9 minute read

Gen d Sesis

Next Article
Rel Esen

Rel Esen

Salah satu kelompok isu yang disikapi, dikawal, dan juga diadvokasikan oleh

Kastrat BEM FH UI 2022 ialah kelompok isu Gender dan Seksualitas. Kelompok isu ini terdiri atas beberapa isu utama, di antaranya Rancangan Undang-Undang Tindak

Advertisement

Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang kini telah menjadi Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan implementasi

Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan

Tinggi (Permendikbud-Ristek PPKS) di UI. Di sisi lain, terdapat isu-isu insidental lainnya, seperti kasus kekerasan berbasis gender dan kekerasan seksual serta kasus diskriminasi dan kekerasan terhadap kelompok minoritas seksual dan gender

Undang-Undang Tindak Pidana

Kekerasan Seksual mulai dari kesalahpahaman masyarakat hingga perbedaan pandangan antaranggota DPR RI Meski demikian, berkat kerja keras dari berbagai lembaga, koalisi masyarakat, serta seluruh pihak yang terlibat dalam advokasi RUU TPKS, rintangan-rintangan tersebut dapat terlewati Dengan disahkannya RUU

TPKS menjadi UU TPKS, korban

Perjalanan panjang Rancangan

Undang-Undang Penghapusan

Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang dimulai sejak tahun 2012 telah membuahkan hasil dengan disahkannya

RUU TPKS menjadi UU TPKS pada 12

April 2022. RUU TPKS menghadapi banyak rintangan dalam perjalanannya, kekerasan seksual kini memiliki payung hukum yang mampu melindungi dan mengakomodasi hak-hak mereka mengingat UU

TPKS telah mengakomodasi 6 elemen kunci dalam

RUU PKS, yakni tindak pidana kekerasan seksual; pemidanaan; hukum acara khusus penanganan perkara tindak pidana kekerasan seksual; hak korban dan keluarga korban; pencegahan; serta koordinasi dan pengawasan kesadaran bahwa perguruan tinggi di Indonesia sedang berada dalam keadaan darurat kekerasan seksual, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menciptakan suatu peraturan khusus terkait kekerasan seksual di lingkup perguruan tinggi, yakni Permendikbud-Ristek PPKS.

Permendikbud-Ristek PPKS sejatinya dibentuk untuk melindungi dan mengedepankan hak korban kekerasan

Pengesahan UU TPKS merupakan kemenangan yang dinanti-nantikan oleh masyarakat.

Kehadiran UU TPKS pun dapat mengisi kekosongan hukum terkait kekerasan seksual di Indonesia dan merupakan langkah signifikan menuju terciptanya ruang yang lebih aman dari kekerasan seksual Untuk merayakan disahkannya

UU TPKS, Kastrat BEM FH UI 2022 mengeluarkan Infografis “Kemenangan

Setelah Sepuluh Tahun: RUU TPKS

Resmi Disahkan Menjadi

Undang-Undang” pada 12 April 2022.

_ Kekerasan Seksual dalam _

Kampus dan Permendikbud_

_

_

Ristek PPKS _

Kekerasan seksual merupakan permasalahan yang darurat di lingkup perguruan tinggi. Beranjak dari seksual serta menjadi payung hukum bagi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus.

Dalam pengimplementasiannya, Permendikbud-Ristek PPKS mengamanatkan perguruan tinggi untuk dapat menghapuskan kekerasan seksual melalui dua aspek, yaitu pencegahan dan penanganan. Pada aspek pencegahan, perguruan tinggi wajib melakukan pencegahan kekerasan seksual melalui beberapa hal sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 6 ayat (1) hingga Pasal 6 ayat (4)

Permendikbud-Ristek PPKS, yaitu (a) pembelajaran; (b) penguatan tata kelola, di mana perguruan tinggi wajib merumuskan kebijakan yang mendukung pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual

(Satgas PPKS), serta menyediakan layanan pelaporan kekerasan seksual; dan (c) penguatan budaya komunitas mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan. Selanjutnya, pada aspek penanganan, berdasarkan Pasal 10

Permendikbud-Ristek PPKS, perguruan tinggi melalui Satgas PPKS wajib melakukan penanganan kekerasan seksual melalui pendampingan, pelindungan, pengenaan sanksi administratif, dan pemulihan korban.

_ Penolakan terhadap_

_ Permendikbud-Ristek PPKS _

Meski Permendikbud-Ristek PPKS memiliki urgensi yang tinggi dan amat dibutuhkan sebagai payung hukum yang memerangi kekerasan seksual di kampus, masih banyak kelompok masyarakat yang menolak

Permendikbud-Ristek PPKS atas dasar miskonsepsi atau kesalahpahaman dalam menilai substansi yang terkandung di dalamnya Penolakan tersebut salah satunya datang dari

Lembaga Kerapatan Adat Alam

Minangkabau (LKAAM) yang mengajukan judicial review kepada

Mahkamah Agung (MA) mengenai keberatan mereka atas frasa “tanpa persetujuan korban” dan “tidak disetujui oleh korban” yang terdapat dalam Pasal

5 ayat (2) huruf b, f, g, h, j, l, dan m

Permendikbud-Ristek PPKS. Permohonan

LKAAM berbasis pada miskonsepsi bahwa frasa tersebut berpotensi melegitimasi seks bebas dan tindakan asusila di ranah kampus

Pada kenyataannya, persetujuan atau consent merupakan tolok ukur untuk menentukan apakah suatu perbuatan dapat digolongkan sebagai kekerasan seksual atau tidak.

Penekanan pada aspek consent yang terdapat dalam Pasal 5 ayat (2)

Permendikbud-Ristek PPKS sejatinya merupakan upaya melindungi sivitas akademika dari ragam aktivitas seksual yang tidak diinginkan Maka dari itu, pada 2 April 2022, Kastrat BEM FH UI

2022 bersama Aliansi BEM se-UI mengeluarkan Pernyataan Sikap Aliansi

BEM se-UI Menentang dengan Tegas

Permohonan Judicial Review terhadap

Permendikbud-Ristek PPKS yang

Berbasis Miskonsepsi yang berupaya meluruskan miskonsepsi LKAAM serta mendorong MA untuk menolak permohonan judicial review LKAAM terhadap Permendikbud-Ristek PPKS

Implementasi Permendikbud-

Ristek PPKS di UI

Permendikbud-Ristek PPKS secara menyeluruh Hal ini terlihat pada 3 Maret

2022, tepat enam bulan setelah diundangkannya Permendikbud-Ristek

PPKS. Meski enam bulan telah berlalu, UI belum juga menunjukkan komitmen yang mendalam untuk menciptakan ruang yang aman dan bebas dari kekerasan seksual Menanggapi hal tersebut, Kastrat BEM FH UI 2022 memublikasikan

Infografis “Enam Bulan PermendikbudRistek PPKS: UI Belum Juga Berbenah ” .

Meski Permendikbud-Ristek PPKS telah mewajibkan tiap-tiap perguruan tinggi di Indonesia untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual melalui berbagai kewajiban yang diatur dalamnya, pada paruh pertama 2022, UI tergolong lamban dalam menanggapi dan mengimplementasikan amanat

Setelah tujuh bulan diundangkannya Permendikbud-Ristek

PPKS, pada 28 April 2022, UI mengumumkan pembentukan Panitia

Seleksi (Pansel) Satgas PPKS Hal ini merupakan langkah awal yang baik dalam mengimplementasikan

Permendikbud-Ristek PPKS di UI

Pembentukan Pansel Satgas PPKS merupakan salah satu kewajiban UI dalam Permendikbud-Ristek PPKS

Namun, UI sejatinya masih memiliki banyak kewajiban lainnya yang harus dilakukan sebagai upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, termasuk mengesahkan Peraturan Rektor UI tentang PPKS.

Universitas Indonesia (BLLH UI) untuk mendiskusikan perkembangan implementasi Permendikbud-Ristek

PPKS di UI. BLLH UI memaparkan bahwa upaya implementasi PermendikbudRistek PPKS di UI akan dilakukan secara paralel antara pembuatan kebijakan internal yang mendukung pencegahan dan penanganan kekerasan seksual serta pembentukan Pansel Satgas PPKS dengan harapan Satgas PPKS-lah yang akan membantu Rektor dalam merumuskan kebijakan tersebut

Kewajiban-kewajiban ini sudah sepatutnya diimplementasikan secara menyeluruh dalam waktu dekat demi mewujudkan UI yang aman dan bebas dari kekerasan seksual. Hal tersebut kemudian mendorong Kastrat BEM FH UI

2022 untuk kembali mengingatkan UI akan beberapa kewajiban inti dari perguruan tinggi dalam mengimplementasikan PermendikbudRistek PPKS melalui Infografis

“#PRUIMasihBanyak Mengingat

Kembali Kewajiban Perguruan Tinggi dalam Permendikbud-Ristek PPKS ”

Lebih lanjut, pada 13 Mei 2022, Kastrat BEM FH UI 2022 mewakili Aliansi

UI Anti-Kekerasan Seksual telah melakukan pertemuan dengan Biro

Legislasi dan Layanan Hukum

Namun, terdapat beberapa pandangan

BLLH UI yang sejatinya berseberangan dengan kenyataan yang terjadi di lapangan, khususnya terkait kondisi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di UI saat ini

Menanggapi hal tersebut, Kastrat BEM

FH UI 2022 pun mengeluarkan Infografis

“Katanya VS Faktanya Kondisi Terkini Pencegahan dan Penanganan

Kekerasan Seksual di UI

#PRUIMasihBanyak”

Pada 3 Juni 2022, tepat tiga bulan menuju satu tahun diundangkannya Permendikbud-Ristek

PPKS, Kastrat BEM FH UI 2022 merilis kajian rekomendasi implementasi

Permendikbud-Ristek PPKS di UI sebagai upaya nyata mendorong UI untuk segera mengimplementasikan

Permendikbud-Ristek PPKS secara menyeluruh. Kajian “UI Belum Bebas dari

Kekerasan Seksual: Kajian Rekomendasi

Implementasi Permendikbud-Ristek

PPKS di UI” berkolaborasi dengan Dr. L.

G Saraswati Putri, M Hum selaku peer reviewer dan memuat bahasan mengenai hal-hal esensial yang harus diperhatikan UI dalam mengimplementasikan Permendikbud-

Ristek PPKS. Kajian tersebut juga dilengkapi dengan policy brief dengan judul yang sama, Policy Brief “UI Belum

Bebas dari Kekerasan Seksual: Kajian

Rekomendasi Implementasi

Permendikbud-Ristek PPKS di UI”, sebagai alternatif penjelasan yang lebih padat.

Pada 20 Juni 2022, Kastrat BEM

FH UI 2022 bersama Aliansi UI

Anti-Kekerasan Seksual mengadakan audiensi dengan BLLH UI serta

Direktorat Kemahasiswaan UI untuk memaparkan kajian rekomendasi implementasi Permendikbud-Ristek

PPKS di UI yang telah disusun oleh

Kastrat BEM FH UI 2022.

Audiensi ini dihadiri oleh perwakilan fakultas dari BEM se-UI, HopeHelps UI, serta Ikatan Keluarga Mahasiswa (IKM)

UI, baik secara langsung di Ruang Prof. Boedi Harsono FH UI maupun secara daring melalui siaran Zoom Cloud

Meetings. Audiensi ini diharapkan dapat menjadi langkah signifikan demi mewujudkan UI yang aman dan bebas dari kekerasan seksual. Rekap audiensi tersebut dapat dilihat melalui Infografis

“Rekap Audiensi Aliansi UI

Anti-Kekerasan Seksual Mengenai

Implementasi Permendikbud-Ristek

PPKS di UI Bersama Biro Legislasi dan Layanan Hukum UI serta Direktorat Kemahasiswaan UI”.

Meski audiensi dan berbagai upaya lainnya telah dilaksanakan, pada

25 Juli 2022, tepat 40 hari menuju satu tahun diundangkannya PermendikbudRistek PPKS, UI masih belum mengimplementasikan PermendikbudRistek PPKS secara menyeluruh.

Satgas PPKS dalam kurun waktu kurang dari 40 hari

Selanjutnya, pada 17 Agustus

2022, bertepatan dengan kemerdekaan

Indonesia yang ke-77, Kastrat BEM FH UI

2022 mengeluarkan Infografis “UI Belum

Merdeka dari Kekerasan Seksual!” untuk menyayangkan belum merdekanya UI dari kasus kekerasan seksual Hal ini disebabkan karena kasus kekerasan seksual masih marak terjadi di UI dan UI belum juga memiliki Peraturan Rektor UI tentang PPKS ataupun Satgas PPKS

Bahkan, pada waktu itu, UI belum juga mengesahkan Peraturan Rektor UI tentang PPKS dan tidak kunjung membentuk Satgas PPKS sebagaimana diamanatkan dalam Permendikbud-

Ristek PPKS Melihat realitas tersebut, Kastrat BEM FH UI 2022 bersama Aliansi

UI Anti-Kekerasan Seksual melayangkan surat peringatan berjudul “Surat

Peringatan untuk Ari Kuncoro dan

Universitas Indonesia: 40 Hari Menuju

Deadline, #PRUIMasihBanyak!” sebagai bentuk teguran atas ketidakseriusan UI menangani kekerasan seksual dan menuntut UI untuk segera mengimplementasikan PermendikbudRistek PPKS secara menyeluruh, setidak-tidaknya melalui pembentukan

Peraturan Rektor UI tentang PPKS dan

Kemudian, pada 3 Agustus 2022, tepat sebelas bulan sejak diundangkannya Permendikbud-Ristek

PPKS, implementasi PermendikbudRistek PPKS secara menyeluruh di UI belum juga terwujud Padahal, terdapat sanksi administratif yang menanti UI apabila dalam sisa waktu satu bulan

Satgas PPKS belum juga terbentuk

Menanggapi realitas tersebut, Kastrat

BEM FH UI 2022 bersama Aliansi BEM se-UI melakukan aksi simbolis bertajuk

“Aksi Diam #PRUIMasihBanyak” di depan lapangan Rotunda UI Aksi tersebut diselenggarakan untuk mendesak UI agar segera menyelesaikan empat permasalahan internal di UI yang dirangkum dalam tagar #PRUIMasihBanyak, yaitu kasus pembunuhan Akseyna, revisi Statuta UI yang bermasalah, maraknya kekerasan seksual dalam kampus serta lambannya implementasi Permendikbud-Ristek

PPKS di UI, dan polemik Biaya

Operasional Pendidikan (BOP). Rekap aksi tersebut dirangkum dalam

Infografis “Satu Bulan Menuju Setahun

Permendikbud-Ristek PPKS Disahkan,

Kapan UI Wujudkan Ruang Aman?

#PRUIMasihBanyak”.

Puncak dari gerakan

#PRUIMasihBanyak ialah Aksi

Selamatkan UI pada 30 Agustus 2022, tepat 1000 hari sejak dilantiknya Ari

Kuncoro sebagai Rektor UI. Aksi tersebut dihadiri oleh kurang lebih 1000 massa aksi yang sama-sama menuntut penyelesaian akan empat permasalahan internal UI yang salah satunya ialah kekerasan seksual dalam kampus dan implementasi

Permendikbud-Ristek PPKS di UI.

Aksi Diam #PRUIMasihBanyak pun kembali diselenggarakan pada 12

Agustus 2022, di mana aksi tersebut bertepatan dengan kegiatan latihan paduan suara mahasiswa baru UI.

Pada 3 September 2022, tepat satu tahun sejak diundangkannya

Permendikbud-Ristek PPKS, UI belum juga menunjukkan tekadnya untuk mengimplementasikan PermendikbudRistek PPKS dengan tepat waktu Oleh karena itu, Kastrat BEM FH UI 2022 bersama Aliansi UI Anti-Kekerasan

Seksual mengeluarkan Pernyataan

Sikap “Satu Tahun Permendikbud- Ristek

PPKS Diundangkan: UI Masih Belum

Wujudkan Ruang Aman” yang mengecam tidak tanggapnya UI dalam memenuhi tenggat pembentukan Satgas

PPKS dalam Permendikbud-Ristek PPKS, mendesak UI untuk segera memfasilitasi

Pansel Satgas PPKS dalam membentuk

Satgas PPKS, mendesak UI untuk segera mengesahkan Peraturan Rektor UI tentang PPKS, dan mendorong UI untuk segera mengimplementasikan setiap kewajiban yang diamanatkan dalam

Permendikbud-Ristek PPKS. Kemudian, pada pertengahan bulan September

2022, UI akhirnya mengeluarkan publikasi mengenai rekrutmen Satgas

PPKS. Pada 17 September 2022, Kastrat

BEM FH UI 2022 turut meramaikan hal tersebut dengan memublikasikan informasi terkait pendaftaran Satgas

PPKS melalui Infografis “Universitas

Indonesia Mencari Satgas PPKS! ”

Pengesahan Pertor UI tentang

PPKS

Perjuangan mengawal dan mengadvokasikan implementasi

Permendikbud-Ristek PPKS di UI tidak berhenti di situ saja. Sejatinya, warga UI telah bertahun-tahun memperjuangkan penghapusan kekerasan seksual di lingkungan UI. Salah satu hal yang diperjuangkan ialah pengesahan

Peraturan Rektor UI tentang

Pencegahan dan Penanganan

Kekerasan Seksual Upaya yang ditempuh pun tidaklah sedikit, mulai dari pembuatan kajian rekomendasi, pembuatan propaganda darat dan propaganda melalui media sosial, hingga pelaksanaan audiensi dengan pemangku kepentingan di UI.

Perjalanan panjang tersebut pada akhirnya membuahkan hasil dengan disahkannya Peraturan Rektor

Universitas Indonesia Nomor 91 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Universitas Indonesia

(Pertor UI tentang PPKS) pada 26

September 2022 silam Keberadaan

Pertor UI tentang PPKS pun didukung oleh Permendikbud-Ristek PPKS yang mengamanatkan tiap-tiap perguruan tinggi untuk merumuskan kebijakan yang mendukung pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Dengan disahkannya Pertor UI tentang PPKS, korban kekerasan seksual di lingkungan

UI kini telah memiliki payung hukum yang dapat melindungi dan mengakomodasi hak-hak korban Maka dari itu, untuk merayakan pengesahan

Pertor UI tentang PPKS, Kastrat BEM FH

UI 2022 memublikasikan Infografis “KITA

MENANG! Peraturan Rektor Universitas

Indonesia Nomor 91 Tahun 2022 tentang

Pencegahan dan Penanganan

Kekerasan Seksual di Lingkungan

Universitas Indonesia Telah Disahkan:

Mari Kawal Implementasinya!” pada 1

November 2022 silam yang menilik lebih lanjut muatan-muatan dalam Pertor UI tentang PPKS.

_ Diskriminasi terhadap Kelompok

_ Minoritas Seksual dan Gender _

Kelompok minoritas seksual dan gender merupakan salah satu kelompok yang termarginalisasi karena identitas gender atau orientasi seksual yang mereka miliki. Diskriminasi yang terus dialami oleh kelompok minoritas seksual dan gender merupakan salah satu isu yang dikawal oleh Kastrat BEM FH UI

2022. Hal tersebut disebabkan karena perlindungan, penegakan, dan pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara. Dalam konsepsi HAM, dikenal prinsip universal dan nondiskriminatif yang berarti HAM berlaku bagi semua manusia tanpa adanya pengecualian, termasuk kepada kelompok minoritas seksual dan gender

Salah satu bentuk diskriminasi terhadap kelompok minoritas seksual dan gender dapat dilihat melalui

Peraturan Daerah Bogor Nomor 10

Tahun 2021 tentang Pencegahan dan

Penanggulangan Perilaku

Penyimpangan Seksual (Perda Bogor 10/2021), di mana ketentuan yang terkandung di dalamnya bersifat diskriminatif serta berpotensi melanggengkan stigma, diskriminasi, dan kebencian terhadap kelompok minoritas seksual dan gender Maka dari itu, pada 21 Maret 2022, Kastrat BEM FH

UI 2022 memublikasikan Infografis

“Peraturan Daerah Bogor Nomor 10

Tahun 2021 tentang Pencegahan dan

Penanggulangan Perilaku

Penyimpangan Seksual: Ketika Negara

Melecehkan Hak Asasi Manusia” yang membahas berbagai permasalahan yang berpotensi timbul akibat keberadaan Perda Bogor 10/2021

This article is from: