Edisi Juli 2012

Page 1

VOLUME III, NO 2, JULI 2012

1. Peluang Pengembangan Perikanan Pelagis Kecil di Perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam Oleh Dr. Raihanah, M.Si. 2. Studi Kecenderungan Penggunaan Formalin Sebagai Bahan Pengawet pada Produk Perikanan di Beberapa Pasar Tradisional dalam Wilayah Kota Banda Aceh Oleh Drs. H. Azwar Thaib, M.Si. 3. Pengaruh Perbandingan Campuran Mortar Pengikat Pasangan Batu Bata Terhadap Kekuatan Tekan Oleh Ir. Helwiyah Zain 4. Penyelesaian Pelanggaran HAM di Aceh, Keharusan vs Hambatan Oleh Mariati B, S.H., M.Hum. 5. Penerapan Strategi Active Learning dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Oleh Drs. Nasruddin A.R., M.Si. 6. Sistem Produksi Hijauan Makanan Ternak di Daerah Pemukiman Transmigrasi Oleh Ir. Mulyadi, M.Si. 7. Analisis Kelayakan Angkutan Penyeberangan Ulee Lheue (Banda Aceh) – Lamteng (Pulo Aceh) Oleh Yulfrita Adamy, S.E., M.Si. 8. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Guru pada SMA di Kota Sabang Oleh Ambia Nurdin, S.Pd. S.K.M. 9. Pemberantasan Hama pada Tanaman Mangga dengan Menggunakan Arus Listrik Oleh Drs. Zulkarnaini, M.Si. 10. Learning English Over the Air – A Case Study of Nikoya Radio FM Oleh Ema Dauyah, M.Ed.


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

JURNAL

ISSN 2086-8421

TASIMAK Media Sain dan Teknologi Abulyatama ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ Volume III, No.2 – Juli 2012 Pelindung/Pembina Penanggung Jawab

: Rektor Universitas Abulyatama : Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Abulyatama

Pemimpin Redaksi

: Drs. Yusri, M.Pd.

Redaktur Ahli

: Prof. Dr. H. Warul Walidin, A.K. M.A. (IAIN) Prof.H. Burhanuddin Salim, M.Sc. Ph.D. (Unsyiah) R. Agung Efriyo Hadi, M.Sc. Ph.D (Unaya) Prof. Dr. A. Halim Majid, M.Pd. (Unaya) Drs. Azwar Thaib, M.Si. (Unaya)

Redaktur Pelaksana

: Drs. Zamzami A.R., M.Si. Yuliana, S.E. Yulinar, S.Pd.

Dewan Redaksi

: Muhammad Nur, S.H., M.Hum Ir. Mulyadi Ir. H. Firdaus, M.Si. Dewi Astini, S.H., M.Hum. Maryati B, S.H., M.Hum. Drs. Tamarli, M.Si. Yulfrita Adamy, S.E. M.Si. Drs. H.M. Hasan Yakob, M.M. Drs. Bukhari, M.Si. Ir. M. Isa T. Ibrahim, M.T.

Distributor/Komunikasi Bendahara

: Drs. Akhyar, M.Si. Drs. Muhammad, M.Si. : Drs. Nasruddin A.R., M.Si.

Desain Cover

: aSOKA Communications (www.asoka.web.id)

Website

: www.abulyatama.ac.id.

Alamat Redaksi

: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Abulyatama, Jl. Blang Bintang Lama km 8,5 Lampoh Keude – Aceh Besar, Telepon 0651 21255

1


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

DAFTAR ISI Halaman .P 1. Peluang Pengembangan Perikanan Pelagis Kecil di Perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam Oleh Dr. Raihanah, M.Si. ............................................................................. 1 – 14 2. Studi Kecenderungan Penggunaan Formalin Sebagai Bahan Pengawet pada Produk Perikanan di Beberapa Pasar Tradisional dalam Wilayah Kota Banda Aceh Oleh Drs. H. Azwar Thaib, M.Si. ................................................................ 15 – 25 3. Pengaruh Perbandingan Campuran Mortar Pengikat Pasangan Batu Bata Terhadap Kekuatan Tekan Oleh Ir. Helwiyah Zain ................................................................................. 26 – 31 4. Penyelesaian Pelanggaran HAM di Aceh, Keharusan vs Hambatan Oleh Mariati B, S.H., M.Hum. ..................................................................... 32 – 44 5. Penerapan Strategi Active Learning dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Oleh Drs. Nasruddin A.R., M.Si. ................................................................ 45 – 58 6. Sistem Produksi Hijauan Makanan Ternak di Daerah Pemukiman Transmigrasi Oleh Ir. Mulyadi, M.Si. .............................................................................. 59 – 67 7. Analisis Kelayakan Angkutan Penyeberangan Lintasan Ulee Lheue (Banda Aceh) – Lanteng (Pulo Aceh) Oleh Yulfrita Adamy, S.E., M.Si. ............................................................... 68 – 84 8. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Guru pada SMA di Kota Sabang Oleh Ambia Nurdin, S.Pd., S.K.M. ............................................................. 85 – 99 9. Pemberantasan Hama pada Tanaman Mangga dengan Menggunakan Arus Listrik Oleh Drs. Zulkarnaini, M.Si. ................................................................... 100 – 109 10. Learning English Over the Air – A Case Study of Nikoya Radio FM Oleg Ema Dauyah, M.Ed. ....................................................................... 110 – 119

2


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

PELUANG PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN UTARA NANGGROE ACEH DARUSSALAM (Opportunity of Development of Small Pelagic Fisheries in North Territorial Water of Nanggroe Aceh Darussalam Dr. Raihanah, M.Si. ABSTRACT Action of management of small pelagic fisheries not yet a lot of done in north territorial water of Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), because limited in supporting information and many problems after tsunami. This research aim to analyze common condition and maximum sustainable yield of small pelagic resources so that can be known development opportunities. The method of research are descriptive analysis, standard analysis of fishing unit, and biological analysis. The result that number of fisherman domestic (RTN) increase from 1999 until 2004 (1231 RTN), and in 2005 decreasing (361 RTN) because the happening of tsunami, and then grow up slowly which in 2009 become 480 RTN. Number of fishing boats < 5 GT are 186 units in 2005 and 241 units in 2006 caused there are many grands after tsunami. The average production of small pelagic in quarterly 2 and 3 showed better than quarterly 1 and 4 that are 1517,7 ton and 1530,9 ton respectively. Maximum sustainable yield (MSY) of small pelagic resources are achieved 15479 tons per year and F-optimum are 4896 trips in research location. If connected by a annual production (7069,35 ton), hence the utilization of small pelagic resources about 45,67 %, so this condition gives development opportunities in the future. Key words: development, F-optimum, opportunity, small pelagic resources. I. PENDAHULUAN Menurut DKP (2010), potensi ikan pelagis di perairan Indonesia mencapai 3,2 juta/ton atau 51,62 % dari total potensi perikanan laut yang ada. Oleh karena potensinya yang besar dan cara menangkapnya mudah, maka ikan pelagis kecil merupakan jenis ikan yang paling banyak diusahakan oleh usaha perikanan rakyat. Terkait dengan ini, maka pengembangan perikanan pelagis terutama perikanan pelagis kecil menjadi hal penting untuk menyelamatkan ekonomi rakyat di daerah pesisir. Pemanfaatan

sumberdaya ikan pelagis kecil di Indonesia umumnya terdiri ikan Selar (Selaroides leptolepis), Sunglir (Elagastis bipinnulatus), Teri (Stolephorus indicus), Japuh (Dussumieria spp), Tembang (Sadinella fimbriata), Lemuru (Sardinella Longiceps) dan Siro (Amblygaster sirm), dan kelompok Skrombroid seperti Kembung (Rastrellinger spp). Perairan utara Propinsi Nanggro Aceh Darussalam (wilayah Selat Malaka) termasuk perairan Indonesia yang saat ini banyak dimanfaatkan potensi ikan pelagis kecilnya oleh nelayan tradisional setempat 3


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

maupun yang berasal dari propinsi lain. Hasil tangkapan ikan pelagis kecil termasuk paling dominan (52,12 %) di perairan utara Nanggro Aceh Darussalam. Secara sepintas, hal ini tentu sangat positif untuk pengembangan usaha perikanan yang mendukung pembangunan daerah dan masyarakat di masa datang. Menurut Dahuri (2001), pembangunan perikanan di wilayah utara dan timur Propinsi Nanggro Aceh Darussalam ini masih menghadapi tantangan dan permasalahan yang cukup besar seperti masih banyaknya pencurian ikan oleh kapal asing, penangkapan ikan dengan menggunakan cara yang merusak sumberdaya dan habitatnya, pelayanan di pelabuhan perikanan yang dapat mengakibatkan biaya ekonomi tinggi, dan fokus pengembangan tidak diarahkan pada produk dengan unggulan dengan trend produksi yang bagus. Pemecahan hal ini terkadang sulit karena data dan informasi terkait terutama yang menyangkut kondisi nelayan, armada penangkapan, statistik produksi, serta potensi sumberdaya ikan yang bisa dimanfaatkan belum tersedia dengan baik. Penelitian ini diharapkan dapat membantu hal tersebut di atas, sehingga peluang pengembangan dapat diketahui dan tindakan pengelolaan dapat dilakukan secara tepat. 2 TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kondisi umum kegiatan perikanan dan menganalisis potensi lestari sumberdaya ikan pelagis kecil sehingga dapat diketahui peluang pengembangannya di perairan utara Propinsi Nanggro Aceh Darussalam.

ISSN 2086 - 8421

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di perairan utara Propinsi Nanggro Aceh Darussalam pada koordinat 95,2 – 96,0 BT dan 5,3 – 5,8 LU dengan basis PPN Lampulo. Penelitian ini dilaksanakan selama 10 (sepuluh) bulan dimulai dari bulan Agustus 2009 sampai dengan Mei 2010. 3.2 Jenis Data yang Dikumpulkan Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, mencakup jenis hasil tangkapan, jumlah hasil tangkapan, upaya penangkapan, musim ikan, daerah penangkapan, zona pemanfaatan, dan lainnya. 3.3 Metode Pengumpulan Data 3.3.1 Metode Pengumpulan Data Primer Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan langsung dan wawancara mendalam pada lokasi dengan intensitas kegiatan penangkapan ikan pelagis kecilnya dominan. Data primer difokuskan pada data jenis hasil tangkapan, jumlah hasil tangkapan, musim ikan dan daerah penangkapan ikan, Wawancara mendalam dilakukan dengan bantuan kuiseoner kepada responden yang ditetapkan sebanyak 10 % dari total populasi kelompok sampling (Irianti dalam Bungin, 2004). Responden berasal dari kelompok nelayan, pemilik kapal, dan pengusaha perikanan.

2


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

3.3.2

ISSN 2086 - 8421

analisis ini dapat disajikan dalam bentuk narasi, grafik, tabel, dan lainnya.

Metode Pengumpulan Data Sekunder

Metode pengumpulan data sekunder terdiri dari studi literatur, konsultasi pakar, dan kombinasi keduanya.

3.4. Metode Analisis Pengolahan dan analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari analisis dekriptif, standarisasi unit penangkapan ikan, dan analisis biologi. 3.4.1

Analisis Deskriptif Analisis deskriptif dilakukan untuk menjelaskan kondisi umum kegiatan perikanan pelagis kecil di perairan Nanggro Aceh Darussalam. Analisis deskriptif ini dapat mencakup analisis terkait kondisi rumah tangga nelayan (RTN), perkembangan armada penangkapan, perkembangan produksi/hasil tangkapan baik dalam skala tahunan maupun kwartal. Hasil CPUE

CPUE

HT s s

FE

s

s

HT i i

FPI

FPI

i

3.4.2 Standardisasi Unit Penangkapan Ikan Standarisasi unit penangkapan ikan merupakan tahapan penting untuk analisis potensi sumberdaya perikanan pelagis kecil di perairan utara Propinsi Nanggro Aceh Darussalam. Standarisasi ini diperlukan untuk keseragaman upaya penangkapan yang ada sehingga tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan selama ini di lokasi dapat dihitung dengan mudah, dapat potensi pengembangannya diketahui. Unit penangkapan ikan yang dijadikan standar adalah jenis unit penangkapan yang paling dominan menangkap jenisjenis ikan utama di lokasi yang ditandai oleh CPUE atau laju tangkapan rataratanya bernilai paling besar. Adapan persamaan yang terkait dengan perhitungan FPI ini (Gulland, 1983) :

CPUE

s

CPUE

s

CPUE

i

CPUE

s

1

SE = FPi x FEi

FE i

Di mana CPUEs = jumlah hasil tangkapanan per satuan upaya unit penangkapan standar pada tahun ke-i; CPUEi = atau jumlah hasil tangkapanan per satuan upaya jenis penangkapan yang akan distandardisasi; HTs = jumlah hasil tangkapan (catch) jenis unit penangkapan

yang dijadikan standar pada tahun ke-i; HTi = jumlah hasil tangkapan (catch) jenis unit penangkapan yang akan distandardisasi pada tahun ke-i; FEs = jumlah upaya penangkapan (effort) jenis unit penangkapan ikan yang dijadikan standar pada tahun ke-i; FEi = jumlah 3


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

upaya penangkapan (effort) jenis unit penangkapan yang akan distandardisasi pada tahun ke-i; FPIs = fishing power indeks atau faktor daya tangkap jenis unit penangkapan standar pada tahun ke-i; FPIi = fishing power indeks jenis unit penangkapan yang akan distandardisasi pada tahun ke-i; dan SE =upaya penangkapan (effort) hasil standardisasi pada tahun ke-i.

ISSN 2086 - 8421

CPUE = a – b.f

MSY =

a

2

f (opt)

4b

=

a 2b

Dimana CPUE = rata-rata tangkapan per satuan upaya penangkapan, F = upaya penangkapan, a dan b = parameter regresi, MSY = potensi lestari ikan pelagis kecil, dan f(opt) = upaya penangkapan optimum ikan pelagis kecil.

3.4.3. Analisis Biologi

4. HASIL PENELITIAN

Analisis biologi digunakan untuk menduga potensi lestari (MSY) perikanan pelagis kecil yang dilakukan dengan cara mengolah data hasil tangkapan utama dari setiap unit tangkapan ikan yang dioperasikan dan upaya penangkapan. Menurut Sparre dan Venema (1999) yang diacu dalam Ihsan (2000), parameter biologi untuk menduga konstantakonstanta persamaan surplus produksi. Pendugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield/MSY) dengan model surplus produksi ini menggunakan pendekatan awal berupa metode Schaefer yang mengembangkan analisis regresi dari catch per-unit effort (CPUE) terhadap jumlah effort (f) yang distandarisasi. Secara matematis, catch per-unit effort (CPUE), MSY, dan f(opt) dinyatakan dengan persamaan :

4.1 Kondisi Nelayan dan Armada Penangkapan Ikan 4.1.1 Kondisi Rumah Tangga Nelayan (RTN) Nelayan merupakan pelaku utama kegiatan perikanan tangkap termasuk untuk perikanan pelagis kecil. Peran nelayan dalam kegiatan perikanan tangkap termasuk di perairan utara Propinsi Nanggro Aceh Darussalam (NAD) sangat tergantung pada kehidupan rumah tangganya. Nelayan yang melibatkan isteri dan anaknya dalam kegiatan perikanan biasanya lebih sukses dan lebih dapat bertahan terhadap berbagai pemasalahan yang terjadi pada kegiatan perikanan. Tabel 1 menyajikan perkembangan jumlah rumah tangga nelayan (RTN) di perairan utara Nanggro Aceh Darussalam tahun 1999 – 2009.

4


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

Tabel 1 Perkembangan jumlah rumah tangga nelayan (RTN) di perairan utara NAD tahun 1999 – 2009 Tahun Uraian 1999 Jumlah Rumah Tangga Nelayan /RTN (KK)

866

2000 2001 851

1069

2002

2003

2004

1121

1156

1231

2005 2006 2007 2008 2009 361

458

480

480

480

Sumber : Hasil analisis data lapang (2010)

Berdasarkan Tabel 1, jumlah rumah tangga nelayan cenderung meningkat hinga tahun 2004. Pada tahun 2005, menurun drastis dari 1231 RTN pada tahun 2004 menjadi 361 RTN pada tahun 2005. Hal ini terjadi karena adanya tsunami (tahun 2004) yang menyebabkan banyak anggota keluarga nelayan yang menjadi korban. Dengan adanya program pemulihan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dan dibantu oleh beberapa donor dari luar, maka terjadi peningkatan kembali pada tahun 2006 menjadi 458 RTN, dan tahun 2009 menjadi 480 RTN.

4.1.2 Perkembangan Armada Penangkapan Secara umum, armada penangkapan ikan yang berkembang di perairan utara Nanggro Aceh Darussalam terdiri dari perahu tanpa motor, perahu papan, motor tempel, dan kapal motor. Armada penangkapan ikan tersebut berkembang secara alami di perairan utara NAD, berdasarkan pilihan nelayan yang terdapat di lokasi. Secara detail, Gambar 1 menyajikan secara detail perkembangan perahu papan dan kapal motor yang terdapat di perairan utara Nanggro Aceh Darussalam untuk periode tahun 1999 – 2009.

1


ISSN 2086 - 8421

250

Jumlah Kapal Motor (unit)

Jumlah Perahu Papan (unit)

Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

200 150 100 50 0 1998

2000

2002

2004

2006

2008

300 250 200 150 100 50 0 1998

2000

2010

2002

2004

2006

2008

2010

Tahun

Tahun Perahu Papan Kecil

Perahu Papan Sedang

Perahu Papan Besar

< 5 GT

5 - 10 GT

10 - 20 GT

30 - 50 GT

50 - 100 GT

100 - 200 GT

20 - 30 GT

(a) perahu papan (b) kapal motor Gambar 1 Perkembangan jumlah perahu papan dan kapal motor di perairan utara Nanggroe Aceh Darussalam tahun 1999 – 2009

Berdasarkan Gambar 1, perahu papan besar meningkat drastis pada tahun 2001 hingga tahun 2004, yaitu sekitar 125 unit pada tahun 2001 menjadi 201 unit pada tahun 2004. Sedangkan perahu papan kecil tidak menglami peningkatan (tetap 35 unit), dan perahu papan sedang belum dikembangkan (0 unit). Namun setelah terjadi tsunami, perahu papan besar dan perahu papan kecil menurun dratis, dan yang berkembang adalah perahu papan sedang. Sedangkan untuk kapal motor, pada periode tahun 1999 – 2004, kapal motor < 5 GT dan kapal motor 5 – 10 GT merupakan kapal motor yang dominan dikembangkan di perairan utara Nanggro Aceh Darussalam. Pada tahun 1999, kapal motor < 5 GT sekitar 77 unit dan meningkat pada tahun 2003 menjadi 120 unit. Untuk kapal motor 5 – 10 GT, pada tahun 1999 sekitar 87 unit meningkat pada tahun 2004 menjadi 196 unit. Kapal motor < 5 GT meningkat menjadi 186 unit tahun

2005 dan 241 unit tahun 2005 karena ada bantu pasca tsunami. Peningkatan juga terjadi pada kapal motor 20 – 30 GT, dimana dari tidak akan menjadi 135 unit pafa tahun 2005. 4.2 Perkembangan Hasil Tangkapan Ikan 4.2.1 Hasil Tangkapan Ikan Tahunan Secara umum, hasil tangkapan ikan di perairan utara Nanggro Aceh Darussalam dapat dilihat dalam skala tahunan dan juga dalam jangka waktu lebih pendek, misalnya skala kwartal (3 bulanan). Baik dalam skala tahunan maupun skala kwartal, hasil tangkapan ikan yang didapat nelayan bisa berbedabeda dipengaruhi oleh pola migrasi ikan, musim, dan faktor lingkungan perairan lainnya. Gambar 2 menyajikan perkembangan hasil tangkapan ikan pelagis kecil di perairan utara Nanggro Aceh Darussalam tahun 1999 – 2009.

1


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

3500

Kw artal 4

3000

Produksi (ton)

Kembung 2500

Layang Tembang

2000

Kw artal 3

Selar Teri

1500

Layar

Kw artal 2

Lemuru

1000

Sunglir

Kw artal 1

500 0 1998

2000

2002

2004

2006

2008

0

2010

(a)

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

Produksi (ton)

Tahun

menurut jenis ikan

(b) menurut kwartal

Gambar 2 Perkembangan hasil tangkapan ikan pelagis kecil di perairan utara Nanggro Aceh Darussalam tahun 1999 – 2009

Berdasarkan Gambar 2, ikan teri, layang, dan kembung merupakan hasil tangkapan yang dominan yang didapat nelayan di perairan Nanggro Aceh Darussalam selama periode tahun 1999 – 2009. Namun demikian, hasil tangkapan tersebut sangat berfluktuasi dari tahun ke tahun. Ikan teri merupakan hasil tangkapan terbanyak nelayan periode tahun 2000 – 2001, dan pada tahun 2002 – 2004 sedikit menurun dan digantikan oleh ikan kembung. Hasil tangkapan ikan layang, meningkat pesat pada periode tahun 2005 – 2007. Untuk kwartal, hasil tangkapan tersebut terbagi dalam kwartal 1 (Januari – Maret), kwartal 2 (April Juni), kwartal 3 (Juli-September), dan kwartal 4 (Oktober – Desember). Hasil tangkapan rata-rata ikan pelagis kecil di perairan utara Nanggro Aceh Darussalam umumnya lebih banyak pada kwartal 2 dan 3. Pada kwartal 2, hasil tangkapan rata-rata ikan pelagis kecil di lokasi mencapai 1517,7 ton dan pada kwartal 3 meningkat lagi yaitu rata-rata menjadi 1530,9 ton. Kwartal 4

mempunyai hasil tangkapan rata-rata ikan pelagis kecil paling rendah di perairan utara Nanggro Aceh Darussalam, yaitu 1193,1 ton. 4.2.2

Hasil Tangkapan Ikan Di Setiap Kwartal Untuk melihat perkembangan hasil tangkapan setiap jenis ikan pelagis kecil di setiap kwartal selama 11 tahun (1999 – 2009), maka dilakukan analisis produksi berdasarkan kwartal (Gambar 3). Berdasarkan Gambar 3, selama kwartal 1 tahun 2000, 2001 dan 2003, ikan teri merupakan produk dominan nelayan di perairan utara Nanggro Aceh Darussalam. Hasil tangkapan rata-rata ikan teri pada kwartal 1 tahun 2000, 2001, dan 2003 berturut-turut mencapai 443,1 ton, 877,1 ton, dan 449,6 ton. Selain teri, ikan lemuru dan selar termasuk jenis hasil tangkapan penting selama 2000 – 2004, yaitu masingmasing pada tahun 2000 produksinya mencapai 354,4 ton dan 135,4 ton, dan pada tahun 2004 produksinya mencapai

1


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

312,5 ton dan 291,9 ton. Pada kwartal 1 tahun 2005-2007, ikan layang menjadi hasil tangkapan dominan nelayan di perairan utara Nanggro Aceh Darussalam, yaitu masing-masing mencapai 585,5 ton, 723,7 ton, dan 247 ton. Untuk kwartal 2 ini, hasil tangkapan rata-rata ikan teri dominan hanya pada tahun 2001, sedangkan pada tahun berikutnya didominasi oleh henis lainnya. Pada kwartal 2 tahun 2004, hasil

tangkapan dominan berupa ikan kembung yang mencapai 544,6 ton. Pada kwartal 2 tahun 2005, hasil tangkapan dominan nelayan berupa ikan layang (585,5 ton), sedangkan pada kwartal 2 tahun 2006 berupa ikan kembung dan ikan sunglir yang produksinya masing-masing mencapai 727,3 ton. Di kwartal 3 untuk periode tahun 1999 –teri, kembung, dan layang ini masing-masing mencapai 813 ton (tahun 2001), 717,4 ton (tahun 2003), dan 613,6 ton (2006).

2600 Layang

2080

Tembang Selar

1560

teri layar Lemuru

1040

Sunglir Jepuh

520

kembung

0 1998

2000

2002

2004

2006

2008

Produksi Kwartal II (ton)

Produksi Kwartal I (ton)

2600

Layang

2080

Selar

1560

teri layar Lemuru

1040

Sunglir Jepuh

520

kembung

0 1998

2010

Tembang

2000

2002

(a) kwartal 1

2008

2010

(b) kwartal 2 2600 Layang

2080

Tembang Selar

1560

teri layar Lemuru

1040

Sunglir Jepuh

520

kembung

2000

2002

2004

2006

2008

Tahun

(c) kwartal 3

2010

Produksi Kwartal IV (ton)

2600

Produksi Kwartal III (Tahun)

2006

Tahun

Tahun

0 1998

2004

Layang

2080

Tembang Selar

1560

teri layar Lemuru

1040

Sunglir Jepuh

520

kembung

0 1998

2000

2002

2004

2006

2008

2010

Tahun

(d) kwartal 4

Gambar 3 Hasil tangkapan rata-rata ikan pelagis kecil di setiap kwartal di perairan utara Nanggro Aceh Darussalam tahun 1999 – 2009

7


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

Bila melihat jenis ikannya, maka hasil tangkapan rata-rata ikan pelagis kecil di kwartal 4 termasuk kurang stabil dibandingkan tiga kwartal lainnya. Ikan teri merupakan produk dominan untuk kwartal 4 tahun 2001, yang mencapai 577,2 ton. Ikan kembung menjadi produk dominan untuk jenis ikan pelagis kecil di kwartal 4 tahun 2004 yang produksinya mencapai 760,9 ton. Ikan layang menjadi produk dominan untuk jenis ikan pelagis kecil di kwartal 4 tahun 2006 yang produksinya mencapai 626,4 ton.

ISSN 2086 - 8421

4.3 Potensi Pengembangan Perikanan Pelagis Kecil 4.3.1 Standarisasi Upaya Penangkapan Ikan Pelagis Kecil Penangkapan ikan pelagis kecil di perairan utara Nanggro Aceh Darussalam umumnya menggunakan jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), jaring lingkar (JL), payang, purse seine, jaring klitik (JK), pukat ikan, dan tramel net. Jenis ikan pelagis kecil yang umum ditangkap oleh nelayan di di peraiarn utara Nanggro Aceh Darussalam terdiri dari jenis ikan layang, tembang, selar, teri layar, lemuru, sunglir, jepuh, dan kembung. Tabel 2 menyajikan hasil tangkapan total (catch total), effort gabungan hasil standarisasi dan CPUE standar.

Tabel 2 Catch total, effort gabungan hasil standarisasi dan CPUE standar Tahun

HTs-total (ton)

SE-Gab (unit)

CPUE Standar (ton/unit)

1999

9517.1

4889.320

1.947

2000

16143.5

3044.848

5.302

2001

11379.7

4604.928

2.471

2002

6223.8

10064.343

0.618

2003

6292.5

9632.219

0.653

2004

5707.7

5175.898

1.103

2005

3735.7

346.138

10.793

8


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

2006

4093

935.543

4.375

2007

4999.3

4028.183

1.241

2008

4672.2

2894.829

1.614

2009

4998.4

2301.065

2.172

Sumber : Hasil analisis data (2010)

Hasil standarisasi pada Tabel 2 merupakan gabungan dari hasil analisis standar terkait hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan pelagis kecil menggunakan sembilan jenis alat tangkap tersebut. Alat tangkap tersebut sangat diandalkan oleh nelayan di lokasi karena mereka cukup menguasai teknologinya, meskipun sangat terbatas.

4.3.2 Potensi Lestari Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Data hasil standarisasi pada Tabel 2 berguna untuk menganalisis potensi lestari (MSY) sumberdaya ikan pelagis kecil dan upaya penangkapan optimumnya (f-optimum) di perairan utara Nanggro Aceh Darussalam. Gambar 4 menyajikan hubungan upaya penangkapan dengan produksi, MSY dan f-optimum untuk ikan pelagis kecil di perairan utara Nanggro Aceh Darussalam.

18000 MSY =15479 ton

2000

16000

Produksi (ton)

14000 12000

2001

10000

1999

8000 6000

2003 2005 2006

4000

2009 2008

2007

2004

2002

F-opt=4896 trip

2000 0 0

2000

4000

6000

8000

10000

Upa ya Pe na ngka pa n (trip)

Gambar 4 Hubungan upaya penangkapanan dengan produksi, MSY dan F Optimum untuk ikan pelagis kecil di perairan utara Nanggro Aceh Darussalam 1


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

Berdasarkan Gambar 4, potensi maksimum lestari (Maximum Sustainable Yield/MSY) sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan utara Nanggro Aceh Darussalam sekitar 15479 ton setiap tahunnya, sedangkan upaya penangkapannya yang optimum (F opt) sekitar 4896 trip. Produksi tahunan rata-rata ikan pelagis kecil di perairan utara Nanggro Aceh Darussalam selama periode 11 tahun terakhir sekitar 7069,35 ton. Bila nilai tersebut dihubungkan dengan nilai potensi maksimum lestari (Maximum Sustainable Yield/MSY) maka tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil di Pantai Utara Nanggroe Aceh Darussalam sekitar 45,67 %. Produksi ikan pelagis kecil pada tahun 2009 yang sekitar 4998,4 ton (Tabel 2), sehingga masih sangat terbuka untuk ditingkatkan pada tahun-tahun berikutnya. Hasil analisis terkait slope/kemiringan hubungan upaya penangkapan dengan CPUE ikan pelagis kecil menunjukkan nilai negatif (-0,00065). Nilai negatif tersebut menunjukkan bahwa peningkatan upaya penangkapan ikan cenderung menurunkan hasil tangkapan ikan untuk setiap trip penangkapan yang dilakukan di perairan utara Nanggro Aceh Darussalam. Namun demikian, nilai negatif sangat kecil (slope landai) yang menunjukkan bahwa penurunan hasil tangkapan ikan untuk setiap trip penangkapan tidak akan terjadi selama peningkatan upaya penangakapan dilakukan secara normal. 5. PEMBAHASAN Potensi lestari sumberdaya ikan pelagis kecil yang mencapai 15479 ton/tahun merupakan potensi besar untuk memajukan kegiatan perikanan di perairan utara Nanggro Aceh Darussalam. Dalam

ISSN 2086 - 8421

penelitiannya, Hendriwan, et. al (2008) menyatakan bahwa potensi perikanan sangat tingkat optimasi pengelolaan sumberdaya perikanan dan strategi pengembangannya sehingga pengelolaan tersebut dapat berkelanjutan. Namun demikian, keberhasilan kegiatan perikanan tangkap termasuk yang terkait dengan perikanan pelagis kecil, juga sangat bergantung pada peran yang dilakukan oleh nelayan. Hal ini karena nelayan merupakan pelaku langsung yang utama pada kegiatan perikanan tangkap tersebut. Menurut Elfindri (2002), nelayan dan rumah tangganya memegang peran yang sangat penting dalam memajukan ekonomi masyarakat pesisir. Hasil tangkapan ikan yang didapat nelayan dan kontribusi keluarga nelayan pada usaha perikanan dapat memacu perkembangan kegiatan ekonomi kawasan, terutama kawasan pantai utara Nanggroe Aceh Darussalam. Pertumbuhan rumah tangga nelayan (RTN) memberi indikasi positif bagi perkembangan ekonomi masyarakat pesisir. Terkait dengan ini, maka berbagai upaya pembinaan dan pemberdayaan harus terus dilakukan untuk meningkatkan peran nelayan tersebut. Pembinaan dari PEMDA juga sangat diharapkan, Agar peningkatan pendapatan nelayan sektor ini akan bisa berjalan sebagai mana harapan. Untuk hasil tangkapan ikan pelagis kecil, relatif tinggi pada kwartal 2 (AprilJuni) dan kwartal 3 (Juli-September) setiap tahunnya terjadi karena kondisi perairan yang relatif tenang pada bulan-bulan tersebut, sehingga pergerakan nutrien lebih stabil. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan NAD (2010) kepada kwartal 2 dan 3, angin umumnya bertiup dari arah tenggara menuju ke barat dimana angin

9


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

dan ombak tidak terlalu besar, dan di daerah tropis kondisi ini menyebabkan musim kemarau. Di samping membantu penyebaran nutrien terutama yang berasal dari perairan Sumatera, kondisi ombak yang tetap ini memudahkan nelayan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan. Tomascik, et. al (1997) menyatakan bahwa perairan yang kaya dengan nutrien dapat meningkatkan hasil tangkapan terutama dari jenis ikan pelagis kecil. Sedangkan menurut Mumby, et. al (1999), migrasi gerombolan ikan pelagis kecil yang mengikuti pergerakan nutrien dapat menjadi petunjuk pemasangan alat penangkapan ikan. Ikan layang, selar, teri dan kembung merupakan ikan pelagis kecil dominan yang ditangkap nelayan di perairan utara Nanggro Aceh terutama untuk kwartal 3. Hal ini karena ikan teri termasuk mudah berkembang bila kondisi kondisi kesuburan perairan baik dan arus perairan yang tenang (di kwartal 3). Pada kwartal yang sama selama periode 1999 2009, produksi ikan pelagis kecil cukup fluktuatif (tidak stabil) dipengaruhi oleh pola musim dan jenis alat tangkap/armada penangkapan yang dioperasikan nelayan dari waktu ke waktu. Menurut Hartoto, et.al (2009), pola penggunaan alat tangkap/armada penangkapan dapat berubah-ubah dalam waktu yang sama tergantung dari ketrampilan dan perkembangan teknik penangkapan yang sukai nelayan, serta musim ikan. Secara sosial pola pemanfaatan seperti ini termasuk baik, karena ada upaya adopsi teknologi penangkapan, pembinaan ketrampilan nelayan, serta menumbuhkan partisipasi pihak-pihak yang berkepenting-

ISSN 2086 - 8421

an dalam perikanan.

pengelolaan

sumberdaya

Selama ini pemanfaatan sumberdaya perikanan pelagis kecil di Pantai Utara Nanggroe Aceh Darussalam belum optimal terutama setelah terjadinya tsunami pada tahun 2004. Menurut BRR (2010), akibat adanya tsunami menyebabkan semua sektor ekonomi masyarakat pesisir lumpuh. Pembinaan oleh BBR masih perlu untuk mengangkat kegiatan ekonomi perikanan yang aktif kurang dari 10 %, dan melanjutkan pengelolaan hibah. Ekonomi perikanan masih sulit ditingkatkan lagi karena masyarakat pesisir masih trauma untuk melakukan aktivitas ekonomi yang berhubungan dengan laut. Terkait dengan ini, maka pengembangan kegiatan perikanan sebagai basis ekonomi masyarakat pesisir menjadi tugas bersama PEMDA dan masyarakat sekitar. Potensi lestari sumberdaya ikan pelagis kecil yang mencapai 15.479 ton per tahun (Gambar 4) perlu dimanfaatkan dengan baik sehingga membawa kesejahteraan bagi masyarakat pesisir di perairan utara Nanggro Aceh Darussalam. Menurut Hanna (1995), peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal harus menjadi tujuan dari setiap kegiatan pengelolaan sumberdaya alam, partisipasi mereka perlu diakomodir secara optimal dan disertai dengan pembinaan yang terus meneurus. Hal ini karena masyarakat local mereka stakhoders yang dekat dengan potensi perikanan tersebut dan sehari-hari aktivitasnya di kawasan tersebut. Produksi perikanan pada tahun 2009 yang hanya mencapai 4672,2 ton per tahun atau sekitar 30 % dari potensi lestari 10


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

sumberdaya ikan yang ada tentu memberi ruang untuk pengembangan produksi perikanan pelagis kecil di perairan utara Nanggro Aceh Darussalam ini. Bila mengacu kepada ketentuan Food and Agriculture Organization (FAO) (2005), maka tingkat produksi ini berada dalam range rendah sampai moderat, sehingga masih leluasa untuk dimanfaatkan. Sedangkan menurut Fauzi (2005), pemanfaatan sumberdaya perikanan harus dilakukan secara selektif dengan memilih beberapa produk perikanan yang dijadikan unggulan, dan selanjutnya pemerintah menetapkan regulasi untuk implementasi pengelolaannya. Bila melihat pola produksi/hasil tangkapan rata-rata yang didapat nelayan pada semua kwartal, maka ikan teri, layang, dan kembung dapat dijadikan sebagai komoditas unggulan untuk jenis ikan pelagis kecil di perairan utara Nanggro Aceh Darussalam. Produksi ketiga jenis ikan pelagis kecil ini cukup dominan (Gambar 2) dan dapat diperolah nelayan setiap kwartalnya (Gambar 4.7). Karyana (1993) dan Mamuaya, et.al (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa produksi ikan yang stabil dengan nilai yang cukup tinggi dapat menjamin keberlanjutan ekonomi perikanan bagi daerah sekitarnya. Ekonomi perikanan akan berkembang dengan baik sangat tergantung pada kontribusi masyarakat kawasan untuk menghasilkan produk yang dibutuhkan pasar secara kontinyu. Produksi perikanan yang terjaga dengan dapat menarik minat investor luar untuk mengembangan potensi perikanan yang ada sehingga menjadi lebih besar dan berdaya saing.

ISSN 2086 - 8421

Terkait dengan ini, maka pemanfaatan potensi sumberdaya ikan pelagis kecil komoditas unggulan tersebut harus dilakukan secara hati-hati dan bertanggung jawab sehingga keberlanjutannya dapat dirasakan oleh generasi mendatang. Slope hubungan upaya penangkapan dengan CPUE ikan pelagis kecil di perairan utara Nanggro Aceh Darussalam bernilai negatif (-0,00065) pada Gambar 5 memberi indikasinya perlunya kehati-hatian ini. Semakin sering kegiatan penangkapan ikan dilakukan, maka ada kecenderungan hasil tangkapan yang didapat semakin kurang. Kehatianhatian ini dapat dilakukan dalam bentuk tidak menggunakan bahan atau alat tangkap yang destruktif, tidak melakukan penangkapan ikan di daerah ruaya ikan, meminimalkan interaksi penangkapan dengan komponen ekosistem perairan dan hal ini perlu diawasi terus. Kimker (1994) menyatakan pengawasan pemanfaatan harus terus dilakukan baik pada perairan yang overfishing maupun yang tidak overfishing. Pengawasan yang baik merupakan ujung tombak dari pelaksanaan kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan secara bertanggung jawab yang menjamin keberlanjutan kegiatan perikanan di suatu kawasan. 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Jumlah rumah tangga nelayan (RTN) cenderung meningkat hingga tahun 2004. Pada tahun 2005, menurun drastis menjadi 361 RTN (dari 1231 RTN pada tahun 2004). Penurunan juga terjadi pada armada penangkapan ikan perahu papan kecil, perahu papan besar, dan kapal motor 11


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

5 -10 GT. Kapal motor < 5 GT meningkat menjadi 186 unit tahun 2005 dan 241 unit tahun 2005. Peningkatan jumlah kapal ini juga terjadi pada kapal motor 20 – 30 GT, dimana dari tidak akan menjadi 135 unit pafa tahun 2005. Hasil tangkapan ikan pelagis kecil di kwartal 2 dan 3 umumnya lebih baik daripada kwartal 1 dan 4. Pada kwartal 2, hasil tangkapan rata-rata ikan pelagis kecil di lokasi mencapai 1517,7 ton dan pada kwartal 3 meningkat lagi yaitu rata-rata menjadi 1530,9 ton. Potensi maksimum lestari (MSY) sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan utara Nanggro Aceh Darussalam sekitar 15479 ton setiap tahunnya, sedangkan upaya penangkapannya yang optimum (F-optimum) sekitar 4896 trip. Produksi tahunan ratarata ikan pelagis kecil di perairan utara Nanggro Aceh Darussalam selama periode 11 tahun terakhir sekitar 7069,35 ton dan bila dibandingkan nilaiMSY maka tingkat pemanfaatan ini baru sekitar 45,67 %, sehingga masih ada peluang untuk dikembangkan di masa yang akan datangm terutama untuk jenis unggulan. Oleh karena pola produksinya yang baik, maka ikan teri, layang, dan kembung dapat dijadikan sebagai komoditas unggulan untuk pengembangan perikanan pelagis kecil di perairan utara Nanggro Aceh Darussalam.

ISSN 2086 - 8421

untuk menjamin kelestarian hayati dan konyunitas pendapatan bagi nelayan sekitar.

6.2. Saran Pengembangan usaha perikanan pelagis kecil hendaknya diarahkan pada jenis hasil tangkapan yang menjadi komoditas unggulan, seperti ikan teri, layang, dan kembung. Komoditas unggulan tersebut merupakan jenis ikan yang banyak tersedia di lokasi dan hasil tangkapan stabil, dan hal ini penting 12


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

DAFTAR PUSTAKA

Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR). 2010. BRR Dinilai Belum Layak Tinggalkan Aceh. http://news.okezone.com/read/2008/03/27/1/95302/1/ brrdinilai-belum-layak-tinggalkan-aceh. Bungin, B. 2004. Metode Penelitian Kuantitatif. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Dahuri, R., 2001. Kebijakan Penertiban Izin Kapal Asing Di Perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Seminar Nasional 20 Oktober 2001, Diselenggarakan Oleh HIMASEPA IPB. Jakarta. 9 hal. Dinas Kelautan dan Perikanan NAD. 2010b. Prospek Pengembangan Potensi perikanan Nanggro Aceh Darussalam. DKP NAD, Banda Aceh. Elfindri. 2002. Ekonomi Patron-klien. Fenomena Mikro Rumah Tangga Nelayan dan Kebijakan Makro. Andalas University Press. Fauzi, A. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Food Agriculture Organization [FAO]. 2005. Agriculture (SOFIA). FAO.

The State of World Fisheries and

Gulland, J. A., 1983. Fish Stock Assessment: Amanual of Basic Methods. ChichesterNew York-Brishbane-Toronto-Singapor: John Wiley Sons. 223 p. Hanna, S. 1995. Efficiencies of User Participation in Nautral Resource Management. In Hanna, S. and M. Munasinghe (eds.) In Property Rights and the Environment Social and Ecological Issues. Biejer International Institute of Ecological Economics and The World Bank. Washington, D.C Hartoto, D., I., Adrianto, L.; Kalikoski, D.; Yunanda, T. (eds) (2009). Building capacity for mainstreaming fisheries co-management in Indonesia. Course book. FAO/Jakarta, DKP/Jakarta: Rome, dari website: ftp://ftp.fao.org/docrep/fao/012/i0989e/ i0989e.pdf Hendriwan, M. F. A. Sondita, J. Haluan, dan B. Wiryawan. 2008. Analisis Optimasi Pengelolaan Perikanan Tangkap dan Strategi Pengembangannya di Teluk Lampung. Buletin PSP Volume XVII No.1 April 2008. Hal 44-70. Karyana, B. 1993. Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Pelagis di Perairan Pantai Barat Kalimantan. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 72 tahun 1993 : 33 – 41.

15


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

Kimker, A. L. 1994. Tunner Crab Survival in Closed Pots. Alaska Fishery Research Bulletin, Vol 1 No. 2 pp 179 – 183. Mamuaya GE., Haluan J, Wisudo SH, dan Astika IW. 2007. Status Keberlanjutan Perikanan Tangkap di Daerah Kota Pantai : Penelaahan Kasus di Kota Manado. Buletin PSP Vol. XVI. 1 : 146-160. Mumby, P.J, E. P. Green, A. J. Edwards, and C. D. Clark. 1999. The cost-effectiveness of remote sensing for tropical coastal resources assessment and management. Journal of Environmental Management (1999) 55, 157–166. Tomascik, T., A.J. Mah., A. Nontji, and K.M. Moosa. 1997. The Ecology of The Indonesian Seas – Part One and Two. The Ecology Journal of Indonesia Series Vol. 8. Peripcus, Singapore

16


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

STUDI KECENDRUNGAN PENGGUNAAN FORMALIN SEBAGAI BAHAN PENGAWET PADA PRODUK PERIKANAN DI BEBERAPA PASAR TRADISIONAL DALAM WILAYAH KOTA BANDA ACEH Drs. H. Azwar Thaib, M. Si (Email: azwar.thaib@yahoo.com) ABSTRAK Pengawetan produk hasil perikanan dengan tujuan mempertahankan mutu dan nilai jual menjadi perhatian semua pihak. Dugaan penggunaan bahan pengawet kimia seperti formalin, telah meresahkan masyarakat konsumen. Hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya kesadaran masyarakat konsumen terhadap bahaya yang akan ditimbulkan sebagai akibat dari penggunaaan bahan tersebut. Sementara bagi sebahagian kecil pedagang yang tidak bertanggung jawab melakukan hal tersebut diduga dengan tujuan mendapat keuntungan yang lebih besar melalui peningkatan daya simpan yang relatif lama, dan biaya produksi yang tidak terlalu besar. Penelitian ini bertujuan untuk untuk melihat apakah terdapat kecendrungan pengunaan formalin sebagai bahan pengawet pada produk perikanan baik segar maupun olahan yang di pasarkan pada pasar-pasar tradisional dalam wilayah Kota Banda Aceh. Sebagai sampel uji dilakukan terhadap produk segar dan olahan, baik yang berasal dari dalam Propinsi Aceh maupun didatangkan dari Medan Propinsi Sumatra Utara. Adapun titik pengambilan sampel adalah pasar ikan peunanyong, pasar aceh, pasar pagi seutui, pasar pagi keutapang, pasar ulhee –lhee, dan TPI Lampulo. Hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa hanya sebahagian sangat kecil dari ikan sampel uji yang terindikasi terdapat formalin. Dan hasil wawancara tidak ditemukan pengakuan apakah penangkap atau penjual produk perikanan yang memiliki kecendrungan mengunakan formalin sebagai bahan pengawet.

Kata Kunci: Formalin, bahan pengawet, produk hasil perikanan, dan pasar tradisional.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ikan bagi warga masyarakat kota Banda Aceh, tumbuh berkembang beberapa pasar di bebrapa wilayah kota.

Umumnya setiap pasar tradisional terdapat pasar ikan yang menyediakan bernbagai jenis ikan baik dalam bentuk segar maupun olehan. Hasil produksi usaha perikanan dikenal memiliki resiko diantaranya adalah kemampuan daya tahan produk tersebut. Maka sebagai upaya 17


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

mempertahankan daya simpan dan daya tahan dilakukan beberapa metoda, diantaranya adalah rantai dingin dengan penggunaan es pada produk ikan segar. Sementara pihak-pihak tertentu diduga memiliki kecendrungan menggunakan bahan pengawet kimia seperti formalin, karena selain biaya produksi relatif murah dan tidak rusak sampai lebih dari sebulan pada suhu kamar (25oC) untuk ikan olahan. Sedangkan untuk ikan segar bisa tahan sampai tiga hari pada suhu kamar (25oC) dan hal ini menjadi sangat berbahaya bagi konsumen (Naibaho, 2011). Formalin merupakan larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk dan bersifat karsinogenik atau bisa menyebabkan kanker. Dalam formalin terkandung sekitar 37 % formaldehid dalam air, dan untuk digunakan sebagai bahan pengawet biasanya di tambahkan mentanol hingga 15 % (Judarwanto, 2010). Akibat yang ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam waktu singkat atau jangka pendek dan dalam jangka panjang. Ikan segar yang di berikan formalin pada tubuhnya teridentifikasi menjadi kaku, sulit dipotong , tidak rusak sampai 3 (tiga) hari pada suhu kamar 25%, warna insang merah tua, dan warna daging ikan putih bersih.

ISSN 2086 - 8421

2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada kecenderungan penggunaan formalin pada produk hasil perikanan dalam bentuk olahan maupun ikan segar yang di pasarkan di pasar tradisional dalam wilayah Kota Banda Aceh. 3. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah melakukan identifikasi, dengan cara menganalisis sampel dengan menggunakan teskit antilin, jumlah sampel (92) tujuh puluh sembilan jenis yang dibuat masingmasing produk adalah 3 (tiga) yaitu : control, analisis teksit antilan, analisis teskit antilan dengan penambahan formalin sebanyak 4 tetes. Adapun parameter yang digunakan adalah Indikatif penggunaan formalin pada produk ikan uji olahan maupun segar. Sampel uji diambil dari pasar tradisional berikut; Pasar Penayong, Pasar Aceh, Pasar Seutui, Pasar Pagi Keutapang, Pasar Ulee Lheu, dan TPI Lampulo 4. Hasil Dan Pembahasan 4.1. Produk Olahan Hasil Perikanan Dari hasil analisis uji formalin dengan menggunakan testkit antilin pada produk olahan hasil perikanan yang didapatkan hasil seperti pada table 1 table 6 sebagai berikut:

16


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

Tabel 1 Hasil Analisis Uji Formalin Produk Olahan dengan Menggunakan Teskit Antilin Lokasi Titik Pengambilan Sampel Pasar Ikan Peunayong Hasil Analisis NO

Produk Olahan

Kontrol

Ket

Antilin+

Negatif/

formalin

Positif

Antilin

1

Ikan Pisang- Putih pisang

Ungu muda

Ungu tua

-

2

Teri Jengki

Abu-abu

Abu-abu

Ungu tua

-

3

Teri nasi

Abu-abu

Ungu muda

Ungu tua

-

4

Ikan kayu

Coklat

Merah jambu

Ungu tua

-

5

Ikan talang

Coklat

Ungu tua

Ungu tua

+

6

Ikan kepala Putih susu batu

Abu-abu muda

Ungu tua

-

7

Ikan kembung

Ungu tua

Ungu tua

+

Kuning Pudar

Pada sampel produk olahan yang diperoleh dari Pasar Penayong, dari 7 jenis produk yang diteliti (tabel 1), terdapat 2

jenis produk yang terindikasi mengandung formalin yaitu ikan asin talang dan ikan asin kembung.

Tabel 2 Hasil Analisis Uji Formalin Produk Olahan dengan Menggunakan Teskit Antilin Lokasi Titik Pengambilan Sampel Pasar Aceh Hasil Analisis NO

1

Produk Olahan

Kontrol

Ikan pisang- Coklat pudar pisang

Antilin Abu-abu muda

Ket Antilin+ Formalin

Ungu tua

Negatif/ Positif -

17


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

2

Teri jengki

Coklat

3

Teri nasi

4

Ikan kenbung

5

Ikan kepala Putih Susu Batu

6

Udang sabu

ISSN 2086 - 8421

Coklat pudar

Ungu tua

Abu-abu pudar

Ungu tua

Ungu tua

Abu-abu pudar

Abu-abu pudar

Ungu tua

Abu-abu muda

Ungu tua

Ungu tua

Ungu tua

Kuning kecoklatan

Pada tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa sampel produk olahan yang diperoleh dari Pasar Aceh, dari 6 jenis

Tabel 3

+ +

produk yang diteliti ada 2 jenis produk yang terindikasi mengandung formalin yaitu teri nasi dan udang sabu.

Hasil Analisis Uji Formalin Produk Olahan Lokasi Titik Pengambilan Sampel Pasar Setui Hasil Analisis

No

-

Produk Olahan

Kontrol

Ket Antilin+

Negatif/

formalin

Positif

Antilin

1

Ikan kepala Putih susu batu

Abu-abu muda

Ungu tua

-

2

Ikan kembung

Abu-abu tua

Abu-abu muda

Ungu tua

-

3

Ikan talang

Coklat pudar

Ungu muda

Ungu tua

-

4

Ikan pisang- Coklat pudar pisang

Ungu muda

Ungu tua

-

18


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

5

Udang sabu

Coklat muda

Abu-abu tua

Ungu tua

-

6

Teri jengki

Coklat

Abu-abumuda

Ungu tua

-

Dari sampel produk olahan yang diperoleh di Pasar Setuiyaitu dari 6 jenis produk yang diteliti (tabel 3), tidak terdapat jenis

Tabel 4

produk yang formalin

terindikasi

Hasil Uji Formalin Produk Olahan dengan Menggunakan Teskit Antiin, Lokasi Titik Pengambilan Sampel Pasar Pagi Keutapang. Hasil Analisis

No

mengandung

Produk Olahan

Kontrol

Ket Antilin+

Negatif/

Formalin

Positif

Antilin

1

Ikan kayu

Coklat pudar

Merah jambu

Ungu tua

-

2

Ikan kambingkambing

Bening putih

Nila muda

Ungu tua

-

3

Ikan kepala Putih susu batu

Abu-abu muda

Ungu tua

-

4

Ikan talang

Coklat pudar

Nila muda

Ungu tua

-

5

Ikan kembung

Kuning pudar

Nila muda

Ungu tua

-

6

Teri rebus

Coklat tua

Nila muda

Ungu tua

-

Pada tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa sampel produk olahan yang diperoleh dari Pasar Pagi Ketapang, dari 6

jenis produk yang diteliti maka tidak terdapat jenis produk yang terindikasi mengandung formalin. 38


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

Tabel 5

ISSN 2086 - 8421

Hasil Uji Formalin Produk Olahan dengan Menggunakan Teskit Antilin, Lokasi Titik Pengambilan Sampel Pasar Ulhe Lheue Hasil Analisis

No

Produk Olahan

Kontrol

Ket Antilin+

Negatif/

Formalin

Positif

Antilin

1

Ikan pisangpisang

Kuning pudar

Abu-abu

Ungu tua

-

2

Teri jengki

Coklat

Coklat tua

Ungu tua

-

3

Teri nasi

Abu-abu pudar

Coklat muda

Ungu tua

-

4

Ikan talang

Coklat pudar

Ungu muda

Ungu tua

-

5

Ikan kepala batu

Putih susu

Abu-abu muda

Ungu tua

-

Sampel produk olahan yang diperoleh dari Pasar Ulee Lheu yaitu dari 5 jenis produk yang diteliti (tabel 5), tidak

Tabel 6

terdapat jenis produk yang terindikasi mengandung formalin

Hasil Uji Formalin Produk Olahan dengan Menggunakan Teskit Antilin, Lokasi Titik Pengambilan Sampel TPI Lampulo Hasil Analisis

No

Produk Olahan

Kontrol

Ket Antilin+

Negatif/

Formalin

Positif

Antilin

1

Ikan kayu

Coklat pudar

Merah jambu

Ungu tua

-

2

Ikan talang

Coklat pudar

Coklat tua

Ungu tua

-

37


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

Pada tabel 6 dapat dilihat bahwa sampel produk olahan yang diperoleh dari pasar TPI Lampulo, dari 2 jenis produk yang diteliti dapat simpulkan bahwa tidak terdapat jenis produk yang terindikasi mengandung formalin. Dari tabel 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 diperoleh data bahwa tidak semua produk olahan hasil perikanan terindikasi menggunakan formalin sebagai bahan pengawet. Dari hasil pengamatan, hanya

Tabel 7

No

Pasar Penayong dan Pasar Aceh yang terindifikasi mengunakan formalain, yaitu ikan asin talang; ikan asin kembung; ikan teri nasi; dan udang sabu.

4.2. Produk Ikan Segar Dari hasil analisis uji formalin dengan menggunakan teskit antilin pada produk ikan segar didapatkan hasil analisis seperti terlihat pada table 7 - tabel 12 berikut ini.

Hasil analisis uji formalin produk segar dengan menggunakan teskit antilin lokasi titik pengambilan sampel pasar ikan peunayong

Produk segar

Hasil Analisis Kontrol

Antilin

Ket Negatif/ Antilin + Formalin

Positif

1

Cumi-cumi

Abu-abu

Ungu tua

Ungu tua

+

2

Udang putih

Coklat

Coklat muda

Ungu tua

-

3

Udang windu

Merah Jambu

Abu-abu

Ungu tua

-

Lemuru

Coklat tua pudar

Coklat tua

Ungu tua

5

Tongkol

Abu-abu

Abu-abu

Ungu tua

-

6

Teri nasi

Abu-abu

Ungu tua

Ungu tua

+

7

Pisangpisang

Coklat

Abu-abu

Ungu tua

8

Rambeu

Abu-abu

Abu-abu

Ungu tua

4

-

-

20


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

9

Mujair

Coklat tua

Ungu tua

Ungu tua

+

10

Petek putih

Putih susu

Abu-abu

Ungu tua

-

Pada sampel ikan segar yang diperoleh dari Pasar Penayong, dari 10 jenis sampel yang diteliti (tabel 7), terdapat

Tabel 8

3 jenis ikan segar yang terindikasi mengandung formalin yaitu cumi-cumi, yeri nasi dan mujair.

Hasil Analisis Uji Formalin Produk Segar Lokasi Titik Pengambilan Sampel Pasar Aceh Hasil Analisis

Jenis No Produk Segar

Ket Negatif/ Kontrol

Antilin

Antilin + Formalin

Positif

1

Tongkol

Abu-abu coklat

Abu-abu tua

Ungu tua

-

2

Teri Nasi

Abu-abu pudar

Ungu tua

Ungu tua

+

3

Cumi-cumi

Abu-abu

Ungu tua

Ungu tua

4

Udang windu

Merah jambu pudar

Abu-abu muda

Ungu tua

-

5

Pisang– pisang

Coklat chaki pudar

Abu-abu muda

Ungu tua

-

6

Tamban

Coklat muda

Coklat tua

Ungu tua

-

+

38


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

7

Lemuru

Coklat tua pudar

Coklat tua

8.

Peperek

Bening Putih

Bening

Ungu tua

-

19

Mackarel

Coklat muda

Coklat tua

Ungu tua

-

10 .

Tuna

Kuning

Abu-abu

Ungu tua

-

Pada tabel 8 diatas dapat dilihat bahwa sampel ikan segar yang diperoleh dari Pasar Aceh, dari 10 jenis sampel yang

Tabel 9

Ungu tua

-

diteliti maka terdapat 2 jenis ikan segar yang terindikasi mengandung formalin yaitu cumi-cumi dan teri nasi.

Hasil Analisis Uji Formalin Produk Segar dengan Menggunakan Teskit Antilin Lokasi Titik Pengambilan Pasar Pagi Setui Hasil Analisis

Jenis Produk No Segar

Kontrol

Antilin

Antilin + Formalin

Ket Negatif/ Positif

1

Petek Putih

Putih Susu

Abu-abu muda

Ungu tua

-

2

Mujair

Coklat Tua

Coklat Tua

Ungu tua

-

3

Pisang-pisang

Coklat chaki pudar

Abu-abu muda

Ungu tua

4

Cumi-cumi

Abu-abu

Abu-abu muda

Ungu tua

5

Tongkol

Abu-abu coklat

Abu-abu tua

Ungu tua

-

-

-

21


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

6

ikan kembung

Kuning pudar

Ungu muda

Ungu tua

-

7

Udang Putih

Coklat Chaki

Coklat muda

Ungu tua

-

8

Kerang

Coklat tua keabuan

Ungu muda

Ungu tua

-

9.

Peperek

Bening Putih

Bening

Ungu tua

-

10

Mackarel

Coklat muda

Coklat tua

Ungu tua

-

Pada tabel 9 menunjukkan sampel ikan segar yang diperoleh dari pasar pagi setui, dari 10 jenis sampel yang diteliti, Tabel 10

tidak terdapat jenis ikan segar yang terindikasi mengandung formalin.

Hasil Uji Formalin Produk Segar Dengan Menggunakan Teskit Antiin, Lokasi Titik Pengambilan Sampel Pasar Pagi Keutapang Hasil Analisis

Jenis Produk No Segar

Ket Negatif/

Kontrol

Antilin

Antilin + Formalin

positif -

1

Tamban

Coklat muda

Coklat tua

Ungu tua

2

Petek putih

Coklat muda

Coklat tua

Ungu tua

3

Lemuru

Coklat tua pudar

Coklat tua

Ungu tua

4

Biji nangka

Coklat pudar

Abu-abu muda

Ungu tua

-

-

22


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

5

Peperek

Bening putih

Bening

Ungu tua

-

6

ikan kembung

Kuning pudar

Ungu muda

Ungu tua

-

7

Mujair

Coklat Tua

Coklat tua

Ungu tua

-

8

Mackarel

Coklat muda

Coklat tua

Ungu tua

-

9

Tongkol

Abu-abu coklat

Abu-abu tua

Ungu tua

-

10

Cumi-cumi

Abu-abu

Abu-abu muda

Ungu tua

Sampel ikan segar yang diperoleh dari Pasar Pagi Keutapang, dari 10 jenis sampel yang diteliti (tabel 10), tidak Tabel 11

-

terdapat jenis ikan segar yang terindikasi mengandung formalin.

Hasil Uji Formalin Produk Segar Dengan Menggunakan Teskit Antilin, Lokasi Titik Pengambilan Sampel Pasar Ulhe Lheue Hasil Analisis

Jenis Produk No Segar

Ket

Antilin

Antilin + Formalin

Negatif/ Positif

Coklat muda

Coklat tua

Ungu tua

-

Coklat tua

Coklat tua

Ungu tua

-

Coklat tua keabuan

Ungu muda

Ungu tua

-

Kontrol

Lemuru 1 Mujair 2 Kerang 3

23


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

Petek putih 4 Pisang-pisang 5

Putih susu

Abu-abu muda

Ungu tua

-

Coklat chaki pudar

Abu-abu Muda

Ungu tua

-

Coklat muda

Coklat tua

Ungu tua

Tamban 6

-

-

7

Cumi-cumi

Abu-abu

Abu-abu muda

Ungu tua

8

ikan kembung

Kuning pudar

Ungu muda

Ungu tua

-

Udang windu

Merah jambu muda

Abu-abu muda

Ungu tua

-

Coklat tua keabuabuan

Unggu muda

Ungu tua

-

9 Kerang 10

Pada tabel diatas menunjukkan sampel ikan segar yang diperoleh dari Pasar Ulhe Lheue, dari 10 jenis sampel

Tabel 12

yang diteliti (tabel 11), tidak terdapat jenis ikan segar yang terindikasi mengandung formalin.

Hasil Uji Formalin Produk Segar Dengan Menggunakan Teskit Antilin, Lokasi Titik Pengambilan Sampel TPI Lampulo. Hasil Analisis

Jenis Produk No Segar Tongkol 1

Kontrol Abu-abu coklat

Antilin Abu-abu tua

Ket Negatif/ Antilin + Formalin Ungu tua

Positif -

10


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

Tuna 2 Udang putih 3 Udang windu 4 Kerang 5

ISSN 2086 - 8421

Kuning bening

Ungu tua

Ungu tua

+

Coklat khaki

Coklat muda

Ungu tua

-

Merah jambu muda

Abu-abu muda

Ungu tua

-

Coklat tua keabuabuan

Ungu muda

Ungu tua

-

Coklat tua

Coklat tua

Ungu tua

-

Ungu tua

Ungu tua

+

Abu-abu kecoklatan

Abu-abu muda

Ungu tua

-

Mujair 6

7

Ikan pisangKuning pisang pudar Lemuru

8

9

Mackarel

Coklat muda

Coklat tua

Ungu tua

-

10

ikan kembung

Kuning pudar

Ungu muda

Unu tua

-

Tabel 12 menunjukkan bahwa sampel ikan segar yang diperoleh dari Pasar TPI Lampulo, dari 10 jenis sampel yang diteliti ada terdapat 2 jenis ikan segar yang terindikasi mengandung formalin yaitu ikan tuna dan ikan pisang-pisang .

Dari analisis data tersebut dapat dilihat bahwa produk yang di pasarkan baik dalam bentuk segar maupun dalam bentuk olahan tidak semua mengandung formalin (negatif), namun terdapat hanya sedikit yang mengandung formalin. Penggunaan teskit antilin hanya memperlihat perubahan warna bukan 38


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

mengukur persentase kandungan formalin yang ada pada sampel. Warna yang dihasilkan juga beraneka ragam abu-abu, coklat, ungu muda, kuning kehijauan, abuabu pudar, bening, putih susu, pink pudar.

ISSN 2086 - 8421

perikanan formalin.

yang

mengunakan

Meskipun dari hasil uji formalin didapatkan warna ungu muda dari beberapa jenis produk akan tetapi tidaklah bisa disebut bahwa produk tersebut mengandung formalin hal ini bisa disebabkan dari berbagai faktor yang menjadi penyebabnya. Karena warna daging produk yang dianalisis terdiri dari beberapa warna tergantung jenis produk, daerah penyebarannya/perairan tempat ikan tersebut hidup serta faktor-faktor lainnya yang dapat berubah warna setelah dilakukan analisisnya. Oleh sebab itu indikasi tersebut perlu dilanjutkan dengan uji lanjut dengan menggunakan formaldehida teskit, dengan mengambil titik pengambilan sampel yang sama dan jenis ikan yang sama pula.

5.

Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Tidak semua produk hasil olahan dan produk perikanan yang ada di pasar tradisional wilayah kota Banda Aceh ditemukan menggunakan formalin, namun hanya ditemukan pada sebahagian kecil produk saja. b. Dari hasil wawancara tidak ditemukan pengakuan apakah penangkap atau penjual produk 25


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

DAFTAR PUSTAKA Judarwanto, W. 2010. Pengaruh Formalin bagi System Tubuh. Jakarta: Putera Kembara.

Naibaho, P, 2011. Formalin pada Ikan. Jakarta: Blog Duniaku.

Menkes No.1168/1999. Bahan-Bahan Tambahan Makanan Diperbolehkan dan yang Dilarang.

untuk Pengawet yang

26


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

Pengaruh Perbandingan Campuran MortarPengikat Pasangan Batu Bata Terhadap Kekuatan Tekan Helwiyah Zain1) Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kekuatan pasangan batu bata dengan menggunakan beberapa jenis perbandingan campuran . Bahan batu bata diambil dari beberapa pabrik batu bata yang ada dalam Wilayan Banda Aceh dan Aceh Besar, pasir didatangkan dari daerah Aneuk Galong Km 13 Jalan Banda Aceh-Medan. Semen yang dipakai adalah produksi PT Semen Andalas Indonesia. Pengujian dilakukan di Laboratorium Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Aceh yaitu pengujian terhadap kekuatan tekan benda uji pasangan batu bata dengan bermacam-macam variasi perbandingan campuran. Hasil pengujian menunjukkan bahwa perbandingan campuran 1:4,5 merupakan campuran yang paling ekonomis.

Kata kunci: pasangan batu bata, perbandingan campuran, kekuatan tekan, ekonomis. Abstract These research is proposed to get the strength of brick masonry which variation of mix proportion. Brick materials are used from Banda Aceh and Aceh Besar areas, sand are coming from Aneuk Galong area at Km 13, Banda Aceh-Medan Road direction. Cement meterial are used from PT Semen Andalas Indonesia production. The sample were tested at Dinas Pekerjaan Umum Aceh Province Laboratory to get the relation between mix proportion and the strength of brick masonry. The result of tested showed that the most economical mix proportion were 1:4,5. Keywords: brick masonry,mix proportion,compression strength, economical. _______________________________________________________ 1) Staf Pengajar, Jurusan Teknik Sipil Universitas Abulyatama 1. Pendahuluan Konstruksi bangunan gedung dari beton bertulang semakin digemari oleh masyarakat dalam membangun rumah atau bangunan untuk kebutuhan lainnya. Hal ini didasari oleh banyaknya kelebihan yang dipunyai oleh bahan beton bertulang

dibandingkan dengan bahan bangunan lainnya seperti baja atau kayu, misalnya seperti bahannya murah, mudah dibentuk, tidak memerlukan tenaga ahli yang mahal dan lain-lain. Konstruksi bangunan gedung dari bahan beton secara umum terdiri dari dua 27


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

macam komponen yaitu: komponen yang bersifat struktural dan komponen yang bersifat non struktural. Komponen struktural digunakan bahan beton diberi tulangan dan komponen non struktural digunakan bahan pasangan batu gunung atau pasangan batu bata. Bahan pasangan batu bata sering digunakan untuk dinding ruangan, dinding bak kamar mandi, dinding kolam renang, septiktank, pagar bangunan, dan lain-lain. Penggunaan pasangan batu bata hingga saat ini masih sangat digemari oleh masyarakat karena harganya relatif murah, pengerjaan-nya mudah, dan dari segi keindahan juga tidak kalah menarik dibanding-kan dengan tipe konstruksi yang lain. Pasangan batu bata terdiri dari batu bata diikat dengan bahan campuran semen, pasir dan air yang dikenal dengan sebutan mortar. Batu bata hingga saat ini mayoritas diproduksi oleh masyarakat dari bahan baku tanah liat dimasak secara tradisional dalam dapur khusus sampai tahap kematangan tertentu. Mutu bahan pasangan batu bata ditentukan oleh mutu batu bata dan mutu bahan pengikat (mortar). Mutu bahan pengikat tergantung pada mutu bahan pembentuknya yaitu: pasir, semen dan air serta perbandingan campuran dari ketiga jenis bahan pembentuknya. Kekuatan bahan pengikat sering diukur terhadap kekuatan tekan dan kekuatan geser dari pasangan batu bata tersebut. Semakin sedikit jumlah semen terhadap jumlah pasir maka keku-atan pasangan makin menurun dan sebaliknya makin banyak jumlah semen terhadap jumlah pasir maka kekuatan tekan akan semakin tinggi.

ISSN 2086 - 8421

2. Tujuan Penelitian ini ingin diketahui kekuatan tekan pasangan batu bata dengan beberapa variasi perban-dingan campuran mortar terhadap benda uji dengan cara pengujian di laboratorium. Variasi perbandingan campuran yang digunakan adalah: 1:2, 1:2,5, 1:3, 1:3,5, 1:4, 1:4,5, 1:5 dan 1:5,5. Dari hasil percobaan tekan terhadap pasangan batu bata dapat dibuat grafik hubungan kekuatan tekan - variasi perbanding-an campuran pasangan batu bata. 3. Metode Penelitian Berikut ini diuraikan material yang dipakai, pengambilan sampel, pembuatan benda uji, dan percobaan benda uji. 3.1 Pengadaan bahan Bahan yang dipakai pada penelitian ini adalah: batu bata, semen, pasir dan air. Bahan batu bata diambil di pabrik di sekitar daerah Cot Paya, semen diambil dari toko bahan bangunan di kota Banda Aceh, pasir diambil dari sumber material di daerah Aneuk Galong (km.13 jalan Banda Aceh-Medan), dan air diperoleh dari PDAM. 3.1.1 Batu bata Bahan batu bata diambil yang digunakan untuk penelitian ini sebanyak 10x8x8 = 640 buah, tetapi diambil di sumber dapur batu bata sebanyak 700 buah karena dikhawa-tirkan nanti ada yang pecah. Batu bata disimpan dalam gudang yang terlindung dari cuaca.

27


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

3.1.2 Semen Bahan semen yang dipakai pada penelitian ini adalah semen produksi PT Semen Andalas Indonesia tipe I. Semen diambil dari toko bangunan di kota Banda Aceh sebanyak 10 zak yang bungkusnya masih utuh (tidak koyak).

ISSN 2086 - 8421

kekuatan tekan, oleh karena itu bentuk benda uji adalah kubus. Benda uji terdiri dari 4 lapis batu bata yang posisi letaknya selang-seling, ditambah dengan tebal mortar masing-masing antara pertemuan sisi batu bata sehingga jumlah batu bata setiap benda uji adalah 8 buah. Bentuk dan ukuran benda uji seperti terlihat pada Gambar 3.1.

3.1.3 Pasir Pasir untuk penelitian ini diambil dari daerah Aneuk Galong (km.13 jalan Banda Aceh-Medan). Pasir tersebut pada saat pengambilan terlihat bersih, tidak mengandung humus, atau kotoran-kotoran lain-nya. Jumlah pasir yang diambil adalah 2 m3 yaitu sekali angkut minimal dengan pick up. Gambar 3.1 Bentuk dan ukuran benda uji 3.1.4 Air Air diambil langsung dari perusahaan air minum Tirta Daroy seba-nyak 10 jerigen a 20 liter. Air ini disimpan dalam gudang yang terlindung dari cuaca.

3.2 Benda Uji Benda uji adalah pasangan batu bata yaitu batu bata diikat dengan mortar. Mortar adalah campuran semen, pasir dan air.

3.2.1 Bentuk dan ukuran benda uji

3.2.2 Pemeriksaan bahan pembentuk benda uji Bahan-bahan pembentuk benda uji yang diperiksa adalah pasir dan batu bata. Sedangkan semen dan air cukup dilakukan dengan pengamat-an visual saja.

a. Benda uji pasir Pasir dilakukan penyaringan untuk menghindari adanya kotoran yang kemungkinan ada dalam pasir. Pasir diambil secara acak dan disaring dengan saringan 0,3 dan 0,15 mm. Pasir yang dipakai adalah pasir yang lewat saringan 0,3 mm dan tertahan di atas saringan 0,15 mm. Pasir tidak dicuci karena menurut

Bentuk benda uji disesuaikan dengan tujuan penelitian yaitu untuk menguji 28


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

pengamatan terlihat bersih dan keadaan ini dianggap mendekati keadaan alami.

b. Batu bata Batu bata diambil dari ke-lompok dalam keadaan yang masih utuh (tidak pecah) masing-masing diukur panjang, lebar dan tingginya. Ukuran ini dicatat dalam sebuah daftar. Untuk percobaan kuat tekan digunakan benda uji batu bata dengan ukuran rata-rata panjang = 20 cm, lebar 10 cm dan tinggi 4 cm.

3.2.3 Pembuatan benda uji Benda uji dibuat dengan 8 variasi perbandingan campuran mortar yaitu: 1:2, 1:2,5, 1:3, 1:3,5, 1:4, 1:4,5, 1:5 dan 1:5,5 dan masing-masing 10 buah benda uji. Diawali dengan perbandingan campuran mortar 1:2 dan seterusnya. Lapis pertama adalah lapisan mortar tinggi 1 cm, di atasnya disusun 2 buah batu bata mendatar dalam arah memanjang, di atasnya diberi lapisan mortar tebal 1 cm, di atasnya disusun 2 buah batu bata mendatar dalam arah melintang, di atasnya diberi lapisan mortar tebal 1 cm, di atasnya disusun 2 buah batu bata mendatar dalam arah memanjang, di atasnya diberi lapisan mortar tebal 1 cm, di atasnya disusun 2 buah batu bata mendatar dalam arah melintang dan terakhir di atasnya diberi lapisan mortar tebal 1 cm. Keempat sisi vertikal dilapisi dengan mortar masingmasing tebal 1 cm. Benda uji ini masing direndam selama 28 hari

3.3 Percobaan Kuat Tekan Benda uji diukur masing-masing panjang, lebar dan tingginya dan dicatat pada sebuah daftar. Benda uji diberi capping untuk menjamin letak benda uji dalam posisi vertikal. Pada benda uji dipasang dial gage untuk mencatat perpendekan benda uji selama percobaan. Pada saat percobaan, tahap awal dicatat besarnya beban, dan perpendekan beban = 0. Tahap berikutnya diatur kecepatan mesin uji sebesar 2 kg/cm2/detik dan diamati sampai benda uji mulai retak dan hancur. Setiap benda uji dicatat pola kehancurannya apakah hancur mortar lebih dahulu atau kehancuran batu bata lebih dahulu.

3.4 Analisis Data Dari percobaan yang telah dilakukan seperti diuraikan dalam subbab 3.3, diperoleh sejumlah data. Data yang diperoleh dari pengujian kuat tekan yaitu data besarnya beban dan perpendekan benda uji. Data tersebut dicatat pada sebuah daftar pada formulir yang sudah disiapkan. Masing-masing benda uji dihitung tegangan yang terjadi pada saat hancur dengan menggunakan persamaan (2.1). Semua nilai kuat tekan masingmasing benda uji untuk setiap perbandingan campuran dihitung tegangan karakteristiknya dengan menggunakan persamaan (2.2) dan (2.3). Tegangan karakteristik ini untuk masing-masing perbandingan campuran dapat dibuat grafik hubungan kekuatan tekan dengan perbandingan campuran.

29


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

Tabel 4.1 Kekuatan tekan karakteristik dari beberapa jenis 4. Hasil Penelitian Percobaan yang dilakukan seperti diuraikan pada Bab III, telah menghasilkan sejumlah data dan diolah dengan menggunakan persamaan (2.1), (2.2) dan (2.3), sehingga diperoleh hasil berupa kekuatan tekan untuk masing-masing perbandingan campuran mortar seperti diuraikan berikut ini.

perbandingan campuran mortar

No

Campuran

Kuat tekan Karakteristik

1

1sm:2ps

70,455

2

1sm:2,5ps

70,565

4.1 Hasil percobaan kuat tekan

3

1sm:3ps

69,971

Percobaan kuat tekan terhadap benda uji menghasilkan kekuatan tekan untuk masing-masing perbandingan campuran mortar. Dari perbandingan campuran mortar yaitu: 1:2, 1:2,5, 1:3, 1:3,5, 1:4, 1:4,5, 1:5 dan 1:5,5 menghasilkan kekuatan tekan karakteristik seperti terlihat pada Tabel 4.1 di bawah ini.

4

1sm:3,5ps

70,132

5

1sm:4ps

70,943

6

1sm:4,5ps

70,405

7

1sm:5ps

69,199

8

1sm:5,5ps

67,277

Keterangan: sm = semen ps = pasir

4.2 Pembahasan Hasil pengujian terhadap benda uji sebanyak 8 variasi perbandingan campuran mulai dari 1sm:2 ps sampai 1sm : 5,5 ps terlihat bahwa perbandingan campuran 1sm:2 ps sampai 1sm:4,5 ps, kuat tekan benda uji menunjukkan nilai yang relatif 30


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

hampir sama dan sedikit fluktuatif. Pada perbandingan campuran mulai dari 1sm:4,5ps sampai 1sm:5,5ps terlihat

ISSN 2086 - 8421

tendensi menurun. Angka-angka tersebut dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini.

Gambar 4.1 Hubungan kuat tekan benda uji dan perbandingan campuran

Dari grafik terlihat bahwan grafik mulai menurun pada perbandingan campuran 1:4,5. Artinya kehancuran benda uji terjadi akibat kekuatan batu bata dan mortar mendekati sama. Di sini pula dapat disimpulkan bahwa pada perban-dingan campuran 1sm:4,5ps sampai 1sm:5,5ps kekuatan batu bata lebih kuat dibanding dengan kekuatan mortar, oleh karena itu keruntuhan terjadi akibat kehancuran mortar. Berdasarkan grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa kekuatan batu bata yang hampir sama dengan kekuatan mortar terjadi pada perbandingan campura 1:4,5. Kekutan tekan pasangan batu bata pada campuran 1:4,5 dapat dihitung dengan cara interpolasi didapat 70,405 kg/cm2.

5. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan terhadap benda uji pasangan batu bata dengan berbagai variasi perbandingan campuran, maka diperoleh beberapa kesim-pulan dan saran sebagai berikut:

31


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

5.1 Kesimpulan 1.

Perbandingan capuran pengikat pasangan batu bata yang paling ekonomis adalah pada 1: 4,5.

2. Kekuatan tekan pasangan batu bata pada perbandingan campu-ran 1:4,5 adalah 70,405 kg/cm2. 3. Pada perbandingan campuran yang semakin gemuk ternyata tidak memberikan penambahan kekuatan pasangan karena didahului oleh kehancuran batu bata. 4.

Sebaliknya pada campuran yang semakin kurus, kekuatan pa-sangan semakin menurun karena keruntuhran terjadi akibat kehancuran mortar.

5.2 Saran Berdasarkan hasil pengujian benda uji seperti terlihat pada Bab IV, dapat disarankan sebagai berikut:

ISSN 2086 - 8421

1. Kepada peneliti lain disarankan agar dapat menggunakan sampel batu bata tidak hanya di wilayah Aceh Besar saja tetapi di wilayah-wilayah lainnya agar informsi mengenai kekuatan pasangan batu bata dapat digu-nakan oleh mesyarakat setempat.

2. Agar tidak berkurang kadar air dalam mortar, disarankan kepada pelaksana untuk merendam bat bata sebelum dipasang

Ucapan terima kasih Penelitian ini terlaksana berkat bantuan berbagai pihak baik berupa dorongan semangat, pelaksanaan penelitian terutama dalam pembuat-an benda uji, percobaan di labo-ratorium serta pengolahan data. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada Dekan Fakultas Teknik Universitas Abulyatama, Ketua Jurusan, petugas laborato-rium, dan teman-teman sejawat di Jurusan Sipil Unaya.

32


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

Daftar Pustaka

Anonim, 1979, American Society for Testing Materials, New York. Anonim, 1983, Standar Industri Indonesia, Jakarta Suprapto, J., 1987, Statistik Teori dan Applikasi, Erlangga, Jakarta. Timoshenko, S., 1976, Strength of Materials, Kringer Publishing Co., New York. Walpole, R., E., 1985, Probability and Statisyic for Engineer and Scientists, McMillan Publishing Company, New York.

33


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

PENYELESAIAN PELANGGARAN HAM DI ACEH, KEHARUSAN vs HAMBATAN Maryati B* ABSTRAK Pada dasarnya MoU Helsinki memberi peluang kepada korban konflik Aceh untuk mendapat keadilan hukum terkait dengan hak-hak asasi yang dilanggar semasa konflik Aceh berkecamuk hampir tiga dasa warsa. Namun, upaya-upaya kearah itu bukan hanya lamban dan terkesan kurang serius, akan tetapi juga terhambat oleh Undangundang Pemerintahan Aceh (UUPA) UU No. 11 Tahun 2006, undang-undang yang merupakan implementasi butir-butir MoU Helsinki sendiri. Hambatan itu tercantum secara eksplisit dalam pasal 28 ayat (1) UU tersebut yang menyatakan bahwa Pengadilan HAM yang akan dibentuk untuk Aceh hanya untuk mengadili kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi setelah undang-undang tersebut diundangkan. Saat ini Pengadilan HAM itu sedang dalam proses pembentukan. Kalau pengadilan HAM itu terbentuk, tentu saja tidak dapat menampung kasus pelanggaran HAM masa konflik, terutama yang terjadi sejak Aceh dijadikan Daerah Operasi Militer (DOM) 1989 hingga penandatanganan MoU Helsinki 15 Agustus 2005. Mengadili para pelaku pelanggaran HAM berat itu adalah suatu keharusan guna memberi keadilan kepada para korban konflik dalam rangka mewujudkan perdamaian permanen yang berkeadilan. Pelanggaran HAM berat yang terjadi di Aceh pada umumnya berupa kejahatan kemanusiaan, yang meninggalkan luka teramat dalam bagi korban dan keluarg korban. Agar kasus-kasus pelanggaran HAM berat itu dapat diadili maka jalan keluar yang mungkin adalah merevisi pasal 228 UU No. 11 Tahun 2006 melalui proses legislasi, yaitu membentuk undang-undang untuk mengeluarkan Aceh dari konpetensi pengadilan HAM di Medan dan menjadikan UU itu berlaku surut, atau merujuk kepada undang-undang lain yaitu UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, dengan membentuk Pengadilan HAM ad Hoc sesuai ketentuan pasal 43 undang-undang ini. Namun kedua cara itu harus melalui jalan panjang yang sulit, sekalipun Mahkamah Agung yang memiliki kewenangan membentuk pengadilan beserta prasarana dan sarananya telah menyetujui Pembentukan Pengadilan HAM untuk Aceh dan atau di Aceh sebagaimana dinyatakan dalam surat balasan yang diajukan oleh Menteri Hukum dan HAM. Hambatan pembentukan Pengadilan HAM untuk Aceh harus dihilangkan, demikian juga dengan hambatan terhadap pengadilan kasus pelanggaran HAM selama konflik Aceh berkecamuk. Yang penting kasus pelanggaran HAM berat harus dapat diadili guna memberi keadilan bagi korban konflik, sementara Pengadilan HAM untuk dan atau di Aceh harus segera terbentuk sesuai amnat MoU Helsinki.

*

Mariati B, S.H. M.Hum. adalah Dosen Kopertis Wil.I dpk FH Unaya, Pengajar Mata Kuliah Hukum dan HAM

34


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

I.PENDAHULUAN Penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki pada tanggal 15 Agustus 2005 oleh Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) merupakan tonggak awal berakhirnya konflik Aceh yang telah berlangsung hampir selama dua puluh sembilan tahun, sejak dideklarasikannya Aceh Merdeka oleh DR. Hasan Muhammad Ditiro pada tanggal 4 Desember 1976. Konflik Aceh yang berkepanjangan itu menyisakan banyak persoalan Hak Asasi Manusia (HAM) karena banyaknya pelanggaran HAM berat terjadi selama hampir tiga dasawarsa tersebut. Kamp. Konsentrasi Rumah Gedong dan Rancung, tragedi Krueng Arakundo, pembantaian Tgk Bantaqiah dan pengikutnya di Beutong Ateuh, tragedi Simpang KKA, tragedi Bumi Fora, dll merupakan noda-noda hitam pelanggaran HAM berat di Aceh yang pada dasarnya memerlukan penyelesaian di masa damai sesuai amanat MoU Helsinki. Butir 2 MoU Helsinki mengatur tentang Hak Asasi Manusia dan butir 2.2 menegaskan tentang keharusan pembentukan Pengadilan HAM untuk Aceh. Dengan adanya Pengadilan HAM untuk Aceh berarti bahwa pelanggaran HAM dan kejahatan kemanusiaan yang terjadi selama konflik harus mendapat prioritas untuk diselesaikan. Saat ini konflik hampir tujuh tahun berakhir, akan tetapi amanat MoU Helsinki itu nyaris terabaikan. Ketentuan MoU Helsinki tentang Pengadilan HAM malahan telah diimplementasikan secara ironis dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA), UU No. 11 Tahun 2006. Pasal 28 ayat (1) UUPA

ISSN 2086 - 8421

menyebutkan bahwa Pengadilan HAM yang dibentuk untuk Aceh itu hanya untuk mengadili kasus-kasus pelanggaran HAM setelah UUPA diundangkan yang berarti tidak dapat berlaku surut. Pembentukan Pengadilan HAM itu belum terbentuk, sementara pelanggaran HAM masih juga terjadi dan korban konflik terus menuntut keadilan hukum, kapan semua itu ditegakkan, kapan semua itu terwujud. Suara korban bahkan makin nyaring, desakan di hati mareka tak pernah berhenti, bahkan adakalanya para korban mengepalkan tinju tanda marah berlebihan dan memperlihatkan ekspresi kesedihan yang sangat dalam, karena mareka merasa ditindas oleh keadilan hukum serta diinjak harkat dan martabatnya. Penyelesaian pelanggaran HAM pasca konflik memang sangat tergantung pada itikad baik Pemerintah (dalam hal ini Pemerintah Pusat), di samping perlu didukung Pemerintah Aceh dan didorong berbagai elemen sipil. Badan Reintegrasi Aceh telah memfasilitasinya, akan tetapi sampai dimanakah upaya penyelesaian pelanggaran HAM di Aceh pada masa konflik, sudahkah ada titik terang atau bahkan akan tenggelam ditelan arus. Kapan Pengadilan HAM terbentuk dan mengadili para pelaku pelanggaran HAM berat guna memberi keadilan bagi para korban konflik dan mengembalikan harkat dan martabat mareka. Penulis mencoba mengupas persoalan itu dalam tulisan singkat ini berdasarkan analisa kepustakaan, peraturan perundangan nasional dan universal, hasil seminar, focus group discussion (FGD), bahan-bahan dari media cetak dan elektronik serta internet serta interview jarak jauh .

35


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

II. PELANGGARAN HAM SELAMA KONFLIK ACEH

Pelanggaran HAM dan penegakan HAM merupakan dua istilah kontroversi. Pelanggaran HAM dapat berupa pelang-garan HAM biasa dan pelanggaran HAM berat. Pelanggaran HAM di definisikan sebagai setiap perbuatan seseorang atau sekelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum, mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (pasal 1 butir 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia). Menurut C. de Rover (1998 : 46) Hak asasi manusi adalah hak hukum yang berarti hak-hak tersebut merupakan hukum. Hak asasi manusia dilindungi oleh kontitusi dan hukum nasional negaranegara dunia. Pelanggaran HAM berat menurut pasal 7 UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kema-nusiaan. Kejahatan genosida merupakan perbuatan untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, etnis, atau kelompok agama dengan cara membunuh, dll (pasal 8 UU No. 26 Tahun 2000). Sementara kejahatan

ISSN 2086 - 8421

kemanusiaan merupakan perbuatan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistemik yang ditujukan langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran dengan cara paksa, pemaksaan kehamilan, sterilisasi secara paksa, penghilangan paksa, kejahatan apartheid, dan pengamayaan terhadap kelompok tertentu atas dasar persamaan ras, paham politik, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin, dll (pasal 9 UU No.26 tahun 2000). a. Pelanggaran HAM Berat di Dunia Internasional Pelanggaran HAM berat telah terjadi sepanjang sejarah umat manusia dan termasuk di dalamnya upaya pemusnahan kelompok atau etnis yang disebut dengan genosida. Genosida sebagai bagian pelanggaran HAM berat yang telah didefinisikan di atas merupakan kejahatan internasional, baik terjadi di masa perang maupun di masa damai. Istilah “genosida� yang diciptakan tahun 1944 oleh Raphael Lemkin (Antonio Cassese, 1994 : 99) merupakan ciri umum etnis, rasial atau agama, praktik yang sering terjadi yang dikaitkan dengan salah satu faktor tersebut. Berbagai kasus genosida yang pernah terjadi di dunia antara lain:

36


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

-

-

-

-

-

-

-

-

-

Pemusnahan suku Armenia oleh orang Turki tahun 1914-1915 dan terulang lagi tahun 1985 Pembantaian 6 juta orang Yahudi oleh Nazi/Hitler di Jerman selama tahun 1938 hingga tahun 1945 Pada tahun 1960 Tentra Nasional Kongo telah membantai ratusan orang Baluba di propinsi kasai Selatan kongo Tahun 1960-an dan 1970-an penghancuran suku Indian yang mendiami wilayah Brazil oleh pemerintah negara tersebut dengan berbagai kebijaksanaan Pada tahun 1965 di Burundi 100.000 orang suku Hutu dibantai oleh suku Tutsi yang minoritas dan diulang tahun 1972 di mana 300.000 orang suku Hutu dibantai lagi oleh orang Tutsi Pembantaian terhadap 2 juta orang Kamboja terutama yang menganut agama Islam dan Budha telah dilakukan oleh rezim Khmer Merah-Pol Pot tahun 1975-1978 Tahun 1971-1978 rezim Presiden Idi Amin telah membunuh ribuan orang sipil di Uganda Tahun 1982 pembunuhan orangorang Palestina di Lebanon yang dilakukan oleh orang Kristen Falangis di kamp-kamp Sabra dan Shatila direkomendasi tentara Israel Tahun 1986-1987 tindakan genosida di Srilanka dilakukan oleh mayoritas Singhala terhadap orang-orang Tamil yang minoritas.

Berbagai kasus genosida lain terus terjadi di muka bumi hingga detik ini, seperti penghancuran Irak oleh tentara

ISSN 2086 - 8421

Amerika Serikat, demikian juga perang di Afghanistan yang menghancurkan rakyat sipil dengan alasan yang tidak jelas yang kesemuanya bermuara kepada genosida. Sejak awal terjadi pembantaian suku-suku bangsa di atas, masyarakat internasional telah bereaksi keras terhadap genosida dan kemudian melahirkan Konvensi Genosida (Konvensi Tentang Pencegahan dan Hukuman Terhadap Kejahatan Pemusnahan Suatu Bangsa dengan Sengaja) yang dideklarasikan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tahun 1948. Genosida bukan dilakukan tiba-tiba tapi ada syarat yang melandasinya. Suatu persyaratan dari genosida adalah adanya “dolus� atau “keinginan untuk menghancurkan� (Antonio Cassese, 1984:106). Genosida merupakan kejahatan internasional, baik terjadi di masa perang maupun di masa damai.

b. Pelanggaran HAM Berat di Aceh Sebelum memaparkan pelanggaran HAM berat di Aceh semasa konflik, terlebih dahulu mencatat pelanggaran HAM berat yang terjadi di Indonesia khususnya selama masa orde baru (Edwin Partoci, dkk, 2002 : 37- 43) : Kasus Tanjung Priuk, 12 September 1984, kasus Talangsari Lampung, tanggal 7 Februari 1989, pembantaian terhadap para Jamaah Warsidi, kasus Trisakti pada bulan Mei 1998: penembakan mahasiswa Universitas Trisakti yang sedang melakukan aksi demontrasi menuntut agar Suharto mundur dari jabatan presiden, kasus Jembatan Semanggi I tanggal 13 November 1998 dan Semanggi II 24 September 1999, penghilangan paksa terhadap 4 aktivis, dll. Di Aceh, kejahatan kemanusiaan sebagai bagian dari pelanggaran HAM

37


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

berat seperti didefinisikan di atas, kerap terjadi selama konflik berlangsung. Terutama sejak diberlakukannya Aceh sebagai Daerah Opersi Militer (DOM) dari tahun 1989 hingga 1998 dengan menggunakan “rumoh gedong” dan “rancung” serta berbagai tempat penyiksaan lain dalam wilayah Aceh sebagai kamp konsentrasi. Setelah DOM dicabut tahun 1998, pelanggaran HAM berat itu justru terus terulang, mulai dari tragedi Krueng Arakundo, kasus Simpang KKA, pembantaian kelompok Tgk Bantaqiah, tragedi Bumi Flora dan berbagai pembantaian lain yang tak mungkin ditulis satu persatu, apalagi dengan diberlakukannya :darurat militer” dan dilanjutkan dengan “darurat sipil” dari tahun 2004 hingga penandatanganan MoU Helsinki. Selama Aceh berstatus DOM, pelanggaran HAM berat itu nyaris tidak terpublikasi karena dilakukan di kampkamp konsentrasi yang tertutup dari liputan media. Ketika DOM dicabut, ternyata Aceh menyisakan antara lain apa yang dinamakan dengan “Kampung Janda” dan “Bukit Tengkorak.” Dinamakan Kampung Janda karena di kampung tersebut nyaris kosong dari kaum laki-laki kecuali laki-laki tua renta dan anak-anak laki-laki bawah umur. Laki-laki di sana telah hilang, baik karena diculik, dibunuh atau dihilangkan paksa. Sementara dinamakan Bukit Tengkorak karena di bukit tersebut ternyata berisikan kuburan massal yang tak diketahui identitas penghuninya setelah kuburan massal itu dibongkar oleh Tim Pencari Fakta (TPF) usai pencabutan DOM (Ahmad Farhan Hamid, 2006). Di samping itu pasca DOM Aceh menyisakan anak yatim dalam jumlah

ISSN 2086 - 8421

besar dan sisa-sisa penghancuran dan pembakaran rumah-rumah penduduk dan tempat usaha serta sejumlah kaum perempuan yang traumatis akibat perkosaan masa DOM, di samping anak yang lahir dari akibat perkosaan terhadap perempuan yang tidak normal. DOM memang hanya diberlakukan di tiga kabupaten sebelum pemekaran, yaitu Pidie (sekarang termasuk Pidie Jaya), Aceh Utara (sekarang termasuk Bireuen, Kota Lhokseumawe) dan Aceh Timur (sekarang termasuk kota Langsa dan Aceh Tamiang). Namun akibat kekejaman aparat militer masa DOM di tiga kabupaten tersebut, rakyat Aceh sungguh-sungguh marah, sehingga kemudian hampir seluruh rakyat Aceh melawan Jakarta dan menuntut merdeka. c. Hak Asasi yang Dilanggar Sesuai ketentuan pasal 227 UU Pengadilan HAM, maka hak yang dijamin untuk tidak dilanggar dan tidak dibenarkan untuk dilakukan (Ifdhal Kasim, 2010 : 5) adalah: - semua bentuk penggeledahan sewenang-wenang atas tubuh, kediaman, pakaian, pencabutan atau perampasan hak, atau pembatasan atas kebebasan setiap orang - penyiksaan secara sewenangwenang dan pencabutan atas hak hidup secara melawan hukum - penangkapan, penahanan, dan dipenjarakan secara melawan hukum Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia atau disebut dengan Konvensi Anti Penyiksaan

38


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

yang dideklrasikan Tahun 1984 dan berlaku sejak Juni 1997 telah diratifikasi Indonesia dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1998. Konvensi ini sangat menekankan kepada negara pihak konvensi untuk mencegah tindakan penyiksaan dan kepada pelaku penyiksaan yang digolongkan sebagai tindak pidana harus dihukum dengan hukuman setimpal dengan pertimbangan sifat kejahatannya (Pasal 4 konvensi). Tindakan penyiksaan yang tergolong kejahatan kemanusiaan itu kerap dilakukan oleh aparatur penegak hukum, baik di masa konflik maupun di saat damai. Akan tetapi, meskipun ada sanksi hukum kepada pelaku, penegakan hukum untuk itu terlewatkan saja, sehingga penyiksaan menjadi alat ampuh bagi penyidik untuk mengungkap kasus. Penghilangan paksa, pelaksanaan hukuman mati di luar proses hukum, sewenang-wenang dan sumir, adalah tindakan kejam tidak manusiawi dan merupakan pelanggaran HAM berat yang kerap dilakukan di masa konflik Aceh. Akibat dari berkobarnya pemberontakan GAM di seluruh Aceh, maka pelanggaran HAM berat juga terjadi di seluruh Aceh. Mareka yang masih hidup dan cacat atau trauma akibat penyiksaan atau pemerkosaan menjadi saksi hidup pula dari pelanggaran HAM berat itu. Sementara bagi korban yang telah tiada baik yang ketahuan pusaranya, maupun yang tidak ketahuan rimbanya, diberi kesaksian oleh keluarganya atau janda dan anak yatim yang diwariskan sebagai ekses konflik. Saat MoU Helsinki ditandatangani karena adanya fakta pelanggaran HAM selama konflik, maka perundingan menghasilkan satu poin penting untuk

ISSN 2086 - 8421

meninjaklanjuti penyelesaian pelanggaran HAM tersebut. Poin itu (butir 2) bukan hanya berisikan tentang pembentukan Pengadilan HAM untuk Aceh, akan tetapi juga tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dan poin mengenai Keharusan Pemerintah Indonesia mematuhi Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik serta Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (butir 2.1). III. PENYELESAIAN PELANGGARAN HAM BERAT DI ACEH a. Tanggung Jawab Negara Menurut C. De Rover (1998 : 471) pelanggaran HAM yang dilakukan oleh para petugas penegak hukum merusak integritas keseluruhan organisasi penegak hukum, dan adanya pelanggaran tersebut tidak boleh ditutup-tutupi. Terjadinya pelanggaran tersebut harus dicegah dan jika tidak mungkin, maka perlu diselidiki dengan segera, secara cermat dan tidak memihak. Menyimak pendapat di atas, maka dalam kasus pelanggaran HAM selama konflik Aceh, tidak hanya dilakukan oleh para petugas penegak hukum, akan tetapi terbanyak oleh pihak aparat militer sebagai ekses perang. Pelanggaran justru dilakukan terhadap rakyat sipil oleh aparat militer dan penegak hukum secara bersama-sama ketika gagal mengejar atau menemukan tentara GAM atau ketika anggota mareka terbunuh atau cedera. Jenis pelanggaran yang dilakukan mulai dari pelanggaran HAM biasa hingga pelanggaran HAM berat dan kejahatan kemanusiaan, bahkan bisa mengarah kepada genosida. Negara bertanggung jawab terhadap penyelesaian pelanggaran HAM.

39


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

Biasanya pelanggaran HAM berat baik genosida maupun kejahatan kemanusiaan, dilakukan oleh aparat negara atau kelompok dan diadili di Pengadilan HAM. Sementara jika dilakukan oleh person non alat negara, maka diadili di Peradilan Umum dengan katagori tindak pidana. Itulah sebabnya maka negara memberi kompensasi, restitusi dan atau rehabilitasi kepada korban pelanggaran HAM (pasal 228 ayat 2). Oleh Badan Reintegrasi Aceh diberikan dana santunan yang disebut diat dari dana APBN. (akan tetapi tidak sejalan dengan diat dalam pelaksanaan hukum qisas). Komandan bertanggung jawab terhadap pelanggaran HAM berat yang dilakukan pasukan yang berada di bawah pengendaliannya (pasal pasal 42 ayat 1). Penting untuk diketahui di mana posisi negara dalam pemenuhan hak korban pelanggaran HAM sebagai bagian tanggung jawab negara (Afridal Darmi, 2010) : - Negara mesti menyediakan mekanisme yang efektif bagi para korban untuk mendapatkan reparasi - Negara mesti bekerjasama dalam mencegah pelanggaran HAM, hukum pidana internasional dan hukum Humaniter internasional - Negara mesti mengizinkan peradilan terhadap setiap orang yang bertanggung jawab terhadap pelanggaran HAM, hukum pidana internasional, dan hukum humaniter internasional dalam yurisdiksi negara tersebut - Negara tidak boleh menerapkan sikap pura-pura atau putusan yang tidak adil - Perjanjian yang dibuat mesti konsisten dengan hak-hak korban

ISSN 2086 - 8421

Pemeriksaan terhadap para jendral pelaku pelanggaran HAM Atambua di Timor Leste usai jajak pendapat tahun 1998 di bekas wilayah Republik Indonesia itu telah dilaksanakan melalui Pengadilan HAM ad Hoc. Pengadilan HAM ad Hoc adalah realisasi dari ketentuan pasal 43 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, yang menetapkan bahwa pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-undang Pengadilan HAM itu diperiksa dan diputuskan oleh Pengadilan HAM ad Hoc (ayat (1) yang dibentuk atas usul DPR RI berdasarkan peristiwa tertentu dengan keputusan Presiden (ayat 2) dan pengadilan itu itu berada di lingkungan Peradilan Umum (ayat 3). Meskipun Pengadilan HAM ad Hoc itu memvonis bebas jendral-jendral pelaku pelanggaran HAM Atambua, namun ketentuan pasal 43 UU No.26 Tahun 2000 itu menjadi preseden bagi kasus-kasus pelanggaran HAM sebelum Undang-undang Pengadilan HAM itu diundangkan. Di Aceh juga telah pernah dipraktekkan mengadili kasus pelanggaran HAM bukan dengan Pengadilan HAM, akan tetapi dengan Pengadilan Koneksitas, sebagaimana dilakukan terhadap para pelaku pelanggaran HAM dalam kasus pembantaian Tgk Bantaqiah dan pengikutnya. Pengadilan Koneksitas itu dibentuk khusus dan juga berada di lingkungan Peradilan Umum dalam hal ini Pengadilan Negeri Banda Aceh. Namun keputusan Pengadilan Koneksitas sepertinya tidak memiliki kekuatan hukum apaapa, sebab di samping tidak mengadili komandan sebagai penanggungjawab pembantaian, serdadu yang divonnis sebagai pelaku tidak menjalani

40


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

hukumannya. Mareka bebas kembali pasca divonnis. Dua kasus di atas memperlihatkan bahwa negaralah yang bertanggung jawab terhadap kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparatnya. Pemerintahlah yang membentuk Pengadilan Koneksitas di Aceh dan Pemerintah pula yang khusus membentuk Pengadilan HAM ad Hoc untuk mengadili para pelaku peanggaran HAM pada kasus Atambua. b. Di manakah Pengadilan HAM untuk Aceh Kasus-kasus pelanggaran HAM semasa konflik Aceh terperangkap di jalan yang rumit untuk diselesaikan terlebih lagi dengan ketentuan pasal 28 ayat (1) UU Pemerintahan Aceh. Artinya jika pengadilan itu telah terbentuk, tidak untuk mengadili kasus pelanggaran HAM berat semasa konflik Aceh, kecuali mengadili kasus pelanggaran HAM yang terjadi setelah Undang-undang itu disahkan. Namun, jika merujuk kepada upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM Atambua, ada juga sedikit titik terang, yakni dengan dibentuknya Pengadilan HAM ad Hoc. Akan tetapi pembentukan Pengadilan HAM ad Hocpun tidak seperti membalikkan tangan, melainkan penuh ganjalan. Belum lagi melihat kekuatan hukumnya yang tak mampu menjerat satu jendralpun yang bertanggung jawab pada pelanggaran HAM berat itu. Sementara Pengadilan Koneksitas sama sekali bukan jalan keluar. Penyelesaian pelanggaran HAM berat semasa konflik Aceh, telah menimbulkan perdebatan sengit, sesengit tuntutan pihak korban untuk mengadili para pelaku pelanggaran HAM secara setimpal. Di awal perdamaian, berbagai

ISSN 2086 - 8421

aksi demo dilakukan oleh pihak korban, kemudian berbagai seminar digelar untuk membahas bagaimana cara penyelesaian pelanggaran HAM yang adil dan bermartabat, serta bagaimana mempercepat pembentukan Pengadilan HAM. Pengadilan HAM yang dibentuk haruslah pengadilan yang berwenang mengadili dan memutuskan kasus pelanggaran HAM semasa konflik. Menurut ketentuan pasal 45 UU No. 26 tahun 2000, saat ini Aceh berada dibawah yurisdiksi Pengadilan HAM di Medan. Hanya di Jakarta Pusat, Surabaya, Makassar dan Medan Pengadilan HAM dibentuk untuk pertama kali yang masingmasing memiliki wilayah hukum sendiri. Itu pula sebabnya MoU Helsinki memerintahkan pembentukan Pengadilan HAM untuk Aceh. Namun apabila pembentukan Pengadilan HAM sebagaimana dimaksudkan pasal 28 (ayat1) UUPA itu, tentu saja tidak akan memberi makna bagi korban konflik Aceh. Saat ini atau sebelum pasal 28 ayat (1) UUPA diimplementasikan, Pengadilan HAM untuk Aceh seperti telah disebutkan berada di Medan. Akan tetapi selama pengadilan itu dibentuk menurut para hakim Pengadilan Negeri Medan (laporan BRA, 2010), belum ada satu kasus pelanggaran HAMpun diajukan ke sana. Jadi Pengadilan HAM Medan itu tak berfungsi sama sekali, sekalipun walayah konpetensinya sarat dengan pelanggaran HAM berat, terutama di Aceh semasa konflik. Akibat ketentuan pasal 28 ayat (1) UUPA, memang ada kemungkinan bahwa kasus pelanggaran HAM untuk Aceh diadili di Pengadilan HAM Medan. Akan tetapi mengingat bahwa pelanggaran HAM berat di Aceh masa konflik juga paling

41


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

banyak terjadi sebelum UU No 26 tahun 2000 diberlakukan, maka kembali ditemukan jalan buntu apalagi mengingat pengadilan HAM Medan itu selama ini tidak berfungsi sama sekali bahkan hakim dan gedungnyapun belum ada. Kenapa Pemerintah sampai begitu enggan membangun gedung dan menempatkan hakim-hakim untuk Pengadilan HAM, adakah hubungan dengan objek yang diadili, wallahualam. c. Perdebatan Pengadilan HAM untuk Aceh dan Penyelesaian Pelanggaran HAM Pengadilan HAM untuk Aceh dapat dikatakan masih dalam proses awal hingga menjelang tahun ketujuh perdamaian ditandatangani. Perdebatan untuk itu masih seru dan belum ada titik temu, meski sudah mulai ditangani Kementrian Hukum dan HAM serta Mahkamah Agung. Dalam seminar dan FGD untuk memfasilitasi pembentukan Pengadilan HAM untuk Aceh yang dilaksanakan Badan Reintegrasi Aceh (BRA) dengan dihadiri pejabat berwenang di tingkat pusat dan daerah, para praktisi hukum, akademisi, dan politisi, semua itu masih pada batas dibicarakan dan direncanakan, belum ada wujud konkritnya. Penulis selaku penyelenggara kegiatan tersebut di tahun 2010 sengaja mengundang pejabat tinggi tingkat Dirjen di Kementrian Hukum dan HAM, Deputy Kementrian Polhukam, Hakim Agung, anggota DPR RI dan DPD, Ketua Komnas HAM Pusat, pengacara, dan para hakim Pengadilan Negeri Medan (sebagai pengganti hakim Pengadilan HAM Medan). Perdebatan itu itu diawali pada seminar Fasilitasi Pembentukan Peng-

ISSN 2086 - 8421

adilan HAM untuk Aceh yang diselenggarakan di Banda Aceh dengan mendatangkan ketua Komnas HAM Pusat dan Akademisi Spesialis Analis Pelanggaran HAM serta Aktivis HAM mantan ketua Lembaga Bantuan Hukum sebagai nara sumber. Seminar itu mendatangkan korban pelanggaran HAM dari berbagai kabupaten kota di Aceh, akademisi, aktivis HAM, ulama, dll sebagai peserta sehingga terlihat keteguhan para korban konflik untuk menyeret para pelaku pelanggaran HAM ke pengadilan.. Para korban konflik tak mau surut seincipun dari tuntutan mareka agar pelaku pelanggaran HAM terhadap keluarga mareka atau mareka sendiri diadili dan dihukum secara setimpal. Sementara pihak nara sumber dalam hal ini ketua Komnas HAM memaparkan sejauh mana upaya yang telah ditempuh untuk mewujudkan pengadilan HAM guna mengadili pelanggar HAM berat yang telah dilakukan semasa konflik Aceh. Yurisdiksi Pengadilan HAM (Ifdhal Kasim, 2010) adalah bahwa yurisdiksi itu mengadili tanggung jawab negara, bukan subtitusi pengadilan pidana dan dapat merupakan bagian pengadilan umum atau pengadilan khusus. Pelanggaran HAM dapat diajukan ke Pengadilan HAM sebagaimana diatur dalam UU Pengadilan HAM (UU No. 26 Tahun 2000) melalui Pengadilan HAM ad Hoc dan melalui Pengadilan HAM Permanen. Apa yang harus dilakukan (Ifdhal Kasim, 2010) adalah segera menyiapkan legislasi bagi Pengadilan HAM di Aceh, menyiapkan sarana dan prasarana bagi pembentukan Pengadilan HAM untuk atau di Aceh dan mendorong pembentukan Pengadilan HAM ad Hoc untuk Aceh.

42


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

Oleh karena pengadilan berada di bawah kewenangan Mahkamah Agung, maka Mahkamah Agunglah yang lebih bertanggung jawab memikirkan masalah tersebut. Untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa konflik sebagai bagian perdamaian di Aceh, mengingat hambatan yang ada dalam pasal 28 bayat (1) UU Pemerintahan Aceh maka Pengadilan HAM ad Hoc sebagaimana dimaksudkan UU Pengadilan HAM diperlukan untuk Aceh dan harus didorong pembentukannya. Penyelidikan terhadap kasus Rumah Gedong dan Bumi Flora pada dasarnya merupakan penyelidikan ad Hoc. Pembentukan Pengadilan HAM itu penting dan memerlukan banyak sumber daya manusia dan biaya. Akan tetapi DPR sangat lemah sehingga sangat sulit melakukan tindakan hukum terhadap Pemerintah dalam mewujudkan Pengadilan HAM ad Hoc (Saifuddin Bantasyam: 2010). Perdebatan pada FGD dengan melibatkan pihak-pihak yang terkait dengan pembentukan Pengadilan HAM untuk mengadili kasus-kasus pelanggaran HAM semasa konflik Aceh memperlihatkan kecendrungan yang berbeda. Pihak berwenang itu adalah Dirjen HAM pada Kementrian Hukum dan HAM, dan Deputy Kemenkopolhukam serta ketua Komnas HAM yang diramu dengan pendapat para praktisi hukum dan akademisi serta politisi Aceh di Jakarta yang menekuni persoalan HAM. Pada acara yang diselenggarakan di Medan awal Desember 2010 itu memaparkan bahwa apa yang harus dibangun di Aceh bersandar pada MoU Helsinki dan UU No. 26 Tahun 2000. Menurut pihak Dirjen HAM, Menteri Hukum dan HAM berdasarkan

ISSN 2086 - 8421

surat yang dikirim Gubernur Aceh telah menyurati Mahkamah Agung. Ketua Mahkamah Agung setuju dengan pembentukan Pengadilan HAM di Aceh, akan tetapi bagaimana mekanismenya, apakah dengan Peraturan Presiden atau lainnya. Yang jelas supaya tidak terjadi duplikasi, maka jika pasal 228 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2006 dijadikan dasar untuk mengadili pelanggaran HAM berat masalah yang muncul adalah bagaimana mengeluarkan Aceh dari yurisdiksi Pengadilan HAM Medan. Jika merujuk pada UU No. 26 Tahun 2000 bagaimana pula jalan keluarnya, berarti dengan pembentukan Pengadilan HAM ad Hoc. Sementara UU No. 11 Tahun 2006 merupakan lex specialist untuk Aceh. Berarti pasal 28 UU No. 11 Tahun 2006 itu harus direvisi. Jika melalui revisi berarti konsekwensinya harus melalui proses legislasi, sebuah proses panjang yang melelahkan (demikian Agus Purwanto/ mewakili Dirjen HAM). Jika dimaknai UU No. 26 Tahun 2000 berarti pembentukan Pengadilan HAM untuk mengadili pelanggaran HAM berat dapat berarti pembentukan Pengadilan HAM ad Hoc. Sementara di dalam pasal 228 UU No. 11 Tahun 2006 tidak membicarakan pelanggaran HAM berat. Ini berarti Pasal 228 itu harus direvisi melalui legislasi (dengan undangundang juga). Akhirnya, FGD tingkat pejabat berwenang dan terkait dengan persoalan penyelesaian pelanggaran HAM itu merekomendasikan bahwa : 1. Merujuk kepada MoU Helsinki dan UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dapat ditempuh kemungkinan :

43


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

- Mahkamah Agung menerbitkan keputusan mengenai pembentukan prasarana dan sarana mengenai pembentukan Pengadilan HAM untuk dan atau di Aceh. - Untuk mengantisipasi masalah kompetensi wilayah, maka Pemmerintah bersama DPR RI membentuk undang-undang tentang pencabutan kompetensi wilayah Pengadilan HAM di Medan untuk Aceh. 2. Penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi sebelum dan sesudah pengesahan UU No. 26 tahun 2000 sampai dengan pengesahan UU No. 11 Tahun 2006 dilakukan dengan mengacu kepada UU No. 26 Tahun 2000. Ini berarti kecendrungan Pembentukan Pengadilan HAM ad Hoc guna menyelesaikan kasus-kasus Pelanggaran HAM semasa konflik Aceh. Pendapat atau hasil rekomendasi di atas belumlah memberi kepastian yang kongkrit. Semua masih dalam proses awal, sehingga belum ada kepastian lewat jalan mana pelanggaran HAM di Aceh diselesaikan. Melalui revisi pasal 228 UU No.11 tahun 2006-kah atau merujuk kepada UU No. 26 Tahun 2000. Namun, yang perlu diingat adalah bahwa yang diamanatkan MoU Helsinki bukan hanya Pengadilan HAM, akan tetapi juga rekonsiliasi yang permasalahannya dapat diselesaikan melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Oleh karena itu yang terpenting dari semua itu adalah adanya “pengungkapan kebenaran� pada tahap awal sebelum kasus pelanggaran HAM berat itu diselesaikan melalui

ISSN 2086 - 8421

Pengadilan HAM atau KKR. Tentu saja kalau melalui jalur Pengadilan HAM tergantung pada proses mana harus ditempuh, revisi pasal 228 UU No. 11 Tahun 2006, atau merujuk kepada UU No. 26 Tahun 2000. IV. P E N U T U P A. Kesimpulan 1. Selama konflik Aceh berkecamuk telah terjadi pelanggaran HAM berat berupa kejahatan kemanusiaan, baik dimasa Aceh dijadikan Daerah Operasi Militer (DOM) maupun setelahnya hingga ditanda-tangani perdamaian 2. Pelanggaran HAM berat tersebut harus diselesaikan melalui Pengadilan HAM guna memberi keadilan hukum bagi korban konflik dalam rangka mewujudkan perdamaian permanen. 3. Sekalipun penyelesaian pelanggaran HAM itu merupakan amanat MoU Helsinki, namun penuh hambatan berhubung pasal 228 UU No. 11 Tahun 2006 tidak berlaku surut sehingga Pengadilan HAM yang terbentuk berdasarkan pasal tersebut tidak dapat dipakai untuk mengadili kasus-kasus pelanggaran HAM masa konflik sebelum UU itu direvisi. 4. Meskipun Mahkamah Agung telah menyetujui pembentukan Peng5. adilan HAM untuk Aceh, oleh karena Aceh berada di bawah konpetensi Pengadilan HAM di Medan maka harus dibuat undangundang untuk mencabut konpetensi tersebut. 6. Apabila pasal 228 UU No. 11 Tahun 2006 tidak direvisi, maka

44


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

agar pelanggaran HAM di Aceh masa konflik dapat diselesaikan perlu merujuk kepada UU No. 26 Tahun 2000 tentang pelanggaran HAM, di mana sesuai pasal 43 untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang terjadi sebelum pengesahan UU tersebut dapat dibentuk Pengadilan HAM ad Hoc atas usul DPR RI. 7. Hingga saat ini upaya pembentukan Pengadilan HAM untuk Aceh dan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa konflik Aceh masih dalam proses awal dan belum dapat dipastikan kapan berlanjut, sementara korban pelanggaran HAM terus menunggu dan tetap menuntut agar pelanggaran HAM semasa konflik Aceh segera diselesaikan.

ISSN 2086 - 8421

B. Saran 1. Agar semua pihak terus mendorong Pemerintah dan DPR serta Mahkamah Agung agar segera membentuk Pengadilan HAM untuk dan atau di Aceh 2. Agar pihak yang berwenang sesera mungkin menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat di Aceh semasa konflik, baik melalui revisi pasal 228 UU No. 11 Tahun 2006, maupun melalui pembentukan Pengadilan HAM ad Hoc 3. Agar sesegera mungkin pula dilaksanakan pengungkapan kebenaran terhadap kasus pelanggaran HAM berat di Aceh semasa konflik agar terungkap pelaku pelanggaran HAM yang sebenarnya untuk kemudian diselesaikana melalui sarana KKR atau Pengadilan HAM.

DAFTAR PUSTAKA Afridal Darmi. Pentingnya Pembentukan Pengadilan HAM untuk Aceh Demi Mewujudkan Perdamaian Abadi, Makalah, disampaikan pada Seminar Fasilitasi Pembentukan Pengadilan HAM untuk Aceh, diselenggaran BRA, Banda Aceh, Desember 2010. Ahmad Farhan Hamid. Jalan Damai Nanggroe Endatu, Catatan Seorang Wakil Rakyat Aceh, Suara Bebas Jakarta, 2006. Anonim. Laporan Pelaksanaan Kegiatan Fasilitasi Pembentukan Pengadilan HAM untuk Aceh, Direktur Penyelesaian Dispute, BRA, Banda Aceh, 2010 ------------. Hak Asasi Manusia Tanggung Jawab Negara, Peran Institusi Nasional dan Masyarakat, Komnas HAM, Jakarta, 1999. ------------. Instrumen Pokok Hak Asasi Manusia Bagi Aparatur Penegak Hukum, ELSAM, Jakarta , 1999.

45


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

Cassese Antonio. Hak Asasi Manusia di Dunia yang Berubah, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1994 Davidson, Scott. Hak Asasi Manusia, Sejarah, Teori dan Praktek dalam Pergaulan Internasional, Terjemahan PT Pustaka Utama Grafiti, Jakarta 1994 De Rover, C. To Serve & To Protect, Acuan Universal Penegakan HAM, T erjemahan, International Committee of The Red Cross, Geneve, 1998. Edwin Partogi, dkk, Stagnasi Hak Asasi Manusia, Laporan Tahunan Kondisi HAM di Indonesia Tahun 2001, Kontras, Jakarta, 2002. Ifdhal Kasim, Pengadilan HAM di Aceh, Makalah, disampaikan pada Seminar Fasilitasi Pembentukan Pengadilan HAM untuk Aceh diselenggarakan BRA, Banda Aceh, Desember 2010. Ikrar Nusa Bakti (Penyunting). Beranda Perdamaian, Aceh Tiga Tahun Pasca MoU Helsinki, P2P-LIPI, Pustaka Pelajar, Jakarta, 2008. Saifuddin Bantasyam. Percepatan Pembentukan Pengadilan HAM untuk Aceh dalam Rangka Memberi Keadilan bagi Korban Konflik Aceh, Makalah disampaikan pada Seminar Fasilitasi Pembentukan Pengadilan HAM untuk Aceh, diselenggarakan BRA, Banda Aceh, Desember 2010. Peraturan Perundang-undangan dan Instrumen HAM Universal: - UU No. 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh - UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM - UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia - UU No. 5 Tahun 1998 Tentang Ratifikasi Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau penghukuman lain yang Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat manusia (Konvensi Anti Penyiksaan) Tahun 1984 diberlakukan, Tahun 1997. - Deklarasi Tentang Perlindungan bagi Semua Orang dari Penghilangan Paksa, Tahun 1992 - Pencegahan dan Penyelidikan Efektif Terhadap Pelaksanaan Hukuman Mati di luar Proses Hukum, Sewenang-Wenang dan Sumir, Tahun 1989 - Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, Tsahun 1966 - Konvensi Tentang Pencegahan dan Hukuman Terhadap Kejahatan Pemusnahan Suatu Bangsa dengan Sengaja, 1948.

46


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

PENERAPAN STRATEGI ACTIVE LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) Drs. Nasruddin A.R., M.Si. Abstrak Penggunaan strategi active learning dalam pelaksanaan pembelajaran terutama pembelajaran PAI dikembangkan untuk meningkatkan kinerja kelas yang hidup dan menghasilkan pembelajaran yang bermutu tinggi. Realita yang berkembang sekarang ini, proses pembelajaran masih di dominasi oleh guru sebagai sumber utama pengetahuan dan ceramah sebagai pilihan metode pembelajarannya. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang lebih memberdayakan siswa, seperti penerapan strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan sendiri pengetahuan pada diri mereka, dengan harapan dapat meningkatkan kinerja atau proses pembelajaran selama di kelas. Secara singkat dan terbatas, suatu kriteria dalam pembelajaran aktif adalah siswa mampu melakukan sesuatu yang mereka pikirkan secara mandiri dan kelompok seperti, menulis, berdiskusi, berdebat, memecahkan masalah, mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, menjelaskan, menganalisis, mensintesa, dan mengevaluasi. Kata Kunci: Strategi, Active Learning, PAI.

A. Pendahuluan Pendidikan merupakan salah satu faktor penting bagi kehidupan manusia, sebagai makhluk ciptaan Allah swt yang terbaik dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya. Diantara pendidikan yang sangat dibutuhkan manusia adalah Pendidikan Agama Islam (PAI). PAI merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.1

1

Abdul Majid., dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi,

Oleh karena itu, pendidikan agama Islam sangatlah penting, karena dengan adanya pendidikan agama, orang tua dan guru berusaha secara sadar mendidik dan mengarahkan anak kepada perkembangan jasmani dan rohani, sehingga pada akhirnya tujuan pendidikan Islam akan tercapai. Untuk tercapainya tujuan dari PAI yang mampu membangun kesadaran beragama para peserta didik, perlu peningkatan mutu atau kualitas proses pendidikan. Hal ini sangat tergantung pada kemampuan seorang guru dalam menguasai materi yang diajarkan, serta kecakapan guru dalam mengolah informasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 132.

47


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

dan menyampaikannya dengan cara yang paling efektif kepada peserta didik, sehingga pada akhirnya akan tercapai suatu istilah pembelajaran yang disebut PAKEM (Pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan), di mana siswa diarahkan untuk mengeksplorasi kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan secara menyenangkan. Oleh karena itu, seorang guru juga dituntut memiliki ketrampilan dan teknik-teknik tertentu dalam menyampaikan materi tersebut kepada siswa. Guru merupakan salah satu tokoh yang dapat menjembatani siswa untuk dapat beriman dan bertaqwa. Hal itu merupakan bentuk usaha guru sebagai tanggung jawab yang diamanatkan Allah swt. Adapun berhasil tidaknya siswa meraih tujuannya, sehingga hidupnya senantiasa beribadah kepada Allah swt, merupakan persoalan hidayah dan petunjuk Allah swt. Cara guru menciptakan suasana pembelajaran, memiliki pengaruh yang sangat besar pada reaksi yang ditampilkan siswa dalam proses pembelajaran karena guru merupakan salah satu unsur kekuatan penentu dalam operasional pendidikan. Tidak hanya jumlahnya yang banyak tetapi kualitasnya juga harus tinggi sesuai dengan tuntutan dan perkembangan dunia pendidikan yang terus berkembang. Realita yang berkembang selama ini adalah strategi pembelajaran PAI yang belum berjalan secara maksimal sebagaimana diharapkan oleh semua pihak. Guru kurang mendapat reaksi positif dari anak didik, seperti: anak didik yang kurang menghormati gurunya, motivasi belajar yang menurun, serta rendahnya pemahaman anak didik dalam mengamalkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-

ISSN 2086 - 8421

hari. Fenomena lain yang sering terjadi dalam proses pembelajaran yaitu, umumnya guru masih mendominasi ruang kelas dan siswa pasif (datang, duduk, dan menonton). Guru memberikan konsep dan siswa hanya menerima barang jadi. Demikian juga ujian dari tahun ke tahun, soal yang diberikan selalu sama tanpa adanya perubahan yang signifikan. Sebab-sebab munculnya fenomena di atas antara lain, kurangnya kemampuan guru dalam menguasai kelas dan penggunaan strategi pembelajaran yang belum sesuai dengan materi ajarnya, sehingga kualitas pembelajaran PAI di sekolah menjadi rendah, dan juga sebabsebab lainnya. Dengan demikian, peran guru sangatlah penting dalam memahami cara belajar anak, sehingga nantinya dapat membantu para guru mengatasi kesulitan yang dialaminya dalam proses pembelajaran PAI.

1. Bagaimana efektifitas penerapan pembelajaran aktif (active learning) dalam pembelajaran PAI? 2. Faktor apa saja yang mendukung dan menjadi kendala yang dialami oleh guru PAI dalam penerapan strategi active learning?

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana efektifitas penerapan pembelajaran aktif (active learning) dalam pembelajaran PAI? 2. Untuk mengetahui Faktor apa saja yang mendukung dan menjadi kendala yang dialami 48


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

oleh guru PAI dalam penerapan strategi active learning? Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru-guru dalam penerapan strate-gi pembelajaran. 2. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi trobosan baru bagi praktisi pendidikan da-am meningkatkan mutu pendidikan pada umumnya. C. Metodologi Penelitian Penelitian ini adalah penelitian perpustakaan (Library Research), yaitu penulis menelaah serta menganalisa bukubuku (referensi) yang menjelaskan tentang strategi pembelajaran Active Learning dan hasil-hasil penelitian yang menyangkut dengan strategi active learning yang pernah di tulis oleh peneliti-peneliti terdahulu

D. Hasil Penelitian dan pembahasan I. Strategi Learning

pembelajaran

Active

Dalam konteks pelaksanaan proses pembelajaran, diperlukan pengembangan kemampuan berfikir kritis, berfikir kreatif dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah. Untuk itu perlu digunakan berbagai strategi yang dapat mendukung proses pembelajaran agar

ISSN 2086 - 8421

menyenangkan (joyful learning). Konsekwensi logis dari tuntutan ini adalah guru harus mampu mengembangkan sistem pembelajaran dengan memposisikan peserta didik sebagai pusat proses pembelajaran (student center instruction), sehingga betul-betul tercipta proses pembelajaran yang aktif (active learning). Adapun yang menjadi tuntutan dalam penerapan strategi active learning yaitu, setiap peserta didik harus diikutsertakan dalam setiap kegiatan pembelajaran. Strategi ini diharapkan mampu merangsang dan meningkatkan keterlibatan mental peserta didik dalam proses pembelajaraan. Dalam hal ini, peserta didik diberikan kebebasan dan keleluasaan untuk mengembangkan potensi dirinya, baik pada aspek intelektual (cognitive), emosional-spiritual (affective) dan keterampilannya (psychomotoric). Oleh Karena itu, dalam proses pembelajaran yang dilakukan di kelas, guru harus mengubah kegiatan pembelajaran dari transferring menjadi conditioning, yaitu yang semula guru memposisikan diri sebagai transformotor, berubah menjadi fasilitator.

II. Pengertian active learning (pembelajaran aktif) Istilah active learning adalah “segala bentuk pembelajaran yang memungkinkan siswa berperan secara aktif dalam proses pembelajaran itu sendiri, baik dalam bentuk interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru dalam proses

49


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

pembelajaran tersebut�.2 Masnur Muslich mendefinisikan active learning adalah “suatu konsep pembelajaran yang membantu guru dalam penggabungan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari�.3 Cara belajar siswa aktif tersebut dapat berlangsung secara efektif, bila guru melaksanakan peran dan fungsinya secara aktif dan kreatif, mendorong dan membantu serta berupaya mempengaruhi siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan belajar yang ditentukan. Peranan guru bukan sebagai orang yang menuangkan materi pelajaran kepada siswa, melainkan bertindak sebagai pembantu dan pelayanan bagi siswanya. Siswa aktif belajar sedangkan guru memberikan fasilitas belajar berupa bantuan dan pelayanan. Dalam kegiatan pembelajaran aktif, tidak di artikan guru menjadi pasif, melainkan tetap harus aktif namun tidak bersikap mendominasi siswa dan menghambat perkembangan potensinya. Guru bertindak sebagai fasilitator, bukan transformotor. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa Pembelajaran aktif adalah strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa berperan secara aktif dalam proses pembelajaran, baik dalam bentuk interaksi 2

T.M. A. Ari Samadhi, Pembelajaran Aktif (Active Learning) Bahan Workshop, (Jakarta: Tiw, 2007), hal. 48. 3

Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Learning, (Jakarta: Bumi aksara, 2007), hal. 41.

ISSN 2086 - 8421

antar siswa maupun siswa dengan guru. Pembelajaran aktif (active learning) dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh semua anak didik dengan bantuan pengajar seperti melakukan wawancara, fokus group untuk memperoleh informasi, mendiskusi, menjelaskan gagasan, dan mengamati demo atau fenomena.

III. Prinsip Penerapan Active Learning Pembelajaran yang bermakna lebih mengedepankan pengembangan potensi peserta didik, sehingga pembelajaran bukan bersumber atau terfokus pada guru, melainkan berfokus dan terpusat pada peserta didik. Proses pembelajaran yang demikian idealnya dilakukan dengan cara santun dan menyenangkan, bukan dengan doktrinisasi dan intimidasi atau tekanan. Sehingga dapat dikatakan bahwa, pembelajaran tersebut adalah pembelajaran ramah anak atau dengan prinsip asah, asih dan asuh. Dalam penerapan pembelajaran aktif, tentunya memiliki tolok ukur sehingga dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran tersebut adalah pembelajaran yang aktif (active learning), tolok ukur tersebut adalah: 1. Metode pembelajaran: a. Kegiatan belajar siswa menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi, sesuai dengan mata pelajaran. Idealnya lebih dari 3 jenis. b. Kegiatan belajar siswa menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan spesifikasi bahan ajar.

50


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

2. Pengelolaan kelas: a. Kegiatan belajar siswa variatif. b. Kelompok belajar siswa beragam c. Kegiatan pembelajaran menggunakan tata meja atau kursi yang memudahkan siswa berinteraksi dengan guru maupun dengan siswa lainnya. 3. Keterampilan bertanya: a. Pertanyaan yang diajukan guru dapat memancing atau mendukung siswa dalam membangun konsep atau gagasannya secara mandiri. b. Guru juga mendorong siswa untuk berani bertanya, berpendapat dan mempertanyakan gagasan guru atau siswa lain. 4. Pelayanan individual: a. Terdapat program kegiatan belajar mandiri siswa yang terencana dan dilaksanakan dengan baik. b. Guru mengidentifikasi, merancang, mengevaluasi dan menindaklanjuti Program Pembelajaran Individual (PPI) sebagai respon adanya kebutuhan khusus (hiperaktif, autis, lamban, dsb). 5. Sumber belajar dan alat bantu pembelajaran: a. Guru membuat alat bantu pembelajaran sesuai dengan kompetensi yang dikembangkan sendiri atau bersama siswa. b. Lembar kerja mendorong siswa dalam menemukan konsep, gagasan, dan cara dan dapat menerapkannya dalam konteks kehidupan nyata sehari-hari. 6. Umpan balik dan evaluasi: a. Guru memberikan umpan balik yang menantang (mendorong siswa untuk berpikir lebih lanjut) sesuai dengan kebutuhan siswa.

ISSN 2086 - 8421

7.

8.

9.

10.

b. Setiap proses dan hasil pembelajaran disertai dengan reward atau penghargaan dan pengakuan secara verbal dan non verbal. Komunikasi dan interaksi: a. Bantuan guru kepada siswa dalam pembelajaran bersifat mendorong untuk berfikir (misalnya dengan mengajukan pertanyaan kembali). b. Setiap pembelajaran terbebas dari ancaman dan intimidasi (yang ditandai: tidak ada rasa takut, anak menikmati, guru ramah). c. Perilaku warga kelas (siswa dan guru) sesuai dengan tata tertib yang dibuat bersama dan etika yang berlaku. d. Komunikasi terjalin dengan baik antara guru-siswa dan atau siswasiswa. Keterlibatan siswa: a. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk tampil di depan kelas untuk menyajikan, mengemukakan dan melakukan sesuatu. b. Dalam setiap kerja kelompok ada kejelasan peran masing-masing siswa dan terlaksana secara bergilir. Refleksi: a. Setiap selesai pembelajaran guru meminta siswa menulis atau mengungkapkan kesan dan keterpahaman siswa tentang apa yang telah dipelajari. b. Guru melaksanakan refleksi atau perenungan tentang kekuatan dan kelemahan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Hasil karya siswa: a. Berbagai hasil karya siswa dipajangkan, ditata rapi dan

51


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

diganti secara teratur sesuai perkembangan penyampaian materi pembelajaran. b. Hasil karya siswa adalah murni karya atau buatan siswa sendiri. 11. Hasil belajar: a. Hasil belajar siswa memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM). b. Siswa mengalami peningkatan kompetensi personal atau sosial sesuai dengan potensinya. Indikator fisik yang kelihatan secara lahiriah menandai siswa dalam proses pengajaran seperti dilansir berikut ini. Oleh Sudjana diringkas dalam bukunya Cara Belajar Siswa aktif menyebutkan sebagai berikut, sebagaimana dikutip oleh Ahmad Tafsir, yaitu:4 1. Segi siswa: a. Keinginan, keberanian menampilkan minat, kebutuhan dan permasalahan yang dihadapinya. b. Keinginan dan keberanian serta kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan persiapan, proses, dan kelanjutan belajar. c. Penampilan berbagai usaha belajar dalam menjalani dan menyelesaikan kegiatan belajar sampai mencapai hasil. d. Kemandirian belajar. 2. Segi guru: a. Usaha mendorong, membina gairah belajar dan berpartisipasi dalam proses pengajaran secara aktif. b. Peranan guru yang tidak mendominasi kegiatan belajar siswa.

4

Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran‌�, hal. 146.

ISSN 2086 - 8421

c. Memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar menurut cara dan keadaan masing-masing. d. Menggunakan berbagai metode mengajar dan pendekatan multi media. 3. Segi program tampak hal-hal berikut: a. Tujuan pengajaran sesuai dengan minat, kebutuhan serta kemampuan siswa. b. Program cukup jelas bagi siswa dan menantang siswa untuk melakukan kegiatan belajar. 4. Segi situasi menampakkan hal-hal berikut: a. Hubungan erat antara guru dan siswa, siswa dengan siswa, guru dengan guru, serta dengan unsur pimpinan sekolah. b. Siswa bergairah dalam belajar 5. Segi sarana belajar tampak adanya: a. Sumber belajar yang cukup. b. Fleksibel waktu bagi kegiatan belajar. c. Dukungan media pengajaran. d. Kegiatan belajar di dalam maupun di luar kelas. Tanda-tanda itu akan mempermudah guru merencanakan dan melaksanakan pengajaran. Indikator-indikator tersebut sekurang-kurangnya dapat menjadi ramburambu bagi guru dalam merencanakan dan melaksanakan lesson plan (rencana belajar) cara belajar siswa aktif dengan menggunakan strategi active learning.

IV. Beberapa Strategi Active Learning untuk PAI Thomas Samuel Kuhn, seorang sejarawan dan filsuf sains Amerika Serikat,

52


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

sebagaimana dikutip dalam buku “Paradigma Baru Pembelajaran Keagamaan�, mengatakan bahwa perubahan-perubahan dalam ilmu dan peradaban manusia diawali dengan pergeseran paradigma. Apabila pandanganpandangan dasar ini bergeser, banyak hal dalam ilmu dan peradaban manusia jadi berubah, dalam dunia pendidikan dan pembelajaran pun telah terjadi pergeseran paradigma. Pergeseran paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran inilah yang patut di indahkan untuk mengembangkan metodologi-metodologi pembelajaran yang baru. Para ilmuwan dan praktisi pendidikan dapat secara teoritis dan praktis menciptakan pendekatan-pendekatan pembelajaran baru yang selaras dengan kemajuan zaman. Dalam hal ini, Mel Silberman seorang guru besar kajian psikologi pendidikan di Temple University, mencetuskan dalam sistem pembelajaran aktif terdapat 101 strategi belajar yang menjadikan siswa aktif. Namun tidak semua strategi tersebut bisa diterapkan pada satu pelajaran tergantung kondisi dan kebutuhan dari pelajaran tersebut. Oleh karena itu, ada beberapa strategi pembelajaran aktif (active learning) yang dianggap cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran PAI, beberapa strategi pembelajaran tersebut antara lain adalah:5

5

Melvin L. Silberman, Active Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktif, terj: Sarjuli, et. al, judul asli: Active Learning:101 Strategies to Teach any subject, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2007), hal. 71, 82, 104, 106, 124, 127, 152, 166, 168, 190.

ISSN 2086 - 8421

1. Assessment search (penelitian untuk penilaian) Assessment search merupakan strategi yang cukup menarik untuk memberi tugas materi pelajaran anda secara cepat dan pada saat yang bersamaan, menilai kelas dalam waktu yang singkat dan sekaligus melibatkan peserta didik sejak awal pertemuan untuk saling mengenal dan bekerjasama. Prosedur

penerapannya

sebagai

berikut: a. Bagi 3 atau 4 pertanyaan untuk memahami siswa anda, anda boleh memasukkan pertanyaan seperti berikut: 1) Pengetahuan mereka terhadap pelajaran 2) Sikap mereka terhadap pelajaran 3) Keinginan atau harapan mereka terhadap mata pelajaran Tulis pertanyaan sehingga jawaban nyata dapat dicapai, hindari pertanyaan open-ended. b. Bagilah kelompok yang terdiri dari 3 atau 4 orang siswa (tergantung jumlah pertanyaan yang dibuat). Berilah setiap peserta didik satu dari masing-masing tugas pertanyaan. Mintalah dia (peserta wanita-pria) untuk mewawancarai peserta yang lain dalam kelompok itu dan rekam jawaban dari pertanyaan yang diberikan kepadanya. c. Panggil seluruh peserta dalam sub kelompok yang telah diberikan pertanyaan yang sama. Misalnya, jika ada 18 orang peserta, bagilah menjadi 6 kelompok dimana setiap

53


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

kelompok terdiri dari 3 orang peserta. Maka 6 orang diantara mereka akan diberi pertanyaan yang sama. d. Mintalah masing-masing subkelompok mengumpulkan data mereka dan meringkasnya. Kemudian mintalah masingmasing sub kelompok untuk melaporkan kepada seluruh kelas apa yang telah mereka pelajari tentang peserta lainnya. 2. Active knowledge sharing (berbagi pengetahuan secara aktif) Active knowledge sharing merupakan strategi yang bagus untuk menarik para peserta didik dengan segera kepada materi pelajaran, strategi ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan peserta didik pada saat yang sama, melakukan kerjasama tim (team work). Strategi ini dapat diterapkan pada hampir semua mata pelajaran. Prosedur

penerapannya

sebagai

berikut: a. Siapkan sebuah daftar pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran yang akan anda ajarkan. Sebagai contoh: (1) Bagaimana sistem pemerintahan Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman Bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib? (2) Identifikasikan hal-hal berikut: ash-shabiqu nal awwaluwn, haji wada`, Fathul Makkah. (3) Menurut pendapat anda, apa peristiwa penting dalam Islam tentang isra` mi`raj?

ISSN 2086 - 8421

b. Mintalah peserta didik menjawab berbagai pertanyaan semampu mereka. c. Kemudian, ajaklah mereka berkeliling ruangan, dengan mencari peserta didik lain yang dapat menjawab berbagai pertanyaan yang tidak mereka ketahui bagaimana menjawabnya. Doronglah para peserta didik untuk saling membantu satu sama lain. d. Kumpulkan kembali seisi kelas dan ulaslah jawabannya. Isilah jawaban yang tidak diketahui dari beberapa peserta didik. Gunakan informasi itu sebagai jalan memperkenalkan topik-topik penting di kelas itu. 3. Inquiring minds what to know (membangkitkan rasa ingin tahu) Strategi sederhana ini merangsang rasa ingin tahu peserta didik dengan mendorong spekulasi mengenai topik atau persoalan. Para peserta didik lebih mungkin menyimpan pengetahuan tentang materi yang tidak tercakup sebelumnya jika mereka terlibat sejak awal dalam sebuah pengalaman pengajaran kelas penuh. Prosedur

penerapannya

sebagai

berikut: a. Tanyakan ke kelas, satu pertanyaan pembangkit minat untuk merangsang. Keingintahuan tentang sebuah persoalan yang ingin anda diskusikan. Pertanyaan itu hendaknya satu, yang dengan itu anda berharap bahwa beberapa pesrta didik tahu jawabannya. b. Doronglah untuk berspekulasi dan menebak dengan bebas, gunakan

54


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

frase seperti “tebaklah” atau “cobalah”. c. Jangan memberi umpan balik dengan segera. Terimalah semua tebakan. Bentuk keingintahuan tentang jawaban yang “sebenarnya”. d. Gunakan pertanyaan sebagai petunjuk kearah apa yang sekiranya anda ajarkan. Sertakan jawaban terhadap pertanyaan anda dalam presentasi anda. Anda hendaknya tahu bahwa para peserta didik lebih memberikan perhatian daripada biasanya. 4. Active debate (perdebatan aktif) Debat bisa menjadi satu metode berharga untuk meningkatkan pemikiran dan perenungan, terutama jika siswa diharapkan mengemukakan pendapat yang bertentangan dengan diri mereka sendiri. Konsekuwensinya, setiap siswa akan melibatkan diri dalam perdebatan tersebut untuk mempertahankan argumentasinya, dan bukan hanya pelaku debatnya saja tetapi semua yang ada dalam ruangan tersebut. Prosedur

penerapannya

ISSN 2086 - 8421

peserta didik, misalnya mungkin anda buat tiga kelompok pro dan tiga kelompok kontra, masingmasing berisi empat anggota. d. Mintalah tiap-tiap sub kelompok mengembangkan argumenargumen untuk posisi yang ditentukannya, atau berikan sebuah daftar argumen yang lengkap yang mungkin mereka diskusikan dan pilih. Pada akhir diskusi mereka, suruhlah sub kelompok tersebut memilih seorang juru bicara. 5. Jigsaw learning (belajar jigsaw) Belajar ala jigsaw merupakan teknik yang paling banyak dipraktekkan. Teknik ini serupa dengan pertukaran kelompok dengan kelompok, namun ada satu perbedaan penting yaitu tiap siswa mengajarkan sesuatu. Ini merupakan alternatif menarik bila ada materi belajar yang bisa disegmentasikan atau dibagibagi, dan bila bagian-bagiannya harus diajarkan secara berurutan. Tiap siswa mempelajari sesuatu yang bila digabungkan dengan materi yang dipelajari oleh siswa lain membentuk kumpulan pengetahuan atau keterampilan yang padu.

sebagai

berikut:

Prosedur

penerapannya

sebagai

berikut: a. Kembangkan suatu pertanyaan yang berkaitan dengan sebuah isu Kontroversial yang berkaitan dengan mata pelajaran anda. b. Bagilah kelas menjadi dua tim debat. Tugaskan (secara acak) posisi “pro” pada satu kelompok dan posisi “kontra” pada kelompok yang lain. c. Selanjutnya, buatlah dua atau empat sub kelompok di dalam masing-masing tim debat itu. Dalam sebuah kelas dengan 24

a. Pilihlah materi belajar yang dapat dipisah menjadi bagian-bagian. Sebuah bagian dapat disingkat seperti sebuah kalimat atau beberapa halaman. b. Hitunglah jumlah bagaian belajar dan jumlah peserta didik. Dengan satu cara yang pantas, bagikan tugas yang berbeda kepada kelompok peserta yang berbeda. Contoh: bayangkan sebuah kelas terdiri 12 siswa, anggaplah anda

55


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

dapat membagi materi pelajaran dalam tiga bagian, kemudian anda dapat membentuk kwartet atau “kelompok belajar” membaca, berdiskusi, dan mempelajari materi yang ditugaskan kepada mereka. c. Setelah selesai, bentuklah kelompok “jigsaw learning” setiap kelompok mempunyai seseorang wakil dari masing-masing kelompok dalam kelas. Seperti dalam contoh, setiap anggota masing-masing kwartet menghitung 1, 2, 3, 4. Kemudian bentuklah kelompok peserta didik “jigsaw learning” dengan jumlah sama, hasilnya akan terdapat empat kelompok yang terdiri dari 3 orang. Dalam setiap trio aka nada orang peserta yang memepelajari bagian I, seorang untuk bagian II, dan seorang lagi bagaian III. d. Mintalah anggota kelompok “jigsaw” untuk mengajarkan materi yang telah dipelajari kepada yang lain. e. Kumpulkan kembali peserta didik ke kelas besar untuk memberi ulasan dan sisikan pertanyaan guna memastikan pemahaman yang tepat. Untuk tercapainya strategi tersebut, guru harus merancang metode pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran itu sendiri. Karena guru memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas pengajaran. Guru bertanggung jawab terhadap mutu pendidikan. Guru harus berperan lebih proaktif dalam melaksanakan tugasnya. Berkenaan dengan hal tersebut, Zamroni dalam bukunya “Paradigma Pendidikan

ISSN 2086 - 8421

Masa Depan” mengemukakan: “mengajar hanya dapat dilakukan dengan baik dan benar oleh seseorang yang telah melewati pendidikan tersebut yang memang dirancang untuk mempersiapkan guru profesional. Guru dituntut untuk dapat menguasai metode-metode mengajar, karena peranan guru dalam mengajar akan memberikan dampak atau pengaruh terhadap pendidikan anak didik”.6 Melaksanakan tugas sebagai seorang guru merupakan salah satu perwujudan dari tanggung jawab. Sikap tanggung jawab ini tidak hanya kepada masyarakat, tetapi juga kepada Allah swt.

V. Kendala-kendala dalam Penerapan Active Learning dalam PAI Dalam proses pembelajaran tentunya terdapat kendala-kendala yang dapat menghambat berjalannya proses pembelajaran yang seutuhnya, dan akhirnya menyebabkan rendahnya mutu pendidikan. Beberapa kendala dalam pembelajaran PAI yang diidentifikasikan sebagai penghambat Pendidikan Agama Islam di sekolah, antara lain:7 1. Timbulnya sikap masyarakat atau orang tua di beberapa lingkungan sekitar sekolah yang kurang concerned kepada pentingnya pendidikan agama, tidak mengacuhkan akan pentingnya pemantapan

6

Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, (Jakarta: Biografi Publishing, 2000), hal. 60. 7 Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hal. 149-153.

56


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

2.

3.

4.

5.

pendidikan agama di sekolah yang berlanjut di rumah. Situasi lingkungan sekitar sekolah disubversi oleh godaan-godaan setan yang beragam bentuknya. Situasi demikian melemahkan daya konsentrasi dan berakhlak mulia, serta mengurangkan gairah belajar siswa. Gagasan baru yang mulai bermunculan di-impose oleh para ilmuwan mengenai perlunya mencari terobosan baru terhadap berbagai kemacetan dan problema pembangunan, meluas kearah jalur kehidupan remaja yang kondusif kepada watak dan ciri-ciri usia puber dan adolesens mereka, secara latah mempraktekan makna yang keliru atas kata-kata terobosan menjadi mengambil jalan pintas dalam mengejar kemajuan belajarnya tanpa melihat cara-cara yang halal dan haram, seperti nyontek atau membeli soal-soal ujian akhir. Produksi pendidikan sekolah yang dicapai dalam waktu yang relatif singkat dengan dana yang seminimal mungkin, namun berhasil meluluskan sejumlah murid yang lebih besar, dimana dalam hal menyangkut pendidikan agama faktor internalisasi (pendalaman) nilai-nilai proses kependidikan kurang mendapat tempat yang wajar dalam sistem efisiensi tersebut. Timbulnya sikap prustasi di kalangan orang tua atau masyarakat bahwa tingkat kependidikan yang dengan susah payah diraih, akan menjamian anaknya untuk mendapat pekerjaan yang layak. Namun karena perluasan lapangan kerja

ISSN 2086 - 8421

tidak dapat mengimbangi pembengkakan penuntut kerja. Setelah lulus sekolah, orang tua masih bersusah payah berjuang mencarikan peluang kerja bagi anaknya. Padahal masih ada beban finansial yang harus di tanggung oleh mereka. Semuanya itu menyebabkan tendensi sosial kita kurang mengharagai pengetahuan sekolah yang tidak dapat di jadikan tumpuan mencari nafkah. Pendidikan agama terkena dampak negatif dari sikap dan kecenderungan tersebut. Apabila guru agama tidak terampil memikat minat murid, maka efektifitas pendidikan agama tidak dapat diwujudkan. Dari beberapa hal di atas, dapat disimpulkan yang menjadi kendala dalam proses pembelajaran secara umum, dan akhirnya menjadi kendala khusus dalam dunia pendidikan, yaitu: 1. Rendahnya kualitas sarana fisik atau keterbatasan sumber belajar; 2. Rendahnya kualitas guru; 3. Rendahnya kesejahteraan guru; 4. Rendahnya prestasi siswa; 5. Mahalnya biaya pendidikan/ keterbatasan dana; Banyak alternatif yang dapat diambil oleh seluruh pelaku, peneliti sekaligus pakar pendidikan dalam mengatasi problematika ataupun kendala yang terjadi baik di dunia pendidikan ummnya dan dalam proses pembelajaran PAI khususnya, yang terpenting dari itu adalah komitmen dari semua pihak dan realisasi dari program yang direncanakan secara sungguh-sungguh untuk merubah proses pendidikan yang masih mengalami banyak kendala menjadi lebih baik.

57


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

pihak sekolah, kreatifitas guru yang masih rendah dimana pendekatan dan penerapan active learning yang belum maksimal baik dalam bentuk penguasaan materi ataupun penggunaan media belajar, kurangnya sumber bacaan yang dimiliki siswa, dan alokasi dana yang minim sehingga memaksa Produksi pendidikan sekolah yang dicapai dalam waktu yang relatif singkat harus mencapai target maksimal.

E. Penutup Berdasarkan hasil kajian yang peneliti lakukan tentang penerapan strategi active learning dalam pembelajaran PAI, maka dalam hal tersebut peneliti dapat mengemukakan beberapa statement seba-gai bentuk dari kesimpulan dan saran sebagai berikut: a. Kesimpulan 1. Guru merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan terhadap maju mundurnya pendidikan pada sebuah lembaga pendidikan, keberhasilan seorang guru dalam mengajar sangat didukung oleh pengalamanpengalaman dan latihan yang serius secara terus menerus serta menunjukkan sikap dan perilaku yang simpati memperlihatkan suri tauladan yang baik, sehingga dapat terjadi daya promotor yang positif bagi kegiatan belajar anak. 2. Dari hasil olah data dan sumber-sumber lainnya menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan pene-rapan active learning dalam pembelajaran PAI oleh para guru masih menghadapi kendala maupun hambatan seperti terbatasnya sarana maupun prasarana dari

b. Saran-saran Sehubungan dengan kesimpulan diatas, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai masukan dalam pelaksanaan penerapan active learning pada pembelajaran PAI, antara lain:

1.

2.

Agar mutu pelajaran PAI di sekolah meningkat, maka kepada para guru PAI harus lebih mendalami ilmunya, sehingga wujud dari profesionalisme guru tersebut tampak. Guru PAI juga perlu untuk memahami dan mendalami tentang strategi active learning dengan lebih banyak mengikuti pelatihanpelatihan, membaca referensi buku tentang active learning, membuka website tentang strategi active learning terutama dalam bidang PAI. Diharapkan kepada kepala sekolah dapat memfasilitasi 58


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

para guru terutama guru PAI dalam mening-katkan mutu pendidikan disekolah, baik dengan yang bersifat pelatihan maupun bimbingan, serta sudah seyogyanya kepala sekolah

ISSN 2086 - 8421

menyediakan buku-buku tentang pembelajaran PAI untuk menam-bahkan khazanah keilmuwan terutama yang berkaitan dengan starategi active learning.

DAFTAR PUSTAKA Abdul Majid., dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004. T.M. A. Ari Samadhi, Pembelajaran Aktif (Active Learning) Bahan Workshop, Jakarta: Tiw, 2007. Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Learning, Jakarta: Bumi Aksara, 2007. Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004. Melvin L. Silberman, Active Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktif, terj: Sarjuli, et. al, judul asli: Active Learning:101 Strategies to Teach any subject, Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2007.

Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, Jakarta: Biografi Publishing, 2000. Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003.

59


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

SISTEM PRODUKSI HIJAUAN MAKANAN TERNAK DI DAERAH PEMUKIMAN TRANSMIGRASI Ir. Mulyadi, M.Si. Abstrak Hijauan makanan ternak di Indonesia pada umumnya bersumber dari hasil sisa pertanian, rumput alam, semak-semak, daun dan batang pohon-pohonan. Sumber daya alam besar pengaruhnya terhadap produksi hijauan tersebut. Pemanfaatan hijauan ini selain tergantung pada jenis dan kelas ternak yang dipelihara, juga tergantung pada sistem pertanian dan peternakan yang dianut. Ternak sebagai salah satu komponen dalam sistem usaha tani harus ditempatkan dalam struktur menurut fungsinya sebagai salah satu komponen usaha tani. Alternatif penggunaan ternak dapat diperhitungkan karena ternak banyak jenis, sistem produksi dan macam produksinya. Di daerah transmigrasi banyak ditanam tanaman pangan, palawija. Oleh karena itu, makanan ternak diharapkan dari limbah tanaman pertanian seperti jerami padi, jagung, umbi-umbian dan kacangkacangan. Untuk tetap tersedianya sumber hijaun makanan di daerah transmigrasi, selain mengharapkan dari limbah, maka dapat dilakukan penanaman hijauan di tanah-tanah limbah (tak digunakan), pematang-pematang bahkan tepi-tepi jalan.

Kata Kunci: hijauan ternak, daerah transmigrasi, dan produksi

1. PENDAHULUAN Program transmigrasi ditujukan untuk meningkatkan penyebaran penduduk dan tenaga kerja serta pembukaan dan pengembangan daerah produksi dan pertanian baru dalam pembangunan dae-rah, khususnya di luar Pulau Jawa, yang dapat menjamin peningkatan taraf hidup para transmigrasi dan masyarakat sekitarnya, (Siregar:1981).

Pencapaian tujuan program transmigrasi diperlukan penyesuaian yang saling menggalang produktivitas antar- lahan, komoditas dan pola pertanian/ pemeliharaan yang tergabung dalam suatu keterpaduan yang diinginkan dalam TRI MATRA pembangunan pertanian yaitu: terpadu wilayah, terpadu komoditas dan terpadu usaha tani. daerah

Sebahagian besar peternak di transmigrasi merupakan 60


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

peternak kecil, tidak memikirkan persediaan makan-an ternaknya. Mencari rumput hingga jauh dari desanya setiap hari dalam musim kemarau merupakan gejala sudah menipisnya tanaman rumput di sekitarnya. Menyabit rumput segar bercampur rumput kering merupakan usaha untuk menambah makanan ternak yang diberikan dalam kandang. Dengan demikian alternatif yang dapat ditempuh pengembangan peternakan di daerah transmigrasi dapat diusahakan dengan jalan perbaikan hijauan makanan ternak dan pemanfaatan limbah pertanian, sehingga luas areal tanah hijauan makanan ternak yang dibutuhkan per satuan ternak dapat dikurangi. (Soedomo:1985). Nitis (1979), mengemukakan bah-wa hijauan makanan ternak di Indonesia pada umumnya bersumber dari hasil sisa pertanian, rumput alam, semak-semak, daun dan batang pohonpohonan. Sumber daya alam besar pengaruhnya terhadap produksi hijauan tersebut. Pemanfaatan hijauan ini selain tergantung pada jenis dan kelas ternak yang dipelihara, juga tergan-tung pada sistem pertanian dan peternakan yang dianut. Sistem produksi hijauan makanan ternak yang lain, baik di daerah lahan kering, lahan basah dan

ISSN 2086 - 8421

lahan pasang surut untuk dapat tersedianya hijauan sepanjang tahun suatu periode secara terus menerus, dapat ditanam hijauan pada tanah-tanah khusus atau tanah yang tidak digunakan untuk pertanian, di bawah lahan perkebun-an, di pematangpematang, di teras-teras dan di pinggirpinggir jalan. Dengan pola pengembangan hijau-an dengan memanfaatkan lahanlahan limbah, maka petani peternak di daerah pemukiman transmigrasi untuk penyediaan hijauan bagi ternaknya dapat diperoleh secara kontinyu, yang penting adalah cara pengolahannya harus betul-betul tepat. Keuntungan yang lain dengan sistem tersebut dapat mencegah terjadinya erosi, sehingga kehilangan unsur hara tanah yang dibawa oleh air dapat dihindari. Apabila jenis hijauan leguminosa yang ditanam sekaligus dapat menyuburkan tanah-tanah di lahan tersebut.

2. BEBERAPA MACAM SISTEM PRODUKSI HIJAUAN YANG SESUAI DENGAN KEADAAN ALAM Mutu hijauan makanan ternak pada setiap lahan akan berbeda menurut daerah atau jenis tanahnya. Hal ini dipengaruhi oleh suburnya tanah, kaya tidaknya unsur hara, semakin subur tanah sehingga mutu

61


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

hijauan semakin baik dan produksi akan meningkat. Produksi rumput yang tumbuh di tanah sawah, tegalan, kebun, hutan dan pinggir jalan berkisar antara 14-15 ton bahan kering (BK) /ha/tahun. Akan tetapi, untuk bahan panganan berkisar 1,5 ton dan kebun rumput sekitar 2,5 ton BK/ha/tahun (Nell & Rollinson yang disitasi Nitis, 1979). Permasalahan yang ada di Indonesia adalah tanah yang diperuntukkan untuk pemukiman transmigrasi adalah sebahagian besar tanah kelas IV ke atas, sudah tentu kesuburannya kurang. Akan tetapi seandainya pengelolaannya yang baik akan mening-katkan kesuburannya, misalnya dengan penamaman jenis hijaun leguminosa, karena dapat menfiksasi N dari udara dengan bantuan bakteri rizobium yang terdapat pada bintil akarnya. Umumnya lahan yang diberikan untuk transmigrasi tidak diperuntukkan untuk pembuatan padang rumput atau padang pengembalaan,walaupun dalam perencanaan ada juga yang khusus diper-untukkan bagi pembuatan kebun rumput, tapi tidak begitu luas, namun kenyataannya petani enggan untuk menanamnya. Mereka lebih mengutama-kan untuk menanam pangan. Pada pola ini maka peternakan harus menyesuaikan dengan pola

ISSN 2086 - 8421

penyediaan makanan ternaknya dengan bidang-bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan. Segala bahan makanan yang berasal dari sisa-sisa pertanian ataupun limbah harus dimanfaatkan sebaiknya. Sedangkan areal lahan yang masih mungkin dipergunakan untuk penanaman hijauan harus dikelola dengan baik. Misalnya dengan sistem zero grazing yaitu hijauan dipotong dan diberikan pada ternak dalam kandang, ternak tidak dilepas di tanah-tanah kristis, tanah-tanah pertanian, perkebunan dan kehutanan. Perkembangan peternakan di daerah transmigrasi mengikuti perkembangan kegiatan terdahulu di daerah itu atau mengikuti pola asal daerah yang dikirimkan asal transmigran tersebut. Akan tetapi, kegiatan terdahulu seperti kegiatan pembukaan tanah, pertanian, konservasi tanah dan lingkungan dilakukan oleh pemerintah. Peternakan diadakan sedemi-kian rupa, sehingga tidak akan meng-ganggu kebutuhan primer rakyat, bahkan jika mungkin menunjang kegiatan yang sudah ada. Suatu wilayah pengembangan transmigrasi sudah barang tentu tidak akan dipaksakan mengembangkan suatu model usaha tani terpadu saja, akan tetapi disusun menurut kesesuaian komponen lahan dan petani. Menjadikan suatu model usaha tani terpadu atau beberapa pengembangan transmigrasi, berarti mengembangkan suatu sistem yang lebih besar dari 62


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

sistem usaha tani. Hal ini akan menyangkut pengorganisasian, pengadaan komponen pembentuk usaha tani, tenaga penyuluh, sistem tata niaga yang lebih luas dan segala sesuatu untuk mengembangkan areal tersebut (Siregar et al, 1981).

A. Permasalahan yang Dihadapi Perwujudan dan keterpaduan dalam program transmigrasi sangat mungkin untuk diatur karena faktor-faktor pembatas masih hanya pada faktor dasar seperti lahan, manusia dan komoditas. Namun, pola usaha, pengolahan dan lainlain masih bisa memilih dan mengatur dari permulaan, yang sulit dikendali adalah faktor iklim. Ternak sebagai salah satu komponen dalam sistem usaha tani harus ditempatkan dalam struktur menurut fungsinya sebagai salah satu komponen usaha tani. Alternatif penggunaan ternak dapat diperhitung-kan karena ternak banyak jenis, sistem produksi dan macam produksinya (Siregar et al, 1981). Interaksi ternak dengan lahan adalah adaptasi ternak secara biologis, kemampuan lahan menghasilkan makanan ternak, pola pemeliharaannya dan daya tampung areal lahan yang tersedia. Sedangkan interaksi ternak dengan komoditi lain mempunyai

ISSN 2086 - 8421

beberapa aspek yaitu perebutan tempat pada lahan terbatas, perebutan hara, energi, udara dan air. Masalah hama dan penyakit yang saling mengganggu secara fisik, serta saling merebut waktu dan tenaga petani yang terbatas. Dengan demikian ternak dengan komoditi lain bisa berkembang kearah complementary/ suplementary effect, tetapi bisa juga berkembang kearah mutualis exclusivenness. B. Transmigran di Lahan Kering Dilahan kering pada umumnya dengan cara pembukaan hutan dan padang alang-alang pertanian pangan dan perkebunan. Hal ini semakin merosotnya tingkat kesuburan tanah dengan temperatur harian yang cukup tinggi, sehingga pelapukan bahan organik dan pencucuian hara dan erosi lebih cepat sert diikuti dengan produksinya menurut. Pada daerah kering hijauhijauan itu berupa rerumputan diwaktu musim hujan, dan semaksemak atau daun-daunan, batang pohon-pohon pada musim kering. Pada tanah yang alang-alang dominan, dapat ditanami stek gamal maupun stek stylosanthes. Tanaman baru ini lambat laun akan mengalahkan alang-alang berubah menjadi pasture campuran yang mutunya lebih baik. Alang-alang jika dipotong maupun digembalai 63


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

secara teratur pada masa pertumbuhannya, selain produksinya meningkat, kualitasnya bertambah baik. Percobaan menunjukkan bahwa alangalang muda maupun alang-alang dengan suplemenentasi konsetrat dapat meningkatkan produksi ternak domba maupun sapi (Soewardi dkk, 1974) Pada pertanian yang bersifat mixed-farming tujuan utama adalah produksi pertanian sedangkan usaha sambilannya adalah ternak. Selanjut-nya, sistem pertanian yang dianut pada umumnya polyculture pada tanah tegalan dan monoculture pada tanah sawah. Penanaman khusus tanaman makanan ternak tidak dilakukan. hijauan didapat dari galangan, pinggir jalan dan tanah kosong sementara setelah panen padi atau palawija. Pada tanah tegalan, sistem tumpangsari yang sudah dipraktekkan selain mengintensifkan penggunaan tanah, meningkatkan produksi pa-ngan, juga meningkatkan produksi hijauan makanan ternak. Hanya saja pada sistem yang sering dilakukan sekarang, yang diberikan kepada ternak hanya jerami dari tanama untama atau tanaman selanya. Pola produksi hijauan dilahan seperti ini harus ditetapkan sistem produksi hijauan yang bersifat protektif dan dapat menyuburkan

ISSN 2086 - 8421

tanah, yaitu dengan menanam hijauan yang perakarannya dapat mengikat tanah yang kuat serta penanaman hijauan leguminosa dilereng-lereng, pematangpematang, batas-batas tanah dan lahan-lahan kosong lainnya yang tidak ditanam tanaman pangan atau perkebunan. Seperti banyak dilakukan di Jepang, dimana gulma yang tumbuh dibawah pohon sebagai cover crop diganti dengan hijaun makanan ternak, baik jenis leguminosa maupun jenis rumput. Sedangkan penanaman hijauan unggul di bawah pohon kelapa telah banyak dilakukan seperti di Bali, Thailand dan Philipina. Dari hasil percobaan tersebut ternyata dapat meningkatkan pertambahan berat badan dengan pengembalaan ternak di bawah hijauan yang ditanam di bawah pohon kelapa tersebut. Sama juga halnya dengan produksi kelapa yang meningkat dengan introduksi ternak, karena secara langsung ternak tersebut dapat menyuplai feses dan urine yang dapat menyuburkan pohon kelapa tersebut. Cover crop-nya dapat ditanam jenis leguminosa seperti siratro, calopo dan sentro. Jadi, cover crop merupakan sumber pakan bagi ternak bersamaan juga dengan jenis-jenis rumput lapangan yang tumbuh bersamaan dengan cover crop tersebut. ada juga bagi petani 64


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

peternak yang agak intensif, mereka menanam hijauan unggul dengan membuat beberapa larikan antara sela-sela pohon karet tersebut. Sistem pemeliharaan ternak pada pola diatas untuk menjaga agar kontinuitas hijauan pakan dapat terpenuhi serta nmenjaga agar tidak terjadi kerusakan cover crop tersebut, maka perlu diatur pengelolaan yang tepat. Cara yang telah banyak dilakukan seperti diperkebunan karet Malaysia adalah dengan pengemba-laan semi permanen dan pengaturan rotasi grazing. Ternak digembalakan pada pagi hari sampai siang hari, kemudian ternak dikandangkan. Tenunya didalam kandang ternak di-berikan makanan tambahan makanan. Adapun pengaturan rotasi disesuaikan dengan kapasitas tampung. Seandai-nya faktor ini tidak dapat diatur, misalnya kapasitas tampung tinggi maka akan mengakibatkan kerusakan cover crop tersebut. begitu pula jika daya tampung tujuan untuk pengendalian gulma oleh ternak tidak terpenuhi, karena kita pengendalian gulma di samping keuntungan lainnya. Ternak yang sesuai untuk dikem-bangkan pada pola diatas adalah ternak domba, karena ternak ini umumnya ketika merumput tidak banyak menoleh

ISSN 2086 - 8421

kiri-kanan dan memakan apa yang ada disekitarnya. Berbeda dengan kambing dalam waktu merumput lebih gesit dan sifatnya suka memanjat pohon-pohon karet tersebut yang mengakibatkan kerusakan dan terganggu kerusakan karet. Apabila dipelihara ternak besar seperti sapi dan kerbau dengan sistem pengembalaan dapat mengakibatkan kerusakan cover crop dan tanah, karena injakannya terlalu berat serta pohon karet terganggu dengan gesekan-gesekan badan ternak ter-sebut. Salah satu cara yang dapat ditempuh apabila ingin memelihara ternak sapi atau kerbau adalah dengan sistem zero grazing, tetapi dengan sistem iniakan menambah waktu dan tenaga untuk memotog rumput. Namun apabila petani tersebut memelihara 1-2 ekor ternak/ kepala keluarga, hal ini masih memungkin-kan. Sedangkan menurut Santosa dan bambang (1981), mengatakan bahwa sebahagian besar dari hijauan yang diberikan kepada ternak dilokasi transmigrasi terdiri dari rumput lapangan yang produksinya rendah, bahkan sebahagian yang lain adalah gulma. Hanya sebahagian kecil (7%) merupakan jenis kacangkacangan yang berasal dari limbah pertanian. 65


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

C. Transmigrasi dilahan Pasang surut Pada lahan pasang surut prioritas kedua adalah usaha tani terpadu orientasi ikan. Pengelolaanya mung-kin dengan memanfaatkan sistem folder atau untuk daerah pantai akan bercocok tambah perpaduan dengan tanaman keras biasanya dengan kelapa. Akan tetapi secara alamiah sebenarnya perpaduan yang ideal adalah ikan, rumbia/sagu, itik dan kerbau. Sagu akan jadi sumber karbohidrat, baik untuk manusia maupun ternak. Kotoran ternak akan menyuburkan perairan untuk meman-faatkan hijauan yang selalu subur didaerah tropika basah dan pasang surut tersebut (Siregar et al, 1981). Penenpatan transmigrasi di daerah pasang surut yang kondisi lahannya rendah dan dekat dengan laut, maka tanaman keras yang paling sesuai dikembangkan adalah kelapa, se-dangkan untuk tanaman pangan dapat ditanam tanaman padi pasang surut. Sedangkan untuk sumber pakan ternak dapat diharapkan dari hijauan yang tumbuh di bawah pohon kelapa tersebut. M. R. de Guzman dan A.V. Allo (1979), mengatakan bahwa jenis rumput yang dapat

ISSN 2086 - 8421

dikembangkan harus dapat beradaptasi dengan intensitas cahaya yang rendah, tidak menghambat dalam manajemen pohon kelapa dan tidak berkompetisi hara dengan pohon tersebut. Sedangkan menurut D.L Pluckneet (1979), mengatakan bahwa hijauan yang sesuai dikembangkan dibawah pohon kelapa harus memenuhi karakteristik dibawah ini: 1. Hijauan tersebut harus toleransi terhadap naungan. 2. Dapat digembalakan pada hijauan yang tingginya 8-1 cm dari permukaan tanah, sehingga memudahkan dalam mengum-pulkan buah kelapa (tidak tersembunyi oleh rumput). 3. Hijauan tersebut harus tahan injakan oleh ternak besar (sapi atau kerbau) 4.

Hijauan palatebel ternak)

tersebut (disukai

harus oleh

5. Tidak berkompetisi hara dengan kelapa. 6. jenis rumput prenial, kalau yang anual produksi biji harus banyak dan daya

66


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

kecambah harus betul-betul baik. Apabila dikembangkan jenis rumput unggul pada perkebunan yang masih muda (belum berbuah), maka ternak tidak dapat digembalakan di bawah pohon tersebut karena ternak akan memakan daun-daun kelapa. Untuk itu maka dianjurkan untuk memotong rumput tersebut dan diberikan didalam kandang. Untuk menjaga agar kesuburan tanah terjamin, maka dilakukan kombinasi penanaman rumput dengan legumi-nosa. Ternak baru dapat digembalakan apabila umur pohon kelapa sekitar 8 tahun atau kirakira ternak tersebut tidak sampai lagi untuk memakan daun-daun dan buah kelapa yang masih muda, ini untuk yang jumlah pohon 124 pohon/ha. Sedangkan jika penanaman sejumlah 143-156

ISSN 2086 - 8421

pohon/ ha, maka ternak baru dapat digembalakan apabila pohon tersebut berumur 12-15 tahun (M.R de Guzman dan A. V. Allo, 1979). Menurut D. L Pluckneet (1979) kalau tidak dikembangkan rumput unggul hanya dengan mengharapkan jenis rumput lapangan, maka kualitasnya kurang baik dan daya tampung juga sangat rendah. Kecuali ada beberapa jenis rumput lapangan yang nilai gizinya agak baik seperti rumput kudzu, paragrass, carpetgrass dan guineagrass. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi dan nilai gizi hijauan adalah dengan pemupukan dan introduksi hijauan leguminosa. Jenis rumput dan leguminosa yang tahan naungan dan kondisi asin, yang dapat dikembangkan dibawah pohon kelapa adalah sebagai berikut:

67


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

Tabel 1. Spesies hijauan yang toleran terhadap hijauan dan kondisi asin No

Species

Keterangan

Rumput 1 : Brachiaria Mutica

(para graa)

xx

2 : Pennisetum Purpureum

(Napier Grass)

xx

3 : Panicium Maximum

(Guinea grass)

xx

4 : Dicanthium Aristatum

(Alabang x)

x

5 : Brachiara Ruziziensis

(Ruzi grass)

x

6 : B. Miliformis

(Cori grass)

x

7 : B. Brizantha

(Signal grass)

xx

8 : Chloris gayana

(Rhodes grass)

xx

9 : Paspalum Conjugatu

(Carabao grass)

x

10 : P. Commersonii

x

11 : P. Dilatatu

x

LEGUME 13 : Centrosema Pubesces

(Centro)

xx

14 : Phaseolus Antropurpureus (Sirantro)

xx

15 : Pueraria Phasiolaides

(Kudzu)

x

16 : Lucaena Leucocephala

(Ipil-ipil)

xx

17 : Colopogonium Mucunoides (Calopo) Sumber

: M.R de Guzman dan A.V. Allo (1975).

Ket

: x = tahan naungan xx = tahan naungan dan kondisi asin.

x

68


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

3. KESIMPULAN Perkembangan peternakan di daerah transmigrasi dapat diusahakan dengan jalan perbaikan hijauan makanan ternak dan pemanfaatan limbah pertanian. Di daerah transmigrasi yang kondisi lahan kering, yang banyak menanam tanaman pangan, palawija. Oleh karena itu, makanan ternak diharapkan dari limbah tanaman pertanian seperti jerami padi, jagung, umbi-umbian dan kacangkacangan. Sedangkan pada perkebunan, pemanfaatan hijauan yang tumbuh dibawah perkebunan tersebut adalah alternatif yang dapat ditempuh untuk pakan ternak. Untuk mendapatkan hasil pakan yang baik, maka perlu diintro-

ISSN 2086 - 8421

duksikan jenis-jenis hijauan unggul yang tahan naungan. Kalau transmigrasi didaerah pasang surut tentu dipilih jenis hijauan yang tahan naungan dan salinasi yang tinggi. Untuk tetap tersedianya sumber hijaun makanan di daerah transmigrasi, selain mengharapkan dari limbah, maka dapat dilakukan penanaman hijauan di tanah-tanah limbah (tak digunakan), pematang-pematang bahkan tepi-tepi jalan. Hijauan yang dipilih tentunya selain nilai gizinya baik, juga bersifat protektif terhadap erosi dan kesuburan tanah, juga pada tanaman pagar agar bisa ditanam jenis legume pohon, yang merupakan sumber pakan untuk musim paceklik

69


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

DAFTAR PUSTAKA Gusman. M.R. dan A.V. Allo F.N.Z.I.N.S, 1975. Pasture Production Under Coconut Palms, ASPC. Taiwan. Nitis, I.M, 1979. “Tanaman Makanan Ternak : Potensi, Pemanfaatan dan Pengelolaannya.” Procedding Seminar, Penelitian dan Penunjang Pengembalaan Peternakan. Lembaga Penelitian Peternakan dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Pluckneet, D.L, 1979. Managing Pastures and Cattle Under Coconuts. Wesview Press/Boulder, Colorado. Reksohadiprodjo. S, 1984. Pengembangan Peternakan di Daerah Transmigrasi. BPFF.Jogjakarta. Santosa dan B.R Prawiradiputra, 1981. Budidaya Hewan Ternak di Daerah Transmigrasi Sitiung. Balai Penelitian Ternak: Bogor. Sastrodihardjo. S, T. Manurung, A.R Siregar dan P. Sitorus, 1982. “Pengembangan Budidaya Ternak di Wilayah Transmigrasi”. Journal Litbang Pertanian. Balai Penelitian Ternak: Bogor. Soewardi, b. D. Sastrodipradja, A.H Nasution & J.H. Hutosuit. 1974. Studies on Alan-alang (Imperata Cylindrica) for Cattle Feeding. Boitrop Bull, no.8. Wirdjoarmodjo, H dan S. Kusumaputra, 1981. “Usaha Penanaman Hijauan Makanan Ternak Sebagai Salah Satu Kegiatan Perhutani untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Desa”. Procedding Seminar Penelitian Peternakan, Perum Perhutani: Jakarta.

69


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

ANALISIS KELAYAKAN ANGKUTAN PENYEBERANGAN LINTASAN ULEE LHEU (BANDA ACEH)-LAMTENG (PULO ACEH) Yulfrita Adamy, S.E., M.Si.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari gugusan pulau-pulau besar maupun gugusan pulau-pulau kecil yang terbentang dari Sabang sampai Mereuke. Hal inilah yang mana negara kita memerlukan angkutan penyeberangan untuk menghubungkan antara pulau tersebut.

pelabuhan penyeberangan Labuhan Haji, pelabuhan penyeberangan Singkil dan pelabuhan penyeberangan Pulau Banyak. Semua lintasan angkutan penyeberangan yang beroperasi di Provinsi Aceh dilaksanakan oleh PT. ASDP (Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan).

Angkutan peyeberangan adalah salah satu bentuk sistem transportasi yang diperlukan untuk menjangkau daerah-daerah yang dibatasi oleh sungai, laut, selat, maupun teluk. Kegiatan angkutan penyebrangan bukanlah merupakan kegiatan yang berdiri sendiri, tapi berkaitan erat dengan aspek-aspek ekonomi dan sosial yang berada dalam jangkauan pelayanan angkutan penyebrangan tersebut.

1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka yang menjadi perumusan masalah adalah apakah angkutan penyeberangan pada lintasan Ulee Lheu (Banda Aceh) – Lamteng (Pulo Aceh) layak secara ekonomis dan finansial.

Provinsi Aceh mempunyai luas daerah yang relatif besar, yakni mencapai 57.365,57 Km2 yang terbagi dalam 23 kabupaten/kota, di mana Provinsi Aceh mempunyai beberapa gugus kepulauan yang terletak di sisi Barat dan Utara dari pulau Sumatera. Daerah kepulauan tersebut memiliki jumlah penduduk dan produksi, seperti: hasil pertanian, perkebunan, perikanan dan termasuk pariwisata yang membutuhkan transportasi laut. Dalam hal ini keterkaitan antara wilayah daratan dan kepulauan dalam beberapa hal mengindikasikan pentingnya peningkatan layanan transportasi antara daratan dan kawasan kepulauan tersebut. Sampai sejauh ini, di beberapa kawasan pulau tersebut telah tersedia prasarana berupa pelabuhan seperti pelabuhan penyeberangan Balohan, pelabuhan penyeberangan Ulee Lheu, pelabuhan penyeberangan Sinabang, pelabuhan penyeberangan Lamteng,

1.3.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kelayakan angkutan penyeberangan pada lintasan Ulee Lheu (Banda Aceh) – Lamteng (Pulo Aceh) secara ekonomis dan finansial.

1.4.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: 1.

dapat

Memberikan masukan dan rekomendasi kepada Dinas Perhubungan, Komunikasi, Informasi dan Telematika Pemerintah Aceh terhadap strategi pengembangan sistem transportasi Penyeberangan lintas Ulee Lheu – Lamteng.

70


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

2.

II.

Sebagai referensi bagi pihak-pihak lain yang tertarik untuk meneliti bidang ini dalam rangka pengembangan kawasan Kecamatan Pulo Aceh METODE PENELITIAN

2.1. Ruang Lingkup Penelitian Dalam analisis ini yang diperhatikan adalah hasil yang harus diterima oleh investor atau siapa saja yang berkepentingan dalam proyek tersebut.Penelitian ini dilakukan di pelabuhan penyeberangan PT. ASDP (Persero) cabang Aceh yang berada di Ulee Lheu (Banda Aceh) dan pelabuhan penyeberangan Lamteng (Kecamatan Pulo Aceh). Kapal penyeberangan yang beroperasi di lintasan penyeberangan Ulee Lheu – Lamteng adalah kapal ferry type Ro-Ro KMP. Simeuleu dengan kapasitas kapal yang dapat mengangkut 15 kendaraan dan 240 penumpang. 2.2 Data dan Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait terutama PT ASDP (Persero). Pengumpulan data sekunder merupakan pengumpulan data secara tidak langsung dari sumber/obyek. Dimana data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi dan sudah dikumpulkan. Biasanya data-data diperoleh dari tulisan seperti buku-buku teori, buku laporan, peraturan-peraturan, dan dokumen baik yang berasal dari instansi terkait maupun hasil kajian literatur yang sudah dalam bentuk publikasi sehingga penulis hanya bertugas mengumpulkan dan mengolah data tersebut sehingga sesuai dengan data yang dibutuhkan oleh penulis untuk menyelesaikan penulisan ini.

ISSN 2086 - 8421

2.3 Model Analisis Data Sesuai dengan topik penelitian yaitu kelayakan ekonomi dan finansial penyeberangan lintasan Ulee Lheu-Lamteng, maka metode analisis yang digunakan kriteria kelayakan investasi. Kriteria yang dimaksudkan terdiri dari Net Present Value (NPV) dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C). Sedangkan kriteria lainnya seperti Internal rate of return (IRR) tidak dimasukkan. Hal ini disebabkan aliran penerimaan (revenue) dari penggunaan KMP Simeulue dalam melayani penyeberangan Ulee Lheu-Lamteng relatif lebih besar bila dibandingkan dengan biaya (cost) yang dikeluarkan PT ASDP (Persero) untuk setiap periode waktu analisis. 1.

Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV adalah selisih antara jumlah kas yang dihasilkan sebuah proyek investasi (setelah memperhitungkan nilai waktu uang) dan nilai investasi yang diperlukan atau selisih antara present value dari sebuah proyek dan investasi awal, dengan formula sebagai berikut: CF

n NPV

NPV

i i

i 1 1

k

CF 1

CF

1

k

1

2 2 k

I

0

, atau

CF 1

3 ..... 3 k

CF n n 1 k

I

0

Dengan : I0

: Investasi awal

k

: Tingkat diskonto

CFi

: Arus kas tahun i Kriteria kelayakan usaha dengan menggunakan NPV sebagai berikut:

71


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

b.

2.

Apabila NPV > 0 dapat diartikan bahwa usaha layak dilakukan, artinya angkutan penyeberangan lintasan Ulee Lheu (Banda Aceh) – Lamteng (Pulo Aceh) layak secara ekonomis dan finansial. c. Apabila NPV < 0 dapat diartikan bahwa usaha tidak layak dilakukan, artinya angkutan penyeberangan lintasan Ulee Lheu (Banda Aceh) – Lamteng (Pulo Aceh) tidak layak secara ekonomis dan finansial. Grosss Benefit Cost Ratio (Gross B/C) Gross benefit cost ratio (Gross B/C) adalah perbandingan antara benefit kotor yang telah di-discount dengan cost secara keseluruhan yang telah di-discount, dirumuskan sebagai berikut: n Gross B/C

i 1 n i 1

B (1 i

r)

C (1 i

r)

n n

Kriteria kelayakan investasi dengan menggunakan Gross B/C sebagai berikut: - Apabila Gross B/C > 1 dapat diartikan bahwa usaha layak dilakukan, artinya angkutan penyeberangan lintasan Ulee Lheu (Banda Aceh) – Lamteng (Pulo Aceh) layak secara ekonomis dan finansial. - Apabila Gross B/C < 1 dapat diartikan bahwa usaha tidak layak dilakukan, artinya angkutan penyeberangan lintasan Ulee Lheu (Banda Aceh) – Lamteng (Pulo Aceh) tidak layak secara ekonomis dan finansial. Sebelum dilakukan analisis kelayakan angkutan penyeberangan secara ekonomis dan finansial, dilakukan estimasi terhadap jumlah penumpang (orang), kendaraan (unit) dan barang (ton) yang dapat dilayani oleh angkutan penyeberangan KMP Simeulue. Sesuai dengan ketersediaan data, dasar estimasi adalah data kwartal selama periode kwartal IV tahun 2008 hingga kwartal IV tahun 2010 (n = 9). Peralatan yang digunakan untuk melakukan

ISSN 2086 - 8421

estimasi adalah metode trend diformulasikan sebagai berikut.

linier

Y = a + bX Di mana : Y : Nilai yang diestimasi yang dalam hal ini adalah jumlah penumpang (orang), kendaraan (unit) dan barang (ton). a : Konstanta b : Koefisien regresi X : Periode waktu (kwartal).

Setelah diketahui estimasi penumpang (orang), kendaraan (unit) dan barang (ton) pada setiap kwartal dalam periode tahun tertentu, kemudian dibuat estimasi tahunan dengan cara melakukan penjumlahan jumlah penumpang (orang), kendaraan (unit) atau barang (ton) yang diangkut oleh KMP Simeulue mulai dari kwartal I-IV dalam periode tahun yang sama.

2.4 Definisi Operasional Variabel Variabel yang dioperasionalkan dalam penelitian ini terdiri dari variabel-variabel yang digunakan dalam analisis kelayakan ekonomi dan finansial berkaitan dengan angkutan penyeberangan lintasan Ulee Lheu-Lamteng. Variabel-variabel tersebut dijelaskan sebagai berikut. 1.

2.

Investasi, adalah investasi yang dikeluarkan oleh PT ASPD (Persero) untuk memulai angkutan penyeberangan lintasan Ulee Lheu - Lamteng. Investasi yang dimaksudkan adalah dalam bentuk pembelian kapal KMP Simeulue diukur dengan satuan rupiah. Biaya operasional

72


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

Biaya operasional, adalah biaya-biaya (cash outflow) yang dikeluarkan oleh PT ASDP (Persero) berkaitan dengan pengoperasionalan KMP Simeulue, terdiri dari: a.

3.

Biaya tetap, terdiri dari gaji ABK, kesehatan ABK, makanan ABK, air tawar ABK, dan asuransi dengan satuan rupiah. b. Biaya variabel, terdiri dari bahan bakar (BBM) untuk memenuhi mesin induk dan mesin bantu, pelumas untuk mesin induk dan mesin bantu, air tawar untuk penumpang, biaya pelabuhan (kapal istirahat), biaya pelabuhan (kapal sandar), biaya rambu dan biaya overhead/alokasi perawatan kapal setiap tahun, dengan satuan rupiah. c. Biaya docking tahunan adalah biaya perawatan kapal pada saat docking di setiap tahunnya dengan satuan rupiah. Penerimaan usaha Penerimaan usaha dalam hal ini adalah penerimaan (cash inflow) yang diperoleh PT ASDP (Persero) berkaitan dengan pengoperasionalan KMP Simeulue untuk melayani angkutan penyeberangan lintasan Ulee Lheu-Lamteng. Penerimaan usaha dimaksud terdiri dari : a.

b.

Penerimaan yang berasal dari pengangkutan penumpang adalah hasil perkalian antara jumlah penumpang yang diangkut dalam periode tahun tertentu dengan harga tiket (tarif pelayanan) per penumpang (orang) pada periode tahun tersebut dengan satuan rupiah. Penerimaan yang berasal dari pengangkutan kendaraan adalah hasil perkalian antara jumlah kendaraan yang diangkut dalam periode tahun tertentu dengan harga tiket (tarif pelayanan) per unit kendaraan pada periode tahun tersebut dengan satuan

rupiah. Penerimaan yang berasal dari pengangkutan barang adalah hasil perkalian antara jumlah barang yang diangkut dalam periode tahun tertentu dengan tarif pelayanan per ton barang pada periode tahun tersebut dengan satuan rupiah. Tarif pelayaran, adalah besarnya nilai nominal yang harus dibayarkan oleh seseorang untuk memanfaatkan layanan jasa penyeberangan KMP Simeulue lintasan Ulee Lheu-Lamteng tidak termasuk tarif asuransi. Dengan demikian tarif pelayaran adalah harga tiket atau biaya yang dibayarkan penumpang baik atas orang, kendaraan, maupun barang setelah dikurangi dengan tarif asuransi masing-masing jenis angkutan tersebut, diukur dengan satuan rupiah. c.

4.

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 3.1 Investasi dan Biaya Operasional KMP Simeulue Pengoperasian KMP Simeulue untuk melayani rute penyeberangan Ulee Lheu (Banda Aceh) - Lamteng (Pulo Aceh) membutuhkan investasi dan biaya operasional. Perhitungan kebutuhan investasi dan biaya operasional yang harus dikeluarkan PT ASDP berkaitan dengan pelayanan transportasi laut dari dan ke Pulo Aceh dijelaskan dalam sub bab berikut.

3.1.1 Investasi Angkutan Penyeberangan KMP Simeulue Dalam perspektif kelayakan usaha dari segi finansial, investasi dapat diartikan

73


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

sebagai dana yang dikeluarkan oleh pengusaha untuk memulai suatu usaha. Karena itu, dalam kajian mengenai kelayakan angkutan penyeberangan, maka investasi dimaksud adalah besarnya dana yang dikeluarkan untuk memulai usaha angkutan penyebarangan terutama dalam bentuk biaya yang dikeluarkan untuk pembelian kapal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dana yang keluarkan oleh PT ASDP untuk pengadaan KMP. Simeulue sebesar Rp 15.000.000.000,00 dengan masa produktif selama 27 tahun, nilai sisa (residu) kapal tersebut diperkirakan sebesar 10% dari nilai awal. Dengan demikian nilai sisa (residu) dari KMP Simeulue sebesar Rp 1.500.000.000,00. Penyusutan (depresiasi) per tahun dilakukan secara garis lurus, sehingga besarnya penyusutan per tahun sebesar Rp 500.000.000,00 dicari dengan membagi dasar penyusutan dengan jangka waktu analisis. Dasar penyusutan diperoleh dari hasil pengurangan antara harga perolehan (harga kapal pada awal periode) di satu sisi dengan nilai sisa (residu) pada akhir periode analisis di sisi lain, seperti perhitungan di bawah ini. Rp 15.000.000

.000 - Rp. 1.500.000. 000

Depresiasi 27

Rp 13.000.000 .000,00 Depresiasi 27 Depresiasi

Rp 500.000.00 0,00

3.1.2 Perhitungan Biaya Operasional KMP. Simeulue dan Total Biaya. Biaya operasional yang dimaksudkan dalam kajian ini adalah biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh PT. ASDP (Persero) setelah adanya investasi. Biaya operasional dimaksud terdiri dari biaya tetap (fixed cost), biaya

ISSN 2086 - 8421

variabel (variable cost) dan biaya docking tahunan. (1) Biaya tetap (fixed cost), terdiri dari gaji ABK, kesehatan ABK, makanan ABK, air tawar ABK, dan asuransi. KMP Simeulue memiliki 14 orang ABK dengan gaji per hari sebesar Rp 70.000,00. Berdasarkan ketentuan yang berlaku dalam pembayaran gaji dimaksud, satu tahun dihitung selama 365 hari, sehingga besarnya pembayaran gaji ABK per tahun sebesar Rp 357.700.000,00 (14 X Rp 70.000,00 X 365). Selanjutnya biaya kesehatan yang diterima oleh setiap ABK sebesar Rp 8.000,00 per hari. Total biaya kesehatan dimaksud per tahun sebesar Rp 40.880.000,00 (14 X Rp 8.000,00 X 365). Selanjutnya biaya makanan ABK dihitung sebesar Rp 20.000,00 per orang/hari. Total biaya makan ABK per tahun sebesar Rp 102.200.000,00 (14 X Rp 20.000,00 X 365). Biaya tetap berikutnya adalah biaya air tawar ABK dan biaya asuransi. Air tawar yang dimaksudkan adalah air tawar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Besarnya biaya air tawar per tahun untuk memenui kebutuhan ABK sebesar Rp. 33.726.000,00. Selanjutnya biaya tetap untuk pembayaran asuransi adalah sebesar Rp 129.600.000,00 per tahun. (2) Biaya variabel (variable cost), terdiri dari bahan bakar (BBM) untuk memenuhi mesin induk dan mesin bantu, pelumas untuk mesin induk dan mesin bantu, air tawar untuk penumpang, biaya pelabuhan (kapal istirahat), biaya pelabuhan (kapal sandar), biaya rambu dan biaya overhead/alokasi perawatan kapal setiap tahun. Biaya bahan bakar minyak untuk memenuhi kebutuhan mesin induk sebesar Rp 284.582.938,00 per tahun, dan untuk memenuhi kebutuhan mesin bantu sebesar Rp 458.933.904,00 per tahun. Biaya

74


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

pelumas untuk memenuhi kebutuhan mesin induk sebesar Rp 25.709.042,00 per tahun, dan untuk memenuhi kebutuhan mesin bantu sebesar Rp 41.459.798,00 per tahun. Pengeluaran untuk air tawar penumpang sebesar Rp 1.137.629,00 per tahun. Selanjutnya biaya kapal istirahat/ sandar masing-masing sebesar Rp 10.656.000,00 per tahun. Demikian pula halnya dengan biaya rambu sebesar Rp Rp 10.656.000,00 per tahun. Terakhir biaya variabel berkaitan dengan pengoperasian

KMP Simeulue adalah biaya overhead/alokasi perawatan kapal sebesar Rp 66.410.600,00 per tahun. (3) Biaya docking tahunan, biaya ini dialokasikan untuk perawatan kapal dengan total biaya sebesar Rp. 370.000.000,00 per tahun. Besarnya biaya operasional berdasarkan masing-masing jenis biaya seperti dijelaskan di atas dapat dilihat Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1

75


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

Biaya Operasional KMP Simeulue Lintasan Ulee Lheu-Lamteng Per Tahun

No I

II

III

Kelompok Biaya Biaya Tetap (Fixed Cost) 1. Gaji ABK 2. Kesehatan ABK 3. Makanan ABK 4. Air Tawar ABK 5. Asuransi Total Biaya Tetap Biaya Variabel (Variable Cost) 1. Bahan Bakar Minyak (BBM) Mesin Induk Mesin Bantu 2. Pelumas Mesin Induk Mesin Bantu 3. Air Tawar untuk penumpang 4. Biaya pelabuhan (Kapal Istirahat) 5. Biaya pelabuhan (Kapal Sandar) 6. Biaya Rambu 7. Overhead/alokasi perawatan kapal Total Biaya Variabel

Biaya per Item (Rp)

Total Biaya (Rp)

357.700.000,00 40.880.000,00 102.200.000,00 33.726.000,00 129.600.000,00 664.106.000,00

284.582.938,00 458.933.904,00 25.709.042,00 41.459.798,00 1.137.629,00 10.656.000,00 10.656.000,00 10.656.000,00 66.410.600,00 910.201.911,00 370.000.000,00

370.000.000,00

Biaya Docking Tahunan 1.944.307.911,00 Sumber: PT. ASDP (Persero), 2010.

Berdasarkan Tabel 1 di atas terlihat bahwa biaya operasional dalam bentuk biaya tetap yang dikeluarkan berkaitan dengan pengoperasian KMP Simeulue guna melayani rute penyeberangan Ulee Lheu - Lamteng sebesar Rp 664.106.000,00 per tahun, belum termasuk penyusutan (depresiasi) kapal. Biaya operasional dalam bentuk biaya variabel sebesar Rp 910.201.911,00 per tahun, dan biaya

docking tahunan sebesar Rp 370.000.000,00 per tahun. Total biaya operasional sebesar Rp 1.944.307.911,00 per tahun. Sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam analisis kelayakan ini, dimana biaya operasional diasumsikan naik sebesar 5% dalam setiap 5 tahun mulai tahun 2016. Total biaya dalam periode tahun tertentu merupakan

76


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

penjumlahan keseluruhan pengeluaran dalam tahun tersebut termasuk penyusutan (depresiasi) armada angkutan. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, penyusutan (depresiasi) armada angkutan per tahun sebesar

Rp 500.000.000,00. Dengan demikian total cost (pengeluaran total) selama periode tahun 2008 hingga tahun 2035 seperti terlihat dalam Tabel 2 berikut.

Tabel 2 Investasi, Depresiasi dan Biaya Operasional KMP Simeulue Serta Total Biaya Angkutan Penyeberangan Lintasan Ulee Lheu-Lamteng Per Tahun Selama Periode Tahun 2008-2035

Tahun

1 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035

Tahun Ke

Biaya Investasi (Rp)

Depresiasi (Penyusutan) (Rp)

Biaya Operasional (Rp)

2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

3 15,000,000,000 -

4

5 486,076,978 1,944,307,911.00 1,944,307,911.00 1,944,307,911.00 1,944,307,911.00 1,944,307,911.00 1,944,307,911.00 1,944,307,911.00 2,041,523,306.55 2,041,523,306.55 2,041,523,306.55 2,041,523,306.55 2,041,523,306.55 2,143,599,471.88 2,143,599,471.88 2,143,599,471.88 2,143,599,471.88 2,143,599,471.88 2,250,779,445.47 2,250,779,445.47 2,250,779,445.47 2,250,779,445.47 2,250,779,445.47 2,363,318,417.74 2,363,318,417.74 2,363,318,417.74 2,363,318,417.74 2,363,318,417.74

500,000,000.00 500,000,000.00 500,000,000.00 500,000,000.00 500,000,000.00 500,000,000.00 500,000,000.00 500,000,000.00 500,000,000.00 500,000,000.00 500,000,000.00 500,000,000.00 500,000,000.00 500,000,000.00 500,000,000.00 500,000,000.00 500,000,000.00 500,000,000.00 500,000,000.00 500,000,000.00 500,000,000.00 500,000,000.00 500,000,000.00 500,000,000.00 500,000,000.00 500,000,000.00 500,000,000.00

Total Biaya (Rp) 6 (3 + 4 + 5) 15,486,076,977.75 2,444,307,911.00 2,444,307,911.00 2,444,307,911.00 2,444,307,911.00 2,444,307,911.00 2,444,307,911.00 2,444,307,911.00 2,541,523,306.55 2,541,523,306.55 2,541,523,306.55 2,541,523,306.55 2,541,523,306.55 2,643,599,471.88 2,643,599,471.88 2,643,599,471.88 2,643,599,471.88 2,643,599,471.88 2,750,779,445.47 2,750,779,445.47 2,750,779,445.47 2,750,779,445.47 2,750,779,445.47 2,863,318,417.74 2,863,318,417.74 2,863,318,417.74 2,863,318,417.74 2,863,318,417.74

77


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

Sumber: PT. ASDP (Persero) dan Hasil Estimasi Peneliti.

penumpang dan barang. Secara garis besar, jasa angkutan penyeberangan Ulee Lheu - Lamteng tidak hanya melayani penumpang (orang) akan tetapi juga melayani kendaraan dan barang. Berdasarkan data yang diperoleh jumlah penumpang yang memanfaatkan layanan jasa KMP Simeulue lintasan penyeberangan Ulee Lheu – Lamteng mengalami peningkatan dari waktu ke waktu, seperti terlihat dalam Tabel 3 di bawah ini.

3.2 Estimasi Jumlah Angkutan dan Penerimaan 3.2.1 Estimasi Jumlah Angkutan Lintas penyeberangan Ulee Lheu Lamteng baru beroperasi pada kwartal IV tahun 2008 dan prediksi jumlah penumpang dan barang pada pelabuhan penyeberangan Ulee Lheu - Lamteng harus dilakukan karena data utama masukan model adalah jumlah

Tabel 3 Perkembangan Jumlah Penumpang, Kendaraan dan Barang Yang Memanfaatkan Layanan Penyeberangan KMP Simeulue Lintasan Ulee Lheu-Lamteng Selama Kwartal IV Tahun 2008-Kwartal IV Tahun 2010

Tahun 2008 Uraian

Penumpang (Orang) Dewasa

Tahun 2009

Tahun 2010

Kwartal Kwartal Kwartal Kwartal Kwartal Kwartal Kwartal Kwartal Kwartal IV

I

II

III

IV

I

II

III

IV

538

643

729

742

988

1.068

812

1.165

1.322

135

161

182

186

247

267

203

291

331

-

-

-

-

-

-

-

-

-

120

135

147

150

163

142

146

148

163

-

-

-

-

-

-

-

-

-

25

45

57

63

67

55

49

68

61

20

29

29

32

35

29

33

32

33

12

13

14

14

15

13

14

16

14

3

4

6

5

8

5

7

6

6

Anak Kendaraan (Unit) Golongan I Golongan II Golongan III Golongan IV Golongan V Golongan VI Golongan VII

78


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

Golongan VIII

4

4

4

4

4

4

5

4

4

Barang (Ton)

100

111

112

114

117

113

114

115

113

Sumber : PT. ASDP (Persero), 2010.

Berdasarkan data kwartal seperti terlihat dalam Tabel 1 di atas, maka estimasi (perakiraan) jumlah penumpang (orang), kendaraan (unit) dan barang (ton) yang memanfaatkan layanan

jasa penyeberangan KMP Simeulue hingga tahun 2035 (n = 27) seperti terlihat dalam Tabel 4.

79


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

Tabel 4 Estimasi Jumlah Penumpang, Kendaraan dan Barang Yang Memanfaatkan Layanan Penyeberangan KMP Simeulue Lintasan Ulee Lheu-Lamteng Hingga Periode Tahun 2035

Tahun

Penumpang

Kendaraan

(Orang)

(Unit)

AnakDewasa

Jumlah

Gol II

Gol IV Gol V

Anak

Barang

Gol VI

(Ton) Gol VII Gol VIII

2008

1.182

295

1.477

120

25

20

12

3

4

100

2009

3.102

776

3.878

595

232

125

56

23

16

454

2010

4.367

1.092

5.459

599

233

127

57

24

17

455

2011

5.810

1.452

7.262

671

299

150

62

31

16

478

2012

7.194

1.798

8.992

725

350

166

67

37

17

495

2013

8.579

2.145

10.724

779

401

186

71

42

20

514

2014

9.964

2.491

12.455

832

450

202

75

47

20

530

2015

11.348

2.837

14.185

885

502

220

79

53

20

550

2016

12.733

3.183

15.916

939

551

238

84

58

20

566

2017

14.118

3.530

17.648

993

602

254

88

63

20

586

2018

15.502

3.876

19.378

1.047

653

274

93

69

20

602

2019

16.887

4.222

21.109

1.100

702

290

97

74

20

621

2020

18.272

4.568

22.840

1.153

754

308

101

79

22

638

2021

19.657

4.914

24.571

1.207

803

326

105

85

24

656

2022

21.042

5.260

26.302

1.261

854

342

110

90

24

674

2023

22.426

5.606

28.032

1.315

905

362

114

95

24

692

2024

23.811

5.953

29.764

1.368

954

378

118

101

24

710

2025

25.196

6.299

31.495

1.421

1.006

396

122

106

24

727

2026

26.580

6.645

33.225

1.475

1.055

414

127

111

24

746

2027

27.965

6.991

34.956

1.529

1.106

430

131

117

24

763

2028

29.350

7.338

36.688

1.583

1.157

450

135

122

28

782

2029

30.734

7.684

38.418

1.636

1.206

466

139

127

28

798

2030

32.119

8.030

40.149

1.689

1.258

484

144

133

28

818

80


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

2031

33.504

8.376

41.880

1.743

1.307

502

148

138

28

834

2032

34.890

8.722

43.612

1.797

1.358

518

152

143

28

854

2033

36.274

9.068

45.342

1.851

1.409

538

157

149

28

870

2034

37.658

9.415

47.073

1.904

1.458

554

161

154

28

889

2035

39.043

9.761

48.804

1.957

1.510

572

165

159

30

906

Sumber : PT. ASDP (Persero), 2010 dan Hasil Estimasi Peneliti.

Data penumpang, kendaraan dan barang pada tahun 2008 adalah data riil pada kwartal IV tahun tersebut. Selanjutnya data tahun 2009 dan tahun 2010 adalah penjumlahan penumpang, kendaraan dan barang selama periode tahun tersebut. Selanjutnya data tahun 2011 hingga tahun 2035 merupakan data estimasi atau perakiraan yang diperoleh dengan metode trend linier (data estimasi dapat dilihat lampiran 1 hingga lampiran 8). 3.2.2 Estimasi Penerimaan Penerimaan usaha layanan jasa penyeberangan KMP Simeulue lintasan Ulee

Lheu -Lamteng berasal dari tarif angkutan. Tarif angkutan yang dimaksudkan dalam penelitian ini bukanlah dihitung sebesar nilai nominal biaya transportasi yang dibayarkan oleh penumpang atau pengguna jasa penyeberangan atas layanan penyeberangan yang mereka terima. Hal ini disebabkan, harga tiket atau ongkos yang dibayarkan oleh pengguna jasa penyeberangan sudah termasuk tarif asuransi. Besarnya tarif (asuransi dan pelayaran) KMP Simeulue lintasan penyeberangan Ulee Lheu-Lamteng seperti terlihat dalam Tabel 5 berikut.

Tabel 5 Tarif KMP Simeulue Lintasan Ulee Lheu-Lamteng

Tiket/Tarif Dibayar (Rp)

Jenis

I

Penumpang  Ekonomi B Dewasa  Ekonomi B Anak

Orang Orang

1.850 925

11.150 7.075

13.000 8.000

Kendaraan  Golongan I *  Golongan II  Golongan III *  Golongan IV  Golongan V  Golongan VI

Unit Unit Unit Unit Unit Unit

90 700 2.450 4.025 4.375 5.250

6.910 15.300 55.550 115.975 166.625 204.750

7.000 16.000 58.000 120.000 171.000 210.000

II

Satuan

Tarif Per Satuan (Rp) Asuransi Pelayaran

No

81


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

 Golongan VII  Golongan VIII

ISSN 2086 - 8421

Unit Unit

5.250 5.250

317.750 379.750

323.000 385.000

III Barang Ton Sumber : PT. ASDP (Persero), 2010.

6.150

73.850

80.000

Keterangan : *) Belum memanfaatkan layanan penyeberangan KMP Simeulue. Berdasarkan Tabel 5 di atas diketahui bahwa harga tiket atau tarif yang dibayarkan oleh pengguna jasa angkutan penyeberangan KMP Simeulue lintasan Ulee Lheu-Lamteng terdiri dari tarif pelayaran dan tarif asuransi. Tarif asuransi pada dasarnya adalah bagian dari tarif/ongkos transportasi yang dibayarkan oleh pengguna jasa transportasi tetapi menjadi hak perusahaan jasa asuransi, sehingga tidak dapat dihitung sebagai penerimaan perusahaan jasa transportasi. Karena itu, dalam perhitungan penerimaan (benefit) perusahaan jasa penyeberangan, tarif yang dihitung adalah tarif pelayaran. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, asumsi yang digunakan untuk menganalisis kelayakan finansial layanan jasa penyeberangan KMP Simeulue di antaranya adalah ongkos angkutan atau harga tiket yang harus dibayarkan oleh penumpang meningkat sebesar 20% setiap 5 tahun mulai dari tahun 2016. Karena itu, besarnya penerimaan jasa penyeberangan dicari dengan menjumlahkan tarif pelayaran untuk seluruh penumpang (orang), kendaraan (unit) ditambah dengan barang ton yang diangkut oleh KMP Simeulue.

3.3 Analisis Kelayakan (Finansial) Angkutan Penyeberangan Ulee-Lheu (Banda Aceh) - Lamteng (Pulo Aceh) Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, kriteria yang digunakan dalam analisa kelayakan angkutan penyeberangan lintasan Ulee Lheu (Banda Aceh) - Lamteng (Pulo Aceh) mengacu pada kriteria kelayakan investasi. Kriteria yang dimaksud dibatasi hanya pada net present value (NPV) dan gross benefit cost ratio (Gross B/C). Sedangkan internal rate of return (IRR) tidak digunakan dalam analisa ini. Hal ini disebabkan aliran kas masuk berupa penerimaan (cash inflow) dari usaha angkutan penyeberangan pada setiap periode waktu analisis lebih kecil bila dibandingkan dengan aliran kas keluar (cash outflow) usaha tersebut.

a.

Net Present Value (NPV) NPV adalah selisih antara jumlah kas yang dihasilkan sebuah proyek investasi (setelah memperhitungkan nilai waktu uang) dan nilai investasi yang diperlukan atau selisih antara present value dari sebuah proyek dan investasi awal. Dalam hal ini, NPV adalah jumlah penerimaan yang diterima PT ASDP (Persero) dari pengoperasian KMP Simeulue dalam melayani rute penyeberangan Ulee Lheu (Banda Aceh) - Lamteng (Pulo Aceh) (setelah memperhitungkan nilai waktu uang) dengan nilai investasi yang diperlukan, yang dalam hal ini investasi yang dimaksudkan adalah pembelian kapal.

82


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

Penerimaan bersih (net benefit) dari penggunaan angkutan penyeberangan KMP Simeulue setiap periode waktu analisis menunjukkan nilai negatif yang berarti biaya operasional yang harus dikeluarkan oleh PT ASDP (Persero) lebih besar bila dibandingkan dengan penerimaan yang diperoleh (dari tiket penumpang, ongkos pengangkutan kendaraan dan ongkos barang). Investasi atau total biaya pada awal periode analisis (kwartal IV tahun 2008) adalah sebesar Rp 15.458.739.398,00 dengan perincian pembelian kapal sebesar Rp 15.000.000.000,00 dan biaya operasional selama kwartal IV tahun 2008 sebesar Rp 486.076.978,00. Selanjutnya total net benefit yang telah di-discount adalah keseluruhan net benefit selama periode tahun 2009 hingga tahun 2035 sebesar - Rp 16.175.159.311,00 ditambah dengan present value dari nilai sisa (residu) kapal sebesar Rp 70,500,000,00 pada akhir periode analisis. Dengan demikian jumlah keseluruhan kas yang dihasilkan menunjukkan angka negatif sebesar 16.104.659.311,00 (- Rp 16,175,159,311 + Rp 70,500,000,00). Mengacu pada rumus yang telah dikemukakan, maka besarnya nilai NPV dapat dicari sebagai berikut (untuk lebih jelasnya lihat lampiran 9). n NPV i 1 1

CF

i

k

i

I

0

NPV

- Rp. 16.104.659 .311 - 15,458,739 ,398

NPV

- Rp. 31,563,398 ,709

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa Net Present Value (NPV) dari angkutan penyeberangan KMP Simeulue menunjukkan angka negatif yaitu sebesar - Rp 31.563.398.709,00. Angka ini lebih kecil dari 0,00 (NPV < 0) dapat diartikan bahwa dengan menggunakan jangka waktu analisis selama 27 tahun (periode tahun 2009-2035) maka total kerugian yang harus ditanggung oleh PT ASDP (Persero) dari

ISSN 2086 - 8421

pengoperasian KMP Simeulue guna melayani rute penyeberangan Ulee Lheu (Banda Aceh)Lamteng (Pulo Aceh) adalah sebesar Rp 31.563.398.709,00. Jumlah ini jauh lebih besar bila dibandingkan dengan nilai investasi (pembelian kapal motor tersebut) yang hanya sebesar Rp 15.000.000.000,00. Dengan demikian dapat diartikan bahwa jika dilihat dari aspek bisnis terutama kelayakan usaha menurut sudut pandang PT ASDP (Persero) sebagai penyedia jasa angkutan, pengoperasian angkutan penyeberangan KMP Simeuleu guna melayani rute penyeberangan Ulee Lheu (Banda Aceh)-Lamteng (Pulo Aceh) sangat tidak layak. Hal ini disebabkan perusahaan selalu mengalami kerugian dari pada setiap tahunnya.

b.

Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio) Gross benefit cost ratio (Gross B/C) adalah perbandingan antara benefit kotor yang telah di-discount dengan cost secara keseluruhan yang telah di-discount. Hasil perhitungan menunjukkan total benefit kotor yang telah di-discount atau present value dari penerimaan usaha berkaitan dengan pengoperasian KMP Simeulue dalam melayani angkutan penyeberangan Ulee Lheu (Banda Aceh)-Lamteng (Pulo Aceh) sebesar Rp 3.894.870.244,37. Sedangkan total cost yang telah di-discount atau present value dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk pengoperasian kapal motor tersebut sebesar Rp. 35.528.768.953,51, sehingga gross benefit cost ratio (Gross B/C) dicari sebagai berikut. (Perhitungan Gross Benefit Cost Ratio lihat lampiran 9). Rp 3.894.870. 244,37 Gross B/C Rp. 35.528.768 .953,51 Gross B/C

0,1096

Gross B/C berdasarkan perhitungan menunjukkan angka lebih kecil dari 1,00 dapat diartikan bahwa benefit PT ASDP (Persero)

83


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

dari pengoperasian KMP Simeulue untuk melayani rute penyeberangan Ulee Lheu (Banda Aceh)-Lamteng (Pulo Aceh) jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan pengeluaran yang ditanggung perusahaan. Bahkan nilai Gross B/C sebesar 0,1096 dapat juga diartikan bahwa penerimaan usaha angkutan penyeberangan dimaksud hanya 10,96 persen dari total pengeluaran yang harus ditanggung oleh perusahaan. Dengan demikian berarti, bahwa pengangkutan tersebut selalu merugi, hanya saja dapat melakukan operasinya karena mendapat subsidi pemerintah.

sebanyak 100 orang dan 1 unit mobil pikap. Biaya transportasi juga relatif mahal yaitu sebesar Rp 15.000 per orang belum termasuk barang bawaan. Adapun ongkos transportasi untuk satu unit mobil sebesar Rp 1.500.000. Akibatnya, sebelum pengoperasian KMP. Simeulue dalam melayani rute penyeberangan Ulee Lheu (Banda Aceh)-Lamteng (Pulo Aceh), masyarakat Pulo Aceh tidak hanya sulit memenuhi kebutuhan mereka, akan tetapi juga hidup dalam keterisolasian. Kondisi kehidupan masyarakat di Pulo Aceh sangat jauh berbeda dengan kondisi kehidupan masyarakat di daratan Aceh.

3.4 Analisis Ekonomi Angkutan Penyeberangan Ulee-Lheu (Banda Aceh) - Lamteng (Pulo Aceh)

Setelah pengoperasian KMP Simeulue guna melayani rute penyeberangan Ulee Lheu (Banda Aceh)-Lamteng (Pulo Aceh) terjadi peningkatan arus barang dan jasa. Masyarakat yang dulunya kesulitan dalam hal transportasi disebabkan tingginya biaya angkutan dan hanya menggunakan kapal nelayan, saat ini sudah bisa menikmati kemudahan. Selain tarif angkutan yang harus mereka bayarkan jauh lebih murah, mereka juga dapat membawa barang dalam jumlah besar. Demikian pula bagi mereka yang ingin membawa kendaraan dari dan ke Pulo Aceh. Tarif angkutan untuk satu unit bus ukuran kecil hanya sebesar Rp 171.000,00 sudah termasuk asuransi.

Analisis ekonomi yang dimaksudkan dalam hal ini berkaitan dengan dampak ekonomi yang dirasakan masyarakat Pulo Aceh setelah adanya pengoperasian KMP. Simeulue dalam melayani rute penyeberangan pada lintasan Ulee Lheu (Banda Aceh)-Lamteng (Pulo Aceh). Keberadaan KMP tersebut sudah memberikan dampak positif bagi kelancaran kegiatan ekonomi masyarakat di Polu Aceh. Indikator yang dapat dijadikan tolok ukur peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat adalah arus barang, pendapatan masyarakat serta perkembangan infrastruktur dikawasan Pulo Aceh terutama yang berada di sekitar Lamteng. 1.

Dampak ekonomi berkaitan dengan arus barang. Dengan dibukanya rute penyeberangan KMP. Simeulue telah dapat meningkatkan arus barang dan jasa termasuk kendaraan dari dan ke Pulo Aceh. Sebelumnya arus barang sedikit dan kendaraan roda empat sulit untuk diseberangkan. Rute penyeberangan Ulee Lheu (Banda Aceh) ke Pulo Aceh hanya memanfaatkan kapal nelayan dengan kapasitas penumpang

2.

Dampak ekonomi yang berkaitan dengan pendapatan masyarakat. Adanya pengoperasian KMP Simeulue guna melayani rute penyeberangan Ulee Lheu (Banda Aceh)-Lamteng (Pulo Aceh) telah menjadi rangsangan bagi masyarakat untuk meningkatkan kegiatan ekonomi produktif. Masyarakat yang tinggal di kawasan Pulo Aceh sudah dapat memasarkan hasil pertanian mereka dengan waktu yang relatif cepat bila dibandingkan dengan kondisi sebelum adanya pengoperasian kapal motor

84


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

tersebut. Mereka juga bisa membawa barang dengan jumlah relatif besar dengan biaya yang jauh lebih murah bila dibandingkan biaya transportasi yang harus dikeluarkan jika memanfaatkan kapal nelayan. Artinya pengoperasian KMP Simeulue dalam melayani rute penyeberangan Ulee Lheu (Banda Aceh)Lamteng (Pulo Aceh) telah meningkatkan efisiensi kegiatan ekonomi masyarakat dan pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. 3.

Dampak ekonomi yang berkaitan dengan perbaikan infrastruktur Pengoperasian KMP Simeulue telah membawa dampak positif bagi perbaikan infrastruktur di kawasan tersebut. Pada kondisi sebelumnya, tidak satu pun ruas jalan beraspal di Pulo Aceh. Hal ini selain disebabkan sedikitnya jumlah kendaraan bermotor, biaya transportasi bagi material yang dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur di kawasan tersebut juga relatif mahal. Ongkos angkut untuk satu karung pasir bangunan mencapai sebesar Rp 3.000 (Anonymous, 2008). Akibatnya selain infrastruktur yang sangat memprihatinkan, perumahan penduduk dikawasan Pulo Aceh juga sangat jauh berbeda dengan perumahan masyarakat yang tinggal di daratan Aceh. Setelah dibukanya rute penyeberangan Ulee Lheu (Banda Aceh)-Lamteng (Pulo Aceh) sudah terjadi perbaikan infrastruktur. Sebagian jalan di kawasan tersebut sudah beraspal, terutama di kawasan Lamteng. Selain itu, jumlah kendaraan roda empat di Pulo Aceh juga sudah mengalami peningkatan. Sekalipun tidak ada data kuantitatif yang mencatat tentang jumlah riil kendaraan di kawasan tersebut, namun berdasarkan hasil wawancara dengan aparat Kantor Kecamatan Pulo Aceh diperoleh informasi jumlah kendaraan di Pulo Aceh meningkat

dari waktu ke waktu. Bahkan truk inercouler pun sudah bisa ke Pulo Aceh. Selain terjadinya perbaikan inftrastruktur untuk kepentingan masyarakat, kondisi perumahan masyarakat juga semakin baik. Masyarakat yang tinggal di kawasan Pulo Aceh sudah dapat memperoleh bahan bangunan seperti semen, besi dan lain sebagainya dengan harga relatif lebih murah akibat murahnya biaya transportasi setelah pengoperasian KMP Simeulue. Hingga saat ini sudah banyak rumah masyarakat di kawasan tersebut dengan kontruksi semen. Kondisi saat ini jauh berbeda dengan kondisi sebelum pengoperasian KMP Simeulue dimana secara umum bangunan fisik rumah penduduk di kawasan tersebut berkontruksi kayu. 4.

Dampak ekonomi yang berkaitan dengan peningkatan mobilisasi penduduk termasuk kunjungan wisata ke Pulo Aceh. Sejak pengoperasian KMP Simeulue guna melayani rute penyeberangan Ulee Lheu (Banda Aceh)-Lamteng (Pulo Aceh) terjadi peningkatan jumlah kunjungan ke Pulo Aceh. Bahkan pengunjung yang datang ke Pulo Aceh tidak hanya berasal dari Kota Banda Aceh, tetapi juga dari daerah lain selain Banda Aceh. Bahkan turis manca negara pun sudah mulai mendatangi daerah tersebut sebagai tempat berlibur. Mereka yang mengunjungi Pulo Aceh tidak hanya dengan tujuan menikmati panorama alam, akan tetapi juga menghabiskan waktu liburan dengan cara memancing ikan di kawasan pulau tersebut. Meningkatnya jumlah masyarakat yang berkunjung ke Pulo Aceh sudah membawa dalam positif bagi peningkatan kegiatan ekonomi produktif. Indikasi ini secara nyata terlihat dari munculnya pedagang

85


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

kecil disekitar kawasan pelabuhan yaitu Desa Lamteng Pulo Aceh. Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa sekalipun pengoperasian KMP Simeulue guna melayani rute penyeberangan Ulee Lheu (Banda Aceh)-Lamteng (Pulo Aceh) tidak layak jika dipandang dari aspek finansial yang berorientasi bisnis, namun layak secara ekonomi. Karena keberadaan KMP tersebut sudah tidak hanya dapat membawa dampak positif bagi peningkatan kegiatan ekonomi produktif dikalangan masyarakat, akan tetapi lebih penting lagi mampu membuka keterisolasian Pulo Aceh dan pulau-pulau di sekitarnya.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian analisa yang telah dilakukan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1.

2.

Biaya operasional yang ditanggung oleh PT ASDP (Persero) dalam mendukung pengoperasian KMP Simeulue dalam melayani rute penyeberangan Ulee Lheu (Banda Aceh)-Lamteng (Pulo Aceh) relatif besar yaitu sebesar Rp 1.944.307.911,00 per tahun. Biaya ini didominasi oleh biaya tetap (fixed cost) terdiri dari gaji ABK, kesehatan ABK, makanan ABK, air tawar ABK, dan asuransi; dan biaya variabel (variable cost), terdiri dari bahan bakar (BBM) untuk memenuhi mesin induk dan mesin bantu, pelumas untuk mesin induk dan mesin bantu, air tawar untuk penumpang, biaya pelabuhan (kapal istirahat), biaya pelabuhan (kapal sandar), biaya rambu dan biaya overhead/alokasi perawatan kapal setiap tahun. Nilai net present value (NPV) pengoperasian KMP Simeulue dalam melayani rute penyeberangan Ulee Lheu

ISSN 2086 - 8421

(Banda Aceh)-Lamteng (Pulo Aceh) menunjukkan angka negatif sebesar - Rp 31.563.398.709,00 (NPV < 0). Dengan demikian dapat disimpulkan jika dilihat dari aspek ekonomi dan finansial menurut sudut pandang tujuan bisnis, maka usaha angkutan penyeberangan tersebut dinyatakan tidak layak. Hal ini berarti bahwa upaya untuk mempertahankan pengoperasian kapal motor tersebut memerlukan adanya subsidi pemerintah secara terus menerus. 3. Hasil perhitungan gross benefit cost ratio (gross B/C) menunjukkan angka sebesar 0,1096. Angka ini lebih besar dari 1, dapat diartikan bahwa total benefit atau penerimaan yang diperoleh PT ASDP (Persero) dari pengoperasian KMP Simeulue guna melayani rute angkutan penyeberangan Ulee Lheu (Banda Aceh)Lamteng (Pulo Aceh) hanay sebesar 10,96 persen dari total biaya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jika dilihat dari aspek ekonomi dan finansial menurut sudut pandang tujuan bisnis (mencari keuntungan), maka usaha angkutan penyeberangan tersebut dinyatakan tidak layak. 4. Kendatipun berdasarkan aspek ekonomi dan finansial (yang berorientasi pada keuntungan usaha), pengoperasian KMP Simeulue guna melayani rute penyeberangan Ulee Lheu (Banda Aceh)Lamteng (Pulo Aceh) dinilai tidak layak, namun jika dilihat dari kepentingan ekonomi masyarakat Pulo Aceh secara umum, pengoperasian KMP tersebut sangat layak. Dengan adanya pengoperasian KMP tersebut dapat membawa dampak positif bagi kegiatan ekonomi masyarakat seperti biaya transportasi orang dan barang menjadi lebih efisien, arus barang dan jasa dari dan ke Pulo Aceh semakin lancar. 4.2 Saran-saran

86


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan sebelumnya, maka yang menjadi saran dan rekomendasi dari penelitian ini sebagai berikut. 1.

Sebaiknya manajemen PT ASDP (Persero) mengupayakan adanya peningkatan efisiensi biaya operasional layanan jasa angkutan penyeberangan lintasan Ulee Lheu (Banda Aceh)-Lamteng (Pulo Aceh). Upaya peningkatan efisiensi dapat dilakukan dengan cara mencari kapal motor pengganti dengan kapasitas angkut yang lebih kecil bila dibandingkan dengan KMP Simeuleu. Hal ini disebabkan, penggunaan KMP Simeulue untuk melayani rute penyebarangan tersebut belum optimal. Selain jumlah penumpang relatif sedikit (jauh lebih kecil dari kapasitas angkut), biaya operasional yang

ISSN 2086 - 8421

2.

harus dikeluarkan sehubungan dengan penggunaan kapal motor tersebut relatif besar. Pemerintah dipandang perlu untuk mempertahankan pemberian subsidi bagi PT ASDP (Persero) dalam mengalokasikan sumber daya armada angkutan penyeberangan lintasan Ulee Lheu (Banda Aceh)Lamteng (Pulo Aceh). Dari segi bisnis, usaha pelayanan angkutan penyeberangan untuk lintasan dimaksud tidak menguntungkan bagi perusahaan tersebut. Namun dampak ekonomi yang diperoleh dengan adanya layanan jasa penyeberangan tersebut dapat meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat Pulo Aceh dan pulaupulau lainnya dalam wilayah Kabupaten Aceh Besar.

87


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous (2008) Pelayaran Baru di Perbatasan Aceh-India, Media Indonesia, Selasa 4 November 2008. Aprianoor M. A. 2008. “Analisis Kebutuhan dan Kelayakan Ekonomi Pembangunan Jalan Arteri Alternatif di Kota Kandangan”, Tesis (Tidak Dipublikasikan) Program Pascasarjana Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro Semarang. Badan Litbang Dephub RI. 2007. “Studi Kebutuhan Ruang Kapal Angkutan Laut dan Penyeberangan Perintis”, Laporan Badan Litbang Dephub, Jakarta. Dishub Prov. Aceh, 2007. Masterplan Perhubungan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Banda Aceh. Dishub Prov. Aceh, 2007. Studi Pengembangan Transportasi Terpadu di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Banda Aceh. Frensidy, B. 2010. Matematika Keuangan, Edisi Revisi, Salemba Empat, Jakarta. Halim, Abdul. 2009. Analisis Kelayakan Investasi Bisnis Kajian Dari Aspek Keuangan, Graha Ilmu, Jakarta. Ibrahim, M. Y. 2003. Studi Kelayakan Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta. Morlok, E. K. 1995. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi, Edisi IV, Erlangga, Jakarta. Munandar, 2002. Bugeting: Penganggaran Perusahaan, BPFE UGM, Yogyakarta. Nasution, N. 2004. Manajemen Transportasi, Edisi Kedua, Ghalia Indonesia, Jakarta. Priyanto. 2006. “Pemodelan Kebutuhan Sarana dan Prasarana Pelabuhan Penyeberangan (Studi Kasus Pelabuhan Penyeberangan Merek-Bakauheni”, Majalah Ilmiah Teknologi, Edisi Agustus 2006, Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Republik Indonesia, Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, Sekretariat Negara, Jakarta. , Undang-Undang No. 37 Tahun 2000 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 2 tahun 2000 Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang

86


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

, Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1983 Tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Banda Aceh. , Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 Tentang Angkutan Jalan. , Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 53 Tahun 2002 Tentang Tatanan Kepelabuhan Nasional. Salim, Abbas. 2006. Manajemen Transportasi, PT. Raja Grafindo, Jakarta. Simbolon, Masringan M. 2003. Ekonomi Transportasi, PT. Ghalia Indonesia, Jakarta. Sitepu, Ganding. 2009. “Analisis Biaya Operasional Kapal Penyeberangan di Wilayah Pulau Tertinggal”. Jurnal Penelitian Enjiniring, Vol. 12, No. 2 Tahun 2009. ISSN: 1411-6243. Hal. 119-128. Soejono. 1994. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Edisi II, ITB, Bandung. Sukirno, S. 2004. Pengantar Ekonomi Makro, Edisi Ketiga, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Suparsa (2005) “Analisis Angkutan Penyeberangan Lintas Ketapang – Gilimanuk”, Tesis (Tidak Dipublikasikan) Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta. Sutoyo, S. 2001. Studi Kelayakan Proyek Transportasi, Rineka Cipta, Jakarta. Warpani, S. 1990. Merencanakan Sistem Transportasi, ITB, Bandung. Widyakusuma, A. 2007. “Analisis Pengembangan Pelabuhan Penyeberangan Saumlaki di Kabupaten Maluku Tenggara Barat Provinsi Maluku”. Tesis (Tidak Dipublikasikan) Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta. Yuwono, N. 2004. Model Pelabuhan II-Transportasi Sungai dan Saluran (Inland Water Transportation, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta

87


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA GURU PADA SMA DI KOTA SABANG Ambia Nurdin ABSTRAK Keberadaan guru menjadi salah satu kunci suksesnya penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Guru harus memiliki komitmen dan rasa tanggungjawab dalam kemajuan pendidikan dengan menunjukan kinerja yang maksimal sebagai pendidik. Peran kepala sekolah sebagai pemimpin dapat mempengaruhi kinerja dan kepuasan guru tersebut dalam melaksanakan tugasnya, sehingga dengan gaya kepemimpinan yang efektif dapat menggerakkan personil sekolah dalam memajukan pendidikan di sekolah yang dipimpinnya. Selain itu, pentingnya memperhatikan kepuasan kerja guru, karena dengan adanya kepuasan kerja bagi guru di sekolah dapat berdampak positif terhadap upaya kerja keras sebagai motivasi guru dalam menyelesaikan tugas dan tanggungjawab profesinya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh gaya kepemimpinan kepala sekolah dan kepuasan kerja terhadap kinerja guru SMA di kota Sabang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengambilan data menggunakan angket dengan skala likert. Analisis data menggunakan regresi linier ganda. Populasi adalah seluruh guru pada SMA Negeri 1 dan 2 Sabang. Jumlah sampel penelitian sebanyak 70 orang menggunakan teknik random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Hubungan gaya kepemimpinan kepala sekolah dan kepuasan kerja berpengaruh 78,3% untuk meningkatkan kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya untuk peningkatan kinerja SMA. (2) Gaya kepemimpinan kepala sekolah dan kepuasan kerja guru secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja guru SMA. (3) Variabel yang dominan mempengaruhi kinerja guru adalah kepuasan kerja guru yaitu sebesar 66,3%, dan kemudian diikuti variabel gaya kepemimpinan kepala sekolah sebesar 53,4%. (3) Hasil analisis regresi linier menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan kepala sekolah akan mempengaruhi kinerja guru sebesar 30,7% sedangkan kepuasan kerja mempengaruhi kinerja guru sebesar 44%. Artinya gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja dapat mempengaruhi peningkatan kinerja guru.

88


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

Kata Kunci : Gaya Kepemimpinan, Kepuasan Kerja, dan Kinerja guru SMA PENDAHULUAN Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu unsur yang penting dalam menjamin keberlangsungan pembangunan nasional. Karena bangsa yang akan bertahan menghadapi persaingan global yang semakin ketat adalah bangsa yang mempunyai kualitas SDM yang tinggi, yang menguasai berbagai macam keterampilan, IPTEK, mampu mewujudkan gagasan, ide, pemikiran, sikap, perilaku terbaik, memiliki dan daya juang yang tinggi. Pembangunan suatu bangsa dimulai dari pembangunan sumber daya manusia melalui jalur pendidikan, yaitu mendidik segenap masyarakat untuk dapat menempatkan diri sesuai dengan potensi dan kompetensi masing-masing, dan dapat berperan aktif dalam pembangunan. Sehingga pendidikan harus ditempatkan sebagai sentral yang perlu memdapat perhatian semua pihak, karena melalui pendidikan akan membentuk masyarakat yang berkualitas. Namun kenyataanya, dunia pendidikan Indonesia saat ini belum dapat mensejajarkan diri dengan negaranegara berkembang lainnya, terlebih lagi dengan negara yang sudah maju. Rendahnya mutu pendidikan disebabkan oleh berbagai komponen yang dapat mempengaruhinya seperti kebijakan pemimpin, kinerja pemimpin termasuk di dalamnya kinerja kepala sekolah, kinerja guru, kualitas bahan ajaran, rendahnya kedisiplinan, dan kurangnya koordinasi antara pelaksana pendidikan, sehingga

perlunya manajemen yang baik dalam suatu organisasi, khususnya organisasi pendidikan. Dalam suatu organisasi pendidikan, unsur manusia merupakan unsur yang sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan suatu organisasi termasuk. Banyak orang yang mengatakan bahwa manusia di dalam suatu organisasi merupakan bagian yang terpenting dibandingkan dengan komponen-komponen lainnya. Oleh karena itu, sudah merupakan kewajiban bagi setiap pimpinan organisasi seperti kepala sekolah untuk dapat memberikan motivasi agar dicapai kepuasan kerja bagi para guru. Terbentuknya kepuasan kerja, diharapkan berdampak positif terhadap upaya kerja keras sebagai motivasi guru dalam mengarahkan segala kemampuan menyelesaikan tugas atau pekerjaannya di sekolah, termasuk kegiatan non akademik berupa kegiatan ekstrakurikuler yang bertujuan mengembangkan kemampuan keterampilan psikomotorik siswa. Selain itu dengan kepuasan kerja guru diharapkan mampu mengerjakan tugas di luar jam wajib mengajar di kelas, seperti dalam mempersiapkan bahan ajar atau perangkat pembelajaran di rumah. Sekolah sebagai suatu organisasi pendidikan, penting memperhatikan kemampuan dalam merencanakan dan mengorganisir pelaksanaan pendidikan perlu didukung kemampuan dan gaya kepemimpinan kepala sekolah. Kepemimpinan pada hakikatnya merupakan fungsi inti dalam proses manajemen. Kepala sekolah harus dapat mengelola sekolahnya

89


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

agar berkembang maju dari waktu ke waktu. Segenap sumber daya yang ada harus dilibatkan secara optimal sesuai dengan potensi dan kompetensinya. Para guru perlu digerakkan secara efektif dan hubungan baik antara mereka perlu dibina agar tercipta suasana yang positif, menggairahkan, dan produktif. Demikian pula penataan fisik dan administrasi perlu dibina agar menjadi lingkungan pendidikan yang mampu menumbuhkan kreativitas, disiplin, dan motivasi belajar yang tinggi bagi siswa. Gaya kepemimpinan seseorang merupakan perilaku yang ditampilkan pimpinan untuk memberikan pengaruh pada bawahannya. Gaya kepemimpinan dapat dilihat dari perilaku yang digunakan pemimpin seorang pada saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain atau karyawannya. Sebagai seorang pemimpinan harus selalu memiliki kesadaran bahwa di dalam memimpin sebuah organisasi pasti sering menghadapi perubahan-perubahan, baik perubahan intern maupun perubahan ekstrem. Oleh karena itu, seorang pimpinan harus sadar bahwa ia harus memiliki berbagai gaya kepemimpinan yang sesuai dengan kondisi organisasi yang dipimpinnya. Setiap sekolah pasti memiliki keinginan untuk mewujudkan visi dan misi. Jika setiap jenjang pendidikan memperhatikan pemberdayaan SDM dengan baik, maka kemungkinan besar peningkatan kinerja guru dapat dicapai dan pada akhirnya akan meningkatkan mutu pendidikan. Sehingga kepala sekolah sebagai pimpinan di sekolah harus mendorong teruwujudnya visi dan misi sekolah dengan segala sumber daya yang ada. Mulyasa (2007:

ISSN 2086 - 8421

107) mengemukakan bahwa “perilaku kepala sekolah harus dapat mendorong kinerja para guru dengan menunjukkan rasa bersahabat dan penuh pertimbangan terhadap para guru, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok�. Setiap kepala sekolah selaku pimpinan berusaha menempatkan serta memperlakukan guru dan para, staf, sebaik mungkin dalam jabatan atau posisi-posisi dengan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh guru dan staf pegawai yang ada. Sehubungan dengan hal ini, Robbins (2006:112) menjelaskan bahwa:

Pemimpin harus mampu membuat suatu keputusan dalam rangka mengembangkan suatu proses dimana ditetapkan suatu pola tindakan berdasarkan pilihan antara sejumlah alternatif guna tercapainya tujuan, sesuatu hasil yang diinginkan dan perhatian, memotivasi bawahan untuk bersama-sama mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Untuk mencapai keberhasilan seorang pemimpin harus mampu mempengaruhi bawahannya, dengan membuat suatu strategi atau rencana, menyusun suatu kebijaksaan dalam rangka mengantisipasi tantangan, tanggung jawab dan berusaha untuk menemukan macam-macam pola tindakan alternatif dan menggariskan pedoman petunjuk dalam mengambil keputusan yang

90


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

akan dilakukan pimpinan

oleh

seorang

Gaya seorang pemimpin dalam hal ini adalah kepala sekolah, sangat mempengaruhi aktivitas guru, seperti semangat dalam melaksanakan tugas, meningkatkan kinerja dan kepuasan dalam bekerja. Hal ini akan memberi dampak terhadap peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa. Kepala sekolah harus mampu memberi dorongan kepada guru sehingga mereka memiliki semangat yang tinggi, percaya diri dalam melaksanakan tugasnya. Kepala sekolah harus dapat memberikan motivasi serta berupaya untuk selalu memberikan kepuasan kerja kepada guru, sehingga dengan kepuasan kerja tersebut dapat meningkatkan kinerja guru, dan akan memberikan kontribusi pada peningkatan mutu pendidikan. Kepuasan kerja merupakan sikap seseorang atau kelompok terhadap pekerjaan. Keadaan perasaan yang puas terhadap pekerjaan merupakan bukti penghargaan yang diterimanya dari sejumlah aktivitas yang telah diberikan. Hal ini sesuai sebagaimana dikemukakan oleh Gibson (2006: 150) : “kepuasan kerja adalah sikap yang dimiliki pekerja tentang pekerjaan mereka, merupakan hasil persepsi mereka tentang pekerjaan�. Jadi kepuasan kerja merupakan respon emosional dari para pekerja tentang harapan yang akan didapat dari aktivitasnya. Motivasi yang ada pada diri seseorang merupakan kekuatan pendorong yang akan mewujudkan suatu perilaku guna mencapai tujuan pengembangan diri. Kebutuhan dan keinginan yang ada dalam diri seseorang akan menimbulkan motivasi

ISSN 2086 - 8421

internalnya. Jadi secara singkat dapat dikatakan dengan pemenuhan kebutuhan guru oleh pimpinan sekolah merupakan salah satu hal yang dapat mendorong guru melakukan pekerjaannya yang menjadi tanggung jawabnya dengan baik. Semakin giat guru melakukan pekerjaannya, berarti semakin mudah untuk mencapai tujuan organisasi pendidikan. Di Sabang hanya terdapat dua Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu SMA Negeri 1 Sabang dan SMA Negeri 2 Sabang. Kedua SMA ini selalu berupaya melakukan berbagai cara untuk memperbaiki sistem tata kelola di sekolah, baik menyangkut pengelolaan SDM maupun sumber daya lainnya dalam rangka perbaikan kinerja sekolah sehingga melahirkan peserta didik yang bermutu dan berkualitas. Salah satu permasalahan yang perlu dicermati yaitu gaya kepemimpinan kepala sekolah dan kepuasan guru didorong terus kearah perbaikan karena hal tersebut akan membawa sekolah menuju kepada kinerja yang baik. Berdasarkan informasi dari observasi awal, di dapatkan beberapa temuan di lapangan yang cukup mengkhawatirkan yaitu masih terdapat beberapa guru yang tidak mau memberikan kontribusinya terhadap kemajuan sekolah, dengan sering datang terlambat atau sering tidak hadir sekolah karena memiliki pekerjaan lain di luar sekolah. Ketidakdisplinan ini penulis amati selama kurun waktu yang lama, disebabkan karena kurang efektifnya gaya kepemimpinan kepala sekolah dan rendahnya pemenuhan kepuasan kerja bagi guru yang seharusnya diberikan oleh seorang pemimpin kepada bawahannya (kepala sekolah kepada guru). salah satu

91


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

faktor penyebab rendahnya kinerja Sekolah ini adalah rendahnya jaminan finansial dan jaminan sosial yang meliputi sistem, besarnya gaji, tunjangan, promosi, dan fasilitas yang diberikan kepada guru selama ini.

Berdasarkan uraian di atas penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Guru SMA di Kota Sabang”.

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: ”Bagaimanakah pengaruh gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja terhadap kinerja Guru SMA di Kota Sabang”?

Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Secara umum tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah mendapatkan keterangan yang lengkap dan akurat tentang pengaruh gaya kepemim-pinan kepala sekolah dan kepuasan kerja terhadap kinerja Guru SMA di Kota Sabang. 2. Tujuan Khusus

ISSN 2086 - 8421

Sedangkan tujuan khusus yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang :

a. Pengaruh gaya kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja Guru SMA di kota Sabang. b. Pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja Guru SMA di Kota Sabang. c. Pengaruh gaya kepemimpinan kepala sekolah dan kepuasan kerja terhadap kinerja Guru SMA di Kota Sabang. Hipotesis Penelitian Untuk mempermudah kegiatan pernyusunan instrumen dan pengumpulan data perlu dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

1. Terdapat pengaruh positif dan signifikan dari gaya kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja Guru SMA di Kota Sabang 2. Terdapat pengaruh positif dan signifikan dari kepuasan kerja terhadap kinerja Guru SMA di Kota Sabang. 3. Terdapat pengaruh positif dan signifikan dari gaya kepemimpinan kepala sekolah dan kepuasan kerja terhadap kinerja Guru SMA di Kota Sabang. Manfaat Penelitian 92


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

1. Teoretis Secara teoretis hasil penelitian ini bermanfaat sebagai bahan kajian bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang administrasi pendidikan, khusunya tentang kepemimpinan kepala sekolah dan prilaku guru dalam meningkatkan kualitas kinerja sekolah sebagai lembaga pendidikan yang memiliki tangungjawab dalam mencerdaskan kehidupan anak bangsa.

2. Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi semua pihak terutama dalam hal:

a. Memberikan masukan bagi kepala sekolah dalam rangka meningkatkan kinerja sekolah melalui pelaksanaan kepemimpinan kepala sekolah yang tepat dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. b. Masukan bagi guru dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab-nya sebagai pendidik di sekolah, agar dapat meningkatkan kinerjanya bagi sekolah. c. Bagi pihak terkait (Dinas Pendidikan) sebagai bahan informasi sehingga memberikan masukan dalam membina kepala sekolah dan upaya pemenuhan kepuasan kerja guru di sekolah. PROSEDUR PENELITIAN Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk

ISSN 2086 - 8421

mendapatkan data dengan tujuan tertentu. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode penelitian deskriptif korelasional. Margono (2009:56) mengemukakan bahwa “Pendekatan kuantitatif adalah suatu proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat menemukan menemukan keterangan mengenai apa yang kita ketahui�. Pemilihan pendekatan kuantitatif dan metode deskriptif dalam penelitian ini karena dalam penelitian yang dilakukan akan menjelaskan secara empirik pengaruh gaya kepemimpinan kepala sekolah dan kepuasan kerja guru terhadap kinerja SMA di kota Sabang atau dengan kata lain alasan menggunakan pendekatan kuantitatif ini yaitu dapat menghasilkan dan menguji suatu hipotesis mengenai hubungan antar variabel atau untuk menyatakan besar kecilnya hubungan antara kedua variabel. Derajat hubungan variabel- variabel dinyatakan dalam suatu indeks yang dinamakan koeefesien korelasi. Faktor yang berpengaruh terhadap faktor yang paling berpengaruh terhadap besar kecilnya koefesien korelasi adalah keandalan instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel- variabelnya. Oleh karena itu instrumen yang tidak 93


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

memiliki keandalan yang tinggi tidak mampu mengungkapkan derajat hubungan yang bermakna atau signifikan. Makna suatu korelasi dinotasikan dalam huruf r (kecil) bisa mengandung tiga hal. Pertama kekuatan hubungan antar variabel, kedua signifikan statistik hubungan kedua variabel tersebut, dan ketiga arah korelasi. Penelitian ini untuk melihat pengaruh gaya kepemimpinan kepala sekolah dan kepuasan kerja guru terhadap kinerja SMA di kota Sabang, sehingga penelitian ini dilaksanakan di Sabang yaitu pada SMA Negeri 1 Sabang yang berada di jalan Aneuk Laot kecamatan Sukakarya dan SMA Negeri 2 Sabang yang berada di jalan Tgk. Chik Ditiro kecamatan Sukajaya Sabang. Sedangkan waktu penelitian dilakukan mulai dari tanggal Mai 2011 sampai dengan Juni 2011.

HASIL PENELITIAN Hasil penelitian ini menyajikan data-data secara kuantitatif, setelah dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas diketahui bahwa instrumen penelitian yang diuji validitasnya ternyata hasilnya semua dari angket tersebut lebih besar dari rtabel (0,279), artinya bahwa item-item baik variabel

ISSN 2086 - 8421

bebas dan variabel terikat, semua dinyatakan sahih (valid). Dari hasil uji reliabilitas, diperoleh bahwa seluruh item-item tersebut cukup reliabel (handal) dan konsisten untuk mengukur variabel-varibel tersebut karena memiliki nilai cronbach alpha lebih dari 0,50. Pada penelitian ini penulis mengolah seluruh data yang diperoleh dengan program SPSS versi 13.0 dan hasilnya menunjukkan adanya pengaruh yang positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan dan faktor kepuasan kerja terhadap kinerja SMA di kota Sabang. Pembahasan penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mendeskripsikan variabel-variabel dalam penelitian yaitu: gaya kepemimpinan, faktor kepuasan kerja, dan kinerja guru SMA 1. Pengaruh Variabel Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1) Terhadap Kinerja Guru SMA (Y) Adapun Indikator gaya kepemim-pinan meliputi (1) gaya kepemimpinan delegatif, (2) gaya kepemimpinan parsi-patif, (3) gaya kepemimpinan konsultatif dan, (4) gaya kepemimpinan instruktif. Dari hasil analisis data penelitian diperoleh gambaran bahwa nilai maksimum dari gaya kepemimpinan sebesar 47,5 dengan standar deviasi sebesar 0,440. Dalam penelitian ini ditemukan adanya 94


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

pengaruh yang positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru SMA di kota Sabang dengan korelasi 0,534 pada tingkat signifikansi 0,000 dalam hal ini artinya gaya kepemimpinan kepala sekolah dapat meningkatkan kinerja guru sebesar 53,4%. Hasil analisis dari setiap indikator gaya kepemimpinan kepala sekolah me-nunjukkan bahwa gaya kepemimpinan kepala sekolah sangat mendukung peningkatan kinerja guru SMA. Gaya kepemimpinan delegatif merupakan ciri seorang pemimpin yang cenderung mendelegasikan wewenang kepada bawahannya, dimana pendelegasi-an wewenang ini dimaksudkan agar staf atau bawahan merasa diikut-sertakan dalam setiap tugas dan tanggung jawab. kelebihan gaya kepemimpinan delegatif adalah dapat diterapkan dalam suatu organisasi terutama di lembaga pendidikan, jika lembaga pendidikan tersebut mempunyai staf dengan motivasi tinggi dan mempunyai kemampuan yang tinggi pula, sehingga pimpinan dapat mendele-gasikali wewe-nang sesuai dengan bidang dan kemam-puan para karyawan dalam menjalankan tugasnya Gaya partisipatif

kepemimpinan biasanya

ISSN 2086 - 8421

mendesentralisasikan wewenang kepada bawahannya. Keputusan partisipatif tidak bersifat sepihak, seperti halnya dengan delegatif, karena keputusan itu timbul dari upaya konsultasi dengan para pengikut dan keikutsertaan mereka. Para guru memperoleh informasi dari pemimpin tentang kondisi yang mempengaruhi pekerjaan mereka dan didorong untuk mengungkapkan gagasan dan mengajukan saran. Pemimpin dengan gaya konsultatif dapat dilihat dari cirinya yaitu jika menghadapi staf yang memiliki kemam-puan yang kurang baik, tetapi memiliki motivasi kerja baik, gaya kepemimpinan konsultatif paling efektif untuk diterapkan karena hal ini akan dapat meningkatkan prestasi kerja dari para karyawan karena adanya motivasi yang tinggi dari diri seorang bawahan. Artinya, pimpinan banyak memberikan bimbingan sehingga kemampuan staf secara bertahap me-ningkat. Sedangkan Ciri dari gaya kepemimpinan instruktif dapat dilihat dari sikap pemimpin yang jika menghadapi staf yang memiliki kemampuan yang kurang baik dan produktivitas kerja juga kurang baik, maka upaya kepemimpinan instruktif paling efektif. Menurut Zainun (2009: 13) “Seorang pemimpin dapat melakukan berbagai cara dalam 95


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

kegiatan mempe-ngaruhi atau memberi motivasi orang lain atau bawahan agar melakukan tindakan-tindakan yang selalu terarah terhadap pencapaian tujuan organisasi�. Sehingga dapat dimaknai, bahwa pimpinan lebih banyak memberi petunjuk yang spesifik dan secara ketat dan mengawasi staf dalam mengerjakan tugasnya. 2. Pengaruh Variabel Kepuasan Kerja (X2) Terhadap Kinerja Guru SMA (Y) Dari hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa semua indikator faktor kepuasan kerja yang diteliti sangat berpengaruh untuk meningkatkan kinerja guru SMA di kota Sabang. Adapun yang menjadi indikator faktor kepuasan kerja adalah (1) Isentif, (2) penghargaan, (3) promosi, (4) kelompok kerja, (5) kondisi kerja, dan (6) loyalitas. Dari hasil analisis data penelitian diperoleh gambaran tentang nilai maksimum dari faktor kepuasan kerja sebesar 48,3 dengan standar deviasi sebesar 0,422 dalam penelitian ini ditemukan adanya pengaruh yang positif dan signifikan antara faktor kepuasan kerja dengan kinerja guru pada pada SMA di kota Sabang dengan nilai korelasi 0,663 dengan tingkat signifikansi 0,000 yang artinya variabel faktor kepuasan kerja akan mampu mempengaruhi peningkatan kinerja guru yaitu sebesar 66,3%.

ISSN 2086 - 8421

Hasil analisis dari setiap indikator faktor kepuasan kerja menunjukkan bahwa faktor kepuasan adalah yang paling dominanan peningkatan kinerja guru SMA. Dalam hal ini faktor kepuasan kerja adalah prioritas utama keberhasilan pendidikan di sekolah, dengan faktor kepuasan kerja yang baik yang dirasakan oleh guru maka kinerja guru tersebut akan meningkat pula, kepuasan kerja disini bukan hanya sekedar materi saja tetapi meliputi perasaan, kesenangan, kenyaman-an guru dalam menjalankan tugasnya di sekolah. Sehing-ga dalam menjalankan tugasnya setiap guru akan memperoleh hasil yang maksimal. Halini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Robbins (2006:112) bahwa faktorfaktor yang paling penting dalam mendorong kepuasan kerja adalah: (1) kerja yang menantang, (2) ganjaran yang pantas (upah maupun promosi), kondisi kerja yang mendukung, dan (4) rekan sekerja yang mendukung. Orang yang menyukai pekerjaan-nya apabila diberikan peluang kepada mereka untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan keberagaman tugas, kebebasan, dan umpan balik tentang bagaimana kinerja mereka, serta adanya pembinaan yang berkaitan dengan pengembangan wawasan guru melalui programprogram pembinaan. Hal ini seperti 96


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

pendapat Usman (2012:55) “Melalui berbagai kegiatan, diharapkan guru memiliki motivasi untuk berbuat lebih baik dalam meningkatkan kinerja atau statusnya sebagai seorang guru, karena melalui program tersebut guru dihargai martabat dan haknya dalam profesinya�. Selanjutnya pentingnya dilakukan evaluasi kinerja sebagai umpan balik terhadap pekerjaan guru selama ini, sehingga lahirnya penghargaan terhadap kinerja-kinerja yang baik. Karena setiap orang menginginkan sistem pembayaran dan kebijakan promosi yang adil, sehingga dalam bekerja mereka akanmelakukan yang terbaik. Selanjutnya keadaan lingkungan yang mendukung dan nyaman juga dianggap perlu dalam pencapaian kepuasan kerja yang tujuannya untuk memfasilitasi kinerja menjadi lebih baik. Kemudian hasil evaluasi pekerjaan seseorang tidak boleh dirahasiakan kepada yang bersangkutan, akan tetapi dirahasia-kan kepada orang lain yang tidak memiliki kepentingan dalam hal ini. Dengan demikian yang bersangkutan dapat mengetahui kelemahan-kelemahannya untuk dapat diatasi, dan diperbsiki di masa akan datang. Adapun variabel yang membuat pekerja saling mendukung di dalam hubungan kerja antara lain adalah hasil kerja, yaitu berupa rewars dan biaya

ISSN 2086 - 8421

(cost) yang terkait dengan kerja. Kepuasan kerja dapat diartikan sebagai sikap umum individu terhadap pekerjaannya, ini berarti kepuasan kerja itu sendiri merupakan bagian dan perilaku organisasi dalam ilmu administrasi pendidikan. Jadi dapat kita simpulkan bahwa penilaian seseorang atas seberapa puas atau tidak puas dirinya dengan pekerjaan adalah perhitungan yang sangat sulit dari sejumlah elemen pekerjaan yang sensitif. Kepuasan dan ketidakpuasan kerja seseorang akan sangat tergantung pada perilaku yang muncul di setiap individu dalam bekerja. Mencermati hal tersebut di atas dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja adalah salah satu hal yang mempunyai peran dalam meningkatkan kinerja guru di sekolah, karena apabila kepuasan kerja yang dinikmati oleh guru telah dapat terpenuhi maka dalam bekerja guru tersebut akan memberikan hasil yang maksimal atau sebaik mungkin yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja dari organisasi tempat mereka bekerja. Berkaitan dengan itu, guru akan benar-benar nyaman dalam bekerja dan dapat meningkatkan kinerjanya, jika adanya jaminan kesejahteraan bagi para guru. Menurut Usman (2012: 51) “Kesejahtraan yang diperoleh seseorang akan menen-tukan motivasinya melakukan pekerjaan. Apabila dalam suatu organisasi, seperti organisasi pendidikan persekolahan 97


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

selalu dilakukan penilaian terhadap kesejahteraan yang akan diterima seseorang. Kesejah-teraan akan menjadi pertimbangan bagi seseorang untuk menerima suatu peker-jaan�. Sehingga pentingnya memperhati-kan kesejahteraan guru dalam upaya menjamin kepuasan kerja sebagai pendidik di sekolah untuk mendorong peningkatan kinerja guru. 3. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Guru SMA Hasil analisis di lapangan menunjukkan bahwa variabel-variabel gaya kepemimpinan dan faktor kepuasan kerja secara simultan dan parsial mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja guru. Pengaruh variabel-variabel tersebut bersifat positif terhadap kinerja guru dengan korelasi sebesar 0,783. Besarnya kontribusi dari variabelvariabel tersebut secara bersama-sama terhadap variabel perubahan kinerja guru adalah 78,3% (R2 = 0,783). Secara teoretis, kinerja selain dipengaruhi oleh faktor-faktor variabel lain yang mendukung peningkatan kinerja guru. Nawawi (2006:71) menjelaskan bahwa manusia sebagai individu tidak mungkin bekerja sendiri dalam mewujud-kan eksistensi organisasi yang kompetitif, sedangkan di sisi lain bagaimana sikap bawahan

ISSN 2086 - 8421

melaksanakan tugasnya sudah tentu sangat bergantung pada gaya pemimpin yang mendesain dan organisasinya. Sedangkan Robbins (2006: 113) menyatakan perilaku pemimpin juga akan sangat menentukan kepuasan kerja bawahannya. Sehingga kepemimpinan sangat berpengaruh terhadap sikap kerja bawahan, yang juga dapat dicerminkan dari semangat kerja yang berkaitan dengan ketulusan hati karena adanya kepuasan kerja sebagai akibat adanya prilaku yang membangun dari pimpinan. Dalam hal ini kinerja SMA akan meningkat apabila kinerja dari masing-masing guru juga meningkat. Salah satu cara untuk meningkatkan kinerja guru yaitu apabila atasannya mau mengerti dan ramah, suka memberi pujian bila guru melakukan kerja yang baik dan juga mau mendengar keluhan dari bawahannya. Tingkat penghasilan sering disebut sebagai salah satu variabel determinan dalam meningkatkan kinerja, karena tingkat penghasilan erat kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan hidup, dan hal ini merupakan salah satu unsur yang terdapat dalam faktor kepuasan guru. Karena bila tingkat penghasil guru masih rendah atau dengan kata lain kesejahteraan guru belum baik, maka akan berdampat pada kinerja guru di sekolah, hal ini seperti pendapat Usman (2012: 52) “Dalam kondisi 98


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

kesejahteraan guru belum baik, harus mencari tambahan penghasilan diluar lembaga pendidikannya ditunjang pula oleh kondisi yang tidak kondusif, tidak memberi support untuk terciptanya perilaku yang normatif, maka perubahan perilaku sangat sulit diharapkan. Sehingga pentingnya memperhatikan kesejahteraan guru dalam upaya menciptakan kepuasan kerja untuk meningkatkan kinerja para guru di sekolah, selain kepemimpinan dari kepala sekolah sebagai pimpinan di suatu lembaga pendidikan. Dengan demikian dapat disimpul-kan bahwa antara gaya kepemimpinan kepala sekolah dan kepuasan guru berpengaruh pada hasil peningkatan kinerja guru, karena apabila gaya kepemimpinan sorang atasan disenangi oleh bawahan sudah tentu guru merasa senang dan selalu berusas memberikan hasil kerja yang sebaik mungkin, selanjutnya apabila semua kebutuhan guru sudah terpenuhi maka kinerjanyapun akan meningkat sehingga dengan demikian akan meningkatkan kinerja dari organisasi tempat mereka bekerja. KESIMPULAN 1. Hubungan gaya kepemimpinan kepala sekolah (X1) dan kepuasan kerja (X2) berpengaruh 78,3% untuk meningkat-kan kinerja guru (Y) dalam melaksa-nakan tugasnya

ISSN 2086 - 8421

untuk peningkatan kinerja SMA, secara kuantitatif tingkat hubungan antara kedua variabel terhadap kinerja guru tergolong tinggi. 2. Berdasarkan hasil pengujian statistik uji F menunjukkan bahwa variabel gaya kepemimpinan kepala sekolah dan kepuasan kerja guru secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja guru SMA. Hal ini dapat dilihat dari hasil Fhitung > Ftabel yaitu Fhitung sebesar 52,918 sedangkan Ftabel sebesar 3,13. artinya secara statistik membuktikan bahwa hipotesis alternatif (Ha) yang digunakan dapat diterima sebaliknya hipotesis nihil (Ho) ditolak. 3. Pada penelitian ini bahwa variabel yang dominan mempengaruhi kinerja guru SMA di kota Sabang adalah kepuasan kerja guru yaitu sebesar 66,3% dan kemudian diikuti variabel gaya kepemimpinan kepala sekolah sebesar 53,4%. 4. Hasil analisis regresi linier menunjuk-kan bahwa gaya kepemimpinan kepala sekolah akan mempengaruhi kinerja guru sebesar 30,7% sedangkan kepuasan kerja mempengaruhi kinerja guru sebesar 44%. Artinya kedua variabel penelitian tersebut dapat mempengaruhi peningkatan kinerja guru, akan tetapi diharapkan adanya peningkatan yang lebih baik lagi sehingga ke depan kinerja guru

99


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

SMA akan menjadi lebih baik dan sesuai dengan yang kita harapkan. IMPLIKASI 1. Kepala sekolah sebagai pemimpin dapat mempengaruhi kinerja dan kepuasan guru tersebut dalam melaksanakan tugasnya, sehingga dengan gaya kepemimpinan yang efektif dapat menggerakkan personil sekolah dalam memajukan pendidikan di sekolah yang dipimpinnya. Kepala sekolah sebagai pimpinan di sekolah memiliki peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi, menggerakkan dan mengendalikan aktivitas bawahan dengan mengadakan suatu pendekatan sesuai arah yang telah ditetapkan dalam upaya memenuhi kebutuhan guru dan menerapkan perilaku adil kepada bawahan. 2. Kepuasan kerja guru akan meningkat apabila guru merasa dihargai dan diberikan suatu penghargaan yang layak dalam setiap menjalankan tugasnya. Untuk meningkatkan kinerja guru SMA melalui kepuasan kerja. Kepala sekolah hendaknya menyiap-kan suatu metode rewards (penghar-gaan) yang sesuai berdasarkan kinerja yang telah dilakukan oleh guru-guru di sekolah.

ISSN 2086 - 8421

3. Kinerja guru akan meningkat apabila dalam bekerja huru tersebut memperoleh kepuasan kerja yang layak sebaliknya kinerja guru akan menurun apabila guru tersebut tidak memperoleh kepuasan dalam menjalankan tugasnya. 4. Apabila kinerja guru di suatu sekolah baik maka kinerja sekolah juga akan meningkat, sebailknya apabila kinerja guru di suatu sekolah kurang maksimal maka kinerja sekolah tersebut tidak akan memberikan hasil yang diinginkan. SARAN 1. Kepala sekolah harus mampu memberikan motivasi kerja secara kekeluargaan kepada guru-guru yang belum menunjukkan prestasi kerja agar bisa meningkatkan kinerjanya yaitu dengan memperhatikan kepuasan kerja bagi guru tersebut. 2. Guru diharapakan dapat bekerjasama dengan kepala sekolah dan pihak stakeholder lainnya, dalam melak-sanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai pendidik, serta terus meningkatkan kompetensinya dalam meningkatkan kinerjanya bagi sekolah. 3. Kepala sekolah selaku manajer di sekolah harus bisa menghargai dan memahami kebutuhan guru dalam meningkatkan kepuasan kerja, 100


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

karena kepuasan kerja yang rendah dapat mengakibatkan turunnya motivasi kerja guru sehingga berdampak pada rendahnya kinerja sekolah. 4. Untuk meningkatkan kinerja guru SMA melaui kinerja guru, maka

ISSN 2086 - 8421

peran kepala sekolah selaku pemimpin perlu lebih ditingkatkan lagi, karena dengan peran kepemimpinan yang baik, diharapkan dapat membangkitkan motivasi kerja guru menjadi lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Abor, A. Rahman. (2006). Kepemimpinan Pendidikan Bagi Perbaikan dan Peningkatan Pengajaran. Yogyakarta: Nur Cahaya. As’ad, Mohammad. (2007). Psikologi Industri, Yogyakarta : Liberty. Arikunto. Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta. Arianti, Elli. (2009). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Instruktif, Konsultatif, Parsipatif, dan Delegatif Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru pada Man Kota Banda Aceh. Tesis. Banda Aceh. Asropi (2007) Manajemen Sumber Manusia Daya Manusia, Teori dan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Ary, Donald. (2005). Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Alih Bahasa: Arief Furchan. Surabaya Usaha Nasional. Asmara, U.H. (2006). Pengaruh Tindakan Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Kematangan Kerja Karyawan. Tesis. FPS-IKIP Bandung. Blanchard, K. (2007). Leading at a Higher Level. Upper Sadle River,. New Jersey: Prentice Hall. Blanchard, K. & Hersey, P. (2007). Management of Organizational Behavior Utilizing Human Resource. 9th Edition. London: Prentice-Hall International Editions. 101


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

Brown, U.J. (2007). Organizational Commitment in Higher Education, Working paper. Mississippi: Jackson State University. Bush, T & Coleman, M. (2008). Leadership and Strategic Management in Education. London: A Sage Publications Company. Depdiknas (2006) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2006 Tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Depdiknas Darma , Surya. (2006). Manajemen Kinerja, Falsafah, Teori dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Belajar Davis, K dan Newstrom. (2007). Perilaku Manajemen Bekerja. Jakarta: Erlangga. Dessler, Gary. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Kesepuluh, Jilid 2. Jakarta: Salemba Empat Effendi, Sofian, 2001, Analisis Kebijakan Publik, Modul Kuliah MAP Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Fathoni, Abdurrahman. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta. Gibson, Ivancevich. (2006). Organisasi Jilid 1. Jakarta: Bina Rupa Aksara. Handoko (2008) Manajemen. Yokyakarta: PT. BPFE Hanim, Yusliza. (2009). Pengaruh Faktor Kepuasan Kerja pan Tanggung Jawab Terhadap Kinerja Guru Pada SMK Negeri 2 Langsa. Tesis. Banda Aceh. Harun, Cut Zahri. (2010). Manajemen Sumber Daya Pendidikan. Yogyakarta: Pena Persada Dekstop Publisher. Haryana, Gani. (2007). Study Tentang Gaya Kepemimpinan Gaya Wanita Kepala Sekolah dan Hubungannya Dengan Keefektifltas Organisasi Sekolah Pada Sekolah Dasar di Kotamadya Malang. Malang : Pascasarjana IKIP Malang. Kartono, Kartini. (2008). Pemimpin Dan Kepemimpinan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Kurniawati, Elli. (2008). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Guru pada SMA Negeri Banda Aceh. Tesis. Banda Aceh.

101


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

Luthans, Fred & Davis, K. (2006). Organizational Behavior. Sixth Edition, International Edition. Singapore: McGraw-Hill. Margono, S. (2009). Metodelogi penelitian. Jakarta: rineka cipta. Mulyasa, E. (2007). Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Rosda Karya Nawawi, Hadari. (2006). Administrasi Personil Untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Jakarta: C V. Haji Masagung. Purwanto, M. Ngalim (2005) Kepemipinan Kepala Sekolah. Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, Rivai, Veithzal. (2007). Kepemimpinan dan Prilaku Organisasi Edisi Kedua, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Robbins, P. Stephen. (2006). Perilaku Organisasi Edisi Lengkap. Jakarta: Salemba Empat. Sardiman, N. (2005), Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta : Raja Grafindo Persada. Siagian, P. Sondang. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alphabeta. Umar, Husein. (2007). Riset sumber daya manusia dalam organisasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Usman, Nasir. (2012). Manajemen Peningkatan Kinerja Guru. Konsep, Teori, dan Model. Bandung: Citapustaka Media Perintis. Usman, Nasir. (2007). Manajemen Peningkatan Kinerja Guru. Bandung: Mutiara Ilmu. Usman, Husaini. (2009). Manajemen Teori, Praktik, Dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Wahyono, Teguh (2006) Analisis Data Statistik dengan SPSS. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Wibowo. (2007). Manajemen Kinerja. Jakarta: Rineka Cipta

102


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

Wirawan. (2006). Kapita Selekta Teori Kepemimpinan: Pengantar untuk Praktek dan Penelitian. Jakarta: Yayasan Bangun Indonesia & UHAMKA Press. Wahjosumidjo. (2007) Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Edisi Revisi Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Wirosardjono, S. (2008). Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia Yaverbaum, E dan Sherman, E. (2008). Everthing Leadership Book. Second Edition. Adams Media: Avon, Massachusetts. Yukl, Gary A. (2008). Leadership In Organization. New York: Prentice-Hall Inc. Zainun, Bukhari (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : PT. Toko Gunung Agung

103


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

PEMBERANTASAN HAMA PADA TANAMAN MANGGA DENGAN MENGGUNAKAN ARUS LISTRIK Drs. Zulkarnaini, M.Si. Dosen FKIP Universitas Abulyatama Abstrak Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui metode pemberantasan hama pada tanaman mangga dengan menggunakan arus listrik. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Labuhan Haji Kabupaten Aceh Selatan yang melibatkan sebanyak 88 tanaman mangga ( 44 kelompok kontrol dan 44 kelompok perlakuan ) pada setiap rumah penduduk dalam kecamatan tersebut. Pelaksanaan penelitian direncanakaI selama satu bulan. Penelitian ini sepenuhnya menggunakan metode eksperimen dengan memanfaatkan seperangkat alat ukur arus listrik, tegangan, dan hambatan listrik. Prinsip dasar peralatan ini menggunakan tegangan listrik untuk pembasmian hama tanaman mangga. Keberhasilan pelaksanaan penelitian ini digunakan statistik uji t pada taraf signifikansi 5% antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dengan menggunakan tegangan listrik pada tanaman mangga, dapat mematikan hama tanaman mangga, terutama hama penggerek batang yang terdapat di dalam batang tanaman, yang ditandai dengan tumbuh kembali daun segar dan berwarna hijau serta berproduksi secara maksimal tanpa ada ranting atau kanopi yang lapuk atau patah. Kata kunci : Tanaman mangga, arus listrik, hama tanaman, dan pembasmian hama I. PENDAHULAN Masyarakat Kecamatan Labuhan Haji Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan sudah berpuluh tahun menanam mangga dipekarangan rumah dan di areal kebun-nya. Sifatnya yang mudah tumbuh, berdaun rindang dan memiliki banyak varietas dengan buah yang beraneka rasa, inilah yang menyebabkan populernya tanaman mangga di Kecamatan tersebut.

Saat ini tidak kurang 80% kepala keluarga masyarakat Kecamatan Labuhan Haji menanam mangga. Mereka tersebar secara merata di berbagai desa, dengan mata pencairan sampinganya adalah menanam mangga. Kekuatan ekonomi keluarga mereka disamping bercocok tanam padi dan budidaya pala mereka juga menanam mangga. Dapat dibayangkan jika hasil panen mangga banyak dan berkualitas, tentu pendapatan mereka meningkat, maka gaya dan pola hidup mereka akan 104


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

berubah. Hasil wawancara penulis dengan petani mangga didapatkan bahwa, untuk satu pohon yang bebas dari hama dan berdiameter 30 cm, maka buah mangga untuk sekali petik dapat berjumlah 2 hingga 3 ton. Kalaulah rata –rata harga jual per kilo Rp. 6.000 saja, maka petani tanaman mangga berhak mendapat keun-tungan untuk satu pohon Rp. 12.000.000 - Rp. 18.000.000. Hitungan tadi hanya terjadi di atas kertas saja, karena yang terjadi di masyarakat justru sebaliknya. Sesungguhnya mereka sangat iri dengan membanjirnya manggamangga inpor yang tersebar di pasarpasar tradisional yang rasanya enak dan buahnya besar-besar serta cantikcantik. Sementara hasil panen mangga mereka , dimana berpuluh tahun membanting tulang , namun untuk mendapatkan seperti mangga impor hanya untuk satu musim saja, sungguh merupakan sebuah impian belaka. Masyarakat setempat punya alasan yang kuat, kenapa harus menanam mangga. Disamping harga jual yang relatif tinggi dan syarat tumbuh yang terpenuhi serta masyarakat disana juga sudah paham tentang manfaat yang dikandung oleh buah mangga bagi kesehatan manusia. Menyangkut syarat tumbuh misalnya; ketinggian 0 – 500 dpl dapat menghasilkan buahnya yang lebih bermutu dan jumlahnya yang lebih banyak dari pada didaratan tinggi.

ISSN 2086 - 8421

Parameter lain adalah tanah; untuk budidaya mangga diperlukan tanah gembur mengandung pasir dan lempung dalam jumlah yang seimbang. Selanjutnya dikatakan bahwa, suhu optimum untuk pertumbuhan mangga adalah berkisar 27°C – 38°C. Ketiga syarat tumbuh di atas sangat terpenuhi bagi tanaman mangga di Kecamatan Labuhan Haji Kabupaten Aceh Selatan. Atas pertimbangan itu, disertai munculnya motivasi masyarakat setempat serta berbagai bentuk penyuluhan dari Dinas Pertanian dan Peternakan, maka masyarakat setempat secara beramai-ramai ikut menanam mangga, baik dipekarangan maupun di areal perkebunanya, dengan harapan agar berbuah banyak serta berkualitas sehingga pendapatan keluarga mereka meningkat. Namun yang terjadi dilapangan hingga saat ini, adalah sebuah kekecewaan yang berat karena hasil yang didapatkan berbanding terbalik. Mereka telah mengeluarkan modal, tenaga serta mengorbankan waktu untuk kemakmuran mereka sendiri, tetapi yang terjadi diluar dugaan, dimana semakin hari tanaman mangga semakin tidak produktif, malah mengalami kematian. Lebih celaka lagi adalah, satu demi satu ranting tanaman mangga jatuh berikut daunnya, hingga akhirnya batang mangga rubuh begitu saja. Pertanyaannya adalah kenapa bisa terjadi demikian? jawabannya adalah, adanya serangan hama penyakit yang 105


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

menyerang, mulai dari batang hingga buahnya, sebagai akibat dari masih rendahnya kesadaran para petani dalam memelihara tanaman dan pemahaman pengetahuannya. Atas dasar itu, penulis memberi solusi dengan cara memberikan arus listrik pada tanaman mangga yang bertegangan 220 Volt. Dengan cara tersebut, ternyata tanaman mangga akan nampak segar, yang ditandai dengan daunnya yang berwarna hijau dan dahan tumbuh bertambah banyak, yang pada akhirnya buah yang dihasilkan semakin banyak serta berkualitas, sehingga kita lebih siap untuk menyambut pasar bebas, khususnya mengekspor buah mangga yang berkualitas dan mengantisi-pasi muncul serta berkembangnya berbagai hama penyakit.

2. Rumusan Masalah Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam tulisan ini adalah : a. Bagaimanakah penerapan metode kejutan listrik pada pemberantasan hama penggerek batang tanaman mangga. b. Bagaimanakah efektifitas penerap-an metode kejutan listrik untuk pemberantasan hama penggerek batang tanaman mangga

ISSN 2086 - 8421

1. Hama Mangga Hama tanaman adalah gangguan pada tumbuhan tanaman yang disebabkan makhluk hidup lain dengan cara memakan bagian dari tanaman tersebut. Hama mangga yang selama ini sudah dikenal oleh masyarakat adalah sebagai berikut : a.

Wereng mangga (Indeocerus niveosparpus, Ideocerus clypealis, I. atkinsoni) Gejala pohon mangga yang terserang hama ini adalah terhambatnya pertumbuhan pucuk daun, bunga, dan buah karena wereng mengisap cairan pucuk muda, bunga dan buah. Selain mengisap cairan, hama ini mengeluarkan cairan manis yang dapat menjadi media baik untuk pertumbuhan cendawa jelaga (Capnoduim mangiferum dan Meliola mangiferae), yang dapat menyebabkan kematian bagi buah mangga muda. Cairan manis ini juga mengundang semut api untuk memakan tunas daun atau kuncup. Cairan yang dikeluarkan hama ini akan membeku dan membentuk jamur kerak hitam.

II. TINJAUAN PUSTAKA 106


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

Serangan terjadi pada saat malai bunga stadia bunga mulai memanjang membentuk buah. Nimfa dan wareng dewasa menyerang secara bersama dengan mengisap cairan pada bunga, sehingga bunga menjadi kering, penyerbukan dan pembentukan buah terganggu kemudian buah muda akan mati. Serangan parah terjadi jika didukung cuaca panas yang lembab. Hama ini dapat mengundang tumbuh dan berkembangnya penyakit embun jelaga ( sooty mold ) dengan dikeluarkan embun madu yang menyebabkan phytotoxid pada tunas, daun, dan bunga. b. Penggerak pucuk Gejala yang timbul dari serangan hama penggerak pucuk adalah bagian pucuk daun digerek hingga menjadi berkerut dan kering karena cairan makanan tidak mencapai bagian yang digerek. Penggerek pucuk ini memakan daun muda dan pucuk daun sehingga pada bagian ini terlihat habis. Hama ini menggerek pucuk yang masih muda ( flush ) dan malai bunga dan menggerek tunas atau mulai

ISSN 2086 - 8421

menuju ke bawah. Tunas daun atau malai bunga menjadi layu, kering akibatnya rusak,dan kemudian mati. c. Lalat Buah ( Bractocera dorsalis, Dacus dorsalis ) Gejala yang ditimbulkan hama lalat buah adalah titik hitam kecil pada serangan awal. Perkembangan ulat ter-jadi pada waktu pematangan buah. Di sekeliling titik hitam lama – kelamaan menguning dan selanjutnya buah mulai membusuk. Buah busuk men-jadi tanda terjadinya perkem-bangan larva. Serangan lalat buah bersifat aggravator, yaitu memungkinkan serangan hama sekunder seperti jamur dan bakteri. Karena buah jatuh, produktivitas pohon jadi menurun. d. Penggerek cabang (Cryptorrhynchus goniocnemis) Gejala serangan hama penggerek cabang adalah tajuk rusak, cabang patah, dan pada patahan terlihat liang peng-gerek, bekas hama ini merusak. Dahan yang mati kelihatan berlubang dan mengeluarkan getah, bila

107


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

dibelah tampak lubang yang besar.

bagian dalamnya dimakan bubuk buah ini.

e. Kepik mangga/penggerak buah (Cryptorrhynochus gravis) Hama kepik mangga me-nyerang buah dan masuk ke dalam buahnya. Gejala serangan hama ini adalah, buah kelihatan berlubang-lubang, sedangkan bila serangan pada buah muda menyebabkan buah gugur sebelum waktu petik. Pengendaliannya dengan menggu-nakan semut merah yang dapat menyebabkan kepik mangga ini tidak bertelur.

h. Bisul daun (Procontarinia matteiana ) Gejala hama bisul daun adalah daun menjadi berbisul dan daun berwana coklat, hijau, atau kemerahan.

f. Kutu perisai Gejala serangan yang ditimbulkan kutu perisai adalah daya tahan pohon menjadi hilang atau lemah sekali, pertumbuhan terhambat, daun menjadi kuning, dan akhirnya pohon mati. Serangan hama ini terjadi pada pohon mangga yang masih muda yaitu pada masa pertumbuhan awal. g. Bubuk buah mangga Hama bubuk buah mangga menyerang buah yang besar sampai tunas muda. Gejala yang timbul adalah kulit buah kelihatan normal, bila dibelah terlihat

i. Tungau (Paratetranychus yothersi, Hamitarsonemus latus) Tungai menyerang daun mangga yang masih muda, selanjutnya menyerang permu-kaan daun mangga bagian bawah. Hama ini menyerang rangkaian bunga sehingga produksi mangga menjadi rendah. j. Codot Hama codot menyerang pohon mangga dengan memakan buah mangga pada malam hari, dalam jumlah kecil tidak bermasalah, tetapi dalam jumlah kumulatif, produksi buah menjadi rendah. 2. Perameter – parameter yang mempengaruhi syok listrik Syok listrik serius, apabila arus melewati body / tanaman semakin besar. Menurut hukum Ohm, intensitas arus listrik 108


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

tergantung kepada tegangan dan tahanan yang ada. (I = V/R) berarti tegangan penting dalam menentukan beberapa arus yang dapat dilewati oleh tahanan yang diberikan oleh pokok tanaman. Disamping itu ada pula parameter-parameter lain yang turut berperan mempengaruhi tingkat syok ( J.F. Gabriel, 1996 ). Dari sudut arus. a. Tanaman akan menderita syok lebih serius pada tegangan 220 volt dari pada 110 volt, oleh karena kuat arus pada tegangan 220 volt lebih besar daripada tegangan 110 volt, dengan catatan nila R sama. b. Basah tidaknya kulit tanaman. Kulit yang basah akan memudahkan arus listrik melewai batang tanaman. Ini dapat dimengerti, karena kulit yang basah tahanannya jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan kulit yang kering. Selanjutnya, Hukum Joule, energi listrik yang dihasilkan oleh suatu sumber listrik sebanding dengan kuadrat arus, sebanding dengan hambatan penghantar dan sebanding pula dengan lamanya arus mengalir.

ISSN 2086 - 8421

W = 0,24I2 Rt I = Kuat arus ( Ampere ) W = Energi listrik ( Joule ) R = Hambatan ( Ohm ) t = Waktu ( sekon ) Dalam percobaan Joule di atas, energy listrik berubah menjadi energy kalor. Joule mendapatkan bahwa 1 Joule = 0, 24 kalori, (Diana Barsella, 2010) 3. Pemberantasan Hama Ada beberapa peneliti yang telah melakukan penelitian berkenaan dengan pemberatsan hama pada beberapa tanaman mangga. Penelitian A. Halim, 2008 mengatakan bahwa tanaman mangga akan terhindar dari ulat jika diberikan kejut listrik + 80 volt dengan durasi waktu lebih kecil 15 menit. Hasil yang sama juga pernah dilakukan oleh Samsul Bahri ( 2009 ) pada tanaman jeruk manis dan jeruk purut, dimana tanaman tersebut diberi perlakuan berupa kejutan listrik yang bertegangan + 50 volt dengan lama waktu dibawah 13 menit, hasilnya sangat luar biasa, di mana sebelumnya banyak daun dimakan ulat, namun dalam beberapa bulan ke depan, kelihatan daun-daun mudanya mulai muncul dan tanaman tersebut hidup sangat segar dan berdaun lebat. Yenni Tirtasari (2011), Alumni Mahasiswa Program Studi 109


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Abulyatama, pernah menghasilkan sebuah penelitian yang berhubungan dengan ulat pada tanaman mangga. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa mangga dengan cara diberikan kejut listirk hidup subur dan buahnya relatif banyak. Nurmiati (2010), Alumni Universitas Abul Yatama mengatakan bila kejut listrik diberikan pada tanaman keras, maka akan mengakibatkan bebagai hama pada tanaman keras tersebut mati, sehingga memungkinkan tanaman hidup sehat dan berbuah lebat. Kejut listrik juga pernah dilakukan oleh Hans Van Etten ( 2008) untuk meningkatkan produksi tanaman obat. Caranya adalah dengan pemberian arus listrik beberapa mili ampere kepada tanaman obat jenis tertentu sehingga dapat diketahui kandungan zat kimia yang berkhasiat meningkat. Hans Van Etten dan Timnya mencoba pada 8 spesis tanaman, antara lain dari biji pagoda dari Jepang hingga bijibijian. Masing-masing akarnya diberi aliran arus listrik 30 mili ampere. Setelah diamati dalam waktu tertentu, tujuan tanaman menghasilkan Senyawa obat 20 kali lipat daripada perlakuan normal. Sementara satu

ISSN 2086 - 8421

tanaman menghasilkan peningkatan hingga 168 kali lipat. Dengan cara yang sama juga, Zulkarnaini ( 2010 ) pernah membuat penelitian tentang pemberantasan ulat pada tanaman mangga dengan menggunakan aliran arus listrik. Hasilnya adalah ulat pada tanaman mangga punah dan saat musim panen tiba buah yang dihasilkan besar-besaran dan berkualitas sehingga para petani mangga mendapat keuntungan yang banyak dari hasil penjualan. Selanjutnya, Zulkarnaini ( 2009 ) menghasilkan sebuah peneltian untuk pemberantasan hama pada pohon kelapa di seluruh Kecamatan Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara, di mana pohon kelapa dalam jumlah areal + 1 ha diserang hama yang ditunjukkan oleh daun kelapa habis dimakannya dan pucuk kelapa berwarna kuning. Jika ini dibiarkan maka dalam waktu tidak lama pohon kelapa akan mati atau tumbang satu persatu. Penulis mencoba untuk memberikan kejut listrik pada setiap pohon kelapa dengan tegangan 220 volt, ternyata hasilnya di luar dugaan di mana dalam waktu 7 minggu daun-daun kelapa sudah nampak segar kembali dan seiring dengan perjalanan waktu, pohon kelapa tumbuh normal seperti sedia kala dan hasilnyapun tidak mengecewakan. 110


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah penggunaan arus listrik pada tanaman mangga dapat memberantas hama, khususnya hama penggerek batang mangga. 2. Manfaat Manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah terjadinya peningkatan ekonomi bagi petani tanaman mangga sebagai akibat produksi buah mangga yang meningkat dengan menguasai metode pemberantasan hama yang bernuansa teknologi tepat guna dan sangat sederhana. IV. METODE PENELITIAN 1. Metode Penelitian Metode yang dilakukan untuk pemberantasan hama pada tanaman mangga adalah diawali dengan cara menyapu batang dan daun dengan sapu lidi biasa yang telah diikat dengan kayu panjang atau bambu. Tujuannya adalah agar semut kerangket yang hidup disela daun dan semut merah yang dapat menyebabkan penggerek buah tidak bertelur serta dapat jatuh ke tanah sebelum diberikan kejutan listrik. Jika ketinggian pohon 3 meter berarti membutuhkan waktu 30 menit per tanaman, maka selesailah penyapuan tersebut.

ISSN 2086 - 8421

Langkah berikutnya adalah pada setiap pohon di pasang paku sebanyak 2 biji yang berukuran 3 inci. Kedua paku tersebut di pasang pada tanaman mangga bagian atas dan bawah tanaman mangga. Selanjutnya, pada kedua paku tersebut diikat wayer listrik untuk seterusnya dialirkan arus listrik bertegangan 220 Volt. Biarkan 1-2 jam, tergantung umur tanaman mangga, lalu arus listrik diputuskan agar jangan berpengaruh pada pertumbuhan tanaman mangga. Disarankan pasca penggunaan metode ini, petani tanaman mangga memberikan pupuk pada setiap tanaman mangga. 2.

Analisis Data Data yang diperoleh, dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan inferensi. Hasil analisis data akan memberikan informasi tentang keampuhan metode pemberantasan hama dengan menggunakan metode aliran arus listrik. Disamping itu juga akan di analisis keterkaitan antara kuat listrik dengan lama waktu pembasmian hama. Berdasarkan data yang di dapat dari kelompok kontrol dan kelompok perlakuan akan dilakukan uji-t pada taraf signifikansi 5%. Hasil uji t akan menggambarkan keampuhan metode yang dikembangkan dalam penelitian ini. V. HASIL DAN PEMBAHASAN Diawali dengan pengumpulan data dari hasil percobaan yang dilakukan pada tanaman mangga untuk 111


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

selanjutnya di analisa dengan menggunakan uji – t pada taraf signifikansi 5% antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Data-data yang dimaksud dicari ratarata, standar deviasi, varian dan seterusnya untuk kemudian dimasukkan dalam sebuah persamaan yang sering dikenal dengan uji –t. Berdasarkan hasil uji t (t-hitung) dibandingkan dengan t-tabel untuk

ISSN 2086 - 8421

selanjut dianalisa guna mendapatkan sebuah keputusan . Berikut ini akan ditampilkan beberapa parameter angka, antara lain selang kepercayaan o dan 1 serta to untuk 1 dan to untuk o. Nilai kepercayaan adalah 18,744 o 24,154 dan -7,691 1 -3,993. To untuk 1 = -6,659 dan to untuk o = 16,673. Nilai-nilai di atas dimasukkan ke dalam tabel Anova, seperti berikut ini :

Model

Sum of Square

Df

Mean Squae

F

Sig

Regresion

29,429

1

24,429

44,337

0,000

Residual

7,301

11

0,664

Total

36,730

12

Dengan mengkombinasikan nilai-nilai di atas maka didapatlah hasil akhir untuk diambil sebuah keputusan yaitu terdapat perbedaan yang signifikan antara pemberian tegangan listrik dengan tanpa pemberian tegangan listrik. Hal positif yang sangat menguntungkan masyarakat adalah : a) Tanaman mangga terhindari dari berbagai hama, pohonnya dapat segar kembali, berbuah banyak serta berkualitas sehingga harga jual meningkat. b) Mendapatkan suatu metode yang tepat, yaitu pemberantasan

hama mangga dengan menggunakan arus listrik. c) Menghasilkan suatu artikel ilmiah yang terkait dengan bidang yang dikaji

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan. Ada beberapa kesimpulan yang dapat dihasilkan sehubungan dengan telah selesainya penelitian ini : a) Tanaman mangga terhindari dari berbagai hama, pohonnya dapat segar kembali, berbuah banyak 112


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

serta berkualitas sehingga harga jual mening-kat. b) Mendapatkan suatu metode yang tepat, yaitu pemberantasan hama mangga dengan menggunakan arus listrik. c) Menghasilkan suatu artikel ilmiah yang terkait dengan bidang yang dikaji

ISSN 2086 - 8421

2. Saran Saran dalam penelitian ini adalah, menyangkut metode yang dikem-bangkan agar dapat diterapkan pada jenis tanaman lain yang banyak terdapat di kawasan Kabupaten Aceh Selatan, misalnya: tanaman pala, kelapa sawit dan coklat.

DAFTAR PUSTAKA

A. Halim, 2008. Kejut Listrik Bertegangan Rendah dapat Mematikan Ulat pada \ Tanaman Mangga : Wacana Kependidikan. Anonymous (tt tahun). Pengenalan dan Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Mangga, (Online), (http://id.shvoong.com, diakses 5 Mei 2009). Bappenas, 2000. Mangga,(Online), (http ://www.warintek,ristek.go.id, diakses 8 Maret 2009). Hans Van Etten, 2008. Kejut Listrik Tingkatkan Khasiat Tanaman Obat, (Online), http://kompas.com/read.php?cnt=.xml.2008.03.20214067&channel=I&mm= 53&idx=71. Samsul Bahri, 2009. Pengaruh Arus Listrik Pada Tanaman Jeruk Nipis Dan Jeruk Purut Dengan Menggunakan Tegangan Rendah : Wacana Kependidikan. Yenni Tirtasari, 2009. Keju Listrik Pada Tanaman Mangga dapat Meningkatkan Produksi Buahnya. Skripsi Sarjana Tidak Diterbitkan, Universitas Abulyatama. Zulkarnaini, 2009. Pemutusan Siklus Hama Pada Pokok Kelapa Dengan Tegangan 220 Volt : Tasimak Zulkarnaini, 2009. Pemberantasan Ulat dengan Mnggunakan Arus Listrik pada Pokok Mangga : Tasimak. 113


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

Learning English Over The Air – A case study of Nikoya Radio FM Ema Dauyah, M.Ed. ABSTRACT The purpose of this study is to see whether an English radio program would affect the participants’ achievement and also to find out whether there is a correlation between the level of education and their achievement. There were 50 registered members of Nikoya English radio program taken as the sample of this study. There are two instruments used in this study, a set of questionnaire consisted of 6 open-ended and 5 close-ended questions, and a set of written test consisted of reading comprehension, word spelling and structure. The data were analyzed in some statistical procedure; using point biserial correlation. It was found that the coefficient correlation was not statistically significant which means that the higher the level of education they were in does not influence them to get high achievement. Because of some other factors that might had influence the result, such as the participants’ attention to follow the program actively (how active they involved in the program), the frequency they attended the meeting session, and even their motivation to follow the program by radio. I. Introduction 1.1. Background of the Study It is generally accepted that English the international language has dominated education all over the world. Nowadays, many practicians have developed a lot of English program. They provide various activities that hopefully motivate the student to obtain ability to communicate in the target language. English over the radio or TV seems to be increasing in numbers. There are series of English programs broadcasted over the television such as “Belajar Bahasa Inggris” over TVRI,

and over the radio such as the Voice of America (VOA), the British Broadcasting Commission (BBC), and the Australian Broadcasting Commission (ABC). These program are especially designed for people in Indonesia. Nowadays, a radio station in Banda Aceh also had designed such an English program broadcasted by Nikoya Radio, a local FM radio station. The program was directed by a native speaker of English, an American. In addition, this program had an English listeners’ club, a forum where the instructor meets participants. So far, there were 250 registered members including males and females. These members come from different level of 111


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

education. Many of them are Junior High School students, Senior High School students, and College students. The aim of the program was to make the audience able to communicate in the target language and also have a good performance in English achievement. The program was aired regularly once a week for a duration of two hours. In addition, there was one special session every month where the instructor of this program directly met the members of listeners’ club for a duration of about two hours of each meeting. The meeting session provided communicative environment in which the participants share the information about anything that really happened around them. They also required to create the new topic and the n they tried to make a conversation about such a topic. For example, sharing ideas about their activities at school and talk about the conditions of their country. To make the participants interested in following the course, several other activities were added to improved their interest in following the program, such as language games and giving the comment about love. In addition to those formal programs, occasionally they also had a forum of informal activity. They sometimes did a picnic and invited a native speaker as a guest star. Usually, the guest star was one of the instructor’s friends. The guest star was

ISSN 2086 - 8421

asked to talk about his/her feeling or experience during his stay in this country. Consequently, the participants could improve their English and had self-confidence to talk. During this activity, they also talked anything impromt to with the guest star or to their instructor about anything thought of were interested in. During the conversation, the instructor often corrected mistakes made by the participants. For example, during the conversation the participants might say, “I want asking you?” The instructor generally corrected such a mistake immediately by saying “You mean do you want to ask me?” which the student corrects himself: “Yes, I want to ask you?” In order to make the participants able to carried out conversation, the instructor provided the participants with conversation book. The Conversation book was made by the instructor herself that contain of simple structure, idioms, and daily conversations. The instructor also corrected any mistakes on the air if the participants sent her questions by telephone or letters. The result of this program, is that the participants would have a greater confidence when they spoke in public and could improve their performance in English without feeling afraid to make any mistakes. Based on the interviewer with the participants, it was shown that their speaking style was good with a greater self112


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

confidence. And they also felt sure that their English in school was better than before. What appears in writers’ mind then is how far does the Nikoya English program influence the participants’ performance in their English? 1.2. Problem of the Study

Based on such background, the study would be focused on some survey questions. First, it is legitimate to ask whether such an English program as aired by Nikoya radio station would affect the Participants’ English achievement as measured by constructed test. The second question would deal with whether the participants’ level of education might have any influence on their English achievement 1.3. Aim of the Study The aim of this study are : 1. This study tries to find out the effect of the English radio program on the participants’ English achievement. 2. This study tries to see whether there is any relationship between the participants’ different level of education with the participants’ English achievement dealing with the English radio program.

ISSN 2086 - 8421

3. This study also to fulfill partial requirements to obtain the degree of Sarjana Pendidikan (S1) at the Faculty of Teacher Training and Education, Syiah Kuala University. 1.4. Scope of the Study It is necesssary to limit the scope of this study in order to enable the writer to study the problem much deeper. Since the Nikoya FM Radio listeners live in a wide range of area in the province of Nanggroe Aceh Darussalam, this survey study will be limited to those registered club members who the parts in once of the club members’ monthly meeting.

II. RESEARCH METHODOLOGY 2.1.The Population and Sample The population of the study was all registered members of the Nikoya English radio program. For this study, the data were taken from the participants who were attenting the English club meeting. These members came from different level of education sample, such as Junior High School, Senior High School, and College. However, all the members of this program had the same position as learners although the level of their education varied to some extent. On that day, from two hundred and fifty members, only fifty members attended 113


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

the program that consisted of sixteen males and thirty-four females. It means that only twenty percent of the registered members attended the meeting. a.

Place and Time of the research

The Nikoya English radio program Started from May 2002, The English program was directed by a native speaker, an American, who carried out all the activities and prepared materials for the program. The program had two hundred and fifty registered members. The test was conducted on Monday, April 6, 2003, at SMK 3 Banda Aceh, where the monthly meeting was scheduled. There were fifty participants; they were used as the sample and subject of this study. b.

Instrument

In collecting the data, two kinds of instruments were used. The first is that one set of written test and the other kind is a set of questionnaire. Since the English radio program did not have any guide book or text book to use, in this case, the materials of the test mainly dealt with reading-comprehension, writing (word spelling) and structure. Those three tests were used to measure the participants’ achievement. Each test was accompanied by an instruction of what to do and how to answer the questions.

ISSN 2086 - 8421

The reading comprehension test consisted of one reading text with five items in the form of multiple choice questions. The items number 1, 2, and 3 were about inference questions and the items number 4 and 5 asked about word meaning. The participants were asked to choose the most suitable answer among five options and then put the choice in the blank provided. Each correct answer would have 1 point. Since in this section there were five items, so, the highest possible score would be 5 point. The purpose of this test was to see the participants’ ability in comprehending the information of the text provided. Another test was writing, it specifically focused on word spelling. There were ten sets of items. Each set had five different words, labeled A, B, C, D and E; some sets had misspelled. The participants were required to identify the misspell word among the options by giving a cross. If the participants correctly crossed the misspell word in the set, their answer considered was correct. Each correct answer would be given 1 score. So, if the participants answered all items correctly, the highest possible score would be 10. The purpose of this test was to see the participants’ ability in identifying the word spelling. The last test was structure. This test also consisted of ten-items in the form of multiple choice questions. The questions number 1-9 were about subject-verb agreement and the rest 114


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

was about noun-pronoun agreement. The participants were asked to choose one suitable answer among five options by giving a cross. Each correct answer would be given 1 score. So, the highest possible score would be 10. This test was used to see the participants’ ability about subject verb and noun-pronoun agreement. In addition, a set of questionnaire was prepared, asking about the participants’ personal characteristics and background in learning English. There were eleven questions. The questionnaire consisted of two kinds, 6 open-ended and 5 cloze-ended questions. The openended questions required the participants to fill the blank with their own answer or realities. Question number six asked about non-formal education. There were four options, 3 options were given with 3 choices, such as, (1) English Course, (2) Computer Course, (3) Electronics Course, and the option number 4 was blank, in this case, the participants filled the option with their own choice or answer. Such questions were asked in order to know the reason why they were interested in following the program. Before the participants did the test, they were told to fill in the questionnaire items. They had to finish the questionnaire and the test in 60 minutes.

ISSN 2086 - 8421

c.

Process of Analysis

The data were analyzed by using statistical procedures. The test consisted of 25 items, each correct answer would be given 1 score. It means that if all the items were answered correctly, the highest possible score would be 25 and the lowest would be 0 (zero). Later this score would be considered as their achievement of the program. Further, the participants’ level of education was compared with their achievement in order to know whether there is correlation between because their level of education and their achievement score. To find this, the point biserial statistical procedures were used because there were two kinds of data, one continuous and one categorical variable. The continuous variabel was related to the achievement score and categorical variable was related to their level of education. To know the type or the degree of correlation between these two variables, the table distribution was used. The elements X and Y in the table given for each variable, representing of education and achievement score and to make them different respectively. Because there were three level of education, it is necessary to use different number. 1 was used to indicate Junior High School, 2 to indicate Senior High School, and 3 to indicate College.

115


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

In analyzing the data, the step suggested by Slavin (1984:199) was used: 1. Compute the sum of each set score ( , ). 2. Square each score and sum the square ( , ). 3. Count the number of score in each group (N). 4. Compute the Standard Deviation for each group:

=

=

5. Compute the scores products by multiplying each X score by its corresponding Y score and sum the cross products ( Y). 6. Calculate the correlation as follows: rXY = Where: rXY

: The correlation score

ISSN 2086 - 8421

: The sum of X (level of education : The sum of Y (achievement score) Sx : The standard deviation of the X Sy of the

:

The standard deviation

N sample

:

The total number of

III. RESULT AND DISCUSSION This part consists of the result and discussion of the study. The purpose of the study is to see whether the English radio program woul effect the participants’ achievement as measured by the test given. This study also intends to find out whether there is a correlation between the participants’ level of education and their achievement score. The result of the study will be summarized in the table below and followed by the discussion. (see table 1).

116


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

Table 1. The Result of the Study

Level of education

N=50

Range Score

X

1 2 3

9 9 32

3-10 7-12 1-14

6.11 9.22 8.56

Where : 1 = junior high school 2 = senior high school 3 = college N = Sum of the participants X = mean score r = point biserial correlation t = level of significance The table shows that college level participants in the study got the highest score (14). However, they also got the lowest score (1). Of the three level participants, it appears that senior high school participants had better achievement; their scores range from 712 or their mean score ( X ) = 9.22. This is the highest among the three levels. From such achievement and mean score on those three levels, senior high school participants got better score. It may be caused by the sum of the participants of each level, junior and senior high school were the same (9) where college students were bigger (32). It means that the English radio program was dominated by the college students. This sum, of course,

The frequency of participants under and above the mean Under 2 2 12

Above 7 7 20

r

T

0.17

1.39

influences their mean score. In this case college students got the highest (14), because their sum was more than other levels; consequently, the result of their mean score is lower than senior high school student. The mean score of each level of education shows that the mean score of senior high school is the highest (9.22). From 9 participants only 2 of them that had score lower than the mean and the rest, 7 participants, were above the mean. It means that senior high school student really understood the items in the test, compared to the other levels. This frequency is the same with the junior high school participants although their mean score is different (6.11). Compared to the college students whose mean score was 8.56, 12 out of 32 participants got score lower than the mean and the rest, 20 participants, were above. This result seems to be caused by the number of participants in that this level had more students than other levels and also it may be caused by the variety of their majors. In other words, most of them were not from the

117


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

English Department. It means that they did not learn English as their major. While junior and senior high schools learn English actively in their school as English is one of the subjects in the school curriculum. The result is that they could answer the item better than the college level participants.

118


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

In order to see how many students got on each section of their test, 5 reading comprehension items, 10 word spelling items, 10 structure items, the

frequency distribution table is constructed below (see Table 2 ).

Table 2 Students’ Score Distribution in Terms of the Level of Education Test

Score Junior high school Senior high school College

Word Spelling

Reading Comp 0

1

3 5

6 3 1 1

17

2

3 4 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 2

1 1

4 1 4 4 4 1 1 2 4 7 7 2 0

The table shows that, for reading comprehension test, most of the participants of each level got score zere (0). It happens because a school, a private English course and an English radio program do not focus on teaching reading about inference questions but they only focus on teaching reading to find the main idea. So, the participants in this case

Structure 10

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10

2 5 1 1 1 3 1 4 2 2 1 6 5 6 6 1 3

did not have enough ability in answering the test about inference questions. In other words, they were had difficulties in comprehending the items given and it made their score low. Only 1 participant of college level had 4 points, she was from English departement, in her study she learn about reading more deeper and has been trained to make inference beside main idea.

119


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

120


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

For word spelling test, all the participants of each level seems to be able to answer the items given. It means that, no one of them got score zero (0). Although, in this case, their score was not too high because they did not answer the question given, their scores ranged between 2-6. It means that the participants would be able to identify the spelling of the word provided. It may becaused the effect of the English radio program that often introduced new words and gave their spelling, and also may be caused by the background knowledge that participants had at school and in the English course. The last test was structure. English test, it seems that the participants of its level could answer the items. But from those three levels, college students were better than the other levels. It can be seen from the -1.0

-.8

-.6

When y is high Y is low, and Vice versa

-.4

-.2

0

+.2

no relationship between x and y

To know whether there is a correlation between participants’ level of education and their achievement, the point biserial correlation was calculated and found that the coefficient (r) is 0.17. It indicates that there is no correlation between their level of education and their achievement

table 2 that 3 out of 32 participants got high score (9). It means that they could not answer 1 item from those 10 items given. The other groups of participants also could answer the test given although they did not get high score like the three college participants. In this case, their scores spread from 2-8. Compared to those three section of the test, it seems that the participants in the study had good score in structure. This result appears because the English radio program, school and private English course focused the teaching on grammar to the students. A correlation coefficient (r) expresses the degree to which to variable vary in the same (or opposite) direction (Slavin, 1984). Further, Slavin gives the coefficient correlation that range from -1 to +1 as follows:

+.4

+.6

+.8

+.10

When x is high y is low and vice versa because it is found in the range of -.2 0 +.2 From the calculation, it was found the coefficient correlation was 0,17. This means that the students level of education and their achievement were not correlated. In other words, the achievement score that

121


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

participants got was not influenced by their level of education. To see whether the coefficient is significant or not, the coefficient correlation was tested by finding t and it was found to be 1.39, which is lower than the t values in the table. This means that it is not statistically significant at 0.05. Therefore, the null hypothesis is accepted in that their achievement in the test was not affected by their level of education. It can be concluded that the level of education of the participants does not influence their achievemen. In other words, the higher the level of education they attended does not make them have better achievement. Because there are some other factors, that might have influence the result, such as the participants’ attention to follow the program actively (how active they involved in the program), the frequency they attended the meeting session, and even their motivation an interest to follow the program by radio.

ISSN 2086 - 8421

IV. CONCLUSIONS AND SUGGESTIONS Conclusions From the result of the study, some conclusions can be drawn as follows: 1. The English radio program, to some extent, has good effect on the participants’ achievement. 2. The level of education of the participants who follow the English Radio Program does not affect their achievement in the test. Suggestions

There are many unknown factors which may have influence the participants’ achievement in relation with the study. It could be offered some suggestions concerning to the English radio program by radio. 1. The English radio program should be aired at about 2 times a week and at the meeting section to as many as possible. 2. The material provided in the program should be suitable to the members, because there are different level of education and occupation.

122


Jurnal Tasimak Vol. III, No.2, Juli 2012

ISSN 2086 - 8421

3. Add some other activities to make the participants more interested in following the program.

123


BIBLIOGRAPHY Brown, G. Frederick. (1981). Measuring Classroom Achievement. Canada. Holt, Rinehart and Winston. Brown, H. Douglas. (1987). Principles of Language Learning and Teaching. Englewood Cliff, New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Brown, James Dean. (1988). Understanding Research in Second Language Learning. Cambridge: Cambridge University Press. Changshum, Chen. (1992). “Using VOA English Program in the Classroom”. English Teaching Forum, 30 Number 4, October. Corria, Ignacio Lopez. (1999). “Motivating EFL Learners”. English Teaching Forum. Volume 37 Number 2, April-June. Dembo, H. Myron. (1991). Applying Educational Psycology in the Classroom. Canada: Longman Publishing Group University. Finocchiaro, Mary and Banomo, Michael. (1973). The Foreign Language Learner: A Guide for Teachers. New York, Regent Publishing Company, Inc. Gronlund, E. Norman. (1987). Constructing Achievement Test. Englewood Cliff, New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Head, W. Sidney. (1956). Broadcasting in America. Boston: Houghton Mifflin Company. Imhoof, Maurice. (1985). “Teaching English by Radio”. English Teaching Forum. Volume 23, Number 3, July. Koster, Gerald. (1994). “Breaking the News: Using CNN in the Classroom”. English Teaching Forum. Volume 32, Number 1 January. Lindgren, C. Henry. (1976). Educational Psychology in the Classroom. New York. John Wily and Sons, Inc. Long, Michael H and Porter, Patricia A. Group Work, Language Talk, and Second Language Acquisition. TESOL QUATERLY Volume 19 Number 4, June 1985. 124


Measenner, Paul De. (2000). Here’s the News “A Radio News Manual” Unesco Associate-Expert. Slavin, E. Robert. (1984). Research Methods in Education. Englewood Cliff, New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Silver, M. Steven. (1982). “Games for the Classroom and the English Speaking Club”. English Teaching Forum. Volume 20, Number 2, April. William, L. Dicks. (1984). “Using the Discussion Group Technique in the ESL Conversation Class”. Englsih Teaching Forum. Volume 23, Number 4, October. Woolfolk, E. Anita. (1987). Educational Psychology. Englewood Cliff, New Jersey: Prentice-Hall, Inc. VOA. (2000). VOA GUIDE, Voice of America English Broadcast, Washington, DC: World Wide Spring Summer.

125


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.