2 minute read

Penta Rg i

Next Article
Rel Esen

Rel Esen

Kebebasan ruang sipil merupakan kebebasan tiap warga negara untuk berserikat, berkumpul, berpendapat, dan berekspresi. Konsep ruang sipil erat kaitannya dengan perkembangan pemikiran mengenai HAM yang termuat dalam generasi HAM pertama, yaitu hak-hak sipil dan politik. Kebebasan ruang sipil pun sejatinya merupakan

HAM yang fundamental bagi kehidupan manusia untuk mewujudkan demokrasi dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara Sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi demokrasi, Indonesia telah mengakui dan menjamin hak atas kebebasan berserikat, berkumpul, berpendapat, dan berekspresi di dalam Pasal 28E ayat (3) UUD

Advertisement

NRI 1945. Tak hanya itu, Indonesia juga meratifikasi International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang

Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. Lebih lanjut, Indonesia juga memiliki beberapa produk hukum yang dibentuk untuk melindungi kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negaranya, seperti Undang-Undang

Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun

1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Namun, dewasa ini, aturan-aturan hukum di Indonesia yang menjamin kebebasan masyarakat untuk berserikat, berkumpul, berpendapat, dan berekspresi tersebut masih belum diimplementasikan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pembungkaman serta perampasan kebebasan sipil masyarakat atau yang kemudian dikenal sebagai penyusutan ruang sipil Penyusutan ruang sipil meliputi berbagai tindakan yang mengganggu, mengurangi, bahkan mengancam pemenuhan kebebasan sipil setiap manusia, termasuk hak untuk berserikat, berkumpul, dan berpendapat, di mana hal ini tentu menghambat terwujudnya iklim demokrasi Beranjak dari permasalahan tersebut, Kastrat BEM FH UI 2022 hadir untuk melakukan penyikapan, pengawalan, serta advokasi terkait isu-isu yang mengancam ruang kebebasan sipil masyarakat Indonesia, seperti represivitas aparat dan reformasi Kepolisian Negara

Republik Indonesia (Polri)

Represivitas Aparat dan Reformasi Polri

Polri merupakan salah satu lembaga penegak hukum di Indonesia yang keberadaannya ditujukan untuk memastikan terjaminnya keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan bagi masyarakat Lebih lanjut, dalam melaksanakan tugasnya, anggota Polri wajib untuk berpegang teguh pada

HAM Meski tugas pokok Polri sudah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, kinerja Polri yang ideal dan berlandaskan HAM belumlah terwujud Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya kasus penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang yang dilakukan oleh anggota Polri

Salah satu permasalahan fundamental dalam institusi Polri ialah maraknya praktik penggunaan kekuatan secara berlebihan (excessive use of force) dalam menjalankan tugas Polri dengan dalih mengamankan dan menertibkan Hal ini tecerminkan dalam banyaknya kasus kekerasan dalam internal Polri yang sering kali terjadi antara atasan dan bawahan. Kekerasan oleh anggota Polri pun tidak hanya terjadi dalam internal Polri saja, tetapi juga dalam lingkup masyarakat di luar institusi Polri yang seharusnya menjadi subjek yang dilindungi oleh Polri

Realitas tersebut menegaskan bahwa kultur kekerasan dalam tubuh Polri sudah dinormalisasi Kultur kekerasan yang dinormalisasi dan bahkan membudaya dalam tubuh Polri memiliki implikasi besar terhadap pelaksanaan tugas Polri oleh anggotanya, di mana kultur tersebut menjadikan kekerasan sebagai suatu hal yang lumrah dan menimbulkan sikap permisif apabila anggota Polri melakukan kekerasan.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan reformasi total di tubuh Polri yang dapat menghapus kultur kekerasan Polri hingga ke akarnya.

Melihat permasalahan di atas, Kastrat BEM FH UI 2022 turut melakukan penyikapan, pengawalan, dan advokasi untuk menuntut reformasi Polri secara menyeluruh melalui berbagai publikasi

Pertama, melalui Infografis “Kultur

Kekerasan dalam Tubuh Polri: Reformasi

Polri Harga Mati!” yang dipublikasikan pada 22 Agustus 2022, Kastrat BEM FH

UI 2022 mengulas tentang maraknya kasus kekerasan dalam internal Polri yang mencerminkan kentalnya budaya kekerasan dalam institusi Polri. Kedua, Kastrat BEM FH UI 2022 menyikapi

Tragedi Kanjuruhan Malang pada 2

Oktober 2022 melalui Infografis “Tragedi

Kanjuruhan Malang dan Keganasan

Polri Tangani Massa: Reformasi Polri

Harga Mati!”, di mana ratusan korban meninggal dunia akibat tindakan represif dan kesewenang-wenangan anggota Polri dalam menangani massa

Ketiga, melalui Video “Omong Kosong

Mengayomi, Kami Tuntut Reformasi

Polri!” yang dipublikasikan pada 2

Desember 2022, Kastrat BEM FH UI 2022 menyikapi kegagalan Polri dalam melindungi, mengayomi, melayani, dan menegakkan hukum bagi masyarakat

Terakhir, Kastrat BEM FH UI 2022 merilis

Artikel “Kekerasan dalam Tubuh Polri yang Kian Dinormalisasi: Reformasi Polri

Harga Mati!” pada 4 Desember 2022, di mana artikel tersebut membahas bagaimana budaya kekerasan masih dinormalisasi dalam tubuh Polri dan urgensi perwujudan reformasi Polri sebagai solusinya.

This article is from: