuan dan pekerjaan yang jelas. Alhasil, mereka yang melakukan urbanisasi kebanyakan malah menambah jumlah masyarakat yang ada di perkotaan. Padahal ketika masyarakat urban itu bisa memaksimalkan potensi yang ada di tempat asalnya mereka tidak usah melakukan urbanisasi. Bertambahnya jumlah masyarakat yang ada diperkotaan memberikan dampak pada sejumlah aspek. Misalnya, dari aspek tata ruang kota yang menjadi tidak teratur, banyaknya pemukiman yang kumuh, drainase terganggu, lahan hijau terbuka berkurang, dan masih banyak lagi yang lainnya. Hal-hal tersebut berdampak pada meningkatnya angka kemiskinan yang ada di wilayah perkotaan mencakup Kecamatan Garut Kota, Tarogong Kaler dan Kidul, Banyuresmi, Cilawu, Karangpawitan. Seiring bertambahnya jumlah penduduk di wilayah perkotaan, maka bertambah pula angka kemiskinan di wilayah perkotaan yang berkontribusi pada meningkatnya angka kemiskinan di Kabupaten Garut. Masalah yang disebutkan diatas juga dipengaruhi oleh masih mendominasinya kegiatan perekonomian di perkotaan. Padahal ketika potensi di kampung halaman mereka bisa di optimalkan serta didukung oleh Pemerintah Daerah hal itu bisa mengurangi kegiatan urbanisasi. Hal tersebut harus disikapi dengan bijak dan tepat oleh Pemerintah Daerah dalam mengeluarkan intervensi, program, serta kebijakan yang akan digulirkan. Karena selama ini Pemerintah Daerah dianggap kurang memperhatikan ketepatan intervensi/program/kebijakan yang cenderung tidak memihak pada penanggulangan kemiskinan di wilayah perkotaan. Atas dasar asumsi serta data diatas, maka kami dari siswa Sekolah Politik Anggaran (SEPOLA) dari Kabupaten Garut bermaksud melakukan penelitian dengan Judul “Pengaruh Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Garut Terhadap Penanggulangan Kemiskinan Masyarakat Perkotaan di Kabupaten Garut�.

165


1.2.

Rumusan Masalah

Dalam setiap penelitian tentunya ada permasalahan yang harus diteliti. Peneliti merumuskan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana karakteristik kemiskinan di wilayah perkotaan Kabupaten Garut ? 2. Apakah kebijakan, program, dan kegiatan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Garut dalam penanggulangan kemiskinan di wilayah perkotaan sudah efektif dan tepat sasaran? 1.3. Batasan Masalah Agar penelitian ini fokus terhadap suatu permasalahan dan tidak keluar dari alur yang telah ditentukan. Maka peneliti membatasi masalah yang akan dibahas pada penelitian ini. Adapun batasan masalah yang ditetapkan oleh peneliti sebagai berikut : 1. Penelitian ini terfokus pada masalah kemiskinan dan karakteristik kemiskinan masyarakat perkotaan di Kabupaten Garut. 2. Berdasarkan dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Garut, wilayah perkotaan meliputi Kecamatan Garut Kota, Tarogong Kaler, Tarogong Kidul, Karangpawitan, Banyuresmi, dan Cilawu. Adapun populasi yang akan diteliti meliputi wilayah tersebut. 3. Penelitian ini juga membahas tentang kebijakan, program, dan kegiatan Pemerintah Daerah Kabupaten Garut dalam menangani masalah kemiskinan masyarakat perkotaan. 1.4.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagi berikut : 1. Untuk mengetahui karakteristik kemiskinan di wilayah perkotaan di Kabupaten Garut. 2. Untuk mengukur efektifitas dan ketepatan sasaran kebijakan, program, dan kegiatan yang dikeluarkan oleh pemerintah Kabupaten Garut selama ini dalam menangani kemiskinan di wilayah perkotaan.

166


1.5.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat bagi semua yang melakukan telaah kepada hasil penelitian ini. Lebih khusus lagi penelitian ini bisa bermanfaat bagi perbaikan taraf hidup masyarakat Kabupaten Garut terutama di wilayah perkotaan. Untuk para birokrat dan pemangku kebijakan di pemerintahan daerah, mudah-mudahan peneilitian ini menjadi bahan renungan dan telaah secara ilmiah agar lebih amanah dan memberikan kinerja yang terbaik untuk masyarakat Kabupaten Garut. Sehingga diharapkan kebijakan program Pemerintah Daerah bisa tepat sasaran serta bisa lebih cenderung menyelesaikan masalah kemiskinan. 1.6.

Anggapan Dasar

Ada beberapa hal yang menjadi anggapan dasar dalam penelitian ini, diantaranya sebagai berikut : 1. Kemiskinan merupakan masalah yang sistemik juga multidimensi. Sehingga harus dilakukan penanganan yang tepat agar bisa mengurangi angka kemiskinan. 2. Kebijakan program yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Garut yang masih belum merata. Sehingga banyak masyarakat yang melakukan urbanisasi ke wilayah perkotaan. 3. Kebijakan/program yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Garut dinilai masih kurang efektif dan tidak tepat sasaran. 4. Kegiatan ekonomi yang masih mendominasi di lakukan di perkotaan.

167


Bab 2 Kajian Teoritis

2.1. Definisi Operasional Agar tidak terjadi perbedaan penafsiran, penulis memandang perlu menjelaskan secara singkat beberapa istilah yang di gunakan dalam redaksi judul penelitian ini. Adapun istilah-istilah tersebut adalah: 1. Program Kata program dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti rancangan mengenai asas serta usaha (di ketatanegaraan, perekonomian, dsb) yang akan dijalankan. Contohnya beberapa partai menyetujui program pemerintah, dan dalam istilah komputer adalah urutan perintah yang diberikan pada komputer untuk membuat fungsi atau tugas tertentu. 2. Kebijakan Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, serta individu. Kebijakan berbeda dengan peraturan dan hukum. Jika hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku (misalnya suatu hukum yang mengharuskan pembayaran pajak penghasilan), kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang diinginkan. Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses pembuatan keputusan-keputusan penting organisasi, termasuk identifikasi berbagai alternatif seperti prioritas program atau pengeluaran, dan pemilihannya berdasarkan dampaknya. Kebijakan juga dapat diartikan sebagai mekanisme politis, manajemen, finansial, atau administratif untuk mencapai suatu tujuan eksplisit.

168


3. Wilayah Perkotaan Dalam UU Penataan Ruang No.26 tahun 2007, kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. 4. Pemerintah Daerah Definisi Pemerintahan Daerah di dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 1 ayat 2, adalah sebagai berikut: “Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Melihat definisi pemerintahan daerah seperti yang telah dikemukakan di atas, maka yang dimaksud pemerintahan daerah di sini adalah penyelenggaraan daerah otonom oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi dimana unsur penyelenggara Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan perangkat daerah.

5. Kemiskinan Secara etimologis “kemiskinan” berasal dari kata “miskin” yang artinya tidak berharta benda dan serba kekurangan. Departemen Sosial dan Biro Pusat Statistik, mendefinisikan sebagai ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos,2002). Dalam konteks politik, John Friedman mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu ketidaksamaan kesempatan dalam mengakumulasikan basis kekuatan sosial. Frank Ellis (dalam suharto,2005) menyatakan bahwa kemiskinan memiliki berbagai dimensi yang menyangkut aspek ekonomi, politik dan sosial-psikologis

169


Bab 3 Metode Penelitian

3.1. Metode dan Desain Penelitian 3.1.1. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode ini digunakan untuk menggambarkan sampai sejauhmana pengaruh kebijakan yang telah dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Garut. 3.1.2. Desain Penelitian Desain dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analisis. Yaitu untuk mengetahui adanya pengaruh dari dua variabel. Data yang dikumpulkan yakni dengan cara angket/kuesioner yang dibagikan kepada subjek penelitian untuk data primer. Sedangkan untuk data sekunder, tim peneliti mencari dokumen dari SKPD terkait yang mengurusi masalah penanggulangan kemiskinan. Setelah itu, angket/kuesioner yang telah diberikan dan diisi oleh subjek penelitian sebagai data primer akan dianalisis dan dikorelasikan dengan data sekunder yang didapat. 3.2. Objek Penelitian 3.2.1. Populasi Populasi yang akan diteliti adalah seluruh masyarakat miskin di wilayah perkotaan Kabupaten Garut yang meliputi Kecamatan Garut Kota, Tarogong Kaler dan Kidul. 3.2.2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat miskin yang ada di Kelurahan yang termasuk wilayah perkotaan Kabupaten Garut. 1. Kecamatan Garut Kota a. Kelurahan Kota wetan b. Kelurahan Kota kulon 170


c. Kelurahan Cimuncang d. Kelurahan Sukamentri e. Kelurahan Sukanegla 2. Kecamatan Tarogong Kidul a. Kelurahan Sukajaya b. Desa Kersamenak c. Desa Mekargalih d. Desa Cibunar e. Desa Jaya Raga f. Desa Jaya Waras 3. Kecamatan Tarogong Kaler a. Desa Rancabango b. Desa Sukajadi c. Desa Tanjung Kemuning d. Desa Mekarjaya 3.3. Prosedur Analisis Data 3.3.1. Instrumen Penelitian Menurut Sugiyono (2008 : 172) instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan angket atau kuesioner. Sedangkan untuk data sekunder, tim peneliti melakukan akses dokumen kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait yang melaksanakan program penanggulangan kemiskinan. 3.3.2. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan cara memberikan angket/kuesioner kepada sampling yang telah terpilih untuk data primer. Sedangkan untuk data sekunder digunakan teknik dokumentasi, serta mengumpulkan dokumen-dokumen yang terkait dengan masalah kemisikan di wilayah perkotaan.

171


3.3.3. Prosedur Pelaksanaan Penelitian Secara garis besar penelitian yang dilaksanakan dibuat menjadi tiga tahapan, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan penarikan kesimpulan. Ketiga tahapan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Tahap Persiapan a) Menentukan permasalahan yang akan di teliti. b) Melakukan kajian. c) Melakukan study literatur dengan data-data yang diperoleh dari dinas/intansi terkait penanggulangan kemiskinan. d) Menentukan lokasi yang akan dijadikan objek penelitian. e) Menyusun proposal. f) Menyusun instrumen penelitian berupa angket/kuesioner. 2. Tahap Pelaksanaan a) Melakukan observasi ke lokasi penelitian yang telah ditentukan. b) Menentukan objek penelitian dengan menggunakan random sampling. c) Memberikan angket/kuesioner kepada objek penelitian. d) Menerangkan cara pengisian angket/kuesioner kepada objek penelitian. e) Mengumpulkan kembali angket/kuesioner yang telah diisi. f) M e n ga ks e s d o ku m e n ke p a d a S K P D te r ka i t m a s a l a h penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Garut. 3. Penarikan Kesimpulan a) Pengolahan data. b) Mengkorelasikan antara data primer (angket/kuesioner) dari objek penelitian) dan data sekunder (dokumen-dokumen Pemerintah Daerah Kabupaten Garut c) Membahas analisis data dan membuat kesimpulan dari masalah serta tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini. d) Memberikan masukan dan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Garut tentang mengatasi masalah kemiskinan di wilayah perkotaan.

172


Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan

4.1. Sektor Kesehatan Dalam sektor kesehatan terdapat beberapa faktor yang kami teliti. Faktorfaktor tersebut menjadi dasar awal penilaian kami terhadap sejauh mana efektifitas pengaruh program pemerintah termasuk program pemerintah Kabupaten Garut yang menyentuh masyarakat miskin perkotaan dalam sektor kesehatan. Faktor-faktor tersebut antara lain: 1. Jenis Penyakit yang Sering diderita Masyarakat Miskin Perkotaan Penelitian tentang jenis penyakit yang sering diderita masyarakat miskin ini akan menunjukan besaran beban biaya kesehatan, dan fasilitas kesehatan yang sering digunakan, termasuk sejauh mana efektivitas fasilitas kesehatan pemerintah yang ada. Adapun jenis penyakit yang sering dialami masyarakat miskin perkotaan Kabupaten Garut sebagai berikut :

Dari diagram diatas menunjukan jenis penyakit yang sering dialami masyarakat miskin sebagian besar adalah jenis penyakit yang tidak terlalu berat, dibutuhkan penanganan fasilitas kesehatan dengan biaya yang mahal dibuktikan dengan data sebesar 31% masyarakat miskin perkotaan sering mengidap sakit kepala. 173


2. Fasilitas Kesehatan Mayarakat Miskin Perkotaan Penelitian selanjutnya dalam sektor kesehatan mengenai fasilitas kesehatan yang sering digunakan masyarakat miskin perkotaan sebagai tempat berobat dan jarak fasilitas kesehatan yang ditempuh masyarakat miskin perkotaan Kabupaten Garut. Hasil penelitian menunjukan data sebagai berikut:

Dari data tersebut menunjukan sebagian besar masyarakat miskin perkotaan Kabupaten Garut menggunakan fasilitas kesehatan Puskesmas sebesar 80%, dan sisanya tidak menggunakan fasilitas kesehatan Puskesmas sebesar 18%. Penggunaan fasilitas kesehatan yang dipilih masyarakat miskin perkotaan mempengaruhi besaran biaya pengobatan yang mereka keluarkan, biaya pengobatan fasilitas kesehatan Puskesmas berbeda dengan fasilitas kesehatan lainnya, termasuk jarak akses yang ditempuh. 174


Adanya fasilitas kesehatan Puskesmas bertujuan untuk meringankan beban biaya kesehatan masyarakat, dengan biaya yang relatif rendah dan akses yang mudah dijangkau oleh masyarakat termasuk masyarakat miskin perkotaan Kabupaten Garut. Hasil penelitian dalam sektor kesehatan mengenai akses fasilitas yang ditempuh masyarakat miskin, masih terdapat sebagian masyarakat yang tidak menggunakan fasilitas kesehatan puskesmas yaitu sebesar 18%, padahal Puskesmas merupakan fasilitas yang diperuntukkan oleh masyarakat umum terutama masyarakat yang kurang mampu. Jarak Puskesmas yang ada sebagian besar jaraknya kurang dari 5 km, hal ini menunjukan masih terdapat masyarakat miskin yang kurang mempercayai pelayanan kesehatan yang dilakukan Puskesmas. Selain itu, masih terdapat masyarakat miskin perkotaan Kabupaten Garut yang tidak memiliki jaminan kesehatan, hasil penelitian yang dilakukan menunjukan sebesar 70% tidak memiliki JKN, 13% memiliki BPJS, 14 % memiliki Jamkesmas, dan 3 % tidak menjawab. Banyaknya masyarakat miskin perkotaan Garut yang belum memiliki jaminan kesehatan, membuktikan kurangnya perhatian pemerintah terhadap pemerataan jaminan kesehatan masyarakat miskin perkotaan. Di sisi lain, masyarakat miskin sekitar 70% tidak mengeluarkan biaya ketika berobat ke puskesmas, adapun rata-rata warga miskin yang mengeluarkan biaya untuk melaksanakan pengobatan yaitu: <10 ribu 7%, 10-50 ribu 7%, 60-200 ribu 6%, 300 ribu-3 juta 5%, sisanya tidak membayar. 4.2. Sektor Pendidikan Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang layak, tidak memandang status sosial yang ada. Pemerataan pendidikan merupakan tugas pemerintah sejauh mana hak untuk mendapatkan pendidikan menyentuh semua lapisan masyarakat termasuk masyarakat miskin. Selanjutnya, dalam penelitian ini kami meneliti tentang pendidikan masyarakat miskin perkotaan Kabupaten Garut mengenai jumlah anak usia sekolah dalam keluarga, biaya pendidikan, akses jarak pendidikan,dll

175


Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan rata-rata warga miskin memiliki anak usia sekolah SD-SMP yaitu punya anak 1-2 sebesar 34%, punya anak 3-5 sebesar 53% dan punya anak 6-10 sebesar 13% , sehingga mayoritas warga miskin memiliki 3-5 anak. Sedangkan sekitar 77% warga miskin mampu menyekolahkan anaknya, tetapi ada sekitar 21% warga miskin tidak mampu menyekolahkan anaknya dan sisanya tidak menjawab. 1

Tingkat ketidakmampuan masyarakat miskin perkotaan dalam menyekolahkan anaknya masih besar, hal ini disebabkan tidak tersentuh bantuan pendidikan dari pemerintah. Hasil dari penelitian yang kami lakukan menunjukkan sekitar 64% warga miskin menerima BSM dan 36% tidak menerima BSM.

Sedangkan untuk akses jarak layanan pendidikan warga miskin bervariatif, sebagian besar mempunyai akses kurang dari 1 km yaitu sebesar 57%, 1-2 km sebesar 28%, 3-4 km sebesar 7%, dan diatas 5 km sebesar 8%.

176


Akses jarak pendidikan mempengaruhi biaya operasional. Adapun biaya operasional pendidikan warga miskin yaitu Rp 2.000- Rp 5.000 (27% responden), Rp 6.000-Rp 10.000 (31%), Rp 11.000-Rp 20.000 (26%), Rp 21.000-Rp 50.000 (16%). 4.3. Sektor Ekonomi Perhatian kami selanjutnya dalam penelitian ini adalah dalam sektor ekonomi. Sektor ekonomi merupakan hal yang penting untuk diteliti untuk mengetahui profesi, tingkat penghasilan, pengeluaran, asset, dan efektivitas program pemerintah dalam membantu perekonomian masyarakat miskin perkotaan Kabupaten Garut. Dalam sektor ekonomi, penelitian diklasifikasikan menjadi beberapa temuan antara lain: 1. Pekerjaan Suami dan Istri Pekerjaan suami dan istri warga miskin perkotaan Kabupaten Garut mayoritas warga miskin dari suami berprofesi sebagai buruh 69%, tukang becak 9%, petani 2%, dagang 5%, sopir 3%, tidak bekerja 4% dan lain-lain 8%. Sedangkan istri dominan memiliki pekerjaan rumah tangga biasa dengan rasio 61%, buruh 15%, pengasuh 8% dan pekerjaan lain-lain 15%. 2. Pendapatan dan Pengeluaran per Hari Adapun penghasilan warga miskin wilayah perkotaan bisa di klasifikasikan sebagai berikut: a. Rp 25.000 – Rp 50.000 sebanyak 43% b. Rp 16.000 – Rp 25.000 sebanyak 10% c. Rp 2.000 – Rp 15.000 sebanyak 17% d. Rp 51.000 – Rp 100.000 sebanyak 4% e. Rp 110.000 – Rp 150.000 sebanyak 1% Dari segi pengeluaran a. Rp 21.000 – Rp 50.000 sebanyak 57% b.Rp 51.000 – Rp 100.000 sebanyak 12% c. Rp 5.000 – Rp 20.000 sebanyak 4% d.sisanya 27% tidak tentu dan tidak menjawab 177


9

Dari data pendapatan dan pengeluaran masyarakat miskin perkotaan diatas, terlihat tingkat produktivitas pekerjaan masyarakat miskin perkotaan yang ada sebagian besar penghasilannya kurang dari 50.000 /hari, dan masih kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak.

3.

Kepemilikan Aset Aset yang dimiliki oleh warga miskin yang menjadi responden sebanyak 15% menjawab rumah sendiri, 6% mengontrak rumah, 8% rumah dengan orang tua/saudara, 1% rumah di tanah pemerintah. Untuk aset elektronik 25% mempunyai TV, transportasi 3% mempunyai motor, dan 42% tidak menjawab. Sedangkan aset produksi yang digunakan untuk penghasilan, 90% warga miskin tidak

178


memiliki aset produksi, dan 10% memiliki aset. Dari data tersebut menunjukan minimnya aset yang dimiliki masyarakat miskin perkotaan Kabupaten Garut. Sebagian besar kurang mampu untuk menyimpan kekayaan mereka dalam bentuk aset, tidak memiliki aset produksi untuk penghasilan. 4.

Program Pemerintah yang didapat

Program pemerintah yang didapat masyarakat miskin perkotaan Kabupaten Garut 1% mendapatkan pinjaman lunak dari desa, Raskin sebanyak 57%, 1% mendapatkan PNPM, dan 41% tidak menjawab. Sedangkan masyarakat miskin yang mendapatkan bantuan berupa zakat sebesar 40% dengan rincian: zakat fitrah 38%, zakat mal 2%, dan tidak menjawab 60%.

179


Bab 5 Kesimpulan dan Rekomendasi

5.1. Kesimpulan Hasil penelitian yang menggali tiga sektor yaitu kesehatan, pendidikan dan ekonomi, menunjukan bahwa pemerintah kurang memberi perhatian penuh terhadap masyarakat miskin perkotaan Kabupaten Garut bahkan sebagian besar intervensi pemerintah lewat program-program yang dicanangkan terbukti kurang maksimal menyentuh masyarakat miskin dan jauh dari efektif dalam menanggulangi kemiskinan di wilayah perkotaan Kabupaten Garut. Hal ini dibuktikan dengan masih kurangnya masyarakat miskin yang mempunyai JKN, masih banyak anak-anak warga miskin yang tidak mampu meneruskan sekolah, tidak meratanya pembagian BSM. Sedangkan daya beli masyarakat miskin masih kurang, dibuktikan dengan penghasilan yang diperoleh rata-rata 30.000/hari dan kurangnya kepemilikian aset yang ada. Pemerintah Kabupaten Garut harus melakukan perbaikan dari permasalahan-permasalahan diatas berdasarkan tiga sektor yang ada, baik dari sektor kesehatan, sektor pendidikan maupun sektor ekonomi. Perbaikan tersebut dapat dimulai dengan cara melakukan pendataan yang lebih baik dan valid mengenai masyarakat miskin perkotaan yang layak mendapat bantuan baik berupa BSM, JKN, dll. Kemudian, tingkatkan pelayanan kesehatan yang ada terutama kualitas pelayanan kesehatan Puskesmas dengan sumber daya manusia yang berkualitas. 5.2. Rekomendasi Rekomendasi terhadap pemerintah sebagai pemangku kebijakan: 1. Warga miskin masih identik dengan penyakit yang sering dialami yaitu sakit kepala, sakit perut, darah tinggi dll, maka pemerintah harus mampu menyediakan pelayanan kesehatan yang terdekat (pustu/puskesmas), murah, cepat, dan berkualitas. Sehingga kualitas hidup warga miskin bisa ditingkatkan. 180


2. Pemerataan pendidikan di kalangan warga miskin harus ditingkatkan sehingga tidak ada kesenjangan dalam hal memperoleh hak pendidikan, seperti pemerataan bantuan siswa miskin (BSM), dana BOS yang tepat sasaran. 3. Berdasarkan kepemilikan aset, 90% warga miskin tidak memiliki aset untuk usaha. Kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Garut agar membuka seluas-luasnya akses dana permodalan dan usaha kepada masyarakat miskin, sehingga pekerjaan warga miskin tidak selamanya bekerja sebagai buruh tetapi mampu untuk meningkatkan kualitas hidupnya dengan penigkatan kualitas keahlian. 4. Pemerataan bantuan Raskin yang sesuai, tingkatkan pelaksanaan penyaluran BLSM/PSKS, PKH, dan bantuan lainnya.

181


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.