4 minute read

AKM & SURVEI KARAKTER Jurus Jitu Perbaikan Mutu

AKM & SURVEI KARAKTER,

Jurus Jitu Perbaikan Mutu Pendidikan Di Indonesia

Advertisement

Pngembangan Pendidikan di Indonesia tidak pernah lepas dari pembaharuan kurikulumnya. Dalam tiap periode tertentu kurikulum selalu mengalami proses evaluasi. Bahkan tak sedikit yang beranggapan bahwa kurikulum itu berganti seiring pergantian pemangku kebijakan. Salah satu perubahan yang terbaru yaitu program “Merdeka Belajar” yang diusulkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim. Program ini meliputi 4 kebijakan yaitu (1) menghapus Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) menjadi penilaian atau asesmen yang teknisnya diserahkan kepada sekolah. Ujian penentu kelulusan siswa ini bisa dilakukan secara tertulis atau bentuk lain yang dianggap lebih komprehensif, misalnya tugas kelompok, portofolio, atau bentuk lain yang lebih memberdayakan siswa. (2) menghapus Ujian Nasional (UN) dan menggantinya dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter. (3) RPP akan dipersingkat hanya 1 halaman, berisi tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan assesmen. (4) kebijakan PPDB lebih fleksibel dengan mempertimbangkan ketimpangan akses dan kualitas diberbagai daerah (tidak termasuk daerah 3T). Pada kebijakan kedua, asesmen kompetensi minimum dan survey karakter diberikan pada pertengahan jenjang sekolah, seperti kelas IV, VIII, dan XI sehingga tidak menjadi basis penilaian siswa untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya. Dalam asesmen ini ada tiga kemampuan yang dinilai yaitu literasi (nalar dan bahasa), numerasi, dan karakter. Penilaiannya mengacu pada standar internasional, seperti Programme for International Student Assessment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMMS). Kebijakan ini mulai berlaku pada 2021.

Program for International Student Assessment (PISA) merupakan survei rutin yang menjadi rujukan sebagai evaluasi kualitas pendidikan di dunia. Survei ini diselenggarakan oleh organisasi yang ber-fokus pada kerja sama dan pembangunan ekonomi. Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), PISA dilakukan setiap tiga tahun sekali. Indonesia menjadi partisipan PISA sejak tahun 2000. Pemerintah Indonesia selalu mendapat tekanan publik karena dianggap belum berhasil dalam menyelenggarakan sistem pendidikan nasional. Pada tahun tersebut, Indonesia menempati peringkat ke-39 dari 41 negara. Sampai penyelenggaraan terbaru di tahun 2018, Indonesia konsisten berada di urutan 10 paling besar dari bawah, yakni peringkat ke-72 dari 78 peserta.

Oleh: Mohammad Dedik Setiawan

Survei yang dilakukan oleh PISA mematok tiga indikator sebagai penilaian utama, yakni kemampuan matematika, kemampuan sains, dan kemampuan literasi. Remaja berusia 15 tahun dari perwakilan berbagai negara akan dites dalam survey tersebut. PISA sendiri menentukan skor standar internasional untuk menilai ketiga kemampuan di atas, yaitu 500.

Totok Suprayitno (Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud) menjelaskan bahwa hasil PISA Tahun 2018 bisa menjadi peringatan karena beberapa tahun terakhir keikutsertaan PISA, nilai kemampuan pendidikan Indonesia mengalami penurunan sehingga dengan menggulirkan program “Merdeka Belajar” diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia dengan standar internasional.

Adanya asesmen nasional menunjukkan menunjukkan apa yang seharusnya menjadi tujuan utama sekolah, yakni pengembangan karakter dan kompetensi siswa. Hal ini diharap dapat mendorong sekolah dan dinas pendidikan untuk memfokuskan sumber daya pada perbaikan mutu pembelajaran. Selain itu juga memberi gambaran tentang karakteristik esensial sebuah sekolah yang efektif dalam mengembangkan kompetensi dan karakter murid (mulai dari ciri pengajaran yang baik, sampai program dan kebijakan sekolah yang membentuk iklim akademik, sosial, dan keamanan yang kondusif). Hal ini diharap membantu sekolah lebih memahami apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan mutu pembelajaran.

Asesmen nasional ini terbagi kedalam tiga kategori penilaian yaitu asesmen kompetensi minimum, survey karakter, dan survey lingkungan belajar. Pada asesmen kompetensi minimum dan survey karakter yang menjadi subjek penelitiannya adalah siswa kelas 5, 8, dan 11 sedangkan untuk survey lingkungan belajar yang menjadi subjeknya yaitu kepala sekolah dan guru.

Aspek yang diukur pada asesmen kompetensi minimum ada dua yaitu literasi membaca yang meliputi kemampuan untuk memahami, menggunakan, mengevaluasi, merefleksikan berbagai jenis teks untuk menyelesaikan masalah dan mengembangkan kapasitas individu sebagai warga Indonesia dan warga dunia agar dapat berkontribusi secara produktif di masyarakat. dan numerasi yang meliputi kemampuan berpikir menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk menyelesaikan masalah sehari-hari pada berbagai jenis konteks yang relevan untuk individu sebagai warga negara Indonesia dan dunia.

Pada survey karakter yang akan diukur yaitu profil pelajar pancasila yang meliputi sikap beriman, bertaqwah, berakhlaq mulia, bernalar kritis, mandiri, kreatif, bergotong royong, dan berkebhinekaan global. Sedangkan pada survey lingkungan belajar, aspek yang diukur yaitu iklim belajar dan iklim satuan pendidikan yang meliputi: iklim keamanan sekolah, iklim kebhinekaan sekolah, indeks sosial ekonomi, kualitas pembelajaran, dan pengembangan guru.

Bentuk soal Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) ada dua yaitu objektif dan non objektif (essay). Pada tipe objektif terbagi menjadi 4 yang meliputi pilihan ganda (1 jawaban benar), pilihan ganda kompleks (jawaban benar lebih dari 1), menjodohkan, dan isian singkat. Peserta asesmen nasional untuk jenjang SD/sederajat maksimal 30 siswa sedangkan untuk jenjang SMP, SMA, SMK atau sederajat maksimal 45 siswa. Adapun pemilihan siswa dilakukan secara random dengan stratifikasi sosial ekonomi. Dalam pelaksanaannya asesmen nasional akan dilakukan dengan berbasis komputer dan bersifat adaptif, yang artinya soal yang ditempuh akan tergantung dari performa pada soal awal, jika dapat menjawab benar maka akan mendapatkan soal yang lebih sulit sedangkan jika tidak mampu menjawab benar maka soal berikutnya akan lebih mudah level kognitifnya. Nantinya asesmen nasional ini akan dilaporkan pada level sekolah dan daerah. Selain itu laporannya juga sebagai alat refleksi diri sekolah dan pemda namun tidak untuk meranking sekolah, sehingga adanya asesmen nasional ini diharapkan dapat memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia.

This article is from: