



Aulia Rosada Salsabila, S.Pd.
Alhamdulillahirobilalamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesempatan, kesehatan, dan kekuatan sehingga penulis dapat, menyelesaikan penulisan modul pembelajaran Ekosistem Gua Anjani dengan lancar.
Secara spesifik modul ini berisi mengenai ekosistem yang ada di Gua Anjani baik berupa komponen biotik dan abiotik dalam ekosistem gua, interaksi antar komponen, dan ancaman kerusakan yang terjadi pada ekosistem gua.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dan memberi kritik serta saran dalam penyusunan modul pembelajaran Ekosistem Gua Anjani. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan modul elektronik ini. Kritik dan saran membangun dari seluruh pihak sangat penulis harapkan untuk menyempurnakan modul pembelajaran ini kedepannya. Semoga modul elektronik ini dapat bermanfaat untuk semua pihak.
Yogyakarta, Desember 2024
Penulis,
Aulia Rosada Salsabila
Petunjuk Penggunaan Peta Konsep
Pendahuluan
Kegiatan Belajar 1
A. Ekosistem Gua
B. Komponen Biotik Gua
C. Komponen Abiotik Gua
D. Interaksi Antarkomponen
E. Aliran Energi
F. Piramida Ekologi
G. Temuan di Gua Anjani 16
H. Ancaman Bagi Ekosistem Gua
Aktivitas Siswa
Evaluasi Akhir
Evaluasi Diri
Untuk mencapai keberhasilan mencapai tujuan pembelajaran, Anda dapat mengikuti Langkah-langkah berikut dalam mempelajari modul ini:
1.Pahami capaian pembelajaran dan tujuan pembelajaran dalam modul ini.
2.Pahami materi dalam modul dengan seksama. Apabila mengalami kesulitan, Anda dapat mendiskusikan dengan teman atau guru.
3.Jika perlu, carilah referensi tambahan untuk mendukung pemahaman Anda.
4.Gunakan glosarium yang tersedia jika Anda kesulitan mencari makna kata-kata sulit dalam modul.
5.Kerjakan soal pada evaluasi dan penilaian diri untuk mengevaluasi pemahaman Anda.
6.Periksa hasil pekerjaan Anda dengan kunci jawaban yang disediakan. Apabila terdapat kesalahan, Anda dapat mempelajari kembali materi tersebut.
7.Pastikan Anda mengikuti urutan kegiatan dengan benar demi mencapai keberhasilan dalam mempelajari modul ini.
Berikut kegunaan tombol-tombol navigasi modul ini:
Tombol navigasi pada daftar isi yang akan mengarahkan ke halaman yang dituju
Tombol navigasi yang akan mengarahkan ke halaman daftar isi
Komponen
Ekosistem Gua
Anjani
Komponen biotik dan abiotik di Ekosistem Gua
Anjani
Interaksi antar komponen di ekosistem gua
Aliran energi dalam ekosistem gua
Ekosistem Gua Anjani
Ancaman Kerusakan Ekosistem Gua
Identitas Modul
Mata Pelajaran
Fase / Kelas
Materi
Sub Materi : : : :
Ilmu Pengetahuan Alam (Biologi)
E / X (Sepuluh)
Ekosistem
Ekosistem Gua
Capaian Pembelajaran
Peserta didik memahami proses klasifikasi makhluk hidup; peranan virus, bakteri, dan jamur dalam kehidupan; ekosistem dan interaksi antarkomponen serta faktor yang mempengaruhi; dan pemanfaatan bioteknologi dalam berbagai bidang kehidupan.
Tujuan Pembelajaran
Setelah kegiatan pembelajaran ini peserta didik diharapkan dapat:
1.Melalui e-modul yang disediakan, peserta didik mampu mengidentifikasi komponen biotik dan abiotik dengan tepat.
2.Melalui e-modul yang disediakan, peserta didik mampu menganalisis interaksi antar komponen pada ekosistem gua dengan tepat.
3.Melalui diskusi dan menggali informasi, peserta didik mampu membuat aliran energi pada ekosistem gua dengan tepat.
4.Melalui diskusi dan menggali informasi, peserta didik mampu menganalisis ancaman dan dampak kerusakan gua serta menciptakan solusi permasalahan pada ekosistem gua dengan tepat.
Deskripsi Singkat Materi
Ekosistem gua adalah salah satu ekosistem unik yang memiliki karakteristik lingkungan yang berbeda dari ekosistem lain. Dalam materi ini, peserta didik akan mempelajari komponen biotik dan abiotik dalam ekosistem gua, interaksi antar komponen, aliran energi, serta penyebab, dampak, dan solusi atas kerusakan yang terjadi pada ekosistem gua. Diharapkan pemahaman peserta didik tentang pentingnya kelestarian ekosistem gua sebagai bagian dari keanekaragaman hayati bumi dapat meningkat.
Pernahkah kamu membayangkan kehidupan di tempat yang begitu gelap, lembap, dan sunyi? Bayangkan sebuah gua yang tersembunyi jauh di balik bebatuan kapur di kawasan karst. Di dalamnya, tidak ada sinar matahari yang menyapa, hanya suara tetesan air dan sayup-sayup dengungan kelelawar. Meskipun jauh dari cahaya matahari, gua menjadi rumah bagi berbagai organisme unik yang hanya bisa hidup dalam kondisi ekstrem.
Namun sayangnya, tidak banyak yang menyadari betapa rapuhnya kehidupan di dalam gua. Perubahan kecil pada kondisi gua bisa berdampak besar terhadap kehidupan di dalamnya. Aktivitas manusia seperti penambangan, pariwisata tak terkendali, hingga alih fungsi lahan di sekitar gua perlahan-lahan mengancam kelestariannya.
1
Sumber: kolase id
Coba bayangkan kamu memasuki gua yang sunyi, gelap, dan dingin. Di langit-langit, kelelawar bergelantungan, tidur dalam keheningan. Ini rumah mereka.
2
Sumber: 1001indonesia net
Sekarang, lihat gambar ini...
Sama-sama di dalam gua, tapi penuh cahaya warna-warni. Terang... tapi sunyi. Apa yang hilang?
Dari kedua gambar di atas, apa perbedaan paling mencolok yang kamu temukan? Apa yang mungkin terjadi jika kondisi seperti gambar kedua akan terus berlangsung ke gua-gua lainnya?
Setelah membandingkan kedua gambar tersebut, kini kamu akan menjelajahi Gua Anjani secara bertahap melalui misi-misi berbasis masalah. Misi ini akan mengajakmu berpikir kritis, menyelidiki fakta ilmiah, dan menyusun solusi nyata bagi pelestarian ekosistem gua.
Secara umum, ekosistem gua adalah sistem kehidupan yang terjadi di dalam gua, yang sangat bergantung pada faktor lingkungan yang ekstrem: tidak adanya cahaya matahari, suhu stabil sepanjang tahun, kelembapan tinggi, dan sumber nutrisi yang sangat terbatas.
Gua merupakan salah satu ekosistem yang unik, karena ciri khasnya terletak pada kondisi lingkungan yang berbeda dengan kondisi lingkungan di luar gua dan merupakan ekosistem yang paling rentan di muka bumi. Keunikan karakter ekosistem tersebut menjadi salah satu sebab kekhasan pada biota penghuninya, baik flora, fauna, maupun mikroba.
Jika kamu ingin mempelajari Jika kamu ingin mempelajari mengenai mengenai ekosistem ekosistem dengan dengan lebih mendalam, kamu bisa lebih mendalam, kamu bisa klik ikon video berikut ya! klik ikon video berikut ya!
Ekosistem gua termasuk dalam tipe close ecosystem atau ekosistem tertutup. Artinya, interaksi organisme di dalamnya jauh lebih terbatas dibandingkan ekosistem terbuka seperti hutan atau sungai. Di dalam gua terdapat beberapa zonasi dengan karakteristik tertentu. Zonasi gua adalah pembagian bagian dalam gua menjadi beberapa wilayah berdasarkan intensitas cahaya, suhu, kelembapan, dan pengaruh dari lingkungan luar. Zonasi ini sangat penting karena setiap zona memiliki karakteristik fisik yang berbeda, yang kemudian memengaruhi jenis organisme yang bisa hidup di sana. Berikut ini gambaran setiap zona yang ada di dalam gua.
Komponen biotik adalah semua makhluk hidup yang terdapat di dalam ekosistem dan berperan dalam proses kehidupan di ekosistem tersebut. Komponen biotik dikelompokkan menjadi tiga kategori utama: produsen, konsumen, dan dekomposer.
a. Produsen
Produsen adalah organisme yang mampu memproduksi makanan sendiri melalui fotosintesis. Pada ekosistem darat biasa, produsen berupa tumbuhan hijau yang mampu melakukan fotosintesis.
Namun di gua, peran ini terbatas. Di zona terang, beberapa lumut, alga, dan paku-pakuan kecil dapat ditemukan. Hanya sebagian kecil dari anggota Filum Spermatophyta yang mampu hidup di ekosistem gua, selebihnya didominasi anggota Pteridophyta dan Bryophyta, serta filum-filum golongan alga dan fitoplankton seperti
Chlorophyceae dan Cyanophyceae. Keberadaan produsen ini menjadi sumber makanan bagi beberapa herbivora gua. Namun di zona remang dan gelap total hampir tidak ditemukan produsen.
b. Konsumen
Konsumen adalah organisme yang memakan organisme lain untuk mendapatkan energi. Organisme yang hidup pada ekosistem gua hanyalah jenis-jenis yang mampu beradaptasi dengan keistimewaan dan keunikan kondisi alam yang ada. Beberapa jenis organisme gua dapat dibagi menjadi 3 tipe yaitu:
Troglobit, jenis hewan gua yang tidak dapat hidup di luar gua.
Troglofil, jenis hewan gua yang dapat hidup dan berkembang biak di dalam gua namun juga dapat hidup di luar pada mikro habitat yang lembab dan gelap.
Troglozin, jenis hewan yang mencari makanan ke luar gua dan berlindung serta berkembang biak di dalam gua.
Hewan yang hidup di dalam gua menunjukkan berbagai adaptasi dari aspek morfologi, perilaku, dan fisiologi untuk bertahan di lingkungan yang delap dengan sumber makanan terbatas.
Adaptasi morfologi, invertebrata gua cenderung memiliki anggota tubuh yang lebih panjang dan tipis, berwarna pucat karena hilangnya pigmen kulit (albino) dan mengalami penurunan bahkan hilangnya mata. Sebaliknya, kepekaan terhadap bau dan getaran meningkat untuk membantu hewanhewan ini mendeteksi lingkungan.
Adaptasi fisiologi, hewan gua memiliki tingkat metabolisme rendah, perubahan pola makan, dan ketahanan terhadap rasa lapar. Selain itu, mekanisme keseimbangan air juga berubah, toleransi terhadap karbon dioksida yang tinggi dan oksigen rendah bertujuan untuk membantu kelangsungan hidup di kondisi ekstrem gua.
Hewan-hewan sebagai konsumen ini dilasfikasikan menjadi tingkatan dalam ekosistem.
Konsumen tingkat 1 (herbivora/pengurai): Larva serangga kecil seperti nyamuk (Culicidae) dan kutu tanah (Isopoda) yang mengonsumsi bahan organik atau alga.
Konsumen tingkat 2 (karnivora kecil): Laba-laba Heteropoda, jangkrik gua Rhaphidophoridae, dan serangga predator lainnya memangsa hewan lebih kecil.
Konsumen tingkat 3 (predator puncak): Hewan seperti kalacemeti (Stygophrynus dammermani) memakan karnivora kecil lainnya.
c. Dekomposer
Dekomposer adalah mikroorganisme yang menguraikan bahan organik mati menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Di Gua Anjani, dekomposer utama adalah bakteri, jamur, dan mikroorganisme lain yang hidup di dalam dan di sekitar tumpukan guano kelelawar. Tanpa dekomposer, siklus nutrisi di dalam gua akan berhenti, menyebabkan kematian massal makhluk hidup lain.
Bakteri:
Berperan sebagai pengurai utama dalam mengubah guano dan sisa-sisa makhluk hidup menjadi zat anorganik.
Bakteri tahan kondisi ekstrem (ekstremofil) sering ditemukan di zona gelap Gua Anjani karena adaptasi mereka terhadap lingkungan minim cahaya dan oksigen.
Jamur:
Menguraikan bahan organik yang lebih kompleks, seperti daun, kayu, atau bangkai.
Tumbuh subur pada guano kelelawar, menciptakan jaringan hifa yang membantu proses dekomposisi.
Guano atau kotoran kelelawar Guano atau kotoran kelelawar ternyata mampu menyuburkan ternyata mampu menyuburkan tanaman loh! Gimana ya caranya? tanaman loh! Gimana ya caranya? Yuk baca selengkapnya dengan Yuk baca selengkapnya dengan ikon kelelawar berikut! ikon kelelawar berikut!
Komponen abiotik adalah faktor-faktor lingkungan yang tidak hidup tetapi mendukung kehidupan di dalam ekosistem. Komponen ini sangat memengaruhi struktur dan fungsi ekosistem gua.
a. Cahaya
Cahaya matahari hanya masuk di zona terang atau dekat mulut gua. Masuk ke dalam gua lebih dalam, cahaya berkurang, membentuk zona remang, hingga akhirnya menjadi zona gelap total di mana tidak ada cahaya sama sekali. Zona inilah yang paling khas di gua.
b. Suhu
Suhu di dalam gua cenderung stabil sepanjang tahun, biasanya lebih dingin dibandingkan lingkungan luar. Perubahan suhu di luar gua hampir tidak berdampak ke dalam, karena massa batuan karst bertindak sebagai insulator alami.
c. Kelembapan
Kelembapan udara di dalam gua sangat tinggi, bisa mencapai 95–100%. Kelembapan tinggi sangat penting untuk kehidupan banyak serangga kecil, jamur, dan mikroorganisme gua.
d. Nutrisi
Nutrisi utama di gua biasanya berasal dari bahan organik eksternal, seperti daun yang terbawa air, bangkai hewan yang terjebak, atau guano kelelawar. Tanpa aliran nutrisi ini, sebagian besar kehidupan di gua akan mati karena tidak adanya produsen energi primer.
e. Air
Air gua biasanya berasal dari air hujan yang meresap melalui celah batuan karst dan masuk sebagai tetesan atau aliran bawah tanah. Air ini menjaga kelembapan tinggi yang dibutuhkan oleh organisme gua, serta membawa nutrisi dari luar seperti daun dan sisa organik. Ketersediaan air juga menjadi habitat bagi beberapa organisme gua, seperti larva serangga dan mikroba.
Sumber: gegama.geo.ugm.ac.id
f. Tanah
Tanah gua terbentuk dari pelapukan batuan dan akumulasi bahan organik, terutama guano kelelawar. Tanah ini lembap, gelap, dan miskin hara, namun menjadi tempat hidup bagi mikroba dan serangga pengurai. Selain sebagai habitat, tanah juga membantu menjaga stabilitas suhu dan kelembapan dalam gua.
Kondisi tanah di dalam Gua Anjani
Sumber: gegama geo ugm ac id
Interaksi antarkomponen ekosistem adalah hubungan yang terjadi antara komponen biotik (makhluk hidup) dengan komponen abiotik (lingkungan tak hidup), serta interaksi antar makhluk hidup itu sendiri. Dalam ekosistem, interaksi ini sangat penting untuk menjaga keseimbangan dan kelangsungan hidup semua organisme.
a. Interaksi Biotik dengan Abiotik
Komponen biotik bergantung pada komponen abiotik untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, seperti makanan, tempat tinggal, dan kondisi lingkungan yang mendukung. Dalam gua, cahaya hampir tidak tersedia, suhu stabil, dan kelembapan tinggi. Hal ini memaksa organisme untuk beradaptasi secara ekstrem.
b. Interaksi Antarkomponen Biotik
Makhluk hidup dalam ekosistem berinteraksi melalui berbagai hubungan, seperti predasi, simbiosis, kompetisi, dan hubungan lainnya yang membentuk rantai makanan atau jaring-jaring makanan.
Predasi: Hubungan makan-memakan. Contohnya laba-laba memangsa serangga kecil di gua.
Simbiosis: Hubungan hidup bersama yang saling menguntungkan, merugikan, atau netral. Contohnya: Bakteri membantu dalam pencernaan bahan organik di tubuh serangga gua
Kompetisi: Persaingan mendapatkan sumber daya terbatas. Contohnya: Jangkrik gua bersaing dengan semut untuk mndapatkan sisa bahan organik dari guano.
Aliran energi dalam ekosistem gua menggambarkan bagaimana energi berpindah dari satu makhluk hidup ke makhluk hidup lain melalui proses makan dan dimakan. Di gua, aliran energi tidak diawali dengan tanaman hijau, melainkan dari bahan organik eksternal seperti guano.
Guano merupakan endapan kotoran kelelawar yang kaya akan nitrogen dan fosfor. Guano menjadi sumber energi utama karena di dalam gua tidak ada proses fotosintesis yaang terjadi akibat tidak adanya cahaya matahari yang masuk ke gua. Guano sangat berkontribusi pada perkembangan biota, termasuk bakteri, jamur, dan arthropoda seperti jangkrik gua, kelabang gua, dan laba-laba.
Rantai makanan adalah jalur tunggal perpindahan energi. Rantai makanan di dalam gua dimulai dengan organisme detritivor yang memakan dan menguraikan guano. Organisme ini termasuk jamur, siput, jangkrik gua, lalat, kumbang, dan kecoa. Detritivor berperan sebagai pemecah bahan organik dan menjadikan guano sebagai nutrisi utama dalam gua.
Pada gilirannya, detritivor menjadi makanan bagi predator seperti laba-laba, kelabang, kalajengking serta beberapa spesies katak dan kodok yang masuk ke dalam gua. Kemudian di bagian atas rantai makanan gua adalah ular gua dengan makanan berupa kelelawar dan beberapa jenis burung.
Setiap tingkatan kegiatan makan dan dimakan disebut tingkat trofik. Energi di setiap tingkat hanya sebagian kecil yang diteruskan ke tingkat berikutnya karena sebagian besar digunakan untuk aktivitas hidup atau hilang sebagai panas.
Namun dalam kenyataannya, hubungan makan-dimakan lebih kompleks dan membentuk jaring-jaring makanan, yaitu kumpulan rantai makanan yang saling terhubung. Di ekosistem gua, satu jenis serangga bisa dimakan oleh beberapa predator, dan satu predator bisa memangsa berbagai jenis mangsa. Jaring-jaring ini menunjukkan keterkaitan antarorganisme dan menegaskan bahwa perubahan satu spesies dapat memengaruhi keseluruhan sistem energi.
Berikut merupakan contoh rantai makanan dan jaring-jaring makanan dalam suatu ekosistem
Piramida ekologi adalah gambaran visual yang menunjukkan bagaimana energi, biomassa, atau jumlah individu tersebar di setiap tingkat trofik dalam suatu ekosistem. Dalam ekosistem gua, seperti Gua Anjani, piramida ini membantu kita memahami struktur komunitas makhluk hidup yang bergantung pada sumber energi terbatas, seperti guano kelelawar.
1. Piramida Energi
Piramida energi menunjukkan aliran energi dari satu tingkat trofik ke tingkat berikutnya, dimulai dari mikroorganisme pengurai sebagai dasar. Energi semakin berkurang saat berpindah ke konsumen pertama (serangga), lalu ke konsumen kedua (laba-laba), dan seterusnya. Semakin tinggi tingkatan trofik maka semakin kecil aliran energinya. Ini karena sebagian besar energi hilang sebagai panas dalam proses metabolisme
Pengurai Pengurai Konsumen Tingkat 1 Konsumen Tingkat 1 Konsumen Tingkat 2 Konsumen Tingkat 2
Sumber energi utama Sumber energi utama
2. Piramida Biomassa
Piramida biomassa menggambarkan total massa organisme hidup pada setiap tingkat trofik dalam ekosistem. Piramida ini dapat berbentuk normal (upright) maupun terbalik inverted). Jika jumlah produsen cukup tinggi dibandingkan konsumen primer dan sekunder, maka piramida akan berbentuk normal. Namun jika jika produsen memiliki biomassa yang lebih rendah dibandingkan konsumen primer, maka piramida yang terbentuk akan terbalik. Di gua, biomassa terbesar biasanya berada pada tingkat pengurai dan konsumen dasar, sementara predator puncak seperti kalacemeti jumlahnya sedikit karena kebutuhan energinya besar.
3. Piramida Jumlah
Piramida jumlah menggambarkan jumlah individu organisme di setiap tingkat trofik. Bentuk piramida ini dapat bervariasi tergantung pada ekosistem. Piramida jumlah ini tidak selalu berbentuk piramida sempurna (upright) namun juga dapat berbentuk terbalik (inverted) karena beberapa tingkat trofik mungkin memiliki lebih banyak individu daripada tingkat di bawahnya. Di gua, organisme kecil seperti bakteri dan serangga sangat banyak jumlahnya, sementara jumlah predator jauh lebih sedikit. Hal ini mencerminkan pola alami dalam kestabilan ekosistem.
Upright Pyramid
Sumber: yaclass in
Inverted Pyramid
Sebelum beranjak ke materi selanjutnya, yuk ukur dulu sejauh mana pemahamanmu mengenai komponen ekosistem gua dan interaksinya. Klik ikon “Quiz Time” untuk memulai kuis!
Gua Anjani memiliki 4 zona gua, yaitu zona terang, remang, gelap, dan gelap total. Kondisi zonasi gua antara yang satu dengan yang lainnya berbeda. Meskipun demikian, sebenarnya tidak ada batas yang jelas antara satu zona dengan zona lainnya. Pembagian zona ini tidak memiliki kriteria yang jelas mengenai besarnya intensitas cahaya untuk zona tertentu. Pada setiap zonasi gua memiliki kondisi klimatik dan edafik yang berbeda. Kondisi klimatik adalah kondisi yang berhubungan dengan cuaca dan iklim suatu daerah yang mempengaruhi keberadaan flora dan fauna di daerah tersebut. Kondisi klimatik antara lain suhu udara, kelembapan udara, intensitas cahaya matahari, hujan, dan angin. Sedangkan, kondisi edafik adalah kondisi yang berhubungan dengan keadaan tanah di suatu daerah yang mempengaruhi keberadaan flora dan fauna di daerah tersebut. Kondisi edafik antara lain pH tanah, tekstur tanah, struktur tanah, jenis tanah, kadar air dan kadar udara tanah. Berikut adalah hasil pengamatan kondisi klimatik dan edafik di Gua Anjani.
Zonasi pada setiap gua memiliki kondisi klimatik dan yang berbeda sehingga ini menyebabkan adanya perbedaan pula pada makrobiota yang hidup di setiap zona-zona tersebut. Berikut ini temuan yang ada di Gua Anjani:
1. Stygophrynus dammermani (Kalacemeti)
Kalacemeti merupakan laba-laba bercambuk yang tidak berekor. Habitat di celah-celah ornamen gua dan cekungan dinding gua.
Sumber: Harjanto S., & Rahmadi, C. (2011)
Heteropoda sp. merupakan laba-laba dengan ukuran yang besar dan tidak berbahaya. Memiliki 4 pasang kaki. Badan laba-laba jenis ini pipih dan berwarna hitam. Habitat di celah-celah ornamen gua dan cekungan dinding gua.
Sumber: Harjanto S., & Rahmadi, C. (2011)
3. Amauropelma matakecil (Laba-laba)
Sumber: Harjanto S., & Rahmadi, C. (2011)
Laba-laba ini memiliki karakter morfologi yang khas seperti mata yang mengecil/mereduksi sebagai hasil adaptasi kegelapan di dalam gua. Labalaba ini memiliki warna tubuh yang coklat pucat bahkan di beberapa bagian tampak transparan. Habitat di celah-celah ornamen gua
Jangkrik gua ini berwarna kecoklatcoklatan dan agak bongkok, memiliki sungut yang panjang, serta tidak memiiki sayap. Habitat: di cekungan gua dan di area sekitar guano.
Sumber: ar.inspiredpencil.com
5. Semut
Semut ini memiliki tubuh berwarna hitam. Pada bagian kepala dilengkapi dengan sepasang antena yang membentuk siku. Semut ini memiliki tipe mulut penggigit. Habitat di tanah lantai gua.
Sumber: dokumentasi pribadi
6. Rayap
Rayap memiliki tubuh yang lunak, berwarna putih pucat, memiliki empat sayap yang panjang. Habitat: di sepanjang lorong gua
Sumber: stevieredback.com
7. Macrobrachium sintangense (Udang)
Sumber: gbif.org
8. Katak
Secara morfologis, udang yang ditemukan tidak menunjukkan adaptasi terhadap lingkungan gua. Habitat: di perairan sekitar mulut gua.
Katak gua ini memiliki ciri bertubuh halus dan lembab, berwarna hitam kecoklatan, bentuk kepala lancip, moncong pendek, dengan tungkai yang panjang. Katak ini belum dapat diidentifikasi secara spesifik. Habitat: ornamen gua, dekat perairan
9. Kelelawar
Terdapat 6 jenis kelelawar penghuni tetap Gua Anjani, yaitu
Hipposideros cervinus
Sumber: researchgate.net
Rhinolophus pussilus
Sumber: hkbatradar.com
Hipposideros ater
Sumber: flickr.com
Rhinolophus canuti
Sumber: inaturalist.org
Hipposideros larvatus
Sumber: gbif.org
Nycteris javanica
Sumber: uk.inaturalist.org
Besarnya jumlah jenis kelelawar di Gua Anjani menunjukkan gua ini memiliki variasi karakteristik yang besar sehingga menyediakan habitat roosting bagi lebih banyak jenis kelelawar. Namun, dua jenis kelelawar
(Rhinolophus canuti dan Nycteris javanica) merupakan jenis kelelawar yang terancam punah. Dua kelelawar tersebut masuk pada status vulnerable pada IUCN Redlist. Di Gua Anjani, kelelawar-kelelawar tersebut mengalami tekanan akibat perburuan.
Gua bukan hanya keindahan alam, tetapi juga rumah bagi makhluk hidup unik yang yang tidak bisa ditemukan di tempat lain. Perubahan kecil seperti naiknya suhu, cahaya buatan, atau limbah dari manusia bisa menyebabkan kerusakan serius. Jika ekosistem gua rusak, bukan hanya hewan gua yang terancam, tapi juga keseimbangan lingkungan di sekitarnya—termasuk yang memengaruhi kehidupan manusia.
Salah satu contoh nyata adalah Gua Anjani, yang merupakan bagian dari kawasan karst yang menyimpan keanekaragaman hayati luar biasa. Sayangnya, keberadaan ekosistem gua seperti ini semakin terancam oleh berbagai aktivitas manusia, baik yang disengaja maupun yang tidak disadari. Berikut adalah beberapa ancaman utama yang dapat menyebabkan kerusakan pada ekosistem gua.
1. Penambangan
Penambangan merupakan ancaman paling besar dan langsung terhadap keberadaan gua. Kawasan karst tempat gua berada sering dianggap sebagai daerah yang tidak produktif, sehingga banyak pihak memilih untuk mengeksploitasinya.
a. Tambang Guano
Guano adalah kotoran kelelawar yang mengandung fosfat tinggi, sehingga banyak dimanfaatkan sebagai pupuk. Penambangan guano biasanya dilakukan dengan cara menggali lantai gua. Aktivitas ini sering dilakukan secara tradisional, tetapi jika dilakukan secara besar-besaran dan tanpa pengawasan, dapat mengubah kondisi fisik dan kimia gua, serta merusak habitat kelelawar dan mikroorganisme penting lainnya.
b. Tambang Batu Kapur
Hal yang lebih merusak dari penambangan guano adalah penambangan batu kapur. Tambang jenis ini dapat menghancurkan gua secara menyeluruh karena penggalian dilakukan pada tubuh bukit karst tempat gua berada. Tidak hanya menghilangkan habitat, penambangan ini juga menghancurkan struktur alami yang terbentuk selama ribuan hingga jutaan tahun. Penambangan ini menyebabkan kelelawar kehilangan tempat tinggal dan akan bermigrasi. Hal ini berdampak pada lingkungan sekitar. Misalnya, kelelawar pemakan serangga sangat penting dalam mengendalikan populasi hama. Jika mereka pergi, populasi hama bisa meningkat dan mengganggu pertanian. Begitu juga
dengan kelelawar pemakan buah yang membantu penyerbukan. Tanpa mereka, produktivitas buah bisa menurun drastis.
Dampak lain dari penambangan:
Struktur gua menjadi tidak stabil dan berpotensi runtuh.
Aliran air bawah tanah bisa terputus, sehingga gua menjadi kering.
Sedimentasi menutup jalur makanan organisme gua.
Kitajadi tahu!Kitajadi tahu!
Menurut data Badan Geologi
Menurut data Badan Geologi (2022), sekitar 7% kawasan karst di (2022), sekitar 7% kawasan karst di Jawa Tengah rusak setiap Jawa Tengah rusak setiap
tahun karena tambang tahun karena tambang yang dilakukan ilegal. yang dilakukan ilegal.
2. Alih Fungsi Lahan
Alih fungsi lahan merupakan kegiatan mengubah kawasan karst menjadi pemukiman, industri, atau infrastruktur seperti jalan raya, juga memberikan dampak besar bagi kelestarian gua.
a. Pemukiman dan Industri
Untuk mendirikan bangunan atau jalan, bukit-bukit karst sering kali diratakan. Proses ini dapat merusak sistem sungai bawah tanah dan struktur gua yang berada di dalamnya. Selain itu, limbah dari aktivitas manusia seperti rumah tangga dan industri bisa meresap ke dalam tanah dan mencemari air gua.
b. Pertanian dan Peternakan
Aktivitas pertanian dan peternakan di atas kawasan karst juga berdampak besar. Pupuk kimia dan pestisida yang digunakan dalam pertanian bisa masuk ke dalam sistem air tanah melalui celah-celah batuan, mencemari air gua, dan mengganggu organisme yang hidup di dalamnya.
Sisa-sisa kotoran dari peternakan juga bisa mengandung bakteri atau nutrisi berlebihan yang mengubah keseimbangan mikroorganisme di gua. Jika tidak dikendalikan, hal ini bisa menyebabkan kematian spesies atau ledakan populasi mikroba tertentu yang merugikan.
Dampak umum dari alih fungsi lahan: Penurunan kemampuan tanah menyerap air hujan (infiltrasi).
Erosi tanah yang mengendap di dalam gua.
Masuknya bahan kimia berbahaya ke habitat gua.
Alih Fungs Kawasan Karst
Sumber: WALHI Yogyakarta
Mengunjungi gua sebagai wisata edukatif sebenarnya bisa menjadi cara yang baik untuk mengenalkan pentingnya pelestarian alam. Namun, tanpa pengelolaan yang baik, wisata justru bisa membawa kerusakan.
Beberapa wisatawan kerap melakukan: Vandalisme, seperti mencoret dinding gua atau merusak ornamen batu.
Membuang sampah, yang mengganggu kebersihan dan mencemari habitat.
Melanggar etika penelusuran gua, seperti menggunakan lampu berlebihan atau menyentuh formasi batuan.
Selain itu, kehadiran manusia bisa menyebabkan perubahan suhu, kelembapan, dan bahkan suara bising yang mengganggu hewan gua. Kelelawar, misalnya, sangat sensitif terhadap cahaya dan suara. Jika terganggu, mereka bisa pindah tempat hanya dalam waktu sehari.
Dampak wisata terhadap gua: Peningkatan suhu dan penurunan kelembapan gua.
Gangguan suara yang membuat hewan liar, terutama kelelawar, meninggalkan gua.
Menurunnya populasi dan keanekaragaman hayati di dalam gua.
4. Pencemaran Lingkungan
Pencemaran bisa terjadi dari berbagai sumber, seperti limbah rumah tangga, sampah plastik, deterjen, logam berat, dan limbah pertanian. Zat-zat berbahaya ini dapat meresap ke dalam tanah dan masuk ke sistem air bawah tanah di gua. Organisme kecil seperti bakteri dan jamur gua, yang perannya sangat penting dalam rantai makanan, bisa mati karena bahan kimia ini. Jika kondisi air dalam gua terganggu, bisa terjadi eutrofikasi, yaitu ledakan populasi mikroorganisme tertentu karena kelebihan nutrisi. Hal ini akan merusak keseimbangan ekosistem dan mengancam kehidupan spesies lain.
Dampak pencemaran terhadap gua: Kematian mikroorganisme penting.
Gangguan keseimbangan ekosistem karena pertumbuhan mikroba tidak terkendali.
Turunnya kualitas air dan udara di dalam gua.
Ekosistem gua sangat unik, rapuh, dan tidak tergantikan. Kerusakan yang terjadi hari ini bisa berdampak selama ratusan bahkan ribuan tahun ke depan. Padahal, keberadaan gua sangat penting, baik sebagai habitat spesies langka, sumber air bersih, hingga tempat pembelajaran alam yang luar biasa.
Sebagai generasi muda, kita perlu memahami bahwa menjaga gua bukan sekadar melindungi batu dan kegelapan, tetapi menjaga kehidupan, menjaga keseimbangan alam, dan menjaga masa depan manusia itu sendiri.
Sebelum beranjak ke materi selanjutnya, yuk ukur dulu sejauh mana pemahamanmu mengenai ancaman kerusakan ekosistem gua. Klik ikon “Quiz Time” untuk memulai kuis!
Setelah mempelajari materi mengenai ekosistem gua dan ancaman kerusakannya. Saat ini kita akan melakukan eksplorasi terhadap ekosistem Gua Anjani melalui 6 misi yaitu:
A. Orientasi Peserta Didik Pada Masalah
1. Membaca Jejak Gua Anjani
B. Mengorganisasi Peserta Didik untuk Melakukan Investigasi
2. Menemukan Rintangan Tersembunyi
C. Investigasi Kelompok
3. Memetakan Kehidupan Dalam Gua
4. Menyusun Jaring Kehidupan
D. Mengembangkan dan Mempresentasikan Hasil Karya
5. Merancang Upaya Penyelamatan
E. Menganalisis dan Mengevaluasi Proses Pemecahan Masalah
6. Refleksi Akhir Ekspedisi
Silakan scan QR code atau klik icon gua berikut ini untuk melalui eksplorasi kehidupan Gua Anjani!
Silahkan Log In menggunakan Username dan Password yang sudah diberikan gurumu kemudian lengkapi setiap bagian berdasarkan hasil penelusuran dan pemahamanmu!
Untuk menguji kemampuanmu setelah memahami materi dan menyelesaikan aktivitas, kerjakanlah evaluasi akhir ini!
Evaluasi akhir ini disa kamu akses dengan cara scan QR code atau klik icon kertas berikut ini!
Berilah tanda ceklis (✓) pada pernyataan “Ya” atau “Tidak” di bawah ini dengan jujur sesuai dengan kemampuan Anda!
1
2
Saya telah mampu mengidentifikasi komponen biotik dan abiotik di ekosistem Gua Anjani
Saya telah mampu menganalisis interaksi antar komponen pada ekosistem Gua Anjani
3
Saya telah mampu membuat aliran energi pada ekosistem Gua Anjani
4
5
Saya telah mampu menganalisis penyebab dan dampak kerusakan pada ekosistem gua
Saya telah mampu memberikan suatu gagasan solusi dalam menangani permasalahan pada ekosistem gua
Jika Anda menjawab “Tidak” pada salah satu pertanyaan di atas maka Anda perlu mempelajari kembali kegiatan pembelajaran dalam modul ini dan jangan putus asa. Jika Anda menjawab “Ya” pada semua pertanyaan, maka Anda dapat melanjutkan pembelajaran ke materi selanjutnya.
Anggrita., Nasihin, I., & Nendrayana, Y. (2017). Keanekaragaman jenis dan karakteristik habitat mamalia besar di kawasan hutan bukit Bahohor
Desa Citapen Kecamatan Hantara Kabupaten Kuningan Wanaraksa,11(1): 21-29
Anonim. (2020). Menelusuri Bentuk Lahan Kawasan Karst Formasi
Jonggrangan. Diakses melalui https://egsa geo ugm ac id/2020/09/01/menelusuri-bentuklahan-kawas an-karst-formasi-jonggrangan/ pada tanggal 22 Februari 2025.
Azzahra, S. D., Rushayati, S. B., & Destiana. (2022). Green open spaces as butterfly refuge habitat: Potential, issues, and management strategies for butterfly conservation in urban areas. Berkala Sainstek 10(4): 227234.
Prakarsa, T. B. P., Margani, R. B., Pamungkas, F. R., Budiatmiko, F., & Arjunanda. (2015). Biodiversitas Ekosistem Gua Anjani di Kawasan Karst Menoreh (Tinjauan khusus Arthropoda). Symbion: Symposium on Biology Education, pp 323-327.
Prakarsa, T B P , & Ahmadin, K (2017) Diversitas arthropoda gua di kawasan Karst Gunung Sewu, studi gua-gua di Kabupaten Wonogiri Journal of Tropical Biology 1(2):31-36
Prakarsa, T. B. P., Kurniawan, I. D., & Putro, S. T. J. (2021).
Biospeleologi: Biodiversitas Gua, Potensi, dan Permasalahannya. Yogyakarta: Bintang Pustaka Madani.
Rachman, E., & Hani, A. (2017). Potensi keanekaragaman jenis vegetasi untuk pengembangan ekowisata di Cagar Alam Situs Panjalu. Jurnal Wasian, 4(1):1-10.
Prasetyo, A., et al. (2016). Struktur Komunitas Mesofauna dan Makrofauna Tanah di Gua Groda, Gunungkidul. Jurnal Sains Dasar, 5 (2):133-139.
Qurniawan, T. F. & Epilurahman, R. (2013). Keanekaragaman Jenis Herpetofauna di Kawasan Ekowisata Goa Kiskendo, Kulonprogo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Biota, 17 (2): 78-84.
Rahmadi, C. (2016). Keanekaragaman Arthropoda di Gua Ngerong, Tuban, Jawa Timur. Zoo Indonesia (29).
Rahman, N. A. A. (2025). Guano dan Ekosistem Gua: Kelangsungan Hidupan dalam Dunia Tanpa Cahaya DIakses melalui dewankosmik.jendeladbp.my/2025/02/18/16443/ pada 23 Maret 2025.
Sambas, I. K. (2018). Strategi pengembangan kawasan ekowisata Gua Kiskendo melalui pementasan sendratari Sugriwa Subali di Desa Jatimulyo, Kulon Progo. Naskah Publikasi Ilmiah. Program Studi Magister Tata Kelola Seni, Yogyakarta.
Setiawan, J , & Maulana, F (2019) Keanekaragaman jenis arthropoda permukaan tanah di Desa Banua Rantau Kecamatan Banua Lawas. Jurnal Pendidikan Hayati, 5(1):39-45.
Sulastoro. (2013). Karakteristik sumberdaya air di daerah karst (studi kasus daerah Pracimantoro). Journal of Rural and Development, 4(1):6167.
Suandar, A. P. (2021). Modul Penelitian Biospeleologi. Yogyakarta: BSG UNY.
Suwarso, E., Paulus, D. R., & Widanirmala, M. (2019). Kajian database keanekaragaman hayati Kota Semarang. Jurnal Riptek, 13(1):79-91. Taruna, M. M. (2016). Pergeseran mitos di tengah perubahan sosial (mitologi Gua Kiskendo dan Dusun Betetor Kabupaten Kendal). Jurnal SMaRT, 2(1):67-80.
Thomsen, M.S., Altieri, A.H., Angelini, C. et al. (2022). Heterogeneity within and among co-occurring foundation species increases biodiversity Nature Communication. 13:581. https://doi.org/10.1038/s41467-02228194-y
Widagdo, A., Pramumijoyo, S., & Harijoko, Agung. (2016). Kajian pendahuluan kontrol struktur geologi terhadap sebaran batuan-batuan di Daerah Pegunungan Kulonprogo, Yogyakarta. Proceeding, Seminar
Nasional Kebumian Ke-9, Peran Penelitian Ilmu Kebumian Dalam
Pemberdayaan Masyarakat. Grha Sabha Pramana. ISSN 2477 – 0248
Adaptasi
Arthropoda
Detritivor
Eksploitasi
Erosi
Eutrofikasi
Filum
Fisiologi
Fosfat
Fosfor
Fotosintesis
Proses penyesuaian organisme terhadap lingkungan untuk meningkatkan peluang bertahan hidup dan berkembang biak.
Filum hewan yang memiliki tubuh tersegmentasi, eksoskeleton (kulit luar keras), dan anggota tubuh yang bercapit atau bersendi, seperti serangga dan laba-laba.
Organisme yang memakan bahan organik yang telah mati atau terurai.
Penggunaan atau pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan, yang dapat menyebabkan kerusakan atau
penurunan kualitas sumber daya tersebut.
Proses pengikisan permukaan tanah oleh angin, air, atau aktivitas manusia yang mengurangi lapisan tanah subur.
Proses peningkatan kadar zat hara (nutrien) seperti nitrogen dan fosfor dalam tubuh perairan yang menyebabkan pertumbuhan alga berlebih dan penurunan kualitas air.
Klasifikasi taksonomi tingkat tinggi dalam sistem klasifikasi biologi yang mengelompokkan organisme berdasarkan kesamaan struktur tubuh.
Ilmu yang mempelajari fungsi-fungsi tubuh organisme, termasuk proses biokimia, metabolisme, dan peran organ tubuh
Senyawa yang mengandung unsur fosfor, seringkali ditemukan dalam bentuk garam fosfat yang penting untuk pertumbuhan tanaman.
Unsur kimia yang sangat penting bagi proses biologis, seperti pembentukan tulang pada hewan
Proses dimana tumbuhan hijau, alga, dan beberapa mikroorganisme menggunakan energi cahaya untuk mengubah karbon dioksida dan air menjadi glukosa dan oksigen.
Habitat
Hama
Hara
Tempat tinggal atau lingkungan alami dari suatu organisme, yang mendukung kelangsungan hidup dan perkembangannya.
Organisme yang merugikan manusia dengan merusak tanaman, hewan, atau produk yang penting bagi manusia.
Unsur atau senyawa yang diperlukan oleh tumbuhan untuk pertumbuhan, seperti nitrogen, fosfor, dan kalium.
Herbivora
Hifa
Infrastruktur
Invertebrata
Karnivora
Karst
Larva
Logam berat
Migrasi
Morfologi
Nitrogen
Penyerbukan
Sedimentasi
Tingkat Trofik
Hewan pemakan tumbuhan sebagai sumber utama makanan,
Struktur mirip benang yang membentuk tubuh jamur, berfungsi untuk menyerap nutrisi dari lingkungan sekitarnya. Fasilitas dasar yang diperlukan untuk mendukung aktivitas manusia, seperti jalan, jembatan, dan sistem air bersih.
Hewan yang tidak memiliki tulang belakang, seperti serangga, moluska, dan cacing.
Hewan pemakan daging.
Bentang alam yang terbentuk dari proses pelarutan batuan kapur oleh air, menghasilkan gua, stalaktit, stalagmit, dan bentuk lainnya
Tahap awal dalam siklus hidup beberapa hewan, seperti serangga dan amfibi, sebelum berkembang menjadi bentuk dewasa.
Unsur-unsur kimia yang memiliki massa atom tinggi dan dapat bersifat toksik bagi organisme, seperti merkuri dan timbal.
Perpindahan massa organisme dari satu tempat ke tempat lain, seringkali untuk mencari makanan atau tempat berkembang biak.
Ilmu yang mempelajari bentuk dan struktur tubuh organisme, serta variasi dan adaptasi bentuk tubuh dalam berbagai spesies.
Unsur kimia yang penting dalam siklus nitrogen di alam dan digunakan oleh tumbuhan untuk sintesis protein dan asam nukleat
Proses pemindahan serbuk sari dari benang sari ke kepala putik dalam tumbuhan berbunga, yang memungkinkan terjadinya pembuahan.
Proses pengendapan partikel-partikel halus, seperti tanah, pasir, dan bahan organik, yang dapat membentuk lapisanlapisan endapan di dasar perairan.
Posisi organisme dalam rantai makanan, yang menunjukkan peranannya sebagai produsen, konsumen, atau pengurai dalam ekosistem.
Vandalisme
Perusakan atau penghancuran terhadap benda atau tempat yang memiliki nilai sejarah, budaya, atau lingkungan, seringkali dilakukan dengan sengaja.
Aulia Rosada Salsabila, S.Pd.
Penulis telah menyelesaikan pendidikan sarjana pada Jurusan Pendididikan Biologi di Universitas Negeri Yogyakarta 2024. Penulis tengah menempuh pendidikan magister pada Jurusan Pendidikan Biologi di Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis dapat dihubungi melalui email auliarosada.2023@student.uny.ac.id.
“Kolaborasi dalam pendidikan mengubah mimpi menjadi realitas, bersama-sama kita ciptakan harmoni yang menginspirasi transformasi dan kemajuan tak terbatas.”