Almanak Desa 2016

Page 1


ALMANAK DESA

Direktorat Pelayanan Sosial Dasar Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia 2016 i


Pengarah Ahmad Erani Yustika Penanggung Jawab Hanibal Hamidi Tim Penyusun Andik Hardiyanto Harioso Bambang Waluyanto Rusdi Tagaroa Fitya Safira Riset Data dan Lapangan Fitya Safira (Koordinator) Azis M. Noorch Syamsi Mawardi Nastiti Rachma Desain dan Layout Heryadi Mansur Diskusi Isi Buku Didukung oleh merDesa Institute Diterbitkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia ii


PRAKATA Alm an ak Desa mer upak an upaya mendo kum ent as i dinam ik a perkembangan Desa yang menyejarah dalam merawat tradisi, kearifan lokal, mengelola potensi, bekerja dengan Undang-Undang Desa untuk mencapai tujuan kemandirian dan kesejahteraan kehidupan Desa. Dinamika itu bergerak dengan waktu dan kemampuan Desa mengakumulasinya dengan sandaran adab tradisi dan mimpi kolektifnya tentang masa depan. Almanak Desa ini disusun dan dipublikasi saat Desa bergelut dengan pelaksanaan 3 (tiga) tahun Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Harapan banyak ditumpukan pada Desa, bangsa ini akan maju jika pembangunan Desa menemukan martabat keberhasilamnya. Membangun Indonesia dari Desa dan Daerah Pinggiran, itulah bendera Nawacita ke-3 yang berkibar di manamana, di selur uh pelosok Desa. Gairah yang memuliakan semang at membangun bangsa. Sejak dulu diketahui, Desa adalah arena kehidupan yang penuh kisah, unik, kesedihan yang terkadang tragis, dan sekaligus hebat dan indahnya budaya dan alam. Desa selalu menjadi sasaran pembangunan karena di sana kemiskinan dan ketimpangan tampak nyata. Desa selalu dipuja, sebagai tempat menentramkan hati karena begitu indah suasana alamnya. Desa selalu hadir dalam tampilan media karena di sana konflik sumber daya alam dan agraria seolah tak pernah ada ujung selesainya. Dan kini, banyak pengetahuan, energi dan kekuasaan mengarah pada Desa bersama berlakunya Undang-Undang Desa. Dinamikanya sungguh luar biasa. Almanak Desa mencoba memahami Dinamika Desa yang luar biasa itu. Kegiatan Almanak Desa ini ada dibawah koordinasi Direktorat Pelayanan Sosial Dasar, Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Almanak Desa merupakan salah satu kegiatan prioritas untuk mendukung kerja pemberdayaan Desa Adat, dan sekaligus mendokumentasi dinamika Desa dalam kontribusinya mencapai tujuan dan target/sasaran prioritas nasional pembangunan Desa. Lokus Desa dalam penyusunan Almanak Desa iii


adalah 40 Desa untuk Tahun Anggaran 2016. Proses penyusunannya dilakukan dengan kerja riset data dan lapangan, penulisan dan publikasi. Momentum pelaksanaan Undang-Undang Desa menjadikan Almanak Desa ini juga diorientasikan pada kebijakan, terutama dalam aplikasi Trimatra Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Kerja keras dari seluruh Tim Pemyusun, dukungan kebijakan Direkrorat, dan diskusi bersama Direktur Direktorat Pelayanan Sosial Dasar sebagai penanggung jawab kegiatan penyusunan Almanak Desa adalah sangat berarti bagi penyelesaian buku Almanak Desa ini. Keterlibatan orang baru dan orang lama dalam satu tim kerja justru membuat nuansa proses penyusunan buku ini penuh makna pembelajaran. Terima kasih pada semua yang telah terlibat mengabdikan dirinya. Direncanakan, publikasi Almanak Desa ini merupakan kegiatan reguler Direktorat Pelayanan Sosial Dasar. Setiap tahun akan terbit dengan isi dan semangat baru, tapi dalam orientasi kebijakan pelaksanaan efektif UndangUndang Desa. Majulah Desa, dalam kuatnya adab dan tatanan kehidupan sejahtera. Jadikan Desamu merdesa. Jakarta, 10 Desember 2016 Tim Penyusun

iv


PENGANTAR

P

uji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga buku “Almanak Desa� ini dapat diterbitkan. Buku ini merupakan edisi pertama di tahun 2016 dan diharapkan dapat terus dilengkapi di tahun-tahun berikutnya. Almanak Desa adalah dokumentasi rekam jejak dinamika perkembangan desa yang memiliki makna strategis dalam aspek sosial, budaya politik, ekonomi, ekologi, adat istiadat, serta sejarah asal usul desa. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi melalui Direktorat Pelayanan Sosial Dasar memiliki ruang lingkup di bidang : 1) Pelayanan dasar; 2) Adat dan Budaya; 3) Kesejahteraan Masyarakat; 4) Pengembangan Akses dan Informasi Masyarakat; dan 5) Perlindungan Sosial. Almanak Desa berfungsi sebagai instrumen penajaman bagi assessment status desa berdasarkan Indeks Desa Membangun, untuk dapat memahami kedudukan desa secara utuh dari berbagai dimensi saat ini yang terikat dengan proses panjang masa lalu desa. Ucapan terima kasih kepada Tim Penyusun beserta seluruh pihak yang terlibat dalam proses penyelesaian buku ini. Semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh pihak terkait, khususnya dalam kerangka pikir Desa Membangun Indonesia. Serta wujud

v


Pemerintah Desa yang syaratnya menyatu dengan masyarakat (Self Governance Community). Jakarta, 10 Desember 2016

Hanibal Hamidi Direktur Pelayanan Sosial Dasar, Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi

vi


SEKAPUR SIRIH

U

ndang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa berupaya mengangkat Desa dalam posisi yang semestinya. Secara konstitusional UU tersebut mengukuhkan pengakuan hak asal-usul (rekognisi) dan kewenangan lokal berskala desa (subsidiaritas), seperti yang diamanatkan oleh UUD 1945. Rekognisi dan subsidiaritas menjadi asas pengaturan yang memastikan penghormatan dan pemuliaan pada keunikan komunitas Desa. Uraian normatif di atas ini kemudian dirumuskan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi – melalui Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa – dalam tiga pendekatan pilar/matra utama dalam orientasi Desa Membangun yang terdiri dari Jaring Komunitas Wiradesa (JAMU DESA), Lumbung Ekonomi Desa (BUMI DESA) dan Lingkar Budaya Desa (KARYA DESA). Jaring Komunitas Wiradesa terkait penguatan kapasitas masyarakat desa melalui peningkatan pengetahuan lokal Desa khususnya untuk perluasan akses masyarakat terhadap layanan dasar, sedangkan Lumbung Ekonomi Desa merupakan upaya untuk mendorong percepatan kesejahteraan ekonomi masyarakat melalui penguatan kepemilikan asset produktif oleh komunitas Desa. Adapun Lingkar Budaya Desa berkaitan dengan reinternalisasi dan revitalisasi budaya

vii


Desa sebagai modal dasar dalam pelaksanaan pembangunan partisipatif di Desa. Buku Almanak Desa ini merupakan dokumentasi atas perkembangan dan dinamika yang terjadi di Desa tentang bagaimana Desa merawat tradisi, budaya, dan kearifan lokalnya. Buku ini mencoba merekam keragaman dan keunikan di Desa tersebut beserta menunjukkan kedigdayaan komunitas-komunitas di Desa dalam bertindak sesuai dengan nilai-nilai adat dan budayanya. Membaca Desa dalam gerak dinamis tersebut akan menghasilkan tiga butir pemikiran yang dapat digunakan untuk merefleksikan upaya pembangunan Desa hari ini, yaitu : pentingnya penguatan kapasitas masyarakat Desa, dibutuhkannya konsepsi pembangunan ekonomi yang sejalan dengan kearifan lokal Desa, serta urgensi revitalisasi budaya Desa. Dengan demikian, buku ini diharapkan dapat memberikan inspirasi kepada semua pihak untuk ikut andil dalam upaya memajukan serta memandirikan Desa secara arif dan bijaksana.

Jakarta, 10 Desember 2016

Ahmad Erani Yustika Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi

viii


DAFTAR ISI

Prakata ............................................................................................................ iii Pengantar .......................................................................................................... v Sekapur Sirih .................................................................................................. vii Daftar Isi ......................................................................................................... ix Kata Kunci ........................................................................................................ 2 Desa ....................................................................................................................................... 2 Desa Adat ............................................................................................................................. 3 Pemerintah Desa ................................................................................................................. 5 Kepala Desa ......................................................................................................................... 6 Badan Permusyawaratan Desa ........................................................................................... 8 Musyawarah Desa ................................................................................................................ 9 Badan Usaha Milik Desa .................................................................................................... 9 Peraturan Desa .................................................................................................................... 10 Pembangunan Desa ........................................................................................................... 10 Perencanaan Dan Pelaksanaan Pembangunan Desa ..................................................... 11 Akses Informasi Masyarakat Desa ................................................................................... 12 Pembangunan Kawasan Perdesaan .................................................................................. 13 Keuangan Desa ................................................................................................................... 14 Aset Desa ............................................................................................................................. 15 Pemberdayaan Masyarakat Desa ...................................................................................... 16 Lembaga Adat Desa ........................................................................................................... 16 Rekognisi ............................................................................................................................. 17 Subsidiaritas ......................................................................................................................... 17 Keberagaman ...................................................................................................................... 17 Kebersamaan ....................................................................................................................... 17 Kegotongroyongan ............................................................................................................. 18 Kekeluargaan ....................................................................................................................... 18 Musyawarah ......................................................................................................................... 18 Demokrasi ........................................................................................................................... 18 Kemandirian ........................................................................................................................ 18 Partisipasi ............................................................................................................................. 19 Kesetaraan ........................................................................................................................... 19 Pemberdayaan ..................................................................................................................... 19 Keberlanjutan ...................................................................................................................... 19 Indeks Desa Membangun ................................................................................................. 19 Desa Mandiri ....................................................................................................................... 20 Desa Maju ............................................................................................................................ 20 Desa Berkembang .............................................................................................................. 20 ix


Desa Tertinggal ................................................................................................................... 20 Desa Sangat Tertinggal ...................................................................................................... 20 Trimatra PPMD .................................................................................................................. 20 Sejarah Pengaturan Desa Di Indonesia .......................................................... Jaman Pemerintahan Kolonial Belanda ........................................................................... Jaman Pendudukan Jepang (1942 – 1945) ...................................................................... Masa Indonesia Merdeka ................................................................................................... Masa Orde Baru .................................................................................................................. Masa Reformasi .................................................................................................................. Berlakunya UU Desa ..........................................................................................................

24 24 24 26 27 27 29

Regulasi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi 2014 – 2016 ................................................................................ 32 Adat Menopang Kehidupan Desa .................................................................. 36 Tradisi dan Ritual Adat Tahunan ................................................................... 80 Potensi Desa .................................................................................................. Badan Usaha Milik Desa .................................................................................................. Potensi Desa Berbasis Sumber Daya Alam ................................................................... Potensi Desa Dengan Objek Wisata Sejarah dan Kebudayaan .................................. Potensi Desa Dengan Objek Wisata Religi ................................................................... Potensi Desa dengan Objek Wisata Alam ..................................................................... Dinamika Pembangunan Desa ........................................................................................

102 104 112 122 140 146 158

Tokoh Desa .................................................................................................... 166 Akses Informasi Masyarakat Desa ................................................................ 180 Makanan Tradisional ..................................................................................... 194 Kesenian Tradisional ..................................................................................... 202

x


Sumber Foto : www.destinasi-indonesia.com


KATA K UNCI KUNCI Desa Menurut UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Desa dijelaskan dengan pengertian sebagai desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa atau yang disebut dengan nama lain telah ada sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk. Sebagai bukti keberadaannya, Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum perubahan) menyebutkan bahwa “Dalam territori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 “Zelfbesturende landschappen” dan “Volksgemeenschappen”, seperti desa di Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, dan sebagainya. Daerah2

daerah itu mempunyai susunan Asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerahdaerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal usul daerah tersebut”. Oleh sebab itu, keberadaannya wajib tetap diakui dan diberikan jaminan keberlangsungan hidupnya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam sejarah pengaturan Desa, telah ditetapkan beberapa pengaturan tentang Desa, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, UndangUndang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di Seluruh Wilayah Republik Indonesia, UndangUndang Nomor 5 Tahun 1974


tentang Pokok- Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pengaturan Desa dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 merupakan penjabaran lebih lanjut dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (7) dan Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu: 1) Memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia; 2) Memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia; 3) Melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa; 4) Mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama;

5)

6)

7)

8)

9)

Membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab; Meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum; Meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional; Memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan Memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan.

Desa Adat Desa Adat atau yang disebut dengan nama lain mempunyai karakteristik yang berbeda dari Desa pada umumnya, terutama karena kuatnya pengaruh adat terhadap sistem pemerintahan lokal, pengelolaan sumber daya lokal, dan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa. Desa Adat pada prinsipnya merupakan warisan organisasi kepemerintahan masyarakat lokal yang dipelihara secara turuntemurun

3


yang tetap diakui dan diperjuangkan oleh pemimpin dan masyarakat Desa Adat agar dapat berfungsi mengembangkan kesejahteraan dan identitas sosial budaya lokal. Desa Adat memiliki hak asal usul yang lebih dominan daripada hak asal usul Desa sejak Desa Adat itu lahir sebagai komunitas asli yang ada di tengah masyarakat. Desa Adat adalah sebuah kesatuan masyarakat hukum adat yang secara historis mempunyai batas wilayah dan identitas budaya yang terbentuk atas dasar teritorial yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat Desa berdasarkan hak asal usul. Di dalam perkembangannya, Desa Adat telah berubah menjadi lebih dari 1 (satu) Desa Adat; 1 (satu) Desa Adat menjadi Desa; lebih dari 1 (satu) Desa Adat menjadi Desa; atau 1 (satu) Desa Adat yang juga berfungsi sebagai 1 (satu) Desa/ kelurahan. Oleh karena itu, UndangUndang ini memungkinkan perubahan status dari Desa atau kelurahan menjadi Desa Adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia atas prakarsa masyarakat. Demikian pula, status Desa Adat dapat berubah menjadi Desa/kelurahan atas prakarsa masyarakat. 4

Penetapan Desa Adat untuk pertama kalinya berpedoman pada ketentuan khusus sebagaimana diatur dalam Bab XIII Undang-Undang ini. Pembentukan Desa Adat yang baru berpedoman pada ketentuan sebagaimana diatur dalam Bab III Undang-Undang ini, dan untuk proses pembentukan, penghapusan, penggabungan, perubahan status dan penetapan Desa, termasuk Desa Adat adalah melalui proses Penataan Desa. Penetapan Desa Adat sebagaimana dimaksud di atas, yang menjadi acuan utama adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yaitu: a. Putusan Nomor 010/PUU-l/ 2003 perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, dan Kota Batam; b. Putusan Nomor 31/PUU-V/ 2007 perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Tual Di Provinsi Maluku;


c.

d.

Putusan Nomor 6/PUU-Vl/ 2008 perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali, dan Kabupaten Bang gai Kepulauan; dan Putusan Nomor 35/PUU–X/ 2012 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Namun demikian, karena kesatuan masyarakat hukum adat yang ditetapkan menjadi Desa Adat melaksanakan fungsi pemerintahan (local self government) maka ada syarat mutlak yaitu adanya wilayah dengan batas yang jelas, adanya pemerintahan, dan perangkat lain serta ditambah dengan salah satu pranata lain dalam kehidupan masyarakat hukum adat seperti perasaan bersama, harta kekayaan, dan pranata pemerintahan adat. Pemerintah Desa Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. Pemerintahan Desa itu sendiri menunjuk penyelenggaraan urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan Kepala Desa / Desa Adat atau yang disebut dengan nama lain merupakan kepala Pemerintahan Desa / Desa Adat yang memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Kepala Desa / Desa Adat atau yang disebut dengan nama lain mempunyai peran penting dalam kedudukannya sebagai kepanjangan tangan negara yang dekat dengan masyarakat dan sebagai pemimpin masyarakat. Prinsip pengaturan tentang Kepala Desa / Desa Adat dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa adalah: a. sebutan Kepala Desa/Desa Adat disesuaikan dengan sebutan lokal; b. Kepala Desa/Desa Adat berkedudukan sebagai kepala Pemerintah Desa/Desa Adat dan sebagai pemimpin masyarakat; c. Kepala Desa dipilih secara demokratis dan langsung oleh masyarakat setempat, kecuali bagi Desa Adat dapat meng gunakan mekanisme lokal; dan d. pencalonan Kepala Desa dalam pemilihan langsung tidak

5


meng gunakan basis partai politik sehingga Kepala Desa dilarang menjadi pengurus partai politik. Kepala Desa Kepala Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Kepala Desa berwenang: a. Memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa; b. Mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa; c. Memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa; d. Menetapkan Peraturan Desa; e. Menetapkan Ang garan Pendapatan dan Belanja Desa; f. Membina kehidupan masyarakat Desa; g. Membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa; h. Membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesarbesarnya kemakmuran masyarakat Desa;

6

i. j.

k. l. m.

n.

o.

Mengembangkan sumber pendapatan Desa; Mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa; Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa; Memanfaatkan teknologi tepat guna; Mengoordinasikan Pembangunan Desa secara partisipatif; Mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan Melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Dalam melaksanakan tugas, Kepala Desa berhak: a. Mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa; b. Mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan Desa; c. Menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan;


d.

e.

Mendapatkan pelindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan; dan Memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada perangkat Desa.

Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Desa berkewajiban: a. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika; b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa; c. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa; d. Menaati dan menegakkan peraturan perundangundangan; e. Melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender; f. Melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme; g. Menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh

h. i. j.

k. l.

m. n.

o.

p.

a. b.

c.

pemangku kepentingan di Desa; Menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa yang baik; Mengelola Keuangan dan Aset Desa; Melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa; Menyelesaikan perselisihan masyarakat di Desa; M e n g e m b a n g k a n perekonomian masyarakat Desa; Membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat Desa; Memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di Desa; Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup; dan Memberikan informasi kepada masyarakat Desa. Kepala Desa dilarang: Merugikan kepentingan umum; Membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu; Menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya;

7


d.

e.

f.

g. h. i.

j.

k.

8

Melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu; Melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat desa; Melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; Menjadi pengurus partai politik; Menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang; Merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota badan permusyawaratan desa anggota dewan perwakilan rakyat republik indonesia, dewan perwakilan daerah republik indonesia, dewan perwakilan rakyat daerah provinsi atau dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundanganundangan; Ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah; Melang gar sumpah/janji jabatan; dan

l.

Meninggalkan tugas selama 30 (tiga puluh) hari kerja berturutturut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Melalui Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pemerintah Desa ditegaskan harus melaksanakan apa yang menjadi hak dan kewajiban Desa dan masyarakat Desa, serta memperkuat akses informasi masyarakat Desa di dalam setiap kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan Pembangunan Desa. Badan Permusyawaratan Desa Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis. Badan Permusyawaratan Desa merupakan badan permusyawaratan di tingkat Desa yang turut membahas dan menyepakati berbagai kebijakan dalam penyeleng garaan Pemerintahan Desa. Dalam upaya meningkatkan kinerja kelembagaan di tingkat Desa, memperkuat kebersamaan, serta meningkatkan


partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, Pemerintah Desa dan/ atau Badan Permusyawaratan Desa memfasilitasi penyeleng garaan Musyawarah Desa. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah forum musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk memusyawarahkan dan menyepakati hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Hasil Musyawarah Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam keputusan hasil musyawarah dijadikan dasar oleh Badan Permusyawaratan Desa dan Pemerintah Desa dalam menetapkan kebijakan Pemerintahan Desa. Musyawarah Desa Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diseleng garakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis. Dengan penjelasan lain, Musyawarah Desa merupakan forum permusyawaratan yang diikuti oleh

Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat Desa untuk memusyawarahkan hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Hal yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud meliputi: a. Penataan Desa; b. Perencanaan Desa; c. Kerja sama Desa; d. Rencana investasi yang masuk ke Desa; e. Pembentukan BUM Desa; f. Penambahan dan pelepasan Aset Desa; dan g. Kejadian luar biasa. Musyawarah Desa tersebut dilaksanakan paling kurang sekali dalam satu tahun dan dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Badan Usaha Milik Desa Badan Usaha Milik Desa atau BUMDesa adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesarbesarnya kesejahteraan masyarakat Desa.BUMDes mendorong desa

9


menjadi subjek pembangunan secara emansipatoris untuk pemenuhan pelayanan dasar kepada warganya yang didalamnya agar menggerakkan aset-aset ekonomi lokal Desa dengan semangat ekonomi kolektif. Berdasarkan UU No 6 Tahun 2014 pasal 87 ayat 3, BUMDes dapat menjalankan usaha dibidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berarti BUMDes dapat menjadi pelayan jasa, perdagangan, keuangan mikro yang mengacu pada UU Lembaga Keuangan Mikro ataupun UU Otoritas Jasa Keuangan. BUMDES yang telah terbentuk per juni 2016 sebanyak 12.115 BUMDes se-Indonesia. Peraturan Desa Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa yang berlaku hanya di wilayah Desa tersebut. Muatan Peratuaran Desa berisi seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan Pemerintah Desa, pembangunan desa, dan pemberdayaan masyarakat, serta penjabaran lebih lanjut dari ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang

10

lebih tinggi dan tidak bertentangan serta memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat Desa setempat. Berdasarkan pasal 2 Permendagri No 29 Tahun 2006 dalam pembentukan Peraturan Desa harus berdasarkan pada asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, meliputi: 1. Kejelasan tujuan 2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat. 3. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan. 4. Dapat dilaksanakan. 5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan. 6. Kejelasan rumusan. 7. Keterbukaan. Sebagai sebuah produk poliktik, Peraturan Desa di proses secara demokratis dan partisipatif, yakni proses penyusunannya mengikutsertakan masyarakat Desa.Hal itu dimaksudkan agar pelaksanaan Peraturan Desa senantiasa dapat di awasi secara berkelanjutan oleh warga masyarakat desa setempat. Pembangunan Desa Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya


kesejahteraan masyarakat Desa. Menurut Pasal 78 ayat (1) UndangUndang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa dijelaskan, Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia, serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Selanjutnya pada ayat (2) dinyatakan, Pembangunan Desa meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Pembangunan Desa seperti yang dimaksud, ditegaskan pada ayat (3) adalah mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial. Penegasan melalui Pasal 78 ayat (3) Undang-Undang No. 6 Tentang Desa tersebut bisa juga dinyatakan sebagai etika pembangunan Desa. Perencanaan dan Pelaksanaan Pembangunan Desa Perencanaan Pembangunan Desa disusun oleh Pemerintah Desa sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan

pembangunan Kabupaten/Kota. Dan sebaliknya, perencanaan Pembangunan Desa merupakan salah satu sumber masukan dalam perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota. Pemerintah Desa dalam melaksanakan perencanaan Pembangunan Desa melibatkan masyarakat Desa dan wajib menyeleng garakan musyawarah perencanaan Pembangunan Desa. Perencanaan Pembangunan Desa disusun secara berjangka meliputi: a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun; dan b. Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa, yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. Sedangkan musyawarah perencanaan Pembangunan Desa seperti dimaksud di atas adalah menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat Desa, dan/atau Ang garan

11


Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota. Penetapan prioritas, program, kegiatan dan kebutuhan Pembangunan Desa itu berdasarkan penilaian terhadap kebutuhan masyarakat yang meliputi: a. Peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar; b. Pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dan lingkungan berdasarkan kemampuan teknis dan sumber daya lokal yang tersedia; c. Pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif; d. Pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk kemajuan ekonomi; dan e. Peningkatan kualitas ketertiban dan ketenteraman masyarakat Desa berdasarkan kebutuhan masyarakat Desa.

Sebagai konsekuensi bahwa, perencanaan Pembangunan Desa sesuai dengan kewenangan Desa maka: 1) pembangunan lokal berskala Desa dilaksanakan sendiri oleh Desa; 2) program Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah yang berskala lokal Desa dikoordinasikan dan/atau didelegasikan pelaksanaannya kepada Desa; 3) program sektoral yang masuk ke Desa diinformasikan kepada Pemerintah Desa untuk diintegrasikan dengan Pembangunan Desa. Pembangunan Desa dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dengan melibatkan seluruh masyarakat Desa sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah Desa. Dilaksanakan dengan semangat gotong royong, memanfaatkan kearifan lokal dan sumber daya alam Desa.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desa ditetapkan dengan Peraturan Desa, dan berlaku sebagai satu-satunya dokumen perencanaan di Desa. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desamerupakan pedoman dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Akses Informasi Masyarakat Desa Ketersediaan dan aksisibiitas informasi adalah jalan bagi pemberdayaan masyarakat Desa. Dengan memiliki infor masi, masyarakat Desa dapat terlibat aktif dalam setiap kegiatan pembangunan Desa. Secara normatif, Undang Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa menetapkan jenis hak informasi dari masyarakat Desa, yakni:

12


a.

b.

Masyarakat Desa berhak meminta dan mendapatkan informasi dari Pemerintah Desa serta mengawasi kegiataan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa Masyarakat Desa berhak mendapatkan informasi mengenai rencana dan pelaksanaan Pembangunan Desa.

Adanya hak atas informasi menjadi kewajiban Pemerintah Desa untuk melaksanakanya dengan sarana layanan informasi yang mudah diakses dan dipahami oleh masyarakat Desa, seperti melalui papan pengumuman di kantor Pemerintahan Desa, atau tempat lain yang mudah diakses. Dalam perkembangannya, paket informasi tentang APBDes misalnya, mulai menjadi tradisi bagi banyak Desa untuk memasangnya seperti di papan baliho, dalam ukuran besar dan mudah dibaca, dibuat dalam bentuk infografis dan disebarluaskan melalui media sosial, serta menjadi laman informatif di website Desa.

Pembangunan Kawasan Perdesaan Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, ter masuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Berdasarkan PermenDesa,Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 5 Tahun 2016 dalam Pasal 2 dinyatakan bahwa, Pembangunan kawasan perdesaan diselenggarakan berdasarkan prinsip: 1. Partisipasi. 2. Holistik dan komprehensif. 3. Berkesinambungan. 4. Keterpaduan. 5. Keadilan. 6. Keseimbangan. 7. Transparansi. 8. Akuntabilitas. Pembangunan Kawasan Perdesaan, menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa dijelaskan sebagai perpaduan pembangunan antar-Desa dalam 1 (satu) kawasan Kabupaten/Kota. Pembangunan Kawasan Perdesaan dilaksanakan dalam upaya mempercepat dan meningkatkan 13


kualitas pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat Desa di Kawasan Perdesaan melalui pendekatan pembangunan partisipatif. Dijelaskan, pembangunan Kawasan Perdesaan meliputi: a. Penggunaan dan pemanfaatan wilayah Desa dalam rangka penetapan kawasan pembangunan sesuai dengan tata ruang Kabupaten/Kota; b. Pelayanan yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan; c. Pembangunan infrastruktur, peningkatan ekonomi perdesaan, dan pengembangan teknologi tepat guna; dan d. Pemberdayaan masyarakat Desa untuk meningkatkan akses terhadap pelayanan dan kegiatan ekonomi. Di dalam pembangunan Kawasaan Perdesaan haruslah memperhartikan bahwa pada setiap Desa ada otonomi, ada kedaulatan yang diutamakan. Pembangunan Kawasan Perdesaan harus mengedepankan hak dan kepentingan setiap Desa yang ada di dalam Kawasan. Maka menjadi penting untuk memastikan adanya tata ruang Desa dalam membentuk

14

tata ruang Kawasan Perdesaan, begitu pula termasuk dalam tata cara pengambilan keputusan dan kelembagaan dalam pembangunan dan pengelolaan Kawasan Perdesaan. Keuangan Desa Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.Hak dan kewajiban itu menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan, dan pengelolaan Keuangan Desa. Pendapatan Desa yang dimaksud bersumber dari: a. Pendapatan asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil asset, swadaya dan partisipasi, gotong royong dan lain-lain pendapatan asli Desa; b. Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; c. Bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota; d. Alokasi Dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota; e. Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan


f.

g.

Ang g aran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/ Kota; Hibah dari sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga, dan Lain-lain pendapatan Desa yang sah.

Dana Desa merupakan tradisi keuangan baru yang dimuat dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa dengan jumlah yang terus meningkat setiap tahunnya dan ditargetkan mencapai sekitar 1 – 1,4 milyaruntuk setiap Desa. Dana Desa memberi g airah bar u terhada p pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa di mana pengaturan dan pengawasannya dipimpin oleh 3 (tiga) kementerian, yakni Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Keuang an, dan Kementerian Dalam Negeri. Dana Desa bersumber dari Belanja Pusat dengan mengefektifkan program yang berbasis Desa secara merata dan berkeadilan. Sedangkan Alokasi Dana Desa adalah paling sedikit 10% (sepuluh seperseratus) dari dana perimbangan y ang diterima K abupaten/Kota dalam Ang garan Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.

Aset Desa Aset Desa dapat berupa tanah kas Desa, tanah ulayat, pasar Desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan Desa, pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik Desa, mata air milik Desa, pemandian umum, dan aset lainnya milik Desa.Aset lainnya milik Desa, antara lain: a. kekayaan Desa yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daer ah, ser ta Ang g aran Pendapatan dan Belanja Desa; b. kekayaan Desa yang diperoleh dari hibah dan sumbangan atau yang sejenis; c. kekayaan Desa yang diperoleh sebag ai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak dan lain-lain sesuai deng an ketentuan peraturan per undangundangan; d. hasil kerja sama Desa; dan e. kekayaan Desa yang berasal dari perolehan lainnya yang sah. Kekayaan milik Pemerintah dan Pemerintah Daerah berskala lokal Desa yang ada di Desa dapat dihibahkan kepemilikannya kepada Desa. Dijelaskan lebih lanjut,

15


kekayaan milik Desa yang berupa tanah disertifikatkan atas nama Pemerintah Desa. Sedangkan, kekayaan milik Desa yang telah diambil alih oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dikembalikan kepada Desa, kecuali yang sudah digunakan untuk fasilitas umum.Bangunan milik Desa harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan ditatausahakan secara tertib. Pengelolaan kekayaan milik Desa dilaksanakan berdasarkan asas kepentingan umum, fungsional, kepastian hukum, keterbukaan, efisiensi, efektivitas, akuntabilitas, dan kepastian nilai ekonomi.Pengelolaan kekayaan milik Desa dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat Desa serta meningkatkan pendapatan Desa. Sedangkan dalam hal pengelolaan kekayaan milik Desa dibahas oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa berdasarkan tata cara pengelolaan kekayaan milik Desa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pemberdayaan Masyarakat Desa Pemberdayaan masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan

16

pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa. Sasaran penting program peningkatan keberdayaan masyarakat desa adalah terfasilitasinya warga desa dan perdesaan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa). Pemberdayaan masyarakat Desa adalah faktor kunci dari keberhasilan proses dan pencapaian tujuan Pembangunan Desa. Lembaga Adat Desa Kesatuan masyarakat hukum adat yang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan pusat kehidupan masyarakat yang bersifat mandiri. Dalam kesatuan masyarakat hukum adat tersebut dikenal adanya lembaga adat yang telah tumbuh dan berkembang di dalam kehidupan masyarakatnya. Dalam eksistensinya, masyarakat hukum adat memiliki wilayah hukum adat dan hak atas harta kekayaan di dalam wilayah hukum adat tersebut, serta berhak dan berwenang untuk mengatur,


mengurus, dan menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan masyarakat Desa berkaitan dengan adat istiadat dan hukum adat yang berlaku. Lembaga adat Desa merupakan mitra Pemerintah Desa dan Lembaga Desa lainnya dalam memberdayakan, melestarikan dan mengembangkan adat istiadat dalam kehidupan masyarakat Desa. Rekognisi Azas rekognisi merupakan pengakuan terhadap hak asal usul.Rekognisi bukan saja mengakui dan menghor mati terhadap keragaman desa, kedudukan, kewenangan dan hak asal-usul maupun susunan pemerintahan, namun UU Desa juga melakukan redistribusi ekonomi dalam bentuk alokasi dana dari APBN maupun APBD. Di satu sisi rekognisi dimaksudkan untuk mengakui dan menghormati identitas, adat-istiadat, serta pranata dan kearifan lokal sebagai bentuk tindakan untuk keadilan kultural. Di sisi lain redistribusi uang negara kepada desa merupakan resolusi untuk menjawab ketidakailan sosial-ekonomi karena inter vensi, eksploitasi dan marginalisasi yang dilakukan oleh negara.

Subsidiaritas Azas subsidiaritas yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat Desa.Prinsip subsidiaritas menegaskan bahwa dalam semua bentuk koeksistensi manusia, tidak ada organisasi yang harus melakukan dominasi dan meng gantikan organisasi yang kecil dan lemah dalam menjalankan fungsinya. Sebaliknya, tanggungjawab moral lembaga sosial yang lebih kuat dan lebih besar adalah memberikan bantuan Keberagaman Azas ini merupakan pengakuan dan penghormatan terhadap sistem nilai yang berlaku di masyarakat Desa dengan tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa mendiskriminasi kelompok masyarakat tertentu. Kebersamaan Azas kebersamaan menunjuk pada semangat untuk berperan aktif dan bekerja sama dengan prinsip saling menghargai antara kelembagaan di tingkat Desa dan unsur masyarakat Desa dalam membangun Desa.

17


Kegotongroyongan Azas ini mengaktualisasikan kebiasaan saling tolong-menolong dalam bentuk usaha atau pekerjaan yang dilakukan tanpa pamrih dan secara sukarela oleh semua warga desa menurut batas kemampuannya masing-masing untuk membangun Desa; Kekeluargaan Kekeluargaan merupakan kebiasaan warga masyarakat Desa sebagai bagian dari satu kesatuan keluarga besar masyarakat Desa. Kekeluargaan dapat diartikan sebagai perilaku yang menunjukkan sebuah manifestasi yang cenderung didasari rasa keakraban yang tinggi dengan wujud tanggung jawab sosial sebagai kedekatan keluarga kepada orang lain, sehingga dengan manifestasi tingkah lakunya ini menimbulkan keakraban rasa dekat seperti layaknya keluarga yang memiliki hubungan darah. Musyawarah Musyawarah sesung guhnya merupakan sebuah wadah kolektif antara pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa, lembaga kemasayarakatan, lembaga adat dan komponen-komponen masyarakat luas, untuk menyakapati hal-hal strategis yang menyangkut hajat

18

hidup desa. Musyawarah desa juga merupakan bangunan demokrasi asosiatif, demokrasi inklusif, demokrasi deliberatif dan demokrasi protektif. Demokrasi Azas demokrasi menguatkan Desa yang telah diberikan kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintahan desa yang didasarkan pada prinsipprinsip demokrasi, dimana warga desa memiliki kedudukan yang setara dengan pemerintah desa dalam penyeleng garaan pemerintahan tersebut Desa serta keluhuran harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa diakui, ditata, dan dijamin. Kemandirian Azas kemandirian suatu proses yang dilakukan oleh Pemerintah Desa dan masyarakat Desa untuk melakukan suatu kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhannya dengan kemampuan sendiri untuk peningkatan kualitas hidup dan kehidupan sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa dengan ketahanan sosial, ketahan ekonomi dan ketahanan ekologi secara berkelanjutan.


Partisipasi Dalam praktek, azas ini meng ajukan paham bahwa Pemerintah desa mengikut sertakan kelembag aan desa dan unsur masyarakat Desa ber peran aktif dalam melaksanakan program-program pembangunan Desa, Baik di bidang politik, ekonomi dan lingkungan kemasyarakatan dengan memandang kesetaraan keberagaman dan pemberdayaan masyarakat.

Keberlanjutan Azas ini mengedepankan suatu proses pembangunan Desa yang dilakukan secar a terkoor dinasi, terintegrasi, dan berkesinambungan. Dalam pembangunan Desa, wilayah Desa dan Perdesaan meng alami transfor masi. Perdesaan sebag ai wahana produksi (ekonomi), habitat komunitas (sosial) dan pemelihara integ ritas ketahanan ekologi (lingkungan) harus tetap terpelihara bahkan meng alami perbaikan, Kesetaraan menguatkan modal sosial masyarakat Azas ini meng akui ada dan terlebih, tidak hancurkan kesamaan dalam kedudukan dan lingkungan dan sumber daya alam peran meningkatkan pembangunan Desa/peningkatan. Ketig a pilar desa di segala aspek kemasyarakatan ke berlanjutan har us saling di desa baik aspek sosial, aspek mendukung dan menguatkandalam ekonomi dan sistem lingkungan merencanakan dan melaksanakan program pembangunan Desa. (ekologi). Pemberdayaan Azas ini ber upaya memberi ar ahan terkait deng an ker j a pemberdayaan da pat dilakukan melalui upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat Desa melalui penetapan kebijakan, program, dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa dalam bentuk peng g alian kemampuan pribadi, kreatifitas, kompetensi dan daya fikir serta tindakan masyarakat yang lebih baik.

Indeks Desa Membangun Indeks Desa Membangun adalah indeks komposit yang dibentuk dari Indeks ketahanan sosial, indeks ketahanan ekonomi dan indeks ketahanan ekologi Desa. Ketig a ketahanan yang saling memperkuat yang menjamin keberlanjutan pembangunan Desa. Indeks Desa Membangun mengklasifikasikan Status Desa dalam 5 (lima) status kemajuan dan perkembangan Desa, meliputi Desa

19


Mandiri, Desa Maju, Desa Berkembang, Desa Tertinggal, dan Desa Sangat Tertinggal. Desa Mandiri Desa Mandiri atau yang bisa disebut Desa Sembada adalah Desa Maju yang memiliki kemampuan melaksanakan pembangunan Desa untuk peningkatan kualitas hidup dan kehidupan sebesar-besarnya demi kesejahteraan masyarakat Desa Desa Maju Desa Maju atau yang bisa disebut Desa Prasembada adalah desa yang memiliki potensi sumber daya sosial, ekonomi dan ekologi, serta kemampuan mengelolanya untuk peningkatan kesejateraan masyarakat Desa, kualitas hidup manusia, dan menanggulangi kemiskinan Desa Berkembang Desa Berkembang atau bias disebut sebagai Desa Madya adalah Desa potensial menjadi desa maju, yang memiliki potensi sumber daya sosial, ekonomi, dan ekologi tetapi belum mengelolanya secara optimal untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa, kualitas hidup manusia dan menanggulangi kemiskinan.

20

Desa Tertinggal Desa Tertinggal atau Desa PraMadya adalah Desa yang memiliki potensi sumber daya sosial,ekonomi dan ekologi tetapi belum, atau kurang mengelolanya dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa,kualitas hidup manusia serta mengalami kemiskinan dalam berbagai bentuknya. Desa Sangat Tertinggal Desa Sangat Tertinggal atau Desa Pratama, adalah Desa yang mengalami kerentanan karena masalah bencana alam, goncangan ekonomi, dan konflik sosial sehingga tidak berkemampuan mengelola potensi sumber daya sosial, ekonomi, dan ekologi, serta mengalami kemiskinan dalam berbagai bentuknya. Trimatra PPMD Trimatra Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah tiga pendekatan yang dikedepankan untuk menegaskan arah dan kebijakan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa yang dilaksanakan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Terting gal dan Transmigrasi. Trimatra PPMD terdiri dari Jaring Komunitas Wiradesa (Jamu Desa),


Lumbung Ekonomi Desa (Bumi Desa), dan Lingkar Budaya Desa (Karya Desa) yang merupakan matra saling terkait satu dengan lainnya dalam mewujudkan program dan upaya kebijakan Kementerian Desa,

Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi mencapai target sasaran prioritas nasional pembangunan Desa sesuai dengan yang termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2014 – 2019.

21


22


Foto: Bambang Waluyanto


SEJARAH PENGATURAN DESA DI INDONESIA Jaman Pemerintahan Kolonial Belanda Te rd apat dua peraturan per undang-undang an terkait langsung deng an Desa, yakni Inlandshe Gemeente Ordonantie (IGO) yang berlaku untuk Jawa dan Madura serta Inlandshe Gemeente Ordonantie voor Buitengewesten yang berlaku untuk daerah-daerah di luar Jawa dan Madura pada tahun 1906. Peraturan perundangan tersebut merupakan pelaksanaan Pasal 71 Reg erings Reglement (RR) yang dikeluarkan Tahun 1854 dan merupakan bentuk pengakuan atas keberadaan Desa dan berikut, Otonomi Desa. Pada tahun 1854 itu pulaPasal 71 Regering Reglement (Pasal 128 I.S.) menegaskan kedudukan Desa, yakni Per tama, bahwa Desa yang dalam peraturan ini disebut inlandsche gemeenten atas pengesahan kepala daerah (residen) berhak untuk memilih ke pala pemerintah Desanya sendiri; Kedua, bahwa kepala Desa itu memiliki hak untuk meng atur dan mengur us rumah tang ganya sendiri dengan memperhatikan peraturan-peraturan

24

yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal, pemerintah wilayah dan Residen atau pemerintah otonom yang ditunjuk oleh ordonans i. Guber nur Jenderal menjag a hak terse but terhadap seg ala pelanggarannya. Selain itu juga diatur kewenangan dari Desa (bumiputera) untuk: (a) memungut pajak dibawah pengawasan tertentu; (b) menetapkan hukuman dalam batas ter tentu terhadap pelang garan atas aturan yang diadakan oleh Desa. Di sisi lain juga diatur 3 jenis hak Desa, yakni: 1) Desa berhak memilih sendiri Kepala Desa 2) Desa berhak mengatur dan mengur us r umah tang ganya sendiri 3) Desa yang terletak di Kota (Kota Praja) dihapus. Jaman Pendudukan Jepang (1942 – 1945) Pengaturan Desa diatur melalui Osamu Seirei No. 7 yang ditetapkan pada 1 Maret 1944. Pengaturan Desa berdasar Osamu Seirei ini menegaskan bahwa Kucoo atau Kepala


Ku, untuk menyebur jabatan Kepala Desa, diangkat dengan jalan pemilihan. Proses pemilihan dilakukan oleh dewan yang disebut Guncoo dengan menetapkan tanggal pemilihan dan syarat-syarat lainnya untuk kepentingan pemilihan Kucoo. Masa jabatan Kucoo adaah 4 tahun dan dapat diberhentikan oleh Syuucookan apabila terjadi pelanggaran yang tidak dapat ditoleransi. Pada masa ipendudukan Jepang ini, Desa ditempatkan di atas dusun atau kampung. Namun demikian, otonomi Desa dibatasi dan dibawah pengendalian yang ketat. Rakyat Desa yang terpilih karena sehat dan kuat, dimobilisasi untuk kepentingan perang, dijadikan bagian milisi seperti Heiho, Kaibodan, Seinendan. Di sisi lain, Kucoo atau Kepala Desa menjalankan tugas sebagai pengawas kerja tanam makanan pokok dan tanaman tertentu sesuai pilihan ketetapan Jepang, seperti padi, tebu, kapas dan jarak. Pemerintah Desa terdiri dari pejabat-pejabat seperti, Lurah, Carik, Mandor (biasanya 5 orang), Polisi Desa dan Amir (melaksanaan urusan agama). Pengaturan Desa tidak banyak, sedikit tapi penuh kendali bangsa Jepang. Pendudukan Jepang terkenal keras dan kejam. Mobilsasi rakyat desa, dan termasuk eksploitasi

tenaga kerja dan tanah perdesaan semua ditujukan pada kepentingan kemenangan dan kejayaan Jepang. Pengalihan teknologi dan cara mengelola pertanian juga dilakukan di bawah kendali sistem romusha. Pada satu kasus kegagalan pertanian adalah kelaparan. Dan kerja romusha yang dominan di Jawa, membawa situasi buruk pada kelaparan dan kematian massal keluarga petani di wilayah perdesaan. Untuk kepentingan kendali daerah jajahan dan mobilisasi kepentingan politik perang, pada masa itu juga dibentuk Tonarigumi (sejenis dengan Rukun Tetangga). Dan kita tahu bersama, sistem Tonarigumi ini masih dijalankan sampai sekarang. Sesung guhnya pada masa pendudukan Jepang tidaklah banyak perubahan terhadap peraturan perundang-undangan produk pemerintah kolonial Belanda. Ukurannya cuma apakah peraturan itu merugikan atau tidak merugikan strategi perang Jepang, Perang Asia Timur Raya. Selama masa pendudukan Jepang, I.G.O dan I.G.O.B masih berlaku, hanya sebutan Kepala Desa yang dijepangkan yakni, Kucoo, termasuk tata cara pemilihan dan pemberhentiannya. Berdasarkan Osamu Seirei No. 27 tahun 1942, susunan pemerintahan

25


untuk di Indonesia adalah sebagai berikut: • Pimpinan terting gi pemerintahan militer Jepang ada pada Panglima Tentara ke16 khusus untuk pulau Jawa yaitu Gunsyireikan atau Panglima Tentara, yang kemudian disebut Saikosikikan. • Di struktur bawahnya ada Kepala Pemerintahan Militer disebut Gunseikan. • Di bawah Gunseikan ada koordinator Pemerintahan Militer untuk Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur yang di sebut Gunseibu. • Gunseibu ini dijabat oleh orang-orang Jepang, Wakil Gunseibu diambil dari bangsa Indonesia. • Gunseibu membawahi ResidenResiden yang disebut Syucokan. Pada masa Jepang Keresidenan (Syu) merupakan Pemerintah Daerah Tertinggi yang dipimpin oleh para Syucokan yang kesemuanya adalah orang-orang Jepang. • Daerah Syu terbagi atas Kotamadya (Si) dan Kabupaten (Ken). • Ken terbagi atas beberapa Gun (Kewedanan). • Gun terbagi lagi atas beberapa Son (Kecamatan). 26

• •

Son Terbagi atas beberapa Ku (Desa). Ku terbagi lagi atas beberapa Usa (Kampung).

Masa Indonesia Merdeka Pada awal kemerdekaan, kedudukan Desa diatur melalui UU No. 1 Tahun 1945 tentang Peraturan Mengenai Kedudukan Komite Nasional Daerah yang mengakui kewenangan otonom Desa. Pada masa awal kemerdekaan, pengaturan Desa juga menyatakan fokus pada kepemimpinan politik pemerintahan Desa melalui UU No. 14 Tahun 1946 dan UU No. 1 Tahun 1948. Peraturan perundangundangan yang pertama mengatur tentang syarat-syarat pemilihan Kepala Desa, penduduk yang berhak memilih Kepala Desa, yakni warga penduduk Desa dengan umur 18 Tahun, laki-laki maupun perempuan, atau yang sudah menikah. Sedangkan UU No. 1 Tahun 1948 mengatur masa jabatan Kepala Desa yang tidak terbatas waktunya. Secara lebih substantif, pengaturan Desa dilakukan melalui UU No. 19 Tahun 1965 Tentang Desa Praja. Undang-Undang ini menjelaskan Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum (volkgemeenschappen) yang memiliki hak


adat istiadat dan hak asal usul. Cara pandang terhadap Desa itu memiliki kesamaan dengan pengaturan dalam Inlandshe Gemeente Ordonantie (I.G.O.) dan Inlandshe Gemeente Ordonantie voor Buitengewesten (I.G.O.B). Seperti ditegaskan dalam Pasal 1 UU No. 19 Tahun 1965, bahwa Desa atau Desa Praja itu adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas tertentu atas daerahnya, berhak mengurus rumah tangganya sendiri, memilih penguasanya, dan mempunyai harta benda sendiri. Berdasarkan peraturan perundangundangan ini tentang nama, jenis, dan bentuk desa sifatnya tidak seragam. Masa Orde Baru Perubahan fundamental dalam pengaturan Desa dilakukan melalui UU No. 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa. UndangUndang mengarahkan kebijakan penyeragaman Desa secara nasional, termasuk dalam hal bentuk dan susunan pemerintahan Desa. UU ini menjelaskan Desa sebagai suatu wilayah yang ditempati sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat, termasuk kesatuan masyarakat hukum, mempunyai organisasi pemerintahan terendah yang berada langsung di bawah Camat, berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri di dalam

ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun demikian, hak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri itu bukanlah sebagai hak otonomi. Administrasi Desa dipisahkan dari hak adat isitiadat dan hak asal usul. Pemerintahan Desa harus mengikuti model yang sudah ditetapka, seragam dan ada di bawah kendali terpusat. Dengan demikian, hak otonomi Desa, yakni untuk mengatur kepentingan diri sendiri, tidak ada. Desa menjadi wilayah dalam satuan administratif saja dalam tatanan pemerintahan di bawah Camat, dan seterusnya bersifat hirarkis hubungannya dengan supra Desa. Pengaturan terkait Desa ditetapkan langsung dari Pusat dan tentu saja, berlaku nasional. Masa Reformasi. Otonomi Desa kembali menguat dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. Ditegaskan, Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarhak asal usul dan adat istiadatnya yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten. Dengan demikian ada jalan bagi pengakuan

27


keberagaman Desa, atau dalam arti keadaan-keadaan khusus dari masingmasing Desa yang sangat mungkin berbeda satu sama lain berdasar asal usul dan adat istiadat setempat. Dengan berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, tatanan Pemerintahan Desa dikawal oleh Pemerintah Desa yang berfungsi eksekutif dan Badan Perwakilan Desa sebagai legislatif. Komposisi Pemerintahan Desa ini tidak dikenal dalam pengaturan sebelumnya. Kepala Desa dipilih oleh rakyat dan bertanggung jawab kepada rakyat melalui Badan Perwakilan Desa. Perubahan penting berdasar UU No. 22 Tahun 1999, terkait dengan Desa adalah: • Camat diposisikan sebagai perangkat daerah, dan tidak memberi ketegasan kewenangan kepada Camat terkait dengan penyelenggaraan Pemerintahan Desa; • Pertanggungjawaban Kepala Desa kepada rakyat melalui Badan Perwakilan Desa (BPD). Kepala Desa tidak lagi bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Bupati sebagaimana pengaturan sebelumnya (UU No. 5 Tahun 1979). • Desa dapat melaksanaan tugas pembantuan dari Pemerintah, 28

Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten, satu hal yang tidak diatur dalam UU No. 5 Tahun 1979. UU No. 22 Tahun 1999 diperbaiki dan diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, di mana terkait dengan Desa diatur lebih lanjut melalui PP No. 72 Tahun 2005 Tentang Desa. Tidak ada perubahan mendasar dalam hal kewenangan Desa. Di dalam UU No. 32 Tahun 2004, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa adalah mencakup: a. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul; b. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada Desa; c. tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah d. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundangundangan diserahkan kepada Desa. Perubahan terjadi pada aspek Pemerintahan Desa. Badan


Perwakilan Desa diganti dengan Badan Permusyawaratan Desa. Kepala Desa mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Bupati/Walikota, memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada Badan Permusyawaratan Desa, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada masyarakat. Posisi Sekretaris Desa diisi oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS). UU No. 32 Tahun 2004, Camat diberikan peranan yang tegas dalam kaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan desa. Camat memiliki kewenangan untuk membina penyeleng garaan pemerintahan desa. Pembinaan yang dimaksud adalah dalam bentuk fasilitasi pembuatan Peraturan Desa dan terwujudnya administrasi tata pemerintahan Desa yang baik.

masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengaturan Desa di dalam UU ini berasaskan: a. rekognisi; b. subsidiaritas; c. keberagaman; d. kebersamaan; e. kegotongroyongan; f. kekeluargaan; g. musyawarah; h. demokrasi; i. kemandirian; j. partisipasi; k. kesetaraan; l. pemberdayaan; dan m. keberlanjutan.

Berlakunya UU Desa Pengaturan Desa lebih terasa kuat memberi dampak pada kemajuan kehidupan Desa adalah sejak diundangkannya UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Melalui UU Desa ini, Desa dijelaskan dalam pengertian: Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan

Pengaturan Desa tersebut bertujuan: a. memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa

29


c.

d.

e.

f.

g.

h.

i.

dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia; melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa; mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama; membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab; meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum; meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional; memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan.

Desa berkedudukan di wilayah Kabupaten/Kota, dan terdiri atas

30

Desa dan Desa Adat. Penyebutan Desa atau Desa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan penyebutan yang berlaku di daerah setempat. Kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa. Melalui UU Desa, Kewenangan Desa meliputi: a. kewenangan berdasarkan hak asal usul; b. kewenangan lokal berskala Desa; c. kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan d. kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa


diatur dan diurus oleh Desa. Sedangkan pelaksanaan kewenangan yang ditugaskan dan pelaksanaan kewenangan tugas lain dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota diurus oleh Desa. Kemajuan penting yang patut dicatat oleh pengaturan Dana Desa di dalam UU Desa ini dan peng gunaan Dana Desa bagi kemajuan dan kemandirian Desa. Desa-Desa nampak lebih bergairah dalam pembangunan dan termasuk di dalamnya, pelibatan aktif masyarakat, laki-laki dan perempuan dalam pencapaian tujuan pembangunan Desa sebagaimana termuat dalam UU Desa. Momentum pelaksanaan UU Desa tersebut juga ditandai secara kelembagaan dengan dibentuknya Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Trasmigrasi yang menerima mandat untuk pelaksanaan efektif UU Desa. Dalam masa pemerintahan Jokowi, Menteri yang mengawal kementerian baru ini adalah yang pertama Marwan Jafar dan kemudian diganti, Eko Putro Sandjojo. Perkembangan desa menurut dinamika peraturan perundang-

undangan di Indonesia adalah sebagai berikut ini. 1. 1906- 1942 (Kolonial Belanda) Inlandse Gemeente Ordonnantie (IGO) Desa di Jawa dan Madura 2. 1938-1942 (Kolonial Belanda) Inlandshe Gemeente Ordonantie voor Buitengewesten Desa di Luar Jawa dan Madura 3. 1942- 1945 (militer Jepang) UU No. 1 Tahun 1942 Osamu Seirei IGO dan IGOB masih berlaku 4. 1948- 1965 (Pemerintah RI) UU NO. 22 Tahun 1948 Kemungkinan desa sebagai daerah Tingkat III 5. 1965 - 1979 (Pemerintah RI) UU No. 19 Tahun 1965 Desapraja 6. 1979 - 1999 (Pemerintah RI) UU No. 5 Tahun 1979 Desa (sebutan secara seragam) 7. 1999 - 2014 UU No. 22 Tahun 1999, diganti UU No. 32 Tahun 2004 jo. PP No. 72 Tahun 2005 Tentang Desa dan selanjutnya diperbaiki dan diganti dengan UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah 8. UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa

31


REGULASI KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI 2014-2016 NO.

REGULASI

1 UU No 6 Tahun 2014 2 Permen Desa PDT Trans Nomor 1 Tahun 2015 3 Permen Desa PDT Trans Nomor 2 Tahun 2015 4 PermenDesaPDT Trans Nomor 3 Tahun 2015 5 Permen Desa PDT Trans Nomor 4 Tahun 2015 6 Permen Desa PDT Trans Nomor 5 Tahun 2015 7 Permen Desa PDT Trans Nomor 6 Tahun 2015 8 Permen Desa PDT Trans Nomor 7 Tahun 2015 9 Permen Desa PDT Trans Nomor 8 Tahun 2015

10 Permen Desa PDT Trans Nomor 9 Tahun 2015 11 Permen Desa PDT Trans Nomor 10 Tahun 2015 12 Permen Desa PDT Trans Nomor 11Tahun 2015 13 Permen Desa PDT Trans Nomor 13 Tahun 2015 14 Permen Desa PDT Trans Nomor 14 Tahun 2015 15 Permen Desa PDT Trans Nomor 15 Tahun 2015

32

TENTANG Desa Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal-Usul dan Kewenangan Lokal berskala Desa Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa Pendamping Desa Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2015 Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Kementerian Desa Pelimpahan Urusan Pemerintahan Lingkup Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Tahun Anggaran 2015 Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Kementerian Desa, Pelaksanaan Urusan Pemerintahan Bidang Pengembangan Kesehatan dan Sarana Prasarana Kawasan Perdesaan melalui Tugas Pembantuan Pedoman Perencanaan, Pelaksanaan, Pengendalian dan Pelaporan Kegiatan Program dan Anggaran Logo Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Perubahan Atas Peraturan Menteri Desa No 8 Tahun 2015 Tentang Pelimpahan Urusan Pemerintahan Lingkup Dirjen PPMD Rencana Strategis Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi Tahun 2015-2019


16 Permen Desa PDT Trans Nomor 16 Tahun 2015

17 Permen Desa PDT Trans Nomor 17 Tahun 2015 18 Permen Desa PDT Trans Nomor 19 Tahun 2015 19 Permen Desa PDT Trans Nomor 20 Tahun 2015 20 Permen Desa PDT Trans Nomor 21 Tahun 2015 21 Permen Desa PDT Trans Nomor 1 Tahun 2016 22 Permen Desa PDT Trans Nomor 2 Tahun 2016 23 Permen Desa PDT Trans Nomor 3 Tahun 2016 24 Permen Desa PDT Trans Nomor 4 Tahun 2016 25 Permen Desa PDT Trans Nomor 5 Tahun 2016 26 Permen Desa PDT Trans Nomor 6 Tahun 2016 27 Permen Desa PDT Trans Nomor 7 Tahun 2016 28 Permen Desa PDT Trans Nomor 8 Tahun 2016

29 Permen Desa PDT Trans Nomor 9 Tahun 2016 30 Permen Desa PDT Trans Nomor 10 Tahun 2016

Pedoman Umum Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah di Lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Tata Naskah Dinas di Lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi Penyelenggaraan SPIP di Lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi Bisnis Proses Level 0 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2016 E-Goverment di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi Indeks Desa Membangun Petunjuk Teknis Penentuan Indikator Dalam Penentuan Daerah Tertinggal Secara Nasional Pelimpahan Urusan Pemerintahan Lingkup Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa Pembangunan Kawasan Pedesaan Jabatan dan Kelas Jabatan Lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Pemberian Tukin di Lingkungan Lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Perubahan Atas Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2016 Pelatihan Masyarakat Pedoman Pengelolaan Data dan Informasi Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi

33


31 Permen Desa PDT Trans Nomor 11 Tahun 2016 32 Permen Desa PDT Trans Nomor 12 Tahun 2016 33 Permen Desa PDT Trans Nomor 13 Tahun 2016 34 Permen Desa PDT Trans Nomor 14 Tahun 2016 35 Permen Desa PDT Trans Nomor 15 Tahun 2016 36 Permen Desa PDT Trans Nomor 16 Tahun 2016 37 Permen Desa PDT Trans Nomor 17 Tahun 20 38 Permen Desa PDT Trans Nomor 18 Tahun 2016 39 Permen Desa PDT Trans Nomor 19 Tahun 2016 40 Permen Desa PDT Trans Nomor 20 Tahun 2016 41 Permen Desa PDT Trans Nomor 21 Tahun 2016 42 Permen Desa PDT Trans Nomor 22 Tahun 2016 43 Permen Desa PDT Trans Nomor 23 Tahun 2016 44 Permen Desa PDT Trans Nomor 24 Tahun 2016

34

Pelaksanaan Pemindahtanganan Barang Milik Negara di Lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Petunjuk Pelaksanaan Anggaran di Lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Bentuk dan Tata Cara Pemberian Ijin Penanaman Modal Bagi Badan Usaha dalam Pelaksanaan Transmigrasi Tata Cara Pembentukan Peraturan Menteri di Lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi RoadMap RB Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi Penanganan Benturan Kepentingan Di Lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi Budaya Kerja Di Lingkngan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi Kode Etik Pegawai Di Lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi Pedoman Review dan Evaluasi SAKIP Pedoman Pedoman Dekon TP Lingkup Bid DPDTT Pedoman Pegawai Berprestasi Di Lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2017 Pedoman Nomenklatur Perangkat Daerah Bidang Transmigrasi Pedoman Penanganan Pengaduan di Lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi


Foto : Nastiti Rachma

35


AD AT MENOP ANG ADA MENOPANG KEHIDUP AN DESA KEHIDUPAN

A

dat atau tata nilai hukum adat pada titik tertentu menjadi penentu perilaku dan tolak ukur dalam menentukan sikap kolektif sebuah masyarakat dalam pengambilan keputusan. Penghormatan terhadap tata nilai hukum adat dan pelaksanaanya lebih sebagai sikap dalam menjaga warisan leluhur dan tanggung jawab moral dalam melindungi dan menjaga pemahaman tentang hubungan manusia dan alam. Dalam konsepi adat, alam bukan sebagai objek sarana untuk menumpuk kekayaan dengan cara ekslpoitasi melainkan sebagai tempat bergantung mencari penghidupan dan dapat berjalan selaras bagi kehidupan selanjutnya. Masyarakat desa yang masih mempertahankan adatnya relatif mampu menjaga kondisi hutannya dari kerusakan dan dapat memanfaatkannya sebagai penunjang kehidupan secara ekonomi, karena ekonomi dalam pandangan hukum adat bukan terletak pada akumulasi kekayaan yang bersifat material melainkan lebih pada aspek keselarasan, alam diperlakukan

36

sebagai tubuh yang harus dijaga dan dilindungi, dan dalam pengertian tertentu alam adalah rahim yang memberi kasih sayang layaknya ibu, oleh karenanya alam harus dihormati. Dalam kehidupan sosial, adat memiliki peran penting dalam menjaga kerukunan, hubungan kekerabatan dan keutuhan sosial. Perilaku sosial sebuah masyarakat tertentu dipengaruhi oleh keberadaan dan berlakunya adat di tempat tersebut, dan terdapat desa-desa dimana masyarakatnya menerapkan adat sebagai penopang dan sendi kehidupan baik dalam hubungan kemasyarakatan maupun dalam bidang pemerintahan. ƒ

DESA KIARASARI Masyarakat Desa Kiarasari merupakan bagian dari incu putu (pengikut) Kasepuhan Urug dan Cipatat, Cikal bakal dari Kasepuhan yang ada di satuan adat Banten Kidul. Kasepuhan di Desa Kiarasari, dihimpun dalam suatu wadah yang bernama SAAKI (Satuan Adat Kasepuhan Kiarasari). SAAKI


terbentuk pada tahun 2015 atas inisiasi Kepala Desa yang ingin menguatkan kembali tradisi kasepuhan. Hal ini berangkat dari pengalaman Kepala Desa yang melakukan studi banding ke desa tetangga di Banten dan menemukan hasil panen pertaniannya tidak pernah kekurangan karena masih menjaga tradisi tersebut. Di samping itu, diketahui juga bahwa terjadi penanaman yang tidak serempak serta adanya pengalihan fungsi lahan. Saat itu juga tradisi dan berbagai budaya di Desa Kiarasari sudah mulai punah dan para sesepuh tidak didengar lagi akibat munculnya kelompok-kelompok fanatik dan organisasi yang bergerak dan tidak sejalan dengan tradisi kasepuhan. Padahal zaman dulunya pun saat tradisi kasepuhan masih kuat dan para sesepuh dihormati, hasil panen Desa Kiarasari juga melimpah. Atas dasar hal inilah, Kepala Desa mengumpulkan para sesepuh Desa dan diformalkan menjadi SAAKI. Tujuan berdirinya SAAKI adalah untuk mengembalikan nilai-nilai budaya yang telah hilang, supaya masyarakat khususnya generasi

muda dapat lebih memahami jati dirinya. Tradisi Kasepuhan Desa Kiarasari menekankan adanya tradisi tutur, yaitu aturan yang tidak tertulis yang masih konvensional, yang disebut “buhun�. Tradisi tutur ini seperti hafalan yang sumbernya adalah orang-orang tua zaman dahulu, yaitu para sesepuh. Para sesepuh inilah yang memberi saran untuk berbagai aspek kehidupan masyarakat desa, termasuk tata cara berperilaku, tata cara bertani, cara menjaga hutan, dan sebagainya. Kasepuhan Desa Kiarasari dan kasepuhan desa-desa sekitar berpusat di Kampung Cirarak, Desa Kiarapandak yang tradisi kasepuhannya paling kental dengan sesepuhnya Abah Sacim. Beliau merupakan sesepuh tertua di seluruh wilayah kasepuhan Banten Kidul. Saat ini selain Abah Sacim, terdapat tokoh/sesepuh lain yang tersebar di desa-desa sekitar. Mereka adalah Abah Ukat dan Abah Memed yang merupakan sesepuh di Desa Urug, Abah Ahim di Desa

37


Harkat Jaya, dan Abah Gede di Desa Malasari. Di Desa Kiarasari sendiri sesepuhnya adalah Abah Oyib yang berada di Kampung Pojok Bola. “Abah� merupakan gelar pemimpin adat di Kasepuhan. Setiap pemimpin adat Kasepuhan difasilitasi satu gedung adat yang berfungsi seperti rumah dinas. Di rumah dinas ini sang pemimpin adat boleh tinggal bersama

38

keluarganya sampai akhirnya tergantikan oleh pemimpin baru. Bila pemimpin adat meninggal, proses peralihan kepemimpinan perlu didiskusikan dengan seluruh anggota kasepuhan. Biasanya ada petunjuk khusus dan khodam di penerusnya. Penerus tidak harus keturunan langsung, namun biasanya khodam tersebut ada pada keturunan atau saudaranya.


Foto :Nastiti Rachma

ƒ

DESA CIROMPANG Desa Cirompang adalah salah satu desa hasil pemekaran dari desa induk Desa Citujah, yang awalnya Kampung Cirompang masuk ke wilayah Desa Sukamaju. Kemudian pada tahun 1984 baru terjadi pemekaran lagi menjadi Desa Cirompang. Desa Cirompang ini memiliki tiga pilar, yaitu Agama, Nagara, dan Mokaha. Agama di sini berarti pentingnya seorang tokoh agama atau kyai. Sementara Nagara mewakili Pemerintah Desa, dan Mokaha mewakili Kasepuhan. Ketiga pilar ini berperan penting dalam

pembangunan desa dalam menjalankan fungsinya masingmasing yang harus saling berdampingan, dengan tujuan besar yaitu demi keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan rakyat. Saat ini di Desa Cirompang telah terjalin hubungan baik antara Pemerintah Desa dengan Lembaga Adat Kasepuhan. Lembaga adat yaitu masyarakat Kasepuhan, yang merupakan perangkat adat yang terdiri dari sesepuh/kokolot, baris kolot, palawari, pangiwa, juru basa, ronda kokolot, amil, bengkong, paraji. Sesepuh atau kokolot

39


memiliki panggilan Olot. Baris Kolot adalah pendamping Olot sekaligus perangkat desa. Baris Kolot terdiri dari beberapa lapisan yaitu Pager (setingkat RW) dan Lajer (setingkat RT). Palawari memiliki fungsi yang sama dengan ronda kokolot, yaitu sebagai humas dan pembantu saat ada ritual adat. Pangiwa adalah perangkat yang setingkat dengan Pager, yaitu di tingkat RW. Juru basa dapat diartikan sebagai juru bicara berfungsi menerima dan menampung aspirasi masyarakat dan kemudian menyampaikannya kepada para Olot. Amil adalah perangkat adat yang bertugas untuk bagian keagamaan, khususnya untuk urusan menikah dan kematian. Bengkong adalah perangkat adat yang khusus mengurus khitanan. Dan Paraji adalah perangkat adat yang khusus menangani kelahiran. Atas kebijakan Kepala Desa saat itu, yaitu Jaro Sarinun, Kasepuhan terlibat aktif dalam pemerintahan desa. Beberapa juga dijadikan sebagai perangkat desa. Secara garis besar, Kasepuhan di desa ini berperan

40

besar dalam pengelolaan pertanian. Kasepuhan menentukan waktu dan jadwal untuk bekerja di sawah dan kebun. Kasepuhan juga menentukan tugas masingmasing orang yang bekerja di sawah dan kebun. Pengelolaan pertanian di Desa Cirompang terdiri dari 15 tahapan, yaitu sebagai berikut : 1. Beberes. Beberes adalah persiapan awal dengan ritual selama 2 bulan. Ritual dilakukan oleh Kasepuhan. 2. Macul. Macul merupakan proses penggemburan tanah selama 1 minggu. 3. Babad. Babad yaitu proses membersihkan rumput di pematang sawah selama 1 minggu. 4. Tebar/Sebar. Sebar maksudnya adalah menebar benih padi. Proses ini hanya dilakukan oleh para perempuan. 5. Cabut. Cabut adalah proses memindahkan benih padi. 6. Tandur. Tandur yaitu menanam padi di sawah selama kurang lebih 1 minggu.


7.

Ngoyos. Ngoyos yaitu proses membersihkan rumput. 8. Ngubaran. Ngubaran adalah tahapan khusus untuk memelihara tanaman, berupa pemupukan dan pemberian obat untuk hama penyakit. Proses ini dilakukan dengan ritual adat Kasepuhan. Obat untuk hama penyakit merupakan racikan tradisional berbahan rempah dan beras. Tahapan ini dilakukan selama 40 hari. 9. Mapag. Biasa disebut Mapag Pare Berkah. Tahapan ini merupakan perayaan karena munculnya kembang pada padi. 10. Beberes. Tahapan beberes kali ini ialah selamatan ketika padi akan dipanen. 11. Mipit. Mipit yaitu tahapan memulai panen padi. 12. Mocong. Mocong adalah tahapan mengikat padi setelah padi kering. Tahapan ini hanya dilakukan oleh perempuan.

13. Ngunjal. Ngunjal yaitu memindahkan padi ke leuit atau lumbung. Tahapan ini juga hanya dilakukan oleh perempuan. 14. Netepkeun. Netepkeun merupakan tahapan selamatan padi selama berada di leuit dengan ritual adat Kasepuhan. 15. Seren Taun. Seren Taun merupakan tahapan terakhir sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen. Desa ini dikelilingi oleh hutan lindung yang masih menjadi bagian dari Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Terdapat tiga jenis hutan atau leuwung di wilayah adat Kasepuhan yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Provinsi Banten Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat Kasepuhan, yang terdiri dari hutan tutupan, hutan titipan, dan hutan garapan. Hutan tutupan atau leuwung kolot merupakan wilayah konservasi lingkungan karena 41


terdapat sumber air atau hulu air di dalamnya. Hutan titipan atau leuwung titipan/cawisan adalah lahan yang dipertahankan sebagai wilayah cadangan untuk kegiatan pemanfaatan tanah dan sumber daya alam. Lahan ini baru boleh digunakan apabila seluruh area perkampungan sudah terlalu penuh. Kemudian hutan garapan atau leuwung bukaan/garapan adalah lahan yang dipergunakan untuk kepentingan mata pencaharian atau pemukiman. Masyarakat Desa Cirompang sangat mematuhi aturan-aturan dalam mengelola hutan dan menjaga kelestarian alam untuk mencegah deforestasi lahan hutan. Secara umum, peranan kasepuhan tidak sebatas untuk pengelolaan sawah dan hutan. Kasepuhan juga berperan besar dalam memutuskan perkara apa pun di desa. Pada dasarnya jika masyarakat desa ingin melakukan sesuatu, baik itu menyangkut pertanian, perkebunan atau pun ingin menyelenggarakan hajatan, masyarakat perlu melewati proses perizinan atau amitan.

42

Proses amitan ini pada dasarnya berupa pelaporan kepada kasepuhan mengenai apa yang akan dilakukan, termasuk di mana dan kapan diselenggarakan, dalam rangka apa dilakukan, hingga siapa saja yang terlibat. Dengan begitu Kasepuhan juga turut berperan untuk menentukan waktu atau hari baik pelaksanaan hajatan atau acara apa pun. Proses ini dimaksudkan untuk menjaga kerukunan dan keamanan di desa. Mekanisme pengambilan keputusan di kasepuhan juga melalui musyawarah mufakat, yang hasilnya akan diberitahukan kemudian kepada masyarakat. Sederhananya ada tiga tahap dalam mekanisme musyawarah mufakat, yaitu menampung, musyawarah, dan memutuskan. Tahap penampungan dilakukan oleh juru basa sebagai wadah aspirasi masyarakat desa untuk mengungkapkan pendapatnya, yang kemudian akan diteruskan oleh juru basa kepada para sepuh. Kemudian barulah akan didiskusikan dalam musyawarah sebelum mengambil keputusan.


Kasepuhan berjalan dengan berlandaskan nilai-nilai agama Islam. Sehing ga seringkali pengambilan keputusan juga didasari oleh teori terkait agama Islam. Kasepuhan berkaitan erat dengan tiga pilar Desa Cirompang, yakni agama, nagara, dan mokaha. Tiga pilar ini selalu diutamakan jika terdapat permasalahan sosial di desa. Salah satu contohnya adalah jika terdapat kasus pelanggaran sosial, atau

misalnya terdapat warga yang melakukan hal-hal yang diharamkan, maka para tokoh kasepuhan bersama tokoh agama akan melakukan pendekatan dengan tujuan supaya pelakunya bertobat. Ini diibaratkan seperti proses pembersihan agar kembali suci. Dulunya terdapat sanksi sosial bagi yang melakukan pelanggaran sosial, yaitu dengan diarak keliling desa. Hal tersebut dimaksudkan agar menimbulkan efek jera bagi pelakunya.

43


Foto : Fitya Safira

ƒ

44

DESA CITOREK TENGAH Desa Citorek Tengah yang terdapat di Kecamatan Cibeber ini merupakan bagian dari Wewengkon Adat (Wilayah Ulayat) Kasepuhan Citorek. Wewengkon Adat Kasepuhan Citorek merupakan satu kesatuan komunitas masyarakat adat yang berada di Kabupaten Lebak, Banten. Desa Citorek Timur, Citorek Kidul, Citorek Barat dan Citorek Sabrang juga termasuk dalam kesatuan Wewengkon Adat Kasepuhan Citorek. Wewengkon adalah wilayah adat yang terdiri dari tanah, air dan sumber daya alam yang terdapat di atasnya, yang penguasaan, pengelolaan dan pemanfaaatannya dilakukan menurut hukum adat. Sementara Kasepuhan adalah

kesatuan masyarakat hukum adat yang terdapat di Kabupaten Lebak. Adanya Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat Kasepuhan memungkinkan kasepuhan dan lembaga adat di Desa Citorek Tengah turut andil dalam pembangunan desa. Hal ini dibuktikan dengan aktifnya kasepuhan dan lembaga adat yang berjalan beriringan bersama Pemerintah Desa. Kepala Desa di Desa Citorek Tengah ini dipanggil dengan sebutan Jaro Lahir. Sementara lembaga adat juga memiliki ketua yang disebut Jaro Adat. Kasepuhan di desa ini pun juga


memiliki struktur yang terdiri dari ketua/aki, wakil/jalan, beserta baris saksi. Baris saksi di sini terdapat sebanyak tujuh orang yang masing-masing memiliki bidang fokusnya sendiri. Pentingnya adat di Desa Citorek Tengah ini dibuktikan saat pelantikan Kepala Desa atau Jaro Lahir yang mengambil sumpah tidak hanya untuk mengabdi pada tugasnya sebagai perangkat desa yang bersifat administratif. Saat pelantikan, Kepala Desa disumpah sebanyak dua kali, yang pertama terkait tugastugasnya sebagai kepala desa administratif, dan sumpah yang kedua adalah perjanjian kepada

adat kasepuhan secara lisan bahwa Kepala Desa menyanggupi untuk mengikuti aturan adat istiadat dan tidak akan meninggalkan adat istiadat di desa. Bahkan saat ada acara untuk kepentingan adat harus didahulukan daripada kepentingan Pemerintahan Desa. Pemilihan Jaro Adat didasarkan pada keturunan. Tidak seperti Jaro Lahir yang dipilih oleh masyarakat. Jika Jaro Adat tidak memiliki keturunan laki-laki, yang dipilih untuk menjadi Jaro Adat selanjutnya bisa saja dari sepupunya. Jika tidak berdasar keturunan, para sesepuh dapat melakukan musyawarah untuk menunjuk pengganti Jaro Lahir selanjutnya.

45


46

DESA REMBITAN Desa Rembitan terkenal dengan salah satu dusun yang masih mempertahankan nilai-nilai dan tradisi adat budaya Suku Sasak. Di Desa ini rutin dilakukan Musyawarah Kerja Kepala Dusun rutin untuk menyusun strategi supaya generasi muda mau turut berperan dalam menjaga kelestarian budaya Sasak.

lagi menjadi bangsawan penguasa dan bangsawan rendahan. “Datu” gelar bagi golongan bangsawan penguasa. Sementara gelar bagi golongan bangsawan rendahan adalah “Lalu” untuk laki-laki dan “Baiq” untuk perempuan. Tingkatan terakhir yang disebut jajar karang, panggilan untuk laki-laki adalah loq dan perempuannya adalah le.

Secara umum Masyarakat Sasak dipandang sebagai penduduk asli Pulau Lombok. Terdapat suatu sistem penggolongan masyarakat secara sosial-politik. Penggolongan ini membagi masyarakat Sasak menjadi dua tingkatan, yaitu golongan bangsawan (perwangsa) dan golongan masyarakat biasa (jajar karang atau bangsa Ama). Golongan bangsawan atau perwangsa ini memiliki gelar “Raden” bagi laki-laki dan “Denda” bagi perempuan. Kelompok “Raden” yang telah mencapai usia dewasa dan ditunjuk untuk menggantikan kedudukan ayahnya, mereka berhak memakai gelar “Datu”. Golongan bangsawan atau perwangsa kemudian dibedakan

Dalam adat Suku Sasak, tradisi pernikahan dapat dikatakan unik karena istilahnya, yakni Kawin Culik atau istilah lokalnya merari’. Disebut kawin culik karena memang tidak ada prosesi lamaran seperti adat suku lainnya, melainkan calon mempelai perempuan diculik atau dilarikan ke suatu rumah oleh calon mempelai pria tanpa sepengetahuan orang tua si perempuan. Penculikan di sini tidak mengandung konotasi negatif. Karena setelah anak perempuan diculik, keesokan harinya akan ada pemberitahuan kepada pihak keluarga perempuan bahwa anaknya diculik oleh seorang laki-laki. Biasanya penculikan ini juga dilakukan atas dasar suka sama


suka tanpa ada unsur paksaan, dan sudah ada perjanjian antara keduanya. Pernikahan adat Sasak ini memiliki beberapa tahapan setelah anak perempuan diculik, yaitu sejati, selabar/nyelabar, pucuk, sorong serah, dan nyongkolan. Sejati adalah tahap awal pemberitahuan kepada Kepala Dusun tentang anak perempuan yang diculik. Selabar/nyelabar adalah tahapan di mana informasi bahwa anak perempuannya diculik disampaikan kepada pihak keluarga perempuan oleh pihak keluarga laki-laki. Kemudian pucuk adalah

tahapan di mana pihak laki-laki meminta izin kepada pihak perempuan agar boleh dinikahkan. Biasanya karena antara calon mempelai sudah sama-sama suka, jarang sekali pihak laki-laki tidak mendapat izin. Bahkan pihak perempuan biasanya merasa terhormat jika anak perempuannya diculik. Lalu proses sorong serah atau aji krama adalah upacara yang dihadiri oleh kedua belah pihak keluarga setelah kedua mempelai dinikahkan secara sah. Proses terakhir dianggap sakral, yaitu nyongkolan, berupa arak-arakan atau iringa pengantin menuju rumah keluarga pihak wanita. Pasangan

Foto : www.wisatadilombok.com

47


yang baru menikah ini biasanya dibuatkan sebuah rumah kecil yang disebut bale kodong untuk berbulan madu, sebelum pindah ke rumahnya sendiri. Tradisi pernikahan suku Sasak ini memang unik. Sebelum menikah, sang pria harus bekerja keras karena biaya “seserahan� untuk sang wanita tidak sedikit. Biaya dapat mencapai 2 ekor kerbau, atau ratusan keping uang kuno yang jika dirupiahkan mencapai angka enam juta rupiah. Di samping itu, jika ada pasangan yang ketahuan mendua atau berselingkuh, sanksi yang diberikan tidak tang gungtanggung yaitu dipeng gal kepalanya oleh keluarganya sendiri. Jika tidak mau dipenggal, maka pasangan yang berselingkuh tersebut harus keluar dari dusun atau desa dan tidak boleh kembali lagi. Adat pernikahan Suku Sasak ini sebetulnya memiliki makna yang sangat luas. Pernikahan bukan hanya mempersatukan seorang laki-laki dengan seorang perempuan saja, tetapi sekaligus mengandung arti

48

untuk mempersatukan hubungan dua keluarga besar. Berdasarkan tujuan besar tersebut, maka terdapat tiga macam pernikahan dalam masyarakat suku Sasak Lombok, yaitu: (1) Pernikahan antara seorang pria dengan seorang perempuan dalam satu kadang waris yang disebut pernikahan betempuh pisa’ (misan dengan misan/cross cousin); (2) Pernikahan antara pria dan perempuan yang mempunyai hubungan kadang jari (ikatan keluarga) disebut pernikahan sambung uwat benang (untuk memperkuat hubungan kekeluargaan); dan (3) Pernikahan antara pihak laki-laki dan perempuan yang tidak ada hubungan perkadangan atau kekerabatan disebut pernikahan pegaluh gumi (memperluas daerah/ wilayah). Kekentalan adat di desa ini juga dipegang teguh dalam pelaksanaan


peradilan sosial. Pelaporan permasalahan sosial ke pihak yang berwajib bukan pilihan pertama bagi masyarakat Desa Rembitan. Terdapat tradisi khas Sasak untuk mencari pelaku jika ada kasus, khususnya pencurian. Tradisi ini disebut tradisi garap. Air makam dan tanah dari bawah batu nisan Wali Nyatoq dianggap keramat oleh warga setempat karena biasa digunakan untuk melakukan tradisi garap. Tradisi garap ini dilakukan jika ada laporan kehilangan dari warga setempat dengan tujuan untuk mencari pelakunya. Biasanya pelaporan kepada aparat desa ini juga disertai oleh kecurigaan terhadap warga yang mungkin adalah pelakunya. Kemudian akan diadakan rapat atau musyawarah untuk menentukan siapa saja warga yang akan digarap. Warga yang digarap akan dikumpulkan di Makam Wali Nyatoq dan diharuskan meminum campuran air dan tanah dari makam Wali Nyatoq tersebut. Bagi warga yang digarap yang tidak berani

meminum air tersebut, dapat dipastikan bahwa dia adalah pelakunya karena ia pasti takut akan mengalami hal-hal buruk. Salah satu yang dipercaya masyarakat Desa adalah pelaku yang meminum campuran air tanah tersebut perutnya akan membuncit dan mengalami kesialan hingga tujuh turunan. Agar dimaafkan, pelaku harus mengembalikan atau mengganti barang yang hilang. Jika pelaku tidak bersedia mengembalikan atau mengganti barang yang hilang, maka proses selanjutnya diserahkan kepada aparat keamanan. Prosesi garap ini dilakukan sebanyak tiga kali. Jika dalam tiga kali itu ada warga yang akan digarap tidak datang, hal itu juga mengerucutkan kemungkinan bahwa dia adalah pelakunya. Tradisi ini berfungsi untuk menghilangkan kecurigaan serta sebagai upaya sterilisasi desa dari tindak kriminal berupa khususnya pencurian. Tradisi ini juga memiliki nilai hukum yang kuat serta sanksi sosial yang memberi efek jera karena selama prosesi garap biasanya ditonton oleh warga desa.

49


ƒ

DESA SENGKOL Desa Sengkol masih merupakan bagian dari kesatuan Suku Sasak yang masih memelihara berbagai kekayaan dan tradisi budayanya. Masyarakat Sasak menjadikan tradisi budaya ini sebagai warisan yang bernilai agung. Suku Sasak memiliki sistem penanggalan kalender berdasar kearifan lokalnya disebut Kalender Rowot Sasak. Kalender ini penghitungannya dilakukan dengan melihat gugusan bintang. Gugusan bintang ini disebut dengan istilah Bintang Rowot. Kalender ini merupakan hasil pengembangan tradisional Suku Sasak yang dijadikan pedoman sejak zaman pra-sejarah. Kalender Rowot Sasak adalah ilmu perbintangan atau astronomi yang muncul dari local genius masyarakat Sasak lama dan dipertahankan hingga saat ini. Ini merupakan salah satu bagian dari sistem almanak bangsa Sasak yang disebut sebagai Warige Sereat Adat Sasak. Sistem kalender ini adalah perpaduan anatar sistem konstelasi bintang bulan (lunar), matahari (solar) menjadi satu kesatuan yang lengkap. Tidak

semua warga Desa dapat memahami sistem penanggalan tradisional ini. Ilmu astronomi tradisional ini merupakan warisan turun temurun dari leluhur kepada para tokoh adat Desa. Terdapat tim ahli penyusun Kalender Rowot yang beranggotakan para tokoh adat dan budaya Sasak. Kalender Rawot Sasak disusun berdasarkan peredaran sebuah rasi bintang yang terdiri dari tujuh bintang yang disebut dengan nama Rowot (rasi bintang bidukatau Pleaides)yang

Foto : GSC Provinsi NTB

50


muncul di arah timur-laut. Munculnya gugusan Bintang Rowot ini menandakan dimulainya awal tahun baru Sasak. Tang gal 1 bulan 1 Kalender Sasak ini biasanya jatuh pada sekitar bulan Mei. Pergantian Tahun Baru Sasak ini dirayakan dengan serangkaian ritual, seperti berdzikir bersama dilengkapi dengan adanya nasi kuning dan jajanan tradisional. Selain itu juga terdapat pagelaran wayang dan atraksi presean, yaitu olahraga tradisional Sasak yang dilakukan dua pemuda dengan beradu tongkat berbahan rotan yang dilengkapi perisai berbahan rotan juga. Sistem penanggalan tradisional ini masih dipertahankan hingga saat ini. Untuk memudahkan masyarakat yang menggunakan kalender ini, para tokoh adat sebagai tim penyusun melengkapi Kalender Rowot Sasak dengan berbagai fitur seperti: • Fitur Kalender sasak: jelo (hari), bulan, dan tahun windu; • Fitur kalender Hijriyah: hari, bulan, dan tahun Islam;

• • •

Fitur kalender masehi: hari, bulan, dan tahun internasional; Pembagian magse atau musim 10 tingkat hari dalam waringe Sasak. Aran Nage (naga hari yang digunakan berdasarkan penanggalan Hijriyah); Agenda Kalender Nasional dan Internasional; Agenda Masyarakat sasak dan umat Islam.

Bagi masyarakat Sasak, termasuk di Desa Sengkol, masih memanfaatkan penanggalan Kalender Sasak ini untuk berbagai keperluan sehari-hari, misalnya untuk menentukan hari pertanian dan untuk mengetahui pergantian musim. Dengan mengetahui pergantian musim ini dapat membantu khususnya para petani untuk menentukan hari baik untuk memulai penanaman hing ga hari panen tiba. Perhitungan berdasar rasi bintang yang juga melihat tanda-tanda alam ini pun memiliki makna yang cukup dalam, bahwa masyarakat

51


menunjukkan penghargaan terhadap alam dengan berbagai pertimbangannya sebelum melakukan kegiatan. Akhir bulan Oktober ini dikatakan sedang dalam bulan 6-7 berdasar Kalender Sasak, di mana sedang berada di puncak musim panas. Bulan 6-7 ini ditandai oleh pergeseran arah matahari, air laut yang surut, dan tanaman rambat yang bersemi. Puncaknya musim panas ini disebut dengan istilah “tumbuq�, yaitu ketika matahari pas di atas hingga tidak ada bayangan. Pada bulan ini belum dapat dilakukan penanaman, karena sedang dilakukan pengolahan lahan. Biasanya penanaman padi mulai dilakukan saat bulan 8 Kalender Sasak. Penanggalan Kalender Sasak ini juga menjadi patokan bagi masyarakat Desa yang ingin melangsungkan pernikahan. Di musim hujan yang biasanya

52

bertepatan di bulan November hingga Januari, khususnya bulan 7 Kalender Sasak, dilarang melangsungkan pernikahan. Bagi yang melanggar terdapat sanksi adat dan denda yang diperhitungkan berdasar tingkat kesalahannya. Dulu orang yang melanggar dan menikah di bulan ini, rumahnya ditandai dengan ditancapkan bambu di depan rumahnya. Bulan 7 Kalender Sasak, biasanya jatuh pada bulan November ini diyakini masyarakat sebagai bulan bala. Masyarakat dulu meyakini, anak yang lahir di bulan ini akan sakit-sakitan sehingga masyarakat akan mengasingkan anak itu untuk sementara. Walau pun sekarang sudah tidak ada lagi pengasingan untuk anak-anak yang lahir di bulan ini, masyarakat tetap memegang teguh larangan menikah di bulan ini. Selain itu bagi masyarakat yang bertani di bulan ini, pertumbuhan tanamannya biasanya kurang bagus.


DESA BAYAN Desa Bayan adalah salah satu desa yang memegang teguh adat istiadat di Nusa Tenggara Barat. Terdapat peraturan konvensional tidak tertulis yang disebut awig-awig. Desa ini dihuni oleh Suku Bayan. Di Desa Bayan juga terdapat perbedaan lapisan sosial masyarakat yang berkaitan dengan sejarah kerajaan Bayan. Kerajaan Bayan dulunya masih mendapat pengaruh dari ajaran Hindu. Kemudian saat abad 16 Islam berkembang pesar di wilayah Lombok, ang gota keluarga kerajaan mulai memeluk agama Islam. Pada saat itu ang gota keluarga kerajaan yang memeluk agama Islam diberikan gelar sebagai tanda penghormatan kepada mereka. Gelar yang diberikan

adalah “Raden” untuk laki-laki dan “Denda” untuk perempuan. Gelar ini lebih tinggi kedudukannya dibanding gelar “Lalu” dan “Baiq”. Adanya strata sosial ini berpengaruh terhadap ketentuan pernikahan. Sebaiknya perempuan menikahi laki-laki yang setara dengannya atau lebih tinggi, karena setelah menikah gelarnya serta gelar keturunannya akan mengikuti sang laki-laki. Sebetulnya diperbolehkan bagi perempuan untuk menikahi laki-laki dengan gelar yang kedudukannya lebih rendah, misalnya seorang Denda menikah dengan seorang Lalu atau seorang yang non-bangsawan. Hal itu tidak menghilangkan gelar “Denda”nya, melainkan menghapus

Foto : www.ekspedisinkri.com

53


keturunan gelar untuk anaknya kelak. Tradisi pernikahan Suku Bayan ini mirip dengan Suku Sasak, yaitu kawin lari atau kawin culik. Setelah anak perempuan diculik oleh pihak laki-laki, dalam waktu satu hari akan ada infor masi yang disebarkan kepada pihak keluarga perempuan bahwa ada yang menculik anaknya. Lalu setelah tiga hari, pihak laki-laki memberitahukan keberadaan anak perempuan yang diculik kepada pihak keluarga perempuan. Kemudian akan diadakan musyawarah waris di Berugak Agung. Berugak Agung adalah bangunan berugak utama yang fungsinya memang untuk melakukan musyawarah untuk memutuskan perkara, salah satunya terkait pernikahan ini. Hasil musyawarah kemudian akan diberitahukan kepada pihak laki-laki terkait jumlah yang harus dibayar sebelum menikahi si perempuan. Jumlah yang harus dibayar ini diperhitungkan sesuai dengan perilaku laki-laki sehari-harinya, apakah pernah melakukan

54

pelanggaran tertentu atau dalam istilah lokal yaitu ampah-ampah. Jumlah yang harus dibayar ini berupa sapi atau kerbau. Jumlahnya bergantung pada hasil musyawarah para waris tersebut, biasanya minimal dua ekor sapi atau kerbau bagi keluarga yang bukan keturunan bangsawan atau golongan menak dengan gelar Raden. Tetapi khusus bagi yang bergelar Raden biasanya diwajibkan membayar sebanyak 12 ekor sapi atau kerbau. Jumlah tersebut terbilang mahal dan dilakukan bukan tanpa tujuan. Hal itu dimaksudkan untuk mencegah para laki-laki untuk berpoligami dan mencegah para perempuan menjadi janda. Seperti Suku Sasak juga, terdapat larangan untuk menikah di bulan Oktober hingga November. Bahkan tidak hanya menikah, namun acara hajatan atau selamatan dalam bentuk apa pun tidak diperbolehkan selama bulan Oktober sampai November. Larangan ini tidak berlaku untuk hajatan yang diselenggarakan dalam rangka kematian atau kelahiran karena


dua hal tersebut hal yang tidak bisa diprediksi. Desa Bayan juga memiliki tiga hutan adat, hutan Adat Mandala, hutan Adat Bangket Bayan dan hutan Adat Tio Rarangan. Di dalam hutan adat tersebut terdapat mata air yang menjadi sumber kehidupan. Mata air ini digunakan untuk pengairan sawah serta untuk keperluan air minum. Terdapat awig-awig untuk menjaga kelestarian hutan ini. Salah satu yang awig-awig yang unik adalah denda satu ekor kerbau bagi masyarakat yang menebang pohon. Di Desa ini terdapat wilayah khusus yang disakralkan. Wilayah Khusus ini diberikan suatu pagar pembatas. Pagar pembatas ini disebut Kuta. Kuta diyakini oleh masyarakat Bayan sebagai tolak bala jadi masyarakat Desa Bayan tetap melestarikannya dengan harapan masyarakat dapat terhindar dari bala bencana. Bagi masyarakat yang melanggar akan dikenakan sanksi satu ekor kerbau sebagai pensucian kembali kuta tersebut.

Seperti masyarakat desa yang menjunjung demokrasi pada umumnya, masyarakat Desa Bayan mengutamakan musyawarah mufakat sebagai solusi utama dalam menyelesaikan permasalahan apa pun. Musyawarah mufakat di Desa Bayan memiliki istilah lokal, yaitu gundem. Gundem biasa dilakukan di Berugak Agung atau di balai gundem. Selain musyawarah untuk pernikahan, musyawarah gundem juga dilakukan untuk penentuan waktu atau penanggalan Kalender Maling atau Wariga Sereat Adat Bayan, yaitu penanggalan khas Suku Bayan yang pada dasarnya diambil dari perhitungan kalender Islam. Perbedaan Kalender Maling dengan Kalender Hijriyah hanya berselisih beberapa hari. Dan untuk pergantian bulan dilihat dari kemunculan bulan sebanyak tiga kali. Ajaran penentuan penanggalan ini diwariskan turun temurun di setiap keluarga, namun untuk proses penentuannya sendiri tetap dilakukan oleh para tokoh adat di Desa.

55


Gundem juga berfungsi dalam menentukan sanksi-sanksi bagi siapapun yang melang gar peraturan dan ketentuan adat. Sanksi terbagi menjadi ringan, sedang, dan berat bergantung pada tingkat kesalahan pelanggar. Salah satu sanksi berat yang unik di Desa ini adalah denda satu ekor kerbau bagi yang menebang satu pohon di hutan adat. Hal ini ditujukan untuk menjaga kelestarian alam. Hutan Adat Mandala Desa Bayan ini tidak memiliki penjaga hutan, melainkan seluruh warga desa yang menjadi penjaganya. Seluruh masyarakat berperan penting dalam pengawasan terhadap hutan ini karena masyarakat juga yang saling mengontrol untuk menjaga kelestarian alam. Jika diketahui ada yang menebang pohon di hutan, masyarakat akan langsung melapor kepada Kepala Dusun atau kepada Pemangku Adat, atau bisa langsung melapor kepada

56

Kepala Desa agar segera diambil tindakan. Karena hal inilah, Kepala Desa Bayan mengklaim bahwa tanah Desa Bayan adalah daerah yang paling subur di Kecamatan Bayan. Salah satu sanksi terberat yang ada di Desa Bayan adalah pengucilan dari masyarakat adat. Pengucilan ini terjadi apabila seseorang melalaikan kewajiban adat atau melanggar aturan yang ada. Sederhananya jika seseorang tidak taat pada adat. Saat seseorang mengalami pengucilan, ia tidak akan dilibatkan dalam kegiatan apa pun. Namun ia dapat dimaafkan apabila ia mau mengakui salahnya, dan menebus kesalahannya tergantung dari apa yang diperbuat. Masyarakat Desa Bayan mengklaim bahwa dalam 10 tahun terakhir ini tidak pernah ada kejadian pengucilan karena masyarakat sangat memahami akan efek jera yang diterima akibat diberikannya sanksi tersebut.


Foto : Fitya Safira

ƒ

DESA TANA TOA Desa Tana Toa adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba. Tana Toa berarti tanah yang dituakan. Desa ini merupakan desa adat. Kehidupan bermasyarakat di desa ini diatur oleh peraturan konvensional tidak tertulis yang disebut Pasang. Desa Tana Toa dihuni oleh masyarakat adat Ammatoa Kajang dengan pemimpin adat yang disebut Ammatoa, yang artinya bapak yang dituakan. Ammatoa juga dapat diistilahkan sebagai orang suci. Ammatoa menetap di wilayah Kajang Dalam, yang rumahnya

berjarak sekitar 1 km dari pintu masuk Kajang Dalam. Ammatoa atau pemimpin adat merupakan jabatan seumur hidup yang penentuannya dilaksanakan melalui ritual khusus yang sakral yang disebut panganro. Ritual ini dilakukan di dalam hutan adat di dua area yang disakralkan. Ammatoa merupakan jabatan seumur hidup sehingga pergantian Ammatoa dilakukan setelah Ammatoa sebelumnya mening gal. Pemilihan Ammatoa baru hanya dilakukan sekali dalam setahun setiap tanggal 23 Ramadhan, sehingga jika belum ada keputusan di tahun tersebut pemilihan 57


Ammatoa baru harus dilakukan di tahun berikutnya. Pemilihan ini pun baru dilakukan setelah jeda tiga tahun setelah Ammatoa sebelumnya meninggal. Jeda tiga tahun ini dianggap seperti masa-masa persiapan bagi calon penggantinya. Calon pengganti Ammatoa biasanya masih dari keturunan Ammatoa sebelumnya. Namun di sini tidak berlaku sistem putra mahkota, sehingga tidak menjamin putra pertama atau putra langsung dari Ammatoa sebelumnya akan menjabat sebagai Ammatoa berikutnya. Karena itu calon pengganti Ammatoa tidak tentu jumlahnya. Ritual pemilihan Ammatoa berikutnya melibatkan unsur-unsur gaib, di mana saat prosesi berlangsung kehadiran manusia hanyalah sebagai saksi. Ada faktor-faktor tertentu di luar nalar manusia yang terjadi selama prosesi dari awal hingga terpilihnya Ammatoa baru. Bisa dibilang Ammatoa berikutnya mendapat wangsit. Dan menurut orang yang menyaksikan, wajah Ammatoa berikutnya terlihat

58

bercahaya saat mendapat wangsit. Dalam menjalankan pemerintahan adat, Ammatoa didampingi oleh dua perempuan yang fungsinya seperti “Ibu Negara” yang dipilih langsung oleh Ammatoa. Adanya perempuan yang mendampingi di pemerintahan adat dianggap sebagai penyeimbang, karena seluruh pejabat di pemerintahan adat adalah laki-laki. Ammatoa juga didampingi oleh perangkat adat yang disebut Ada’ Limayya dan Karaeng Tallua. Ada’ Limayya terdiri dari lima anggota yang memiliki tugas dan fungsinya masing-masing. Mereka adalah Galla Kajang yang bertanggung jawab untuk pelaksanaan ritual dan mengurus masalah hukum, Galla Puto yang bertugas sebagai juru bicara, Galla Lombo’ merupakan perangkat yang paling berperan di Desa Tana Toa karena bertanggung jawab dalam pelaksanaan pemerintahan desa adat khususnya untuk hubungan internal dan eksternal, Galla Pantama yang mengurus pertanian, dan Galla Maleleng


yang mengurus perikanan. Sementara Karaeng Tallua beranggotakan tiga orang yang bertugas membantu dalam bidang penyeleng garaan pemerintahan. Penyelesaian segala persoalan diutamakan melalui proses musyawarah mufakat, atau dalam bahasa lokal disebut A’Borong. Jika terdapat isu besar yang menyangkut kelangsungan hidup masyarakat luas, maka akan diadakan Musyawarah Besar Adat atau A’Borong Lompoa. Musyawarah Besar Adat bersifat sakral dan dilaksanakan di Balai Adat atau Bola Tammua yang terletak di wilayah Kajang Dalam. Desa Tana Toa dihuni oleh masyarakat adat Ammatoa Kajang, dengan wilayah adat yang terbagi dua yakni Rabbang Seppang atau Kajang Dalam dan Rabbang Luara atau Kajang Luar. Desa Tana Toa terdiri dari 9 Dusun, dengan 2 Dusun terletak di Kajang Luar dan 7 Dusun terletak di Kajang Dalam. Masyarakat Kajang Dalam menganut aturan adat yang cenderung kaku dan tidak

menerima segala sesuatu yang bersifat modern seperti penggunaan alat-alat elektronik atau teknologi lainnya. Hal ini dimaksudkan agar manusia hidup berdamai dan bersatu dengan alam. Wilayah Kajang Luar merupakan bentuk toleransi bahwa masyarakat Kajang Dalam tidak melarang masyarakatnya jika ingin keluar dan mengakses kehidupan yang lebih modern. Masyarakat adat Ammatoa Kajang hidup sederhana dengan memegang teguh filosofi “Tallasa kamase-mase”. Filosofi tersebut diterjemahkan menurut adat yaitu prinsip hidup dalam kesederhanaan, yang penting berkecukupan. Kesederhanaan masyarakat adat Ammatoa Kajang tercermin dari pakaian sehari-hari yang digunakan yaitu atasan dengan sarung tenun dan dilengkapi dengan passapu’ (tutup kepala) yang berwarna serba hitam atau biru kehitaman. Aturan ini diwajibkan bagi masyarakat Kajang Dalam. Sementara masyarakat Kajang Luar hanya diwajibkan saat ritual-ritual adat yang dilakukan di area hutan di

59


Kajang Dalam. Kain sarung atau passapu’ tenun yang digunakan oleh masyarakat adat Kajang merupakan hasil buatan tangan para perempuan Kajang yang bahan dasar pewarnanya terbuat dari bahan alami. Warna hitam menurut adat Ammatoa Kajang adalah warna yang melambangkan kesederhanaan dan kesetaraan. Ketika semua orang mengenakan pakaian berwarna hitam tidak dapat dibedakan status sosialnya. Bahkan jika ada wisatawan yang ingin memasuki wilayah Kajang Dalam juga diharuskan mengenakan pakaian serba hitam. Selain pakaian yang serba hitam, masyarakat Kajang Dalam, serta wisatawan yang ingin berkunjung, tidak boleh mengenakan alas kaki dalam bentuk apapun karena menjunjung ting gi nilai kesetaraan. Selain pakaian, kesetaraan masyarakat adat Ammatoa Kajang, spesifiknya Kajang Dalam, juga dapat dilihat dari bentuk rumah yang seragam. Di wilayah Kajang Dalam seluruh

60

rumah warga berbentuk rumah tradisional atau rumah asli Kajang. Bentuknya seperti rumah panggung yang terbuat dari bahan kayu pitih dan atapnya terbuat dari rumbia. Rumah asli Kajang tidak terdapat teras atau balkon di bagian depan. Bagian depan rumah biasanya terdapat dapur yang menurut adat hal ini menunjukkan transparansi kondisi sosial dan ekonomi sang pemilik rumah, sehing ga menghindarkan kecurigaan apapun. Ruangan dapur dibuat tanpa sekat karena pemilik rumah ingin menunjukkan keterbukaannya kepada tamu yang berkunjung. “Jika diseduhkan air untuk teh atau kopi, sebaiknya (tamu) jangan pulang dulu. Tapi jika tidak, ya, mohon dimaklumi,� ujar salah seorang pemilik rumah di desa di wilayah Kajang Luar. Desa Tana Toa terkenal dengan hutan adatnya. Hutan adat Ammatoa Kajang terbagi dua jenis, yaitu hutan keramat atau borong karamaka dan hutan batas atau borong battasaya. Hutan keramat merupakan hutan terlarang untuk dimasuki,


apalagi dirusak. Sementara di hutan batas masyarakat boleh menebang kayunya namun atas seizing Ammatoa. Terdapat empat larangan yang harus dipatuhi di kawasan hutan adat Ammatoa Kajang, yaitu: 1) Larangan menebang pohon; 2) Larangan mengambil rotan; 3) Larangan mengambil lebah; dan 4) Larangan mengambil ikan. Siapapun yang melanggar aturan ini akan dikenakan sanksi berat Ammatoa karena termasuk melakukan perusakan hutan dan hanya bisa ditangani secara adat. Denda yang dikenakan yaitu sebesar 12 meter kain kafan putih, atau jika dirupiahkan senilai Rp12.000.000,00. Wilayah desa yang didominasi sebagian besar oleh hutan, khususnya wilayah Kajang Dalam, cenderung terjaga. Tidak banyak lahan pertanian di wilayah Desa ini. Mayoritas penduduk Desa memang bekerja sebagai petani yang sebagian besar membeli lahan di luar Desa. Pengelolaan lahan khususnya di wilayah Kajang Dalam tidak macam-macam

dan cenderung apa adanya. Di samping itu masyarakat Kajang memiliki sistem ‘tanah giliran’ saat menentukan warisan tanah. Yang dimaksud tanah giliran adalah tanah yang diwariskan tidak dibagikan kepada ahli warisnya, namun hanya digilir. Dengan begitu luas lahan tidak bertambah atau bekurang. Hutan adat juga berfungsi sebagai tempat diselenggarakannya berbagai ritual adat. Salah satu ritual adat terpenting yang dilaksanakan di hutan adalah prosesi pengangkatan Ammatoa. Selain itu terdapat ritual addinging, yaitu ritual mendinginkan bumi. Ritual ini dilakukan di awal tahun dengan maksud meminta keselamatan agar dunia aman dan dingin. Hutan adat juga dapat digunakan sebagai tempat untuk melakukan peradilan adat dengan ritual attune panroli dan tunu passau. Attune panroli merupakan ritual membakar linggis yang dilakukan dalam rangka mencari pelaku saat ada warga desa yang kecurian atau kasus lain yang pelakunya tidak

61


mengaku. Beberapa orang yang dicurigai akan dikumpulkan di hutan dan harus memegang linggis yang terbakar bara api tersebut. Pelaku akan langsung diketahui jika ia tidak berani menyentuh sedikit pun linggis panas itu. Konon bagi yang tidak bersalah dan berani menyentuh linggis tidak akan

62

terasa panas. Kemudian ritual tunu pasau merupakan ritual membakar dupa atau kemenyan dengan tujuan serupa dengan attune panroli, yaitu untuk menemukan pelaku kasus pencurian atau kasus lainnya. Jika pelaku tidak juga mengaku akan kena tulah atau karma, dan biasanya saat meninggal kondisinya tidak wajar.


Foto : www.sulsel.pojoksatu.id

ƒ

DESA LEMBANNA Desa Lembanna ini masih merupakan bagian dari wilayah adat Kajang. Desa ini termasuk salah satu dari enam desa yang menjadi bawahan langsung Pemerintah Adat Ammatoa. Kepala Desa Lembanna saat ini merupakan salah satu pemangku adat yang menjadi bawahan Ammatoa. Kepala Desa selaku pemangku adat menjabat sebagai Galla’ Anjuru yang bertugas sebagai juru bicara dan sebagai mediator penyelesaian masalah. Sebagai desa yang memiliki hubungan langsung dengan Ammatoa, Kepala Desa selaku salah satu Galla diberikan kewenangan untuk menyelesaikan permasalahan dan mengambil

keputusan mutlak. Kecuali permasalahan terlalu kompleks dan tidak bisa diselesaikan, barulah dibawa ke Ammatoa untuk meminta petunjuk. Desa Lembanna yang terletak wilayah Kajang luar relatif bernuansa modern. Namun sebagai bagian dari wilayah adat Kajang, seluruh kebijakan di Desa ini didasarkan pada adat Kajang. Penyeleng garaan berbagai upacara dan ritual adat pun mengikuti aturan Kajang Dalam. Hanya saja penyelenggaraan upacara atau ritual di desa ini boleh dilakukan di hutan adat yang terletak di kawasan desa ini, yaitu hutan lindung Tammadohong. Karena terletak di wilayah

63


Kajang Luar, selama upacara atau ritual adat dilaksanakan tidak harus mengenakan pakaian adat berupa sarung dan passapu berwarna hitam. Penyelenggaraan upacara dan ritual di Hutan Tammadohong ini harus atas seizin Ammatoa dan kemudian akan dihadiri langsung oleh Ammatoa. Salah satu ritual adat yang dilakukan di hutan Tammadohong ini adalah ritual Addingingi, yaitu ritual “mendinginkan� bumi dengan acara makan bersama di dalam hutan. Hutan adat Tammadohong memiliki luas sekitar 2 hektar. Hutan ini boleh dikelola yang hasil hutannya boleh dimanfaatkan oleh masyarakat,

64

khususnya untuk kepentingan umum, misalnya untuk membangun masjid. Dalam pengelolaan dan pemanfaatannya tidak harus melalui izin Ammatoa. Masyarakat yang ingin mengambil hasil hutan cukup meminta izin kepada Kepala Desa selaku pemangku adat yang bertanggung jawab di desa. Walaupun boleh dimanfaatkan oleh masyarakat, seluruh masyarakat desa sangat menjaga dan melindungi hutan adat ini dari segala jenis pengrusakan. Kelestarian hutan adat ini merupakan tugas dan tanggung jawab bersama para masyarakat untuk saling menjaganya.


ƒ

DESA LUSILAME Desa Lusilame terletak di Kecamatan Atadei, Kabupaten Lembata, NTT. Desa Lusilame lebih akrab disebut Atawolo yang artinya manusia penghuni bukit. Menurut kisah tutur, orang Atawolo atau Lusilame berasal dari Lepan Batan Rua Roma dansebagian lagi berasal dari Timor. Lepan Batan adalah suatu daerah yang sudah tenggelam setelah terjadi tsunami yang tidak diketahui kapan terjadinya. Pasca tsunami banyak penduduknya yang meninggal. Sebagian yang masih hidup berusaha menyelamatkan diri mencari tempat hunian baru yang lebih aman. Salah satu tempat yang dituju adalah Awololo. Awololo dulunya adalah sebuah pantai yang tenang. Suatu hari timbul bencana air pasang sehingga Awololo tenggelam tersapu air laut. Timbulnya air pasang ini dikisahkan bahwa ada perhelatan besar di Awololo. Seluruh penduduk menggelar pesta besar. Tibatiba datang seekor anjing jantan besar di tengah kemeriahan pesta. Anjing tersebut dianggap

mengganggu hingga ia dicaci bahkan diludahi oleh penduduk. Mendengar cacian tersebut, kemudian anjing tersebut bergabung dalam tarian dan bersyair. Penduduk kaget akan hal itu. Di saat yang bersamaan, muncul deru angin dan gelombang air pasang yang melanda seluruh Awololo. Banyak penduduk yang terkubur di dasar laut. Penduduknya yang selamat mengungsi berpencar ke berbagai tempat mencari tempat tinggal. Sebagian sampai ke Lusilame dan bergabung membentuk kampung Lusilame. Masyarakat adat Lusilame tidak mengenal budaya tulis. Tidak ada dokumen tertulis tentang sejarah dan asal-usul nenek moyang. Tetapi Desa Adat Lusilame memiliki kekuatan mempertahankan tradisi menutur dari generasi ke generasi tentang kisah asal-usul nenek moyang mereka. Sehingga cerita tentang asalusul nenek moyang Desa ini tidak akan terlupakan begitu saja.

65


Penduduk Desa Lusilame terdiri dari satu suku asli Atawolo / Lusilame yakni suku Dol Wewa Paji Uher dan 12 suku pendatang dari Lepan Batan, Tuak wutun Awololo dan Pulau Timor. Masingmasing suku ini memiliki tugasnya sendiri. Suku Unaradjan adalah Kepala pemangku adat yang bertugas memimpin Semua upacara adat. Suku Henakin sebagai dukun untuk menyembuhkan penyakit. Suku Dolun bertugas untuk menata kebersihan dan keasrian kampung Lewogolen (hutan keramat). Suku Namang Nalou Lolo/Adobala sebagai pelayan dalam ritual adat. Suku Namang Koka/ Atlenge bertugas menyediakan dan membantu pemimpin dalam berbagai ritual untuk penyiapan perlengkapan dan peralatan. Suku Namang Preta/ Namalolong bertugas membuat ritual untuk

66

-

-

-

-

-

mendatangkan hujan dengan cara mencelupkan (Belong golak� anting adat ke dalam air. Suku Karangora – Lamaroning sebagai Penjaga pintu gerbang timur juga menyiapkan siri pinang dan tuak kelapa dan ayam jantan dalam upacara adat. Suku Mehan Pukei sebagai Penjaga pintu gerbang barat dan bertugas menyiapkan tali temali untuk memperbaiki rumah adat jika ada yang rusak, serta mempersiapkan tuak koli untuk acara adat. Suku Koles diberi hak untuk menjaga dan menguasai wilayah desa di bagian kanan (selatan) dan bertugas mempersiapkan hasil panen untuk acara adat, serta membuat ritual mengusir ulat pemakan tanaman atau hama kua. Suku Nuban Baniua (Atabujak) menjaga dan menguasai wilayah desa di bagian kiri desa. Suku Nuban Kupak sebagai Prajurit Kampung


-

atau tentara untuk berperang. Suku Melwitin adalah pendiri kampung Atawolo, yang melakukan seremoni untuk meminta hujan dan menolak hujan menggunakan kain yang sudah melalui ritual khusus. Cara meminta hujan dengan cara mengebas kain hitam sebanyak 3 kali. Sedangkan untuk menolak hujan kain putih dikebas 3 kali seperti mengusir. Setiap upacara selalu diakhiri dengan menggantung seekor anak ayam yang baru berumur 2-3 hari. Untuk upacara meminta hujan anak ayam berwarna hitam, sementara untuk upacara menolak hujan anak ayam berwarna putih.

Ritual adat dalam kepercayaan asli masyarakat Adat Lusilame masih terus dilaksanakan. Kepercayaan terhadap para leluhur dan nenek moyang serta hal-hal gaib masih dianut oleh masyarakat. Masyarakat

Lusilame dalam kepercayaan aslinya, yakin dan percaya pada empat hal: 1) Percaya kepada wujud tertinggi yang disebut “Ama Lera Wulan-Ina Tana Ekan”; 2) Percaya akan kehadiran para Leluhur dan nenek moyang yang disebut “Kewoko-Kelite”; 3) Percaya akan adanya roh baik dan roh jahat; dan 4) Percaya akan adanya kekuatan sakti yang bersifat baik dan yang bersifat jahat yang dimiliki oleh orang atau tempat atau barang tertentu (misal: dukun, hutan keramat, batu keramat, dll). Menurut kepercayaan asli, masyarakat Adat Lusilame membagi dunia menjadi tiga bagian, yaitu Dunia Atas, Dunia Tengah dan Dunia Seberang. Dunia Atas, disebut “Teti Kelen Tukan-Kowa Lolon”, adalah dunia di atas langit dan awan. Dunia Tengah, disebut “Tanah Ekan”, yaitu bumi tempat ting gal manusia. Dunia Seberang, disebut “Lau ToneBaya”, yaitu dunia tempat orangorang yang sudah meninggal. Dalam keyakinan masyarakat, ketiga dunia tersebut membentuk satu kesatuan

67


hubungan dalam susunan yang berlapis dimana Dunia Tengah adalah porosnya. Kesatuan hubungan ini diyakini tercipta karena di Dunia Tengah dibangun rumah adat yang disebut Koker, khususnya Koker yang dilengkapi dengan Namang, yaitu tempat menari yang biasanya terletak di halaman rumah dan Nuba Nara, yaitu batu hitam yang dijadikan altar pemujaan terhadap Tuhan. Adanya Nuba Nara di bagian koker merupakan simbol hubungan antara manusia dengan Tuhan. Koker dengan Namang berfungsi sebagai “gereja� tradisional leluhur, pusat pengharapan dan penghiburan mereka. Koker merupakan salah satu pusat pertemuan para tetua adat yang duduk bersama di atas batubatu (kursi tradisi) tiap kepala suku. Ada juga Une Koker yang berfungsi sebagai “rumah ibadah� sekaligus tempat penyelenggaraan upacara ritual keagamaan. Une Koker juga dijadikan tempat bermusyawarah para tokoh adat mengenai permasalahan agama yang kemudian hasilnya disampaikan kepada masyarakat. 68

Di Une Koker juga dilaksanakan upacara peribadatan. Sebelum upacara peribadatan ini biasanya dilakukan dengan penyembelihan hewan kurban seperti sapi, kerbau atau kambing atau babi untuk diletakkan di atas Nuba Nara. Penyembelihan hewan kurban saat itu merupakan kewajiban para pemeluknya yang dilaksanakan dalam rangka pengabdian mereka kepada Lera Wulan Tana Ekan, sang Mahakuasa yang diyakini dapat mengabulkan permohonannya dan mendatangkan nasib baik baginya. Hal ini biasanya dilakukan ketika masyarakat

Foto : GSC Provinsi NTT


Lusilame hendak mulai bercocok tanam, membuka kebun baru, mulai bercocok tanam, minta hujan, melakukan panen raya, melakukan upacara perkawinan atau ritual adat dan kegiatan penting lainnya. Saat ini Koker sudah mulai beralih fungsi. Tadinya yang berfungsi menjadi rumah adat, sekarang menjadi tempat ting gal para Kepala Suku. Bentuk bangunan pun berubah dari bangunan tradisional menjadi bangunan yang lebih modern. Saat ini masyarakat Lusilame tetap mempertahankan 12 rumah adat di Lewogolen lengkap dengan ketua sukunya masingmasing. Pada tang gal 25 Oktober 2015 dilakukan Dialog Budaya Atawolo. Sebagai keputusan dari dialog ini adalah menyepakati untuk merekonstruksi rumah-rumah adat yang saat ini telah berubah menjadi semi-modern agar bentuk dan fungsinya dikembalikan seperti semula. Namun hal itu belum direalisasikan karena kebutuhan biaya yang cukup besar.

Budaya atau kultur yang berlandaskan filosofi hidup yang lengket dengan alam, membuat mereka santun terhadap alam. Salah satu contohnya adalah kepatuhan terhadap larangan menebang pohon di hutan larangan. Desa ini memiliki beberapa hutan larangan. Hutan larangan merpakan tempat bersejarah karena pernah menjadi pemukiman beberapa suku. Di dalam hutan larangan juga terdapat beberapa sumber air, seperti Wai Mata, Wai Punai, Wai Ranai, Wi Laba, Wai Dulir, Wai Lolo dan Wai Kilok. Sayangnya dari semua mata air tersebut hanya Wai Kilok yang masih bisa dimanfaatkan. Walau begitu Wai Kilok tidak bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan seluruh warga. Selama ini warga bergantung pada air hujan yang ditampung selama musim hujan. Adanya aturan larangan di hutan ini juga berkontribusi dalam menjaga sumber air yang tersisa. Keunikan adat di desa ini juga melekat pada kebiasaan masyarakat menyimpan barang adat yang dijadikan benda

69


pusaka di rumah-rumah adat. Barang-barang adat yang disimpan di masing-masing rumah adat cukup beragam. Pada umumnya yang tersimpan berupa Pedang / Belida, Tombak, gading, anting adat dan Wuar (barang gaib yang berubah bentuk jika disentuh). Suku Karangora – Lamaroning menyimpan lidah manusia (Ata Dike Ewelan). Konon ceritanya adalah saat suku ini hijrah pasca bencana tsunami di Awulolong, ada salah satu orang tua yang mati dalam perjalanan karena tidak sanggup lagi meneruskan perjalanan. Sebelum meninggal orang tersebut berpesan bahwa jika dia mening gal untuk memotong lidahnya dan dijadikan obat selama dalam perjalanan untuk penyakit atau karena kecelakaan. Hingga saat ini lidah tersebut masih ada terawetkan dan usianya tidak diketahui pasti. Minyak pengawetnya dapat digunakan sebagai obat baik yang sakit kerena kecelakaan atau karena perang. Kain putih dan kain hitam yang digunakan untuk upacara meminta dan menolak hujan

70

disimpan oleh Suku Melwitin. Selain menggunakan kain, upacara meminta hujan juga dapat dilakukan menggunakan anting emas yang dicelupkan ke dalam air. Anting emas ini disimpan oleh Suku Namang Preta. Cerita di balik Anting Emas ini konon pemilik anting tersebut adalah perempuan yang berasal dari kampung Labala yang masih punya hubungan kekerabatan dengan Kerajaan Majapahit. Ketika perempuan tersebut menikah dengan laki-laki dari Lusilame, keluarganya mengetahui bahwa Lusilame adalah daerah yang susah air. Jadilah sepasang anting-anting emas dititipkan dengan pesan bahwa jika mereka kesulitan air, celupkan anting tersebut untuk meminta hujan. Kepercayaan akan hal ini masih dilakukan hing ga sekarang. Banyak kearifan lokal dan nilai positif yang dipertahankan di desa ini. Misalnya kepeduliannya dalam memelihara alam, semangat gotong royong yang dalam bahasa lokalnya disebut gemohing dan saling tolong menolong.


Masyarakat desa Lusilame juga kokoh mempertahankan budaya leluhur yang khas. Mereka mempertahankan, melestarikan dan terus melakukan aneka ritual adat secara rutin sesuai agenda kebutuhan warganya. Upacara dan ritual adat merupakan hal yang tidak bisa lepas dari adat istiadat masyarakat Desa Lusilame. Orang Lusilame memiliki penghargaan yang sangat tinggi akan adat-istiadat dan upacara-upacara ritual warisan nenek moyangnya. -

Bihara Adolakan Bihara merupakan ritual adat secara umum. Bihara yang

dihadiri oleh seluruh warga kampung 12 suku dan warga lainnya yang tidak masuk dalam 12 suku. Setelah pertemuan umum baru masing-masing suku melakukan tugasnya sesuai penjelasan pada fungsi masingmasing suku. Setiap upacara di masing-masing suku terlebih dahulu dialakukan Bihara. -

Tun Kwar Tun Kwar adalah Syukuran untuk panen jagung. Acara diawali dengan memetik beberapa jagung yang masih muda lengkap dengan bulirnya yang diambil dari kebun sendiri. Kemudian jagung dibakar. Pada saat dibakar, rambut jagung

Foto : GSC Provinsi NTT

71


tidak boleh terbakar atau kena api. Kemudian jagung dimakan, dan yang makan hanya kepala suku dan para pemangku suku. Pada saat mulai musim tanam baru, mereka tidak boleh lagi makan jagung sampai pada ritual berikutnya. Upacara ini biasanya dibuat berkisar 3 bulan setelah masa tanam. -

Dulin Palin Upacara Dulin Palin ditujukan untuk meminta berkat dari Tuhan dan Leluhur agar tanaman dijauhkan dari hama dan mendapatkan hasil yang melimpah. Upacara dilakukan di kebun adat atau di tempattempat keramat.

-

Durut Tuak Amet Prata Upacara ini dilakukan sebelum memulai kegiatan. Upacara ini ditujukan menyampaikan kepada para leluhur tentang jadwal kegiatan dan memohon restu dan pperlindungan dari leluhur agar dapat berjalan dengan baik. Upacara Durut Tuak Amet Prata dapat dilakukan di rumah masingmasing.

-

Heuhamat Heuhamat berarti menambal atau menjahit bumi. Upacara ini

72

dilakukan jika masyarakat melukai bumi dan dilaksanakan di tempat di mana bumi itu terluka. Tujuan upacara Heuhamat ini adalah untuk memulihkan kembali luka bumi itu. -

Geruka dan Lodoh Berawa Geruka adalah upacara yang dilakukan bagi ibu melahirkan. Ibu yang melahirkan tersebut dikurung di rumah selama 4-5 malam. Lodoh berawa dilakukan setelah bayi berusia 5 hari dan ibunya diperkenankan keluar untuk menghirup udara di luar rumah. Upacara ini dulu dilakukan pada ibu-ibu yang melahirkan di rumah. Di zaman yang lebih modern ini ibu-ibu yang melahirkan di klinik atau Puskesmas tetap harus dikurung, tetapi hanya 2 malam. Geruka juga diberlakukan pada warga kampung yang tinggal di luar kampong. Bagi mereka pengurungan hanya selama 1 malam. Geruka ini wajib hukumnya sebagai tanda peresmian bahwa mereka sudah diterima di kampung.

-

Gelete Kera Gelete Kera yaitu meniti di atas ranting bambu biasanya


disisakan 7 ranting untuk meniti. Upacara ini dilakukan untuk menerima kembali seseorang yang sudah diusir dari kampung karena sudah melakukan kesalahan. Orang itu harus berjalan tujuh langkah sesuai dengan jumlah titian dan tidak boleh salah. Jika terjadi kesalahan, makan harus dilakukan upacara lain untuk memohon ampun kepada leluhur. -

Gumape Gumape adalah upacara yang diselenggarakan oleh adik yang melangkahi kakaknya dalam

urusan pernikahan. Adik harus mempersiapkan sesuatu berupa barang yang hanya khusus buat kakaknya dan tidak boleh dalam bentuk yang untuk dipakai atau dimakan bersama. Ini sebagai bentuk terima kasih dan permohonan maaf dari sang adik. -

Doka Tua Magu Upacara ini dilakukan jika ada r umah adat yang harus diperbaiki. Upacara ini untuk memindahkan sementara barang-barang peninggalan leluhur yang ada dalam rumah adat tersebut. Ini hanya berlaku di rumah kepala suku.

73


Foto : detik.com

ƒ

74

DESA TENGANAN Nama Tenganan berasal dari kata tengah atau ngatengahang yang memiliki arti bergerak ke daerah yang lebih dalam yang dalam sejarahnya semula merupakan masyarakat pesisir mengalami perpindahan tempat tinggal ke wilayah perbukitan dengan pembagian Bukit Barat (Bukit Kauh) dan Bukit Timur

(Bukit Kangin). Keseharian kehidupan di desa ini masih diatur oleh hukum adat yang disebut awig-awig. Hukum tersebut ditulis pada abad ke-11 dan diperbaharui pada tahun 1842. Penduduk desa Tenganan memiliki tradisi dalam merekrut calon pemimpin desa, salah


satunya melalui prosesi adat mesabar-sabatan biu (perang buah pisang). Calon prajuru desa dididik menurut adat setempat sejak kecil atau secara bertahap dan tradisi adat tersebut merupakan semacam tes psikologis bagi calon pemimpin desa. Pada tanggal yang telah ditentukan menurut sistem penanggalan setempat (sekitar Juli) akan digelar ngusaba sambah dengan tradisi unik berupa mageret pandan (perang pandan). Dalam acara tersebut, dua pasang pemuda desa akan bertarung di atas panggung dengan saling sayat menggunakan duri-duri pandan. Walaupun akan menimbulkan luka, mereka memiliki obat antiseptik dari bahan umbi-umbian yang akan diolesi pada semua luka hingga mengering dan sembuh dalam beberapa hari. Tradisi tersebut untuk melanjutkan latihan

perang rutin dan menciptakan warga dengan kondisi fisik serta mental yang kuat. Penduduk Tenganan telah dikenal sebagai penganut Hindu aliran Dewa Indra, yang dipercaya sebagai dewa perang. Masyarakat Tenganan mengajarkan dan memegang teguh konsep Tri Hita Karana (konsep dalam ajaran Hindu) dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Tri berarti tiga dan Hita Karana berarti penyebab kebahagiaan untuk mencapai keseimbangan dan keharmonisan. Tri Hita Karana terdiri dari Perahyangan (hubungan yang seimbang antara manusia dengan Tuhan), Pawongan (hubungan harmonis antara manusia dengan manusia lainnya), dan Palemahan (hubungan harmonis antara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya)

75


ƒ

DESA SILLANAN Desa Sillanan secara administratif masuk kedalam Kecamatan Mengkendek Kabupaten Tana Toraja Provinsi Sulawesi Selatan. Perkampungan yang struktur tanahnya berbatu-batu ini dihuni oleh penduduk yang bekerja sebagai petani kopi, dan terletak sekitar 35 kilometer ke arah selatan Rantepao. Di tempat ini terdapat bangunan-bangunan megalit berupa menhir maupun kubur batu yang berkaitan dengan tradisi dan upacara-upacara adat masyarakat Toraja yang hingga

Foto : Flickr

76

kini masih diselenggarakan. Dari upacara-upacara adat itu, wisatawan akan mendapatkan gambaran mengenai fungsi dan peranan peninggalanpeninggalan bersejarah tersebut terhadap kehidupan masyarakat setempat. Beberapa rumah tongkonan dan lumbung padi yang berusia sangat tua pun masih bisa ditemukan di sini, sementara beberapa diantaranya sudah direnovasi akibat termakan usia. Tongkonan merupakan rumah adat masyarakat Toraja. Kata “tongkonan� berasal dari


bahasa Toraja yaitu “tongkon” yang berarti duduk. Disebut tongkon karena memang bangunan ini berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan kekuasaan adat. Tongkonan bukanlah rumah pribadi perseorangan tetapi diwariskan secara turun temurun oleh keluarga atau marga suku Toraja. Di rumah adat inilah, keluarga Toraja biasanya berkumpul untuk berdiskusi ataupun bertukar pendapat. Tongkonan terbuat dari kayu dan memiliki atap yang terbuat dari daun nipa atau kelapa. Bangunan adat ini selalu dibangun menghadap ke utara, arah yang dianggap sebagai sumber kehidupan. Jika dilihat dari bagian samping, bentuk atap Tongkonan akan mirip seperti tanduk kerbau. Di kehidupan masyarakat Toraja, kerbau memang dijadikan simbol status sosial. Ketika keluarga Toraja menyelenggarakan upacara adat pemakaman, mereka akan menyembelih kerbau yang jumlahnya disesuaikan dengan kemampuan ekonomi keluarga penyelenggara adat. Setelah

disembelih, tanduk-tanduk kerbau dipasang pada Tongkonan milik mereka. Semakin banyak jumlah tanduk kerbau pada Tongkonan, berarti semakin tinggi pula status sosial pemiliknya di kalangan masyarakat Toraja. Rumah adat Toraja ini berbentuk rumah panggung, dan kolong rumah biasanya dipakai sebagai kandang kerbau. Di depannya terdapat lumbung padi, yang disebut ‘alang‘. Tiang-tiang lumbung terbuat dari batang pohon palem (‘bangah‘) yang licin, sehingga tikus tidak dapat memanjat masuk ke dalam lumbung. Di bagian depan lumbung terdapat berbagai ukiran bergambar ayam dan matahari, yang merupakan simbol untuk menyelesaikan perkara. Orang Toraja mengang gap tongkonan sebagai simbol ‘ibu‘, sedangkan alang sebagai ‘bapak‘. Tongkonan tidak hanya berfungsi sebagai rumah tinggal, tetapi juga sebagai tempat mengadakan kegiatan sosial, upacara adat, serta membina kekerabatan. Bagian

77


dalam rumah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian utara, tengah dan selatan. Bagian utara atau ‘tengalok’ berfungsi sebagai ruang tamu, ruang tidur anak-anak, dan juga tempat meletakkan sesaji. Bagian tengah yang disebut ‘sali‘ berfungsi sebagai ruang makan, pertemuan keluarga, tempat menyemayamkan orang mati, dan juga sebagai dapur. Dan bagian selatan disebut ‘sumbung‘, merupakan ruangan untuk kepala keluarga. Rumah adat Toraja memiliki beberapa ornamen ukiran khas

78

Toraja yang terbuat dari tanah liat, biasanya menggunakan empat warna dasar yakni hitam, merah, kuning, serta putih. Bagi suku Toraja, keempat warna itu memiliki makna tersendiri. Warna hitam melambangkan kematian, kuning menjadi simbol anugerah dan kekuasaan Illahi, putih lambang warna daging dan tulang yang berarti suci, sementara merah menjadi simbol warna darah yang melambangkan kehidupan manusia. Sama halnya dengan jumlah tanduk kerbau, jumlah ornamen di dalam Tongkonan juga melambangkan tingkat kemewahan.


79 Foto : Tohar Sagara


TRADISI D AN DAN RITU AL AD AT T AHUNAN RITUAL ADA TAHUNAN

U

ngkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil bumi telah menjadi tradisi yang tetap dilakukan. Dirawat selama ratusan tahun oleh komunitas dan masyarakat Desa di Indonesia secara turun temurun. Seperti yang dilakukan oleh masyarakat pesisir di Jawa, yaitu Sedekah Laut. Tradisi yang merupakan perwujudan rasa syukur nelayan ini bertahan hingga sekarang. Tentu tiap jaman beriring perubahan. Saat ini kegiatan Sedekah Laut juga ditambah dengan pertunjukan hiburan, seperti pentas wayang kulit dan hiburan lainnya. Ritual adat merupakan tradisi masyarakat, memiliki nilai-nilai khusus dan dibutuhkan masyarakat. Ritual adat itu kadang dinyatakan semacam upaya komunitas dan masyarakat Desa untuk berhubungan dengan arwah para leluhur, dan sekaligus beradaptasi dengan alam dan lingkungan, hingga menjadikan hubungan manusia dengan alam terasa sangat sakral. Keyakinan pada sang pencipta, atau pada entitas alam tertentu dan bersifat ghaib, penggunaan simbol-simbol, narasi 80

bahasa adat yang kesemuanya menunjuk pada hubungan-hubungan manusia dengan alam dan sang pencipta. Ritual-ritual itu bisa disampaikan dalam seremonial keagamaan maupun adat, atau gabungan dari pengaruh kuat keduanya. Leluhur adalah kekuataan yang diandalkan dan disandarkan pada kehidupan masyarakat. Ia menjadi pendorong bagi kehidupan saat ini menuju yang lebih baik, tenteram, damai dengan alam. Gangguan atau bencana alam kadang dipahami sebagai adanya pesan leluhur yang diabaikan. Ritual adat perlu dilakukan untuk mengembalikan situasi ini. Kejadian yang lebih buruk harus dicegah. Dan untuk itulah, ritual adat tidak pernah ditinggalkan, dilaksanakan tiap tahun untuk menunjuk pada hubungan-hubungan seperti yang digambarkan di atas, patut dipertahankan. Ritual adat tahunan menjadi kegiatan tradisi yang tersebar di seluruh negeri. Tersimpan dalam naskah-naskah kuna di mana pesanpesan leluhur menjadi peringatan dan


penanda gerak masa, termuat dalam benda-benda bersejarah, terekam dalam simbol-simbol adat dan budaya, teraktualisasi dalam gerak tari yang juga menyampaikan pesan dan simbol leluhur, serta lekat dengan karakteristik alam dan lingkungan yang secara keseluruhan menunjuk sistem nilai dalam kehidupan masyarakat setempat. Ritual adat dalam beberapa bagian kehidupan di mana adat menjadi penopang kehidupan dan menjaga alam, menjadikannya sebagai unsur penting dalam pelaksanaan pranata adat. Kemampuan komunitas dan masyarakat menjaganya adalah penting dalam konteks pelaksanaan Undang-Undang Desa saat ini. Bagi Desa Adat, atau Desa-Desa yang kuat memiliki kelembagaan adat, pelaksanaan ritual adat tahunan menjadi bagian penting dalam kemampuan Desa itu menjaga hak asal-usulnya, dan itu berarti juga kemampuan Desa dalam melaksanaan kewenangannya berdasarkan hak asal usul. Seren Taun tetap menjadi tradisi kuat dalam kehidupan kasepuhan di Jawa Barat. Sedekah Laut adalah kegiatan yang mentradisi di sepanjang pesisir Jawa. Kegiatan tradisi sejenis, dengan berbagai macam nama lokal, juga terdapat di seluruh pelosok

kehidupan bangsa. Semuanya berhubungan dengan pernyataan syukur dan terima kasih atas kehebatan sang pencipta dan buminya yang memberi jaminan keberlangsungan kehidupan, menjamin panen raya hasil bumi sepanjang tahun dan menghindarkan kehidupan manusia dari bencana alam, serta mencegah datangnya penyakit manusia yang tak tersembuhkan. Undang-Undang Desa memberi jalan bermartabat bagi adat, sebagai kenyataan yang tidak dapat disangkal, sesuatu yang memang ada dan hidup di negeri kita. Pengetahuan kita selalu ditantang untuk merawatnya. Bukan untuk memuja masa lalu, tetapi mendesak komitmen kita untuk mampu menggunakannya bagi kepentingan kehidupan Desa masa depan. Sistem budaya haruslah menjadi pondasi penting dalam membangun dan memberdayakan Desa. Jadi juga dirasakan tepat apabila ketegasan soal ini dinyatakan. Pilar ketiga dari pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa menegaskan Lingkar Budaya Desa adalah satu pondasi penting bagi kemuliaan kehidupan Desa. Di sinilah kontekstual relevansi ritual adat tahunan disampaikan dalam buku Almanak Desa ini.

81


ƒ

SEREN TAUN Seren Taun merupakan ritual masyarakat Sunda yang masih dilakukan sampai sekarang di berbagai Desa di Jawa Barat dan Banten. Seren Taun berasal dari kata seren yang artinya menyerahkan dan taun yang berarti tahun. Seren Taun dimaknai sebagai momen bersedekah atas keberhasilan panen tahun lalu serta memohon berkah kepada Tuhan untuk keberhasilan panen tahun mendatang. Persiapan Seren Taun di Desa Citorek Tengah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten membutuhkan satu tahun lamanya yang dimulai dari proses pemaculan tanah, kemudian tanam ikan, lalu dipacul lagi dengan istilah ngaluskeun atau menghaluskan, kemudian disagol, baru kemudian penanaman

Foto : www.picssr.com (MasLambang)

82

hingga musim panen datang. Ritual Seren Taun di Desa Citorek Tengah biasanya diikuti oleh acara hajatan atau selamatan, serta acara khitanan massal. Penyelenggaraan ritual Seren Taun ini selalu meriah di setiap tahunnya karena melibatkan seluruh masyarakat Desa. Selama perayaan Seren Taun seluruh masyarakat diwajibkan mengenakan pakaian adat. Pakaian adat terdiri dari baju atasan putih, bawahan sarung, dan bagi laki-laki memakai iket atau tutup kepala. Bagi perempuan pakaian adat yang dikenakan adalah kebaya dan bawahan sarung. Seren Taun di Desa Adat Citorek diawali dengan nganjang di satu hari sebelum perayaan Seren Taun. Nganjang yaitu berkunjung ke tempat sesepuh, biasanya dimulai dari sepuh atau Olot Didi di Desa Citorek


Timur dengan membawa hasil panen. Nganjang dilanjutkan ke rumahrumah sesepuh atas perintah sesepuh. Setelah nganjang, terdapat penampilan kesenian tradisional dalam perayaan Seren Taun. Kesenian tradisional ketika Seren Taun juga dengan diiringi tarian-tarian yang mengikuti irama dari alat musik yang ada pada saat ngarak (parade iringiringan). Kesenian tradisional berupa penampilan dari alat musik yaitu rengkong, angklung dan bedug lojor. Rengkong adalah bambu yang diisi dengan padi, dipikul di bahu dan digoyang-goyangkan. Dulu alat musik yang digunakan hanya angklung dan bedug lojor. Sekarang sudah pakai kendang, gong, dan bedug dogdog. Pagi harinya saat perayaan Seren Taun dilakukan penyembelihan kerbau. Dagingnya kemudian dibagikan ke seluruh masyarakat. Kemudian seluruh warga akan melakukan ziarah ke tanah leluhur. Perayaan Seren Taun ditutup dengan menggelar syukuran atau selamatan. Terkadang syukuran juga dilanjutkan dengan acara khitanan massal. Ritual Seren Taun di Desa Citorek Tengah ini juga dimaksudkan untuk memberi jeda waktu sebelum memulai penanaman lagi. Biasanya setelah panen sampai ke hari perayaan

Seren Taun merupakan waktu istirahat. Jeda waktu istirahat diperuntukkan bagi petani dan juga sawahnya. Petani tidak ada yang mencangkul atau membajak sawah saat itu. Di Desa ini hanya menerapkan penanaman dengan panen hanya sekali setahun, yang dipercaya dapat membuat tanah lebih subur, dan hasil panennya memiliki nilai jual ekonomi yang relatif lebih tinggi. Ajaran ini bersumber dari para Kasepuhan, dan disambut positif karena dianggap masuk akal oleh masyarakat sehingga keputusan yang dibuat oleh kasepuhan selalu diikuti dengan baik. Seren Taun di Desa Citorek Tengah dan Wewengkon Adat Kasepuhan Citorek dimaknai sebagai sesuatu yang sakral. Seren Taun dan seluruh ritual adat di Citorek tidak dibolehkan untuk dipublikasikan kepada pihak luar. Masyarakat Desa mengkhawatirkan semakin banyak oknum luar yang mengetahui mengenai adat di Citorek. Mereka khawatir hal tersebut dapat menyebabkan kehancuran. Sebagai salah satu Desa dengan etnis Sunda, Desa Cirompang juga melaksanakan ritual Seren Taun setiap tahunnya. Seren Taun adalah tahapan terakhir dari total 15 tahapan pengelolaan pertanian di Desa

83


Cirompang. Seren Taun dimaknai sebagai ungkapan rasa syukur atas keberhasilan panen. Persiapan di satu hari sebelum Seren Taun kurang lebih sama dengan Desa Citorek. Persiapan meliputi membuat pocongan padi yang sudah dijemur di lantaian, atau tempat menjemur padi. Setelah padi kering padi dibersihkan dan diikat membuat pocongan. Pocongan padi diikat di rengkong, yaitu alat pemikul padi yang terbuat dari bambu. Kemudian tahapan selanjutnya adalah ngadiukeun, yaitu meletakkan semua pocongan padi di leuit atau lumbung. Seren Taun di Desa Cirompang juga dimaknai untuk memperkuat silaturahmi ke Desa Citorek. Desa Citorek dianggap sebagai “orangtua�, karena diyakini asal usul DesaCirompang tidak terlepas dari Desa Citorek. Seren Taun diawali dengan nganjang ke Citorek, sekaligus untuk pelaporan hasil pertanian dan meminta doa agar berkah di tahun berikutnya. Setelah berkeliling Desa, masyarakat kembali ke rumah Kasepuhan. Lalu dilakukan penyembelihan hewan yang dagingnya akan dimasak oleh para perempuan Desa. Saat masakan sudah matang, Pager atau perangkat Desa setingkat RT akan melaporkan kepada Juru Basa. Dari Juru Basa

84

akan melaporkan kepada Kasepuhan supaya acara dapat dipersiapkan dan dimulai. Seren Taun di Desa Cirompang dirayakan dengan doa bersama dan diakhiri dengan makan bersama. Seren Taun merupakan ritual yang dirayakan secara internal. Desa Cirompang memiliki acara festival pertanian khas Cirompang. Namanya Festival Pare Gede. Pare Gede diambil dari nama jenis padi yang ditanam, yang artinya padi besar. Festival Pare Gede ini seperti Seren Taun tapi bersifat eksternal. Di acara ini hasil pertanian dipublikasikan melalui stand. Masyarakat di luar Desa diperbolehkan datang berkunjung. Pada dasarnya Festival Pare Gede diselenggarakan agar masyarakat memahami bahwa Desa mendukung Kasepuhan. Bahwa Kasepuhan sangat dibutuhkan untuk mendampingi Pemerintah Desa. Penyelenggaraan Festival Pare Gede juga ditujukan untuk memperkuat Peraturan Daerah tentang Kasepuhan, yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat Kasepuhan. Pertama kalinya Festival Pare Gede dilaksanakan di tahun 2014 dan bertepatan saat


dilakukannya pemetaan Desa untuk menyusun Peraturan Desa. Kemudian tahun berikutnya Festival Pare Gede 2015 bertepatan saat penetapan Peraturan Desa tentang penanaman padi serempak. Hingga saat ini tidak ada ketentuan waktu untuk menyelenggarakan festival ini. Seluruh keputusan diserahkan kepada Kasepuhan untuk penentuan waktunya. ƒ

NAIK DANGO Naik Dango adalah salah satu tradisi Suku Dayak yang dipertahankan di Desa Sidas. Desa Sidas adalah salah satu Desa yang terletak di Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Desa Sidas adalah wilayah agraris. Mayoritas masyarakat Desa Sidas adalah Suku Dayak. Naik Dango dilaksanakan setahun sekali secara turun temurun untuk mempererat tali persaudaraan atau ungkapan rasa syukur kepada Tuhan. Naik Dango juga diselenggarakan dalam rangka ungkapan rasa syukur atas berkah hasil panen pertanian. Naik Dango diibaratkan seperti Seren Taun bagi masyarakat Suku Dayak. Penyeleng garaan Naik Dango bertempat di rumah adat. Masyarakat menyebut rumah adat ini Rumah Betang Atau Rumah Panjang.

Kegiatan ini biasanya dihadiri dan diikuti oleh masyarakat Desa beserta tokoh agama dan tokoh masyarakat. ƒ

ARUH GANAL Upacara Aruh Ganal ini merupakan upacara adat yang terdapat pada suku Dayak Bukit di Pegunungan Meratus. Suku Bukit yang sering melaksanakan upacara ini antara lain daerah Mancabung, Harakit, Balawaian, Batung, Danau Darah, dan Ranai. Aruh Ganal artinya Kenduri Besar. Upacara ini dilaksanakan secara besar-besaran oleh seluruh warga kampung dan dihadiri undangan dari kampung lainnya. Dinamai aruh ganal karena ada juga tradisi aruh kecil yang disebut baatur dahar. Baatur dahar ini biasanya hanya dilakukan di lingkungan keluarga. Kemeriahan aruh ganal yang dilakukan tergantung keadaan ekonomi warga di kampung tersebut, sebagai ukurannya adalah hasil panen padi, kacang, dan tanaman pokok lainnya.Tujuan diadakannya aruh ganal ini sebagai ungkapan rasa syukur atas karunia yang dilimpahkan oleh Yang Maha Kuasa, sekaligus memohon agar hasil tahun yang akan datang mendapat panen yang melimpah, dijauhkan dari mara bahaya dan mahluk perusak tanaman.

85


Aruh ganal pada dasarnya dilakukan setahun sekali, namun apabila dalam musyawarah adat menganggap bahwa penduduk banyak yang kurang penghasilannya, maka aruh ganal tidak dilaksanakan pada tahun itu. Waktu penyelenggaraan sesudah panen yang biasanya jatuh pada bulan Juli dan Agustus. Untuk menetapkan hari dan tanggalnya diputuskan dalam musyawarah desa yang dipimpin oleh Kepala Adat dibantu oleh Kepala Kampung. Dalam menentukan tanggal diperhatikan bulan muda, berkisar antara tanggal 1 sampai 15, hal ini berhubungan dengan simbol bahwa rejeki akan naik apabila dilaksanakan pada tanggal-tanggal tersebut. Tempat dilaksanakannya upacara adalah di dalam Balai Adat. Persiapan aruh dimulai dengan hari batarah sehari sebelum upacara dimulai. Hari batarah maksudnya hari memulai pekerjaan, mempersiapkan segala sesuatu, membuat perlengkapan upacara, menyiapkan sesaji. Pekerjaan itu harus selesai dalam satu hari. Perlengkapan upacara yang paling penting adalah lang gatan. Langgatan merupakan induk ancak dan sesaji. Untuk menghias langgatan dilakukan pada keesokan harinya

86

setelah malam pembukaan. Langgatan dibuat bersusun lima tingkat, ancak yang terbesar terletak di bawah, makin ke atas makin kecil. Langgatan itu nantinya digantung di tengah balai dengan menggunakan tali rotan yang diikat di empat sudutnya.Langgatan ini namanya bermacam-macam sesuai dengan isi dan tujuannya. Ada yang bernama Ancak ka gunung (tidak bertingkat), Ancak Balai Raden (berbentuk perahu). Kegiatan upacara yang bersifat khusus mulai awal sampai selesai dilakukan oleh Balian. Balian ini mempunyai pengetahuan yang luas mengenai seluk beluk adat dan tradisi yang dipercayai. Pengetahuan ini diperoleh dengan cara berguru kepada Balian Tuha dan balampah (melakukan semacam semedi untuk bersahabat dengan berbagai jenis roh halus untuk memperoleh kesaktian tertentu).Dalam upacara ini Balian yang melakukan tugas ada beberapa orang. Sebagai pimpinan dari Balian ini adalah Pangulu Adat (penghulu adat).Setiap Balian selalu didampingi oleh Panjulang. Panjulang adalah wanita yang selalu memperhatikan pembicaraan Balian atau dapat pula mengajukan permohonan atas kehendak masyarakat. Segala permintaan oleh Balian dilayani oleh


Panjulang.Upacara yang dilakukan oleh Balian ini akan berlangsung dalam lima hari berturut-turut sampai acara Aruh Ganal selesai. ƒ

PETIK LAUT Petik Laut adalah sebuah tradisi yang sudah dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat Desa Padelegan, Kabupaten Pademawu, Jawa Timur. Upacara Petik Laut bertujuan untuk mempererat tali persaudaraan. Upacara ini juga dilakukan agar mendapat berkah dan hasil tangkapan lautnya melimpah. Upacara Petik Laut dilaksanakan sekali dalam setahun. Upacara diselenggarakan di pinggir laut. Desa

Padelegan ini memang terletak di daerah pesisir yang berbatasan dengan Selat Madura. Anggaran yang dikeluarkan dalam Upacara Petik Laut diperoleh dari swadaya masyarakat, kepala Desa, perangkat Desa dan para donatur. Dalam pelaksanaannya pun secara gotong royong yang melibatkan seluruh masyarakat, termasuk pemerintah Desa dan pemerintah daerah. Sebelum Upacara Petik Laut resmi dimulai, terdapat rangkaian kegiatan yang dilaksanakan. Sore hari dilaksanakan pengajian yang di hadiri dan diikuti oleh masyarakat Desa. Peran aktif para perempuan yaitu saat

Foto : banyuwangibagus.com

87


mereka memasak dan mempersiapkan makanan untuk disajikan pada sebelum hari pelaksanaan dan saat pelaksanaan acara. Setelah acara pengajian selesai, dilanjukan dengan acara tetabuhan. Tetabuhan terdiri dari ludruk dan sronenan yang merupakan ciri khas kesenian Madura. Sronenan adalah orkes musik tradisional yang selalu dikaitkan dengan karapan sapi. Ludruk dan sronenan terus dilakukan keesokan harinya pada hari pelaksanaan acara petik laut sampai acara petik laut selesai digelar. Sebelum upacara dimulai juga dilakukan arak-arakan seorang tokoh bernama Marsodho yang dirias menyerupai ondel-ondel. Saat pelaksanaannya, beberapa perahu dihias dengan meriah dan cantik sehingga tampak seperti karnaval. Sebagai inti dari Upacara Petik Laut yaitu di akhir acara adalah Larung Sesaji. Larung Sesaji terdiri dari aneka ragam makanan, buah-buahan dan kepala kerbau putih. Sesaji tersebut diletakkan di sebuah miniatur perahu, biasanya terbuat dari pohon pisang atau kayu. Miniatur perahu ini disebut bitek. Bitek ini nantinya akan dilarung atau dibuang ke laut. Sebelumnya diawali dengan pembacaan doa bersama oleh para nelayan. Setelah

88

bitek dilarung, nelayan akan ikut menceburkan diri dan berusaha menangkap sesaji. Nelayan juga akan menyiram perahunya dengan air yang dilewatkan sesaji. Menurut kepercayaan setempat, air tersebut dapat menghindarkan nelayan dari bahaya saat melaut. ƒ

WERUNG LOLONG Werung Lolong adalah ritual adat pesta kacang yang diselenggarakan di Lembata, Nusa Tenggara Timur. Ritual Adat ini merupakan ucapan rasa syukur atas melimpahnya rezeki yang diberikan Tuhan selama satu tahun. Pesta Kacang adalah pemersatu suku-suku yang tersebar di tujuh (7) kampung di Kecamatan Ile Ape dan Ile Ape Timur, Kabupaten Lembata. Tujuh kampung yang memiliki 77 suku yang mengikuti ritual adat ini adalah Riang Bao,Ohe, Woipuke, Muruone, Kimakama, Woi Waru, Baopuke. Suku-suku ini berkumpul di Kampung Adat Lewohala, yang berada sekira 3 kilometer dari puncak Gunung Ile Lewotolok. Masingmasing suku menempati satu rumah adat. Puncak upacara Werung Lolong ditandai dengan acara U’te Taha Lango Bele atau Sora U’te


Foto : wisata.nttprov.go.id

Lango Bele (makan kacang di rumah besar), di mana semua suku dari strata tertinggi berkumpul di Lango Bele (rumah besar) untuk makan bersama. Menuju uta taha lango bele, sebelumnya pada setiap suku di rumah adat masing-masing wajib melewati dua porses ritual, yakni ritual yang digelar khusus untuk rumah adat atau upacara Pau Lango (upacara memberi makan rumah adat suku, dan proses pembersihan diri setiap anak suku. Dua upacara ini dipimpin oleh Kwina (suami dari saudari dalam suku). Ritual Pau Lango adalah bentuk dari rasa syukur kepada rumah adat sebagai tumpangan para leluhur suku, yang dipercaya selalu melindungi dan memberi rezeki kepada setiap anak

suku. Upacara ini diawali dengan “Hodi Ama Opo” (jemput arwah leluhur). Dalam upacara ini, pemimpin suku memanggil semua arwah anak suku yang sudah meninggal. Penjemputan arwah leluhur dilakukan di depan pintu rumah adat, lalu dibawah masuk rumah, kemudian disemayamkan di tiang kanan rumah adat. Proses kemudian dilanjutkan dengan “Teke Lau” atau “Pau Lango” dalam upacara ini, kwina bersama salah satu anak suku memberi sesajian berupa Tuak dan tumbukan beras dicampur ekor ikan kerapu putih. Setiap sudut rumah dan pasak pada bagian utama rumah di beri sesajian dan diperciki tuak. Pau lango diakhiri dengan, memerciki darah ayam jantan pada

89


bagian rumah yang sudah di beri sesajian. Ritual Pembersihan Diri Werung lolong, merupakan momen untuk memanggil pulang semua anak Lewohala baik yang ada di kampung halaman Ile Ape, juga yang sedang merantau di luar Pulau Lembata. Werung lolong juga merupakan momen untuk mempertemukan putra Lewohala dengan para leluhurnya. Oleh karenanya, orang Lewohala yakin kalau pertemuan dengan leluhur suku dan leluhur Lewohala bisa terjadi bila semuanya datang dengan sebuah ketulusan. Bila ada silang sengketa di antara anak suku, proses ritual adat di lango suku (rumah suku) tidak bisa berjalan normal. Pembuktian ketulusan hati setiap anak suku terhadap pang gilan kampung halaman dan leluhur ini, dilakukan dengan proses “Ha’pe Manu” (gantung anak ayam). Ritual hape manu diawali dengan semua anak suku yang hadiri dipanggil satu persatu untuk memegang anak ayam sambil mengucap janji, dan menyampaikan niat. Apabila semua niat anak suku tulus, maka anak ayam yang akan digantung sampai mati ini, kedua kakinya terbuka lurus, sebagai tanda lapangnya jalan. Namun sebaliknya, bila kedua kaki anak ayam menyilang, berarti masih ada

90

persoalan yang menyelimuti suku. Upacara ha’pe manu ini dipimpin oleh seorang dukun kampung (molan lewu) didampingi ata kwina dan ketua suku. Upacara selanjutnya adalah “Ge’he Kenehe” (membuat api menggesekan dua bilah bambu). Upacara ini berkaitan dengan Ha’pe Manu. Ketulusan semua anak suku yang datang ke rumah suku mulai diukur. Ata Kwina (suami dari saudari dalam suku) mengambil peran menggesek bilah bambu. Bila semua anak suku hadir dengan ketulusan maka proses pembuatan api berjalan lancar. Namun jika terdapat masalah, api tidak akan muncul, walau asap ngepul menyelimuti bilah bambu. Di sini, peran sang molan lewu untuk mencari tahu persoalan. Satu persatu masalah di dalam suku disebut, sambil kwina terus menggesek bilah bambu, hingga akar masalah ditemukan. Api dari hasil gesekan bambu itu, kemudian dibawa kwina untuk diserahkan kepada istrinya yang sedang menunggu di tungku utama rumah adat. Api ditungku utama yang dihidupkan oleh istri dari kwina (saudari dalam suku) akan dimanfaatkan untuk memasak minyak kelapa. Minyak kelapa dimaksud, dimanfaatkan untuk mengurapi semua anak suku.


Pengurapan kepada anak suku ini dilakukan oleh kwina. Satu persatu anak suku diurapi kwina dan diasapi dengan dupa. Upacara ini dimaksud untuk mendoakan agar sang anak suku selalu mendapat berkat dan diberi rezki selama setahun, selain membuat janji untuk tidak lagi mengulang kesalahan yang pernah di buat. Pengurapan dan pengasapan ini, juga dipercaya dapat menyembuhkan beberapa penyakit tertentu. Setelah dua rangkaian acara ini dilakukan, acara selanjutnya adalah makan bersama. Pisang dan ayam bawaan setiap anak suku dibakar, kemudian dibagikan kepada semua anak suku yang hadir. Tidak lupa, acara makan bersama ini pun menghadirkan juga semua suku kle (suku kaka adik) untuk hadir di acara ini. Upacara ini disebut dengan “Tunu Muku Manu” (Bakar pisang dan ayam). Sebagai gambaran, rangkaian ritual adat pada setiap suku ini dilakukan pada malam sebelum U’te Taha Lango Bele. U’te Taha Lango Bele Atau Sora U’te Lango Bele Upacara ini, merupakan acara yang sangat ditunggu warga Lewohala. Betapa tidak, semua anak suku Wung Belen berkumpul pada sebuah rumah besar (lango bele) untuk makan bersama. Kegembiraan tampak pada wajah semua anak

Lewohala yang hadir disini. Semua pria masing-masing suku, hadir ke lango bele dan sang istri membawakan makan berupa nasi dari beras yang dimasak campur dengan kacang nasih, dengan lauk ikan kerapu putih. Acara makan bersama ini boleh dibilang sangat meriah, karena dihadiri oleh ribuananak Lewohala. Sama seperti proses yang dilakukan semua rumah adat masingmasing suku. Sebelum makan bersama dimulai, suku yang menjadi tuan rumah (Laba Making) yang menempati Lango be’le terlebih dahulu menggelar ritual Haru Dula (pengurapan), khusus untuk suku yang menempati Lango be’le ini, ritual haru dula di saksikan oleh semua anak Lewohala. Segera setelah upacara Haru Dula selesai, dan proses memberi makan leluhur di tiang kanan rumah adat, makan yang dibawah para perempuan suku, dibagikan kepada semua anak suku yang hadir. makan bersama pun di mulai. Upacara ini, selain untuk mewujudnyatakan ucapan syukur bersama sebagai orang Lewohala yang sudah menerima berkah selama satu tahun berjalan, pun merupakan moment untuk mengikat eratkan semua anak lewohala yang dalam kesehariannya saling berjauhan, untuk mencari nafkah memenuhi

91


kebutuhan hidup. Ritual makan bersama di lango bele ditutup dengan diskusi umum semua anak Lewohala. Banyak hal yang dibicarakan dalam diskusi ini, termasuk mencari solusi bersama untuk mengatasi persoalan antar suku. Pada intinya, diskusi dimaksud bertujuan untuk membahas persoalan kampung, dan mecari jalan keluar terbaik. Tahapan Menuju Werung Lolong Ritual “Werung Lolong” merupakan ritual adat tahunan yang digelar secara rutin oleh anak keturununan Kampung Lewohala. Upacara ini dilaksanakan pada minggu ketiga atau minggu keempat bulan September atau pada minggu kedua dan ketiga bulan Oktober, setiap tahunnya. Pesta kacang ditetapkan berdasarkan kalender musim orang Lewohala, dan dihitung pada saat bulan kabisat, atau orang Lewohala menyebutnya dengan ‘Wulan Lei Tou’ Untuk menuju upacara Werung Lolong masyarakat adat Lewohala terlebih dahulu melewati beberapa tahapan. Porsesi ini diawali dengan pemberitahuan dari Bele Raya (Penguasa Adat Lewohala). Bele Raya Lewohala terdiri dari 4 suku, yakni Hali Making, Soro Making, Duli Making dan Do Making. Prosesi diawali dengan upacara “Sewe Nuku”

92

atau mengantung daun lontar pada sebua tongkat kayu di tengah “Namang Lewohala” (Pusat Kampung Lewohala), upacara ini dilakukan oleh Suku Purek Lolon. Sewe Nuku biasanya dilaksanakan minggu pertama bulan dalam bulan pesta kacang dilaksanakan. Tahap kedua dalam upacara ini, “tuka kiwan lua watan,” yakni perjalanan dari gunung menuju pantai, oleh suku Purek Lolon dan Lamawalang. Ketika di pantai, mereka melempar sebungkus kecil daun lontar yang didalamnya berisi wua malu dan bako (siri pinang dan tembakau). Lemparan dilakukan oleh warga suku Lamawalang harus melewati pohon bakau disertai pukulan gong dan gendang, menandai pesta kacang akan berlangsung. “Dora Dope” adalah berburu ayam dan Klope (ikan kecil yang biasa menempel di batang pohon bakau) perburuan ayam dilakukan didalam kampung, ayam yang diburu adalah ayam milik warga. Hasil tangkapan berupa ayam dan klope, akan digunakan untuk makan bersama saat pesta kacang. Tahap keempat, “Pelu Belai” (makan nasi tumpeng adat). Makanan ini terbuat dari kacang panjang dan nasi dari beras merah yang dilaksanakan serentak anak-anak gadis dari suku Wungu Belumer yang dilaksanakan


menjelang fajar menyingsing. Tahap kelima, hodi elu (kesepakatan atau janji pesta). Membuat kesepakatan melaksanakan puncak pesta kacang. Sora U’te Lango Bele atau Ut’e Taha Lango Bele merupakan tahapan ke enam, sebagai tahapan inti, dimana semua suku Wung Bele menggelar upacara makan bersama di Lango Bele (Rumah Besar). Puncak pesta kacang sendiri terjadi pada tahap ke tujuh yang dilaksanakan serempak oleh suku Wungu Belen. Rangkaian selanjutnya adalah penu “koke Lera Tena,” sebagai acara pamungkas dari semua acara werung lolong. Penu koke lera tena, dilaksanakan di korke, secara bersamaan oleh suku-suku wung bele dan suku wung belumer. Di samping upacara sermonial adat, masyarakat adat Lewohala juga menggelar acara tari-tarian sebagai ungkapan kegembiraan semua anak suku atas keberhasilan dan kegagalan yang diperoleh selama satu tahun. Acara tari-tarian ini, digelar selama dua hari. Yakni hari pertama dilakukan sore hari setelah makan bersama di Lango Bele, atau disebut dengan “Neba Uel” dan hari kedua disebut dengan “Neba Bele”. Acara ini terpusat di Namang (pusat kampung), dengan melibatkan semua anak suku.

SURAN DAN APIT AJI Suran dan Apit Aji adalah dua tradisi yang masih dijaga di Desa Dermaji. Suran adalah perayaan peringatan tahun baru Islam di bulan Sura atau Muharram yang hajatannya diselenggarakan sederhana dengan makan bersama di rumah seorang warga dengan ruang lingkup per RT atau per RW, atau bisa juga hanya mengundang beberapa tetangga. Perayaan Suran dilakukan dalam rangka syukuran atas setahun sebelumnya dan berdoa bersama untuk setahun ke depannya, serta diniatkan untuk bersedekah yaitu dengan makan bersama. Sementara Apit Aji biasanya dilaksanakan di bulan ke 11 kalender Islam, dengan acara yang relatif sama dengan Suran, yaitu makan bersama di rumah seorang warga dengan ruang lingkup biasanya per RW. Yang membedakan saat Apit Aji adalah warga memotong hewan ternak di suatu tempat-tempat tertentu yang dianggap “kramat” kemudian hasilnya dijadikan lauk dan dimakan bersama-sama. Hal ini dilakukan dengan maksud sedekah bumi. Baik Suran atau Apit Aji biasanya dilakukan antara hari Senin atau Kamis, yang penentuannya dilakukan oleh sesepuh Desa. Sesepuh Desa di sini merupakan penghayat kepercayaan yang masih

93


meyakini sesuatu yang mistis. Namun para sesepuh ini tidak serta-merta dianggap ‘syirik’ oleh tokoh agama setempat. Bahkan sesepuh dan tokoh agama seperti kyai dapat berjalan berdampingan tanpa pertentangan. Sesepuh di Desa ini seperti kuncen yang “berkewajiban” ngrumat maqom atau menjaga dan merawat serta berziarah makam-makam leluhur.

DAUAN Dauan adalah penyelenggaraan acara panen raya di Desa Pandanlandung, Wagir, Malang. Desa Pandan Landung adalah desa yang unik karena langsung berbatasan dengan Kota Malang. Desa ini merupakan kawasan industri dengan jumlah kurang lebih 20 perusahaan. Mayoritas penduduknya pun bekerja sebagai karyawan atau buruh pabrik. Kondisi Desa yang sudah menjadi kawasan industri yang sangat dekat dengan kota menjadikan karakteristik Desa Pandan Landung berbeda. Ketika kawasan pedesaan identik dengan sektor pertaniannya, Desa Pandan Landung justru memiliki sedikit petani. Di Desa lain pada umumnya terdapat hari-hari khusus untuk melaksanakan ritual pertanian secara serempak, atau untuk menyelenggarakan hajatan atau selamatan yang dirayakan seluruh masyarakat Desa dalam rangka panen 94

raya. Acara panen raya ini hanya diselenggarakan oleh beberapa petani secara sederhana dengan adat Jawa. Petani yang menyelenggarakan acara ini pun hanya mengundang beberapa masyarakat saja beserta perwakilan dari perangkat Desa. Dauan ini diseleng garakan dalam rangka selamatan setelah panen, serta selamatan atas sumber air yang digunakan untuk irigasi pertanian. Biasanya acara ini dilakukan di dekat sumber air tersebut dengan maksud mengucap syukur atas tersedianya air.

MAULID DI BAYAN Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di Desa Bayan memiliki keunikan tersendiri. Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW a la Desa Bayan ini dilaksanakan selama dua hari dua malam, dengan hari pertama berupa persiapan atau acara kayu aiq, dan hari keduanya sebagai puncak acara ritual maulid adat atau disebut gawe. Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di Bayan ini dilaksanakan di kompleks Masjid Kuno Bayan dan tidak hanya diikuti oleh masyarakat Desa Bayan, melainkan juga Desa-Desa sekitar seperti Desa Senaru, Desa Karang Bajo dan Desa Loloan. Prosesi maulid adat ini diawali dengan pembuatan tempat dedak (balen unggun) dan dilanjutkan dengan


Foto : sasakculture.blogspot.com

kegiatan mencuci tempat menumbuk padi (bisok rantok). Kemudian kegiatan akan dilanjutkan dengan penjemputan gerantung (ngalu gerantung/tun gerantung) dari Dusun Bayan Barat ke Dusun Karang Bajo. Penjemputan gerantung ini merupakan penanda bahwa prosesi akan dimulai saat gerantung ditabuh, sehingga masyarakat akan mulai berdatangan dengan membawa barang-barang keperluan Maulid Adat. Selama prosesi Maulid Adat ini masyarakat harus mengenakan pakaian adat, yaitu kain adat, kemben, selendang, dan jong atau ikat/penutup kepala bagi perempuan, dan kain adat, dodot atau ikat pinggang kain

berwarna hitam bergaris putih, serta sapuk atau ikat kepala berwarna cokelat. Kain adat di sini merupakan kain tenun khas Bayan berwarna merah. Dilarang bagi seluruh masyarakat mengenakan baju biasa dan alas kaki. Bagi yang tidak mengenakan pakaian adat tidak diperbolehkan memasuki area Masjid Kuno Bayan. Kemudian kegiatan dilanjutkan dengan proses menumbuk padi menjadi beras atau menutu pare. Proses ini hanya dilakukan oleh para perempuan. Perempuan yang melakukan proses menutu pare ini harus menggunakan aksesori pakaian adat tambahan, yaitu ikat kepala atau 95


jong. Jong merupakan ikat kepala yang terbuat dari kain tenun asli Lombok. Acara Maulid Adat kemudian dilanjutkan dengan proses pemasangan tunggul oleh para lakilaki, yang berasal dari bambu tutul untuk dijadikan tiang umbul-umbul yang nantinya akan dipasang di sekitar Masjid Kuno Bayan. Ritual ini merupakan penghormatan pada pohon bambu yang akan ditebang. Masyarakat biasanya mulai berdatangan saat menjelang malam, sementara para tokoh adat dan tokoh agama mendekorasi ruangan masjid dan sekitaran kompleks masjid. Kemudian acara selanjutnya akan dimulai saat kelompok gamelan memasuki halaman masjid yang langsung diikuti oleh atraksi tradisional presean atau perisaian. Presean merupakan acara bertarungnya dua pria menggunakan rotan (temetian) sebagai alat pemukul dan perisai yang terbuat dari kulit sapi. Prosesi presean ini dilakukan dari malam hingga dini hari keesokan harinya. Pada hari kedua acara Maulid Adat ini diawali oleh penyembelihan hewan yang merupakan hasil sumbangan dari masyarakat setempat. Padi yang sudah ditumbuk menjadi beras kemudian akan dicuci

96

atau istilahnya adalah ritual bisok menik. Salah satu syarat wajib bagi perempuan agar dapat turut ikut melakukan proses ini adalah tidak sedang dalam masa haid. Lokasi ritual bisok menik ini berada di mata air Lokoq Bajo yang sejak dulu selalu dilakukan di tempat yang sama. Puncaknya adalah Praja Mulud, yang menggambarkan proses terjadinya pernikahan langit dan bumi, Adam dan Hawa yang di simbolkan dengan pasangan pengantin yang dilakukan oleh pranata-pranata adat Bayan. Setelah rombongan Praja Mulud yang sudah masuk dalam Masjid Kuno duduk dengan rapi, dilanjutkan dengan makan bersama. Kegiatan ini merupakan wujud rasa syukur warga Adat Sasak Bayan kepada para ulama sekaligus menjadi perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW yang di rayakan secara adat. Setelah acara puncak selesai, proses selanjutnya adalah majang, yaitu prosesi menghiasi Berugaq Agung dengan dengan menggunakan kain dan dilakukan oleh perempuan. Sementara para laki-laki sebanyak dua orang bertugas mencuci Berugak Agung supaya tempat tersebut dalam keadaan bersih dan suci.


ยง

MADAK Tradisi Madak juga merupakan salah satu tradisi unik yang dilakukan masyarakat Desa Rembitan di Pantai Kuta. Tradisi ini dilakukan sekali dalam setahun, berlangsung selama 3 hari 3 malam saat ada bulan purnama dan dilaksanakan di sekitar bulan ke4 atau ke-5 Kalender Sasak, atau sekitar bulan Agustus atau September. Tradisi ini seperti kegiatan piknik berkemah menginap di pantai. Selama menginap di Pantai Kuta ini, warga juga menangkap ikan. Biasanya tradisi Madak ini juga merupakan penanda penanggalan berdasar Kalender Sasak sebelum memulai pertanian.

ยง

NGAPUNG Tradisi Ngapung ini merupakan tradisi turun temurun yang diwariskan oleh para leluhur Desa Rembitan. Tradisi Ngapung ini dilaksanakan setiap hari Senin tanggal 7 pada bulan ke-6 berdasar Kalender Sasak. Pada tradisi ini seluruh masyarakat Desa tanpa terkecuali pergi ke Pantai Kuta untuk berenang dan mandi bersama di pantai yang dipimpin oleh Mangku atau tokoh adat Desa. Filosofi dari dilaksanakannya tradisi Ngapung ini adalah untuk membersihkan diri dari segala penyakit. ยง

BAU NYALE Tradisi Bau Nyale merupakan tradisi unik Suku Sasak. Nyale adalah

Bau Nyale (sumber : www.primalombok.com)

97


air laut, seperti lubang batu karang. Bau Nyale, sesuai dengan artinya dalam Bahasa Sasak yaitu menangkap (bau), merupakan tradisi mencari cacing laut yang hanya bisa diperoleh di waktu-waktu tertentu. Tradisi ini didasarkan pada legenda setempat, bahwa konon dulu ada seorang putri yang cantik sekali sehingga membuat banyak pangeran dari kerajaan lain yang ingin meminang sang putri. Karena kebijakannya, sang putri tidak memilih satu pun dari para pangeran tersebut agar tidak terjadi peperangan. Akhirnya sang putri menenggelamkan dirinya ke laut dan menjelma menjadi nyale atau cacing laut tersebut dengan tujuan agar semua orang dapat “menikmati�. Legenda ini biasanya dipentaskan dalam rangkaian tradisi Bau Nyale ini. ƒ

REBO BONTONG Upacara Rebo Bontong merupakan rutinitas tahunan masyarakat Pringgabaya di Lombok Timur. Biasanya upacara adat ini dilaksanakan di Pantai Ketapang Pringgabaya. Upacara Rebo Bontong bertujuan untuk tolak bala. Upacara ini disebut dengan istilah Rebo Bontong karena puncak pelaksanaannya dilaksanakan pada hari Rabu terakhir di bulan Syafar.

98

Upacara ini dilaksanakan setiap tahun, tepatnya pada minggu terahir bulan Syafar (perhitungan tahun Hijriah dan tahun Sasak). Sebelum dilaksanakannya acara puncak Rebo Bontong, masyarakat Pringgabaya terlebih dahulu melaksanakan tetulaq desa, tetulaq gubuk, dan tetulak otak reban. Ketiga acara ini dilaksanakan pada bulan Muharram yang dengan dilaksanakannya tetulak yang tiga ini maka masyarakat mulai bersiap-siap untuk melaksanakan ritual Rebo Bontong.Memasuki bulan Syafar. Dua minggu sebelum hari puncak, di Pantai Ketapang dan Pantai Tanjung Menangis Pringgabaya dilaksanakan berbagai kegiatan, mulai dari lomba pacuan kuda, balap sampan, tarik tambang, lomba lari, lomba pacuan becaq dan berbagai perlombaan olah raga lainnya. Selain melaksanakan perlombaan, pada malam harinya panitia penyelenggara Rebo Bontong juga menyeleng garakan acara hiburan, seperti pementasan derama teater Cupak Gurantang, pagelaran wayang kulit, pementasan rudat, pembacaan takepan (wewacan), pentas gendang beleq, cilokaq, kecimolan, jangger, band dan aneka hiburan lainnya. Pada hari puncak pelaksanaan Rebo Bontong dilaksanakan ritual Tetulak Tamparan, yaitu ritual


selamatan yang diselenggarakan di sekitar pesisir pantai (tamparan: bahasa Sasak/Pringgabaya). Tetulak Tamparan dilaksanakan sebagai puncak prosesi upacara adat Rebo Bontong, dimana pada pelaksanaan ritual ini tokoh adat dan segenap petugas yang berwenang dalam penyelenggaraan ritual itu memimpin masyarakat untuk membawa sesajen dan kepala kerbau yang akan dilarutkan di lautan. Sesajen itu berupa hidangan nasi dan kelengkapannya, buah, kemenyan dan bunga ramapi yang diarak menggunakan ancak saji (anyaman bambu) yang berukuran cukup besar dan menyerupai keranda mayat. Sedangkan kepala kerbau dibungkus dengan kain kafan putih dan dibawa oleh ketua adat yang didampngi oleh

dua tokoh adat lainnya yang menempati barisan paling depan sebagai pemimpin jalannya upacara. Sesampai di pantai, sesajen dan kepala kerbau itu ditaruh pada tempat yang telah disiapkan kemudian ketua adat memimpin masyarakat melakukan dzikir dan doa. Setelah itu ketua adat dan para pengawalnya menaikkan sesajen dan kepala kerbau ke dalam sebuah perahu yang telah disipakan. Mereka kemudian membawa sesajen dan kepala kerbau itu ke dalam lautan dan di tengahtengah lautan, sesajen dan kepala kerbau itu dihanyutkan. Dengan demikian maka selesailah prosesi puncak upacara Rebo Bontong yang dijadikan sebagai ritual tahunan Desa Pringgabaya.

99


100


101 Foto : Fitya Safira


POTENSI DESA

U

ndang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa atau UU Desa merupakan momentum penting bagi kemajuan dan kemandirian Desa. Desa kini mendapat pengakuan dan memiliki peranan besar terhadap pembangunan nasional. Desa, seperti yang ditegaskan dalam UU Desa adalah subjek pembangunan. Desa dengan kewenangan yang dimilikinya harus mampu andalkan prakarsa rakyat dan segenap potensinya. Kemampuan mengelola keduanya adalah inti pembangunan Desa. Bersama dengan berlakunya UU Desa itu, kita dapat melihat DesaDesa memacu potensinya tanpa melupakan nilai dan kekuatan serta tradisinya, memajukan kehidupan Desa. UU Desa memberi jalan baru bagi pemahaman tentang potensi Desa. Potensi Desa menunjuk langsung pada nilai-nilai dan kekuatan di dalam kehidupan Desa. Pesisir yang luas dan indah biasa disebut potensi Desa, tetapi ‘potensi’ sesunggunya adalah tradisi dan kemampuan kolektif setempat dalam 102

mengelola pesisir yang indah tersebut. Tradisi itu teraktualisasi dalam kegiatan adat, pelembagaan kearifan lokal, hingga menjadikan potensi Desa tidak hanya tersajikan sebagai komoditi, tetapi lekat dengan moral kehidupan Desa, berdiri kuat sebagai nilai dan kekuatan kehidupan Desa itu. Penghargaan pada hak dan kewenangan Desa, serta prakarsa rakyat yang lekat dengan moral kehidupan Desa adalah dasar penting atas penghargaan itu. Perlu kecermatan dalam melihat potensi Desa. Arus utama yang bekerja selama ini, potensi Desa selalu dikaitkan dengan peluangnya sebagai komoditi. Sifat strategisya bisa terakumulasi kalau potensi itu dapat diperdagangkan. Dalam arus utama itu, ketersediaan hamparan lahan yang luas di Desa bisa jadi disebut potensi, karena tanamantanaman komoditi bisa ditanam di atasnya. Akhirnya, menjadi pendapat umum bahwa potensi Desa hanya dapat terakumulasi jika ada keterlibatan investasi. Salah satu pilar pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa,


Lumbung Ekonomi Desa mengingatkan, bahwa proses produksi dalam pengelolaan potensi Desa itu haruslah memiliki ikatan moral dengan kehidupan Desa. Proses produksi itu tidak boleh sekali-kali menghancurkan nilai-nilai dan tradisi setempat. Dan sebaliknya, memperkuat modal sosial masyarakat. Nilai tambah (surplus value) dihasilkan dari proses yang memuliakan modal sosial masyarakat, melalui kelembagaan ekonomi yang tak lepas dari kearifan setempat, serta mampu menangani masalah utama masyarakat: kemiskinan. Di sini, Teknologi Tepat Guna memiliki makna jika ia dikembangkan berdasar potensi, karakteristik, dan kearifan tradisi setempat. Pada dasarnya konsep Teknologi Tepat Guna adalah teknologi yang dapat diaplikasikan dengan mudah, sesuai dengan karakteristik lokal, dapat memberikan nilai tambah dan, tidak merusak lingkungan. Teknologi Tepat Guna dianggap dapat menjadi solusi dalam mendukung optimalisasi pengelolaan potensi Desa. Pada akhirnya potensi yang diolah dengan kelembagaan ekonomi yang tepat dan kuat dan Teknologi Tepat Guna dapat menjadi penggerak utama bagi kemajuan dan kesejahteraan Desa. UU Desa merekomendasikan kelembagaan ekonomi Desa yang

dikenal dengan Badan Usaha Milik Desa atau BUMDes, yang juga bisa dikembangkan dalam skema kerjasama ekonomi antar Desa. BUMDes dibentuk untuk menopang strategi ekonomi Desa dalam mencapai tujuan pembangunan Desa sesuai dengan amanat UU Desa. Dengan dukungan Dana Desa, jumlah BUMDes tumbuh cepat, dan kini ditantang kemampuannya untuk dapat dikembangkan dalam skala ekonomi yang lebih luas. Terbentuknya BUMDes disebut sebagai bentuk nyata implementasi UU Desa. Pendiriannya harus disepakati melalui Musyawarah Desa, dikuatkan melalui Peraturan Desa. BUMDes dibentuk oleh Pemerintah Desa untuk mendayagunakan segala potensi ekonomi, kelembagaan perekonomian, serta memaksimalkan potensi sumber daya yang ada di Desa. Pengelolaan BUMDes didasarkan pada semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Sebagai badan usaha, BUMDes tidak hanya fokus pada keuntungan, tetapi juga berorientasi untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa. BUMDesa tumbuh cepat sampai pada tahun 2016. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi 103


mendorong agar setiap satu Desa memiliki satu BUMDes. Di samping itu juga diharapkan adanya inovasi di Desa agar tercipta suatu produk yang menjadi icon di tiap Desa. Seperti halnya di Desa Kalisari, Banyumas yang terkenal dengan tahu, atau Desa Ling gasari, Banyumas dengan budidaya bengkoangnya. Untuk mencapai tahap ini, perlu dikembangkan inovasi teknologi tepat guna untuk mendukung pengembangan Produk Unggulan di Desa. Badan Usaha Milik Desa BUMDes merupakan salah satu alternatif bentuk kelembagaan ekonomi untuk mengelola potensi Desa. Tahun 2016 ini jumlah BUMDes bertambah drastis dibanding tahun 2015 lalu. Sebanyak 12.848 unit BUMDes tercatat di

Foto : Bambang Waluyanto

104

tahun 2016 ini. Omzet yang dihasilkan sangat beragam. Bulan November 2016 lalu Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi menggelar acara Rembuk Desa Nasional di Jakarta. Rembuk Desa ini diseleng garakan sebagai upaya mendorong terbentuknya BUMDes baru. Dalam acara tersebut sebanyak 14 Desa memperoleh penghargaan dengan predikat BUMDes terbaik tingkat nasional versi Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi. BUMDes yang memperoleh penghargaan tersebut dianggap mampu menjadi BUMDes percontohan sekaligus sebagai rujukan nasional. Sebanyak 14 BUMDes mendapat penghargaan dengan predikat terbaik sesuai dengan kategorinya masing-masing. BUMDes terbaik dengan kategori


kreatif adaah BUMDes Karya Jaya Abadi. BUMDes terbaik dengan kategori eco-agriculture adalah BUMDes Amanah. BUMDes terbaik dengan kategori Trendy adalah BUMDes Tirta Mandiri. BUMDes terbaik dengan kategori inovatif adalah BUMDes Lentera, BUMDes Aneotob dan BUMDes Mandiri. BUMDes terbaik dengan kategori partisipatif adalah BUMDes Blang Krueng dan BUMDes Mattiro Bulu. BUMDes terbaik kategori rintisan kerajinan tangan dan desain adalah BUMDes Tamangalle Bisa. BUMDes terbaik kategori rintisan tourismnatural adalah BUMDes Andal Berdikari. BUMDes terbaik dengan kategori berkembang yaitu BUMDes Mandiri Bersatu dari Lampung dan BUMDes Mandala Giri Amertha dari Bali. BUMDes terbaik kategori rintisan eco-agriculture adalah BUMDes Maju Makmur dari Desa Minggirsari, Blitar. BUMDes terbaik kategori rintisan partisipatif adalah BUMDes Bebedahan Berkah dari Desa Kaduagung, Banten. BUMDes terbaik kategori rintisan berkembang adalah BUMDes Tunas Jaya Sasak, BUMDes Karya Usaha, dan BUMDes Cahaya Makmur.

BUMDes Karya Jaya Abadi BUMDes Karya Jaya Abadi ini berasal dari Desa Amin Jaya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. BUMDes Karya Jaya Abadi berdiri pada tahun 2014. Usaha yang dijalankan oleh BUMDes Karya Jaya Abadi adalah jual beli TBS (Tandan Buah Segar) Sawit, usaha paving blok, dan LKM (Lembaga Keuangan Mikro) berbasis uang receh. Sawit di Desa ini sangat melimpah. Usaha jual beli TBS sawit merupakan pemicu bangkitnya BUMDes. LKM berbasis uang receh adalah cara kreatif Desa untuk meningkatkan modal BUMDes. BUMDes mengumpulkan uang receh yang dianggap bernilai kecil dari seluruh masyarakat sehingga dapat terkumpul jumlah yang cukup banyak. BUMDes Amanah BUMDes Amanah berasal dari Desa Padang Jaya, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Dulunya Desa ini merupakan kawasan transmigrasi. BUMDes menerima penghargaan karena mampu menerapkan konsep pertanian ramah lingkungan dan mampu menyejahterakan warga. BUMDes juga mampu mengembangkan usahanya, yang meliputi jual beli TBS sawit,

105


pelayanan air bersih, pasar Desa, dan pelayanan pembayaran listrik. Kini asset BUMDes Amanah mencapai 1,3 miliar rupiah. BUMDes Tirta Mandiri BUMDes Tirta Mandiri ini berasal dari Desa Pong gok, Kecamatan Polanharjo, Klaten. BUMDes Pong gok bergerak di bidang pengelolaan objek wisata mata air Umbul Pong gok. Umbul Ponggok terkenal dengan wahana rekreasi snorkeling dan diving air tawar, di mana pengunjung dapat mengambil foto bawah air dengan berbagai objek unik. Berawal dari metode konvensional yaitu penyebaran informasi dari mulut ke mulut, hing ga sekarang dengan memaksimalkan pemanfaatan media

Foto : mediaindonesia.com

106

sosial melalui Facebook, Twitter, Instagram dan lainnya membuat semakin banyak pengunjung yang datang. Tidak hanya mengelola objek wisata umbul, BUMDes Tirta Mandiri telah mengembangkan usaha hingga membentuk mini market, homestay, dan kuliner. Suksesnya pengelolaan objek wisata di Desa ini, BUMDes mampu menghasilkan omset yang menembus angka Rp6,5 miliar dengan laba sebesar Rp2,5 miliar. BUMDes Lentera BUMDes Lentera berasal dari Desa Lendang Nangka, Kecamatan Masbagik, Lombok Timur. BUMDes ini sudah terbentuk sejak tahun 2005. BUMDes Lentera memiliki jenis usaha antara lain jasa keuangan


mikro/Unit Simpan Pinjam, Unit Penyediaan Air bersih Desa (PAMDES), unit perdagangan dan/ atau lumbung pangan, Unit Pengelolaan sampah, dan Unit Jasa dan konsultasi. BUMDes Aneotob dan BUMDes Mandiri Bersama dengan BUMDes Lentera, ada BUMDes Aneotob dari Desa Binaus, NTT dan BUMDes Mandiri dari Desa Gudang Garam, Sumatera Utara yang sama-sama mendapat penghargaan BUMDes terbaik kategori inovatif. BUMDes Aneotob memberi solusi bagi warganya dengan usaha pelayanan air bersih. BUMDes Aneotob berdiri pada tahun 2013. Kini BUMDes telah mengembangkan unit usaha seperti bengkel, penjualan pulsa, dan penyediaan perkakas pesta yang meliputi tenda, kursi dan sound system yang seluruhnya disesuaikan dengan kondisi kebutuhan masyarakat desa. Sementara BUMDes Mandiri dari Desa Gudang Garam, Sumatera Utara mengembangkan usaha pengelolaan air bersih, pipanisasi air minum, jasa penyewaan perkakas pesta, dan pelayanan pembayaran listrik.

BUMDes Blang Krueng BUMDes Blang Krueng dari Desa/Gampong Blang Krueng, Kabupaten Aceh Besar. BUMDes yang berdiri sejak tahun 2009 ini mampu mendorong kemajuan di bidang pendidikan desa. Sebagian keuntungan yang diperoleh dari BUMDes disumbangkan untuk menggaji para guru sekolah di Desa. Seluruh usaha yang dijalankan BUMDes dimaksudkan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Desa dan memperluas lapangan kerja bagi masyarakat Desa. Usaha yang dijalankan BUMDes Blang Krueng diantaranya adalah rumah sewa, depot isi ulang, toko gampong, handtraktor sewa teratak, pelaminan, usaha pemeliharaan/penggemukan sapi, dan usaha pengembangan lainnya. BUMDes Mattiro Bulu Bersama dengan BUMDes Blang Krueng, BUMDes Mattiro Bulu dari Desa Bontotiro, Kabupaten Bantaeng, juga mendapat penghargaan BUMDes terbaik kategori partisipatif. BUMDes Mattiro Bulu berdiri atas dasar Peraturan Desa Nomor 2 Tahun 2008. Omset per bulan yang tercatat menurut profil BUMDes mencapai 140 juta rupiah. Usaha yang

107


dijalankan BUMDes Mattiro Bulu adalah usaha simpan pinjam dan perdagangan berupa warung serba ada. BUMDes Tammangale Bisa BUMDes Tammangale Bisa berasal dari Desa Tammangale, Sulawesi Barat. BUMDes ini mampu mengembangkan usaha di bidang kerajinan sarung sutra. Adanya BUMDes memudahkan para perajin sarung sutra untuk memasarkan produknya, sekaligus meningkatkan pendapatannya secara drastis. BUMDes Andal Berdikari BUMDes Andal Berdikari, berdiri sejak tahun 2014 berasal dari Desa Dalil, Bangka Belitung ini terkenal dengan objek wisatanya berupa Air Terjun Bolang dan Hutan Idat di Kaki Bukit Maras, Air Terjun Tujuh Tingkat di kaki Bukit Bui’, serta Hutan Rimbek Mambang yang sudah dicanangkan sebagai Kebun Raya Daerah di Provinsi Bangka Belitung. BUMDes ini juga menerima penghargaan BUMDes terbaik Percontohan Unggulan tahun 2016 untuk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Selain sektor wisata, BUMDes Andal Berdikari juga memiliki usaha di sektor perkebunan sawit dan usaha simpan pinjam. Pada

108

2015 total penghasilan kotor dari usaha sawit mencapai 80 juta rupiah lebih. BUMDes Mandiri Bersatu BUMDes Mandiri Bersatu dari Desa Gisting Bawah, Kabupaten Tanggamus belum genap berusia 2 tahun sejak pertama berdiri di tahun 2014. BUMDes Mandiri Bersatu berawal dari usaha pengadaan air bersih, hingga sekarang memiliki beragam jenis usaha, seperti industri rumahan ting-ting jahe, pengelolaan sampah, simpan pinjam, pembangunan gedung serbaguna dan wisata naik Gunung Tanggamus. Pada akhir 2015 BUMDes mampu menghasilkan keuntungan yang mencapai 20 juta rupiah. Dan kini asetnya bernilai miliaran rupiah. BUMDes Giri Amertha BUMDes Giri Amertha berasal dari Desa Alasangker, Buleleng, Bali. Usaha yang dijalankan BUMDes ini adalah simpan pinjam, dengan tujuan menyediakan akses layanan keuangan kepada rumah tangga miskin dengan pinjaman mikro berbasis pasar. BUMDes Tunas Jaya Sasak BUMDes Tunas Jaya Sasak berasal dari Desa Sasak, Kabupaten Pasaman Barat. BUMDes Tunas Jaya


Sasak mengelola kios yang menjual berbagai alat keperluan nelayan untuk melaut dan menangkap ikan. Selain keperluan menangkap ikan, BUMDes mengembangkan bisnisnya dengan menyediakan balok es, bahan bakar, dan jasa penyediaan kapal. Sistem yang diterapkan di BUMDes sangat memudahkan konsumen yang sebagian besar adalah nelayan karena mereka dapat berhutang dahulu dan dibayar kemudian. BUMDes Tunas Jaya Sasak juga menyediakan usaha simpan-pinjam bunga rendah tanpa agunan. BUMDes Karya Usaha BUMDes Karya Usaha berasal dari Desa Retak Mudik, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu. BUMDes ini terbentuk pada tahun 2012. Berawal dengan modal 25 juta rupiah, kini modal BUMDes telah mencapai angka 3,6 miliar rupiah. Usaha yang dijalankan BUMDes Karya Usaha adalah penjualan pupuk sawit dan simpan-pinjam. Usaha ini masih dikhususkan untuk warga Desa Retak Mudik yang mayoritasnya petani sawit dan pedagang. BUMDes mampu menyejahterakan kelompok usaha kecil di desa dengan peminjaman modal dan harga pupuk yang lebih murah.

BUMDes Cahaya Makmur BUMDes Cahaya Makmur berasal dari Desa Bakubakulu, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Usaha yang dijalankan BUMDes ini adalah simpan-pinjam. Usaha ini dianggap memudahkan warga untuk meminjam modal untuk membuka usaha. BUMDes Karya Kusuma Mandiri BUMDes Karya Kusuma Mandiri adalah BUMDes Wlahar Wetan yang didirikan pada tahun 2015. Desa Wlahar Wetan adalah salah satu desa yang telah memiliki strategi dalam mengembangkan beberapa unit usaha BUMDes. Terbukti dengan pendapatan desa yang telah meningkat. BUMDes di desa ini meliputi Bank Desa, layanan koneksi internet, kerajinan tangan berbahan baku bambu, pengembangan peternakan, pertanian, dan produksi olahan makanan dan minuman. Bank Desa telah berdiri sejak tahun 1986. Saat ini 20% dari keuntungannya dialokasikan untuk Pendapatan Asli Desa. Produksi olahan makanan dan minuman pada awalnya merupakan hasil usaha para kelompok ibu-ibu PKK dan kelompok UMKM desa. Mereka menghasilkan keripik

109


singkong, keripik ubi, minuman instan jahe serbuk, tahu, dan lain-lain. Saat ini sekitar 220 orang telah tergabung dalam BUMDes olahan makanan dan minuman. Pada Desember 2016 ini BUMDes Karya Kusuma Mandiri berpartisipasi dalam acara Smart Banyumas Expo 2016 untuk memamerkan produkproduknya. BUMDes Cirompang BUMDes Cirompang telah dikuatkan dengan Perdes. Di Desa Cirompang BUMDes bergerak di bidang usaha ekonomi, yakni isi ulang tabung gas, jual beli gabah, dan bengkel. Selain itu, buah pisang dan gula aren yang merupakan potensi utama desa juga dijadikan sebagai

110

produk BUMDes. Jika mendapat dukungan dan pembinaan lebih lanjut, ungkap Kepala Desa, buah pisang dapat dikembangkan menjadi olahan seperti keripik. BUMDes Pagedangan BUMDes Pagedangan berasal dari Desa Pagedangan, Tangerang, Banten. BUMDes ini dikatakan sebagai BUMDes terbaik se-Banten pada tahun 2015. BUMDes mengelola wisata kuliner. Kawasan wisata kuliner ini terletak di kawasan perumahan Lippo Karawaci, Summarecon, dan Paragon. Selain pengembangan kawasan kuliner, BUMDes Pagedangan juga bergerak di bidang pengelolaan sampah terpadu.


111 Sumber Foto : (imgur.net)


POTENSI DESA BERBASIS SUMBER D AYA ALAM DA

ƒ

KENTANG RANUPANI Berada di kawasan pegunungan, hawa dingin dengan suhu dibawah 15oC merupakan kondisi sehari-hari yang menyelimuti Desa Ranupani ini. Penduduk yang berseliweran dengan menggunakan sarung merupakan pemandangan yang sangat biasa. Konon saat menerima tamu dulunya dilakukan di depan tungku atau perapian tradisional untuk menghangatkan diri dari dinginnya udara luar. Sekarang zaman sudah lebih modern sehingga sudah jarang menggunakan tungku melainkan

menggunakan arang untuk perapiannnya. Dinginnya cuaca di Desa ini membuat produksi kentang sebagai komoditi utamanya memiliki kualitas yang sangat bagus sehingga langsung

Foto : Nastiti Rachma

112


diekspor. Bahkan masyarakat Desa ini mengklaim kualitas kentang di kawasan ini melampaui kualitas kentang Dieng. Jenis kentang yang ditanam di Desa ini adalah kentang granola. Mayoritas penduduk di Desa Ranu Pani ini bekerja sebagai petani dan 80% adalah petani kentang. Kentang merupakan komoditi utama disamping sayur-mayur yang juga banyak ditemukan di perkebunan Desa ini. Menurut para petani di sini menanam kentang lebih menjanjikan keuntungan yang pasti dan relatif stabil dibanding komoditi lainnya. §

JAGUNG LEMBANNA Desa Lembanna adalah salah satu Desa yang terletak di Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba yang juga bagian dari masyarakat adat Kajang. Setelah memasuki wilayah Kecamatan Kajang, tidak sulit untuk menemukan pintu masuk menuju Desa Lembanna. Terdapat satu tugu

yang berfungsi seperti gapura selamat datang sekaligus sebagai penunjuk jalan, yaitu Tugu Jagung yang bertuliskan ‘Desa Lembanna’. Jagung adalah salah satu potensi dengan jumlah melimpah di Desa ini. Jagung juga merupakan makanan pokok di samping nasi. Jagung yang melimpah di Desa ini memiliki keunggulan warna kuning yang lebih tahan lama. Kualitasnya yang baik juga dapat digunakan sebagai pakan ternak ayam. Hingga saat ini penjualan jagung masih berskala lokal. Selain jagung terdapat komoditi lain seperti pisang dan cokelat atau kakao, serta kayu. §

IKAN TERI DESA PADELEGAN Ikan teri adalah produk utama dari hasil laut di Desa Padelegan, Kabupaten Pamekasan. Wilayah Desa Padelegan terletak di wilayah pesisir selatan Pulau Madura. Sektor

Ikan teri desa Padelegan (sumber : www.beritadaerah.co.id)

113


Foto : produkmadura.wordpress.com

Desa Padelegan terletak di wilayah pesisir selatan Pulau Madura. Sektor kelautan merupakan salah satu yang berkontribusi besar terhadap aktivitas ekonomi Desa. Dari identifikasi sumber daya laut yang dimanfaatkan adalah tangkapan ikan yang umumnya Ikan Teri dan sebagian kepiting. Dari seluruh tangkapan ikan ada yang dijadikan komoditi ekspor, dijual di pasaran lokal, dikonsumsi sendiri dan ada pula yang dipasok atau dijual di restoran. Ikan teri selalu ada di sepanjang musim penghujan. Sementara di musim kemarau jumlahnya sedikit. Hasil tangkapan ikan selanjutnya oleh

114

para nelayan umumnya ada yang di jual gudang atau pabrik ekspor ikan teri ke Jepang dan ada yang diolah sendiri sebagai komoditi industri rumah tangga yang saat ini sudah mulai bersaing jumlah pasokannya dengan pabrik. Pengolahan ikan teri yang digunakan untuk ekspor dan untuk industri rumahan sudah memiliki prosedur, mulai dari penimbangan, pencucian, sortir, hingga pengemasan dan pengiriman. Selain diolah di industri rumahan dan ekspor, ikan teri juga dimanfaatkan untuk kebutuhan pangan rumah tangga dan juga dijual


di pasar lokal. Kebanyakan ikan teri masuk ke gudang atau pabrik ekspor. Pemasaran ke gudang/pabrik hal ini disebabkan karena kemudahan akses bagi para nelayan. Namun nelayan tidak mengetahui kelanjutan harga dan lain sebagainya. Padahal harga ikan teri di pasar lebih mahal. Pasar ikan yang ada di Desa Padelegan rupanya hanya masih dikunjungi oleh kebanyakan orang setempat. Kepala Desa memiliki visi hendak memperbaiki kembali fungsi pasar ikan agar bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk meningkatkan produksi dan pemasaran ikan dari hasil nelayan yang berikutnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan.

KOPI ‘LEMBAK’ Keragaman Desa di Indonesia menjadi bagian dari kemajemukan Indonesia. Tidak saja keragaman itu dibedakan secara geografis dan topografis, tetapi juga dari potensi potensi yang dimilikinya. Komoditi perkebunan di nusantara menjadi daya tarik bagi bangsa bangsa asing menjalankan perjalanan dagang. Bengkulu adalah nama daerah yang tidak dapat dilupakan dengan nama Sir Harold Rafflles. Tidak jauh dari Ibukota Bengkulu telah berdiri Kabupaten Rejang Lebong; dan di

wilayah ini Suku Lembak bermukim. Menurut catatan, Suku Lembak adalah rumpun suku melayu. Mereka banyak menempati, antara lain, Kecamatan Sindang Betiri Ulu (SBU). Untuk sampai ke Kecamatan SBU, tepatnya desa Apur, dapat ditempuh melalui jalan darat sepanjang 3 jam dari Kota Bengkulu, melintasi Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Kepahiang. Desa Apur adalah desa pertama yang ditemui setelah setengah jam menempuh perjalanan dari Kota Curup, Ibukota Kabupaten Rejang Lebong. Bertetangaan dengan desa Apur adalah Desa Lawang Agung. Desa desa ini terletak di ketinggian sepanjang bukit barisan. Di desa desa ini penduduk bergantung pada komoditi perkebunan karet dan kopi. Sebagi komoditi perkebunan yang potensial, kopi banyak di tanam oleh penduduk kedua desa. Sayangnya kopi yang dihasilan oleh penduduk belum dikelola secara modern. Sepanjang perjalanan memasuki kawasan Apur dan Lawang Agung, berderet deret tanaman kopi dan tanaman perdu. Pohon-pohon karet juga banyak ditanam. “Kopi masih menjadi andalan kami,” begitu kata Kepala Desa Apur. Bagi penduduk desa Apur, kopi dapat

115


dipanen setahun dua kali. Ketika kami berkunjung di kedua desa, panen kopi baru saja usai. “Panen lagi nanti bulan Februari,� Menurut Kades Hasan, Desa Apur, tidak ada penduduk Apur yang tidak menanam kopi. Hal sama dengan penduduk desa Lawang Agung. Setiap keluarga kira-kira memiliki produksi kopi sebanyak 2 ton perhektar. Lahan perkebunan kopi di bengkulu sebesar 86 ribu hektar dengan produksi bijin kering 52 ribu ton. Harga kopi di tingkat petani sekitar Rp. 18.000 perkg. Sehingga perputaran uang di desa Apur sebesar 2000 kg x Rp18.000 x 2525 = Rp 22 Milyar. Bila dihitung rata rata perkeluarga menghasilkan Rp 3 juta perbulan.

Foto : Bambang Waluyanto

116

Dengan harga Rp18.000 perkg termasuk harga yang rendah. Kopi olahan yang telah dikemas di Kota Bengkulu dijual ke konsumen ratarata seharga Rp70.000 per kg. Perbedaan yang tajam ini tentunya merugikan petani kopi. ƒ

TEPUNG TAPIOKA DESA DERMAJI Tepung tapioka merupakan salah satu potensi ekonomi di Desa Dermaji. Tepung tapioka diolah dari bahan dasar singkong. Singkong merupakan salah satu hasil bumi yang melimpah di Desa. Salah seorang pengusaha tepung tapioka di Desa bahkan tidak perlu mengeluarkan modal untuk bahan dasarnya. Tepung tapioka menghasilkan keuntungan yang dirasa cukup oleh


Petani menjemur tepung tapioka (sumber foto : Bambang Waluyanto) penting uangnya dapat digunakan untuk membayar pegawai dan kebutuhan operasional. Jumlah pegawai yang dimilikinya mencapai 4 hingga 8 orang, bergantung pada musim. Pada musim hujan, biasanya produksi menurun akibat proses pengeringan tidak sempurna, sehingga pabrik dapat bertahan dengan jumlah pegawai 4 orang. Di samping itu, adanya pabrik tepung tapioka ini ternyata memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, yaitu

pencemaran air. Pabrik sudah memiliki SOP (Standard Operational Procedure) terkait sistem pembuangan limbah. Tetapi pencemaran air tetap terjadi. Saat ini solusi untuk menangani pencemaran air tersebut masih digodok agar tidak memperparah keadaan lingkungan. ยง

Desa Gohong Desa Gohong di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah memiliki kerajinan khas anyaman rotan. Bahan baku rotan diperoleh

Kursi dari bahan rotan (sumber foto : www.borneonews.co.id) 117


memiliki kerajinan khas anyaman rotan. Bahan baku rotan diperoleh dari hutan sekitar. Rotan akan diolah menjadi berbagai bentuk kerajinan, seperti tas, tikar, topi, dan kotak tisu. Untuk mengolah menjadi anyaman, rotan yang diambil dari kebun atau hutan dipotong-potong dengan ukuran sekitar 1,5 meter. Lalu, perajin mulai meruntih atau membersihkan runtih (serbuk rotan) dan ruasnya. Setelah dijemur, batang rotan dipotong menjadi bilahan atau dalam bahasa setempat disebut dijangat berukuran sekitar 0,5 cm. Selanjutnya, bilahan itu diraut menggunakan pisau kecil agar rotan lentur dan tipis. Desa Gohong memilikir kelompok anyaman rotan yang dinamakan Jawet Sama Arep. Kelompok ini sudah memarekan hasil kerajinan mereka ke luar pulau. ƒ

OLAHAN TRADISIONAL KETELA DARI DESA WLAHAR WETAN

Seiring dengan berkembangnya zaman, sumber pangan pun juga mengikuti perubahan. Sumber pangan tradisional sudah mulai ditinggalkan. Desa Wlahar Wetan merupakan penghasil ubi kayu atau ketela. Ubi kayu atau ketela ini merupakan makanan pokok zaman

118

dulunya. Ketela ini dapat diolah menjadi berbagai jenis bahan makanan, seperti gaplek, gatot, gembus, oyek, dan juga dapat diolah menjadi tepung. Gaplek dan gatot masih berupa bahan mentah yang harus dikukus dulu sebelum dikonsumsi. Gaplek merupakan ketela yang dikeringkan setelah dikupas. Sementara gatot adalah gaplek yang melalui proses fermentasi. Gaplek dan gatot ini dulunya dimakan bersama dengan sayur dan lauk-pauk sebagai pengganti nasi, atau bisa juga sebagai camilan tradisional yang dimakan bersama gula merah. Selain gaplek dan gatot, ketela juga dapat diolah menjadi oyek dan gembus. Oyek berbentuk seperti sagu mutiara dan digunakan sebagai bahan membuat camilan tradisional. Gembus berbentuk seperti lanting dan diolah dengan cara digoreng sebelum dikonsumsi sebagai makanan ringan atau lauk. Sementara tepung olahan berbahan ketela ini dapat dijadikan bahan untuk membuat bubur atau bahan campuran mendoan. Sayangnya sekarang sudah tinggal sedikit sekali masyarakat desa yang mengkonsumsi sumber karbohidrat tradisional ini. Hanya orang-orang tua saja yang masih mau mengkonsumsinya. Generasi yang


lebih muda cenderung lebih memilih makanan yang lebih modern daripada yang “kuno�. Padahal dilihat dari nilai gizinya, olahan ketela ini pun tidak

kalah dibandingkan nasi atau sumber karbohidrat lainnya. Daya tahannya saat masih berupa bahan mentah pun mencapai hingga 1-2 tahun.

119


22


121

Foto : Dokumen Desa Pandanlandung


WISA TA SEJ ARAH D AN WISAT SEJARAH DAN KEBUD AYAAN KEBUDA

Foto : Nastiti Rachma

ƒ

DUSUN SADE Desa Rembitan yang terletak di di Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, NTB ini terkenal sebagai Desa wisata. Adalah Dusun Sade, yang dalam Bahasa Sansekerta artinya obat, salah satu Desa Tradisional Sasak yang melestarikan perkampungan suku Sasak asli beserta rumah tradisionalnya yang menyimpan cerita dan filosofi. Dusun ini terletak di pinggir jalan 122

raya. Dusun Sade ini sudah berdiri sejak tahun 1079. Di dusun ini, terdapat 150 rumah tradisional yang masih berdiri dan dilestarikan keasliannya, serta dengan jumlah penduduk sekitar 250 KK atau 700 jiwa. Di Dusun Sade Desa Rembitan ini terdapat beberapa aspek yang dapat menarik wisatawan. Pertama adalah arsitektur bangunan tradisional yang terdapat di dusun ini.


Bangunan tradisional Suku Sasak ini disebut Bale Tani, Lumbung, dan Berugak. Bale Tani adalah rumah adat digunakan sebagai tempat tinggal dan di dalamnya Bale Tani terbagi menjadi dua bagian, yaitu Bale Dalam dan Bale Luar. Bale Dalam dipergunakan untuk anak perempuan, sekaligus sebagai dapur untuk memasak dan tempat melahirkan. Sementara itu Bale Luar terbagi lagi menjadi bagian kanan dan kiri, di mana bagian kanan untuk orang tua dan bagian kiri untuk anak laki-laki sekaligus sebagai ruang tamu. Di antara Bale Dalam dan Bale Luar dipisahkan oleh anak tangga yang biasanya berjumlah tiga anak tangga. Filosofinya adalah anak tangga pertama yang paling atas diibaratkan sebagai Tuhan, yang kedua adalah ibu , dan yang ketiga adalah ayah. Ketiga anak tangga ini menggambarkan tiga unsur yang harus dihormati dalam hidup. Selain itu, bangunan tradisional di sini biasanya dibuat pendek dan terdapat batasan untuk kepala, yang memiliki makna bahwa setiap tamu yang datang memberi hormat kepada sang pemilik rumah dengan menunduk saat masuk dan keluar rumah. Rumah adat ini dibangun dengan dinding berbahan bambu dan atap berbahan ilalang atau alangalang. Alasan digunakannya alang-

alang sebagai atap rumah adalah karena Masjid Kuno Rembitan yang sudah ada sejak lama juga menggunakan atap alang-alang. Selain itu juga diyakini bahwa atap alangalang ini memberikan kesejukan dan kehangatan alami ketika musim panas dan musim hujan. Atap rumah diganti setiap 5-6 tahun sekali, tergantung dari rapatnya penyusunan alang-alang. Semakin rapat maka semakin awet pula atap rumahnya. Lantai rumah sama sekali tidak menggunakan campuran semen, melainkan campuran tanah liat dan sekam padi yang dibersihkan dengan kotoran kerbau. Konon kotoran kerbau berfungsi sebagai pengendap debu dan dapat menjadi pengusir nyamuk. Bangunan Lumbung digunakan sebagai tempat penyimpanan padi dan bahan makanan lain, biasanya terletak di depan rumah atau Bale Tani. Untuk mencapai ruang penyimpanan ini dibutuhkan tangga karena terletak di atas, sementara bagian bawahnya dapat digunakan untuk keperluan lain. Kemudian Berugak merupakan bangunan yang digunakan sebagai tempat upacara pernikahan, khitanan, atau sekedar tempat beristirahat atau tempat menerima tamu. Biasanya Berugak terletak di bagian depan samping Bale

123


Foto : Fitya Safira

Tani. Berugak berfungsi sebagai tempat upacara pernikahan, tempat upacara khitanan, dan dapat juga digunakan sebagai tempat beristirahat. Di Dusun Sade ini adalah sangat mudah ditemukan jajaran kios yang memajang kain tenun yang menjadi seni khas Lombok, yang juga merupakan hasil pekerjaan sehari-hari para wanita di Dusun Sade ini di samping membantu para suami di sawah. Kain tenun berasal dari benang yang dipintal secara manual 124

dari kapas sebelum diwarnai oleh pewarna alami. Hasil tenunan ini dapat dijadikan sebagai kain songket, sarung, selendang, dan lain-lain. Untuk membuat satu selendang tenun yang berukuran kecil atau sedang dapat memakan waktu hingga satu minggu. Proses yang tidak sebentar ini membuat satu produk dari kain tenun berharga ratusan ribu hing ga jutaan rupiah. Konon kemampuan menenun merupakan salah satu syarat bagi perempuan agar boleh menikah.


ƒ

DUSUN ENDE Desa Sengkol juga memiliki satu dusun seperti Dusun Sade yang dijadikan objek wisata. Namanya Dusun Ende. Di dusun ini terdapat 30 rumah tradisional Suku Sasak. Walau jumlahnya lebih sedikit dari Dusun Sade, luas area Dusun Ende ini relatif lebih luas. Masih sama seperti Dusun Sade, di Dusun Ende ini berjejer rumah-rumah tradisional Suku Sasak yang beratapkan ilalang, berdinding anyaman bambu dan tradisi yang sama, yaitu mengepel lantai rumah menggunakan kotoran

sapi. Rumah-rumah di dusun ini dibangun secara gotong royong dan menghadap timur. Letak rumah disusun berdasar usia pemiliknya. Semakin tua pemiliknya, rumahnya berada semakin atas atau sebelah barat. Sementara pemilik yang muda rumahnya terletak lebih ke bawah atau sebelah timur. Hal ini dimaksudkan yang muda perlu melindungi yang tua dari sengatan matahari pagi, dan sebaliknya, yang tua melindungi yang muda dari sengatan matahari sore.

Foto : hellolombokku.com

125


Foto : dkijakarta.co

ƒ

DESA PENGHASIL TENUN Tenun adalah buah tangan khas Pulau Lombok. Desa Sukarara di Kabupaten Lombok Tengah dikenal sebagai desa penghasil tenun. Tenun yang dihasilkan seluruhnya merupakan buatan tangan para perempuan desa. Proses pembuatannya pun tidak sebentar. Satu kain tenun minimal membutuhkan waktu satu minggu, tergantung motif kain yang dikerjakan dan lebar kain yang akan dibuat. Karena itulah harga tenun khas Lombok bisa mencapai ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Kain tenun khas Lombok memiliki beragam motif. Motif yang

126

terkenal rumit disebut motif subahnale. Konon karena penenun sering kali melafalkan kata “Subhanallah� saat mengerjakan motif kuno yang rumit. Motif yang rumit seperti ini dapat memakan waktu hingga 1 bulan lamanya. Ada juga tenun polos yang lebih sederhana yang biasa digunakan masyarakat lokal untuk upacara atau ritual tertentu. Salah satu motif yang juga terkenal adalah motif rangrang dengan ciri khasnya dengan geometri zigzag. Motif rangrang ini banyak disukai karena kombinasi warnanya yang cerah, serta kesan modern dan elegan yang muncul saat dikenakan. Masih banyak lagi motif kain tenun khas Lombok ini, seperti motif


Sumber foto : Pinterest

bunga, burung, dan lainnya. Dan masing-masing motif menyimpan cerita dan filosofi. Namun, dilansir dari National Geographic, para perempuan penenun generasi saat ini sudah banyak yang tidak mengetahui makna dan filosofi dari motif-motif kain tenun ini. Menenun adalah kemampuan yang diajarkan kepada perempuan Lombok sedari kecil. Karena konon dulu wanita harus bisa menenun dulu agar bisa menikah. Sayangnya transfer pengetahuan akan asal-usul motif kain tenun mungkin tidak diturunkan kepada generasi penerusnya. Terdapat dua jenis tenun, yaitu tenun ikat dan tenun songket. Jenis tenun songket juga terkenal karena keindahan kainnya yang meng gunakan benang katun

berwarna-warni. Tenun songket Lombok tidak banyak menggunakan benang perak dan keemasan seperti songket dari daerah lain karena ingin mempertahankan keaslian khas Lombok. Dibandingkan dengan tenun songket, kain tenun ikat tampak jauh lebih sederhana. Proses pengerjaannya pun lebih cepat. Sesuai dengan namanya, tenun ikat dibuat dengan mengikat lembaran benang yang kemudian dicelupkan pewarna alami. Hasil akhirnya pun sangat berbeda. Menggunakan benang katun, hasil akhir kain tenun songket menampilkan warna yang lebih cerah dan memikat mata. Sementara kain tenun ikat memberikan kesan kalem dengan warna yang lebih redup tanpa kehilangan kecantikannya.

127


DESA TENGANAN, BALI Pesona Pulau Bali tidak hanya terbatas pada keindahan pantaipantainya. Menjadi destinasi favorit para turis mancanegara, tentunya Bali sudah tidak asing dengan kemajuan teknologi. Namun sebagian Desa di Bali terbukti mampu untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai tradisionalnya. Terletak sejauh 60 km dari pusat kota Denpasar, ada satu Desa yang cukup terpencil namun kaya akan keunikan. Adalah Desa Tenganan di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem yang bertahan dengan keaslian kearifan lokalnya. Desa Tenganan sering disebut dengan Tenganan Pegringsingan. Kata Pegringsingan diperoleh dari kerajinan khas Desa ini yang terkenal yaitu kain tenun Gringsing. Kain tenun Gringsing ini “eksklusif ” karena tidak akan dapat ditemui selain

Foto : kebudayaan.kemdikbud.go.id

128

di Desa ini. Penamaan Gringsing berasal dari Bahasa Bali “gring” yang artinya sakit, dan “sing” yang artinya tidak. Secara utuh Gringsing berarti tidak sakit. Sehingga kain tenun Gringsing ini biasa digunakan pada setiap upacara atau ritual keagamaan, dengan harapan dapat menjadi penolak bala. Kain tenun ini juga diyakini memiliki kekuatan magis untuk melindungi dan menghindarkan diri dari hal-hal buruk. Seperti kain tenun dari daerah lainnya, proses pembuatan seluruhnya dikerjakan dengan tangan para perempuan Desa. Proses pembuatannya dapat memakan waktu hingga 2-5 tahun dengan teknik pengerjaan teknik dobel-ikat. Teknik dobel ikat ini pun hanya digunakan untuk membuat kain tenun Gringsing. Masyarakat Desa Tenganan termasuk kategori Bali Aga. Kategori


Sumber foto : kebudayaan.kemendikbud.go.id Bali Aga dikatakan sebagai penduduk asli Bali yang biasa ting gal di pegunungan, dan tidak banyak mendapat pengaruh dari agama Hindu. Karakteristik masyarakat Bali Aga dapat terlihat dari arsitektur perumahan yang ditemui di Desa Tenganan. Ciri khas perumahan Bali Aga adalah adanya jalan utama berbentuk linear yang berfungsi sebagai ruang terbuka milik komunitas. Jalan utama ini juga berfungsi sebagai sumbu utama desa. Di sepanjang jalan utama desa ini, berderet sejumlah rumah adat yang berbentuk sama antara satu dengan yang lain. Dalam arsitektur tradisional Bali, yang disebut rumah adalah satu komplek rumah yang terdiri dari beberapa bangunan yang dikelilingi oleh tembok.

Atraksi budaya yang ditawarkan di Desa Tenganan adalah kehidupan bermasyarakat di Desa tradisional itu sendiri. Ritual dan upacara adat, hing ga aktivitas ekonomi yang sebagian masih menggunakan sistem barter antar masyarakat desa. Sektor pariwisata dianggap menjanjikan oleh masyarakat, sehing ga mereka mempertahankan nilai-nilai dalam kehidupan sebagai atraksi wisata. Sejak tahun 1980-an, perkembangan pariwisata di Desa Tenganan semakin pesat dan banyak masyarakat yang beralih profesi menjadi pengrajin untuk membuat souvenir. Berbagai kerajinan seperti anyaman bambu, kerajinan seni ukir, lukisan di daun lontar, termasuk kain tenun Grisingan mudah ditemui di kioskios sepanjang jalan di Desa Tenganan ini.

129


ƒ

DESA WAE REBO, FLORES NTT Di balik pegunungan Kabupaten Manggarai, Flores, terletak suatu desa yang dikelilingi pemandangan indah yang didominasi hamparan lembah hijau. Desa Wae Rebo namanya. Jauh dari keramaian dan hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki di jalur trekking sejauh kurang lebih 7 km dari Desa tetang ganya. Desa yang mempertahankan kekentalan adatnya ini justru menjadi destinasi wisata yang diminati banyak orang. Keunikan Desa ini adalah arsitektur rumah adatnya yang disebut Mbaru Niang. Rumah adat Mbaru Niang ini meraih penghargaan dari UNESCO Asia-Pasifik pada tahun 2012 dengan kategori konservasi warisan budaya. Warisan budaya ini terbilang sudah sangat langka. Di Desa Wae Rebo sendiri hanya ada 7 rumah yang telah bertahan selama 19 generasi. Rumah adat Mbaru Niang ini sekilas mirip dengan rumah Honai, rumah adat dari Papua. Rumah berbentuk kerucut dengan atap berbahan daun lontar. Bedanya rumah Mbaru Niang dengan rumah Honai adalah atap rumahnya memanjang sampai ke bawah sehing ga Mbaru Niang terlihat seperti kerucut besar. Mbaru Niang

130

tediri dari lima lantai dengan tinggi sekitar 15 meter. Rumah adat ini berdiri disanggah dengan kayu worok dan bambu. Untuk memperkokohnya digunakan tali rotan untuk mengikat konstruksi bangunan. Keseluruhan rumah ini dibangun tanpa paku sama sekali. Rumah yang besar ini tidak dihuni oleh satu keluarga, melainkan 6-8 keluarga. Rumah yang terdiri dari lima lantai ini memiliki fungsi masingmasing di tiap lantainya. Lantai pertama, disebut lutur, digunakan sebagai tempat tinggal dan tempat berkumpul dengan keluarga. Lantai kedua, disebut lobo, berfungsi sebagai loteng untuk menyimpan bahan makanan dan perkakas sehari-hari. Lantai ketiga, disebut lentar, digunakan untuk menyimpan benih tanaman pangan, semisal padi, jagung, dan kacang-kacangan. Lantai keempat, disembut lemparae, merupakan tempat penyimpanan cadangan makanan jika terjadi kekeringan. Lantai teratas adalah tempat sesajian persembahan kepada leluhur yang disebut hekangkode. ƒ

KETE KESU, TORAJA Kete Kesu adalah kawasan yang menyimpan potret kebudayaan megalitikum beserta kehidupan


Foto : indonesia-tourism.com

masyarakat Tana Toraja yang memegang teguh adat istiadatnya. Kawasan Kete Kesu terletak di Kampung Bonoran, Kelurahan Tikunna Malenong, Kecamatan Sanggalangi, Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Deretan rumah adat, ritual dan upacara adat, pemakaman tua, serta kerajinan pahatan dan ukiran tradisional menjadi atraksi wisata yang membuat turis mancanegara antusias berkunjung ke desa ini. Rumah adat Toraja yang disebut Tongkonan yang berbaris rapi adalah atraksi utama di kawasan ini, khususnya Tongkonan asli yang hanya terdapat di Kete Kesu. Tongkonan asli ini konon berumur

300 tahun. Keunikan Tongkonan asli ini adalah pintunya yang dibuka ke atas. Rumah adat Toraja ini sangat khas bentuknya karena atapnya yang tinggi menyerupai tanduk kerbau. Rumah adat Toraja terdiri atas Tongkonan (rumah) dan Alang (lumbung) yang berhadap-hadapan. Di antara Tongkonan dan alang terdapat halaman yang disebut uluba’bah. Halaman ini berfungsi sebagai tempat bekerja, menjemur padi, tempat bermain bagi anak-anak, dan bisa juga sebagai tempat pelaksanaan ritual atau upacara adat. Tongkonan adalah rumah panggung berbahan kayu. Bangunan rumah terdiri dari tiga bagian, yaitu atap yang

131


disebut ulu banua, badan rumah yang disebut kalle banua, dan kaki rumah yang disebut sulluk banua. Tongkonan selalu berbentuk segi empat. Interior rumah juga dibagi menjadi tiga, sisi kiri untuk orang tua, sisi kanan untuk perempuan, dan bagian tengah untuk laki-laki. Toraja terkenal akan upacara atau ritual adat pemakaman. Karena itulah makam merupakan elemen penting di kawasan Kete Kesu ini. Upacara pemakaman, disebut Rambu Solo, dirayakan secara besar-besaran dan meriah di Desa ini. Upacara pemakaman ini dimaknai sebagai momen penyempurnaan kematian bagi orang yang sudah meninggal. Sebelum upacara ini diselenggarakan,

Foto : topindonesiaholidays.com

132

orang yang mening gal hanya dianggap sedang sakit. Sehingga orang yang sudah meninggal ini tetap diperlakukan seolah ia masih hidup; dibaringkan di tempat tidur, disediakan makan dan diajak berbicara. Upacara ini juga dimaknai sebagai pembekalan bagi orang yang sudah meninggal, agar rohnya dapat melanjutkan ke tempat peristirahat terakhir yang disebut Puya. Diyakini bahwa roh yang melangkah ke Puya perlu dibekali karena roh akan ditentukan statusnya, apakah ia dapat diterima di Puya. Bekal yang diberikan dapat berupa hewan yang disembelih, pakaian, perhiasan, bahkan uang yang ikut dihantarkan bersama jasad ke tempat ia dikubur.


ƒ

DESA SYURU Desa Syuru di Distrik Agats adalah tempat yang tepat untuk mempelajari budaya Asmat. Di Desa ini dapat ditemukan Jew, rumah bujang Suku Asmat. Disebut rumah bujang karena yang menghuni rumah ini adalah para laki-laki yang belum menikah. Namun rumah ini tetap boleh digunakan oleh seluruh penduduk desa, khususnya kaum laki-laki karena dianggap sebagai pemimpin keluarga.Rumah Jew ini seperti rumah panggung dengan bentuk memanjang. Pintu masuknya lebih dari satu, dan setiap pintu masuk terdapat tangga pendek. Rumah ini dibangun dengan bahanbahan alami. Atapnya dari daun nipah

dan daun sagu. Dindingnya terbuat dari anyaman daun sagu. Untuk memperkuat konstruksi bangunan tidak digunakan paku, melainkan ikatan rotan. Rumah Jew biasa dijadikan tempat berkumpul para pimpinan desa dan pimpinan adat. Sehingga rumah Jew memiliki fungsi seperti balai desa karena dapat digunakan sebagai tempat untuk melaksanakan musyawarah desa, tempat menyambut tamu, dan bahkan dapat dijadikan tempat pesta adat. Rumah Jew juga dapat digunakan sebagai tempat penyimpanan alat-alat yang dianggap keramat. Rumah Jew dianggap sebagai sesuatu yang bernilai sakral oleh masyarakat

Sumber foto : www.postcardyoungman.com

133


setempat. Karena terdapat aturan adat yang mengatur tentang pembangunan rumah ini, termasuk posisi dan ukurannya. Misalnya, rumah Jew harus menghadap sungai. Atraksi wisata budaya Suku Asmat menawarkan berbagai tradisi keunikan yang tidak hanya terdapat di Desa Syuru, tetapi tersebar di 10 Distrik di Kabupaten Asmat. Terdapat Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat yang tersimpan benda-benda bersejarah suku Asmat seperti Ukiran patung (Mbis, Panel, Salawaku, Perisai Woramon/perahu adat, panah, busur, terompet, pakaian roh, kapak batu, busur, dll). Setiap tahun pada bulan Oktober diselenggarakan Festival Budaya yang diprakarsai oleh Kurator Museum

Foto : Bambang Waluyanto

134

Asmat, Keuskupan dan Pemda Asmat. Di festival ini dilakukan Lelang Patung, Demonstrasi ukir dari para Pematung Asmat, pagelaran masakan Khas Asmat, Pemilihan Abang dan None Asmat, Pementasan Tarian Adat Asmat, Maneuver perahu/Lomba Perahu Asmat dan lain-lain. Kekayaan Suku Asmat ini telah diberi penghargaan sebagai situs warisan budaya. ƒ

MUSEUM NALADIPA Museum Naladipa terletak di Desa Dermaji, Kecamatan Lumbir, Kabupaten Banyumas. Koleksi museum meliputi peralatan rumah tangga, peralatan dapur, peralatan pertanian serta alat mainan anak-anak zaman dulu yang sekarang sudah


tidak terpakai. Museum ini dikatakan sebagai penghubung antara masa lalu dan masa kini dengan menyimpan barang-barang yang bersumber dari warga desa sendiri. Menurut Kepala Desa Dermaji, benda-benda rumah tangga adalah penanda peradaban dan generasi masa kini perlu dikenalkan dengan benda itu untuk melawan lupa. Nama museum diambil dari nama kepala desa yang pertama kali menjabat. Di sebelah museum, terdapat perpustakaan yang bernama Perpustakaan Jagad Aksara. Adanya perpustakaan dan museum desa ini mendapat respon positif dari warga, khususnya bagi anak usia sekolah. Pengadaan buku di perpustakaan diperoleh dari berbagai pihak. Bahkan sampai sekarang hampir seluruh koleksi buku di perpustakaan sudah pernah dibaca oleh anak-anak sekolah di Desa.

RUMAH DJAGA BAHEN Desa Bahu Palawa terletak di Kecamatan Kahayan Tengah, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah. Penduduk asli Desa Bahu Palawa adalah masyarakat Dayak Ngaju. Dulunya masyarakat bermukim di suatu dusun bernama Kaleka Lapetan. Dusun ini sering terkena banjir sehingga masyarakat

berpindah tempat mencari lokasi yang lebih aman. Akhirnya didapatilah sebuah tempat dataran yang tinggi yang biasanya digunakan untuk berladang oleh seorang warga. Tempat itu bernama Bahu Bapa Lawa. Bahu artinya tempat berladang, Bapa artinya bapak atau ayah, dan Lawa adalah nama orang. Semakin lama semakin banyak penduduk yang datang di Bahu Pa Lawa dan akhirnya membentuk kampung/desa Bahu Palawa. Desa Bahu Palawa mempunyai andil dalam pembentukan Komunitas Kaharingan. Pada tanggal 15 – 22 Juli 1953 diadakan sebuah Kongres Serikat Kaharingan Dayak Indonesia (SKDI III). Saat itu kongres diketuai oleh Kepala Kampung / Kepala Desa yang menjabat, yaitu Bapak Adji Bahen. Tujuan kongres tersebut adalah menuntut dibentuknya Provinsi Kalimantan Tengah agar dapat mandiri terlepas dari Kalimantan Selatan. Kongres ini dilaksanakan di sebuah rumah. Akhirnya pada tanggal 29 Juni 2000 oleh Dirjen Kebudayaan Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala diberi sebuah penghargaan berupa status/sebutan pada rumah tersebut yaitu “Rumah Tua Djaga Bahen” atau Rumah Jaga Bahen. 135


Foto : budparpulpis.wordpress.com

Rumah Jaga Bahen terletak di kawasan seluas 1200 m2. Arsitektur bangunan ini menampilkan keaslian daerah Kalimantan Tengah. Bangunan rumah terbuat dari kayu ulin, lantai kayu madang batu dan dinding kayu lanan, atap dari sirap kayu ulin. Bangunan rumah ini dipertahankan keasliannya, hanya pernah direnovasi beberapa kali. Pada tanggal 8 Juli 1999 Rumah Jaga Bahen diresmikan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah sebagai rumah bersejarah dalam rangka Pembentukan Provinsi Otonom Kalimantan Tengah.

136 136

ƒ

BULAK GOONG DI CIPORANG Bulak Goong adalah situs bersejarah peninggalan Belanda. Desa Ciporang terletak di Kecamatan Maleber, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Desa Ciporang merupakan salah satu desa yang pernah dijajah oleh sekutu Belanda. Berdasar cerita terdahulu di Desa Ciporang pernah menjadi wilayah percobaan bom oleh sekutu. Namun bom itu tidak meledak, hanya meninggalkan jejak saja. Kini lokasi itu telah ditutup oleh batu besar yang dikelilingi beberapa batu kecil, dan dinamakan “Bulak Goong�.


PUNCAK SEKUTU DI PARAKAN Desa Parakan terletak di Kecamatan Maleber, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Desa ini juga salah satu desa yang menjadi saksi saat penjajahan oleh sekutu Belanda. Menurut cerita seorang warga yang mengalami penyekapan oleh Belanda, dulunya wilayah Desa Parakan merupakan wilayah perkumpulan tentara Belanda. Tepatnya di sebuah bukit di Kampung Buah Jenuk. Lokasi tersebut digunakan para tentara Belanda untuk rapat. Alasannya karena dari puncak bukit ini terlihat seluruh wilayah Desa Parakan, sehingga mempermudah para tentara untuk mengepung

seluruh titik gerbang pintu keluar. Suatu pagi seluruh wilayah Desa Parakan sudah dikepung tentara Belanda. Semua warga dikumpulkan di satu titik, termasuk putra seorang Kepala Desa saat itu, Kuwu Ahmad, yang pada saat itu masih kecil. Tujuan tentara Belanda melakukan pengepungan ialah untuk mencari pejuang yang nantinya akan mengkhianati Belanda. Kini lokasi dimana berkumpulnya para tentara Belanda dinamakan “Puncak Kutu”. Menurut warga setempat, nama “Kutu” diambil dari “Sekutu”. Selain jadi markas tentara Belanda, Desa Parakan juga pernah menjadi markas tentara Indonesia untuk melindungi wilayah Parakan

Foto : GSC Provinsi Jawa Barat

137


dan sekitarnya dari serangan sekutu Belanda setelah Indonesia merdeka. Saat itu Belanda menempati wilayah Lebakwangi untuk mejadi markas sekutu. Belanda kesulitan untuk memasuki wilayah Desa Parakan karena dilindungi oleh tentara yang

138

dipimpin oleh Mayor Rukman, akibatnya Belanda melancarkan serangan mortir ke wilayah Desa Parakan. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini, namun banyak hewan yang mati akibat serangan mortir Belanda.


Foto : Iftita Rakhma


POTENSI DESA DENGAN OBJEK WISA TA RELIGI WISAT ƒ

MASJID KUNO REMBITAN Masjid Kuno Rembitan adalah salah satu objek wisata religi di Desa Rembitan. Masjid ini diperkirakan berdiri pada abad 16 sebagai pertanda masuknya Islam di Lombok dengan arsitektur yang mirip dengan Masjid Demak. Sekarang bangunan masjid sudah tidak digunakan dan lebih sering menjadi tempat berkumpulnya para tokoh agama untuk mengadakan musayawarah, biasanya untuk persiapan perayaan hari-hari besar Islam. Masjid ini hanya memiliki satu pintu yang menghadap ke utara dengan filosofi agar manusia selalu ingat dengan kematian. Pintu juga dibuat rendah agar pengunjung yang masuk membungkuk dahulu sebagai tanda hormat.

ƒ

MAKAM WALI NYATOQ Makam Wali Nyatoq juga merupakan objek wisata religi di Desa ini. Wali Nyatoq dulunya merupakan tokoh agama ternama karena diyakini berjasa dalam penyebaran agama Islam di Lombok. Berziarah dan 140

berdoa di makam ini dipercaya oleh masyarakat setempat dapat mengabulkan permohonan lebih cepat. Pengunjung hanya diperbolehkan berkunjung dan berziarah pada hari Selasa malam hingga hari Rabu menjelang waktu maghrib. Konon ini merupakan pesan dari Wali Nyatoq sendiri kepada masyarakat, bahwa barangsiapa yang ingin menemukan beliau, maka carilah beliau di hari Rabu. Saat berziarah biasanya masyarakat membawa air dari sumur yang katanya dulu pernah digali oleh Wali Nyatoq sendiri. Selain itu masyarakat juga membawa makanan sebagai sesaji, dan biasanya terdapat daun pare di makanan tersebut karena dipercaya daun pare adalah makanan kesukaan sang Wali. Jika ada yang melanggar ketentuan ini dan berkunjung di luar hari Rabu, terdapat sanksi keras karena yang melanggar dianggap congah, atau tidak tahu aturan dan sopan santun. Di komplek makam ini terdapat satu sumur kecil, yang konon katanya selalu kering bahkan pada saat musim


Sumber foto : Dokumentasi Fitya Safira

hujan sekali pun. Yang membuatnya unik adalah air akan muncul pada seseorang yang bernasib baik. Tentunya peristiwa unik ini kembali pada kepercayaan masing-masing. Karena sebagian besar masyarakat Desa, termasuk penjaga makam tidak

pernah melihat adanya air dalam sumur tersebut. Namun pada Kepala Desa Rembitan, Arifin Tomi, mengaku pernah menyaksikan sendiri munculnya air di sumur tersebut hingga ketinggian 1 meter. Hal itu terjadi pada tahun 2012 menjelang

Sumber foto : Dokumentasi Fitya Safira 141


pemilihan kepala Desa, saat Arifin masih menjadi calon kepala Desa dan disaksikan oleh beberapa warga Desa juga. Arifin bercerita bahwa setelah menyaksikan kemunculan air sumur tersebut, di jalan pulang ia merasakan kedamaian dan seperti mendapat penghormatan dari warga Desa. Rasanya sudah seperti menjadi kepala Desa, katanya. Dan ternyata keesokan harinya saat pemilihan kepala Desa, dirinya yang terpilih. ƒ

MASJID KUNO PUJUT Masjid kuno yang terletak di Situs Gunung Pujut ini adalah masjid pertama di Lombok, yang menjadi penanda masuknya Islam di Lombok. Selain masjid, terdapat beberapa pening galan arkeologi di Situs Gunung Pujut ini. Pening galan tersebut meliputi tempat bertapa orang Islam zaman dahulu yang menganut Wetu Telu, yang disebut Pedewa. Terdapat tiga tempat pertapaan, yaitu Dewa Pujut, Dewa Dapur dan Dewa Peringga. Sebagai masjid pertama penanda masuknya Islam, terdapat satu bedug kuno yang dulu digunakan untuk mengumandangkan adzan. Sekarang masjid ini sudah tidak digunakan lagi. Selain itu masjid ini jaraknya cukup jauh dan berada di atas bukit yang hanya bisa ditempuh

142

dengan jalan kaki melewati anak tangga kira-kira sejauh 400 meter. Situs ini disebut Gunung Pujut tidak berarti terdapat di gunung, melainkan di atas bukit yang tingginya sekitar 500 mdpl. Di zaman dahulu merupakan kebiasaan untuk mendirikan bangunan yang bernilai sakral di atas bukit sebagai tanda penghormatan. ƒ

MASJID KUNO BAYAN BELEQ Masjid Kuno Bayan Beleq merupakan salah satu saksi bisu masuknya agama Islam di Pulau Lombok. Namun sampai saat ini tidak ada dokumen sejarah tertulis yang dapat menjelaskan sejak kapan masjid ini berdiri. Masjid kuno Bayan Beleq berukuran 9x9 meter persegi, dengan dinding rendah dari anyaman bambu dengan atap berbahan bilah bambu atau istilah lokalnya santek, dan lantai tanah yang dasarnya dari susunan batu kali. Di dalam masjid terdapat sebuah bedug dari kayu yang digantung di tiang atap masjid. Di dalam kompleks masjid kuno ini terdapat beberapa makam milik tokoh-tokoh yang berperan besar dalam penyebaran agama Islam. Salah satu yang terkenal ialah makam besar atau makam beleq/reak seorang penyebar agama Islam pertama di


Foto : Nastiti Rachma

kawasan ini, yaitu Gaus Abdul Razaq. Selain makam beleq Gaus Abdul Razaq, masjid ini juga dikelilingi oleh makam tokoh agama lainnya, seperti Pawelangan, Titi Mas Puluh, Sesaitdan KaremSaleh.Saat ini masjid kuno ini

sudah tidak digunakan sebagai tempat ibadah, namun lebih sering digunakan sebagai tempat untuk menyelenggarakan ritual adat atau perayaan hari-hari besar Islam yang dirayakan secara adat Bayan.

143


144


145 Foto : Fitya Safira


POTENSI DESA DENGAN OBJEK WISATA ALAM

Foto : matajatim.com

ƒ

RANU PANI, RANU REGULO DAN RANU KUMBOLO Ranupani merupakan satu Desa enclave yang termasuk dalam kawasan Taman Nasional BromoTengger-Semeru (TNBTS) yang sudah tidak asing dan tentunya akrab khususnya bagi para pendaki Gunung Semeru. Desa Ranupani terletak di Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur dan 146

merupakan Desa terakhir sebelum para pendaki menuju ke puncak Gunung Semeru. Nama Desa ini diambil dari danau atau ranu yang sudah terkenal namanya, yaitu Ranu Pani. Pani dalam bahasa Sansekerta berarti kuping/telinga, karena dari atas ranu ini berbentuk seperti telinga. Pelafalan Ranu Pani sekarang sudah bergeser menjadi Ranu Pane akibat pengaruh dari bahasa Belanda. Desa ini terkenal sebagai objek wisata


karena memiliki dua ranu lagi selain Ranu Pani, yaitu Ranu Regulo dan Ranu Kumbolo. Desa Ranupani yang terletak di lereng Gunung Semeru ini terkenal akan objek wisatanya yaitu tiga danau atau ranu, yakni Ranu Pani, Ranu Regulo, dan Ranu Kumbolo. Ranu Pani yang merupakan icon utama Desa ini terletak di tengah Desa dengan luas awal sekitar satu hektar lebih. Namun sayangnya aktivitas pertanian Desa yang menggunakan tanah loss tersebut memberi dampak negatif terhadap penyempitan luas Ranu Pani akibat sedimentasi. Tanah bukit yang tidak keras akan longsor khususnya saat musim hujan, dan longsoran tanah inilah yang memberi dampak langsung terhadap kelestarian danau. Terus bertambahnya penduduk dan semakin menipisnya lahan menyebabkan pembukaan perbukitan sebagai lahan pertanian sehingga menyebabkan erosi. Di pinggir danau sekarang dapat terlihat tumbuhan ilalang sejauh 3 meter yang dulunya masih terendam air. Selain itu Ranu Pani merupakan sumber air yang terdekat dari pemukiman sehing ga seluruh masyarakat menggunakan air tersebut terus menerus. Di samping itu belum terdapat sistem pembuangan aliran air yang memadai sehingga hal ini

juga memberi dampak kepada keindahan Ranu Pani, khususnya saat musim hujan yang menyebabkan banyaknya sampah. Setelah melewati gapura selamat datang, di sepanjang perjalanan menuju pemukiman Desa dan Ranu Pani terlihat area perkebunan yang terletak di bukit-bukit. Biasanya lahan yang berbentuk bukit miring akan ditanami dengan metode terasering. Namun di Desa ini lahan-lahan miring ditanami begitu adanya, yang disebut dengan tanah loss. Menurut penduduk di Desa ini, penanaman di tanah loss lebih dapat meningkatkan penghasilan dibanding terasering yang menurut mereka justru mempersempit lahan. Sementara saat musim hujan, tanah dari lahan miring ini berkontribusi pada sedimentasi dan pendangkalan ranu. Konon dulu kedalaman Ranu Pani dapat mencapai 50 meter, sementara akibat sedimentasi terjadi pendangkalan sehingga sekarang kedalaman diperkirakan hanya 3,5 hingga 4 meter. Perubahan fungsi perbukitan menjadi lahan pertanian diperkirakan sudah terjadi sejak tahun 2000-an. Dapat dibayangkan bagaimana perubahan drastis yang dialami oleh Ranu Pani hing ga wujudnya kini sudah tidak seperti sedia kala. Hal ini sebetulnya disadari

147


oleh masyarakat yang mendiami Desa ini seumur hidupnya. Sudah banyak sosialisasi yang diberikan baik dari perangkat Desa maupun dari pihak Taman Nasional. Namun sayangnya hanya sedikit dari mereka yang menyadari pentingnya menjaga kelestarian Ranu Pani demi mencegah Ranu Pani hanya tinggal nama. Pun kesadaran tersebut tidak disertai oleh tindakan konkret akibat minimnya pengetahuan serta keterbatasan akses informasi. Kekhawatiran terbesar sekarang adalah jika tidak segera ditangani, maka Ranu Pani bisa jadi tinggal sejarah dan anak cucu mereka tidak akan pernah mengetahui bahwa di situ pernah ada danau atau ranu. Mereka khawatir suatu hari nanti Ranu Pani hanya tinggal nama Paninya saja saat air danau atau ranu sudah tidak bersisa. Selain Ranu Pani, para pengunjung juga dapat menikmati Ranu Regulo yang terletak hanya 200 meter di sebelah utara Ranu Pani. Untuk mencapai Ranu Regulo tidak perlu melewati jalur trekking karena bisa ditempuh hanya dengan jalan kaki kurang lebih 15 menit. Ranu Regulo merupakan danau alami yang menyimpan keindahan alami yang cenderung lebih terjaga jika

148

dibandingkan dengan Ranu Pani. Walau begitu, terdapat kekhawatiran juga dalam benak masyarakat, bahwa tidak tertutup kemungkinan masyarakat Desa pun akan menaruh minat pada Ranu Regulo jika suatu saat nanti Ranu Pani sudah tidak berfungsi sebagai sumber kehidupan di Desa. Kemudian terdapat Ranu Kumbolo yang jaraknya cukup jauh dengan jalur yang relatif lebih sulit untuk mencapainya ke sana. Ranu Kumbolo memiliki luas kurang lebih 15 hektar dan berada di jalur pendakian menuju puncak Gunung Semeru. Lokasi ranu yang jauh ini membuat keindahan dan kebersihannya lebih terjaga. Selain itu karena memang masyarakat Desa mengkeramatkan air danau ini sehingga nuansa mistis yang menyelimuti kawasan Ranu Kumbolo ini sudah tidak asing lagi. Terdapat larangan keras bagi pengunjung agar tidak mencuci atau berenang, apalagi mengotori area Ranu Kumbolo. Bagi pengunjung yang ketahuan melanggar akan diberikan sanksi sosial yang cukup keras, seperti mengangkut seluruh sampah yang ada di kawasan Taman Nasional.


Sumber foto : www.rianinformation.blogspot.com

ยง

AIR TERJUN SENDANG GILE DAN TIU KELEP Desa Senaru ini terkenal karena potensi wisatanya. Terletak di kawasan kaki Gunung Rinjani, Desa ini selalu menjadi tempat singgah para pendaki. Selain itu terdapat dua

air terjun yang letaknya tidak jauh dari Kantor Desa, yaitu air terjun Sendang Gile dan Tiu Kelep. Air terjun Sendang Gile dan Tiu Kelep ini merupakan air terjun tingkat, di mana air terjun Tiu Kelep berada di atas Sendang Gile. Menurut masyarakat

Sumber foto : www.warungwisata.com

149


setempat, nama Tiu Kelep diambil dari Bahasa Sasak yang artinya kolam terbang. Sementara nama Sendang Gile berasal dari legenda setempat yang menceritakan tentang seorang pangeran yang bersembunyi di air terjun dari kejaran seekor singa gila. Di dekat air terjun ini terdapat gua raksasa yang di dalamnya ditemukan fosil-fosil tulang yang berukuran besar serta piring yang berukuran besar juga. Konon “penghuni” gua tersebut adalah raksasa yang tinggal di gunung. Namun gua ini tidak dijadikan objek wisata karena dianggap sakral oleh masyarakat setempat. Bahkan masyarakat juga menyediakan sesajen untuk “penghuni” gua tersebut. Sesajen tidak harus diletakkan langsung di gua, tetapi boleh disediakan di rumah masing-masing dengan niat yang diperuntukkan memang kepada “penghuni” gua tersebut.

UJUNG KULON Ujung Kulon tentunya sudah tidak asing di telinga masyarakat Indonesia karena identik dengan badak bercula satu. Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) ini terletak di bagian paling barat Pulau Jawa. Secara administratif, Kawasan TNUK terletak di Kecamatan Sumur dan Cimanggu,

150

Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Luas kawasan TNUK adalah 122.956 Ha. Sejak tahun 1991 TNUK ditetapkan sebagai salah satu Warisan Alam Dunia oleh UNESCO karena tidak hanya berfungsi sebagai habitat badak, melainkan karena wilayahnya yang luas mencakup hutan lindung dan pulau-pulau sekitar yang memiliki beragam jenis flora dan fauna. Terdapat keanekaragaman hayati yang harmonis karena terdapat tiga ekosistem yang berbeda, mulai dari daratan, laut dan rawa. Selama ini badak jawa sebagai hewan yang dilindungi adalah icon dari Ujung Kulon. Namun sebetulnya terdapat beraneka ragam satwa liar yang dilindungi seperti banteng, ajag, surili, lutung, rusa, macan tutul, kucing batu, owa, dan kima raksasa. Selain itu pun masih banyak aneka primata, burung dan ikan, serta golongan insekta. Begitu juga dengan floranya yang jumlahnya kurang lebih ada 700 jenis yang terlindungi di Taman Nasional ini. Pulau-pulau yang termasuk dalam kawasan TNUK meliputi Pulau Panaitan, Pulau Handeleum dan Pulau Peucang. Pulau Panaitan menawarkan wisata bahari yang menarik seperti diving dan snorkeling untuk melihat keindahan terumbu


Sumber foto : www.cartenzadventure.com

karang, serta surfing karena ombak lautnya cukup tinggi. Di Pulau Panaitan ini juga terdapat hutan kombinasi vegetasi hutan mangrove, hutan pantai dan hutan hujan dataran rendah yang di dalamnya hidup berbagai satwa liar. Pulau Handeleum dikelilingi oleh hutan mangrove. Di pulau ini dapat menyusuri Sungai Cigenter menggunakan sampan atau kano sembari melihat tipe hutan hujan tropis sepanjang sungai. Sementeara di Pulau Peucang terdapat peninggalan Belanda berupa

mercusuar. Dari Pulau Peucang bisa menyeberang ke Padang Peng gembalaan Cidaon untuk melihat satwa liar seperti banteng, merak, rusa, dan babi hutan. Selain tiga pulau ini, masih merupakan bagian dari Kawasan TNUK adalah Semenanjung Ujung Kulon dan Gunung Honje. Semenanjung Ujung Kulon inilah yang merupakan habitat badak jawa. Tidak banyak wisata alam yang dikelola di sini karena untuk menjaga habitat badak. Gunung Honje Sumber foto : www.bantenhits.com

151


termasuk Kawasan TNUK yang dikelilingi 19 Desa yang berbatasan langsung maupun tidak langsung dengan Taman Nasional. Salah satu desa yang menjadi pintu gerbang masuk ke Taman Nasional Ujung Kulon adalah Desa Tamanjaya. ƒ

PULAU MERAH, BANYUWANGI Pulau Merah adalah suatu pulau kecil yang terletak di tengah pantai di Desa Sumber Agung, Banyuwangi. Saat laut surut, para pengunjung

Foto : www.anekatempatwisata.com

152

dapat berjalan kaki dari pantai menuju pulau kecil ini. Disebut Pulau Merah karena tanah pulau tersebut berwarna merah. Pantai di Desa ini memang belum banyak diketahui oleh para turis. Pulau Merah ini merupakan destinasi baru bagi para peselancar karena gulungan ombaknya mencapai 4 meter sejauh 3 km. Pada tahun 2013 diadakan International Surfing Competition, yaitu kejuaraan surfing internasional yang diikuti peserta dari 20 negara.


ƒ

PULAU DERAWAN Kepulauan Derawan yang terletak di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur adalah destinasi wisata yang banyak diminati karena disebut-sebut sebagai Maldives-nya Indonesia. Kepulauan Derawan terdiri dari 31 pulau. Yang paling terkenal adalah Pulau Derawan, Pulau

Maratua, Pulau Sangalaki dan Pulau Kakaban. Wisata bahari yang terdapat di Derawan juga tidak kalah menarik, khususnya wisata bawah laut yang menyimpan kekayaan aneka ragam biota air. Kura-kura raksasa, lumbalumba, ikan pari, duyung, barakuda, serta ubur-ubur stingless dapat ditemukan jika snorkeling di

Foto : detik.com

153


Foto : zonalibur.com

Derawan. Ikan hiu paus yang berada di Kepulauan Derawan adalah bintang utama yang selalu mendapat perhatian dari turis lokal maupun mancanegara. ƒ

TEMAJUK Berbatasan langsung dengan Malaysia, siapa sangka Desa Temajuk ini justru menyimpan keindahan pantai yang unik. Desa Temajuk

Foto : Tim Laboratorium Desa Universitas Tanjungpura

154

berada di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Desa ini justru lebih dekat dengan Malaysia, hanya berjarak 4 km dari Telok Melano. Namun jika ditempuh dari Kota Singkawang atau dari Pontianak, membutuhkan waktu 6-7 jam karena kondisi jalan yang tidak begitu mulus. Pantai ini dapat dikatakan masih perawan dengan dihiasi bebatuan granit. Beberapa penduduk desa


Foto : ksmtour.com

menjalankan usaha homestay dengan bentuk rumah tradisional. Namun sayangnya pengelolaan wisata pantai ini belum dilakukan secara efektif. ƒ

BANDA NEIRA Banda Neira, pulau kecil yang terletak di Ambon adalah saksi bisu semasa penjajahan Eropa. Banyak pening galan sejarah berupa bangunan-bangunan yang dulu dibangun oleh Belanda seperti Istana Mini yang pernah diting gali Gubernur Belanda. Benteng peninggalan Belanda dan rumah tempat pengasingan Bung Hatta, Sutan Syahrir dan Dr. Cipto Mangunkusumo juga merupakan

objek wisata sejarah yang dapat dikunjungi sekaligus untuk melawan lupa akan perjuangan para pahlawan. Selain wisata sejarah, Banda Neira juga menawarkan keindahan baharinya yang tersimpan di bawah laut. Banda Neira merupakan spot diving terbaik kedua setelah Raja Ampat. Banda Neira resmi ditetapkan sebagai Cagar Alam Taman Laut Banda sejak tahun 1977. Terumbu karang di kepulauan Banda ini merupakan salah satu yang terkaya akan jenis karangnya di antara terumbu karang lainnya yang ada di dunia. Dari 700 jenis karang yang ada di dunia sekitar 432 jenis karang atau sebesar 64% terdapat di kepulauan Banda.

155


156


157

Foto : Bambang Waluyanto


DINAMIK APEMBANGUNAN DESA DINAMIKAPEMBANGUNAN ƒ

SRIHARJO: KELUAR DARI KEMELUT Jalan menuju Desa Sriharjo tidaklah sulit. Dari pusat Kota Jogjakarta ke Desa Sriharjo berjarak kurang lebih 19 km yang dapat ditempuh setidaknya setengah jam menggunakan kendaraan roda empat melintasi Jalan Imogiri Timur. Sepanjang perjalanan nyaris tidak ada jalan yang buruk apalagi berlubang. Jalan jalan beraspal hotmix. Lalu lintas diramaikan oleh kendaraan roda empat, roda dua maupun sepeda. Jalan ini yang membelah Sriharjo. Desa Sriharjo genap berusia 70 tahun pada Oktober 2016. Wilayah

dibawah Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta ini, terdiri atas 13 pedukuhan, meliputi 8 pedukuhan sebagai daerah pertanian irigasi dan 5 pedukuhan daerah pertanian tadah hujan. Luas wilayah Desa Sriharjo, 615 Ha dengan jumlah penduduk kurang lebih 10.000 jiwa atau sekitar 2600 KK. Jika luas wilayah dibagikan dengan jumlah penduduk (jiwa), maka setiap penduduk memiliki tanah seluas 0,06 Ha. Namun menurut Ngadiran, Cari Desa Sriharjo, setiap keluarga memiliki tanah 0,1 Ha untuk tempat rumah dan lahan garapan.

Foto : Bambang Waluyanto

158


Hasil hasil pembangunan prasarana dan sarana pendidikan, kesehatan, dan jalan telah tersedia di Sriharjo. Untuk pendidikan dasar, telah dibangun sekolah dasar, sekolah menengah pertama. Pendidikan untuk Anak Usia Dini (PAUD) telah berkembang. Sayangnya, lapangan pekerjaan masih menjadi persoalan utama. Banyak penduduk bekerja di kota, sebagian besar bekerja di “Proyek”. Ini diakui oleh Pak Ngadiran. Menurutnya “banyak kerja di luar desa, di kota. Penduduk yang bekerja di Jakarta sudah jarang, juga ke luar negeri hampir tidak ada…karena mahal…” Sektor pertanian saat ini sudah tidak menjadi sumber penghasilan utama sebagain besar penduduk. Bahkan sektor pertanian telah menjadi masa lalu bagi generasi muda. Sejak tahun 1950-an penyempitan pemilikan lahan dan pertumbuhan penduduk menjadi persoalan. Lahan pertanian sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari hari. Karena suramnya masa depan pertanian di Sriharjo, saat ini terjadi krisis tenaga kerja di sektor pertanian. Menurut Pak Carik, “kalau generasi muda sulit untuk ke sawah…. Kalau toh ada orang untuk tanam cuma satu

dua orang…. Anak saya saja belum tahu sawahnya dimana…..”. Lanjut Pak Ngadiran, “Petani sekarang hancur… tenaga susah, harga gabah tidak pernah naik….” Menurutnya pekerjaan petani ini “samben”. Pekerjaan yang menghasilkan sebagai tukang batu, tukang kayu, orang yg mengelola sesungguhnya tidak ada. “Kami belum merasa sekali Sriharjo Maju….” kata Ngadiran, Carik Desa Sriharjo. Hari Sabtu tgl 27 Mei 2006 tepatnya pukul 5.53 WIB adalah hari yang tidak pernah dilupakan oleh penduduk Sriharjo. Di pagi hari ini gempa dengan kekuatan 5,9 skala richter terjadi.Goncangan 57 detik telah meluluhlantakan permukiman penduduk Sriharjo, sehingga tersisa tiga rumah. Kejadian gempa itu yang kemudian mengubah permukiman penduduk. Bantuan pembangunan permukiman telah menghadirkan rumah rumah penduduk dengan bangunan baru yang lebih baik dibandingkan dengan bangunan sebelumya. Atap rumah telah berganti dari daun tebu menjadi atap seng. Lebih menggembirakan, industri peyek berkembang, khususnya di Dusun Pelemadu.

159


Tenaga kerja di home industry peyek bekerja dari jam 8 sampai jam 16 dengan upah Rp. 25.000 perhari. Kendati berkembang, sayangnya bahan baku dari peyek bersumber dari luar Sriharjo. Bahan baku kedelai umumnya berasal dari Gunung Kidul atau Semarang. Harga satu kantung peyek dijual Rp. 2600 perbungkus. Dalam setiap produksi diperloeh 400 sampai 500 bungkus, sehingga bila diuangkan menjadi Rp. 1.300.000. Namun produksi tidak dilakukan setiap hari karena tergantung pada penjualan oleh sales. Dalam pemasaran produksi peyek juga tergantung pada pedagang yang berasal dari luar desa (sales). Selain itu produk peyek belum juga memiliki merek. Ketika kami berkunjung menjelang siang hari, tumpukan beras telah memenuhi sepertiga pendopo Desa Sriharjo. Beras itu akan disalurkan ke kelompok sasaran rumah tangga miskin. Wajah kemiskinan belum pupus dari Sriharjo. Bagi Pak Ngadiran, Carik Desa Sriharjo, kemiskinan di Sriharjo sudah berkurang. “Tidak sebanyak dua puluh tahun lalu ..� Menurutnya, kemiskinan masih sekitar 30%. Banyak potensi sumber daya alam yang dapat dikembangkan.

160

Selain tempatnya strategi karena jalur penghubung ke wisata pantai, potensi wisata alam yang beragam seperti air terjun, jembatan gantung, panggung terbuka belum dimanfaatkan optimal. Selain itu produksi makanan seperti peyek dapat menjadi andalan Sriharjo. Lebih penting dari itu, penduduk desa Sriharjo khususnya generasi muda telah menikmati pendidikan dan kualitas kesehatan yang lebih baik. Karang Taruna telah terbentuk, dan ketika kami berkunjung, baru disyahkan kepungurusan baru. Generasi muda Sriharjo mulai bergerak ke kegiatan ekonomi yang beragam. Lahan yang sempit saat ini tidak hanya dimanfaatkan sebagai lahan sawah tetapi telah dirintis untuk memelihara ikan. Usaha usaha kuliner juga mulai tumbuh di Jalan Provinsi yang membelah desa Sriharjo. ƒ

GIRIREJO : MENUJU DESA SEHAT LINGKUNGAN Pada mulanya bernama kelurahan Dronco, dibentuk pada tahun 1908 dan berada di wilayah Dronco dengan bernama Kalurahan Dronco yang padasaat itu dipimpin oleh seorang lurah bernama Suro Diproyo, hing ga tahun 1928


kalurahan Dronco berpindah ke wilayah Banyusumurup, di bawah kepemimpinan seorang lurah yang bernama Mangun Dikromo dan nama Kalurahan Dronco diganti dengan Kalurahan Girirejoyang berarti daerah Gunung yang Rejo atau gunung yang makmur. Desa Girirejo awalnya masuk kedalam wilayah Kasunanan Surakarta, seiring perjalanan waktu akhirnya masuk pada wilayah Kasultanan Nyayogjokarto Hadiningrat hingga sekarang. Secara administratif Desa Girirejomasuk dalam wilayah Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul provinsi DIYdi sebelah Tenggara Kecamatan Imogiri dengan luas 3.235.495 Ha. Sebagian masyarakat Desa Girirejo bergantung pada sumber daya hutan, warga memanfaatkan hutan untuk bercocok tanam dan mebuka ladang berdasarkan hasil kesepakatan bersama Universitas Gajah Mada. Desa Girirejo memiliki lahan hutan seluas 14 Ha merupakan lahan milik Gajah Mada yang menjadi bagian dalam pengelolaan hutan bersama masyarakat sehingga secara administratif menjadi satu kesatuan dalam pengelolaan tata ruang Desa. Selain itu Desa Giriejo juga memiliki lahan persawahan seluas 313.805 Ha

yang terbagi menjadi dua yaitu sawah produktif dan sawah tadah hujan. Sebagai desa yang terletah dipingiran hutan, desa Giriharjo menempatkan hutan sebagai tempat bergantung dalam mencari penghidupan hanya saja masyarakat desa setempat tidak bisa memanfaatkannya secara maksimal mengingat bukan merupakan hutan rakyat, hutan yang ada merupakan milik UGM dan masyarakat hanya memiliki hak guna lahan dengan menggunakan pola bagi hasil. Untuk menutupi kebutuhan sehari-hari masyarakat bekerja sebagai pedagang, pengrajin keris, petani buruh dan ada pula yang menjadi TKI di luar negeri, pilihan kerja ke luar negeri lebih menjanjikan dari sisi pendapatan ekonomi. Pemerintahan Desa berupaya mendorong agar desa Giriharjo menjadi desa sehat lingkungan melalui pembangunan MCK tiap rumah dan sanitasi untuk merubah prilaku masyarakat di bidang kesehatan. Dalam perencanaan pembangunan Desa Girirejo sektor kesehatan merupakan salah satu target prioritas pemanfaatan dana desa dengan mendorong askep promotif dan preventif melalui penyediaan fasilitas MCK di setiap rumah dan

161


sanitasi yang baik, dengan kata lain, ketersediaan MCK dan sanitasi ini merupakan pemenuhan hak dasar kesehatan bagi warga Girirejo. Desa Girirejo merupakan tempatnya makam raja-raja dan makam pangeran Pekik sebagai salah satu objek wisata sejarah yang setiap

162

hari dikunjungi para peziarah baik oleh masyarakat sekitar atau para wisatawan yang ingin mengetahui makam raja-raja tersebut, mengenai objek wisata sejarah ini, Pemerintahan Desa Girirejo berharap dapat memaksimalkannya dalam rangka mengembangkan sektor ekonomi masyarakat desa.


SUMBER Grace Hartanti; Amarena Nediari. 2014. Pendokumentasian Aplikasi Ragam Hias Toraja Sebagai Konservasi Budaya Bangsa Pada Perancangan Interior. Humaniora Vol.5 No.2 Oktober 2014: 1279-1294 Veronica A. Kumurur & Setia Damayanti. 2009. Pola Perumahan Dan Pemukiman Desa Tenganan Bali. Jurnal Sabua Vol.1, No.1: 1-7, Mei 2009 http://www.aminjaya.desa.id/berita/detail/bumdes-karya-jaya-abadi-desaamin-jaya-wakili-kalteng-ke-tingkat-nasional http://kaltim.antaranews.com/berita/35647/bumdes-kaltim-perolehpenghargaan-terbaik-nasional https://tirto.id/bumdes-berbasis-potensi-lokal-bdwV http://www.tribunnews.com/regional/2016/08/31/bumdes-ponggoktembus-omzet-hingga-rp65-miliar http://m.mediaindonesia.com/index.php/news/read/76782/berkah-rinjanibagi-bumdes-lentera/2016-11-11 http://www.mediaindonesia.com/news/read/77392/bum-des-beri-solusiair-bersih/2016-11-15 http://www.berdesa.com/bumdesa-aneotob-ide-sederhana-efek-luar-biasa/ http://www.antarasumut.com/berita/162558/foto http://www.psdi.or.id/detailpost/blang-krueng-membangun-fasilitaspendidikan-dengan-kekuatan-mereka-sendiri http://bpm.sulselprov.go.id/bumdes/web/bumdes_detail/17/mattirobulu.html http://m.mediaindonesia.com/index.php/news/read/77210/bum-desmengangkat-harkat-perajin-sarung-sutra/2016-11-14 http://mediaindonesia.com/news/read/76662/memaksimalkan-sawit-lewatbumdes/2016-11-10 http://m.mediaindonesia.com/index.php/news/read/77006/belum-genap2-tahun-aset-bum-pekon-melonjak/2016-11-12 http://www.psdi.or.id/detailpost/bumdes-giri-amerta-kembangkan-usahasimpan-pinjam http://www.ucnews.id/news/2903-4447731244041018/bumdes-jalankedaulatan-ekonomi-sasak.html http://www.psdi.or.id/detailpost/melaut-jadi-lebih-murah-berkat-bumdes 163


http://www.mediaindonesia.com/news/read/77144/modal-bum-des-karyausaha-kini-capai-rp3-6-miliar/2016-11-13 http://mediaindonesia.com/news/read/76371/mudahnya-pinjam-modal-dibumdes/2016-11-09 http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/01/09/nhwqqfjadi-bumdes-terbaik-menteri-marwan-kunjungi-desa-pagedangan http://ekbis.sindonews.com/read/948837/34/bumdes-pagedangan-dinilaimiliki-daya-saing-1420888711 http://budaya-indonesia.org/Rambu-Solo/ http://pesona.indonesia.travel/destinasi/sulawesi/sulawesi-selatan/desakete-kesu/ Wega Dwi Rafika, Bambang Samsu. 2013. Perubahan Sosial dalam Masyarakat Adat TengananP egringsingan, 1960-1990. Artikel Hasil Penelitian Mahasiswa 2013, I (1): 1-6 http://budaya-indonesia.org/Mbaru-niang-hunian-unik-desa-Wae-Rebo/ http://travel.kompas.com/r ead/2014/01/20/1712571/ Melihat.Bali.Sesungguhnya.di.Desa.Tenganan http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbbali/2015/04/15/desa-bali-agatenganan-pegringsingan/ http://budaya-indonesia.org/Kain-Tenun-Gringsing/ http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/11/kain-tenun-lombokmewarnai-perjalanan-hidup-manusia ujungkulon.org http://nationalgeographic.co.id/berita/2016/05/taman-nasional-ujungkulon-harmoni-keragaman-hayati-di-barat-jawa http://banyuwangitourism.com/content/pulau-merah http://www.banyuwangibagus.com/2013/08/pesona-pantai-pulaumerah.html http://pesona.indonesia.travel/destinasi/kalimantan/kalimantan-timur/ kepulauan-derawan/ http://www.mongabay.co.id/2012/09/09/pantau-banda-neira-demi-jagakekayaan-segitiga-terumbu-karang-dunia/ http://pusakapusaka.com/wisata-bahari-dan-wisata-sejarah-di-banda-neiramaluku.html

164


165

Foto : www.goldmanprize.org


TOK OH DESA TOKOH Membayangkan kondisi pedesaan jika bukan tentang imanjinasi keindahan alam dengan gunung-gunung tinggi menjulang, perbukitan hijau, hamparan ladang yang luas di bawah langit biru, liuk sungai dan aroma hutan tropis dengan segala pesonanya yang menawarkan ketenangan dan keteduhan, Desa kerap diasosiasikan sebagai tempat ber mukimnya masyarakat yang akrab dengan segala masalah keterbatasan dan ketertinggalan, masyarakat desa selalu dihadapkan pada situasi yang tidak menguntungkan. Meski demikian tidak jarang di tengah tengah kehidupan masyakrakat desa terdapat figur- figur yang memiliki kesadaran dan kemampuan untuk keluar dari masalah serta melakukan perubahan terhadap kondisi yang ada, memperjuangkan suara perempuan hing ga perlawanan untuk mempertahankan hak-hak dasar warga di tengah konflik sumber daya alam. Figur-figur ini dapat memberi inspirasi dan biasanya merupakan tokoh masyarakat non-formal dan memulai dari bahwah untuk menjadi pelita dalam kegelapan, mereka 166

dengan penuh kerelaan mengorbankan waktu, pikiran bahkan diri mereka sendiri untuk bersama-sama masyarakat menyalakan daya untuk kebutuhan berbagai hal baik dalam bidang ekonomi, sosial, lingkungan hingga perlindungan hukum dan gerakan kebudayaan. Terbitnya Undang-Undang Desa memberikan peluang bagi Desa untuk mengatur dirinya sendiri. Desa sudah menjadi subjek utama dalam pembangunan. Masyarakat Desa bersama dengan Pemerintah Desa adalah penggerak utama dalam menjalankan kewenangannya menuju kemandirian. Dalam perjalanan membangun desa, tentu ada satu atau dua orang yang berperan besar yang dijadikan tokoh dalam menorehkan sejarah desa. Kita sudah sering mendengar kata “tokoh masyarakat desa�. Mereka yang disebut “tokoh masyarakat desa� dianggap mampu mengajak dan memotivasi masyarakat desa agar mau ikut terlibat aktif dalam pembangunan desa. Kemudian definisi tokoh masyarakat menjadi identik dengan para penjabat di jajaran perangkat desa. Padahal yang disebut tokoh desa ini bisa saja dari


kelompok masyarakat biasa yang tidak sempat mengenyam pendidikan lebih dari sekolah dasar. Tokoh Desa yang diangkat di sini adalah orang-orang yang menebarkan inspirasi yang menggerakkan masyarakat desa. Mulai dari Kepala Desa yang bukan siapa-siapa hing ga aktivis yang memperoleh penghargaan bergengsi. Termasuk di dalamnya tokoh perempuan yang selalu dipandang sebelah mata. Perempuan yang menurut sebagian besar adat tidak berhak untuk bersuara, tidak berhak menjadi pemimpin. Terbukti bahwa perempuan Desa juga mampu menyuarakan pikirannya dan menyalurkan ide-idenya, tanpa harus meninggalkan adat istiadat.

Sarinun, lahir pada 8 Mei 1974, adalah anak ketiga dari lima bersaudara. Kedua orangtuanya bekerja sebagai petani. Dengan kesederhanaannya, cita-cita kedua orangtua Sarinun tetap tinggi. Walau harta sedikit, jangan sampai anak tidak ngaji dan tidak sekolah. Itulah pesan kedua orangtua Sarinun untuk anak-anaknya. Sarinun sendiri menyelesaikan Sekolah Dasar pada tahun 1982. Beliau melanjutkan pendidikan menengah di Madrasah Tsanawiyah dan lulus pada tahun 1991. Saat itu Sarinun dilanda dilemma untuk melanjutkan pendidikan. Kedua orangtuanya sudah menawarkan ingin melanjutkan ke SMP atau ke

ƒ

JARO SARINUN Jaro Sarinun, adalah kepala desa ke-5 di Desa Cirompang. Pertama kali beliau menjabat sebagai Kepala Desa di periode 2007 hing ga 2014. Sekarang beliau dipercaya kembali menjadi Kepala Desa di periode keduanya sejak tahun 2015. Lahir di keluarga yang sederhana, tak pernah beliau berkeinginan untuk menjadi seorang pemimpin di desanya. Saat muda dahulu, beliau lebih ingin membantu menopang ekonomi keluarganya. Foto : cirompang.desa.id

167


pesantren. Di saat yang sama, kakak pertamannya sedang persiapan mengikuti ujian CPNS. Kakak keduanya tengah melanjutkan pendidikan di pesantren. Tidak hanya itu, adik pertamanya baru saja lulus SD dan akan melanjutkan ke SMP. Dan adik keduanya juga masih duduk di bangku SD. Keadaan finansial keluarga membuat Sarinun ragu untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat SMA. Kedua orangtua sudah mendorongnya untuk terus bersekolah. Namun keputusan akhir yang dipilihnya adalah menunda sekolah. Ia lebih memilih untuk membantu orangtuanya mencari nafkah. Sarinun kemudian melanglang buana ke Tangerang di tahun 1995. Saat itu beliau mencari nafkah dengan bekerja di suatu pabrik sambil berjualan gorengan. Beliau rela bekerja di mana saja, dan mengerjakan apa saja. Yang penting halal dan menghasilkan uang. Mulai dari tukang bangunan hingga menjual bubur sumsum, pernah dilakoninya. Hingga suatu hari ia memutuskan kembali ke desa. Pada tahun 1996 ia menikah. Setahun setelah menikah, barulah Sarinun mengambil Kejar Paket C atas dorongan dari sang kakak. Kata sang kakak, minimal pendidikan setara SMU agar

168

mempermudah bila mau mencari pekerjaan yang lebih baik. Setelah menikah, Sarinun lebih banyak aktif di desanya. Sebelum terjun ke dunia politik dan pemerintahan, beliau pun sempat bekerja membanting tulang di kampungnya. Menjual gula aren hingga menjadi tukang bangunan. Pada tahun 1999 beliau tergabung dalam kepengurusan salah satu partai politik selama lima tahun. Kemudian di tahun 2003 beliau diamanahkan menjadi ketua BPD sampai tahun 2007 atas saran dan dorongan masyarakat. Selama aktif di BPD, Sarinun banyak menerima aspirasi masyarakat, sering rapat dan musyawarah untuk kepentingan masyarakat dan kepentingan Kasepuhan. Pada saat itulah diadakan pemilihan kepala desa untuk periode 2007-2014. Sampai saat itu pun, tak pernah sekali pun beliau ingin cobacoba mencalonkan diri. Di pikirannya, menjadi kepala desa harus kaya, pintar, dan terpandang. “Saya kan orang nggak punya,� ujarnya. Namun banyak masyarakat, termasuk para Kasepuhan, yang mendorongnya untuk mendaftar sebagai calon kepala desa karena telah melihat kinerjanya sebagai Ketua BPD. Beliau pun terus-terusan


menolak anjuran terkait pencalonan tersebut. Semakin lama justru semakin banyak yang mendukung Sarinun untuk mengikuti Pilkades. Bahkan banyak yang mau membantunya untuk urusan modal yang nilainya mencapai puluhan juta. Saat itu di desa sudah tersebar informasi bahwa terdapat tiga orang yang akan mencalonkan diri jadi kepala desa. Sarinun melihat dirinya tidak sebanding dengan ketiga orang tersebut. Beliau merasa dirinya tidak sehebat mereka, tidak sepintar mereka. Beliau merasa tidak punya apa-apa yang bisa ditawarkan. “Pokoknya tenang,” pesan para Kasepuhan pada Sarinun. Akhirnya ia memantapkan hati dan berkunjung ke Kecamatan untuk melihat persyaratan apa saja yang harus dipenuhi untuk mendaftar menjadi calon kepala desa. Secara diam-diam beliau mencoba untuk memenuhi syarat-syarat tersebut satu per satu. Tak disangka, beliau yang tidak pernah mendeklarasikan terkait pencalonan kepala desa malah menjadi calon tung gal yang persyaratannya lolos untuk menjadi calon kepala desa. Menurut cerita yang Sarinun dengar dari orangtuanya, ketiga bakal calon lainnya mundur sudah mundur. Mereka seperti “ciut” duluan karena

dibisiki bahwa Sarinun juga mendaftar. Kira-kira begini ucapan yang membuat ketiga bakal calon tersebut mundur : “Sudah, nggak usah nyalon. Yang terpilih pasti Sarinun.”. Sarinun sendiri tak menyangka dirinya justru menjadi calon tunggal resmi. Padahal ia tak ada ambisi untuk menang sama sekali. Sebagai Kepala Desa, Sarinun tidak bertujuan untuk memperbanyak harta. Kesejahteraan masyarakat adalah yang utama baginya. Kepercayaan masyarakat terhadap dirinya akhirnya menjadikan Sarinun sebagai kepala desa hingga 2 periode. Saat itu Kasepuhan sangat berperan besar dalam keputusan Sarinun untuk mencalonkan diri saat Pilkades. Sarinun sudah memiliki hubungan yang dekat dengan para Kasepuhan karena orangtuanya adalah sesuku atau penghubung antara Kasepuhan Cirompang dan Kasepuhan Citorek. Sebagai keturunan dari Kasepuhan, mau tidak mau, Sarinun harus mau untuk meneruskan tugasnya sebagai bagian dari Kasepuhan. Hal ini pun sudah dipesankan sejak lama oleh orangtuanya. “Kamu itu harus mendampingi Olot Amir nantinya,” ucap orangtua Sarinun bahkan sebelum masa-masa Pilkades. Olot Amir adalah pimpinan adat di Desa. Saat itu pun Sarinun merasa rendah

169


diri, karena menurutnya kakaknya yang lebih pintar mengaji lebih pantas mendampingi Olot Amir. Namun kembali ditekankan kepadanya oleh orangtuanya, “Walau kakakmu bisa ngaji, tapi Olot Amir percayanya sama kamu.� Jaro Sarinun adalah kepala desa yang menginisiasi keterlibatan Kasepuhan dalam pemerintahan desa. Menurutnya, Kasepuhan adalah desa. Pemerintahan desa tidak akan dapat berjalan tanpa dukungan dari Kasepuhan. Kasepuhan berkaitan erat dengan tiga pilar Desa Cirompang, yakni Agama, Nagara, dan Mokaha. Agama di sini berarti pentingnya seorang tokoh agama atau kyai. Sementara Nagara mewakili Pemerintah Desa, dan Mokaha mewakili Kasepuhan. Ketiga pilar ini berperan penting dalam pembangunan desa.

kemajuan teknologi. Pada tahun 2016 ini Desa Dermaji menerima penghargaan Destika Awards dalam acara Festival Desa Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (Festival Destika 2016) di Papua. Penghargaan diberikan langsung oleh Direktur Pemberdayaan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, disaksikan oleh Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi, Ketua Festival Destika 2016 sekaligus Anggota Komisi II DPR RI, Staf Ahli Kementerian Kominfo Bidang Teknologi, dan Bupati Jayapura. Tidak hanya itu, Desa Dermaji

ƒ

BAYU SETYO NUGROHO Bayu Setyo Nugroho adalah Kepala Desa Dermaji yang memiliki segudang prestasi, khususnya di bidang teknologi, informasi dan komunikasi (TIK). Desa Dermaji terkenal sebagai desa yang melek IT. Di balik itu, adalah Bayu beserta beberapa rekan-rekannya yang menggerakkan masyarakat desa agar mampu beradaptasi dengan Foto : dermaji.desa.id

170


merupakan salah satu desa yang menjadi Desa Unggulan Pilihan Tempo 2016. Desa Der maji memperoleh predikat Desa Unggulan Melek Teknologi. Selain unggul di bidang TIK, Bayu juga pakar dalam bidang tata kelola pembangunan desa. Bayu merupakan salah satu penggagas Gerakan Desa Membangun (GDM). Gerakan ini merupakan hasil dari Lokakarya Desa Membangun pada tahun 2011 di Desa Melung, Banyumas. Menurut Bayu, gerakan ini menekankan desa yang aktif sebagai subjek dalam pembangunan. Tidak lagi sebagai objek yang didikte dari pihak eksternal. Bayu juga aktif dalam Program Desa 2.0, yaitu program yang bertujuan untuk mendukung desa-desa, terutama anggota GDM, dalam menyebarluaskan isu-isu perdesaan. Menurut Yossy Suparyo, Koordinator Program Desa 2.0, istilah Desa 2.0 mengacu pada pemanfaatan teknologi informasi generasi dalam kerja-kerja pemberdayaan desa. Bayu menjabat sebagai Kepala Desa Dermaji periode 2011-2017 yang merupakan periode keduanya. Sebelumnya ia telah terpilih menjadi kepala desa untuk periode 2005-2011. Kearifannya dalam memimpin diakui

dengan terpilihnya beliau sebagai salah satu dari 11 tokoh muda yang berpengaruh. Beliau memperoleh penghargaan “Inspiring Young Leader (Tokoh Muda yang Menginspirasi Tahun 2014)� dari Beritasatu.com. Penghargaan diberikan langsung oleh Presiden Joko Widodo di Jakarta pada bulan Agustus tahun 2014. Prestasi yang diukirnya tidak terlepas dari pendidikan yang telah ditempuhnya. Bayu adalah salah satu kepala desa dengan tingkat pendidikan Strata 2. Tahun 1999 Bayu menyelesaikan pendidikan sarjana di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) jurusan ilmu administrasi negara. Kemudian beliau menyelesaikan pendidikan magister pada tahun 2013 di universitas yang sama dengan jurusan ilmu administrasi publik. ƒ

MUKIBAT(1903 – 1966) Pada tahun 1950-an, dunia pertanian digemparkan dengan penemuan singkong yang kemudian terkenal dengan nama singkong Mukibat. Nama Mukibat diperoleh dari seorang petani yang berhasil mengembangkan singkong biasa menjadi singkong dengan ukuran yang luar biasa. Singkong Mukibat bukan varietas baru dari hasil

171


Foto : jatim.litbang.pertanian.go.id

persilangan. Singkong Mukibat adalah hasil dari teknologi perbanyakan dengan menempelkan singkong biasa (Manihot esculenta) sebagai batang bawah dan singkong karet (Manihot glaziovii) sebagai batang atas. Mukibat adalah seorang petani yang berasal dari Desa Ngadiluwih, Kabupaten Kediri. Beliau hidup pada periode 1903-1966, di mana saat itu terjadi krisis ekonomi. Dengan kondisi seperti itu, petani mulai banyak memanfaatkan singkong sebagai makanan pokok. Saat itu pun sering terjadi pencurian singkong di lading masyarakat. Untuk mengakalinya, singkong biasa disambung dengan singkong karet yang berumbi pahit dan beracun. 172

Ternyata hasilnya adalah umbi singkong yang berukuran hingga 3-6 kali lebih besar dari umbi biasa. Produksinya pun melonjak dari 3-5 kg per tanaman menjadi 10-15 kg per tanaman. Sejak saat itu, teknik penyambungan menjadi lebih populer dibanding sistem tempelan tunas. Saat ini singkong Mukibat yang asli sudah jarang ditemui. Namun teknik penyambungan yang diinisiasi oleh Mukibat menjadi sumber inspirasi para petani dan peneliti singkong hingga kini. Berbagai variasi dan modifikasi teknik penyambungan ala Mukibat dilakukan para petani. Kekurangan dari teknik penyambungan ini hanyalah pengaplikasiannya yang


membutuhkan keterampilan saat menyambung singkong. ƒ

MAMA ALETA Aleta Baun, lebih akrab dengan panggilan Mama Aleta, adalah salah satu tokoh wanita dari dari Desa Naususu, Kecamatan Mollo, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Mama Aleta terkenal sebagai aktivis lingkungan yang memperoleh penghargaan Goldman Environmental Prize di San Fransisco, Amerika pada tahun 2013. Penghargaan Goldman ini diberikan karena ia mampu melindungi desanya dari datangnya perusahaan tambang yang ingin memanfaatkan kekayaan hasil alam di Gunung Mutis, Mollo, NTT. Di sepanjang Pegunungan Mollo ini terdapat bukit-bukit batu, atau fatu dalam bahasa lokal. Pada tahun 1990-an industri tambang sedang berkembang di kawasan Gunung Mutis, Pegunungan Mollo untuk diambil batunya dan dijadikan marmer. Saat itulah perjuangan Mama Aleta dimulai. Mama Aleta yang tumbuh berdampingan dengan alam, sangat menentang keras berkembangnya sektor pertambangan di kampungnya. Ia sebisa mungkin ingin mencegah terjadinya kerusakan gunung dan

Foto : goldmanprize.org

hutan. Suku Mollo adalah suku asli NTT yang hidup dengan memanfaatkan hasil bumi dari kawasan Gunung Mutis. Mulai dari memanfaatkan hasil pertanian hingga memanfaatkan serat alam untuk menenun kain, seluruhnya bersumber dari kawasan itu. Sumber daya alam di Gunung Mutis ini memang disakralkan oleh Suku Mollo. Suku Mollo memiliki hubungan spiritual yang dalam dengan lingkungannya. Bahkan nama warga masyarakatnya pun diambil dari nama tanah, air, bebatuan dan pohon. Tanah diibaratkan seperti daging, air seperti darah, bebatuan seperti tulang, dan pohon seperti rambut. Mereka menjaga lingkungan 173


sebagaimana mereka menjaga badannya sendiri. Mama Aleta ingin membantu masyarakatnya menjaga kelestarian lingkungan dari perusakan akibat masuknya sektor pertambangan. Katanya, sudah banyak masyarakat yang terlalu lelah untuk berjuang. Mereka berakhir menjadi depresi. Walau begitu, Mama Aleta tidak kehilangan semangatnya. Dengan segenap keberaniannya ia berhadapan langsung dengan aparat, pemerintahan, bahkan pihak perusahaan tambang yang ingin menginvasi kampungnya. Mama Aleta memang dikenal gigih dalam memperjuangkan hak-hak asasi manusia. Saat ini Mama Aleta tergabung menjadi anggota DPRD Nusa Tenggara Timur 2014-2019. Ia pun masih meng geluti perjuangan melawan pertambangan demi menyelamatkan lingkungan. Dilansir dari wawancara oleh Mongabay Indonesia, Mama Aleta turut mendorong masyarakat adat dan perempuan untuk menyelamatkan alam dan menjaga lingkungan. Perempuan merupakan elemen yang esensial karena perempuan selalu bersentuhan langsung dengan alam, khususnya sumber pangan dan air. Ketika terjadi kerusakan lingkungan, perempuan adalah pihak yang akan

174

kena dampaknya pertama kali. Selain itu, Mama Aleta juga mendukung dan mendorong agar masyarakat menyusun peraturan daerah terkait perlindungan masyarakat adat, serta peraturan tentang pertambangan. Terkenal sebagai aktivis lingkungan, Mama Aleta sering diundang untuk berpidato di berbagai acara. Salah satunya adalah acara World Culture Forum 2016 di Nusa Dua Bali Convention Center. Peserta forum tersebut dibuat bergetar oleh pidato Mama Aleta yang menceritakan kisah perjuangannya, perempuan adat yang konon tidak punya hak bersuara dan menjadi pemimpin, namun berhasil menyusun berbagai strategi hingga memenangkan pembelaannya untuk lingkungan. ƒ

THERESIA MIA TOBI Theresia Mia Tobi adalah pahlawan lingkungan lainnya yang berasal dari Nusa Tenggara Timur. Theresia hanyalah seorang ibu rumah tangga yang berasal dari Desa Nawokote, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur. Ia adalah penerima penghargaan Kalpataru untuk kategori perintis lingkungan karena telah berhasil merehabilitasi lahan kritis. Yang dilakukan ialah menanam ribuan pohon gaharu.


Pohon gaharu adalah jenis tanaman yang dulu banyak terdapat di hutan Indonesia. Getahnya mengandung damar wangi yang dapat dijadikan bahan baku berbagai jenis wewangian. Namun karena permintaan yang tinggi, terjadi penebangan besar-besaran hingga pohon gaharu ini terancam punah. Ditambah lagi belum banyak yang mengenal cara membudidayakan pohon gaharu. Theresia adalah orang yang berinisiatif melakukan budidaya gaharu sejak tahun 1993. Mulai dari pembibitan, penanaman, penangkaran hingga perawatan ia lakukan di pekarangan rumahnya. Saat usahanya ternyata membuahkan hasil, ia kemudian membina beberapa kelompok masyarakat di Desa dengan membagikan bibit-bibit gaharu untuk ditanami di pekarangan rumah dan area hutan. Tidak hanya menanam gaharu, Theresia juga menanam beragam tanaman kayukayuan seperti pohon mahoni, ampupu dan gamalina, serta tanaman buah seperti cokelat, vanili, kemiri, dan lain sebagainya. Akhirnya lahan seluas 30 hektar berhasil dihijaukan kembali.

ditangkap dan dipenjarakan atas aksinya membela kelompok petani di Desa Piondo, Kecamatan Toili, Kabupaten Banggai di tahun 2011. Eva baru dibebaskan pada tanggal 22 Desember 2014 setelah mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo. “Hidup petani!� adalah kata-kata yang diteriakkannya sesaat setelah menerima berkas pembebasannya. Eva dikenal sebagai aktivis pejuang agraria. Eva ditangkap atas tuduhan menghasut dan memimpin perlawanan sekelompok petani yang menentang suatu perusahaan sawit yang telah merampas lahan petani Desa Piondo. Kelompok tersebut adalah Front Rakyat Advokasi Sawit Sulawesi Tengah. Karena kejadian ini, Eva dianggap melanggar hukum dan divonis 4,5 tahun penjara. Eva mendapat dukungan dariberbagai pihak. Kemudian sesama rekan

ƒ

EVA BANDE Eva Bande, seorang wanita asli Luwuk, Kabupaten Banggai, pernah Foto : merosulawesi.com

175


pejuangnya membuat petisi pembebasan yang akhirnya dikabulkan. Kasus ini merupakan contoh nyata bentuk ketidakadilan proses hukum di negara ini. Pemilik perusahaan sawit yang telah merampas lahan dan merusak hutan justru dibiarkan. Sementara Eva yang membela hak petani justru dijebloskan ke dalam penjara. Dan itu bukan pertama kalinya Eva berhadapan dengan aparat dan pemilik perusahaan sawit. Namun semangatnya tak pernah runtuh untuk memperjuangkan hak-hak petani atas lahannya. ƒ

SUPARJIYEM Suparjiyem, lebih akrab disapa Bu Par, adalah pahlawan wanita di bidang pangan lokal. Bu Par berasal dari Desa Wareng, Kabupaten Gunung Kidul. Bu Par adalah salah satu wanita yang meraih penghargaan Female Food Heroes Indonesia oleh Oxfam pada 2013. Berkat Bu Par yang berinisiatif mengolah aneka

176

sumber pangan lokal, kelaparan dapat terhindar di desanya. Gunung Kidul adalah daerah yang identic dengan kemiskinan. Namun di sana kaya akan sumber pangan lokal seperti tanaman uwi, gembili, garut, gadung, singkong, ganyong, dan jahe. Yang terkenal adalah singkong yang diolah menjadi tiwul. Tiwul sebetulnya dapat dikonsumsi sebagai pengganti nasi. Sayang, dengan keberagaman sumber karbohidrat di Indonesia, mayoritas penduduknya sudah bergantung kepada nasi. Bu Par kemudian mampu mengubah pola pikir masyarakat agar tidak bergantung lagi pada beras. Bu Par bersama kelompok wanita tani di desanya melakukan inovasi untuk mengolah berbagai jenis umbi-umbian yang tidak laku di pasaran. Didukung bantuan dari lembaga sosial, umbiumbian tersebut dijadikan tepung agar dapat meningkatkan harga jual. Sejak itu, produknya sudah merambah ke skala yang lebih besar di perkotaan.


SUMBER http://www.beritasatu.com/figur/201753-penggagas-gerakan-desamembangun.html http://jatim.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/berita/jangan-lupa/649jangan-lupa-1-sang-penemu-singkong-mukibat http://pangan.litbang.pertanian.go.id/files/ 3BertanamUbikayuSistemMukibat.pdf http://www.jitunews.com/read/73/singkong-mukibat-hasil-besar-minimproduksi http://www.goldmanprize.org/recipient/aleta-baun/ http://www.mongabay.co.id/2015/01/06/babak-baru-perjuanganpenyelamatan-lingkungan-mama-aleta-lewat-dprd-ntt/ http://rilis.id/2016/10/11/pidato-aleta-baun-getarkan-forum-kebudayaandunia/ http://www.menlh.go.id/penghargaan-kalpataru/ https://kalpataru2016.wordpress.com/2016/04/06/theresia-mia-tobiperintis-lingkungan-2008/ http://www.antaranews.com/berita/470445/aktivis-pembela-petani-evabande-akhirnya-bebas http://www.mongabay.co.id/2014/05/18/pejuang-petani-eva-bandeditangkap-giliran-kasus-bos-sawit-malah-dilupakan/ https://m.tempo.co/read/news/2015/08/30/058696133/suparjiyempahlawan-pangan-dari-gunungkidul http://kbr.id/03-2014/kami_tak_pernah_malu_makan_tiwul/51210.html http://www.gatra.com/nusantara/jawa/163941-kisah-suparjiyemperempuan-pejuang-pangan-asal-gunung-kidul

177


178


Sumber Foto : www.beritagresik.com

179


AKSES INFORMASI MASY ARAK AT DESA MASYARAK ARAKA Hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia. Undang–Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik bertujuan untuk menjamin hak warga negara terhadap informasi kebijakan publik. Pemerintah Desa sebagai sebuah Badan Publik tentu saja wajib memenuhi amanat dalam Undang-Undang Kenegaraan. Desa memiliki karakteristik masing– masing dalam komunikasi, interaksi maupun akses informasi warganya. Sejak awal Desa memiliki media informasi konvensional sesuai dengan asal usul dan budaya Desa baik secara lisan maupun media nyata. Secara lisan, Desa memiliki musyawarah Desa untuk pengambilan keputusan yang disesuaikan dengan adat masing– masing Desa. Secara nyata, media informasi konvensional telah dikembangkan sejak dulu seperti papan informasi, baliho, pamflet, kentongan, pengeras suara masjid, dan lainnya. Undang-Undang Desa menyebutkan bahwa Desa berhak mendapatkan akses informasi melalui

180

Sistem Infor masi Desa yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Sistem Informasi Desa yang hadir dalam bentuk website merupakan respon atas perkembangan lingkungan yang mengedepankan teknologi informasi.Tujuannya yang utama untuk mempermudah akses pengelolaan dan penyebarluasan informasi dan data. Lebih dari itu, Sistem Informasi Desa hadir sebagai media pemberdayaan masyarakat Desa yang berangkat dari tantangan kebutuhan masyarakat Desa akan informasi. Banyak masyarakat Desa yang terjebak dengan kata-kata sistem informasi. Seolah-olah dalam pengembangan media informasi diharuskan memanfaatkan teknologi canggih berbasis handphone atau komputer. Sementara kendala yang umum ditemui di Desa, khususnya yang berada di pegunungan, adalah keterbatasan jaringan sinyal. Karena itu, media informasi baik konvensional maupun berbasis IT diharuskan untuk mampu menjawab kebutuhan informasi masyarakat.


ƒ

Desa Kiarasari: Keterbatasan Bukan Alasan Desa Kiarasari berada di Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor. Lokasi Desa berbatasan di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Akses sinyal di desa yang dikelilingi pegunungan ini cukup sulit. Hanya beberapa provider telepon yang mampu menjangkau desa ini. Namun keterbatasan ini tidak membuat desa ini tertinggal dari kemajuan teknologi dan informasi. Menurut Kepala Desa Kiarasari, pengembangan sistem informasi desa merupakan bentuk konkret dari semangat demokrasi. Pengembangan sistem informasi merupakan upaya meningkatkan partisipasi masyarakat, agar masyarakat mau memberikan tanggapan. Desa Kiarasari adalah salah satu desa yang sudah memiliki website desa dengan domain desa.id. Pengembangan Sistem Informasi Desa melalui website merupakan bentuk sistem informasi dalam bentuk maya. Gagasan website Desa sudah tercetus sejak tahun 2013. Saat itu pengembangan website dan domain masih bersumber dari swadaya prbadi pengelola website Desa. Inisiatif berasal dari masyarakat Desa sendiri dengan mengajukan pelatihan capacity bulding pada komunitas IT

DEDEMIT (Desa – Desa Melek IT). BPMPD Kabupaten Lebak pun merespon positif inisiasi pengembangan Sistem Informasi Desa di Desa Kiarasari. Pada tahun 2013 Desa Kiarasari mendapat penghargaan dari 5 Desa terpilih pada festival Desa IT yang diselenggarakan oleh Komunitas IT lokal. Semenjak pencapaian tersebut, pengembangan website Desa semakin menggeliat dengan meningkatnya partisipasi warga maupun pihak luar yang tertarik untuk dipublikasikan dalam web Desa Kiarasari. Pengembangan sistem informasi desa melalui web Desa saat ini sudah termasuk dalam RKPDes yang dibiayai oleh APBDes. Dalam pengelolaannya, masyarakat antusias melalui kelompok strategis (PKK, Kelompok Tani, Karang Taruna) berusaha agar kegiatannya di publikasikan dalam website. Website Kiarasari saat ini berisikan konten – konten yang ditargetkan untuk masyarakat diluar Desa Kiarasari antara lain profil Desa yakni sejarah dan pemerintahan Desa, potensi Desa berita Desa, kegiatan dan acara Desa. Dalam penguatan akses informasi masyarakat, menurut Kepala Desa Kiarasari, tidak terbatas tentang internet dan website. Cara-

181


cara konvensional perlu dipertahankan agar informasi tetap keluar-masuk melalui kegiatan rutin Desa. Cara konvensional yang dipertahankan di Desa Kiarasari disebut politik sosompang. Politik sosompang adalah tempat warga berkumpul untuk berdiskusi mengenai persoalan pembangunan desa. Cara ini dirasa cukup efektif dalam membantu Kepala Desa dalam menentukan kebijakan di desa. Selain politik sosompang, masih banyak cara konvensional yang dilakukan Desa Kiarasari untuk mengembangkan sistem informasi desa. Kegiatan lain yang mendukung penguatan akses informasimasyarakat ialah subuh keliling. Sesuai dengan namanya, kegiatan dilakukan setelah sholat subuh berjamaah di masjid-masjid secara bergiliran di tiap RT dan RW. Ini juga dirasa cukup efektif karena program dijadikan sarana berbagi informasi. Kegiatan lainnya ialah Musdus (Musyawarah Dusun) dan Forum Warga. Keduanya berbentuk ceramah dan diskusi. Musdus memiliki capaian pemetaan potensi dan masalah untuk perumusan RKP Desa. Sementara forum warga berfungsi untuk sosialisasi program dan kegiatan sehingga masyarakat mengetahui kegiatan yang dilakukan. Kemudian terdapat pengembangan radio komunikasi di 182

setiap RW. Ini merupakan terobosan teknologi untuk meningkatkan sistem keamanan lingkungan. Para linmas difasilitasi dengan radio walkie-talkie untuk mempermudah komunikasi. Radio komunikasi ini merupakan upaya mendekatkan jaringan komunikasi dengan kepolisian. Untuk mendukung program ini, telah dibentuk juga kelompok sadar kamtibmas. Penggunaan media sosial juga ditingkatkan oleh generasi muda di desa. Desa Kiarasari memiliki media sosial berupa Facebook, Twitter dan Youtube. Generasi muda juga meliput berbagai kegiatan desa yang dituangkan dalam media cetak. Media cetak desa berupa majalah dengan nama Cirewed Magazine. Media infor masi haruslah menjawab kebutuhan masyarakat akan informasi. Berdasar hasil diskusi dengan masyarakat Desa Kiarasari, secara umum masyarakat membutuhkan informasi mengenai kinerja pemerintah Desa secara aktual terkait informasi kegiatan Desa termasuk jadwal, pelaksanaan, dan hasil kegiatan, transparansi anggaran kegiatan, kunjungan kerja, dan regulasi pemerintah Desa. Disamping itu, masyarakat juga menyatakan kebutuhannya akan informasi untuk mendukung pekerjaan sehari hari


maupun kinerja kemasyarakatan. ƒ

lembaga

Desa Wlahar Wetan: Akses Informasi Masyarakat dari Sebuah Menara Desa Wlahar Wetan merupakan salah satu Desa terpilih kedalam Festival DesTiKa Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 yang dicanangkan oleh Direktorat Pemberdayaan Informatika, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Kominfo. Desa Wlahar Wetan telah mengembangkan Sistem Informasi nya dalam dunia maya dengan bentuk web sejak tahun 2013. Gagasan untuk mengembangkan website desa diinisiasi oleh Dodiet Prasetyo selaku

Kepala Desa Wlahar Wetan dengan mengajukan permintaan pembuatan website desa ke Dinas Kominfo Pemerintah Kabupaten dengan domain banyumaskab.go.id. Yang melatarbelakangi inisiatif Kepala Desa terkait pencetusan ide membuat website adalah banyaknya masyarakat Wlahar Wetan yang tinggal jauh dari Desa rindu dan haus akan berita terkini tentang desanya. Untuk mendukung penguatan akses informasi masyarakat, Pemerintah Desa telah mengembangkan menara internet yang bersumber dana dari BUMDes yaitu Bank Desa. Menara internet mampu memancarkan sinyal hingga radius 500 – 1 km dengan jaringan

Foto : Nastiti Rachma

183


gratis maupun berbayar. Pengembangan layanan koneksi internet (ISP) ini termasuk kedalam BUMDesa sektor komunikasi dengan 21 pelanggan dari masyarakat Desa di tahun 2016. Respon masyarakat desa sendiri terbilang positif atas terbentuknya web desa sebagai terobosan baru dalam menyebarluaskan informasi tentang desa. Sayangnya pemanfaatan sistem informasi, khususnya melalui media web, dikatakan belum maksimal karena tingkat pendidikan sebagian masyarakat yang masih relatif rendah. Masyarakat desa yang mampu mengakses informasi dengan cepat sebagian besar adalah kelompok pemuda yang relatif sudah terpapar dengan kemajuan teknologi, yang menurut seorang perwakilan dari Karang Taruna Desa Wlahar Wetan sekitar 50% masyarakat desa sudah mengakses web desa, khususnya masyarakat usia produktif. Ia sendiri juga mengaku sering mengakses web desa dan hampir setiap hari juga memonitor kegiatan-kegiatan desa sekitar melalui web atau media sosial seperti group chat di Facebook, WhatsApp dan BBM (BlackBerry Messenger). Bahkan kelompok Karang Taruna pun berkontribusi dalam menyumbang berita atau

184

informasi untuk konten website walaupun hanya berupa ringkasan singkat atau laporan lisan. Ini karena para generasi muda tidak terbiasa dengan menulis. Pemerintah Desa berupaya agar kelompok ini menjadi bakal regenerasi pengelolaan web Desa dengan mengajak turut serta dalam seminar-seminar IT di luar Desa. ƒ

Desa Dermaji: Desa Melek IT Desa Dermaji yang terletak di Kecamatan Lumbir, Kabupaten Banyumas ini merupakan salah satu desa yang memperoleh penghargaan di Festival DesTIKa 2016 di Khalkote, Kampung Asei Besar, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, Papua. Penghargaan yang diperoleh Desa Dermaji ini karena Desa dianggap memiliki inisiatif, kreativitas, serta semangat dan komitmen dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Inisiatif pembentukan website desa berangkat dari Kepala Desa Dermaji ke-9, Bayu Setyo Nugroho yang ingin menunjukkan kepada dunia luar, khususnya masyarakat Desa yang pergi merantau, tentang perkembangan desanya sendiri. Dengan memanfaatkan jejaringnya yang luas bersama Gedhe Foundation


dan Kepala Desa Melung, pada tahun 2012 tercetus ide untuk mengembangkan Sistem Informasi Desa melalui website desa dan membuat suatu gerakan yaitu Gerakan Desa Membangun (GDM). Gagasan ini mendapat dukungan yang luar biasa dari masyarakat serta dari perangkat desa hingga saat ini, dan dapat dilihat perkembangan website Desa Dermaji yang sudah maju dan berisi berita-berita up-to-date tentang desanya. Awalnya website Desa Dermaji dikelola secara swadaya menggunakan domain or.id yang pernah mendapat teguran halus dari Pemkab karena domain yang digunakan tidak resmi. Setelah itu baru kemudian berganti domain menjadi desa.id. Website desa dikelola oleh salah satu perangkat Desa, yaitu Kaur Pemerintahan, Harry Haryono yang

dibantu oleh perangkat desa lainnya serta beberapa warga. Dukungan perangkat desa sangat terasa semangatnya untuk memahami pentingnya kebutuhan informasi dan keinginan kuat memperkenalkan Desa Dermaji ke masyarakat luas. Respon masyarakat juga sangat positif terhadap adanya website desa. Masyarakat desa secara aktif dilibatkan agar mereka berkontribusi secara substansi untuk website desa atau media informasi desa lainnya. Untuk meningkatkan partisipasi warga khususnya bagi kelompok pemuda pemerintah desa mendukung dengan memberikan pelatihan menulis, desain grafis dan komputer dasar. Pelatihan pewarta Desa pernah diadakan dengan mengundang fasilitator dari GDM dan dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat desa, seperti kader desa, 185


guru, dan Karang Taruna. Masyarakat memang dibiasakan untuk menulis risalah atau notulensi hasil kegiatan setiap kali menyelenggarakan kegiatan apa pun di desa. Kegiatan yang ingin diberitakan melalui website desa boleh ditulis dengan tangan atau dibuat draft-nya dan kemudian diberikan ke Pak Bayu atau Pak Harry selaku pengelola utama website desa yang juga berperan sebagai editor untuk memperbaiki redaksionalnya sebelum diunggah ke website. Sistem informasi Desa Dermaji tidak hanya dikembangkan melalui media website. Di beberapa titik strategis desa, misalnya di kantor Desa atau pinggir jalan raya biasanya dipasangi spanduk-spanduk yang berisi informasi penting, seperti transparansi penggunaan APBDes. Penggunaan group chat melalui media sosial juga dioptimalkan untuk menyebarluaskan informasi. Majunya sistem informasi Desa Dermaji ini memberi manfaat bagi warganya. Bahkan warga desa yang berada di luar kota atau luar negeri memberi saran untuk konten website. Inovasi yang sudah dicanangkan oleh pemerintah Desa terkait kemajuan teknologi di Desa yaitu adanya aplikasi pelayanan kependudukan desa yang bekerja sama dengan

186

beberapa lembaga swadaya masyarakat. Desa Dermaji juga menjalin kerja sama dengan GDM dan Infest Yog yakarta untuk mengembangkan aplikasi peta online yang pemetaannya dilakukan dengan menggunakan drone yang diintegrasikan dengan data-data di desa. Sebagian besar pengembangan inovasi terkait sistem informasi di Desa Dermaji tidak terlepas dari fasilitasi GDM. Desa hanya berperan menyediakan database yang dibutuhkan. Pada awal tahun 2016 Kepala Desa Dermaji meluncurkan suatu website yang ditujukan sebagai wadah bagi warga desa untuk menyalurkan ide dan menyampaikan aspirasi. Website yang dikembangkan dengan nama dermajiku.id ini dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi warga dalam pembangunan desa. Masyarakat aktif menuangkan aspirasinya di website desa melalui kolom komentar. Hal ini membuat Pak Bayu dan Pak Harry selaku pengelola utama website desa menjadi lebih teliti membaca komentar-komentar yang ditinggalkan masyarakat di website desa. Saat mereka menemukan komentar yang menurutnya menarik dan dirasa memiliki dampak positif bagi pembangunan desa, maka Pak


Bayu dan Pak Harry akan mencari orang tersebut untuk diajak berdiskusi lebih lanjut dan dilibatkan secara aktif dalam pembangunan desa. Generasi muda yang sudah terpapar kemajuan teknologi merupakan sumber daya manusia yang dianggap memiliki potensi untuk memajukan desa. Oleh karena itu sering diadakan pertemuan diskusi bagi para pemuda desa untuk menggali ide baru. Sampai saat ini belum ada regulasi yang mengatur sistem informasi Desa. Sudah ada rencana untuk menyusun peraturan karena memang ada kebutuhan atas regulasi yang mengatur, spesifiknya untuk masyarakat agar tercipta kanal khusus dan alur penyampaian data dari masyarakat yang dapat diolah menjadi informasi sebelum diterbitkan di media informasi yang dimiliki desa. Kendala dalam pengelolaan website desa adalah sinyal yang hilang-muncul karena tidak semua area di desa memperoleh sinyal yang memadai. Berita dan informasi biasanya hanya bisa diperbarui di kantor desa yang mendapat sinyal bagus. Padahal warga desa, khususnya yang berada di luar desa, sangat antusias untuk mengetahui kabar terbaru di desa meraka. Selain itu fasilitas internet yang digunakan

sampai saat ini bersumber dari jaringan telepon pribadi atau melalui tethering. Pernah ada upaya untuk pengadaan fasilitas wifi dengan beberapa provider tapi tidak berlanjut dikarenakan akses desa yang cukup jauh dan belum adanya tower khusus untuk internet. Masuknya teknologi ke Desa memang membantu Desa untuk mengekspos perkembangan serta potensi desanya. Desa Dermaji memiliki ajang besar yang disebut Festival Dermaji 2016. Sebelumnya festival desa dinamakan Festival Pusaka Desa yang acaranya sekaligus launching Museum Naladipa di tahun 2013. Festival Dermaji ini merupakan kesempatan untuk memamerkan potensi desa dan pemerintah desa benar-benar memanfaatkan dan mengoptimalkan website untuk penyebarluasan informasi. Dapat dilihat di website-nya bagaimana mereka mengunggah video proses persiapan hingga prosedur pendataan tamu bagi calon pengunjung yang berasal dari luar Desa Dermaji. ƒ

Desa Melung: Desa Internet di Lereng Gunung Festival DESTIKA (Desa Informatika) yang dicanangkan Kementerian Komunikasi dan Informatika pertama kali diadakan di

187


Desa Melung pada tahun 2013. Bermula dari program Community Acces Point (CAP) dari Kemkominfo, Desa Melung menjadi salah satu dari penerima program yang mendapatkan 8 unit komputer dan 1 server. Desa Melung dirasa pantas sebagai penerima program karena jejaknya yang mampu menggerakkan masyarakat untuk melek internet dan menggerakkan desa – desa lain untuk memanfaatkan TIK. Festival Destika di Melung dihadiri hampir 100 Desa dari berbagai kabupaten di Indonesia baik melalui undangan maupun swadaya. Dari jejaknya, Desa Melung dikenal sebagai upayanya dalam menggerakkan masyarakat untuk sadar teknologi dan informasi melalui peningkatan jaringan sinyal secara mandiri. Desa Melung bukanlah terletak di pinggiran kota namun 188

terletak di lereng Gunung Slamet dengan ketinggian tanah 600 meter dari permukaan laut. Tak ayal, Desa ini mengalami keterbatasan jaringan internet. Sampai akhirnya, salah satu warga berinisiasi memperluas sekaligus memperkuat jaringan sinyal internet dengan memasang antena pemancar dan penerima di beberapa rumah dan balai Desa. Pemasangan antena ini dianggarkan dari dana Desa. Upaya ini membuahkan hasil, hampir seluruh wilayah Desa Melung tersentuh sinyal internet. Masyarakat Desapun mendapatkan manfaatnya dengan akses informasi melalui internet secara gratis. Untuk pengelolaan jaringan internet, dibentuk tim khusus yang terdiri dari warga dan teknisi yang bersiaga 24 jam apabila terjadi kerusakan. Atas dasar inisiasi inilah Melung dikenal sebagai Desa internet.


Selain jaringan internet, Desa Melung juga mengembangkan website Desa dan sistem operasi yang berbasis open source. Website Desa Melung dimanfaatkan pemerintah Desa dan masyarakat Desa sebagai media promosi bergam usaha warga seperti produk pertanian, sayur mayur, hasil hutan, peternakan dan produk olahan lainnya. Beberapa warga merasakan manfaatnya dari media promosi tersebut, diantaranya Narwin, peternak binatang luwak, yang mempromosikan usahanya melalui website Desa. Binatang luwak tersebut menghasilkan kopi berkualitas tinggi yang siap dijual ke pasaran. Terjadi peningkatan permintaan yang pesat hingga Narwin sendiri tak sang gup memenuhi permintaan pelanggannya. Desa Melung juga menginisiasi terbentuknya sistem operasi berbasis open source yang diciptakan agar warga yang tidak bisa berbahasa Indonesia tetap mendapat informasi dan membuat berita atau kabar dengan Bahasa Jawa Banyumasan. Terbaru dari Melung, Pemerintah Desa dengan Pemerintah Daerah Banyumas meluncurkan pasar on-line, yaitu sebuah platform yang digunakan untuk pemasaran bisnis atau usaha melalui media

internet. Pemasaran melalui internet merupakan salah satu cara alam memperluas jangkauan pasar. Pemasaran dilakukan dengan berbagai media melalui teknologi internet dalam bentk video, blog, website maupun media sosial, Nantinya pasar online dapat diakses melalui pasarmelung.id. Dengan diluncurkannya pasar on-line diharapkan menambah gairah ekonomi di Desa Melung. ƒ

Desa Sedah Kidul: Data dan Infor masi Sebagai Basis Perencanaan Desa Sedah Kidul telah mengembangkan website Desa dari tahun 2013. Website Desa dimanfaatkan pemerintah Desa maupun masyarakat Desa sebagai media penampung aspirasi masyarakat Desa dengan update informasi terkini Desa, media promosi potensi Desa hingga mendukung program pemerintah dalam keterbukaan informasi publik. Pemerintah Desa mengajukan domain web Desa ke pemerintah kabupaten pada tahun 2013 dengan domain desa.id melalui program dari Gerakan Desa Membangun yang memiliki masa berlaku satu tahun. Hingga pada tahun 2014 dilakukan

189


perpanjangan domain secara mandiri ke pemerintah kabupaten. Pada tahun 2015, Desa Sedahkidul masuk dalam kategori Destika dan mendapat penghargaan Destika Award serta diundang dalam Festival Destika di Belitung Timur. Dalam pengembangan Sistem Infor masi Desa, Desa Sedahkidul telah membentuk 2 kelembagaan yaitu KIM (Komunitas Informasi Masyarakat) dan tim SID (Sistem Informasi Desa). TIM SID didampingi LSM dan pihak swasta melaksanakan program kegiatannya yaitu menghasilkan data Desa per KK dengan sistem by name by address yang diperbarui setiap 3 bulan sekali. Cara pengambilan data dilakukan dengan metode door to door dimana petugas mengambil data dengan cara mendatangi masyarakat dari rumah ke rumah. Data tersebut lalu diinventarisasi, disusun, dan ditampilkan dalam sebuah aplikasi Sistem Informasi. Data per KK tersebut bermanfaat sebagai basis dan acuan dari perencanaan dan pembangunan Desa Sedahkidul. Data Desa per KK memuat data – data dasar dan tematik keluarga seperti informasi keluarga, informasi pertanian, perkebunan, peternakan, dan lainnya.Selain berbentuk buku inventarisasi data dan sistem

190

informasi data, pengembangan lain yaitu telah adanya peta dasar Desa Sedahkidul baik 2D dan 3D. Peta 2D dan 3D merepresentasikan kondisi aktual Desa Sedahkidul dari kondisi topografi, pemukiman, infrastruktur, sosial, dan lainnya. Bentuk lain dari upaya pemerintah Desa mengembangkan akses informasi masyarakat ialah dibentuknya KIM (Kelompok Informasi Masyarakat) Sedahkidul. Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) Sendang Proto berawal dari inisiatif masyarakat Desa akan ketertarikannya mengikuti lomba KIM berbasis TI di Bojonegoro pada tahun 2014 yang diselenggarakan oleh Diskominfo Bojonegoro. Nama “Sendang Potro� diambol dari nama sumber air di Sedahkidul yang airnya tidak pernah habis biarpun dilanda kemarau panjang. Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) Sendang Proto berkomitmen untuk menciptakan adanya proses pertukaran informasi yang baik antar masyarakat Desa dengan pemerintah Desa. KIM berbasis IT bergerak di bidang pemberitaan antara lain webblog, toko online, serta bulletin KIM Sendang Proto yang berada dibawah Pemerintah Desa. Peliputan berita dan potensi Desa yang lalu dipublikasikan pada web Desa


dikelola oleh KIM. KIM bertugas memfasilitasi komunikasi dan pertukaran informasi antara masyarakat dengan pemerintah Desa. KIM juga bertugas menyelenggarakan program pembentukan KIM se Kecamatan Puwosari dan mengadakan pelatihan di bidang TI. Pengembangan akses dan informasi masyarakat Desa dikembangkan oleh pemerintah Desa dalam berbabagi program dan kegiatan. Pemerintah Desa bersama KIM bernisiatif meningkatkan transparansi penggunaan ADD dan APBDes dengan pemasangan baliho pada 5 titik RT dan

menginformasikan pada web Desa, blog KIM dan akun sosial media KIM. Pemerintah Desa juga mengembangkan Layanan Informasi Publik di Balai Desa sebagai sarana aspirasi dan keluhan warga. Diskusi publik diselenggarakan 6 bulan sekali dengan tempat bergilir dengan mengusung tema “Ngopi Sareng Warga�. Ngopi Sareng Warga yaitu pola diskusi yang dikemas dengan santai dengan suguhan kopi bersama warga. Kegiatan ini diselenggarakn oleh KIM dengan tujuan menampung aspirasi, masukan, kritik dan saran dari masyarakat Desa kepada pemerintah Desa. Publikasi media massa dari pemerintah Desa antara lain berupa bulletin Desa.

191


SUMBER http://melung.desa.id/desa-melung-gunakan-internet-untuk-promosiproduk-desa/ http://melung.desa.id/pasar-desa-on-line/ http://www.antaranews.com/berita/456209/sukses-desa-informatikamelung-harus-direplikasi http://gedhe.or.id/festival-desa-tik-dari-melung-hingga-belitung-timur/ http://ainuttijar.blogspot.co.id/2013/07/melung-kisah-sebuah-desa-internetdi.html http://www.didikjatmiko.com/2015/06/destika-desaid-awards-2015-untukdesa.html

192


193

Foto www.potsoup.wordpress.com


MAK ANAN TRADISIONAL MAKANAN sebagai bahan baku komposisi makanan tradisional. Masyarakat yang lahir dan tumbuh di tanah satu tidak sama makanan baku nya dengan masyarakat yang lahir dan tumbuh di tempat lain. Dalam proses pembuatan beberapa makanan tradisional tidak bisa dibilang hal yang mudah, butuh keahlian dan pengatahuan khusus dalam meramu dan mengolah makanan tradisional yang sedap disaji. Makanan tradisional kiranya merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang perlu dijaga kelestariannya. Foto : Nastiti Rachma

Resep nenek moyang yang mampu bertahan digerus perkembangan jaman menyisakan adonan makanan yang khas dari berbagai wilayah. Cita rasa yang khas lahir dari manifestasi perpaduan budaya dan asal usul Desa. Makanan tradisional pada suatu daerah menyimpan banyak cerita dari masa lalu hingga proses pembuatannya. Makanan tradisional daerah tersebut mampu merepresentasikan identitas lokal yakni potensi Desa dan masyarakatnya. Desa yang memiliki potensi alam unggulan dimanfaatkan

194

BARONGKO Barongko adalah makanan khas Kajang. Barongko’ pisang dan barongko’ jagung terbuat dari bahan yang relatif sama, yaitu santan dan gula pasir. Untuk membuat barongko’ pisang, buah pisang dihaluskan terlebih dahulu kemudian ditambah santan, gula, dan telur kemudian dimasak. Setelah itu dimasukkan ke dalam daun pisang kemudian dikukus. Sepintas bentuk dan rasanya mirip dengan nagasari, namun tekstur barongko’ pisang lebih seperti bubur padat. Dengan tekstur seperti itu,


barongko’ pisang ini dapat dijadikan pilihan sebagai makanan pendamping bagi balita. Sementara itu, barongko’ jagung juga terbuat dari jagung yang dihaluskan dan ditambah dengan santan dan gula merah lalu dimasak. Bedanya hanya tidak ada telur untuk membuat barongko’ jagung.

KUE MERAH Kue Merah merupakan salah satu makanan tradisional khas Kajang. Kue Merah terbuat dari tepung beras yang dicampur gula merah kemudian digoreng. Di tempat lain kue ini dikenal dengan nama kue cucur. “Nggak ada basinya ini,” ujar salah satu perempuan Desa Lembanna mengenai kue merah ini.

Tanpa menggunakan bahan pengawet buatan, kue merah ini dikatakan memiliki daya tahan yang luar biasa karena tidak akan basi bahkan hingga 1 bulan. Menurut masyarakat desa, gula merah yang digunakan sudah berfungsi sebagai pengawet alami. Rasanya seperti memakan gulali karena manisnya dari gula merah. Kue merah ini paling enak dikonsumsi saat masih hangat. Karena jika sudah dingin tekstur menjadi agak keras, hingga perlu dihangatkan dengan cara dikukus jika ingin dimakan. Makanan ini dikategorikan sebagai cemilan atau makanan ringan tetapi ternyata sangat mengenyangkan karena satu buah kue saja ukurannya berdiameter 10 cm.

Foto : Nastiti Rachma

195


Di Kajang, biasanya kue ini hanya dapat ditemukan pada acaraacara hajatan atau syukuran, seperti ritual adat untuk anak yang disebut ritual kalomba, ritual pernikahan dan ritual kematian. Dibalik pembuatan kue ini ternyata menyimpan cerita tersendiri. Konon dulu ada sepasang suami istri yang mana ibu dari pihak pria tidak menyukai sang perempuan. Hingga akhirnya mereka melahirkan anak pertama, dan sang nenek pun rindu dengan cucunya. Demi menyenangkan sang cucu, maka sang nenek dari pihak ayah atau suami harus membuatkan makanan yang manis. Kemudian terciptalah kue merah tersebut. Ritual kalomba ini ditujukan agar anak terhindar dari bala dan penyeleng garaannya ditanggung oleh keluarga dari pihak ayah atau suami. ƒ

UMBUT ROTAN Desa Gohong terkenal dengan kerajinan rotannya. Bahkan rotan dapat dijadikan makanan khas Kalimantan Tengah, yaitu umbut rotan. Rotan yang digunakan adalah rotan yang masih muda. Umbut rotan dalam bahasa Dayak Ngaju disebut juhu singkah. Sementara dalam bahasa Dayak Maanyan dikenal dengan sebutan uwut nang’e. Biasanya umbut rotan dimasak

196

bersama dengan ikan baung dan terong asam. Umbut rotan berbentuk seperti sop dengan kuah yang tidak terlalu bening. Umbut rotan memiliki campuran rasa yang unik. Ada rasa gurih, asam, dan sedikit rasa pahit yang bercampur dengan rasa manis dari ikan. ƒ

JUHU KELADI& OSENG SULUR Keladi juga dapat diolah menjadi makanan tradisional yang jarang diketahui orang banyak, yaitu juhu keladi dan oseng sulur. Juhu keladi adalah makanan sejenis gulai yang menggunakan santan. Untuk membuat juhu keladi, setelah keladi dibersihkan dan direbus, dimasak bersama dengan santan, ikan dan daun nangka muda. Sedangkan oseng sulur adalah masakan tradisional Suku Dayak, khususnya di Desa Gohong berbahan dasar sulur keladi. Sebagian besar orang tidak tahu bahwa sulur keladi bisa dimasak. Sulur keladi adalah bibit keladi yang mau tumbuh sebelum jadi anak keladi. Sulur tumbuh dari batang keladi bagian bawah, hingga pada saatnya sulur ini keluar memanjang ke samping yang pada nantinya akan membentuk anak keladi kecil dan berakar. Sebelum menjadi anak keladi, sulur inilah yang


diambil untuk menjadikan sayur bagi masyarakat.

BOBONGKOS Di Desa Parakan ada satu makanan unik bernama Bobongkos. Disebut unik karena hanya satu orang warga yang membuatnya dan hanya terdapat di Desa Parakan. Sekilas dari luar tampak seperti lontong atau nagasari. Bobongkos terbuat dari beras dan rempahrempah, dan berisi kacang merah di dalamnya. Cara memasaknya dengan dibungkus dengan daun pisang dan dikukus.

TIWUL Tiwul adalah makanan tradisional yang berasal dari Kabupaten Gunung Kidul. Selain tiwul ada juga gatot. Keduanya merupakan makanan yang sudah ada dari jaman penjajahan Belanda. Pada masa itu, susah didapatkan makanan baku beras atau nasi, maka kedua makanan inilah merupakan makanan alternatif pengganti nasi bagi masyarakat di Gunung Kidul. Tiwul terbuat dari bahan baku singkong atau ubi kayu. Untuk bahan tiwul, singkong segar dikupas dan dijemur sampai kering hingga menjadi gaplek. Gaplek ditumbuk dengan lumpang yang terbuat dari kayu atau batu.

Masyarakat Gunung Kidul tetap mempertahankan alat lumpang dibanding penggilingan modern dengan alasan rasanya akan lebih enak. Gaplek yang telah ditumbuk kemudian diayak dengan tampah atau anyaman bambu yang rapat dan halus. Hasil ayakan di kukus dengan dengan perangkat kukus yaitu dandang (kuali panjang), kukusan (sarangan) dan kekeb (tutup kukusan). Tiwul yang sudah masak memiliki warna cokelat muda cerah agak kekuningan. Aromanya harum. Rasa tiwul agak manis karena adanya kandungan karbohidrat yang terfermentasi menjadi gula pada proses pembuatan gaplek maupun penepungan. Cara mengkonsumsi tiwul ada 2 macam. Sebagai camilan dimakan dengan parutan kelapa. Bisa pula dimakan sebagai makanan pokok pengganti nasi disandingkan dengan sayuran dan lauk pauk.

KERIPIK GADUNG Keripik gadung merupakan keripik yang bisa dibilang jarang ditemui. Keripik gadung berasal dari Kabupaten Tulungagung di Jawa Timur. Makanan ini terbilang “langka” karena membutuhkan proses yang tidak mudah dengan adanya racun yang terdapat dalam umbi tersebut. Keripik gadung

197


terbuat dari umbi gadung yang diiris tipis kemudian dijemur. Sebelum dijemur irisan diolah untuk menghilangkan kadar racun dengan dilumuri abu kayu. Setelah dijemur,

198

keripik digoreng hingga renyah. Keripik gadung memiliki kandungan pati dan karbohidrat yang tinggi. Rasa dari keripik ini gurih dengan disajikan bersama bawang goreng.


SUMBER Profil Desa GSC https://budifernando0829.wordpress.com/2013/05/04/ini-dia-awal-mulamasyarakat-gunung-kidul-mengkonsumsi-tiwul/ https://id.wikipedia.org/wiki/Keripik_gadung

199


22


201 Foto : www.4hdwallpapers.com


KESENIAN TRADISIONAL Bahasa seni adalah bahasa universal sehingga mampu menembus ruang dan waktu, melampaui batas – batas perbedaan, seni dapat menjadi media komunikasi paling efektif untuk melebur perbedaan dalam keragaman, seni lahir dari proses kreatif yang melibatkan karsa dan rasa untuk menghasilkan karya yang kadang mengandung makna-makna tertentu, dan terdapat banyak ragam bantuk produk kesenian di tingkat desa yang menggambarkan budaya dan sejarah masyarakat di mana mereka tinggal. Banyak desa-desa di Indonesia dimana masyarakatnya dapat menghasilkan produk kesenian dalam berbagai bentuk baik berupa seni peran, seni musik, seni pertunjukan, seni pahat, seni ukir dan produk kesenian lainnya yang mencirikan karakteristik masyarakat desa. Oleh karena itu terdapat banyak seni pertunjukan seperti tari, wayang, drama dan lainnya termasuk alat musik tradisional dengan penamaan dan jenis yang mencirikan karakteristik masyarakat daerah tertentu di Indonesia. Seni tradisional menjadi kekayaan budaya dalam bingkai kebinekaan berbangsa dan bernegara, 202

menjadi daya lekat untuk mepersatukan warna dalam mozaik perbedaan sekaligus dapat memberi pengaruh terhadap proses pembangunan di tingkat desa. Berkesenian adalah cara menjalani kehidupan dengan cita rasa etik dan estetik, menghargai proses sekaligus mengasah kepekaan dalam melihat sisi keindahan setiap dimensi kehidupan. Kesenian dalam tradisi masyarakat tertentu biasanya menggunakan untuk mengekspresikan kebahagiaan dan rasa sukur dalam bentuk ritual tertentu yang diselenggarakan secara rutin, biasanya berhubungan dengan hasil panen atau hasil lain yang diperoleh dari alam sebagai ungkapan rasa terima kasih dan pada masyarakat yang lain berkesenian dapat memberikan keuntungan secara ekonomi termasuk merekatkan hubungan sosial masyarakat desa. ƒ

REOG Reog adalah salah satu kesenian tradisional dari Jawa Timur yang hanya dipentaskan di hari-hari tertentu atau hari besar. Pemeran Reog melibatkan unsur baik laki-laki


Sumber Foto : www.1001indonesia.net

maupun perempuan untuk memerankan para tokoh dalam seni Reog ini. Tokoh-tokoh tersebut adalah Prabu Klono Sewandono, Ganongan, Jathil (jaran kepang), Warok, dan Pembarong. Dalam pementasan Reog biasanya terdapat para perempuan sinden yang mengiringi dengan lantunan tembang Jawa. Pembarong merupakan salah satu tokoh yang esensial karena ia yang bertugas membawa topeng Reog yang berbentuk kepala singa dengan mahkota berbahan bulu merak asli. Konon berat topeng ini mencapai 50 kg. Desa Pandan Landung ini merupakan salah satu desa yang memiliki pengrajin topeng reog ini yang penjualannya dilakukan secara online.

ƒ

KUDA LUMPING Kuda lumping atau jaranan merupakan seni tari tradisional yang menampilkan sekelompok prajurit yang menunggang kuda. Kuda terbuat dari anyaman bambu yang dipotong dan dihias rambut tiruan sehingga menyerupai kuda. Di Desa Pandan Landung penampilan kuda lumping dapat disaksikan ketika ada hajatan yang berlangsung. Menurut salah satu perwakilan Lembaga Seni Budaya, atraksi kuda lumping sekarang lebih populer dibandingkan dengan seni orkes melayu. Yang membuat kesenian ini menarik adalah ketika pemeran mengalami ‘kalap’ atau kesurupan. Saat kalap ini terjadi atraksi yang berbau magis seperti makan beling atau ayam hidup. 203


BANTENGAN Bantengan adalah seni pertunjukan yang menggabungkan seni tari dan bela diri pencak silat dengan mengenakan kostum berwarna hitam dilengkapi dengan topeng bertanduk hing ga menyerupai banteng. Pertunjukan ini dilakukan oleh dua orang laki-laki, masing-masing satu di bagian depan memegang kepala dan satu di bagian belakang sebagai ekor. Dalam pertunjukan pemeran bantengan bagian depan atau kepala biasanya akan mengalami ‘kalap’ atau kesurupan yang kemudian pemeran bagian belakang akan mengikuti gerakannya.

204

Foto : Flickr

PATROL Kesenian patrol merupakan salah satu kesenian unik yang terdapat di beberapa desa di Malang, salah satunya adalah Desa Pandanlandung. Pada dasarnya seni patrol ini berasal dari gamelan Jawa yang kemudian dipadukan dengan tambahan tong plastik sebagai perkusi. Musik yang dihasilkan dari kombinasi gamelan Jawa dengan perkusi tong plastik memberikan suatu lantunan melodi yang modern tanpa meninggalkan nilai-nilai tradisionalnya. Seni patrol yang merupakan kesenian “fusion” ini memang ditujukan untuk meningkatkan minat khususnya para generasi muda agar lebih mengenal dan mencintai budaya leluhurnya. Saking menjamurnya seni patrol ini,


di Malang bagian barat terdapat festival yang diselenggarakan di seMalang raya yang mengumpulkan berbagai kelompok seni patrol dari berbagai desa untuk memeriahkan festival. Di Desa Pandanlandung sendiri, festival patrol diadakan saat bulan Ramadhan dengan tujuan membangunkan masyarakat desa pada waktu sahur. Saat waktu sahur di bulan Ramadhan tiba, akan ada arak-arakan seni patrol yang pentas berkeliling desa menggunakan mobil yang dihias. ƒ

SINTREN Sintren adalah tarian tradisional yang sebetulnya berasal dari Cirebon, Jawa Barat. Namun kesenian Sintren ini justru ingin dicoba dibangkitkan kembali dan dilestarikan di Desa Dermaji, Banyumas.

Sintren ditarikan oleh anak perempuan yang dianggap masih suci. Prosesi tarian diawali oleh anak perempuan dengan pakaian biasa yang tiba-tiba dikurung dalam sebuah kurungan ayam bertabir kain dengan tinggi kurang lebih 1 meter. Tarian diiringi dengan lantunan sinden dan gamelan sintren. Bau-bauan sesajen menambah unsur mistis yang terkandung dalam tarian ini. Dalam hitungan menit, anak perempuan yang dikurung tadi dibuka kurungannya. Dan anak tersebut sudah memakai pakaian tradisional lengkap dengan selendang, serta aksesoris berupa kacamata hitam yang menjadi gaya khas kesenian Sintren. Konon hal tersebut terjadi karena sang penari dirasuki oleh roh bidadari.

Foto : kabardesa.com

205


Kesenian Sintren sendiri berasal dari cerita tentang Raden Sulandono yang memadu kasih dengan seorang Putri dari Desa Kalisalak bernama Sulasih. Hubungan ini tidak direstui oleh ayah dari Raden Sulandono, yaitu Ki Bahurekso, Bupati Kendal yang menikah dengan Dewi Rantamsari yang dijuluki Dewi Lanjar. Akhirnya Raden Sulandono pergi bertapa. Sementara Sulasih memutuskan menjadi penari. Konon pertemuan antara Raden Sulandono dengan Sulasih masih terus berlanjut melalui alam gaib. Pertemuan ini diatur oleh Dewi Lanjar. Dewi Lanjar memasukkan roh bidadari ke tubuh Sulasih. Sementara roh Dewi Lanjar memanggil Raden Sulandono yang sedang bertapa untuk bertemu dengan Sulasih. Sejak itu kesenian Sintren selalu diwarnai unsur mistis Foto : GSC Provinsi NTT

206

berupa kejadian kerasukan roh pada penarinya. Koreografi yang ditarikan hampir selalu sama gayanya. Ekspresi wajahnya pun cenderung datar. Selama menarikan Sintren, penari menerima saweran uang dari penonton. Saweran uang diberikan dengan selendang yang dilemparkan oleh pemberi ke arah penari. Atau bisa juga uang saweran diberikan langsung kepada penari dengan mengikatkan uang di selendang penari. ƒ

TARIAN HADOK Tarian Hadok berasal dari Desa Lusilame, NTT. Tarian adat ini ditampilkan pada saat upacara atau ritual adat tertentu. Tarian Hadok merupakan tarian di kebun pada saat menanam kebun. Tarian ini seperti


tinju tradisional. Tarian Hadok dilakukan sebelum makan bersama. Dalam tarian ini terdapat dua kelompok yang saling berbalas pantun tradisional dengan saling menantang. Pantun tradisional ini disebut hele. Walau terdengar saling menantang, beradu pantun tersebut murni merupakan acara hiburan. ƒ

DUO BOLO Duo Bolo adalah tarian adat dari Desa Lusilame. Ini merupakan salah satu jenis tarian kolosal yang biasanya ditarikan setiap ada perhelatan akbar atau acara yang melibatkan masyarakat banyak. Tarian ini juga biasanya dipertunjukkan ketika menerima

tamu dan acara resmi lainnya. Penampilan Tarian Duo Bolo diiringi dengan syair dan gendang. Orang yang menarikannya memakai giringgiring di kaki. Pemimpinnya memegang parang dan penari lain memegang kelopak pinang yang sudah dikeringkan dan dihias dengan bulu ayam. Tarian ini juga melambangkan keperkasaan. Dalam tarian ini terdapat dua gerakan, satu berupa sentakan yang gesit dan meriah (gijok) dan satunya gerakan yang lebih pelan dan kurang bersemangat (hamang). ƒ

BARAPAN AYAM Barapan Ayam adalah salah satu tradisi kesenian unik di Pulau

Foto : Tohar Sagara

207


Sumbawa, khususnya Desa Mantar. Desa Mantar terletak di ketinggian 630 mdpl, daerah puncaknya tau samawa alias orang Sumbawa. Konon, nenek moyang warga Mantar adalah bangsa Portugis. Pada tahun 1814 kapal mereka terdampar di pesisir pantai di bawah bukit Mantar. Mereka yang selamat naik ke puncak bukit, dan sejak saat itu menetap disana. Tradisi Barapan Ayam atau Sampo Ayam sudah berlangsung turuntemurun sejak jaman leluhur mereka. Aturan main yang diterapkan dalam barapan ayam ini yaitu untuk menjadi pemenang, joki beserta pasukan ayamnya ini harus mencatat waktu tercepat. Selain itu, ayam tidak boleh keluar dari garis batas arena dan tongkat yang mengikat kedua ayam (noga) harus menyentuh tonggak kayu (saka) di garis finish. Tinggat kesulitan per mainan ini adalah mengendalikan ayam agar dapat berlari kearah yang telah di tentukan, banyak tim yang ayamnya nyasar kemana-mana, ada yang menembus kerumunan penonton atau bahkan ada yang yang berbalik arah menuju garis start yang tak pelak mengundang gelak tawa penonton. Belum lagi joki yang berlari bahkan

208

jungkir balik mengarahkan ayamayam yang terkadang berlari semaunya sendiri. Menariknya lagi, Ayam-Ayam karapan ini dihias sedemikian rupa dan diberi nama yang unik dan aneh. Bagi para pemilik ayam yang kreatif, hiasan-hiasan yang dipasang mengandung unsur seni sehingga ayam-ayamnya tampil dengan maksimal. Hiasan-hiasan tersebut tidak hanya pada ayam-ayam yang turun barapan, namun juga kurungan kecil khusus yang dipakai membawa ayam selama barapan digelar, ikut dihias. Berwarna warni hiasan pada noga, badan ayam, karaci hingga “kandang� mungilnya. Sebelum dilombakan, ayamayam ini biasanya di-�ruwat� terlebih dahulu. Ada Sandro (orang pintar dalam bahasa Sumbawa yang dipercaya memiliki kekuatan gaib) yang akan memberi mantra-mantra khusus untuk Ayam-ayam ini. masing-masing ayam barapan telah memiliki sandro masing-masing pula, yang akan memperlakukan ayamayam ini sesuai dengan cara sandrosandro tersebut. Ayam-Ayam Barapan ini biasanya memiliki nilai jual yang cukup tinggi.



Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.