ISSUE
1JUN/16
#1
EDITOR : Frally Gevanchy 1801426025
123456789.012
- 2016 -
TEORI IMITASI DAN EKSPRESI DALAM ESTETIKA TRADISIONAL
CONTENT
1 2 3 4
TEORI IMITASI
Teori imitasi berhubungan dengan konsep “mimesis” Dalam bahasa Yunani mimesis berarti “imitasi”“representasi” atau “copy”
TEORI EKSPRESI
Teori ekspresi merupakan teori dalam filsafat seni yang menekankan pada sisi ekspresi bertentangan dengan teori imitasi
statue of Plato from the Academy of Athens,Greece
MUSIKALITAS TIPOGRAFI
Ingatan merupakan medium penyimpanan terbesar manusia
SWISS STYLE
Paham terakhir era modern tahun lima puluhan adalah International Typography atau Swiss International style dan Swiss...
TEORI IMITASI Teori imitasi berhubungan dengan konsep “mimesis”. Dalam bahasa Yunani, mimesis berarti “imitasi”, “representasi” atau “copy”. Teori Mimesis menurut Plato Plato menganggap idea yang dimiliki manusia adalah tertinggi. Menurutnya, idea merupakan sesuatu yang tetap dan tidak berubah (Bertnens1979:13). Bagi Plato, seorang tukang lebih mulia dibandingkan dengan seniman/penyair. Hal ini disebabkan karena tukang mampu menghadirkan idea ke dalam bentuk yang dapat disentuh panca indra, misalnya meja atau kursi. Sedangkan, seorang seniman/penyair hanya meniru kenyataan yang dapat disentuh panca indra (seperti yang dihasilkan oleh tukang). Seniman/penyair dianggap menjiplak dari jiplakan. Berdasarkan pandangan Plato mengenai konsep Idea tersebut, Plato sangat memandang rendah seniman dan penyair. “The craftsman, he suggests, pictures a mental image of an ideal Form and uses it as a model to make a specific, perceptible, tangible and ready-to-use crafted product. Like nature, this crafted product is an appearance, an imperfect copy of an ideal Form. The artist, however, copies nature or a specific, crafted product, without knowing their inner workings. He does not really know how this natural object or this product is made. He just imitates the sensorial appearance of things. In doing so, he simply makes a copy of a copy, an imitation of an
imitation.” (Thinking Art : hal.18) Jika Plato memandang rendah para seniman, Aristoteles justru menganggap seni sebagai sesuatu yang dapat meninggikan akal budi. Aristoteles memandang seni sebagai katharsis, penyucian terhadap jiwa.
“seorang tukang lebih mulia dibandingkan dengan seniman/penyair. Hal ini disebabkan karena tukang mampu menghadirkan idea ke dalam bentuk yang dapat disentuh panca indra, misalnya meja atau kursi”
Plato
Seni sebagai tiruan dari realitas Seni merupakan mimesis dari realitas. Seorang seniman hanyalah peniru dari realitas.
Seni
Realitas
(yang bersifat sensible/dapat diindrai) (mencerminkan)
Oleh karena itu, berdasarkan teori imitasi, suatu karya seni dikatakan bagus/indah jika semakin dekat dengan realitas atau semakin mencerminkan realitas. Sebaliknya, karya seni dikatakan buruk jika semakin jauh dari realitas.
Kedua karya seni diatas merupakan “bentuk peniruan alam” dan “bentuk peniruan kehidupan manusia”. Seniman melukis dengan meniru semirip mungkin bentuk-bentuk yang ada di alam / realitas.
MASALAH DALAM TEORI IMITASI Teori Imitasi bersifat terbatas dalam membahas karya seni tertentu. Sebuah contoh lukisan karya Piet Mondrian dapat menunjukkan bahwa teori imitasi tidak cukup untuk menjelaskan secara total suatu karya seni. Lukisan Mondrian tidaklah meniru suatu realitas. Gombrich menyatakan bahwa setiap karya seni pada dasarnya memliki konsep. Karya seni yang dihasilkan seniman bukan semata-mata hanya tiruan dari realitas, melainkan terdapat sisi subjek (yaitu seniman) yang turut berpengaruh dalam penciptaan karya seni tersebut. Seniman memulai penciptaan karya dengan skema konseptual berdasarkan cara pandang / perspektif yang berbeda-beda. “Gombrich’s conclusion goes without saying. According to him, all art is basically “conceptual”! Every representation, even the most realistic, is influenced by the conceptual schema, by the vocabulary, by the preconceptions that a painter has about painting, by the... Ligature issue #1 | page 1