11 Bantu Aparat Pemda Menjadi Lebih Baik !

Page 1

BANTU APARAT PEMDA MENJADI LEBIH BAIK ! MANUAL PENGAWASAN MASYARAKAT ATAS PERTANGGUNGJAWABAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

Penyusun: Ari Nurman Donny Setiawan Saeful Muluk Wulandari

Editor: Khairiansyah Salman


KATA PENGANTAR

Puji syukur Kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena Barokah-Nya kami dapat menyelesaikan buku Manual Pengawasan Masyarakat atas Pertanggungjawaban Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Pedoman ini bertujuan untuk membantu memberikan panduan praktis bagi masyarakat sipil dalam melakukan upaya-upaya pengawasan atas pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Manual ini mengambil lingkup pengawasan pada tahap pertanggungjawaban, karena masih sedikit inisiatif kelompok masyarakat sipil dalam melakukan pengawasan pada tahap ini. Kebanyakan masyarakat sipil melakukan pengawasan pada tahap perencanaan dan pelaksanaan anggaran. Lebih lanjut, Manual ini akan sangat bermanfaat khususnya bagi para pegiat masyarakat sipil yang pernah melakukan upaya-upaya pengawasan pada tahap perencanaan dan pelaksanaan anggaran di daerah. **** Penyusunan Manual ini memakan waktu selama tiga bulan dengan beberapa tahapan. Dimulai dengan penulisan draft awal berdasarkan hasil kajian terhadap berbagai literatur dan peraturan perundangan. Kemudian, masih dalam tahapan ini, literatur dan peraturan perundangan ini diformulasikan menjadi manual dan beberapa template. Tahapan selanjutnya, draft yang sudah disusun kemudian diperkaya dan dikritisi oleh kontributor dalam dua kali kesempatan workshop. Workshop pertama dilakukan di Surabaya (4-6 Mei 2011), dan workshop kedua (26-27 Mei 2011) di Bandung. Setelah diperbaiki, tahap berikutnya adalah review draft oleh tiga orang reviewer dan Tahapan Terakhir adalah finalisasi draft Buku Pedoman. Terima kasih Kami ucapkan kepada para pihak dalam lokakarya di Surabaya dan Bandung yang dengan sabar memberikan masukan untuk penyempurnaan Manual ini. Pihak-pihak tersebut adalah: Dini Inayati (Pattiro Semarang), Muhammad Rodhi (Wakil Ketua DPRD Kota Solo; PKS), Harjana (Bappeda Kota Solo), Chairul M. (Inspektorat Propinsi NTB), Miftahul Huda (Fitra Jatim), Khoirul Faizin (PW Lakpesdam NU Jatim), Akhdiansyah (DPA-NTB), R. Alam Surya Putra (TAF), Ismail Dahab (Publika), Dedi Haryadi (Taxation Advocacy Group), Odah (DPRD Kabupaten Sumedang), Edi Suryadi (Inspektorat Kabupaten Bandung), Rebiansyah Putra Halip (Kab. Konawe), Edi Surahman (MAPAG Garut), Achmad Djunaedi (Formasi Kebumen), Asep Maher (MAPAG - Garut), Suhartono (Inspektorat Kab. Garut), Hendrik Kurnia (DPRD Kab. Sumedang), Mokhammad Ikhsan (Forum Diskusi Anggaran Kab. Bandung), M. S. Wai (PP Lakpesdam NU), Nandang Suherman (P3ML Sumedang), Haryono (MAPAG - Garut), Dadan Ramdan (Walhi Jabar), Tatang RW (Perkumpulan Inisiatif), Dan Satriana (Komisi Informasi Jabar), Subandrio (Inspektorat Prov. Jabar), Toto Hermanto (Inspektorat Prov. Jabar), Ampera (Inspektorat Kab. Konawe), M. Sonhaji (BPKP Perwakilan Jabar), Indra. Hugi (BPKP Perwakilan Jabar).

Terima kasih juga Kami ucapkan pada seluruh reviewer Manual ini, yaitu: Diding Sakri, Mokhammad Ikhsan, dan Teti Armiyati Argo yang telah dengan sabar dan telaten membaca dan memberikan masukan atas rancangan awal buku pedoman ini.


Tidak lupa, beribu terima kasih Kami ucapkan pada Khairiansyah Salman dan Alam Surya Putra yang dengan setia menjadi teman diskusi Kami selama Manual ini disusun. Terakhir, terima kasih kepada The Asia Foundation, karena dukungannya buku pedoman ini bisa Kami selesaikan. Semoga buku manual ini dapat memberikan kemanfaatan bagi masyarakat dan bangsa tercinta. Wassalam, Bandung, Juni 2011 Tim Penyusun


PENGANTAR MANUAL

Mengapa aktor sosial sedikit sekali yang memberikan perhatian pada akuntabilitas pemerintah daerah? Mengapa jauh lebih sedikit lagi aktor sosial yang memberikan perhatian pada hasil audit pemerintah daerah? Ackerman (2004) memperkenalkan konsep “co-governance� dalam upaya meningkatkan akuntabilitas pemerintah melalui penguatan partisipasi. Gagasannya, “cogovernance� adalah mengundang dan melibatkan aktor sosial untuk terlibat pada aktifitas negara/ pemerintah. Atas dasar gagasan tersebut, maka dipandang perlu untuk mempromosikan keterlibatan aktor sosial dalam upaya pengawasan untuk meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Manual ini disusun sebagai bentuk kontribusi dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat dan upaya untuk lebih mendekatkan demokrasi kepada masyarakat. Pada akhirnya, diharapkan masyarakat dapat berpartisipasi dalam mengawasi kebijakan publik dalam tataran konsep maupun implementasinya. Manual pengawasan ini bertujuan untuk (1) Meningkatkan kapasitas masyarakat dalam memahami konsep pengawasan yang efektif dan (2) Memberikan panduan praktis pada masyarakat dalam melakukan pengawasan. Secara umum, ruang lingkup manual ini adalah pengawasan pertanggungjawaban pemerintah daerah oleh komponen masyarakat sipil. Pertanggungjawaban pemerintah daerah yang dimaksud adalah pertanggungjawaban program dan keuangan pemerintah daerah kepada , DPRD dan masyarakat. Kemudian yang dimaksud dengan komponen masyarakat sipil dalam manual ini adalah, namun tidak terbatas pada, kelompok masyarakat sipil yang ada didaerah serta penerima manfaat langsung maupun tidak langsung. Kelompok masyarakat yang dimaksud yaitu LSM/NGO, organisasi kemasyarakat dan kelompok masyarakat sektoral. Terutama mereka yang telah memiliki pengalaman dalam melakukan analisis dan advokasi pada aspek anggaran daerah. Hasil temuan pengawasan masyarakat akan diberikan kepada institusi yang relevan, seperti Institusi yang berkaitan dengan pemeriksaan keuangan darah (BPK, BPKP, inspektorat provinsi, inspektorat kabupaten/kota), aparat penegak hukum dan peradilan (kejaksaan dan kepolisian termasuk KPK untuk hal yang berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi), kepala daerah dan DPRD. Apa batasan-batasan yang ada pada manual ini? Manual ini tidak disarankan untuk digunakan oleh kelompok masyarakat sipil yang belum paham memahami isu-isu anggaran daerah. Namun bila menghendakinya, pada manual ini juga dilampirkan suplemen yang sedikit banyak memberikan dasar pengetahuan bagi mereka yang belum faham isuisu anggaran. Isi Manual Manual ini terdiri dari dua bagian besar. Bagian pertama, berisi panduan langkah-langkah pengawasan yang bisa dilakukan masyarakat. Kemudian di bagian kedua, berupa pelengkap, berisi paparan konsep, teori, dan kerangka legal pengawasan masyarakat. Selain itu dipaparkan juga mengenai proses pertanggungjawaban pemerintah daerah.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................................................................II PENGANTAR MANUAL ................................................................................................................................... IV DAFTAR ISI ...................................................................................................................................................... V DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN ................................................................................................................ VII

BAGIAN PERTAMA. BENARKAH PEMERINTAH DAERAH BERTANGGUNGJAWAB?................ 1 1.

METODOLOGI.....................................................................................................................................2

2.

KERANGKA KERJA...............................................................................................................................3

3.

PERSIAPAN .........................................................................................................................................5

4.

UJI AKSES DOKUMEN .........................................................................................................................7 LANGKAH UJI AKSES ................................................................................................................................. 8

5.

PEMILIHAN OBJEK PENGAWASAN .................................................................................................... 10

6.

UJI KONSISTENSI DENGAN PERATURAN PERUNDANGAN ................................................................. 12 DOKUMEN PERTANGGUNGJAWABAN UMUM ............................................................................................... 12 DOKUMEN LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN (LHP) BPK ................................................................................... 18

7.

UJI KONSISTENSI ANTAR DOKUMEN PERTANGGUNGJAWABAN ...................................................... 20 PERBANDINGAN LKPJ DENGAN LPPD ........................................................................................................ 20 PERBANDINGAN LKPJ DENGAN ILPPD........................................................................................................ 22 PERBANDINGAN LKPJ DENGAN LKPD ........................................................................................................ 22 PERBANDINGAN LKPJ DENGAN APBD ........................................................................................................ 23 PERBANDINGAN LKPJ DENGAN RKPD ........................................................................................................ 25 PERBANDINGAN ILPPD DENGAN LPPD ...................................................................................................... 25 PERBANDINGAN ILPPD DENGAN APBD...................................................................................................... 26 PERBANDINGAN ILPPD DENGAN RKPD ...................................................................................................... 26 PERBANDINGAN LHP DENGAN LKPD ......................................................................................................... 26

8.

UJI PETIK .......................................................................................................................................... 28 UJI PETIK PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN ....................................................................................... 28 UJI PETIK TERHADAP PELAKSANAAN REKOMENDASI BPK................................................................................. 29 UJI PETIK KEBERADAAN DAN KONDISI ASET FISIK DAERAH ............................................................................... 30

9.

PENYUSUNAN DRAFT TEMUAN ........................................................................................................ 32

10.

PENYUSUNAN REKOMENDASI.......................................................................................................... 34

11.

TINDAK LANJUT REKOMENDASI ....................................................................................................... 36 GELAR TEMUAN .................................................................................................................................... 37 MELAPORKAN HASIL TEMUAN KE INSTANSI RELEVAN ...................................................................................... 38


BAGIAN KEDUA. WAJIB ANDA KETAHUI!............................................................................. 40 1.

PENGERTIAN DASAR PENGAWASAN ................................................................................................ 41

2.

PELUANG KETERLIBATAN MASYARAKAT .......................................................................................... 45

3.

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH ................................................................................................ 47

4. PENGERTIAN PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN PERTANGGUNGJAWABAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH .............................................................................................................................. 54


DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri. Catatan atas Laporan Keuangan, yang selanjutnya disingkat CaLK, adalah bagian yang tak terpisahkan dari laporan keuangan yang menyajikan informasi tentang penjelasan pos-pos laporan keuangan dalam rangka pengungkapan yang memadai. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disebut DPRD, adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD, yang selanjutnya disingkat DPA-SKPD merupakan dokumen yang memuat pendapatan dan belanja setiap SKPD yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan oleh pengguna anggaran. Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tandaÂŹ-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik. Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, yang selanjutnya disingkat ILPPD, adalah informasi penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat melalui media yang tersedia di daerah. Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan UndangÂŹUndang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau lebih unit kerja pada SKPD sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya baik yang berupa personal (sumber daya manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau


kesemua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa. Kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang hendak atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur. Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan UndangÂŹUndang ini dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang untuk selanjutnya disebut Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Laporan Realisasi Anggaran, yang selanjutnya disingkat LRA, adalah laporan yang menggambarkan realisasi pendapatan, belanja, dan pembiayaan selama suatu periode. Laporan ini menyajikan realisasi pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang diperbandingkan dengan anggarannya dan dengan realisasi periode sebelumnya. Laporan Arus Kas adalah laporan yang menggambarkan arus kas masuk dan keluar selama suatu periode, serta posisi kas pada tanggal pelaporan. Laporan Arus Kas menyajikan arus kas dari aktivitas operasi, arus kas dari aktivitas investasi aset non keuangan, arus kas dari aktivitas pembiayaan, dan arus kas dari aktivitas non anggaran yang diperbandingkan dengan periode sebelumnya. Laporan Atas Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan dalam Kerangka Pemeriksaan LKPD. Laporan ini diterbitkan berdasarkan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan daerah dengan tujuan pemeriksaannya adalah untuk menilai ketaatan terhadap peraturan perundangan yang terkait dengan pengelolaan keuangan daerah. Temuan-temuan dari hasil audit ini ada yang dapat mempengaruhi kewajaran penyajian laporan keuangan pemerintah daerah dan ada juga yang tidak mempengaruhi kewajaran. Laporan Atas Pengendalian Intern Dalam Kerangka Pemeriksaan LKPD. Laporan ini mengungkapkan hail evaluasi BPK terhadap Pengendalian Intern dalam Penyusunan LKPD. Temuan-temuan dalam Laporan ini berupa kelemahan atas pengendalian intern sehingga membuka risiko terhadap terjadinya salah saji atas Laporan Keuangan yang disusun oleh pemerintah daerah. Laporan Hasil Pemeriksaan, yang selanjutnya disingkat LHP, atas LKPD. Laporan ini berisikan Opini BPK atas audit yang dilakukan berikut LKPD yang disajikan setelah diaudit. Opini atas laporan keuangan merupakan pernyataan profesional sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD, yang selanjutnya disebut LKPJ, adalah laporan yang berupa informasi penyelenggaraan pemerintahan daerah selama 1 (satu) tahun anggaranatau akhir masa jabatan yang disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD. Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara/daerah selama suatu periode. Laporan Kinerja adalah ikhtisar yang menjelaskan secara ringkas dan lengkap tentang capaian Kinerja yang disusun berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD.


Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, selanjutnya disingkat LPPD, adalah laporan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah selama 1 (satu) tahun anggaran berdasarkan Rencana Kerja Pembangunan Daerah yang disampaikan oleh kepala daerah kepada Pemerintah. Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan Pemerintah yaitu aset, utang, dan ekuitas dana pada suatu tanggal tertentu. Neraca juga menyajikan aset, utang, dan ekuitas dana yang diperbandingkan dengan periode sebelumnya Ombudsman Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. Opini adalah pernyataan profesional sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Terdapat 4 (empat) jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa, yakni (i) opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion), (ii) opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion), (iii) opini tidak wajar (adversed opinion), dan (iv) pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion). Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi, yang selanjutnya disingkat PPID, adalah pejabat yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di badan publik. Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan professional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar Pemerintahan Daerah berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengawasan masyarakat adalah pengawasan yang dilakukan oleh warga masyarakat secara lisan atau tertulis kepada aparatur pemerintah, berupa sumbangan pikiran, saran, gagasan atau keluhan/ pengaduan yang bersifat membangun disampaikan langsung ataupun melalui media. Program adalah penjabaran kebijakan SKPD dalam bentuk upaya yang berisi satu atau lebih kegiatan dengan menggunakan sumber daya yang disediakan untuk mencapai hasil yang terukur sesuai dengan misi SKPD.


Rekomendasi adalah saran dari pemeriksa berdasarkan hasil pemeriksaannya, yang ditujukan kepada orang dan/atau badan yang berwenang untuk melakukan tindakan dan/atau perbaikan. Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah, selanjutnya disebut RKA SKPD, adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang merupakan penjabaran dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan rencana strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bersangkutan dalam satu tahun anggaran, serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya. Rencana Kerja Pembangunan Daerah/Rencana Kerja Pemerintah Daerah, selanjutnya disebut RKPD, adalahdokumen perencanaan daerah provinsi, kabupaten, dan kota untuk periode 1 (satu) tahun. Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah, selanjutnya disebut Renja SKPD, adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 1 (satu) tahun. Sengketa Informasi Publik adalah sengketa yang terjadi antara badan publik dan pengguna informasi publik yang berkaitan dengan hak memperoleh dan menggunakan informasi berdasarkan perundangÂŹundangan. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran yang selanjutnya disingkat SiLPA adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.


BAGIAN PERTAMA. BENARKAH PEMERINTAH DAERAH BERTANGGUNGJAWAB? TEKNIS PENGAWASAN MASYARAKAT Bagian Pertama Manual ini terdiri dari dua bab, yang akan menjelaskan metodologi dan kerangka kerja pengawasan sehingga masyarakat dapat melakukan pengawasan secara efektif dan efisien.


1. METODOLOGI

Bagaimana masyarakat bisa terlibat dalam pengawasan? Pengawasan pada dasarnya merupakan upaya perbandingan antara kondisi dengan standar/kriteria tertentu untuk mengidentifikasi suatu masalah. Dan tujuan akhir dari pengawasan adalah adanya perbaikan. Perbandingan tersebut dilakukan melalui berbagai proses analisis dan evaluasi terhadap kondisi atau objek yang dibandingkan. Beberapa standar kriteria yang bisa digunakan sebagai pembanding diantaranya ketentuan peraturan perundangan, rencana dan anggaran, kondisi masa lalu, yang akan datang, atau kondisi di tempat lain. Apabila ditemukan suatu indikasi permasalahan, kita harus mendalami lagi apa sebab dan apa akibat dari permasalahan tersebut. Gambar 1. Metodologi Pengawasan IDENTIFIKASI MASALAH

PERBANDINGAN

KRITERIA

AKIBAT

A N A L I S I S

E V A L U A S I

KONDISI

SEBAB

REKOMENDASI PERBAIKAN

Berdasarkan temuan permasalahan dan pendalaman sebab dan akibatnya, kita kemudian menyusun rekomendasi perbaikan. Rekomendasi ini diarahkan untuk memperbaiki kondisi saat ini, mengurangi akibat/dampak lebih jauh, serta mencegah terjadinya pengulangan dengan menghilangkan sebab permasalahan.


2. KERANGKA KERJA

Dalam menjalankan perannya mengawasi pertanggungjawaban pemerintahan daerah, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh masyarakat. Langkah Persiapan Pengawasan oleh masyarakat baru akan terjadi bila ada peluangnya, masyarakatnya mampu mengawasi dan mau untuk melakukan pengawasan. Disinilah pentingnya langkah persiapan. Langkah persiapan ini meliputi rekrutmen, pengorganisasian dan peningkatan kapasitas. Pada tahapan persiapan ini peningkatan kapasitas menjadi kunci utama. Perekrutan warga masyarakat ada baiknya memperhatikan kapasitas dan kesediaan warga. Warga yang telah direkrut dan diorganisasikan, diberi pengetahuan tentang hak dasar dan demokrasi, kebijakan public, partisipasi masyarakat, pengawasan, serta pengetahuan teknis untuk melakukan pengawasan. Gambar 2. Tahapan Kerja Pengawasan Masyarakat PERSIAPAN

SEBELUM PEMERIKSAAN BPK

SETELAH PEMERIKSAAN BPK

DOKUMEN LAIN

LHP BPK

PEMILIHAN OBJEK PENGAWASAN

ANALISIS & PENGUJIAN

PENYUSUNAN DRAFT TEMUAN

REKOMENDASI

TINDAK LANJUT REKOMENDASI

DENGAR PENDAPAT PUBLIK

PELAPORAN/ PENGADUAN

Akses Dokumen Umum dan Hasil Pemeriksaan BPK Pada langkah kedua ini, warga diperkenalkan dengan informasi yang diperlukan untuk melakukan pengawasan, sumber sumbernya, serta cara mendapatkannya. Disini ada dua kelompok besar dokumen. Kelompok pertama adalah dokumen-dokumen yang ada dan diproduksi sebelum pemeriksaan oleh BPK dilakukan. Kelompok kedua adalah dokumen pasca pemeriksaan oleh BPK.


Pada langkah ini warga diajak untuk mengakses dokumen dari sumbernya langsung atau alternative instansi lainnya. Disini warga bisa mencari celah dan menjalin jaringan dengan institusi penyedia data serta warga lain. Pada tahapan ini juga warga diajak untuk menindaklanjuti beberapa scenario: mendapatkan semua data, mendapatkan sebagian, tidak mendapatkan samasekali. Tindak lanjut seperti sengketa informasi public, dan lainnya, akan juga diperkenalkan. Pemilihan Objek Pengawasan Apa yang akan diawasi? Sector? SKPD? Program? Kegiatan? Tahapan kecil namun cukup penting ini adalah upaya agar warga cukup realistis dalam melakukan pengawasan. Warga diajak untuk memikirkan ruang lingkup pengawasan yang akan dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa kondisi yang membatasi. Warga juga diperkenalkan terhadap konsekuensi-konsekuensi atas penggunaan satu atau lebih pertimbangan terhadap ruang lingkup program/kegiatan yang diawasi. Analisis dan pengujian Pada langkah keempat ini, warga diperkenalkan dengan berbagai analisis dan pengujian yang bisa memaksimalkan pemanfaatan data program yang telah diperoleh dalam akses dokumen. Warga diperkenalkan pada uji konsistensi dengan tuntutan peraturan perundangan serta uji konsistensi antar dokumen pertanggungjawaban. Warga juga diperkenalkan pada langkah sederhana untuk melakukan uji petik atas implementasi program/kegiatan sebagai bentuk pengawasan. Penyusunan Draft Temuan Penyusunan draft temuan merupakan upaya kompilasi dan menyusun temuan atas seluruh rekaman proses pengawasan. Mulai dari pengorganisasian sampai temuan hasil analisis. Penyusunan draft temuan ini sangat penting karena draft ini lah yang akan menjadi masukan pada pemerintah dan institusi lainnya. Drat ini merupakan bentuk umpan balik dan pemberian informasi atau kontribusi masyarkat pada institusi formal pengawasan. Perumusan Rekomendasi Langkah ini merupakan langkah paling penting dari pengawasan masyarakat. Tanpa ada langkah ini semua proses pengawasan berpotensi untuk menjadi sia-sia. Tujuan dari pengawasan adalah adanya perbaikan. Sehingga langkah pemberian rekomendasi menjadi sangat vital. Secara umum rekomendasi yang diberikan dari hasil pengawasan ini diantaranya berupa masukan untuk memperbaiki hal negative dampak dari masalah yang ditemukan, mengurangi dampak masalah dimasa depan, serta mencegah terjadinya pengulangan masalah tersebut dimasa depan. Tindak lanjut hasil pengawasan Manual ini memberikan beberapa alternatif langkah tindak lanjut, kelebihan dan kekurangan dadri setiap alternative, serta cara-cara untuk melaksanakannya. Secara umum, tindak lanjut tersebut berupa penyampaian informasi temuan dan penilaian pada institusi yang relevan, dan juga bisa disampaikan pada masyarakat melalui dengar pendapat publik.


3. PERSIAPAN Seperti telah disebutkan sebelumnya, persiapan adalah tahapan paling penting. Persiapan perlu dilakukan sematang mungkin. Persiapan yang matang akan mempermudah melakukan pengawasan dan juga bisa memperkuat dampak tekanan bagi pemerintah daerah untuk melakukan perbaikan. Kegiatan yang menjadi bagian dari persiapan adalah penyiapan masyarakat untuk melakukan pengawasan dan juga mempersiapkan rencana pengawasan. Beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam persiapan adalah sebagai berikut: 

Rekrutmen warga calon pengawas; Rekrutmen pengawas dari kelompok masyarakat sangat penting dilakukan. Bila pengawas berasal dari warga lokal maka dampak politisnya akan lebih kuat. Selain itu, semakin banyak jumlah warga yang bersedia bergabung menjadi pengawas, maka efektifitas pengawasan dan dampaknya akan lebih baik. Dalam merekrut, tentu saja penting melakukan pemilihan orang sesuai dengan kriteria yang kita tentukan. Kriteria tersebut misalnya kritis, memiliki semangat untuk melakukan perubahan, punya kepekaan terhadap persoalan pengawasan pemerintahan daerah, tidak terkait dengan pemerintah atau partai politik, dll. Metode untuk memilih dan menilai orang yang akan kita rekrut sifatnya informal, bisa melalui obrolan santai di warung kopi, memanfaatkan media pertemuan warga baik di balai RW, di kantor desa, di kecamatan, sehingga kita bisa berdiskusi setelah selesai pertemuan tersebut dan akhirnya bisa melakukan penilaian terhadap orang yang akan kita rekrut. Input Proses Output



List kandidat pengawas Diskusi formal atau informal untuk menjajaki kesediaan, kemampuan dan kemauan calon pengawas untuk erlibat pengawasan Pengawas terpilih

Peningkatan kapasitas pengawas; Setelah mendapatkan warga yang bersedia untuk menjadi calon pengawas, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan kapasitas mereka. Substansi peningkatan kapasitas yang relevan diantaranya mengenai hak dan kewajiban pemerintah dan warganegara, perencanaan dan penganggaran, pengelolaan keuangan daerah, dokumen-dokumen terkait, pengadaan barang dan jasa pemerintah, teknik investigasi, penulisan temuan, pengorganisasian dan advokasi. Peningkatan kapasitas ini misalnya dengan menyelenggarakan training, workshop atau Focus Grup Discussion (FGD). Input

Proses Output

Materi: hak dan kewajiban pemerintah dan warganegara, perencanaan dan penganggaran, pengelolaan keuangan daerah, dokumen-dokumen terkait, pengadaan barang dan jasa pemerintah, teknik investigasi, penulisan temuan, pengorganisasian dan advokasi. Template-template isian untuk membantu pengawasan. Formal/informal, bisa berupa training, workshop atau hanya FGD Warga yang cakap dan siap untuk melakukan pengawasan




Penyusunan rencana pengawasan; Setelah peningkatan kapasitas, penyusunan rencana pengawasan dilakukan. Rencana yang disusun diantaranya meliputi objek pengawasan, logistic, jadwal dan agenda pengawasan masyarakat terhadap pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan daerah. Input Proses Output

Informasi jumlah pelaku pengawasan, waktu yang tersedia, dan objek yang harus diawasi Penyusun rencana kerja, missal menggunakan PERT, dll Rencana kerja yang detail yang memberikan informasi tentang: siapa, melakukan apa, dimana, kapan,dll

Bila diperlukan, dalam tahapan ini juga bisa disusun kelompok kelompok pengawas. Satu kelompok cukup 2-3 orang saja. Pembentukan kelompok ini bertujuan agar pengawasan bisa dilakukan dalam skala lebih besar dan bisa tersebar, sehingga objek yang diawasi menjadi lebih banyak. Dengan pengorganisasian yang baik, pembagian kelomok ini bisa meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengawasan oleh masyarakat.


4. UJI AKSES DOKUMEN

Setelah persiapan matang, langkah berikutnya yang bisa dilakukan oleh pengawas adalah melakukan akses dokumen. Dalam melakukan uji akses dokumen, pengawas harus benar benar mengerti mengenai kebebasan informasi, jenis dokumen, sumber dan cara mengaksesnya. Perlu kita pahami perbedaan antara dokumen pertanggungjawaban sebelum dan sesudah pemeriksaan. Pengelompokan dokumen pertanggungjawaban antara dokumen yang tersedia sebelum dan sesudah pemeriksaan adalah sebagai berikut. SEBELUM PEMERIKSAAN BPK Jenis Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah (LKPJ) Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (ILPPD) Laporan Kinerja Instansi Pemerintahan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dan lampirannya

Sumber Bappeda, Sekretariat daerah, Badan Pengelola Informasi Daerah, Inspektorat daerah, Propinsi, Depdagri Bappeda, Sekretariat daerah, Badan Pengelola Informasi Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Partai Politik Bappeda, Sekretariat daerah, Badan Pengelola Informasi Daerah, Media Massa Bappeda, Instansi terkait, Badan Pengelola Informasi Daerah, Inspektorat daerah Badan keuangan, secretariat daerah

SESUDAH PEMERIKSAAN BPK Jenis Laporan Hasil Pemeriksaan BPK (LHP) dan lampirannya

Sumber Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Badan Pemeriksa Keuangan

Hal sangat penting yang perlu diketahui saat uji akses adalah hak masyarakat untuk memperoleh informasi penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hak warga negara untuk memperoleh informasi publik dijamin dalam undang-undang1. Selain itu harus juga kita mengetahui jenis informasi publik yang bisa diakses oleh masyarakat. Ada berbagai macam informasi yang bisa diakses, untuk itu, pilihlah informasi yang termasuk dalam aspek pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, dijelaskan tentang daftar informasi publik yang wajib diumumkan dan disediakan oleh Badan Publik, hal tersebut dibagi dalam tiga bagian yaitu:

1

Peraturan perundangan yang menjamin hak warga negara untuk memperoleh informasi publik antaralain: 1. Pasal 2 ayat (1) dan (3), Pasal 4, UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. 2. Pasal 19 ayat (1) Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 Tentang Standar Layanan Informasi Publik. 3. Pasal 19 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan tanggung Jawab Keuangan Negara.


1) Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala2 2) Informasi yang wajib diumumkan secara serta merta3 3) Informasi yang wajib tersedia setiap saat4

Langkah Uji Akses Beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam uji akses dokumen adalah sebagai berikut: 

Menyusun surat permintaan dan mengirimkannya pada instansi terkait;

Surat permintaan merupakan langkah formal. Surat ini ditujukan kepada kepala instansi sumber data yang dituju. Isi surat tersebut adalah perkenalan diri, tujuan permintaan data, serta daftar data yang diminta. Surat tersebut sebaiknya disampaikan langsung ke instansi yang dituju, tanpa melalui kurir atau pun pos. Dan pada saat menyerahkan, minta lah tanda terima serta identitas orang yang bisa dihubungi untuk menanyakan status keberadaan surat. Identitas yang dimaksud biasanya nama, posisi di institusi, serta nomor telepon yang bisa dihubungi. 

Mengikuti seluruh prosedur resmi ;

Standar layanan informasi publik melalui permohonan untuk memperoleh informasi pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam pasal 22 Undang undang 14 tahun 20085 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Secara normatif, standar layanan informasi publik melalui permohonan untuk memperoleh informasi pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahaan daerah terdiri dari 17 langkah. Jika langkah normatif sulit untuk dilakukan, tips untuk mendapatkan dokumen bisa melalui jaringan pertemanan dengan staf Pemerintah Daerah dan DPRD, melalui cara-cara informal. Sehingga hubungan dan komunikasi yang baik dengan birokrasi penting untuk dijalin. 2

3

4

5

Yaitu (a) informasi yang berkaitan dengan Badan Publik; (b) informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait; (c) informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau (d) informasi lain yang diatur dalam peraturan perundangundangan. Hal inidiatur dalam pasal 9 ayat (2) UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Penjelasan yang lebih rinci soal ini diatur dalam pasal 11 ayat (1) Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 Tentang Standar Layanan Informasi Publik. Yaitu (a) informasi tentang bencana alam seperti kekeringan, kebakaran hutan karena faktor alam, hama penyakit tanaman, epidemik, wabah, kejadian luar biasa, kejadian antariksa atau benda-benda angkasa; (b) informasi tentang keadaan bencana non-alam seperti kegagalan industri atau teknologi, dampak industri, ledakan nuklir, pencemaran lingkungan dan kegiatan keantariksaan; (c) bencana sosial seperti kerusuhan sosial, konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan teror; (d) informasi tentang jenis, persebaran dan daerah yang menjadi sumber penyakit yang berpotensi menular; (e) informasi tentang racun pada bahan makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat; dan/atau (f) informasi tentang rencana gangguan terhadap utilitas publik. Hal ini diatur dalam pasal 10 ayat (1) UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Penjelasan yang lebih rinci soal ini diatur dalam pasal 12 ayat (2) Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 Tentang Standar Layanan Informasi Publik. Yaitu (a) daftar seluruh Informasi Publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak termasuk informasi yang dikecualikan; (b) hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya; (c) seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya; (d) rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan Badan Publik; (e) perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga; (f) informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum; (g) prosedur kerja pegawai Badan Publik yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat; dan/atau (h) laporan mengenai pelayanan akses Informasi Publik sebagaimana diatur dalam UndangUndang ini. Hal ini diatur dalam pasal 11 ayat (1) UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Penjelasan yang lebih rinci soal ini diatur dalam pasal 13 ayat (1) Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 Tentang Standar Layanan Informasi Publik, Penjelasan yang lebih rinci soal ini diatur dalam pasal 23 – 28 Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 Tentang Standar Layanan Informasi Publik.




Jika tidak mendapatkan dokumen yang diminta;

Diakhir uji akses ada beberapa kemungkinan yang kita hadapi. 1.

Apabila mekanisme melalui permohonan untuk mendapatkan informasi sudah dilakukan dan berjalan baik tanpa hambatan, maka tahapan selanjutnya adalah mengumpulkan dokumen tersebut, mempelajarinya dan menganalisisnya sehingga menghasilkan temuan.

2.

Apabila mekanisme untuk mendapatkan informasi pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan daerah mengalami hambatan berupa penolakan sehingga informasi yang dibutuhkan tidak bisa didapatkan, maka pemohon bisa mengajukan keberatan.6

3.

Apabila proses pengajuan keberatan telah dilakukan dan pemohon Informasi Publik tidak puas dengan keputusan atasan PPID, maka pemohon berhak mengajukan permohonan penyelesaian sengketa informasi publik kepada komisi informasi.7

Peluang lain selain mengajukan permohonan penyelesaian sengketa informasi publik, kita bisa melaporkan keluhan kita kepada lembaga negara Ombudsman. Ombudsman Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.8 Bagaimana prosedur laporan kepada Ombudsman bisa dilihat dalam UU RI No 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia. Input

Proses

Output

Rencana kerja pengawasan, khususnya bagian pengumpulan data dan informasi. Setidaknya harus memiliki list data/informasi yang dikehendaki serta instansi sumber informasi. Menyusun surat permintaan dan mengirimkannya pada instansi terkait Mengikuti seluruh prosedur resmi Jika diperlukan, mengajikan keberatan dan/atau mengajukan permohonan sengketa informasi public pada komisi informasi Diperolehnya seluruh data dan informasi yang diperlukan.

6

Hal ini diatur dalam Pasal 35 dan 36 UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Hal ini diatur didalam pasal 3 ayat (2) Peraturan Komisi Informasi No. 2 Tahun 2010 Tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik. 7

8

Pasal 1 Ayat 1 UU RI No 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia


5. PEMILIHAN OBJEK PENGAWASAN

Tahapan lanjut setelah pengumpulan data adalah pemilihan objek pengawasan. Adalah sangat ideal bila kita memiliki kesempatan dan kemauan untuk melakukan pengawasan pada proses pertanggungjawaban secara keseluruhan. Tapi tidak selalu keadaan kita memadai untuk melakukan hal tersebut. Seringkali kita dihadapkan pada berbagai keterbatasan, mulai dari keterbatasan waktu, keterbatasan sumber daya, keterbatasan data, dan lain sebagainya. Segala keterbatasan ini memaksa kita untuk menentukan prioritas dalam melakukan pengawasan dengan membatasai ruang lingkupnya: Apakah ditingkat kabupaten? Apakah ditingkat sector? Apakah ditingkat SKPD? Atau bahkan hanya program dan kegiatan tertentu? Jadi sebelum kita lebih jauh menjalankan fungsi pengawasan masyarakat dan melakukan pengujian berbagai dokumen pertanggungjawaban ada baiknya kita memilih dan menentukan ruang lingkup kajian kita. Salah satu upaya yang cukup rasional untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas adalah dengan menyusun pertimbangan yang akan membantu kita memilih sample pengawasan. Urgensi penyusunan criteria ini ada ketika kita memiliki keterbatasan waktu, sumber daya dan kapasitas. Jadi apabila sumber daya, waktu dan kapasitas kita memadai, kita bisa saja mendalami semua program dan kegiatan yang ada dalam pertanggungjawaban. Tapi hal itu sesuatu yang sangat sulit kita temui. Beberapa pertimbangan yang bisa kita gunakan untuk menentukan ruang lingkup diantaranya: 

Pemenuhan hak dasar; Sesuai dengan agenda advokasi, pemenuhan hak dasar merupakan amanat undang undang dasar. Sehingga pemenuhannya mutlak harus dilaksanakan. Untuk tujuan ini, kita bisa membatasi ruang lingkup dengan hanya pada sector atau SKPD yang terkait dengan pemenuhan hak dasar yang kita dahulukan untuk kita awasi.



Nilai alokasi anggaran; Salah satu fungsi anggaran adalah fungsi alokasi, dimana anggaran digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Terkait dengan fungsi alokasi tersebut, maka alokasi harus dilakukan sebaikbaiknya untuk kemakmuran rakyat. Sehingga besaran alokasi anggaran bisa kita jadikan pertimbangan untuk memilih.Sehingga kita bisa memilih untuk membatasi ruang lingkup kita hanya mengawasi sector dengan alokasi anggaran tertentu.



Prioritas dalam rencana; Prioritas pembangunan dalam rencana disusun sebagai upaya untuk mencapai tujuan pembangunan dan pemecahan masalah daerah. Sehingga untuk memilih ruang lingkup kita bisa menggunakannya untuk membatasi sector atau SKPD mana yang akan kita kaji.



Memiliki potensi dampak perubahan yang besar; Pertimbangan lain yang bisa digunakan adalah dengan memilih objek pengawasan yang sekiranya akan memiliki dampak besar atau memicu perubahan yang lebih besar. Dampak ini bisa berupa dampak politik, efek jera, efek domino, atau juga dampak pengurangan korupsi. Bisa jadi objek yang kita pilih untuk awasi bernilai kecil saja, tapi dampak politiknya atau dampak ikutan lainnya bisa saja besar.


Sedangkan pertimbangan untuk uji petik dilapangan, ada beberapa pertimbangan tambahan yang bisa kita gunakan diantaranya: 

Kedekatan dengan lokasi; Semakin dekat semakin mudah kita melakukan uji petik. Selain itu pengetahuan untuk melakukan kajian pun lebih mudah diperoleh, bahkan bukan tidak mungkin kita sudah memiliki pengetahuan tentang implementasi program atau kegiatan tersebut. Sehingga akan lebih baik bila kita utamakan untuk melakukan uji petik pada program dan kegiatan yang dekat dengan kita.



Kemudahan mengakses data dan informasi; Waktu sangat berharga.Sehingga kitatidak boleh menyia-nyiakan waktu hanya untuk mencari data dan informasi yang sulit didapat. Jangan sampai kita menyia-nyiakan waktu mencari-cari informasi dan data yang belum tentu ada. Uji akses cukup dilakukan sekali, dan bila tidak didapatkan, cukuplah itu jadi temuan. Jadi kita bisa memfokuskan kajian kita untuk program dan kegiatan yang kita miliki data dan informasinya.



Kejelasan penerima manfaat; Semakin jelas penerima manfaat yang dituju (intended beneficiaries) maka semakin kuat buktibukti temuan kita. Kita bisa memperkuat temuan uji petik dengan membandingkan antara penerima manfaat yang dituju dengan penerima manfaat yang benar benar menerimanya (actual beneficiaries).



Adanya temuan dari hasil uji konsistensi antar dokumen; Uji petik bisa dilakukan untuk memperkuat temuan dari uji konsistensi antar dokumen. Bila ada temuan uji konsistensi yang mencurigakan, bisa ditindaklanjuti dengan uji petik untuk memperkuat ataumengkonfirmasi temuan.

Input Proses Output

Informasimengenai sumber daya untuk melakukan pengawasan: waktu, dana, manusia Diskusi untuk memilih pertimbangan Memilih objek pengawasan Pertimbangan yang digunakan Objek yang akan diawasi: Sektor? SKPD? Program? Kegiatan?


6. UJI KONSISTENSI DENGAN PERATURAN PERUNDANGAN

Salah satu tahapan analisis dalam pengawasan pertanggungjawaban pemerintah daerah adalah dengan menganalisis dokumen-dokumen terkait pertanggungjawaban. Pertanggungjawaban pemerintah tidak bisa sembarangan disusun atau dilakukan. Ada beberapa prinsip, asas dan ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi. Ketentuan-ketentuan tersebut mengatur isi pertanggungjawaban, proses penyusunannya, serta bentuk laporan pertanggungjawaban. Semua hal tersebut diatur dengan peraturan perundangan. Input Proses Output

Dokumen yang diperoleh dari uji akses Peraturan perundangan terkait Bandingkan antara dokumen pertanggungjawaban dengan dokumen peraturan perundangan yang mengaturnya Temuan berupa perbedaan antara dokumen pertanggungjawaban dengan ketentuan yang dituntut dalam peraturan perundangan

Dokumen Pertanggungjawaban Umum 

Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD)

Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) ini diamanatkan dalam PP3/2007. Lebih lanjut lagi, LPPD diamanatkan dalam PP6/2008. LPPD adalah laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah selama 1 (satu) tahun anggaran. Laporan ini merupakan laporan pelaksanaan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD). Tapi diluar laporan tahunan, laporan ini juga diwajibkan bagi kepala daerah diakhir masa jabatannya. Laporan ini disusun oleh pemerintah untuk disampaikan pada pemerintah pusat melalui gubernur. Setiap tahunnya, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun anggaran pemerintah daerah menyampaikan LPPD. Dan khusus untuk LPPD di akhir masa jabatan, paling lambat diserahkan 30 hari setelah masa jabatan berakhir. Berikut ini daftar pertanyaan yang bisa digunakan utnuk menilai konsistensi LPPD dengan peraturan perundangan yang berlaku. Satu pun jawaban “tidak� atas pertanyaan dibawah, itu sudah satu temuan tersendiri. PERTANYAAN Apakah Ruang lingkup LPPD yang disusun mencakup penyelenggaraan urusan desentralisasi; tugas pembantuan; dan tugas umum pemerintahan? 2. Apakah LPPD disampaikan pada pemerintah pusat/melalui gubernur? 3. Apakah LPPD disusun sesuai batas waktu yang ditentukan (3 bulan setelah tahun anggaran berakhir)? 4. Khusus LPPD akhir masa jabatan, apakah disampaikan pada DPRD sesuai dengan batas waktu yang ditentukan (30 hari setelah pemberitahuan DPRD)? PERHATIKAN PENYELENGGARAAN URUSAN DESENTRALISASI 1. Apakah dibedakan laporan penyelenggaraan urusan wajib dengan urusan pilihan? 2. Apakah ada penyelenggaraan urusan wajib yang tidak dilaporkan? 3. Apakah ada penyelenggaraan urusan pilihan yang tidak dilaporkan? 1.

YA

TIDAK


PERTANYAAN Apakah dalam materi LPPD urusan desentralisasi terdapat (a) ringkasan RKPD, kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaan? 5. Apakah dalam materi LPPD urusan desentralisasi terdapat (b.) penyelenggaraan urusan wajib yang terdiri dari 1. Prioritas urusan wajib; 2. Program dan kegiatan; 3. Tingkat pencapaian standar pelayanan minimal; 4. Satuan kerja perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan wajib; 5. Jumlah pegawai, kualifikasi pendidikan, pangkat dan golongan, jumlah pejabat struktural dan fungsional; 6. Alokasi dan realisasi anggaran; 7. Sarana dan prasarana yang digunakan; 8. Proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan; 9. Permasalahan dan solusi; dan 10. Hal lain yang dianggap perlu untuk dilaporkan? 6. Apakah dalam materi LPPD urusan desentralisasi terdapat (c.) penyelenggaraan urusan pilihan yang terdiri dari 1. Prioritas urusan wajib; 2. Program dan kegiatan; 3. Tingkat pencapaian standar pelayanan minimal; 4. Satuan kerja perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan wajib; 5. Jumlah pegawai, kualifikasi pendidikan, pangkat dan golongan, jumlah pejabat struktural dan fungsional; 6. Alokasi dan realisasi anggaran; 7. Sarana dan prasarana yang digunakan; 8. Proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan; 9. Permasalahan dan solusi; dan 10. Hal lain yang dianggap perlu untuk dilaporkan? PERHATIKAN PENYELENGGARAAN URUSAN TUGAS PEMBANTUAN 1. Khusus propinsi: Apakah LPPD urusan tugas pembantuan memuat laporan a. tugas pembantuan yang diterima dari Pemerintah; b. tugas pembantuan kepada kabupaten/kota; dan c. tugas pembantuan kepada desa? 2. Khusus kabupaten/kota: Apakah LPPD urusan tugas pembantuan memuat laporan a. tugas pembantuan yang diterima dari Pemerintah; b. tugas pembantuan yang diterima dari pemerintah propinsi; dan c. tugas pembantuan kepada desa? 3. Untuk setiap LPPD tugas pembantuan yang diterima: Apakah didalamnya memuat a. dasar hukum; b. instansi pemerintah pemberi tugas pembantuan; c. program dan kegiatan serta realisasinya; d. sumber dan jumlah anggaran yang digunakan; e. satuan kerja perangkat daerah yang menyelenggarakan tugas pembantuan; f. jumlah pegawai, kualifikasi pendidikan, pangkat dan golongan; g. sarana dan prasarana yang digunakan; dan h. permasalahan dan solusi? 4. Untuk setiap LPPD tugas pembantuan yang diberikan: Apakah didalamnya memuat a. dasar hukum; b. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemberi tugas pembantuan; c. sumber dan jumlah anggaran yang digunakan. PERHATIKAN PENYELENGGARAAN TUGAS UMUM 1. Apakah setiap tugas umum, sebagaimana disebutkan pada pasal 6 ayat (1) sudah dilaporkan? 2. Untuk setiap tugas umum yang dilaporkan, adakah informasi mengenai a. program dan kegiatan; b. satuan kerja perangkat daerah yang menyelenggarakan tugas umum pemerintahan; c. jumlah pegawai, kualifikasi pendidikan, pangkat dan golongan; d. sumber dan jumlah anggaran yang digunakan untuk menyelenggarakan tugas umum pemerintahan; e. sarana dan prasarana yang digunakan; dan f. permasalahan dan solusi? 4.

YA

TIDAK




Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah (LKPJ)

Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah (LKPJ) secara substansi sama dengan LKPJ. Seperti juga LPPD, laporan ini diamanatkan dalam PP3/2007, dan PP6/2008. Yang membedakan hanyalah sifatnya yang berupa keterangan. Laporan ini diserahkan pemerintah pada DPRD. Waktu penyerahannya pun sama, disetiap akhir tahun anggaran, 3 bulan setelah tahun anggaran berakhir. Berikut pertanyaan utnuk menilai konsistensi LKPJ dengan peraturan perundangan yang berlaku 1. 2. 3.

4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

11.

12. 13.

14. 15.

16.

17.

18. 19. 20.

PERTANYAAN Apakah Ruang lingkup LKPJ mencakup penyelenggaraan a. urusan desentralisasi; b. tugas pembantuan; dan c. tugas umum pemerintahan? Apakah LKPJ Akhir Tahun Anggaran disampaikan kepada DPRD paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Khusus LKPJ Akhir Masa Jabatan, apakah disampaikan kepada DPRD paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pemberitahuan DPRD perihal berakhir masa jabatan kepala daerah yang bersangkutan? Apakah LKPJ yang diperiksa menerangkan a. arah kebijakan umum pemerintahan daerah? Apakah LKPJ yang diperiksa menerangkan b. pengelolaan keuangan daerah secara makro, termasuk pendapatan dan belanja daerah? Apakah LKPJ yang diperiksa menerangkan c. penyelenggaraan urusan desentralisasi? Apakah LKPJ yang diperiksa menerangkan d. penyelenggaraan tugas pembantuan? Apakah LKPJ yang diperiksa menerangkan e. penyelenggaraan tugas umum pemerintahan? Periksa Arah kebijakan umum pemerintahan daerah. Apakah memuat visi, misi, strategi, kebijakan dan prioritas daerah? Periksa Pengelolaan keuangan daerah.Apakah memuat informasi mengenai pengelolaan pendapatan daerah meliputi intensifikasi dan ekstensifikasi, target dan realisasi pendapatan asli daerah, permasalahan dan solusi? Periksa Pengelolaan keuangan daerah. Apakah memuat informasi mengenai pengelolaan belanja daerah meliputi kebijakan umum anggaran, target dan realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah, permasalahan dan solusi? Periksa Penyelenggaraan urusan desentralisasi. Apakah memuat informasi penyelenggaraan urusan wajib dan urusan pilihan? Untuk setiap urusan wajib dan urusan pilihan tersebut, apakah terdapat informasi mengenai a. program dan kegiatan serta realisasi pelaksanaan program dan kegiatan; dan b. permasalahan dan solusi? Periksa Penyelenggaraan tugas pembantuan. Apakah memuat informasi tugas pembantuan yang diterima dan tugas pembantuan yang diberikan? Untuk setiap tugas pembantuan yang diterima. Apakah memuat informasi a. dasar hukum; b. instansi pemberi tugas pembantuan; c. program, kegiatan dan pelaksanaannya; d. sumber dan jumlah anggaran yang digunakan; dan e. permasalahan dan solusi? Untuk setiap tugas pembantuan yang diberikan. Apakah memuat informasi a. dasar hukum; b. urusan pemerintahan yang ditugaspembantuankan; dan c. sumber dan jumlah anggaran yang digunakan? Periksa Penyelenggaraan tugas umum pemerintahan. Apakah memuat penjelasan mengenai a. kebijakan dan kegiatan serta realisasi pelaksanaan kegiatan; dan b. permasalahan dan solusi? Apakah LKPJ disampaikan oleh kepala daerah dalam rapat paripurna DPRD? Apakah LKPJ dibahas oleh DPRD secara internal sesuai dengan tata tertib DPRD? Apakah DPRD menetapkan Keputusan DPRD tentang hasil pembahasan LKPJ?

YA

TIDAK


PERTANYAAN 21. Apakah Keputusan DPRD tentang hasil pembahasan LKPJ disampaikan pada kepala daerah dalam rapat paripurna DPRD?



YA

TIDAK

Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (ILPPD)

Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (ILPPD) merupakan dokumen informasi penyelenggaraan pemerintahan daerah selama satu tahun terakhir. Isinya seperti LKPJ dan juga LPPD, hanya saja yang membedakannya yaitu isi ILPPD hanya berisi ringkasan saja. Selain itu, tidak ada dokumen khusus ILPPD, tapi biasanya hanya pemuatan di media massa. Berikut ini adalah beberapa pertanyaan yang bisa digunakan utnuk menilai konsistensi ILPPD dengan ketentuan peraturan perundangan. 1. 2. 3. 4.



PERTANYAAN Apakah Kepala daerah memberikan informasi LPPD kepada masyarakat melalui media cetak dan/ atau media elektronik? Apakah Informasi LPPD kepada masyarakat disampaikan bersamaan dengan penyampaian LPPD kepada Pemerintah? Apakah Muatan informasi LPPD merupakan ringkasan LPPD? Apakah Masyarakat dapat memberikan tanggapan atas informasi LPPD sebagai bahan masukan perbaikan penyelenggaraan pemerintahan?

YA

TIDAK

Laporan Keuangan

Laporan keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara atau daerah selama satu periode. Laporan ini terdiri dari empat lampiran yaitu laporan Laporan Realisasi Anggaran; Neraca; Laporan Arus Kas; dan Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan ini diserahkan dari SKPD 2 (dua) bulan setelah akhir tahun anggaran pada pemerintah daerah. Dan pemerintah daerah (oleh PPKD) disusun laporan keuangan yang paling lambat selesai 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir. 1. 2.

3. 4.

5. 6. 7.

8.

PERTANYAAN Adakah Laporan Realisasi Anggaran; Neraca; Laporan Arus Kas ; dan Catatan atas Laporan Keuangan? Apakah Laporan Realisasi Anggaran menyajikan realisasi pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang diperbandingkan dengan anggarannya dan dengan realisasi periode sebelumnya? Apakah Neraca menyajikan aset, utang, dan ekuitas dana yang diperbandingkan dengan periode sebelumnya? Apakah Laporan Arus Kas menyajikan arus kas dari aktivitas operasi, arus kas dari aktivitas investasi aset non keuangan, arus kas dari aktivitas pembiayaan, dan arus kas dari aktivitas non anggaran yang diperbandingkan dengan periode sebelumnya? Apakah Kepala SKPD menyampaikan laporan keuangan pada Kepala Daerah pada waktu yang telah ditentukan (2 bulan setelah akhir tahun anggaran)? Apakah PPKD menyampaikan laporan keuangan pada Kepala Daerah pada waktu yang telah ditentukan (3 bulan setelah akhir tahun anggaran)? Apakah PPKD menyusun raperda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD? Jika ya, apakah disampaikan pada waktu yang telah ditentukan (6 bulan setelah akhir tahun anggaran)? Apakah laporan keuangan diberi lampiran ikhtisar laporan keuangan

YA

TIDAK


PERTANYAAN

YA

TIDAK

perusahaan daerah? Apakah laporan keuangan diberi lampiran ikhtisar dan/atau informasi tambahan non-keuangan yang relevan? 10. Apakah Laporan Keuangan tahunan pemerintah daerah/ Satuan Kerja Perangkat Daerah disertai dengan pernyataan tanggung jawab yang ditandatangani oleh gubernur/bupati/walikota/kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah? 11. Apakah Laporan Keuangan tahunan bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan yang dialokasikan kepada pemerintah daerah, disampaikan secara terpisah dan disertai dengan pernyataan tanggung jawab yang ditandatangani oleh gubernur/bupati/walikota yang menerima alokasi Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan tersebut? 12. Apakah Pernyataan tanggung jawab telah memuat pernyataan bahwa pengelolaan APBD telah diselenggarakan berdasarkan Sistem Pengendalian Intern yang memadai dan akuntansi keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan SAP? 9.



Laporan Kinerja

Laporan Kinerja Pemerintahan merupakan ikhtisar yang menjelaskan capaian kinerja yang telah disusun dan ditetapkan dalam rencana kerja pemerintah dan dianggaarkan pelaksanaannya dalam APBD. Laporan ini disusun dan diserahkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir. 1.

2.



PERTANYAAN Apakah Laporan Kinerja berisi ringkasan tentang keluaran dari masingmasing kegiatan dan hasil yang dicapai dari masing-masing program sebagaimana ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan APBN/APBD? Apakah Kepala SKPD menyampaikan laporan kinerja pada Kepala Daerah pada waktu yang telah ditentukan (2 bulan setelah akhir tahun anggaran)?

YA

TIDAK

LKPD Khusus SKPD Pelaksana Dekonsentrasi Atau Tugas Pembantuan

LKPD ini persis sama dengan LKPD biasa. Yang membedakan hanya LKPD ini khusus disusun oleh SKPD pelaksana dekonsentrasi atau tugas pembantuan untuk melaporkan pelaksanaannya pada pemberi tugas dekonsentrasi dan tugas pembantuan tersebut. 1.

2.

3.

4.

PERTANYAAN Apakah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menjadi pelaksana kegiatan Dana Dekonsentrasi telah menyusun Laporan Keuangan dan Kinerja sebagaimana berlaku bagi kuasa Pengguna Anggaran pada tingkat pemerintah pusat? Apakah Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah menyampaikan Laporan Keuangan dan Kinerja atas pelaksanaan kegiatan Dana Dekonsentrasi kepada gubernur dan Menteri/Pimpinan Lembaga terkait? Apakah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menjadi pelaksana kegiatan tugas pembantuan telah menyusun Laporan Keuangan dan Kinerja sebagaimana berlaku bagi kuasa Pengguna Anggaran pada tingkat pemerintah pusat? Apakah Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah menyampaikan Laporan Keuangan dan Kinerja atas pelaksanaan kegiatan tugas pembantuan kepada kepala daerah (gubernur/bupati/walikota) dan Menteri/Pimpinan Lembaga

YA

TIDAK


5.

PERTANYAAN terkait? Apakah Laporan Keuangan dan Kinerja atas pelaksanaan kegiatan Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan dilampirkan pada laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD?



Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)

YA

TIDAK

Lakip adalah dokumen yang berisi gambaran akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dalam mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan visi, misi, tujuan, sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Laporan ini disusun tahunan oleh pemerintah daerah untuk diserahkan pada pemerintah pusat. PERTANYAAN PERHATIKAN BAGIAN IKHTISAR EKSEKUTIF 1. Apakah dicantumkan pernyataan tujuan dan sasaran? Apakah tujuan dan sasaran tersebut sama dengan pernyataan dalam rencana strategis? 2. Apakah dicantumkan kendala-kendala pencapaiannya? 3. Apakah dicantumkan langkah-langkah yang dilakukan untuk menangani kendala tersebut? 4. Apakah dicantumkan langkah-langkah antisipatif untuk mencegah terulangnya kendala dimasa depan? PERHATIKAN BAGIAN PENDAHULUAN 1. Apakah ada penjabaran mandat bagi SKPD terkait? PERHATIKAN BAGIAN RENCANA STRATEGIS 1. Apakah ada uraian singkat tentang rencana strategis mulai dari visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan, dan program SKPD? Perhatikan rencana strategis (formulir RS) 1. Lihat kolom sasaran. Apakah seluruh sasaran diuraikan dengan baik? Apakah indikator yang disebutkan dapat menggambarkan pencapaian sasarannya? 2. Lihat kolom cara mencapai tujuan dan sasaran. Apakah kebijakan yang diambil sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai? Apakah program yang diambil sesuai dengan kebijakan yang diambil dan sasaran yang ingin dicapai? Perhatikan rencana Kinerja Tahunan (formulir RKT) 1. Lihat kolom sasaran. Apakah uraian sasaran dan indikatornya sesuai dengan yang tercantum pada kolom RS? Apakah rencana tingkat capaian/targetnya nyambung dengan sasaran dan indikatornya? 2. Lihat kolom program, apakah uraian programnya sesuai dengan sasaran, indikator dan targetnya? 3. Lihat kolom kegiatan, apakah uraian kegiatan nyambung dengan programnya? Apakah indikator kinerja nyambung dengan uraian kegiatannya? Apakah rencana tingkat capaian nyambung dengan kegiatannya? PERHATIKAN BAGIAN AKUNTABILITAS 1. Apakah disajikan uraian hasil pengukuran kinerja? 2. Apakah disajikan uraian hasil evaluasi? 3. Apakah dalam evaluasi digunakan: a. pembandingan antara kinerja nyata dengan kinerja yang direncanakan? 4. Apakah dalam evaluasi digunakan: b. perbandingan antara kinerja nyata dengan kinerja tahun sebelumnya? 5. Apakah dalam evaluasi digunakan: c. perbandingan antara Kinerja instansi dengan kinerja instansi lain yang unggul dalam bidangnya? 6. Apakah dalam evaluasi digunakan: d. perbandingan antara kinerja nyata

YA

TIDAK


PERTANYAAN dengan standar yang berlaku/SPM? 7. Apakah disajikan uraian hasil analisis akuntabilitas kinerja? 8. Apakah dipaparkan juga keberhasilan, kegagalan, kendala/hambatan dan permasalahan? 9. Apakah dipaparkan juga langkah antisipatif yang akan diambil? 10. Apakah dilaporkan juga alokasi dan realisasi anggaran bagi pelaksanaan tupoksi dan tugas lain? 11. Apakah dilaporkan analisis capaian indikator kinerja efisiensi? Perhatikan rencana kinerja kegiatan (formulir PKK) 1. Perhatikan program dan kegiatan, apakah sesuai dengan jumlah dan kegiatan yang tercantum pada formulir rencana kinerja tahunan (formulir RKT)? 2. Perhatikan indikator kinerja kegiatan, apakah nyambung dengan uraian kegiatannya? 3. perhatikan rencana tingkat capaian (target) dan realisasinya, apakah rumusan keduanya rasional/masuk akal? 4. Perhatikan kolom persentase pencapaian rencana tingkat capaian/target, apakah rasional/masuk akal? Perhatikan pengukuran pencapaian sasaran (formulir PPS) 1. Perhatikan kolom sasaran, apakah sasaran dan jumlahnya sesuai dengan yang tercantum pada formulir RKT? 2. Perhatikan kolom indikator sasaran, apakah indikator setiap sasaran nyambung dengan uraian sasarannya? 3. Perhatikan kolom rencana tingkat capaian (target), apakah rasional/masuk akal? 4. Perhatikan kolom realisasi dan kolom persentase pencapaian rencana tingkat capaian, apakah rasional/masuk akal?

YA

TIDAK

PERHATIKAN BAGIAN PENUTUP 1. Apakah dipaparkan tinjauan umum tentang keberhasilan dan kegagalan? 2. Apakah dipaparkan tinjauan umum tentang permasalahan dan kendala yang dihadapi? 3. Apakah dipaparkan strategi pemecahan masalah yang akan dilaksanakan tahun mendatang? 4. Perhatikan bagian lampiran, apakah lampirannya lengkap?

Dokumen Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Dibandingkan dengan dokumen pertanggungjawaban lainnya, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan pemerintah daerah merupakan dokumen yang sangat otoritatif yang dihasilkan oleh lembaga pemeriksa yang independen dengan pemeriksaan yang berstandar dan dilakukan oleh pemeriksa yang memiliki sertifikat untuk melakukan pemeriksaan. Hal ini yang menjadikan muatan LHP memiliki kedudukan yang sangat kuat dan pengaruh yang sangat besar untuk melakukan perbaikan terhadap pengelolaan keuangan daerah. Keterlibatan masyarakat dalam menganalisis dan mengadvokasi LHP diharapkan bisa meningkatkan daya dukung terhadap upaya perbaikan pengelolaan keuangan daerah. Sebelum lebih jauh melakukan langkah-langkah analisis terhadap materi LHP, pertama kali kita pastikan dokumen LHP yang kita peroleh bisa diyakini kebenarannya atau tidak ada hal-hal yang mencurigakan. Untuk itu perlu dilakukan hal-hal berikut: 1.

Cek kelengkapan dan keabsahan dokumen. Dalam dokumen LHP, biasanya terdapat dokumen:


2.

a.

Surat BPK yang disampaikan kepada Kepala Daerah dan Pimpinan DPRD. Periksa apakah surat tersebut ditandatangani oleh BPK.

b.

Surat Representasi Manajemen dari Kepala Daerah kepada BPK. Periksa apakah surat tersebut di cap dan ditandatangani oleh Kepala Daerah.

c.

Dokumen Neraca. Periksa apakah neraca tersebut di cap dan ditandatangani oleh Kepala Daerah.

d.

Dokumen Laporan Realisasi Anggaran (LRA). Periksa apakah LRA tersebut di cap dan ditandatangani oleh Kepala Daerah.

e.

Dokumen Laporan Arus Kas (LAK). Periksa apakah LAK tersebut di cap dan ditandatangani oleh Kepala Daerah

f.

Dokumen Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Periksa apakah CaLK tersebut di cap dan ditandatangani oleh Kepala Daerah. Kemudian periksa pula kelengkapan seluruh lampirannya.

Periksa penanggalan pada setiap dokumen. Apakah ada yang mencurigakan, misalnya: a. Bandingkan antara tanggal surat BPK kepada DPRD dan Bupati dengan waktu pemeriksaan yang dilakukan BPK. Logikanya waktu pemeriksaan dengan penyerahan LHP kepada DPRD dan Bupati berbeda. Kalau terjadi penganggalan yang sama atau rentang waktu antara pemeriksaan dan pelaporan terlihat janggal, catat sebagai temuan. b.

3.

Bandingkan antara tanggal laporan LHP yang disusun BPK dengan surat representasi dari Kepala Daerah. Logikanya tanggal surat representasi dan tanggal laporan berbeda. Kalau ada kesamaan atau kejanggalan, catat sebagai temuan.

Buat catatan kritis atas temuan-temuan tersebut, misalnya: a. Adakah kemungkinan pemeriksaan yang dilakukan fiktif (tidak terjadi). b.

Buat pernyataan atas kesahihan dokumen LHP yang diperoleh. Misalnya data atau dokumen tidak lengkap, sehingga kualias LHP patut dipertanyakan.

Input Proses

Output

Laporan Hasil Pemeriksaan BPK lengkap dengan lampirannya Peraturan perundangan yang relevan Bandingkan antara LHP dengan peraturan perundangan yang relevan Bandingkan antara dokumen LHP dengan/antar lampiranlampirannya Temuan apabila ada


7. UJI KONSISTENSI ANTAR DOKUMEN PERTANGGUNGJAWABAN

Uji berikutnya adalah uji konsistensi antar dokumen pertanggungjawaban. Uji konsistensi ini menjadi penting untuk mencegah terjadinya ketidaksingkronan pertanggungjawaban. Hal ini karena setiap dokumen memiliki tujuan dan pembaca yang berbeda. Uji ini juga dilakukan untuk mencegah terjadinya potensi adanya penyimpangan laporan dan penyembunyian informasi tertentu dari audiens tertentu.

LPPD

LKPD

APBD

RKPD

Pembanding Yang dibandingkan LKPJ ILPPD LHP

ILPPD

Untuk pembandingan, kita bisa membandingkan sesama dokumen pertanggungjawaban yang berbeda, juga membandingkan dokumen pertanggungjawaban dengan dokumen perencanaan.

X

X X

X

X

X X

X

Pertanyaan pertanyaan yang bisa kita gunakan untuk menguji konsistensi antar dokumen ini antara lain: 

Apa saja program/kegiatan yang dilaporkan dalam dokumen A? Lalu apa saja program/kegiatan yang dilaporkan dalam dokumen B?

Apa saja program/kegiatan yang dilaporkan dalam dokumen A tapi tidak dilaporkan dalam dokumen B? Apa implikasinya? (lokasi, jumlah, nilai, penerima manfaat, dll)

Apa saja program/kegiatan yang dilaporkan dalam dokumen B tapi tidak dilaporkan dalam dokumen A? Apa implikasinya? (lokasi, jumlah, nilai, penerima manfaat, dll)

Untuk program/kegiatan yang dilaporkan dalam kedua dokumen, perhatikan detail masingmasingnya, apakah ada perbedaan? (lokasi, jumlah, nilai, penerima manfaat, dll) Input Proses

Output

Dua dokumen pertanggungjawaban yang akan dibandingkan Bandingkan isi antara kedua dokumen:  Program yang dilaporkan di kedua dokumen dan detailnya  Program yang dilaporkan disalah satu dokumen saja Adanya ketidakonsistenan antara dua dokumen pertanggungjawaban

Perbandingan LKPJ dengan LPPD Seharusnya tidak ada perbedaan mendasar diantara kedua dokumen ini. Dan untuk melihatnya, kita bisa membandingkan hal hal sebagai berikut. Perhatikan kedua dokumen pada:


PERTANYAAN Bagian gambaran umum. Apakah ada perbedaan kondisi gambaran umum yang dilaporkan? Bagian visi, misi, tujuan, sasaran, kondisi yang ingin dicapai di akhir tahun pelaksanaan, serta kebijakan. Apakah ada perbedaan yang dilaporkan? Jika ada, apa saja perbedaannya? BAGIAN PENYELENGGARAAN URUSAN DESENTRALISASI ATAU URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH 1. Apakah ada perbedaan jenis dan jumlah pelaksanaan URUSAN WAJIB yang dilaporkan dalam kedua dokumen tersebut? Jika ada, apa saja yang beda? a. Apa saja urusan/program/kegiatan yang dilaporkan dalam dokumen LKPJ tapi tidak dilaporkan dalam dokumen LPPD? Apa implikasinya? (pelaksana, lokasi, jumlah, nilai, penerima manfaat, waktu pelaksanaan, dll) Kalo ada, catat sebagai temuan. b. Apa saja urusan/program/kegiatan yang dilaporkan dalam dokumen LPPD tapi tidak dilaporkan dalam dokumen LKPJ? Apa implikasinya? (pelaksana, lokasi, jumlah, nilai, penerima manfaat, waktu pelaksanaan, dll). Kalo ada, catat sebagai temuan. 2. Apakah ada perbedaan jenis dan jumlah pelaksanaan URUSAN PILIHAN yang dilaporkan dalam kedua dokumen tersebut? Jika ada, apa saja yang beda? a. Apa saja urusan/program/kegiatan yang dilaporkan dalam dokumen LKPJ tapi tidak dilaporkan dalam dokumen LPPD? Apa implikasinya? (pelaksana, lokasi, jumlah, nilai, penerima manfaat, waktu pelaksanaan, dll). Kalo ada, catat sebagai temuan. b. Apa saja urusan/program/kegiatan yang dilaporkan dalam dokumen LPPD tapi tidak dilaporkan dalam dokumen LKPJ? Apa implikasinya? (pelaksana, lokasi, jumlah, nilai, penerima manfaat, waktu pelaksanaan, dll). Kalo ada, catat sebagai temuan. 3. Perhatikan urusan/program/kegiatan yang sama-sama dilaporkan dalam kedua dokumen tersebut (sesuai di kedua dokumen). Apakah ada perbedaan dalam rinciannya dalam hal SKPD pelaksana, lokasi, alokasi dan realisasi, nilai, penerima manfaat, waktu pelaksanaan, sarana dan prasarana, permasalahan serta usulan solusinya. Kalo ada, catat sebagai temuan. 1. 2.

BAGIAN PENYELENGGARAAN URUSAN TUGAS PEMBANTUAN 1. Untuk setiap tugas pembantuan yang dilaporkan dalam dokumen LKPJ dan dokumen LPPD, apakah ada perbedaan dalam hal instansi pemberi bantuan, program, kegiatan, alokasi dan realisasi? Kalo ada, catat sebagai temuan. 2. Apakah ada perbedaan jenis dan jumlah pelaksanaan URUSAN TUGAS PEMBANTUAN yang dilaporkan dalam kedua dokumen tersebut? Jika ada, apa saja yang beda? a. Apa saja urusan/program/kegiatan yang dilaporkan dalam dokumen LKPJ tapi tidak dilaporkan dalam dokumen LPPD? Apa implikasinya? (pelaksana, lokasi, jumlah, nilai, penerima manfaat, waktu pelaksanaan, dll) Kalo ada, catat sebagai temuan. b. Apa saja urusan/program/kegiatan yang dilaporkan dalam dokumen LPPD tapi tidak dilaporkan dalam dokumen LKPJ? Apa implikasinya? (pelaksana, lokasi, jumlah, nilai, penerima manfaat, waktu pelaksanaan, dll). Kalo ada, catat sebagai temuan. 3. Perhatikan urusan/program/kegiatan yang sama-sama dilaporkan dalam kedua dokumen tersebut (sesuai di kedua dokumen). Apakah ada perbedaan dalam rinciannya dalam hal SKPD pelaksana, lokasi, alokasi dan realisasi, nilai, penerima manfaat, waktu pelaksanaan, sarana dan prasarana, permasalahan serta usulan solusinya. Kalo ada, catat sebagai temuan. BAGIAN PENYELENGGARAAN TUGAS UMUM PEMERINTAHAN 1. Untuk setiap tugas umum pemerintahan yang dilaporkan, apakah ada perbedaan dalam hal kebijakan, kegiatan, serta realisasi pelaksanaan kegiatan, permasalahan serta solusi yang dilakukan? Kalo ada, catat sebagai temuan. 2. Perhatikan detail setiap tugas umum yang sama-sama dilaporkan dalam dokumen LKPJ dan dokumen LPPD, apakah ada perbedaan dalam hal SKPD pelaksana, lokasi, alokasi dan realisasi, nilai, penerima manfaat, waktu pelaksanaan, sarana dan prasarana, permasalahan serta usulan solusinya. Kalo ada, catat sebagai temuan.


Perbandingan LKPJ dengan ILPPD ILPPD seharusnya berupa ringkasan dari LPPD yang disebarkan ke masyarakat. Dan kita tahu seharusnya LKPJ adalah versi laporan LPPD yang diserahkan pada DPRD. Sehingga setidaknya gambaran besar isi dokumen LKPJ dengan ILPPD seharusnya sama. Untuk itu pertanyaan yang kita bisa gunakan untuk menguji pengawasan adalah sebagai berikut. PERTANYAAN 1. Perhatikan paparan pada dokumen ILPPD dan LKPJ, bagian visi, misi, kebijakan, apakah ada perbedaan? Kalo ada, catat sebagai temuan. 2. Perhatikan paparan pada dokumen ILPPD dan LKPJ, bagian program dan kegiatan, apakah ada perbedaan baik dalam hal program maupun jumlahnya? Kalo ada, catat sebagai temuan. 3. Untuk paparan program dan kegiatan yang sama-sama dilaporkan, apakah ada perbedaan dalam hal yang lebih detailnya? Kalo ada, catat sebagai temuan.

Perbandingan LKPJ dengan LKPD Tidak banyak yang bisa dibandingkan dari kedua dokumen yang berbeda penekanannya ini. Namun begitu, sebagai bagian dari pertanggungjawaban pekerjaan yang sama oleh pelaku yang sama, masih tetap ada bagian yang bisa dibandingkan. Bagian tersebut adalah bagian keuangan. Beberapa pertanyaan yang relevan adalah sebagai berikut. PERTANYAAN: Perhatikan bagian realisasi anggaran di dokumen LKPJ (biasanya bab III) dan dokumen LRA PENDAPATAN DAERAH 1. Perhatikan realisasi pendapatan asli daerah dari pajak daerah di kedua dokumen, apakah ada perbedaan? Kalau ada, catat sebagai temuan. 2. Perhatikan realisasi pendapatan asli daerah dari retribusi daerah di kedua dokumen, apakah ada perbedaan? Kalau ada, catat sebagai temuan. 3. Perhatikan realisasi pendapatan asli daerah dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan di kedua dokumen, apakah ada perbedaan? Kalau ada, catat sebagai temuan. 4. Perhatikan realisasi pendapatan asli daerah dari pendapatan asli daerah lainnya di kedua dokumen, apakah ada perbedaan? Kalau ada, catat sebagai temuan. 5. Perhatikan realisasi pendapatan daerah dari dana perimbangan bagi hasil pajak di kedua dokumen, apakah ada perbedaan? Kalau ada, catat sebagai temuan. 6. Perhatikan realisasi pendapatan daerah dari dana perimbangan bagi hasil bukan pajak di kedua dokumen, apakah ada perbedaan? Kalau ada, catat sebagai temuan. 7. Perhatikan realisasi pendapatan daerah dari dana perimbangan dana alokasi umum di kedua dokumen, apakah ada perbedaan? Kalau ada, catat sebagai temuan. 8. Perhatikan realisasi pendapatan daerah dari dana perimbangan dana alokasi khusus di kedua dokumen, apakah ada perbedaan? Kalau ada, catat sebagai temuan. 9. Perhatikan realisasi lain-lain pendapatan daerah yang sah dari dana penyesuaian dan otonomi khusus di kedua dokumen, apakah ada perbedaan? Kalau ada, catat sebagai temuan. 10. Perhatikan realisasi lain-lain pendapatan daerah yang sah dari pendapatan hibah di kedua dokumen, apakah ada perbedaan? Kalau ada, catat sebagai temuan. 11. Perhatikan realisasi lain-lain pendapatan daerah yang sah dari bantuan keuangan propinsi dan daerah lainnya di kedua dokumen, apakah ada perbedaan? Kalau ada, catat sebagai temuan. 12. Perhatikan realisasi lain-lain pendapatan daerah yang sah dari lain-lain penerimaan di kedua dokumen, apakah ada perbedaan? Kalau ada, catat sebagai temuan. BELANJA DAERAH 13. Perhatikan belanja pegawai pada LRA-LKPD. Lalu bandingkan jumlahnya dengan jumlah total belanja pegawai pada LKPJ (pada belanja langsung dan belanja tidak langsung). Apabila ada perbedaan, catat sebagai temuan


PERTANYAAN: Perhatikan bagian realisasi anggaran di dokumen LKPJ (biasanya bab III) dan dokumen LRA 14. Perhatikan belanja subsidi pada LRA-LKPD. Lalu bandingkan jumlahnya dengan jumlah belanja subsidi pada LKPJ (pada belanja tidak langsung). Apabila ada perbedaan, catat sebagai temuan 15. Perhatikan belanja hibah pada LRA-LKPD. Lalu bandingkan jumlahnya dengan jumlah belanja hibah pada LKPJ (pada belanja tidak langsung). Apabila ada perbedaan, catat sebagai temuan 16. Perhatikan belanja bantuan sosial pada LRA-LKPD. Lalu bandingkan jumlahnya dengan jumlah belanja bantuan sosial pada LKPJ (pada belanja tidak langsung). Apabila ada perbedaan, catat sebagai temuan 17. Perhatikan belanja bantuan keuangan (pada daerah) pada LRA-LKPD. Lalu bandingkan jumlahnya dengan belanja bantuan keuangan pada LKPJ (pada belanja tidak langsung). Apabila ada perbedaan, catat sebagai temuan. 18. Perhatikan transfer bagi hasil (pajak, retribusi, lainnya pada daerah) pada LRA-LKPD. Lalu bandingkan jumlahnya dengan jumlah belanja bagi hasil pada LKPJ (pada belanja tidak langsung). Apabila ada perbedaan, catat sebagai temuan. 19. Perhatikan belanja tidak terduga pada LRA-LKPD. Lalu bandingkan jumlahnya dengan jumlah belanja tidak terduga pada LKPJ (pada belanja tidak langsung). Apabila ada perbedaan, catat sebagai temuan. 20. Perhatikan belanja modal pada LRA-LKPD. Lalu bandingkan jumlahnya dengan jumlah belanja modal pada LKPJ (pada belanja langsung). Apabila ada perbedaan, catat sebagai temuan. 21. Perhatikan belanja barang dan jasa pada LRA-LKPD. Lalu bandingkan jumlahnya dengan jumlah belanja barang dan jasa pada LKPJ (pada belanja langsung). Apabila ada perbedaan, catat sebagai temuan. PEMBIAYAAN DAERAH 22. Perhatikan bagian penerimaan pembiayaan daerah dengan rinciannya pada LRA-LKPD dan dokumen LKPJ. Apabila ada perbedaan, catat sebagai temuan. 23. Perhatikan bagian pengeluaran pembiayaan daerah dengan rinciannya pada LRA-LKPD dan dokumen LKPJ. Apabila ada perbedaan, catat sebagai temuan. SILPA 24. Perhatikan SILPA pada LRA-LKPD dan dokumen LKPJ. Apabila ada perbedaan, catat sebagai temuan.

Perbandingan LKPJ dengan APBD Pada dasarnya LKPJ adalah laporan pelaksanaan APBD. Sehingga yang jelas bisa dibandingkan dari kedua dokumen tersebut adalah program dan kegiatan. Untuk bagian keuangan, kita bisa bandingkan dokumen LKPJ, terutama bab III, dengan dokumen APBD, terutama lampiran I. PERTANYAAN: Perhatikan bagian realisasi anggaran di dokumen LKPJ (biasanya bab III) dan dokumen APBD lampiran I PENDAPATAN DAERAH 1. Perhatikan realisasi pendapatan asli daerah dari pajak daerah di kedua dokumen, apakah ada perbedaan? Kalau ada, catat sebagai temuan. 2. Perhatikan realisasi pendapatan asli daerah dari retribusi daerah di kedua dokumen, apakah ada perbedaan? Kalau ada, catat sebagai temuan. 3. Perhatikan realisasi pendapatan asli daerah dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan di kedua dokumen, apakah ada perbedaan? Kalau ada, catat sebagai temuan. 4. Perhatikan realisasi pendapatan asli daerah dari pendapatan asli daerah lainnya di kedua dokumen, apakah ada perbedaan? Kalau ada, catat sebagai temuan. 5. Perhatikan realisasi pendapatan daerah dari dana perimbangan bagi hasil pajak di kedua dokumen, apakah ada perbedaan? Kalau ada, catat sebagai temuan. 6. Perhatikan realisasi pendapatan daerah dari dana perimbangan bagi hasil bukan pajak di kedua dokumen, apakah ada perbedaan? Kalau ada, catat sebagai temuan. 7. Perhatikan realisasi pendapatan daerah dari dana perimbangan dana alokasi umum di kedua dokumen, apakah ada perbedaan? Kalau ada, catat sebagai temuan. 8. Perhatikan realisasi pendapatan daerah dari dana perimbangan dana alokasi khusus di kedua dokumen,


PERTANYAAN: Perhatikan bagian realisasi anggaran di dokumen LKPJ (biasanya bab III) dan dokumen APBD lampiran I apakah ada perbedaan? Kalau ada, catat sebagai temuan. 9. Perhatikan realisasi lain-lain pendapatan daerah yang sah dari dana penyesuaian dan otonomi khusus di kedua dokumen, apakah ada perbedaan? Kalau ada, catat sebagai temuan. 10. Perhatikan realisasi lain-lain pendapatan daerah yang sah dari pendapatan hibah di kedua dokumen, apakah ada perbedaan? Kalau ada, catat sebagai temuan. 11. Perhatikan realisasi lain-lain pendapatan daerah yang sah dari bantuan keuangan propinsi dan daerah lainnya di kedua dokumen, apakah ada perbedaan? Kalau ada, catat sebagai temuan. 12. Perhatikan realisasi lain-lain pendapatan daerah yang sah dari lain-lain penerimaan di kedua dokumen, apakah ada perbedaan? Kalau ada, catat sebagai temuan. BELANJA DAERAH 1. Perhatikan belanja pegawai pada APBD. Lalu bandingkan jumlahnya dengan jumlah total belanja pegawai pada LKPJ (pada belanja langsung dan belanja tidak langsung). Apabila ada perbedaan, catat sebagai temuan 2. Perhatikan belanja subsidi pada APBD. Lalu bandingkan jumlahnya dengan jumlah belanja subsidi pada LKPJ (pada belanja tidak langsung). Apabila ada perbedaan, catat sebagai temuan 3. Perhatikan belanja hibah pada APBD. Lalu bandingkan jumlahnya dengan jumlah belanja hibah pada LKPJ (pada belanja tidak langsung). Apabila ada perbedaan, catat sebagai temuan 4. Perhatikan belanja bantuan sosial pada APBD. Lalu bandingkan jumlahnya dengan jumlah belanja bantuan sosial pada LKPJ (pada belanja tidak langsung). Apabila ada perbedaan, catat sebagai temuan 5. Perhatikan belanja bantuan keuangan (pada daerah) pada APBD. Lalu bandingkan jumlahnya dengan belanja bantuan keuangan pada LKPJ (pada belanja tidak langsung). Apabila ada perbedaan, catat sebagai temuan. 6. Perhatikan transfer bagi hasil (pajak, retribusi, lainnya pada daerah) pada APBD. Lalu bandingkan jumlahnya dengan jumlah belanja bagi hasil pada LKPJ (pada belanja tidak langsung). Apabila ada perbedaan, catat sebagai temuan. 7. Perhatikan belanja tidak terduga pada APBD. Lalu bandingkan jumlahnya dengan jumlah belanja tidak terduga pada LKPJ (pada belanja tidak langsung). Apabila ada perbedaan, catat sebagai temuan. 8. Perhatikan belanja modal pada APBD. Lalu bandingkan jumlahnya dengan jumlah belanja modal pada LKPJ (pada belanja langsung). Apabila ada perbedaan, catat sebagai temuan. 9. Perhatikan belanja barang dan jasa pada APBD. Lalu bandingkan jumlahnya dengan jumlah belanja barang dan jasa pada LKPJ (pada belanja langsung). Apabila ada perbedaan, catat sebagai temuan. PEMBIAYAAN DAERAH 1. Perhatikan bagian penerimaan pembiayaan daerah dengan rinciannya pada APBD dan dokumen LKPJ. Apabila ada perbedaan, catat sebagai temuan. 2. Perhatikan bagian pengeluaran pembiayaan daerah dengan rinciannya pada APBD dan dokumen LKPJ. Apabila ada perbedaan, catat sebagai temuan. SILPA 1. Perhatikan SILPA pada APBD dan dokumen LKPJ. Apabila ada perbedaan, catat sebagai temuan.

Masih pemeriksaan konsistensi dokumen antara LKPJ dengan APBD. Setelah memeriksa substansi dalam hal keuangan, selanjutnya adalah memeriksa konsistensi dalam hal program dan kegiatan. Biasanya yang dibandingkan adalah dokumen LKPJ bab IV dengan APBD lampiran III. Pertanyaan berikut bisa menjadi panduan. PERTANYAAN: Perhatikan bagian realisasi anggaran di dokumen LKPJ (biasanya bab IV) dan dokumen APBD lampiran III 1. Apa saja program/kegiatan yang dilaporkan dalam dokumen LKPJ tapi tidak tercantum dalam rencana belanja dalam dokumen APBD? Apa implikasinya? (jenis, jumlah, nilai, dll). Apabila ada, catat sebagai temuan. 2. Apa saja program/kegiatan yang dilaporkan dalam dokumen LKPJ tapi tidak dilaporkan dalam dokumen APBD? Apa implikasinya? (jenis, jumlah, nilai, dll). Apabila ada, catat sebagai temuan. 3. Untuk program/kegiatan yang dilaporkan dalam kedua dokumen, perhatikan detail masing-masingnya,


PERTANYAAN: Perhatikan bagian realisasi anggaran di dokumen LKPJ (biasanya bab IV) dan dokumen APBD lampiran III apakah ada perbedaan? (jenis, jumlah, nilai, dll). Apabila ada, catat sebagai temuan.

Perbandingan LKPJ dengan RKPD LKPJ adalah pelaksanaan rencana-rencana. Sehingga membandingkan LKPJ dengan RPKD relative lebih mudah. PERHATIKAN: Dokumen LKPJ (bagian II) dengan RKPD (bagian III) 1. Apakah ada perbedaan pernyataan visi dan misi pada dokumen LKPJ dengan dokumen RKPD? Jika ada, catat sebagai temuan. 2. Apakah ada perbedaan pernyataan prioritas pembangunan/tujuan umum serta rincian sasarannya pada dokumen LKPJ dengan dokumen RKPD? Jika ada, catat sebagai temuan. PERHATIKAN: BAGIAN KEUANGAN Dokumen LKPJ (bagian II) dengan RKPD (bagian V) 1. Bandingkan rincian pendapatan daerah pada kedua dokumen. Apakah target pendapatan pada dokumen RKPD dengan realisasinya pada dokumen LKPJ jumlahnya sama? Jika ada perbedaan, catat sebagai temuan. 2. Bandingkan rincian belanja daerah pada kedua dokumen. Apakah rencana belanja pada dokumen RKPD dengan realisasinya pada dokumen LKPJ jumlahnya sama? Jika ada perbedaan, catat sebagai temuan. 3. Bandingkan rincian pengeluaran dan pemasukan pembiayaan daerah pada kedua dokumen. Apakah rencana pengeluaran dan pemasukan pembiayaan pada dokumen RKPD dengan realisasinya pada dokumen LKPJ jumlahnya sama? Jika ada perbedaan, catat sebagai temuan. PERHATIKAN: BAGIAN PROGRAM DAN KEGIATAN Dokumen LKPJ (bagian IV) dengan RKPD (bagian IV) 1. Apa saja program/kegiatan yang dilaporkan dalam dokumen LKPJ tapi tidak tercantum dalam rencana dalam dokumen RKPD? Apa implikasinya? (jenis, jumlah, nilai, dll). Apabila ada, catat sebagai temuan. 2. Apa saja program/kegiatan yang dilaporkan dalam dokumen LKPJ tapi tidak direncanakan dalam dokumen RKPD? Apa implikasinya? (jenis, jumlah, nilai, dll). Apabila ada, catat sebagai temuan. 3. Untuk program/kegiatan yang dilaporkan dalam kedua dokumen, perhatikan detail masing-masingnya, apakah ada perbedaan? (jenis, jumlah, nilai, dll). Apabila ada, catat sebagai temuan.

Perbandingan ILPPD dengan LPPD Sebagai ringkasan dari LPPD, seharusnya ILPPD tidak ada perbedaan dari LPPD. Yang membedakan hanyalah kedalaman laporan tersebut. PERTANYAAN 1. Perhatikan paparan pada dokumen ILPPD dan LPPD, bagian visi, misi, kebijakan, apakah ada perbedaan? Kalo ada, catat sebagai temuan. 2. Perhatikan paparan pada dokumen ILPPD dan LPPD, bagian program dan kegiatan, apakah ada perbedaan baik dalam hal program maupun jumlahnya? Kalo ada, catat sebagai temuan. 3. Apakah ada program/kegiatan yang dilaporkan dalam LPPD tapi tidak dilaporkan dalam ILPPD? Apabila ada, catat sebagai temuan. 4. Apakah ada program/kegiatan yang dilaporkan dalam ILPPD tapi tidak dilaporkan dalam LPPD? Apabila ada, catat sebagai temuan.


Perbandingan ILPPD dengan APBD Sebagai ringkasan dari LPPD, seharusnya program dan kegiatan yang dilaporkan dalam ILPPD sudah dianggarkan dalam APBD. Sehingga pertanyaan berikut bisa menjadi temuan. PERTANYAAN 1. Perhatikan paparan pada dokumen ILPPD bagian program dan kegiatan. Bandingkan dengan lampiran III APBD dalam hal jumlah dan jenis program atau kegiatan. Apakah ada perbedaan baik dalam hal program maupun jumlahnya? Kalo ada, catat sebagai temuan. 2. Apakah ada program/kegiatan yang dilaporkan dalam LPPD tapi tidak tercatat dianggarkan dalam APBD? Apabila ada, catat sebagai temuan. 3. Apakah ada program/kegiatan yang dianggarkan dalam APBD tapi tidak dilaporkan dalam ILPPD? Apabila ada, catat sebagai temuan.

Perbandingan ILPPD dengan RKPD Demikian juga dengan RKPD, semua kegiatan yang dilaporkan di ILPPD seharusnya merupakan implementasi rencana daerah dalam RKPD. PERHATIKAN: Dokumen ILPPD dengan RKPD (bagian III) 1. Apakah ada perbedaan pernyataan visi dan misi pada dokumen ILPPD dengan dokumen RKPD? Jika ada, catat sebagai temuan. 2. Apakah ada perbedaan pernyataan prioritas pembangunan/tujuan umum serta rincian sasarannya pada dokumen ILPPD dengan dokumen RKPD? Jika ada, catat sebagai temuan. PERHATIKAN: BAGIAN PROGRAM DAN KEGIATAN Dokumen ILPPD dengan RKPD (bagian IV) 1. Apa saja program/kegiatan yang dilaporkan dalam dokumen ILPPD tapi tidak tercantum dalam rencana dalam dokumen RKPD? Apa implikasinya? (jenis, jumlah, nilai, dll). Apabila ada, catat sebagai temuan. 2. Apa saja program/kegiatan yang dilaporkan dalam dokumen ILPPD tapi tidak direncanakan dalam dokumen RKPD? Apa implikasinya? (jenis, jumlah, nilai, dll). Apabila ada, catat sebagai temuan. 3. Untuk program/kegiatan yang dilaporkan dalam kedua dokumen, perhatikan detail masing-masingnya, apakah ada perbedaan? (jenis, jumlah, nilai, dll). Apabila ada, catat sebagai temuan.

Perbandingan LHP dengan LKPD Dokumen laporan hasil pemeriksaan BPK yang telah disampaikan kepada DPR/DPRD merupakan dokumen publik yang dapat diakses oleh masyarakat. Hal ini sangat jelas dinyatakan dalam UndangUndang Nomor 15 Tahun 2004 pasal 19 ayat (1) menyatakan laporan hasil pemeriksaan yang telah disampaikan kepada lembaga perwakilan, dinyatakan terbuka untuk umum. Dalam penjelasannya dinyatakan bahwa terbuka untuk umum berarti dapat diperoleh dan/atau diakses oleh masyarakat. Keterbukaan tersebut merupakan bagian dari proses transparansi dan akuntabilitas keuangan negara yang menjadi prinsip dalam pengelolaan keuangan negara. Dokumen LHP yang sudah diserahkan kepada DPRD atau sudah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dapat diakses kepada DPRD ataupun langsung kepada perwakilan BPK yang ada di provinsi.


Analisis konsistensi LHP dilakukan untuk mengetahui sejauhmana kesesuaian data yang disajikan dalam LHP dengan dokumen pertanggungjawaban lainnya. Dokumen yang dijadikan untuk pembanding adalah dokumen LKPD: Data yang dibandingkan adalah data-data yang disajikan dalam Neraca, LRA, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan Daerah yang disajikan dalam LHP dengan dokumen LKPD yang diserahkan kepada BPK atau DPRD. PERHATIKAN 1. Periksa Neraca, apakah ada perbedaan data (struktur, komponen, dan jumlah) yang disajikan dalam LHP dengan LKPD. Jika ada perbedaan data, catatan sebagai temuan. 2. Periksa Laporan Realisasi Anggaran, apakah ada perbedaan data (struktur, komponen, dan jumlah) yang disajikan dalam LHP dengan LKPD. Jika ada perbedaan data, catatan sebagai temuan. 3. Periksa Laporan Arus Kas, apakah ada perbedaan data (struktur, komponen, dan jumlah) yang disajikan dalam LHP dengan LKPD. Jika ada perbedaan data, catatan sebagai temuan. 4. Periksa Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK), apakah ada perbedaan data (struktur, komponen, dan jumlah) yang disajikan dalam LHP dengan LKPD. Jika ada perbedaan data, catatan sebagai temuan. 5. Buat analisa terhadap temuan. LKPD yang diperiksa adalah laporan yang dibuat per 31 Desember. Maka semestinya, LKPD yang diserahkan kepada BPK maupun kepada DPRD memiliki kesamaan data. Jika terdapat perbedaan data antara LKPD yang disajikan dalam LHP dengan LKPD yang diserahkan ke DPRD, maka patut dipertanyakan kebenaran dokumen tersebut. Lebih jauh hal itu bisa mengindikasikan telah terjadi pemalsuan data atau laporan. Selanjutnya, cek dalam kententuan apa sanksi yang diberikan jika terjadi hal seperti itu.


8. UJI PETIK

Uji petik dilakukan untuk memeriksa informasi dari dokumen pertanggungjawaban, baik program maupun keuangan, baik yang belum atau pun yang sudah diperiksa BPK, dengan melihatnya lebih mendalam. Pengkajian ini bisa dilakukan untuk segala jenis kegiatan, baik yang sifatnya fisik atau pun non fisik. Selain itu, uji petik juga bisa dilakukan untuk memeriksa keberadaan asset daerah. Tentu saja kita tidak bisa melakukan pemeriksaan atas semua program/kegiatan yang sifatnya fisik. Disinilah manfaat criteria. Dengan criteria yang telah dibahas sebelumnya, kita bisa menentukan program atau kegiatan mana yang seharusnya kita periksa. Setelah kita memilih/menentukan program atau kegiatan dengan menggunakan criteria tersebut, kita bisa mulai memeriksa satu persatu. Dan untuk memperkuat temuan dari pemeriksaan, ada baiknya kita mempersiapkan diri dengan peralatan dokumentasi, seperti kamera photo atau video (lebih baik yang ada penanggalannya) atau alat rekam untuk merekam kesaksian.

Uji Petik Pelaksanaan Program Dan Kegiatan Program dan kegiatan yang sifatnya fisik relative lebih mudah untuk diperiksa. Kemudian untuk program dan kegiatan yang sifatnya non fisik perlu kejelian lebih. Setelah kita menentukan program atau kegiatan yang akan kita periksa, ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan. 

Persiapan Ada beberapa hal yang harus kita persiapkan sebelum melakukan uji petik. Bila yang akan diuji merupakan program/kegiatan fisik, yang pertama adalah persiapan tenis, seperti alat dokumentasi (kamera photo atau video, perekam suara), alat ukur (meteran, dll), template isian, dll. Persiapan teknis ini sangat penting terkait dengan pengumpulan data yang akan dilakukan. Kemudian yang kedua adalah persiapan langkah kerja, seperti tujuan dan urutan lokasi, urutan pemeriksaan, jenis pemeriksaan, dll. Kemudian, bila yang akan diuji merupakan program/kegiatan non fisik, yang persiapan langkah kerja menjadi yang paling penting. Hal teknis yang perlu dipersiapkan hanyalah alat dokumentasi, baik rekaman video maupun suara. Hal lainnya yang perlu dipersiapkan adalah list wawancara.



Pemeriksaan fisik: kuantitas dan kualitas. Pemeriksaan kuantitas dilakukan dengan melakukan pengukuran terhadap keluaran program/kegiatan fisik. Setiap kali pengukuran dilakukan dokumentasi pencatatan dan pemotretan/perekaman video. Pengukuran kualitas keluaran program/kegiatan fisik tidak bisa dilakukan sembarangan. Ada baiknya untuk pemeriksaan kualitas ini melibatkan insinyur ahli. Bisa juga dengan melibatkan perguruan tinggi yang memiliki laporatorium teknik sipil.


Untuk pemeriksaan program/kegiatan non fisik, pemeriksaan fisik tidak diutamakan. Pemeriksaan fisik, bila relevan, hanya pada bukti dokumen dan tempat pelaksanaan kegiatan nonfisik. Misal spanduk, daftar hadir, dll. Itu pun bila masih ada ditempat. 

Pengumpulan kesaksian: pelaksanaan dan manfaat program/ kegiatan/ proyek Disandingkan dengan bukti-bukti lapangan, kesaksian pihak ketiga bisa lebih kuat dari buktibukti formal/administrative. Untuk itu perlu dicari kesaksian dari penerima manfaat dan saksi lainnya yang berada dekat dengan lokasi program/kegiatan. Kesaksian yang dicari berupa kesaksian mengenai pelaksanaan program/kegiatan dalam hal waktu dan periode pelaksanaan, proses pengerjaan, institusi pelaksana, dll. Kesaksian lainnya yang bisa dicari adalah berupa kesaksian mengenai kemanfaatan program/kegiatan/proyek yang dilaksanakan tersebut. Kemanfaatan ini bisa dibandingkan dengan kebutuhan nyata masyarakat di lapangan. Untuk kegiatan non-fisik, kesaksian penerima manfaat yang tercantum dalam dokumen laporan memiliki posisi yang sangat kuat. Misal, untuk program pelatihan, maka kesaksian penerima manfaat akan sangat kuat.



Analisis: perbandingan temuan lapangan dengan dokumen laporan Analisis dilakukan dengan membandingkan temuan lapangan hasil uji petik dengan laporan yang tercatat dalam dokumen pembanding. Setiap perbedaan yang antara kondisi di lapangan dengan kondisi ysng dilaporkan merupakan temuan yang patut ditindaklanjuti. Selain itu, setiap temuan yang kemudian diperkuat dengan kesaksian akan menjadi temuan yang kuat.



Penyusunan temuan Tahap paling penting dari semua proses ini adalah penyusunan temuan. Setiap catatan temuan harus kembali diyakinkan bahwa semua buktinya dapat dilampirkan. Tanpa adanya bukti yang memadai, temuan tersebut tidak akan bisa ditindaklanjuti oleh instansi manapun. Input

Proses Output

Masukan dari masyarakat atau temuan dari analisis konsistensi Hasil pemilihan (menggunakan pertimbangan sebelumnya) Dokumen pertanggungjawaban yang akan diuji petik Pemotretan, pendokumentasian, pengukuran, wawancara dan pengumpulan kesaksian Temuan atau tidak ada temuan.

Uji Petik Terhadap Pelaksanaan Rekomendasi BPK LHP BPK memuat berbagai rekomendasi yang ditujukan kepada Kepala Daerah untuk memperbaiki sistem dan perilaku pengeloaan keuangan daerah. Rekomendasi BPK biasanya sangat spesifik berdasarkan kasus yang ditemukan dalam pemeriksaan. Uji petik terhadap pelaksanaan rekomendasi BPK dilakukan untuk mengetahui sejauhmana rekomendasi BPK tersebut dilaksanakan oleh Kepala Daerah. Untuk melakukan uji petik tersebut, berikut langkah-langkah yang harus dilakukan:


1.

Identifikasi dan rekapitulasi seluruh rekomendasi yang tercatat dalam LHP.

2.

Pilih salahsatu atau beberapa rekomendasi berdasarkan pertimbangan, misalnya:

3.

a.

Adanya indikasi kerugian negara yang cukup signifikan.

b.

Terkait langsung dengan kebutuhan masyarakat.

c.

Temuan kasus tersebut sudah menjadi perhatian publik.

d.

Memiliki potensi dampak perubahan yang siginifikan, misalnya kasus yang melibatkan kepala daerah atau pejabat penting di daerah.

Setelah menentukan rekomendasi yang akan diuji petik, selanjutnya lakukan langkah-langkah berikut: a.

Persiapan; Dalam persiapan, yang sangat penting dilakukan adalah memastikan pihak-pihak yang terkait dengan rekomendasi tersebut mengetahui rencana uji petik yang akan dilakukan dengan menyampaikan secara tertulis rencana tersebut. Dengan pemberitahuan ini, pihak-pihak terkait akan menyadari bahwa mereka sedang diawasi. Susun daftar pertanyaan yang terkait dengan rekomendasi tersebut, misalnya apakah rekomendasi BPK mengenai temuan itu sudah dilakukan? Apa buktinya bahwa rekomendasi tersebut sudah dilakukan?

b.

Pelaksanaan; Pelaksanaan uji petik dapat dilakukan dengan cara mengunjungi pihak-pihak yang harus menjalankan rekomendasi. Untuk menambah keyakinan terhadap informasi yang diberikan, mintakan semua bukti yang terkait dengan semua pernyataan yang disampaikan. Selain itu, jika ada pihak ketiga yang terkait dengan rekomendasi tersebut, lakukan juga konfirmasi kepada pihak ketiga tesebut.

Input

Proses Output

LHP BPK lengkap dengan rekomendasinya Rekomendasi yang akan diujipetik (telah dipilih dengan menggunakan pertimbangan diatas) Pemotretan, pendokumentasian, pengukuran, wawancara dan pengumpulan kesaksian Rekomendasi yang sudah atau yang belum dilaksanakan

Uji Petik Keberadaan Dan Kondisi Aset Fisik Daerah Ada berbagai jenis asset fisik daerah. Daftar asset tersebut bisa dilihat pada LKPD. Sebagai bagian dari pengawasan, kita bisa mengawasi keberadaan asset yang dipertanggungjawabkan. Untuk itu kita bisa melakukan uji petik asset. Langkah pertama yang kita lakukan adalah memilih asset yang akan kita periksa. Kita bisa memilih asset yang paling dekat lokasinya. Yang bisa periksa yaitu keberadaan dan kondisi asset fisik tersebut. Beberapa pertanyaan yang bisa kita gunakan diantaranya: 

Apakah asset yang dimaksud benar benar ada?



Bagaimana kondisinya? Apakah sebagaimana dilaporkan?




Bagaimana status kepemilikannya? Apakah masih tetap mililk pemda atau ada pihak lain yang mengklaim?



Bagaimana penggunaannya? Apakah masih sesuai peruntukannya? Apakah ada penggunaan lain yang tidak sesuai dengan yang dilaporkan? Input

Proses Output

Daftar asset yang tercantum dalam LHP Objek asset yang akan diujipetik (telah dipilih melalui pertimbangan tadi) Pemotretan, pendokumentasian, pengukuran, wawancara dan pengumpulan kesaksian Status asset dan kondisinya


9. PENYUSUNAN DRAFT TEMUAN

Penyusunan draft temuan merupakan tahap yang penting untuk memastikan seluruh hasil pengawasan terdokumentasikan dengan baik dan disajikan dalam format yang sederhana dan mudah dipahami. Seperti terlihat dalam skema di bawah, hasil kegiatan pengawasan masyarakat yang diharapkan melalui panduan ini berdasarkan metode yang digunakan terdapat dua jenis hasil pengawasan yaitu hasil uji konsistensi dokumen dan hasil uji petik lapangan. Gambar 3. Skema Hasil Pengawasan Masyarakat Hasil Pengawasan

Hasil Uji Konsistensi Dokumen

Hasil Uji Petik Lapangan

Daftar Temuan Inkonsistensi & Pelanggaran

Sanksi Administratif

Sanksi Ganti Kerugian

Sanksi Pidana

Untuk memudahkan proses tindaklanjut hasil pengawasan, maka hasil pengawasan berupa temuantemuan kasus inkonsistensi dan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan disusun dalam sebuah daftar temuan pengawasan. Input Proses

Output

Rekapitulasi temuan Pengelompokan temuan berdasarkan kesalahan: ketidaksesuaian dengan perundangan, ketidakkonsistenan antar dokumen, hasil uji petik Pengelompokan temuan berdasarkan jenis pelanggaran: kesalahan administrative, indikasi korupsi Pengelompokan temuan berdasarkan tujuan penyampaian hasil temuan Draft temuan yang terstruktur

Untuk dapat mengisi daftar temuan tersebut, maka lakukan langkah-langkah berikut: 1. Identifikasi dan muat dalam daftar kasus apa saja yang berhasil ditemukan dalam kegiatan pengawasan.


2. Sebutkan jenis pelanggarannya apakah berupa inkonsistensi antar dokumen atau pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan. 3. Untuk kasus pelanggaran terhadap perundang-undangan, sebutkan secara rinci aturan apa yang dilanggar. 4. Identifikasi sanksi untuk setiap pelanggaran dan sebutkan dengan jelas apakah sanksinya berupa sanksi administratif, sanksi ganti rugi, atau sanksi pidana. 5. Identifikasi pihak-pihak yang bertanggungjawab memberikan sanksi atau menindaklanjuti kasus pelanggaran. Saksi administratif oleh Kepala Daerah, sanksi ganti rugi oleh BPK, dan sanksi pidana oleh aparat penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan, KPK). 6. Bukti yang valid dari sebuah temuan kasus sangat penting. Bukti fisik seperti foto adalah bukti yang sangat kuat. Untuk itu, catat setiap bukti yang ada dan muat dalam format lembar bukti terpisah yang tidak terpisahkan dari daftar temuan pengawasan. Tabel. Daftar Temuan Pengawasan

No.

Kasus Temuan

Jenis Pelanggaran

Aturan Yang Dilanggar

Sanksi

Pihak Yang Bertanggung jawab Memberikan Sanksi/Menindaklanjuti

Bukti-Bukti Yang Tersedia

Tabel. Format Lembar Bukti Temuan Pengawasan Kasus Yang Ditemukan Jenis bukti Jumlah bukti Sumber bukti Tanggal/waktu bukti

: : : : :

[Sebutkan nama kasus] [Sebutkan jenis bukti, misalnya foto atau rekaman] [sebutkan jumlah bukti yang tersedia] [sebutkan sumber bukti, darimana bukti tersebut diperoleh] [sebutkan kapan tanggal dan waktu bukti tersebut dibuat atau didapatkan]


10. PENYUSUNAN REKOMENDASI

Produk dari pengawasan adalah sebuah laporan hasil pengawasan yang salah satu komponen yang terpenting adalah rekomendasi atas temuan yang dituangkan dalam laporan. Temuan pengawasan dijadikan sebagai acuan utama dalam menyusun rekomendasi dengan terlebih dahulu mengetahui dengan jelas apa akibat dan sebab terdapatnya suatu temuan. Rekomendasi, selanjutnya disusun dengan tujuan agar penyebab timbulnya temuan dapat diidentifikasi dan diberikan solusi rekomendasi agar tidak terjadi lagi di masa yang akan datang. Pada saat yang sama, akibat dari temuan yang diperoleh pada waktu pengawasan juga harus dapat diidentifikasikan dengan tepat sehingga dapat diketahui akibat dari temuan tersebut dan dapat direkomendasikan agar dampaknya diperkecil. Sehingga, rekomendasi yang efektif adalah yang dapat menghindari terulangnya temuan dan pada saat yang sama dapat meminimalisasi dampak akibat temuan tersebut. Penyusunan Rekomendasi dari temuan hasil pengawasan masyarakat merupakan tahapan yang dilakukan setelah tahap penyusunan draft temuan hasil analisis uji konsistensi dan uji petik dan/atau tahap penilaian kinerja selesai dilaksanakan oleh Tim Kerja Masyarakat. Rekomendasi yang telah didefinisikan berdasarkan hasil analisis masyarakat selanjutnya dapat diserahkan kepada aparat pemeriksa (inspektorat kabupaten/kota/provinsi, BPKP, atau BPK) ataupun kepada lembaga hukum dan peradilan (KPK, kepolisian dan kejaksaan) tergantung dari jenis temuannya. Untuk membantu mengarahkan proses pengaduan/pelaporan hasil pengawasan, berikut ini adalah daftar lembaga beserta jenis aduan/laporan yang akan diterima dan ditindaklanjuti langsung oleh yang bersangkutan: Lembaga

Jenis Temuan/Aduan/Laporan

Inspektorat kabupaten/kota

Kegiatan yang diperiksa/diawasi skala kabupaten/kota, dibiayai oleh APBD, temuannya bersifat administratif (kesalahan pencataan dalam pelaporan, ketidakpatuhan terhadap kebijakan, dll)

Inspektorat provinsi

Kegiatan yang diperiksa/diawasi skala provinsi, dibiayai oleh APBD Provinsi, temuannya bersifat administratif (kesalahan pencataan dalam pelaporan, ketidakpatuhan terhadap kebijakan, dll)

BPKP Perwakilan/Pusat

Kegiatan yang didanai APBN tetapi dilaksanakan di daerah, temuannya bersifat administratif (kesalahan pencataan dalam pelaporan, ketidakpatuhan terhadap kebijakan, dll), terdapat indikasi tindak pidana korupsi dengan nilai di bawah Rp. 1 milyar rupiah

BPK Perwakilan/Pusat

Kegiatan yang didanai APBN/APBD yang dilaksanakan di daerah, temuannya bersifat administratif (kesalahan pencataan dalam pelaporan, ketidakpatuhan terhadap kebijakan, dll), terdapat indikasi tindak pidana korupsi dengan nilai di bawah Rp. 1 milyar

KPK

Kegiatan yang didanai APBN/APBD yang dilaksanakan di daerah, temuannya terindikasi adanya tindak pidana korupsi dengan nilai di atas Rp. 1 milyar

Kepolisian (polsek, polres, polda) Bagian

Kegiatan yang didanai APBN/APBD yang dilaksanakan di daerah,


tindak Pidana Korupsi

temuannya terindikasi adanya tindak pidana korupsi

Kejaksaan negeri/tinggi Bagian Tindak Pidana Korupsi atau Perdata

Kegiatan yang didanai APBN/APBD yang dilaksanakan di daerah, temuannya terindikasi adanya tindak pidana korupsi atau perdata

Input Proses

Output

Draft temuan yang terstruktur Penyusunan rekomendasi: perbaikan atas kesalahan, mengurangi dampak dari kesalahan, mencegah kesalahan tidak terulang. Pengelompokan temuan berdasarkan tujuan penyampaian hasil temuan. Rekomendasi dan tujuannya


11. TINDAK LANJUT REKOMENDASI

Pada prinsipnya, semua Rekomendasi atas temuan yang tertuang dalam Laporan Hasil Pengawasan Masyarakat dapat dilaporkan pada lembaga pemeriksa maupun lembaga hukum dan peradilan. Temuan hasil analisis masyarakat selanjutnya dapat diserahkan kepada aparat pemeriksa (inspektorat kabupaten/kota/provinsi, BPKP, atau BPK) ataupun kepada lembaga hukum dan peradilan (KPK, kepolisian dan kejaksaan) tergantung dari jenis temuannya. Namun demikian, untuk mempersingkat proses tindak lanjut, sebaiknya temuan tersebut diberikan secara tepat kepada lembaga-lembaga yang memang secara spesifik memilki kesesuaian fokus kerja dengan jenis temuan yang akan dilaporkan. Dari penyampaian ini diharapkan akan ada kegiatan tindak lanjut dari Inspektorat, BPKP, BPK, KPK, DPRD atau aparat hukum untuk melakukan investigasi lanjutan berdasarkan hasil temuan pengawasan masyarakat. Misalnya, dilaksanakannya audit investigatif oleh Inspektorat, BPKP, BPK, KPK atau DPRD atau aparat hukum atas hasil temuan pengawasan masyarakat. Atau juga munculnya upaya-upaya penyelesaian masalah oleh para pengambil kebijakan di daerah atas hasil temuan pengawasan masyarakat. Gambar 4. Skema Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan HASIL TEMUAN

GELAR TEMUAN

PELAPORAN

APBD PROVINSI

APBN

APBD KAB/ KOTA

INDIKASI KORUPSI

ADMINISTRA SI

PERDATA

INSPEKTORA T PROVINSI BPK

KEJAKSAAN

INSPEKTORA T KAB/KOTA

BPKP

KPK

KEPOLISIAN


Ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk menindaklanjuti rekomendasi atas temuan hasil pengawasan yang telah dilakukan masyarakat.   

Melaksanakan gelar temuan dengan mengundang media, dengan mempertemuan masyarakat dan penyelenggaran pemerintahan daerah Melaporkan hasil temuan pengawasan masyarakat ke Inspektorat, BPKP, BPK, KPK atau DPRD Terkait dengan penyampaian aduan/laporan ke lembaga pemeriksa ataupun lembaga peradilan, perlu difikirkan dengan matang strateginya, apakah akan disampaikan secara terbuka (diliput atau dipublikasikan melalui media massa) atau secara tertutup (diam-diam). Pilihan strategi ini tentunya didasarkan pada pertimbangan yang matang terhadap kesiapan menghadapi resiko yang mungkin akan dihadapi oleh pelapor. Jika pelaporan ini dibuka ke publik, akan menghadapi resiko menghadapi ancaman intimidasi dari pihak-pihak yang merasa dirugikan. Tetapi keuntungannya, dapat memberikan pembelajaran kepada publik. Sedangkan apabila pelaporan ini dilakukan secara diam-diam, tentunya si pelaporan akan dijamin keamanannya. Namun, kerugiannya tidak ada dampak pembelajaran kepada publik.

Gelar Temuan Berbekal draft hasil temuan pengawasan masyarakat dan hasil penilaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah, masyarakat dapat melaksanakan Gelar Temuan. Gelar Temuan dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut: Persiapan Sebelum dilakukan acara Gelar temuan, perlu dipersiapkan hal-hal sebagai berikut: -

Menetapkan pihak-pihak yang akan diundang; Untuk menetapkan pihak mana saja yang akan diundang perlu dilakukan analisis terhadap pihakpihak terkait dengan temuan yang akan dibahas. Analisis tersebut untuk memetakan pihak mana saja yang akan mendukung temuan yang akan dipaparkan, mana yang akan resisten/menolak, dan bagaimana relasi di antara aktor-aktor tersebut. Pihak-pihak yang diundang selayaknya mewakili berbagai unsur, diantaranya: perwakilan masyarakat penerima manfaat/dampak dari kegiatan, pemerintah daerah (bupati, kepala Bappeda, kepala SKPD terkait, inspektorat daerah), kepolisian, kejaksaan, tokoh-tokoh masyarakat, media massa, konsultan/kontraktor pelaksana kegiatan, dll.

-

Menetapkan alur acara Gelar Temuan;

-

Menetapkan fasilitator acara;

-

Menetapkan petugas dokumentasi selama acara Gelar Temuan berlangsung;

-

Mempersiapkan materi yang akan disampaikan termasuk menetapkan petugas yang akan mempresentasikannya;

-

Mempersiapkan hal-hal teknis lainnya, seperti: tempat, sound system, penyebaran undangan, dll

Pelaksanaan Secara umum, alur pelaksanaan Gelar Temuan dapat diselenggarakan seperti bagan di bawah ini:


Gambar 4. Alur Perlaksanaan Gelar Temuan

SambutanSambutan

Pemaparan Hasil Temuan

Diskusi & Klarifikasi Hasil Temuan dari Pihak Terkait

Penutupan

Pembacaan Kesimpulan Gelar Temuan

Diskusi Penyelesaian Masalah & Tindak Lanjut

Pembukaan

Rekaman Rekaman proses proses

Pemantauan Kesepakatan Tindak Lanjut Kesepakatan tindak lanjut yang dihasilkan pada acara Gelar Temuan, sepatutnya dipantau oleh masyarakat. Proses pemantauan yang bisa dilakukan adalah dengan menanyakan secara berkala dan terus menerus kepada pihak-pihak yang berkomitmen untuk menindaklanjuti temuan tersebut.

Melaporkan Hasil Temuan ke Instansi relevan Berbekal draft hasil temuan pengawasan masyarakat atas pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan daerah, masyarakat dapat melaporkan hal tersebut kepada instansi terkait. Seperti misalnya lembaga pemeriksa (Inspektorat, BPKP, BPK,), lembaga perwakilan (DPRD), atau aparat penegak hukum dan peradilan (KPK, kejaksaan dan kepolisian). Pemilihan instansi disesuaikan dengan jenis temuannya (lihat paparan sebelumnya). Pelaporan hasil temuan tersebut dapat dilaksanakan dengan prosedur sebagai berikut: 

Mencari alamat dan prosedur pengaduan/pelaporan dan contact person di lembaga-lembaga tersebut;

Mengirimkan surat pelaporan/pengaduan dilampiri dokumen hasil temuan dan penilaian ke Inspektorat, BPKP, BPK atau KPK, DPRD , kejaksaan atau kepolisian;

Mendatangi lembaga-lembaga tersebut untuk memastikan apakah laporan/aduan sudah diterima;

Menemui dan mendiskusikan secara langsung hasil temuan dan penilaian dengan pejabat/aparat penyidik di Inspektorat, BPKP, BPK atau KPK ataupun anggota DPRD;

Menanyakan dan memantau kapan laporan/aduan akan ditindaklanjuti;

Memantau tindak lanjut lembaga-lembaga tersebut terhadap laporan/aduan yang telah disampaikan;


Saran singkat Selain langkah langkah diatas, mungkin saran berikut ini bisa bermanfaat  Sebaiknya ketika mengirimkan surat pelaporan/pengaduan, ditujukan tidak hanya kepada satu lembaga saja, tetapi ditujukan setidaknya kepada tiga lembaga berbeda  Pelaporan/pengaduan sebaiknya disertai dengan bukti yang akurat dan up to date  Pelaporan/pengaduan yang akan ditindaklanjuti adalah yang disertai bukti kuat berupa bukti fisik (foto, dokumen, rekaman video/audio, dll).  Lembaga pemeriksa/peradilan biasanya akan cepat menindaklanjuti apabila temuan tersebut sudah menjadi wacana publik di media massa.


BAGIAN KEDUA. WAJIB ANDA KETAHUI! Bagian ini berisi paparan ringkas pengetahuan umum yang memberikan dasar pemahaman tentang pengawasan sebelum lanjut pada langkah-langkah dan penjelasan mengenai proses pengelolaan, penatausahaan dan pertanggung jawaban keuangan serta pengawasan dan permeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan daerah. Bab pertama, pembaca akan diperkenalkan pada konsep-konsep dasar terkait pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan hal lainnya yang mendasari pentingnya pengawasan masyarakat. Pemahaman ini akan didasarkan pada teori dan kerangka normatif. Bab kedua, pembaca akan diperkenalkan posisi dan peluang-peluang keterlibatan masyarakat dalam melakukan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Bab ketiga menjelaskan proses pengelolaan keuangan daerah. Adapun bab keempat memaparkan proses pengawasan dan pemeriksaan keuangan serta kinerja pemerintahan daerah.


1. PENGERTIAN DASAR PENGAWASAN Pemerintah saat ini terus didesak untuk lebih akuntabel dan bertanggung jawab secara sosial. Pada saat yang bersamaan, warga pun semakin mengerti mengenai haknya untuk selalu mendapatkan informasi dan mempengaruhi proses pembuatan kebijakan. Atas kondisi ini, pemeriksaan menjadi salah satu pilihan untuk menilai pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah. Setiap tahun, pemerintah daerah diperiksa pengelolaan keuangan daerahnya oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dari pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh BPK, ternyata pemerintah daerah masih banyak yang bermasalah dalam mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah. Hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah/LKPD oleh BPK pada Tahun 2009 menunjukan bahwa hanya 4% dari total LKPD yang mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian/WTP. Sementara opini Tidak Memberikan Pernyataan/TMP (disclaimer) mencapai 13% dari total LKPD yang diperiksa. Keadaan tersebut tentu saja memprihatinkan. Pada saat yang sama sedikit aktor sosial (kelompok masyarakat sipil) yang memperhatikan akuntabilitas keuangan daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini terlihat dari sedikitnya aktor sosial yang memperhatikan hasil pemeriksaan BPK atas pengelolaan keuangan daerah. Karena peran masyarakat (aktor sosial) dipercaya dapat memberikan dampak positif pada penyelenggaraan pemerintahan, maka peran masyarakat dalam pengawasan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan sangat diperlukan. Mengingat minimnya pemahaman peran pengawasan yang dimiliki oleh masyarakat, maka diperlukan upaya untuk mendorong masyarakat berpartisipasi dalam pengawasan tersebut. Salah satu upaya tersebut dengan menyusun buku panduan ini. Menurut Peraturan Pemerintah No.79 tahun 2005, Pasal 1 angka 4, pengawasan adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar Pemerintahan Daerah berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundangundangan. Sementara arti harfiahnya, pengawasan (oversight) adalah proses mengamaati dengan hati-hati dan bertanggung jawab. Dalam Kamus besar bahasa Indonesia, pengawasan diartikan sebagai penilikan dan penjagaan, atau penilikan dan pengarahan kebijakan. Perlu ditegaskan lagi, dalam buku ini, pengawasan difokuskan pada pengawasan pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan daerah.

A. Tujuan dan Manfaat Tujuan pengawasan pertanggungjawaban pemerintah oleh masyarakat adalah untuk memastikan akuntabilitas keuangan dan kinerja sebuah institusi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pengawasan yang dilakukan terhadap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan mencakup kebijakan pemerintahan dalam penggunaan berbagai sumber daya untuk mencapai tujuan penyelenggaraan pemerintahan secara tertib, taat peraturan perundang-undangan, ekonomis, efisien dan efektif.

B. Dasar Hukum Pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam beberapa produk hukum. Terkait dengan pengawasan terhadap pertanggungjawaban oleh masyarakat, terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan dasar bagi kegiatan pengawasan terhadap penyelenggara pemerintahan, yakni:


Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara Undang-undang ini mengatur secara lebih spesifik mengenai pengelolaan keuangan negara, mulai dari tingkat pusat sampai tingkat daerah dan mulai dari perencanaan, penguasaan, penggunaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban. Dalam undang undang ini fungsi pengawasan anggaran diperjelas lagi. Pengawasan keuangan merupakan bagian dari pengelolaan keuangan negara (Penjelasan Pasal 3 ayat (1)). Dari sisi fungsi pengawasan ini, anggaran menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan (Pasal 3 ayat (4)).

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara Undang undang ini secara spesifik mengatur perbendaharaan negara. Tidak banyak pengaturan mengenai pengawasan. Hanya penegasan kepada menteri (Pasal 4 ayat (2) huruf i), kepala SKPD (Pasal 6 ayat (2) huruf g) dan kepala SKPKD (Pasal 43 ayat 2) bahwa salah satu tugas mereka adalah melakukan pengawasan pengelolaan keuangan yang menjadi tanggung jawabnya.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Undang-undang ini secara spesifik mengatur pemeriksaan keuangan negara. Undang undang ini menegaskan siapa yang bertanggung jawab atas keuangan negara, bagaimana proses pertanggungjawabannya, apa saja jenis pemeriksaan, serta peran pemeriksa internal dan eksternal dalam pengelolaan keuangan negara. Dalam undang undang ini, BPK diberi kewenangan khusus yang kuat dalam pemeriksaaan. Dalam undang undang ini juga ditetapkan berbagai sanksi hukum atas temuan pelanggaran dalam pengelolaan keuangan negara.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menurut UU32/2004 ini, pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan dalam undang-undang ini merupakan bagian dari pembinaan untuk mencapai tujuan otonomi daerah. Disini, pengawasan tidak diatur sampai detail. Dalam undang undang ini hanya ditegaskan stakeholder pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah dan peranannya. Menurut undang undang ini, pelaksana pengawasan adalah kepala daerah (Pasal 38 ayat (1) huruf a, dan c), wakil kepala daerah (Pasal 26 ayat (1) huruf b, c, dan d), DPRD (Pasal 41; Pasal 42 ayat (1) huruf c), dan Pejabat perangkat daerah (Pasal 156 ayat (2)).

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Undang-Undang ini mengatur bahwa pemeriksaan pengelolaan keuangan negara adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang merupakan lembaga tinggi negara yang terlepas dari pengaruh kekuasaan manapun. Keberadaan BPK dimaksudkan agar pengawasan terhadap keuangan negara dapat berjalan secara objektif dan konsekuen. Dalam menjalankan fungsinya, BPK dapat menjalin kerja sama dengan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dengan maksud agar terwujud suatu penilaian yang obyektif, sehingga hasil pemeriksaannya dapat diterima oleh semua pihak.

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi


PP ini mengatur hak dan tanggung jawab masyarakat dalam pencegahan korupsi. Hal ini sesuai dengan prinsip keterbukaan dalam negara demokrasi yang memberikan hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif. Dalam PP ini juga memaparkan persyaratan bentuk dan kelengkapan laporan masyarakat (Pasal 3 ayat (1)). 

Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah PP ini memfokuskan pengawasan sebagai bagian dari pengelolaan keuangan daerah (Pasal 1 angka 6; Pasal 3 huruf p). Dalam PP ini juga diatur mengenai kementrian dalam negeri (Pasal 129), DPRD (Pasal 132), Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang daerah (Pasal 10 huruf k), dan BPK (Pasal 135) sebagai pengawas. Kemudian, diatur juga fungsi dokumen APBD (Pasal 16 angka 3) dan RKPD (Pasal 33 angka 1) sebagai alat pengawasan.

Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 Tentang Pedoman Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Menurut PP ini, pengawasan (Pasal 1 angka 4) adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar Pemerintahan Daerah berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundangundangan. Tidak seperti pendahulunya, PP 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan Dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, PP 79 tahun 2005 ini tidak menyebutkan jenis pengawasan represif. Terlebih lagi, PP79/2005 ini telah mereduksi beberapa bagian terkait dengan keterlibatan masyarakat dalam pengawasan yang sebelumnya ada di PP nomor 20 Tahun 2001. Dalam peraturan pemerintah ini pengawasan pada kebijakan yang telah ditetapkan, berupa peraturan daerah dan peraturan kepala daerah, tetap menjadi fokus utama. Dalam PP ini dijelaskan pelaku pengawasan dan tata hubungan diantara pelaku. Seperti peraturan perundangan sebelumnya, PP ini tidak mengatur atau membuka peluang bagi keterlibatan masyarakat dalam pengawasan. Namun begitu, dibagian penjelasan disebutkan bahwa peran serta masyarakat diperlukan sebagai wujud peran serta dan control sosial.

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan Dan Kinerja Instansi Pemerintah PP ini merupakan peraturan pemerintah yang memberikan penjelasan spesifik mengenai pelaporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah. Secara spesifik, PP ini juga mendefinisikan jenis jenis laporan tersebut, mulai dari apa substansi kedua laporan tersebut, siapa yang bertanggung jawab, waktu pelaporan, dan lain sebagainya.

Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat PP ini secara spesifik mengatur laporan pemerintah yang terdiri dari LPPD, LKPJ, dan ILPPD. Laporan ini diatur mulai dari isinya, prosedurnya, stakeholdernya, dll. Khusus untuk masyarakat, PP ini menegaskan bahwa pemerintah harus memberikan ILPPD pada masyarakat (Pasal 27).

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. PP ini mengatur bagaimana evaluasi penyelenggaraan pemerintah daerah dilakukan. Di dalamnya terdapat penjelasan mengenai pelaku evaluasi, sumber informasi, jenis dokumen, dan lain sebagainya. Satu satunya peluang masyarakat untuk terlibat dalam evaluasi ini adalah sebagai pemberi informasi tambahan Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah/EKPPD dan pemberi tanggapan LPPD (Pasal 16 ayat (2) huruf i)


C. Permasalahan Berdasarkan peraturan perundangan yang disebut di atas, ada permasalahan mendasar terkait dengan pelaku pengawasan. Di hampir seluruh peraturan perundangan tersebut dapat dikenali bahwa peran masyarakat sangat terbatas. Masyarakat hanya diberi peluang untuk memberi masukan tidak langsung melalui DPRD atau institusi lainnya, tanpa ada jaminan bahwa masukan merekaakan mendapatkan respon atau tindak lanjut. Akibatnya peran serta masyarakat menjadi minimum karena pemerintah daerah tidak pernah merasa memiliki mitra pengawasan yang independen. Indikasi dari minimnya peranserta masyarakat dalam pengawasan diantaranya adalah ketidaktahuan masyarakat terhadap hasil penilaian yang dilakukan oleh BPK. Sementara itu, kita dihadapkan juga pada kenyataan bahwa fungsi pengawasan formal sebagaimana diatur perundangan tersebut masih belum berjalan sesesuai dengan harapan masyarakat. Fungsi pengawasan internal dan eksternal tidak mampu memberikan perbaikan yang memadai terhadap praktek pengelolaan kebijakan public yang transparan, akuntable, efisien dan efektif. Hal ini bisa kita lihat dari indikator tingginya angka korupsi dan opini Wajar Dengan Pengecualian, bahkan Disclaimer laporan keuangan. Di sisi lain, pengawas internal dan eksternal tidak mudah melakukan pengawasan karena ada keterkaitan dalam hal sumberdaya dengan pihak yang diawasi. Misalnya, pengawasan internal oleh inspektorat yang menilai SKPD. Bila penilaian inspektorat terhadap SKPD jelek, maka kepala daerah yang notabene adalah atasan inspektorat daerah, yang akan terkena dampaknya. Kemudian, pengawas dari eksternal, dalam hal ini BPK juga memiliki keterbatasan dalam hal jumlah pengawas dan waktu yang tersedia. Dengan keterbatasan tersebut, sulit bagi pengawas eksternal untuk bekerja dengan baik. Dengan kondisi seperti ini peran pengawasan oleh masyarakat menjadi amat penting. Pengawasan masyarakat menjadi pelengkap dari pengawasan yang dilakukan oleh pihak internal maupun eksternal. Namun tantangan agar masyarakat bisa berkontribusi dalam pengawasan adalah rendahnya kapasitas dalam hal teknis maupun non teknis/isu-isu aktual pengawasan.


2. PELUANG KETERLIBATAN MASYARAKAT Siapa saja yang dapat mengawasi penyelenggaraan urusan publik? Peraturan perundangan yang berlaku hanya memberikan sedikit ruang bagi keterlibatan masyarakat. Tapi peraturan perundangan lain yang lebih luas telah memberikan peluang bagi partisipasi masyarakat. Pada prinsipnya semua stakeholder public diperbolehkan untuk mengawasi. Secara teoritis, partisipasi masyarakat dalam pengawasan memang sangat diperlukan.

A. Posisi Masyarakat dalam Pengawasan Dari peraturan perundangan yang telah dibahas sebelumnya, ruang gerak masyarakat dalam pengawasan cukup sempit. Namun secara konseptual, ruang gerak masyarakat tidak akan bisa dibatasi. Proses demokrasi di negara ini telah memberikan ruang bagi masyarakat untuk menentukan pada siapa mandatnya akan diberikan. Rakyat adalah pemberi mandate pada pemerintah untuk melayani rakyatnya. Melalui konstitusi, rakyat juga telah mengamanatkan pada pemerintah untuk mengelola dan mengalokasikan sumber daya negeri ini untuk digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Apalagi ketika menempatkan masyarakat sebagai pembayar pajak, yang berhak untuk mengetahui penggunaan pajak mereka. Rakyat memiliki hak dan kewajiban untuk meyakinkan bahwa semua mandate untuk mengelola uang pajak ini terlaksana sebagaimana mestinya. Disinilah rakyat harus menjadi pengawas atas segala kebijakan public, baik secara langsung maupun melalui representasi mereka. Posisi masyarakat secara politik pun sangat kuat. Di era desentralisasi ini, masyarakat secara politik dapat menentukan nasib penguasa di daerah melalui pemilihan kepala daerah atau pun legislatif. Untuk itu secara politik hak dan kewajiban masyarakat untuk mengawasi proses politik dan pembuatan kebijakan public harus dijamin.

B. Peluang Keterlibatan Masyarakat Lalu apa saja peluang yang ada untuk terjadinya keterlibatan masyarakat dalam pengawasan? Peluang pertama adalah produk perundangan jaman orde baru, yaitu Inpres No. 1 Tahun 1989 Tentang Pengawasan Melekat (Waskat). Inpres ini memang tidak pernah terlaksana sejak jaman kelahirannya. Tapi inpres ini bisa menginspirasi bahwa keterlibatan masyarakat bisa dilakukan saat ini. Dalam inpres tersebut disebutkan bahwa masyarakat bisa melakukan pengawasan. Hasil pengawasan tersebut bisa disampaikan secara lisan maupun tertulis pada aparat pemerintah atau memanfaatkan media massa. Peluang kedua datang dari UU No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN. Dalam undang undang ini disebutkan bahwa keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan negara merupakan hak sekaligus tanggung jawab mereka (Pasal 8 ayat (1)). Peran serta tersebut kemudian dijabarkan dalam hak hak warga (pasal 9 ayat (1)), yang salah satunya adalah hak untuk mencari, memperoleh dan memberikan informasi tentang penyelenggaraan negara. Ini berarti, rakyat bisa melakukan pengawasan sebagai upaya mencari dan memperoleh informasi tentang proses penyelenggaraan negara. Di tahun 2004, UU UU No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan diterbitkan. Undang undang ini menjadi penting dan membuka peluang masyarakat untuk terlibat dalam pengawasan karena kebijakan public sebagian berupa peraturan atau harus dinaungi


peraturan. Dalam konteks pertanggungjawaban pemerintah, Pada Bab X pasal 53 undang undang tersebut dinyatakan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan daerah. Peluang berikutnya adalah dari UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Undang undang ini memang tidak secara spesifik mengatur tentang pengawasan. Namun dengan adanya undang undang ini, masyarakat memiliki akses terhadap segala informasi public yang akan diawasi, atau yang dibutuhkan untuk bisa melakukan pengawasan. Pada prinsipnya, semua informasi, kecuali yang dikecualikan, bisa diperoleh. Bahkan ketika badan public yang diminta memberikan informasi tidak bisa memberikan, maka badan public tersebut bisa disengketakan, bahkan diancam pidana atau denda. Kemudian UU No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik memberikan masyarakat jaminan untuk mengadukan pelayanan public bila menemukan adanya penyimpangan atau kejanggalan. UU ini memang tidak terkait langsung dengan pengawasan. Namun UU ini memberikan jaminan untuk menindaklanjuti temuan pengawasan. Bila ada temuan terkait dengan pelayanan publik, masyarakat bisa mengadukannya pada atasan penyelenggara atau pada ombudsman.


3. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Keuangan daerah harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. Sementara Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah. Secara garis besar, proses pengelolaan keuangan daerah dilakukan melalui empat tahapan umum yaitu perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, pertanggungjawaban, serta pembinaan dan pengawasan. Proses perencanaan dan penganggaran menghasilkan berbagai dokumen rencana dan anggaran pembangunan yang dijadikan dasar dalam melaksanakan berbagai kegiatan pembangunan. Seluruh proses ini bermuara dan terintegrasi dalam dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan menjadi dasar dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan. Pemerintah daerah hanya boleh melaksanakan kegiatan pembangunan yang sudah tercatat dalam dokumen APBD. Pelaksanaan kegiatan yang tidak direncanakan dan tercatat dalam APBD merupakan pelanggaran. Selanjutnya Pemerintah Daerah melaksanakan APBD yang sudah ditetapkan. Melaksanakan APBD berarti merealisasikan berbagai kegiatan pembangunan yang sudah direncanakan. Setiap transaksi yang terjadi harus dicatat sedemikian rupa sesuai dengan ketentuan dan sistem akuntansi pemerintah. Pada akhir periode anggaran (31 Desember), Pemerintah Daerah harus menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) untuk diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan dipertanggungjawabkan publik melalui DPRD. Secara ringkas, pengelolaan keuangan daerah dapat dilihat pada gambar di bawah ini:


Gambar 5. Pengelolaan Keuangan Daerah

Agar kegiatan pembangunan dan pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan tujuan dan prinsip yang sudah ditetapkan, maka ketentuan yang ada juga menetapkan pembinaan dan pengawasan. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri berkewajiban melakukan pembinaan kepada Pemerintah Daerah Provinsi dan Gubernur melakukan pembinaan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota. Sedangkan pengawasan dilakukan secara internal oleh inspektorat sesuai jenjang pemerintah, pengawasan pelaksanaan peraturan daerah tentang APBD oleh DPRD, dan pemeriksaan eksternal oleh BPK.

A. Perencanaan dan Penganggaran Proses perencanaan dan penganggaran daerah belum berjalan sebagaimana ketentuan normatifnya baik dari sisi proses maupun substansinya. Pada aspek proses, seringkali atau sudah menjadi biasa bahwa proses penyusunan perencanaan dan anggaran selalu tidak tepat waktu. Tentu saja kondisi ini sangat berdampak pada keterlambatan pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Akan tetapi, tidak ada sanksi hukum bagi pemerintah daerah yang melanggar aturan waktu yang sudah ditentukan. Pemerintah hanya menerapkan sistem insentif atau disinsentif berupa penambahan atau pengurangan Dana Alokasi Umum kepada daerah yang memenuhi atau melanggar ketentuan waktu penyusunan. Selain itu, proses perencanaan dan penganggaran juga secara umum belum transparan dan partisipatif terutama penyusunan dokumen anggaran mulai KUA sampai APBD yang masih sangat tertutup dan terbatas pada kalangan elit politik dan birokrasi di DPRD dan Pemerintah Daerah. Proses penyusunan RKPD memang relatif terbuka dan partisipatif. Keterlibatan berbagai stakeholder pembangunan sudah mulai nampak mulai dari tingkat desa/kelurahan, kecamatan, hingga kabupaten/kota. Namun demikian masih banyak catatan di sana-sini, misalnya keterlibatan kelompok miskin dan perempuan yang masih rendah dan dominasi keterlibatan oleh kalangan elit


dan tokoh masyarakat yang belum tentu berpihak kepada kepentingan masyarakat miskin. Selain itu, berbagai usulan kegiatan yang dimuat dalam RKPD belum tentu sepenuhnya bisa diakomodasi dalam APBD. Hal ini menimbukan frustasi dan apatisme masyarakat terhadap proses perencanaan. Bagian ini tidak akan menjelaskan secara rinci keseluruhan proses perencanaan dan penganggaran. Rincian proses perencanaan dapat ditelusuri lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008. Sementara rincian proses penganggaran bisa dilihat mulai dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Permendagri No. 13 Tahun 2006.

B. Pelaksanaan dan Penatausahaan Pelaksanaan dan penatausahaan keuangan daerah merupakan proses yang simultan dalam pengelolaan keuangan daerah. Setiap transaksi keuangan daerah baik masuk ke maupun keluar dari kas daerah sebagai akibat dari aktivitas pendapatan, belanja, maupun pembiayaan daerah harus dicatat sesuai dengan ketentuan dan standar akuntansi pemerintahan. Sebagaimana terlihat dalam Gambar 1. di atas, pelaksanaan dan penatausahaan keuangan dimulai dari penyusunan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)-SKPD. DPA yang sudah diverikasi dan ditetapkan menjadi dasar pelaksanaan anggaran oleh SKPD. SKPD sesuai dengan tugas dan fungsinya menjalankan berbagai aktivitas pembangunan yang dari sisi keuangan akan dicatat sebagai aktivitas pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Pada pertengahan tahun berjalan, pemerintah daerah menyusun laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya. Sejauh ini, pelaksanaan dan penataausahaan masih tidak transparan. Informasi mengenai kegiatan dan anggaran yang akan dilaksanakan masih jarang dipublikasikan. Berbagai inisiatif dari kelompok masyarakat sipil untuk mempublikasikan informasi anggaran dalam bentuk poster, kalender, dll masih sangat terbatas dan jarang hal itu kemudian diadopsi oleh pemerintah daerah. Padahal, informasi anggaran yang akan dilaksanakan sangat dibutuhkan untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam pengawasan pelaksanaan anggaran. Apalagi dalam penatausahaan keuangan, hampir tidak ada proses transparansi. Laporan-laporan pelaksanaan kegiatan hingga saat ini masih sulit diakses. Laporan keuangan daerah hanya bisa dipublikasi setelah proses audit oleh BPK dan diserahkan kepada DPRD. Itupun, belum tentu mudah diakses. Penjelasan tentang pelaksanaan dan penatausahaan keuangan daerah secara rinci selain dapat dibaca dalam ketentuan-ketentuan yang sudah disebutkan diatas juga bisa ditelusuri dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.


C. Pertanggungjawaban Secara garis besar pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan daerah terbagi dua jenis pertanggungjawaban. Pertama, pertanggungjawaban terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan meliputi pertanggungjawaban pelaksanaan urusan desentralisasi, tugas pembantuan, dan tugas umum pemerintahan. Bentuk pertanggungjawabannya adalah menyampaikan Laporan Penyelenggaraaan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah (LKPJ) kepada DPRD, dan Informasi Laporan Penyelenggaraaan Pemerintahan Daerah (ILPPD) kepada masyarakat. Secara rinci penjelasan mengenai hal ini bisa dibaca dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007. Pertanggungjawaban ini hanya bersifat naratif (laporan tertulis) mengenai realisasi berbagai aktivitas pembangunan dengan tolok ukur seberapa besar tingkat serapan anggaran yang berhasil dilakukan oleh pemerintah daerah. Laporan ini tidak diaudit sehingga penilaian baik atau buruk dari laporan yang disampaikan lebih berdasarkan penilaian subjektif pengguna laporan baik Pemerintah, DPRD atau masyarakat. Dalam hal substansi laporan tidak sesuai dengan kenyataan, tidak ada konsekuensi hukum atau politis yang diberikan kepada pemerintah daerah. Oleh karena itu, dalam konteks panduan ini, dokumen-dokumen laporan ini lebih merupakan dokumen pembanding atau referensi dalam proses analisis. Berdasarkan pengalaman, bisa dilihat bahwa pengawasan DPRD maupun masyarakat terhadap laporan pertanggungjawaban ini tidak memberikan dampak siginifikan terhadap perubahan kinerja pemerintah daerah. Rekomendasi DPRD terhadap LKPJ Kepala Daerah hanya bersifat saran perbaikan yang bisa diikuti atau diabaikan sama sekali oleh Pemerintah Daerah tanpa ada konsekuensi hukum maupun politis, apalagi rekomendasi yang diberikan oleh kelompok masyarakat. Jenis pertanggungjawaban kedua adalah pertanggungjawaban keuangan daerah yang terdiri dari laporan kinerja dan laporan keuangan. Pertanggungjawaban ini meliputi pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan dan tanggung jawab keuangan daerah. Berbeda dengan jenis pertanggungjawaban pertama, pertanggungjawaban keuangan daerah harus sesuai dengan standar pertanggungjawaban yang ditetapkan undang-undang dan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebelum disampaikan kepada DPRD dan masyarakat. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) lebih memiliki kekuatan hukum dan politis dibandingkan laporan pertanggungjawaban penyelenggaraan daerah yang lain. Oleh karena itu, dalam konteks panduan ini, LHP BPK merupakan sumber data pokok dalam proses pengawasan oleh masyarakat. Lebih rinci penjelasan mengenai pertanggungjawaban keuangan dan kinerja ini bisa dibaca dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Partisipasi masyarakat dalam pengawasan terhadap pertanggungjawaban atas penyelenggaraan pemerintah relatif masing sangat rendah dan dilakukan secara sporadis. Sejauh ini, pengawasan tersebut masih terbatas pada LKPJ Bupati/Walikota kepada DPRD dimana kelompok masyarakat terlibat dalam menganalisis dokumen tersebut dan memberikan rekomendasi atau catatan atas LKPJ. Adapun pengawasan terhadap laporan keuangan daerah dapat dikatakan sangat langka untuk


tidak mengatakan belum ada sama sekali padahal pengawasan terhadap laporan keuangan memiliki peluang dan kekuatan yang lebih besar untuk mendorong perubahan ke arah pengeloaan keuangan yang lebih baik. Gambar 7. Alur Pertanggungjawaban Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Pelaksanaan APBD

Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan - LPPD - LKPJ - ILPPD - Laporan Kinerja

Laporan Keuangan Daerah - LRA - Neraca - Arus Kas - CaLK

Pemeriksaan oleh BPK

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK

Rancangan Perda tentang Pertanggungjawaban APBD

Proses pertanggungjawaban merupakan tahap akhir dari rangkaian tahapan pengelolaan keuangan daerah. Seperti terlihat dalam gambar, setelah melaksanakan APBD, pemerintah daerah harus menyampaikan berbagai bentuk dokumen laporan pertanggungjawaban. Secara ringkas penjelasan setiap dokumen tersebut bisa dilihat dalam tabel di bawah ini. Tabel. Dokumen-Dokumen Pertanggungjawaban Penyelenggaranaan Pemerintahan Daerah No

Dokumen

Dasar Hukum

Definisi

Dari

Untuk

Pewaktuan

1.

Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD)

PP3/2007, pasal 1 angka 8; PP6/2008 pasal 1 angka 6

LPPD adalah laporan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah selama 1 (satu) tahun anggaran berdasarkan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) yang disampaikan oleh kepala daerah kepada Pemerintah.

Pemerintah daerah (kepala daerah)

Pemerintah

Tahunan dan masa jabatan. Paling lambat 3 bulan setelah akhir tahun anggaran, 30 hari setelah masa jabatan

2.

Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah (LKPJ)

PP3/2007, pasal 1 angka 9; PP6/2008

LKPJ adalah laporan yang berupa informasi

Pemerintah daerah (kepala

DPRD

1 tahun anggaran


No

Dokumen

Dasar Hukum

Definisi

Dari

pasal 1 angka 6

penyelenggaraan pemerintahan daerah selama 1 (satu) tahun anggaran atau akhir masa jabatan yang disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD.

daerah)

Untuk

Pewaktuan

3.

Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (ILPPD)

PP3/2007, pasal 1 angka 10; PP6/2008 pasal 1 angka 6

ILPPD adalah informasi penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat melalui media yang tersedia di daerah. Isi laporan ini adalah ringkasan dari LPPD

Pemerintah daerah

Masyarakat

1 tahun anggaran

4.

Laporan Kinerja Pemerintahan

PP8/2006, pasal 1 angka 3

Laporan Kinerja adalah ikhtisar yang menjelaskan secara ringkas dan lengkap tentang capaian Kinerja yang disusun berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD.

Pemerintah daerah

Pemerintah pusat

2 bulan setelah akhir tahun anggaran (dariSKPD)

5.

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)

PP8/2006, pasal 1 angka 1

Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara/daerah selama suatu periode.

SKPD; Pemerintah daerah

Pemerintah pusat

2 bulan setelah akhir tahun anggaran (dariSKPD); 3 bulan setelah tahun anggaran (dari PPKD)

Laporan Realisasi Anggaran adalah laporan yang menggambarkan realisasi pendapatan, belanja, dan pembiayaan selama suatu periode. Laporan ini menyajikan realisasi pendapatan, belanja, dan pembiayaan

Pemerintah daerah

6.

Laporan Realisasi Anggaran (LRA)

PP8/2006, pasal 1 angka 4 Pasal 7 ayat (1)

(PPKD)

2 bulan setelah akhir tahun anggaran (dariSKPD); 3 bulan setelah tahun anggaran (dari PPKD)


No

Dokumen

Dasar Hukum

Definisi

Dari

Untuk

Pewaktuan

yang diperbandingkan dengan anggarannya dan dengan realisasi periode sebelumnya. 7.

Neraca

PP8/2006, Pasal 7 ayat (2)

Neraca menyajikan aset, utang, dan ekuitas dana yang diperbandingkan dengan periode sebelumnya

Pemerintah daerah

2 bulan setelah akhir tahun anggaran (dariSKPD); 3 bulan setelah tahun anggaran (dari PPKD)

8.

Laporan Arus Kas

PP8/2006, Pasal 7 ayat (3)

Laporan Arus Kas menyajikan arus kas dari aktivitas operasi, arus kas dari aktivitas investasi aset non keuangan, arus kas dari aktivitas pembiayaan, dan arus kas dari aktivitas non anggaran yang diperbandingkan dengan periode sebelumnya.

Pemerintah daerah

2 bulan setelah akhir tahun anggaran (dariSKPD); 3 bulan setelah tahun anggaran (dari PPKD)

9.

Catatan atas Laporan Keuangan

PP8/2006, Pasal 1 angka 7

Catatan atas Laporan Keuangan adalah bagian yang tak terpisahkan dari laporan keuangan yang menyajikan informasi tentang penjelasan pos-pos laporan keuangan dalam rangka pengungkapan yang memadai.

Pemerintah daerah

2 bulan setelah akhir tahun anggaran (dariSKPD); 3 bulan setelah tahun anggaran (dari PPKD)


4. PENGERTIAN PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN PERTANGGUNGJAWABAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH Secara sederhana, pengawasan dapat diartikan sebagai suatu proses untuk memastikan suatu kegiatan yang terlaksana sesuai dengan apa yang direncanakan. Dari pengawasan ini diharapkan dapat diperoleh informasi seberapa efisien dan sefektif kegiatan tersebut telah dilaksanakan. Informasi tersebut dapat digunakan untuk penyempurnaan kegiatan selanjutnya dan pengambilan keputusan lainnya oleh pimpinan. Sementara itu, pemeriksaan dapat diartikan sebagai proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai suatu kegiatan. Pengawasan (oversight) adalah proses menggunakan hasil pemeriksaaan untuk memastikan penyelenggaraan pemerintahan telah dilaksanakan secara tertib, taat peraturan perundangundangan,ekonomis, efektif dan efisien. Fungsi pengawasan adalah untuk meningkatkan dan memperbaiki kinerja penyelenggaraan pemerintahan. Sebagai contoh, bupati/walikota dalam kedudukannya sebagai kepala daerah, melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan hasil pemeriksaan SKPD yang telah dilakukan oleh Inspektorat kabupaten/kota. Pada tingkat nasional, presiden melakukan penyelenggaraan pemerintah berdasarkan hasil pemeriksaan kementerian/badan/lembaga dan pemerintah daerah oleh inspektorat jenderal kementerian/badan/lembaga serta BPKP. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintahan daerah berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Definisi tersebut diantaranya tertuang dalam PP No. 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Permendagri No. 51 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengawasaan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Tahun 2011. PP No. 79 Tahun 2005 menyebutkan bahwa pengawasan pelaksanaan urusan pemerintahan daerah berpedoman pada norma: - Obyektif, profesional, independen dan tidak mencari-cari kesalahan; - Terus menerus untuk memperoleh hasil yang berkesinambungan; - Efektif untuk menjamin adanya tindakan koreksi yang cepat dan tepat; - Mendidik dan dinamis. Sementara itu, UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara menyebutkan bahwa pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.


Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemeriksaan keuangan ini dilakukan oleh BPK dalam rangka memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah. Pemeriksa adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK. Sementara itu, pejabat yang diperiksa dan/atau yang bertanggung jawab adalah satu orang atau lebih yang diserahi tugas untuk mengelola keuangan negara. Keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban. Kewajiban pemerintah adalah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara secara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, effisien, ekonomis, efektif dan transparan, dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Standar pemeriksaan adalah patokan untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang meliputi standar umum, standar pelaksanaan pemeriksaan, dan standar pelaporan yang wajib dipedomani oleh BPK dan/atau pemeriksa. Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 56 ayat (3) UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Opini adalah pernyataan profesional sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Sementara itu, rekomendasi adalah saran dari pemeriksa berdasarkan hasil pemeriksaannya, yang ditujukan kepada orang dan/atau badan yang berwenang untuk melakukan tindakan dan/atau perbaikan.

A. Ruang Lingkup Permendagi No. 51 Tahun 2010 Pedoman Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Tahun 2011 menyebutkan bahwa pengawasan dilakukan terhadap peraturan daerah, peraturan kepala daerah, dan pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah, yang meliputi : a. Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah provinsi terdiri atas pelaksanaan urusan pemerintahan daerah yang bersifat umum, wajib dan pilihan serta urusan pemerintahan menurut asas Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. b. Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah kabupaten/kota terdiri atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah yang bersifat umum, wajib dan pilihan serta urusan pemerintahan menurut Tugas Pembantuan. c. Pelaksanaan urusan pemerintahan di desa yang terdiri atas pelaksanaan administrasi pemerintahan desa dan urusan pemerintahan desa. Secara terperinci, ruang lingkup pengawasan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Pengawasan administrasi umum pemerintahan, meliputi: kebijakan daerah, kelembagaan, pegawai daerah, keuangan daerah (kebijakan anggaran) dan barang daerah. b. Pengawasan urusan pemerintahan meliputi: Urusan Wajib dan Urusan Pilihan.


c. Pengawasan lainnya, meliputi: Dana Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, Reviu atas Laporan Keuangan dan Kebijakan Pinjaman Hibah Luar Negeri.

B. Jenis dan Mekanisme Pengawasan dan Pemeriksaan Jenis-jenis pengawasan di antaranya di atur dalam beberapa peraturan diantaranya Inpres No. 1 Tahun 1989 tentang Pengawasan Melekat, PP No. 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Keppres No. 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, PP No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, PP No. 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah serta UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Menurut UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, ruang lingkup pemeriksaan keuangan negara terbagi dalam 2 (dua) aspek, yaitu Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan dan Pemeriksaan Pertanggungjawaban Keuangan. Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan adalah pemeriksaan atas keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban. Pemeriksaan Pertanggungjawaban Keuangan adalah pemeriksaan atas kewajiban pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan perundangundangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan, dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Mengacu pada peraturan perundang-undangan tersebut, pengawasan penyelenggaraan pemerintahaan daerah berdasarkan pelakunya seperti terlihat pada Gambar 8. berikut ini: Gambar 8. Struktur Pengawasan dan Pemeriksaan atas Pengelolaan Keuangan Daerah

Secara rinci, Gambar 8. di atas dapat dipaparkan berikut ini:


a. Pengawasan Intern Penyelenggaraan Pemerintahan Pengawasan intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah sebagaimana dimaksud PP No. 60/2008 Pasal 48 ayat (1) terdiri atas:  BPKP;  Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern;  Inspektorat Provinsi; dan  Inspektorat Kabupaten/Kota Aparat Pengawasan Intern Pemerintah adalah PNS yang diberi tugas, tanggungjawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pengawasan pada instansi pemerintah, lembaga dan atau pihak lain yang di dalamnya terdapat kepentingan negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah melakukan pemeriksaan sesuai dengan fungsi dan kewenangannya melalui: a. b. c. d.

pemeriksaan dalam rangka berakhirnya masa jabatan kepala daerah; pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu maupun pemeriksaan terpadu; pengujian terhadap laporan berkala dan/atau sewaktu-waktu dari unit/satuan kerja; pengusutan atas kebenaran laporan mengenai adanya indikasi terjadinya penyimpangan, korupsi, kolusi dan nepotisme; e. penilaian atas manfaat dan keberhasilan kebijakan, pelaksanaan program dan kegiatan; dan f. monitoring dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah dan pemerintahan desa; BPKP melakukan pemeriksaan terhadap: a. Kegiatan yang bersifat lintas sektoral b. Kegiatan kebendaharaan umum negara berdasarkan penetapan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara c. Kegiatan lain berdasarkan penugasan presiden Bagi Inspektorat Jenderal Kementerian dan Unit Pengawasan Lembaga Pemerintah Non Kementerian melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian negara/lembaga yang didanai APBN. Dalam melakukan pemeriksaan, Inspektorat Jenderal memperhatikan aspek-aspek : a. Pemeriksaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, yang bersumber dari APBN baik berupa rupiah murni maupun bersumber dari Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN), yang


dilakukan oleh aparat pengawas sesuai dengan loan agreement, atau adanya kesepakatan lebih lanjut. b. Koordinasi dan Sinkronisasi, dalam rangka sinkronisasi jadwal pemeriksaan/PKPT pada pemerintah daerah, sebelum melakukan pemeriksaan kegiatan Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, PHLN serta pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah, terlebih dahulu berkoordinasi dengan inspektorat provinsi dan kabupaten/kota agar tidak terjadi tumpang tindih pengawasan. c. Program Kerja Pengawasan Tahunan untuk program/kegiatan Dekonsentrasi dan/atau Tugas Pembantuan dibahas dalam Rapat Koordinasi Pengawasan di Daerah (Rakorwasda) untuk disepakati jadwal waktu, personil pengawas, sumber biaya dan lingkup pengawasan. d. Pelaporan hasil pemeriksaan selain ditujukan kepada obyek pemeriksaan yang bersangkutan juga disampaikan tembusan kepada gubernur dan bupati/walikota serta inspektorat provinsi dan kabupaten/kota terkait, untuk kepentingan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, PHLN dan pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah, serta tindak lanjut hasil pemeriksaan. Inspektorat Jenderal Departemen Dalam Negeri selain melakukan pemeriksaan sebagaimana dipaparkan di atas, juga melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kota. Inspektorat Provinsi melakukan:

a. pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan kabupaten/kota; b. pemeriksaan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah provinsi; dan c. pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah kabupaten/kota. Inspektorat Kabupaten/Kota melakukan: a. pemeriksaan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah kabupaten/kota; b. pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan desa; dan c. pemeriksaan atas pelaksanaan urusan pemerintahan desa. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/Kota akan dilaporkan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota untuk ditindaklanjuti melalui kegiatan pengawasan dan pembinaan lebih lanjut oleh kepala daerah. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian dan Unit Pengawasan Lembaga Pemerintah Non Kementerian akan dilaporkan kepada Menteri untuk ditindaklanjuti melalui kegiatan pengawasan dan pembinaan lebih lanjut oleh Menteri bersangkutan. Hasil pemeriksaan yang dilakukan BPKP akan dilaporkan kepada Presiden atau kementerian/lembaga/badan yang meminta bantuan jasa BPKP untuk ditindaklanjuti melalui kegiatan pengawasan dan pembinaan lebih lanjut. Mengacu pada Permendagri No. 23 Tahun 2007 tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang telah diubah oleh Permendagri No. 8 Tahun 2009, tahapan pengawasan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dijabarkan sebagai berikut:


Gambar 9. Tahapan Pemeriksaan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah PENYUSUNAN RENCANA PENGAWASAN

PELAKSANAAN PENGAWASAN

HASIL PENGAWASAN

TINDAK LANJUT HASIL PENGAWASAN

PEMANTAUAN & PEMUTAKHIRAN

UMPAN BALIK

1)

Penyusunan rencana pengawasan Perencanaan Pengawasan Strategis; Perencanaan pengawasan suatu unit pengawasan intern tidak terlepas dari perencanaan strategis masing-masing unit pengawasan intern tersebut. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa aparat pengawasan intern pemerintah juga membawa visi dan misi yang lebih global. UU No. 17 Tahun 2007 tentang RPJP Nasional 2005-2025 adalah salah satu bahan yang menjadi rujukan pada saat penyusunan renstra kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Renstra kementerian/lembaga dan pemerintah daerah tersebut kemudian dioperasionalisasikan ke jenjang dibawahnya, termasuk unit pengawasan internal di masing-masing kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Perencanaan Pengawasan Tahunan; Perencanaan pengawasan tahunan yang merupakan program kerja jangka pendek (tahunan), merupakan bagian integral dari program kerja jangka menengah dan jangka panjang. Penyusunan rencana kerja pengawasan tahunan dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya: prioritas sasaran pengawasan, sumber daya yang tersedia, jadual waktu yang ada, dan lain-lain. Pencapaian sasaran pengawasan yang telah ditetapkan memiliki potensi tidak tercapai disebabkan oleh berbagai hambatan yang dikenal dengan istilah resiko. Itulah sebabnya, perencanaan pengawasan saat ini menggunakan pendekatan pengawasan berbasis resiko. Penyusunan rencana pengawasan tahunan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dikoordinasikan oleh inspektur jenderal dan inspektorat daerah. Rencana pengawasan tahunan sebagaimana dimaksud disusun dalam bentuk Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) dengan berpedoman pada kebijakan pengawasan. Penyusunan PKPT didasarkan atas prinsip keserasian, keterpaduan, menghindari tumpang tindih dan pemeriksaan berulang-ulang serta memperhatikan efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan sumber daya pengawasan. Rencana pengawasan tersebut ditetapkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri/gubernur/bupati/walikota. PKPT meliputi: ruang lingkup, sasaran pemeriksaan, SKPD yang diperiksa, jadual pelaksanaan pemeriksaan, jumlah tenaga, anggaran pemeriksaan, dan laporan hasil pemeriksaan yang diterbitkan. Pemeriksaan atas berakhirnya masa jabatan kepala daerah dan penjabat kepala daerah dicantumkan dalam PKPT.


2) Pelaksanaan pengawasan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah melaksanakan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah berpedoman pada PKPT. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dalam melaksanakan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah berkoordinasi dengan inspektorat provinsi dan kabupaten/kota. Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut dilakukan melalui kegiatan pemeriksaan, monitoring dan evaluasi. Kegiatan pemeriksaan di atas, meliputi: Pemeriksaan secara berkala dan komprehensif terhadap kelembagaan, pegawai daerah, keuangan daerah, barang daerah, urusan pemerintahan; Pemeriksaan dana dekonsentrasi; Pemeriksaan tugas pembantuan; dan Pemeriksaan terhadap kebijakan pinjaman dan hibah luar negeri. Kegiatan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dilakukan berdasarkan Daftar Materi Pemeriksaan. Sementara itu, kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan terhadap administrasi umum pemerintahan dan urusan pemerintahan yang dilakukan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah berdasarkan petunjuk teknis. Selain pemeriksaan, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dapat melakukan pemeriksaan tertentu dan pemeriksaan terhadap laporan mengenai adanya indikasi terjadinya penyimpangan, korupsi, kolusi dan nepotisme. 3) Hasil pengawasan Pemeriksaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dituangkan dalam bentuk laporan hasil pemeriksaan. Mekanisme dan Sistematika Laporan Hasil Pemeriksaan secara terperinci dipaparkan dalam Permendagri No. 8 Tahun 2009 dan Permendagri No. 23 tahun 2007. Monitoring dan evaluasi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dituangkan dalam bentuk laporan hasil monitoring dan evaluasi. Sistimatika Laporan Hasil Monitoring dan Evaluasi secara terperinci dipaparkan dalam Permendagri No. 8 Tahun 2009 dan Permendagri No. 23 tahun 2007. Laporan hasil pemeriksaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Inspektorat Jenderal disampaikan kepada menteri dan gubernur dengan tembusan BPK. Laporan hasil pemeriksaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Inspektorat Provinsi disampaikan kepada gubernur dengan tembusan kepada menteri dan BPK Perwakilan. Laporan hasil pemeriksaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Inspektorat Kabupaten/Kota disampaikan kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada gubernur dan BPK Perwakilan. Laporan hasil monitoring dan evaluasi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Inspektorat Jenderal disampaikan kepada menteri dan gubernur. Laporan hasil monitoring dan evaluasi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Inspektorat Provinsi disampaikan kepada gubernur dan tembusan kepada menteri. Laporan hasil monitoring dan evaluasi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Inspektorat Kabupaten/Kota disampaikan kepada bupati/walikota dan tembusan kepada gubernur.


4) Tindak lanjut hasil pengawasan; Hasil pemeriksaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah sesuai dengan rekomendasi. Wakil gubernur dan wakil bupati/wakil walikota bertanggung jawab mengoordinasikan pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan. SKPD yang tidak menindaklanjuti rekomendasi Aparat Pengawasan Intern dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 5) Pemantauan dan pemutakhiran; Inspektur Jenderal, inspektorat provinsi dan kabupaten/kota melakukan pemantauan dan pemutakhiran atas pelaksanaan tindak lanjut hasil pengawasan. Hasil pemantauan dan pemutakhiran atas pelaksanaan tindak lanjut disampaikan kepada menteri, gubernur atau bupati/walikota. Pemutakhiran hasil pengawasan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dilakukan paling sedikit 2 (dua) kali dalam setahun. Mekanisme dan sistimatika laporan pemantauan/pemutakhiran hasil pengawasan secara terperinci dipaparkan dalam Permendagri No. 8 Tahun 2009 dan Permendagri No. 23 tahun 2007.

b. Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara oleh BPK Pemeriksaan pengelolaan keuangan negara adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang merupakan lembaga tinggi negara yang terlepas dari pengaruh kekuasaan manapun. Pasal 23 ayat (5) UUD 1945, yang menyatakan, “Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.� Mengacu pada UU No. 15 Tahun 2006 tentang BPK, keberadaan BPK dimaksudkan agar pengawasan terhadap keuangan negara dapat berjalan secara objektif dan konsekuen. Namun demikian, BPK hanya melakukan pemeriksaan, bukan pengawasan. Dalam menjalankan fungsinya, BPK dapat menjalin kerja sama dengan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dengan maksud agar terwujud suatu penilaian yang obyektif, sehingga hasil pemeriksaannya dapat diterima oleh semua pihak. BPK dapat menguji hasil pemeriksaan yang dilakukan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah untuk kemudian disampaikan kepada DPRD. Adapun maksud pemeriksaan diserahkan kepada DPRD disebabkan DPRD yang memberikan delegasi kepada pemerintah untuk menjalankan peraturan daerah tentang APBD. Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh akuntan publik, laporan pemeriksaan tersebut wajib dilaporkan ke BPK dan dipublikasikan. Dalam melaksanakan pemeriksaan, BPK atau akuntan publik harus mengacu pada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara sebagaimana di atur dalam Peraturan BPK No. 1 Tahun 2007. Pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara oleh BPK terdiri atas:


Gambar 10. Tipe-Tipe Pemeriksaan oleh BPK

a. Pemeriksaan Keuangan (Financial Audit) Adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemeriksaan keuangan ini dilakukan oleh BPK dalam rangka memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah. Pemeriksaan keuangan tersebut bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. b.

Pemeriksaan Kinerja (Performance Audit)

Adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi, serta pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Tujuan pemeriksaan ini adalah:  Mengidentifikasikan hal–hal yang perlu menjadi perhatian lembaga perwakilan.  Menilai kegiatan pemerintah yang dibiayai dengan keuangan negara/daerah diselenggarakan secara ekonomis & efisien serta memenuhi sasarannya secara efektif. Dalam melakukan pemeriksaan kinerja, pemeriksa juga menguji kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan serta pengendalian intern. Pemeriksaan kinerja dilakukan secara obyektif dan sistematik terhadap berbagai macam bukti, untuk dapat melakukan penilaian secara independen atas kinerja entitas atau program/kegiatan yang diperiksa. Pemeriksaan kinerja menghasilkan informasi yang berguna untuk meningkatkan kinerja suatu program dan memudahkan pengambilan keputusan bagi pihak yang bertanggung jawab untuk mengawasi dan mengambil tindakan koreksi serta meningkatkan pertanggungjawaban publik. Pemeriksaan kinerja dapat memiliki lingkup yang luas atau sempit dan menggunakan berbagai metodologi; berbagai tingkat analisis, penelitian atau evaluasi. Pemeriksaan kinerja menghasilkan temuan, simpulan, dan rekomendasi.


Tujuan pemeriksaan yang menilai hasil dan efektivitas suatu program adalah mengukur sejauh mana suatu program mencapai tujuannya. Tujuan pemeriksaan yang menilai ekonomi dan efisiensi berkaitan dengan apakah suatu entitas telah menggunakan sumber dayanya dengan cara yang paling produktif di dalam mencapai tujuan program. Kedua tujuan pemeriksaan ini dapat berhubungan satu sama lain dan dapat dilaksanakan secara bersamaan dalam suatu pemeriksaan kinerja. Contoh tujuan pemeriksaan atas hasil dan efektivitas program serta pemeriksaan atas ekonomi dan efisiensi adalah penilaian atas: 1) Sejauhmana tujuan peraturan perundang-undangan dan organisasi dapat dicapai. 2) Kemungkinan alternatif lain yang dapat meningkatkan kinerja program atau menghilangkan faktor-faktor yang menghambat efektivitas program. 3) Perbandingan antara biaya dan manfaat atau efektivitas biaya suatu program. 4) Sejauhmana suatu program mencapai hasil yang diharapkan atau menimbulkan dampak yang tidak diharapkan. 5) Sejauhmana program berduplikasi, bertumpang tindih, atau bertentangan dengan program lain yang sejenis. 6) Sejauhmana entitas yang diperiksa telah mengikuti ketentuan pengadaan yang sehat. 7) Validitas dan keandalan ukuran-ukuran hasil dan efektivitas program, atau ekonomi dan efisiensi. 8) Keandalan, validitas, dan relevansi informasi keuangan yang berkaitan dengan kinerja suatu program. c. Pemeriksaan Tujuan Tertentu (Special Audit); Adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, diluar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas hal–hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif. Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu bertujuan untuk memberikan simpulan atas suatu hal yang diperiksa. Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu dapat bersifat: eksaminasi (examination), reviu (review), atau prosedur yang disepakati (agreed-upon procedures). Pemeriksaan dengan tujuan tertentu meliputi antara lain pemeriksaan atas hal-hal lain di bidang keuangan, pemeriksaan investigatif, dan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern. Apabila pemeriksa melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu berdasarkan permintaan, maka BPK harus memastikan melalui komunikasi tertulis yang memadai bahwa sifat pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah telah sesuai dengan permintaan. Tahapan proses pemeriksaan oleh BPK dapat dilihat pada Gambar 11. berikut ini:


Gambar 11. Tahapan Proses Pemeriksaan BPK

Sementara itu, mekanisme pemeriksaan BPK mengacu Standar Pemeriksaan Keuangan Negara sebagaimana diatur dalam Peraturan BPK No. 1 Tahun 2007. Secara rinci, mekanisme proses pemeriksaan BPK atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah dapat dijabarkan berikut ini: Gambar 12. Mekanisme Pemeriksaan oleh BPK konsultasi konfirmasi

PEMERIKSAAN KEUANGAN

BPK

PEMERIKSAAN KINERJA

SKPD HASIL PEMERIKSAAN: - TEMUAN - KESIMPULAN - REKOMENDASI - OPINI

Diserahkan Paling lambat 2 minggu

PEMBAHASAN OLEH PANJA DPRD (1 minggu)

PEMERIKSAAN TUJUAN TERTENTU Meminta penjelasan BPK PEMERIKSAAN LANJUTAN BPK

LAPORAN HASIL PEMBAHASAN:

PEMBAHASAN DLM SIDANG PARIPURNA

pengawasan DPRD DPRD laporan

TINDAK LANJUT OLEH PEMDA

laporan


Dalam merencanakan tugas pemeriksaan, BPK memperhatikan permintaan, saran, dan pendapat lembaga perwakilan. Laporan hasil pemeriksaan yang telah disampaikan kepada lembaga perwakilan, dinyatakan terbuka untuk umum. Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk laporan yang memuat rahasia negara yang diatur dalam peraturan perundang – undangan. BPK memberitahukan hasil pemantauan tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada lembaga perwakilan dalam hasil pemeriksaan semester. Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah disampaikan oleh BPK kepada DPRD selambat – lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah daerah. Laporan hasil pemeriksaan disampaikan pula kepada Presiden/Gubernur /Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Laporan hasil pemeriksaan kinerja disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya. Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya. Laporan hasil pemeriksaan Kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu disampaikan pula kepada Presiden/Gubernur /Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Lembaga perwakilan menindak lanjuti hasil pemeriksaan BPK dengan melakukan pembahasan sesuai dengan kewenangannya. DPR/DPRD meminta penjelasan kepada BPK dalam rangka menindaklanjuti hasil pemeriksaan. DPR/DPRD dapat meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan lanjutan. DPR/DPRD dapat meminta Pemerintah untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan. Dengan memperhatikan proses di atas, terlihat adanya hubungan antara beberap Instansi dan institusi dalam pemerintah pusat maupun daerah terkait dengan kegiatan pengawasan atas pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah.

c. Pengawasan Legislatif (DPRD) Pengawasan legislatif adalah pengawasan yang dilakukan oleh DPRD terhadap pemerintah provinsi/kota/kabupaten sesuai tugas, wewenang dan haknya. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 41 menyebutkan bahwa DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Sementara itu, Pasal 42 menyebutkan bahwa DPRD mempunyai tugas dan wewenang: 1) membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama; 2) membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan kepala daerah; 3) melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundangundangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah; PP No. 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses


kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintahan daerah berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan. DPRD sesuai dengan fungsinya dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan daerah di dalam wilayah kerjanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Fungsi pengawasan DPRD pemerintah daerah bersifat pengawasan kebijakan dan bukan pengawasan teknis. Fungsi pengawasan DPRD sebagaimana diatur dalam Permendagri No. 13 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPRD terhadap Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK didasarkan pada laporan hasil pemeriksaan oleh BPK. Baik itu laporan hasil pemeriksaan keuangan, kinerja ataupun pemeriksaan untuk tujuan tertentu. Selain hal di atas, DPRD bersama-sama kepala daerah harus membuat peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dengan tahapan sebagai berikut: Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Raperda Pertanggungjawaban APBD diusulkan oleh kepala daerah kepada DPRD untuk dibahas. Rancangan peraturan kepala daerah dilengkapi dengan lampiran terdiri dari: ringkasan laporan realisasi anggaran dan penjabaran laporan realisasi anggaran. Sebelum mengesahkan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD, DPRD merumuskan berbagai masukan dan tanggapan atas Hasil Pemeriksaan BPK terhadap Laporan Keuangan Daerah yang diterimanya pada awal bulan Juni. Gambar 13. Kerangka Waktu Pertanggungjawaban Keuangan Daerah

Setelah perda pertanggung jawaban pelaksanaan APBD selesai ditetapkan, DPRD harus melakukan analisis dan evaluasi atas pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Analisis dan evaluasi ini bertujuan untuk: memberikan masukan-masukan dan klarifikasi terhadap berbagai permasalahan yang timbul dalam pengelolaan keuangan daerah yang berfokus pada pelaksanaan APBD. Mencegah terjadinya penyimpangan atas pengelolaan keuangan daerah dalam rangka memenuhi akuntabilitas publik. Merekomendasikan perbaikan atas pengelolaan yang dilakukan oleh eksekutif. Memantau proses perbaikan dan koreksi terhadap berbagai permasalahan keuangan. Mendeteksi adanya penyimpangan yang berindikasi kepada Tindak Pidana Korupsi untuk dapat ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.


Tindak lanjut DPRD atas pengawasan pelaksanaan dan pertanggung jawaban APBD dapat dilihat pada Gambar 14. berikut: Gambar 14. Arah Tindak Lanjut Hasil Pengawasan oleh DPRD

d. Pengawasan Masyarakat Dalam negara demokratis, rakyat adalah pemberi mandat kepada pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintahan termasuk didalamya memberikan pelayanan kepada rakyat/masyarakat. Oleh karena itu masyarakat memiliki hak sekaligus kewajiban untuk melakukan pengawasan kepada penyelenggara negara. Pengawasan oleh masyarakat ini semakin relevan ketika rakyat memilih presiden, gubernur dan bupati/walikota secara langsung. Dalam konteks politik, masyarakat adalah konstituen yang menentukan nasib legislatif maupun pimpinan eksekutif pada saat pemilihan umum. Dalam konteks negara, masyarakat senantiasa memiliki komitmen memenuhi kewajiban sebagai warga negara antara lain dalam membayar pajak. Oleh karena itu, untuk mengurangi kegagalan penyelenggaraan negara/pemerintahan pelibatan masyarakat dalam pengawasan merupakan hal yang penting. Setidaknya terdapat 3 (tiga) prasyarat penting agar pengawasan masyarakat dapat kontributif terhadap perbaikan penyelenggaraan pemerintahan daerah9, yaitu: 1) Adanya akses pengawasan bagi masyarakat; Pada aspek aturan perundang-undangan, Inpres No. 1 Tahun 1989 Tentang Pengawasan Melekat (Waskat) menyebutkan bahwa, “Pengawasan masyarakat adalah pengawasan yang dilakukan oleh warga masyarakat secara lisan atau tertulis kepada aparatur pemerintah, berupa sumbangan pikiran, saran, gagasan atau keluhan/ pengaduan yang bersifat membangun disampaikan langsung ataupun melalui media.” Sayangnya hal ini hanya terbatas pada definisi saja, tidak dijelaskan dan tidak dipraktekan bagaimana seharusnya pengawasan masyarakat tersebut berperan dalam waskat.

9

Drs. H. Gunarto, MM, (Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Sumberdaya Pembangunan-Semarang), makalah berjudul “Pengawasan Masyarakat dalam Mendorong Terciptanya Good Governance”, disampaikan pada seminar sehari “Penataan Sistem Pengawasan dan Pemeriksaan untuk Mewujudkan Good Governance”, Bappenas, 2 Desember 2009


Sementara itu, pada PP No. 20 Tahun 2001 Tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Pasal 18 ayat (1) disebutkan bahwa masyarakat secara perorangan maupun kelompok dan atau organisasi masyarakat dapat melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pada ayat (2) disebutkan bahwa pengawasan sebagaimana dimaksud dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung baik lisan maupun tertulis berupa permintaan keterangan, pemberian informasi, saran dan pendapat kepada pemerintah, pemerintah daerah, DPRD dan lembaga lainnya sesuai dengan tata cara yang ditetapkan dalam peraturan perundangan. Belum juga dipraktekan, PP ini kemudian dicabut diganti dengan PP No. 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, dan pasal tentang pengawasan masyarakat tidak ditemukan lagi dalam PP No 79 Tahun 2005 tersebut. UU No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN Pasal 8 ayat (1) menyebutkan bahwa peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan negara merupakan hak dan tanggung jawab masyarakat untuk ikut mewujudkan penyelenggara negara yang bersih. Pada ayat (2) disebutkan bahwa hubungan antara penyelenggara negara dan masyarakat dilaksanakan dengan berpegang teguh pada asas-asas umum penyelenggaraan negara.Sementara itu, Pasal 9 ayat (1) menjelaskan peran serta masyarakat diwujudkan dalam bentuk: a) hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi tentang penyelenggaraan negara; b) hak untuk memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari penyelenggara negara; c) hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab terhadap kebijakan penyelenggara negara; dan d) hak memperoleh perlindungan hukum dalam hal:  

Melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a), b), dan c); Diminta hadir dalam proses Penyelidikan, penyidikan, dan disidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi, atau saksi ahli, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pelaksanaan pasal 9 UU No. 28 Tahun 1999 tersebut selanjutnya diatur lebih lanjut dalam PP No. 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara. Dalam PP tersebut antara lain diatur kelembagaannya, bahwa hak menyampaikan informasi, saran dan pendapat penyelenggaraan negara sebagai salah satu bentuk partisipasi masyarakat dapat disampaikan secara tertulis kepada instansi terkait dan komisi pemeriksa dengan tembusan disampaikan kepada instansi atasan dari aparatur/lembaga atasan yang diadukan. Ditetapkannya UU No. 14 tahun 2008, Keterbukaan Informasi Publik (KIP) memunculkan harapan bahwa informasi akan lebih mudah diperoleh oleh setiap orang (kecuali informasi yang dikecualikan). Jika terjadi sengketa, penyedia informasi bisa diajukan ke Komisi Informasi Publik pusat atau daerah ke pengadilan.Badan publik yang tidak bersedia menyediakan informasi publik pun diancam pidana dan atau denda.


Dalam bidang pelayanan publik masyarakat memiliki sejumlah hak, antara lain seperti yang diatar dalam UU No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Hak masyarakat sebagaimana diatur dalam UU tersebut diantaranya adalah:   

mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan pelayanan. mengadukan Pelaksana yang melakukan penyimpangan standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan, kepada Penyelenggara dan ombudsman; mengadukan Penyelenggara yang melakukan penyimpangan standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada pembina Penyelenggara dan ombudsman;

2) Kesadaran dan kemampuan masyarakat untuk melakukan pengawasan Kesadaran masyarakat untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan, khususnya di daerah saat ini cukup menggembirakan. Cukup banyak inisiatifinisatif kelompok masyarakat yang kritis dan berdasar melakukan pengawasan, pengaduan hingga penggugatan kepada pemerintah terkait dengan pelayanan publik yang tidak maksimal diberikan oleh pemerintahan. Meskipun inisiaitf-inisiatif ini kebanyakan dilaksanakan oleh kelas menengah, dalam hal ini kelompok mahasiswa, LSM, serikat pekerja, dan lain-lain. Namun demikian, pengawasan masyarakat ini akan lebih maksimal dan efektif apabila didukung oleh beberapa prasyarat, diantaranya:       

Adanya kemudahan dan jaminan memperoleh data dan informasi . Adanya jalur dan mekanisme yang efektif bagi masyarakat untuk menyalurkan umpan balik hasil pengawasan, termasuk adanya jaminan perlindungan hukum bagi saksi. Prosedur yang menjamin adanya kepastian tindak lanjut dari umpan balik yang disampaikan oleh masyarakat . Adanya pengakuan atas temuan masyarakat. Adanya organisasi masyarakat yang kuat dan dipercaya oleh anggotanya. Adanya jaminan kebebasan menyampaikan hasil pengawasan tanpa tekanan, ancaman dan rasa takut dari pihak manapun. Memiliki kepentingan langsung terhadap sesuatu yang diawasi.

3) Kesediaan/kerelaan penyelenggara untuk diawasi Pengaturan dan kelembagaan penampung pengaduan masyarakat yang ada selama ini belum cukup mudah memberi kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi. Tidak ada upaya dari penyelenggara untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, seperti tidak adanya panduan, menunjukkan tidak adanya kerelaan. Selain itu, banyak kasus yang diadukan tidak mendapat tanggapan serius, disisi yang lain aparat penegak hukum kurang tegas dan terkesan mudah dikendalikan oleh kelompok tertentu. Masyarakat masih sulit mendapatkan informasi terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan. Di sisi lain, tidak ada perlindungan hukum bagi aparat yang membantu memberikan informasi kepada masyarakat.


C. Hasil Pemeriksaan Bentuk Pertanggungjawaban atas Pengelolaan Keuangan oleh kepala daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor: 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah yang harus disampaikan oleh pemerintah daerah kepada DPRD dalam bentuk Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang tediri dari 4 (empat) komponen, yaitu: 1. 2. 3. 4.

Laporan Realisasi Anggaran Neraca Laporan Arus Kas Catatan Atas Laporan Keuangan

Keempat komponen LKPD tersebut, sebelum diserahkan kepada DPRD, harus di audit terlebih dahulu oleh BPK. Audit yang dilakukan oleh BPK atas LKPD ini merupakan audit keuangan yang memberikan opini terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan tersebut. Pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh BPK atas LKPD dituangkan dalam satu Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang disertai pemberian opini atas kewajaran LKPD tersebut berdasarkan kriteria: 1. Kesesuaian LKPD tersebut dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP); 2. Kecukupan pengungkapan LKPD tersebut sesuai dengan pengungkapan yang diatur dalam Standar Akuntansi Pemerintahan; 3. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; dan 4. Efektivitas sistem pengendalian intern. Opini adalah pernyataan profesional sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Terdapat 4 (empat) jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa, yakni (i) opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion), (ii) opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion), (iii) opini tidak wajar (adversed opinion), dan (iv) pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion). Penjelasan terhadap keempat opini tersebut adalah: 1. Wajar Tanpa Pengecualian, artinya Laporan Keuangan telah menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan (neraca), hasil usaha atau Laporan Realisasi Anggaran LRA, Laporan Arus Kas, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Penjelasan laporan keuangan telah disajikan secara memadai, informatif dan tidak menimbulkan penafsiran yang menyesatkan. Selain itu, analisa terhadap perkiraan-perkiraan yang disajikan pada LKPD dapat dilakukan secara utuh terhadap semua perkiraan yang ada. Termasuk juga terhadap seluruh Catatan atas Laporan Keuangan. 2. Wajar Dengan Pengecualian, artinya laporan keuangan telah menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan (neraca), hasil usaha atau Laporan Realisasi Anggaran LRA, Laporan Arus Kas, sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan (SAP) atau sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan. Namun, pengecualian tersebut tidak mempengaruhi kewajaran LK secara keseluruhan. Selain itu, analiasa terhadap perkiraan yang disajikan dalam Laporan keuangan hanya dilakukan terhadap perkiraan yang tidak dikecualikan saja. Sedangkan Perkiraan yang dikecualikan menjadi catatan tersendiri untuk ditindaklanjuti dalam pembahasan khusus.


3. Tidak Wajar, artinya Laporan Keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan (neraca), hasil usaha atau Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas, sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan atau sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Selain itu, analisa terhadap perkiraan-perkiraan yang disajikan pada LKPD tidak dapat dilakukan secara utuh terhadap semua perkiraan yang ada. Termasuk juga terhadap seluruh Catatan atas Laporan Keuangan. 4. Tidak Memberikan Pendapat, artinya pemeriksa tidak dapat memberikan pendapat atas laporan keuangan, karena ada pembatasan lingkup pemeriksaan atau ada tekanan kepada pemeriksa, sehingga pemeriksa tidak dapat menerapkan prosedur pemeriksaan yang dipandang perlu, prosedur pemeriksaan alternatif juga tidak dapat memberikan keyakinan yang memadai bagi pemeriksa. Opini ini juga bisa diberikan apabila sistem pengendalian intern sangat lemah, sehingga pemeriksa tidak dapat memperoleh kayakinan yang memadai; atau apabila pemeriksa menghadapi keraguan tentang kelangsungan hidup entitas.Selain itu, analisa atas perkiraan yang disajikan pada LKPD tidak dapat dilakukan. Hasil pemeriksaan keuangan atas LKPD dituangkan dalam 3 (tiga) buah laporan yaitu: 1. Laporan Hasil Pemeriksaan atas LKPD. Laporan ini berisikan Opini BPK atas audit yang dilakukan berikut LKPD yang disajikan setelah diaudit. Opini atas laporan keuangan merupakan pernyataan profesional sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. 2. Laporan Atas Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan dalam Kerangka Pemeriksaan LKPD. Laporan ini diterbitkan berdasarkan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan daerah dengan tujuan pemeriksaannya adalah untuk menilai ketaatan terhadap peraturan perundangan yang terkait dengan pengelolaan keuangan daerah. Temuan-temuan dari hasil audit ini ada yang dapat mempengaruhi kewajaran penyajian laporan keuangan pemerintah daerah dan ada juga yang tidak mempengaruhi kewajaran. 3. Laporan Atas Pengendalian Intern Dalam Kerangka Pemeriksaan LKPD. Laporan ini mengungkapkan hail evaluasi BPK terhadap Pengendalian Intern dalam Penyusunan LKPD. Temuan-temuan dalam Laporan ini berupa kelemahan atas pengendalian intern sehingga membuka risiko terhadap terjadinya salah saji atas Laporan Keuangan yang disusun oleh pemerintah daerah.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.