Enkultura #11

Page 1




Artikel dan Berita Perkembangan Film di Indonesia

Kala Merindu Bioskop di Pinggir Jalan

Cerita Inspirasi Roufy Nasution

Opini Bawa Makanan dari Luar ke Bioskop Ga?

Jawa Bukan Fiksi

Karya Tipsen

Penyangga Ponsel dari Penjepit Kertas & Kotak Kaset

Resensi dan Rekomendasi Teman Nonton Film : Bukan Hanya Pasangan, Tetapi Juga Makanan! Nonton Bareng di Perpustakaan Batoe Api Soundtrack Film yang Teruji oleh Waktu Three Billboards Outside Ebbing Missouri& Call Me by Your Name Sokola Rimba

Cobacoba


perkembangan film

a i s e n o ind

Sudah 91 tahun berlalu sejak rilisnya film pertama dibuat di Indonesia dengan judul “Loetoeng Kasaroeng”; sebuah film bisu yang diciptakan oleh dua orang Belanda, G. Kruger dan L. Heuveldorp. Sejak saat itu, perfilman Indonesia, dan segala aspek yang ada padanya pun, terus memperbaharui diri.

Hingga saat ini, perfilman Indonesia terbagi ke dalam beberapa periode, sesuai dengan perkembangannya. Melalui jatuh-bangunnya kancah perfilman Indonesia, ia tetap terus hidup dan berkembang semakin kompleks. Dari fungsi perfilman yang pada awalnya dibuat untuk hiburan belaka, menjadi alat propaganda politik penjajah terdahulu di negeri ini, hingga mati-suri dan akhirnya hidup kembali dengan kejayaan yang kembali dan terus memuncak.

00’ - 42’ Di masa ini, tepatnya di 31 Desember 1926, lahirlah “Loetoeng Kasaroeng” sebagai film pertama yang mempelopori biaknya film-film bertema lokal di Indonesia. Meski diciptakan oleh orang Belanda, tema yang diangkat menjadi ketertarikan sendiri bagi warga Hindia-Belanda saat itu, khususnya bagi kalangan menengah ke bawah. Pada tahun 1928,

film selanjutnya dibesut oleh Nelson Wong dari negeri Shanghai, dengan judul “Lily van Java”, yang kelarisannya membuat Wong bersaudara membangun perusahaan Halimoen Film di negeri ini. Mulailah pada tahun 1931 film bicara mulai diproduksi oleh perusahaan The Theng Chun, dalam film percobaan pertamanya yakni “Boenga Roos dari Tcikembang”, dan Halimoen dengan film “Indonesia Malaise”. Lalu, muncullah nama Albert Balink dan Manus Franken yang menerbitkan film “Pareh” di tahun 1934.

Sayangnya, film ini tidak disambut dengan meriah oleh penduduk lokal disebabkan banyak menampakkan keindahan alam HindiaBelanda; pemandangan yang dapat mereka lihat dalam keseharian. Tak menyerah, Balink, yang dibantu oleh Wong bersaudara dan seorang wartawan pribumi bernama Saeroen, mendirikan perusahaan film ANIF. Saat itulah, film “Terang Boelan” lahir, dan mendulang kesuksesan bagi perusahaan tersebut. Film ini menjadi daya tarik yang amat besar bagi para penonton kelas bawah.

42’ - 49’

https://cinemapoetica.com/when-east-meetswest-american-and-chinese-influences-onearly-indonesian-action-cinema/

Di periode ini, perfilman Indonesia mengalami kemerosotan, disebabkan dialih fungsinya film menjadi alat propaganda politik Jepang. Selain film-film berkenaan propaganda Jepang, film yang boleh diputar hanyalah film yang sudah ada sebelumnya.


Ditambah lagi, selama tahun 1942, Nippon hanya menghasilkan tiga film, yakni Pulo Inten, Bunga Semboja, dan 1001 Malam. Ketika ruang gerak perfilman Indonesia terbatasi, para aktor-aktris pun beralih ke panggung sandiwara. Saat itulah Usmar Ismail bergerak sebagai pimpinan bagi para senimanseniwati di kancah persandiwaraan.

50’ - 62’ Tahun 1950 ditandai dengan munculnya film . Darah dan Doa” yang digarap oleh Usmar Ismail. Film ini laku keras di pasaran karena dianggap sebagai film lokal pertama yang berunsur Indonesia, dan disutradari juga diproduksi oleh orang Indonesia dan juga perusahaan film Indonesia asli, bernama Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia) milik Usmar Ismail.

62’ - 70’ Pada masa ini, jumlah bioskop mengalami penurunan yang amat drastis, yakni hingga 50% dari jumlah total bioskop. Diakibatkan oleh gejolak politik, seperti aksi pengganyangan film-film yang dianggap sebagai agen imperialisme Amerika Serikat. Aksi-aksi dilakukan seperti pemboikotan dan pembakaran gedung bioskop. Peristiwa Gerakan 30 September 1965 pun menempatkan pengusaha bioskop pada dilema, disebabkan film yang rusak dan pasokan film nasional yang amat sedikit untuk ditayangkan. Ditambah dengan inflasi besar yang terjadi, dan pengadaan kebijakan pemerintah yaitu Sanering di tahun 1966. Namun, di akhir era ini, bermunculanlah film-film impor yang banyak menarik atensi masyarakat, dan sedikit-banyak membantu memulihkan keadaan kancah perbioskopan Indonesia.

Pada tahun 1978 pun didirikan Sineplex Jakarta Theater oleh Sudwikatmono, dan Studio 21, sembilan tahun setelahnya, yang berdampak pada berbondong-bondonnya penonton memilih bioskop besar ketimbang bioskop kecil. Munculnya bioskop besar tersebut menimbulkan krisis yang besar pula pada bioskopbioskop kecil.

91’ - 98’ Pada periode ini, perfilman Indonesia mengalami mati suri. Selain hanya memproduksi 2-3 film setiap tahunnya, film-film yang beredar juga didominasi oleh film bertema seks.

70’ - 91’

Karena itu, 30 Maret 1950, yakni hari pertama pengambilan gambar film tersebut, dinobatkan menjadi Hari Film Nasional. Jumlah bioskop meningkat pesat di era ini. Ditandai dengan dibangunnya bioskop termegah bernama Metropole di tahun 1951, dan terbentuknya Gabungan Bioskop Indonesia (GABSI) pada 1951.

Di era ini, meski teknologi pembuatan film mengalami kemajuan, televisi (TVRI) hadir dan menjadi kompetitor bagi perbioskopan.

Kemerosotan ini juga terdorong dengan munculnya teknologi LD, VCD dan DVD serta berkembangnya pertelevisian swasta.

98’ – Kini

https://www.youtube.com/watch?v=21QeH5FTm1s

Dengan banyaknya film yang diproduksi, membuat era ini dianggap sebagai masa bangkitnya perfilman Indonesia dari mati surinya yang cukup lama. Film pertama yang terbit adalah Cinta Dalam Sepotong Roti yang besutan Garin Nugroho,


yang disusul oleh Petualangan Sherina karya Mira Lesmana, dan Roedi Soedjarwo dengan Ada Apa Dengan Cinta? (AADC). Keduanya mendulang kesuksesan yang besar. Lalu, pada tahun 2005 dibangunlah Blitzmegaplex di Bandung dan Jakarta, yang mengakhiri masa monopoli bioskop Cineplex di Indonesia.

Foto: student.cnnindonesia.com

Kini, perfilman Indonesia telah berkembang dengan pesat dan dikemas dengan beragam latar cerita dan genre. Horor, biografi, drama, misteri, remaja, dan sebagainya. Mungkin, kini Indonesia hanya belum mampu banyak memproduksi film bergenre fiksi ilmiah, karena keterbatasan teknologi yang dimiliki, dan kurangnya sumber daya manusia yang ahli dan mampu mengoperasikannya. Semoga di masa mendatang, teknologi perfilman Indonesia dapat terus berkembang maju, dengan plot cerita dan pengemasan yang lebih kuat nan segar, serta mampu setara dengan film-film karya sutradara-sutradara kelas dunia


KALA MERINDU Bioskop di Pinggir Jalan Menonton memang telah menjadi bagian dari gaya hidup manusia. Kegiatan yang satu ini bahkan sudah dapat dikategorikan sebagai kebutuhan tersier manusia. Hal ini menjadikan pergi ke mall dan mengunjungi bioskop masih merupakan pilihan yang menarik untuk mengisi waktu untuk bersantai. Ya, sekarang eksistensi bioskop memang seolah-olah seperti tidak dapat dipisahkan dari keberadaan mall atau pusat-pusat perbelanjaan. Padahal, beberapa dekade silam, gedung bioskop berdiri sendiri-sendiri secara mandiri menghiasi pinggir jalan, tidak berada di dalam mall seperti sekarang.Â

The house points

Menonton bioskop di pinggir jalan tempo dulu memang berbeda dengan menonton bioskop di mall seperti sekarang, beberapa hal khusus yang hanya bisa didapatkan dari menonton di bioskop pinggir jalan tempo dulu di antaranya adalah sebagai berikut. 1. Membeli tiket harus mengantri panjang dan lama. 2. Bebas membawa makanan dan minuman apapun dari luar. 3. Setiap bioskop menayangkan film-film dengan genre khusus tertentu yang berarti setiap bioskop menayangkan film-fim yang berbeda pada periode waktu yang sama. 4. Sering terjadi gangguan teknis karena pemutaran film masih dilakukan secara manual (pemutaran pita seluloid). 5. Pergi ke bioskop hanya untuk menonton film, tidak seperti sekarang yang pergi ke bioskop karena lantaran sudah berada di mall. Menonton bioskop di pinggir jalan khas tempo dulu seperti ini memberikan nuansa unik tersendiri. Namun, sayangnya nuansa ini sudah sulit untuk kita rasakan.

https://twitter.com/jokoanwar/status/9585114 30793244672

Hal ini dikarenakan bioskop di went as follows: pinggir jalan jumlahnya sudah merosot, hanya tersisa hitungan jari. Sebut saja bioskop pinggir jalan yang tersisa, seperti Golden Theater di Kab. Tulungagung dan Kota Kediri, Denpasar Cineplex di Bali, Rajawali Cineplex di Purwokerto, Gajah Mada Cinema, Borobudur Cineplex di Pekalongan, Raya Theatre dan Karya Bioskop di Padang. Selain itu, berangkat dari cuitanJoko Anwar di akun twitter-nya yang mengajak pengguna twitter untuk memberikan informasi tentang keadaan bioskop pinggir jalan, juga dapat diketahui bahwa keadaan bioskop-bioskop yang dulu berjaya pada beberapa dekade silam tersebut sudah sangat memprihatinkan. Gedung-gedung yang dulunya ramai sebagai pusat hiburan kini terbengkalai, dibiarkan begitu saja menyimpan memori-memori lama kejayaannya. Bahkan, sekarang ini kabarnya gedung terbengkalai itu disalahgunakan oleh orang-orang tak bertanggung jawab untuk melakukan perbuatan terlarang.


Sebelum membahas faktor-faktor merosotnya bioskop pinggir jalan, ada baiknya kita kupas terlebih dahulu pengklasifikasian bioskop. Bioskop diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yakni bioskop komersial (profit), bioskop khusus (non-profit) dan bioskop campuran (komersial-khusus). Bioskop komersial dibagi lagi menjadi dua, yakni bioskop independen dan bioskop jaringan. Bioskop independen adalah bioskop yang tidak memiliki cabang (tunggal) dan hanya terdapat pada ruang lingkup daerah tertentu atau bahkan satu daerah saja (lokal), sedangkan bioskop jaringan adalah bioskop yang memiliki banyak cabang di berbagai kota. Bioskop yang saat ini eksis dan sering kita datangi di mall termasuk bioskop jaringan. Saat ini, di Indonesia terdapat tiga perusahaan jaringan bioskop yang menguasai sekitar 93% pasar perfilman, yaitu Cineplex 21, CGV Blitz, dan Cinemaxx. Sedangkan, bioskop pinggir jalan umumnya (karena tidak mencakup semuanya) adalah bioskop independen.

Banyak faktor yang melatarbelakangi redupnya kejayaan bioskop pinggir jalan (selanjutnya akan saya sebut bioskop independen). Salah satu faktor utamanya adalah karena ketidakmampuan perusahaan bioskop independen bersaing dengan perusahaan bioskop jaringan. Bioskop independen hampir mustahil mengambil lokasi di mall atau pusat-pusat perbelanjaan, sementara bioskop jaringan memang sengaja mengambil lokasi di mall atau pusat perbelanjaan untuk menjaring konsumen. Jadi, pergeseran lokasi bioskop dari pinggir jalan menjadi mall bukan dikarenakan pergeseran nilai kebudayaan akan bioskop itu sendiri, melainkan hanya dikarenakan alasan dominasi persaingan bioskop jaringan. Faktor lain yang tak kalah penting andilnya dalam kemerosotan bioskop independen adalah keterbatasan pita seluloid. Dahulu, saat teknologi belum terlalu canggih, film di bioskop dapat ditayangkan melalui rol pita seluloid.

Rol pita seluloid ini sangat terbatas dan biasanya pendistribusian rol pita seluloid ini akan sampai ke tangan bioskop jaringan terlebih dahulu. Bioskop independen baru mendapatkan rol pita seluloid ini berminggu-minggu bahkan hingga sebulan setelahnya. Hasilnya adalah kekalahan telak menjaring konsumen bagi bioskop independen. Untungnya, sekarang ini teknologi pemutaran film sudah maju. Penayangan film tidak lagi memerlukan pita seluloid sehingga film dapat ditayangkan secara serentak. Bioskop independen yang masih bertahan hingga kini masih berpeluang memiliki prospek yang cerah di masa mendatang.

Rasanya sekali-kali kita perlu pergi ke bioskop independen. Tidak hanya ikut melestarikan budaya menonton bioskop di pinggir jalan, namun juga kita dapat memperoleh pengalaman baru dari menonton bioskop di pinggir jalan yang kaya akan nilai romantika klasiknya. Tidak salah bukan?


CERITA INSPIRASI

ROUFY NASUTION SARJANA DESAIN KOMUNIKASI VISUAL PUTAR HALUAN MENJADI SUTRADARA FILM PENDEK Oleh : Pinkan Karamoy

Lulus sebagai sarjana Desain Komunikasi Visual, Apa yang membuat Kak Roufy tertarik dan malah terjun ke dunia perfilman?

Sebenarnya aku masuk Desain Komunikasi Visual pengennya jadi desainer baju bola karena dulu aku suka sepak bola tapi dilarang sama orangtua katanya itu hanya hobby. Ketika aku semester empat, aku liat temen-temen aku ngedit film kayanya asik juga, dari situ lah aku mencoba untuk membuat juga. Ada satu film yang menjadi inspirasi, judulnya “Shelter” karya Ismail Basbed, film ini tuh one shot tanpa putus dengan posisi aktor hanya ada di dalam bus dan saat keluar bus, setelah melihat film ini aku percaya bahwa ternyata membuat film itu tidak sesulit yang dibayangkan, hanya dengan satu lokasi dengan ide yang sederhana namun kreatif. Selah melihat itu aku coba buat film pertama aku dengan format yang sama seperti itu, judulnya “ThanksFreedom” yang aku buat sendiri. Iseng-iseng film itu aku ikut sertakan dalam Festival Tebas Award di Yogyakarta, masuk nominasi penataan kamera terbaik dan penulis skenario terbaik. Jadi waktu itu aku kayak sadar kalau aku bisa juga bikin film.


CERITA INSPIRASI Semua orang pasti memiliki idola, apakah ada sutradara yang menjadi sumber inspirasi Kak Roufy dalam pembuatan film? Tentu saja ada, dalam membuat film aku terinspirasi dari beberapa sutradara luar seperti Wes Anderson dan Yorgos Lanthimos, kalau di Indonesia aku suka gengnya Joko Anwar. Aku terinspirasi dari Wes Anderson yaitu cara bagaimana dia membuat penyatuan warna yang membuat film menjadi mencolok dan bisa lebih dilihat penonton dan kesimetrisan pengambilan gambar. Sedangkan Yorgos Lanthimos, yaitu dari cara dia bercerita dan cara dia memberikan nyawa pada para pemain. Aku juga belajar dari Yorgos Lanthimos bahwa membuat karakter tidak perlu lebay, ketika sedang sedih tidak harus menangis, atau ketika bahagia tidak perlu ketawa, makanya karakter pemain di film ku selalu berwajah datar, disini aku ingin menguji apakah dengan kedataran ini apa yang dirasakan orang, intinya aku ingin lebih belajar membahasakan visual aktor. Bagaimana proses dalam pembuatan film Kak Roufy? Cara berproses ketika aku membuat film itu yang pertama menyesuaikan dengan uang yang aku punya sama apa yang ada di sekelilingku. Dalam membuat cerita pada dasarnya dari kegelisahan pribadi atau dengar curhatan orang lain, atau menemukan lokasi yang menurut instingku cocok lalu aku buat ceritanya kemudian. Aku punya prinsip dalam membuat film yaitu ingin membuat dunia baru, dunia yang mungkin ga ada di dunia ini, bagi aku ketika menonton film itu mendapatkan gambaran dunia yang lain. Mungkin cara berkehidupannya sama, dan ada hal-hal yang irasional di dunia ini, dan ketika aku membuat film aku ingin membagikan dunia baru itu ke penonton. fokusnya aku ingin bercerita yang ada dalam pikiran aku. Bagaimana Memanfaatkan keahlian desain visual terhadap pembuatan film yang Kak Roufy  buat? Sampai saat ini aku selalu menggunakan latar belakang keahlian desain dalam pembuatan film, contohnya sebagai latar desain kita harus membuat sesuatu yang unik, ada namanya USP (unique serve point) atau bagaimana sih dalam membuat suatu produk yang mencolok dari produk yang lain, itu aku pakai dalam membuat film. Aku juga belajar tentang personal branding, dalam film aku mencoba membangun branding aku sendiri, jadi ketika orang melihat bakal tau bahwa itu karya aku. Enaknya memiliki latar belakang desain adalah bisa membuat film lebih eye catching. Pesan untuk calon sutradara muda di luar sana yang baru akan merintis karir di dunia perfilman? Ketika kalian membuat sebuah film, disamping harus banyak menonton sebelum di tonton juga perbanyak referensi, karena itu penting dalam penciptaan film. Satu lagi, ya harus nekat, jangan takut untuk mencoba dan buatlah film sesuai dengan porsi kita, ketika biaya produksi yang minim jangan memaksakan hanya karena ingin terlihat mewah, yang terpenting adalah dengan biaya segitu bisa menyampaikan cerita yang ingin disampaikan, membuat karya yang murah tapi tidak murahan. Jadi tuh film tidak dilihat dari biayanya, tapi dari cara berfikir dan keseriusan dalam menggarapnya.Â


OPINI Bawa Makanan dari Luar ke Bioskop Ga?

ASARI FITRIYAH PERMAT

21, MAHA

S IS W A

Saya pernah membawa makanan dari luar ke dalam bioskop. Nggak terlalu banyak sih yang dibawa. Biasanya makanan kecil aja yang bisa masuk tas seperti permen gitu. Pernah juga nyelundupin roti, sama teh kemasan kotak.

Bawa Makanan dari Luar ke Bioskop Ga?

BAGUS RIADI

REY FELIX

S IS W A

Membawa makanan dari luar ketika nonton film di bioskop hal yang sering saya lakukan, karena makanan di bioskop jauh lebih mahal dibandingkan di luar, kayak Aqua tuh kalau di kantin bisa Rp 3.000,- doang, tapi kalau di bioskop bisa Rp 5.000-7.000,-. Penyeludupannya biasanya bawa tas atau pakai jaket. Tetapi dengan begitu sampah dari makanan tersebut saya bawa lagi keluar, ketahuan sama petugasnya sih pernah sampai saya keluar untuk ngabisin makanannya.

S IS W A

Sering banget saya bawa makanan dari luar ke bioskop. Semisal Chunkee Chick(sejenis ayam crispy) dan D’Crepes. Selama bawa makanan itu saya nggak pernah ketahuan jadi ya aman-aman aja rasanya. Sekali waktu tas saya pernah diperiksa sebelum masuk bioskop, dan saat itu saya nggak bawa makanan. Ngerasa beruntung aja sih, dan kebanggaan tersendiri kalo bisa nyelundupin makanan. Soalnya kalo beli di sana mahal Bawa Makanan dari Luar ke Bioskop Ga?

Bawa Makanan dari Luar ke Bioskop Ga? "Nickn 2 2 , M A HaAme"

20, MAHA

NIDA

20, MAHA

S IS W A

Membawa makanan ketika nonton di bioskop tidak pernah dilakukan, kecuali minum. Itu juga tanpa sengaja kebawa, gak pernah sih sengaja untuk membawa makanan dan minuman dari luar selain dari bioskopnya, karena udah tau kan peraturannya gimana dan pasti ditahan sama penjaga di sana. Pernah sih sekali membawa makanan dari luar tapi langsung ketahuan jadinya ditahan dan diambil lagi ketika selesai nonton.


Tidak lama setelah Black Panther rilis, muncul pula film Indonesia yang diberi judul Yowis Ben, film yang diperankan oleh Bayu Skak dan kawan-kawan. Film ini menceritakan tentang empat orang remaja yang berasal dari Malang dan ingin berkarya melalui bidang

JAWA

BUKAN FIKSI OLEH: DZULFIUSI RAFIF

Akhir-akhir ini banyak bermunculan postingan di media sosial mengenai sebuah film yang baru saja tayang pada pertengahan Februari 2018 ini. Ya, Black Panther adalah film yang menceritakan seorang pahlawan bernama T’Challa atau Black Pantheryang berasal dari negara Wakanda yang mengambil latar belakang di Afrika. T’Challa dikisahkan berjuang, membela, sekaligus melindungi sukunya dari teror-teror orang luar yang akan mengambil logam vibranium— sumber kehidupan bagi masyarakat Wakanda.

Film ini mengangkat unsur budaya dan adat yang kental, mulai dari kehidupan bermasyarakat, pakaian dan motif etnikkhas Wakanda, hingga logat dalam berbahasa pun tidak jarang menggunakan bahasa Xhosa, salah satu bahasa yang digunakan secara umum di Afrika Selatan. Bahkan demi memudahkan penonton, Black Panther juga memberikan subtitle yang mempermudah penonton memahami percakapan bahasa Xhosa yang mereka suguhkan pada tiap scene.

musik sehingga kemudian membentuk sebuah grup band musik yang bernamakan Yowis Ben. Tidak ada yang aneh dalam alurnya, tetapi uniknya film ini lebih dari 80% menggunakan bahasa Jawa yang disertai subtitle bahasa Indonesia agar penonton yang tidak mengerti


bahasa Jawa dapat memahami maksud dari percakapan yang disajikan dalam film. Selain itu, dalam film ini juga terdapat banyak pesan moral seperti; menghormati orang tua, cara berbicara dengan orang tua, dan yang jelas melestarikan bahasa Jawa itu sendiri. Bayu Skak juga menuturkan, “Memang saya membuat karya film yang 80% lebih berbahasa Jawa ini bertujuan untuk mengingatkan budaya itu.� Tetapi sayangnya tidak sedikit masyarakat yang memberi respon negatif yang tidak patut dicontoh, bahkan hingga manyudutkan bahasa dalam film Yowis Ben. Bahasa Jawa dianggap sebagai bahasa yang dipadankan untuk para pembantu dan sejenisnya. Banyak pula yang beranggapan karena Orang Jawa banyak yang jadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan kebanyakannya masyarakat berekonomi menengah kebawah.

Dalam kasus ini, mereka belum dapat menyadari bahwa Bahasa Jawa merupakan salah satu bagian dari bahasa nusantara yang wajib kita jaga. Coba, bila terjadi kasus seperti diakuinya Bahasa Jawa adalah milik negara lain siapa yang dapat disalahkan? Pastinya kita juga sebagai warga negara Indonesia harus bertanggung jawab.

karena tidak semua orang di Indonesia pada saat itu bisa berbahasa Jawa. Apakah kalian tahu dulu setelah Indonesia merdeka, lembaga negara Jawa alias Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat menyumbangkan hartanya untuk pembangunan Indonesia, loh!

Apakah kalian tahu, bahwa dulu setelah Indonesia merdeka bahasa Jawa ingin dijadikan sebagai bahasa nasional? Tetapi saat itu Soekarno tidak setuju

Lantas mengapa saya sangkut pautkan dengan film Black Panther, karena kebanyakan masyarakat Indonesia hanya tertarik menyukai film Black Panther dari pada film lokal Yowis Ben. Padahal, jika kita lihat keduanya sama-sama menggunakan latar belakang kebudayaan yang kental, tetapi bedanya bahwa negara Wakanda ini fiksi atau bukan kenyataan — meskipun film ini menyajikan berbagai corak etnik Afrika — contohnya seperti kehadiran suku Himba, suku Massai, dan suku Mursi yang dalam kenyataannya suku itu memang benar-benar ada. Dalam film Yowis Ben pun seperti yang saya lihat pada salah satu adegan kejadian ketika Bayu berbicara pada Ibu dan Ayah dari salah seorang temannya dengan menggunakan tingkatan bahasa kromo.


Artinya bahwa film ini ingin memberitahu bahwa masyarakat Jawa juga memiliki sebuah tata krama tidak hanya pada tindakan tapi juga pada bahasa untuk yang mereka anggap lebih tua yang masih diterapkan dan perlu dilestarikan. Jika kita ingin bersifat objektif, maka mengapa kita mencemooh bahasa Jawa ketika turut mengapresiasi suku yang ada dalam film Black Panther? Jadi menurut saya, alangkah baiknya kita mendukung dan melestarikan lagi bahasa-bahasa yang ada di Indonesia termasuk salah satunya bahasa Jawa ini. Jika kita bisa menghargai dan ikut melestarikan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia juga artinya kita ikut serta dalam mempersatukan Indonesia untuk masa depan yang lebih baik. Kalau kita bisa menghargai bahasa atau budaya negara lain maka kita harus juga menghargai dan bahkan melestarikan bahasa-bahasa yang ada di NKRI ini. Dengan begitu kebudayaan lain juga akan menghargai kebudayaan kita juga. Karena jika kita menanam yang baik, maka kita akan menuai yang baik juga, begitu pula sebaliknya.

Maka mulai dari sekarang, mari kita menghargai kebudayaan kita dan orang lain bersama, yuk!


resensi dan rekomendasi TEMAN NONTON FILM

Bukan Hanya Pasangan, Tetapi Juga Makanan Oleh: Salsabila Shofia

Menonton film, kurang asyik rasanya jika tidak ditemani orang-orang terdekat, atau bahkan teman spesial. Tapi, ada satu hal yang rasanya tak bisa dilupakan ketika kita menonton film, bukan hanya pasangan, tetapi juga, makanan! Makanan, biasanya makanan ringan, selalu menjadi pelengkap ketika kita menonton film. Baik itu di bioskop, maupun di rumah sendiri. Sejak dulu, berbagai jenis makanan telah populer untuk dijadikan teman menonton film. Bukan hanya makanan, berbagai minuman juga cocok untuk menemani kalian menonton film. Kira-kira, jenis makanan dan minuman apa saja, ya, yang biasa dijadikan teman menonton film? Siapa, sih, yang tidak pernah menonton film sambil memakan cemilan yang satu ini? Cemilan dengan nama lain “berondong jagung� ini memang merupakan teman nonton film yang paling populer di seluruh dunia, lho! Rasanya yang beraneka ragam dan teksturnya yang renyah sangat cocok dijadikan cemilan yang menemani nonton film kesukaanmu.

popcorn

Popcorn ini berbahan dasar biji jagung. Mulanya, popcorn hanya tersedia dalam varian rasa yang asin dan gurih saja (original). Namun, seiring berkembangnya zaman, kini popcorn disajikan dalam berbagai varian rasa, seperti karamel, keju, coklat, pedas, dan sebagainya, yang pastinya menambah selera untuk segera menghabiskannya. Popcorn memiliki tekstur yang garing dan renyah yang membuat kita sulit berhenti untuk terus mencamilnya selagi kita menonton film.

Popcorn mudah ditemukan dimana saja, terutama di tempat hiburan seperti wahana rekreasi dan bioskop. Di bioskop sendiri, popcorn rasanya sudah jadi makanan wajib bagi para penikmat film. Pada umumnya, popcorn di bioskop dijual dalam berbagai macam rasa, harga, dan ukuran kemasan. Dan biasanya, popcorn yang dijual di bioskop itu dibanderol dengan harga yang lebih tinggi, alias mahal, lho! Namun, harga yang tinggi tidak lantas membuat peminatnya berkurang. Popcorn tetap jadi teman menonton film yang paling diminati di seluruh dunia. Jadi, jika kalian hendak menonton film, jangan lupa membawa popcorn, ya!


- Bukan hanya popcorn, camilan satu ini juga seringkali dijadikan teman untuk menonton film, lho! Keripik atau yang dalam bahasa Inggris disebut chips merupakan salah satu ragam makanan ringan yang mempunyai tekstur yang renyah atau crunchy. Karena kerenyahan itulah, keripik juga sering dicamil selagi kita menonton film. Selain renyah, harganya pun cukup terjangkau meskipun dalam kemasan besar. Keripik, bisa berupa keripik singkong, keripik kentang, keripik ubi, keripik jagung, keripik pisang, bahkan yang saat ini mulai banyak di pasaran adalah keripik tempe. Selain dari berbagai bahan baku yang berbeda, rasanya pun berbagai macam. Ada yang gurih, asin, manis, pedas, dan rasa-rasa unik lainnya. Karena berbagai varian rasa dan jenis itulah yang membuat para penikmat film banyak memilih keripik ini sebagai camilan yang menemani mereka menonton film.

keripik

Namun sayangnya, keripik-keripik ini tidak dijual di bioskop. Karena biasanya yang dijual di area bioskop hanya popcorn saja. Sedangkan ke dalam bioskop sendiri terdapat peraturan untuk tidak membawa makanan dari luar. Maka dari itu, alangkah baiknya jika kita memilih keripik untuk menemani nonton film ini hanya ketika berada di rumah saja, jangan dibawa ke dalam bioskop lalu disembunyikan di dalam tas, ya! Hehehehe. Nonton film sambil ditemani makanan, jangan sampai lupa minumannya juga, ya! Supaya kerongkongan tidak seret alias kering karena terlalu asyik ngemil, minuman yang menyegarkan juga harus disiapkan sebelum menonton film. Seperti halnya popcorn sebagai camilan favorit ketika menonton film, soft drink juga menjadi minuman favorit yang biasa dipilih orang untuk menemani mereka menonton film. Tidak heran, popcorn dan soft drink ini biasanya menjadi pasangan yang serasi untuk menemani kamu menonton film.

softdrink

Soft drink sendiri terdiri dari bermacam-macam jenis minuman. Mulai dari minuman berkarbonasi (soda), es teh, lemon tea, kopi,

es coklat, dan lain-lain. Selain jenis dan rasanya yang beragam, soft drink juga disukai karena harganya terjangkau serta mudah ditemukan. Untuk menemani kita menonton film, biasanya soft drink ini djual di bioskop, terpisah ataupun satu paket dengan popcorn. Kita pun dapat dengan mudah membeli soft drink di toko atau swalayan terdekat untuk menemani kita menonton film dirumah. Nah, sobat Kul-Kul, itulah makanan dan minuman favorit yang bisa dijadikan teman menonton film. Kalau makanan dan minuman favoritmu yang mana? Oh iya, jangan lupa, jika membawa makanan dan minuman ke bioskop, bawa kembali sampahnya keluar studio dan buang ditempatnya, ya


Event Review event FILM disajikan dengan ciamik ditangan sang empu perpustakaan Batoe api

Nonton Bareng di Batoe Api Oleh: Samudra M. Rachman

Bicara tentang film, pasti kalian pasti punya tempat nonton film kesukaan kalian sendiri kan? Nah, pada edisi Enkultura kali ini, kami akan membahas tentang event nonton film bareng yang diadakan di perpustakaan Batoe Api. Bagi warga Jatinangor mungkin sudah tidak asing dengan perpustakaan yang didirikan pada tahun 1999 oleh sepasang suami istri yang panggilan akrab nya Bang Anton dan Teh Arum. Perpustakaan Batoe Api berfokus tidak hanya pada buku saja, tetapi juga film dan musik. Untuk film sendiri, selain berbentuk literatur, biasanya rutin diadakan nonton bareng seminggu sekali. Film yang ditayangkannya pun bisa dibilang cukup antik karena tahun pembuatan film kurang lebih dari tahun 1990 kebelakang. Namun, film seperti inilah yang menjadi daya tarik bagi penonton disana. Genre film yang ditawarkan di perpustakaan ini beragam, mulai dari musikal, sejarah, horror dan banyak lagi. Penayangan filmnya sendiri bertempat di dalam ruangan yang tidak terlalu besar dan memakai proyektor, sehingga tidak terlalu banyak orang yang dapatikut menonton film disana karena keterbatasan tempat.

Untuk yang ingin menonton, harus datang tepat waktu agar bisa dapat tempat duduk. Untuk waktunya sendiri biasanya ditayangkan pada malam hari tepatnya jam 19.00 WIB. Nonton film bareng ini dibuka untuk umum,tetapi biasanya penonton yang mendominasi di sana adalah mahasiswa. Tidak hanya menayangkan film saja,tetapi disana kita disuguhkan juga dengan beberapa kudapan dan minuman yang terkadang juga disesuaikan dengan tema film yang ditayangkan dan semua yang disajikan tanpa dipungut biaya atau gratis bagi siapapun yang datang kesana.


Soundtrack Film

MUSIK

YANG TERUJI OLEH WAKTU Oleh: Alvin A. Waworuntu

Sejak film bersuara bermunculan, film dan musik menjadi seakan-akan tidak terpisahkan. Setiap film pasti memiliki musik pengiring, mulai dari film komedi sampai thriller. Karena, musik yang tepat pada adegan yang tepat juga akan membawa penonton pada mood tertentu. Saya akan berbagi tentang lagulagu esensial yang merupakan soundtrack film dan teruji oleh waktu.

Speak Softly, Love / The Godfather Theme – Nino Rota (The Godfather, 1972) Bagi penggemar film tentang mafia Sisilia klasik ini, lagu ini tentunya tidak asing di telinga kalian. Lagu ini diciptakan oleh Nino Rota, dan liriknya ditulis oleh Larry Kusik. Awalnya, lagu ini merupakan lagu instrumental yang dipakai sebagai main theme dari film The Godfather, tetapi lagu ini sering dimainkan oleh banyak musisi terkenal, mulai dari Andy Williams yang membawanya ke peringkat 34 selama 11 minggu berada di Hot 100 majalah Billboard pada tahun 1972, hingga Slash yang beberapa kali memainkan lagu ini ketika sedang manggung, baik solo ataupun bersama band utamanya, Guns N’ Roses.

Foto: George Etheredge untuk The New York Times

My Heart Will Go On – Celine Dion (Titanic, 1997)

I Don’t Want to Miss a Thing – Aerosmith (Armageddon, 1998)

Mungkin bagi beberapa orang ini adalah salah satu lagu-lagu menjengkelkan yang sulit dikeluarkan dari kepala setelah mendengarkannya, tapi rasanya kurang pantas kalau My Heart Will Go On tidak masuk dalam daftar ini. Ketika lagu dan film dirilis tahun 1997, lagu ini meraih peringkat nomor satu di seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat, Britania Raya, Irlandia, Prancis, Kanada, Australia, dan masih banyak lagi

Power Ballad yang satu ini diciptakan oleh Diane Warren untuk film Armageddon. Lagu ini berhasil menduduki peringkat #1 selama empat minggu pada September 1998, menjadi pertama kalinya lagu Aerosmith menduduki peringkat pertama setelah 28 tahun band itu bersama.


Purple Rain – Prince and the Revolution (Purple Rain, 1984)

Don’t You (Forget About Me) – Simple Minds (The Breakfast Club, 1985)

Stayin’ Alive – Bee Gees (Saturday Night Fever, 1977)

Lagu Purple Rain dari Prince merupakan soundtrack dari film yang berjudul sama, dan dimainkan oleh pelantun lagu yang sama juga. Film ini menceritakan tentang seorang anak muda yang menghabiskan hari-harinya untuk latihan dan manggung bersama bandnya untuk melarikan diri dari keluarganya yang kasar. Lagu Purple Rain sendiri merupakan lagu yang dalam dan mellow. Liriknya pun dapat ditafsirkan dengan beberapa cara yang berbeda, dan mungkin anda perlu menonton filmnya untuk benar-benar mengerti betapa dalamnya arti yang terkandung dalam mahakarya dari Prince ini. Lagu ini berhasil memasuki Billboard Hot 100 dua kali: pertama ketika film Purple Rain dirilis tahun 1984, dan ketika Prince tutup usia pada tahun 2016.

Lagu yang dibawakan band rock asal Skotlandia ini paling dikenal sebagai pengiring adegan pembuka dan penutup film komedi-drama Amerika bertema masa remaja, The Breakfast Club. Lagu ini diciptakan oleh Keith Forsey dan Steve Schiff. Awalnya, Simple Minds menolak untuk merekam Don’t You, tetapi setelah beberapa bujukan dari berbagai macam pihak akhirnya setuju. Kesuksesan film The Breakfast Club mendorong Don’t You ke peringkat #1 di Amerika dan seluruh dunia. Pada zamannya, lagu ini menjadi salah satu lagu wajib dalam pesta prom atau perpisahan sekolah.

Film yang satu ini berhasil mendefinisikan sebuah genre musik dari dasawarsa 70-an. Sebut kata “disco” dan film Saturday Night Fever adalah yang akan pertama muncul di pikiran.Film ini menceritakan seorang keturunan Italia dari kelas pekerja yang tinggal di Brooklyn dan menghabiskan akhir pekannya di menari di diskotek. Sebenarnya, banyak lagu-lagu dari film ini yang esensial, seperti More Than a Woman, Night Fever, dan You Should be Dancing karya Bee Geesatau Disco Inferno karya The Trammps. Namun, paling tidak semua orang pasti tidak akan merasa asing dengan lagu Stayin’ Alive, dan para penggemar film jadul yang pernah menonton film ini mungkin akan membayangkan adegan pembuka film dimana John Travolta dengan celana cutbraynya berjalan mengikuti irama lagu di tengah kota New York. Jelas bukan sesuatu yang mengherankan, ketika soundtrack film ini menjadi salah satu best-selling soundtracks of all time.


FILM

Three Billboards Outside Ebbing Missouri& Call Me by Your Name OLEH : NADYA SAFIRA

Three Billboards Outside Ebbing Missouri Hal yang Saya kagumi dari film ini adalah kemampuan sang sutradara sekaligus penulis naskah, Martin McDonagh (In Bruges, Seven Psychopats) dalam penguatan karakter tiap tokoh-tokohnya. Tidak ada tokoh yang memiliki karakter abu-abu karena tiap pemeran masingmasing memiliki ciri, perspektif, serta motivasi yang berbeda dan mereka dipersatukan oleh satu hal yang sama, tiga buah papan iklan atau billboards di perbatasan Ebbing, Missouri. Three Billboards Outside Ebbing Missouri adalah film drama kriminal yang menceritakan seorang ibu tunggal, Mildred Hayes (Frances McDormand), yang masih berduka atas kematian sang putri, Angela (Kathryn Newton), yang diakibatkan pemerkosaan dan pembunuhan dengan pelaku yang belum terungkap. Didorong keinginan untuk mendapatkan keadilan atas kematian putrinya, Mildred menyewa tiga billboards usang untuk menyindir kepolisian di Ebbing, Missouri yang tidak memberikan perkembangan kasus pemerkosaan putrinya. Usaha Mildred membuahkan hasil karena billboards  tersebut mengundang perhatian banyak warga, termasuk Sheriff Bill Willoughby (Woody Harrelson) dan Opsir Jason Dixon (Sam Rockwell). Namun, perhatian yang didapatkan Mildred adalah reaksi negatif dari para warga dikarenakan kata-kata yang tertulis di papan tersebut seolah menyudutkan sang sheriff. Karakter Mildred Hayes yang dikelilingi oleh rasa marah ini sedikit mengingatkan kita akan kemarahan kita sendiri yang cukup sering terjadi pada petinggi keadilan seperti polisi. Tidak jarang memang kasuskasus yang terjadi seperti pembunuhan atau pemerkosaan tidak diselesaikan secara tuntas sehingga memunculkan stigma atau pandangan yang negatif terhadap polisi sendiri. Ditambah karakter Jason Dixon, seorang polisi yang gemar mabuk dan kerjanya ngga bener ini adalah gambaran kita akan polisi yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik sehingga menumbuhkan rasa benci kita terhadap polisi. Dua karakter yang tidak akan jalan bareng sambil ngopi-ngopi ini akan terhubung berkat Sherrif Bill Willoughby. Film yang sudah memperoleh banyak ulasan positif dan berhasil masuk nominasi penghargaan film paling prestisius yaitu Academy Awards a.k.a The Oscars ke-90 ini memang sudah seharusnya terdaftar dalam film yang wajib ditonton tahun ini. Dan Saya pribadi, ngejagoin Frances McDormand jadi actress of  the year Oscars tahun ini karena aktingnya bener-bener ciamik!


FILM Call Me by Your Name

Kalo kalian penggemar film-film yang memiliki visual indah, maka Call Me by Your Name adalah pilihan yang tepat. Film ini merupakan paket komplit dari hal-hal yang memanjakan mata. Latar yang bertempat di Italia lengkap dengan summer vibesnya alias suasana musim panas dan para pemeran yang tampan serta cantik yang berseliweran di film ini semakin melengkapi visual Call me by Your Name. Ditambah, tema cerita yang dibawakan yaitu homoseksual yang masih dianggap tabu di berbagai negara menambah kemenarikan film ini. Diangkat dari novel karya Andre Aciman dengan judul yang sama, Call Me by Your Name adalah drama coming of age, suatu cerita yang pemeran utamanya adalah seorang remaja yang mengalami proses menuju kedewasaan. Film yang disutradai oleh Luca Guadagnino (A Bigger Splash, The Protagonist) dan ditulis oleh James Ivory ini mengambil latar di Italia Utara pada musim panas tahun 1983. Elio (Timothee Chalamet), pemuda multi talenta berumur 17 tahun menghabiskan masa liburan di vila milik ibunya saat ayahnya yang berprofesi sebagai profesor mengundang mahasiswa kesayangannya untuk membantunya mengerjakan proyek sekalian berlibur di vila milik istrinya. Mahasiswa itu bernama Oliver (Armie Hammer), pemuda berpenampilan menarik dan mudah bergaul. Setelah berkenalan dengan Oliver, Elio mulai menaruh perhatian kepadanya dan mulai mencari cara agar diperhatikan olehnya. Elio yang memang mahir bermain piano terkadang mengubah lagu-lagu pianis seperti Bach agar diperhatikan oleh Oliver walaupun terkadang Elio dilanda rasa cemburu karena banyak gadis-gadis yang menaruh perhatian kepada Oliver. Sebagai seorang remaja yang sedang mencari jati diri, termasuk mencari orientasi seksualnya, Chalamet berhasil memainkan perannya dengan sangat baik. Penonton tidak diberikan dialog mengenai hal ini namun dari tingkah laku serta ekspresi yang dimainkan Chalamet, penonton akan merasakan sendiri bagaimana proses menuju kedewasaan yang Elio alami. Tidak heran maka apabila Chalamet mendapat banyak penghargaan termasuk Academy Awards, dimana dirinya masuk dalam nominasi best actor yang menjadikannya sebagai aktor ketiga termuda yang masuk nominasi tersebut sepanjang sejarah Academy Awards. Sebagai pendatang baru di industri film, Chalamet memang mencuri perhatian berkat kemampuan aktingnya yang menuai pujian. Dan untuk para perempuan di luar sana, tidak usah galau mikirin gebetan karena kalian telah memiliki idola baru sekarang, .

ehe.


Sokola Rimba

Buku

Butet Manurung Oleh: Arumsekartn

Sokola Rimba merupakan kumpulan catatan-catatan harian Butet Manurung saat menjadi guru di Sokola Rimba. Menjadi pejuang literasi bagi orang-orang rimba di Jambi. Bukan karya fiksi, tapi tentu dapat dinikmati. Butet Manurung tidak hanya mengajarkan bagaimana menulis, membaca, dan menghitung saja. Tetapi juga berusaha untuk dapat membantu orang-orang Rimba dari serangan pihak luar,

salah satunya perampasan hutan yang menjadi tempat tinggal orang Rimba. Buku Sokola Rimba disajikan menarik, dimana pembaca akan merasa bahwa ia sedang membaca buku harian seseorang, karena kisah demi kisah disajikan lengkap beserta dengan hari, tanggal, dan tahunnya. Jadi pembaca dapat membayangkan serta menggunakan imajinasi mereka untuk membayangkan kejadian yang disuguhkan.

Di dalam buku ini tertulis lengkap bagaimana kehidupan orang Rimba dimulai dari kehidupan yang nomaden, ritual memanjat pohon madu, serta adat istiadat mereka. Berbagai kelucuan anak Rimba yang bersekolah serta guyonan-guyonan antara orang Rimba yang satu dengan yang lain pun dikisahkan dengan sangat apik. Salah satu hal yang menarik yang diceritakan adalah mengenai adat bagi laki-laki Rimba. Laki-laki Rimba mungkin dapat dikatakan sebagian orang – merupakan laki-laki idaman setiap wanita. Mereka tidak boleh marah, harus bertanggung jawab, serta harus menjaga wanita Rimba dari serangan orang luar, ular, serta binatang buas. Laki-laki Rimba pun sangat “terkendali” hal ini bermaksud pada laki-laki Rimba yang memang harus menjaga hawa nafsu mereka. Baik hawa nafsu lapar, marah, sampai ke dalam menahan nafsu bagi urusan seksual. Lelaki Rimba akan dengan lantang menyerukan “Awok jenton!” sebagai ungkapan mereka dalam mengingatkan kebanggaan yang dimiliki lelaki Rimba, yaitu sebagai pengemban tugas yang agung. Buku ini selain berfokus untuk menggambarkan mengenai “seperti apa sih orang Rimba itu?” juga menggambarkan bagaimana perjuangan yang dilakukan oleh Butet Manurung dalam memberikan pendidikan bagi orang-orang Rimba. Diawali dengan bagaimana ia harus dapat mengambil hati orang Rimba untuk ingin bersekolah, sampai ia membangun Sokola Rimba bersama teman-temannya dengan berbagai perjuangan.

“Kamu enak Ibu Guru, kalau hutan habis, kamu hanya tinggal pulang ke kampungmu, tinggal aman dengan ibumu. Kalau kami, mau lari kemana? Gak ada yang bisa kami makan lagi di sini.” -anak Rimba.


karya [ Aktifitas Tak Peduli ] Oleh : Jaka Noer Fajar Alarm dipasang dalam genggaman Berbunyi untuk dimatikan Kabel casan tegang Menahan aliran listrik yang merangsang Hey! petani jagung melempar pupuk Pohon singkong menatapnya sinis Anak SD memetik daun kecubung Berkarya membuat sebuah terompet Aspal jalanan menangis Digilas tronton begitu sadis Papan reklame berkata "Nanti juga lo paham" Oh ternyata, semut dan belalang lebih berpendidikan dari seorang cendikia Tiang listrik berkata terserah Trotoar menjawab yasudah Lampu jalan membisu terperangah Katanya manusia bijaksana Tapi nyatanya bijaksini! Apakah ini sudut pandang? Tidak jelas! Sudah di sudut, di pandang? (Jatinangor, 2017)Â

Di Ujung Jalan Oleh: Nabyl Rahardjo Pertemuan, bertemu, bersenda gurau, berburu, meramu, bercumbu, canda, tawa, cerita, kita Di ujung jalan, perpisahan, mengisahkan, berpisah, merah, darah, merekah, terpecah Perpisahan! Menyakitkan! Perpisahan! Membetulkan! Perpisahan! Menyatukan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Perpisahan! Berpisah; Melawan arah; Tidak peduli senja yang akan marah atau kopi-kopi tawar yang menyeruak dari bawah Sendu yang tidak melagu, pergerakan revolusioner para tukang jamu Tuak-tuak disiapkan untuk arak-arakan nanti malam dengan satu tujuan: mendapatkan restu orangtua Di ujung jalan menyiratkan, perpisahan adalah hal yang menakutkan juga menakjubkan: kepulangan yang ditunggu-tunggu menuju rumpah impian dengan orang tercinta ataupun sendirian Di ujung jalan juga akan selalu ada jembatan untuk keabadian, bukan perkara perpisahan namun, soal kesiapan dan perbekalan


cerpen

CCTV is God OLEH: ADITYA NURMAN

Jangan-jangan, sekarang kita menyembah tuhan baru sehingga membuat kita menaati peraturannya dan takut jika melanggar aturannya. Bagaimana kalau seorang pengguna kendaraan tersebut ateis? Apakah ia juga mendapat hukuman? Apakah Junaidi yang menerobos lampu merah karena ia sedang diburu oleh dosen pebimbing skripsi untuk cepat datang ke kampus karena beliau akan menghadiri rapat yang gitu-gitu aja akan mendapatkan hukuman? Apakah Tohir yang sedang bercumbu di dalam mobil dengan pasangannya karena sudah lama tidak berjumpa juga akan mendapatkan hukuman? Jika kau melewati jalan dengan sebelah kiri terdapat kebun binatang tertua di asia (katanya) dan di sebelah kanan terletak masjid dengan model arsitektur ketimur-timuran, padahal ya ngga timur-timur amat, maka kau akan melewati lampu lalu lintas yang terdapat warna hijau yang artinya jalan, warna kuning yang artinya bersiapsiap untuk berhenti, dan merah yang artinya jalan terus kalau nutut, jika tidak nutut maka berhentilah, jika sadar kau bukanlah kucing yang mempunyai sembilan nyawa. Dan apabila lampu merah telah berkumandangan maka kau akan mendengar mbak-mbak teriak entah dari mana mbak-mbak itu berada dengan membawa pesan yang gitugitu aja. Yang menarik adalah bukan suara mbak-mbak yang terlihat manis, atau polisi yang tegak seperti patung, tetapi adalah tulisan yang berbunyi “AKTIVITASMU SEDANG DIAWASI CCTV SELAMA 24 JAM� yang terdapat di papan tulis raksasa yang bergelantungan diatas.

Apakah Lili yang sedang asyik memancing ikan dengan nama upil dan langsung melahapnya dengan rakus ketika mendapatkannya, sehingga menyebabkan pengguna kendaraan yang lain menabrak karena jijik saat melihat lili, apakah Lili akan dihukum? Jikalau tujuan CCTV dibuat untuk menertibkan pengguna kendaraan, apakah CCTV juga tidak dibuat dan dipasang untuk ruangan-ruangan kaum pemerintahan agar tidak ada tikus-tikus yang masuk dan menggorogoti negara? Jika CCTV itu adalah Tuhan yang harus disembah dan dipuja, maka CCTV harus adil bagi semua, bukan hanya sekedar ditaruh di lampu lalu lintas supaya pengguna kendaraan takut, tetapi juga harus dipasang di diskotik, prostitusi, tempat ibadah, tempat pendidikan, kantor-kantor pemerintahan, dan seluruh tempat-tempat agar kita takut untuk melanggarnya dan takut dengan hukumannya. Jika tidak dilakukan maka CCTV bukanlah Tuhan, melainkan hanyalah mainan bodoh yang seharusnya sudah ada di tempat sampah.Â


k r o w t r A

Nama : K. Nasywa Judul : When in Seoul Media : Woodcut on Paper 40x40 Keterangan: Karya ini adalah cara untuk mengenang perasaan ketika berada di suatu tempat yang lepas dari isu-isu yang sangat dekat dengan diri saya. Suatu tempat yang terasa sangat dekat tetapi di satu sisi pun sangat asing. Secara tidak langsung, suasana yang disajikan dari kota ini meredakan keadaan yang ada dan untuk waktu yang singkat, seperti ada jeda untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih baik. Sekarang, karya ini menjadi pengingat bahwa ada masanya dimana saya terlepas sejenak dari masalah yang ada.


Coba-coba Membuat

Penyangga Ponsel dengan Barang yang Ada di Rumah

Tidak bisa dipungkiri bahwa handphone atau ponsel sudah menjadi hal yang penting bagi semua orang. Kegunaannya sebagai alat komunikasi serta media hiburan seperti streaming film, instagram, facebook, dan masih banyak lagi membuat sebagian orang bahkan tidak mudah lepas dari memegang ponsel. Tetapi, memegang ponsel terus menerus dan dalam waktu yang lama, akan membuat tangan kita pegal. Maka dari itulah dibutuhkan sesuatu yang mampu menyangga ponsel sehingga ketika kita menggunakannya, akan terasa nyaman dan tidak membuat tangan pegal. Nah sobat kulkul, sekarang kami akan bagi-bagi pengetahuan nih cara membuat penyangga ponsel dari barang yang ada di rumah, disimak ya!

Penyangga Ponsel dari Penjepit Kertas Yup, penjepit kertas atau yang akrab kita kenal dengan paper clip ini ternyata bisa banget loh dibuat menjadi penyangga ponsel dan cara buatnya pun sederhana. Barang yang dibutuhkan cukup dua buah penjepit kertas berukuran besar dan sedang saja. Cara membuatnya cukup dengan menjepit penjepit kertas yang sedang dan kemudian membengkokkan bagian segitiga hitamnya. Untuk lebih jelasnya disimak pada gambar ya!


Penyangga Ponsel dari Kotak Kaset Siapa sih yang gak suka dengerin musik? Pasti di antara sobat kul-kul suka banget dengerin musik bahkan sampai mengoleksi kaset dari berbagai penyanyi favoritnya. Nah sobat kul-kul, ternyata kotak kaset itu bisa dijadikan sebagai penyangga ponsel juga, loh. Caranya juga mudah banget, tidak membutuhkan bahan lain hanya kotak kaset serta tidak harus dimodifikasi pula, cukup dengan membuka lalu membalikan kotak kasetnya, maka jadi deh penyangga ponsel sederhana ini.

1

2

3




Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.