3 minute read

Preface Keynote Speech Of Forum Festival 2021: “Twilight Zone”

ANAK MERAK

Country of production Indonesia Language Indonesian, Madurese, Javanese Subtitles English 59 min 29 sec, stereo, 16:9, color, 2019

Advertisement

Kamera memperkenalkan dirinya sebagai sang asing; menatap dengan sedemikian berjarak. Perlahan ia mendekat, masuk ke seluk-beluk ruang, masih secara diam-diam. Hingga akhirnya ia berbaur, tatapan sang asing kemudian ditatap balik oleh subjek-subjek yang ia tatap, lantas dipermainkan. Anak Merak di permulaannya menampilkan diri sebagaimana dokumenter televisi yang mampir ke sebuah lokasi, merekamnya secara satu arah. Namun, perlahan, sutradara melepaskan kontrolnya, bahkan menjadikan subjek di lokasi mengontrol balik bagaimana filem ini berjalan. Melalui permainan, perjalanan subjek di dalamnya tak sekadar perjalanan mencapai akhir atau memenangkan permainan, namun juga perjalanan membongkar kerja kamera. Sebuah pembongkaran yang mengimajinasikan pertanyaan tentang bagaimana jika lanskap dibiarkan berbicara balik?

The camera introduces itself as stranger, gazing from a distance. Slowly it comes closer, into the intricacies of the space, still quietly. Until finally, it mingles, then its subjects gaze back to this stranger’s gaze and play with it. At first, Anak Merak presents itself as a television documentary that comes around to a location, recording it in one direction. However, slowly, the director relinquished the control, even allowing the subjects to control how the film proceeds. Through the game, the subject’s journey in the film is not just to reach the end or win the game, but to dismantle the camera work. A dismantling that imagines the question of what if landscapes were allowed to talk back? Dhuha Ramadhani

Saleksa Srengenge (Malang, 1996) menamatkan studinya di jurusan Televisi dan Film, Universitas Jember. Karya-karyanya berfokus pada pembuatan filem dokumenter mengenai alam liar dan sosial. Saleksa Srengenge (Malang, 1996) completed his studies majoring in Television and Film at the University of Jember. His works focus on documentary filmmaking about wildlife and social issues.

Saleksa Srengenge (Indonesia)

DIARY OF CATTLE

Country of production Indonesia Language Minangkabau Subtitles English 17 min 31 sec, stereo, 16:9, color, 2019

Filem ini mengikuti kegiatan sapi-sapi ternak semenjak pagi hingga malam hari di tempat pembuangan akhir sampah. Kamera terasa begitu akrab dengan jadwal dan rute harian sapi-sapi dalam kesehariannya. Filem ini tidak hendak mempersonifikasi sapi-sapi, kegiatan sapi-sapi ini direkam begitu saja tanpa intervensi berarti. Hasilnya, Lidia dan David Darmadi berhasil mementangkan persoalan yang lebih luas menyangkut limbah konsumsi, kerja, dan persoalan lingkungan. Filem ditutup apik dengan berita kematian. This film follows the activities of cattle from morning to night at the landfill. The camera seems to be very familiar with the daily schedules and routes of the cows. This film does not want to personify the cows, the activities of these cows are simply recorded without any meaningful intervention. As a result, Lidia and David Darmadi succeeded in solving broader issues concerning consumption waste, work, and environmental issues. The film ends nicely with an obituary.

Dhuha Ramadhani

Lidia Afrilita, David Darmadi (Indonesia)

Lidia Afrilita adalah seorang pecinta filem dokumenter, bahasa, dan pendidikan. Dia lulus dari jurusan Linguistik dan merupakan seorang guru bahasa. Saat ini, ia mengelola sebuah pusat belajar di pedesaan di Jambi. Filem-filemnya telah diputar di berbagai festival. David Darmadi (Padang, 1987) adalah pembuat filem yang saat ini tinggal di Sumatera. Dia lulus dari program Televisi dan Film di ISI Padangpanjang. Karya-karyanya telah diputar di berbagai festival. Saat ini, keduanya tengah mengelola Ingatan Visual; sebuah inisiatif yang merekam kehidupan sehari-hari masyarakat di Sumatera Barat. Lidia Afrilita is a documentary, language, and education enthusiast. She has a Linguistics background and is a language teacher as well. She currently runs a learning center in a rural area in Jambi. Her films have been screened in many festivals. David Darmadi (Padang, 1987) is a filmmaker currently based in Sumatera. He graduated from Television and Film program in Indonesia Institute of The Arts of Padangpanjang (ISI Padangpanjang). His works have been screened at numerous festivals.

Currently, both are managing the Ingatan Visual; an initiative documenting the daily life of people in West Sumatera.